JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

50
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada asasnya Buku II KUHPerdata menganut sistem yang tertutup, dalam arti diluar yang secara limitatif ditentukan disana tidak dikenal lagi hak- hak kebendaan yang lain dan para pihak pada pokoknya tidak bebas untuk memperjanjikan/menciptakan hak kebendaan yang baru 1 . Dikatakan “pada asasnya” karena dalam kenyataannya pembuat undang-undang sendiri telah menciptakan hak kebendaan yang baru dalam suatu perundang-undangan diluar KUHPerdata salah satunya adalah Fidusia (Undang-Undang 42 Tahun 1999) 2 . Dengan demikian berdasarkan Buku II yang menganut sistem tertutup, orang tidak bisa memperjanjikan hak kebendaan, kecuali hak seperti yang diberikan oleh undang-undang atau diakui dalam yurisprudensi 3 . Fidusia merupakan hak kebendaan yang baru dan telah diatur dalam undang-undang. Fidusia muncul sebab terdapat kelemahan dari lembaga gadai yang telah diatur dalam KUHPerdata. Maka untuk menutupi 1 J.Satrio. 2002. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung. Hlm 1. 2 Ibid. Hlm 2. 3 Ibid. 1

description

eksekusi fidusia

Transcript of JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

Page 1: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada asasnya Buku II KUHPerdata menganut sistem yang tertutup,

dalam arti diluar yang secara limitatif ditentukan disana tidak dikenal lagi

hak-hak kebendaan yang lain dan para pihak pada pokoknya tidak bebas untuk

memperjanjikan/menciptakan hak kebendaan yang baru1. Dikatakan “pada

asasnya” karena dalam kenyataannya pembuat undang-undang sendiri telah

menciptakan hak kebendaan yang baru dalam suatu perundang-undangan

diluar KUHPerdata salah satunya adalah Fidusia (Undang-Undang 42 Tahun

1999)2. Dengan demikian berdasarkan Buku II yang menganut sistem tertutup,

orang tidak bisa memperjanjikan hak kebendaan, kecuali hak seperti yang

diberikan oleh undang-undang atau diakui dalam yurisprudensi3.

Fidusia merupakan hak kebendaan yang baru dan telah diatur dalam

undang-undang. Fidusia muncul sebab terdapat kelemahan dari lembaga gadai

yang telah diatur dalam KUHPerdata. Maka untuk menutupi kelemahan

tersebut dibuat lembaga fidusia. Kelemahan dalam gadai terletak pada

penguasaan obyek, pada gadai penguasaan obyek gadai ada pada

penerima/pemegang gadai. Hal tersebut menciptakan iklim bisnis yang tidak

kondusif, dimana obyek benda gadai yang diberikan kepada

penerima/pemegang gadai tersebut masih dibutuhkan oleh pemberi gadai

sebagai modal barang, tetapi disisi lain pemberi gadai juga memerlukan modal

financial.

Untuk terciptanya kepastian hukum dalam praktik penyelenggaraan

jaminan fidusia maka Undang-Undang No. 42 tahun 1999 tentang fidusia

mengatur dengan mewajibkan setiap jaminan fidusia untuk didaftarkan pada

pejabat yang berwenang. Kewajiban pendaftaran jaminan fidusia kepada

instansi yang berwenang merupakan salah satu perwujudan dari asas

1 J.Satrio. 2002. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. PT. Citra Aditya Bakti: Bandung. Hlm 1.2 Ibid. Hlm 2.3 Ibid.

1

Page 2: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

publisitas. Asas publisitas ini menunjuk pada obyek tertentu dimana obyek

tersebut mempunyai hubungan langsung dengan kreditur. Sehingga semakin

terpublikasi jaminan hutang akan semakin baik sebab kreditur atau khalayak

ramai dapat mengetahui atau memiliki akses terhadap informasi-informasi

penting disekitar jaminan hutang tersebut. Hal ini dapat meminimalisir dari

pemberi fidusia yang tidak memiliki itikad baik, seperti halnya menjual obyek

jaminan fidusia tanpa sepengetahuan kreditur atau melakukan fidusia ulang.

Selain itu dalam Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Fidusia lahirnya fidusia

tersebut adalah pada saat didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia. Sehingga

fidusia dengan akta jaminan fidusia, lembaga fidusia dianggap belum lahir.

Oleh karena itu pendaftaran fidusia itu bersifat wajib.

Setelah fidusia didaftarkan, sebagai bukti bahwa penerima fidusia

memiliki hak fidusia, maka kepadanya diserahkan dokumen yang disebut

dengan sertifikat jaminan fidusia. Pada sertifikat jaminan fidusia dicantumkan

pula irah-irah dengan tulisan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa”. Hal tersebut memberikan sertifikat jaminan fidusia mempunyai

kekuatan eksekutorial yakni memiliki kekuatan yang sama dengan kekuatan

dari suatu putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan tetap. Sehingga

apabila pemberi fidusia cidera janji atau wanprestasi, penerima fidusia

mempunyai hak menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas

kekuasaannya sendiri.Hal tersebut merupakan salah satu ciri dari jaminan

fidusia yaitu kemudahan dalam pelaksanaan eksekusi apabila pihak pemberi

fidusia cidera janji.

Pelaksanaan eksekusi fidusia dalam Undang-Undang Fidusia diatur

pada Pasal 29 yaitu dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu pertama dengan

pelaksanaan titel eksekutorial, kedua dengan penjualan benda yang menjadi

objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui

pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan,

dan yang terakhir dengan penjualan dibawah tangan yang dilakukan

berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima jaminan fidusia kepada

pihak-pihak yang berkepentingan.

2

Page 3: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

Ketiga cara untuk melakukan eksekusi fidusia tersebut dapat dilakukan

terhadap jaminan fidusia yang sudah lahir. Mengingat, lahirnya jaminan

fidusia pada saat didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia. Pada realita

praktiknya terdapat jaminan fidusia yang tidak didaftarkan di kantor

pendaftaran fidusia. Seperti contoh lembaga pembiayaan dalam melakukan

perjanjian pembiayaan mencantumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia.

Tetapi ironisnya tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di

Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat. Akta semacam itu

dapat disebut akta jaminan fidusia di bawah tangan4.

Hal tersebut menimbulkan resiko dan permasalahan hukum yang

komplek. Terlebih pada pelaksanaan proses eksekusi apabila pemberi fidusia

cidera janji. Sebab, dalam hal jaminan fidusia dengan akta dibawah tangan

dikaitkan dengan undang-undang fidusia maka dapat disimpulkan bahwa

jaminan fidusia tersebut dianggap belum lahir. Sehingga tidak bisa

dilaksanakan eksekusi sesuai yang telah diatur dalam undang-undang fidusia.

Oleh karena itu pada praktiknya eksekusi objek jaminan fidusia dengan akta

dibawah tangan kerap kali dilakukan secara sepihak oleh pihak penerima

fidusia dan hal tersebut dapat menimbulkan tindakan kesewenangan dari

pihak penerima fidusia. Tentunya tindakan kesewenangan dari pihak penerima

fidusia tidak dibenarkan dan bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan. Oleh karena itu, diperlukan informasi terhadap pelaksanaan

eksekusi fidusia dengan akta dibawah tangan yang bersifat legal atau tidak

bertentangan dengan hukum Indonesia.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, pada kesempatan ini

kelompok kami akan membahas terkait dengan eksekusi terhadap objek

perjanjian fidusia dengan akta dibawah tangan.

B. Rumusan Masalah

4 Hukum online. 2007. Eksekusi Terhadap Benda Objek Perjanjian Fidusia dengan Akta di Bawah Tangan. From: http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17783/eksekusi-terhadap-benda-objek-perjanjian-fidusia-dengan-akta-di-bawah-tangan. diakses 1 Desember 2015.

3

Page 4: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

1. Bagaimana proses eksekusi dalam perjanjian fidusia?

2. Apakah objek perjanjian fidusia dengan akta dibawah tangan dapat di

eksekusi?

3. Bagaimana mekanisme eksekusi objek perjanjian fidusia dengan akta

dibawah tangan?

C. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif, yaitu

memberikan gambaran tentang fenomena tertentu atau aspek kehidupan

tertentu dari masyarakat yang diteliti.

Sedangkan Rosenberg, Morris memberikan dua pengertian metode deskriptif,

yaitu: “(1) mendeskripsikan gejala-gejala yang diteliti, (2) Mempelajari

hubungan antara gejala-gejala yang diteliti”

Metode deskriptif tidak hanya terbatas pada pengumpulan data, tetapi meliputi

analisis dan interprestasi tentang arti data itu. Penelitian deskriptif

membandingkan persamaan dan perbedaan fenomena tertentu.

2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

sekunder merupakan data yang tidak langsung diperoleh dari masyarakat atau

pihak terkait. Data tersebut dapat berupa informasi dari buku, jurnal hukum,

thesis, internet, dan sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui observasi.Dengan

teknikini, peneliti mengamati aktivitas-aktivitas sehari-hari obyek

penelitian,karakteristik fisik situasi sosial dan perasaan pada waktu menjadi

bagian darisituasi tersebut. Selama peneliti di lapangan, jenis observasinya

tidak tetap.Dalam hal ini peneliti mulai dari observasi

deskriptif (descriptiveobservation)secara luas, yaitu berusaha melukiskan

secara umum situasisosial dan apa yang terjadi di sana. Kemudian, setelah

perekaman dan analisisdata pertama, peneliti dapat menyempitkan datanya

dan mulai melakukan observasiterfokus. Peneliti menyempitkan lagi

4

Page 5: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

penelitiannya dengan melakukanobservasi selektif (selective observation).

Sekalipun demikian, penelitimasih terus melakukan observasi deskriptif

sampai akhir pengumpulan

4. Analisis Data

Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif

secara analitik yaitu mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana

adanya, sehingga hanya merupakan penyingkapan fakta.

BAB II

5

Page 6: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauau Umum tentang Jaminan Fidusia

1. Pengertian Fidusia dan Jaminan Fidusia

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 42 Tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia menyatakan bahwa Fidusia adalah pengalihan hak

kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa

benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan

pemilik benda.

Jaminan Fidusia dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor

42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda

bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda

tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak

tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam

penguasaan Pemberi Fidusia,sebagai agunan bagi pelunasan utang

tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima

Fidusia terhadap kreditor lainnya.

Dari definisi yang diberikan diatas maka fidusia dibedakan dari

Jaminan Fidusia, dimana fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak

kepemilikan dan Jaminan Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam

bentuk fidusia. Hal ini berarti pranata jaminan fidusia yang diatur dalam

UU No. 42 Tahun 1999 ini adalah pranata jaminan fidusia sebagaimana

dimaksud dalam fiducia cum creditore contracta5, yaitu artinya hak milik

atas suatu benda diserahkan sebagi jaminan dengan janji bahwa ia akan

menyerahkannya kembali kepada debitor bila utangnya telah dibayar

lunas.6

Dari definisi Fidusia yang diberikan UU Jaminan Fidusia dapat kita

katakan bahwa dalam Jaminan Fidusia terjadi pengalihan hak

kepemilikan. Pengalihan itu terjadi atas dasar kepercayaan dengan janji

5 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2000, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 1206 Sururudin's Weblog, https://sururudin.wordpress.com/2011/04/13/mencermati-pokok-pokok-undang-undang-jaminan-fidusia/. Diakses pada tanggal 28 November 2015.

6

Page 7: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan

pemilik benda.

Pengalihan hak kepemilikan tersebut dilakukan dengan cara

constitutum possessorium. Ini berarti pengalihan hak kepemilikan atas

suatu benda dengan melanjutkan penguasaan atas benda tersebut

dimaksud untuk kepentingan Penerima Fidusia.

2. Ruang Lingkup dan Objek Jaminan Fidusia

Pasal 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia memberikan batas ruang

lingkup berlakunya Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu berlaku

terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani Benda

dengan Jaminan Fidusia, yang dipertegas kembali oleh rumusan yang

dimuat dalam Pasal 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia dengan tegas

menyatakan bahwa Undang-Undang Jaminan Fidusia ini tidak berlaku

terhadap:7

a. Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan,

sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan

jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar. Namun

demikianbangunan di atas milik orang lain yang tidak dapat

dibebani hak tanggunan berdasarkan UU Hak Tanggungan dapat

dijadikan objek Jaminan Fidusia.

b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20

(dua puluh) atau lebih;

c. Hipotek atas pesawat terbang; dan

d. Gadai

Mengacu pada pasal 1 angka 2 dan 4 serta pasal 3 UU Jaminan

Fidusia, dapat dikatakan bahwa yang menjadi objek Jaminan Fidusia

adalah benda apa pun yang dapat dimiliki dan dialihkan hak

kepemilikanya. Benda itu dapat berubah benda berwujud maupun tidak

berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, dengan syarat bahwa benda

tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana

7 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op Cit., hal 145

7

Page 8: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

dimaksud dalam UU Hak Tanggunganatau Hipotek sebagaimana

dimaksud dalam pasal 314 KUHD.

Benda-benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia tersebut adalah :8

1. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum.

2. Dapat atas benda wujud.

3. Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang.

4. Benda bergerak.

5. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak

tanggungan.

6. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikatkan dengan hipotik.

7. Baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang

akan diperoleh kemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh

kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia

tersendiri.

8. Dapat atas suatu satuan atau jenis benda.

9. Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda.

10. Termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek fidusia.

11. Termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek

jaminan fidusia.

12. Benda persediaan (inventory, stock perdagangan) dapat juga

menjadi objek jaminan fidusia.

Ada pengecualian dari prinsip beralihnya fidusia jika benda objek

Jaminan Fidusia dialihkan, yaitu jika benda tersebut merupakan barang

persediaan. Dalam hal ini, sesuai dengan sifat benda tersebut memang

selalu beralih-alih, maka beralihnya benda persediaan tersebut tidak

menyebabkan beralihnya fidusia yang bersangkutan. Hal ini ditegaskan

dalam Pasal 20 Undang-undang Fidusia No. 42 Tahun 1992.

3. Sifat Accessoir pada Perjanjian Fidusia

Mengenai sifat accessoir dari perjanjian fidusia oleh Pitlo

dikemukakan bahwa dengan diakuinya zekerheidseigendom (fidusia),

8 Munir fuady, 2005, Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 23.

8

Page 9: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

tunduklah fidusia kepada ketentuan-ketentuan dari hak-hak kebendaan

yang memberi jaminan. Karenanya dapat dilakukan penerapan secara

analogi ketentuan-ketentuan hipotik dan gadai. Maka ini tidak lain berarti

fidusia dianggap bersifat accessoir.9

Anggapan bahwa fidusia bersifat accessoir membawa serta

konsekuensi, bahwa terhadap hak tersebut jika terjadi peralihan hak yang

berupa cessi, subrogasi, ataupun novasi sebagaimana dikehendaki oleh

kreditur, maka hal tersebut beralih kepada kreditur baru tanpa penyerahan

khusus.10

Perjanjian fidusia ini adalah bersifat accessoir, adanya perjanjian

tergantung pada perjanjian pokok yang biasanya berupa perjanjian

peminjaman uang pada bank. Di dalam praktek perbankan perjanjian

fidusia itu sering diadakan sebagai tambahan jaminan pokok, manakala

jaminan pokok itu kurang memenuhi. Adakalanya fidusia juga diadakan

secara tersendiri, dalam arti tidak sebagai tambahan jaminan pokok, yaitu

sebagaimana sering dipakai oleh pegawai kecil, pedagang kecilm

pengecer, dan lain-lain sebagai jaminan kredit yang dimintakan pada

Bank.11

4. Pendaftaraan Jaminan Fidusia

Untuk pertama kalinya dalam sejarah hukum Indonesia, adanya

kewajiban untuk mendaftarkan fidusia ke instansi yang berwenang.

Kewajiban tersebut bersumber dari Pasal 11 UU tentang Fidusia.

Pendaftraan fidusia dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia ditempat

kedudukan pihak pemberi fidusia.12

Seperti yang telah dijelaskan bahwa Jaminan Fidusia dicatat di

Kantor Pendaftaran Fidusi. Untuk keperluan tersebut, Kantor Pendaftaran

Fidusia akan mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia.

9 Dr. Ny. Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fiducia Di Dalam Praktek dan Pelaksanaannya Di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hal 24.10 Ibid., hal 2511 Ibid., hal 26.12 Munir fuady, Op Cit., hal 30

9

Page 10: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

Pencatatan dalam buku fidusia tersebut ditanggali dengan tanggal yang

dama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.

Kantor Pendaftaran Fidusia tidak berwenang melakukan penilaian

terhadap kebenaran data yang dicantumkan dalam Pernyataan Pendaftaran

Jaminan Fidusia, namun hanya berwenang melakukan pengecakan data

saja sebagaimana yang dimaksud pasal tentang ketentuan mengenai

pernyataan pendaftaran.13

Menurut Pasal 14 ayat (3) UU No 42 Tahun 1999 tentang Fidusia,

maka fidusia oleh undang-undang dianggap lahir pada saat yang sama

dengan dicatatnya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia. Sehingga

UU tentang Fidusia ini secara tegas menyatakan bahwa tanggal

pencatatan fidusia dalam Buku Daftar Fidusia merupakan tanggal

lahirnya fidusia.14

Sebagai bukti bahwa penerima fidusia memiliki hak fidusia

tersebut, maka kepadanya diserahkan dokumen yag disebut Sertifikat

Jaminan Fidusia. Sertifikat Jaminan Fidusia dikeluarkan oleh instans yang

sah dan berwenang, dalam hal ini Kantor Pendaftaran Fidusia, maka

sertifikat tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat sebagai

suatu akta otentik, dan hanya Kantor Pendaftaran Fidusia sebagai satu-

satunya yang berwenang mengeluarkan sertifikat penjaminan fidusia

tersebut.

Karena itu pula, jika ada alat bukti Sertifikat Jaminan Fidusia, dan

sertifikat tersebut adalah sah, maka alat bukti lain dalam bentuk apa pun

harus ditolak. Para pihak tidak cukup misalnya hanya membuktikan

adanya fidusia dengan hanya mempertunjukkan Akta Jaminan Fidusia

yang dibuat oleh notaris. Sebab, menurut Oasal 14 ayat (3) UU Fidusia,

maka dengan Akta Jaminan Fidusia, lembaga fidusia dianggap belum

lahir. Lahirnya fidusia tersebut adalah pada saat didaftarkan di Kantor

Pendaftran Fidusia.

13 Ibid., hal 3114 Ibid., hal 34-35.

10

Page 11: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

B. Tinjauan Umum tentang Eksekusi Jaminan Fidusia

UU No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia mengatur mengenai eksekusi

jaminan fidusia dalam Bab V, termasuk didalamnya Pasal 29 menyatakan

bahwa:

(1) Apabila debitur atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap

Benda yang menjadi Objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara:

a. Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud pada Pasal 15

(2) oleh Penerima Fidusia;

b. Penjualan Benda yang menjadi Objek Jaminan Fidusia atas

kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta

mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;

c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan

Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat

diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia ini mengatur

eksekusi fidusia secara bervariasi, sehingga para pihak dapat memilih model

eksekusi mana yang mereka inginkan. Sekalipun tidak sebutkan dalam Undang-

Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia, tetapi tentunya pihak kreditur

dapat menempuh proses eksekusi biasa lewat gugatan biasa ke pengadilan.15

Selanjutnya akan dibahas satu-persatu mengenai cara eksekusi yang

diatur dalam UU Fidusia serta proses eksekusi melalui gugatan biasa ke

pengadilan, yaitu sebagai berikut:16

1. Eksekusi Fidusia dengan Titel Eksekutorial

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata atau HIR,

setiap akta yang mempunyai titel eksekutorial dapat dilakukan fiat

eksekusi. Pasal 224 HIR tersebut menyatakan bahwa Grosse dari akta

hipotik dan surat hutang yang dibuat di hadapan notaris di Indonesia

dan yang kepalanya berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa” berkekuatan sama dengan kekuatan suatu keputusan

hakim.

15 Ibid., hal 5816 Ibid., hal 59-63

11

Page 12: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

Kemudian, Pasal 15 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia

menyatakan bahwa dalam Sertifikat Jaminan Fidusia dicantumkan

kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN

YANG MAHA ESA” Irah-Irah inilah yang memberikan titel

eksekutorial, yakni titel yang mensejajarkan kekuatan akta tersebut

dengan putusan pengadilan. Dengan demikian, akta tersebut tinggal

dieksekusi (tanpa perlu lagi suatu putusan pengadilan).

2. Eksekusi Fidusia secara Parate Eksekusi Lewat Pelelangan Umum

Eksekusi fidusia dapat juga dilakukan dengan jalan

mengeksekusinya oleh penerima fidusia lewat lembaga pelelangan

umum (Kantor Lelang), di mana hasil pelelangan tersebut diambil

untuk melunasi pembayaran piutang-piutangnya. Parate eksekusi

lewat pelelangan umum ini dapat dilakukan tanpa melibatkan

pengadilan sama sekali.

3. Eksekusi Fidusia secara Parate Eksekusi Secara Penjualan Di Bawah

Tangan

Jaminan fidusia dapat juga dieksekusi dengan cara menjual benda

objek Fidusia tersebut secara di bawah tangan, asalkan terpenuhi

syarat-syarat antara lain:

(1) Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dengan

penerima fidusia.

(2) Jika dengan cara penjualan di bawah tangan tersebut dicapai

harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

(3) Diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau penerima

fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

(4) Diumumkan dalam sedikit-sedikitnya dalam dua surat kabar

yang beredar di daerah yang bersangkutan.

(5) Pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu)

bulan sejak diberitahukan secara tertulis.

4. Eksekusi Fidusia Lewat Gugatan Biasa

12

Page 13: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

Dalam pasal 29 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Fidusia, tidak

disebutkan cara eksekusi fidusia lewat gugatan biasa. Meskipun

begitu, pihak kreditur dapat menempuh prosedur eksekusi biasa lewat

gugatan biasa ke Pengadilan Negeri yang berwenang.

Sebab keberadaan UU Fidusia dengan model-model eksekusi

khusus tidak untuk meniadakan hukum acara yang umum, tetapi

untuk menambah ketentuan yang ada dalam hukum acara umum,

melainkan untuk mempermudah dan membantu pihak kreditur. Satu

dan lain hal disebabkan eksekusi fidusia lewat gugatan biasa

memakan waktu yang lama dan dengan prosedur yang berbelit-belit.

Dan hal tersebut sangat tidak praktis dan tidak efisien bagi hutang

dengan Jaminan Fidusia tersebut.

C. Tinjauan Umum tentang Akta Di Bawah Tangan

Akta yang dibuat di bawah tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

1844 KUH Perdata adalah tulisan yang ditandatangani tanpa perantara pejabat

umum.

Akta di bawah tangan pada dasarnya adalah suatu akta yang dibuat oleh

para pihak untuk suatu kepentingan atau tujuan tertentu tanpa mengikutsertakan

pejabat yang berwenang. Jadi dalam suatu akta di bawah tangan, akta tersebut

cukup dibuat oleh para pihak itu sendiri dan kemudian ditandatangani oleh para

pihak tersebut, misainya kwitansi, surat perjanjian utang-piutang,

ketidakikutsertaan pejabat yang berwenang inilah yang merupakan perbedaan

pokok antara akta di bawah tangan dengan akta. otentik. Sehingga secara

popular dikatakan “siapa yang hendak membuat akta di bawah tangan

mengambil pena, sedangkan siapa yang hendak memperoleh akta otentik

mengambil notaris.”17

Akta di bawah tangan ini diatur dalam Pasal 1874 - 1984 KUHPerdata.

Terhadap akta di bawah tangan apabila ada tanda tangan yang disangkal, maka

pihak yang mengajukan akta di bawah tangan itu harus membuktikan kebenaran

tanda tangan itu melalui alat bukti lain.

17 Subekti, 1986, Pembuktian dan Daluwarsa, Intermasa,Jakarta, hal 75.

13

Page 14: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

Dengan demikian selama tanda tangan tidak diakui maka akta di bawah

tangan tersebut tidak banyak membawa manfaat bagi pihak

yangmengajukannya di muka pengadilan. Namun apabila tanda tangan tersebut

sudah diakui maka akta di bawah tangan itu bagi yang menandatangani, ahli

warisnya dan orang-orang yang mendapat hak dari mereka, merupakan bukti

yang sempurna sebagai kekuatan formil dan kekuatan formil dari suatu Akta

Otentik (Pasal 1875 KUHPerdata).

Pada prakteknya, lembaga pembiayaan dalam melakukan perjanjian

pembiayaan mencamtumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia. Tetapi

ironisnya beberapa diantaranya tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak

didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat. Akta

semacam itu dapat disebut akta jaminan fidusia di bawah tangan.18 Hal tersebut

karena jika jaminan fidusia yang tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran

Fidusia dalam hal ini sebagai pejabat yang berwenang, maka kreditur atau

penerima jaminan fidusia tidak mendapat Sertifikat Jaminan Fidusia yang

dikeluarkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia, yang mana Sertifikat tersebut

memiliki kekuatan yang sama dengan akta otentik.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Proses Eksekusi Dalam Perjanjian Fidusia

Eksekusi jaminan fidusia adalah penyitaan dan penjualan benda yang

menjadi objek jaminan fidusia. Hal yang menjadi penyebab timbulnya eksekusi

18 Hukumonline, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17783/eksekusi-terhadap-benda-objek-perjanjian-fidusia-dengan-akta-di-bawah-tangan. Diakses tanggal 28 November 2015.

14

Page 15: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

jaminan fidusia ini adalah karena debitur atau pemberi fidusia cedera janji atau

tidak memenuhi prestasinya tepat pada waktunya kepada penerima fidusia,

walaupun mereka telah diberikan somasi. Fokus perhatian dalam masalah

jaminan fidusia adalah wanprestasi dari debitur pemberi fidusia. Undang-

Undang Jaminan Fidusia tidak menggunakan kata wanprestasi melainkan

cedera janji.

Tindakan eksekutorial atau lebih dikenal dengan eksekusi pada dasarnya

adalah tindakan melaksanakan atau menjalankan keputusan pengadilan.

Menurut Pasal 195 HIR pengertian eksekusi adalah menjalankan putusan hakim

oleh pengadilan. Hal ini menunjukkan bahwa piutang kreditur menindih pada

seluruh harta debitur tanpa kecuali.

Pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia diatur di dalam Pasal 29 sampai

dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan

Fidusia.

Pasal 29

(1) Apabila debitor atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap Benda

yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara

a. Pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat

(2) oleh Penerima Fidusia;

b. Penjualan benda yangrnenjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan

Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil

pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;

c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan

Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh

harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

(2) Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c

dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara

tertulis oleh Pemberi dan Penerima Fidusia kepada pihak-pibak yang

berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang

beredar di daerah yang bersangkutan.

Pasal 30

15

Page 16: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

Pemberi Fidusia wajib menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia

dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia.

Pasal 31

Dalam hal Benda yang menjadi objek Jamiman Fidusia terdiri atas benda

perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa, penjualannya

dapat dilakukan di tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Pasal 32

Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap Benda yang menjadi objek

Jaminan Fidusia dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 31, batal demi hukum.

Pasal 33

Setiap janji yang memberi kewenangan kepada Penerima Fidusia untuk memiliki

Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia apabila debitur cidera janji, batal

demi hukum.

Pasal 34

(1) Dalam hal basil eksekusi melebihi nilai penjaminan, Penerima Fidusia wajib

mengembalikan kelebihan tersebut kepada Pemberi Fidusia.

(2) Apabila basil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang debitur tetap

bertanggung jawab atas utang yang belum terbayar.

Dari pengaturan pasal-pasal di atas, maka dapat diiihat bahwa eksekusi

Jaminan Fidusia dapat dilakukan melalui cara-cara, antara lain:

1. Eksekusi langsung dengan titel eksekutorial yang berarti sama

kekuatannya dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Eksekusi ini dibenarkan oleh Undang-undang Nomor 42 Tahun

1999 Tentang Jaminan Fidusia karena menurut pasal 15 ayat (2) Undang-

undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, sertifikat

Jaminan Fidusia menggunakan titel “Demi Keadilan Berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa” yang berarti kekuatannya sama dengan

kekuatan putusan pengadilan yang bersifat tetap. Hal ini memberikan

titel eksekutorial dan berarti akta tersebut tinggal dieksekusi tanpa harus

16

Page 17: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

melalui suatu putusan pengadilan. Karena itu, yang dimaksud dengan fiat

eksekusi adalah eksekusi atas sebuah akta seperti mengeksekusi suatu

putusan pengadilan yang telah berkekuatan pasti, yakni dengan cara

meminta fiat dari ketua pengadilan dengan cara memohon penetapan dari

ketua pengadilan untuk melakukan eksekusi. Ketua pengadilan akan

memimpin eksekusi sebagaimana dimaksud dalam HIR.

2. Pelelangan Umum.

Eksekusi fidusia juga dapat dilakukan dengan jalan

mengeksekusinya, oleh penerima fidusia lewat lembaga pelelangan umum

(kantor lelang), di mana hasil pelelangan tersebut diambil untuk melunasi

pembayaran tagihan penerima fidusia. Parate eksekusi lewat pelelangan

urnum ini dapat dilakukan tanpa melibatkan pengadilan sebagaimana

diatur pasal 29 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999

Tentang Jaminan Fidusia.

3. Penjualan di bawah tangan.

Eksekusi fidusia juga dapat dilakukan melalui penjualan di bawah

tangan asalkan terpenuhi syarat-syarat untuk itu. Adapun syarat-syarat

tersebut adalah:

a. Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dengan penerima

fidusia.

b. Jika dengan cara penjualan di bawah tangan tersebut dicapai harga

tertinggi yang menguntungkan para pihak.

c. Diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau penerima fidusia

kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

d. Diumumkan dalam sedikitnya dua surat kabar yang beredar di daerah

tersebut.

e. Pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat waktu satu bulan sejak

diberitahukan secara tertulis.

4. Eksekusi secara mendaku

Eksekusi fidusia dalam cara ini adalah eksekusi dengan cara

mengambil barang fidusia untuk menjadi milik kreditur secara langsung

17

Page 18: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

tanpa lewat suatu transaksi apapun. Namun, hal ini dilarang oleh Pasal 33

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

5. Eksekusi terhadap barang perdagangan dan efek yang dapat

diperdagangkan.

Eksekusi terhadap barang tersebut dapat dilakukan dengan cara

penjualan di pasar atau bursa sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk

pasar dan bursa tersebut sesuai dengan maksud pasal 31 Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

6. Eksekusi lewat gugatan biasa.

Meskipun Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia tidak menyebutkan eksekusi lewat gugatan ke

pengadilan, tetapi tentunya pihak kreditor dapat menempuh prosedur

eksekusi biasa lewat gugatan ke pengadilan. Sebab, keberadaan Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dengan model-

model eksekusi khusus tidak untuk meniadakan hukum acara yang umum.

Tidak ada indikasi sedikit pun dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun

1999 Tentang Jaminan Fidusia yang bertujuan meniadakan ketentuan

hukum acara.

Selama ini sebelum keluarnya Undang-Undang Jaminan Fidusia, tidak

ada kejelasan mengenai bagaimana caranya mengeksekusi objek Jaminan

Fidusia. Oleh karena tidak ada ketentuan yang mengaturnya, banyak yang

menafsirkan eksekusi objek Jaminan Fidusia dengan memakai prosedur gugatan

biasa (lewat pengadilan dengan prosedur biasa) yang panjang, mahal dan

melelahkan.

Sehingga dengan lahirnya Undang-Undang Jaminan Fidusia ini semakin

mempermudah dan memberi kepastian bagi kreditur dalam pelaksanakan

eksekusi. Salah satu ciri Jaminan Fidusia yang kuat itu mudah dan pasti dalam

pelaksanaan eksekusinya, jika debitur (pemberi fidusia) cedera janji.

Untuk melakukan eksekusi terhadap objek jaminan fidusia, maka pemberi

fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Apabila

18

Page 19: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

benda yang menjadi objek jaminan fidusia terdiri atas benda perdagangan atau

efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di

tempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Ada dua kemungkinan dari hasil pelelangan atau penjualan barang

jaminan fidusia seperti yang tercantum dalam Pasal 34, yaitu:

1. Hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia wajib

mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia;

2. Hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitur atau

pemberi fidusia tetap bertanggung jawab atas utang yang belum dibayar.

Ada 2 janji yang dilarang dalam pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia,

yaitu:

1. Janji melaksanakan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan

fidusia dengan cara yang bertentangan dengan Pasal 29 Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999; dan

2. Janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk

memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur

cedera janji.

Kedua macam perjanjian tersebut adalah batal demi hukum. Artinya

bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.

Untuk menyelenggarakan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia secara

aman, tertib, lancar, dan dapat dipertanggungjawabkan; melindungi

keselamatan Penerima Jaminan Fidusia, Pemberi Jaminan Fidusia, dan/ atau

masyarakat dari perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian harta benda dan/

atau keselamatan jiwa maka diterbitkanlah Peraturan Kapolri No. 8 Tahun

2011.

Dalam Peraturan Kapolri tersebut, untuk melaksanakan eksekusi atas

jaminan fidusia dimaksud harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu:

1. Ada permintaan dari pemohon;

2. Objek tersebut memiliki akta jaminan fidusia;

3. Objek jaminan fidusia terdaftar pada kantor pendaftaran fidusia;

4. Objek jaminan fidusia memiliki setifikat jaminan fidusia;

5. Jaminan fidusia berada di wilayah negara Indonesia.

19

Page 20: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

Mengenai proses pengamanan eksekusi atas jaminan fidusia ini tercantum

dalam Pasal 7 Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2011, dimana permohonan

pengamanan eksekusi tersebut harus diajukan secara tertulis oleh penerima

jaminan fidusia atau kuasa hukumnya kepada Kapolda atau Kapolres tempat

eksekusi dilaksanakan. Pemohon wajib melampirkan surat kuasa dari penerima

jaminan fidusia bila permohonan diajukan oleh kuasa hukum penerima jaminan

fidusia.

Untuk pengajuan permohonan eksekusi, pihak pemohon eksekusi harus

melampirkan:

1. Salinan akta jaminan fidusia;

2. Salinan sertifikat jaminan fidusia;

3. Surat peringatan kepada Debitor untuk memenuhi kewajibannya, dalam

hal ini telah diberikan pada Debitor sebanyak 2 kali dibuktikan dengan

tanda terima;

4. Identitas pelaksana eksekusi;

5. Surat tugas pelaksanaan eksekusi.

B. Dapat Tidaknya Objek Jaminan Fidusia dengan Akta DiBawah Tangan

untuk Dieksekusi

Dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia

telah ditegaskan dengan jelas kewajiban untuk melakukan pendaftaran terhadap

perjanjian hutang-piutang yang menggunakan jaminan fidusia dalam Pasal 11-

Pasal 18. Namun dalam prakteknya masih banyak sekali yang tidak

melaksanakan kewajiban melakukan pendaftaran tersebut sehingga dapat

menimbulkan hal-hal yang merugikan para pihak misalnya saja adanya fidusia

dua kali tanpa sepengetahuan kreditur dan adanya pengalihan barang fidusia

dua kali tanpa sepengatahuan kreditur.

Selanjutnya apabila suatu perjanjian hutang-piutang dengan jaminan

fidusia tidak dilakukan pendaftaran maka jika dikemudian hari terjadi cidera

janji kreditur tidak dapat secara langsung melakukan eksekusi karena jaminan

20

Page 21: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

tidak memiliki kekuatan eksekutorial seperti yang dijelaskan dalam Pasal 15

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia dijelaskan apabila terjadi cidera janji eksekusi terhadap benda

yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara :

a. Pelaksanaan titel eksekutorial oleh Penerima Fidusia:

b. Penjuakan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan

Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil

pelunasan piutang dari hasil penjualan:

c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepaktan

Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh

harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

Dengan melihat ketentuan tersebut terhadap objek jaminan fidusia yang

tidak dilakukan pendaftaran, maka secara argumentum a contrario kreditur

tidak dapat melakukan eksekusi objek yang dijadikan jaminan baik secara

eksekutorial maupun pelelangan umum.

Namun terhadap jaminan fidusia yang tidak dilakukan pendaftaran

pihak kreditur tidak dapat secara langsung melakukan pelenagan terhadap

jaminan yang diberikan debitur melainkan dimungkinkan untuk melakukan

pengajuan gugatan ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang

normal.

Jadi apabila kita mengacu pada ketentuan dalam Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia maka terhadap jaminan fidusia

yang tidak dilakukan pendaftaran tidak akan dapat dilakukan eksekusi apabila

terjadi cidera janji, namun terdapat perlindungan hukum lain terhadapnya yaitu

dengan jalan mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dengan melalui proses

hukum acara yang normal.

C. Mekanisme Eksekusi Objek Perjanjian Fidusia dengan Akta di Bawah

Tangan

Proses eksekusi objek perjanjian fidusia dengan akta di bawah tangan

dapat dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan

21

Page 22: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

Negeri. Mengingat bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (3) UU No 42 Tahun 1999

tentang Fidusia, fidusia oleh undang-undang dianggap lahir pada saat yang

sama dengan dicatatnya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia, maka

Perjanjian Fidusia dengan akta di bawah tangan dianggap belum lahir menurut

UU Fidusia.

Oleh karena itu, kreditur atau penerima jaminan fidusia tidak

mendapatkan perlindungan hukum dari UU Fidusia tersebut apabila debitur

cidera janji. Oleh karenanya pula, apabila debitur cidera janji maka proses

eksekusi objek perjanjian fidusia dengan akta di bawah tangan tidak dapat

dilakukan dengan cara sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU No. 42 Tahun

1999 tentang Fidusia yang terdiri dari eksekusi dengan titel eksekutorial,

eksekusi dengan parate eksekusi melalui pelelangan umum, dan eksekusi

dengan parate eksekusi secara di bawah tangan.

Proses hukum acara yang ditempuh dalam gugatan perdata di Pengadilan

Negeri meliputi susunan persidangan dalam praktik yang terdiri dari hakim

tunggal atau majelis hakim terdiri dari satu ketua dan dua hakim anggota, dan

dilengkapi oleh panitera sebagai pencatat jalannya persidangan. Dan

persidangan kurang lebih akan dilakukan 8 kali yang terdiri dari sidang pertama

sampai dengan putusan hakim, apabila persidangan tersebut berjalan dengan

lancar.

Pada sidang pertama, yang merupakan “checking” identitas para pihak

dan apakah para pihak sudah mengerti mengapa sebab mereka dipanggil untuk

menghadiri sidang. Setelah para pihak dianggap mengerti hakim menghimbau

agar kedua pihak berdamai, dan kemudian sidang ditangguhkan.

Dalam sidang kedua, apabila para pihak dapat berdamai maka terdapat 2

kemungkinan yaitu gugatan dicabut atau mereka mengadakan perdamaian

diluar atau di muka sidang. Apabila tidak tercapai perdamaian maka sidang

dilanjutkan dengan penyerahan jawaban dari pihak tergugat.

Selanjutnya pada sidang ketiga, pada sidang ini penggugat menyerahkan

replik yaitu tanggapan penggugat terhadap jawaban tergugat kepada hakim dan

tergugat. Sidang ke empat, dalam sidang ini tergugat menyerahkan duplik yaitu

tanggapan tergugat terhadap replik penggugat.

22

Page 23: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

Sidang kelima yang merupakan sidang pembuktian oleh penggugat, pada

kesempatan ini penggugat mengajukan bukti-bukti yang memperkuat

penggugat dan melemahkan pihak tergugat. Apabila pembuktian ini tidak

selesai maka dilanjutkan pada sidang berikutnya, pembuktian ini dapat

dilakukan cukup sehari, tetapi biasanya bisa dua atau tiga kali atau lebih

tergantung pada kelancaran pembuktian. Kelancaran dalam pembuktian akan

mempengaruhi terhadap jangka waktu dalam peradilan.

Berikutnya pada sidang ke-enam yang merupakan pembuktian dari pihak

tergugat, jalannya sidang sama dengan sidang ke lima yaitu pembuktian oleh

penggugat.

Pada sidang ketujuh yang merupakan penyerahan kesimpulan. Disini

kedua belah pihak membuat kesimpulan dari hasil-hasil sidang tersebut, dimana

kesimpulan tersebut akan menguntungkan para pihak masing-masing.

Pada sidang kedelapan yang merupakan sidang terakhir yaitu sidang

putusan hakim, dalam sidang ini hakim membaca putusan yang seharusnya

dihadiri oleh para pihak. Setelah menjatuhkan putusan para pihak diberi

kesempatan untuk mengajukan banding, dimana banding ini diberi jangka

waktu 14 hari terhitung sejak dijatuhkannya putusan.19

Proses eksekusi dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan

Negeri ini memang memiliki kelemahan, yaitu bahwa eksekusi objek jaminan

fidusia melalui gugatan perdata biasa dirasa tidak efektif dan efisien karena

membutuhkan proses yang panjang dan biaya yang mahal, sehingga terkadang

merugikan kedua belah pihak yang bersengketa.

Kreditur juga dapat mengajukan permohonan sita jaminan revindicatoir

melalui Pengadilan Negeri dalam hal objek jaminannya adalah barang bergerak.

Sita jaminan revindicatoir berdasarkan Pasal 260 RBg, yaitu pemilik barang

bergerak yang barangnya ada di tangan orang lain dapat diminta, baik secara

lisan maupun tertulis kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat orang yang

memegang barang tersebut tinggal, agar barang tersebut disita.

19 Soeroso, 2006, Praktik Hukum Acara Perdata Tata Cara dan Proses Persidangan, Sinar Grafika, Jakarta, hal 4-5.

23

Page 24: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

Sita jaminan revindikatoir dipakai karena dalam Jaminan fidusia kreditur

atau penerima jaminan dianggap sebagai pemilik objek jaminan berupa barang

bergerak tersebut. Dalam jaminan fidusia terdapat beberapa unsur yang perlu

kita cermati, pertama-tama unsur “pengalihan hak kepemilikan” suatu benda.

Undang-undang tidak mengatakan, apa yang dimaksud dengan hak

kepemilikan, namun kiranya yang dimaksud adalah hak-hak yang melekat pada

hak milik. Hak milik intinya merupakan “hak” sesuai dengan yang diatur dalam

Pasal 570 KUHPerdata dan hak dihubungkan dengan subjek tertentu tidak lain

merupakan kewenangan (kewajiban) dan lebih dari itu, hak milik merupakan

sekelompok kewenangan.20

Jadi fidusia yang dialihkan adalah kewenangan-kewenangan si pemilik

atas benda-benda tertentu miliknya. Karena kewenangan seorang pemilik

meliputi tindakan-tindakan pemilikan (beschikkingsdaden).

Apabila kreditor (penggugat) menggugat barang-barang bergerak yang

berasal darinya atau miliknya dan barang tersebut berada di tangan tergugat

(debitur), maka Sita Revindicatoir dapat dimohonkan kepada Ketua Pengadilan

Negeri sebelum putusan dijatuhkan.

Dalam proses gugatan sebelum perkaranya diputus oleh hakim yang

memeriksa, jika ada dugaan yang mendasar bahwa barang-barang bergerak

milik penggugat yang berada di tangan tergugat digelapkan oleh tergugat agar

tidak jatuh ke tangan penggugat, maka penggugat dapat mengajukan

permohonan untuk penyitaan terhadap barang-barang bergerak milik penggugat

yang berada di tangan tergugat, walaupun dalam proses persidangan belum ada

putusan, hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk mengadakan

penyitaan terhadap barang-barang bergerak milik penggugat yang berada di

tangan tergugat.21

Apabila permohonan sita revindicatoir yang diajukan penggugat

dikabulkan, maka dalam diktum putusan sita revindicatoir itu dinyatakan sah

dan berharga, dan diperintahkan agar barang yang bersangkutan diserahkan

20 Ari Wahyudi Hertanto, http://arididit.blogspot.co.id/2014/10/eksistensi-jaminan-fidusia-suatu-kajian.html. Diakses tanggal 4 Desember 201521 Sarwono, S.H., 2011, M.Hum, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Yogyakarta, hal 147.

24

Page 25: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

kepada penggugat. Sedangkan jika permohonan ditolak, maka permohonan sita

revindicatoir yang telah dijalankan itu dinyatakan dicabut.

Mengenai permohonan Sita Revindicatoir yang diajukan oleh pengguggat

diatur dalam Pasal 226 HIR, Pasal 227 HIR, Pasal 260 RBg, Pasal 261 RBg,

Pasal 720 Rv, Pasal 721 Rv, Pasal 722 Rv, dan Pasal 728 Rv.

Pasal 226 HIR mengatur mengenai pengajuan surat pemohonan Sita

Revindicatoir oleh penggugat, yaitu:

1) Orang yang empunya barang yang tidak tetap, dapat meminta dengan

surat atau dengan lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang di dalam

daerah hukumnya tempat tinggal orang yang memgang barang itu, supaya

barang itu disita.

2) Barang yang hendak disita itu harus dinyatakan dengan saksama dalam

permintaan itu.

3) Jika permintaan itu dikabulkan, maka penyitaan dijalankan menurut surat

perintah ketua/tentang orang yang harus menjalankan penyitaan itu dan

tentang syarat-syaratnya yang harus dituruti

4) Tentang penyitaan yang dijalankan itu diberitahukan dengan segera oleh

panitera pada yang memasukkan permintaan, sambil memberitahukan

kepadanya, bahwa ia harus menghadap persidangan dengan pengadilan

negeri yang pertama sesudah itu untuk memajukan dan menguatkan

gugatannya.

5) Atas perintah ketua, orang yang memegang barang yang disita itu harus

dipanggil untuk menghadap persidangan itu juga.

6) Pada hari yang ditentukan itu, maka perkara yang diperiksa dan

diputuskan seperti biasa.

7) Jika gugatan itu diterima, maka penyitaan itu disahkan dan diperintahkan,

supaya barang yang disita itu diserahkan kepada penggugat, sedang jikka

gugatan itu ditolah, harus diperintahkan supaya dicabut penyitaan itu

Namun, bagaimanapun mengingat bahwa akta di bawah tangan tidak

memiliki kekuatan sempurna sebagaimana akta otentik, maka bagi kreditur atau

penerima jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan tidak sepenuhnya

25

Page 26: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

mendapat kepastian hukum seperti penerima jaminan fidusia yang telah

didaftarkan.

Cara-cara eksekusi yang telah diuraikan di atas memang dapat dijadikan

jalan keluar untuk kreditur agar dapat menuntut haknya, namun demikian

belum pasti kreditur atau penerima jaminan fidusia dapat mendapat haknya

secara penuh seperti penerima jaminan fidusia yang telah didaftarkan. Karena

dengan objek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan, telah menghilangkan hak

preferen dari si kreditur dan juga eksekusi jaminan fidusia tidak dapat

dilakukan secara otomatis. Sehingga satu-satunya jalan hanya mengharapkan

putusan hakim yang pada praktiknya belum tentu mengabulkan gugatan dari

penggugat itu.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Eksekusi jaminan fidusia adalah penyitaan dan penjualan benda yang menjadi

objek jaminan fidusia. Hal yang menjadi penyebab timbulnya eksekusi jaminan

fidusia ini adalah karena debitur atau pemberi fidusia cedera janji atau tidak

26

Page 27: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

memenuhi prestasinya tepat pada waktunya kepada penerima fidusia, walaupun

mereka telah diberikan somasi.

A.1. Proses Eksekusi Dalam Perjanjian Fidusia

Pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia diatur di dalam Pasal 29 sampai dengan

Pasal 34 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Dari

pengaturan pasal tersebut, maka dapat dilihat bahwa eksekusi Jaminan Fidusia dapat

dilakukan melalui cara-cara, antara lain:

1. Eksekusi langsung dengan titel eksekutorial yang berarti sama kekuatannya

dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

2. Pelelangan Umum.

Eksekusi fidusia juga dapat dilakukan dengan jalan mengeksekusinya, oleh

penerima fidusia lewat lembaga pelelangan umum (kantor lelang), di mana

hasil pelelangan tersebut diambil untuk melunasi pembayaran tagihan

penerima fidusia.

3. Penjualan di bawah tangan.

Eksekusi fidusia juga dapat dilakukan melalui penjualan di bawah tangan

asalkan terpenuhi syarat-syarat untuk itu. Adapun syarat-syarat tersebut

adalah:

a. Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dengan penerima

fidusia.

b. Jika dengan cara penjualan di bawah tangan tersebut dicapai harga

tertinggi yang menguntungkan para pihak.

c. Diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau penerima fidusia

kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

d. Diumumkan dalam sedikitnya dua surat kabar yang beredar di daerah

tersebut.

e. Pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat waktu satu bulan sejak

diberitahukan secara tertulis.

4. Eksekusi secara mendaku

27

Page 28: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

Eksekusi fidusia dalam cara ini adalah eksekusi dengan cara mengambil

barang fidusia untuk menjadi milik kreditur secara langsung tanpa lewat suatu

transaksi apapun. Namun, hal ini dilarang oleh Pasal 33 Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

5. Eksekusi terhadap barang perdagangan dan efek yang dapat diperdagangkan.

Eksekusi terhadap barang tersebut dapat dilakukan dengan cara penjualan di

pasar atau bursa sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk pasar dan bursa

tersebut sesuai dengan maksud pasal 31 Undang-Undang Nomor 42 Tahun

1999 Tentang Jaminan Fidusia.

6. Eksekusi lewat gugatan biasa.

Meskipun Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

tidak menyebutkan eksekusi lewat gugatan ke pengadilan, tetapi tentunya

pihak kreditor dapat menempuh prosedur eksekusi biasa lewat gugatan ke

pengadilan.

A. 2. Dapat Tidaknya Objek Jaminan Fidusia dengan Akta Di Bawah Tangan Untuk

Dieksekusi

Apabila mengacu pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun

1999 tentang Jaminan Fidusia maka terhadap jaminan fidusia yang tidak dilakukan

pendaftaran tidak akan dapat dilakukan eksekusi objek yang dijadikan jaminan baik

secara eksekutorial maupun pelelangan umum. Apabila terjadi cidera janji, namun

terdapat perlindungan hukum lain terhadapnya yaitu dengan jalan mengajukan

gugatan ke pengadilan negeri dengan melalui proses hukum acara yang normal.

A.3. Mekanisme Eksekusi Objek Perjanjian Fidusia dengan Akta di Bawah Tangan

Proses eksekusi objek perjanjian fidusia dengan akta di bawah tangan dapat

dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri. Mengingat

bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (3) UU No 42 Tahun 1999 tentang Fidusia, fidusia

oleh undang-undang dianggap lahir pada saat yang sama dengan dicatatnya Jaminan

Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia, maka Perjanjian Fidusia dengan akta di bawah

tangan dianggap belum lahir menurut UU Fidusia.

28

Page 29: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

Proses hukum acara yang ditempuh dalam gugatan perdata di Pengadilan

Negeri meliputi susunan persidangan dalam praktik yang terdiri dari hakim tunggal

atau majelis hakim terdiri dari satu ketua dan dua hakim anggota, dan dilengkapi oleh

panitera sebagai pencatat jalannya persidangan. Dan persidangan kurang lebih akan

dilakukan 8 kali yang terdiri dari sidang pertama sampai dengan putusan hakim,

apabila persidangan tersebut berjalan dengan lancar.

Kreditur juga dapat mengajukan permohonan sita jaminan revindicatoir

melalui Pengadilan Negeri dalam hal objek jaminannya adalah barang bergerak. Sita

jaminan revindicatoir berdasarkan Pasal 260 RBg, yaitu pemilik barang bergerak

yang barangnya ada di tangan orang lain dapat diminta, baik secara lisan maupun

tertulis kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat orang yang memegang barang

tersebut tinggal, agar barang tersebut disita.

Cara-cara eksekusi yang telah diuraikan di atas memang dapat dijadikan jalan

keluar untuk kreditur agar dapat menuntut haknya, namun demikian belum pasti

kreditur atau penerima jaminan fidusia dapat mendapat haknya secara penuh seperti

penerima jaminan fidusia yang telah didaftarkan. Karena dengan objek jaminan

fidusia yang tidak didaftarkan, telah menghilangkan hak preferen dari si kreditur dan

juga eksekusi jaminan fidusia tidak dapat dilakukan secara otomatis. Sehingga satu-

satunya jalan hanya mengharapkan putusan hakim yang pada praktiknya belum tentu

mengabulkan gugatan dari penggugat.

B. Saran

Eksekusi objek perjanjian fidusia dengan akta dibawah tangan, memiliki

kelemahan hukum karena tidak dilakukan pendaftarkan maka tidak akan dapat

dilakukan eksekusi objek yang dijadikan jaminan baik secara eksekutorial maupun

pelelangan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU No. 42 Tahun 1999 tentang

Fidusia

Dalam hal ini, kreditur atau penerima jaminan fidusia tidak mendapatkan

perlindungan hukum dari UU Fidusia tersebut apabila debitur cidera janji. Sedangkan

jika terjadi cidera janji, hal yang dapat dilakukan kreditur untuk mendapatkan haknya

29

Page 30: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

adalah dengan jalan mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dengan melalui proses

hukum acara yang normal. Tetapi proses pengajuan gugatan ini memakan waktu yang

lama, berbiaya mahal dan putusan hakim juga belum tentu menerima gugatan

kreditur.

Saran dari kelompok kami, supaya UU Fidusia melengkapi pengaturan

mengenai eksekusi obyek perjanjian fidusia dengan akta dibawah tangan agar

terlindunginya kepentingan kreditur dimata hukum, karena pada praktiknya masih

banyak terjadi perjanjian fidusia dengan akta dibawah tangan.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Fuady, Munir, 2005, Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sarwono, 2011, M.Hum, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Sinar

Grafika, Yogyakarta.

30

Page 31: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

Satrio, J, 2002. Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan. PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung.

Soeroso, 2006, Praktik Hukum Acara Perdata Tata Cara dan Proses

Persidangan, Sinar Grafika, Jakarta.

Sofwan, Sri SM, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya

Fiducia Di Dalam Praktek dan Pelaksanaannya Di Indonesia, Fakultas

Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Subekti, 1986, Pembuktian dan Daluwarsa, Intermasa,Jakarta.

Widjaja G dan Ahmad Yani, 2000, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Salim HS, Haji. 2014, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Rajawali

Pers. Jakarta.

A. Artikel Jurnal

Ganitra Dhiksa Weda, “Akibat Hukum Terhadap Perjanjian Hutang-Piutang

Yang dibuat Oleh Notaris Dengan Jaminan Fidusia yang Tidak

Didaftarkan” , Vol. 02 Nomor. 04, Juni 2014.

B. Artikel Internet

Ari Wahyudi Hertanto, “Eksistensi Jaminan Fidusia Suatu Kajian”,

http://arididit.blogspot.co.id/2014/10/eksistensi-jaminan-fidusia-suatu-

kajian.html, diakses tanggal 4 Desember 2015

“Eksekusi Objek Jaminan”, http://melissamanis.blogspot.co.id/2011/11/eksekusi-

obyek-jaminan-fidusia.html, diakses pada tanggal 28 November 2015.

“Eksekusi Terhadap Benda Objek Perjanjian Fidusia dengan Akta di Bawah

Tangan”,

https://www.academia.edu/14735649/Eksekusi_Terhadap_Benda_Objek

_Perjanjian Fidusia_dengan_Akta_di_Bawah_Tangan, diakses pada

tanggal 29 November 2015.

“Eksekusi terhadap Benda Objek Perjanjian Fidusia dengan Akta di bawah

Tangan”, http://www.bedanews.com/eksekusi-terhadap-benda-objek-

perjanjian-fidusia--dengan-akta-di-bawah-tangan, diakses pada tanggal

28 November 2015.

31

Page 32: JAMSUS EKSEKUSI FIDUSIA

“Fidusia dan Eksekusi Jaminan Fidusia”,

http://kantorhukumkalingga.blogspot.co.id/2013/06/fidusia-dan-

eksekusi-jaminan-fidusia.html,diakses pada tanggal 29 November 2015.

Hukum online, “Eksekusi Terhadap Benda Objek Perjanjian Fidusia dengan Akta

di Bawah Tangan”. From:

http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol17783/eksekusi-terhadap-

benda-objek-perjanjian-fidusia-dengan-akta-di-bawah-tangan, diakses

1 Desember 2015.

Sururudin's Weblog, “Mencermari Pokok-Pokok Undang-Undang Jaminan

Fidusia”, https://sururudin.wordpress.com/2011/04/13/mencermati-

pokok-pokok-undang-undang-jaminan-fidusia/, diakses pada tanggal 28

November 2015.

C. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

32