Jawaban PR Responsi Yoga-Dita
-
Upload
aryoga-samudra-asmara -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
description
Transcript of Jawaban PR Responsi Yoga-Dita
RESPONSI KASUS
KARSINOMA NASOFARING
PERTANYAAN
1. Etiologi Karsinoma Nasofaring (Genetik dan Lingkungan).
2. Metastasis jauh karsinoma nasofaring.
3. Eipsten Barr Virus, patogenesisnya.
4. Proses radioterapi.
5. Tes serologi nasofaring
6. Struktur dari parafaring.
7. Istilah syndrome pada foramen laserum.
8. Dosis kemoradiasi.
9. Nervus IX, X, XI, XII gejala klinis nya.
10. Diplopia terkena muskulus apa dan cara membuktikannya bagaimana.
11. Duktus di kelenjar limfa.
12. Nama CT-Scan untuk melihat seluruh tubuh.
JAWABAN
1. ETIOLOGI
Genetik : Analisa genetik pada populasi endemik berhubungan dengan HLA-A2,
HLAB17 dan HLA-Bw26. Dimana orang dengan yang memiliki gen
ini memiliki resiko dua kali lebih besar menderita karsinoma
nasofaring. Studi pada orang Cina dengan keluarga menderita
karsinoma nasofaring dijumpai adanya kelemahan lokus pada regio
HLA. Studi dari kelemahan HLA pada orang-orang Cina / ras
mongoloid menunjukkan bahwa orang-orang dengan HLA A*0207
atau B*4601 yang umumnya dimiliki oleh ras mongoloid dan jarang
pada orang kulit putih ini, memiliki resiko yang meningkat untuk
terkena karsinoma nasofaring.
Lingkungan : Beberapa kebiasaan/makanan telah dilaporkan berhubungan dengan
meningkatnya resiko dari KNF. Mengkomsumsi ikan asin dan
makanan yang diawetkan yang mengandung volatile nitrosamin,
merupakan faktor karsinogenik yang penting yang berhubungan
dengan KNF. Dan telah terbukti bahwa mengkonsumsi ikan asin sejak
anak-anak meningkatkan resiko KNF di Cina Selatan (Ganguly, 2003;
Lo et al., 2004; Can et al., 2005; Lin, 2006).
Clifford dan Bulbrook dalam penelitiannya yaitu orang Afrika, Kenya
yang hidup dengan ventilasi rumah yang jelek dengan asap yang
terperangkap di dalam rumah, meningkatkan angka kejadian KNF.
Mereka melaporkan asap yang berasal dari kayu bakar mengandung
zat karsinogen yang akan terakumulasi pada dinding nasofaring
posterior dan lateral, dengan waktu terpapar sampai beberapa jam
sehari selama bertahun-tahun (Ganguly, 2003).
Juga telah dilaporkan orang yang mengkonsumsi rokok selama 10
tahun atau lebih mempunyai resiko yang tinggi terhadap KNF, tetapi
paparan yang rendah terhadap asap rokok sebagai perokok pasif dan
mengkonsumsi alkohol bukan merupakan faktor resiko KNF (Ganguly,
2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Nolodewo, dkk di RS Dr. Kariadi
Semarang menyatakan bahwa paparan formaldehid bentuk uap dan
asap yang terhirup berpengaruh paling besar terhadap kejadian KNF,
keduanya terbukti secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan
terhadap kejadian KNF (Nolodewo, Yuslam, Muyassaroh, 2007).
2. METASTASIS JAUH
Metastasis merupakan penyebab kematian (90%) dari semua kanker, dan
menimbulkan gejala klinis yang berbeda (Yilmaz et al., 2007). Metastasis
menunjukkan sebagai proses yang terkoordinasi, memiliki tahapan-tahapan,
meliputi pemisahan sel dari tumor primer untuk untuk berkembang menjadi lesi
baru di organ jauh (Beavon, 1999). Metastasis merupakan hasil dari pengaruh
yang kompleks dari perubahan adhesi antar sel, motilitas dan migrasi sel,
proteolisis Extracellular Matrix (ECM) dan membrana basalis (Howell dan
Grandis, 2005)
Sel KNF sangat sering menginvasi jaringan di sekitarnya dan bermetastasis ke
limfonodi leher pada tahap awal perkembangan penyakit. Namun, mekanisme
utama yang relevan masih belum diketahui. Banyak faktor yang mungkin terlibat
dalam invasi dan metastasis seperti molekul adhesi antar sel, Matrix
Metalloproteinase (MMP), dan sitokin yang dapat mendukung peningkatan
mobilitas dan penyebaran sel kanker (Xu et al., 2013). Invasi dan metastasis sel
tumor merupakan proses multi tahap, yang membutuhkan perubahan kompleks
dalam interaksi adhesi antar sel. Adanya pelepasan sel tumor dari tumor primer
adalah tahap awal yang penting dalam proses metastasis (Jones et al., 1996).
Adhesi antar sel memainkan peran penting dalam pemeliharaan integritas sel dan
jaringan (Kim et al., 2007). Beberapa molekul adhesi sel telah diakui sebagai
penanda untuk potensi kejadian metastasis tumor padat (Tsao et al., 2003). E-
cadherin adalah salah satu glikoprotein transmembran yang penting dalam adhesi
sel, tumor suppression, diferensiasi sel, dan migrasi sel. Penelitian terbaru dari
protein ini menunjukkan bahwa penurunan ekspresi E-cadherin memainkan
peran dalam perkembangan dan metastasis tumor (Shnayder et al., 2001).
Perubahan interaksi antar sel dan sel dengan matriks memberikan kemampuan sel
kanker untuk melewati batas jaringan normal dan bermetastasis. Adanya
perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam ekspresi dan fungsi molekul adhesi sel
yang dimediasi oleh E-cadherin merupakan penanda penting adanya potensi
metastasis beberapa kanker seperti kanker lambung, kanker kolorektal, KSS kulit,
dan kanker payudara (Huang et al., 2001; Shnayder et al., 2001).
3. PATOGENESIS KNF
GAMBAR 1. Patogenesis KNF
Gambar 1 menggambarkan perjalanan karsinoma nasofaring berawal dari
terinfeksi virus ataupun karena genetik kemudian dari epitel yang normal
berubah menjadi low grade dysplasia terjadi karena kehilangan pada kromosom
3p dan 9p kemudian menjadi high grade dysplasia terjadi karena inaktifasi dari
P16/RASSF1A, BCL2 overexpression, dan dysregulation telomerase kemudian
menjadi invasive karsinoma terjadi karena kehilanagan kromosom 11q, 13q, 14q,
16q dan gen kromosom 8 dan 12 dan kemudian akan bermetastasis.
GAMBAR 2. Cara terkena KNF
Gambar 2 menerangkan berawal dari epitel normal nasofaring kemudian ada tiga
cara terkena karsinoma yang pertama germline mutation (mayor gene) yang
pertama kali terpajan kemudian terinfeksi EBV kemudian terjadi karsinoma
nasofaring secara genetik. Yang kedua mengenai gene pholymorphism (minor
gene) kemudian terinfeksi EBV terjadilah karsinoma nasofaring, inilah yang
paling banyak terjadi. Yang ketiga langsung terkena EBV dan terpapar penyebab
karsinogen terjadilah karsinoma nasofaring tetapi ini jarang.
4. PROSES RADIOTERAPI
- Radiasi eksterna / teleterapi
Radioisotop yang ditempatkan diluar tubuh. Sinar diarahkan ke tumor yang
akan diberi radiasi. Cakupan yang di peroleh radiasi cukup luas, bukan hanya
tumor primer dan jaringan sehat sekitarnya tapi juga KGB sekitar.
- Radiasi interna / brachiterapi
1. Intertitial : Radioisotop yang berupa jarum ditusukkan ke dalam tumor.
2. Intracavitair: Aplikator kosong dimasukkan kedalam rongga tubuh tempat
tumor, lalu dimasukkan radioisotop ke dalam aplikator.
3. Intravena : Radioisotop disuntikkan ke vena. I131 yang disuntikkan IV dan
diserap oleh tiroid untuk mengobati kanker tiroid.
5. TES SEROLOGI
Dilakukan marker serologi pada yang rentan. Misalnya perokok atau orang yang
makan mengandung bahan pengawet.
6. STRUKTUR PARAFARING
7. ISTILAH PADA FORAMEN LACERUM
8. DOSIS RADIOTERAPI
Radiasi dengan pesawat Co60 yang memancarkan sinar gama diberikan beberapa
kali dengan dosis terbagi (fraksinasi), yaitu radiasi dosis 200 cGy setiap fraksi
pemberian 5 kali seminggu selama 6–7,5 minggu. Dosis yang dibutuhkan untuk
eradikasi tumor tergantung dari banyaknya sel kanker (besarnya tumor). Tumor
yang masih dini (T1 dan T2) dapat diberikan radiasi menggunakan Cobalt 60
dengan dosis sebesar 200 – 220 cGy per fraksi, 5 kali seminggu tanpa istirahat
mencapai dosis total 6000 – 6600 cGy dalam 6 minggu. Sedangkan untuk KNF
dengan ukuran tumor yang lebih besar (T3 dan T4) dianjurkan diberikan dosis
total radiasi pada tumor primer di nasofaring yang lebih tinggi yaitu 7000 – 7500
cGy.28
Selain radiasi eksternal, booster dapat diberikan bila masih didapatkan residu
tumor dengan area diperkecil hanya pada tumornya saja sebesar 1000 – 1500 cGy
sehingga mencapai dosis total 7500 – 8000 cGy. Booster ini umumnya diberikan
dengan cara radiasi internal (brakiterapi).
9. NERVUS IX,X,XI,XII GEJALA KLINISNYA
Gangguan N.IX (nervus glosofaringeus) dan X (nervus vagus)
- Disartria (cadel, pelo): gang. pengucapan akibat kelumpuhan N.V, VII, IX, X
- Disfagia (salah telan) : akibat kelumpuhan N.IX, X
- Disfonia (suara serak) : akibat kerusakan N. Laringeus rekurens (cabang N.X)
- Afonia : suara tidak ada sama sekali
Gangguan pada N XI (nervus trapesius)
- Gangguan N XI dapat terjadi karena lesi supra-nuklir, nuklir atau infranuklir.
- Lesi supranuklir (sentral,upper motor neuron) dapat terjadi karena kerusakan di
korteks, atau traktus piramidalis (di kapsula interna dan batang otak), misalnya
oleh gangguan peredaran darah (strok).
- Lesi nuklir (perifer) didapatkan pada siringobulbi, dan ALS (amiotrofik lateral
sclerosis). Pada lesi nuklir ini, selain parese, juga didapatkan atrofi dan
fasikulasi pada otot.
- Lesi infranulkir (perifer, lower motor neuron) dapat terjadi karena kerusakan di
ekstrameduler (di dalam tengkorak, di foramen jugulare, dan di leher. Hal ini
menyebabkan paralysis dengan atrofi.
Nervus XII (nervus hipoglosus)
- Lesi N.XII dapat bersifat supranuklir, misalnya pada lesi di korteks atau kapsula
interna, yang dapat disebabkan oleh misalnya pada strok. Dalam hal ini
didaptkan kelumpuhan otot lidah tanpa adanya atrofi dan fasikulasi.
- Pada lesi nuklir, didapatkan atrofi dan fasikulasi. Hal ini dapat disebabkan oleh
siringobulbi, ALS, radang, gangguan peredaran darah dan neoplasma.
- Pada lesi infranuklir didapatkan atrofi. Hal ini disebabkan oleh proses di luar
medulla oblongata, tetapi masih di dalam tengkorak, misalnya trauma, fraktur
dasar tulang tengkorak, meningitis, dll
10. DIPLOPIA TERKENA MUSKULUS APA DAN CARA
PEMBUKTIANNYA
Otot Menghasilkan gerakan Saraf cranial
1. Rektus superior
2. Rektus inferior
3. Rektus medialis
4. Rektus lateralis
5. Oblique superior
6. Oblique inferior
Ke atas
Ke bawah
Ke dalam arah hidung
Jauh dari hidung
Ke bawah dan masuk
Ke atas dan keluar
Okulomotor (III)
Okulomotor (III)
Okulomotor (III)
Abducens (VI)
Trochlear (IV)
Okulomotor (III)
Gangguan pergerakan mata dapat mnyebabkan gambar gagal difokuskan pada
bagian bersesuaian dari retina, ini menghasilkan penglihatan ganda (diplopia).
11. DUKTUS KELENJAR LIMFA
- Ductus thorax adalah truncus limfatikus utama yang mengumpulkan cairan
dari seluruh tubuh kecuali untuk kuadran kanan atas, jadi untuk kuadran atas
duktus ini hanya menerima bagian sinister. Dukctus ini selanjutnya memasuki
vena subklavia kiri pada sisi pertemuan vena tersebut dengan vena jugularis
interna.
- Ductus limfatikus dexter adalah trunkus limfatikus yang lebih kecil. Saluran
ini bermuara pada pertemuan vena jugularis interna dan vena subclavia kanan.
Ductus ini menerima aliran limfe dari sisi kanan kepala dan leher serta lengan
kanan.
12. NAMA CT-SCAN UNTUK MELIHAT SELURUH TUBUH