Janda
-
Upload
abdul-aziz-siswanto -
Category
Spiritual
-
view
7 -
download
0
Transcript of Janda
JandaDalam Perspektif Syari’ah
Disampaikan Dalam Kajian
Majelis Taklim “Al Muhajirin”
Taman Pagelaran-Padasuka-Ciomas
Rabu, 13 Desember 2017
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Pembahasan
1. Terminologi
2. Macam-macam janda
a) Ditinjau sebabnya
i. Janda Cerai Hidup (JCH)
ii. Janda Cerai Mati (JCM)
b) Ditinjau kondisinya
3. Masa ‘iddah
a) JCH
b) JCM
4. Hak janda cerai hidup
a) Living cost janda
b) Living cost anak mantan suami yang ikut
ibunya
5. Adab janda
6. Diantara 2 pilihan
a) Setia menjanda
b) Menikah lagi
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Terminologi
• janda/jan·da/ n wanita yang tidak
bersuami lagi karena bercerai ataupun
karena ditinggal mati suaminya
• https://kbbi.web.id/janda
• randa, widow; divorcee
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Macam-macam Janda
1. Ditinjau dari penyebabnya:
a) Janda cerai hidup (JCH)
b) Janda cerai mati (JCM)
2. Ditinjau dari kondisinya:
a) Janda berhias, janda yg belum beranak,
apabila kawin lagi boleh memakai pakaian
pengantin
b) Janda kembang, janda muda yang cantik
dan belum beranak
c) Janda muda, janda yang muda usia
d) Janda tebal, kaya
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Masa ‘Iddah
• Zakariya Al-Anshary mendefinisikan
bahwa:
• “ ‘iddah adalah masa menunggu bagi
seorang perempuan untuk mengetahui
kekosongan rahimnya atau karena
menjalankan perintah Allah atau
karena sedih / berkabung atas
meninggalnya suaminya”.
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Macam-macam ‘Iddah
Iddah Janda Cerai Mati • Masa iddah karena ditinggal mati
suami terbagi menjadi 2 keadaan :
1. Jika perempuan tersebut hamil,
maka batas masa iddahnya adalah
ketika ia melahirkan, berdasarkan :
ن حم • ال أجلهن أنم يضعم (٤.. )لهن وأوالت األحم• Artinya : dan perempuan-perempuan
yang hamil, waktu iddah mereka itu
ialah sampai mereka melahirkan
kandungannya. (QS At-Thalaq 4).
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Iddah Janda Cerai Mati
2. Jika wanita tersebut tidak hamil,
maka masa iddahnya adalah selama
empat bulan sepuluh hari,
sebagaimana penjelasan dalam
surah Al-Baqarah ayat 234 :
ن منمكمم • ن ويذرون أزمواجا ي ت والذين ي ت وف وم ربصمه را بن مفسهن أرمب عة أشم (٢٣٤)…ر وعشم
• Artinya : orang-orang yang meninggal
dunia di antaramu dengan
meninggalkan isteri-isteri (hendaklah
para isteri itu) menangguhkan dirinya
(ber’iddah) empat bulan sepuluh hari.
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
‘Iddah Janda Cerai Hidup
• Masa iddah bagi wanita yang bercerai
dengan suaminya dapat dibedakan
dalam tiga keadaan :
1. Jika perempuan tersebut hamil maka
masa iddahnya hingga melahirkan
2. Jika perempuan tersebut sudah dewasa,
maka masa iddahnya adalah tiga kali suci
dari haidh.
3. Jika perempuan tersebut belum dewasa
(belum menstruasi) atau sudah henti
menstruasi (menopause) maka masa
iddahnya selama tiga bulan.
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Apa Bedanya?
• Quru’ >< bulan?
• Quru= suci/haidh, belum tentu sebulan, bisa
jadi kurang atau bahkan lebih dari sebulan
sesuai masa siklus haid dan suci seseorang.
• Bulan= hitungan sebulan penuh
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
‘Iddah Janda “Perawan”
• Wanita yang dicerai sebelum
disetubuhi, maka ia tidak memiliki
masa ‘iddah. Dalilnya adalah firman
Allah Ta’ala,
تم الم • تمو ي أي ها الذين آمنوا إذا نكحم منات ث طلقم هن منم ق بمل أنم مؤموهن فما لكمم عليمهن منم ع ون ها فمتع تس تد ة ت عم وهن وسرحوهن د
يل سراحا ج• “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi
perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu
ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka
sekali-sekali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang
kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka
mut’ah (hadiah untuk membuat mereka senang) dan
lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-
baiknya” (QS. Al Ahzab: 49).
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Hak Janda
• JCMhak waris (An Nisa: 12)
ا تركتم إ • بع مم إن كان لكم ن لم يكن لكم ولد ف ولهن ٱلر
ا ترك ن بعد وصية ولد فلهن ٱلثمن مم توصون بها تم م
أو دين • Para isteri memperoleh seperempat harta yang
kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak.
Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri
memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu
buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.
• JCHnafkah masa ‘iddah, rada’ah,
hadhanah
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Hak Janda
• Pertama: Bila seorang suami mentalak
istrinya, maka hukum pemberian nafkah
padanya diklasifikasi sbb:
• 1. Bila ketika ditalak, sang istri itu hamil, maka
wajib bagi suami untuk terus memberinya
nafkah (biaya kehidupan sehari-hari) hingga
istrinya melahirkan. Bila istrinya telah
melahirkan maka tidak wajib baginya
memberinya nafkah lagi, karena masa
‘iddahnya selesai dan bukan lagi berpredikat
sebagai istrinya. Sesuai ayat: “ Dan jika
mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu
sedang hamil, maka berikanlah kepada
mereka nafkahnya hingga mereka bersalin”.
QS. Ath Thalaq: 6
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Hak Janda
• 2. Bila istri tersebut tidak hamil dan
talaknya adalah talak raj’i (yang masih
bisa rujuk), maka ketika masa
‘iddahnya selesai, sang suami tidak
berkewajiban memberinya nafkah
menurut pendapat yang benar, sesuai
hadis Fathimah binti Qois dari
Rasulullah, beliau bersabda tentang
wanita yang ditalak ba’in;‘’Tidak ada
hak tempat tinggal dan nafkah
baginya.’’ (HR.Muslim 2717)
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
1. Radha’ah
• Adapun bila istri tersebut masih dalam masa
‘iddah, maka suami tetap wajib memberinya
nafkah, karena saat itu masih dianggap
sebagai istrinya, sampai masa ‘iddahnya
selesai. Atau jika mantan istri tersebut tengah
menyusui anaknya, maka ia harus
memberikan upah/imbalan kepada mantan
istrinya atas jasa menyusui anaknya
berdasarkan kesepakatan yang telah terlebih
dahulu disetujui oleh keduanya,
sebagaimana dalam QS Ath-Thalaq ayat 6:
”kemudian jika mereka menyusukan (anak-
anak)mu untukmu maka berikanlah kepada
mereka upahnya”.
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
• Sebab itu, apabila istri tersebut masih dalam
masa ‘iddah dan talaknya talak raj’i (yang
masih bisa rujuk), maka suami tersebut tetap
memberinya tunjangan sepuluh persen dari
gaji tersebut, namun bila masa ‘iddahnya
sudah selesai, maka baik perceraian mereka
sudah tercatat resmi atau belum, sang suami
tidak wajib menafkahi istrinya dan tidak boleh
memberikan tunjangan sepuluh persen
tersebut karena ia bukan lagi istrinya, bahkan
istri tersebut harus mengembalikan uang
tunjangan tersebut, dan wajib mengurus surat
resmi perceraiannya agar tidak lagi menerima
tunjangan yang bukan haknya lagi.
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
2. Hadhanah/Hak pengasuhan anak
• Bila anak-anak tersebut masih kecil, maka hak
pengasuhannya adalah pada sang istri,
selama istri tersebut pantas untuk merawat
mereka dan belum menikah lagi.
Sebagaimana dalam hadis Abdullah bin Amr
radhiyallahu’anhu bahwa seorang wanita
datang mengeluh kepada Nabi ملسو هيلع هللا ىلص setelah
ditalak suaminya, dan suaminya tersebut ingin
mengambil anaknya, maka Nabi bersabda:
“Engkau lebih berhak atas pemelihraannya
selama engkau belum menikah lagi”.
• (HR Abu Daud: 2276).
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
• Dan bila anak-anak sudah sampai
umur tamyiiz (berakal) sekitar umur
tujuh tahun, maka mereka diberikan
pilihan, mau tinggal bersama ayah
mereka atau bersama ibu mereka.
Sebagaimana dalam HR Abu Daud
(2244) bahwa Nabi ملسو هيلع هللا ىلص memberikan
pilihan bagi seorang anak untuk
memilih tinggal bersama ayahnya atau
ibunya.
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
• Namun bila istri tersebut sibuk dengan
pekerjaannya, sehingga pemeliharaan anak-
anaknya tidak berjalan dengan baik, atau
bahkan terbengkalai, maka ayah mereka
harusnya membujuk atau meminta pada
mantan istrinya tersebut untuk mengambil
anak-anaknya agar mendapatkan
pemeliharaan dan perhatian yang lebih baik.
• Bila mantan istrinya tidak mau, sedangkan ia
khawatir anak-anaknya akan tumbuh dalam
kondisi pembinaan yang kurang baik, maka ia
hendaknya menuntut hak pemeliharaannya ke
pengadilan, dengan alasan ibu mereka tidak
lagi pantas memelihara dan membina mereka.
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
• Bila tidak demikian, maka keduanya (ibu dan
ayah) mereka sama-sama mendapatkan dosa
karena menelantarkan pembinaan anak-
anaknya.
• Namun bila ayah mereka sudah berusaha
semaksimal mungkin, akan tetapi perkaranya
tetap dimenangkan oleh ibu mereka, maka
ayah mereka tidak menanggung dosa apapun
bila anak-anaknya tidak terbina dengan baik,
akan tetapi ia tetap wajib menasehati mantan
istrinya tersebut dan memperhatikan anak-
anaknya dari jauh, walaupun bila sudah
sampai umur tujuh tahun, mereka harus
diberikan pilihan, mau tinggal sama ayah atau
ibu mereka.
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
• Ketiga: Apakah mantan suami wajib
menafkahi anak-anaknya yang tinggal sama
mantan istrinya?
• Ya, ia tetap wajib menafkahi anak-anaknya
yang tinggal dengan mantan istrinya sampai
anak-anak tersebut mencapai umur dewasa
atau bisa menafkahi diri sendiri, adapun anak
wanita, maka ia tetap wajib menafkahinya
hingga menikah. Adapun besaran nilai nafkah
ini maka berdasarkan hasil kesepakatan yang
dilakukan dihadapan pengadilan.
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Adab Janda
1. Bersabar
2. Kuat menjalani masa ‘iddah
3. Menunaikan kewajiban yang
berkaitan dengan harta
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Jangan Biarkan Fitnah Melanda
1. Bersabar
• Setelah sekian lama bersama mengayuh biduk
rumah tangga dalam suka dan duka, akhirnya
Allah memisahkan sepasang suami istri lewat
kematian. Sedih tentu akan dirasa. Namun,
hendaknya seorang muslimah bersabar
dengan musibah tersebut.
• س وع ونقص من الموال والنف ولنبلونكم بشيء من الخوف والج
ابرين والثمرات وبش ر الص
• “Dan sungguh Kami berikan cobaan kepadami
dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar.”(QS. Al-Baqarah: 155)
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
• Sesungguhnya kesabaran dalam menghadapi
musibah adalah salah satu bentuk kebaikan
seorang muslim. Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص bersabda (yang
artinya), “Sungguh mengherankan perkara
seorang mukmin itu. Sesungguhnya seluruh
perkaranya adalah baik baginya. Dan hal itu
tidak dimiliki oleh siapapun kecuali oleh orang
mukmin. Jika ia mendapat sesuatu yang
menggembirakan, dia bersyukur maka itu
kebaikan baginya. Jika ia ditimpa keburukan,
dia bersabar maka itu kebaikan baginya.”(HR.
Muslim)
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
• Hendaknya wanita yang suaminya meninggal
tidak mengumbar kesedihannya dengan
menangis sejadi-jadinya karena hal ini
termasuk bentuk ketidaksabarannya
menghadapi musibah tersebut. Bahkan bisa
jadi hal itu dicatat sebagai dosa baginya dan
siksaan bagi si mayit. Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص bersabda
(yang artinya),
• “Dua perkara yang terdapat pada manusia dan
hal itu merupakan bentuk kekufuran adalah
mencela nasab dan meratapi mayit.”(HR.
Muslim)
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
• “Wanita yang meratapi mayit (niyahah)
jika tidak bertaubat maka dipakaikan
celana dari timah cair dan baju dari
kudis pada hari kiamat.”(HR. Muslim)
• “Tidak termasuk golongan kami wanita
menampar pipi, merobek-robek
pakaian dan berseru dengan kata-kata
jahiliyah.”(HR. Bukhari dan Muslim)
• “Sesungguhnya mayit akan diadzab di
kuburnya karena ratapan yang
ditujukan baginya.”(HR. Bukhari dan
Muslim)
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
• Bersedih dan menangis atas kematian seseorang
apalagi dia adalah suaminya, adalah suatu hal yang
manusiawi. Namun, seorang muslimah hendaknya
menahan tangisannya agar tidak terjatuh dalam
dosa niyahah. Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص pun pernah menangis
karena kematian puteranya, Ibrahim dan
sahabatnya, Sa’ad bin ‘Ubadah radhiallahu ‘anhu
sakit keras. Akan tetapi tangisannya tidak dalam
bentuk meratap atau meraung-raung. Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص
bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak
akan menyiksa dikarenakan air mata yang menetes
dan kesedihan hati, akan tetapi Dia akan menyiksa
atau merahmati ini,” sambil menunjuk ke arah
lidahnya.(HR. Bukhari dan Muslim)
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
• Hendaknya seorang wanita yang sedang ditimpa
musibah bersabar dan mengucapkan kalimat istirja’
dan doa. Allah berfirman:
• راجعون الذين إذا أصابتهم مصيبة قالوا إنا لل وإنا إلي
• “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi
raaji’uun”.”(QS. Al-Baqarah: 156)
• Nabi ملسو هيلع هللا ىلص pun mengajarkan doa kepada Ummu
Salamah radhiallahu ‘anha yang ditinggal wafat
suaminya,
• راجعون اللهم أجرن وإنا إلي نهاي في مصيبتي، وأخلف لي خيرا م إنا لل
• “Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan
sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya. Ya
Allah, berilah pahala atas musibah yang menimpaku
dan gantikanlah dengan yang lebih baik.”(HR.
Muslim)
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
2. Kuat Menjalani Masa ‘Iddah
Selama masa ‘Iddah-nya ini seorang wanita
hendaknya memperhatikan beberapa hal di
bawah ini:
• Wanita tersebut wajib tinggal di rumah
dimana suaminya meninggal dunia, tidak
berpindah tempat kecuali karena ada
alasan syar’i. Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص bersabda
kepada Furai’ah binti Malik radhiallahu
‘anha (yang artinya), “Tinggallah di
rumahmu hingga masa ‘iddahmu
selesai.”(HR. Tirmidzi, shahih)
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
• Senantiasa berada di dalam rumah
dan tidak keluar rumah kecuali ada
kebutuhan mendesak.
• Wajib berkabung (ihdad) selama batas
waktu yang telah ditentukan.
Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص bersabda (yang artinya),
“Seorang wanita yang beriman kepada
Allah dan hari akhir tidak boleh
berkabung lebih dari tiga hari kecuali
karena kematian suami yaitu selama
empat bulan sepuluh hari.”(HR.
Muslim)
• Tidak mendapatkan nafkah namun
memiliki hak waris.
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
• Tidak bercelak, mengenakan perhiasan,
berpakaian yang indah atau wewangian
berdasarkan hadits Ummu ‘Athiyah radhiallahu
‘anha (yang artinya), “Kami dilarang berkabung
atas kematian seseorang lebih dari tiga hari
kecuali karena kematian suaminya yaitu
selama empat bulan sepuluh hari. Dan
hendaknya dia tidak bercelak, memakai
wewangian, dan memakai pakaian yang
dicelup warna kecuali memakai ‘ashb (kain
segiempat panjang dari benang yang dicelup
lalu dipintal dan ditenun).”(Muttafaq ‘alaihi)
• Dan hadits Ummu Salamah radhiallahu ‘anha
secara marfu’, “Seorang wanita yang ditinggal
mati suaminya dilarang memakai pakaian yang
dicelup dengan ‘ushfur (pewarna merah),
pakaian merah, mengenakan perhiasan,
mewarnai kuku, dan celak.” (HR. Bukhari)
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
3. Menunaikan kewajiban
yang berkaitan dengan harta
Jika suami meninggal dunia maka ada empat hal
yang berkaitan dengan harta yang
ditinggalkannya:
1. Perkara yang paling didahulukan adalah
biaya pengurusan jenazahnya
2. Kemudian hutang yang harus dikeluarkan
dari hartanya
3. Jika suami berwasiat, maka harus
dikeluarkan paling banyak sepertiga dari
hartanya untuk selain ahli waris.
4. Lalu sisanya dibagikan kepada ahli waris.
Dalam hal ini istri, baik itu satu atau lebih,
mendapat seperempat bagian jika suami
tidak memiliki anak atau seperdelapan jika
suami memiliki anak.
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Allah berfirman,
كمم ولد فإنم تمم إنم لم يكنم ل ولن الربع ما ت ركم •ت كان لكمم ولد ف لهن ال د ثمن ما ت ركم مم منم ب عميمن وصية توصون با أوم د
• “Para isteri memperoleh seperempat harta
yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak,
maka para isteri memperoleh seperdelapan
dari harta yang kamu tinggalkan sesudah
dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)
sesudah dibayar hutang-hutangmu.”(QS. An-
Nisa: 12)
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Diantara 2 Pilihan
• Setia Menjanda
• Banyak alasan sebagai pertimbangan. Diantaranya:
1. Anak-anak keberatan bila ibu mereka menikah
lagi dengan laki-laki lain menggantikan posisi bapak
mereka.
2. Wanita tersebut lebih memilih fokus mendidik
anak-anaknya yang masil kecil. Karena jika ia
menikah dikhawatirkan anak-anaknya akan
terlantar.
3. Rasa cinta yang sangat kepada suaminya yang
dahulu membuat para janda enggan menikah lagi.
Iapun tidak ridha bila ada laki-laki lain menggantikan
posisi suaminya.
4. Adanya perjanjian antara wanita tersebut dengan
suaminya untuk tidak menikah lagi sepeninggalnya
nanti.
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Shahabiyyah Yang Setia Menjanda
1. Ummu Hani binti Abu Thalib,
2. Nailah binti Farafishah, istri Utsman
bin Affan radhiyallahu’anhu
3. Hujaimah Ummu Darda’ Ash Shughra
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Jika Menikah Lagi
• Jika usia janda tersebut masih muda
dan syahwatnya masih besar
kemudian takut terjatuh ke dalam fitnah
dan ingin tetap menjaga kesucian
dirinya maka lebih utama baginya
untuk menikah lagi dengan lelaki yang
dapat menjaga kehormatan dan
memenuhi kebutuhan diri dan
anaknya.
• Demikian pula bagi janda yang tidak
mampu merawat dan mendidik
anaknya sendiri, dianjurkan baginya
untuk menikah lagi.
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Shahabiyyah Yang Menikah Lagi
• Ummu Salamah
• Asma binti Umais
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Menjadi Bidadari Surga
• Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص bersabda,
المرأة آلخر أزواجها•
• “Wanita itu milik suaminya yang
terakhir.”
(HR. Thabrani dan Abu Ya’la)
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423
Terimakasih
H. Abdul Aziz Siswanto, S.Th.I- Penyuluh Agama Islam, Kementerian Agama Kabupaten Bogor-08111177423