Jawaban mid kepemimpinan
-
Upload
susi-yanti -
Category
Documents
-
view
1.627 -
download
4
description
Transcript of Jawaban mid kepemimpinan
M I D
KEPEMIMPINAN DAN PERILAKU ORGANISASI
NAMA : SUSIYANTI
STAMBUK : G2G1 12 116
KELAS : A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS
ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PASCA SARJANA UNIVERSITAS HALUOLEO
K E N D A R I
2 0 1 3
1. Proses pengangkatan kepala sekolah ditempuh dengan jalur karir dan jalur
pendidikan
a. Proses pengangkatan kepala sekolah yang ditempuh dengan jalur karir merupakan
proses pengangkatan yang dilakukan dengan cara melihat kinerja dan pengalaman
seseorang dan juga karier kepangkatan seseorang apabila dia telah memenuhi syarat
untuk menjadi seorang kepala sekolah.
Kartono (1984: 34) menyatakan bahwa : pimpinan adalah seorang pribadi yang memiliki
kecakapan dan keahlian khusus sehingga ia mampu mempengaruhi orang lain untuk
bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya satu atau beberapa
tujuan.
Hersey & Blanchard (1977 : 83) menyatakan bahwa kepemimpinan “is the process on
influecing the activities of an individual or group in effort toward goal achievement in a
given situation”. Pandangan ini senada dikemukakan bahwa : “leadership is the process
of influecing group activities toward goal setling and goal achievement”. Diartikan bahwa
studi tentang kepemimpinan bukanlah terletak pada orangnya, melainkan pada bagaimana
proses orang tersebut dalam mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun
kelompok dalam situasi tertentu, sehingga orang dipengaruhi tersebut dapat melakukan
apa-apa yang diinginkan oleh yang mempengaruhinya.
Sedangkan
pengangkatan kepala sekolah yang ditempuh dengan jalur pendidikan merupakan
proses pengangkatan yang dilakukan dengan cara melihat jalur pendidikan yang telah
ditempuh oleh seseorang untuk layak menjadi seorang kepala sekolah. Penyiapan calon
kepala sekolah/madrasah meliputi rekrutmen serta pendidikan dan pelatihan calon kepala
sekolah/madrasah. (Pasal 3 Ayat 1) Pendidikan dan pelatihan calon kepala
sekolah/madrasah dilaksanakan dalam kegiatan tatap muka dalam kurun waktu minimal
100 (seratus) jam dan praktik pengalaman lapangan dalam kurun waktu minimal selama 3
(tiga) bulan. (Pasal 7 Ayat 2). Untuk menjadi kepala sekolah, kata dia, harus ada suatu
bukti bahwa mereka itu kompeten dan punya suatu keterampilan manajerial di dalam
mengelola sekolah. “Diharapkan implementasi di lapangan tidak menentukan kepala
sekolah hanya karena like and dislike, tetapi ada satu proses yang sesuai.
b. Pengangkatan kepala sekolah melalui jalur karier
Lebih lanjut Lunenburg dan Irby (2006:296) mengatakan bahwa rekrutmen
dapat diartikan sebagai proses mendapatkan pegawai yang berkualitas untuk mengisi atau
mengembangkan sumber daya manusia sekolah. Untuk merekrut pelamar secara efektif,
kepala sekolah harus (a) memiliki analisis mendalam tentang persyaratan kerja; (b)
mengetahui kendala-kendala hukum yang mempengaruhi upaya merekrut, dan (c)
mengembangkan sumber-sumber potensi karyawan atau pegawai. Jika konsep yang
dikemukakan Lunenburg dan Irby itu diterapkan pada rekrutmen kepala sekolah, maka
yang dimaksud rekrutmen kepala sekolah yaitu suatu proses untuk mendapatkan kepala
sekolah yang berkualitas, dalam rangka mengisi formasi yang tersedia. Secara sederhana
Boyatzis (2008:5) berpendapat a competency is defined as a capability or ability.
Sementara itu menurut Spencer and Spencer (1993:9) competency is an underlying
effective and/or superior performance in a job or situation (kompetensi adalah kinerja
yang efektif atau unggul yang mendasari dalam pekerjaan atau situasi). Pengembangan
kompetensi yaitu upaya atau proses mengembangkan sejumlah potensi atau kemampuan
yang dimiliki kepala sekolah. Hal inipun dapat terlihat terlihat jelas di dalam bab dua
pasal dua Permendiknas no. 28 Tahun 2010, syarat-syarat guru yang diberi tugas
tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah (1) Guru dapat diberi tugas tambahan sebagai
kepala sekolah/madrasah apabila memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus.
(2) Persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : (a). beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b). memiliki kualifikasi akademik paling
rendah sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan
perguruan tinggi yang terakreditasi; (c). berusia setinggi-tingginya 56 (lima puluh enam)
tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/madrasah; (d). sehat
jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dari dokter Pemerintah; (e). tidak pernah
dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
(f). memiliki sertifikat pendidik; (h). pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima)
tahun menurut jenis dan jenjang sekolah/madrasah masing-masing, kecuali di taman
kanak-kanak/raudhatul athfal/taman kanak-kanak luar biasa (TK/RA/TKLB) memiliki
pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA/TKLB; (i). memiliki
golongan ruang serendah-rendahnya III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi
guru bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau
lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK inpasing; (j). memperoleh nilai amat
baik untuk unsur kesetiaan dan nilai baik untuk unsur penilaian lainnya sebagai guru
dalam daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis DP3
bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan (k). memperoleh nilai baik untuk
penilaian kinerja sebagai guru dalam 2 (dua) tahun terakhir. Dalam Dalam
Permendiknas Nomor 13 tahun 2007 ditetapkan ada lima kompetensi yang harus
dimiliki seorang guru untuk bisa diangkat menjadi kepala sekolah, yaitu: kompetensi
kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi,
dan kompetensi sosial. Kompetensi kepribadian menuntut seorang kepala sekolah antara
lain harus berakhlak mulia dan bisa menjadi teladan, memiliki integritas kepribadian
sebagai pemimpin, memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri, bersikap
terbuka dalam melaksanakan tugas, serta mampu mengendalikan diri dalam menghadapi
masalah. Sebelum menetapkan suatu pilihan karier seorang calon kepala sekolah
hendaklah terlebih dahulu mengenal tipe kepribadian, model-model lingkungan
pekerjaan, corak hidup dan selfconcept atau penilaianya terhadap dirinya sendiri. Dewa
Ketut Sukardi (1993:vi) menyebutkan “Pada intinya teori ini menganggap bahwa suatu
karier merupakan hasil dari suatu interaksi antara faktor heriditas dengan segala pengaruh
budaya, teman bergaul, orang tua, dan orang lain yang dianggap memiliki peranan
penting”. Mortimer R. Feinberg,dkk. (1994:17) alih bahasa oleh R. Turman Sirait
dalam buku mereka yang berjudul Psikologi Manajemen menyebutkan “Pokok-pokok
gaya manajemen adalah sebagai berikut: 1) tentukan tujuan-tujuan anda, 2) perolehlah
secukupnya masukan dari bawahan anda, 3) dalam kerangka yang luas, susunlah
pekerjaan dan tugas itu untuk bawahan, 4) bicara dan bekerjalah dengan bawahan untuk
menolong mereka melaksanakan pekerjaan itu dengan sebaik-baiknya”. Jadi ini
merupakan pendekatan terhadap suatu gaya kepemimpinan manajemen yang sehat, tidak
perlu keras tetapi harus dengan jiwa yang teguh. Wildavsky yang dikutip Sudarwan
Danim mengemukakan bahwa salah satu preposisi tentang kebijakan pendidikan bagi
kepala sekolah atau calon kepala sekolah, bahwa “Kompetensi minimal seorang kepala
sekolah adalah memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam bidang keadministrasian
sekolah; keterampilan hubungan manusiawi dengan staf, siswa dan masyarakat, dan
keterampilan teknis instruksional dan non instruksional”. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Kantz bahwa dalam keseluruhan mekanisme kerja manajemen sekolah
sebagai proses sosial, mengemukakan tiga jenis keterampilan yang hendaknya dimiliki
oleh kepala sekolah atau calon kepala sekolah yaitu : 1). Keterampilan teknis, adalah
keterampilan yang berhubungan dengan pengetahuan, metode dan teknik-teknik tertentu
dalam menyelesaikan tupoksi. 2). Keterampilan manusiawi, adalah keterampilan yang
menunjukkan kemampuan seorang manajer dalam bekerja sama dengan orang lain secara
efektif dan efisien. 3). Keterampilan konseptual, merupakan keterampilan yang
behubungan dengan cara kepala sekolah memandang sekolah, keterkaitan sekolah dengan
struktur di atasnya dan dengan pranata-pranata kemasyarakatan, serta program kerja
sekolah secara keseluruhan.
Kompetensi manajerial menuntut kepala sekolah antara lain harus mampu
menyusun perencanaan sekolah, mampu mengembangkan organisasi sekolah, mampu
memimpin sekolah secara optimal, mampu menciptakan budaya dan iklim sekolah yang
kondusif, mampu mengelola guru dan staf, peserta didik, kurikulum, keuangan, sarana
dan prasarana dan lain sebagainya secara optimal. Sedangkan kompetensi kewirausahaan
mengharuskan kepala sekolah bisa menciptakan inovasi yang berguna bagi
pengembangan sekolah, bisa bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah, harus
memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas, pantang menyerah
dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah, serta
memiliki naluri kewirausahaan.
c. Kekuatan mengangkat kepala sekolah melalui jalur karir
Dalam proses pengangkatan kepala sekolah melalui jalur karir seorang kepala sekolah
telah mempunyai pengalaman yang baik dalam hal pendidikan karena seseorang dengan
pengalaman yang banyak akan dapat membantu seseorang dalam meningkatkan kinerja
seseorang. Menurut Ordway Tead, bahwa timbulnya seorang pemimpin, karana : (1)
Membentuk diri sendiri (self constituded leader, self mademan, born leader) (2). Dipilih
oleh golongan, artinya ia menjadi pemimpin karena jasa-jasanya, karena kecakapannya,
keberaniannya dan sebagainya terhadap organisasi. (3) Ditunjuk dari atas, artinya ia
menjadi pemimpin karena dipercaya dan disetujui oleh pihak atasannya (Imam Mujiono,
2002: 18).
Adapun kelemahannya seorang pemimpin yang tidak mempunyai masa kinerja yang
baik dan lama akan sangat mempengaruhi dia dalam memimpin lembaga pendidikan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007 tentang Standar
Kompetensi Kepala Sekolah, dimana ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi
yaitu: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Disamping itu
pelaksanaan Otonomi Daerah mengharuskan kepala sekolah untuk mampu menyesuaikan
dengan situasi dan kondisi peraturan yang berlaku di daerah masing-masing. Mengelola
penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di sekolah, atau secara lebih
operasional tugas pokok kepala sekolah mencakup kegiatan menggali dan
mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah secara terpadu dalam kerangka
pencapaian tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Kepala Sekolah berfungsi dan
bertugas sebagai Edukator, Manajer, Administrator, Supervisor, Pemimpin/Leader,
Inovator, Motivator. Selama ini, dengan alasan otonomi daerah penugasan guru sebagai
kepala sekolah (baik mutasi maupun pemberhentian) masing-masing daerah membuat
aturan sendiri sehingga terkesan seakan-seakan penugasan guru sebagai kepala sekolah
suka-sukanya orang yang menentukanSemua hal tersebut diatas tidak akan terlaksana
dengan baik jika seseorang tidak mempunyai kinerja yang baik dan pengalaman dalam
mengelola pendidikan sebagai manajerial sekolah.
Kekuatan pengangkatan kepala sekolah melalui jalur pendidikan
pendidikan akan sangat mempengaruhi baik tidaknya kinerja seseorang. Kemampuan
seorang sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya, karena melalui pendidikan itulah
seseorang mengalami proses belajar dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi
bisa. Selama menjalani pendidikannya seseorang akan menerima banyak masukan baik
berupa ilmu pengetahuan maupun keterampilan yang akan mempengaruhi pola berpikir
dan prilakunya. Ini berarti jika tingkat pendidikan seseorang itu lebih tinggi maka makin
banyak pengetahuan serta keterampilan yang diajarkan kepadanya sehingga besar
kemungkinan kinerjanya akan baik karena didukung oleh bekal ketrampilan dan
pengetahuan yang diperolehnya
Adapun kelemahannya pada proses pengangkatan ini seorang kepala sekolah tidak
mempunyai pendidikan yang baik akan mempengaruhi kinerja kepala sekolah tersebut
karena kurangnya pengetahuan dalam kepemimpinan sekolah C.E Beeby (1981) dalam
bukunya “Pendidikan di Indonesia” menguraikan tentang masih rendahnya kemampuan
Kepala Sekolah baik di Sekolah Dasar maupun di Sekolah Lanjutan, meski diakui Kepala
Sekolah Lanjutan lebih tinggi kualitasnya karena umumnya berkualifikasi Sarjana, namun
tetap saja Kinerja/Kepemimpinan Kepala Sekolah masih dianggap gagal dimana “sebab
utama dari kegagalan dalam kepemimpinan para Kepala Sekolah ini terletak pada
organisasi intern Sekolah lanjutan itu sendiri”. Sementara Sherry Keith dan Robert H.
Girling (1991) mengutip laporan Coleman Report menyebutkan bahwa dalam penelitian
efektifitas sekolah 32% prestasi siswa dipengaruhi kualitas manajemen sekolah. Ini
berarti bahwa kinerja kepala sekolah dalam manajemen pendidikan akan juga berdampak
pada prestasi siswa yang terlibat di dalam sekolah tersebut.
d. Penerapan pengangkatan kepala sekolah melalui jalur karir
- Tingkat regional
Indonesia seiring dengan lahirnya Permendiknas No.28 thun 2010 sudah terbentuk
Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LPPKS).
Pengadaan kepala sekolah merupakan proses mendapatkan calon kepala sekolah yang
paling memenuhi kualifikasi dalam rangka mengisi formasi kepala sekolah dalam satuan
pendidikan tertentu. Rangkaian kegiatan pengadaan kepala sekolah terdiri dari : penetapan
formasi, rekrutmen calon, seleksi calon dan pengangkatan calon yang paling memenuhi
kualifikasi. Tahap rekrutmen dan seleksi merupakan tahap yang paling krusial, yang jika
terjadi salah langkah pada tahap ini bisa berakibat fatal bagi sekolah yang mendapat kepala
sekolah yang kurang kompeten. Tidak sedikit sekolah yang sebenarnya memiliki potensi
besar karena siswa yang masuk merupakan siswa berprestasi tapi tidak berkembang,
stagnan, bahkan mengalami kemunduran akibat kepala sekolah yang tidak kompeten.
Untuk melahirkan kepala sekolah yang profesional, Depdiknas telah menelorkaan regulasi
Peraturan Menteri No.28 tahun 2010 Tentang Pedoman Dan Panduan Pelaksanaan
Pengadaan Kepala Sekolah, untuk dijadikan pegangan bagi daerah dalam pengadaan
kepala sekolah. Beberapa prinsip rekrutmen yang penting dalam pengadaan kepala sekolah
menurut permendiknas Nomor 28 thn 2010 adalah :
1. Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara rutin pada awal tahun berdasarkan
hasil analisis dan penetapan formasi jabatan kepala sekolah
2. Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara proaktif dalam rangka mendapatkan
guru yang paling menjanjikan untuk menjadi kepala sekolah. Rekrutmen calon kepala
sekolah hendaknya dilakukan melalui proses pencarian secara aktif kepada semua guru
yang dipandang memiliki kualifikasi dan kompetensi kepala sekolah, sehingga guru-
guru yang memiliki kualifikasi dak kompetensi yang paling menjanjikan banyak
melamar dan mengikuti seleksi calon kepala sekolah.
3. Rekrutmen calon kepala sekolah dilakukan secara terbuka melalui surat kabar lokal
dalam rangka memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada guru yang
memenuhi kualifikasi.
Sesuai permendiknas nomor 28 Tahun 2010 Bab X tentang ketentuan penutup dalam
jangka waktu paling lama 2 tahun sejak berlakunya permediknas ini , Pemerintah
kabupaten/kota dan penyelenggara sekolah wajib menyiapakan program penyiapan calon
kepala sekolah . LPPKS yang mempunyai Tupoksi menyiapkan pengembangan dan
pemberdayaan kepala sekolah mempunyai kewajiban untuk mesosialisasikan Prog
Penyiapan calon Kepsek di kab/kota seluruh Indonesia dengan harapan :
a. Tercipta pemahaman yang sama pada semua lembaga yang terlibat dalam
penyelenggaraan diklat calon kepala sekolah/madrasah;
b. Pemahaman yang sama dalam penyelenggaraan diklat akan menghasilkan proses
yang terstandar; dan
c. Proses diklat calon kepala sekolah/madrasah yang terstandar akan menghasilkan
calon-calon kepala sekolah yang betul-betul berpotensi dan kompeten.
Lahirnya Permendiknas Nomor 28 Tahun 2010, tentang Penugasan guru sebagai
kepala sekolah / madrasah merupakan bentuk pengendalian standar profesi kepala
sekolah / madrasah yang intinya memberikan acuan dalam hal: penyiapan calon kepala
sekolah / madrasah, Masa tugas, Pengembangan keprofesian berkelanjutan, Penilaian
kinerja kepala sekolah /madrasah, dan mutasi serta pemberhentian sebagai kepala
sekolah / madrasah. Dengan lahirnya permensiknas nomor 28/2010 ini maka Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional nomor : 162/U/2003, tentang Pedoman Penugasan Guru
sebagai Kepala Sekolah dinyatakann tidak berlaku . Mengingat strategisnya peran
kepala sekolah dalam peningkatan kualitas pendidikan maka proses pengadaan kepala
sekolah, baik rekrutmen mapupun seleksi menjadi salah satu faktor terpenting dalam
upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Proses Penyiapan calon kepaka sekolah / madrasah meliputi Rektrutmen,
Pendidikan dan Pelatihancalon kepal sekolah/madrasah. Rektrutmen bertujuan untuk
memilih guru – guru yang memiliki pengalaman dan potensi terbaik untuk mendapatkan
tugas sebagai kepala sekolah / madrasah , dengan langkah – langkah kegiatan yang
meliputi : (1). pengusulan calon oleh kepala sekolah dan atau pengawas sekolah, (2).
Seleksi administrative, dan Seleksi akademik. Seleksi administrstif berupa pemeriksaan
terhadap dokumen administrasi calon kepala sekolah dengan tujuan untuk memastikan
bahwa calon kepala sekolah memenuhi persaratan administrative seperti tercantum
dalam permendiknas nomor 28 tahun 2010 pasal 2 ayat (2),
Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
Memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S1) atau diploma
empat (D-IV) kependidikan atau nonkependidikan perguruan tinggi yang
terakreditasi;
Berusia setinggi-tingginya 56 (lima puluh enam) tahun pada waktu
pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah/ madrasah; atau setinggi-
tingginya 54 tahun pada saat mengajukan lamaran.
Sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dari dokter
Pemerintah;
Tidak pernah dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;
Memiliki sertifikat pendidik;
Pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenis dan
jenjang sekolah/madrasah masing-masing, kecuali di taman
kanak-kanak/raudhatul athfal/taman kanak-kanak luar biasa (TK/RA/TKLB)
memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di
TK/RA/TKLB;
Memiliki golongan ruang serendah-rendahnya III/c bagi guru pegawai
negeri sipil (PNS) dan bagi guru bukan PNS disetarakan dengan
kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang
dibuktikan dengan SK inpasing;
Memperoleh nilai amat baik untuk unsur kesetiaan dan nilai baik untuk
unsur penilaian lainnya sebagai guru dalam daftar penilaian prestasi
pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang sejenis DP3 bagi bukan PNS
dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
Memperoleh nilai baik untuk penilaian kinerja sebagai guru dalam 2 (dua)
tahun terakhir.
Persyaratan administrasi di atas didukung dengan dokumen administrasi sebagai berikut:
a. Daftar Riwayat Hidup.
b. Pas foto terbaru ukuran 3 x 4 sebanyak 4 lembar. Latar belakang warna
merah, pria berdasi dan wanita memakai blasér.
c. Fotocopy SK CPNS dan SK PNS yang telah dilegalisasi.
d. Fotocopy SK GTY (SK Guru Tetap Yayasan) yang telah dilegalisasi.
e. Fotocopy SK Pangkat terakhir yang telah dilegalisasi.
f. Fotocopy ijazah pendidikan tertinggi yang telah dilegalisasi.
g. Fotocopy Sertifikat Pendidik yang telah dilegalisasi.
h. Fotocopy bukti kepemilikan NUPTK.
i. Fotocopy KTP.
j. Fotocopy Penilaian Kinerja dua tahun terakhir.
k. Fotocopy DP3 dua tahun terakhir
l. Surat keterangan melaksanakan tugas mengajar dari kepala
sekolah/madrasah.
m. Surat Keterangan sehat dari dokter Rumah Sakit pemerintah.
n. Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).
Seleksi dilaksanakan oleh Panitian termasuk di dalamnya Tim Asessor ( terlatih )
Dinas Pendidikan pemuda dan olahraga kab/kota.nSeleksi akademik meliputi : a. Penilaian
potensi kepemimpinan (PPK) , b. Penilaian makalah Kepemimpinan ( MK ) , c. Penilaian
portofolio calon kepala sekolah berupa rekomendasi kepala sekolah dan rekomendasi
pengawas sekolah, d. Penilaian kinerja guru 2 tahun terakhir, dan, e. DP3 dua tahun
terakhir.
Diklat calon kepala sekolah dilaksanakan oleh lembaga diklat terakreditasi yang
merupakan kegiatan pemberian pengalaman pembelajaran teorik maupun praktik yang
bertujuan untuk menumbuh kembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan pada
dimensi : Kompetensi kepribadian, Kompetensi menejerial, Kompetensi Kewirausahaan,
Kompetensi supervisi dan, Kompetensi soasial.
Model Diklat calon kepala sekolah/madrasah dikemas dalam 3 tahap : a. model “In-
Service Learning 1 (70 JP/ 7 hari ). Materi :-Kepemimpinan , -Manajerial , -Supervisi , -
Kewirausahaan, -Rencana Tindak (RTK) , b. On-the Job Learning (200 JP /3 Bulan) 150
jp di sekolah sendiri (peningkatan kualitas kinerja yang terkait dengan 4 snp: isi, proses,
penilaian dan standar kompetensi lulusan) 50 jp di sekolah lain (peningkatan kualitas diri
(dan kinerja jika kondisi memungkinkan) Materi : -Implementasi Rencana Tindakan
Kepemimpinan, c. In-Service Learning 2”. 30 JP / 3 hari , Materi : -Penilaian portfolio, -
Presentasi hasil OJL: implementasi Rencana Kepemimpinan
Model ini dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang terpadu antara aspek
pengetahuan kognitif dan pengalaman empirik sesuai dengan karakteristik peserta diklat
sebagai adult learner. Calon kepala sekolah yang dinyatakan lulus dilat diberi STTPP
( Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan) oleh lembaga diklat yang
menyelenggarakan diklat calon kepala sekolah tersebut. Selanjutnya calon kepala sekolah
yang sudah lulus Diklat calon kepala sekolah diusulkan oleh lembaga Diklat ke LPPKS
(Lembaga Pemberdayaan Kepala Sekolah ) untuk mendapatkan NUKS ( Nomor Unik
Kepala Sekolah ) dan Sertifikat kepala sekolah.
Pengangkatan Kepala sekolah / madrasah dilakukan melalui penilaian akseptabilitas
oleh Tim Pertimbangan Pengakatan Kepala Sekolah ( TPPKS) yang ditetapkan oleh
Pemerintah kabupaten/kota atau penyelenggara sekolah/madrasah yang dilaksanakan oleh
masyarakat sesuai dengan kewenangannya. Tim Pertimbangan Pengangkatan Kepala
Sekolah melibatkan unsur Pengawas sekolah, dan Dewan Pendidikan.
Proses rekrutmen kepala sekolah yang baik belum cukup untuk menghasilkan kepala
sekolah yang tangguh dan profesional jika tidak disertai pembinaan yang baik, yaitu
pembinaan yang berorientasi pada kinerja dan prestasi dengan ”reward & punishment”
yang tegas dan konsisten. Pembinaan kepala sekolah seperti yang berlaku selama ini
’kepala sekolah berprestasi maupun tidak berprestasi tetap aman menjadi kepala sekolah’,
bahkan kepala sekolah yang sarat dengan masalahpun tetap aman pada posisinya sampai
pensiun, kecil kemungkinan lahir kepala sekolah yang tangguh dan profesional.
Dibutuhkan sistem pembinaan yang menimbulkan motivasi berprestasi, seperti
penghargaan dan promosi bagi kepala sekolah berprestasi dan sebaliknya peninjauan
kembali jabatan kepala sekolah bagi mereka yang tidak berprestasi.
- Tingkat Internasional
Di negara-negara maju masalah kepala sekolah ditangani oleh lembaga tersendiri yang
khusus melatih kemampuan kepala sekolah dan mempersiapkan calon kepala sekolah. Di
Singapura ada lembaga ”Leadership School” khusus untuk melatih kepala sekolah dan
mempersiapkan calon-calon kepala sekolah. Lembaga ini sudah go internasional. Begitu
juga di Malasyia, Korea Selatan, Australia dan negara-negara Eropa memiliki lembaga
sejenis.
Di Amerika Serikat, kebanyakan sekolah memiliki apa yang disebut
dewan manajemen sekolah (school management council). Dewan ini beranggotakan
kepalasekolah, wakil orang tua, wakil guru, dan di beberapa tempat juga anggota
masyarakat lainnya, staf administrasi, dan wakil murid di tingkat sekolah menengah.
Dewan ini melakukan analisis kebutuhan dan menyusun rencana tindakan yang memuat
tujuan dan sasaran terukur yang sejalan dengan kebijakan dewan sekolahdi tingkat distrik.
Di beberapa distrik, dewan manajemen sekolah mengambil semua keputusan pada
tingkat sekolah. Di sebagian distrik yang lain, dewan ini memberi pendapat kepada
kepala sekolah, yang kemudian memutuskannya. Kepala sekolah memainkan peran yang
besar dalam proses pengambilan keputusan, apakah sebagai bagian dari sebuah tim atau
sebagai pengambil keputusan akhir.
Sebagai sebuah sistem yang kompleks sekolah terdiri dari sejumlah komponen yang
saling terkait dan terikat, diantaranya : kepala sekolah, guru, kurikulum, siswa, bahan ajar,
fasilitas, uang, orangtua dan lingkungan. Komponen kepala sekolah merupakan komponen
terpenting karena kepala sekolah merupakan salah satu input sekolah yang memiliki tugas
dan fungsi paling berpengaruh terhadap proses berlangsungnya sekolah.
2. Dapatkah guru dikatakan pemimpin formal dan informal pendidikan
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945
yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap
perubahan zaman. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tercantum dalam UU No. 20 tahun
2003 bab II pasal 3.
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan
potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Dalam
UU No. 20 tahun 2003 Pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri dari
pendidikan formal, non-formal dan informal.
Berkaitan dengan pengertian pendidikan terdapat perbedaan yang jelas antara
pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Sehubungan dengan hal
ini Coombs (1973) membedakan pengertian ketiga jenis pendidikan itu sebagai berikut.
Pendidikan formal adalah kegiatan yang sistematis, bertingkat/berjenjang,
dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya;
termasuk kedalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum,
program spesialisasi, dan latihan professional, yang dilaksanakan dalam waktu yang
terus menerus.
Pendidikan informal adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga
sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang
bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk di
dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan
pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan, dan media massa.
Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan teroganisasi dan sistematis, di luar sistem
persekolahan yang , dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan
yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam
mancapai tujuan belajarnya.
Pendidikan informal (pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan) adalah
proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau
tidak sadar. Pada umumnya tidak teratur dan tidak sistematis sejak seorang lahir sampai
mati, seperti dalam keluarga, tetangga, pekerjaan, hiburan, pasar, atau dalam pergaulan
sehari-hari.
Walaupun demikian, pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan seseorang karena
dalam kebanyakan masyarakat pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan berperan
penting melalui keluarga, masyarakat, dan pengusaha. Pendidikan dalam keluarga adalah
pendidikan yang pertama dan utama bagi setiap manusia. Seseorang lebih banyak berada
dalam rumah tangga dibandingkan dengan di tempat-tempat lain. Sampai umur 3 tahun,
seseorang akan selalu berada di rumah tangga. Pada masa itulah diletakkan dasar-dasar
kepribadian seseorang. Dalam hal ini psikiater kalau menemukan penyimpangan dari
kehidupan seseorang akan mencari sebab-sebabnya pada masa kanak-kanak seseorang itu.
Pendidikan informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang berdasarkan
pengalaman dalam hidup sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seorang lahir
sampai ke liang kubur di dalam lingkungan keluarga, masyarakat atau dalam lingkungan
pekerjaan sehari-hari. Contoh pengemudi becak. Bagi pengemudi becak, jelas tidak ada
pendidikan formalnya. Jika seseorang pertama kali mencoba mengemudi (mengendalikan
becak), ia akan menemui kesulitan.
Kalaupun ada temannya yang baik hati, ia pun akan mengatakan lebih kurang cara
memegang kemudi begini. Seterusnya sikap calon pengemudi becak itu akan berjalan sendiri
menjalankan becak di satu tanah lapang atau di jalan yang lengang.
Berdasarkan naluri dan pengalaman yang didapat dari kegiatan sehari-hari, ia
merasakan lebih mantab mengendalikan becak. Atas dasar ini sebenarnya abang becak tadi
telah mendapat pendidikan informal dalam mengemudikan becak.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendidikan dimulai dari persiapan
pendidikan (sebelum anak lahir), kemudian dilakukan pendidikan informal dalam keluarga
(setelah anak lahir) oleh orang tua, pada masanya anak memasuki pendidikan formal di
sekolah dan selebihnya kegiatan pendidikan berjalan di luar keluarga dan sekolah yaitu
dalam masyarakat, sehingga dengan demikian mengingatkan kita bahwa pada dasarnya
manusia itu hendaknya memperoleh pendidikan selama hidupnya. Inilah yaitu mungkin
dikenal dengan asas baru dalam dunia pendidikan sebagai “Pendidikan Seumur Hidup” (life
long education) yang di negara Canada dikenal dengan “Life Long Learning” dan di
Amerika dikenal dengan “Continuing Education”.
Hal ini pun dapat dilihat dalam Dalam GBHN TAP MPR (Garis Besar Haluan
Negara Ketetapan MPR) dinyatakan: “Pendidikan berlangsung seumur hidup dan
dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat. Karena itu,
pendidikan ialah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.”
Sedangkan terhadap bawahannya kepala sekolah berkewajiban membina hubungan yang
sebaik-baiknya dengan guru, staf dan siswa, sebab esensin kepemimpinan adalah
kepengikutan orang lain.
Dengan membandingkan karakteristik pendidikan sekolah terhadap karakteristik
pendidikan luar sekolah (Ryan, 1972:11), sebagai ilustrasi, di satu pihak, pendidikan
sekolah memiliki program berurutan untuk setiap jenis dan jenjang pendidikan dan dapat
diterapkn secara seragam di semua tempat yang memiliki kondisi sama. Di pihak lain,
pendidikan luar sekolah mempunyai program yang tidak selalu ketat dalam
penyelenggaraan programnya. Program pendidikan sekolah memiliki tingkat
keseragaman yang ketat, sedangkan program pendidikan luar sekolah lebih bervariasi dan
lebih luwes.
b. Kaitan antara pemimpin formal dan pemimpin informal
UU no. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan adanya 3
Jalur Pendidikan, yaitu pendidikan formal, pendidikan non formal dan pendidikan
informal. Ketiga jalur pendidikan ini saling melengkapi dan memperkuat pendidikan
nasional yang menganut prinsip terbuka dan sistemik. Setiap peserta didik berhak pindah
jalur dalam satuan pendidikan yang setara.
Sebagaimana disebutkan dimuka, pendidikan formal merupakan pendidikan
disekolah yang mempunyai dasar, tujuan, isi, metode, dan alat-alatnya disusun secara
sistematis. Dengan kata lain, dapat pula dikatakan pendidikan formal lebih banyak
penggarapannya dalam mengatur pendidikan disekolah. Sebagai pendidikan formal, maka
pendidikan formal itu diposisikan menjadi suatu pendidikan yang sangat penting. Dimana
pendidikan formal itu menentukan bagaimana pendidikan itu diselenggarakan.
System pendidikan formal banyak member pengetahuan dan keahlian sehingga
pendidikan formal membantu para peserta pendidikan untuk berinovasi dalam bidangnya,
sehinggan dapat menimbulkan perubahan sesuai dengan keadan masyarakat yang berbeda-
beda dengan satu sama lain dalam pendidikan yang sesuai dengan keahliannya dalam
belajar.
Posisi lembaga pendidikan formal itu sangat penting diantara pendidikan informal
dan non formal, karena dalam realisasi kegiatannya pendidikan formal yang dikenal
dengan pendidikan sekolah, yang teratur, bertingkat, dan mengikuti syarat-syarat yang jelas
dan ketat. Akan tetapi ketiga system pendidikan tersebut ( formal, informal dan non formal
) saling menunjang dalam programnya, didalam kerangka penerusan kebutuhan masyarakat
dalam pedidikan.
Sebagaimana diketahui bahwa sektor swasta memiliki ciri umum yaitu keharusan
adanya kemampuan mandiri tanpa subsidi. Ciri umum yang khas ini menuntut adanya
bahwa setiap pekerja harus memiliki keterampilan yang dipersyaratkan agar dapat
menunjang kelestarian hidup dan perkembangan pekerjaan/usaha. Ciri umum tersebut juga
sejalan dengan sifat dari badan-badan usaha pendidikan non formal itu sendiri, yang pada
umumnya diselenggarakan oleh pihak swasta.
Dari uraian tersebut semakin terlihat betapa eratnya kerja sama antara pendidikan
formal dan pendidikan non formal, yang satu sama lainnya bersifat komplementer sebagai
sebuah sistem yang terpadu.
Selanjutnya ada juga pendidikan informal sebagai suatu fase pendidikan yang
berada disamping dan di dalam pendidikan. pendidikan formal dan non formal sangat
menunjang keduanya. Sebenarnya tidak sulit untuk dipahami karena sebagian besar waktu
peserta didik adalah justru berada di dalam ruang lingkup yang sifatnya informal.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan formal, non formal, dan informal ketiganya
hanya dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisah-pisahkan karena keberhasilah pendidikan
dalam arti terwujudnya keluaran pendidikan yang berupa sumber daya manusia sangat
tergantung kepada sejauh mana ketiga sub sistem tersebut berperanan.
Dalam membicarakan pendidikan ini dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Pendidikan formal.
2. Pendidikan informal.
3. Pendidikan non formal.
Dimana pendidikan formal yaitu pendidikan yang sudah diatur sedangkan
pendidikan informal yaitu pendidikan yang pertama kali didapat didalam keluarga dan
pendidikan non formal yaitu pendidikan yang belum ditetapkan tetapi memiliki nilai
menididik. Ketiga sistem pendidikan tersebut (formal, informal, dan non formal) saling
menunjang kebutuhan masyarakat dalam pendidikan.
Posisi lembaga pendidikan formal pun diantara pendidikan informal dan non formal
itu sangat penting karena pendidikan non formal merupakan pendidikan sekolah yang
mempunyai dasar, tujuan, isi, metode dan alat-alatnya disusun secara sistematis. Sisitem
pendidikan formal banyak memnberi pengetahuan dan keahlian sehingga pendidikan
formal membantu para perserta pendidikan untuk berinopasi dalam bidangnya, sehingga
dapat menimbulkan perubahan satu sama lain dalam pendidikan formal yang diambilnya
sesuai dengan bidangnya atau keahliannya.
Masa depan seseorang disiapkan oleh yang bersangkutan melalui pendidikan baik
itu pendidikan formal, informal, dan non formal banyak memberi pengetahuan dan
keahlian dalam membantu masa depan seseorang tersebut untuk berinopasi dalam
bidangnya. Pendidikan juga memotivasi kemajuan sosial dan politik sehingga proses
pendidikan hendaknya dapat menimbulkan perubahan sosial. Secara kelaziman, pendidikan
memegang peranan penting dalam rangka menentukan perkembangan individu kearah
yang dicita-citakan.
Dari uraian tersebut di atas kita telah mengetahui bahwa ada hubungan yang erat
antara keluarga dan sekolah. Pendidikan dalam keluarga merupakan dasar pada pendidikan
di sekolah.
Beriyamin S. Bloom (1976) menyatakan bahwa lingkungan keluarga dan faktor-
faktor luar sekolah yang telah secara luas berpengaruh terhadap siswa. Siswa-siswa hidup
di kelas pada suatu sekolah relatif singkat, sebagian besar waktunya dipergunakan siswa
untuk bertempat tinggal di rumah. Keluarga telah mengajarkan anak berbahasa,
kemampuan untuk belajar dari orang dewasa dan beberapa kualitas dan kebutuhan
berprestasi, kebiasaan bekerja dan perhatian terhadap tugas yang merupakan dasar terhadap
pekerjaan di sekolah. Dari uraian ini dapat diketahui lebih lanjut bahwa kecakapan-
kecakapan dan kebiasaan di rumah merupakan dasar bagi studi anak di sekolah. Suasana
keluarga yang bahagia akan mempengaruhi masa depan anak baik di sekolah maupun di
masyarakat, dalam lingkungan pekerjaan maupun dalam lingkung keluarga kelak (Sikun
Pribadi, 1981, p. 67). Dari kutipan ini dapat diketahui bahwa suasana dalam kelaurga dapat
mempengaruhi kehidupan di sekolah.
Menurut Erikson yang dikutip oleh Sikun Pribadi (1981) bahwa pendidikan dalam
keluarga yang berpengaruh terhadap kehidupan anak di masa datang ditentukan oleh (1)
rasa aman, (2) rasa otonomi, (3) rasa inisiatif. Rasa aman ini merupakan periode
perkembangan pertama dalam perkembangan anak. Perasaan aman ini perlu diciptakan,
sehingga anak merasakan hidupnya aman dalam kehidupan keluarga.
Rasa aman yang tertanam ini akan menimbulkan dari dalam diri anak suatu
kepercayaan pada diri sendini. Anak yang gagal mengembangkan rasa percaya diri ini akan
menimbulkan suatu kegelisahan hidup, ia merasa tidak disayangi, dan tidak mampu
menyayangi.
Fase perkembangan yang kedua adalah rasa otonomi (sense of autonomy) yang
terjadi pada waktu anak berumur 2 sampai 3 tahun. Orang tua harus membimbing anak
dengan bijaksana agar anak dapat mengembangkan kesadaran, bahwa ia adalah pribadi
yang berharga, yang dapat berdiri sendiri dan dengan caranya sendiri ia dapat memecahkan
persoalan yang ia hadapi. Kegagalan pembentukan rasa otonomi, suatu sikap percaya pada
diri sendiri dan dapat berdiri sendiri akan menyebabkan anak selalu tergantung hidupnya
pada orang lain. Setelah ia memasuki bangku sekolah ia selalu harus dikawal oleh orang
tuanya. Ia selalu tidak percaya diri sendiri untuk menghadapi persoalan yang dihadapi di
sekolah.
Peranan kepala sekolah sebagai pejabat formal secara singkat dapat disimpulkan
bahwa kepala sekolah diangkat dengan surat keputusan oleh atasan yang mempunyai
kewenangan dalam pengangkatan sesuia dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku,
memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas serta hak-hak dan sanksi yang perlu
dilaksanakan, secara hirarki memiliki atasan langsung yang lebih tinggi, memiliki bawahan
dan mempunyai hak kenaikan jabatan. Sedangkan pada pemimpin informal
pengangkatannya tanpa ada keputusan yang sesuai dengan prosedur yang ada dan jelas
mempunyai hak-hak dan sanksi terikat yang diberikan kepadanya
a. faktor – faktor yang mendukung sehingga guru dapat menjadi pemimpin yang ideal
dibidang pendidikan
Rahman dkk (2006:106) mengungkapkan bahwa “Kepala sekolah adalah seorang
guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan structural (kepala
sekolah) di sekolah”. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
kepala sekolah adalah sorang guru yang mempunyai kemampuan untuk memimpin segala
sumber daya yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal
untuk mencapai tujuan bersama. Jadi profesionalisme kepemimpinan kepala sekolah
berarti suatu bentuk komitmen para anggota suatu profesi untuk selalu meningkatkan dan
mengembangkan kompetensinya yang bertujuan agar kualitas keprofesionalannya dalam
menjalankan dan memimpin segala sumber daya ayang ada pada suatu sekolah untuk mau
bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama.
Sebelum lahirnya Permendiknas no 28 tahun 2010 ini, telah ada Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 0296/U/1996, tanggal 1 Oktober 1996 tentang
Penugasan Guru Pegawai Negeri Sipil sebagai Kepala Sekolah di lingkungan Depdikbud
dan disempurnakan dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor : 162/U/2003
tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah telah mengarah pasa sistim
pembinaan di atas .
Ada dua aspek penting dalam kedua Kepmen tersebut yang sejalan dengan
permendiknas no.28 tahun 2010 yaitu : Kepala Sekolah adalah guru yang mendapat tugas
tambahan sebagai Kepala Sekolah dan masa jabatan Kepala Sekolah selama 4 (empat)
tahun serta dapat diperpanjang kembali selama satu masa tugas berikutnya bagi kepala
sekolah yang berprestasi sangat baik. Status Kepala Sekolah adalah guru dan tetap harus
menjalankan tugas-tugas guru, mengajar dalam kelas minimal 6 jam dalam satu minggu di
samping menjalankan tugas sebagai seorang manajer sekolah. Begitu juga ketika masa
tugas tambahan berakhir maka statusnya kembali menjadi guru murni dan kembali
mengajar di sekolah.
Pada tataran praktis implementasi kedua Kepmen tersebut tidak berjalan mulus.
Banyak daerah yang tidak memperdulikannya. Kepmen 0296/U/1996 yang berlaku saat
pengelolaan pendidikan dilaksanakan secara terpusat disiasati dengan memutihkan masa
jabatan kepala sekolah setiap terjadi rotasi. Kepala Sekolah yang hampir habis masa
jabatannya dirotasi dan masa jabatannya kembali ke nol tahun. Nasib Kepmen 162/U/2003
tidak jauh berbeda walaupun relatif lebih baik. Beberapa daerah sudah mulai melaksanakan
Kepmen tersebut. Namun masih banyak yang belum merealisasikan permen tersebut
karena benturan kepentingan dan sulitnya merubah kultur.Namun pada permendiknas no
28 tahun 2010 yaang akan diberlakukan tahun 2013 yang akan datang masa jabatan
diperhitungkan secara komulatif sejak kepala sekolah tersebut diangkat dan tidak kembali
nol wal aupun sudah mutasi ke sekolah lain sebagai kepala sekolah.
Periodisasi masa jabatan Kepala sekolah yang dilaksanakan secara konsisten
dengan penilaian kinerja yang akuntabel serta transfaran akan mendorong peningkatan
mutu pendidikan di sekolah-sekolah. Kepala Sekolah akan bekerja keras untuk
meningkatkan prestasi sekolahnya sebagai bukti prestasi kinerjanya, sehingga masa
jabatannya bisa diperpanjang atau mendapat promosi jabatan yang lebih tinggi. Prestasi
yang diraih sekolah-sekolah akan meningkatkan mutu pendidikan di daerah dan pada
akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Keberhasilan pelaksanaan periodisasi masa jabatan kepala sekolah sangat
tergantung pada akuntabilitas penilaian kinerja kepala sekolah. Penilaian yang berbau
KKN tidak akan memberikan perubahan yang berarti bagi peningkatan mutu pendidikan.
Penilaian harus dilakukan secara objektif, transfaran.