Jati Makalah
-
Upload
zella-purnamaningtyas -
Category
Documents
-
view
199 -
download
3
description
Transcript of Jati Makalah
-
MAKALAH PSTH
Tectona grandis
Disusun oleh :
Fakhira Rifanti M. (19813055)
M. Athar H. I. (19813094)
Katiana Apriyani (19813001)
Ghazi M. I. (19813017)
Adi F.M.Y. (19813109)
SITH- Rekayasa
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2013/2014
-
2
Daftar Isi
i. Daftar Isi 2
ii. Bab I : Pendahuluan
1.1Latar Belakang 3
1.2 Tujuan 3
iii. Bab II : Tectona Grandis
2.1 Biology of commodity
2.1.1. Pengertian 4
2.1.2. Penyebaran Jati 4
2.1.3. Morfologi 5
2.1.4. Kondisi Untuk Pertumbuhan 7
2.2. Industrial Potency 9
2.3. Technology 14
2.4. Existing Industry 27
2.5. Management 30
2.6. Market 40
2.7. Social Aspect 45
iv. Bab III : Kesimpulan 57
v. Daftar Pustaka 58
-
3
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Penggunaan kayu pada industri mebel dan kegunaan lainnya pada kehidupan kita sangat
banyak. Semakin banyaknya permintaan barang yang terbuat dari kayu menyebabkan pasokan kayu
semakin sedikit sehingga menyebabkan harga kayu melonjak tinggi, akibatnya banyak perusahaan
yang memilih untuk mengganti haluan atau mencari jalan pintas dengan penebangan liar.
Salah satu kayu yang memiliki kualitas baik nan mahal adalah kayu jati. Di indonesia sendiri
banyak petani jati yang memiliki puluhan hektar pohon jati, namun tak sebanyak pohon-pohon
lainnya dikarenakan lamanya pertumbuhan pohon jati. Pohon jati yang memiliki kualitas baik dan
siap untuk di tebang yaitu sekitar 10 tahun ke atas, itulah alasan kebanyakan petani berpindah
haluan. Selain itu karena pohon jati hanya bisa di ambil kayunya saja (tidak adanya buah atau hasil
lainnya).
1.2 Tujuan
1. Mencari cara untuk mempercepat pertumbuhan dari pohon jati.
2. Mencari cara untuk meyakinkan pengembang hasil olahan kayu untuk menggunakan kayu
alternatif selain jati.
-
4
BAB 2 Tectona grandis
2.1. Biology of commodity
2.1.1. Pengertian
Jati (Tectona grandis L.f.) terkenal sebagai kayu komersil bermutu tinggi, yang termasuk dalam
famili Verbenaceae. Kayu ini bertekstur berat, keras dan sangat hardwearing sehingga sangat cocok
untuk digunakan dalam furniture atau pun ukiran. Kualitas kayu jati meliputi daya tarik dalam warna
dan biji-bijian, daya tahan , ringan dengan kekuatan , tidak mudah retak , ketahanan terhadap rayap
, jamur , dan pelapukan.
2. 1.2. Penyebaran Jati
Jati merupakan tanaman asli (endemik) disebagian besar daerah India, Myanmar, Thailand
bagian barat, Indo Cina, sebagian Jawa, serta beberapa pulau kecil lainnya di Indonesia, seperti
Muna (Sulawesi tenggara). Diluar daerah tersebut tanaman jati merupakan tanaman asing atau
tanaman eksotik (pendatang). Saat ini, jati sebagai eksotis di banyak negara , misalnya Sri Lanka ,
Bangladesh dan Cina. Di Asia, jati tersebar di Ghana , Nigeria , Pantai Gading , Senegal , Togo dan
Benin. Di Afrika Barat, Sudan dan Tanzania. Di Afrika timur, Trinidad , Puerto Rico dan Panama. Di
Amerika Tengah, Brazil dan Ekuador. Area global perkebunan jati yang tercatat pada tahun 1990
adalah sekitar 1,6 juta ha.
Gambar 1.1 Distribusi Pohon Jati
-
5
Gambar 1.2 Daun Jati
Gambar 1.2 Bunga Jati
Di Indonesia, jati terdapat di beberapa daerah seperti Jawa, Muna, Buton, Maluku dan Nusa
Tenggara. Awalnya, jati mengalami proses naturalisasi di Pulau Jawa yang kemudian berkembang
sampai ke Kangean, Muna (Sulawesi tenggara) Sumba (Nusa Tenggara), dan Bali. Selanjutnya Jati
menyebar ke beberapa pulau lainnya. Namun, hutan jati Indonesia yang paling luas dikembangkan
di Pulau Jawa, luasnya sekitar 1,05 miliar ha, sedangkan di pulau lain hanya kurang dari 50.000 ha.
2.1.3 Morfologi
a. Daun dan Tajuk
Daun jati umumnya berukuran 60-70x80-100 cm untuk pohon muda.
Sedangkan pada pohon tua, ukurannya menyusut menjadi sekitar 15-20 cm.
Letak daun jati bersilangan (opposite) dengan bentuk elips atau bulat telur
(tajuk rimbun). Permukaan daun jati berbulu halus dan memiliki kelenjar di
permukaan bawahnya. Ketika masih muda, daun ini berwarna kemerahan serta mengeluarkan
warna merah ketika diremas. Sedangkan daun tua berwarna hijau tua keabu-abuan.
b. Batang
Jati dapat mencapai tinggi kira-kira 30-45 meter dengan diameter selebar 2,2 m. Pada habitat
yang baik, cabang jati yang tumbuh lebih sedikit. Pada habitat kering, pertumbuhan menjadi
terhambat, cabang lebih banyak, melebar dan membentuk semak. Batang jati memiliki bentuk yang
tidak beraturan serta monopodial (hanya memiliki satu batang pokok) dan umumnya beralur.
Ranting yang muda berpenampang sisi empat, serta berbonggol di buku-bukunya.
c. Bunga dan Buah
Masa berbunga dan berbuahya pohon jati adalah Juni-Agustus setiap
tahun. Ukuran bunga kecil, diameter 6-8 mm, keputih-putihan dan
berkelamin ganda (terdiri dari benangsari dan putik yang terangkai
dalam tandan besar).
Buahnya keras, terbungkus kulit berdaging, lunak tidak merata (tipe
buah batu) . Ukuran buah bervariasi 5-20 mm, umumnya 11-17 mm.
Struktur buah terdiri dari kulit luar tipis yang terbentuk dari kelopak,
lapisan tengah (mesokarp) tebal seperti gabus, bagian dalamnya (endokarp) keras dan terbagi
menjadi 4 ruang biji. Benih jati berbentuk oval dengan ukuran kira-kira 6x4 mm.
-
6
d. Akar
Jati memilki 2 jenis akar yaitu tunggang dan serabut. Akar tunggang merupakan akar yang
tumbuh ke bawah dan berukuran besar. Fungsi utamanya menegakan pohon agar tidak mudah
roboh, sedangkan akar serabut merupakan akar yang tumbuh kesamping untuk mencari air dan
unsur hara.
e. Kayu
Pohon jati merupakan jenis pohon tropis dan sub tropis dikenal sejak abad ke-9 sebagai pohon
dengan kualitas tinggi dan awet sampai 500 tahun. Kayunya berwarna kemerah-merahan. Pohon tua
sering beralur dan berbanir. Kulit batang tebal, abu-abu atau coklat muda keabu-abuan. Kulit kayu
jati berwarna kecoklatan atau abu-abu dan sifatnya mudat terkelupas. Pangkal batang berakar
papan pendek dan dapat bercabang.
Warna kayu bagian tengah (teras) berwarna coklat muda, coklat
merah tua, atau merah coklat, sedangkan warna kayu gubal
(bagian luar teras hingga kulit) putih atau kelabu kekuningan.
Tekstur kayu agak kasar dan tidak merata. Arah serat kayu jati
lurus dan agak terpadu. Permukaan kayu jati licin dan agak
berminyak serta memiliki gambaran yang indah.
Kambium kayu jati memilki sel-sel yang menghasilkan
perpanjangan vertikal dan horizontal, dimulai dengan
berkembangnya inti sel berbentuk oval secara memanjang,
kemudian akan membelah menjadi 2 sel dan demikian seterusnya. Pada sekitar bulan Juli-
September (musim kemarau), tanaman akan mengalami gugur daun dan pada saat itu kambiun
akan tumbuh lebih sempit dari pertumbuhan musim penghujan. Pada bulan Januari-April
(musim penghujan), daun akan tumbuh, sehingga pertumbuhan kambium normal kembali.
Perbedaan pertumbuhan tersebut akan membuat suatu pola yang indah bila batang jati dipotong
melintang. Pola pertumbuhan kayu yang indah tersebut dikenal juga dengan istilah lingkaran
tahun. Kayu jati memiliki berat jenis antara 0,62-0,75 dan memiliki kelas kuat II-III dengan nilai
keteguhan patah antara 800-1200 kg/cm3.
-
7
f. Komponen Kimia
Daya resistensi yang tinggi kayu jati terhadap serangan jamur dan rayap disebabkan karena
adanya zat ekstraktif tectoquinon atau 2-metil antraqinon. Selain itu, kayu jati juga masih
mengandung komponen lain, seperti tri poliprena, phenil naphthalene, antraquinon dan
komponen lain yang belum terdeteksi. Kayu jati memiliki kadar selulosa 46,5%, lignin 29,9%,
pentosan 14,4%, abu 1,4%, dan silika 0,4%, serta nilai kalor 5,081 kal/gr.
Keawetan kayu sesuai hasil uji terhadap rayap dan jamur tergolong kelas II. Dengan demikian,
kayu jati dapat terserang rayap dengan kapasitas rendah pada kondisi kayu yang dipengaruhi oleh
umur pohon, semakin tua kayu jati semakin sulit terserang rayap.
2.1.5. Kondisi untuk Pertumbuhan
Walaupun jati dikenal sebagai penghasil kayu yang kuat, jati juga memerlukan kondisi yang
kondusif untuk mendukung pertumbuhannya. Habitat tumbuh yang sesuai akan mendukung kualitas
kayu yang dihasilkan. Tanah dengan topografi relatif datar (hutan dataran rendah) kemiringan lereng
maksimal 20% dan kandungan unsur kimia pokok yang dapat mendukung pertumbuhan jati adalah
Kalsium (Ca), Fosfor (P), Kalium (K) dan Nitrogen (N), sedangkan kapasitas bahan organik (humus)
optimum antara 1,87-5,55 yang berada dipermukaan dan 0,17-0,19% sekitar 100 cm di bawah
permukaan.
Ketinggian tempat maksimal adalah 800 m dpl karena ketinggian tempat lebih dari 800 m dpl
tanaman jati tidak dapat tumbuh dengan baik akibat suhu tahunan yang lebih rendah. Curah hujan
minimum untuk tanaman jati adalah 750 mm/tahun, optimum 1000-1500 mm/tahun dan maksimum
2500 mm/tahun. Walaupun demikian tanaman jati masih dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 3
750 mm/tahun. Curah hujan secara fisik dan fisiologis berpengaruh terhadap sifat gugurnya daun dan
kualitas produk kayu. Di daerah dengan musim kemarau panjang tanaman jati akan menggugurkan
daunnya dan biasanya lingkaran tahun yang terbentuk lebih artistik. Suhu udara yang dibutuhkan
tanaman jati untuk tumbuh baik minimum 13-170C dan maksimum 39-430C. Pada suhu optimum 22-
420C, kualitas kayu jati yang dihasilkan lebih baik. Kelembaban lingkungan optimum untuk tanaman jati
sekitar 80% untuk fase vegetatif dan 60-70% pada fase generatif.
-
8
Pada kapasitas tanah jati, pertahanan air sangat penting . Jika terlalu tinggi atau terlalu rendah
pertumbuhan tanaman akan terhambat . Namun untuk keseluruhan, drainase tanah tampaknya sering
menjadi faktor yang paling menentukan untuk produktivitas. Selain itu, penurunan kondisi fisik tanah
pada jati, terjadi bila kehadiran garam kalsium dari mudah larut , yang tidak dinetralkan. Oleh karena itu,
kesuburan tanah harus dipertahankan yaitu oleh semak padat dalam pohon cemara yang mencegah
erosi tanah , memfasilitasi infiltrasi dan evaporasi air , dan memberikan kontribusi pada siklus hara.
Berikut adalah detail spesifikasi dan karakter Tectona grandis :
a. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Tectona
Spesies : Tectona grandis
b. Fisiologi
Tinggi : Mencapai 40 m (131 ft)
Batang : Abu-abu atau Abu-Coklat
Daun : Oval-Elips dengan panjang 60-70 cm dan lebar 80100 cm
Bunga : Putih dengan panjang 2540 cm (1016 in) dan lebar 30 cm (12 in)
Mulai berbunga pada usia 20 tahun, sepanjang Juli-Agustus
Buah : Bulat dengan diameter 1.2 1.8 cm
Berbuah sepanjang September Desember
Iklim : Monsoon Climate
Tumbuh : Ketinggian < 1000 m
Curah Hujan : 1.250 3.750 mm per tahun
Temperatur : 13/17 39/43 C
Komposisi Tanah : Basalt, Granit, Schicst, Gneiss, Limestone, Sandstone
-
9
2.2. Industrial Potency
a. Potensi Mebel dari Akar Jati
Akar kayu jati semula hanya merupakan limbah hasil hutan yang umumnya digunakan untuk
kayu bakar. Namun bahan itu kini dimanfaatkan sebagai bahan baku mebel karena memiliki nilai
ekonomi tinggi. Pasar mebel dari akar jati pun tidak hanya diminati pasal lokal, tetapi juga luar
pulau maupun mancanegara.
Jenis mebel yang diproduksi sebagian besar merupakan aksesoris, meja dan kursi. Mebel
dari bagian pohon jati ini memiliki keindahan khas dibanding model kursi dan meja yang lain. Di
samping menimbulkan guratan indah pada permukaan bekas potongan pohon jati, bentuk
perakaran tanaman ini juga menambah keunikan mebel yang dihasilkan.
Jika bahan ingin dibuat menjadi bentuk meja, bekas potongan pohon merupakan bagian
atas meja. sedang kaki-kakinya dibangun dari akar yang berdiri di empat sudut. Bentuk dasar
dari akar kemudian dikembangkan lagi oleh tukang ukir dengan berbagai motif yang diinginkan.
Ada yang bermotif pohon, bunga, burung, buaya dan binatang lainnya.
b. Potensi Serbuk Gergaji Kayu Jati
Umumnya sebagian limbah serbuk gergaji ini hanya digunakan sebagai bahan bakar tungku,
atau dibakar begitu saja, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Padahal serbuk
gergaji kayu jati merupakan biomassa yang belum termanfaatkan secara optimal dan memiliki
nilai kalor yang relatif besar.
Dengan mengubah serbuk gergaji menjadi briket, maka akan meningkatkan nilai ekonomis
bahan tersebut, serta mengurangi pencemaran lingkungan. Briket arang merupakan bahan
bakar padat yang mengandung karbon, mempunyai nilai kalori yang tinggi, dan dapat menyala
dalam waktu yang lama. Bioarang adalah arang yang diperoleh dengan membakar biomassa
kering tanpa udara (pirolisis). Sedangkan biomassa adalah bahan organik yang berasal dari jasad
hidup. Biomassa sebenarnya dapat digunakan secara langsung sebagai sumber energi panas
untuk bahan bakar, tetapi kurang efisien.
Pirolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan meggunakan pemanasan tanpa adanya
oksigen. Proses ini atau disebut juga proses karbonasi atau yaitu proses untuk memperoleh
karbon atau arang, disebut juga High Temperature carbonization.
Adapun kelebihan dari briket dibandingkan arang biasa (konvensional), antara lain:
-
10
Panas yang dihasilkan oleh briket bioarang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kayu
biasa dan nilai kalor dapat mencapai 5.000 kalori.
Briket bioarang bila dibakar tidak menimbulkan asap maupun bau, sehingga bagi masyarakat
ekonomi lemah yang tinggal di kota-kota dengan ventilasi perumahannya kurang mencukupi,
sangat praktis menggunakan briket bioarang.
Setelah briket bioarang terbakar (menjadi bara) tidak perlu dilakukan pengipasan atau diberi
udara.
Teknologi pembuatan briket bioarang sederhana dan tidak memerlukan bahan kimia lain
kecuali yang terdapat dalam bahan briket itu sendiri.
Peralatan yang digunakan juga sederhana, cukup dengan alat yang ada dibentuk sesuai
kebutuhan.
Dengan pemanfaatan serbuk gergaji kayu jati menjadi briket bioarang, maka diharapkan
dapat mengurangi pencemaran lingkungan, memberikan alternatif sumber bahan bakar yang
dapat diperbarui dan bermanfaat untuk masyarakat.
c. Industri kapal
Sejak lama kayu jati telah digunakan sebagai bahan baku
pembuatan kapal laut, termasuk kapal-kapal VOC yang melayari
samudera di abad ke-17. Saat ini, pemanfaatan jati tersebut terus
dikmebangkan dengan berbagai inovasi setiap zamannya. Banyak pula
produk kapal yang menekan kan pembuatan deck kapal dengan jati,
karena sifatnya yang tahan lama, ringan, daya apung yang baik serta
anti jamur.
d. Industri mebel
Kekuatan dan keindahan serat yang dihasilkan kayu jati, menyebabkan kayu ini menjadi bahan
baku utama untuk membuat perabotan rumah tangga (furniture), seperti meja, kursi, kasur, bingkai
jendela bahkan patung. Karena kemampuannya dalam menahan kondisi cuaca yang keras , jati juga
terbukti menjadi bahan yang ideal dalam pembuatan furnitur outdoor sehingga dapat digunakan
-
11
pula dalam struktur rumah-rumah tradisional Jawa, seperti rumah joglo Jawa Tengah, menggunakan
kayu jati di hampir semua bagiannya: tiang-tiang, rangka atap, hingga ke dinding-dinding berukir.
Pohon jati juga berguna untuk membuat berbagai konstruksi berat seperti jembata, bantalan rel
kereta, bahkan bahan bakar lokomotif uap karena panas tinggi yang dihasilkan kayunya. Saat ini,
kayu jati dapat diolah menjadi venir (veneer) untuk melapisi wajah kayu lapis mahal; serta dijadikan
keping-keping parket (parquet) penutup lantai.
e. Industri Jati Putih
Kayu Gmelina Jati Putih Mempunyai Prospek Bisnis Cerah. Meningkatkan kebutuhan kayu
industri membuat produsen kayu melirik potensi tanaman yang memiliki pertumbuhan cepat
dengan kualitas kayu yang bagus. Hal ini salah satunya dipicu oleh rendahnya produksi kayu sengon
karena di beberapa sentra produksi kayu sengon banyak diserang penyakit karat puru. Salah satu
jenis tanaman kayu yang memiliki potensi pertumbuhan cepat adalah jati putih.
Prospek budi daya jati putih kian cerah karena meningkatkan kebutuhan kayu industri. Sebagai
bahan baku kayu industri, kayu jatih putih kerap digunakan sebagai pulp, plywood, bahan konstruksi
ringan, asesoris interior, perabot rumah tangga, kerajinan, dan cinderamata. Selain kayunya,
beberapa bagian tanaman juga bisa dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Sementara daunnya bisa
dimanfaatkan untuk pakan ternak.
Sebagai komoditas yang potensial, kayu jati putih banyak dipasok ke berbagai daerah di
Indonesia. Harga jual kayu pada tahun 2009 berkisar 50100 juta per ha, bergantung pada
diameter kayu dan jarak tanam. Tidak hanya untuk memasok pasar dalam negeri, pasar luar negeri
juga masih menganga. Sebagai contoh adalah pasar Jepang. Di Jepang, kayu jati putih diolah
menggunakan teknologi tinggi sehingga menghasilkan cenderamata, esesoris interior, dan perabot
rumah tangga.
f. Potensi Daun Jati Cina sebagai teh
Daun jati cina yang telah diracik sebagai teh memiliki beragam khasiat yang bermanfaat bagi
tubuh. Khasiat ini telah dipergunakan oleh para ahli di abad ke 9 sebagai obat menghilangkan
sembelit. Dalam perkembangannya, teh daun jati cina digunakan para dokter sebagai obat
-
12
pembersih colon (usus besar). Masih banyak lagi manfaat penggunaan teh jati cina dalam kehidupan
sehari-hari kita.
Contoh dari penggunaan teh jati cina :
1. Meningkatkan potensi herbal
Saat tubuh tidak bisa melakukan metabolism dengan lancar dikarenakan timbunan kolesterol jahat
maupun lemak, teh jati cina dapat membantu mengembalikan kondisi tubuh agar dapat kembali
berfungsi normal.
2. Menetralisir racun yang masuk ke dalam tubuh
Dengan berjalannya aktivitas sehari-hari, tubuh kita menyerap berbagai macam kotoran yang
disebabkan polutan. Konsumsi the jati cina dapat membantu meluruhkan kotoran dalam tubuh, dan
membersihkan tubuh.
3. Teh daun jati cina dapat melangsingkan
Manfaat ini sudah sangat terkenal dan diakui oleh banyak kalangan. Teh jati cina bahkan bisa
digunakan sebagai pelangsing bagi hampir semua orang tanpa ada resiko yang berarti. Teh jati cina
hanya dilarang digunakan bagi mereka yang menderita gangguan ginjal dan bagi wanita hamil yang
memang sangat membutuhkan nutrisi bagi perkembangan janinnya.
4. Teh daun jati cina dapat menghilangkan perut buncit
Kurangnya olahraga dan tuntutan pekerjaan yang mengharuskan untuk selalu di belakang meja
menyebabkan timbunan lemak di dalam perut terus menumpuk. Dengan mengkonsumi the daun ati
cina, lemak pada perut akan menyusut sehingga mendapatkan hasil yang proporsional.
5. Penggunaan teh daun jati cina merupakan satu alternatif diet tinggi serat.
Selain sayur dan buah-buahan, menambahkan satu gelas teh daun jati cina setiap malam sebelum
tidur akan mempercepat metabolisme tubuh.
-
13
g. Potensi Bahan Kimia dalam Jati
Kini, jati dapat dijadikan sebagai penyembuh luka, akibat bahan kimia hidroklorik yang
dikandungnya. Selain itu, biji jati telah lama digunakan secara tradisional sebagai hair tonic oleh
warga India sebagai penumbuh rambut. Dalam proses pertumbuhannya, biji ini menumbuhkan lebih
banyak folikel daripada minoaxil sehingga lebih banyak menumbuhkan rambut.
Manfaat lain ekstrak daun jati dapat digunakan sebagai penyembuh anemia. Dalam tubuh,
konsentrasi hemoglobin, jumlah sel darah merah, kadar hematokrit dan retikulosit meningkat. Selain
itu, ekstrak jati menambah ketahanan osmotik pada sel darah merah, terutama pada sel darah
merah muda.
i. Potensi Tradisional
Daun jati dimanfaatkan secara tradisional di Jawa sebagai pembungkus, termasuk pembungkus
makanan. Nasi yang dibungkus dengan daun jati terasa lebih nikmat. Contohnya adalah nasi
jamblang yang terkenal dari daerah Jamblang, Cirebon. Daun jati juga banyak digunakan di
Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai pembungkus tempe.
Selan itu, masyarakat tradisional sering memanfaatkan kulit pohon jati sebagai bahan dinding rumah
mereka. Daun jati, yang lebar berbulu dan gugur di musim kemarau itu, dipakai sebagai pembungkus
makanan dan juga barang. Cabang dan ranting jati menjadi bahan bakar bagi banyak rumah tangga
di desa hutan jati.
-
14
2.3. Technology
1. TEKNOLOGI PEMBIBITAN JATI
Secara umum, produksi bibit melalui metode kultur jaringan memerlu-
kan beberapa tahap, yaitu
(1) penyediaan bahan tanaman (eksplan) dari induk terpilih
(2) sterilisasi eksplan yang akan ditanam pada media inisiasi,
(3) penanaman pada media untuk penggandaan atau multiplikasi tunas,
(4) penanaman pada media untuk perakaran atau pembentukan planlet, dan
(5) aklimatisasi (Murashige, 1974; George dan Sherrington, 1984)
Metode perbanyakan untuk tanaman jati , umumnya tidak dilakukan tahap multiplikasi tunas
dan perakaran tetapi diganti menjadi tahap induksi tunas dan elongasi, sedangkan tahap perakaran
dilakukan pada saat aklimatisasi. Metode ini cukup sederhana dan mirip dengan cara perbanyakan
dengan stek secara konvensional. Oleh karena itu, metode perbanyakan jati sering disebut secara
stek mikro. Keuntungan penggunaan metode ini adalah tanaman yang dihasilkan stabil secara
genetik.
a. Persiapan Bahan Tanaman
Salah satu kunci keberhasilan untuk mendapatkan bahan tanaman yang responsif dan dapat
diperbanyak secara kultur in vitro adalah bahan tanaman yang masih muda. Untuk tanaman
kehutanan atau tanaman tahunan lainnya daya tumbuh bahan yang akan ditanam sangat
diperhatikan. Daya tumbuh tunas muda akan hilang secara fisik apabila jarak antara ujung tunas dan
akar semakin jauh karena pertumbuhan. Pada tanaman tahunan dewasa, tunas muda yang memiliki
daya tumbuh tinggi (juvenil) sering muncul pada bagian tanaman yang dekat dengan tanah atau
sering disebut tunas air . Tunas juvenil dari tanaman berkayu tahunan dewasa yang akan digunakan
-
15
sebagai bahan tanaman untuk kultur jaringan, juga dapat diperoleh dengan cara melakukan
pemangkasan berat. Tunas yang muncul setelah pemangkasan dapat digunakan sebagai bahan
tanaman . Selain itu, fase juvenil kadang-kadang dapat juga diinduksi dengan cara melakukan
penyemprotan tanaman dewasa dengan GA atau campuran antara auksin dan GA (George dan
Sherrington, 1984). Untuk memudahkan proses sterilisasi bahan tanaman, sangat dianjur kan
bahwa tanaman induk berada atau ditanam di kamar kaca. Keberadaan tanaman induk di kamar
kaca memudahkan perlakuan penyemprotan de-
ngan fungisida dan bakterisida secara periodik sehingga dapat mengurangi tingkat kontaminasi
bahan tanaman yang akan disterilisasi.
b. Sterilisasi Bahan Tanaman dan Inisiasi Kultur Aseptik
Sterilisasi bahan tanaman (eksplan) merupakan langkah awal yang cukup penting dan dapat
menentukan keberhasilan penanaman secara in vitro. Eksplan yang akan ditanam pada media
tumbuh harus bebas dari mikroorganisme kontaminan. Tahap sterilisasi sering menjadi kendala
utama keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Terlebih iklim tropis seperti Indonesia
yang memungkinkan kontaminan seperti cendawan dan bakteri terus tumbuh sepanjang tahun.
Untuk tanaman tertentu, sterilisasi sulit dilakukan karena kontaminan berada pada bagian internal
dari jaringan tanaman. Sterilisasi eksplan biasanya dilakukan dengan cara merendam bahan
tanaman dalam larutan kimia sistemik pada konsentrasi dan waktu perendaman tertentu, baik
dengan menggunakan satu macam maupun dengan macam-macam sterilan. Bahan-bahan yang
biasanya digunakan untuk sterilisasi antara lain alkohol, natrium hipoklorit (NaOCl), kalsium
hipoklorit atau kaporit (CaOCl), sublimat (HgCl), dan hidrogen peroksida (H2O2). Eksplan yang telah
disterilisasi harus segera ditanam secara in vitro. Pada tahap inisiasi, eksplan tanaman jati sering
menunjukkan gejala pencoklatan (browning) pada media di sekitar potongan eksplan. Keadaan ini
disebabkan karena oksidasi dari senyawa fenolik yang dihasilkan jaringan tanaman jati terutama dari
eksplan in vivo. Oksidasi senyawa fenolik tersebut dapat menghambat bahkan bersifat toksik bagi
pertumbuhan eksplan. Keadaan ini merupakan masalah yang selalu dihadapi pada tahap awal
penanaman eksplan yang berasal dari lapang atau kamar kaca. Berbagai cara untuk menanggulangi
masalah pencoklatan telah dilakukan, misalnya dengan penggunaan bahan anti oksidan (seperti
polivinyl pirolidone atau PVP pada konsentrasi 0,01-2% dan asam askorbik sebanyak 50-200 mg/l
-
16
baik sebelum eksplan ditanam pada media maupun penambahan bahan tersebut pada media kultur
atau kombinasi keduanya. Tiwariet al. (2002) dalam percobaannya menggunakan pendekatan lain
untuk menanggulangi masalah pencoklatan pada kultur tanaman jati, yaitu dengan subkultur atau
transfer eksplan secara periodik dengan perlakuan waktu yang berbeda. Sumber eksplan yang
digunakan berasal dari tanaman jati terpilih berumur 45 tahun.
c. Tahap Induksi dan Elongasi Tunas
Pada tahap ini, penggunaan media tumbuh yang cocok merupakan salah satu faktor yang
menentukan keberhasilan perbanyakan tanaman jati melalui kultur jaringan. Berbagai komposisi
media tumbuh telah dikembangkan. Dari sekian banyak komposisi media yang telah berkembang,
media dasar Murashige dan Skoog (MS) merupakan media dasar yang paling banyak digunakan, baik
untuk tanaman herba maupun berkayu. Pada tahap induksi tunas tanaman jati, media MS
merupakan media dasar yang paling banyak digunakan, selain itu modifikasi media MS juga banyak
digunakan. Penambahan zat pengatur tumbuh pada media kultur merupakan kunci keberhasilan
baik pada tahap induksi maupun elongasi tunas. Umumnya media yang digunakan pada tahap
induksi tunas jati adalah media MS yang ditambah zat pengatur tumbuh golongan sitokinin seperti
benzylaminopurine(BAP) atau furfurylaminopurine (kinetin) atau kombinasi keduanya dengan
konsentrasi antara 0,1-1 mg/l. Gupta et al. (1980) menggunakan media dasar MS ditambah kinetin
0,1 mg/l dan BAP 0,1 mg/l untuk menginduksi tunas adventif dari eksplan tanaman jati berupa tunas
ujung dan batang satu buku. Media kultur dibuat padat dengan penambahan 8 g/l agar dan 20 g/l
gula serta pH media 5,8. Eksplan yang digunakan pada tahap induksi dapat berupa tunas apikal atau
tunas adventif yang berasal dari batang satu buku dengan ukuran 1-2 cm. Indikasi lain pada tahap
induksi tunas yang dapat mempengaruhi kecepatan pertumbuhan pada tahap selanjutnya (tahap
elongasi) adalah terbentuknya kalus kompak pada bagian dasar batang eksplan. Umur biakan pada
tahap induksi tunas sekitar 3 minggu. Pada umur tersebut biakan sudah berada pada kondisi yang
optimal untuk dipindahkan pada tahap elongasi. Pada tahap elongasi atau pemanjangan tunas,
biakan ditanam pada media dasar MS tanpa penambahan zat pengatur tumbuh atau dapat
ditambahkan sitokinin dengan konsentrasi yang sangat rendah (0,01-0,05 mg/l) bahkan jika perlu
dapat ditambah asam giberelik (GA) dengan konsentrasi 0,1-1 mg/l untuk tujuan pemanjangan buku
tanaman. Penambahan gula agar dan pH media sama seperti pada media untuk induksi tunas. Umur
-
17
yang diperlukan pada tahap elongasi tunas hingga siap untuk dipanen atau digunakan untuk
ditransfer kembali pada media induksi berkisar antara 2-4 minggu. Pada umur 3 minggu tunas dapat
mencapai tinggi 5-8 cm dengan jumlah buku antara 3-5 dan siap untuk diaklimatisasi. Biakan
biasanya disimpan pada kondisi ruangan suhu 252 C dengan periode terang (1000-3000 lux) selama
16 jam per hari.
d. Aklimatisasi
Aklimatisasi dapat didefinisikan sebagai proses penyesuaian suatu organisme untuk beradaptasi
pada lingkungan yang baru. Proses aklimatisasi sangat penting karena akan menentukan apakah
tanaman yang berasal dari in vitro dapat beradaptasi atau tidak pada kondisi in vivo. Umumnya
biakan hasil kultur jaringan yang akan diaklimatisasi harus berupa planlet artinya biakan harus
mempunyai perakaran dan pertunasan yang proporsional. Akan tetapi pada perbanyakan tanaman
jati melalui kultur jaringan, biakan yang akan diaklimatisasi berupa biakan tanpa akar (stek mikro).
Induksi perakaran dilakukan pada saat aklimatisasi dengan terlebih dahulu merendam atau
mencelupkan bagian dasar batang dalam larutan yang mengandung senyawa auksin seperti IBA dan
NAA atau dengan Rooton F.
Biakan yang berasal dari tahap elongasi yang akan diaklimatisasi dan diinduksi perakarannya
harus terlebih dahulu dibuang bagian kalusnya dan dibersihkan pada air mengalir. Harus
diperhatikan pula bahwa dalam proses aklimatisasi tunas jati memerlukan kelembaban yang cukup
dan media tumbuh tidak terlalu basah. Media tumbuh yang digunakan dapat berupa campuran
tanah + arang sekam (1 : 1) atau tanah + serbuk sabut kelapa (1 : 1) atau tanah + kompos halus (1 :
1). Media sebaiknya disterilisasi dahulu dengan pemanasan dan tekanan uap. Media yang telah
disterilisasi dapat diletakkan dalam bak plastik atau bak semen yang ada di kamar kaca. Untuk
menjaga kelembaban dilakukan penyungkupan dengan plastik, sedangkan untuk mempercepat
pertumbuhan bibit, penyemprotan dengan pupuk daun seperti Hyponex, Bayfolan, dan Gandasil
sangat dianjurkan pada umur 1
minggu satelah tanam. Aklimatisasi bibit jati di pesemaian disajikan pada . Umur bibit tanaman jati
genjah hasil kultur jaringan yang cukup baik untuk dipindahkan kelapang (bibit siap salur) berumur
sekitar 3 bulan. Pada umur tersebut bibit jati genjah dapat mencapai tinggi sekitar 30-50 cm .
-
18
2. TEKNOLOGI PENGOLAHAN LAHAN, PENANAMAN DAN PEMELIHARAAAN JATI
a. Pengolahan lahan
Hal yang harus dilakukan dalam mempersiapkan lahan untuk penanaman meliputi:
Land clearing (tebas, tebang, panduk). Lahan dibersihkan dari tegak-tegakan pohon dan semak-
semak sampai ke akarnya. Untuk lahan yang sebelumnya dipenuhi alang-alang, selain dilakukan
pembersihan, perlu juga dilakukan pencangkulan. Pengolahan tanah ini juga perlu dilakukan jika
akan melakukan penanaman tumpang sari dengan tanaman lain.
Pengajiran atau pemancangan ajir untuk menentukan jarak tanam. Jarak tanam untuk sistem
monokultur adalah 2 x 2,5 m (2000 pohon/ha), 2,5 x 2,5 m (1600 pohon/ha) atau 3 x 3 m (1200
pohon/ha)
Pembuatan lubang tanam. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 40 x 40 x 50 cm (panjang x lebar
x kedalaman) tanah, pisahkan tanah galian atas (top soil) dan tanah galian bawah/dalam. Ukuran
lubang dapat bervariasi sesuai dengan kesuburan dan kegemburan tanah. Untuk tanah yang relatif
lebih subur dan gembur, ukuran lubang dapat dibuat lebih kecil.
Masukkan pupuk kandang ke setiap lubang tanam, kemudian lubang diberakan/dibiarkan selama 1 -
2 minggu dan bila memungkinkan taburkan pestisida tabur seperti Furadan 3G atau Curater untuk
sterilisasi.
b. Penanaman jati
Dalam melakukan penanaman pohon Jati Kultur Jaringan, tahapan yang sebaiknya dilakukan yaitu:
- Siapkan bibit Jati Kultur Jaringan (dalam polybag) dan peralatan-peralatan yang dibutuhkan
untuk penanaman (cangkul, arit pisau silet, atau cutter, dll).
- Membuka plastik polybag bagian bawah dengan cara memotong atau menyayat plastik
bagian bawah secara melingkar menggunakan silet/cutter (1 cm dari dasar polybag), secara
hati-hati jangan sampai sistem perakarannya rusak. Jika akar tunggangnya menembus
polybag dan bengkok, maka akar yang bengkok dipotong dan bila memungkinkan polesi
ujung ujung akar yang dipotong tersebut dengan ZPT penumbuh akar (misalnya Rootone F
-
19
atau Rapid Root). Kemudian menyayat plastik bagian samping secara tegak lurus dari bawah
ke atas dengan menyisakan 2 cm dari atas (jangan sampai terputus). Biarkan plastik
menempel di media tumbuh atau tanah yang ada dalam polybag.
- Masukkan sebagian tanah top soil bekas galian ke dasar lubang dengan perkiraan bibit yang
akan ditanam nantinya tidak terlalu dalam terpendam dan sedapat mungkin pangkal batang
bibit dalam polybag yang akan ditanam sejajar atau lebih tinggi sedikit dengan permukaan
tanah sekitarnya. Bila memungkinkan masukkan pula Furadan 3G atau curater secukupnya
untuk sterilisasi dari hama dan penyakit di dalam tanah.
- Setelah bibit tertutup tanah, tarik secara perlahan-lahan plastik polybag ke atas. Kemudian
setelah plastik polybag terlepas, padatkan tanah dengan timbunan dengan cara dipijak-pijak
dengan kaki. Harus diperhatikan, jangan sampai ada cekungan yang memungkinkan air bisa
menggenang.
- Untuk menjaga agar tanaman Jati yang baru ditanam tidak roboh tertiup angin maka
sebaiknya diberi ajir/tiang pancang dan diikat dengan tali rafia. Setelah itu tanaman disiram
air secukupnya.
c. Pemeliharaan jati
Tahapan pemeliharaan tanaman selama masa pertumbuhan yang secara garis besar meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
Pendangiran (membersihkan piringan seluas canopy tanaman) dan pembumbunan.
Tiga bulan setelah tanam, piringan seluas canopy didangir, dibersihkan dari
gulma/tumbuhan pengganggu lainnya, serta dibumbun. Pendangiran adalah kegiatan
penggemburan tanah di sekitar tanaman untuk memperbaiki sifat fisik tanah (drainase
tanah), yang dapat memacu pertumbuhan tanaman jati. Pendangiran dilakukan pada
umur tanaman jati 3 bulan hingga 4 tahun dan dilakukan 1 - 2 kali dalam setahun.
Penyulaman tanaman yang mati atau kerdil
Selama proses pemeliharaan berlangsung, penyulaman dilakukan untuk mengganti
tanaman yang mati atau tidak sehat karena terserang penyakit atau tanaman yang jelek
-
20
pertumbuhannya (patah, bengkok, dan gundul). Penyulaman dilakukan selama masa
awal pemeliharaan yaitu 1 - 2 tahun, frekwensi penyulaman 2 kali setahun.
Penyiangan atau pengendalian gulma
Rumput, alang-alang dan gulma harus dikendalikan karena menjadi pesaing tanaman jati
dalam memperoleh cahaya matahari, kelembaban dan unsur hara tanah.
Penyiangan gulma dilakukan, baik pada musim kemarau maupun musim hujan.
Frekwensi penyiangan minimum 3 - 4 bulan sekali dalam setahun saat tanaman jati
berumur 1 - 2 tahun. Selanjutnya penyiangan dilakukan setiap 6 - 12 bulan sekali sampai
tanaman dipanen.
Pemupukan tanaman
Tiga bulan setelah ditanam, tanaman jati diberi pupuk NPK (15:15:15) 100gr. Cara
pemupukan: tanah seluas canopy didangir dan digemburkan terlebih dahulu (hati-hati
jangan terlalu dalam agar tidak mengenai akar), lalu dibuatkan siring melingkar (lebar
siring 10 cm dan dalamnya 15 cm) dengan diameter siring tepat diujung canopy atau
tepat diujung akar-akar rambut yang akan menyerap pupuk tersebut. Kemudian
masukkan pupuk dan selanjutnya siring ditutup kembali dengan tanah dan dilakukan
penyiraman.
Pemupukan selanjutnya dilakukan dengan cara yang sama seperti tersebut di atas, pada
usia tanaman dan dengan dosis per pohon sebagai berikut:
- Usia tanaman 6 bulan dengan dosis 100gr NPK
- Usia tanaman 9 bulan dengan dosis 100gr NPK
- Usia tanaman 12 bulan dengan dosis 100gr NPK
- Usia tanaman 24 bulan dengan dosis 100gr NPK dan 50gr Urea
- Usia tanaman 48 bulan dengan dosis 100gr NPK dan 100gr Urea
Pemangkasan cabang dan Perwiwilan
Pemangkasan cabang adalah kegiatan pembuangan cabang yang tidak diinginkan untuk
memperoleh batang bebas cabang sampai ketinggian 6 meter dari tanah. Memangkas
atau memotong cabang harus tepat dipangkal batang atau ruas pertama dari tunas air.
-
21
Untuk menghindari kontak dengan bibit penyakit, luka bekas pemangkasan sebaiknya
ditutupi dengan bahan penutup luka seperti ter atau parafin.
Pemangkasan tonggak penyangga
Jika ada tanaman yang tumbuhnya tidak tegak/agak condong atau pertumbuhannya
tidak tegar (agak kurus maka perlu diberi penyangga).
Pemberantasan Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan alat Hand Sprayer
pada dosis/takaran, serta cara yang tepat (dosis/takaran dan caranya dapat dibaca pada
kemasan produk obat pestisida yang digunakan). Hama dan penyakit, tanda serangan,
akibat yang ditimbulkan serta pestisida pemberantasnya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
No. Hama dan
penyakit
Tanda-
tanda
serangan
Akibat yang
timbul Pemberantasan
1 Serangan
ulat bulu
Daun Jati
berlubang
Pertumbuhan
terhambat Basudin 50 EC
2
Serangan
kutu
putih/wool
Tampak
putih pada
daun
Pertumbuhan
terhambat Pegasus
3
Serangan
jamur
kuping
Bercak
kuning
pada daun
Daun
mengering/coklat Benlate T20WP
4
Serangan
embun
tepung
Bercak
kuning
dalam
daun
Pertumbuhan
terhambat Benlate T20WP
-
22
5 Lalat daun
Helai dan
warna
daun rusak
Tinggal tulang
daun Supracide 25WP
6 Stem
Borer
Bercak/titik
lubang di
batang dan
cabang
Batang/cabang
terlihat layu dan
kropos
Metamidophose
50% SL
3. TEKNOLOGI PANEN DAN PASCAPANEN JATI
Panen
Pada saat panen usahakan agar penebangan tidak merusak batang utama tanaman Jati dan
dilakukan dengan menggunakan Chain saw. Untuk menghindari adanya blue stin (sejenis jamur
kayu) dapat pula kayu dipolesi dengan fungisida setelah tebang. Apabila budidaya dilakukan dengan
jumlah pohon yang relatif banyak, baik dengan sistem monokultur maupun tumpang sari, maka
perlu dilakukan penjarangan dengan pentahapan sebagai berikut:
Pada usia tanaman jati antara 5 s/d 7 tahun 50% dari
populasi tanaman jati awal ditebang (penjarangan I).
Jadi jika jarak tanam awalnya 2 x 2,5 meter dijarangkan
menjadi 4 x 2,5 meter.
Kemudian pada saat usia tanaman jati antara 10 s/d 12
tahun dilakukan lagi penjarangan ke II yakni 50% dari
jarak tanam hasil penjarangan I: 4 x 2,5 meter dijarangkan menjadi 4 x 5 meter.
Sisa tanaman jati setelah penjarangan ke II seluruhnya ditebang atau dipanen pada usia 15 s/d 20
tahun.
Pasca Panen
-
23
Setelah panen, terdapat beberapa langkah pasca panen yang dapat dilakukan sebagian ataupun
seluruhnya. Perlakuan pasca panen tersebut adalah pengawetan kayu, pengolahan kayu, dan
pemasaran kayu. Tidak semua perlakuan ini diperlukan, terutama tindakan pengawetan kayu.
Kebanyakan pemilik kayu hanya mengolah, kemudian menjualnya.
1. Pengawetan Kayu Jati
Secara umum, terdapat 3 metode pengawetan kayu yang dapat digunakan, yaitu perendaman,
pengeringan, dan penggunaan senyawa kimia.
a). Perendaman
Perendaman merupakan cara tradisional yang hingga saat ini masih sering digunakan. Cara ini
cukup efektif, namun membutuhkan waktu yang relatif lama. Perendaman biasanya berlangsung
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Dengan perendaman, pori-pori kayu menjadi rapat dan
kayu menjadi lebih keras. Perendaman membuat kayu lebih awet dan lebih tahan terhadap
gangguan rayap, kumbang, dan jamur.
b). Pengeringan
Keunggulan metode pengeringan adalah waktu yang dibutuhkan lebih cepat dibandingakn
dengan perendaman. Namun, keawetan kayu yang dikeringkan tergolong di bawah kayu yang
direndam. Pengeringan pada umumnya dilakukan dengan menjemur kayu atau potongan-potongan
kayu di bawah sinar matahari selama beberapa hari. Setelah kering, kayu diolah lebih lanjut atau
dijual.
c). Penggunaan Senyawa Kimia
Cara ini mulai banyak dilakukan karena praktis dan murah. Senyawa kimia cukup dioleskan pada
kayu sebanyak 5-6 kali. Senyawa ini biasanya merupakan campuran dari tembaga sulfat, kalium
bikromat, dan natrim bikromat, hidrogen boraks, tembaga silika heksa flour, serta amonium
bikromat.
4. TEKNOLOGI PENGOLAHAN JATI
Pengolahan jati menjadi furniture
Ada beberapa proses yang harus dilakukan untuk mengolah pohon jati menjadi peralatan rumah
tangga, diantaranya :
Logs
-
24
Kayu hasil penebangan biasa disebut kayu gelondongan (log) dan dari sini proses pembuatan
furniture berawal. Log didistribusikan ke pabrik atau pusat penggergajian menggunakan angkutan
khusus baik di darat maupun melalui sungai. Beberapa perusahaan mengupas kulit log agar bisa
lebih cepat kering selama perjalanan. Biasanya pembeli ingin segera mengolah log tersebut
beberapa hari setelah log tiba di dalam sawmill dan kiln dry.
Untuk menghindari kerusakan dan retak, penampang log diberi 'paku cacing' sebagai pengaman.
Sawmilling
Kemudian log dibelah sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan. Standar ketebalan papan pada
saat pembelahan log adalah 3, 5, 7, 10, 12, dan 15 cm. Di area penggergajian kayu, papan-papan
hasil pembelahan dipisahkan sesuai ketebalan dan jenis kayu sehingga memudahkan pengaturan di
dalam kiln dry.
Untuk pabrik yang memiliki kapasitas produksi besar, memiliki sawmill akan membantu efisiensi
produksi baik dalam segi pemakaian bahan maupun kecepatan produksi.
Sebelum masuk ke ruang pengeringan, papan dan balok disimpan dahulu di luar ruangan
dengan tujuan agar kandungan air juga akan menguap karena suhu dan temperature udara di luar
ruangan. Hal ini biasanya hanya dilakukan pada saat musim panas. Agar kualitas kayu terjaga, paling
lama adalah 1 minggu setelah penggergajian, kayu harus segera dikeringkan. Semakin cepat kayu
diproses akan lebih baik sehingga tidak ada waktu bagi jamur dan serangga untuk menyerang kayu.
Kiln Dry
Jenis kayu apapun harus melalui proses pengeringan. Adapun yang perlu diperhatikan adalah
ukuran ketebalan papan, cara penumpukkan dan metode pengeringan. Kayu yang lunak cenderung
mudah pecah apabila proses pengeringan terlalu cepat.
Pengeringan kayu membutuhkan waktu antara 2 hingga 4 minggu, dipengaruhi oleh jenis kayu,
ketebalan papan dan kapasitas pengering. Cara pengeringan yang baik adalah dengan menggunakan
peralatan yang benar. Pada beberapa industri kayu kecil biasanya untuk mengeringkan kayu cukup
dengan disandarkan pada dinding atau tiang dan mengandalkan sinar matahari.
Proses Komponen (potong, belah, serut, bor dll)
Ukuran kayu dipotong dan dibelah sesuai dengan ukuran produk yang dikerjakan. Apabila
-
25
misalnya ukuran jadi sebuah kaki meja adalah 700 x 40 x 40 mm, maka komponen yang harus
disiapkan adalah 720 x 45 x 45mm sehingga terdapat toleransi untuk proses serut dan amplas.
Untuk mendapatkan ukuran ini tukang kayu akan mengambil lembaran-lembaran papan kering
dengan ketebalan 45mm untuk dibelah di mesin gergaji atau ripsaw menjadi ukuran lebar 45mm.
Dari proses tersebut akan diperoleh batangan/balok kayu ukuran 45x45mm. Setelah itu balok
tersebut dibawa ke mesin cutting saw untuk dipotong dengan ukuran panjang 720mm. Balok-balok
pendek tersebut kemudian dikirim ke mesin serut (planner, thicknesser atau lainnya yang sejenis)
untuk mendapatkan ukuran jadi dengan permukaan yang halus tanpa garis gergaji. Selesai diserut
(tergantung jenis produk juga), komponen tersebut dipindahkan ke mesin bor, atau mesin pen
(tenoner & mortiser) untuk membuat konstruksi.
Jika pada dasarnya proses konstruksi tersebut selesai, semua komponen akan berakhir di mesin
amplas sebelum dilakukan perakitan. Grit kehalusan amplas di sini biasanya hanya sampai pada
tingkat kehalusan nomor 240.
Assembling
Furniture dengan konstruksi knock down tidak sepenuhnya melalui proses ini. Ada
kemungkinan beberapa komponen perlu dirakit sebelum finishing, ada pula hanya dirakit setelah
proses finishing.
Secara umum proses perakitan dilakukan sebelum finishing agar pada saat komponen sudah
halus tidak akan lagi cacat karena goresan. Perakitan menjadi salah satu kunci kualitas produk
terutama pada kekuatan dan daya tahan produk. Proses ini memerlukan kesabaran agar
penggunaan lem sangat tepat dan tidak terlalu berlebihan. Selain itu pula kualitas sambungan
(rapat/terbuka) hanya akan bisa diperbaiki di proses ini.
Dari keseluruhan proses furniture, perakitan merupakan salah proses yang relatif panjang dan
-
26
rumit. Untuk produk yang 'fixed', pemasangan hardware juga menjadi bagian dari proses perakitan
terutama untuk pemasangan engsel, kunci, dan alat pengikat lainnya.
Finishing
Finishing merupakan proses pelapisan akhir permukaan kayu yang bertujuan untuk
memperindah permukaan kayu sekaligus memberikan perlindungan furniture dari serangan
serangga ataupun kelembaban udara. Dalam beberapa jenis dan tipe furniture, proses finishing
harus dilakukan sebelum komponen dirakit. Hal ini dilakukan karena finishing lebih mudah dilakukan
sebelum komponen dirakit.
Packaging
Terlepas dari proses finishing, product dipindahkan ke bagian packing. Dalam proses ini
beberapa aksesoris (kunci, handle, rel dll) dan perlengkapan lain dipasang kembali. Jenis-jenis
packing yang digunakan juga tergantung pada tujuan akhir dan level kualitas furniture. Lebih mahal
dan lebih jauh lokasi pengiriman membutuhkan packaging yang lebih kuat dan lebih cermat.
-
27
2.4 Existing Industry
a. Pasar Industri Mebel Jepara
Pasar Industri Mebel Jepara mempunyai ciri atau karakteristik sebagai berikut : Menggunakan
bahan baku kayu jati sebagai bahan baku utama, 80% desain mebel merupakan hasil pekerjaan
tangan pengrajin (hand made), sekitar 20% pengerjaan komponen mempergunakan mesin yang
meliputi : pekerjaan pemotongan dan pembelahan, pekerjaan penghalusan permukaan (sanders),
dan pekerjaan finishing . Ciri lain dari produk mebel jepara yaitu umumnya bentuk mebel di hiasi
motif ukiran bebentuk flora, hasil perpaduan dari motid tradisional (lokal) dengan motif asal persia
yang berkembang sekitar abad ke 7 pada awal mas penyebaran agama islam dan selama
pendudukan koloni di nusantara . selama masa perkembangannya hingga kini furniture jepara di
produksi dalam berbagai model disain di antaranya mulai dari tipe klasik, tradisional, hingga modern
. berikut beberapa contoh barang buatan pengrajin mebel jati jepara .
Produksi mebel jepara pada masa sekarang yang di ambil dari tipe atau desain mebel yang
pernah berkembang pada masa sebelumnya . sebagaimana mebel gaya victoria, gaya persia dan
gaya edwardian sering di produksi kebali oleh para pengrajin furniture jepara . produksi berbagai
gaya tersebut biasanya dilakukan atas dasar pesanan atau perjanjian kerja sama dengan pihak
desainer dari negara tertentu, yang menugaskan pihak produsen atau pengrajin asal jepara untuk
memproduksi desain hasil rancangannya . tipe mebel yang paling banyak di reproduksi yaitu bentuk
kursi tanpa ukiran, seperti contoh : kursi teras, kursi makan, kursi santai, dan kursi tamu ala mebel
jepara .
b. Industri Rumahan Jati Kabupaten Ngawi
Di Kabupaten Ngawi Pohon Jati merupakan tanaman andalan. Selain sebagai sarana
penghijauan, masyarakat Kabupaten Kota Ngawi memanfaatkan Kayu, Akar, dan Daun pohon Jati
sebagai bahan industri rumahan mereka. Banyak kerajinan yang lahir dari tangan warga kota ngawi
yang berasal dari kayu jati. Sebagai contoh meja dan kursi, guci-guci hiasan, jam dinding dan masih
banyak lainnya. Mereka mendapatkan kayu jati dari milik mereka sendiri, ada pula yang membeli
kayu jati dari dinas Perhutani dan tentunya memiliki surat kepemilikan yang resmi.
Bermodalkan keberanian, peralatan dan ilmu pengetahuan seni yang cukup mereka
menghasilkan karya yang bernilai cukup tinggi. Kerajinan dari Kayu jati pun sekarang menjadi trend
-
28
dalam sebagai perabotan rumah tangga. Selain kuat sampai berpuluh-puluh tahun, bahkan ratusan
tahun kayu jati memiliki serat yang cukup halus. Kelebihan inilah yang menjadikan kayu jati
memiliki nilai jual yang fantastis.
Desa Pelang Lor dan Bangunrejo Kidul Kec Kedunggalar Kab Ngawi, adalah pusat industri kayu jati
berada. Berbagai macam pilihan karya seni ditawarkan, lokasi yang sejuk di pinggir hutan yang
mudah dijangkau serta pelayanan yang ramah merupakan ciri khas dari kebudayaan suku jawa,
tentunya membuat kawasan ini ramai dikunjungi wisatawan asing maupun lokal.
c. Kerajinan Kayu Jati Blora
Kerajinan kayu jati dari Blora Jawa Tengah saat ini sudah mulai terkenal keberadaanya, Seperti
souvenir kayu jati, furniture, perabotan rumah , gazebo, meja, almari dan produk lainnya yang
memiliki kualitas terbaik dan dapat diandalkan. Kabupaten Blora separuh wilayahnya merupakan
kawasan hutan jati, dengan potensi kayu jati yang cukup besar, banyak terdapat kerajinan kayu jati
dari Blora seperti souvenir kayu jati dan furniture kayu jati. Sentra Kerajinan Kayu Jati dari Blora
terletak di kecamatan Jepon, kurang lebih tujuh kilometer dari kota Blora menuju kearah Cepu.
Sudah banyak kerajinan kayu jati yang sudah memenuhi permintaan sampai ke luar negeri, baik itu
dilakukan oleh pengrajin sendiri maupun lewat bantuan pemerintah kabupaten. Usaha kerajinan
kayu jati yang meliputi kerajinan bubut,souvenir kayu jati mebel atau furniture, dan kusen tersebut
boleh dibilang berkembang cukup pesat.
Mengingat bahwa setengah dari wilayah Kabupaten Blora terdiri dari hutan jati maka kerajinan
kayu jati ini tidak akan kekurangan bahan baku. Produk andalan utama kerajinan kayu jati dari
Blora adalah aneka hiasan rumah yang pembuatannya memerlukan keahlian khusus yakni keahlian
dalam membubut kayu. Selain produk perlengkapan rumahfurniture jati seperti kursi tamu, meja
makan, kursi taman, bufet minimalis, terdapat juga aneka souvenir kayu jati.
Beberapa jenis produk furniture dan souvenir yang dihasilkan kerajinan kayu jati dari Blora telah
banyak menghiasi rumah penduduk kota besar di dalam negeri, bahkan sudah banyak permintaan
dari luar negeri. Agar tidak kalah bersaing dengan produk kerajinan lainnya, kreatifitas dari pengrajin
selalu dikembangkan agar di masa datang produk kerajinan yang dihasilkan tidak monoton
melainkan menjadi lebih menarik khususnya bagi konsumen luar negeri.
-
29
Untuk itu kerajinan kayu jati dari Blora di butuhkan pemasaran yang lebih baik agar lebih dikenal
dan di ketahui konsumen salah satunya dengan menggunakan pemasaran online seperti di
website/blog yang melakukan pemasaran melalui dunia internet yang sekarang ini banyak sekali
penggunaannya baik oleh konsumen dalam negeri maupun luar negeri yang lebih praktis dan cepat.
Kerajinan kayu jati Blora memiliki ciri khas tersendiri yang terletak
pada bentuk/model yang umumnya membulat dan halus, berbeda
dengan kerajinan kayu ukir seperti Jepara atau Bali.
d. Kerajinan Mebel Kayu Jati di Bojonegoro
Desa Sukorejo di kota Bojonegoro merupakan sentra industri kerajinan rumah tangga mebel
berbahan kayu jati. Desa ini merangkap sebagai Showroom atau ruang pamer dari kerajinan yang
merupakan salah satu produk unggulan kota Bojonegoro, seperti pameranBojonegoro Wood Fair,
yang diadakan setiap setahun sekali.
Produksi mebel jati di Bojonegoro sangat bervariasi, mulai dari lemari, buffet, meja, kursi atau
tempat tidur dll. Kerajinan ini dibuat dari kayu-kayu jati asli dan memiliki umur yang bisa di bilang
sudah cukup tua, dengan menggunakan kayu yang tua maka hasil mebelnya dan ukirannya menjadi
indah sehingga memberikan corak yang khas. Harganya juga bervariasi mulai dari Rp 300 rb, 3 juta
bahkan sampai puluhan juta. Pemasaran komoditas ini sudah menjangkau sampai diluar kota
Bojonegoro, kota-kota di jawa timur dan kota-kota di propinsi lainnya, serta berkualitas ekspor.
-
30
2.5. Management
2.5.1 Optimalization of Teak production
A. Perbaikan Manajemen Hutan Alam dan Hutan Tanaman
Rendahnya produktivitas hutan saat ini dalam penyediaan kayu bulat dan hasil hutan non kayu
lainnya merupakan hasil dari penerapan manajemen hutan alam dan hutan tanaman yang kurang
tepat di lapangan. Beberapa alternatif solusi ditawarkan untuk mengatasi permasalahan tersebut
yaitu dengan berpegang pada prinsip-prinsip kelestarian dalam pengelolaan hutan yang
menitikberatkan pada aspek ekologis, sosial, dan ekonomis. Di antara kebijakan yang ditawarkan
adalah pemolaan sumber daya hutan sedemikian rupa sehingga dapat ditentukan kombinasi luas
optimal antara hutan alam, hutan tanaman, perkebunan, pertanian, dan pemukiman serta industri.
Optimasi luas hutan produksi tersebut diharapkan akan dapat menyeimbangkan kemampuan
produksi bahan baku untuk memenuhi kebutuhan industri kayu. Beberapa langkah perbaikan pada
aspek-aspek di bawah ini diharapkan dapat menjadi upaya untuk terus meningkatkan produktivitas
hutan dalam kaitannya dengan penyediaan kayu.
1. Sistem Silvikutur
Sistem silvikutur adalah rangkaian kegiatan berencana mengenai pengelolaan hutan
yang meliputi penebangan, peremajaan, dan pemeliharaan tegakan hutan guna menjamin
kelestarian produksi kayu atau hasil hutan lainnya. Pemilihan, penetapan dan penerapan salah
satu sistem silvikultur diarahkan untuk mencapai tujuan diperolehnya manfaat yang optimal
secara berkesinambungan serta menimbulkan perubahan ekosistem alami seminimal mungkin
sehingga dengan masukan (input) yang minimal tersebut dapat diperoleh hasil yang maksimal.
Sistem silvikutur yang telah ditetapkan untuk pengusahaan hutan produksi alam di Indonesia
adalah Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB)
dan Tebang Habis dengan Permudaan Alam (THPA). Pada sistem TPTI penebangan pohon hanya
boleh dilakukan terhadap pohon-pohon dengan diameter minimal tertentu untuk selanjutnya
harus tersedia sejumlah pohon inti dengan diameter minimal tertentu yang diharapkan akan
membentuk tegakan utama pada siklus tebangan berikutnya. Yang perlu diperhatikan pada
sistem ini adalah perlu adanya pembinaan dan pemeliharaan tegakan tinggal.
-
31
Dalam sistem THPA ditentukan persyaratan persentase dan penyebaran tertentu
permudaan tingkat semai jenis pohon niagawi. Sedangkan dalam sistem THPB hanya digunakan
dalam melaksanakan konversi hutan produksi alam menjadi hutan tanaman dengan jenis-jenis
tertentu, serta pada pengelolaan hutan tanaman selanjutnya. Saat ini telah dijajagi
kemungkinan untuk penerapan sistem Tebang Jalur dan Tanam Indonesia (TJTI) yang ditujukan
untuk membina hutan bekas tebangan yang dinilai tidak produktif agar menjadi hutan yang
produktif. Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan sistem silvikultur tersebut adalah
kesesuaian antara sistem silvikultur yang diterapkan dengan keadaan tegakan setempat.
Ketidaksesuaian yang terjadi akan menyebabkan terhambatnya daya pulih diri atau regenerasi
dari hutan tersebut, sehingga manfaat optimal yang berkesinambungan tidak bisa tercapai.
Sebagai contoh penerapan sistem silvikutur tebang habis pada tegakan hutan di daerah yang
berlereng curam (25-40 %) akan mengakibatkan terjadinya erosi tanah yang dapat
menghilangkan lapisan permukaan tanah (top soil), sehingga akan menghambat pertumbuhan
regenerasi hutan yang pada akhirnya akan mengganggu produktivitas hutan dalam
menghasilkan kayu bulat maupun hasil hutan non kayu lainnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan beberapa upaya agar penerapan
sistem silvikultur yang tepat dapat meningkatkan produktivitas hutan. Pemilihan dan penetapan
sistem silvikultur harus didasarkan pada hasil kegiatan risalah hutan yang lengkap dan akurat
sehingga dapat menggambarkan kondisi tegakan hutan yang sebenarnya. Di samping itu perlu
tersedianya sejumlah alternatif sistem silvikultur yang sesuai dengan keragaman tegakan yang
ada dan sistem silvikultur tersebut harus bersifat luwes untuk memberikan peluang modifikasi
atau penyempurnaan yang sesuai dengan kendala di lapangan. Kegiatan pengawasan yang
dilakukan perlu menggunakan metode pengawasan yang cepat, akurat dan berskala luas yang
dilakukan oleh tenaga pelaksana lapangan yang profesional. Dan yang terpenting adalah adanya
konsistensi dari para pengelola hutan dalam penerapan sistem silvikultur dilapangan.
Kecenderungan yang terjadi saat ini dari para pengelola hutan adalah adanya pandangan bahwa
hutan yang dikelola adalah sebagai barang galian yang dikeruk secara habis-habisan tanpa
memperhatikan kelestariannya. Pandangan ini perlu dirubah dengan melakukan pendekatan
ekosistem yaitu bahwa hutan yang dikelola harus dipandang sebagai suatu ekosistem yang perlu
dijaga keberadaan dan kelestariannya. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, selain penerapan
teknik silvikultur yang tepat kegiatan pembenahan hutan tua yaitu peningkatan produktivitas
-
32
area logged over forestmelalui kegiatan selain penanaman seperti kegiatan pemeliharaan,
penjarangan dan sulaman secara intensif perlu dibenahi sehingga diharapkan dapat
meningkatkan riap tahunan per hektar per tahunnya.
2. Sistem Pemanenan
Pemanenan hutan adalah kegiatan memungut atau mengambil kayu dan atau hasil hutan
lainnya dari kawasan hutan yang berfungsi sebagai hutan produksi. Pemanenan hutan merupakan
bagian dari rangkaian kegiatan dalam suatu sistem silvikultur yang dianut dalam rangka pengelolaan
hutan produksi. Untuk pemanenan hasil hutan berupa kayu, kegiatan yang dilakukan secara garis
besar terdiri dari penebangan pohon, pembagian batang, penyaradan, pengupasan kulit, muat
bongkar dan pengangkutan. Dalam penebangan pohon perlu digunakan teknik penebangan yang
sesuai dan alat penebangan yang cocok guna menekan pemborosan biaya dan sumber daya hutan.
Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa besarnya tingkat efisiensi pemanfaatan kayu per
pohon di tempat penebangan baru mencapai sekitar 80 %, sedang limbahnya adalah sebesar 20 %.
Limbah sebesar ini terdiri dari limbah tunggak 3 % dan limbah batang sebesar 17 %. Limbah tersebut
belum termasuk limbah dari batang di atas bebas cabang dan cabang sampai diameter 10 cm yang
diperkirakan mencapai di atas 15 % (Suhartana dan Dulsalam, 1996). Sedangkan menurut data PT.
Inhutani III,di lapangan limbah hasil pemanenan mencapai 30 50 %. Berdasarkan data di atas,
terlihat bahwa telah terjadi pemborosan sumber daya hutan dalam kaitannya dengan terbuangnya
hasil kayu yang seyogyanya dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan industri maupun kebutuhan
lainnya. Volume limbah penebangan yang tinggi menunjukkan bahwa kegiatan penebangan kurang
efisien. Kegiatan penebangan merupakan penentu untuk mendapatkan tinggi rendahnya hasil, baik
ditinjau dari kualitas maupun kuantitas.
Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk meminimumkan hasil pembalakan tersebut adalah
dengan penerapan teknik penebangan serendah mungkin sesuai dengan SK Direktur Jenderal
Pengusahaan Hutan Nomor 151/Kpts/IV-BPHH/1993 tanggal 19 Oktober 1993 tentang Petunjuk
Teknis Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) pada hutan alam daratan. Langkah ini dianggap suatu
kemajuan karena acuan mengenai teknik penebangan sebelumnya masih memperkenankan tinggi
tunggak yang relatif tinggi (Suhartana dan Dulsalam, 1996). Dari hasil penelitian tentang tingkat
pemanfaatan kayu yang terjadi dengan teknik penebangan serendah mungkin diperoleh hasil bahwa
rata-rata volume limbah tunggak pada teknik penebangan serendah mungkin adalah 0,21 m/pohon
-
33
(3,34%) dan pada teknik penebangan konvensional adalah 0,40 m/pohon (4,54%) di samping itu
terjadi peningkatan pemanfaatan kayu sebesar 1,20%. Dengan menerapkan teknik penebangan yang
efisien diharapkan dapat dihasilkan limbah penebangan dalam jumlah yang lebih sedikit sehingga
pemanfaatan kayu akan lebih optimal. Di samping itu pemanfaatan limbah penebangan menjadi
bahan baku industri pulp dan kertas, industri palet dan industri lainnya perlu lebih dioptimalkan
kembali sehingga keseluruhan manfaat yang diperoleh dari hasil hutan dapat didayagunakan secara
maksimal.
3. Optimalisasi Pemanfaatan Kayu
Salah satu upaya untuk menyediakan pasokan kayu adalah dengan melakukan optimalisasi
pemanfaatan kayu dari hutan alam melalui peningkatan pemanfaatan limbah pembalakan yang saat
ini besarnya mencapai 3050 % dan peningkatan pemanfaatan kayu berdiameter kecil (30-49 cm).
Kayu berdiameter kecil dan logging waste dapat dimanfaatkan untuk industri pengolahan kayu yaitu
diolah menjadi pulp logs atau chip untuk industri pulp, kayu gergajian untuk industri pallet, particle
board, dan blok board. Limbah pembalakan saat ini belum dapat dimanfaatkan karena perizinan
pembalakan dibatasi angka eksploitasi dan perizinan pengambilan limbah sulit diterapkan di
lapangan. Sedangkan untuk pemanfaatan kayu berdiameter kecil masih belum menarik karena
aturan kebijakan yang tidak mendukung seperti pengenaan tarif DR/PSDH dan pajak ekspor serta
check price yang disamakan dengan log berdiameter besar dan panjang. Kendala lain di sektor
industri yang dihadapi saat ini adalah penetapan besarnya pajak ekspor kayu gergajian sebesar 15 %
untuk semua jenis kayu dan kualita, sementara itu kayu gergajian kualitas rendah dan pendek
berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pallet dan bahan bangunan yang tidak perlu
diolah. Sehingga kebijakan tersebut tidak mendorong pengusaha untuk meningkatkan ekspor kayu
gergajian kualitas rendah karena nilai tambah yang diperolehnya lebih kecil.
Untuk lebih mengoptimalkan penyediaan kayu dari hutan tersebut maka perlu dibuat aturan
yang lebih cermat tentang pemanfaatan limbah pembalakan dan kayu berdiameter kecil, terutama
Tata Usaha Kayu (TUK) dan sistem pungutannya agar limbah pembalakan dapat dimanfaatkan untuk
bahan baku kayu olahan dan industri hilir lainnya sehingga memiliki nilai tambah. Sementara itu
pengenaan tarif DR/PSDH dan pajak ekspor seharusnya dibedakan antara kayu berdiameter kecil
(30-49 cm) dan yang berdiameter besar (50 cm up) sehingga dengan perbedaan tarif tersebut dapat
mendorong pemanfaatan kayu berdiameter kecil baik untuk kepentingan ekspor maupun untuk
-
34
diolah lebih lanjut. Demikian pula untuk pajak ekspor kayu gergajian hendaknya dibedakan antara
ukuran yang lebar, panjang dan pendek sehingga lebih kompetitif terlebih dengan besarnya peluang
ekspor untuk kayu gergajian ukuran kecil sebagai bahan baku pallet atau industri hilir lainnya .
Dengan diberlakukannya aturan yang mendukung pemanfaatan limbah pembalakan dan kayu
berdiameter kecil ini maka diharapkan industri dalam negeri akan didorong untuk berkembang
sehingga lebih efisien dan kompetitif serta pemanfaatan hasil hutan kayu dapat lebih optimal
khususnya dalam kaitannya dengan penyediaan kayu,
4. Pengelolaan Hutan Partisipatif
Dalam mendukung terwujudnya pengelolaan hutan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip
kelestarian dibutuhkan suatu sinergi antara pengelola hutan dengan masyarakat sekitar hutan.
Masyarakat sekitar hutan perlu lebih diarahkan sebagai penerima manfaat langsung dari hasil
pemanfaatan hutan tidak hanya sebagai penonton dalam pengusahaan hutan itu sendiri. Pengelola
hutan dalam hal ini dapat berasal dari pihak swasta atau BUMN harus berupaya untuk
menyeimbangkan dengan pola keberpihakan pada masyarakat di dalam dan di sekitar hutan dalam
pengelolaan hutan dan harus secara sungguh-sungguh berupaya melakukan pemberdayaan
ekonomi masyarakat melalui penggalian potensi perekonomian masyarakat desa yang
pengembangannya sesuai dengan keadaan sosial budaya setempat (Fattah, 1998). Dengan
terwujudnya hal tersebut diharapkan dukungan masyarakat dalam pengelolaan hutan akan tercipta
yang tercermin dalam tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya manfaat dan kelestarian
hutan sehingga intervensi negatif dari masyarakat dalam bentuk gangguan terhadap hutan akan
berkurang.
Dalam pengelolaan hutan partisipasif ini peranan masyarakat sekitar hutan secara bertahap
ditingkatkan di semua jajaran yang terlibat dalam pengelolaan hutan. Masyarakat diharapkan dapat
berperan aktif dalam pengelolaan hutan sebagai sumber daya alam yang harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya untuk rakyat. Bentuk keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan
dapat berupa suatu bentuk kemitraan dengan pengelola hutan (HPH/BUMN) dengan posisi transaksi
yang adil dan seimbang. Masyarakat sekitar hutan dapat menjadi subkontraktor berbagai kegiatan
pengusahaan hutan di bawah bimbingan jajaran pengelola hutan seperti pembibitan, pembukaan
lahan, penanaman, pemeliharaan, penebangan, pembuatan jalan, base camp, tata batas dll.
Keterlibatan masyarakat dalam model-model pemberdayaan ekonomi masyarakat seperti model
-
35
Inmas Tumpangsari, PMDH, model pengelolaan hutan payau dengan pola empang parit yang telah
berhasil perlu lebih diperluas sehingga masyarakat dapat menerima manfaat yang dapat membantu
meningkatkan taraf hidup mereka. Yang terpenting dalam penerapan program-program partisipasif
dalam pengelolaan hutan ini adalah adanya kesesuaian antara kebutuhan masyarakat sekitar hutan
dengan program yang ditawarkan. Selama ini kebijakan yang bersifat top down approachternyata
tidak selalu menguntungkan dan menjamin keberhasilan pembangunan, termasuk di sektor
kehutanan. Sehingga pola pendekatan buttom-up approachharus dilaksanakan dalam
mengidentifikasi kebutuhan masyarakat. Para pengelola hutan harus dapat bertindak sebagai
akselerator berupa pembinaan guna meningkatkan kemampuan internal masyarakat. Berbagai
bantuan yang telah diberikan dari program-program yang telah dijalankan jangan sampai hanya
meningkatkan ketergantungan masyarakat pada sekitar hutan pada pengelola hutan, karena pada
kenyataannya ekonomi masyarakat tidak diberdayakan dengan pola bantuan ini. Seluruh jajaran
pengelola hutan perlu memiliki pola pikir yang memandang masyarakat sebagai potensi dalam
pengelolaan hutan bukan sebagai ancaman, sehingga dapat diciptakan suatu bentuk kerja sama
yang sinergis antara pengelola hutan dengan masyarakat sekitar.
Pengelola hutan harus terus memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan karena
mustahil tanpa adanya dukungan dari masyarakat sekitar hutan maka pengelolaan hutan itu sendiri
akan berjalan lancar. Dukungan dari masyarakat yang tercermin dalam tingkat kesadaran akan
kelestarian hutan dapat membantu mengurangi tekanan terhadap hutan yaitu dalam bentuk
perambahan hutan dan penebangan liar yang saat ini marak terjadi sebagai gambaran salah satu
kegagalan dari pengelolaan hutan yang kurang melibatkan masyarakat.
5. Penindakan Illegal Logging
Telah menjadi rahasia umum bahwa pasokan kayu untuk memenuhi kebutuhan industri
pengolahan kayu saat ini diduga tidak sedikit yang berasal dari kegiatan penebangan liar. Hal
tersebut terlihat dari perkiraan potensi hutan di Indonesia dalam memenuhi kebutuhan industri
dengan kapasitas industri saat ini yang mengalami defisit kayu. Untuk memenuhi kebutuhan kayu
tersebut banyak industri pengolahan kayu yang membeli kayu dari hasil penebangan liar. Para
pemilik modal lebih memilih untuk membeli kayu hasil penebangan liar karena harganya relatif lebih
murah karena tidak terbebani dengan pungutan-pungutan hasil hutan. Kegiatan penebangan liar
merupakan masalah yang bersifat multidimensi karena melibatkan banyak stakeholdersdi dalamnya.
-
36
Tekanan dunia internasional atas maraknya kegiatan penebangan liar di Indonesia semakin
meningkat terlihat dari dimasukkannya poin pemberantasan penebangan liar sebagai salah satu
syarat dalam perjanjian Indonesia dengan International Monetary Found (IMF) dalam persyaratan
pencairan dana pinjaman. Hal tersebut menjadikan masalah penebangan liar sebagai suatu masalah
krusial yang perlu mendapat penanganan lebih lanjut secara komperehensif. Penindakan tegas yang
komperehensif baik secara administratif maupun secara hukum terhadap keterlibatan para
stakeholders dalam kegiatan penebangan liar tersebut perlu dilakukan dimulai dari pemilik modal,
pelaku, penadah kayu hasil penebangan liar dan peredaran hasil hutan ilegal, industri pengolah,
oknum aparat pemerintah maupun aparat keamanan yang disinyalir menjadi bagian dari mata rantai
kegiatan penebangan liar sampai aktor intelektual di belakang kegaiatan ini. Pemerintah dalam hal
ini beberapa instansi terkait perlu melakukan koordinasi dalam melakukan tindakan preventif serta
menindak tegas para pelaku dibelakang kegiatan penebangan liar ini. Diantaranya Departemen
Kehutanan, Aparat Kepolisian RI, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen
Perhubungan dan Telekomunikasi, Jaksa Agung, dan Departemen Kehakiman dan Hak Azasi Manusia
untuk memberikan sanksi administratif dan pidana terhadap para pelaku kegiatan penebangan liar.
Kerjasama antara Departemen Terkait dengan Aparat Kepolisian dalam penegakan hukum dapat
dilakukan dengan cara pengajuan seluruh oknum yang terlibat tanpa pandang bulu baik dari pemilik
modal, pelaku, penadah kayu hasil penebangan liar dan peredaran hasil hutan ilegal, industri
pengolah, oknum aparat pemerintah maupun aparat keamanan untuk diselidiki dan selanjutnya
diajukan ke pengadilan dengan tuntutan maksimal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Tindakan tegas di tempat terhadap para oknum yang terlibat perlu
ditegakkan seperti pencabutan izin HPH dan IPK yang terbukti melanggar ketentuan, pencabutan
izin IPKH terhadap IPKH yang telah terbukti menggunakan bahan baku yang tidak jelas dan
menampung bahan baku ilegal, serta pemberian sanksi terhadap para administratur pelabuhan yang
masih melayani angkutan kayu ilegal merupakan salah satu bentuk tindakan tegas yang perlu
dilakukan dalam hal ini.
Perangkat hukum yang berlaku harus mendukung sepenuhnya terhadap penindakan kegiatan
penebangan liar. Penyusunan perangkat perundang-undangan yang mengatur ketentuan-ketentuan
sanksi hukum yang tegas perlu dilakukan dari tingkat pusat sampai tingkat kabupaten di daerah.
Demikian pula dengan sosialisasi peraturan perundangan yang mengatur ketentuan-ketentuan
penanggulangan penebangan liar serta pedoman-pedoman pembangunan hutan lestari harus
-
37
dilakukan secara kontinyu untuk dapat diperoleh pemahaman dan kesadaran terhadap tegasnya
sanksi hukum dan pentingnya menjaga kelestarian hutan dalam masyarakat.
2.5.2 Plantation Manajemen
Untuk menghasilkan kualitas jati yang baik, dilakukanlah sistem manajemen penanaman, yang
dimulai dengan penentuan lokasi penanaman.
a. Site effects
Lokasi penanaman pohon jati, harus sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan jati.
Perkebunan jati telah didirikan di seluruh daerah tropis, di dalam dan di luar jangkauan distribusi
alaminya. Hal mencakup berbagai kondisi iklim, yaitu dari jenis khatulistiwa dengan jenis sub-tropis
dengan berbagai curah hujan dan suhu 500-3,500 mm dan 2 -48 C (kisaran minimum dan
maksimum). Kondisi tanah yang bervariasi dari tanah asam sampai tanah aluvial yang subur juga
mempengaruhi pertumbuhan dan karakter pohon lain seperti bentuk batang, modus bercabang,
pembungaan dan kualitas kayu dll.
Umumnya, tempat tanam yang lokasi basah, misalnya di sepanjang tepi sungai atau di hutan jati
lembab rendah, biasanya berwarna lebih gelap daripada kayu dari kondisi lokasi kering. Sebuah
studi pada variasi klonal dalam warna dan tekstur kayu di Thailand dalam tes klonal berusia 20 tahun
jelas menunjukkan bahwa warna kayu jati dan tekstur sangat dipengaruhi oleh lokasi penanaman
.Dalam tes ini, klon pohon dari lokasi yang berbeda menghasilkan warna kayu yang berbeda (coklat
yaitu gelap, coklat keemasan, warna coklat muda, dan tekstur kayu, yaitu batu-kayu dan lilin-kayu
tekstur). Penyebab variasi tersebut masih belum diketahui tetapi mungkin karena perbedaan dalam
kimia tanah dan kadar air di dua lokasi penanaman.
Dalam penanaman jati, faktor-faktor pertumbuhannya harus diperhatikan. Berikut adalah factor
pertumbuhan pohon jati :
a. Rainfall and moistures
Untuk produksi kayu berkualitas tinggi dengan pertumbuhan yang optimal, kondisi kelembaban
antara 1.200 dan 2.500 mm dengan musim kemarau yang ditandai dari 3-5 bulan .
-
38
b. Soil & Light
Jati tumbuh baik di lokasi tanah aluvial yang berasal dari batu kapur , sekis , gneiss , serpih ( dan
beberapa batuan vulkanik , seperti basalt) . Untuk pencahayaan, dibutuhkan intensitas cahaya yang
tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
c. Seed
Pasokan benih merupakan salah satu faktor yang paling penting membatasi program
penanaman jati . Hal ini terutama terjadi di negara-negara di mana jati ditanam sebagai spesies
eksotis dan benih yang digunakan dari domestifikasi.
Manajemen umum untuk pohon jati meliputi jarak , penyiangan , perlindungan kebakaran ,
serangga dan penyakit perlindungan dan menipis .
a. Planting Spacing
Jarak awal perkebunan jati bervariasi ( 1,8 1,8-4 4 m ) tergantung pada banyak faktor seperti
kualitas situs , biaya pendirian, pemanfaatan kayu kecil , sistem tanam , misalnya agroforestry ,
tumpang sari dll. Namun , kualitas situs tampaknya menjadi faktor prioritas ukuran jarak dalam
program penanaman jati . Hasil uji coba jarak 12 tahun ( 2 2 , 3 3 , 4 4 , 6 6 m ) di Thailand
jelas menunjukkan efek dari jarak awal pada pertumbuhan , kualitas dan pengendalian gulma di
perkebunan jati situs yang berbeda induk kondisi .
Dalam kondisi situs kering , di mana tingkat pertumbuhan awal dari perkebunan miskin (
misalnya < 1,0 meter per tahun tinggi ) , jarak dekat dari 2 2 m yang paling cocok . Sebaliknya, jarak
awal dapat lebih luas sampai dengan 4 4 m , yaitu untuk pengurangan biaya , di bawah kondisi
situs yang baik ( Kaosa - ard , 1980 ) . Berdasarkan penelitian ini , 3 3 m spasi ( 1.111 pohon / ha )
telah direkomendasikan dan digunakan sebagai jarak rutin di Thailand . Namun, di daerah dimana
jarak yang lebih lebar diperlukan untuk penerapan sistem wanatani atau mesin penyiangan , 4 2 m
jarak ( 1.250 pohon / ha ). Hasil yang sama uji jarak dilaporkan dari India di mana jarak dekat dari 1,8
1,8 m dan jarak yang lebih lebar dari 3,6 3,6 m cocok untuk ( curah hujan < 1.500 mm ) kondisi
lokasi kering dan baik masing-masing ( Tewari , 1992 ) . Berbagai jarak digunakan dalam
pembangunan perkebunan jati di bawah kondisi situs yang berbeda seperti 2,5 2,5 m , 2,7 2,7 ,
3,6 1,8 m dan 3,6 2,7 m di India, 2 2 m di Bangladesh, 2 3 dan 3 3 m di Cina, 2,5 2,0 m di
Karibia dan Amerika Tengah, 2,6 2,6 m di Myanmar, 3 3 m di Sri Lanka dan 3 2 m sampai 5 2
m di Indonesia.
-
39
b. Planting Time
Waktu tanam berpengaruh pada kelangsungan hidup dan pertumbuhan di perkebunan jati .
Waktu tanam yang paling cocok untuk jati ialah setelah hujan atau awal musim hujan . Studi
pembangunan fenologi Thailand menunjukkan pentingnya waktu tanam , terutama pada
pertumbuhan. Jati hanya memiliki satu periode pertumbuhan siram sepanjang tahun. Pertumbuhan
tunas , sebagaimana dinyatakan dalam persentase pertumbuhan tahunan , dimulai segera setelah
hujan pertama ( akhir April ) , mencapai puncaknya pada awal musim hujan ( Mei-Juni ) , kemudian
menurun tajam di tengah-tengah musim hujan (Juli - Oktober) dan berakhir dalam musim kemarau
(November - April). Berdasarkan hasil penelitian, jati ditanam tepat sebelum atau selama periode
pertumbuhan flush, yaitu antara akhir April dan awal Juni , tergantung pada awal hujan monsoon
pertama.
c. Weeding
Pertumbuhan dan perkembangan jati akan berkurang tajam dalam kondisi cahaya yang gelap.
Oleh karena itu , penyiangan intensif sangat diperlukan dari awal berdirinya perkebunan , yaitu 1-3
tahun.
d. Thinning
Penjarangan pertama dilakukan pada 5-10 tahun setelah tanam , tergantung pada kualitas situs
dan ukuran jarak awal. Umumnya , di bawah situs yang baik dan jarak dekat ( 1,8 1,8 m dan 2 2
m) ( penjarangan mekanik ) penjarangan pertama dan kedua dilakukan pada 5 dan 10 tahun. Di
kawasan Karibia dan Amerika Tengah , penjarangan dilakukan ketika ketinggian perkebunan adalah
8 dan 16 m.
e. Insect Damage
Serangga merupakan masalah serius di perkebunan jati . Hal ini tentu saja terjadi ditempat
perkebunan pohon jati. Serangga yang paling umum yang menyebabkan perkebunan kerusakan
parah adalah defoliators dan penggerek batang . Serangga Defoliator menyebabkan defoliasi parah
dan , karenanya , mengurangi tingkat pertumbuhan , dominasi apikal dan kapasitas produksi benih
perkebunan , daerah produksi benih dan kebun benih . Defoliator paling penting yang menyebabkan
kerusakan parah di perkebunan jati di daerah tropis adalah Hyblaea puera Cramer ( Hyblaeidae ) dan
Eutectona machaeralis. Wabah serangga ini dapat terjadi 2 atau 3 kali selama musim. Setelah wabah
, terutama dari Hyblaea puera , laju pertumbuhan perkebunan dapat dikurangi sebanyak 75 % .
-
40
Pengendalian wabah serangga ini membutuhkan penerapan kimia dan biologi , egBacillus
thuringiensis atau agen BT .
Penggerek batang menyebabkan kerusakan parah di perkebunan muda ( 1-5 tahun ) yang
menyebabkan kematian pohon karena penurunan laju pertumbuhan dan kualitas batang .
Penggerek batang yang sering ditemui di perkebunan jati ialah kopi penggerek Zeuzera coffeae (
Cossidae ) . Di Thailand serangga ini menyebabkan kerusakan parah di perkebunan swasta di mana
lokasi penanaman sebelumnya tebu dan bidang tapioka. Saat ini, tidak ada bahan kimia praktis dan
metode biologis untuk mengendalikan wabah dari penggerek beehole . Perlakuan silvikultur seperti
penyiangan , pembakaran kontrol, dan tumpang sari mungkin satu-satunya metode yang dapat
mengurangi populasi serangga.
2.6 Market
a. Global Market
Dalam beberapa tahun , pasokan dunia dari Jati akan tergantung pada output dari Dedicated
Tropical Hardwood Plantations . Amerika Serikat dan Kanada bersama-sama membentuk pasar
terbesar ketiga untuk Jati mentah di dunia ( setelah Masyarakat Eropa dan Asia Tenggara ) . Selama
tahun 1998 , mereka mengimpor sekitar US $ 50 juta senilai Jati . Nilai rata-rata semua bentuk Jati
baku impor ke Amerika Utara selama tahun 1998 , termasuk kayu jati berkualitas tinggi dan berasal
dari penjarangan , adalah US $ 830 per meter kubik . Pada hari ini , harga telah meningkat menjadi
sekitar US $ 1100 per meter kubik .
Nilai kayu jati berkualitas tinggi yang diimpor dari Singapura , Indonesia dan Myanmar
mendekati US $ 1.035 per meter kubik pada tahun 1999 . Jumlah berkualitas Jati yang tersedia di
Pasar Dunia telah menurun dalam dekade terakhir dan harga telah meningkat . Meskipun harga Jati
mentah bervariasi sejak tahun 1988 , nilai Jati baku diimpor ke Amerika Utara telah meningkat pada
tingkat tahunan rata-rata 3 sampai 4 % . Selama dua tahun terakhir , kenaikan harga rata-rata
tahunan telah meningkat menjadi 13,4 % .
Permintaan dunia Pasar Jati terus tumbuh . Keindahan , kekuatan, daya tahan , dan kekerasan
hutan ini membuat mereka bahan pilihan untuk berbagai aplikasi . Pasar dunia menyerap semua
pasokan yang tersedia baik sebelum permintaan untuk kayu keras ini terpenuhi . Akibatnya,
-
41
kenaikan harga alami selama sepuluh tahun terakhir diperkirakan akan berlanjut di masa depan.
Pada harga saat ini sekitar US $ 1500 per meter kubik ( Juli 2006) untuk Grade A log FOB Burma ,
kayu jati mentah sudah salah satu kayu keras yang paling mahal di dunia. Ketika pasokan yang masih
tersisa signifikan Burma Jati habis , harga per meter kubik mungkin melebihi kenaikan tahunan rata-
rata sepuluh tahun terakhir . Sebagai hasil dari proyeksi ini , mudah diverifikasi di situs web khusus
dalam perdagangan kayu , ada minat baru dalam menanam pohon jati .
b. Market in Indonesia
Beragamnya penggunaan kayu jati yang menyebabkan tingginya permintaan akan bahan baku
kayu jati selama ini, tidak diimbangi denga laju produksi tanamannya. Hal ini dapat dibuktikan dari
kebutuhan jati olahan untuk Indonesia sebesar 2.5 juta m3 per tahun. Jumlah tersebut ternyata baru
dapat terpenuhi sebesar 0,8 juta m3 per tahun. Dengan demikian terdapat kekurangan pasokan jati
olahan di dalam negri sebesar 1,7 juta m3 per tahun, kemudian pada tahun 2008 angka pasokan
tersebut merosot sangat tajam dari 0,8 juta m3 menjadi 0,66 juta m3.
Selama ini pasokan kayu jati utama di Indonesia didominasi oleh PT. Perhutani. Berdasarkan
data, produksi kayu jati yang dikelola oleh PT. Perhutani rata rata 800.000 m3 per-tahun. Dari Total
produksi tersebut sekitar 85 %-nya dijual dalam bentuk Log (batangan gelondongan) sisanya
digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri milik PT.Perhutani dan Industri Mitra
kerja sama pengolahan (KSP) Perhutani dengan swasta.
PT.Perhutani hanya mengeluarkan kayu dalam bentuk logs untuk kebutuhan industri swasta
sebanyak 762.654.m3. Padahal kebutuhan kayu jati sebagai bahan baku industri mebel untuk sekitar
1.500 perusahaan adalah sekitar 2 juta m3. Hal ini berarti peluang dapat dimanfaatkan oleh
pengebun kayu jati baik perorangan maupun perusahaan swasta, sebagaimana rencana penanaman
pohon jati unggul/jatimas/jati genjah.
Jika dilihat dari harganya, nilai rupiah yang diperoleh dari kayu jati tidak disangsikan lagi, karena
harga jualnya selalu meningkat dari waktu kewaktu, Sebagai ilustrasi harga jual didalam negri (data
Tahun 2009) untuk kayu jati gergajian adalah Rp.sekitar Rp.6 - 8 juta /M3 dan harga jual jati
dipasaran luar negri (pasar eksport) rata rata sekitar Rp.17 juta /m3.
Jika jati gergajian kayu jati diolah didalam negeri dan kemudian hasilnya dieksport dalam bentuk
mebel, keuntungan yang akan diperoleh akan semakin besar yakni 2,6 kali lipat. Sebagai contoh : 1
-
42
m3 kayu jatii gergajian dengan harga.Rp.8 juta dapat menghasilkan 10 buah meja lipat oval,dengan
harga satuan $ US.305, atau setara dengan Rp.2.895.000,-maka dalam 1 m3 setara denga 10 meja
oval akan menghasilkan Rp.28.895.000,- sementara itu 1 container mampu memuat 142 bahan jadi
(knock down) maka 1 container bernilai $ US 305. x 142 = 43.310, Added Value (nilai tambah) yang
dihasilkan dari bahan baku menjadi produksi jatii sebesar 267 %, angka ini diperoleh dari perbedaan
harga dasar kayu jatii dengan harga jual mebel jadi (jati olahan).
Untuk jenis meja mebel lain dari bahan jati yang memiliki pasaran cukup luas di luar negri adalah
folding square table (meja lipat persegi) Sementara itu jenis kursi berbahan jati yang banyak disukai
adalah steamer chair (kursi lipat untuk berjemur yang biasa ditempatkan dipinggir kolam renang
keluarga) adjustbale folding chair (kursi taman knock down) dan folding slat chair (kursi meja makan
dirumah makan atau restoran).Negara peng-import utama jati asal indonesia adalah Amerika
Serikat,Taiwan, Hongkong,Korea, India dan Uni Emirat Arab, serta Italia untuk handcraft. Selama
tahun 2007-2009, eksport kayu jati indonesia untuk negara negara importir tersebut mengalami
peningkatan yang sangat tajam. Peningkatan tersebut tidak hanya dari volume eksport tetapi juga
nilai eksport dalam $ USD.
Berikutnya, jika kita melihat ke zaman dulu, kayu jati jawa telah dimanfaatkan sejak zaman
Kerajaan Majapahit. Jati terutama dipakai untuk membangun rumah dan alat pertanian. Sampai
dengan masa Perang Dunia Kedua, orang Jawa pada umumnya hanya mengenal kayu jati sebagai
bahan bangunan. Kayu-kayu bukan jati disebut kayu tahun. Artinya, kayu yang keawetannya untuk
beberapa tahun saja.
Selain itu, jati digunakan dalam membangun kapal-kapal niaga dan kapal-kapal perang.
Beberapa daerah yang berdekatan dengan hutan jati di pantai utara Jawa pun pernah menjadi pusat
galangan kapal, seperti Tegal, Juwana, Tuban, dan Pasuruan. Namun, galang kapal terbesar dan
paling kenal berada di Jepara dan Rembang, sebagaimana dicatat oleh petualang Tom Pires pada
awal abad ke-16. VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie, K