JAK Januari 2007-1-1

145
URNAL KUNTANSI DAN EUANGAN Evaluasi Pengungkapan Informasi Pertanggungjawaban Sosial Pada Laporan Tahunan Perusahaan Dalam Kelompok Aneka Industri Yang Go Publik di BEJ Edwin Mirfazli dan Nurdiono Analisis Pengaruh Interaksi Laba Dengan Laporan Arus Kas Terhadap Return Saham (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di BEJ) Kiagus Andi Penerapan PSAK Nomor 45 Pada Organisasi Pengelola Zakat Nurdiono Riset Anggaran Untuk Rakyat Studi Kasus:APBD Kota Bandar Lampung Marselina Djayasinga Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tingkat Keluasan Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Sektor Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Jakarta Yuliansyah, Yenny Megawati Auditing E-Commerce: Proses Pengumpulan Dan Validasi Bukti Audit Saring Suhendro Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness Dalam Meningkatkan Cost Effective Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Mengadopsi Sistem Pemotongan Pajak Pada Perusahaan-Perusahaan Foreign Exchange Berbasis Internet Agus Zahron Analisa Penerapan Sistem Just In Time Untuk Meningkatkan Efisiensi Dan Produktivitas Pada Perusahaan Industri Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani Jurnal Ilmiah Berkala Enam Bulanan, ISSN 1410 – 1831 Volume 12 No. 1, Januari 2007 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 12 No.1 Hal. 01-146 Bandarlampung Januari 2007 ISSN 1410 - 1831 J A K

Transcript of JAK Januari 2007-1-1

URNAL KUNTANSI DANEUANGAN

Evaluasi Pengungkapan Informasi Pertanggungjawaban Sosial Pada Laporan Tahunan Perusahaan Dalam Kelompok Aneka Industri Yang Go Publik di

BEJ Edwin Mirfazli dan Nurdiono

Analisis Pengaruh Interaksi Laba Dengan Laporan Arus Kas Terhadap Return Saham (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di BEJ)

Kiagus Andi

Penerapan PSAK Nomor 45 Pada Organisasi Pengelola Zakat Nurdiono

Riset Anggaran Untuk Rakyat Studi Kasus:APBD Kota Bandar Lampung Marselina Djayasinga

Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tingkat Keluasan Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Sektor Industri Barang Konsumsi Di

Bursa Efek Jakarta Yuliansyah, Yenny Megawati

Auditing E-Commerce: Proses Pengumpulan Dan Validasi Bukti Audit Saring Suhendro

Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness Dalam Meningkatkan Cost Effective Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit

Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Mengadopsi Sistem Pemotongan Pajak Pada Perusahaan-Perusahaan Foreign Exchange Berbasis

Internet Agus Zahron

Analisa Penerapan Sistem Just In Time Untuk Meningkatkan Efisiensi Dan Produktivitas Pada Perusahaan Industri

Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani

Jurnal Ilmiah Berkala Enam Bulanan, ISSN 1410 – 1831 Volume 12 No. 1, Januari 2007

Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 12 No.1 Hal. 01-146 Bandarlampung

Januari 2007 ISSN

1410 - 1831

JAK

JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN

Penanggung Jawab : Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc. (Rektor Universitas Lampung)

Pembina : Prof. Dr. Ir. Tirza Hanum, M.Sc. (Pembantu Rektor I Universitas Lampung) Dr. John Hendri, M.Si. (Ketua Lembaga Penelitian Universitas Lampung) Toto Gunarto, S.E., M.Si. (Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung)

Pimpinan Umum : Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Lampung

Dewan Editor Ketua : Prof. Dr. Zaki Baridwan, M.Sc., Akt. Wakil Ketua : Farid Djahidin, S.E., Akt. Sekretaris : Edwin Mirfazli, S.E., Akt. Anggota 1. Prof. Dr. Bambang Sudibyo, M.B.A., Akt. 2. Dr. Gudono, S.E., M.B.A., Akt. 3. Nawawi Munaf, S.E., Akt. 4. Kiagus Andi, S.E., M.Si., Akt. 5. Farichah, S.E., M.Si., Akt. 6. Einde Evana, S.E., M.Si., Akt. 7. A. Zubaidi Indra, S.E., Akt. 8. R. Weddie Andriyanto, S.E., Akt. 9. Susi, S.E., M.B.A., Akt. 10. Tri Joko Prasetyo, S.E., M.Si.

Bendahara : Nurdiono, S.E., M.M., Akt.

Redaktur Produksi : 1. Lindrianasari, S.E., M.Si., Akt. 2. Fajar Gustiawaty Dewi, S.E., M.Si., Akt. 3. Reni Oktavia, S.E. 4. Ikhman Alhakki, S.E.

Tata Usaha dan Kearsipan : 1. Setteng 2. Legino

Distribusi dan Sirkulasi : Elvi Sukendri, S.E. Alamat Redaksi : Gedung E Lantai 1, Fakultas Ekonomi Universitas Lampung Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro no.1 Gedungmeneng- Bandarlampung, 35145 Telp./Fax. (0721) 786749

Jurnal Akuntansi dan Keuangan merupakan media komunikasi ilmiah, diterbitkan dua kali setahun oleh Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, berisikan ringkasan hasil penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi.

JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN

DAFTAR ISI Evaluasi Pengungkapan Informasi Pertanggungjawaban Sosial Pada Laporan Tahunan Perusahaan Dalam Kelompok Aneka Industri Yang Go Publik di BEJ Edwin Mirfazli dan Nurdiono ……………………………………………………… 01-11 Analisis Pengaruh Interaksi Laba Dengan Laporan Arus Kas Terhadap Return Saham (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di BEJ) Kiagus Andi …………………………………………………………………………… 13-18 Penerapan PSAK Nomor 45 Pada Organisasi Pengelola Zakat Nurdiono ……………………………………………………………………………… 20-47 Riset Anggaran Untuk Rakyat Studi Kasus:APBD Kota Bandar Lampung Marselina Djayasinga ………………………………………………………………… 49-79 Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tingkat Keluasan Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Sektor Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Jakarta Yuliansyah, Yenny Megawati ………………………………………………………… 81-90 Auditing E-Commerce: Proses Pengumpulan Dan Validasi Bukti Audit Saring Suhendro ……………………………………………………………………… 91-105 Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness Dalam Meningkatkan Cost Effective Pada Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto ……………………………… 107-121 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Mengadopsi Sistem Pemotongan Pajak Pada Perusahaan-Perusahaan Foreign Exchange Berbasis Internet Agus Zahron …………………………………………………..……………………… 123-133 Analisa Penerapan Sistem Just In Time Untuk Meningkatkan Efisiensi Dan Produktivitas Pada Perusahaan Industri Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani …………………………………… 135-146

Evaluasi Pengungkapan Informasi Pertanggungjawaban Sosial Pada Laporan Tahunan Perusahaan Dalam Kelompok Aneka Industri Yang Go Publik di BEJ

Oleh:

Edwin Mirfazli 1 dan Nurdiono

ABSTRACT

The paper draw disclosure corporate social responsibility from annual report company which go public at Jakarta Stock Exchange (JSX). Corporate Social Responsibility (CSR) was identify, evaluate and measure effect of company and communicate to the stock holder and saw how much the disclosure about social responsibility accounting in annual report. Its use coding process to annual report with use content analysis which specially for indexing yes or no approach. There are 16 members of JSX for Multiple Industry Group include High-Profile and Low Profile. The research results show the significant different between High-Profile and Low-profile for disclosure about corporate social responsibility in annual report. P-Value 0.035 < 0.05, so Ha avialable for explain for the difference which is significant ability about Multiple Industry Group Hihg-Profile and Low-Profile Keywords : corporate social responsibility, high-profile, low-profile , disclosure

and annual report A. Latar Belakang Dewasa ini, menghadapi dampak globaslisasi, kemajuan informasi teknologi, dan ketebukaan pasar, perusahaan harus secara serius dan terbuka memperhatikan Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility (CSR) ). Kehilangan partner bisnis maupun risiko terhadap citra perusahaan (brand risk) tentu akan memberi dampak pada kelangsungan hidup usaha yang telah berjalan. Salah satu patner bisnis adalah masyarakat yang berada di lokasi maupun secara keseluruhan yang secara langsung maupun tidak langsung mempunyai kepentingan dengan perusahaan (korporasi). Tekanan secara nasional dan internasional sedang dan terus akan berlanjut ikut serta mempengaruhi perilaku bisnis korporasi. Tekanan ini datang antara lain dari para pemegang saham (yang sadar CSR), Lembaga Swadaya Masayarakat (LSM), partner-partner bisnis (terutama dari negara yang komuniti bisnisnya peka terhadap 1 Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unila;

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

2

CSR) dan advokat yang memperjuangkan kepentingan publik (public interest lawyers). Dalam iklim reformasi dan demokrasi di Indonesia sekarang ini, keterbukaan dan akuntabilitas sangat dipentingkan dan diperhatikan oleh publik. Peranan pengawasan publik dilakukan melalui LSM , sebagai organisasi nir-laba yang pendukungnya menyuarakan berbagai “public issues”, yang punya dampak besar pada penyelenggaraan bisnis di indonesia. Perusahaan harus menyadari bahwa suara LSM ini mempunyai pengaruh besar dan sangat diperhatikan oleh konsumen perusahaan dan karena itu tidak dapat diabaikan. Mempunyai program CSR bukanlah hanya sekedar untuk tunduk pada tekanan publik dan politik. Seperti terungkap dalam suatu survei di tahun 1999 terhadap ribuan responden di dunia (23 negara di 6 benua), maka antara lain: (a) separuh responden “care about the social behaviour of companies”; (b) duapertiga responden ingin perusahaan meninggalkan peranan perusahaan yang hanya menekankan pada: membuat keuntungan, membayar pajak, dan menggunakan tenaga kerja; mereka minta agar fokus perusahaan adalah juga bagaimana menyumbang pada tujuan-tujuan masyarakat secara lebih luas (broader societal goals); dan (c) perhatian masyarakat sekarang lebih pada “corporate citizenship”, ketimbang hanya pada “brand reputation” dan “financial factors”. ( Reksodiputro, 2004) Isu bagaimana tenaga kerja mempersepsikan suatu perusahaan juga akan berpengaruh pada rekrutmen pegawai, memotivasi kerja mereka, dan mengusahakan mereka tidak pindah ke perusahaan lain. Tenaga ahli yang cakap sekarang juga sudah mulai memilih perusahaan yang dinilai baik dari segi kepemimpinannya dalam melaksanakan CSR (CSR leadership). Karena itu “faktor pendukung daya saing” juga harus dilihat dari program CSR yang dijalankan oleh perusahaan. Seperti dikutip Wineberg(9) dari suatu survei CEO di Eropa tahun 2002: “.......78% of the chief executives agreed that integrating responsible business practices makes a company more competitive”. Perusahaan menarik dana dari berbagai individu dalam masyarakat umum, untuk itu perusahaan ikut bertanggung jawab kepada kelompok masyarakat yang terdiri atas para investor dan kreditor. Perusahaan dalam kegiatan operasi juga menggunakan sumber daya alam yang menimbulkan polusi tanah, air, dan udara. Dalam situasi menyebabkan perusahaan bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan alam dan sosial kepada pemerintah dan masyarakat. Perusahaan juga mempunyai kewajiban untuk membayar pajak sesuai dengan peraturan pemerintah, dengan demikian perusahaan bertanggung jawab kepada pemerintah dan kelompok masyarakat yang mendapat manfaat dari kegiatan pemerintah. Pengakomodasian unsur tanggung jawab sosial belum di jalankan oleh perusahaan dengan baik dan wajar dalam proses penilaian dampak sosial maupun dalam pelaporan. Ini di buktikan dengan begitu banyak timbul berbagai konflik dan masalah pada industrial seperti demonstrasi dan protes yang menyiratkan ketidakpuasan beberapa elemen stakeholders pada manajemen perusahaan. Kasus yang lain sering muncul adalah protes dari berbagai elemen masyarakat sekitar lokasi pabrik yang merasa terganggu akibat limbah atau polusi yang timbul sehingga memberi dampak negative terhadap lingkungan. Para buruh juga kerap kali melakukan demo dan mogok kerja

Evaluasi Pengungkapan Informasi ……. (Edwin Mirfazli dan Nurdiono)

3

akibat kebijakan upah dan pemberian fasilitas kesejahteraan yang diterapkan perusahaan tidak mencerminkan rasa keadilan. Dampak sosial perusahaan tergantung pada jenis atau karakteristik operasi perusahaan. Karakteristik operasi perusahaan yang menghasilkan dampak sosial yang tinggi akan menuntut pemenuhan tanggungjawab sosial yang lebih tinggi pula. Pelaksanaan tanggungjawab sosial akan disosialisasikan kepada publik melalui pengungkapan soial dalam laporan tahunan. Praktek pengungkapan sosial di BEJ dan BES, dengan pola pengungkapan sosialnya meliputi tema kemasyarakatan, tema produk dan konsumen, dan tema ketenagakerjaan, tanpa memasukkan tema lingkungan, diperoleh hasil bahwa praktek pengungkapan sosial kelompok industri high-profile lebih tinggi daripada kelompok industri low-profile.(Utomo, Muslim 2000). Selanjutnya Khodijah, Dede (2006) meneliti perbandingan antara industri hihg- profile dengan low-profile dengan memasukkan tema lingkungan juga memperoleh hasil yang sama, dimana terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah pengungkapan high profile dengan low- profile terhadap keseluruhan kelompok perusahaan yang go publik di BEJ Tahun 2004. Adapun perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pemilihan sampel dan edisi laporan tahunan yang diteliti secara spesifik yaitu perusahaan yang masuk dalam kelompok aneka industri. Yang menarik ada dua model dimana pada kelompok ini terdapat kelompok industri high profile dan low profile. Tidak ada penambahan klasifikasi kategori pengungkapan sosial dengan alasan semua ini di dasarkan pada kelompok usaha yang termasuk dalam kategori industri yang terdaftar di BEJ. Dan untuk pengukuran atas pengungkapan sosial tidak di bagi berdasarkan lokasi pengungkapan. Hal ini sedikit banyak akan memberikan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Hal terakhir yang memberikan perbedaan adalah perkembangan Corporate Social Responsibility sendiri. Akuntansi sebagai alat pertanggungjawaban mempunyai fungsi sebagai alat kendali utama terhadap aktivitas perusahaan. Tanggung jawab manajemen tidak hanya terbatas atas pengelolaan dana ke dalam perusahaan kepada investor dan kreditor, tetapi juga meliputi dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan terhadap lingkungan alam dan sosial. Pengungkapan Social Responsibility Accounting menjadi hal yang sangat krusial dan akan memberi dampak kepada kelangsungan hidup perusahaan di masa datang. B. Permasalahan 1. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah disajikan, maka permasalahan yang akan dibahas adalah : Apakah ada perbedaan jumlah penyajian pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial antara perusahaan dalam kelompok aneka industri dasar yang tergolong industri high-profile dan low-profile ?

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

4

2. Batasan Masalah Dalam penelitian ini, penulis membatasi pada penjelasan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan jumlah dan fokus perusahaan melakukan pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial antara perusahaan dalam kelompok Aneka Industri yang tergolong high-profile dan low-profile tanpa melihat secara detail kualitas pengungkapan. Objek penelitian ini di batasi pada laporan tahunan periode tahun 2004. C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris tentang jumlah pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan dalam kelompok Aneka Industri baik high-profile maupun low profile serta untuk mengetahui apakah perbedaan tipe kelompok perusahaan mempengaruhi jumlah pengungkapan sosial dalam laporan tahunan perusahaan. 2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberikan beberapa manfaat seperti : 1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan motivasi tentang

pentingnya pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial perusahaan. 2) Sebagai pertimbangan dan pendorong dalam pembuatan kebijaksanaan

perusahaan untuk lebih meningkatkan tanggung jawab dan kepeduliannya pada lingkungan sosial.

3) Penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan mengenai jumlah pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial perusahaan.

D. Kerangka Pemikiran Perusahaan dalam pandangan ini adalah alat dari para pemegang saham (pemilik perusahaan), maka apabila perusahaan akan memberikan sumbangan sosial, hal itu akan dilakukan oleh individu pemilik atau individu para pekerjanya, bukan oleh perusahaan itu sendiri. Hal ini senada dengan pendapat Model Klasik yang menyatakan bahwa usaha yang dilakukan perusahaan semata-mata hanya untuk memenuhi permintaan pasar dan mencari untung yang akan dipersembahkan kepada pemilik modal (Harahap, Sofyan Syafri, 1993). Seorang fundamentalis dibidang ini, Milton Friedman, menyatakan :

“Ada satu dan hanya satu tanggung jawab perusahaan, yaitu menggunakan kekayaan yang dimilikinya untuk meningkatkan laba sepanjang sesuai dengan aturan main yang berlaku dalam suatu sistem persaingan bebas tanpa penipuan dan kecurangan”.

Evaluasi Pengungkapan Informasi ……. (Edwin Mirfazli dan Nurdiono)

5

Sedangkan dalam pengertian luas, pertanggungjawaban sosial merupakan konsep yang lebih “manusiawi”, dimana suatu organisasi dipandang sebagai agen moral. Oleh karena itu, dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah organisasi – termasuk di dalamnya organisasi bisnis, wajib menjunjung tinggi moralitas. Dengan demikian, kendati tidak ada aturan hukum atau etika masyarakat yang mengatur, tanggung jawab sosial bisa di laksanakan dalam berbagai situasi dengan mempertimbangkan hasil terbaik atau yang paling sedikit merugikan stakeholder-nya. Tindakan tepat yang dilakukan oleh perusahaan akan memberikan manfaat bagi masyarakat. Akuntansi Sosial Ekonomi (Socio Economic Accounting) atau sering disebut dengan akuntansi sosial merupakan fenomena baru dalam ilmu akuntansi. Akuntansi sosial memiliki perbedaan dengan akuntansi konvensional. Dalam akuntansi konvensional yang menjadi fokus perhatian adalah pencatatan dan pengukuran terhadap kegiatan atau dampak yang timbul akibat hubungan perusahaan dengan pelanggan, sedangkan akuntansi sosial merupakan sub disiplin dari ilmu akuntansi yang melakukan proses pengukuran dan pelaporan dampak-dampak sosial perusahaan. Jadi, dalam akuntansi konvensional tidak sepenuhnya mengakomodasi unsur tanggung jawab sosial perusahaan. Seluruh pelaksanaan tanggung jawab sosial yang telah dilaksanakan oleh perusahaan akan disosialisasikan kepada publik, salah satunya melalui pengungkapan sosial dalam laporan tahunan perusahaan. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) secara implisit menjelaskan bahwa laporan tahunan harus mengakomodasi kepentingan para pengambil keputusan. Penjelasan tersebut ditulis dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 tahun 2004, paragraf kesembilan :

“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”.

Dalam proses pelaporan keuangan tahunan perusahaan, pengungkapan/disclosure merupakan aspek pelaporan yang kualitatif, yang sangat diperlukan pemakai informasi laporan keuangan. Karena sifatnya yang kualitatif sehingga formatnya tidak terstruktur, yang dapat terjadi secara langsung dalam laporan keuangan tahunan perusahaan melalui penjudulan yang tepat, catatan atas laporan keuangan ataupun berbagai sisipan seperti catatan kaki. Pengungkapan didefinisikan sebagai penyediaan sejumlah informasi yang di butuhkan untuk pengoperasian secara optimal pasar modal efisien (Hendriksen, 1996, dalam Zuhroh dan I Putu Pande, 2003). Pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory), yaitu pengungkapan informasi yang wajib dilakukan oleh perusahaan yang didasarkan pada peraturan atau standar tertentu, dan ada yang bersifat sukarela (voluntary), yang merupakan pengungkapan informasi melebihi persyaratan minimum dari peraturan yang

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

6

berlaku. Tujuan pengungkapan menurut Securities Exchange Comission (SEC) dikategorikan menjadi dua, yaitu : 1) protective disclosure yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap investor, dan 2) informative disclosure yang bertujuan memberikan informasi yang layak kepada pengguna laporan (Wolk, Francis, dan Tearney, dalam Utomo, 2000, dalam Zuhroh dan I Putu Pande, 2003). Informasi mengenai pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan yang di uraikan dalam laporan tahunan akan dapat dipahami dan tidak menimbulkan salah interpretasi apabila laporan tahunan tersebut dilengkapi dengan pengungkapan sosial yang memadai. Memberikan informasi yang memadai diharapkan akan dapat berguna bagi pengambilan keputusan oleh pihak-pihak pengguna laporan keuangan. E. Hipotesis Dalam penelitian ini penulis merumuskan hipotesis untuk mendukung jawaban atas permasalahan yang ada. Perumusan hipotesis tersebut adalah : H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan jumlah pengungkapan sosial antara

perusahaan dalam kelompok Aneka Industri high-profile dan kelompok Aneka Industri low-profile

Ha : Terdapat perbedaan yang signifikan jumlah pengungkapan sosial antara

perusahaan dalam kelompok Aneka Industri high-profile dan kelompok Aneka Industri low-profile

F. Metodologi Penelitian 1. Metode Pengumpulan data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi atau kutipan langsung dari berbagai sumber. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berasal dari : 1) Pusat Referensi Pasar Modal di Bursa Efek Jakarta. 2) Bahan literatur pendukung lainnya, seperti buku-buku yang terkait dengan

Akuntansi Sosial, Corporate Social Responsibility, ataupun buku lain serta data-data dari penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

2. Pemilihan Sampel Metode pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive judgement sampling, yaitu tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu. Adapun kriteria yang digunakan dalam penentuan sampel adalah :

Evaluasi Pengungkapan Informasi ……. (Edwin Mirfazli dan Nurdiono)

7

1) Tercatat sebagai emiten di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2004 2) Perusahaan telah menyelesaikan kewajibannya dalam menyerahkan laporan

tahunan periode tahun 2004 3) Laporan tahunan perusahaan sampel secara fisik tersedia dengan lengkap dan

utuh di PRPM. 3. Operasionalisasi Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang

terkategori dalam industri yang dalam kelompok Industri Dasar dan Kimia 2) Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang

terkategori dalam industri yang dalam kelompok Aneka Industri Kedua variabel tersebut bersifat independen dan memiliki hubungan yang simetris. Hubungan antar-variabel disebut simetris apabila variabel yang satu tidak disebabkan atau dipengaruhi oleh variabel yang lain (Hagul Manning and Singarimbun, 1989, dalam Muslim Utomo, 2000). Masing-masing variabel tersusun atas empat kategori yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu menyangkut kemasyarakatan, lingkungan, ketenagakerjaan, dan konsumen. 4. Alat Analisis a. Analisis Kualitatif Dalam penyusunan skripsi ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu metode yang menjelaskan dan menggambarkan karakteristik data agar hasil penelitian dapat memberikan gambaran yang jelas. Laporan tahunan dianalisis dengan menggunakan metode content analysis, yaitu metode pengumpulan data melalui teknik observasi dan analisis terhadap isi atau pesan dari suatu dokumen untuk menghasilkan deskripsi yang objektif dan sistematik, seperti kategori isi, telaah, pemberian kode berdasarkan karakteristik kejadian atau transaksi yang terdapat dalam dokumen (Nur Indriantoro dan B. Supomo, 1999). b. Analisis Kuantitatif Kegiatan pengolahan data meliputi pengecekan dan perhitungan item-item pengungkapan sosial yang ada dalam laporan tahunan. Proses kuantifikasi menggunakan teknik indexing yes/no approach yang merupakan bentuk paling sederhana dari metode content analysis. Pada teknik ini, angka 1 diberikan apabila suatu sub kategori pengungkapan sosial diisi atau diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan sampel, sedangkan angka 0 diberikan pada sub kategori yang tidak diungkap perusahaan sampel.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

8

Sedangkan teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis komparatif adalah dengan uji beda rata-rata. Dasar pengambilan keputusan adalah dengan membandingkan t-tabel dan t-hitung:

• Jika t-hitung > t-tabel, maka H0 ditolak atau P-value < 0,05 • Jika t-hitung < t-tabel, maka H0 diterima atau P-value > 0,05

Dalam menguji hipotesis yang diteliti, peneliti menggunakan bantuan Software ststistik MiniTab versi 13. G. Analisis Berdasarkan data yang tercatat di Bursa Efek Jakarta, terdapat 356 emiten yang terdaftar. Dari jumlah populasi tersebut terdapat 32 emiten yang termasuk perusahaan dalam Kelompok Aneka Industri. Berdasarkan kriteria penentuan sampel, yang memenuhi untuk dijadikan sampel yaitu sebanyak 5 emiten yang termasuk dalam hihg-profile dari populasi sejumlah 6.Sedangkan untuk kelompok aneka industri low-profile dari populasi sejumlah 16 data yang tersedia sejumlah 11 emiten. Tabel 1. Jumlah Perusahaan yang dijadikan Sampel Penelitian Kelompok Aneka

Industri.

TIPE PERUSAHAAN JML.POPULASI JML.SAMPEL % Hihg-Profile 6 5 47,16% Low-Profilei 16 11 35,41% Jumlah 32 16 41,58%

Sumber : Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) BEJ (2006) 1. Hasil Analisis Statistik Deskriptif Dari hasil perhitungan pada lampiran output MiniTab (lampiran 5) dapat diketahui bahwa pengungkapan sosial perusahaan dalam kelompok aneka industri high profile mempunyai nilai minimum 6 (enam) dan maksimum 25 (dua puluh lima) dengan rata-rata 16,1667 dan memiliki standar deviasi 7,46771. Sedangkan perusahaan dalam kelompok aneka industri low-profile mempunyai nilai minimum 5 (lima) dan maksimum 20 (dua puluh ) dengan rata-rata 9,63636 dan memiliki standar deviasi 4,27253. Jumlah pengungkapan sosialnya paling minimum yaitu INDR dan perusahaan yang pengungkapan sosialnya paling tinggi yaitu ASII Sedangkan jumlah pengungkapan sosial untuk perusahaan yang lainnya tersebar diantara 5 (lima) dan 25 (dua puluh lima).

Evaluasi Pengungkapan Informasi ……. (Edwin Mirfazli dan Nurdiono)

9

2. Hasil Uji Normalitas Pengujian normalitas distribusi data menggunakan uji Two Sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan tingkat keyakinan 95% dengan N=5 pada kelompok aneka industri hihg profile serta N=11 untuk kelompok aneka indutri low profile. Dari hasil proses pengolahan data dengan menggunakan software MiniTab ver 13, maka di dapatkan hasil yang di gambarkan melalui grafik yang menunjukkan data berdistribusi normal (lampiran 1 dan 2). 3. Hasil Uji Hipotesis Pengujian hipotesa komparatif jumlah pengungkapan sosial antara perusahaan high-profile dan low-profile dilakukan dengan menggunakan uji-z (uji-t) untuk komparasi dua sampel independen pada tingkat keyakinan 95%, dengan ketentuan sebagai berikut :

• Apabila P_Value. < 0,05 : H0 ditolak dan Ha diterima. • Apabila P_Value. > 0,05 : H0 diterima dan Ha ditolak.

Dari hasil lampiran output MiniTab (lampiran 3 ) diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 2. Hasil uji-t (Seluruh Tema) dengan tingkat keyakinan 95% dengan df=25.

TIPE PERUSAHAAN MEAN STD.

DEV. T

VALUE P

VALUE KEPUTUSAN

High-Profile Low-Profile

16,17 9,64

7,47 4,27 2,32 0,035

H0 ditolak, Ha diterima

Berdasarkan tabel diatas, nilai P_Value. 0,035 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam penyajian jumlah pengungkapan sosial antara perusahaan dalam kelompok aneka industri hihg profile dengan kelompok aneka industri low-profile. H. Simpulan Penelitian ini menguji 16 sampel dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan di atas , maka simpulan yang dapat diambil adalah Pengujian hipotesis membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam penyajian jumlah pengungkapan sosial seluruh tema antara perusahaan dalam kelompok aneka industri hihg-profile dengan perusahaan dalam kelompok aneka industri low-profile. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya dampak sosial yang muncul pada sebagian perusahaan dalam dua kelompok di atas yang termasuk dalam type high-profile yang mendorong mereka untuk melakukan dan mengungkapkan pertanggungjawaban sosial perusahaan.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

10

I. Keterbatasan Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan. Keterbatasan tersebut antara lain : 1. Penyusunan daftar pengungkapan sosial cenderung bersifat subjektif dan

memungkinkan terlewatnya item-item tertentu yang seharusnya diungkap oleh perusahaan.

2. Penggunaan teknik indexing yes/no approach mengakibatkan sulit membedakan kualitas pengungkapan antara suatu perusahaan dengan perusahaan lain.

3. Perbandingan yang dilakukan hanya melihat secara keseluruhan tanpa merinci terhadap masing-masing tema.

J. Saran Berdasarkan simpulan dan keterbatasan yang telah dikemukakan diatas, maka saran-saran yang diajukan untuk penelitian selanjutnya antara lain : 1. Menyempurnakan daftar pengungkapan sosial yang dipergunakan sebagai instrumen penelitian. Ini dilakukan dengan mencari referensi terkini tentang tema dan sub tema pengungkapan sosial . 2. Bagi perusahaan supaya lebih memperhatikan lingkungan sosialnya, mengingat antara perusahaan dan masyrakat saling memiliki kepentingan. Perilaku perusahaan yang mengabaikan pertanggungjawaban sosialnya akan merugikan perusahaan. DAFTAR PUSTAKA Freedman, Martin. “Social Accounting” dalam Siegel & Ramanauskan. 1989.

Behavioral Accounting. Ohio. South Western Publishing Co. Harahap, Sofyan Syafri. 1993, Teori Akuntansi, Edisi Revisi. PT. Raja Grafindo

Persada. Jakarta. Ikantan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat.

Jakarta Indriantoro, Nur, dan Bambang Supomo. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis

Untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama BPFE. Yogyakarta Mallen Baker. 2002. Corporate Social Responsibility: What Does It Mean? CSR

News and Resources on www.mallenbaker.net. San Fransisco. The United States of America.

Evaluasi Pengungkapan Informasi ……. (Edwin Mirfazli dan Nurdiono)

11

Nursahid, Fajar. 2006. Praktik Kedermawanan Sosial BUMN: Analisis terhadap Model Kedermawanan PT. Krakatau Steel, PT.Pertamina dan PT. Telekomunikasi Indonesia. Riset dipresentasikan dalam Jurnal GALANG. Vol. 1 No. 2 Penerbit PIRAC. Depok

Parker et. Al., 1989. Accounting for Social Impact : Accounting for The Human

Factor. Prentice Hall Parsa, Kouhy.2000. Disclosure of Social Information by UK Companies ( A Case

of Legitimacy Theory). Internet Publications of Working Papers Series of Midlesex University Businesss School and Dundee University. United Kingdom

Santoso, Singgih. 2005 Menguasai Statiska di Era Informasi dengan SPSS 12. PT. Elex

Media Komputindo. Jakrta. Suwardjono.2005. Teori Akuntansi : Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi

Ketiga BPFE Yogyakarta. Utomo, Muhammad Muslim. 2000. Praktek Pengungkapan Sosial Pada Laporan

Tahunan Perusahaan di Indonesia. Makalah diprsentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi III

Zuhroh, Diana dan I Putu Pande Heri S. 2003. Analisis Pengaruh Pengungkapan

Sosial dalam Laporan Tahunan Perusahaan terhadap Reaksi Investor. Makalah dipresentasikan dalam Simposium nasional Akuntansi VI

------- www.jsx.co.id

Analisis Pengaruh Interaksi Laba Dengan Laporan Arus Kas Terhadap Return Saham (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di Bej)

Oleh:

Kiagus Andi 2 Keywords : PENDAHULUAN Pada setiap pengambilian keputusan investasi, investor dihadapkan pada keadaan ketidakpastian. Hal ini mendorong investor yang rasional untuk selalu mempertimbangkan risiko dan tingkat pengembalian yang diharapkan dari setiap sekuritas. Untuk analisis investasi, para analisis keuangan lebih banyak menggunakan informasi yang berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran kas yang lebih menceriminkan likuiditas inofrmasi ini dapat ditemukan dalam laporan arus kas yang sudah menjadi bagian integral dari laporan keuangan perusahaan publik sejak dikeluarkannya pernyataan standar akuntansi keuangan No. 2 tahun 1994 dan berlakunya mulai tanggal 1 Januari 1995. Menurut Standar Akuntansi Keuangan No. 2 Tahun 1994, laporan arus kas merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan, dengan tujuan untuk mengisi kesenjangan informasi dari laporan neraca, laporan laba rugi, dan laporan laba 2 Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unila;

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

14

ditahan yaitu dalam menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas serta kebutuhan perusahaan untuk menggunakan kas. Pertimbangan untuk mengetahui apakah informasi arus kas dapat mempengaruhi kepercayaan investor dalam pengambilan keputusan investasi didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Baridwan (1997), Fadjirah (2000) dan Husnan (2002) yang menyimpulkan bahwa laporan arus dari kegiatan operasi, investasi dan pendanaan memberikan informasi incremental bagi investor Guna mengetahui apakah laporan arus kas memiliki kandungan informasi bagi investor yang diinteraksikan dengan laporan laba rugi maka dapat dilihat dari reaksi pasar pada saat pengumuman atau publikasi laporan laba rugi dan Laporan arus kas jika pengumuman kedua lapoaran keuangan tersebut mengandung informasi maka diharapkan pasar akan bereaksipada waktu pengumuman. Reaksi ini dapat diukur dengan menggunakan Return atau menggunakan Abnormal Return. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan laporan di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu:

1. Apakah ada pengaruh interaksi laporan laba rugi dengan laporan arusk kas operasi, inverstasi dan pendanaan terhadap Return saham ?

2. Apakah ada reaksi pasar dengan adanya publikiasi laporan laba rugi dan laporan arus kas ?

TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh interaksi laporan laba rugi dengan laporan arus kas terhadap return saham dan untuk mengetahui reaksi pasar dengan adanya publikasi laporan laba rugi dan laporan arus kas di BEJ. LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Studi Peristiwa (Event Studi) Studi Peristiwa (event study) merupakan studi yang mempelajari reaksi pasar terhadap suatu peristiwa yang informasinya dipublikasikan sebagai pengumuman. Event Study dapat digunakan untuk menguju kandungan informasi dari suatu pengumuman dan dapat juga digunakan untuk menguju efisiensi pasar. Reaksi pasar ditunjukkan dengan adanya perubahan harga saham dari sekuritas tersebut dan diukur dengan mengunakan return sebagai nilai perubahaan harga atau dengan menggunakan abnormal return kepada pasar dan sebaliknya.

Analisis Pengaruh Interaksi ……. (Kiagus Andi)

15

2. Studi Empiris Mengenai Arus Kas Studi empiris yang dilakukan mengeani kandungan informasi arus kas bagi pengguna pasar modal banyak dilakukan Baridwan (1997) menguji ada tidaknya atau kecenderungan yang sama antara informasi dalam laporan arus kas dengan informasi yang ada dalam laporan laba rugi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laporan aru kas mempunyai hubungan dengan jumlah pembayaran dividen yang terjadi dalam satu tahun setelah terbitnya laporan keuangan. Penelitian yang dillakukan Fadjrih (2000) menunjukkan bahwa laporan arus kas memberikan tambahan informasi terhadap laba mendatang yang tidak diperoleh dalam rasio neraca dan laba rugi, akan tetapi rasio neraca dan laba rugi lebih tinggi daripada arus kas. 3. Return Saham Return saham merupakan hasil atau keuntungan yang diperoleh pemegang saham sebagai hasil dari investasinya. Komposisi penghitungan return saham terdiri dari capital gain (loss) dan dividen. Capital gain (loss) merupakan selisih laba rugi yang dialami oleh pemegang saham karena harga saham relatif tinggi atau rendah dibandingkan harga saham periode sebelumnya. Sedang dividen merupakan bagian dari laba perusahaan yang dibagikan pada periode tertentu sesuai dengan keputusan manajemen Para investor membeli saham, berarti membeli prospek perusahaan. Bila prospek perusahaan membaik, maka harga saham tersebut akan meningkat. Dengan naiknya harga saham diharapkan return saham juga naik, karena return saham merupakan selisih antara harga saham sekarang dikurangi dengan harga saham sebelumnya (Husnan, 2002) B. Pengembangna Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 : Secara parsial interaksi laporan laba dengan laporan arus kas dari aktivitas

operasi, investasi dan pendanaan berpengaruh terhadap return saham H2 : Rata-rata Abnormal return saham 10 hari sebelum jendela peristiwa arus kas

berbeda dengan rata-rata abnormal return saham 10 hari sesudah jendela peristiwa arus kas

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

16

METODOLOGI PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di BEJ sampai dengan 2005 dari data BEJ tahun 2005 perusahaan yang terdaftar sebanyak 290 perusahaan. Sampel yang diambil sebanyak 80 perusahaan manufaktur yang relatif di perdagangkan dan dikelompokkan menjadi perusahaan yang memiliki laba atau rugi dan arus kas positif dan arus kas negatif. B. Teknik Penarikan Sampel Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Sampel yang dipilih harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Perusahaan yang terdaftar di BEJ untuk perusahaan manufaktur selama tahun 2002

sampai 2005 2. Menunjukkan tanggal publikasi laporan keuangan pada tanggal 31 Desember oleh

emiten di media atau tanggal penyerahan laporan keuangan di BAPEPAM 3. Saham aktif diperdagangkan di BEJ 4. Mempunyai data keuangan yang lengkap C. Periode Pengamatan Event Study terhadap kegiatan perdagangan saham dilakukan pada laporan keuangan tahun 2003 sampai 2005 yang dipublikasikan pada tahun 2004 sampai 2005 dengan periode pengamatan 21 hari D. Variabel Tergantung atau Dependent Variabel (Y) Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adaah: Dependent Variabel : return saham Independent variabel : Laba (X1), Arus Kas operasi (X2), arus kas Investasi (X3), dan arus kas pendanaan (X4) Variabel bebas diukur berdasarkan jumlah Nominal E. Analisis Data Pengujian Hipotesis I Untuk menguji hipotesis pertama secara parsial interaksi laporan laba dengan laporan arus kas dari aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan berpengaruh terhadap return saham. Dapat dilihat pada tabel 1

Analisis Pengaruh Interaksi ……. (Kiagus Andi)

17

Variabel t-hit t-sig B Keterangan Laba 6,098 0,000 0,026 Ha Diterima Laba berinteraksi dengan arus kas operasi

3,576 0,000 0,226 Ha Diterima

Laba berinteraksi dengan arus kas investasi

1,742 0,083 0,112 Ha Ditolak

Laba berinteraksi dengan arus kas pendanaan

-0,766 0,445 -0,050 Ha Ditolak

Sumber: Data Sekunder yang diperoleh (2005) Dari tabel 1 di atas menunjukkan bahwa laba mempunyai pengaruh yang signifikan dengan return saham. Laba yang berinteraksi dengan arus kas operasi juga berpengaruh signifikan dengan return saham. Laba yang berinteraksi dengan arus kas investasi tidak berpengaruh terhadap return saham. Laba yang berinteraksi dengan arus kas pendanaan tidak berpengaruh terhadap return saham. Pengujian Hipotesis II Rata-rata abnormal return saham 10 hari sebelum jendela peristiwa arus kas berbeda dengan rata-rata abnormal return saham 10 hari sesudah jendela peristiwa arus kas. Ini dapat dilihat dari tabel 2:

Variabel RAR 10 hari Sebelum Tanggal publikasi

RAR 10 hari Sesudah Tanggal publikasi

t-hit

t-sig

Arus Kas Operasi, Investasi, dan Pendanaan

0,003293

0,01108

3,502

0,001

Sumber: data sekunder yang diolah (2005) Rata-rata abnormal return 10 hari sebelum tanggal publikasi arus kas dengan rata-rata abnormal return saham 10 hari setelah tanggal publikasi arus kas terdapat perbedaan yang signifikan atau dengan kata lain terdapat publikasi arus kas memiliki kandungan informasi yang segera diikuti oleh reaksi pasar atau akan memberikan abnormal return kepada investor di BEJ PEMBAHASAN Dari hasil pengujian hipotesis pertama dapat diketahui interaksi laba dengan arus kas dari aktivitas investasi dan pendanaan tidak berpengaruh terhadap return saham. Penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Baridwan, Husnan, dan Fadjrih karena laporan arus kas dari aktivitas investasi dan pendanaan tidak berpengaruh terhadap return saham sehingga mempunyai muatan informasi bagi investor diluar informasi yang telah disajikan oleh laba akuntansi

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

18

Untuk Hipotesis II arus kas memberikan abnormal return (AR) kepada investor di BEJ yaitu baik sebelum tanggal publikasi maupun setelah tanggal publikasi. SIMPULAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: variabel laba berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Variabel interaksi laba dengan arus kas operasi berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Variabel interaksi laba dengan arus kas investasi tidak berpengaruh terhadap return saham. Variabel interaksi laba dengan arus kas pendanaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Dengan uji beda rata-rata penelitian ini menyatakan bahwa arus kas memberikan abnormal return terhadap investor di bursa saham yang ditunjkkan dengan adanya reaksi pasar pada saat informasi dipublikasikan. Dengan demikian publikasi arus kasi ternyata cukup memberikan informasi yang relevan bagi investor yang memperoleh abnormal return Keterbatasan Berdasarkan hasil analisis penelitian, keterbatasan yang terdapat pada penelitian ini adalah: 1. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya mendasarkan pda perusahaan

manufaktur. Sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digunakan sebagai dasar generalisasi.

2. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk memperhatikan spesifikasi model objek pengamatan yang lebih spesifik

3. Bagi peneliti berikutnya perlu untuk mempertimbangkan faktor ekonomi seperti tingkat suku bunga untuk perluasan penelitian.

Daftar Pustaka

Asyik, Nur Fadjrih, (2000) “Tambahan Kandungan Informasi Arus Kas”. Jurnal Riset

Akuntansi Indonesia. Vol No.2 Juli

Baridwan, Zaki (1977) “Analisis Nilai Tambah Informasi Laporan Arus Kas”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia

Husnan, Suad (2003) “Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”, Edisi Pertama UPP-AMP YKPN, Yogyakarta

Ikatan Akuntan Indonesia (2002): Standar Akuntansi Keuangan: Salemba Empat Jkt

Penerapan PSAK Nomor 45 Pada Organisasi Pengelola Zakat

Oleh:

Nurdiono 3

ABSTRACT Ones of the prime characteristic the nonprofit organization is Receipt of significant amounts of resources from providers who do not expect to receive either repayment or economic benefit proportionate to the resources provided. Financial statement from IAI in PSAK No. 45 no difference in apply with financial statement version Widodo and Kustiawan. The differences in PSAK No. 45 in financial statement from LAZ are the consolidation financial statement and net asset. Key words: non profit organization, PSAK No. 45, LAZ, Financial Statement. A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang yang berkaitan dengan pengelolaan zakat yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999, Keputusan Menteri Agama RI Nomor 581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang – Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Keputusan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D-291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat, serta Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Undang-Undang RI Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat Bab III pasal 6 dan pasal 7 menyatakan bahwa lembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri dari dua macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAZIS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZIS). Badan Amil Zakat dibentuk oleh pemerintah, sedangkan Lembaga Amil Zakat didirikan oleh masyarakat. Selain itu, Undang - Undang tersebut juga menyiratkan tentang perlunya BAZIS dan LAZIS meningkatkan kinerjanya sehingga menjadi amil zakat yang

3 Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unila;

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

20

profesional, amanah, terpercaya, memiliki program kerja yang jelas dan terencana, sehingga mampu mengelola zakat, baik pengambilan, maupun pendistribusiannya. Sementara itu dari sisi akuntansi, Ikatan akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 45 untuk mengatur pelaporan keuangan organisasi nirlaba. Dengan adanya standar pelaporan ini, diharapkan laporan keuangan organisasi nirlaba dapat lebih mudah dipahami, memiliki relevansi, dan memiliki daya banding yang tinggi (IAI, 2004). Begitu banyaknya potensi dana masyarakat yang terlibat dalam organisasi nirlaba, khususnya pada lembaga pengelola zakat menyebabkan organisasi - organisasi tersebut membutuhkan banyak informasi mengenai bagaimana tata cara pengelolaannya, baik dari segi akuntansi maupun manajemen keuangan. Di samping itu, masyarakat juga sangat mebutuhkan informasi akuntansi mengenai pengelolaan zakat, infak dan sedekah ini berkaitan dengan usaha untuk membangun kepercayaan mereka akan lembaga pengelola zakat yang amanah dalam pengumpulan dan pendistribusian zakat, infak dan sedekah secara lebih sistematis dan profesional dalam rangka turut dalam upaya pengentaskan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pada saat ini literatur-literatur yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri hanya sedikit yang membahas mengenai perlakuan akuntansi dan laporan keuangan untuk organisasi nirlaba, terutama yang berkaitan langsung dengan prakteknya pada organisasi nirlaba di Indonesia. Sehingga dikhawatirkan kondisi ini membuat penerapan akuntansi dan pelaporan keuangan pada sebagian besar organisasi nirlaba tidak sesuai dengan PSAK Nomor 45 sebagai standar yang telah ditetapkan oleh IAI untuk mengatur pelaporan keuangan organisasi nirlaba, karena sedikitnya sumber daya manusia yang menguasai secara global penerapan dari PSAK Nomor 45 ataupun standar-standar pelaporan lainnya yang berkaitan dengan organisasi nirlaba ini. Sehingga permasalahan yang diangkat adalah bagaimana penerapan psak nomor 45 pada organisasi pengelola zakat.

B. TINJAUAN PUSTAKA Kemudian oleh IAI di dalam PSAK Nomor 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba (2004) pengertian ini diterjemahkan menjadi: a. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan

pembayaran kembali atau manfaaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.

b. Menghasilkan barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas tersebut.

c. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat likuidasi atau pembubaran entitas.

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

21

Laporan Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (2004) menyatakan bahwa laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana, catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Di samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya, informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga. Ikatan Akuntan Indonesia (2004) menjelaskan bahwa tujuan umum laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunanan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba Tujuan utama laporan keuangan organisasi nirlaba pada dasarnya memiliki kesamaan dengan tujuan laporan keuangan organisasi komersial, yaitu menyajikan informasi yang relevan atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi tersebut. Namun, dikarenakan adanya perbedaan tujuan organisasi, menyebabkan adanya perbedaan pada kalangan pemakai laporan keuangan dan isi dari laporan keuangan tersebut. PSAK Nomor 45 (IAI, 2004) memberikan pengertian tujuan laporan keuangan organisasi nirlaba adalah untuk menyediakan informasi yang relevan untuk memenuhi kepentingan para penyumbang, anggota organisasi, kreditur, dan pihak lain yang menyediakan sumber daya bagi organisasi nirlaba. Para pengguna laporan keuangan organisasi nirlaba juga memiliki kepentingan bersama yang tidak berbeda dengan organisasi bisnis, yaitu untuk menilai : a. Jasa yang diberikan oleh organisasi nirlaba dan kemampuannya untuk terus

memberikan jasa tersebut; dan b. Cara manajer melaksanakan tanggung jawabnya dan aspek kinerja manajer. Secara rinci, tujuan laporan keuangan , termasuk catatan atas laporan keuangan, adalah untuk menyajikan informasi mengenai: a. Jumlah dan sifat aktiva, kewajiban, dan aktiva bersih suatu organisasi; b. Pengaruh transaksi, peristiwa dan situasi lainnya yang mengubah nilai dan sifat

aktiva bersih;

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

22

c. Jenis dan jumlah arus masuk dan arus keluar sumber daya dalam suatu periode dan hubungan antara keduanya;

d. Cara suatu organisasi mendapatkan dan membelanjakan kas, memperoleh pinjaman dan melunasi pinjaman, dan faktor lainnya yang berpengaruh pada likuiditasnya; dan

e. Usaha jasa suatu organisasi.

Komponen Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba IAI (2004) di dalam PSAK Nomor 45 menjelaskan bahwa komponen laporan keuangan organisasi nirlaba meliputi : 1. Laporan Posisi Keuangan Tujuan laporan posisi keuangan adalah untuk menyediakan informasi mengenai aktiva, kewajiban, dan aktiva bersih dan informasi mengenai hubungan di antara unsur-unsur tersebut pada waktu tertentu. Informasi dalam laporan posisi keuangan yang digunakan bersama pengungkapan dan informasi dalam laporan keuangan lainnya, dapat membantu para penyumbang, anggota organisasi , kreditur, dan pihak-pihak lain untuk menilai: a. Kemampuan organisasi untuk memberikan jasa secara berkelanjutan; dan b. Likuiditas, fleksibilitas keuangan, kemampuan untuk memenuhi kewajibannya, dan

kebutuhan pendanaan eksternal. Laporan posisi keuangan, termasuk catatan atas laporan keuangan, menyediakan informasi yang relevan mengenai likuiditas, fleksibilitas keuangan, dan hubungan antara aktiva dan kewajiban. Informasi tersebut umumnya disajikan dengan pengumpulan aktiva dan kewajiban yang memiliki karakteristik serupa dalam suatu kelompok yang relatif homogen. Laporan keuangan mencakup organisasi secara keseluruhan dan harus menyajikan total aktiva, kewajiban, dan aktiva bersih.

2. Laporan Aktivitas Tujuan utama laporan aktivitas adalah menyediakan informasi mengenai: a. Pengaruh transaksi dan peristiwa lain yang mengubah jumlah dan sifat aktiva

bersih. b. Hubungan antar transaksi, dan peristiwa lain. c. Bagaimana penggunaan sumber daya dalam pelaksanaan berbagai program atau

jasa.

Informasi dalam laporan aktivitas, yang digunakan bersama dengan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan lainnya, dapat membantu para penyumbang, anggota organisasi kreditur dan pihak lainnya untuk:

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

23

a. Mengevaluasi kinerja dalam suatu periode. b. Menilai upaya, kemampuan dan kesinambungan organisasi dan memberikan jasa c. Menilai pelaksanaan tanggung jawab dan kinerja manajer.

Laporan aktivitas menyajikan jumlah perubahan aktiva bersih terikat permanen, terikat temporer, dan tidak terikat dalam suatu periode. Laporan aktivitas juga menyajikan keuntungan dan kerugian yang diakui dari investasi dan aktiva lain (atau kewajiban) sebagai penambah atau pengurang aktiva bersih tidak terikat, kecuali jika penggunaannya dibatasi. Laporan aktivitas atau catatan atas laporan keuangan harus menyajikan informasi mengenai beban menurut klasifikasi fungsional, seperti menurut kelompok program jasa utama dan aktivitas pendukung. Di samping itu, organisasi nirlaba dianjurkan untuk menyajikan informasi tambahan mengenai beban menurut sifatnya. Misalnya, berdasarkan gaji, sewa, listrik, bunga, penyusutan. 3. Laporan Arus Kas Tujuan utama laporan arus kas adalah menyajikan informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran kas dalam suatu periode. Dalam penyajiannya, laporan arus kas organisasi nirlaba disajikan sesuai PSAK Nomor 2 tentang Laporan Arus Kas (IAI, 2004). Laporan arus kas harus melaporkan arus kas selama periode tertentu dan diklasifikasi menurut aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan. Perusahaan harus melaporkan arus kas dari aktivitas operasi dengan menggunakan salah satu dari aktivitas operasi dengan menggunakan salah satu dari metode berikut ini: a. Metode langsung: dengan metode ini kelompok utama dari penerimaan kas bruto

dan pengeluaran kas bruto diungkapkan. b. Metode tidak langsung: dengan metode ini laba atau rugi bersih disesuaikan dengan

mengkoreksi pengaruh dari transaksi bukan kas, penangguhan (deferral) atau akrual dari penerimaan atau pembayaran kas untuk operasi di masa lalu dan masa depan, dan unsur penghasilan atau beban yang berkaitan dengan arus kas investasi atau pendanaan.

Arus kas yang berasal dari transaksi dalam valuta asing harus dibukukan dalam mata uang yang digunakan dalam pelaporan keuangan dengan menjabarkan jumlah mata uang asing tersebut menurut kurs pada tanggal transaksi arus kas. Selain hal-hal yang tercantum dalam PSAK Nomor 2 tersebut, laporan arus kas organisasi nirlaba mendapat tambahan sebagui berikut: a. Aktivitas pendanaan:

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

24

1. Penerimaan kas dari penyumbang yang penggunaannya dibatasi untuk jangka panjang;

2. Penerimaan kas dari sumbangan dan penghasilan investasi yang penggunaannya dibatasi untuk pemerolehan, pembangunan dan pemeliharaan aktiva tetap, atau peningkatan dana abadi (endowment).

3. Bunga dan dividen yang dibatsai penggunaannya untuk jangka panjang.

b. Pengungkapan informasi mengenai aktivitas investasi dan pendanaan nonkas: sumbangan berupa bangunan atau aktiva investasi.

4. Catatan atas Laporan Keuangan Adalah penjelasan yang dilampirkan besama-sama dengan laporan keuangan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan neraca, perhitungan laba/rugi, laporan perubahan modal, laporan perubahan posisi keuangan. Biasanya Catatan atas Laporan Keuangan memuat hal-hal berikut (Widodo dan Kustiawan, 2001): - Informasi umum mengenai lembaga - Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan - Penjelasan dari setiap akun yang dianggap memerlukan rincian lebih lanjut - Kejadian setelah tanggal neraca - Informasi tambahan lainnya yang dianggap perlu, baik yang bersifat kuantitatif

maupun kualitatif. Laporan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat Widodo dan Kustiawan (2001) menjelaskan bahwa secara umum laporan keuangan Organisasi Pengelola Zakat (LAZ) dibuat dengan tujuan: 1. Menyajikan informasi apakah LAZ dalam melakukan kegiatannya telah sesuai

dengan ketentuan syari’ah Islam. 2. Untuk menilai manajeman LAZ dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya 3. Untuk menilai pelayanan atau program yang diberikan oleh LAZ dan

kemampuannya untuk terus memberikan pelayanan atau program tersebut.

Karakteristik Laporan keuangan untuk LAZ seharusnya memiliki karakteristik sebagai berikut (Widodo dan Kustiawan, 2001): 1. Ketaatan pada prinsip-prinsip dan ketentuan syari’ah Islam 2. Keterikatan pada Keadilan 3. Menghasilkan pelaporan yang berkualitas

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

25

Relevan, data yang diolah dan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan hanya yang ada kaitannya dengan transaksi yang bersangkutan. Suatu informasi dikatakan material atau tidak tergantung pada: a. Besarnya nilai pos/transaksi b. Kesalahan, yang dapat terjadi karena:

Kelalaian dalam mencantumkan Kesalahan dalam mencatat • Andal, suatu informasi yang tercantum dalam laporan keuangan harus

memiliki kualitas andal, yaitu bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan jujur (faithful representation) dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.

Untuk dapat dikatakan andal, laporan keuangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Penyajian yang jujur b. Substansi mengungguli bentuk c. Netral d. Pertimbangan yang sehat e. Kelengkapan, informasi yang disajikan dalam laporan keuangan harus lengkap f. Dapat Dibandingkan g. Dapat diuji kebenarannya (Auditable) Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf Hafidhuddin dalam bukunya Panduan Praktis Tentang Zakat Infak Sedekah (2004) menjelaskan bahwa zakat berasal dari bentukan kata zaka yang berarti ‘suci’, ‘baik’, ‘berkah’, ‘tumbuh’, dan ‘berkembang’ (Mu’jam Wasith dalam Hafidhuddin, 2002). Menurut terminologi syari’at (istilah), zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula (Kifayatul Akhyar dalam Hafidhuddin, 2002). Sedangkan BAZIS DKI (1999) mendefinisikan zakat secara etimologi (lughoh) sebagai “membersihkan”, yakni membersihkan harta penghasilan, baik hasil usaha maupun pertanian dengan mengeluarkan hak orang lain yang terdapat pada harta tersebut. Infak berasal dari kata anfaqa yang berarti ‘mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu (Hafidhuddin, 2002). Termasuk ke dalam pengertian ini, infak yang dikeluarkan orang-orang kafir untuk kepentingan agamanya. Sedangkan menurut terminologi syariat, infak berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan/penghasialan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat ada nisabnya, infak tidak mengenal nisab. Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia di saat lapang

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

26

maupun sempit (Surat Ali Imran:134). Jika zakat harus diberikan pada mustahik tertentu maka infak boleh diberikan kepada siapa pun juga. Sedekah berasal dari kata shadaqa yang berarti ‘benar’ (Hafidhuddin, 2002). Orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut terminologi syariat, pengertian sedekah sama dengan pengertian infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut hal yang bersifat non materiil. Definisi wakaf menurut ulama yang bernama Abu Zahrah (Widodo dan Kustiawan, 2001) adalah menghalangi atau menahan tashorruf (berbuat) terhadap sesuatu yang manfaatnya diberikan kepada pihak-pihak tertentu dengan tujuan berbuat kebaikan. Konsep penerimaan dan Penyaluran ZIS Berkaitan dengan masalah akuntansi, dana zakat dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, dana zakat umum, yaitu zakat yang diberikan oleh para muzakki kepada Organisasi Pengelola Zakat (LAZ) tanpa permintaan tertentu. Dan kedua, dana zakat dikhususkan, yaitu zakat yang diberikan oleh muzakki kepada LAZ dengan permintaan tertentu. Misalnya permintaan untuk disalurkan kepada anak yatim, untuk program beasiswa, dan lain-lain. Begitu pula dengan dana infak dan sedekah. Sedekah dianggap sama dengan infak, baik yang ditentukan penggunaannya maupun yang tidak. Sehingga dana infak dan sedekah dibagi menjadi: dana infak/sedekah umum, yaitu infak/sedekah yang diberikan para donatur kepada LAZ tanpa persyaratan tertentu dan dana infak/sedekah dikhususkan, yaitu infak/sedekah yang diberikan para donatur kepada LAZ dengan berbagi persyaratan tertentu. C. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Menurut peraturan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, seharusnya paling tidak ada empat macam laporan keuangan yang dibuat, yaitu neraca, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Dan laporan keuangan tersebut berbeda dengan laporan keuangan untuk organisasi bisnis pada umumnya.

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

27

Gambar 1. Contoh Laporan Posisi Keuangan

Organisasi Nirlaba Laporan Posisi Keuangan

31 Desember 19X0 dan 19X1 (dalam jutaan)

19X1 19X0 Aktiva Kas dan Setara Kas Rp 188,0 Rp 1.150,0 Piutang bunga 5.325,0 4.175,0 Persediaan dan biaya dibayar dimuka 1.525,0 2.500,0 Piutang lain-lain 7.562,0 6.750,0 Investasi Lancar 3.500,0 2.500,0

Aktiva terikat untuk investasi dalam tanah, bangunan, dan peralatan 13.025,0 11.400,0

Tanah, bangunan dan peralatan 154.250,0 158.975,0 Investasi jangka penjang 545.175,0 508.750,0 Jumlah Aktiva Rp 730.550,0 Rp 696.200,0 Kewajiban dan Aktiva Bersih Hutang dagang Rp 6.425,0 Rp 2.625,0 Pendapatan diterima di muka yang dapat dikembalikan 1.625,0 Hutang lain-lain 2.187,0 3.250,0 Hutang wesel 2.850,0 Kewajiban tahunan 4.213,0 4.250,0 Hutang jangka panjang 13.750,0 16.250,0 Jumlah Kewajiban Rp 26.575,0 Rp 30.850,0 Aktiva Bersih Tidak terikat Rp 288.070,0 Rp 259.175,0 Terikat Temporer (Catatan B) 60.855,0 63.675,0 Terikat Temporer (catatan C) 355.050,0 342.500,0 Jumlah Aktiva Bersih 703.975,0 665.350,0 Jumlah Kewajiban dan Aktiva Bersih Rp 730.550,0 Rp 696.200,0 Sumber: IAI (2004)

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

28

Gambar 2. Contoh Laporan Aktivitas Bentuk A

Organisasi Nirlaba Laporan Aktivitas

Untuk Tahun Berakhir pada Tanggal 31 Desember 19X1 (dalam jutaan rupiah)

Perubahan Aktiva Bersih Tidak Terikat: Pendapatan dan Penghasilan Sumbangan Rp 21.600,0 Jasa layanan 13.500,0 Penghasilan investasi jangka panjang (Catatan E) 14.000,0 Penghasilan investasi lain-lain (Catatan E) 2.125,0 Penghasilan bersih investasi jangka panjang belum direalisasi 20.570,0 Lain-lain 375,0 Jumlah Pendapatan dan Penghasilan Tidak Terikat 72.170,0 Aktiva Bersih yang Berakhir Pembatasannya (Catatan D): Pemenuhan program pembatasan 29.975,0 Pemenuhan pembatasan pemerolehan peralatan 3.750,0 Berakhirnya pembatasan waktu 3.125,0 Jumlah aktiva yang telah berakhir pembatasannya 36.850,0 Jumlah pendapatan, Penghasilan dan Sumbangan Lain 109.020,0 Beban dan Kerugian Program A 32.750,0 Program B 21.350,0 Program C 14.400,0 Manajemen dan Umum 6.050,0 Pencarian Dana 5.375,0 Jumlah Beban (Catatan F) 79.925,0 Kerugian akibat kebakaran 200,0 Jumlah Beban dan Kerugian 80.125,0 Kenaikan Jumlah Aktiva Bersih Tidak Terikat Rp 28.895,0 Perubahan Aktiva Bersih Terikat Temporer Sumbangan Rp 20.275,0 Penghasilan investasi jangka panjang (Catatan E) 6.450,0

Penghasilan bersih terealisasikan dan belum terealisasikan dari investasi jangka panjang (Catatan E) 7.380,0

Investasi jangka panjang (Catatan E) Kerugian actuarial untuk kewajiban tahunan (75,0) Aktiva bersih terbebaskan dari pembatasan (Catatan D) (36.850,0) Penurunan Aktiva Bersih Terikat Temporer (2.820,0) Perubahan Dalam Aktiva Bersih Terikat Permanen Sumbangan 700,0 Penghasilan dari investasi jangka panjang (Catatan E) 300,0

Penghasilan bersih terealisasikan dan belum terealisasikan dari investasi jangka panjang (Catatan E) 11.550,0

Kenaikan Aktiva Bersih Terikat Permanen 12.550,0 Kenaikan Aktiva Bersih 38.625,0 Aktiva Bersih Pada Awal Tahun 665.350,0 Aktiva Bersih Pada Akhir Tahun Rp 703.975,0 Sumber: IAI (2004)

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

29

Laporan Aktivitas Ada tiga bentuk laporan aktivitas yang disajikan sebagai contoh pada PSAK Nomor 45. Setiap bentuknya memiliki keunggulan. 1. Bentuk A menyajikan informasi dalam kolom tunggal. Bentuk A ini memudahkan

penyusunan laporan aktivitas komparatif. 2. Bentuk B menyajikan informasi sesuai dengan klasifikasi aktiva bersih, satu kolom

untuk setiap klasifikasi dengan tambahan satu kolom untuk jumlah. Bentuk B menyajikan pembuktian dampak berakhirnya pembatasan penyumbang aktiva tertentu terhadap reklasifikasi aktiva bersih. Bentuk B memungkinkan penyajian informasi agregat mengenai sumbangan dan penghasilan dari investasi.

3. Bentuk C menyajikan informasi dalam dua laporan dengan jumlah ringkasan dari laporan pendapatan, beban, dan perubahan terhadap aktiva bersih tidak terikat disajikan dalam laporan perubahan aktiva bersih. Pendekatan bentuk C ini menitikberatkan perhatian pada perubahan aktiva bersih yang tidak terikat. Bentuk ini sesuai untuk organisasi nirlaba yang memandang aktivitas operasi sebagai aktivitas yang terpisah dari penerimaan pendapatan terikat dari sumbangan dan investasi.

Gambar 3 Contoh Laporan Aktivitas Bentuk B

Organisasi Nirlaba Laporan Aktivitas

Untuk Tahun Berakhir pada Tanggal 31 Desember 19X1 (dalam jutaan rupiah)

Tidak Terikat Terikat Temporer

Terikat Permanen Jumlah

Pendapatan, penghasilan, sumbangan lain

Sumbangan Rp 21.600,0 Rp 20.275,0 Rp 700,0

Rp 42.575,0

Jasa layanan 13.500,0 13.500,0 Penghasilan investasi jangka panjang (Catatan E) 14.000,0 6.450,0 300,0 20.750,0 Penghasilan investasi lain (Catatan E) 2.125,0 2.125,0

Penghasilan bersih terealisasikan dan belum terealisasikan dari investasi jangka panjang (Catatan E) 20.570,0 7.380,0 11.550,0 39.500,0

Lain-lain 375,0 Aktiva Bersih Yang Berakhir Pembatasannya (Catatan D): Pemenuhan program pembatasan 29.975,0 (29.975,0) Pemenuhan pembatasan pemerolehan peralatan 3.750,0 (3.750,0) Berakhirnya pembatasan waktu 3.125,0 (3.125,0)

Jumlah pendapatan, penghasilan dan sumbangan 109.020,0 (2.745,0) 12.550,0 118.450,0

Beban dan kerugian Program A 32.750,0 32.750,0 Program B 21.350,0 21.350,0 Program C 14.400,0 14.400,0 Manajemen dan Umum 6.050,0 6.050,0 Pencarian Dana 3.375,0 3.375,0

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

30

Jumlah Beban (Catatan F) 79.925,0 79.925,0 Kerugian akibat kebakaran 200,0 200,0 Kerugian aktuarial dari kewajiban tahunan 75,0 75,0 80.125,0 75,0 80.200,0 Perubahan Aktiva Bersih 28.895,0 (2.820,0) 12.550,0 38.625,0 Aktiva Bersih Awal Tahun 259.175,0 63.675,0 342.500,0 665.350,0 Aktiva Bersih Akhir Tahun 288.070,0 60.855,0 355.050,0 703.975,0 Sumber: IAI (2004)

Gambar 4 Contoh Laporan Aktivitas Bentuk C

(Bagian 1 dari 2 bagian) Organisasi Nirlaba Laporan Pendapatan, Beban, dan Perubahan Aktiva Bersih Tidak Terikat Untuk Tahun Yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 19X1 (dalam jutaan rupiah) Pendapatan dan Penghasilan Tidak Terikat: Sumbangan Rp 21.600,0 Jasa layanan 13.500,0 Penghasilan dari Investasi jangka panjang (Catatan E) 14.000,0 Penghasilan dari investasi lain-lain (Catatan E) 2.125,0

Penghasilan bersih dari investasi jangka panjang yang telah terealisasikan dan belum terealisasikan (Catatan E) 20.570,0

Lain-lain 375,0 Jumlah Pendapatan dan Penghasilan Tidak Terikat 72.170,0 Aktiva Bersih yang Dibebaskan dari Pembatasan Penyelesaian program pembatasan 29.975,0 Penyelesaian pembatasan pemerolehan peralatan 3.750,0 Berakhirnya waktu pembatasan 3.125,0 Jumlah aktiva bersih yang dibebaskan dari pembatasan 36.850,0

Jumlah pendapatan, penghasilan, dan sumbangan lain yang tidak terikat 109.020,0

Beban dan Kerugian Program A 32.750,0 Program B 21.350,0 Program C 14.400,0 Manajemen dan Umum 6.050,0 Pencarian Dana 5.375,0 Jumlah Beban (Catatan F) 79.925,0 Kerugian akibat kebakaran 200,0 Jumlah beban dan kerugian tidak terikat 80.125,0 Kenaikan aktiva bersih tidak terikat Rp 28.895,0 Sumber:IAI (2004) (Bagian 2 dari 2 bagian)

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

31

Organisasi Nirlaba Laporan Perubahan Aktiva Bersih Untuk Tahun Yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 19X1 (dalam jutaan rupiah) Aktiva Bersih Tidak Terikat: Jumlah pendapatan dan penghasilan tidak terikat Rp 72.170,0 Aktiva bersih yang dibebaskan dari pembatasan (Catatan D) 36.850,0 Jumlah beban dan kerugian tidak terikat (80.125,0) Kenaikan aktiva bersih tidak terikat (29.895,0) Aktiva Bersih Terikat Temporer: Sumbangan 20.275,0 Penghasilan dari investasi jangka panjang (Catatan E) 6.450,0

Penghasilan bersih dari investasi jangka panjang yang telah terealisasikan dan belum terealisasikan (Catatan E) 7.380,0

Kerugian aktuarial dari kewajiban tahunan (75,0) Aktiva bersih yang dibebaskan dari pembatasan (Catatan D) (36.850,0) Penurunan aktiva bersih terikat temporer (2.820,0) Aktiva Bersih Terikat Permanen Sumbangan 700,0 Penghasilan dari investasi jangka panjang (Catatan E) 300,0

Penghasilan bersih dari investasi jangka panjang yang telah terealisasikan dan belum terealisasikan (Catatan E) 11.550,0

Kenaikan aktiva bersih terikat permanen 12.550,0 Kenaikan Aktiva Bersih 38.625,0 Aktiva Bersih Pada Awal Tahun 665.350,0 Aktiva Bersih Pada Akhir Tahun Rp 703.975,0 Sumber: IAI (2004)

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

32

(Bagian 2 dari 2 bagian: Alternatif) Organisasi Nirlaba Laporan Perubahan Aktiva Bersih Untuk Tahun Yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 19X1 (dalam jutaan rupiah)

Tidak Terikat

Terikat Temporer

Terikat Permanen Jumlah

Pendapatan, penghasilan, dan sumbangan lain:

Pendapatan, penghasilan, dan sumbangan lain terikat Rp 72.170,0 Rp 72.170,0

Pendapatan, penghasilan, dan sumbangan lain tidak terikat sumbangan Rp 20.275,0 Rp 700,0 Rp 20.975,0

Penghasilan investasi jangka panjang (Catatan E) 6.450,0 300,0 6.750,0

Penghasilan bersih terealisasikan dan belum terealisasikan dari investasi jangka panjang (Catatan E) 7.380,0 11.550,0 18.930,0

Aktiva bersih yang dibebaskan pembatasannnya (Catatan D) 36.850,0 (36.850,0)

Jumlah pendapatan, penghasilan, dan sumbangan Rp 109.020,0 Rp (2.745,0) Rp 12.550,0 Rp 118.825,0

Beban dan Kerugian: Beban dan kerugian tidak terikat 80.125,0 80.125,0

Kerugian aktuarial dari kewajiban tahunan 75,0 75,0

Jumlah beban dan kerugian 80.125,0 75,0 80.200,0

Perubahan Aktiva Bersih 28.895,0 (2.820,0) 12.550,0 38.625,0 Aktiva Bersih Awal Tahun 259.175,0 63.675,0 342.500,0 665.350,0 Aktiva Bersih Akhir Tahun Rp 288.070,0 Rp 60.855,0 Rp 355.050,0 Rp 703.975,0 Sumber: IAI (2004)

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

33

Gambar 5 Contoh Laporan Arus Kas Metode Langsung

Organisasi Nirlaba Laporan Arus Kas Untuk Tahun yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 19X1 (dalam jutaan rupiah) Aliran Kas dari Aktivitas Operasi: Kas dari pendapatan jasa Rp 13.050,0 Kas dari penyumbang 20.075,0 Kas dari piutang lain-lain 6.537,5 Bunga dan deviden yang diterima 21.425,0 Penerimaan lain-lain 375,0 Bunga yang dibayarkan (955,0) Kas yang dibayarkan kepada karyawan dan suplier (59.520,0) Hutang lain-lain yang dilunasi (1.062,5) Kas bersih yang diterima (digunakan) untuk aktivitas operasi (75,0) Aliran Kas dari Aktivitas Investasi: Ganti rugi dari asuransi kebakaran 625,0 Pembelian peralatan (3.750,0) Penerimaan dari penjualan investasi 190.250,0 Pembelian investasi (187.250,0) Kas bersih yang diterima (digunakan) untuk aktivitas investasi (125,0) Aliran Kas dari Aktivitas Pendanaan: Penerimaan dari kontribusi terbatas dari: Investasi dalam endowment 500,0 Investasi dalam endowment berjangka 175,0 Investasi bangunan 3.025,0 Investasi perjanjian tahunan 500,0 4200,0 Aktivitas pendanaan lain: Bunga dan deviden terbatas untuk reinvestasi 750,0 Pembayaran kewajiban tahunan (362,5) Pembayaran hutang wesel (2.850,0) pembayaran kewajiban jangka panjang (2.500,0) (4.962,5) Kas bersih yang diterima (digunakan) untuk aktivitas pendanaan Rp (762,5) Kenaikan (Penurunan) bersih dalam kas dan setara kas Rp (962,5) Kas dan setara kas pada awal tahun 1.150,0 Kas dan Setara ka pada akhir tahun 187,5 Rekonsiliasi perubahan dalam aktiva bersih menjadi kas bersih yang digunakan untuk aktivitas operasi Perubahan dalam aktiva bersih 38.625,0

Penyesuaian untuk rekonsiliasi perubahan dalam aktiva bersih menjadi kas bersih yang digunakan untuk aktivitas operasi:

Depresiasi 8.000,0 Kerugian akibat kebakaran 200,0

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

34

Kerugian aktuarial pada kewajiban tahunan 75,0 Kenaikan piutang bunga (1.150,0) Penurunan dalam persediaan dan biaya dibayar dimuka 975,0 Kenaikan dalam piutang lain-lain (812,5) Kenaikan dalam hutang dagang 3.800,0 Penurunan dalam penerimaan dimuka yang dapat dikembalikan (1.625,0) Penurunan dalam hutang lain-lain (1.062,5) Sumbangan terikat untuk investasi jangka panjang (6.850,0) Bunga dan deviden terikat untuk investasi jangka panjang (750,0)

Penghasilan bersih terealisasikan dan belum terealisasikan dari investasi jangka panjang (39.500,0)

Kas bersih diterima (digunakan) untuk aktivitas operasi Rp (75,0)

Data tambahan untuk aktivitas investasi dan pendanaan nonkas: Peralatan yang diterima sebagai hibah Pembebasan premi asuransi kematian, nilai kas yang diserahkan Sumber: IAI (2004)

Gambar 6 Contoh Laporan Arus Kas Metode Tidak Langsung

Organisasi Nirlaba Laporan Arus Kas Untuk Tahun yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 19X1 (dalam jutaan rupiah) Aliran Kas dari Aktivitas Operasi: Rekonsiliasi perubahan dalam aktiva bersih menjadi kas bersih yang digunakan untuk aktivitas operasi: Perubahan dalam aktiva bersih Rp 38.625,0

Penyesuaian untuk rekonsiliasi perubahan dalam aktiva bersih menjadi kas bersih yang digunakan untuk aktivitas operasi:

Depresiasi 8.000,0 Kerugian akibat kebakaran 200,0 Kerugian aktuarial pada kewajiban tahunan 75,0 Kenaikan piutang bunga (1.150,0) Penurunan dalam persediaan dan biaya dibayar dimuka 975,0 Kenaikan dalam piutang lain-lain (812,5) Kenaikan dalam hutang dagang 3.800,0 Penurunan dalam penerimaan dimuka yang dapat dikembalikan (1.625,0) Penurunan dalam hutang lain-lain (1.062,5) Sumbangan terikat untuk investasi jangka panjang (6.850,0) Bunga dan deviden terikat untuk investasi jangka panjang (750,0) Penghasilan bersih terealisasikan dari investasi jangka panjang (39.500,0) Kas bersih diterima (digunakan) untuk aktivitas operasi (75,0)

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

35

Aliran Kas dari Aktivitas Investasi: Ganti rugi dari asuransi kebakaran 825,0 Pembelian peralatan (3.750,0) Penerimaan dari penjualan investasi 190.250,0 Pembelian investasi (187.250,0) Kas bersih yang diterima (digunakan) untuk aktivitas investasi Rp (125,0)

Aliran Kas dari Aktivitas Pendanaan: Penerimaan dari sumbangan terikat dari: Investasi dalam endowment 500,0 Investasi dalam endowment berjangka 175,0 Investasi dalam bangunan 3.025,0 Investasi perjanjian tahunan 500,0 Rp 4.200,0 Aktivitas Pendanaan lain: Bunga dan dividen terikat untuk reinvestasi 750,0 Pembayaran kewajiban tahunan (363,0) Pembayaran hutang wesel (2.850,0) Pembayaran kewajiban jangka panjang (2.500,0) (4.963,0) Kas bersih yang diterima (digunakan) untuk aktivitas pendanaan (763,0) Penurunan bersih dalam kas dan setara kas (963,0) Kas dan setara kas pada awal tahun 1.050,0 Kas dan setara kas pada akhir tahun 185,0 Data tambahan: Aktivitas investasi dan pendanaan nonkas: Peralatan yang diterima sebagai hibah 350,0 Pembebasan premi asuransi kematian, nilai kas yang diserahkan 200,0 Bunga yang dibayarkan Rp 955,0 Sumber: IAI (2004)

Catatan Atas Laporan Keuangan Ilustrasi Catatan A pada PSAK Nomor 45 menguraiakn kebijakan pengungkapan yang diwajibkan yang menyebabkan Catatan B dan Catatan C wajib disajikan. Catatan D, E, dan F menyediakan informasi yang dianjurkan untuk diungkapkan oleh organisasi nirlaba. Catatan A Organisasi menyajikan hadiah atau wakaf berupa kas atau aktiva lain sebagai sumbangan terikat jika hibah atau wakaf tersebut diterima dengan persyaratan yang membatasi penggunaan aktiva tersebut. Jika pembatasan dari penyumbang telah kadaluwarsa, yaitu pada saat masa pembatasan telah berakhir atau pembatasan tujuan telah dipenuhi, aktiva bersih terikat temporer digolongkan kembali menjadi aktiva bersih tidak terikat dan disajikan dalam laporan aktivitas sebagai aktiva bersih yang dibebaskan dari pembatasan.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

36

Organisasi menyajikan hibah atau wakaf berupa tanah, bangunan, dan peralatan sebagai sumbangan tidak terikat kecuali jika ada pembatasan yang secara eksplisit menyatakan tujuan pemanfaatan aktiva tersebut dari penyumbang. Hibah atau wakaf untuk aktiva tetap dengan pembatasan eksplisit yang menyatakan tujuan pemanfaatan aktiva tersebut dan sumbangan berupa kas atau aktiva lain yang harus digunakan untuk memperoleh aktiva tetap disajikan sebagai sumbangan terikat. Jika tidak ada pembatasan eksplisit dari pemberi sumbangan mengenai pembatasan jangka waktu penggunaan aktiva tetap tersebut, pembebasan pembatasan dilaporkan pada saat aktiva tetap tersebut dimanfaatkan. Gambar 7 Contoh Catatan B pada Catatan atas Laporan Keuangan

Catatan B Aktiva bersih terikat temporer untuk periode keuangan adalah sebagai berikut: Aktivitas program A: Pembelian peralatan Rp 7.650,0 Penelitian 10.640,0 Seminar dan pulikasi 3.800,0 Aktivitas program B Perbaikan kerusakan peralatan 5.600,0 Seminar dan publikasi 5.395,0 Aktivitas program C Umum 7.420,0 Bangunan dan peralatan 5.375,0 Perjanjian perwalian tahunan 7.125,0 Untuk periode setelah 31 Desember, 20X1 7.850,0 Rp 60.855,0

Gambar 8 Contoh Catatan C pada Catatan atas Laporan Keuangan

Catatan C Aktiva bersih terikat permanen dibatasi untuk: Investasi tahunan, penghasilannya dibelanjakan untuk mendukung: Aktivitas program A Rp 68.810,0 Aktivitas program B 34.155,0 Aktivitas program C 34.155,0 Kegiatan lain organisasi 204.930,0 Rp 342.050,0 Dana yang penghasilannya untuk ditambahkan pada jumlah sumbangan mula-mula hingga mencapai nilai Rp 2.500 5.300,0 Polis asuransi kematian yang penerimaan ganti rugi asuransi atas kematian pihak yang diasuransikan tersedia untuk mendanai aktivitas umum 200,0 Tanah yang harus digunakan untuk area rekreasi 7.500,0 Rp 355.050,0

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

37

Gambar 9 Contoh Catatan D pada Catatan atas Laporan Keuangan Catatan D Aktiva bersih yang dibebaskan dari pembatasan penyumbang melalui terjadinya beban tertentu atau terjadinya kondisi yang disyaratkan oleh penyumbang Tujuan pembatasan yang tercapai Beban program A Rp 14.500,0 Beban program B 11.500,0 Beban program C 3.975,0 Rp 29.975,0 Peralatan untuk program A yang dibeli dan dimanfaatkan 3.750,0 Pembatasan waktu yang telah terpenuhi: Jangka waktu yang telah dipenuhi Rp 2.125,0 Kematian penyumbang tahunan 1.000,0 Rp 3.125,0 Rp 36.850,0

Sementara Widodo dan Kustiawan dalam bukunya Akuntansi dan Manajemen Keuangan untuk Organisasi Pengelola Zakat (2001) menyebutkan bahwa jenis-jenis laporan keuangan yang harus disusun oleh sebuah Organisasi Pengelola Zakat adalah Neraca, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Dana Termanfaatkan, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Kemudian, dalam buku yang banyak dijadikan acuan bagi LAZ (termasuk LAZDa Lampung Peduli) dalam membuat laporan keuangan ini menerangkan bahwa untuk Neraca, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Dana Termanfaatkan, LAZ harus membuat laporan keuangan untuk setiap dana yang dimiliki, serta laporan konsolidasinya. Jika sebuah LAZ memiliki 5 jenis dana, maka dia harus membuat 5x4 laporan atau 20 ditambah laporan konsolidasi, sehingga totalnya berjumlah 24 laporan.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

38

Gambar 10. Format Neraca Dana Zakat

Gambar 11 Format Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat

BAZ / LAZ "ABC" DANA ZAKAT

LAPORAN SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA Tahun yang Berakhir 31 Desember 2000 dan 1999

31 Des 2000 31 Des 1999 (Rp) (Rp) 1 SUMBER DANA 1. Zakat Profesi xxx.xxx xxx.xxx 2. Zakat Maal xxx.xxx xxx.xxx 3. Zakat Perusahaan xxx.xxx xxx.xxx 4. Zakat Fitrah xxx.xxx xxx.xxx Total Sumber Dana xxx.xxx xxx.xxx 2 PENGGUNAAN DANA 1. Fakir&Miskin xxx.xxx xxx.xxx 2. Gharimin xxx.xxx xxx.xxx 3. Ibnu Sabil xxx.xxx xxx.xxx 4. Riqab xxx.xxx xxx.xxx

BAZ / LAZ "ABC" DANA ZAKAT

NERACA Per Tanggal 31 Desember 2000 dan 1999

AKTIVA 31 Des 2000

31Des 1999

KEWAJIBAN & SALDO DANA

31 Des 2000

31 Des 1999

(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

AKTIVA LANCAR KEWAJIBAN JANGKA PENDEK xxx.xxx xxx.xxx

Kas xxx.xxx xxx.xxx

Bank xxx.xxx xxx.xxx KEWAJIBAN JANGKA PANJANG xxx.xxx xxx.xxx

Total Aktiva Lancar xxx.xxx xxx.xxx

SALDO DANA Dana Zakat xxx.xxx xxx.xxx Dana Termanfaatkan xxx.xxx xxx.xxx Jumlah Saldo Dana xxx.xxx xxx.xxx

TOTAL AKTIVA xxx.xxx xxx.xxx TOTAL KEWAJIBAN &SALDO DANA xxx.xxx xxx.xxx

Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

39

5. Fi Sabilillah xxx.xxx xxx.xxx 6. Muallaf xxx.xxx xxx.xxx Total Penggunaan Dana xxx.xxx xxx.xxx 3 SURPLUS (DEFISIT) xxx.xxx xxx.xxx 4 TRANSFER DANA a. Transfer Masuk Pinjaman dari Dana…… xxx.xxx xxx.xxx Hibah dari Dana………. xxx.xxx xxx.xxx b. Transfer Keluar Penyaluran kepada Dana Pengelola xxx.xxx xxx.xxx Pinjaman kepada Dana…….. xxx.xxx xxx.xxx 5 SALDO AWAL DANA ZAKAT xxx.xxx xxx.xxx 6 SALDO AKHIR DANA ZAKAT xxx.xxx xxx.xxx Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini

Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001) Gambar 12 Format Laporan Arus Kas Dana Zakat

BAZ / LAZ "ABC" DANA ZAKAT

LAPORAN ARUS KAS Tahun yang Berakhir 31 Desember 2000 dan 1999

31 Des 2000 31 Des 1999 (Rp) (Rp) ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI Penerimaan Zakat xxx.xxx xxx.xxx Penyaluran kepada Fakir dan Miskin (xxx.xxx) (xxx.xxx) Penyaluran kepada Gharimin (xxx.xxx) (xxx.xxx) Penyaluran kepada Dana Pengelola (Amilin) (xxx.xxx) (xxx.xxx) Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi xxx.xxx xxx.xxx ARUS KAS DARI AKTIVITAS INVESTASI Penjualan Aktiva Tetap xxx.xxx xxx.xxx Pembelian Aktiva Tetap (xxx.xxx) (xxx.xxx) Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi xxx.xxx xxx.xxx ARUS KAS DARI AKTIVITAS PENDANAAN Pinjaman Jangka Panjang xxx.xxx xxx.xxx Pembayaran Pinjaman Jangka Panjang (xxx.xxx) (xxx.xxx) Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan xxx.xxx xxx.xxx KENAIKAN (PENURUNAN) BERSIH KAS DAN SETARA KAS xxx.xxx xxx.xxx

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

40

KAS DAN SETARA KAS PADA AWAL PERIODE xxx.xxx xxx.xxx KAS DAN SETARA KAS PADA AKHIR PERIODE xxx.xxx xxx.xxx DATA TAMBAHAN UNTUK AKTIVITAS NON-KAS Zakat yang Diterima dalam Bentuk Barang xxx.xxx xxx.xxx Jumlah Aktivitas Non-Kas xxx.xxx xxx.xxx Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini

Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001) Gambar 13 Format Laporan Perubahan Dana Termanfatkan Dana Zakat

LAZ / LAZ "ABC" DANA ZAKAT

LAPORAN PERUBAHAN DANA TERMANFAATKAN Tahun yang Berakhir 31 Desember 2000 dan 1999

31 Des 2000 31 Des 1999 (Rp) (Rp)

SALDO AWAL xxx.xxx xxx.xxx

PENAMBAHAN

Pemberian Piutang kepada Fakir&Miskin xxx.xxx xxx.xxx

Pemberian Piutang kepada Gharimin xxx.xxx xxx.xxx

Jumlah Penambahan xxx.xxx xxx.xxx PENGURANGAN

Penerimaan Piutang dari Fakir&Miskin xxx.xxx xxx.xxx

Penerimaan Piutang dari Gharimin xxx.xxx xxx.xxx Jumlah Pengurangan xxx.xxx xxx.xxx SALDO AKHIR xxx.xxx xxx.xxx Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini

Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001)

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

41

Gambar 14 Format Neraca Dana Infaq / Shadaqah

BAZ / LAZ "ABC" DANA INFAQ / SHADAQAH

NERACA Per Tanggal 31 Desember 2000 dan 1999

AKTIVA 31 Des 2000

31Des 1999

KEWAJIBAN & SALDO DANA

31 Des 2000

31 Des 1999

(Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

AKTIVA LANCAR KEWAJIBAN JANGKA PENDEK xxx.xxx xxx.xxx

Kas xxx.xxx xxx.xxx

Bank xxx.xxx xxx.xxx KEWAJIBAN JANGKA PANJANG xxx.xxx xxx.xxx

Piutang Ekonomi xxx.xxx xxx.xxx

Piutang Pendidikan xxx.xxx xxx.xxx

Persediaan xxx.xxx xxx.xxx

Total Aktiva Lancar xxx.xxx xxx.xxx SALDO DANA

Dana Infaq/Shadaqah xxx.xxx xxx.xxx

INVESTASI xxx.xxx xxx.xxx Dana Termanfaatkan xxx.xxx xxx.xxx

Jumlah Saldo Dana xxx.xxx xxx.xxx

TOTAL AKTIVA xxx.xxx xxx.xxx TOTAL KEWAJIBAN &SALDO DANA xxx.xxx xxx.xxx

Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001)

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

42

Gambar 15 Format Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Infaq / Shadaqah

BAZ / LAZ "ABC" DANA INFAQ/SHADAQAH

LAPORAN SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA Tahun yang Berakhir 31 Desember 2000 dan 1999

31 Des 2000 31 Des 1999 (Rp) (Rp) 1 SUMBER DANA 1. Infaq/Shadaqah xxx.xxx xxx.xxx 2. Pengembalian Piutang xxx.xxx xxx.xxx Total Sumber Dana xxx.xxx xxx.xxx 2 PENGGUNAAN DANA 1. Penyaluran Piutang Ekonomi xxx.xxx xxx.xxx 2. Penyaluran Bantuan Sosial xxx.xxx xxx.xxx 3. Penyaluran Piutang Pendidikan xxx.xxx xxx.xxx 4. Penyaluran untuk Investasi xxx.xxx xxx.xxx Total Penggunaan Dana xxx.xxx xxx.xxx 3 SURPLUS (DEFISIT) xxx.xxx xxx.xxx 4 TRANSFER DANA a. Transfer Masuk Pinjaman dari Dana…… xxx.xxx xxx.xxx Hibah dari Dana………. xxx.xxx xxx.xxx b. Transfer Keluar Penyaluran kepada Dana Pengelola xxx.xxx xxx.xxx Pinjaman kepada Dana…….. xxx.xxx xxx.xxx 5 SALDO AWAL DANA INFAQ/SHADAQAH xxx.xxx xxx.xxx 6 SALDO AKHIR DANA xxx.xxx xxx.xxx Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini

Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001)

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

43

Gambar 16 Format Laporan Arus Kas Dana Infaq / Shadaqah

BAZ / LAZ "ABC" DANA INFAQ / SHADAQAH

LAPORAN ARUS KAS Tahun yang Berakhir 31 Desember 2000 dan 1999

31 Des 2000 31 Des 1999 (Rp) (Rp) ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI Penerimaan Infaq/Shodaqoh xxx.xxx xxx.xxx Penyaluran Pinjaman Ekonomi (xxx.xxx) (xxx.xxx) Penyaluran Bantuan Sosial (xxx.xxx) (xxx.xxx) Penyaluran Pinjaman Pendidikan (xxx.xxx) (xxx.xxx) Penyaluran ke Dana Pengelola (Amilin) (xxx.xxx) (xxx.xxx) Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi xxx.xxx xxx.xxx ARUS KAS DARI AKTIVITAS INVESTASI Penerimaan Bagi Hasil dari Investasi xxx.xxx xxx.xxx Penarikan Investasi xxx.xxx xxx.xxx Investasi (xxx.xxx) (xxx.xxx) Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi xxx.xxx xxx.xxx ARUS KAS DARI AKTIVITAS PENDANAAN Pinjaman Jangka Panjang xxx.xxx xxx.xxx Pembayaran Pinjaman Jangka Panjang (xxx.xxx) (xxx.xxx) Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan xxx.xxx xxx.xxx KENAIKAN (PENURUNAN) BERSIH KAS DAN SETARA KAS xxx.xxx xxx.xxx KAS DAN SETARA KAS PADA AWAL PERIODE xxx.xxx xxx.xxx KAS DAN SETARA KAS PADA AKHIR PERIODE xxx.xxx xxx.xxx DATA TAMBAHAN UNTUK AKTIVITAS NON-KAS Infaq/Shadaqah yang Diterima dalam Bentuk Barang xxx.xxx xxx.xxx Jumlah Aktivitas Non-Kas xxx.xxx xxx.xxx Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini

Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001)

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

44

Gambar 17 Format Laporan Perubahan Dana Termanfaatkan Dana Infaq / Shadaqah

BAZ / LAZ "ABC" DANA INFAQ / SHADAQAH

LAPORAN PERUBAHAN DANA TERMANFAATKAN Tahun yang Berakhir 31 Desember 2000 dan 1999

31 Des 2000 31 Des 1999 (Rp) (Rp) SALDO AWAL xxx.xxx xxx.xxx PENAMBAHAN Pemberian Piutang Pendidikan xxx.xxx xxx.xxx Pemberian Piutang Ekonomi xxx.xxx xxx.xxx Penyaluran Investasi xxx.xxx xxx.xxx Jumlah Penambahan xxx.xxx xxx.xxx PENGURANGAN Penerimaan Piutang Pendidikan xxx.xxx xxx.xxx Penerimaan Piutang Ekonomi xxx.xxx xxx.xxx Jumlah Pengurangan xxx.xxx xxx.xxx SALDO AKHIR xxx.xxx xxx.xxx Lihat Catatan atas Laporan Keuangan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan ini

Sumber: Widodo dan Kustiawan (2001) Pada dasarnya, tidak ada perbedaan yang prinsip antara laporan keuangan yang disusun oleh IAI dalam PSAK Nomor 45, dengan Laporan Keuangan modifikasi yang dibuat oleh Widodo dan Kustiawan. Laporan keuangan modifikasi ini sudah mengakomodir hal-hal yang sudah ditentukan dalam PSAK Nomor 45. Perbedaan yang terlihat adalah pada contoh laporan keuangan pada PSAK Nomor 45 yang disusun oleh IAI, laporan keuangan yang dibuat adalah laporan keuangan konsolidasi, sementara dalam laporan keuangan modifikasi, laporan keuangan itu dibuat untuk setiap jenis dana yang ada di dalam lembaga amil zakat, termasuk juga laporan konsolidasinya, sehingga lebih rigid. Selain itu hal yang terlihat berbeda adalah nama dari rekening aktiva bersih, pada laporan keuangan yang disusun oleh IAI, disebut sebagai aktiva bersih, sementara pada laporan keuangan yang disusun Widodo dan Kustiawan disebut sebagai saldo dana. Sementara untuk laporan aktivitas, laporan keuangan yang disusun oleh Widodo dan Kustiawan menggunakan format Laporan Aktivitas Bentuk C dari IAI yang terdiri dari dua bagian, dengan nama Laporan Sumber dan Penggunaan Dana, dan Laporan Perubahan Dana Termanfaatkan. Dan untuk laporan arus kas, laporan keuangan yang disusun oleh Widodo dan Kustiawan mengacu pada laporan arus kas metode langsung

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

45

yang telah disusun oleh IAI. Selain itu, hal yang terlihat berbeda adalah pada laporan keuangan yang disusun oleh Widodo dan Kustiawan, akun-akun yang ada di laporan keuangan tersebut sudah secara otomatis dipisahkan menurut aktiva bersih tidak terikat, atau terikat dengan dipisahkannya dana berdasarkan jenisnya, yaitu dana zakat, dana infaq/shadaqah, dan dana pengelola. D. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Mengacu pada kedudukannya sebagai lembaga publik, sudah selayaknya jika LAZ menerapkan manajemen terbuka. Maksudnya, ada hubungan timbal balik antara amil zakat selaku pengelola dengan masyarakat. Dengan ini maka akan terjadi sistem kontrol yang melibatkan unsur luar, yaitu masyarakat itu sendiri. Dan hal ini bisa dilaksanakan bila LAZ sebagai lembaga publik yang mengelola dana masyarakat memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan yang baik. Sehingga banyak hal bisa dirasakan, antara lain akuntabilitas dan transparansi lebih mudah dilakukan karena berbagai laporan keuangannya dapat lebih mudah dibuat dengan akurat dan tepat waktu, keamanan dana relatif lebih terjamin karena terdapat sistem kontrol yang jelas, semua transaksi relatif akan lebih mudah ditelusuri, dan efisiensi dan efektivitas relatif lebih mudah dilakukan. Agar dapat melakukan itu semua, tentu saja diperlukan skill khusus. SDM tersebut setidaknya harus mengikuti pelatihan dan pengetahuan, serta memiliki pengetahuan dan keahlian yang cukup. SDM tersebut setidaknya harus berlatar belakang atau mempunyai pengalaman di bidang akuntansi dan manajemen keuangan. Pelatihan dan pengembangan ini bisa didapatkan dengan cara mempelajari akuntansi baik secara formal ataupun non formal, serta pernah mendapatkan pelatihan yang cukup tentang bagaimana praktik akuntansi untuk organisasi nirlaba, khususnya untuk organisasi nirlaba. Sehingga SDM tersebut mempunyai pengetahuan dan keahlian yang cukup tentang hal-hal teknis yang berhubungan dengan praktek akuntansi di LAZ tersebut. Saran Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif bagi Organisasi Pengelola Zakat, sebaiknya mulai membuat laporan keuangan yang sudah sesuai dengan ketentuan akuntansi yang berlaku, karena kedudukan LAZ sebagai sebuah lembaga publik yang banyak mengelola dana masyarakat, LAZ dituntut untuk memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan yang baik. Sehingga akuntabilitas dan transparansi lebih mudah dilakukan, karena berbagai laporan keuangan dapat lebih mudah dibuat dengan akurat dan tepat waktu , keamanan dana relatif lebih terjamin karena terdapat sistem kontrol yang jelas, dan semua transaksi relatif akan lebih mudah

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

46

ditelusuri sehingga efisiensi dan efektivitas relatif lebih mudah dilakukan. Selain itu, perlu dibuat sistem pengelolaan yang baik dengan cara melakukan pengoptimalan sumber daya manusia yang ada. Sehingga keberlangsungan lembaga tidak bergantung kepada figur seseorang, tetapi kepada sistem. Jika terjadi pergantian SDM sekalipun, aktivitas lembaga tidak akan terganggu karenanya. Selain itu, sebuah LAZ sangat memerlukan SDM yang profesional, dalam artian sebuah LAZ sangat memerlukan orang-orang yang mampu bekerja full time agar semua potensi yang dimiliki SDM mampu secara total tercurah demi kepentingan pengembangan LAZ. Bagi Ikatan Akuntan Indonesia sebaiknya mulai memikirk untuk membuat pedoman akuntansi khusus untuk organisasi pengelola zakat, karena perkembangan LAZ yang sudah cukup pesat di Indonesia. Adanya pedoman akuntansi yang khusus, memudahkan para pengguna laporan keuangan baik pembuat, pembaca maupun auditor untuk menggunakan laporan keuangan tersebut. Tak hanya itu, pedoman akuntansi yang sama akan melahirkan tingginya tingkat komparasi antar organisasi pengelola zakat.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, Asti, Evaluasi Penerapan Psak Nomor 45 Pada Organisasi Pengelola Zakat (Studi Kasus pada Lazda Lampung Peduli Dan Laz Dompet Amal Insani), Skripsi, FE Unila, 2004, tidak dipublikasi.

Badan Amil Zakat dan Infak/Sedekah (Bazis) DKI Jakarta. 1999. Pengelolaan Zakat

dan Infak / Sedekah di DKI Jakarta. Jakarta. Eriyanto, 1999. Metodologi Polling Memberdayakan Suara Rakyat., Cetakan Pertama.

PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Freeman, Robert J. and Shoulder, Craigh D. 1999. Governmental and NonProfit

Accounting Theory and Practice. Sixth Edition. Prentice Hall, Inc. Upper Saddle River. New Jersey.

Departemen Agama RI. 2002. Peraturan Perundang - Undangan Pengelolaan Zakat.

Jakarta. Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomoian Modern. Gema Insani Press,

Jakarta. ------------------------ 2002. Panduan Praktis Tentang Zakat Infak Sedekah. Cetakan

Keempat. Gema Insani Press. Jakarta. Henke, Emerson O. 1992. Introduction to Nonprofit Organization Accounting. Fourth

Edition. College Division South Western Publishing Co. Cincinnati Ohio.

Penerapan PSAK No. 45 ……. (Nurdiono)

47

Ikatan Akuntan Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan per 1 April 2004. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta.

Larsen, E. John. 1997. International Edition Modern Advanced Accounting. Seventh

Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. New York St. Louis San Fransisco Auckland Bogota Caracas Lisbon London Madrid Mexico City Milan Montreal New Delhi San Juan Sydney Tokyo Toronto.

Miles, Matthew B dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku

Sumber tentang Metode-Metode Baru. Cetakan Pertama. UI Press. Jakarta Mursyidi. 2003. Akuntansi Zakat Kontemporer. Cetakan Pertama. PT Remaja Rosda

Karya. Bandung. Nawawi, Hadari. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Cetakan ke-6. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta. --------------. 2003. Mendayagunakan Ziswaf. Majalah Berita Mingguan Tempo. Edisi 23

– 30 November 2003. Widodo, Hertanto dan Kustiawan, Teten. 2001. Akuntansi dan Manajemen Keuangan

untuk Organisasi Pengelola Zakat. Cetakan Pertama. IMZ. Jakarta. http:://www.bazisdki.go.id http://www.dompetdhuafa.or.id http://www.forumzakat.or.id

Riset Anggaran Untuk Rakyat Studi Kasus:APBD Kota Bandar Lampung

Oleh:

Marselina Djayasinga4

ABSTRAK

APBD adalah amanah rakyat yang harus dilaksanakan oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraannya sehingga APBD harus berpihak pada rakyat Oleh karena itu pemerintah daerah harus mengupayakan agar APBD teralokasi dengan baik dan mampu dimanfaatkan seoptimal mungkin , bila perlu bisa langsung menyentuh kepada masyarakat., baik untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya hingga kebutuhan sekunder maupun tersier. Saat ini, sejak Otonomi Daerah digulirkan perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat kota Bandar Lampung ,berjalan sangat lambat bahkan kesejahteraan rakyat ini semakin lama semakin menurun kuantitas maupun kualitasnya.Hal ini ditandai dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin kota, banyak bermunculan kasus gizi buruk,meningkatnya jumlah anak jalanan,pengemis,pendpataan perkapita yang rendah, mutu pelayanan yang buruk, public area yang jorok dan tidak terawat dll. Namun ironisnya jumlah anggaran yang dialokasikan dan diserap kota Bandar Lampung semakin besar dari tahun ke tahun . Oleh karena itu ,penelitian ini bertujuan untuk menilai sejauhmana komitment, kemauan dan keberpihakan pemerintah kota Bandar Lampung kepada masyarakatnya dalam bentuk pengalokasian APBD selama ini. Sebab di era otonomi daerah saat ini ,peluang untuk mewujudkan suatu system anggaran yang berpihak kepada rakyat sangat-sangat terbuka dan sangat mungkin. Hasil analisa menunjukkan bahwa, keberpihakan pemkot berupa anggaran untuk rakyat masih rendah.Hal ini ditandai dari jumlah alokasi yang minim serta pengalokasian dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang tidak fokus.Untuk itu diperlukan perubahan paradigma pengelolaan keuangan daerah serta komitment yang kuat dari para penyelenggaran pemerintah kota bahwa amanah mengelola APBD adalah semata-mata untuk mensejahterakan masyarakat kota Bandar Lampung, tidak hanya pengalokasian anggaran ke sector publik lebih besar namun bagaimana pengguna tersebut dapat langsung bermanfaat dan dirasakan masyarakat .Sehingga disyaratkan pengelolaan APBD harus dilakukan secara jujur dan tranparans,akuntabilitas, melalui partisipasi, efisien, efektif dan ekonomi sehingga kesejahteraan rakyat meningkat. Keywords: APBD, kesejahteraan rakyat, anggaran untuk rakyat

4 Dosen jurusan Ekonomi Pembangunan FE Unila

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

50

A. PENDAHULUAN Peran Pemerintah di dalam masyarakat adalah berfungsi sebagai fasiltator untuk mensejahterakan masyarakat melalui pemberian pelayanan seoptimal mungkin kepada masyarakat melalui pengalokasian anggaran (APBD ) yang langsung menyentuh kepada masyarakat., baik untuk pemenuhan kebutuhan dasar hingga kebutuhan sekunder maupun tersier. Saat ini, sejak Otonomi Daerah digulirkan yang bersamaan dengan dampak krisis ekonomi dan moneter yang terus berlanjut, ternyata perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat ke arah peningkatan berjalan sangat lambat bahkan semakin lama semakin menurun kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini ditandai dengan kemiskinan yang semakin meningkat , yang dapat terindikasi dari semakin tingginya jumlah penduduk miskin, tekanan pengangguran yang semakin berat, rendahnya pendapatan perkapita masyarakat riil , tingginya jumlah anak putus sekolah, munculnya kasus gizi buruk, meningkatnya jumlah anak jalanan,pengemis serta penyakit-penyakit social masyarakat lainnya. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya keberpihakan pemerintah dalam hal ini Pemerintah Kota kepada masyarakat terutama masyarakat miskin. Lebih parah lagi bila dilihat dari mutu pelayanan pemerintah kepada masyarakat, semakin buruk kualitasnya, mulai dari jalan-jalan utama yang buruk dan Pedagang Kaki Lima (PKL ) yang menambah sumber kemacetan, public area yang jorok dan tidak terawat , kekurangan pasokan air bersih, keterbatasan ketenagalistrikan hingga bentuk pelayanan umumnya.Namun ironisnya jumlah anggaran yang dialokasikan dan diserap semakin besar dari tahun ke tahun . Semakin besar jumlah anggaran yang diserap namun keberpihakan anggaran pada masyarakat sangat rendah. Di era otonomi daerah saat ini ,maka peluang untuk mewujudkan suatu system anggaran yang berpihak kepada rakyat sangat-sangat terbuka dan sangat mungkin. Kata kuncinya hanyalah bagaimana komitmen, kemauan dan kemampuan pemerintah daerah sendiri dalam hal ini pimpinan daerah hingga pimpinan /kepala satuan kerja ( dinas ) hingga staffnya untuk mulai menyadari bahwa penggunaan anggaran dalam APBD adalah amanah yang harus ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Anggaran harus berpihak pada masyarakat. B. Perumusan Masalah Tingkat kesejahteraan masyarakat kota Bandar Lampung yang semakin menurun yang ditandai dengan tidak terpenuhinya hak sebagian besar masyarakat untuk mengenyam pendidikan yang berkualitas dan murah seperti diamanahkan dalam Undang-Undang, derajad kesehatan yang semakin menurun, biaya berobat yang mahal dan tidak terjangkau dengan pelayanan yang buruk, namun dilain sisi jumlah anggaran semakin meningkat. Dengan sistem penyusunan anggaran yang bersifat desentraliasi seperti saat ini maka usulan program-program/kegiatan pemerintah daerah sebeanrnya dapat lebih mudah diarahkan untuk kepentingan dan menyentuh langsung pada rakyat. Namun selama ini , alokasi anggaran disusun kurang dan tanpa prirotas yang belum berpihak

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

51

pada rakyat. Di pihak lain , anggaran yang ada tidak dimanfaatkan secara optimal sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat. C.Tujuan Dengan hasil analisa ini, bertujuan untuk : 1. Mengetahui seberapa besar derajad kepedulian dan keberpihakan pemerintah kota

Bandar Lampung terhadap masyarakat kota Bandar Lampung yang dibuktikan dengan berapa persen anggaran untuk rakyat (anggur) diakolasikan dari keseluruhan total APBD yang ada.

2. Hasil analisa dan rekomendasi penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memberikan gambaran yang jelas tentang posisi keberpihakan pemerintah kota Bandar Lampung saat ini terhadap masyarakat ,

3. Hasil riset ini juga sekaligus juga dapat memberikan tekanan kepada Pemerintah Kota Bandar Lampung yang baru yang dipilih melalui Pilkada 2005 ini agar lebih berpihak dan peduli pada masyarakat terutama pemenuhan di bidang kebutuhan dasar yaitu pendidikan , kesehatan dan pemnberdayaan masyarakat.

4. Dengan rekomendasi yang ada dapat memberikan masukan kepada Pemerintah bagaimana menyusun dan memilih program atau kegiatan yang lebih prioritas bukan hanya merupakan kegiatan rutin semata (as usual) tanpa tahu akan menuntaskan apa. Sesuatu yang sangat muibazir dan sia-sia.

D. TINJAUAN LITERATUR Hikmah dari peristiwa krisis ekonomi yang menimpa bangsa ini dipertengahan tahun 1997 adalah tuntutan reformasi di semua bidang termasuk reformasi di bidang pengelolaan anggaran. Kini masyarakat semakin sadar bahwa keterlibatannya dalam pengelolaan anggaran me-rupakan suatu keharusan karena anggaran adalah hak publik. Paradigma baru anggaran daerah tersebut menuntut adanya transparansi, partisipasi dan akuntabilitas anggaran. Sistem anggaran yang mampu mengkover hal tersebut adalah Sistem Anggaran Berbasis Kinerja (Performanced Budgeting) yang penggunaannya dipayungi oleh UU. No. 17/2003, PP. No. 108/2000, PP No 105/2000 dan secara detil diuraikan dalam Kepmendagri No 29 Tahun 2002. Landasan hukum ini dalam rangka menjaga agar pengelolaan APBD lebih : 1. Efisien, Efektif dan Ekonomis. 2. Optimal, 3. Prinsip Kehati-hatian, 4. Rasionalitas Dalam Pengeluaran dan Penerimaan. Definisi Anggaran Berbagai definisi dan pengertian anggaran dari berbagai sumber banyak bermunculan antara lain :

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

52

(1) APBD menggambarkan segala bentuk kegiatan pemerintah (daerah) dalam mencari sumber-sumber penerimaan dan kemudian bagaimana dana-dana tersebut digunakan untuk mencapai tujuan pemerintah.

(2) APBD menggambarkan perkiraan dan pengeluaran daerah yang diharapkan terjadi dalam 1 tahun ke depan yang didasarkan atas realisasinya masa yang lalu.

(3) APBD merupakan rencana kerja operasional pemerintah daerah yang akan dilaksanakan 1 tahun ke depan dalam satuan angka rupiah. APBD ini merupakan terjemahan secara moneteris dari dokumen perencanaan daerah yang ada dan disepakati yang akan dilaksanakan selama setahun.

Guna Analisa Anggaran 1. Bentuk kepedulian dan partisipasi publik dalam pembangunan akan terlihat kearah

mana pemerintah daerah akan membawa daerah tersebut. 2. Dengan melihat porsi pengeluaran pemerintah per sektor, per bidang atau lainnya

akan dapat dilihat prioritas kegiatan pemerintah antara lain: a. Dalam keadaan perang, maka pengeluaran pemerintah akan besar di sektor

pertahananan dan keamanan yang menunjukkan bahwa prioritas kegiatan yang dipilih adalah penyelamat-an negara selama perang.

b. Ketika keadaan paceklik, busung lapar, kekeringan, serangan hama, krisis ekonomi dan lain-lain maka porsi pengeluaran pemerintah terbesar akan dialokasikan untuk kesejahteraan sosial.

c. Demikian pula ketika wabah penyakit terjadi, maka alokasi terbesar diperuntukkan pada sektor kesehatan. Dalam keadaan stabil, mapan, tenang untuk menuju SDM yang tangguh dan kuat, maka sektor pendidikan akan mendapat perhatian besar dari pemerintah.

Fungsi Anggaran Secara fungsional APBD merupakan kontrak sosial antara pemerintah (daerah) dengan rakyatnya tentang kewajiban untuk mensejahterakan dan memenuhi kebutuhan warganya. Setiap pilihan program/kegiatan yang diambil dalam APBD harus memperhatikan preferensi para pemilih (voters) yang memilih orang-orang yang duduk di pemerintahan dan parlemen. Secara keseluruhan APBD menjalankan beberapa fungsi penting:

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

53

Fungsi-fungsi APBD

1. Fungsi Alokasi 2. Fungsi Distribusi 3. Fungsi Stabilisasi 4. Sebagai Pedoman Kerja/

Arah Kebijakan

5. Sebagai Alat Kontrol Masyarakat

6. Sebagai Alat Ukur

Kinerja Pemerintah (1) Fungsi Alokasi, yaitu, ketika APBD digunakan untuk mengatur alokasi belanja

untuk pengadaan barang-barang dan jasa-jasa publik (public goods and services) berdasarkan skala prioritas yang diambil pemerintah.

(2) Fungsi Distribusi, yaitu melalui anggaran (APBD) pemerintah (daerah) dapat mengusahakan agar kesenjangan pendapatan (ekonomi), pemanfaatan hasil-hasil pembangunan lebih merata dalam masyarakat berkurang. Di dalam prakteknya, seperti meningkatkan tarif pajak tertentu untuk golongan masyarakat kaya dan mensubsidikannya ke golongan masyarakat miskin melalui pospos subsidi didistribusikan untuk program-program sosial atau pengeluaran sektor-sektor kesejahteraan sosial.

(3) Fungsi Stabilisasi, yaitu ketika anggaran (APBD) digunakan untuk memecahkan masalah-masalah kesenjangan dan gejolak ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat seperti menekan laju inflasi dan tingginya angka pengangguran. Misalkan: a) Ketika suatu daerah mengalami pengangguran yang tinggi, maka diselesaikan

pemerintah dengan mengalokasikan sejumlah dana dalam APBD ke pemberian kredit murah, bantuan kepada UKM, pembukaan lapangan kerja baru dan lain-lain.

b) Akibat fuso/kekeringan yang menyebabkan gagal, panen, maka pemerintah mengalokasi-kan sejumlah dana untuk mendatangkan beras impor, raskin, subsidi beras.

c) Jika harga pupuk di pasar tinggi pemerintah mengalokasikan dana ke pos subsidi pupuk untuk menjaga produksi padi dan agar kesejahteraan petani tetap terjaga.

Fungsi

Kebijaksanaan Fiskal

Fungsi Manajemen

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

54

Prinsip-Prinsip Penyusunan Anggaran 1. Prinsip Disiplin Anggaran, artinya ketika RAPBN sudah disyahkan menjadi

APBN maka seharusnya tidak ada lagi revisi yang significant. Revisi program/ proyek/kegiatan di tengah jalan tidak boleh dilakukan lagi sepanjang tidak ada kejadian yang ekstra ordinary (luar biasa) terjadi. Revisi dapat dilakukan ketika rencana penerimaan negara melampaui target atau mengalami under target, sehingga perlu penyesuaian. Penyesuaian itupun tidak berarti dapat mengganti beberapa kegiatan atau memunculkan kegiatan yang baru yang tidak direncanakan semula dan seterusnya.

2. Prinsip dinamis, artinya RAPBN sepanjang tahun diusahakan nilainya senantiasa meningkat yang lebih banyak diakibatkan karena peningkatan penerimaan. Oleh karena itu, diusahakan sedapat mungkin dilakukan intensifikasi penerimaan negara di-bandingkan usaha ekstensifikasi.

3. Prinsip Value of Money; Dalam proses penyusunan RAPBN harus dilandasi semangat untuk melakukan efisiensi, ekonomis dan efekif. Sehingga dana yang sedikit ini dapat memperoleh hasil/manfaat yang maksimal.

Menilai kinerja sebuah APBD dapat dilakukan dengan berbagai cara. Namun metode yang sering digunakan biasanya menggunakan metode perbandingan atau komparasi. Untuk menilai secara keseluruhan apakah pengelolaan APBD dilaksanakan secara baik, professional, transparan, akuntabel, partisipatif dapat digunakan metode lain yang digabungkan dengan metode komparasi. Secara umum, strategi menilai kinerja anggaran dapat di-lakukan antara lain:

membandingkan antara kinerja yang aktual (realisasi) pendapatan dengan target pendapatan 1 periode.

membandingkan antara kinerja yang aktual (realisasi) belanja dengan target belanja 1 periode.

membandingkan antara kinerja yang aktual (realisasi) indikator kinerja dengan target indikator kinerja 1 periode.

membandingkan kinerja yang aktual (realisasi) tahun ini dengan realisasi tahun-tahun sebelumnya.

membandingkan kinerja yang aktual (realisasi) satu organisasi/unit kerja dengan unit kerja lainnya dalam satu daerah.

membandingkan kinerja yang aktual (realisasi) satu organisasi/unit kerja dengan unit kerja lainnya pada Kabupaten/Kota atau Propinsi lainnya.

Membandingkan Kinerja APBD Untuk mengetahui apakah kinerja APBD suatu tahun lebih baik dari tahun lainnya maka dapat dibandingkan dengan menggunakan beberapa ratio, antara lain:

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

55

1. Membandingkan jumlah penerimaan APBD tahun ini serta trendnya dengan periode yang lalu atau rata-rata beberapa periode lalu.

2. Membandingkan jumlah pengeluaran dalam APBD tahun ini serta trend nya dengan periode yang lalu atau rata-rata beberapa periode lalu atau rata-rata beberapa periode lalu.

3. Membandingkan pos belanja dengan metode Ratio. Menilai APBD dengan Metode Ratio dan Cara Penyajiannya Jika ingin menilai APBD 2006, apakah lebih baik atau lebih buruk kualitasnya dari tahun-tahun sebelumnya, maka digunakan perbandingan dengan APBD tahun-tahun se-belumnya dengan beberapa unsur. Adapun cara mem-bandingkan nilai-nilai tersebut antara lain sebagai berikut:

Semakin banyak data APBD yang dimiliki, maka semakin mudah mengambil kesimpulan akan APBD 2006 yang akan dinilai. Bila perlu gunakan trend (perkembangan) untuk mengambil kesimpulan. Ratio-ratio Dalam Mengkritisi APBD Satu Tahun Anggaran: Dari sisi penerimaan 1. Tax Effort =

2. a Kontribusi Pajak =

Kontribusi suatu pajak terhadap total pajak x 100% Total Penerimaan Pajak

b. Kontribusi Penerimaan Pajak Terhadap PAD =

Kontribusi penerimaan pajak terhadap PAD x 100% PAD

DAU/APBD = DAU tahun 2006/Total APBD x 100 % PAD/APBD = PAD tahun 2006 / Total APBD x 100 %

Penerimaan suatu pajak misalkan pajak z x 100% PDRB

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

56

3. a Kontribusi Jenis-Jenis Retribusi = Retribusi “X” x 100% Total Penerimaan Retribusi

b. Kontribusi Penerimaan Retribusi Terhadap PAD = Penerimaan Retribusi x 100% PAD 4. Kontribusi penerimaan BUMD dan hasil kekayaan daerah Laba BUMD/PAD 5. Kontribusi Penerimaan Asli Daerah lain-lain = Penerimaan Lain-lain x 100% PAD 6. Kontribusi PAD untuk membiayai pembangunan = PAD x 100% Total Penerimaan Daerah

7. Tingkat Kemandirian Daerah = (Sisa Lebih Anggaran + PAD + Dana Bagi Hasil x 100% Total Belanja

8. Ketergantungan Daerah thd Dana perimbangunan = Total DAU dan DAK x 100 % x 100% Total Penerimaan Daerah

9. Derajad Desentralisasi = Total bantuan Pusat, berupa pajak, non pajak SDO dan bantuan pembangunan/Total

Penerimaaan x 100 % Sisi Pengeluaran 1. Belanja Aparatur = Belanja Aparatur x 100 % Total Belanja

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

57

2. Belanja Publik = Belanja Publik x 100 % Total Belanja 3. Belanja Non Pegawai = Belanja Non Pegawai x 100% Total Pengeluaran Rutin 4. Pengembalian Pinjaman = Pokok dan Cicilan x 100% Total Belanja 5. Peranan Per Sektor = Jumlah Pengeluaran Per Sektor x 100% Total Pengeluaran Indikator Keberhasilan Sebuah Anggaran, Beberapa Unsur Menilai APBD

Unsur-Unsur Tahun Perbandingan ( %) Total APBD 2001 2002 2003 2004 2005 2006 DAU /APBD Total Pajak/PAD Total Retribusi /PAD Laba BUMD/PAD

Pajak “x’ / Total Pajak Retribusi “y” / Total Retribusi

Belanja Langsung/ Total Belanja Belanja Tidak Langsung/Total Belanja Belanja Publik/Total Belanja Belanja Aparatur/Total Belanja - Anggaran untuk rakyat Total Belanja - Anggaran untuk pendidikan/Total Belanja - Anggaran untuk kesehatan/Total Belanja - Anggaran untuk kesejahteraan social/ Total Belanja

Anggaran Belanja Utk Gender/Total Belanja Anggaran DPRD/Total Belanja Anggaran Sektor Prioritas/Total APBD Perekonomian Daerah : - Defiisit / PDRB - Pertumbuhan Ekonomi - PDRB - Pengangguran - Jumlah KK Miskin - Pendapatan Perkapita Laju Perkembangan APBD (Total penerimaan APBD tahun x - Total penerimaan APBD tahun x-1 ) x 100 %

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

58

Setelah nilai ratio tersebut diperoleh, maka untuk me-mudahkan mengambil kesimpulan data tersebut kemudian disajikan dengan cara penampilan yang berbeda melalui diagram. Melalui program excel dapat dibuat diagram perkembangan unsur-unsur APBD, sehingga lebih mudah bagi kita semua untuk mengambil kesimpulan dari perkembangan data yang ada. Misalkan disajikan data tentang Total APBD, Total PAD dan Total Defisit Anggaran. Terlihat bahwa perkembangan ketiganya hampir mempunyai trend yang sama.

Grafik Perkembangan Unsur APBD

PERKEMBANGAN UNSUR APBD

0

50

100

150

200

250

2001 2002 2003 2004 2005 2006

APBD

PAD

DEFISIT

Selain menghitung unsur-unsur tehnis dalam struktur atau format APBD, maka perlu dilakukan juga penilaian atas beberapa faktor diluar format APBD, yaitu tentang budget policy, yaitu antara lain: 1. Apakah dalam mengalokasikan anggaran telah menerap-kan prinsip-prinsip

anggaran: efisien dan efektif, dinamis, transparan, keadilan anggaran dan akuntabilitas (SK Mendagri, tanggal 17 Nopember Tahun 2000)?

2. Apakah lokasi proyek atau kegiatan sudah mengandung unsur pemerataan atau prioritas?

3. Apakah nilai proyek sudah adil dan proporsional untuk setiap wilayah? 4. Apakah alokasi anggaran lebih banyak untuk pe-menuhan pemerintah daerah dan

aparatnya atau keber-pihakan kepada rakyat (pengadaan kebutuhan dasar)? 5. Apakah Belanja Aparatur dan Publik sudah sesuai dengan Prioritas Pembangunan? 6. Apakah Belanja-Belanja DPRD dan Kepala Daerah dan Wakilnya sudah

mengisyaratkan sense of crisis, apakah sudah sesuai dengan PP no 108/109 tahun 2000 dan SK Mendagri tentang pedoman penyusunan dan pelaksana-an APBD?

7. Bagaimana Keberpihakan Anggaran pada Masyarakat ? (a) Berapa persen Jumlah dan Alokasi anggaran untuk usaha penanggulangan

kemiskinan, seperti bantuan modal kepada UKM, bantuan peralatan, subsidi alat-lalat pertanian, bantuan untuk anak terlantar, PMTAS, JPS, IDT, dan lain-lain?

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

59

(b) Berapa persen jumlah dan alokasi anggaran pembangunan untuk usaha pelayanan kepada masyarakat, seperti penyediaan sarana obat-obatan, rehab pasar, peningkatan jalan desa, pembukaan daerah terisolir, pembangunan perumahan dan pemukiman penyediaan sarana dan prasarana permukiman, wc umum dan lain-lain?

Dari sisi Pembangunan Fisik dan Non Fisik

1. Porsi Pembangunan Fisik = Total Anggaran Untuk Pembangunan Fisik x 100%

Total Belanja

2. Porsi Pembangunan Non Fisik = Total Anggaran Untuk Pemb. Non Fisik x 100% Total Belanja

Dari sisi perekonomian daerah 1. Defisit anggaran = penerimaan – pengeluaran

2. Beban PDRB Mengatasi Defisit = Defisit Anggaran x 100%

PDRB Dari Sisi Beban Masyarakat Dalam Partisipasi Pembangunan, Berapa persen volume APBD kabupaten dibiayai oleh: a. Ditarik langsung dari masyarakat: Pajak Daerah, retribusi daerah, PBB, BPHTB,

sisa lebih pendapat-an, lain-lain. b. Ditarik secara tidak langsung dari masyarakat, perusahaan daerah, bagi hasil pajak

dan bukan pajak, SDO, bantuan pembangunan, penerimaan dinas. Dari sisi pengelolaan APBD

apakah APBD disusun dengan menggunakann prinsip-prinsip anggaran yang berlaku (transparan, akuntabel, partisipatif, value of money, money follow function dsb)?

apakah APBD sesuai dengan siklus anggaran dan tepat waktu? apakah dokumen yang dibuat atau diusulkan untuk dibahas sesuai dengan ketentuan yang berlaku?

apakah APBD senantiasa meningkat dan dinamis setiap tahunnya? apakah peninmgkatan pendapatan selama ini karena upaya intensifikasi atau ekstensifikasi?

apakah APBD yang disusun mampu menarik investor ke dalam daerah? apakah APBD mampu memberdayakan Sumber Daya Lokal?.

Bandingkan antara target dan realisasi dari semua aspek baik sisi penerimaan maupun pengeluaran, apakah target dan realisasi APBD terlampaui atau tidak, dengan batasan (toleransi ) +/- 10 %, seperti Pajak, retribusi, BUMD, PAD, dana bagi hasil, pengeluaran sektor

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

60

Perbandingan Realisasi dengan Target Cara lain pengukuran kinerja APBD adalah dengan membandingkan realisasi dengan standar (target) yang direncanakan dari suatu kegiatan. Metode ini digunakan untuk melihat sejauhmana perencanaan di unit kerja dilakukan dengan baik untuk dasar menentukan penyusunan target APBD tahun berikutnya. Untuk memudahkan penilaian, maka unsur yang akan dinilai dimasukkan dalam sebuah tabel sebagai berikut : Unsur Penilaian Perbandingan Realisasi dan Target

Kegiatan Rencana Anggaran

Target Anggaran Bias (%) Rencana Target Bias (%)

(1) ……. (2) ……. (3) …… (4) …… (5) …… (6) …… (7) ……

Selain unit kerja harus mampu menjelaskan mengapa target tidak tercapai, satuan kerja juga harus mampu menjelaskan mengapa realisasi tercapai demikian tinggi bahkan melebihi target secara signifikan. Suatu kegiatan perencanaan dianggap baik apabila batas penyimpangan-nya, baik positif maupun negatif tidak lebih dari 10%. Jika melebihi nilai itu, patut dipertanyakan bagaimana perencanaan dilakukan?

E. METODOLOGI PENELITIAN Data Data yang digunakan pada riset ini adalah data sekunder yaitu berupa terbitan terbitan yang dikeluarkan pemerintah kota , berupa data APBD Tahun 2005 beserta dokumen Daftar Anggaran Satuan Kerja (DASK ) per satuan kerja sebanyak 17 Dinas, 7 Kantor/ Badan , Walikota/Wakil, Sekretaris Kota, 13 Kecamatan serta DPRD . Karena keterbatasan data yang tersedia , maka analisa hanya bisa dilakukan 1 tahun anggaran yaitu tahun 2005. Alat Analisis Alat analisa yang digunakan pada riset ini adalah Analisa Deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan secara rinci tentang besarnya anggaran yang langsung bermanfaat kepada masyarakat ( anggur ) serta kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan dengan anggaran tersebut.Anggur akan muncul pada pos Belanja Langsung yang bersifat Pelayanan Publik di semua satker.Lalu dari porsi tersebut diambil suatu kesimpulan

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

61

bagaimana kepedulian dan keberpihakan anggaran untuk rakyat (anggur ) baik secara sektoral (pe rdinas) maupun secara aggregate (menyeluruh ) . Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan beberapa formulasi Rasio atau perbandingan , yaitu : 1. Anggaran untuk rakyat (anggur) suatu dinas dibagi dengan total anggaran di

dinas tersebut. 2. Total Anggur di semua dinas dibandingkan dengan total APBD 3. Total Anggur dibagi dengan Total belanja langsung 4. Total Anggur dibagi dengan total belanja untuk pelayan publik 5. Untuk melihat kepedulian dan keberpihakan Pemkot terhadap pendidikan, total

anggur diperoleh tidak hanya dari Dinas Pendidikan tetapi diseleksi lagi mana yang benar-benar anggur untuk pendidikan ditambah dengan pendidikan di sector lain.Kegiatan tersebut mulai dari pembangunan gedung pendidikan, Diklat, pelatihan, pembinaan missal di dinas Bina Marga , Badan Kepegawaian Daerah (BKD) , Dinas Sosial, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Kesehatan dll

6. Demikian juga Anggur untuk sector kesehatan, tidak hanya anggaran yang

dialokasikan oleh dari Dinas Kesehatan semata, namun juga dari dinas-dinas lain yang ikut terlibat dalam upaya mendukung peningkatan derajad kesehatan, seperti

Rasio X = Total Anggur di dinas A x 100 % Total Anggaran di dinas A

Rasio Y= Total Anggur di semua dinas x 100 % Total APBD

Rasio Z = Total Anggur di semua dinas x 100 % Total Belanja Pelayanan Publik

Rasio Y= Total Anggur di semua dinas x 100 % Total Belanja Langsung

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

62

pembangunan gedung Puskesmas , pemukiman yang sehat oleh Dinas Bina Marga , upaya vaksinasi dari Dinas Peternakan, Dinas Perikanan dan Kelautan dll.

F. HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN Sebelum membahas hasil riset APBD Kota Bandar Lampung perlu disampaikan hal hal sebagai berikut yang merupakan kendala tehnis pada riset ini : 1. Dokumen APBD maupun Dokumen DASK sangat sukar sekali didapatkan. Hingga

detik-detik terakhir riset ini, tidak juga didapatkan data tentang APBD itu sendiri secara total. Hal ini terkesan bahwa sampai saat inipun masih dianggap tabu jika dokumen-dokumen tersebut ada dan dibahas oleh masyarakat. APBD serta RASK danm DASK bukan merupakan konsumsi publik, tidak dapat perlu diketahui oleh publik. Bagaimana mungkin masyarakat kota Bandar Lampung bisa berpartisipasi dalam pembangunan kotanya jika dokumen-dokumen tersebut sangat sukar didapat.

2. Prinsip Transparansi Anggaran, mulai dari ketersediaan dokumen untuk publik hingga rincian anggaran seharusnya menjadi prinsip dalam penyusunan anggaran , bila mengharapkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, sekaligus sebagai kontrol social.

3. Pelaksnaaan prinsip Transparansi Anggaran merupakan dorongan oleh untuk melaksakana pertanggung jawaban kepada publik . Keterbukaan bisa terwujud jika memang tidak ada yang ditutup-tutupi. Anggaran memang disusun dengan wajar, jujur dan focus dengan maksud untuk mensejahterakan masyarakat kota Bandar Lampung.

Anggaran Untuk Rakyat Kota Bandar Lampung Anggaran untuk rakyat yang dimaksud dalam riset ini adalah anggaran yang bukan saja ditujukan untuk rakyat dengan meletakkannya pada pos belanja pelayanan publik, tetapi anggaran yang benar-benar ditujukan dan dimanfaat kan oleh rakyat, seperti pemberian beasiswa pada anak sekolah, pembanguna gedung sekolah, pembelian buku perpustakaan, penambahan modal untuk petani atau lekayan, ketrampilan kerja untuk buruh dll. Dari total anggaran APBD 2005 ternyata hanya Rp 55 .411. 426.000 yang dialokasikan untuk rakyat ( anggur ) yang benar-benar sampai dan dirasakan oleh masyarakat. Banyak program atau kegiatan yang dibungkus dengan program Pelayanan Publik, namun setelah dibedah dan dianalisa lebih dalam, ternyata masih banyak persoalan yang dihadapi sehingga nilai anggur tersebut memang sudah kecil akan bertambah kecil dengan beberapa pelanggaran dalam menjalankan prinsip-prinsip Anggaran Untuk Rakyat Bidang Pendidikan Anggur untuk sector pendidikan harus dapat ditingkatkan dengan kegiatan yang lebih terarah bukan hanya untuk mengurangi jumlah anak putus sekolah atau wajar 9 tahun,

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

63

tetapi lebih kepada upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Evaluasi kurikulum, peningkatan pendidikan dan ketrampilan pendidik, kesejahteraan guru, laboratorium dan perpustakaan yang memadai dll.

No Kegiatan 1 Alokasi anggaran sector pendidikan terutama untuk masyarakat harus

ditingkatkan 2. Pemberian beasiswa lebih banyak 3 Alokasi anggaran pendidikan yang seimbang antara sekolah negeri dan swasta,

dengan system progresif. Misal , bila ada sekolah yang sudah maju dalam sarana prasarna , diberi bantuan tahap berikutnya dll Bila ada sekolah yang prasarnanya masih “minim” , berikan prioritas sehingga prasrana memadai dst..

4 Pemberian buku gratis serta alat-lat sekolah lainnya 5 Kegiatan-kegiatan di sector pendidikan lebih difocuskan untuk

“mencerdaskan “ bangsa , seperti : • peningkatan kualitas guru-guru • peningkatan sarana dan prasarna pembelajaran ( laboratorium bahasa,

komputer, lab kimia/IPA, perpustakaan dll ) • peningkatan kualitas kurikulum, melalui peninjauan buku-buku

pelajaran • peninmgkatan kesejahteraan guru

6 Pembelian barang/ bahan untuk pelatihan kerja yang benar benar dapat dimanfaatkan peserta pelatihan BLK

7 Peningkatan kuantitas dan kulaitas Makanan Tambahan Anak Sekolah 8 Peningkatan kualitas dan kuatitas pendidikan ketrampilan gratis untuk bekal

mata pencaharian para pengangguran Anggaran Untuk Rakyat Bidang Kesehatan Anggaran untuk rakyat (anggur ) inipun jauh dari harapan untuk menuntaskan persoalan yang ada ketika kegiatan yang dilakukan tidak focus pada ini persoalan, atau bisa dikatakan hanya basa-basi, seperti : 1. Dinas Kesehatan Dinas ini jelas-jelas merupakan dinas yang diharapakan mampu meningkatkan derajad kesehatan masyarakat kota Bandar Lampung. Dari total anggaran yang terserap sebesar Rp 17.408.248.890 , hanya mampu mengalokasikan angaran untuk publik sebesar Rp 3.096.737.620. .

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

64

No Kegiatan Target Kinerja Nilai (Rp) ANGGUR 1 Bulan Imunisasi Anak sekolah 300 SD 59.680.000 40.000.000 2 Imunisasi Dasar 22 PDA 42.068.000 33.000.000 3 Intervensi Gizi Burruk 50 orang 75.360.000 72.810.000 4 Lomba Gerakan Sayang Ibu 110 kader 20.628.000 20.628.000 5 Lomba Balita 13 kec 32.452.750 32.452.750 6 Pelatihan Hyge Sanitasi 45 psrt 20.000.000 7.965.000 7 Kemandirian Posyandu 13 kec 41.153.620 21.473.000 8 Pemeriksaan Jentik Berkala 98 kelurahan 50.000.000 48.000.000 9 Penanganan Lumpuh Layuh 3 Ks 35.079.000 23,450.000 10 Penagnggulanagn dan Pencegahan

PMS, HIV, AIDS 25 PMS, 8 HIV 99.998.750 90.873.000

11 Pelatihan bidan utk menolong Ibu hamil

71 bidan 49.669.000 49.669.000

12 Penanggulanagn DBD 100 fokus 145.075.000 145.075.000 13 Pencegahan Diare (Pelatihan) 100 % 29.560.000 29.560.000 14 Pencegahan penyakit TBC 45.645.250 25.960.000 15 Pengadaan OBAT 22Puskes 2.000.000.000 2.000.000.000 16 Pengadaan Alat di PSI 18 kel 115.060.000 103.060.000 17 Perbaikan Gizi Balita 1800 balita 50.000.000 50.000.000 18 Surveilance Epidemologi 100 % 26.135.000 15.735.000 Total Anggaran Dinas = Rp

17.408.248.890 3.096.737.620 2.810.253.000

Anggaran Untuk Rakyat Bidang Pemberdayaan Masyarakat 1. Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan

Persoalan sosial yang terjadi di kota Bandar Lampung sudah sangat kritis. Mulai dari persoalan kemiskinan, anak jalanan, gepeng, PSK, anak putus sekolah, pemuda pengangguran serta tindak kekerasan pada perempuan hingga persoalan pemelihraan orang gila, jompo dll. Persoalan ini diharapkan sedikit banyak bisa dituntaskan oleh Dinas Sosial dan Pemberdayaan perempuan. Pemkot telah mengalokasikan sebesar Rp 2.032.823.783 kepada dinas ini. Namun dinas ini belum mampu mengoptimalkan anggaran yang ada untuk dialokasikan pada upaya penuntasan masalah social yang ada. Total anggaran untuk publik dialokasikan sebesar Rp 906.732.350 atau sebesar 44,58 %.Namun kegiatan yang diusulkan masih mengambang dan tidak jelas kemana tujuannya dan total anggaran yang langsung bermanfaat bagi masyarakat kota Bandar Lampung yang termarjinalkan hanya Rp 248.045.000 atau hanya 12,20 %

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

65

No Kegiatan Target Kinerja Nilai (Rp) ANGGUR

1 Lomba Perempuan dalam P3KSS 95 orang 14.088.700 0 2 Pelatihan Tehnis Pendataan Data 111 orang 59.663.100 0 3 Pembinaan Anak Jalanan 50 orang 74.291.500 65.000.000 4 Pembinaan Qori dan Qoriah 75 orang 12.965.000 0 5 Penaggulangan Orang Gila 16 orang 15.250.000 13.070.000 6 Penrtiban PSK -- 98.860.000 70.000.000 7 Penertiban gelandangan 30 orang 38.458.000 11.820.000 8 Pengadaan Buku utk TPA, Risma 1 paket 66.001.500 60.000.000 9 Pengirimiman Kahfilah 64 orang 93.620.000 0 10 Pengiriman Tim Pembb Haji 60 orang 188.100.000 0 11 Penyelenggr MTQ 1 kali 170.874.500 0 12 PHBI 8 kali 40.965.000 0 13 Sosialisasi Tindak Kekerasan Pd

perempuan 100 % 33.595.000 28.155.000

Total Anggaran Dinas = Rp 2.032.823.783

Rp 906.732.350 248.045.000

3.2 Beberapa Penyimpangan Anggur Kota Bandar Lampung Tahun 2005 1. Walaupun di dalam usulan program / kegiatannya jelas-jelas pos belanja publik

(diletakkan dalam Pos Pelayanan Publik), namun kegiatannya adalah pembangunan fisik untuk dinas tersebut, seperti pembangunan sarana dan prasarana kantor. Akibatnya alokasi kepada anggur berkurang.

2. Nilai ini ternyata jauh lebih berkurang lagi ketika item usulan kegiatan yang ada ternyata lebih besar dialokasikan untuk honorarium petugas, honor panitia , honor penasehat dll yang nota bene adalah kepala dinas, pegawai di satkler tersebut yang sudah digaji bulanannya. Bila dirata-rata sebesar 40 % - 60 % dari total anggaran per kegiatan disimpangkan untuk hal ini.

3. Demikian pula nilai ini semakin terkikis lagi ketika jelas-jelas untuk (Belanja Operasional Pemeliharaan) dari suatu kegiatan dibelanjakan untuk pembelian barang dan jasa (ATK) yang sebenarnya dalam kegiatan tersebut tidak diperlukan. Total anggaran BOP per kegiatan per dinas yang digunakan untuk ATK ini rata-rata sebesar 15 % – 30 % dari BOP yang ada.

4. Anggaran seluruh dinas 70- 80 % habis untuk kegiatan rutin internal semata atau sehari-hari dinas. Sedangkan sisa 20 % - 30 % yang disalurkan untuk kepentingan publik (belanja langsung) disalurkan ke dalam program/kegiatan yang tidak/kurang menyentuh langsung pada persoalan dan dimanfaatkan publik seperti masalah pengangguran, kemiskinan, lapangan kerja , bantuan modal serta mendorong perekonomian dan usaha – usaha di masyarakat dengan target kinerja yang sangat-sangat kecil .

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

66

Misal : Pada usulan dinas tenaga kerja, yang diharapkan bisa meyelesaikan masalah lapangan kerja , namun selain kegiatan tidak menyentuh target kinerja sangat kecil jumlahnya

Kegiatan Target Kewirausahaan 15 org Penempatan TK Sistem AKL 1000 org Peningkatan Kualitas TK 16 org Penelitian dan Sosisalisasi UMK 50 prshn Pembinaan dan Penyuluhan Syarat Kerja ke prshn Pembinaan dan Penyuluhan Keselamatan Kerja ke prshn Sosialisasi Penyuluhan Per UU Ketenagakerjaa 150 orang Pengadaan Sarana dan Prasarrana Kantor 1 paket Penyusunan Profil Ke TK Kota BL 1paket

5. Bahkan untuk dinas yang memang bukan merupakan fungsi pelayanan publik ,

anggarannya 100 % untuk rutin dinas tersebut

6. Usulan program/kegiatan setiap dinas belum mampu menterjemahkans secara baik i. Tupoksi Dinas masing-masing

ii. Visi/ Misi serta Prioritas Daerah yang akan dicapai, Akibatnya visi , misi daerah kemungkinanannya sangat kecil bisa terwujud. Misal : Visi Kota Bandar Lampung : “ Menjadikan Kota Bandar Lampung sebagai Pusat Perdagangan”

Usulan Dinas Perindustrian dan Perdagangan , antara lain:

Kegiatan Target Kegiatan Pelatihan Peningkatan Pengemasan dan Yodisasi IKM Garam 20 org Pelatihan Ketrampilan IK Pangan 30 org Studi Banding peningktn Mutu Ikan ke Jateng 8 orang Monitoring dan Informasi Harga 11 pasar Pelatihan Service Elektronik/bengkel dan bantuan mesin Peralatan 120 org Pelatihan Tehnis Motif dan design kerajinan tapis 60 org Pelatihan ketrampilan Menjahit/Sablonn dan bantuan mesin 120 org Pengawasan dan Pengujian Mutu Barang 15 kgtn

7. Duplikasi anggaran seperti ini sangat besar jumlahnya dan sangat tidak efisien,

tidak efektif, terkesan boros dan mubazir, mengingat dinas tersebut dalam Belanja Rutinnya (Belanja Tidak Langsung) sudah menganggarkan pembelian ATK, gaji/honor pegawai , biaya makan dan minum, perjalanan dinas

8. Anggur semakin jauh dari harapan ketika andaipun ada usulan yang berpihak pada rakyat , namun bila ditelaah lagi ternyata kegiatan yang diusulkan banyak yang tidak menyelesaikan masalah atau tidak memberikan solusi yang ada. Seperti

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

67

upaya untuk membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya dilakukan dengan sosialisasi perundang-undangan, pernyuluhan perselisihan kerja, penyuluhan keselamatan kerja. Demikian juga pda dinas social yang diharapkan dapat meningkatkan derajad social masyarakat ternyata kegiatan yang diusulkan baru sebatas

Lomba peningkatan peranan perempuan Pembinaan Anak Jalanan Melalui Panti Penanggulangan Orang Gila Penertiban dan pembinaan PSK Penertiban gelandangan dan pengemis Pengadaan buku perpustakaan mesjid, TPA, Risma*) Sosialisasi Tindak kekerasan pd perempuan

9. Dinas Pariwisata yang diharapkan dapat meningkatkan, mempromosikan dan

membawa nama harum kota Bandar Lampung,yang pada akhirnya juga diharapkan dapat menumbuhkembangkan usaha-usaha perhotelan, rumah makan dan restoran, travel dll ternyata hanya mengusulkan kegiatan yang kurang berdampak pada hal itu. Dengan total anggaran yang terserap sebesar Rp 1.488.315.867, hanya mampu mengusulkan sebesar Rp 579.013.500 dengan kegiatan sbb :

Pembinaan usaha kepariwisataan Perbaikan Taman Dipangga 1 paket Begawi Bandar lampung Partisipasi pada event Festival Krakatau Pembuatan bahan promosi cetak Pengadaan Sarana kantor dinas Penyusunan Rencana Induk Parwst Promosi di Tkt Internasional

10. Demikian juga usulan- usulan pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang

sangat diharapkan sebagai suatu dinas yang mampu mewujudkan mimpi kota Bandar Lampung yaitu sebagai Kota Perdagangan seiring dengan tumbuhnya sentra-sentra industri kecil dan kerajinan yang ada, namun kegiatan yang diusulkan jauh dari harapan untuk terwujudnya visi kota ini .

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

68

Pelatihan ketrampilan IK pangan Pelatihan Ketrampilan Sablon Pelatihan Ketrampilan Pengemasan Pelatihan Service Elektronik Pelatihan teknis Motif tapis Studi banding olah ikan Monitoring dan Informasi Harga Pasar Partsispasi Pameran Penataan Sekretariat Dekranasda Pengadaan Sarana kantor Pengawasan dan Pengujian Mutu barang

2. Dinas Pasar Dinas ini sangat diharapkan dapat menertibkan dan menata pasar di Kota Bandar Lampung yang semakin kumuh dan tidak beraturan. Ternyata dari total anggaran yang diserapnya sebesar Rp 3.156.698.040 hanya mampu melakukan kegiatan langsung untuk masyarakat yaitu Penyuluhan pedagang dan pembuatan plang, sebesar Rp.27.598.500, atau sebesar 0,8 % 3. Dinas Kependudukan Dinas Kependudukan melayani fungsi pengaturan masalah fungsi kependudukan dan ketertiban penduduk. Anggaran yang terserap untuk dinas ini sebesar Rp Rp 1.564.055.347 namun yang langsung menyentuh kepada publik hanya sebesar Rp 60.874.000 ( 3,89% ) dengan kegiatan yang kurang operasional dan sama sekali tidak menyentuh langsung masyarakat ( anggur = 0 % )

No Kegiatan Nilai Anggur *) 1 Pelatihan Program SIAK 37.964.000 0 2 Pelayanan Penertiban KTP dan Akta Cat

Sipil 10.060.000 0

3 Pembinaan dan Razia KTP 12.850.000 0 Total Anggaran Dinas = Rp

1.564.055.347 60.874.000 0

4. Dinas Tenaga Kerja Persoalan pengangguran merupakan masalah krusial di kota ini. Tekanan migrasi akibat kedatangan para pemuda dari beberapa kabupaten/kecamatan di Propinsi Lampung tanpa skill yang pasti. Pemutusan hubungan kerja dari beberap pabrik di Jawa Barat dan Jakarta menyebabkan tekanan pengangguran sangat tinggi di kota ini.

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

69

Anggaran yang disediakan pemerintah kota Bandar Lampung untuk sector ini hanya sebesar Rp 472.257.663 dari total angggaran disnaker Rp 1.917.428.805 ( 24.62 % ), dengan kegiatan sbb :

No Kegiatan Target Kinerja Nilai (Rp) Anggur

1 Bintek Kewirausahaan 15 orang 65.000.000 65.000.000 2 Pelatihan TK Pemuda

Mandiri 15 orang 65.000.000 65.000.000

3 Penyuluhan KK kerja 30 orang 15.200.000 15.200.000 3 Penyuluhan Perselisihan

Krj 60 kali 15.056.463 15.056.463

4 Penempatan TK Sistem AKL

1000 orang 40.000.000 40.000.000

5 Peningkatan Kualitas TK 16 orang 115.331.200 115.331.200 6 Sosialisasi Per UU 150 orang 21.025.000 21.025.000 Total Anggaran Disnaker

= Rp 1.917.428.805 472.257.663 336.612.000

Nilai ini jauh lebih kecil lagi ketika kegiatan yang diusulkan doibedah lagi ke dalam anggaran yang lansgung menyentuh publik ( anggur ) yaitu hanya sebesar Rp 336.612.000 atau sebesar 17,52 % . Bila kondisi seperti ini, jelas persoalan pengangguran, pekerja terampil tidak dapat terwujud.

5. Kantor Keluarga Berencana Kantor ini diharapkan mampu menjaga kestabilan jumlah penduduk serta kualitas penduduk. Kantor yang merupakan limpahan dari wewenang pusat ini menyerap anggaran cukup besar yaitu 3.849.519.060, namun belum optimal mengusulkan kegiatan yang sesuai dengan fungsi dan perannya . Dari total anggaran yang diserap hanya sebesar Rp 324.944.800 atau sebesar 8 ,41 % untuk pelayanan publik. Dari porsi ini ternyata bila dibedah ke dalam kegiatan yang benar-benar benrmanfaat dan dinikmati langung oleh publik hanya sebesar Rp 39.422.000 atau sebesar 1,02 %

No Kegiatan Target

Kinerja Nilai (Rp) Anggur

1 Pembinaan KB dan Keluarga Pra sejahtera dan KS 1

38.000 PA dan 1800 PB

13.532.400 0

2 Pelayanan KB melalui bakti IBI 200 bidan 6.479.700 4..640.000 3 Pembentukan Bina keluarga Balita 5 klpk 14.602.500 5.850.000 4 Pembinaan dan Pelayanan KB keliling 8300 OUS 26.264.000 10.920.000 5 Pembentukan UPPKS 5 kelompok 5.365.000 0 6 Peningatan kualitas IMP dan petugas KB 2539 orang 77.845.000 1.500..000

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

70

No Kegiatan Target Kinerja Nilai (Rp) Anggur

7 TNI Manunggal KB Kesehatan 38.000 PUS 16.512.300 16.512.300 Total Anggaran Kantor KB =

3.849.519.060 324.944.800 39.422.000

Dinas /Badan/Kantor yang Mengalokasikan Untuk Anggur Dari sekian Dinas/badan/kantor yang ada di lingkungan Pemkot Bandar Lampung yang berfungsi untuk pelayanan publik , hanya ada 15 Dinas yang mengalokasikan anggaran untuk rakyat ( anggur ) yaitu :

Dinas terbesar mengalokasikan anggarannya untuk rakyat (anggur) adalah dinas Bina Marga yang memang secara fisik fungsi utamanya adalah pembangunan sarana dan prasarana untuk publik. Dinas ini mengalokasikan sekitar 78 %, sedangkan sisanya untuk belanja keperluan rutin dinas tersebut. Namun untuk dinas atau badan/.kantor yang banyak mengalokasikan kegiatannya untuk publik namun lebih banyak dialokasikan untuk kegiatan Non Fisik, ternyata kegiatannay kurang menyentuh publik. Akibatnya banyak anggaran menjadi tidak focus, tidak efisien , tidak efektif dan tidak ekonomis pada dinas-dinas ini.

Dinas yang terkecil alokasi anggaranyya untuk publik atau dibawah 10 % , sementara fungsi utamanya juga adalah pelayanan pada publik yaitu :

No DINAS/BADAN/KANTOR Total Anggaran ANGGUR % 1 Dinas Kesehatan 17.408.248.890 2.810.253.000 16,14 2 Dinas Pendidikan 169.449.953.433 2.066.539.700 1,21 3 Dinas Sosial dan PP 2.032.823.783 248.045.000 `12,20 4 Dinas KB 3.849.519.060, 39.422.000 1,02 5 Dinas Pertanian dan Peternakan 2. 527.346.773 261.442.000 10,34 6 Dinas Koperindag 2. 023. 984. 379 485.937.060 24 7 Dinas Pasar 3.156.698.040 27.598.000 0,87 8 Dinas Pariwisata 1.488.315.867 86.345.000 5.80 9 Dinas Kebersihan dan Lingkungan

Hidup 8.321.318.957 1.609.837.000 19,34

10 Dispenda 5.401.809.413 117.475.000 2,17 11 Dinas Bina Marga 60.793.466.513 47.000.000.000 78 12 Dinas Perikanan dan Kelautan 1.595.573.050 229.529.000 14,38 13 Dinas Perindustrian dan Perdag 2. 299..502..584 396.184.000 17,22 14 Dinas Tenaga Kerja 1.917.428.805 336.612.000 17 15 Dinas Kesbang dan Linmas 2.324.351.805 32.840.000 1,41 Rata-Rata 14,74

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

71

1. Dinas Pendidikan ( 1,21 % ) 2. Dinas Keluarga Berencana (1,02 %) 3. Dinas Pasar ( 0.87%) 4. Dispenda ( 2,17 %) 5. Dinas Kesbang Linmas (1,41%) 6. Dinas Pariwisata (5.80 % )

Persoalannya adalah ketika anggaran untuk publik pada dinas-dinas ini suatu saat ditingkatkan secara significant , mampukah tambahan anggaran tersebut dialokasikan untuk kepentingan publik secara nyata terutama untuk kegiatan yang menyentuh persoalan ? Dinas /Badan/Kantor yang Sama Sekali Tidak Mengalokasikan Untuk Anggur Terdapat 4 dinas/badan/kantor yang tidak mengalokasikan anggarannya untuk rakyat (anggur) walaupun sebenarnya peran dan fungsinya juga bersinggungan untuk memberikan pelayanan langsung publik. Dinas – dinas ini telah menganggarkan pos untuk pelayanan publik, namun teryata kegiatan yang diusulkan sama sekali tidak menyentuh kepada kepentingan publik . Dinas-dinas itu adalah :

1. Dinas kependudukan 2. Dinas Tata Kota 3. Dinas Perhubungan 4. Kantor Kesatuan PP

Solusi Agar Anggaran Berpihak Pada Rakyat Di era Otda ini sangat dimunghkinkan untuk mengarahkan agar APBD berpihak pada rakyat. Yang perlu dibanguna adalah seberapa besar komitmet penyelenggaran pemerintahan terhadap hal ini. Komitmet bisa dibangun sepanjang penyelenggara tersebut memahami dan mau mengetahui secara detil tentang persoalan yang ada dalam masyarakat. Pemahaman dan pengetahuan ini kemudian dituangkan dalam pengalokasian anggarannya yang berpihak pada rakyat. 1. Anggur sangat mungkin ditingkatkan sebesar 60 % drai total APBD Kota Bandar

Lampung yang saat ini baru rata-rata 14,74 % melalui implementasi secara sungguh-sungguh prinsip-prinsip penyusunan anggaran, yaitu :

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

72

1. Efisiensi Anggaran

No Kegiatan Target 1 Belanja ATK pada setiap kegiatan dihapus krn sudah ada

pada pos belanja tidak langsung 25 % APBD

2 Belanja Upah/honor panitia disusun hanya untuk panitia yang riil bekerja saja

15 % APBD

3 Ego dinas dihilangkan melalui koordinasi antar dinas/satker untuk menyelenggarakn kegiatan bersama

10 %

4 Standarisasi Harga harus ditinjau ulang setiap 3 bulan oleh Tim Independen

60 %

5 Perampingan Dinas yang kurang efektif ( SOTK ) yang terlalu gemuk menyebabkan belanja rutin (belanja tidak langsung ) satker membengkak bisa dihapuskan dan dialokasikan ke Anggur serta birokrasi lebih pendek mengurangi high cost

40 %

2. Efektivitas Anggaran Usulan Kegiatan yang Llebih Focus

No Kegiatan Target 1 Kepala Dinas harus bisa menterjemahkan secara baikVisi,

Misi Kota, Renstra Dinas, Tupoksinya terutama untuk pelayanan pubik ke dalam oparsionalisasi program/kegiatannya

25 %

2 Kepala Dinas harus bisa mengoperasionalisasikan Visi/Misi serta Prioritas Daerah per tahun dan 5 tahun

3 Usulan kegiatan harus focus pada tujuan /pelayanan yang akan diberikan dan menjadi tupoksinya

4 Porsi alokasi dana per kegiatan untuk publik missal: pembelian bibit, bantuan modal, pembelian rumpon dll harus lebih besar dari alokasi rutinnya seperti honor panitia, uang saku panitia dll

5 Dana untuk perbaikan kantor, perbaikan gedung,pembelian fasilitas kantor rutin dll yang banyak mengambil jatah belanja publik harus dialihkan ke ke belanja langsung kegiatan pelayanan publik

6 SOTK yang terlalu “gemuk “ dirampingkan sesuai dengan kebutuhan dan penyusunan dan mengimplementasikan system REWARD dan PUNISHMENT kepada PNS

7 Menyusun Kinerja yang terukur untuk setiap unit satuan kerja, pimpinan, staf dan karyawan lainnya

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

73

3. Optimalisasi Anggaran

Anggaran yang ada terutama sisi penerimaan dioptimalkan secara penggaliannya . Dibandingkanmenciptakan pajak-pajak baru, pungutan-pungutan baru yang nota bene malah membuat distrorsi dalam perekonomian , menambah beban pengusaha ( high cost economy membebankan masyarakat umumnya dan pengusaha khususnya serta menambah peluang korupsi dan kebocoran lainnya lebih baik meningkatkan potensi yang ada dengan mengurangi moral hazards disisi penerimaan daerah, yaitu antara lain : a. Penghitungan secara benar dan realistis dari target penerimaan yang sesuai

dengan potensi yang ada. Sebagai contoh, dinas pariwisata dalam tahun 2005 hanya mentargetkan penerimaan dari pajak hotel, restoran, RM, bilyard, bowling dsb sebesar Rp 44.650.000. Sementara potensi yang ada jauh lebih besar dari yang ditargetkan

b. Bila memang pihak swasta bisa meningkatkan penerimaan daerah lebih tinggi dari target yang dibuat oleh dinas / UPTD terkait mengapa tidak diserahkan saja ke swasta untuk mengelolanya sepanjang tariff pajak /pungutan tersebut sesuai dengan aturan dengan kualitas pelayanan yang yang sama, bahkan mungkin lebih baik. Hal ini juga bisa membuka lapangan kerja bagi para pengangguran. Saat ini diperlukan tindakan – tindakan yang praktis danb operasional sehingga kebijakan tersebut lebih realistis dan proporsional.

c. Pemberian sanksi bagi pengelap pajak, wajib pajak yang bandek, petugas yang “nakal” serta pemberian penghargaan (reward) bagi pengumpul pajak terbesar, petugas terdisiplin, wajib pajak yang patuh dll

d. Peninjauan kembali bahkan bila mungkin penghapusan bentuk-bentuk pungutan-pungutan yang tidak ada dasar hukumnya, pungutan-pungutan yang secara prinsip melanggar, dan pungutan-pungutan memberatkan masyarakat dan investor dan terkesan mengada-ada. Seperti pungutan TPR di jalan-jalan umum untuk mobil angkot, petugas parkir yang “liar”, pajak reklame untuk semua promosi dll.

e. Demikian pula masalah cost and benefit. Ada beberapa dinas yang telah bersusah payah memungut dana dari masyarakat , namun bila dibandingkanm dengan upah pungutnya jauh lebih besar upah pungutnya . Belum lagi ditambah dengan anggaran dinas tersebut yang sangat besar untuk membiayai kegiatan rutinnya. Sehingga dana yang diperoleh itu sendiri sudah habis untuk membiayai kegiatan rutinnya bahkan kurang .

4. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat dalam penyusunan dan pelaksanaan APBD di Kota Bandar Lampung masih belum optimal bahkan dapat dikatakan rendah. Walaupun sudah dibentuk Forum Kota, Musrenbangkel, UDKP, dsb namun usulan tinggal usulan. Dinas/Kantor/badan tetap menggunakan “kegiatan” menurut versinya . Hal ini karena :

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

74

a. Dinas terkait tidak mampu mengoperasionalisaiskan usulan-usulan masyarakat ke dalam program/kegiatannya

b. Dinas /Badan/Kantor tidak semuanya memilki target yang akan dicapai c. Visi dan Misi Kota Bandar Lampung tidak dapat dan sangat sulit

dioperasionalisasikan oleh Kepala Dinas/kantor/badan maupun staffnya ke dalam kegiatan langsungnya yang mensupprot visi dan misi tersebut

d. Kegiatan yang diusulkan oleh sebagian besar dinas “ just as usual” dan tidak ada evaluasi program, kurang kreative

e. Bappeda dan dinas terkait lainnya kurang bisa berfungsi mengkoordinasikan, menginformasikan dan mengoprasionaolisasikan visi , renstrada kota serta rencana kota lainnnya.

Adapun kegiatan yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat antara lain :

No Kegiatan 1 Menghidupkan dan memprioritaskan peran kelurahan dan kecamatan 2 TUPOKSI Kecamatan harus bisa dioperasionalisasikan dengan kosnekuensi

anggaran untuk kecamatan ditingkatkan 3 Efektivirtas anggaran kecamatan lebih kepada peningkatan pelayanan

sector publik

5. Transparansi Anggaran

No Kegiatan Target / Ket 1 Dokumen yang menyangkut alokasi ( APBD ) harus mudah

didapat publik secara luas dan mudah ( dokumen APBD,RASK dan DASK )

100 %

Sektor Kesehatan Sektor kesehatan yang dimotori oleh Dinas kesehatan ternyata masih belum mampu meningkatkan derajad kesehatan masyarakat kota Bandar Lampung jika dilihat dari porsi anggurnya.

No. Kegiatan 1 Alokasi anggaran sector kesehatan untuk masyarakat harus ditingkatkan 2. Peningkatan pelayanan kesehatan secara baik dan menyeluruh 3 Alokasi anggaran pendidikan yang seimbang antara sekolah negeri dan swasta,

dengan system progresif. Misal , bila ada sekolah yang sudah maju dalam sarana prasarna , diberi bantuan tahap berikutnya dll Bila ada sekolah yang prasarnanya masih “minim” , berikan prioritas sehingga prasrana memadai dst..

4 Pemberian buku gratis serta alat-lat sekolah lainnya

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

75

No. Kegiatan 5 Kegiatan-kegiatan di sector pendidikan lebih difocuskan untuk “peningkatan

pelayanan kesehatan “ seperti : • peningkatan kualitas paramedis • peningkatan pelayanan paramedis • peningkatan sarana dan prasarana kesehatan ( obat-obatan,

puskesma, Rumah sakit , dokter, perawat, • Menghidupkan kembali Posyandu dengan program-program yang

menyentuh bukan ceremonial semata, seperti penimbangan bayi secara teratur,m sosialisasi gizi baik, perkembangan balita, jenis dan waktu imunisasi , penganjuran pemberian ASI exclusive, pendidikan untuk ibu-ibu hamil

• Menghidupkan kembali BKIA serta 6 Peningkatan kuantitas dan kulaitas Makanan dan susu bagi bayi, para ibu

Hamil dll 7 Peningkatan kualitas dan kuatitas pendidikan ketrampilan gratis untuk PUS,

Ibu hamil dll

Sektor Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Sektor Kebutuhan Dasar Pangan , Tempat Tinggal untuk Kaum Miskin , UMP

No Kegiatan 1 Mengatasi masalah rawan pangan, busung lapar dan gizi buruk dengan

sesegera mungkin 2 Menyusun perda atau peraturan walikota untuk menganggarkan dan menyusun

juklak mengatasi busung lapar /gizi buruk 2 Menghidupkan kembali masjid, gereja serta sarana social lainnya untuk

memberikan makanan gratis untuk kaum anjal dan kaum miskin lainnya 3 Mengefektivkan dan mengoptimalkan kembali rumah-rumah singgah untuk

anjal dan kaum papa lainnya dengan pengawasan dan pembinaan yang ketat 4 Mengontrol fluktuasi harga secara kontinue serta mengambil langkah-langkah

antisipasi untuk mempertahnakan kesejahteraan rakyat miskin 5 Membuat Rumah-rumah susun/ rumah murah yang memang diperuntukkan

untuk orang miskin dan tidak mampu 6 Peninjauan secara kontinue UMP yang melibatkan semua stakeholders (

buruhm perusahaan, investor, pemerintah, PT )

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

76

G. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KESIMPULAN

1. Masyarakat kota Bandar Lampung berhak atas APBD, dimana sumbangan terbesar

memang dari masyarakat untuk pembangunan kota ini.

2. Kepedulian dan keberpihakan pemerintah Kota Bandar Lampung terhadap masyarakat Kota Bandar Lampung dapat dilihat dari jumlah anggaran yang dialokasikan untuk masyarakat (anggur).

3. Keberpihakan ini dapat ditingkatkan sepanjang ada komitment yang kuat dari penyelenggaran pemerintah kota bahwa amanah mengelola APBD adalah semata-mata untuk mensejahterakan masyarakat kota Bandar LampunG

4. Bentuk komitment ini tidak hanya berupa pengalokasian anggaran ke sector publik lebih besar namun bagaimana pengguna anggaran dalam hal ini Kepala Dinas dapat mengarahkan staff nya untuk menyusun kegiatan yang langsung bermanfaat bagi masyarakat dan mampu menuntaskan permasalahan baik secara bertahap maupu langsung.

5. Walikota dan wakilnya harus visioner dengan konsep-konsep pengembangan kota dan perekonomian yang jitu namun bisa diwujudkan sesuai dengan kemampuan daerah

6. Walikota dan wakil harus melakukan upaya koordinasi yang sungguh-sungguh baik secara vertical maupun horizontal secara maksimal

• Koordinasi dengan pemerintah pusat untuk menjaring dana-dana besar • Koordinasi dengan pemerintah propinsi untuk melakukukan sharing

pembiayaan dan kegiatan bersama • Koordinasi pimpinan dengan seluruh satuan kerja yang ada • Koordinasi dengan PTN, PTS, Swastam BUMN, LSM, Ormas, Orpol,

masyarakat, Organisasi Profesi , Komite-Komite, Asisiasii dll untuk menyusun konsep pengembangan kota bersama dan komprehenship

7. Untuk itu perlu dilaksanakan prinsip-prinsip pengelolaan APBD yaitu :

• Jujur dan Tranparansi • Akuntabilitas • Partisipasi • Efisien, Efektif dan Ekonomi ( value of money) • Optimalisasi

a. Penghitungan target sumber-sumber pendapatan sesuai dengan potensi yang ada. Misal : Pendapatan dari dinas pariwisata hanya sebesar Rp 64.000.000 dari sector hotel, RM, restoran, Taman hiburan, Pizza dll ) Padahal bila dihitung dari RM Begadang I, II, III, IV sudah sangat besar jauh melebihi realisasi Rp 64 juta tersebut. Belum dari sector lainnya ??

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

77

b. Upaya peningkatan pendapatan dapat dilakukan dengan system tender, selama pihak lain ( swasta ) bisa memberi sumber pendapatan lebih besar dari target yang bisa diperoleh pemda

c. Mengatasi tingkat kebocoran pendapatan yang begitu besar Menghentikan pungutan-pungutan yang tidak jelas dasar hukumnya dan membertakan masyarakat , missal TPR di berbagai tempat ( Kemiling, Sisingamagaraja, dll) BAB III REKOMENDASI 1. Untuk meningkatkan agar masyarakat kecil lebih berdaya, ketergantungan pada

modal berkurang maka perlu suntikana wal yaitu berupa bantuan modal dan manajemen untuk petani / nelayan ditingkatkan . Selama ini mereka dapatkan sangat kecil hanya Rp 35.500.000 , bila mengingkan Anggur lebih besar maka nilai ini harus ditingkatkan dengan target sasaran yang jelas.

2. Disnaker

• Setiap kegiatan msh terlalu besar honor panitia kegiatan ( honor monitoring, pimp kegtn dll )

• ATK menjadi boros manakaala di unit kerja itu sendiri (Belanja ADUM ) membeli keperluan yang sama, sehingga ATK double

• SAB perlu ditinjau ulang sesuaikan dengan output yang akan dicapai , demikian juga kurikulum yang akan dicapai untuk anak didik

• Sewa tempat, sewa alat tidak diperlukan lagi bila sudah ada kantor Balai Latihan Kerja. OKI, Disnaker perlu menganggarkan untuk membeli saja Laptop, LCD dll utk penyuluhan/pelatihan sehingga tidak perlu ada biaya sewa alat setiap saat

• Sosialisasi, penyuluhan kepada prshn sudah menajdi tugas melekat dinas ybs tidak perlu diproyekkan , andaipun harus penyuluhan dalam beberapa materri

• Setiap kegiatan msh terlalu besar honor panitia kegiatan ( honor monitoring, pimp kegtn dll

• ATK menjadi boros manakaala di unit kerja itu sendiri (Belanja ADUM ) membeli keperluan yang sama, sehingga ATK doubl

• SAB perlu ditinjau ulang sesuaikan dengan output yang akan dicapai , demikian juga kurikulum yang akan dicapai untuk anak didik

• Sewa tempat, sewa alat tidak diperlukan lagi bila sudah ada kantor Balai Latihan Kerja. OKI, Disnaker perlu menganggarkan untuk membeli saja Laptop, LCD dll utk penyuluhan/pelatihan sehingga tidak perlu ada biaya sewa alat setiap saa

• Sosialisasi, penyuluhan kepada prshn sudah menajdi tugas melekat dinas ybs tidak perlu diproyekkan , andaipun harus penyuluhan dalam beberapa materri

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

78

3. Pariwisata a. Perlu ditingkatkan alokasi untuk pengembangan sector pariwisata dengan

program-program yang terarah dan fokus b. Pembinaan kepada usaha kepariwisataan sebanyak 150 usaha kepariwisataan

ttp nilainya sangat kecil tanpa jelas pembinaan bid apa c. Setiap kegiatan msh terlalu besar honor panitia kegiatan ( honor monitoring,

pimp kegtn dll ) d. ATK menjadi boros manakala di unit kerja itu sendiri (Belanja ADUM )

membeli keperluan yang sama, sehingga ATK double e. SAB perlu ditinjau ulang sesuaikan dengan output yang akan dicapai f. Kegiatan belum mengarah pada upaya sadar wisata ( penyuluhan, pelatihan ,

sosialisasi dll ) g. Duplikasi Anggaran masih ada, antara lain : h. Belanja Prasaarna Kantor seharuysnya menjandi belanja Aparatur , modal ,

bukan masuk di belanja publik 4. Kependudukan

a. Dinas ini terlalu banyak menghabiskan anggaran, dibandingkan pendapatan yang diperolehnya Rp 1.206.409.200. Namun kegiatan yang langsung menyentuh pada publik seperti pembinaan, dll sangat kurang.dimana kegiatan pembinaan tidak jelas.

b. Perlu dilakukan efisiensi dan efektifitas anggaran pada dinas kependudukan ini dengan kegiatan yang focus disertai target kinerja yang terukur .

c. Dengan anggaran yang cukup dan besar , maka dinas kependudukan harus lebih memerinci lagi opearsionalisasi dari TUPOKSI nya yang khusu memberi pelayanan kependudukan kepada masyarakat

5. Pendidikan

a. Masih banyak kegiatan yang seharusnya diperuntukkan untuk publik dialokasikan untuk ATK , honor dll

b. Setiap kegiatan mempunyai honorarium untuk tim ( PNS )

DAFTAR PUSTAKA

Pemerintah Kota Bandar Lampung.2005. APBD Kota Bandar Lampung TA 2005

Badan Pusat Statistik. Statistik Keuangan Daerah Propinsi Lampung. Lampung : BPS

Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Beberapa Edisi. Jakarta:BI

Deddy. Peta Kemampuan Keuangan Provinsi Dalam Era Otonomi Daerah : Tinjauan atas Kinerja PAD Dan Apa Yang Dilakukan Pemerintah. Direktorat Pengembangan Otonomi Daerah. [email protected]

Riset Anggaran Untuk Rakyat ……. (Marselina Djayasinga)

79

Djayasinga, Marselina. 2005. Bedah Anggaran Daerah. Universitas Lampung. Bandar Lampung

Hadiyanto. A. 2002. Bunga Rampai Kebijakan Fiskal. Badan Analisa Fiskal Departemen Keuangan. Jakarta

Mardiasmo. 2002. Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah. Andi Yogyakarta. Yogyakarta.

Pramana, Ricky. 2003. Analisis Kemandirian Fiskal Kabupaten Dan Kota Di Propinsi Lampung. Skripsi. Universitas Lampung.

Prosiding Workshop Internasional. 2002. Implementasi Desentralisasi Fiskal Sebagai Upaya Memberdayakan Daerah Dalam Membiayai Pembangunan Daerah. FISIP UNIKA Parahiyangan. Bandung.

Pemerintah Kota Bandar Lampung, 2005. Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) Dinas seluruh Kota di Bandar Lampung

Republik Indonesia. 2002. Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2001.

Republik Indonesia. 2003. UU No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

Republik Indonesia. 2005. PP No 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuanganm Daerah

Republik Indonesia. 2005. Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuanganm Daerah

Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat Dan Daerah

Suparmoko, M. 2002. Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah. Andi Yogyakarta. Yogyakarta.

Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tingkat Keluasan Pengungkapan Laporan Keuangan Pada Sektor

Industri Barang Konsumsi Di Bursa Efek Jakarta Oleh

Yuliansyah5, Yenny Megawati6

ABSTRACT

Financial statements informations will not missinterpretation since the financial statements are completed by adequate disclose.

Based on the statement, the main topic of this research are to know corelation between company characteristic and the scope of financial disclosure by using liquidity rate, solvability, and company size and owner structure.

The analysis used in this research is linier regression and the samples are audited financial company of manufacture companies.

The result shows that the average of companies’ index disclosure is 0.6644. This means that the companies’ financial statement disclosure is very few.

Keywords :

1.Latar Belakang

Pengungkapan laporan keuangan (disclosure of financial statement) merupakan sarana akuntabilitas publik mengingat arah perubahan sosial di Indonesia yang mendapatkan momentum untuk bergerak menuju masyarakat yang semakin transparan dan demokratis di berbagai bidang termasuk diantaranya bidang bisnis dan ekonomi.

Topik mengenai pengungkapan laporan keuangan menjadi menarik karena praktik pengungkapan laporan keuangan berkaitan erat dengan kredibilitas, dan kepercayaan pihak luar terhadap pasar modal dan peranaannnya mendukung pembangunan ekonomi di Indonesia. Momentum pembangunan masyarakat yang semakin mengarah pada keterbukaan menjadikan topik mengenai pengungkapan laporan keuangan perusahaan publik semakin relevan untuk dikaji.

Sejumlah penelitian mengenai hal-hal seputar pengungkapan informasi, khususnya yang mencatatkan diri di pasar modal telah dilakukan, baik di luar negeri maupun di Indonesia. Ikhtisar beberapa hasil penelitian mengenai pengungkapan dapat dilihat pada Tabel 1.

5 Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unila; 6 Alumni Jurusan Akuntansi, FE Unsri

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

82

Tabel 1. Ikhtisar Beberapa Hasil Penelitian Mengenai Pengungkapan

No Peneliti, Tahun Hasil Penelitian 1 Djoko Susanto, 1994 Luas ungkapan sukarela pada laporan tahunan

lebih besar untuk perusahaan berbasis asing dan waktu terdaftarnya saham di BEJ. Dan tidak berkaitan dengan tingkat leverage dan rate of return.

2 Wallace, Kamal Naser, Areceli Mora, 1994

Pengungkapan secara signifikan berhubungan positif dengan besar perusahaan dan status pendaftaran.

3 Russell Craig dan Joselito Diga, 1998

Tingkat pengungkapan laporan tahunan di ASEAN berhubungan positif dengan ukuran perusahaan, tingkat leverage, operasi di luar negeri.

Tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan adalah salah satu bentuk kualitas pengungkapan. Banyak penelitian yang menggunakan indeks disclosure methodology mengemukakan bahwa kualitas pengungkapan dapat diukur dan digunakan untuk menilai manfaat potensial dari isi suatu laporan keuangan.

Penelitian tentang pengungkapan laporan keuangan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya merupakan hal yang penting untuk dilakukan karena akan memberikan gambaran tentang sifat perbedaan keluasan pengungkapan antar perusahaan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pengetahuan tentang hubungan antara karakteristik perusahaan dan keluasan pengungkapan laporan keuangan akan berguna dalam analisis laporan keuangan, yaitu memberikan gambaran tentang tipe dan jumlah informasi yang disediakan perusahaan dengan karakteristik tertentu. (Marwata, 2001).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan mengambil judul:" Pengaruh Karakteristik perusahaan terhadap Tingkat Keluasan Pengungkapan Laporan Keuangan pada Sektor Industri Barang Konsumsi yang Go Public di Bursa Efek Jakarta (BEJ)".

2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Apakah karakteristik perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan pada sektor industri barang konsumsi yang go public di BEJ?

3. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan pada sektor industri barang konsumsi yang go public di Bursa Efek Jakarta (BEJ).

b. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik perusahaan dengan tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan.

Pengaruh Karakteristik Perusahaan ……. (Yuliansyah, Yenny Megawati)

83

c. Memenuhi salah satu persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Lampung.

4 Kerangka Pemikiran

Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan akan dapat dipahami dan tidak menimbulkan salah interpretasi apabila laporan keuangan dilengkapi dengan pengungkapan (disclosure) yang memadai. Memberikan informasi yang memadai diharapkan akan berguna bagi pembuatan keputusan oleh pihak-pihak pengguna laporan. Pihak di luar perusahaan merupakan pihak yang kurang diuntungkan berkenaan dengan akses informasi karena mereka hanya dapat mengandalkan informasi yang diumumkan secara publik oleh perusahaan. Dalam kondisi tersebut ada kalanya ketidaktahuan pihak luar atas kondisi perusahaan akan merugikan perusahaan itu sendiri karena investor akan menganggap perusahaan buruk dan menawar lebih rendah dari harga pasar saham sehingga merupakan dorongan bagi perusahaan untuk melakukan pengungkapan yang memadai. (Prihatin Assih, 2000).

Terdapat dua jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan oleh standar. Yang pertama adalah pengungkapan wajib (mandatory disclosure) yaitu pengungkapan minimum yang diharuskan oleh standar akuntansi yang berlaku, dalam hal ini peraturan yang dikeluarkan oleh BAPEPAM dan IAI. Jika perusahaan tidak bersedia untuk mengungkapkan informasi secara sukarela, pengungkapan wajib akan memaksa perusahaan untuk mengungkapkannya. Kedua adalah pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) yaitu pengungkapan butir-butir yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Salah satu cara bagi manajer untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela secara lebih luas. Pengungkapan sukarela dapat membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen. Perusahaan dapat lebih menarik perhatian lebih banyak analis, meningkatkan akurasi ekspektasi pasar dan menurunkan ketidaksimetrisan informasi pasar. (Ainun Na'im dan Fu'ad Rakhman, 2000).

Penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten dalam rangka keterbukaan di pasar modal sangat penting untuk membangkitkan kembali minat dan kepercayaan masyarakat internasional untuk berinvestasi di Indonesia yang beberapa tahun ini mengalami krisis ekonomi. Kualitas ungkapan dalam laporan keuangan dikenal dengan berbagai konsep, antara lain kelengkapan (comprehensiveness) (Barret, 1976), informatif (informativeness) (Alford et.al., 1993), dan tepat waktu (time lines) (Courtis, 1976); Berbagai penelitian tentang topik ini pada prinsipnya kurang lebih sama, meskipun menggunakan konsep yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini kualitas ungkapan didefinisikan dalam pengertian luasnya ungkapan laporan keuangan yang dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah variasi tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan pada sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di BEJ berkaitan dengan perbedaan karakteristik perusahaan.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

84

Karakteristik Perusahaan

• Tingkat likuiditas Tingkat Keluasan Pengungkapan

• Tingkat solvabilitas Laporan Keuangan

• Ukuran Perusahaan

• Struktur Kepemilikan

5 Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah:

H1 = Tingkat likuiditas memiliki pengaruh positif dan signifikan dengan tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan.

H2 = Tingkat solvabilitas memiliki pengaruh positif dan signifikan dengan tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan.

H3 = Ukuran Perusahaan memiliki pengaruh positif dan signifikan dengan tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan.

H4 = Struktur Kepemilikan memiliki pengaruh positif dan signifikan dengan tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan.

6. Metode Penelitian

6.1 Penentuan Sampel

Penentuan sampel dalam penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode Purposive-Judgement Sampling. Metode ini merupakan tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu. (Nur Indriantoro dan B. Supomo, 1999:131). Pertimbangan tersebut adalah ingin menghindari pengaruh perbedaan karakteristik butir-butir yang diungkapkan dalam laporan keuangan antara sektor-sektor industri yang go public di BEJ, misalnya pada industri keuangan tidak terdapat butir yang mengungkapkan aktiva lancar maupun hutang lancar. Oleh karena itu, penulis mengambil sampel laporan keuangan auditan perusahaan salah satu sektor industri manufaktur, yaitu industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun 2000 yang memiliki laporan keuangan per Desember 2000 beserta catatan dan penjelasan atas laporan keuangan tersebut, dengan catatan tidak ada yang hilang. Ternyata sampel yang dapat dikumpulkan sebanyak 32 perusahan dari populasi 36 perusahaan dikarenakan tidak ditemukannya laporan keuangan auditan pada box file perusahaan.

6.2 Teknik Pengambilan Data

Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah jenis data sekunder, dengan menggunakan sampel data cross-sectional yang dikumpulkan pada periode tertentu terhadap beberapa subyek yang diteliti yaitu laporan keuangan auditan tahun 2000 yang tersedia di Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) dan Indonesian Capital Market Directory 2001. Selain

Pengaruh Karakteristik Perusahaan ……. (Yuliansyah, Yenny Megawati)

85

itu untuk mendukung akurasi hasil penelitian ini, penulis juga melakukan riset kepustakaan dengan cara mengumpulkan beberapa literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

6.3 Operasional Variabel

Variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Dependen

Variabel dependen dinyatakan dengan notasi Y yaitu tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan yang ditunjukkan dengan indeks disclosure. Variabel ini mengukur seberapa banyak butir laporan keuangan material yang diungkapkan oleh perusahaan meliputi yang bersifat wajib (mandatory) maupun sukarela (voluntary).

2. Variabel Independen

Variabel independen yang akan digunakan dalam penelitian ini dinyatakan dengan notasi X yaitu variabel karakteristik perusahaan. Variabel independen yang hendak diuji dalam penelitian ini sehubungan dengan pengaruh yang diberikan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan perusahaan publik.

6.4 Alat Analisis

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda, seperti yang telah diuraikan di atas bahwa untuk variabel dependen dinyatakan dengan notasi Y dan variabel independen dinyatakan dengan notasi X, sehingga model analisis regresi linier berganda dirumuskan sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + … + b4X4 + e1

Keterangan:

Y = Indeks disclosure (tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan) a = Konstanta b1-b4 = Koefisien regresi X1 = Current ratio X2 = Debt to total asset ratio X3 = Total Aktiva X4 = Saham Publik ei = error

7. Pembahasan

7.1 Statistik Deskriptif

Berdasarkan hasil perhitungan yang terdapat pada lampiran 2 dapat diketahui bahwa indeks disclosure mempunyai nilai minimum 0,57 dan maksimum 0,78 dengan rata-rata 0,6644 dan standar deviasi 0,062. Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan laporan keuangan perusahaan yang go public di BEJ masih relatif belum luas. Oleh karena itu Bapepam

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

86

perlu mengontrol laporan keuangan yang disampaikan oleh perusahaan, agar perusahaan tersebut dapat memberikan pengungkapan yang lebih luas dan para pembaca laporan keuangan tidak salah dalam pengambilan keputusan.

Rata-rata Current Ratio sebesar 1,9366 kali dengan nilai minimum dan maksimum masing-masing 0,08 kali dan 5,59 kali. Untuk rata-rata Debt to Total Asset sebesar 69,5338% dengan nilai minimum dan maksimum 15,65% dan 319,16%. Sedangkan untuk Total Aktiva rata-ratanya 1,6447 trilyun dengan nilai minimum dan maksimum yaitu 0,05 trilyun dan 12,55 trilyun. Dan untuk saham publik rata-ratanya 27,6216% dan nilai minimum serta maksimum adalah 3,41% dan 85,88%.

7.2 Makna Konstanta dan Koefisien Regresi

Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan regesi linier berganda:

Y = 0,612 + 1,028 . 10-2 X1 + 1,354 . 10-4 X2 + 1,125 . 10-2 X3 + 1,816 . 10-4 X4 + ei

Berdasarkan persamaan tersebut, nilai konstanta sebesar 0,612 menyatakan bahwa indeks disclosure yang ditetapkan sebagai variabel dependen mengalami kenaikan sebesar 0,612, dengan asumsi semua variabel independen yaitu Current Ratio, Debt to Total Asset Ratio, Total Aktiva dan Saham Publik tidak mengalami perubahan (konstan).

Koefisien regresi b1 sebesar 1,028 . 10-2 menyatakan bahwa setiap penambahan variabel X1 (Current Ratio) sebesar satu kali maka indeks disclosure akan mengalami peningkatan sebesar 1,028 . 10-2 dengan asumsi bahwa variabel X2, X3, dan X4 konstan. Demikian pula dengan koefisien b2 sebesar 1,354 . 10-4 menyatakan bahwa setiap penembahan variabel X2 (Debt to Total Asset) sebesar 1% maka indeks disclosure akam mengalami peningkatan sebesar 1,354 . 10-4 dengan asumsi bahwa variabel X1, X3, dan X4 konstan. Pengertian yang sama juga terjadi pada koefisien regresi X3 sebesar 1,125 . 10-2 menyatakan bahwa setiap penambahan pada variabel X3 (Total Aktiva) sebesar 1 trilyun maka indeks disclosure mengalami peningkatan sebesar 1,125 . 10-2 dengan asumsi bahwa variabel X1, X2, dan X4 konstan. Hal yang sama juga terjadi untuk koefisien regresi b4 sebesar 1,816 .10-4 menyatakan bahwa setiap penambahan pada variabel X4 (Saham Publik) sebesar 1% maka indeks disclosure akan mengalami peningkatan sebesar 1,816 . 10-4 dengan asumsi bahwa variabel X1, X2 ,dan X3 konstan.

7.3 Kontribusi dan Hubungan Variabel Independen terhadap Variabel Dependen

Berdasarkan hasil dari analisis data yang dilakukan, diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0,364. Koefisien determinasi menunjukkan besarnya pangaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Dengan demikian berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa kontribusi bersama dari variabel X1 (Current Ratio), X2 (Debt to Total Asset), X3 (Total Aktiva), dan X4 (Saham Publik) terhadap indeks disclosure sebesar 36,4% dan sisanya sebesar 63,6% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian ini.

Sedangkan kontribusi masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial dapat diketahui dari r2-parsial. Pada tabel 6 diperoleh r2 untuk variabel

Pengaruh Karakteristik Perusahaan ……. (Yuliansyah, Yenny Megawati)

87

X1 adalah 0,052 ini menunjukkan bahwa kontribusi dari variabel X1 terhadap variabel dependen sebesar 5,2% dengan asumsi bahwa variabel X2, X3, dan X4 konstan. Untuk variabel X2 koefisien r2 sebesar 0,021 angka tersebut berarti bahwa kontribusi X2 terhadap variabel dependen sebesar 2,1% dengan asumsi bahwa variabel X1, X3, dan X4 konstan. Sedangkan koefisien r2 untuk variabel X3 adalah 0,315 menunjukkan bahwa kontribusi variabel X3 terhadap variabel dependen sebesar 31,5% dengan asumsi bahwa variabel X1, X2, dan X4 konstan. Selanjutnya koefisien r2 variabel X4 sebesar 0,004 menunjukkan bahwa variabel X4 memberikan kontribusi terhadap variabel dependen sebesar 0,4% dengan asumsi bahwa variabel X1, X2, dan X3 konstan.

Dari empat variabel independen yang diamati dalam penelitian ini, secara parsial variabel X3 yaitu Total Aktiva memberikan kontribusi yang paling besar terhadap indeks disclosure sebesar 31,5%. Sedangkan variabel yang memberikan kontribusi yang terendah terhadap indeks disclosure adalah variabel X4 (Saham Publik) yaitu sebesar 0,4%. Setelah pembahasan mengenai kontribusi dari variabel independen terhadap variabel dependen maka selanjutnya akan dibahas mengenai hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen baik secara parsial maupun secara simultan. Koefisien korelasi parsial (r) berdasarkan hasil perhitungan seperti tercantum pada tabel 6 yaitu untuk variabel X1 sebesar 0,227, variabel X2 adalah 0,146 dan variabel X3 sebesar 0,561 serta untuk variabel X4 sebesar 0,064. Untuk koefisien korelasi ganda (R) sebesar 0,603.

7.4.Tingkat Keluasan Pengungkapan Laporan Keuangan

Berdasarkan perhitungan pengungkapan faktor keuangan dalam laporan keuangan auditan sektor industri barang konsumsi yang go public di BEJ dengan mengacu pada hasil penelitian Wallace, maka dapat dilihat dari 16 item yang harus diungkapkan dengan nilai interval 0 - 79, diperoleh hasil bahwa sekitar 53% dari total sampel (17 perusahaan) memiliki nilai pengungkapan di bawah nilai rata-rata tingkat pengungkapan.

Dilihat dari berbagai sudut item dalam pengungkapan laporan keuangan antara lain, dari sudut Fixed Asset, Depreciation and Amortization, dan Share Capital, semua perusahaan sampel mengungkapkan seluruh subitem tersebut. Sedangkan pengungkapan item Current Asset, Current Liabilities, Taxation, Turn Over, dan Deffered Tax mempunyai nilai yang paling sering muncul 5 dari 5 subitem, 4 dari 4 subitem, 5 dari 5 subitem, 3 dari 3 subitem, dan 4 dari 4 subitem, artinya tidak semua perusahaan sampel mengungkapkan seluruh subitem tersebut.

Begitu pula dengan Foreign Currencies, Investment, dan Operating Profit nilai yang paling sering muncul 4 dari 7 subitem, 4 dari 6 subitem, dan 5 dari 8 subitem. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya item yang paling sedikit diungkapkan dalam laporan keuangan antara lain extraordinary and exceptional item, reserves, dan dividen.

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 7 yang menunjukkan frekuensi dari masing-masing item yang diungkapkan dalam laporan keuangan auditan.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

88

7.5 Penjelasan Pengujian Hipotesis

Karakteristik perusahaan yaitu Tingkat Likuiditas (Current Ratio) berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan sehingga Ha ditolak karena setelah dilakukan uji-t dengan signifikansi di bawah 5% terhadap variabel X1 ternyata t~hitung lebih kecil dari t~tabel. Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian Yuniati Gunawan (2000), Marwata (2001). Diduga signifikansi di atas 5% dikarenakan olah variance yang sangat tinggi yang terjadi pada keseluruhan sampel dengan nilai minimum 0,08 kali sedangkan nilai maksimum 5,59 kali. sedangkan indeks disclosure mempunyai interval 0 - 1 dan tidak memberikan pembobotan terhadap item yang secara nyata menjelaskan tingkat likuiditas, sehingga dimungkinkan indeks disclosure yang dipakai terlalu luas untuk menangkap hubungan Current Ratio (sebagai salah satu karakteristik perusahaan). Diduga terdapat variabel lain yang lebih dominan.

Karakteristik perusahaan yaitu Tingkat Solvabilitas (Debt to Total Asset) berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan sehingga Ha ditolak karena setelah dilakukan uji~t dengan signifikansi di bawah 5% terhadap variabel X2 diketahui bahwa t~hitung lebih kecil dari t~tabel. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriany (2001). Diduga signifikansi di atas 5% dikarenakan olah variance yang sangat tinggi yang terjadi pada keseluruhan sampel dengan nilai minimum 15,65% dan nilai maksimum 319,16% sedangkan indeks disclosure mempunyai interval 0 - 1 dan tidak memberikan pembobotan terhadap item yang secara nyata menjelaskan tingkat solvabilitas, sehingga dimungkinkan indeks disclosure yang dipakai terlalu luas untuk menangkap hubungan Debt to Total Asset (sebagai salah satu karakteristik perusahaan). Diduga terdapat variabel lain yang lebih dominan.

Selanjutnya berdasarkan hasil uji-t yang dilakukan terhadap variabel X3 diperoleh bahwa t~hitung lebih besar dari t~tabel, ini membuktikan bahwa variabel X3 berpengaruh signifikan terhadap indeks disclosure. Sehingga hipotesis yang dikemukakan bahwa karakteristik perusahaan yaitu Ukuran Perusahaan (Total Aktiva) berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan dapat diterima. Penelitian-penelitian sebelumnya baik penelitian Wallace et.al (1994), Russell Craig (1998), dan Yuniati Gunawan (2000), Marwata (2001) menemukan bahwa ukuran perusahaan merupakan variabel yang paling konsisten berhubungan positif dan signifikan dengan pengungkapan laporan keuangan.

Kemudian untuk variabel X4 berdasarkan hasil uji-t yang dilakukan diketahui bahwa t~hitung lebih kecil dari t~tabel. Struktur Kepemilikan (Saham Publik) berpengaruh positif tetapi tidak signifikan sehingga Ha ditolak. Hal tersebut konsisten dengan penelitian sebelumnya, yaitu penelitian Ainun Na'im (2000), Fitriany (2001). Besarnya kepemilikan publik tidak secara signifikan mempengaruhi luas pengungkapan mungkin karena relatif kecilnya proporsi kepemilikan publik, selain itu juga kepemilikan publik tersebar kepada banyak investor, sehingga masing-masing investor menjadi sangat kecil untuk dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan (termasuk pengungkapan informasi).

Pengaruh Karakteristik Perusahaan ……. (Yuliansyah, Yenny Megawati)

89

Secara simultan berdasarkan hasil uji-F diketahui bahwa variabel independen (karakteristik perusahaan) berpengaruh signifikan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa karakteristik perusahaan khususnya Tingkat Likuiditas, Tingkat Solvabilitas, Ukuran Perusahaan, dan Struktur Kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan secara simultan dapat diterima. Diduga signifikansi ini terjadi karena masing-masing variabel independen saling menutupi satu sama lain sehingga distribusinya menjadi lebih baik.

8. Simpulan dan Saran

8.1 Simpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai pengaruh karakteristik perusahaan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan sektor industri barang konsumsi yang go public di BEJ, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tingkat Likuiditas (Current Ratio) memiliki pengaruh positif terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan (indeks disclosure) sektor industri barang konsumsi yang go public di BEJ, tetapi pengaruh tersebut tidak signifikan.

2. Tingkat Solvabilitas (Debt to Total Asset) memiliki pengaruh positif terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan (indeks disclosure) sektor industri barang konsumsi yang go public di BEJ, tetapi pengaruh tersebut tidak signifikan\

3. Ukuran Perusahaan (Total Aktiva) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan (indeks disclosure) sektor industri barang konsumsi yang go public di BEJ.

4. Struktur Kepemilikan (Saham Publik) memiliki pengaruh positif terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan (indeks disclosure) sektor industri barang konsumsi yang go public di BEJ, tetapi pengaruh tersebut tidak signifikan.

5. Secara simultan variabel yang diamati yaitu Tingkat Likuidatas, Solvabilitas, Ukuran Perusahaan, dan Struktur Kepemilikan berpengaruh signifikan terhadap tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan sektor industri barang konsumsi yang go public di BEJ.

8.2 Saran

Penelitian berikutnya perlu mempertimbangkan penggunaan pembobotan dalam pengukuran tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan dengan melibatkan beberapa peneliti dalam menilai laporan keuangan suatu perusahaan sampel sehingga dapat mengurangi masalah subyektivitas dalam penilaian tingkat keluasan uangkapan yang hanya dilakukan oleh seorang peneliti.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

90

Penggunaan sampel dapat diperbanyak sehingga diharapkan bisa memperbaiki dan menajamkan hasil penelitian ini serta mencari variabel independen lain yang secara signifikan dapat mempengaruhi tingkat keluasan pengungkapan laporan keuangan.

DAFTAR PUSTAKA

Assih, Prihatin, 2000, “Pengungkapan Untuk meningkatkan Kualitas Laporan Keuangan dalam rangka memenuhi criteria Decision Usefulness”. Jurnal Akuntansi dan Manajemen. STIE YKON. Yogyakarta.

Craig Russel dan Joselito Diga. 1998 “ Corporate Accounting Disclosure in Asean” Jurnal of International Financial Management and Accounting.

Fitriany. 2001, “Signifikansi perbedaan tingkat kelengkapan pengungkapan wajib dan sukarela pada laporan keuangan perusahaan public yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntani IV. Bandung.

Gunawan, Yuniati. 2000 “ Analisis Pengungkapan Informasi Laporan Tahunan Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta. Simposium nasional Akuntansi III, Bandung.

Indrianto, Nur dan Bambang Supomo, 1999, Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi Dan Manajemen, BPFE Yogyakarta.

Ikbal Hasan. M, 1999, Pokok-Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensi). Bumi Aksara, Jakarta.

Marwata, 2001, Hubungan antara karateristik di Perusahaan dan Kualitas Ungkapan Sukarela dalam Laporan tahunan perusahaan Publik di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi IV. Bandung.

Wallace, R.S.O, Kamar Naser, and Areceli Mora. 1994, The Relationship Between the comprehensivenees of corporate annual report and firm characteristics in spain”. Accounting and Business Research.

Auditing E-Commerce: Proses Pengumpulan Dan Validasi Bukti Audit

Oleh:

Saring Suhendro7

ABSTRACT

The main purposes of this paper is to explain some problems in e-commerce technology. Various risk in auditing, the way to control them, the change of accountant roles, and the auditing process in the context of the application of e-commerce are also discussed. Rapidly emerging e-commerce technology and demands for more timely communication of information requires auditors to be able to identify the risks, to conduct internal control, and to invent new techniques that have ability to continuously monitor, collect, and analyze audit evidences. This situation force auditors to update their auditing techniques. Auditor need sufficient skills in auditing process (computer information system auditor). The changes in business environment are a challenge for accounting profession in the information era.

Key Words: e-commerce dan audit

I. PENDAHULUAN

Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa kemajuan teknologi komputer dan telekomunikasi telah mengubah cara hidup masyarakat di dunia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Keberadaan dan peranan teknologi informasi di segala sektor kehidupan tanpa sadar telah membawa dunia memasuki era baru globalisasi lebih cepat dari yang dibayangkan semula. Dampaknya tidak hanya berpengaruh pada sisi makro ekonomi dan politik, tetapi lebih jauh telah memasuki aspek-aspek sosial budaya manusia.

Bagi perusahaan-perusahaan modern, sistem informasi dan teknologi tidak hanya berfungsi sebagai sarana pendukung untuk meningkatkan kinerja perusahaan dari waktu ke waktu, tetapi telah menjadi senjata utama dalam bersaing. Sektor organisasi atau institusi berorientasi bisnis merupakan entitas yang paling banyak mendapatkan manfaat dengan penggunaan teknologi electronic commerce (Indrajid, 2000).

Teknologi electronic commerce (e-commerce) telah mengubah dengan cepat cara perusahaan menjual, membeli, dan berhubungan dengan konsumen dan mitra. E-commerce telah menjadi alat yang penting sejak perusahaan menggunakan internet

7 Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unila

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

92

untuk melakukan bisnisnya. Perkembangan teknologi membawa perubahan pada risiko-risiko, pengendalian, dan lingkungan audit pada laporan keuangan suatu perusahaan.

Paper ini akan membahas penggunaan e-commerce yang oleh banyak pihak dipandang dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Berbagai risiko dan cara pengendaliannya, dan pelaksanaan audit dalam penerapan e-commerce juga akan dibahas, sehingga diharapkan diperoleh pemahaman yang memadai untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam penerapan e-commerce. Bagian akhir dari tulisan ini akan membahas tentang continuous auditing berkaitan dengan real-time accounting system dan paperless.”

II. E-COMMERCE

E-commerce dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan transaksi antara dua pihak atau lebih dengan menggunakan komputer yang terhubung secara bersama-sama dalam jaringan. Jaringan ini dapat dibangun dengan saluran telepon, saluran tv kabel, land-radio atau satelit radio (Kalakota, 1996). E-commerce meliputi elektronic data interchange (EDI), electronic funds transfer (EFT), automated teller machines (ATMs), dan bisnis yang dilakukan menggunakan internet.

E-commerce, electronic data interchange (EDI), dan internet secara dramatis telah mengubah praktek-praktek bisnis dan proses pencatatan. Pelaksanaan bisnis pada the World Wide Web (WWW) telah membuat organisasi dapat berhubungan dengan dunia luar secara on-line dan meningkatkan semua aspek dari bisnis mereka. Transaksi bisnis pada lingkungan teknologi tinggi sepenuhnya dilakukan dengan electronic form. Teknologi dengan kos yang rendah, transmisi data secara digital dengan kecepatan tinggi ini, menggunakan hardware yang dapat menghasilkan informasi secara cepat dan mudah, dan menggunakan software yang dapat menurunkan, bahkan dalam banyak kasus dapat menghemat waktu, menghilangkan keterbatasan ruang dan keterbatasan lain dalam memperoleh informasi. Teknologi informasi ini, selain dapat menurunkan kos transaksi dan masalah asymmetric information, juga dapat meningkatkan skala dan lingkup ekonomi dalam semua sektor bisnis (Albrecht dan Sack, 2000).

E-commerce telah menjadi media dalam meningkatkan efisiensi berbagai bidang, meliputi (a) penjualan produk dan pemrosesan pemesanan, (b) mengubah kebiasaan pembelian konsumen, (c) menyajikan prospektus dan katalog-katalog produk kepada konsumen, (d) menyajikan laporan keuangan kepada investor, (e) menyediakan informasi persediaan kepada konsumen, (f) menyediakan pesan database bagi karyawan dan staf, dan (g) pemrosesan order pembelian dan invoice dari pemasok (Attaway, 2000).

Penerapan e-commerce dalam perusahaan memiliki beberapa keuntungan kompetitif, yaitu (Cavusgil, 2002):

1. Produktifitas dan pengurangan biaya

E-commerce membantu perusahaan melaksanakan aktivitas value chain lebih efektif dengan membantu melibatkan perusahaan dalam integrasi penjualan keseluruhan, produksi, dan proses pengiriman secara elektronik menembus batas

Auditing E-Commerce: ……. (Saring Suhendro)

93

dan waktu. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Nearon (2000) dinyatakan bahwa penggunaan e-commerce mampu menghemat 20 persen biaya perusahaan.

2. Kecepatan

Informasi dan pengetahuan dapat bergerak bebas dalam perusahaan dan konsumen, supplier, dan konstituennya. Manajer dapat mengimplementasikan keputusan lebih cepat. E-commerce juga dapat mengurangi waktu untuk memasarkan dan waktu siklus lainnya untuk merespon pelaksanaan atau mengantisipasi kebutuhan bisnis.

3. Kesempatan baru dan value creation

Bisnis melalui web dapat tumbuh dengan subur karena fleksibilitas, fokus, dan prakarsa pengusaha melalui operasi global. Manfaat utama dari organisasi global adalah kemampuan untuk mengimplementasikan strategi dalam skala yang lebih luas, organisasi yang mengglobal.

Dalam lingkungan e-commerce yang paperless, kebutuhan akan bukti fisik berupa kertas secara signifikan akan menurun. Disamping itu, ketika banyaknya transaksi-transaksi bisnis yang dilakukan dan laporan keuangan tepat waktu yang diperlukan dan disebarluaskan melalui internet, perusahaan harus mendesain sistem informasi akuntansi baru yang tidak hanya mencatat dan menelusuri informasi transaksi secara cepat, tetapi juga melakukan cross check dokumen internal dan eksternal secara otomatis. Masalah penting lainnya adalah perlunya mendesain prosedur pengendalian internal baru untuk memastikan bahwa integritas dan pengesahan bukti pada transaksi e-commerce untuk melindungi private key, tanda tangan digital, sistem web, dan database secara keseluruhan. Perubahan-perubahan ini mengenalkan tantangan baru bagi profesi akuntansi.

Bagian ini membahas dampak e-commerce pada perubahan peran akuntan, penilaian risiko-risiko audit, pengendalian internal, dan pengumpulan dan validasi bukti audit elektronik. Konsep risiko audit harus digunakan pada tujuan perencanaan untuk menentukan seberapa banyak bukti dikumpulkan pada masing-masing siklus transaksi. SAS No. 78 selanjutnya mengindikasikan bahwa pengendalian internal merupakan suatu proses yang didesain untuk memberikan keyakinan yang layak berkenaan dengan pencapaian laporan keuangan yang dapat dipercaya, operasi yang efektif dan efisien, dan kepatuhan pada hukum dan peraturan-peraturan.

III. PERUBAHAN PERAN AKUNTAN

Peranan auditor internal adalah memastikan bahwa fungsi kontrol internal pada pelaksanaan penerapan e-commerce berjalan dengan baik. Fungsi auditor internal adalah suatu aktivitas yang independen, memastikan tujuan dan mengkonsultasikan aktivitas-aktivitas yang dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi perusahaan. Auditor internal membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa sistematik, pendekatan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas manajemen risiko, pengendalian dan proses penguasaan.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

94

Dalam kaitannya dengan peranan diatas, auditor internal diperlukan oleh perusahaan untuk memberikan pengawasan dan audit berkenaan dengan penerapan e-commerce. Auditor internal mengevaluasi seberapa baik proses pengendalian yang dirancang oleh manajer dapat berfungsi, yang dapat memberikan jaminan besarnya tingkat keyakinan yang dimiliki manajer atas sasaran bisnis yang akan direalisasikan. Fungsi auditor internal adalah melaporkan ke manajemen puncak dan mempunyai komunikasi langsung dengan komite audit dan dewan redaksi.

Auditing e-commerce mendorong internal auditor untuk mengevaluasi efektifitas prosedur audit tradisional, dan menyelidiki kemungkinan dan kesempatan dengan menggunakan teknologi informasi dan software analisis data. Perbedaan penting antara teknik audit konvensional dengan teknik yang menggunakan software analisis data adalah kemampuan untuk mengakses dan menganalisis keseluruhan data. Pengganti dalam mengevaluasi pengendalian pada sampel, auditor dapat melakukan investigasi 100 persen data menggunakan pendekatan analisis data untuk melakukan audit.

Burr et.al., (2002) menyatakan bahwa ketika bisnis telah mengadopsi teknologi e-commerce, aplikasi dikembangkan dan disebarkan secara cepat, kadang-kadang mengabaikan ukuran keamanan yang memadai. Sayangnya, banyak perusahaan yang tidak memberikan perhatian serius pada nilai keamanan dan banyak menghabiskan waktu selama mempertimbangkan biaya yang mencoba mengkompensasikannya setelah implementasi. Karena itu, kepastian keamanan yang memadai dapat dilekatkan pada pengembangan aplikasi dapat mengurangi kemungkinan dan biaya tambal sulam, membantu menjaga kerahasiaan informasi konsumen, dan menjaga hak milik intelektual. Secara umum, kebutuhan keamanan e-commerce dapat diungkapkan dalam 4 (empat) karakteristik yang menunjukkan nilai dari suatu informasi, yaitu (Burr et. al., 2002):

1. Kerahasiaan

Meliputi berbagai sensitifitas bisnis, seperti akses yang benar, keleluasaan pribadi atas sekitar data hubungan konsumen, dan melindungi berbagai informasi yang berdampak langsung atau tidak langsung dengan pasar.

2. Integritas

Mengacu pada kebutuhan untuk memastikan keakuratan data kunci yang dikompromikan dapat menghasilkan hilangnya keuangan langsung atau kewajiban konsumen.

3. Ketersediaan

Meliputi proses kebutuhan bisnis dan sistem informasi yang membantu untuk memastikan loyalitas konsumen dengan memberikan informasi yang dapat diakses kapanpun apabila dibutuhkan dan melindungi dari kehilangan informasi.

4. Tanggung jawab

Meliputi kebutuhan untuk memelihara, membuktikan record of action dan tanggung jawab bisnis yang dilakukan.

Auditing E-Commerce: ……. (Saring Suhendro)

95

Auditor internal harus memeriksa pengendalian otomasi yang diimplementasikan pada aplikasi untuk meminimalisir risiko yang data dan transaksi yang tidak memiliki otorisasi, data dan transaksi yang tidak valid, data dan transaksi yang tidak lengkap, atau data dan transaksi yang tidak akurat. Auditor internal seharusnya memiliki pengetahuan yang memadai tentang computer information system untuk merencanakan, mengarahkan, mengawasi, dan mereview pelaksanaan tugas.

Perubahan dalam lingkungan bisnis dan audit, dimana laporan tahunan tradisional dan laporan audit konvensional yang diterbitkan, mungkin tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan users akan laporan keuangan organisasi. Sehingga, real-time accounting systems, electronic financial reports dan continuous auditing haruslah menjadi perhatian oleh komunitas akuntansi dan bisnis. Perubahan lingkungan perusahaan sebagai dampak dari penerapan e-commerce menuntut perubahan peran akuntan eksternal (auditor independen) melalui proses audit tradisional dengan cara, yaitu pertama meningkatkan pengetahuan auditor pada keyakinan reliabilitas dan relevansi dari dokumen, catatan, dan data elektronik pada bisnis dan industri klien.

Kedua, auditor perlu memahami aliran transaksi dan aktivitas pengendalian yang berhubungan, memberikan jaminan validitas dan reliabilitas informasi yang lebih baik dalam paperless, real-time accounting system. Pada real-time accounting system, transaksi ditransmisi, diproses, dan diakses secara elektronik sehingga dibutuhkan seorang auditor yang dapat memberikan jaminan bahwa traksaksi yang terjadi tidak dirubah. AICPA (1997) menyatakan bahwa “kompetensi dari bukti secara elektronik biasanya tergantung pada efektivitas pengendalian internal yang melebihi validitas dan kompleksitasnya.

Ketiga, auditor dalam menggunakan control-risk-oriented audit plan secara umum memfokuskan pada aktivitas pengendalian internal yang memadai dan efektif dari real-time accounting system ketika ada beberapa bagian yang sedikit menyolok pada pengujian substantive dari dokumen dan transaksi elektronik.

Keempat, auditor harus mengembangkan software audit tools-nya yang mampu melakukan audit komputer atau menggunakan software yang tersedia secara komersial. Salah satunya adalah Continuous Audit Tools and Techniques (CATTs), yaitu suatu tools dan techniques yang dapat digunakan oleh auditor dalam menetapkan resiko, mengevaluasi pengendalian internal, dan kinerja secara elektronik dari prosedur audit yang beragam, termasuk ekstrak data, download informasi untuk review analitis, footing buku besar, penyimpanan perhitungan, menyeleksi sampel untuk pengujian pengendalian dan pengujian substantive, mengidentifikasi pengecualian-pengecualian dan transaksi yang tidak biasa, dan konfimasi kinerja (Rezaee et al., 2001)

IV. PENGENDALIAN INTERNAL

Pengendalian internal merupakan bagian dari proses manajemen. Definisi berikut berasal dari Institute of Internal Auditors’ Standards for the Professional Practice of Internal Auditing dan menyediakan dasar bagi pekerjaan audit komputer sebagai auditor internal. Tindakan ini dilakukan oleh manajemen untuk merencanakan, mengorganisasi, dan mengarahkan kinerja untuk tindakan yang memadai yang memberikan jaminan

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

96

layak bagi pencapaian tujuan (a) pemenuhan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan bagi operasi dan program, (b) penggunaan sumber daya secara ekonomis dan efisien, (c) mengamankan sumberdaya, (d) informasi yang dapat dipercaya dan terintegritas, dan (e) ketaatan pada kebijakan, perencanaan, prosedur, hukum dan peraturan.

Pengendalian utama pada e-commerce adalah masalah keamanan. Bidang ini meliputi kebijakan dan prosedur-prosedur yang mengakses ke peralatan, software, dan data yang dibatasi hanya pada pengguna yang memiliki wewenang. SAS no. 56 dan 78 menyediakan panduan umum bagi rerangka pengendalian internal dalam lingkungan pemrosesan data elektronik (EDP). Menurut Chien-Chih Yu et al., (2000) rerangka pengendalian internal pada pemrosesan data elektronik ada tiga komponen utama yaitu pengendalian umum, pengendalian aplikasi, dan pengendalian on-line real time. Pengendalian pada e-commerce secara lengkap dijelaskan sebagai berikut:

1. Pengendalian Keamanan pada Transfer Dokumen Elektronik

Pengendalian keamanan memastikan integritas, kerahasiaan, keleluasaan pribadi, pengesahan, dan bukan penolakan hutang dari informasi transaksi untuk menghindari ancaman keamanan seperti akses yang tidak resmi, sniffing, eavesdropping, modifikasi, dan penolakan. Perusahaan perlu berhati-hati dalam mempertimbangkan masalah-masalah berikut:

a. Bagaimana teknologi pengendalian keamanan yang sesuai (seperti password, firewall, encryption data, tanda tangan digital, dan amplop digital) dapat diuji dan digunakan.

b. Bagaimana protokol transaksi elektronik keamanannya tepat (seperti penetapan standar bagi keamanan pembayaran internet, protokol S-HTTP dan S/MIME bagi sesi lapisan keamanan aplikasi, dan protokol AH dan ESP bagi keamanan lapisan jaringan) dapat diadopsi.

c. Bagaimana otoritas sertifikat (CA) seharusnya dipilih untuk memastikan transaksi elektronik aman dan pertukaran dokumen elektronik aman.

2. Pengendalian untuk Menjaga Jejak Transaksi

Ketika jejak transaksi akan berubah dari dokumen fisik menjadi format elektronik, suatu entitas bisnis harus lebih berkonsentrasi pada pemisahan tugas dan wewenang dan harus mengembangkan aplikasi komputer untuk mencatat dan menjaga jejak transaksi ini untuk mendukung penolakan dan cross check kedepan. Secara umum, prosedur yang efektif pada pengendalian dan pemeliharaan jejak transaksi meliputi:

a. Menciptakan dan mendesain logs transaksi dalam format yang tepat untuk memproses catatan dan transaksi yang gagal, pengakuan pembeli-penjual, dan pemisahan waktu pemrosesan.

b. Menggunakan total pengendalian batch ketika transaksi diaktifkan atau diterima dan mengembangkan selama pencatatan atau sistem monitoring paralel untuk memastikan kelengkapan dan keakuratan jejak transaksi.

Auditing E-Commerce: ……. (Saring Suhendro)

97

3. Pengendalian Keamanan Tandatangan Elektronik

Tandatangan elektronik tidak hanya melayani yang memastikan validitas jejak transaksi, tetapi juga sebagai bukti transaksi antara penjual dan pembeli. Karena pentingnya hal itu bagi transaksi bisnis, public dan private key untuk tandatangan elektronik harus menjaga dengan cara yang berbeda dari aset umum. Lebih khusus lagi, perlindungan private key harus terpisah dari proses persetujuan dan pengesahan keseluruhan karena private key seharusnya hanya digunakan untuk menandai dokumen digital atau membuka amplop digital ketika transaksi telah disetujui dan disyahkan. Oleh karena itu, berdasarkan prinsip pemisahan tugas, perlindungan private key seharusnya terpisah dari pencatatan dan pelaksanaan transaksi. Secara umum, tanggung jawab manajemen kunci dapat dibagi menjadi cara-cara berikut:

a. Manajer yang berwenang pada persetujuan transaksi harus bertanggung jawab untuk melindungi private key

b. Manajer yang berwenang pada pelaksanaan transaksi harus bertanggung jawab mengamankan algoritma encryption dan decryption.

4. Pengendalian Keamanan pada Program Aplikasi dan Software

Untuk mengatasi keamanan aplikasi transaksi pada internet, perusahaan mengadopsi teknik pengendalian seperti firewall atau pengendalian end-to-end lain untuk menghindari pelaksanaan yang tidak tepat atau perusakan program dan software aplikasi ini. Sedangkan untuk masalah pengendalian akses, banyak aplikasi yang providers gunakan yaitu Java applets atau program eksternal lainnya dengan common gateway interface (CGI). Secara umum, prosedur pengendalian kunci dalam sistem pemrosesan transaksi perusahaan dan sistem informasi manajemen harus meliputi:

a. Pengendalian software/hardware, pengendalian manajemen jaringan, dan pengendalian akses ke database

b. Perangkat firewall, virus check

c. Pengujian software dan aplikasi yang didistribusikan dalam internet

5. Pengendalian Internet Service Providers (ISP)

Kebanyakan ISP menyediakan pengendalian otomatis dalam recovery kerusakan data, perlindungan atas data yang hilang, dan pengecekan kesalahan. Tergantung pada luasnya jasa yang disediakan oleh ISP, dua pertimbangan yang harus diambil ke dalam akun:

a. Auditor harus mempertimbangkan menyediakan format laporan dari spesialis pihak ketiga yang memastikan kecukupan dan validitas pengendalian jaringan pada sistem ISP.

b. Auditor harus memperhatian pada jasa keberlanjutan ISP seperti kasus bencana alam dan ketetapan kerahasiaan.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

98

6. Point Pengendalian Preventive Awal

Dalam lingkungan EC, pengendalian preventive seperti pada pengendalian deteksi tradisional harus melekat pada sistem pemrosesan transaksi. Yang lebih penting lagi, EC menyebabkan poin pengendalian terjadi lebih awal dari sebelumnya. Dalam perusahaan perdagangan, sebagai contoh, pengendalian pada pembayaran akun utang harus dipenuhi dengan rekonsiliasi invoice pemasok secara otomatis dengan voucher yang dihasilkan oleh sistem acquisition perusahaan. Perusahaan lalu membayar didasarkan pada persetujuan mitra dagang yang telah dibangun dalam aplikasi komputer yang pada gilirannya pemberian tanda ‘PAID’ secara otomatis pada voucher.

V. PENGUMPULAN BUKTI AUDIT

Selama mengaudit laporan keuangan dalam lingkungan e-commerce, auditor menghadapi masalah tentang perolehan jejak transaksi elektronik dengan tandatangan digital dari banyak sumber (misalnya remote download dalam arsitek server klien). Dalam menentukan transmisi dan keontetikan transaksi elektronik dan permintaan untuk laporan keuangan yang tepat waktu memerlukan teknik dan alat yang membantu dalam proses pelaksanaan pengumpulan bukti audit.

Pengumpulan bukti yang dapat dipercaya pada sistem komputer lebih kompleks daripada pengumpulan bukti yang dapat dipercaya pada sistem manual. Auditor membandingkan perbedaan dan tingkat kompleksitas teknologi pengendalian internal yang tidak ada pada sistem manual. Kesulitan bagi auditor untuk memahami teknologi pengendalian adalah tidak mudah karena hardware dan software berkembang dengan cepat. Kondisi tersebut membuat auditor sulit dalam mengumpulkan bukti yang dapat dipercaya dari pengendalian. Setelah menilai risiko pengendalian, auditor mengumpulkan bukti yang cukup untuk mendukung pendapatnya.

Jejak dalam kertas dan kontrol check point menjadi standar untuk sebuah perusahaan audit yang sekarang menggunakan formulir elektronik. Jika metode tradisional dalam menguji kontrol secara terus menerus yang digunakan, risiko signifikan mungkin tidak diketahui. Ketika persetujuan terjadi dengan sistem informasi lanjutan, auditor mungkin tidak bisa mengurangi risiko deteksi awal ke level yang bisa diterima untuk substantive test. Standar auditing meminta ketika klien menggunakan teknologi untuk memproses data pada infrastruktur teknologinya untuk diaudit. Pengujian pengendalian yang mendalam meliputi firewalls, encrypsi pada informasi yang sensitif, password dan keontetikan pada gambar elektronik (Helms dan Mancino, 1998).

Pada saat pelaksanaan auditing, auditor dapat menggunakan alat bantu berupa software audit. Software audit mampu memeriksa, menganalisa, dan menyeleksi sangat banyak data dan kapabel mengembangkan efektifitas audit dan efisien. Software audit yang dapat digunakan oleh akuntan publik adalah sebagai berikut:

a. Accounting software

Meliputi ABS accounting, ACCPAC 2000 business works, CYMA accounting, CYMA PAS +, DAC Easy, Great plains dynamics, LIBRA signature, LIBRA

Auditing E-Commerce: ……. (Saring Suhendro)

99

perspektive, Macola progression series, M>A>S 90 evaluation/2, one-write plus, Peachtree, Platinum series accounting, ready-to-run accounting, real world accounting, SBT pro series, Solomon series.

b. Spreadsheet software

Mencakup program-program seperti commander prism, DS LAB, Excel, Improv, Express, Focus, IFPS, Javelin plus, SAS, Statistic SPSS.

c. Data-Base Management system software

Mencakup program-program Acces, Dbase, Fox Pro, Oracle, Paradox.

d. Expert system software

Mencakup program-program EXSYS, KDS, Level-5, OPS 5, Personal consultant, Visual expert, VP-expert, First class fusion.

e. Neural network software

Terdiri dari program-program model quest, autonet, brainmaker, neural works professional.

f. Wordprocessing software

Terdiri dari program-program MS word, professional write plus, word perfect, word pro.

VI. VALIDASI BUKTI AUDIT ELEKTRONIK

Komite praktik audit internasional (1991) dalam Chien-Chih Yu et al.(2000) menyebutkan bahwa penggunaan komputer akan menghasilkan rancangan sistem yang memberikan bukti yang kurang kelihatan daripada menggunakan prosedur manual. Sistem ini mungkin dapat diakses oleh sejumlah orang dalam jumlah yang lebih banyak.

Karakteristik sistem yang merupakan hasil dari sifat pemrosesan computer information system meliputi:

a. Tidak adanya dokumen masukan.

Data dimasukkan secara langsung kedalam sistem komputer tanpa adanya dokumen pendukung. Dalam beberapa sistem transaksi on-line, bukti tertulis dari data individual masuk dengan otorisasi (seperti persetujuan untuk entry pemesanan) mungkin diganti dengan prosedur lain, seperti pengendalian otorisasi yang diisi dalam program komputer (contoh: pemgesahan batas kredit).

b. Tidak adanya jejak traksaksi (transaction trail)

Data tertentu dijaga hanya pada file komputer. Dalam sistem manual, data secara normal mengikuti transaksi melalui sistem dengan dokumen sumber, books of account, records, file dan laporan-laporan. Dalam lingkungan computer information system jejak transaksi terpisah dalam bentuk mesin yang dapat dibaca, dan hanya ada pada periode waktu yang terbatas.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

100

c. Tidak adanya keluaran yang dapat dilihat dengan mata

Transaksi atau hasil pemrosesan tertentu tidak dicetak. Dalam sistem manual, dan dalam computer information system secara normal dilakukan secara visual hasil pemrosesan. Dalam computer information system, hasil pemrosesan tidak dicetak, atau hanya ringkasan data yang dicetak. Jadi, kurangnya output yang kelihatan merupakan hasil dalam perlunya akses data dipertahankan dalam file yang dapat dibaca oleh komputer.

d. Kemudahan mengakses data dan program komputer

Data dan program komputer dapat diakses dan dirubah pada komputer melalui penggunaan peralatan komputer dari jarak jauh. Karena itu, dengan tidak adanya pengendalian yang memadai, akan meningkatkan potensi akses-akses yang tidak terotorisasi yang mengubah data dan program oleh seseorang yang berada di dalam maupun yang berada di luar perusahaan.

Masalah bukti audit, dalam lingkungan elektronik masalah dasar akuntansi dalam lingkungan elektronik adalah validitas, kelengkapan, dan integritas catatan akuntansi. Konsep audit dan pengendalian internal yang relevan adalah pemisahan tugas, keamanan informasi, dan teknik untuk memperbaiki kesalahan. Dalam lingkungan e-commerce tujuan yang diinginkan dalam bukti audit tidak berbeda dari bentuk bukti tradisional, tetapi yang dibedakan adalah perlunya pengendalian internal atas validitasnya. Kompetensi bukti elektronik biasanya tergantung pada efektivitas pengendalian internal terhadap validitas dan kelengkapannya (Nearon, 2000).

Auditing Procedure Study memberikan kepada auditor dengan non-authoritative guidance untuk menerapkan SAS No. 80. Pada tabel 1 disajikan perbandingan antara bukti audit tradisional dengan bukti audit elektronis. Auditor internal harus melakukan evaluasi atas masalah-masalah kunci berkenaan dengan hal-hal berikut, yaitu:

a. Informasi elektronis sebagai bukti yang kompeten

Untuk memverifikasi kompetensi bukti, auditor harus mempertimbangkan validitas, kelengkapan, dan atribut lainnya. Apabila ditemui adanya pengendalian yang lemah, auditor harus mempertimbangkan untuk menggunakan pendekatan tradisional.

b. Keberadaan bukti elektronis

Penyajian informasi elektronis yang sama dapat mengambil bentuk yang berbeda, disini auditor harus melakukan prosedur yang sesuai untuk meyakinkan konsistensi penyajian dan mempertimbangkan gambaran yang lebih luas, karena semua informasi mungkin tidak tersedia pada satu tampilan. Auditor harus memahami bagaimana bukti elektronis diperoleh dan menguji konsistensi penyajiannya.

Auditing E-Commerce: ……. (Saring Suhendro)

101

c. Kompetensi alat yang digunakan untuk mengakses bukti elektronis

Alat yang digunakan untuk mengakses bukti elektronik harus diuji dengan baik dan diperiksa kemungkinan adanya logical error. Teknik audit berbantuan komputer dapat memperluas kemampuan dalam menganalisis data dan mengenali pola.

d. Definisi kesalahan

Bukti elektronis memungkinkan bagi perubahan yang tidak terdeteksi yang meningkatkan audit risk termasuk kesalahan pengiriman atau adanya manipulasi data yang disengaja.

e. Capaian atas pengendalian yang melekat

Deteksi kesalahan ditujukan pada perubahan yang diharapkan tidak yang terjadi pada data. Pengujian tradisional atau alternatif atas pengendalian dapat dilakukan untuk bukti yang tidak timbul dengan transaksi.

Tabel 1. Perbandingan antara bukti tradisional dan bukti elektronis

Atribut Bukti Tradisional Bukti elektronis Kesulitan untuk

dirubah Sulit dirubah dan dimungkinkan untuk mendeteksi perubahan ini dalam pekerjaan audit normal

Lebih mudah untuk dilakukan perubahan dan lebih sulit dideteksi. Oleh karena itu, efektifitas internal control memainkan peranan yang penting dalam mendeteksi perubahan tertentu dalam bukti elektronis

Kekuatan kredibilitas

Paper document mempunyai tingkat kredibilitas yang tinggi

Kredibilitas bukti elektronis tergantung efektifitas struktur pengendalian intern

Kelengkapan dokumen

Paper evidence memasukkan semua persyaratan transaksi penting

Pemrosesan elektronik dapat menyembunyikan bukti-bukti dengan kode atau dengan cross refference ke data fields lainnya

Bukti pengesahan (approval)

Pengesahan pada paper evidence adalah penting dan jelas ditampilkan pada dokumen original

Pengesahan bukti elektronis mungkin tidak jelas dan dapat dilakukan dengan menekan salah satu tombol pada keyboard

Kemudahan untuk digunakan

Paper evidence tidak memerlukan alat khusus untuk digunakan dalam mengevaluasi dan memahami bukti

Bukti elektronis mungkin memerlukan pengetahuan tentang teknik data extraction untuk mengevaluasi dan memahami bukti

Kejelasan Paper evidence biasanya jelas dan akan menghasilkan kesimpulan yang sama apabila digunakan oleh pembaca yang berbeda

Bukti elektronis tidak jelas dan dapat mengakibatkan kesimpulan yang berbeda oleh beberapa auditor tergantung pada prosedur yang digunakan dan pengendalian yang diimplementasikan

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

102

VII. CONTINUOUS AUDITING

7.1 Definisi Continuous Auditing

Rezaee et al. (2001) mendefinisikan Continuous auditing sebagai “proses yang sistematis dari pengumpulan bukti audit elektronik sebagai dasar yang reasonable untuk mengeluarkan opini tentang kewajaran pelaporan keuangan yang disiapkan dengan real-time accounting system dan paperless.”

Helms dan Mancino (1996, 21) menyatakan, “continuous auditing secara historis berarti penggunaan software untuk mendeteksi eksepsi yang spesifikasi dari seorang auditor untuk semua transaksi yang diproses secara real-time atau pada lingkungan yang real-time. Eksepsi ini mungkin diinvestigasi segera atau ditulis pada log auditor untuk pekerjaan berikutnya.”

7.2 Membangun Kapabilitas Continuous auditing

Secara imperative, software dan tool auditing digunakan untuk perolehan data, transformasi data, dan pengujian audit dan pelaporan yang dapat digunakan oleh semua pihak yang membutuhkan. Untuk membangun continuous auditing capability maka perlu mengembangkan aplikasi yang menggunakan beberapa tipe software untuk menangani perolehan data yang beragam.

Continuous auditing flow dimana dalam fase ini dibedakan dalam beberapa fase yang beragam dalam mengembangkan continuous auditing capability, yaitu: (1) menentukan tujuan audit dan deskripsi pengendalian internal, (2) memahami aturan bisnis yang tersedia untuk data. Setiap meningkatnya teknologi informasi dan penggunaan electronic commerce mengharuskan seorang auditor untuk memperoleh bukti-bukti secara elektronik dan termasuk, mendorong profesi akuntan untuk membuat konsep bersama dari bukti-bukti audit menjadi standar yang profesional (3) mengidentifikasi bisnis kunci manajer data dari grup sistem (4) memperoleh definisi data/struktur file (5) mengidentifikasi elemen data yang akan diaudit (6) menetapkan akses data/otorisasi (7) mengekstrak data berdasarkan atas tujuan audit (8) menentukan audit meta data (9) loading data audit dan kos audit dan (10) eksekusi tes-tes audit/membuat pengecualian pelaporan (Rezaee et al., 2001)

Auditor independen harus mempertimbangkan ketersediaan data dalam electronic form dan implikasinya untuk menentukan keluasan pengendalian pengujian dan kewajaran, waktu, dan keluasan substantive test. Setiap peningkatan teknologi informasi dan penggunaan e-commerce mengharuskan seorang auditor untuk memperoleh bukti-bukti secara elektronik dan mendorong profesi akuntan untuk membuat konsep bersama dari bukti-bukti audit menjadi standar yang profesional.

Hal yang paling umum digunakan pada CATTs untuk melakukan pengujian atas efektivitas dari struktur pengendalian internal, yaitu (Rezaee et al., 2001):

1. Tes data atau fasilitas tes yang terintegrasi (integrated test facilities –ITF) yang menentukan apakah RTA system telah melakukan proses dari transaksi yang valid dan invalid secara benar dan memverifikasi proses dengan benar dan lengkap.

Auditing E-Commerce: ……. (Saring Suhendro)

103

2. Mereplikasi simulasi paralel dari beberapa bagian sistem aplikasi klien untuk mengakses efektivitas dari aktivitas-aktivitas pengendaliannya.

3. Concurrent processing audit modules dihubungkan langsung dengan aplikasi komputer yang penting untuk menyeleksi dan memonitor processing data secara berkelanjutan. Concurrent audit techniques seperti the snapshot approach and systems control and audit review facilitiy (SCARF) diharapkan untuk menerima perhatian yang meningkat dan penggunaan Continuous auditing dalam melakukan pengujian atas efektifitas dari struktur pengendalian internal klien.

4. Continuous and intermittent simulation (CIS) digunakan untuk menseleksi transaksi-transaksi selama proses untuk review audit dan menyediakan online auditing capability.

Pada real-time accounting systems, the paper-based audit trail yang merupakan dokumen dari suatu peristiwa dalam suatu proses transaksi sering tidak tersedia. Ketika audit trail ini tidak tersedia, Continuous auditing mengumpulkan bukti secara bersamaan dengan pemrosesan transaksi yang terjadi secara elektronik tersebut. CAATs yang dapat digunakan pada Continuous auditing, seperti ITF, yang umum digunakan pada lingkungan audit EDP dan dapat ditemukan pada literatur teknologi audit EDP tradisional (misalnya: Warren et al. 1996; Kanter 2001). Pendekatan ITF mengharuskan membuat subsistem kecil dengan file sistem aplikasi klien untuk membandingkan proses audit pengujian data yang berlawanan dengan data klien sebagai maksud untuk memverifikasi proses ke-ototentikan, akurasi dan kelengkapan. SCARF adalah metode yang dibangun kedalam program pemrosesan data untuk membuat prosedur pengujian yang berkelanjutan menurut kriteria audit yang diseleksi seperti batasan khusus dan kelayakan. Tekhnik ini mengharuskan untuk membuat modul software audit terkait dengan aplikasi klien untuk menyediakan monitoring yang berkelanjutan dari sistem memrosesan transaksi.

Data captured pada aplikasi continuous auditing dapat diperoleh pada audit data mart untuk menguji dan menganalisa. Data mart adalah konsep yang terkenal dalam penggudangan data (data warehousing) dan data mining literature. Data warehousing mengintegrasikan data dari semua sistem aplikasi yang ada pada organisasi. Data mart adalah subjek kecil dari data warehousing yang berfokus hanya pada satu area fungsional saja (misalnya: accounting atau marketing) dan kemudian mengintegrasi data melalui jumlah yang terbatas dari sistem aplikasi (David dan Steinbart 1999). Penggunaan model audit data warehousing, informasi tentang ekstrak data (misalnya: hubungan ke tabel sumber, menseleksi kolom), transformasi data (misal: appending, renaming, labeling, sorting), dan pengujian audit (misal: menerapkan skenario pengujian), ditempatkan pada meta data audit.

Audit data mart dibuat untuk unit bisnis yang melakukan 3 fase umum yaitu: extract, transform, dan load (ETL). Tahap terakhir dalam konstruksi automated continuous auditing capability adalah membangun pengujian audit yang terstandarisasi yang terletak dalam audit data mart. Pengujian ini dilakukan secara berkelanjutan atau sesuai interval waktu (misalnya harian, mingguan, bulanan) dan secara otomatis bersamaan

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

104

dengan bukti audit dan melakukan laporan pengecualian untuk review auditor dan pertimbangannya.

VIII. KESIMPULAN

E-commerce telah menjadi alat yang penting sejak perusahaan menggunakan internet untuk melakukan bisnisnya. Perkembangan teknologi ini membawa perubahan pada risiko-risiko audit, pengendalian internal, dan pelaksanaan audit pada laporan keuangan suatu perusahaan. Perubahan-perubahan tersebut memberikan tantangan baru bagi profesi akuntan baik auditor internal maupun auditor eksternal.

Perubahan dalam lingkungan bisnis dan audit, dimana laporan tahunan tradisional dan laporan audit konvensional yang biasa diterbitkan, mungkin tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan users akan laporan keuangan organisasi. Sehingga, Real-time accounting systems, electronic financial reports dan continuous auditing haruslah menjadi perhatian oleh komunitas akuntansi dan bisnis.

Peningkatan teknologi menyarankan bahwa perubahan penyajian laporan keuangan manual menjadi real-time pada sensitifitas pada data keuangan, akan memberikan tekanan pada auditor untuk meng-up-date teknik auditnya dan dibutuhkan skill yang memadai bagi para auditor-auditor (computer information system auditor) dalam melakukan proses auditing, sehingga terlihat kemajuan teknologi juga diimbangi dengan monitoring yang tepat untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi pengguna laporan keuangan

DAFTAR PUSTAKA

Abu-Musa, Ahmad A. 2004. “Auditing E-Business: New Challenges for External Auditor.” The Journal of American Academy of Business: hal. 28-41.

Albrecht, S., dan R. Sack. 2000. Accounting Education: Charting the Course through a Perilous Future. Accounting Education Series. Sarasota, FL; American Accounting Association.

Attaway Sr, Morris C. 2000. “What Every Auditor Needs to Know about E-Commerce.” The Internal Auditor: hal. 56-60. Edisi Juni.

Burr, Tom., Michael Gandara, dan Kathy Robinson. 2002. “E-commerce: Auditing the Rage.” The Internal Auditor: vol. 59, hal. 49-55.

Cavusgil, Tamer. 2002. “Extending the Reach of E-Business.” Marketing Management: Chicago, Mar/Apr 2002, vol. 11, hal. 24-29.

David, J. S., dan P. J. Steinbart. 1999. “Drawing in Data.” Strategic Finance: hal. 30-36.

Helms, Glenn L., dan Jane Mancino. 1998. “The Electronic Auditor.” Journal of Accountancy: hal. 45-48. Edisi April.

Indrajit, Richardus Eko. 2000. Manajemen Sistem Informasi dan Teknologi Informasi. Elex Media Komputindo: hal. 7-17.

Auditing E-Commerce: ……. (Saring Suhendro)

105

Kalakota, R. 1996. “Manager’s Guide to Electronic Commerce: Addison-Wesley. Defining Electronic Commerce.” EDICAST: periode Februari/Maret: hal. 5.

Nearon, Bruce H. 2000. “Auditing E-business.” The CPA Journal: Vol. 70, hal. 22-26.

Rezaee, Zabihollah., Ahmad Sharbatoghlie, Rick Elam, dan Peter L. McMikle. 2002 “Continuous auditing: Building Automated Auditing Capability.” A Journal of Practice and Theory: Vol. 21. No.1

Wilkinson, Joseph W., Michael J. Cerullo., Vasant Raval, dan Bernard Wong-on-Wing. 2000. Accounting Information System: Essential Concepts and Application. Fourth Edition. John Wiley & Sons Inc., New York.

Yu, Chien-Chih., Hung-Chao Yu, dan Chi-Chun Chou. 2000. “The Impact of Electronic Commerce on Auditing Practice: An Auditing Process Model for Evidence Collection and Validation.” International Journal of Intelligent System in Accounting, Finance & Management: hal. 195-214.

Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness Dalam Meningkatkan Cost Effective Pada Pabrik Pengolahan

Kelapa Sawit Oleh :

Yulia Saftiana8, Ermadiani9, R. Weddie Andriyanto10

ABSTRACT

Nowadays, in global business, company’s capability in doing advance improvement to create goods and services to satisfy customers will affect company’s existence. In order to do advance improvement, the company has to connect their activities to customers needs. So, the performance measurement should be changed from efficiency and productivity to cost effectiveness. Cost effectiveness is a measurement to see the effectiveness of organization’s sources that use to do value added activities that supply out put needed by the customers. Cost effectiveness is counted by using Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE). MCE is a measurement that shows the percentage of value added activities in an activity that held to create a value for the customers. Using MCE, user will find out the way to decrease the production cost. Finally, company’s effectiveness and performance can be increased trough activity improvement to reach cost effectiveness.

Keywords : Manufacturing cycle effectiveness, cost effective.

PENDAHULUAN

Globalisasi ekonomi menuntut setiap perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya. Pada lingkungan bisnis yang kompetitif, daya saing perusahaan dapat dibangun jika perusahaan memiliki keunggulan tertentu dibandingkan dengan pesaing. Keunggulan daya saing perusahaan dapat dibangun salah satunya melalui produksi produk dan jasa secara cost effective.

Untuk mendapatkan biaya produksi yang cost effective dan menghasilkan produk yang bermutu tinggi, diperlukan suatu informasi biaya yang dapat menggambarkan konsumsi sumber daya dalam proses pembuatan produk. Suatu proses disebut cost effective jika dalam proses produksi, sumber daya hanya dikonsumsi untuk menjalankan value added activities. Untuk mengurangi biaya, manajemen harus melakukan pengelolaan terhadap

8 Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unsri 9 Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unsri 10 Dosen Jurusan Akuntansi, FE Unila

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

108

penyebab timbulnya biaya. Aktivitas merupakan penyebab timbulnya biaya. Manajemen harus melakukan penilaian seberapa besar cost effective berbagai aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan value bagi customer.

Cost effectiveness ini dihitung dengan membandingkan processing time dengan cycle time yang dikenal dengan istilah Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE). MCE merupakan ukuran yang menunjukkan persentase value added activities yang terdapat dalam suatu aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan value bagi customer. Dengan MCE dapat diukur seberapa besar non value added activities dikurangi dan dihilangkan dari proses pembuatan produk. Dengan analisis MCE, kinerja perusahaan dan efektivitas ditingkatkan melalui perbaikan aktivitas yang bertujuan untuk mencapai cost effectiveness. Dengan analisis MCE, keputusan dibuat sebagai langkah untuk menurunkan biaya produksi (cost reduction).

Di Sumatera Selatan terdapat berbagai jenis perusahaan yang menghasilkan produk, dan perusahaan yang bergerak dalam bidang agroindustri pengolahan kelapa sawit yang menghasilkan Crude Palm Oil (CPO) mendominasi jumlah perusahaan yang ada. Potensi kelapa sawit di Sumatera Selatan terus berkembang, di era tahun 1990 perusahaan besar yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit terus tumbuh di provinsi ini karena potensi lahan dan kesuburan tanah yang cocok untuk habitat kelapa sawit.

Bahan baku yang digunakan dalam menghasilkan crude palm oil (CPO) dan palm kernel (PK) adalah tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit. Dalam proses produksi, Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) membutuhkan bahan baku utama yang berupa tandan buah segar yang didapat dari kebun kelapa sawit milik perusahaan sendiri (inti) dan kebun kelapa sawit rakyat binaan perusahaan (plasma) maupun kebun kelapa sawit masyarakat umum. Asal bahan baku (TBS) dan kondisi musim mempengaruhi harga tandan buah segar. Namun harga tandan buah segar (TBS) juga dipengaruhi oleh rendemen (kandungan minyak) hasil produksi TBS menjadi crude palm oil (CPO) di PKS tersebut. Komponen lain yang mempengaruhi adalah biaya produksi yang berupa biaya operasional dan tenaga kerja serta harga CPO di pasar.

Produksi kelapa sawit di Indonesia rata-rata berkisar antara 14-16 ton TBS/ha/tahun. Produksi perkebunan kelapa sawit berfluktuasi karena adanya musim penghujan dan musim kemarau. Keadaan ini menyebabkan suplai bahan baku untuk pabrik bervariasi dan menyebabkan pabrik bekerja di bawah kapasitasnya dan biaya untuk memproduksi TBS pada musim kemarau menjadi lebih besar. Lamanya waktu yang digunakan untuk memproduksi TBS akan mempengaruhi kualitas yang dihasilkan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan analisis seberapa efektif aktivitas yang digunakan dalam kegiatan proses produksi kelapa sawit sehingga dapat mencapai cost effective dengan mengangkat judul “ANALISIS MANUFACTURING CYCLE EFFECTIVENESS DALAM MENINGKATKAN COST EFFECTIVE PADA PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT”.

Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)

109

TINJAUAN PUSTAKA

Pergeseran ukuran kinerja ke cost effectiveness

Di lingkungan bisnis global, produsen tidak lagi mengendalikan bisnis. Kemampuan perusahaan sekarang untuk melakukan improvement berkelanjutan terhadap proses yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customer menentukan kelangsungan hidup perusahaan. Untuk itu perlu dilakukan pergeseran ukuran kinerja dari efisiensi dan produktivitas ke cost effectiveness. Salah satu tujuan organisasi yaitu institusi pencipta kekayaan. Menurut Mulyadi (2001:377), untuk mewujudkan tujuan organisasi tersebut, ada tiga kegiatan utama yang harus ditempuh, yaitu :

1. Mendesain produk dan jasa yang menghasilkan value terbaik bagi customers.

2. Memproduksi produk dan jasa secara cost effective.

3. Memasarkan produk dan jasa secara efektif kepada customers.

Menurut Mulyadi (2003:47), “Perubahan kriteria pengukuran kinerja dalam bentuk ukuran non finansial seperti kepuasan konsumen, sumber daya manusia, kualitas produk, dan proses produksi merupakan tuntutan kondisi persaingan, dengan tujuan agar perusahaan dapat bertahan dalam jangka panjang”. Pengukuran kinerja dapat pula dilakukan terhadap data-data non finansial yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas dalam menghasilkan kuantitas, kualitas produk dan kepuasan konsumen. Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk mencapai efektivitas biaya (cost effectiveness) produksi melalui manajemen aktivitas.

Pengelolaan aktivitas ini telah mendorong perubahan pada alat ukur kinerja yang dibangun berdasarkan konsep efektivitas biaya (cost effectiveness) yang melibatkan pengukuran aktivitas-aktivitas manufaktur perusahaan dalam memenuhi kepuasan konsumen. Pergeseran ukuran kinerja mengakibatkan dibutuhkannya informasi tentang aktivitas yang memampukan personel dalam melakukan pengelolaan terhadap aktivitas sehingga memberdayakan personel untuk meningkatkan cost effectiveness yang digunakan untuk melayani customer.

Definisi Cost Effectiveness

Menurut Mulyadi (2003:245), “Cost Effectiveness adalah ukuran seberapa efektif sumber daya organisasi dimanfaatkan untuk melaksanakan value added activities dalam menghasilkan keluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan customer”. Menurut Mulyadi (1998:3) konsep tersebut adalah sebagai berikut :

“Konsep cost effectiveness dilandasi oleh customer value mindset. Mindset ini memfokuskan usaha manajemen untuk menghasilkan keluaran yang mampu memuaskan kebutuhan customer. Dalam customer value mindset, kebutuhan customer-lah yang memicu berbagai aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan keluaran. Konsep cost effectiveness memasukkan komponen customer dalam hubungan antara masukan, proses, dan keluaran. Di

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

110

samping itu, konsep cost effectiveness dilandasi oleh continuous improvement mindset, sehingga proses dapat dianalisis dan dilakukan improvement terhadapnya.”

Gambar 1 : Konsep Cost Effectiveness

Cost Effectiveness Cost Effectiveness

Proses

Cost Ineffectiveness Cost Ineffectiveness

Sumber : Mulyadi, Sistem perencanaan & pengendalian manajemen, 2001, h.381.

Menurut Mulyadi (2001:615), “Efektifitas biaya dipandang sebagai suatu rencana jangka panjang untuk menekan biaya produksi dengan jalan melakukan analisa aktivitas, perbaikan value added activity, dan menghilangkan non value added activity yang dilakukan secara terus menerus sepanjang perusahaan masih melakukan kegiatan usaha”. Manajemen harus dapat mengidentifikasikan value added activities dan non value added activities dalam pembuatan produk, sehingga memungkinkan manajemen melakukan pengelolaan aktivitas untuk menghasilkan pengurangan biaya secara signifikan bagi kepentingan customer.

Menurut Mulyadi (2001:379), “Value added activities merupakan aktivitas yang ditinjau dari pandangan customer menambah nilai dalam proses pengolahan masukan menjadi keluaran”. Value added activities tidak dapat dihilangkan tanpa mengurangi kuantitas atau kualitas. Menurut Lalu Sumayang (2003:325), “Value added merupakan sebuah metode pabrikasi yang berusaha menghilangkan pemborosan pada proses”. Sedangkan menurut Mulyadi (2001:379), “Non value added activity adalah aktivitas yang dari pandangan customer tidak menambah nilai dalam proses pengolahan masukan menjadi keluaran. Suatu falsafah operasi yang berlaku di seluruh perusahaan untuk menghilangkan pemborosan adalah mengidentifikasi dan mengeliminasi aktivitas yang tidak bernilai tambah”. Aktivitas yang tidak memberi nilai tambah ini merupakan peluang bagi perusahaan untuk mengurangi biaya tanpa mengurangi kepuasan yang

Masukan

Aktivitas Penambah Nilai

Aktivitas Bukan Penambah Nilai

Keluaran

Customer

Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)

111

akan diterima oleh konsumen. Biaya-biaya yang ditimbulkan oleh aktivitas yang tidak memberi nilai tambah hanya dianggap sebagai biaya yang inefektif (cost ineffectiveness) bagi produsen.

Analisis Aktivitas

Dalam melakukan analisis efektivitas biaya (cost effectiveness) yang menjadi pokok utama pembahasan yaitu aktivitas. Aktivitas yang efektif dalam suatu proses produksi merupakan aktivitas yang menambah nilai (value added activity). Dengan analisis aktivitas dapat diketahui apakah suatu aktivitas tergolong penambah atau bukan penambah nilai. Analisis aktivitas yaitu mengidentifikasi dan mendeskripsikan aktivitas-aktivitas dalam organisasi. Menurut Mulyadi (2001: 602) : ”Analisa aktivitas mencakup penentuan aktivitas-aktivitas apa yang dilakukan dalam suatu departemen, berapa banyak orang yang melaksanakan aktivitas, berapa banyakkah waktu yang orang tersebut gunakan untuk melaksanakan aktivitas, sumber daya apa yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas, data operasional apa yang paling baik merefleksikan kinerja dari aktivitas dan nilai apa yang dimiliki aktivitas untuk organisasi”.

Identifikasi Aktivitas-Aktivitas

Aktivitas dalam proses produksi manufaktur pada umumnya terdiri dari lima kelompok besar aktivitas, yaitu processing activity, inspection activity, moving activity, waiting activity, serta storage activity. Dalam proses pembuatan produk diperlukan cycle time yang merupakan keseluruhan waktu yang diperlukan untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi. Cycle time ini terdiri dari :

• Waktu Proses (Processing Time)

Processing time merupakan seluruh waktu yang diperlukan dari setiap tahap yang ditempuh oleh bahan baku, produk dalam proses hingga menjadi barang jadi. Tidak semua waktu yang ditempuh dari bahan baku hingga ke produk jadi tersebut mutlak merupakan processing time.

• Waktu Inspeksi (Inspection Time)

Menurut Mulyadi (2001:624), “Inspection time merupakan keseluruhan waktu yang dikonsumsi oleh aktivitas yang bertujuan untuk menjaga seluruh produk yang diproses tersebut dapat dihasilkan sesuai dengan standar yang ditetapkan”. Aktivitas ini merupakan aktivitas pengawasan untuk menjamin bahwa proses produksi telah dilakukan dengan benar walaupun kenyataannya tidak ada nilai tambah terhadap produk yang akan diterima konsumen.

• Waktu Pemindahan (Moving Time)

Menurut Mulyadi (2001:624), “Waktu pemindahan adalah aktivitas yang menggunakan waktu dan sumber daya untuk memindahkan bahan baku, produk dalam proses, dan produk jadi dari satu departemen ke departemen yang lain”. Waktu pindah tertentu dalam setiap proses produksi memang diperlukan, namun pengurutan yang benar kegiatan-kegiatan dan tugas-tugas serta penerapan teknologi otomasi dapat menghilangkan waktu pemindahan secara signifikan.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

112

• Waktu Tunggu (Waiting Time)

Menurut Mulyadi (2001:624), “Waktu tunggu adalah aktivitas yang di dalamnya bahan baku dan produk dalam proses menggunakan waktu dan sumber daya dalam menanti proses berikutnya”. Apabila dalam waktu menunggu ini memerlukan sumber daya maka biaya yang ditimbulkan akibat penggunaan sumber daya tersebut merupakan biaya bukan penambah nilai karena manfaatnya tidak dirasakan oleh konsumen.

• Waktu Penyimpanan (Storage Time)

Menurut Mulyadi (2001:624), “Penyimpanan adalah aktivitas yang menggunakan waktu dan sumber daya, selama produk dan bahan baku disimpan sebagai sediaan”. Waktu penyimpanan ini diakibatkan proses penyimpanan baik itu bahan baku sebelum akhirnya dimulai proses produksi ataupun barang jadi yang disimpan di dalam gudang sebagai persediaan.

Definisi Manufacturing Cycle Effectiveness

Ukuran efektivitas proses produksi dihitung dengan membandingkan processing time dengan cycle time yang dikenal dengan istilah Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE). Menurut Mulyadi (2003:245), Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE) adalah : “Alat analisis atas aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan oleh perusahaan dalam melakukan proses produksi. MCE merupakan ukuran yang menunjukkan persentase value added activities yang terdapat dalam suatu aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan value bagi customer. Dengan MCE dapat diukur seberapa besar non value added activities dikurangi dan dihilangkan dari proses pembuatan produk”.

MCE merupakan alat analisis terhadap aktivitas-aktivitas produksi, misalnya berapa lama waktu yang dikonsumsi oleh suatu aktivitas mulai penanganan bahan baku, produk dalam proses hingga produk jadi (cycle time). Manufacturing Cycle Effectiveness dihitung dengan memanfaatkan data cycle time atau throughput time yang telah dikumpulkan. Pemilah-milahan cycle time dapat dilakukan dengan melakukan activity analysis. Cycle time ini terdiri dari value added activities dan non value added activity. Value added activity yaitu processing time dan non value added activities yang terdiri dari inspection time, moving time, waiting time, dan storage time.

Menurut Amin Widjaja T (2000:16), formula cycle time yang digunakan untuk menghitung cycle effectiveness adalah :

Cycle time = processing time + waiting time + moving time + inspection time + strorage time

Manufacturing Cycle Effectiveness = Processing Time Cycle Time

Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)

113

Dengan analisis Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE), kinerja perusahaan dan efisiensi ditingkatkan melalui perbaikan aktivitas yang bertujuan untuk mencapai cost effectiveness. Dengan MCE, analisis dilakukan langsung terhadap aktivitas-aktivitas perusahaan yang diformulasikan dalam bentuk data waktu yang dikonsumsi oleh setiap aktivitas. Waktu aktivitas tersebut mencerminkan berapa banyak sumber daya dan biaya yang dikonsumsi oleh aktivitas tersebut dan dapat dijadikan sebagai dasar untuk menilai kinerja dan efektivitas pada perusahaan. Dengan analisis MCE, keputusan dibuat sebagai langkah untuk menurunkan biaya produksi (cost reduction).

Proses produksi yang ideal akan menghasilkan cycle time sama dengan processing time. Jika proses pembuatan produk menghasilkan cycle effectiveness sebesar 100%, maka aktivitas bukan penambah nilai telah dapat dihilangkan dalam proses pengolahan produk, sehingga customer produk tersebut tidak dibebani dengan biaya-biaya untuk aktivitas bukan penambah nilai. Sebaliknya, jika proses pembuatan produk menghasilkan cycle effectiveness kurang dari 100%, berarti proses pengolahan produk masih mengandung aktivitas bukan penambah nilai bagi customer.

Langkah-langkah Untuk Mewujudkan Efektifitas Biaya

Langkah yang dilakukan untuk mengeliminasi aktivitas bukan penambah nilai dan memperbaiki aktivitas bukan penambah nilai ditempuh dengan konsep continuous improvement. Hal ini dilakukan dengan Total Quality Management (TQM) dan Activity Based Management (ABM). Tujuan kedua konsep ini adalah pengembangan yang berkelanjutan (continuous improvement) atas aktivitas-aktivitas baik yang merupakan penambah nilai maupun bukan penambah nilai. Tujuan ini merupakan perencanaan jangka panjang yang harus ditempuh secara bertahap.

Pengelolaan Aktivitas Bukan Penambah Nilai

Menurut Mulyadi (2001:625), cara yang ditempuh untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan aktivitas penambah nilai dan mengurangi serta menghilangkan aktivitas bukan penambah nilai dalam pengelolaan aktivitas adalah :

1. Pemilihan aktivitas (Activity selection)

Pengurangan biaya dapat dicapai dengan melakukan pemilihan aktivitas dari serangkaian aktivitas yang diperlukan untuk melaksanakan berbagai strategi yang kompetitif. Manajemen sebaiknya memilih strategi yang memerlukan lebih sedikit aktivitas dengan biaya terendah.

2. Pembagian aktivitas (Activity sharing)

Pembagian aktivitas terutama ditujukan untuk mengelola aktivitas penambah nilai. Dengan mengidentifikasi aktivitas penambah nilai yang masih belum dimanfaatkan secara penuh dan kemudian memanfaatkan aktivitas tersebut untuk menghasilkan berbagai cost object yang lain, perusahaan akan meningkatkan produktivitas pemanfaatan aktivitas tersebut dalam menghasilkan cost object.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

114

3. Pengurangan aktivitas (Activity reduction)

Pengurangan biaya dapat dicapai dengan mengurangi aktivitas bukan penambah nilaiPengurangan aktivitas merupakan strategi jangka pendek yang ditempuh dalam melakukan improvement terhadap aktivitas.

4. Penghilangan aktivitas (Activity elimination)

Pengurangan biaya dapat dicapai dengan melakukan penghilangan aktivitas bukan penambah nilai. Penghilangan aktivitas merupakan strategi jangka panjang yang ditempuh dalam melakukan improvement terhadap aktivitas.

Tindak Lanjut Analisis MCE Untuk Menghilangkan Aktivitas Bukan Penambah Nilai

Dengan hasil analisis MCE yang dilakukan, maka dapat diketahui persentase dari aktivitas penambah nilai dan aktivitas bukan penambah nilai. Untuk mengendalikan biaya bukan penambah nilai dan penambah nilai tersebut dapat ditempuh dengan perencanaan dan pengendalian terhadap biaya-biaya tersebut. Keberhasilan tersebut dapat dicerminkan pada penurunan biaya-biaya dalam suatu periode tertentu. Menurut Mulyadi (2001:623), ”Untuk mengurangi atau menghilangkan aktivitas bukan penambah nilai, Inspection time dapat dikurangi dengan mengembangkan total quality control dan zero defect manufacturing. Moving time dikurangkan dengan mengembangkan cellular manufacturing. Waiting/storage time dikurangkan dengan mengembangkan just in time inventory system.”

Gambar 2 : Konsep JIT Sebagai Tindak Lanjut Analisa MCE

untuk Menghilangkan Non Value Added Activity

JIT Manufacturing TQC Cellular JIT Zero Defect Manufacturing Zero inventory

Cycle time = Processing time + Inspection + Moving time+ Waiting time

Value added Activity Non value added activity

Sumber : Mulyadi, Sistem Pengendalian dan Perencanaan Manajemen, 2001, h. 623.

Menurut Mulyadi (2001:623), untuk menghilangkan aktivitas-aktivitas bukan penambah nilai (non value added activity) dalam siklus produksi suatu produk, berbagai perusahaan telah mengaplikasikan konsep baru yaitu Just In Time (JIT). Dalam JIT ini

Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)

115

juga dimunculkan berbagai metode baru untuk mendukung tercapainya tujuan JIT yaitu mengurangi waktu siklus proses.

Dengan JIT Manufacturing merupakan usaha untuk mengurangi waktu penyimpanan (storage time) yang merupakan salah satu akibat dari aktivitas bukan penambah nilai bagi konsumen. JIT mempunyai dampak signifikan terhadap tingkat persediaan, tata letak pabrik (plant layout), dan penyediaan jasa pendukung. Dalam Cellular Manufacturing, mesin yang memiliki fungsi yang sama ditempatkan bersama dalam suatu daerah yang disebut departemen atau proses. Mesin-mesin ini disusun sehingga dapat digunakan untuk melaksanakan berbagai operasi yang berurutan. Total Quality Control (TQC) merupakan konsep pengendalian yang meletakkan tanggung jawab pengendalian di pundak setiap karyawan yang terlibat dalam proses pembuatan produk. Konsep pengendalian mutu modern menekankan pada orang, bukan proses, dan karyawan didorong agar berusaha menghasilkan “zero defect” (tingkat kesalahan nol). Dari segi pengendalian dan perencanaan biaya, untuk mendukung pengelolaan aktivitas-aktivitas tersebut dapat diterapkan berbagai alternatif pengelolaan biaya, seperti : Kaizen Costing, Product Life Cycle, Target Costing, dan Activity Based Costing.

PEMBAHASAN

Fungsi produksi menunjukkan sifat perkaitan di antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan. Tingkat produksi suatu barang tergantung kepada jumlah modal, jumlah tenaga kerja, jumlah kekayaan alam dan tingkat teknologi yang digunakan. Menurut Lalu Sumayang (2003:257), dalam usaha memproduksi barang, ada masalah pokok yang harus dipecahkan, yaitu :

• Komposisi faktor produksi yang bagaimana perlu digunakan untuk menciptakan tingkat produksi yang tinggi.

• Komposisi faktor produksi yang bagaimana akan meminimumkan ongkos produksi yang dikeluarkan untuk mencapai satu tingkat produksi tertentu.

Bagi perkebunan kelapa sawit (PKS), alternatif kedua yang akan digunakan, yaitu bagaimana meminimumkan ongkos produksi yang dikeluarkan yang digunakan untuk mencapai satu tingkat produksi. Menurut Yasin (2005:IV-28), hal itu dikarenakan bahan baku utama PKS adalah tandan buah segar (TBS) yang tidak memiliki substitusi dan bahan baku yang berupa tandan buah segar (TBS) tersebut telah tersedia sedangkan kapasitas terpasang pabrik telah ditentukan. Artinya produksi tertingginya telah ditentukan. Untuk melihat seluk beluk kegiatan perusahaan dalam memproduksi barangnya diperlukan analisa ke atas berbagai aspek kegiatan memproduksinya. Asal tandan buah segar (TBS) kebun inti, kebun plasma di lingkungan perusahaan atau kebun masyarakat di luar lingkungan kebun akan mempengaruhi harga tandan buah segar. kondisi alam juga memiliki kecenderungan produksi tandan buah segar, yaitu pada musim penghujan memiliki kecenderungan menuju puncak produksi sedangkan pada musim kemarau akan mengalami penurunan sampai pada tingkat yang menyulitkan dan itu juga tentunya akan mempengaruhi harga tandan buah segar.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

116

Bahan Baku dan Produk yang Dihasilkan oleh Pabrik Kelapa Sawit

Hasil produksi kebun pengolahan kelapa sawit adalah berupa Tandan Buah Segar (Fresh Fruit Bunch/FFB). Kapasitas terpasang PKS perkebunan besar seperti pada PT. Aek Tarum berkisar antara 60 ton TBS/jam sampai 120 ton TBS/jam. Rencana operasi pabrik PKS rata-rata satu tahun adalah : 20 jam/hari x 300 hari/tahun = 6.000 jam/tahun. Dengan demikian rata-rata kebutuhan tandan buah segar untuk mencapai kapasitas pabrik 100% adalah sebanyak 20 x 60 ton TBS/hari = 1.200 ton TBS atau 6.000 x 60 ton TBS/tahun = 360.000 ton TBS/tahun.

Ada dua macam produk atau keluaran dari hasil pengolahan pabrik yaitu minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan inti sawit (Kernel Palm/PK). Bahan baku berupa tandan buah segar kelapa sawit yang akan diolah di pabrik PKS tidak semuanya akan menjadi produk minyak sawit, melainkan sebagian hilang tercecer pada saat perebusan, penebahan, penyulingan, pemisahan biji dan ampas serat, pengambilan inti dan penyimpanan CPO.

Identifikasi dan Klasifikasi Aktivitas pengolahan

Dalam proses pengolahan kelapa sawit, aktivitas pengolahan dimulai dari pemasukkan tandan buah segar ke dalam loading ramp kemudian masuk ke dalam proses produksi pada setiap stasiun hingga akhirnya menjadi crude palm oil (CPO) dan Palm kernel (PK). Dalam proses memperoleh kelapa sawit ini, terdapat berbagai aktivitas baik yang menambah nilai maupun tidak menambah nilai produk.

Aktivitas yang menambah nilai pengolahan crude palm oil terdapat pada proses mulai dari stasiun perebusan sampai dengan stasiun klarifikasi. Sedangkan aktivitas yang menambah nilai pengolahan palm kernel terdapat pada proses mulai dari stasiun perebusan sampai dengan pengeringan kernel. Aktivitas-aktivitas ini memiliki pengaruh terhadap kualitas dan kuantitas crude palm oil dan palm kernel.

Dalam proses pengolahan kelapa sawit ini, aktivitas yang tidak menambah nilai terdapat pada aktivitas di loading ramp, aktivitas pemindahan dari loading ramp ke proses perebusan, aktivitas pemindahan pada proses perebusan ke proses penebahan, dan aktivitas inspeksi/pengawasan yang dilakukan pada setiap proses. Karena aktivitas-aktivitas ini tidak secara langsung mempengaruhi perubahan yang terjadi pada crude palm oil dan palm kernel yang diolah baik kuantitas maupun kualitas yang bermanfaat bagi konsumen. Aktivitas yang tidak menambah nilai ini tetap diperlukan dalam proses pengolahan, karena tanpa aktivitas ini kelancaran proses pengolahan dapat terganggu. Begitu juga dengan aktivitas inspeksi, aktivitas ini berperan sebagai pengawasan mutu dan kelancancaran proses pengolahan.

Aktivitas dalam pengolahan kelapa sawit ini memiliki ketergantungan pada setiap proses atau stasiun pengolahan. Aktivitas hanya dapat dilakukan jika bahan yang diterimanya telah diproses pada stasiun sebelumnya. Begitu juga dengan aktivitas pada setiap proses yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas crude palm oil (CPO) dan palm kernel (PK).

Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)

117

Dalam proses pengolahannya, kelapa sawit melalui beberapa stasiun pengolahan sampai akhirnya menjadi crude palm oil dan palm kernel. Proses dimulai saat tandan buah segar dari stasiun loading ramp dibawa ke stasiun perebusan dengan menggunakan lori. Setelah masuk ke perebusan lori-lori tersebut ditarik dengan menggunakan capstand dan dimasukkan ke stasiun penebahan dengan menggunakan hoisting crane. Lalu dari stasiun penebahan ini, tandan buah segar akan dilumatkan pada stasiun pengadukan dan dipress pada stasiun pengepresan. Dari stasiun pengepresan ini minyak akan masuk ke dalam proses klarifikasi sampai akhirnya masuk ke dalam tangki timbun CPO, sedangkan ampas dan biji akan masuk dalam stasiun pengolahan biji sampai akhirnya disimpan di dalam Bulking silo. Proses pengolahan kelapa sawit ini secara singkat akan digambarkan sebagai berikut :

Gambar 5 : Urutan Proses Pengolahan Crude Palm Oil dan Palm Kernel

Ampas Biji

Minyak

Sumber : Hasil Olah Data

Bulking Silo Penyimpanan Palm Kernel

Stasiun Penebahan TBS (Thresher)

Stasiun Pengepresan Bubur Buah TBS

(Screw Press)

Stasiun Pengadukan TBS (Digester)

Stasiun Perebusan TBS (Sterilizer)

Tangki Timbun Crude Palm Oil (CPO)

Stasiun Klarifikasi • Pemisahan Pasir • Pemisahan Minyak Pertama • Penyaringan Bahan Padat • Pemisahan Minyak dengan

Sludge (kotoran) • Pemurnian Minyak • Pengeringan Minyak

Stasiun Pengolahan Biji • Pemisahan Ampas & Biji • Pemecahan Biji • Pemisahan Inti dengan cangkang • Pengeringan Inti/kernel

Stasiun Penimbunan TBS (Loading ramp)

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

118

Dari skema proses pengolahan tersebut dapat dilihat bahwa proses pengolahan crude palm oil (CPO) dan palm kernel (PK) mulai terpisah dari stasiun pengepresan. Aktivitas-aktivitas pengolahan ini saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Proses pengolahan dilakukan mengalir sesuai dengan rangkaian proses yang telah ditetapkan. Sistem pengolahan seperti ini mengakibatkan total waktu yang dikonsumsi oleh semua stasiun mencerminkan keseluruhan waktu. Proses produksi pabrik dilakukan secara terus menerus sesuai dengan jumlah bahan baku yang tersedia setiap harinya. Hal ini diakibatkan karena lamanya waktu untuk memproduksi tandan buah segar (TBS) akan mempengaruhi rendemen (kandungan minyak) TBS tersebut. Jangka waktu maksimum tandan buah segar untuk diolah agar mendapatkan hasil yang baik adalah 8 jam setelah panen. Persentase penurunan mutu buah kelapa sawit akan semakin parah jika terjadi penumpukan buah di loading ramp terutama jika buah tersebut sampai menginap.

Dalam pelaksanaan aktivitas proses pengolahan, konsumsi waktu yang diukur sebagai processing time merupakan konsumsi waktu yang optimal, yaitu waktu yang diperlukan oleh aktivitas-aktivitas di atas untuk mengolah 360.000 ton tandan buah segar (TBS) per tahun hingga menjadi 82.200 ton crude palm oil (CPO) per tahun dan 18.000 ton palm kernel (PK) per tahun. Konsumsi waktu optimal ini adalah konsumsi waktu yang timbul dari kapasitas pabrik, yaitu mampu mengolah 1.200 ton setiap 20 jam atau 360.000 ton setiap tahun.

Perhitungan dan Analisis Manufacturing cycle Effectiveness

Setelah aktivitas-aktivitas proses pengolahan kelapa sawit diidentifikasi dan dibedakan menjadi aktivitas penambah nilai yang terukur sebagai processing time dan aktivitas tidak menambah nilai yang terukur sebagai waiting time, inspection time, moving time, dan storage time, maka perhitungan manufacturing cycle effectiveness (MCE) dapat dilakukan dengan pembagian processing time dengan cycle time. Dari hasil perhitungan ini dapat dilakukan analisis dan langkah yang dapat diambil untuk memanajemen aktivitas. Manajemen aktivitas yang dapat dilakukan contohnya :

Pengurangan aktivitas dapat dilakukan pada stasiun loading ramp dengan cara menambah pemakaian unit Sterilizer. Dengan penambahan ini akan mengurangi waktu tunggu tandan buah segar (TBS) di loading ramp untuk diproses lebih lanjut. Semakin lamanya waktu yang digunakan untuk memproduksi tandan buah segar (TBS) akan mempengaruhi rendemen atau kandungan minyak TBS tersebut. Hal ini juga akan memaksimalkan penggunaan tenaga kerja di loading ramp. Dengan manajemen aktivitas ini, biaya pengolahan dapat lebih efektif dan mencerminkan biaya pengolahan yang sebenarnya.

Untuk meningkatkan efektivitas biaya, faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan adalah mutu dari tandan buah segar (TBS). Mutu TBS mempengaruhi harga jual TBS tersebut dan kualitas crude palm oil yang dihasilkan. Untuk mencapai hal ini maka diperlukan proses produksi yang lancar dan pengawasan setiap proses secara berkesinambungan. Lancarnya proses produksi sangat tergantung pada mesin peralatan dan tenaga kerja yang beroperasi. Dari inspeksi proses ini, mutu dan biaya dari aktivitas yang merupakan penyebab timbulnya biaya dapat dikelola dengan baik.

Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)

119

Aktivitas inspeksi dilakukan oleh perusahaan dengan cara menempatkan tenaga kerja operator yang sudah terlatih dalam bidang tersebut untuk mengawasi dan mengontrol proses pengolahan yang berlangsung pada setiap stasiun pengolahan. Pengujian hasil akhir crude palm oil (CPO) juga dilakukan di dalam laboratorium. Manajemen yang telah diterapkan ini merupakan total quality control (TQC). Dengan konsep ini, tiap-tiap pekerja bertanggung jawab untuk mengawasi mutu produk yang dihasilkannya ataupun mutu bahan bakunya, jadi inspeksi mutu menjadi tanggung jawab setiap personil di dalam perusahaan.

Pengaruh Fluktuasi Ketersediaan Bahan Baku Pada Efektivitas Biaya

Produksi perkebunan kelapa sawit berfluktuasi karena adanya musim penghujan dan musim kemarau. Hal ini disebabkan karena pada musim kemarau kebun kelapa sawit menghasilkan tandan buah segar (TBS) yang digunakan untuk memproduksi crude palm oil (CPO) dan palm kernel (PK) lebih sedikit dibandingkan pada musim penghujan. Menurut Zahri (2003), perbedaan produksi yang terjadi adalah 60% pada musim penghujan dan 40% pada musim kemarau. Keadaan ini menyebabkan suplai bahan baku tandan buah segar untuk pabrik bervariasi dan menyebabkan pabrik bekerja di bawah kapasitasnya. Fluktuasi ketersediaan tandan buah segar (TBS) pada musim penghujan dan musim kemarau akan berpengaruh pada biaya rata-rata dalam memproduksi tandan buah segar. Pada musim kemarau biaya rata-rata menjadi lebih besar, hal ini dapat disebabkan oleh :

• Kuantitas tersedianya tandan buah segar (TBS) pada musim kemarau yang lebih sedikit. Dalam teori economic of scale, kuantitas produksi akan mempengaruhi biaya variabel. Menurut Lalu Sumayang (2003:113), “economic of scale adalah penghematan biaya yang disebabkan karena penggunaan sumber daya skala besar atau produksi secara massal”. Pengurangan biaya ini terjadi bila semua faktor produksi dikembangkan secara proporsional.

Pada batas kapasitas, biaya variabel meningkat sebagai akibat penggunaan lembur dan subkontraktor. Di samping itu, bila volume bertambah maka biaya tetap per unit akan turun. Menurut Lalu Sumayang (2003:118), ”Makin besar volume kapasitas maka makin kecil biaya setiap unit (economic of scale), alasannya karena biaya fasilitas dan biaya operasi tidak akan bertambah bila volume produksi bertambah”. Apabila volume produksi bertambah maka biaya per unit akan turun. Menurut Lalu Sumayang (2003:113), “Pengurangan biaya dapat dicapai dengan menaikkan efisiensi aktivitas penambah nilai dengan meningkatkan aktivitas ke tingkat skala ekonomi (economic of scale) tanpa disertai dengan kenaikan total biaya aktivitas itu sendiri”. Contohnya pada saat pabrik memproduksi dengan kapasitas yang tidak optimal biaya tetap seperti upah dan gaji karyawan masih harus dibayar, sedangkan karyawan tidak bekerja secara maksimal. Begitu juga dengan pemeliharaan mesin-mesin pabrik yang tetap harus dilakukan walaupun kapasitas produksi sedikit.

• Sesuai dengan kondisi perusahaan, bahan baku yang tersedia lebih sedikit akan mempengaruhi biaya rata-rata termasuk biaya bahan bakar, supply listrik dan air.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

120

Pabrik menggunakan bahan bakar solar dan bahan bakar dari cangkang dan serabut yang digunakan pada stasiun boiler. Aktivitas pabrik dalam mengolah kelapa sawit dan supply listrik kantor dan perumahan biasanya menggunakan bahan bakar dari stasiun boiler. Hal ini merupakan salah satu sumber penghematan biaya pabrik. Jika pabrik sedang tidak memproduksi, supply listrik dan air menggunakan genset dan solar. Hal ini membutuhkan biaya yang lebih besar untuk membeli solar.

Peningkatan biaya ini berdampak cukup besar pada harga per kg tandan buah segar (TBS) seperti pada stasiun penerimaan tandan buah segar dan muatan. Sehingga processing expenses dan general charges aktual dapat lebih kecil daripada budget perusahaan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dengan analisis manufacturing cycle effectiveness dapat diketahui persentase value added activities dalam suatu aktivitas yang digunakan oleh suatu perusahaan untuk menghasilkan value bagi customers. Kinerja perusahaan dan efisiensi dapat ditingkatkan melalui perbaikan aktivitas yang bertujuan untuk mencapai cost effective dan menurunkan biaya produksi. Perbedaan jumlah produksi kelapa sawit antara realisasi dengan kapasitas optimal pabrik salah satunya dapat disebabkan karena fluktuasi ketersediaan tandan buah segar (TBS). Perbedaan jumlah produksi ini akan berpengaruh terhadap efektivitas biaya perusahaan. Biaya rata-rata perusahaan akan cenderung meningkat pada musim kemarau dibandingkan musim penghujan. Berdasarkan hasil analisis MCE tersebut maka usaha yang dilakukan untuk memanajemen aktivitas ditempuh dengan melibatkan semua bagian. Beberapa langkah yang dapat dipilih untuk manajemen aktivitas tersebut antara lain adalah : pemilihan aktivitas, pengurangan aktivitas, pembagian aktivitas, dan penghilangan aktivitas yang dapat diterapkan terhadap aktivitas-aktivitas bukan penambah nilai. Dengan langkah-langkah tersebut maka pihak perusahaan dapat memilih langkah yang relevan dan efektif untuk memperbaiki aktivitas.

Saran-saran

Beberapa saran yang dapat diberikan atas hasil analisis yang dilakukan terhadap aktivitas pabrik pengolahan kelapa sawit kepada pihak perusahaan adalah :

1. Perusahaan sebaiknya melakukan manajemen aktivitas pada proses pengolahan. Perusahaan juga dapat menerapkan konsep manajemen biaya yang kompetitif untuk mengelola aktivitas-aktivitas pabrik.

2. Perusahaan sebaiknya lebih memperhatikan masalah fluktuasi ketersediaan tandan buah segar. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan membuat ikatan jual beli tandan buah segar dengan perkebunan kelapa sawit swasta skala menengah, swasta skala kecil dan perkebunan rakyat pada waktu bahan baku yang tersedia tidak memenuhi kapasitas pabrik.

Analisis Manufacturing Cycle Effectiveness ……. (Yulia Saftiana, Ermadiani, R. Weddie Andriyanto)

121

3. Untuk mengurangi waktu dan aktivitas inspeksi atau pengawasan, perusahaan dapat menggunakan teknologi komputerisasi untuk menjalankan dan mengawasi proses pengolahan kelapa sawit.

DAFTAR PUSTAKA

Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) Perkebunan dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Pola PIR-Trans. PT. Aek Tarum. 2005. Palembang.

Atkinson, Anthony A and Rajib D. Banker. 1997. Management Accounting. Prentice-Hall. New Jersey.

Garrison dan Noreen. 2000. Akuntansi Manajemen Jilid 2 (Diterjemahkan oleh A. Totok Budisantoso). Salemba Empat. Jakarta.

Garrison, Ray H. 1998. Akuntansi Manajemen : Konsep Untuk Perencanaan, Pengendalian, dan Pengambilan Keputusan. ITB Bandung.

Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002 Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. BPFE Fakultas Ekonomi UGM. Yogyakarta.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Andi Offset. Yogyakarta.

Mulyadi. 1998. Pergeseran Ukuran Kinerja ke Cost Effectiveness. Media Akuntansi. No. 29/Th.V/September 1998. Hal. 2-6.

Mulyadi dan Johny Setyawan. 2001. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen : Sistem Pelipatganda Kinerja Perusahaan. Salemba Empat. Jakarta.

Mulyadi. 2003. Activity Based Cost System. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

Purwoto, Lucas. 1998. Mencapai Pabrikan yang Efisien Sekaligus Fleksibel Dengan Cellular Manufacturing. Usahawan. No. 05/XXVII/Mei 1998. Hal. 26-31.

Simamora, Henry. 1997. Akuntansi Manajemen. Salemba Empat. Jakarta.

Sumayang, Lalu. 2003. Dasar-Dasar Manajemen Produksi & Operasi. Salemba Empat. Jakarta.

Widjaja T, Amin. 2003. Activity Based Costing : Untuk Manufakturing dan Pemasaran. Harvarindo. Jakarta.

Widjaja T, Amin. 2005. Target Costing dan Kaizen Costing. Harvarindo. Jakarta.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Mengadopsi Sistem Pemotongan Pajak Pada Perusahaan-

Perusahaan Foreign Exchange Berbasis Internet Oleh :

Agus Zahron

ABSTRACT

This research adapt theory framework that was told by Triandis, where in his research said that human tendency to behaviour ini this case for take the decision, influence by afection social norm and the other facility. The purpose of this research to give a knowledge of the foreign exchange company about tax income and Indonesian’s tax policy.the second purpose to know whether the afection , social norm and the other factor influence to interest from foreign exchange company for insert tax’s software of foreign exchange transaction Keywords : framework, interest from foreign exchange, tax income

A. Latar Belakang Masalah

Foreign exchange adalah pertukaran satu mata uang dengan mata uang lainnya, di mana dalam pasar ini mata uang diperdagangkan baik jual maupun beli secara bebas. Pasar ini merupakan pasar persaingan sempurna. Selain itu juga merupakan pasar finansial terbesar dan terliquid, dengan perputaran uang antara 1 sampai 1,5 trilliun dolar perhari dalam 24 jam sehari dari senin sampai jumat.

Dengan berkembangnya teknologi internet, para broker company dan perusahaan yang memberikan fasilitas untuk bertransaksi (firm that conduct foreign trade transaction) dengan bebasnya bisa merambah pasar dunia secara bebas

Baik langsung maupun tidak langsung pelayanan transaksi ini telah masuk ke Indonesia. Saat ini Perusahaan Foreign Exchange yang websitenya ada di internet sebanyak 70 perusahaan. Yang tergambar dalam tabel di bawah ini

Tabel 1. daftar nama forex dealer

No. Forex Broker No. Forex Broker 1 abwatley.com 36 fxlinks.com 2 ac-markets.com 37 fxpowercourse.com 3 aforex.com 38 fxsol.com 4 amazon.com 39 fxstreet.com 5 analyticfx.com 40 gaincapital.com

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

124

No. Forex Broker No. Forex Broker 6 ApexForex.com 41 gcitrading.com 7 aspenforex.com 42 gftforex.com 8 cambridgefx.com 43 global-view.com 9 cfoasia.com 44 goldbergforeignexchange.com 10 cftc.gov 45 hantecforex.com 11 charterfx.com 46 ifxmarkets.com 12 cms-forex.com 47 igforex.com 13 commoditytrader.net 48 intellexonline.com 14 DayTradeForex.com 49 interbankfx.com 15 enetspeculation.com 50 investorlinks.com 16 esignal.com 51 investormap.com/global-forex.htm 17 eurosupport.com 52 keystone-web.com 18 fairlot.com 53 kshitij.com 19 findbrokers.com 54 learnforex.com 20 foreign-trade.com 55 ltgFX.com 21 foresight-investment.com 56 mdicorps.com 22 forex.com 57 oanda.com 23 forex-ats.com 58 ozforex.com.au 24 forexcapital.com 59 pro-forex.com 25 forex-cmc.co.uk 60 pronetanalytics.com 26 forex-day-trading.com 61 quotewatch.com 27 forexfunds.com 62 realtimeforex.com 28 forex-mg.com 63 refcofx.com 29 Forex-Millenium.com-switzerland 64 refcopro.com 30 forex-pro.com.ua 65 saxobank.com 31 Forextrading.Com - Saxo Bank 66 shieldfx.com 32 fortunetraders.com 67 stockk.com 33 fxcm.com 68 thefinancials.com 34 fxdd.com 69 traders.com 35 fxfirst.com 70 wellsfargo.com

Walaupun demikian Indonesia masih belum mampu untuk mengimbangi kemajuan teknologi ini, sebagai contoh dalam pengaruhnya dalam kebijakan perpajakan dei Indonesia, dimana masih belum adanya teknik atau metode pemungutan pajak untuk laba atas transasi pertukaran mata uang asing yang dihasilkan dalam transaksi yang berbasis internet.

Dalam Undang-Undang Perpajakan di Indonesia, yang termasuk obyek Pajak Penghasilan (PPh) adalah Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan ……. (Agus Zahron Idris)

125

yang diterima atau di peroleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Selanjutnya salah satu penghasilan yang termasuk obyek pajak menurut pasal 4 huruf l UU no 17 tahun 2000, adalah keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. Kemudian dalam ayat 2 dijelaskan bahwa penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, pengenaan pajaknya diatur oleh Peraturan Pemerintah. Walaupun dalam penjelasannya masih belum mencakup tentang transaksi pertukaran valuta asing yang dilakukan oleh Wajib Pajak secara mendetail. Tetapi kita mengasumsikan bahwa capital gains ataupun capital losses yang terjadi akibat transaksi valuta asing tersebut tetap merupakan obyek pajak.

Penelitian ini mengadopsi kerangka teori yang telah dikemukakan oleh Triandis, dimana dalam penelitiannya menyatakan bahwa kecenderungan manusia untuk berperilaku dalam hal ini untuk megambil keputusan, dipengaruhi oleh afeksi, norma sosial dan fasilitas yang mendukung.

B. Masalah

Apakah norma sosial, afeksi, dan fasilitas pendukung mempengaruhi pengambilan keputusan pada perusahaan-perusahaan Foreign Exchange untuk menerapkan software pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengetahuan perusahaan-perusahaan foreign exchange mengenai tax income dan indonesian’s tax policy.

2. Untuk mengetahui apakah afeksi, norma sosial dan faktor pendukung berpengaruh terhadap minat dari perusahaan-perusahaan foreign exchange untuk menyisipkan software pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange.

D. Kerangka Pemikiran

1. Transaksi Pertukaran Valuta Asing (Foreign Exchange)

Pasar kurs mata uang asing (forex exchange market) memulai keberadaannya pada tahun 1971 setelah berakhirnya era perjanjian Bretton Woods, karena terdorong oleh tingkat fluktuasi mata uang tertentu yang tajam terhadap mata uang lainnya.

Menurut survei tiga-tahunan 2001 oleh Bank of Internasional Settlement (BIS), jumlah omset kurs mata uang asing global lebih dari $1,200 bilion per hari, di atas 50% di antaranya diadakan di pasar tunggal London. Omset global meningkat pesat di atas bilangan survai BIS 1978 sebesar $1,490 billion. BIS memnghubungkan hal ini dengan peluncuran euro, penggabungan (merger) bank, pertumbuhan perdagangan elektronik pada ongkos suara dan telepon dealing (menyebabkan lebih sedikit transaksi) dan konsolidasi non bank yang sudah mengurangi keperluan untuk kurs mata uang asing.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

126

Dengan jumlah transaksi hampir $1,5 billion Pasar Forex merupakan pasar terbesar di dunia, dibandingkan dengan pasar futures seperti pasar komoditi yaitu $437,4 billion, dan pasar ekuitas seperti pasar saham sebesar $ 191 billion.

2. Perlakuan Pajak atas Transaksi Valuta Asing

Menurut bab III pasal 4, UU no 14 th 2000, menyatakan bahwa yang menjadi obyek pajak adalah setiap tambahan penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia, yang dapat di pakai untuk konsumsi maupun untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Termasuk ke dalam obyek pajak dalam huruf l, pasal 4, tadi adalah keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. Dengaqn penjelasan nya bahwa keuntungan karena selisih kurs dapat disebabkan fluktuasi kurs mata uang asing atau adanya kebijakan pemerintah di bidang moneter. Atas keuntungan yang di peroleh karena fluktuasi kurs mata uang asing, pengenaan pajaknya dikaitkan dengan sistem pembukuan yang dianut oleh wajib pajak dengan syarat dilakukan secara taat azas.

Menurut Robert L Simon dalam tulisannya “Taxation of Day Traders”, menyatakan cara untuk menghitung pajak atas transaksi pertukaran mata uang adalah melalui penghitungan netto akhir tahun, yaitu dengan cara menjumlahkan keuntungan dan kerugiannya dalam satu tahun. Keuntungan yang diperoleh dari hasil selisih tersebut akan dikenakan pajak dengan tarif pajak penghasilan pada umumnya.

3. Prinsip Pemungutan Pajak di Indonesia

Pada Current Payment System terdapat 2 unsur sistem pemotongan pajak, yaitu Withholdig Tax System dan Estimated System. Untuk Withholdig Tax System pemotongan atau pemungutan pajak mulai difokuskan pada sumbernya (levying tax at source). Artinya setiap wajib pajak yang menerima penghasilan, misalnya pada waktu menerima bonus, bunga, royalti, deviden dan sebagainya, maka pada saat itu pula pemerintah melalui pemotong pajak (tax withholder) memotong pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak penerima bonus, bunga, deviden dan royalti tersebut.

Pemotongan pajak sistem ini disebut withholding Tax System, dimana pemotong pajak yang disebut tax withholding berkedudukan sebagai pihak ketiga, sedang pihak pertama adalah fiskus dan pihak kedua adalah Wajib Pajak , yaitu pihak yang menerima penghasilan dari pihak ketiga. Contoh sistem ini adalah pada PPh pasal 23.

Berbeda dengan Estimated System dimana yang melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam hal ini yang melaksanakan inisiatif dan sekaligus bertanggung jawab atas pembayaran pajak adalah wajib pajak sendiri. Sistem ini disebut sebagai Self Assessment System, yang di Indonesia diatur dalam pasal 25 UU PPh tahun 2000. Sehingga di kenal sebagai PPh pasal 25.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan ……. (Agus Zahron Idris)

127

4. Pengembangan Sistem Pemotongan Pajak Atas Transaksi Forex Online.

Fungsi sistem informasi sendiri terbagi menjadi tiga subfungsi yaitu Analisis Sistem, Perancangan Sistem, dan implementasi (operasi).

Perancangan sistem pemotongan pajak yang efisien dan efektif adalah melalui penyisipan software sistem ke dalam sistem transaksi foreign exchange dalam sistem internet yang di jalankan oleh perusahaan-perusahaan foreign exchange. Seperti dalam skema di bawah.

6 5

1

2

3

4

Keterangan:

1. Dirjen Pajak memantau transaksi-transaksi yang telah dilakukan oleh trader dan investor.

2. Investor dan Trader melakukan transaksi foreign exchange melalui internet.

3. Perusahaan Foreign Exchange melakukan transaksi dengan para broker dan investor melalui media internet.

4. Perusahaan Foreign Exchange setiap tahun memotong pajak pada para investor dan trader atas keuntungan dari jumlah hasil transaksi foreign exchange dalam setahun untuk disetorkan pada Dirjen Pajak melalui Bank yang ditunjuk.

5. Dirjen Pajak melakukan konfirmasi atas jumlah pajak yang di transfer oleh perusahaan foreign exchange dengan hasil perhitungan pajak melalui internet.

Dirjen Pajak

Perusahaan Foreign Exchange

Media

Internet

Trader dan Investor

Bank

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

128

6. Trader dan Investor melakukan konfirmasi pemotongan pajaknya kepada Dirjen Pajak.

Skema Sistem Pemotongan Pajak atas Transaksi Pertukaran Mata Uang Asing (Foreign Exchange Trading)

5. Penelitian Triandis

Sesuai dengan hasil penelitian Triandis pada tahun 1980, yang meneliti tentang penggunaan komputer dalam perusahaan. Konsep model yang diajukan oleh Triandis adalah bahwa penggunaan PC di perusahaan dipengaruhi oleh perasaan individual (afeksi) terhadap pemakaian PC, norma-norma sosial dalam lingkungan kerja, kebiasaan yang berhubungan dengan penggunaan komputer, hasil yang diharapkan atas penggunaan komputer, dan fasilitas pendukung dalam lingkungan komputerisasi.

Berangkat dari hasil penelitian Triandis tersebut maka dalam penelitian ini mengambil model seperti bagan di bawah ini.

Norma sosial adalah pesan yang diterima dari orang lain yang merefleksikan tentang apa yang akan dilakukan oleh seseorang. Lingkungan internal individu dalam budaya subyektif kelompok tertentu dan hubungan interpersonal secara spesifik akan membentuk hubungan satu individu dengan individu lainnya.

Kultur subyektif terbagi atas :

1. Norma (norm), yaitu instruksi pribadi untuk melakukan apa yang dianggapnya benar dan dipengaruhi oleh para anggota masyarakat yang ada dalam situasi sosial yang spesifik. Atau dengan kata lain adalah apa yang orang lain ingin kita lakukan.

2. Peraturan (role), merupakan perilaku individu yang lebih luas lagi karena menyangkut keputusan seseorang yang berada pada suatu posisi tertentu dalam kelompok, masyarakat, atau sistem sosial.

Norma-norma Sosial

Afeksi

Kondisi yang Mendukung

Kecenderungan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan ……. (Agus Zahron Idris)

129

3. Nilai (value), merupakan suatu disposisi yang lebih luas dan sifatnya lebih mendasar. Nilai berakar lebih dalam dan karenanya lebih stabil dibandingkan sikap individu.

Dalam penelitian ini variabel norma sosial adalah pandangan individu terhadap peraturan perpajakan di Indonesia.

Afeksi, komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Triandis menggunakan kata afeksi, untuk menggambarkan perasaan seseorang yang berkaitan dengan perasaan senang, nyaman, dan nikmat, atau tertekan, kesal, dan benci.

Variabel dalam kontruk afeksi adalah persepsi yang dipercaya akan berpengaruh jika software sistem pemotongan pajak pada transaksi pertukaran mata uang (foreign exchange) diterapkan dalam website mereka.

Fasilitas Pendukung, merupakan faktor obyektif di luar lingkungan. Menurut Triandis perilaku tidak akan terlaksana jika kondisi obyektif dalam lingkungan tersebut tidak mendukung.

Bentuk variabel fasilitas pendukung adalah keyakinan akan tersedianya sofware yang simple dan pendukung sistem lainnya untuk operasionalisasi sistem.

E. Hipotesis Penelitian

1. Afeksi perusahaan foreign exchange terhadap penerapan software berpengaruh positif terhadap minat mereka untuk menyisipkan software tersebut.

2. Norma sosial perusahaan foreign exchange terhadap penerapan software berpengaruh positif terhadap minat mereka untuk menyisipkan software tersebut.

3. Faktor pendukung perusahaan foreign exchange terhadap penerapan software berpengaruh positif terhadap minat mereka untuk menyisipkan software tersebut.

4. Afeksi, norma sosial dan faktor pendukung dari perusahaan foreign exchange secara bersama-sama berpengaruh terhadap minat mereka untuk menyisipkan software tersebut.

Metode pengumpulan data

Penelitian ini menggunakan data primer, dimana pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner pada 70 perusahaan foreign exchange yang berbasis internet melalui e-mail.

Pola penyebarannya dengan cara membuat satu jenis kuesioner online melalui website www.formsite.com dan untuk mempercepat proses pengisisn serta pengiriman kembali dari kuesioner tadi, kemudian kuesioner tadi di attach dan dikirimkan pada contact person dari tiap perusahaan dan hasil jawaban dari perusahaan tersebut secara otomatis langsung terkirim kembali ke e-mail peneliti.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

130

Kerangka Penelitian

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Analisis Deskriptif

Gambaran Umum

Dari 70 perusahaan yang terpilih menjadi sampel, keseluruhan perusahaan (responden) mengetahui mengenai Income tax. Tetapi sebagian besar perusahaan yakni sebesar 62,8 persen tidak mengetahui mengenai Indonesian’s tax policy, sedangkan sisanya sebesar 37,2 persen mengetahui mengenai Indonesian’s tax policy.

Persentase terbesar perusahaan yakni sebesar 42,3 persen menyatakan sangat setuju mengenai pengenaan pajak pada transaksi foreign exchange.

Variabel-variabel Penelitian

Persentase terbesar dari perusahaan yang memiliki minat tinggi untuk menyisipkan software tersebut terjadi pada kelompok perusahaan dengan afeksi positif yaitu sebesar 81,4 persen dan yang terkecil terjadi pada kelompok perusahaan dengan afeksi negatif yaitu sebesar 18,6 persen.

Norma sosial dibedakan menjadi dua yaitu positif dan negatif. Persentase perusahaan yang memiliki minat tinggi untuk menyisipkan software pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange terjadi pada kelompok perusahaan dengan norma sosial positif yaitu sebesar 67,4 persen. Dan persentase ini menurun pada kelompok perusahaan dengan norma sosial negatif yaitu sebesar 32,6 persen.

Berdasarkan faktor pendukung yang dibedakan menjadi positif dan negatif, persentase perusahaan yang memiliki minat tinggi untuk menyisipkan software pengenaan pajak

FAKTOR PENDUKUNG

(X1)

AFEKSI (X1)

NORMA SOSIAL

(X2)

MINAT (Y)

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan ……. (Agus Zahron Idris)

131

atas transaksi foreign exchange lebih banyak terjadi pada kelompok perusahaan dengan faktor pendukung positif yaitu sebesar 81,4 persen daripada kelompok perusahaan dengan faktor pendukung negatif yaitu sebesar 18,6 persen.

Analisis Regresi logistik

Penghitungan regresi logistik dilakukan dengan menggunakan paket program SPSS 11.5 for windows dengan menggunakan metode Backward Wald. Dengan metode ini maka setiap variabel yang tidak signifikan akan dikeluarkan dari model secara otomatis melalui beberapa iterasi.

Berdasarkan hasil pengolahan dan perhitungan (Lihat output Omnibus Tests of Model Coefficients), diketahui bahwa nilai statistik uji G2 adalah sebesar 14,268 dengan signifikansi sebesar 0,001 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif yang menyatakan minimal ada satu variabel dari tiga variabel penjelas yang digunakan, berpengaruh signifikan terhadap minat perusahaan untuk menyisipkan software pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange dapat diterima dan digunakan untuk menjelaskan variabel respon.

Nilai-nilai statistik uji yang lain dapat dilihat pada tabel berikut ini yang menyajikan nilai parameter statistik, statistik uji wald, nilai odds rasio.

Tabel 2. Parameter Statistik, Uji Wald dan Odds Rasio

Variabel β̂ SE ( β̂ ) Wald Sig Exp( β̂ ) (1) (2) (3) (4) (5) (6) Afeksi Positif (1) 1,262 0,541 5,428 0,020 3,531 Norma Sosial Positif (1) 1,103 0,508 4,714 0,030 3,014 Konstan -1,195 0,480 6,207 0,013

Sumber: diolah dari data primer, 2004

Berdasarkan statistik uji wald yang di dapat, jika dilihat secara parsial dapat ditarik kesimpulan bahwa ada dua variabel yang berpengaruh nyata terhadap minat perusahaan untuk menyisipkan software pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange yaitu variabel afeksi dan norma sosial.

Model yang di peroleh adalah sebagai berikut:

)D103,11,262D-1,195exp(1)D103,11,262D-1,195exp(ˆ21

21

+++++

=xπ

Model persamaan linier yang dihasilkan dari transformasi logit adalah sebagai berikut:

g(x) = -1,195+1,262D1+1,103D2 , dimana:

D1 = Afeksi (Positif)

D2 = Norma sosial (Positif)

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

132

Berdasarkan nilai estimasi koefisien regresi ( β̂ ) yang didapatkan pada tabel 2 di atas

terlihat bahwa nilai β̂ untuk variabel afeksi adalah 1,262 yang berarti bahwa ada hubungan positif antara afeksi dengan minat perusahaan untuk menyisipkan software pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange. Hal ini dapat diartikan bahwa kecenderungan perusahaan dengan afeksi positif untuk memiliki minat yang tinggi untuk menyisipkan software pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange lebih besar dibandingkan perusahaan dengan afeksi negatif.

Variabel norma sosial juga memiliki hubungan positif dengan minat perusahaan untuk menyisipkan software pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange dengan nilai β̂ sebesar 1,103 . Hal ini dapat diartikan bahwa kecenderungan perusahaan dengan norma sosial positif untuk memiliki minat yang tinggi untuk menyisipkan software pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange lebih besar dibandingkan perusahaan dengan norma sosial negatif.

Untuk mengetahui tingkat kecenderungan dari variabel-variabel yang masuk ke dalam model, maka digunakan nilai odds rasio yang ditunjukkan dengan nilai eksponensial beta (exp β̂).

Sebagai kategori dasar (reference category) untuk variabel afeksi dalam analisis ini adalah afeksi negatif. Sedangkan kategori dasar untuk variabel norma social adalah norma sosial negatif.

Kategori dasar atau reference category merupakan kategori-kategori yang ada dalam variabel penjelas yang digunakan sebagai pembanding pada tahapan analisis. Berdasarkan nilai exp ( β̂ ) pada tabel 2 di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Nilai odds rasio untuk perusahaan dengan afeksi positif adalah sebesar 3,531. Nilai ini berarti bahwa kecenderungan perusahaan dengan afeksi positif untuk memiliki minat yang tinggi untuk untuk menyisipkan software pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange sebesar 3,531 kali daripada perusahaan dengan afeksi negatif.

2. Nilai odds rasio untuk perusahaan dengan norma sosial positif adalah sebesar 3,014. Nilai ini berarti bahwa kecenderungan perusahaan dengan norma sosial positif untuk memiliki minat yang tinggi untuk untuk menyisipkan software pengenaan pajak atas transaksi foreign exchange sebesar 3,014 kali daripada perusahaan dengan norma sosial negatif.

DAFTAR PUSTAKA

__________________, Indonesian Tax Laws 2000, Completed Compilation, Formasi 2001.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan ……. (Agus Zahron Idris)

133

__________________, Undang-Undang Pajak Tahun 2000, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2001.

Azwar, Saifuddin, Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003.

Bodnar, George H, William S Hoopwood, Accounting Information Systems, Prentice Hall, Inc, Englewood Clift, New Jersey, 1994.

Coyle, Brian, Hedging Currency Exposures, Glenlake and Amacom, 2000.

Goode Richard, The Individual Income Tax, Studies of Government Finance, Princeton University Press, 1964.

Hull, John C. Option, Futures and Other Derivative, Simon and Schuster, 1997.

Lindsay, John and Michael Lloyd, Taxation and Accounting for Financial Instruments, Thouche Ross and Co. 1995.

Musgrave, Richard A, Peggy R. Musgrave, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek, Terjemahan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1993.

Nurmantu Safri, Pengantar Perpajakan, Institut Fiskal Indonesia, 2002.

Sommers, Robert L, Taxation of Day Traders, The San Fransisco Examiner Newspaper, April 25, 1999.

Soemitro, Rochmat, Pajak Penghasilan, PT Eresco Bandung, 1993.

The Committee of Fiscal Affairs of OECD, Personal Income Tax Systems, Under Changing Economic Conditions, Organization Economic for Co-operation Development, 1986.

Thompson, Ronald L, Christopher A. Higgins, Jane M. Howell, Personal Computing: Toward a Conceptual Model of Utilization, MIS QuarterlyVolume 15 No.1, March 1991.

Analisa Penerapan Sistem Just In Time Untuk Meningkatkan Efisiensi Dan Produktivitas Pada

Perusahaan Industri Oleh :

Yenni Agustina11, Dewi Sukmasari12, Ermadiani13

ABSTRACT

The main purpose of this journal is to provide information to the people who is interesting in knowing Just In-Time system. The Just In-Time Inventory control system was originally pioneered in Japan but has recently become a very popular control system in The United States. The principle of Just In-Time (JIT) is to eliminate sources of manufacturing waste by getting right quantity of raw materials and producing the right quantity of products in the right place at the right time. Traditionally, incoming raw materials were ordered in very large shipments and were then stored in warehouse until they were needed for production or for providing a service. The Just In-Time system, organizations make frequent smaller orders of raw materials. Just In-Time system use a demand pull system because items are produced or ordered only when there are customer order.

Key words : inventory control system, waste eliminating, demand pull system.

1. Pendahuluan

Perkembangan peradaban manusia menimbulkan adanya perkembangan teknologi yang terarah kepada teknologi canggih dan peningkatan kebutuhan manusia. Perkembangan ini menimbulkan tantangan untuk memenuhinya dengan meningkatkan kemampuan menyediakan atau menghasilkan produk yang berkualitas dengan biaya yang rendah. Peningkatan kemampuan penyediaan atau produksi barang dan jasa yang dibutuhkan manusia merupakan usaha yang harus dilakukan oleh perusahaan atau organisasi untuk dapat memenuhi permintaan akan kebutuhan-kebutuhan tersebut secara efisien dan produktif.

Persaingan di antara perusahaan-perusahaan tersebut akan membawa keuntungan bagi konsumen karena persaingan yang semakin intensif akan mendorong perusahaan untuk menghasilkan produk dengan harga yang lebih rendah, kualitas menjadi lebih tinggi, dan semakin banyak pilihan. Selain itu, perkembangan teknologi informasi seperti internet, e-commerce, dll membuat konsumen lebih mudah melakukan akses terhadap kualitas produk dan jasa yang akan mereka beli. Tentu saja produk dan jasa yang akan 11 Dosen Jurusan Akuntansi FE Unila 12 Dosen Jurusan Akuntansi FE Unila 13 Dosen Jurusan Akuntansi FE Unsri

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

136

mereka beli adalah produk dengan kualitas terbaik dan harga yang relatif murah. Dengan demikian perusahaan yang mampu eksis didunia bisnis adalah perusahaan yang dapat menghasilkan produk-produk tersebut. Untuk menghadapi masalah tersebut, manajer harus mengetahui apa yang diinginkan konsumen dan kapan mereka memerlukannya. Perusahaan harus mampu menciptakan suatu sistem yang dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan dengan mengeliminasi setiap pemborosan yang ada. Dengan kata lain perusahaan harus dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kegiatan-kegiatan yang tidak bernilai tambah (nonvalue added activities) dan memaksimalkan kegiatan-kegiatan yang bernilai tambah (value added activities). Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mewujudkan kondisi ini adalah dengan menerapkan sistem pengendalian persediaan dan produksi Just In-Time. Sekarang, Sistem Just In-Time bukan hanya sekadar wacana saja tetapi telah dapat diimplementasikan di beberapa perusahaan baik diperusahaan luar negeri maupun perusahaan dalam negeri.

2. Pengertian Sistem Just In-Time

Ada banyak ahli yang telah memberikan pendapatnya mengenai sistem just in time ini. Di antaranya yaitu :

a. William J. Stevenson dalam bukunya yang berjudul “Production/operations Management” mendefinisikan sistem Just In Time sebagai “a repetitive production system in which processing and movement of materials and goods occur just as they are needed, usually in small batches” (Christine A.Swanson dan William M. Kankford, 2005).

b. Schniederjans mendefinisikan Just In Time sebagai “The successful completion of a product at each stage of production activity from vendor to customer just in time for its use and at minimum cost. Just In Time can also be generally defined as a strategy or guiding philosophy whose goal it is to seek manufacturing excellence” (Bambang Tjahjadi, 2001).

c. Goetsch dan Davis (1998) mendefinisikan Just In Time sebagai “producing only what is needed, when it is needed and in the quantity that is needed” (Bambang Tjahjadi, 2001).

d. Ptak (1997) menyatakan bahwa Just In Time merupakan suatu filosofi yang mendorong organisasi untuk meningkatkan produk dan proses produksinya dengan mengeliminasi pemborosan-pemborosan (Christine A.Swanson dan William M. Kankford, 2005).

Jadi dari definisi-definisi yang telah diberikan oleh para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sistem Just In Time merupakan suatu filosofi yang berusaha untuk mengeliminasi sumber-sumber pemborosan dengan memproduksi produk dengan jumlah yang tepat, kualitas yang tepat, dan dalam waktu yang tepat guna meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan.

Analisa Penerapan Sistem Just In Time ……. (Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani R.)

137

e. Perbedaan Sistem Pengendalian Persediaan dan Produksi Tradisional dengan Sistem Just In-Time.

Garrison/Noreen (2000:10) menyatakan bahwa Pendekatan Just in time (JIT) dapat digunakan baik untuk perusahaan perdagangan maupun manufaktur. Sistem Just In Time akan menimbulkan dampak yang signifikan pada operasi perusahaan manufaktur yang memiliki 3 kelas persediaan, yaitu persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses, dan persediaan barang jadi. Bahan baku adalah material atau bahan dasar yang digunakan untuk membuat suatu produk. Barang dalam proses merupakan persediaan barang yang proses produksinya baru diselesaikan sebagian dan masih membutuhkan proses yang lebih lanjut sebelum siap untuk dilempar ke konsumen. Sedangkan barang jadi adalah unit produk yang telah selesai diproses secara penuh, tetapi belum dijual kepada konsumen.

Dalam sistem tradisional, perusahaan harus memiliki ketiga kelas persediaan tersebut dalam jumlah yang besar sebagai penyangga sehingga operasi dapat berjalan dengan mulus tanpa ada gangguan. Bahan baku dalam jumlah yang besar diperlukan untuk mengantisipasi jika pemasok terlambat mengantar bahan yang diminta. Barang dalam proses diperlukan untuk mengantisipasi jika ada workstation yang tidak beroperasi normal. Sedangkan barang jadi diperlukan untuk mengantisipasi jika ada fluktuasi permintaan.

Berbeda dengan sistem tradisional, perusahaan yang menerapkan sistem Just In Time akan membeli bahan baku hanya untuk kebutuhan saat itu saja. Perusahaan tidak memiliki persediaan barang dalam proses dan semua barang jadi yang telah diselesaikan langsung dikirimkan kepada konsumen. Jadi, just in time berarti bahwa bahan baku diterima segera masuk ke proses produksi, bahan tersebut kemudian diproses, dan produk yang telah jadi segera dikirimkan kepada konsumen.

Di samping perbedaan dalam hal persediaan, perbedaan lainnya yang dapat dilihat adalah sebagai berikut :

1. Layout produksi

Layout dapat didefinisikan sebagai susunan dari mesin-mesin dan peralatan produksi di suatu pabrik. Masalah layout merupakan masalah yang tetap dihadapi oleh perusahaan baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Semua fasilitas untuk produksi baik mesin-mesin, pekerja, maupun fasilitas-fasilitas lainnya harus disediakan pada tempatnya masing-masing agar dapat bekerja dengan efisien dan efektif.

Dalam sistem pengendalian persediaan dan produksi tradisional, layout pabrik dibuat secara terspesialisasi. Maksudnya adalah semua mesin dan peralatan yang sama ditempatkan atau dikelompokkan dalam suatu area atau departemen yang sama. Perusahaan merancang pabrik dengan mengelompokkan mesin dan peralatan sesuai dengan tipe dan jenisnya. Pendekatan ini mengharuskan pekerjaan dilaksanakan dari sekelompok mesin tertentu ke kelompok mesin yang lain, meskipun terpaksa harus dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain atau bahkan ke gedung lain. Akibatnya

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

138

biaya penanganan bahan menjadi tinggi, pekerjaan dalam pengurusan persediaan menjadi terlalu banyak, dan penundaan-penundaan yang tidak perlu.

Sedangkan Untuk penerapan Just In Time dengan tepat, perusahaan harus memperbaiki rancangan alur produksi dalam pabrik yang merupakan tahapan-tahapan fisik suatu produk mulai dari bahan mentah sampai menjadi barang jadi. Seluruh mesin yang digunakan untuk memproses produk tertentu disatukan dalam suatu lokasi tertentu. Pendekatan ini menjadikan layout pabrik menjadi pabrik mini untuk masing-masing produk sehingga biasa disebut pabrik di dalam pabrik (factory within a factory). Rancangan alur produksi dapat berbentuk garis lurus atau dapat berbentuk U. Rancangan alur produksi dapat juga berbentuk sel. Dalam rancangan sel, seorang pekerja menangani beberapa mesin sehingga mulai dari bahan mentah sampai produk jadi diselesaikan olehnya. kuncinya adalah bahwa semua mesin berada dalam satu lini produksi dikelompokan menjadi satu sehingga tidak untuk produk setengah jadi yang harus dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain dalam suatu pabrik..

2. Pengelompokan dan Pemberdayaan Karyawan

Dalam sistem tradisional, seorang pekerja hanya melaksanakan pekerjaan tunggal dan pemeliharaan dilakukan oleh pekerja khusus. Selain itu, pekerja juga tidak memiliki wewenang untuk menghentikan proses produksi. Hal ini sangat berbeda dengan sistem Just In Time. Dalam sistem Just In Time, pekerja atau karyawan dituntut untuk memiliki kemampuan ganda dan fleksibel. Pekerja perlu mengetahui dan bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan lain di luar pekerjaannya. Hal ini diperlukan agar pekerja dapat saling menggantikan bila ada pekerja lain yang absen sehingga tidak mengganggu proses produksi. Pekerja diharapkan dapat mengoperasikan seluruh peralatan yang ada dalam jalur produksi, dan juga mampu untuk melakukan pemeliharaan dan perbaikan kecil alat-alat yang menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan dalam hal pemberdayaan pekerja, partisipasi dari pekerja sangat diharapkan dalam sistem Just In Time ini. Pekerja memiliki peran yang sangat penting dalam proses produksi sehingga pekerja perlu untuk diberi kewenangan dalam mengambil keputusan-keputusan sesuai dengan batasan tugas dan tanggung jawabnya. Pekerja memiliki wewenang untuk menyatakan pendapatnya mengenai bagaimana pabrik sebaiknya dioperasikan dan juga untuk menghentikan proses produksi jika mereka menemukan adanya masalah.

3. Set up Mesin

Set up berisi aktivitas menyiapkan bahan, mengubah setting mesin, mempersiapkan peralatan, dan melakukan pengujian. Set up harus sering dilakukan apabila akan beralih dari pemrosesan unit produksi tertentu ke jenis produk yang lain. Dalam sistem tradisional, set up harus sering dilakukan dalam memproduksi produk. Sebagai contoh, bukan hal sederhana untuk mengubah dari layout produksi untuk mengahasilkan sekrup dengan ukuran ½ inci menjadi ¾ inci, apalagi untuk mesin-mesin yang masih ditangani secara manual. Serangkaian langkah persiapan harus dibuat dan aktivitas ini dinilai cukup memakan waktu dan harus dihindari dan oleh karenanya setiap jenis produk harus diproduksi dalam jumlah besar, akibatnya adalah menumpuknya barang sehingga tertumpuk sampai berhari-hari atau bahkan sampai beberapa bulan sebelum masuk ke workstation berikutnya. Berbeda dengan sistem Just In Time, waktu set up dapat

Analisa Penerapan Sistem Just In Time ……. (Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani R.)

139

dikurangi dengan memperhatikan rancangan alur produksi. Jika peralatan dan mesin dirancang untuk satu jenis produk, maka tidak diperlukan lagi set up yang berulang-ulang dan jumlah unit produksi dapat dipenuhi berapapun sesuai dengan yang diinginkan.

4. Proses Produksi

Dalam sistem tradisional, pendekatan yang digunakan adalah push system. Bahan baku dibeli dan disimpan kemudian di dorong masuk ke proses produksi, dari satu proses ke proses berikutnya sampai menjadi produk jadi yang siap dipasarkan. Sedangkan dalam sistem Just In Time, pendekatan yang digunakan adalah pull system. Proses produksi akan ditentukan oleh permintaan dari konsumen. Kemudian order dari konsumen ini akan menarik seberapa banyak barang yang dibutuhkan untuk diproses pada workstation sebelumnya. (Garrison/

Berdasarkan uraian di atas, maka perbedaan utama antara sistem pengendalian persediaan dan produksi tradisional dengan sistem just in time dapat diringkas sebagai berikut :

Perbedaan utama antara sistem pengendalian persediaan dan produksi tradisional dengan sistem just in time

Sistem Just in time Sistem Tradisional Sistem tarik (pull system) Sistem dorong (push system) Persediaan dalam jumlah kecil Persediaan dalam jumlah besar Basis pemasok kecil Basis pemasok besar Kontrak jangka panjang Kontrak jangka pendek Struktur selular Struktur departemen Tenaga kerja keahlian ganda Tenaga kerja terspesialisasi Keterlibatan karyawan tinggi Keterlibatan karyawan rendah Manajemen mutu terpadu Tingkat mutu yang dapat diterima Pasar Pembeli Pasar Penjual Fokus rantai-nilai Fokus nilai tambah

Sumber : Hansen & Mowen ”Manajemen Biaya” (2000:392)

f. Elemen Penting Sistem Just in Time

Untuk menjamin keberhasilan dalam penerapan sistem Just In Time ini dibutuhkan adanya kerja sama dari beberapa elemen penting. Elemen-elemen tersebut adalah sebagai berikut :

1. Flexible Resources

Karyawan dalam lingkungan Just In Time harus memiliki kemampuan ganda dan fleksibel. Karyawan diharapkan dapat mengoperasikan seluruh peralatan dan mesin

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

140

dalam jalur produksi. Selain itu, mereka juga diharapkan mampu untuk melakukan pemeliharaan dan perbaikan kecil alat-alat yang menjadi tanggung jawabnya.

2. Cellular Layout

Dalam sistem Just In Time, mesin-mesin diatur sedemikian rupa menyerupai setengah lingkaran atau ditata dengan pola selular untuk tujuan efisiensi sehingga dapat mengurangi berbagai pemborosan. Setiap sel dirancang untuk memproduksi satu produk tertentu. Produk dipindahkan dari satu mesin ke mesin lainnya dari awal hingga akhir. Setiap sel merupakan miniatur pabrik secara keseluruhan.

3. Pull System

Dalam pull system, proses produksi akan ditentukan oleh adanya permintaan dari konsumen. Ketika permintaan konsumen masuk, bagian akhir dari perakitan akan memberikan tanda ke bagian sebelumnya untuk mengirimkan sejumlah partisi atau bahan yang dibutuhkan pada bagian tersebut. Demikian seterusnya, bagian di belakangnya akan mengirimkan tanda ke bagian yang ada di belakangnya lagi untuk mengirimkan barang setengah jadi sesuai dengan kebutuhan.

Pendekatan Pull Just In Time Untuk Aliran Barang

Sumber: Garrison/Noreen “Akuntansi Manajerial” (2000:12)

PEMASOK Cutting workstation

Milling Workstation

Assembly Workstation

Sales Department

Order JIT untuk bahan baku

Order JIT untuk komponen dibagian

pemotongaan

Order JIT untuk komponen dibagian

penggilingan Order JIT untuk

barang jadi

customer

Order konsumen dan batas waktu pengiriman

Workstation final mendorong terjadinya kebutuhan akan bahan

dan komponen secukupnya

Analisa Penerapan Sistem Just In Time ……. (Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani R.)

141

4. Quick Set up

Set up merupakan aktivitas yang terdiri dari menyiapkan bahan, mengubah setting mesin, mempersiapkan peralatan, dan melakukan pengujian. Dalam sistem Just In Time, set up yang berulang-ulang tidak diperlukan lagi karena mesin telah dirancang untuk satu jenis produk.

5. Small-lot Production

Perusahaan yang menerapkan sistem Just In Time hanya akan berproduksi sesuai dengan permintaan konsumen. Tidak seperti yang dilakukan dalam sistem tradisional yang menerapkan sistem mass production. Produksi dalam jumlah yang kecil ini dimaksudkan untuk mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu seperti biaya gudang, biaya pemeliharaan barang, dan lain-lain.

6. Quality at The Source

Barang cacat dapat menimbulkan masalah besar dalam lingkungan Just In Time. Jika sejumlah unit produk jadi yang dihasilkan mengandung produk cacat, perusahaan tidak dapat mengirimkan sejumlah barang yang diminta oleh konsumen dan perusahaan harus mengulang kembali proses produksi hanya untuk membuat pengganti produk yang cacat saja. Kondisi ini akan menimbulkan adanya penundaan dalam pengiriman barang kepada konsumen dan menimbulkan kekecewaan konsumen. Jadi, dalam lingkungan Just In Time kualitas merupakan suatu elemen yang sangat penting di samping elemen yang lain.

7. Supplier Networks

Just In Time sangat membutuhkan hubungan khusus antara pemasok dengan perusahaan pembeli. Pemasok diharapkan mampu mengirim barang dalam frekuensi yang lebih banyak dengan jumlah yang lebih kecil. Kedua belah pihak dituntut untuk dapat bekerja sama guna mencapai keberhasilan bersama di masa mendatang.

Sistem Just In-Time telah diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang ada di dunia, seperti Toyota Motor Company di Jepang yang merupakan negara pencetus dari ide ini, Dell Computer, Intel, Mc. Donald, Black and Decker, Goodyear, dan lain-lain. Sistem ini tidak hanya bisa diterapkan di perusahaan manufaktur saja, tetapi juga dapat diterapkan di jenis perusahaan lainnya, seperti perusahaan dagang maupun jasa. Di Indonesia, ada beberapa perusahaan yang telah mencoba untuk menerapkan sistem Just In Time, seperti PT Astra Daihatsu Motor, PT Triangle Motor, PT Ardi Indah, dan lain-lain. Di antara perusahaan-perusahaan tersebut, ada beberapa perusahaan yang telah berhasil menerapkan sistem ini, seperti PT Astra Daihatsu Motor, perusahaan ini telah berhasil meningkatkan kualitas produknya, mengurangi biaya, dan meningkatkan partisipasi dari pekerja-pekerjanya. Bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia, sistem ini merupakan suatu hal yang baru karena hanya beberapa perusahaan yang mampu menerapkannya dengan baik. Ada beberapa faktor yang menyebabkan sistem ini sulit untuk diterapkan di Indonesia, seperti ketersediaan bahan baku, tenaga kerja, dan yang paling penting adalah masalah dana.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

142

g. Penerapan sistem Just In-Time

Sistem Just In Time dalam perusahaan dapat diterapkan dalam dua kegiatan, yaitu kegiatan pembelian dan produksi. Penerapan sistem Just In Time adalah sebagai berikut:

1. Sistem pembelian Just In Time

Sistem pembelian Just In Time merupakan bagian yang sangat kritis dalam keseluruhan sistem Just In Time karena melibatkan pihak luar, yaitu pemasok. Pemasok dalam sistem Just In Time dituntut untuk memiliki komitmen tinggi dalam mengirimkan barang dengan kualitas, kuantitas, dan waktu yang telah disepakati. Perusahaan harus mencari pemasok terpercaya yang dapat mengirimkan barang sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu, dalam Sistem pembelian Just In Time akan melibatkan kontrak jangka panjang yang telah dinegosiasi antara kedua belah pihak. Dalam kontrak tersebut akan memuat beberapa hal penting seperti jumlah pesanan, frekuensi pengiriman, tingkat kualitas, dan harga yang disepakati. Kontrak yang telah disepakati oleh pihak pemasok dengan perusahaan masih memiliki kemungkinan untuk direvisi tergantung dari situasi dan kondisi yang sedang dihadapi.

Dalam lingkungan Just In Time, pembelian akan dilakukan dengan sistem penjadwalan pengadaan barang sehingga penyerahan dapat dilakukan dengan segera untuk memenuhi permintaan baik dari pembeli maupun dari tahapan proses berikutnya. Pembelian Just In Time dapat mengurangi waktu dan biaya yang berhubungan dengan aktivitas pembelian dengan cara sebagai berikut :

a. Mengurangi jumlah supplier, sehingga perusahaan dapat mengurangi sumber-sumber yang dicurahkan dalam negosiasi dengan supplier.

b. Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi melalui kontrak kerja jangka panjang dengan supplier, menyangkut persyaratan pembelian, kualitas bahan dan harga yang wajar.

c. Memiliki pembeli atau konsumen dengan program pembelian yang mapan Rencana pembelian yang mapan oleh pembeli atau konsumen, dapat memberikan informasi bagi supplier mengenai persyaratan kualitas bahan dan saat penyerahan dengan tenggang waktu tertentu sesuai rencana produksi.

d. Mengeliminasi dan mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak menambah nilai bagi produk, seperti kegiatan dan biaya penyimpanan atau biaya pemindahan bahan dari gudang ke pabrik.

e. Mengurangi waktu dan biaya program pemeriksaan kualitas. Pemilihan supplier yang dapat menjamin ketepatan waktu, jumlah dan kualitas barang yang dibeli dapat mengurangi waktu dan biaya pemeriksaan.

2. Sistem produksi Just In Time

Dalam sistem produksi Just In Time, pendekatan yang digunakan dalam sistem ini adalah pull system. Permintaan menarik produk melalui proses produksi. Tiap operasi hanya memproduksi apa yang diperlukan untuk memenuhi permintaan dari operasi

Analisa Penerapan Sistem Just In Time ……. (Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani R.)

143

secara berturut-turut. Tidak ada operasi yang dilakukan hingga adanya tanda dari proses secara berturut-turut menunjukkan kebutuhan untuk memproduksi. Bahan baku tiba tepat waktu untuk digunakan dalam produksi.

Elemen-elemen kunci Just In Time produksi mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Lini produksi berjalan berdasarkan sistem tarik (pull system), sehingga aktivitas setiap workstation mengikuti permintaan dari workstation berikutnya. Pada level akhir perakitan, sinyal dikirim ke workstation di belakangnya. Sinyal tersebut mengindikasikan sejumlah partisi dan bahan-bahan yang akan dikerjakan pada lini atau workstation tersebut. Kemudian workstation di belakangnya tersebut mengirimkan sinyal yang sama di workstation yang ada di belakangnya lagi, sehingga arus barang tetap terpelihara dan berjalan dengan baik. Barang dalam proses pada setiap workstation diharapkan dapat mencapai nol.

b. Mengurangi lead time produksi. Pengurangan lead time memungkinkan perusahaan dapat berproduksi dengan waktu yang efisien dan efektif.

Menekankan pada penyederhanaan aktivitas pada lini produksi, sehingga nonvalue-added activity dapat dieliminasi. Oleh karena itu, perusahaan yang menerapkan sistem Just In Time merestrukturisasi tata letak pabrik atau dengan memperlancar aliran bahan atau produk di antara workstation yang berurutan.

h. Pengaruh Penerapan Sistem Just In Time Terhadap Efisiensi dan Produktivitas Perusahaan.

Sistem Just In Time yang diterapkan perusahaan ternyata dapat memberikan manfaat dalam peningkatan efisiensi dan produktivitas perusahaan sehingga dapat bersaing di pasar global. Manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan sistem ini adalah sebagai berikut :

1. Mengeliminasi pemborosan

Sistem Just In Time yang diterapkan oleh perusahaan berusaha untuk menghilangkan kegiatan-kegiatan yang tidak bernilai tambah (nonvalue-added activity) bagi produk. Dalam perusahaan manufaktur, ada lima golongan kegiatan yang sering disebut sebagai sumber pemborosan dan tidak menambah nilai yang harus dieliminasi dalam kegiatan produksi. Kelima golongan kegiatan tersebut adalah

A. Penyusunan skedul untuk menentukan kapan berbagai produk yang berbeda harus dimasukkan ke dalam proses produksi.

B. Pemindahan bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi dari satu tempat ke tempat lain.

C. Penantian yang merupakan kegiatan menunggu bahan baku dan barang dalam proses untuk proses berikutnya.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

144

D. Inspeksi yang mengkonsumsi waktu dan sumber daya untuk menjamin produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi kualitas yang ditetapkan.

E. Penyimpanan yang menggunakan waktu dan sumber daya, selama bahan baku dan produk disimpan sebagai persediaan.

Dengan berkurangnya kegiatan-kegiatan yang tidak menambah nilai tersebut, maka akan memberikan dampak terhadap pengurangan biaya, seperti biaya gudang, biaya pemeliharaan persediaan, biaya penanganan bahan, biaya untuk negosiasi dengan supplier, dan lain-lain. Walaupun penerapan sistem Just In Time ini akan menimbulkan biaya-biaya baru, seperti biaya pemeliharaan jaringan dengan pemasok, akan tetapi tetap akan mengurangi biaya produksi secara relatif. Sehingga dengan berkurangnya kegiatan nonvalue-added dan biaya secara relatif, maka akan meningkatkan efisiensi perusahaan dengan menghasilkan produk dengan harga yang rendah.

2. Adanya partisipasi dari karyawan

Dalam sistem Just In Time, peran dari semua pihak sangat dibutuhkan baik dari manajer maupun dari karyawan atau pekerja yang bersangkutan. Pemberdayaan pekerja sangat diperlukan untuk mencapai tujuan dari sistem ini yaitu peningkatan efisiensi dan produktivitas perusahaan. Pekerja memiliki peran yang penting dalam proses produksi sehingga memerlukan adanya kewenangan untuk mengambil keputusan-keputusan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Dengan adanya keterlibatan pekerja, menimbulkan adanya perasaan memiliki dalam diri mereka sehingga akan mendorong mereka untuk bekerja dengan sebaik-baiknya guna mencapai tujuan perusahaan.

3. Mengurangi atau bahkan menghilangkan produk cacat

Produk cacat dapat menimbulkan masalah bagi perusahaan karena dapat menimbulkan penundaan dalam pengiriman barang dan memerlukan pengerjaan ulang untuk mengganti produk tersebut yang pada akhirnya akan menimbulkan kekecewaan dari konsumen. Produk yang dihasilkan akan semakin efisien karena tingkat kerusakan produk akan ditekan sampai sekecil-kecilnya.

4. Meningkatkan produktivitas

Produktivitas merupakan rasio antara outputs dengan inputs. Dalam suatu manufacturing cycle, dikenal istilah Manufacturing Cycle Efficiency (MCE).

Processing Time MCE = ------------------------------------------------------------------------------------- Processing Time + Inspection Time + Waiting Time + Move Time

Just In Time purchasing dapat mengurangi bahkan menghilangkan inspection time, waiting time, moving time sehingga dapat meningkatkan produktivitas akibat hilangnya aktivitas tidak bernilai tambah. MCE yang ideal adalah sama dengan 1 atau mendekati angka 1, yang berarti perusahaan dapat menghilangkan waktu dari aktivitas yang tidak bernilai tambah (nonvalue added activities) dan mengoptimalkan waktu dari aktivitas yang bernilai tambah (value added activities).

Analisa Penerapan Sistem Just In Time ……. (Yenni Agustina, Dewi Sukmasari, Ermadiani R.)

145

5. Manfaat dari segi akuntansi

Penerapan sistem Just In Time ini akan memberikan manfaat dari segi akuntansi manajemen perusahaan yang menerapkannya. Manfaat-manfaat tersebut adalah :

a. Ketelusuran langsung atas biaya produk

Pada dasarnya ada 3 metode yang dapat digunakan untuk membebankan biaya pada produk, yaitu penelusuran secara langsung, penelusuran pendorong, dan alokasi. Di antara ketiga metode tersebut, penelusuran langsung merupakan metode yang paling akurat. Dalam sistem tradisional, metode yang lebih sering digunakan adalah metode penelusuran pendorong dan alokasi. metode ini dipilih karena dalam lingkungan tradisional mesin dan peralatan pabrik disusun berdasarkan departemen-departemen dan digunakan untuk menghasilkan berbagai macam produk, sehingga biaya yang timbul merupakan biaya umum dari produk-produk tersebut. Perusahaan akan menggunakan metode penelusuran pendorong atau alokasi untuk membebankan biaya umum tersebut kepada produk.

Perusahaan yang menerapkan sistem Just In Time akan menggunakan metode penelusuran secara langsung yang sulit untuk dapat diterapkan dalam sistem tradisional. Dalam sistem Just In Time, layout pabrik akan disusun sedemikian rupa, sehingga mesin dan peralatan pabrik hanya akan digunakan untuk menghasilkan satu jenis produk saja. Dengan demikian, biaya-biaya yang timbul adalah biaya-biaya dari produk yang bersangkutan, sehingga akan lebih mudah untuk ditelusuri secara langsung.

b. Perhitungan harga pokok produk

Penerapan sistem Just In Time memang memungkinkan perusahaan untuk menggunakan metode penelusuran langsung. Akan tetapi, tidak semua biaya dapat dibebankan secara langsung ke produk. Ada beberapa biaya yang tetap merupakan biaya umum, seperti biaya penyusutan pabrik, biaya asuransi dan pajak, dan lain-lain. Untuk biaya-biaya tersebut, perusahaan akan tetap menggunakan metode alokasi. Satu konsekuensi dari meningkatnya biaya yang dapat dibebankan secara langsung tersebut adalah meningkatnya keakuratan perhitungan harga pokok produk.

c. Penyederhanaan pencatatan sistem akuntansi

Penerapan Just In Time dalam perusahaan akan memberikan peluang untuk menyederhanakan akuntansi untuk arus biaya produksi yang disebut perhitungan biaya backflush (backflush accounting). Dalam sistem tradisional, perusahaan memiliki akun persediaan bahan baku, barang dalam proses, dan persediaan barang jadi dalam laporan keuangannya. Akan tetapi, dalam perusahaan yang menerapkan sistem Just In Time, laporan keuangannya tidak akan memuat akun persediaan bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi. Bahan baku yang datang akan langsung masuk ke dalam proses, kemudian setelah diproses dan menjadi barang jadi akan langsung dikirim ke konsumen. Backflush accounting akan menghilangkan akun persediaan bahan baku dan barang dalam proses dan memunculkan akun baru yaitu raw material and in process (RIP). Demikian juga untuk akun tenaga kerja langsung dan biaya overhead akan digabung menjadi akun pengendali biaya konversi.

Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1, Januari 2007

146

PENUTUP

Dalam situasi perekonomian saat ini, sistem pengendalian persediaan dan produksi tradisional yang dikemukakan Henry Ford seperti produksi massa tidak sesuai lagi untuk diterapkan. Dalam sistem Just In Time, perusahaan hanya akan memproduksi produk sesuai dengan permintaan konsumen. Untuk itu, perusahaan perlu melakukan beberapa perubahan dalam lingkungan perusahaannya diantara yaitu : perubahan dari layout pabrik, rancangan proses, standar kualitas, dan persediaan. Keberhasilan dalam penerapan sistem Just In Time ini sangat membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, baik dari manajer, pekerja perusahaan, maupun dari supplier. Dengan adanya kerja sama dari pihak-pihak tersebut, maka penerapan sistem Just In Time akan memberikan hasil yang maksimal dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan sehingga perusahaan dapat tetap bertahan di masa depan.

DAFTAR PUSTAKA:

Assauri, Sofjan. 1993. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi 4. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Garisson, Ray H. dan Eric W. Norren. 2000. Managerial Accounting. (diterjemahkan oleh Totok Budisantoso). Buku 1. Salemba Empat. Jakarta.

Hansen & Mowen. 2000. Manajemen Biaya. Buku 1. Salemba Empat. Jakarta.

Iffah, Rakhmania. 2005. Penafsiran Kesiapan Suatu Perusahaan Untuk Menerapkan Sistem JIT. http://digilib.its.ac.Id/go.. 20 September 2005.

Nur Indriantoro,Dr,Msc,Ak dan Bambang Supomo,Drs,Msi,Ak. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE.

Russel, Roberta S. dan Bernard W. Taylor III. 2003. Operation Management. Fourth Edition. Prentise Hall. New York.

Swanson, Christine A. dan William M. Kankford. 2005. Just In Time Manufacturing. http://www.dushkin.com/text-data/article/22705/22705.mhtml. 20 September 2005.

Tjahjadi, Bambang. 2001. Just In Time Purchasing. JIT Production System: Pengaruhnya Terhadap Kinerja Produktivitas. Majalah Ekonomi NO.3. Universitas Airlangga. Surabaya.

PPEEDDOOMMAANN PPEENNUULLIISSAANN AARRTTIIKKEELL

Beberapa pertimbangan yang diharapkan dapat menjadi perhatian bagi penulis adalah seperti yang tercantum di bawah ini :

1. Sistematika penulisan

Abstrak/Sinopsis. Bagian ini menyajikan ringkasan penelitian berupa masalah, tujuan, analisis, serta hasil penelitian yang berkisar antara 150-350 kata (diharapkan disajikan dalam Bahasa Inggris). Sertakan pula setidaknya tiga buah kata kunci (keywords) pada bagian akhir abstrak/sinopsis.

Pendahuluan. Merupakan uraian latar belakang atau motivasi penelitian, rumusan masalah penelitian, serta pernyataan tentang tujuan penelitian.

Untuk artikel research based

Kerangka penelitian dan pengembangan hipotesis. Bagian ini memaparkan kerangka teoritis berdasarkan telaah literatur yang dapat dijadikan landasan logis untuk mengembangkan hipotesis.

Metode riset. Menjelaskan metode analisis yang digunakan sehubungan dengan masalah dan hipotesis yang diajukan, seleksi data, dan pengambilan contoh (sample), serta pengukuran dan definisi operasional variabel.

Analisis data. Menyajikan dan menguraikan hasil metode analisis data dan deskripsi statistik yang diperlukan.

Untuk artikel telaah literatur.

Pembahasan dan kesimpulan. Pembahasan penelitian yang didukung hasil statistika atau hasil literatur yang cukup kuat, disajikan untuk memberikan suatu kesimpulan tentang topik dan masalah penelitian.

Implikasi dan keterbatasan. Menjelaskan keterkaitan penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya, mengemukakan keterbatasan penelitian dan bila perlu memberi saran untuk penelitian yang akan datang.

Daftar referensi. Memuat sumber-sumber yang dikutip langsung atau yang menjadi acuan dalam penelitian.

Lampiran. Berisikan tabel, gambar, dan instrumen penelitian.

2. Artikel diketik dengan jarak baris dua, jenis huruf Times New Roman, ukuran 12pt, di atas kertas ukuran Quarto, antara 10-20 halaman.

3. Margin atas, bawah, kiri, dan kanan memakai ukuran standar satu (1) inchi.

4. Gambar atau tabel sebaiknya disajikan dalam halaman yang terpisah dengan diberi nomor urut.

5. Kutipan dalam teks harus menyebutkan nama akhir penulis dan tahun (tanpa koma) diantara kurung buka dan kurung tutup.

Contoh :

a. Satu sumber kutipan dengan satu penulis; (Hasan 1998), jika menggunakan halaman; (Hasan 1998:321)

b. Satu sumber kutipan dengan lebih satu penulis; (Hasan dan Anwar 1990), jika menggunakan halaman (Hasan dan Anwar 1990:432)

c. Satu sumber kutipan dengan lebih dari dua penulis; (Hasan dkk. 1992) atau (Kennedy at al. 1998) jika menggunakan halaman; (Hasan dkk. 1992:265) atau (Kennedy at al. 1998:612)

d. Dua sumber kutipan dengan penulis berbeda; (Hasan 1990; Kennedy 1997)

e. Dua sumber kutipan dengan penulis sama; (Hasan 1990, 1992), jika tahun publikasi sama; (Hasan 1992a, 1992b)

f. Jika sumber kutipan merupakan institusi atau lembaga, sebaiknya ditulis akronimnya, misalnya (Bappepam 2001)

6. Referensi yang menjadi sumber kutipan harus dicantumkan di dalam artikel dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Daftar referensi diurutkan berdasarkan alfabetis sesuai dengan nama penulis atau nama institusi.

b. Penulis diurutkan berdasarkan : Nama penulis. Tahun publikasi. Judul jurnal atau buku teks. Nama jurnal atau penerbit. Dan nomor halaman.

Contoh :

American Accounting Association. Committee on Concepts and Standars for External Financial Report. 1997. Statement on Accounting Theory Acceptence. Sarasota. FL:AAA.

Bringham, E.F. dan I.C. Gapenski. 1996. Intermediate Financial Management. 5th edition. The Dryen Press. New York.

Jensen, M. dan W. Mecking. 1976. Theory of The Firm : Managerial Behavioral Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Financial Economics. Vol.3. 305-306

Artikel diserahkan dalam bentuk disket 3,5”, atau CD, berikut satu eksemplar hardcopy.

DDeessiiggnn && PPrreesseenntteedd bbyy aallhhaakkkkii

ee--mmaaiill ::aallhhaakkkkii@@yyaahhoooo..ccoo..iidd

mgn
Cross-Out
mgn
Inserted Text