JangkaR edisi 9

4
Memperingati Hari Pahlawan, Sekar Bumi Hong Kong menggelar acara lomba bertajuk menggali potensi seni & budaya BMI Hong Kong di Yuen Long, Minggu (9/11) Berita di halaman 2 Krisis Global, Indonesia Terancam Banjir Pengangguran GelaraN Redaksi J ANGKA R Penanggungjawab: Presidium Sekar Bumi, Koordinator: Etik Juwita, Redaksi: Yukee Muchtar, Zando Aurilia, Rida, Fotografer: Alip, Marketing: Tarini Sorrita Telepon : (852) 9518 2874, 9769 2569 Alamat Redaksi : Wan Chai, Hong Kong, Alamat Email: [email protected], [email protected] Terbit Setiap Bulan Diterbitkan Oleh Sekar Bumi Hong Kong J ANGKA R 1 J ANGKA R Media Alternatif Buruh Migran Indonesia Buletin Bulanan Vol. I, No.9, November 2008 Website : http://sekarbumihk.multiply.com & http://sekarbumi.hk.blogspot.com D EPARTEMEN Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) mencatat tiga negara berpotensi melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran pada buruh migran Indonesia (BMI) yang berujung pada deportasi. “Negara-negara yang fatal itu Taiwan, Hong Kong dan Malaysia. Kalau Jepang nggak, Timur Tengah juga hanya reguler habis kontrak biasa, Brunai aman,” jelas Menakertrans Erman Suparno di Jakarta, Selasa (25/11). Sepert dilansir Detik.com, Erman mengatakan PHK itu imbas dari krisis ekonomi global yang sedang terjadi. Sementara Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Da’i Bachtiar mengatakan sebanyak 300 ribu BMI yang bekerja di Malaysia terancam PHK, meskipun ia juga menambahkan bahwa sampai dengan hari ini masih belum terasa karena para BMI umumnya masih terikat kontrak. Para BMI yang terancam PHK itu adalah BMI yang bekerja di sektor industri sedang BMI yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga diprediksi masih relatif aman. Namun kekhawatiran soal PHK bagi BMI sektor rumah tangga muncul di Hong Kong mengikuti gelombang PHK terhadap para pekerja sektor perbankan dan pekerja kerah putih lainnya. Sekjend Sekar Bumi, Yukee Muchtar, mengkhawatirkan bahwa bukan tak mungkin para majikan yang kena PHK kantornya bakal segera men-terminate pembantunya. “Kita kan mesti siap-siap kalau sewaktu-waktu majikan kena pecat kantornya,” ujarnya. Ketua Indonesian Migrant Workers Union (IMWU), Rusemi dihubungi via telepon pada Rabu (26/11) mengatakan pihaknya belum menerima laporan ada BMI yang terkena PHK terkait dengan PHK yang dialami oleh masyarakat Hong Kong. Tapi ia yakin bahwa kemungkinan akan banyak BMI terkena PHK itu lambat tapi pasti akan terjadi mengingat banyaknya para karyawan di Hong Kong yang terkena PHK. Sementara Eni Lestari, Ketua Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) di Hong Kong mengakui pihaknya telah menerima laporan seorang BMI yang terkena terminit majikan karena majikannya terkena PHK dan seorang BMI lainnya harus tidak libur di hari Minggu karena majikan yang baru terkena PHK harus bekerja pada hari itu. Senada dengan Rusemi, Eni juga merasa jumlah BMI yang bakal terkena PHK akan semakin bertambah.Ia bahkan meramalkan pemerintah Hong Kong akan semakin ketat dalam peraturan yang pada gilirannya akan membuat banyak BMI overstay. Sementara di Tanah Air, lebih dari 20 ribu pekerja dari lima provinsi sudah dilaporkan ke Depnakertrans akan terkena PHK, dari jumlah itu 1.396 sudah di-PHK. Lima provinsi itu adalah Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, dan Maluku Utara. *** Anggie Camat/Etik Juwita BMI & Krisis Global S EJAK akhir Oktober lalu, dan kemungkinanan hingga akhir tahun nanti, nilai tukar rupiah terhadap dollar Hong Kong cukup tinggi. Satu HK dollar yang biasanya berkisar Rp 1120, membengkak menjadi di atas Rp 1500. Apa yang sebenarnya terjadi? Di satu sisi, kita senang karena uang dollar kiriman kita ke kampung halaman bisa menjadi berlipat-lipat jika dirupiahkan. Namun di sisi lain, kita tahu bahwa nilai mata uang rupiah sebenarnya melemah dan menjadi tak ada harganya. Semua harga kebutuhan barang dan jasa di dalam negeri juga melonjak tak terkira. Semua ini terjadi karena krisis ekonomi global yang tengah menimpa dunia yang dipicu ambruknya ekonomi Amerika Serikat. Dampak lanjutan dari krisis ini adalah melonjaknya angka pengangguran karena semua pabrik, perbankan, dan semua perusahaan barang dan jasa tak sanggup membiayai operasional dan mesti mengurangi pekerjanya. Di Hong Kong, ratusan pekerja bank dan pekerja kantoran lainnya juga telah kena PHK. Ini menimbulkan kekhawatiran bahwa kita juga bakal terkena imbasnya. Bagaimana jika majikan yang mempekerjakan kita terkena PHK dan akhirnya juga memecat kita? Apa yang bisa kita lakukan di tanah air saat pemerintah juga tak bisa memberikan lapangan kerja? Pada akhirnya, sudah saatnya, kita mesti menyadari bahwa ada sistem yang salah yang telah terjadi selama ini. Sebuah sistem yang membuat kita, kaum miskin dari negara berkembang, terpaksa menjadi buruh di negeri-negeri kaya. Sebuah sistem yang tak adil dan hanya berpihak pada kaum kaya. Krisis ekonomi yang terjadi saat ini menjadi bukti hal tersebut. Kini, satu-satunya yang kita butuhkan adaah membangun solidaritas seluas mungkin, agar kita bisa menghadapi segala kemungkinan. ***

description

Buletin terbitan organisasi buruh migran Indonesia di Hong Kong, Sekar Bumi, terbit tiap bulan.

Transcript of JangkaR edisi 9

Page 1: JangkaR edisi 9

Memperingati Hari Pahlawan, Sekar Bumi Hong Kong menggelar acara lomba bertajuk menggali potensi seni & budaya BMI Hong Kong di Yuen Long, Minggu (9/11) Berita di halaman 2

Krisis Global, Indonesia Terancam Banjir Pengangguran

GelaraN

Redaksi JANGKAR

Penanggungjawab: Presidium Sekar Bumi, Koordinator: Etik Juwita, Redaksi: Yukee

Muchtar, Zando Aurilia, Rida, Fotografer: Alip, Marketing: Tarini Sorrita

Telepon : (852) 9518 2874, 9769 2569

Alamat Redaksi : Wan Chai, Hong Kong, Alamat Email: [email protected],

[email protected]

Terbit Setiap Bulan

Diterbitkan Oleh Sekar Bumi Hong Kong

JANGKAR• 1

JANGKAR Media Alternatif Buruh Migran Indonesia Buletin Bulanan Vol. I, No.9, November 2008

Website : http://sekarbumihk.multiply.com & http://sekarbumi.hk.blogspot.com

DEPARTEMEN Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) mencatat tiga negara berpotensi melakukan

pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran pada buruh migran Indonesia (BMI) yang berujung pada deportasi.

“Negara-negara yang fatal itu Taiwan, Hong Kong dan Malaysia. Kalau Jepang nggak, Timur Tengah juga hanya reguler habis kontrak biasa, Brunai aman,” jelas Menakertrans Erman Suparno di Jakarta, Selasa (25/11). Sepert dilansir Detik.com, Erman mengatakan PHK itu imbas dari krisis ekonomi global yang sedang terjadi.

Sementara Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Da’i Bachtiar mengatakan sebanyak 300 ribu BMI yang bekerja di Malaysia terancam PHK, meskipun ia juga menambahkan bahwa sampai dengan hari ini masih belum terasa karena para BMI umumnya masih terikat kontrak. Para BMI yang terancam PHK itu adalah BMI yang bekerja di sektor industri sedang BMI yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga diprediksi masih relatif aman.

Namun kekhawatiran soal PHK bagi BMI sektor rumah tangga muncul di Hong Kong mengikuti gelombang PHK terhadap para pekerja sektor perbankan dan pekerja kerah putih lainnya. Sekjend Sekar Bumi, Yukee Muchtar, mengkhawatirkan bahwa bukan tak mungkin para

majikan yang kena PHK kantornya bakal segera men-terminate pembantunya. “Kita kan mesti siap-siap kalau sewaktu-waktu majikan kena pecat kantornya,” ujarnya.

Ketua Indonesian Migrant Workers Union (IMWU), Rusemi dihubungi via telepon pada Rabu (26/11) mengatakan pihaknya belum menerima laporan ada BMI yang terkena PHK terkait dengan PHK yang dialami oleh masyarakat Hong Kong. Tapi ia yakin bahwa kemungkinan akan banyak BMI terkena PHK itu lambat tapi pasti akan terjadi mengingat banyaknya para karyawan di Hong Kong yang terkena PHK. Sementara Eni Lestari, Ketua Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) di Hong Kong mengakui pihaknya telah menerima laporan seorang BMI yang terkena terminit majikan karena majikannya terkena PHK dan seorang BMI lainnya harus tidak libur di hari Minggu karena majikan yang baru terkena PHK harus bekerja pada hari itu.

Senada dengan Rusemi, Eni juga merasa jumlah BMI yang bakal terkena PHK akan semakin bertambah.Ia bahkan meramalkan pemerintah Hong Kong akan semakin ketat dalam peraturan yang pada gilirannya akan membuat banyak BMI overstay.

Sementara di Tanah Air, lebih dari 20 ribu pekerja dari lima provinsi sudah dilaporkan ke Depnakertrans akan terkena PHK, dari jumlah itu 1.396 sudah di-PHK. Lima provinsi itu adalah Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, dan Maluku Utara. ***

Anggie Camat/Etik Juwita

BMI & Krisis Global

SEJAK akhir Oktober lalu, dan kemungkinanan hingga akhir tahun nanti, nilai tukar rupiah terhadap

dollar Hong Kong cukup tinggi. Satu HK dollar yang biasanya berkisar Rp 1120, membengkak menjadi di atas Rp 1500. Apa yang sebenarnya terjadi?

Di satu sisi, kita senang karena uang dollar kiriman kita ke kampung halaman bisa menjadi berlipat-lipat jika dirupiahkan. Namun di sisi lain, kita tahu bahwa nilai mata uang rupiah sebenarnya melemah dan menjadi tak ada harganya. Semua harga kebutuhan barang dan jasa di dalam negeri juga melonjak tak terkira.

Semua ini terjadi karena krisis ekonomi global yang tengah menimpa dunia yang dipicu ambruknya ekonomi Amerika Serikat. Dampak lanjutan dari krisis ini adalah melonjaknya angka pengangguran karena semua pabrik, perbankan, dan semua perusahaan barang dan jasa tak sanggup membiayai operasional dan mesti mengurangi pekerjanya.

Di Hong Kong, ratusan pekerja bank dan pekerja kantoran lainnya juga telah kena PHK. Ini menimbulkan kekhawatiran bahwa kita juga bakal terkena imbasnya.

Bagaimana jika majikan yang mempekerjakan kita terkena PHK dan akhirnya juga memecat kita? Apa yang bisa kita lakukan di tanah air saat pemerintah juga tak bisa memberikan lapangan kerja?

Pada akhirnya, sudah saatnya, kita mesti menyadari bahwa ada sistem yang salah yang telah terjadi selama ini. Sebuah sistem yang membuat kita, kaum miskin dari negara berkembang, terpaksa menjadi buruh di negeri-negeri kaya. Sebuah sistem yang tak adil dan hanya berpihak pada kaum kaya. Krisis ekonomi yang terjadi saat ini menjadi bukti hal tersebut. Kini, satu-satunya yang kita butuhkan adaah membangun solidaritas seluas mungkin, agar kita bisa menghadapi segala kemungkinan. ***

Page 2: JangkaR edisi 9

K r o n i K

Tari tradisional “Merak’ Sekar Bumi

tampil sebagai pengisi acara dalam Sekar Bumi Cup. Acara

ini mengusung teme; menggali potensi

seni & budaya buruh migran Indonesia, di Yuen Long, Minggu

(9/11)

P a n g g u n G

Sekar Bumi Hip Hop tampil sebagai pengisi

acara dalam lomba tari modern & tradisional di Town Hall, Yuen

Long, Hong Kong, Minggu (9/11)

Salah Satu pemenang lomba tari tradisional ‘Pelangi’. Acara yang

diselenggarakan oleh-Sekar Bumi di Town

Hall, Yuen Long dalam rangka memper-

ingati Hari Pahlawan. Minggu (9/11)

Para pemenang lomba karaoke sedang foto bersama usai men-

erima piala dan hadiah dalam lomba bertajuk Menggali Potensi Seni

& Budaya BMI yang di selenggarakan Sekar

Bumi di Town Hall, Yuen Long, Minggu

(9/)

Tari “Garuda’ Sekar Bumi tampil dalam pentas budaya yang

diselenggarakan oleh warga lokal Discovery

Bay, Hong Kong, Minggu (16/11)

Selaini tari tradisional, Sekar Bumi menge-

luarkan tari ‘Babu’ dalam pentas budaya yang diselenggarakan oleh warga lokal Dis-

covery Bay, Hong Kong, Minggu (16/11)

2 •JANGKAR

dengan pahlawan nasional pembela kemerdekaan, “Perjuangan kita sebagai BMI tentu berkaitan dengan perjuangan para pahlawan pembela kemerdekaan Republik Indonesia. Di masa kini, dalam keadaan negara sedang terpuruk saat ini, kita selain bertugas sebagai pahlawan penghasil devisa negara juga mempunyai tugas sebagai duta budaya bangsa.” imbuhnya.

Selain penampilan dari peserta lomba, acara itu juga diramaikan dengan tari-tarian baik tradisional

m a u p u n m o d e r n , l a g u -lagu anti penindasan d e n g a n d i i r i n g i gitar dan k e n d a n g dari Sekar B u m i

sendiri, juga diramaikan oleh penampilan dari pemuda-pemudi lokal dari sebuah komunitas tari diYuen Long.

Tyas Retno Wulan, pengajar dan peniliti dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jenderal Soedirman, yang bertindak sebagai salah seorang juri dalam lomba tari tradisional menyatakan salut atas upaya dan kerja keras BMI dalam memupuk kreatifitasnya, mengingat waktu libur yang hanya sekali dalam seminggu dan peralatan-peralatan tari yang harus pula disiapkan dan dibiayai sendiri. Selain itu Tyas juga sempat menilai bahwa interaksi sosial BMI sangat baik.

Tampil sebagai juara pertama Lomba Tari Tradisional adalan Pelangi Dancer, disusul juara kedua Alexa Dancer, sedangkan di kategori Lomba Tari Modern tampil sebagai juara pertama adalah Pelangi Dancer, dan Nongkrong Bareng Fans (NBF) di urutan kedua. Lomba Karaoke juara satu, dua dan tiga, berurutan adalah peserta nomor 13, 14 dan 15.

Acara lomba memperebutkan Piala Sekar Bumi Cup, sertifikat dan hadiah berupa barang dan uang tunai disponsori Prisma Cash n Credit, Toko Anugrah, Garuda Indonesia, Candra Remittance, Toko Srikandi dan lain-lain. ***

DALAM rangka memperingati Hari Pahlawan, Seni Karya Buruh Migran Indonesia

(Sekar Bumi) Hong Kong menggelar acara lomba menyanyi dan menari di Yuen Long pada Minggu (9/11) lalu. Bertempat di Gedung Yuen Long Town Hall, Kai Yuk Road Yuen Long, acara berlangsung dari jam 11 sampai dengan jam 5 petang dan dihadiri tak kurang dari 400 orang yang mayoritas adalah buruh migran Indonesia (BMI).

Acara yang mengambil tema “Menggali Kreatifitas S e n i B u d a y a BMI” ini menggelar tiga jenis k a t e g o r i l o m b a y a i t u , L o m b a Tari Tradisional Indonesia, Lomba Tari Modern, dan Lomba Menyanyi (karaoke). Lomba Tari Tradisional dan Lomba Tari Modern masing-masing diikuti oleh 6 group penari, sedangkan Lomba Menyanyi diikuti oleh 31 peserta perseorangan dengan melibatkan masing-masing tiga juri untuk setiap kategori perlombaan.

Deo Mandala Putra yang bertindak sebagai Ketua Panitia dalam sambutannya mengatakan bahwa acara itu diselenggarakan untuk mempererat tali persaudaraan antar BMI sekaligus menggali potensi seni para BMI. Deo juga mengatakan arti penting rasa persatuan dan persaingan sehat dalam berkreatifitas demi memaksimalkan potensi dalam diri buruh migran.

Sedangkan Anggie, Ketua Sekar Bumi, dalam pidatonya sempat mengingatkan para BMI yang datang saat itu tentang laku penindasan yang masih diderita oleh BMI, “BMI di mana pun saat ini sedang mengalami penindasan. Dan penindasan itu harus dilawan. Salah satu cara untuk melawan penindasan itu adalah dengan memupuk potensi dalam diri kita. Menggali kemampuan berkesenian adalah salah satu cara yang bisa kita gunakan untuk melawan,” ungkapnya.

Anggie, yang juga akrab dipanggil Camat juga mengatakan, bahwa yang dilakukan BMI adalah perjuangan, sama

Acara Sekar BumiLuber Penonton

Karin Lily/Etik Juwita

Page 3: JangkaR edisi 9

H o r i z o N

P e r s p e k t i F

JANGKAR• 3

GFMD dan Runtuhnya Sebuah PrinsipRie Rie

SEORANG perempuan buruh migran Indonesia - Hong Kong (BMI-HK) berada

di depan sebuah money changer dengan muka bingung. Lagi dan lagi dipandanginya papan pengumuman tentang kurs rupiah terhadap dolar Hongkong pada hari itu, Rabu 19 November 2008.

Rp 1.530 adalah angka tertinggi selama bulan belakangan ini. Angka yang juga menunjukkan keterpurukan perekonomian Indonesia di mata dunia. Kembali dia menghitung, mengalikan jumlah uangnya dengan 1.530 dan dia menggeleng-gelengkan kepala sejenak, untuk kemudian berpikir lagi, merenung kemudian memasuki money changer itu, menyerahkan uang, tanda tangan, kemudian keluar dengan kepala di tekuk dan jidat berlipat-lipat.

Sempat saya berbicara padanya seperti layaknya dua orang kawan padahal kami baru saja bertemu untuk kali pertama. Dia bercerita tentang kegalauan hatinya hari itu. Di akhir ceritanya, saya meminta ijin untuk menuliskan kisahnya di blog saya. Dia menyetujui dengan

syarat tidak menyertakan nama aslinya, saya menganggukkan kepala, berjanji.

Sebut saja namanya G, 34 tahun. G seperti kebanyakan BMI-HK berasal dari Malang, Jawa Timur dan sudah bekerja di Hong Kong selama 7 tahun, berkeluarga dan mempunyai satu anak yang kini berusia 13 tahun.

Dari gaji di bawah standar, lesbian, nge-drug, hingga insafnya dia kemudian menjadi salah satu anggota sebuah organisasi pekerja migran di Hong Kong, diceritakannya pada saya. Saya percaya semua itu benar adanya. Matanya menunjukkan itu. Jika Anda berada di Hong Kong dan bergulat dengan sedemikian banyak BMI, bercampur dan berbicara banyak dengan mereka Anda akan tahu perbedaannya. Selain itu dia smart dan berprinsip, sebuah predikat lain yang tidak semua BMI memilikinya.

Beberapa waktu lalu, ia bersama organisasinya ikut dalam aksi penolakan Global Forum on Migration and Development (GFMD), forum tentang migrasi dan pembangunan ke-2 yang digelar di Manila.

Para delegasi negara yang hadir dalam forum ini hanya membahas upaya pembangunan di negara masing-masing dengan memanfaatkan potensi uang kiriman dari buruh migran.

G pun mengikuti aksi untuk tidak mengirimkan uang ke Indonesia, sebagai protesnya terhadap GFMD. Tapi terakhir prinsipnya dan ketegasannya bukan hanya diuji tetapi juga berhasil ditumbangkan oleh kebutuhan biaya pendidikan anak semata wayangnya. Dengan suami hanya sebagai tukang tambal ban di desanya apalah yang bisa di harapkan lebih selain untuk makan dan ongkos-ongkos ringan anaknya?

GFMD yang ramai dibicarakan sebenarnya mempunyai tujuan liberalisasi tenaga kerja. Namun realisasi dari liberalisasi tak urung adalah peningkatan penambahan tenaga kerja. Peningkatan penambahan tenaga kerja yang dimaksud adalah dengan memaksimalkan migrasi

Di Indonesia, pemerintah menyetujui adanya program GFMD tersebut, bahkan Presiden SBY telah menargetkan pengiriman

tenaga kerja untuk tahun 2009 lebih besar dari tahun sebelumnya.

Migrasi dipandang sebagai indikator positif pembangunan. Pemerintah berasumsi migrasi menjadi komplemen/tambahan bagi keluarga migran, penyelamat perekonomian keluarga yang tak urung jatuhnya adalah pada perbaikan perekonomian negara. Singkatnya dengan bekerja di luar negeri kebutuhan keluarga akan terpenuhi. Yang menjadi permasalahan sekarang pemerintah mengabaikan perlindungannya.

Buruh migran, khususnya perempuan, memiliki sejarah panjang soal hak-hak yangdilanggar dan terdiskriminasi. Dan adanya GFMD seolah rakyat miskin (kebanyakan perempuan) seperti halnya G dipaksa untuk bermigrasi demi misi penyelamatan perekonomian keluarga dan negara, sedangkan kesejahteraan dan perlindungannya sendiri di negara tujuannya masih menjadi tanda tanya besar.

Sedangkan bayang-bayang yang lain juga menghantui. Banyak fakta menunjukkan mereka yang bermigrasi demi gaji besar sebagai buruh migran kebanyakan pulang ke rumah dengan kondisi rumah tangga yang berantakan. ***

BMI, Obyek Perbudakan ModernYukee Muchtar

SUDAH sangat melekat erat rasanya julukan pahlawan devisa untuk

para Buruh Migran Indonesia (BMI). Sebuah gelar yang sebenarnya menandakan ketidakmampuan pemerintah Indonesia menciptakan lapangan pekerjaan yang memadai, juga mengatasi kemerosotan ekonomi nasional. Sehingga kemudian menggantungkan harapan besar dari kiriman BMI sebagai sumber devisa negara.

Ini juga potret ketakbecusan pemerintah mengatur sistem pemerintahannya sehingga tak cukup tersedia lapangan pekerjaan di dalam negeri. Ini membuat arus urbanisasi dan migrasi besar-besaran terjadi dimana rakyat dipaksa untuk keluar dari desa, mengais hidup di perkotaan sebagai kuli musiman

1-2 juta pertahun.Ketidakseriusan soal

perlindungan ini semakin lengkap ketika sampai sekarang pemerintah terus menunda Ratifikasi Konvensi Perserikatang Bangsa-Bangsa Tahun 1990 tentang Perlindungan Hak Buruh Migran dan Keluarganya.

Padahal ratifikasi konvensi ini penting untuk mendorong p e r u b a h a n - p e r u b a h a n regulasi guna memiliki payung perlindungan bagi pekerja migran.

Ratifikasi ini juga bisa menjadi instrumen untuk memandu politik diplomasi luar negeri, khususnya dengan negara-negara penerima BMI. Sementara bagi gerakan buruh migran, ratifikasi ini akan menjadi referensi utama untuk melakukan koreksi yang fundamental atas kebijakan-kebijakan pemerintah RI tentang penempatan dan perlindungan

BMI.Di Hong Kong, desakan soal

ratifikasi konvensi PBB sebagai langkah awal amandemen UU No.39/2004, diserukan oleh dua organisasi BMI, yakni Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) dan Indonesian Migrant Workers Union (IMWU). Pada 26 November lalu, untuk pertama kalinya dalam sejarah, dua organisasi ini juga membuat pernyataan bersama dengan komunitas organisasi lain di Indonesia untuk menyerukan soal ini.

Desakan ini muncul setelah nafsu pemerintah untuk melakukan amendemen UU No.39/2004 dengan target memperbanyak pengiriman BMI dan keengganan untuk meratifikasi Konvensi PBB tahun 1990, menjadi bukti paling kasat mata bahwa BMI hanyalah objek eksploitasi untuk menghasilkan devisa bagi kepentingan elit tertentu. ***

dan sebagai pekerja rumah tangga di negeri orang.

Melalui berbagai kebijakan, termasuk UU No.39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN), jalur tol pengiriman devisa dari BMI ini dilakukan.

Wajar jika kemudian banyak pihak menuntut agar ada amandemen terhadap UU ini yang jelas tak punya unsure perlindungan kepada pekerja migran ini.

Namun alih-alih menanggapi usul perlindungan, rencana amandemen yang digulirkan pemerintah terhdap UU No.39/2004 ini justru ditujukan untuk mempermudah perijinan pendirian PJTKI supaya bisa menunjang program pencapaian target pengiriman BMI sebesar

Page 4: JangkaR edisi 9

P u i s iB u r i t a N

4 •JANGKAR

Anggie Camat

N i a t

Teksi Leni

Krismon Datang, Krismon Datang!Tarini Sorrita

mengganji pembantunya. Tiga, hutangku yang baru ku-renew sudah kukirim ke kampung semua, sudah habis. Empat, aku kena pecat, sebulan lagi mesti cabut dari rumah majikan. Lah majikan kena pecat masih ada yang membantu. Lah aku? Aku siapa yang membantu?” lalu huhhuuhu Komsatun melanjutkan tangisnya.

Sungguh, bila ada nilai kesetiakawanan yang sangat dalam, aku hanya percaya nilai itu begitu kuatnya ada pada kedua kawanku si Sarmila dan Komsatun. Ketika yang kubisa hanya termangu, Sarmila menangis juga, terisak-isak.

Aku hendak berusaha membuat mereka diam ketika Sarmila, di sela tangisnya mengucap kalimat yang rupanya sempat ditunda tadi, “Kita sama Tun. Aku pun kena pecat. Bedanya aku dipecat hari ini juga. Majikanku gulung tikar berlipat-lipat katanya. Aku mesti keluar hari ini juga.”

Apa lagi yang bisa

ditangisi dari sebuah kemalangan yang bersamaan? Apalagi yang masih bisa diharapkan dari pemecatan-pemecatan yang seperti mewabah di sekitarku kini?

Apakah warna nasib yang sesungguhnya digariskan Yang Kuasa, ketika yang kulihat hanya gelap. Hari ini, aku pun harus menelan pil pahit pemecatan itu.

Aku menulis, aku sedang berusaha memahatkan kegetiran ini kepadamu, kawan. Hanya sekadar upaya merapalkan lagi kemalangan-kemalangan ini sehingga ada catatan tercecer yang bisa kujadikan alat mengenangkan semua ini.

Kemudian seterusnya, mungkin ceritamu, mungkin ceritaku, cerita Sarmila, cerita Komsatun, cerita kita akan ada maknanya bila tiba masanya nanti… aku tak tahu pasti kapan waktu itu datang. ***

PAGI Minggu ini mulai dingin di Victoria Park. Angin bertiup menebarkan beku di persendian.

Mendung di langit menggantung berwarna kelabu, sendu. Pohon-pohon kelabu.

“Ssst… lihat itu, Tante Sarmila sudah datang. Minggu ini berita apalagi yang akan ia bawa ya?” Mbak Minah, seorang BMI kawanku satu penampungan dahulu di Malang sana, yang sedari tadi mengobrol denganku, tiba-tiba menyetop obrolan kami.

“Sugeng enjang, Mbak-mbak?” aku mengernyit mendengar sapa Sarmila, tumben sekali ia memakai bahasa Jawa begitu. Biasanya ia selalu mengucapkan sapa dengan Kantonis yang sangat benar menurut dia.

“He… tumben sampeyan njawani begitu, Yu?” Mbak Minah menyindir Sarmila. Tapi Sarmila tidak tertawa, tidak pula marah. Ia seperti sedang tidak seperti biasanya. Sedikit-sedikit ia mendesah, ada yang mengganjal di hatinya. Mbak Minah merasakan hal itu juga, tapi ketika dengan ba-bi-bu Mbak Minah mengorek keterangan dari Sarmila dan hampir berhasil membuat Sarmila menjawab, kalimat Sarmila malah hanya menggantung karena teriakan Komsatun yang meraung-raung berlari kea rah kami minta tolong.

Ketika Komsatun sampai dan duduk berjajar dengan kami, ia tidak segera bercerita. Komsatun malah menangis. Aku termangu menyaksikannya. Cukup lama ketika Komsatun lalu menjelaskan kalau hari Jum’at lalu ia baru saja utang di bank, lalu siangnya majikan pulang ke rumah dan pingsan.

“Lalu? Kenapa engkau yang malah keranjingan begitu?” bertanya kami hampir bersamaan.

“Satu, majikanku pingsan karena di-PHK dari kerjaannya. Dua, karena dengan begitu dia tidak bakalan punya duit buat

Terdampar aku di negeri asing iniTanpa sanak saudara mendampingiSuka dan duka kutanggung sendiriHanya demi meraih rizki Aku hidup dalam ketakutanLewati waktu dalam keresahanTiap pagi sampai malamKala ku berdekatan dengan majikan Tak peduli ku dibilang dunguTak ku hirau ku dibilang bodohKarna ku punya satu peganganDimana ku mau berjuangSuatu hari pasti kan ku raih kemenangan

***

Tantanganku

Ketika kaki ini melangkah...Tangan melambai pada yang terkasih..Ada getir mengalir, ada sakit tersembunyi..Tapi hati tlah mantap berucap...Aku akan kembali setelah usai…

Setapak demi setapak langkahku menanggalkan bekas...Ada torehan caci dan sayatan lidah yang bernanah...

Tapi aku tetap bertahan demi yang terkasih di sebrang...

Sabar, itu yang slalu kutanamkan di niatku.Bertahun aku bergelut melawan keadaan..Hidupku dipenjara peraturan dan kesewenangan.Hatiku diperkosa ketidakadilan...

Kadang diri bertanya pada atap kamar tidurku yang beku...Inikah balasanmu untukku...

***