J. Hort. 14(3):1-6, 2004 Karakteristik Teknis Sistem...

12
Karakteristik Teknis Sistem Pertanaman Polikultur Sayuran Dataran Tinggi Witono Adiyoga, Rachman Suherman, Nikardi Gunadi, dan Achmad Hidayat Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Perahu 517 Lembang, Bandung-40391 Penelitian ini dilaksanakan di sentra produksi sayuran dataran tinggi Pangalengan, Jawa Barat pada bulan November 2001. Observasi lapang dan survai formal melalui wawancara dengan 23 orang petani responden diarahkan untuk memperoleh data/informasi dasar mencakup karakteristik teknis sistem pertanaman polikultur pada komunitas sayuran dataran tinggi. Hasil penelitian menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dari penggunaan sistem pertanaman polikultur. Kombinasi tanaman yang paling sering dipilih petani adalah cabai + petsai, kemudian diikuti oleh tomat + petsai, cabai + siampo, kubis + petsai dan cabai + kentang + petsai. Secara umum, pemilihan jenis sayuran yang dikombinasikan telah sejalan dengan prinsip dasar polikultur yang mengisyaratkan maksimisasi sinergisme dan minimisasi kompetisi antar tanaman. Petani pada umumnya memilih tanaman kombinasi yang cenderung berumur lebih pendek dan memiliki kanopi lebih sempit dibandingkan dengan tanaman utama. Pengalaman petani mengindikasikan bahwa: (a) tomat - petsai dikategorikan memiliki hubungan kompetitif, (b) cabai-petsai dikategorikan tidak saja memiliki hubungan komplementer, tetapi juga hubungan suplementer, (c) tomat - cabai, kentang - tomat, tomat - siampo, dikategorikan memiliki hubungan komplementer/kompetitif, dan (d) cabai - tomat dikategorikan memiliki hubungan suplementer/kompetitif. Kemungkinan kekurangan air atau kekeringan dipersepsi memiliki bobot pengaruh terpenting terhadap keberhasilan sistem pertanaman polikultur. Berdasarkan urutan kepentingannya, bobot pengaruh tersebut diikuti oleh curah hujan per tahun, efek naungan dari tanaman lain yang dapat mengurangi radiasi sinar matahari, total kebutuhan air, curah hujan efektif per tahun dan efek lindungan. Dukungan hasil penelitian hulu yang bersifat teknis mencakup optimasi penataan spasial dan temporal (waktu tanam), optimasi kombinasi tanaman berdasarkan potensi sinergi dan kompetisi, seleksi dan pemuliaan tanaman spesifik untuk tumpangsari, aplikasi pemupukan dan pemulsaan serta pengendalian hama penyakit secara biologis, masih sangat diperlukan agar diperoleh suatu acuan atau bahan pembanding yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi, konfirmasi dan pengembangan sistem polikultur lebih lanjut. Kata kunci: Polikultur; Sayuran Dataran Tinggi; Sinergisme; Kompetisi ABSTRACT. Adiyoga, W., R. Suherman, N. Gunadi dan A. Hidayat. 2002. Technical and non-technical characteristics and efficiency indicators of highland vegetable multiple cropping systems. This study was carried out in November 2001, in the highland vegetable production center, Pangalengan, West Java. Field observation and formal survey to interview 23 respondents were aimed to obtain data/information on technical characteristics of vegetable multiple cropping systems in the highland. Results suggest that there is an increasing trend of the use of multiple cropping by vegetable farmers. The most frequent crop combination chosen by farmers is hot pepper + chinese cabbage, followed by tomato + chinese cabbage, hot pepper + chinese mustard, cabbage + chinese cabbage, and hot pepper + potato + chinese cabbage. In general, the choice of crop combination has been in agreement with the basic requirement of multiple cropping that is maximizing synergism, while minimizing competition between crops. Farmers usually choose a companion crop that is early maturing and has lower/smaller canopy than the main crop. Farmers’ experience suggests that (a) tomato - chinese cabbage tends to have a competitive relationship, (b) hot pepper - chinese cabbage, not only has a complementary, but also a supplementary relationship, (c) tomato - hot pepper; potato - tomato; and tomato - chinese mustard have a complementary/competitive relationship, and (d) hot pepper - tomato has a supplementary/competitive relationship. The possibility of water shortage is perceived to be the most significant factor that may affect the success of multiple cropping systems. This is followed by other factors, such as rainfall per year, shading effect, total water requirement, effective rainfall per year, and shelter effect. The support of technical basic research that includes the optimization of spatial and temporal arrangements, optimization of crop combination that considers synergism and competition aspects, selection of and breeding of crop varieties which are particularly suited to multiple cropping, fertilization and mulch application, and biological pest and disease control, is still needed to establish a guidance for evaluating, confirming and further developing the advantages of multiple cropping system. Key words: Multiple cropping; Highland Vegetable; Synergism; Competition Berbagai indikator ekonomis menunjukkan bahwa peranan sayuran dalam upaya perbaikan gizi masyarakat di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, akan semakin meningkat (Price et al. 1980; Hadi et al. 2000). Adopsi varietas unggul sayuran dan metode produksi yang efisien memiliki potensi tinggi untuk meningkatkan pendapatan dan pemerataan distribusinya. Sementara itu, pemanfaatan teknologi budidaya yang telah diperbaiki, dapat mendukung upaya pemeliharaan kualitas lingkungan dan penghematan sumberdaya alam (Gafsi 1999). Terlepas dari manfaat yang dapat diperoleh dari peningkatan produksi sayuran, pendekatan 1 J. Hort. 14(3):1-6, 2004

Transcript of J. Hort. 14(3):1-6, 2004 Karakteristik Teknis Sistem...

Page 1: J. Hort. 14(3):1-6, 2004 Karakteristik Teknis Sistem ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/143/Karakter... · usaha tani (Ca ntl on & Koeni g, ... peningkatan dalam penggunaan

Karakteristik Teknis Sistem Pertanaman PolikulturSayuran Dataran Tinggi

Witono Adiyoga, Rachman Suherman, Nikardi Gunadi, dan Achmad HidayatBalai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Perahu 517 Lembang, Bandung-40391

Penelitian ini dilaksanakan di sentra produksi sayuran dataran tinggi Pangalengan, Jawa Barat pada bulan No vem ber2001. Observasi lapang dan survai for mal melalui wawancara dengan 23 orang petani responden diarahkan untukmemperoleh data/informasi dasar mencakup karakteristik teknis sistem pertanaman polikultur pada komunitassayuran dataran tinggi. Hasil penelitian menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dari penggunaansistem pertanaman polikultur. Kombinasi tanaman yang pal ing sering dipilih petani adalah cabai + petsai, kemudiandiikuti oleh tomat + petsai, cabai + siampo, kubis + petsai dan cabai + kentang + petsai. Secara umum, pemilihan jenissayuran yang dikombinasikan telah sejalan dengan prinsip dasar polikultur yang mengisyaratkan maksimisasisinergisme dan minimisasi kompetisi antar tanaman. Petani pada umumnya memilih tanaman kombinasi yangcenderung berumur lebih pendek dan memiliki kanopi lebih sempit dibandingkan dengan tanaman utama.Pengalaman petani mengindikasikan bahwa: (a) tomat - petsai dikategorikan memiliki hubungan kompetitif, (b)cabai-petsai dikategorikan tidak saja memiliki hubungan komplementer, tetapi juga hubungan suplementer, (c) tomat- cabai, kentang - tomat, tomat - siampo, dikategorikan memiliki hubungan komplementer/kompetitif, dan (d) cabai -tomat dikategorikan memiliki hubungan suplementer/kompetitif. Kemungkinan kekurangan air atau kekeringandipersepsi memiliki bobot pengaruh terpenting terhadap keberhasilan sistem pertanaman polikultur. Berdasarkanurutan kepentingannya, bobot pengaruh tersebut diikuti oleh curah hujan per tahun, efek naungan dari tanaman lainyang dapat mengurangi radiasi sinar matahari, to tal kebutuhan air, curah hujan efektif per tahun dan efek lindungan.Dukungan hasil penelitian hulu yang bersifat teknis mencakup optimasi penataan spasial dan tem po ral (waktu tanam),optimasi kombinasi tanaman berdasarkan potensi sinergi dan kompetisi, seleksi dan pemuliaan tanaman spesifikuntuk tumpangsari, aplikasi pemupukan dan pemulsaan serta pengendalian hama penyakit secara biologis, masihsangat diperlukan agar diperoleh suatu acuan atau bahan pembanding yang dapat digunakan untuk melakukanevaluasi, konfirmasi dan pengembangan sistem polikultur lebih lanjut.

Kata kunci: Polikultur; Sayuran Dataran Tinggi; Sinergisme; Kompetisi

ABSTRACT. Adiyoga, W., R. Suherman, N. Gunadi dan A. Hidayat. 2002. Technical and non-technicalcharacteristics and efficiency indicators of highland vegetable multiple cropping systems. This study was carried outin November 2001, in the highland vegetable production center, Pangalengan, West Java. Field observation andformal survey to interview 23 respondents were aimed to obtain data/information on technical characteristics ofvegetable multiple cropping systems in the highland. Results suggest that there is an increasing trend of the use ofmultiple cropping by vegetable farmers. The most frequent crop combination chosen by farmers is hot pepper +chinese cabbage, followed by tomato + chinese cabbage, hot pepper + chinese mustard, cabbage + chinese cabbage,and hot pepper + potato + chinese cabbage. In general, the choice of crop combination has been in agreement with thebasic requirement of multiple cropping that is maximizing synergism, while minimizing competition between crops.Farmers usually choose a companion crop that is early maturing and has lower/smaller canopy than the main crop.Farmers’ experience suggests that (a) tomato - chinese cabbage tends to have a competitive relationship, (b) hot pepper - chinese cabbage, not only has a complementary, but also a supplementary relationship, (c) tomato - hot pepper; potato - tomato; and tomato - chinese mustard have a complementary/competitive relationship, and (d) hot pepper - tomatohas a supplementary/competitive relationship. The possibility of water shortage is perceived to be the most significantfactor that may affect the success of multiple cropping systems. This is followed by other factors, such as rainfall peryear, shading effect, total water requirement, effective rainfall per year, and shelter effect. The support of technicalbasic research that includes the optimization of spatial and temporal arrangements, optimization of crop combinationthat considers synergism and competition aspects, selection of and breeding of crop varieties which are particularlysuited to multiple cropping, fertilization and mulch application, and biological pest and disease control, is still neededto establish a guidance for evaluating, confirming and further developing the advantages of multiple cropping sys tem.

Key words: Multiple cropping; Highland Vegetable; Synergism; Com pe ti tion

Berbagai indikator ekonomis menunjukkanbahwa peranan sayuran dalam upaya perbaikan gizi masyarakat di negara-negara berkembang, sepertiIndonesia, akan semakin meningkat (Price et al.1980; Hadi et al. 2000). Adopsi varietas unggulsayuran dan metode produksi yang efisien memiliki potensi tinggi untuk meningkatkan pendapatan dan

pemerataan distribusinya. Sementara itu,pemanfaatan teknologi budidaya yang telahdiperbaiki, dapat mendukung upaya pemeliharaankualitas lingkungan dan penghematan sumberdayaalam (Gafsi 1999).

Terlepas dari manfaat yang dapat diperolehdari peningkatan produksi sayuran, pendekatan

1

J. Hort. 14(3):1-6, 2004

Page 2: J. Hort. 14(3):1-6, 2004 Karakteristik Teknis Sistem ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/143/Karakter... · usaha tani (Ca ntl on & Koeni g, ... peningkatan dalam penggunaan

pengembangan yang semata-mata memberikanpenekanan pada aspek komersialisasi dapatmenimbulkan dampak negatif terhadapkelestarian lingkungan dan keberlanjutanusahatani (Cantlon & Koenig, 1999; Poudel et al.2000). Kenyataan menunjukkan bahwa sebagianbesar jenis sayuran yang diusahakan secarakomersial di daerah tropis merupakan tanamanintroduksi dari temperate regions. Oleh karenaadaptasi yang buruk terhadap panas dankelembaban daerah dataran rendah tropis, sebagianjenis sayuran tersebut pada umumnya diusahakandi dataran tinggi. Usahatani sayuran intensif didataran tinggi tanpa pengelolaan yangmempertimbangkan prinsip-prinsip berkelanjutantelah terbukti memiliki andil cukup besar terhadaptimbulnya masalah-masalah erosi, degradasikesuburan dan pencemaran lingkungan (Dumsdayet al. 1991; Saran 1993). Ketergantungan terhadapinput buatan dan manipulasi terhadap sumberdayaalam untuk memaksimalkan keuntungan (terutamadalam bentuk natura) telah mulai mengarah padaketidakstabilan sistem produksi (Waibel &Setboonsarng 1993). Stabilitas sistem produksi,secara eksternal dipengaruhi oleh faktor-faktorfisik (misalnya, iklim), ekonomis (misalnya, hargapasar) dan biologis (misalnya, hama penyakit).Sedangkan secara internal, stabilitas sistemproduksi menurun karena berbagai pengaruh,misalnya peningkatan salinitas, kehilangan lapisanatas tanah, kehilangan material organik, danpeningkatan dalam penggunaan pestisida.

Salah satu faktor yang diperkirakanberpengaruh cukup signifikan terhadapstabilisasi sistem produksi adalah sistempertanaman (monokultur vs multikultur ataumonocropping vs multiple cropping) (Ranaweera et al. 1993). Ditinjau dari sisi komersialisasi usaha,sistem pertanaman monokultur seringkali dianggap lebih teruji kelayakannya dibandingkan dengansistem pertanaman multikultur. Secara teoretis,efisiensi penggunaan sumberdaya lebihmemungkinkan untuk dicapai pada sistempertanaman monokultur. Lebih jauh lagi, sistempertanaman monokultur juga lebih banyakmemberikan kemudahan bagi suatu usahataniuntuk mencapai economies of scale. Sementara itu,sistem pertanaman multikultur cenderungmemberikan ruang yang lebih leluasa menyangkutkemungkinan tercapainya keseimbangan antarakelayakan ekonomis dan kelayakan ekologis,

sebagai salah satu prasyarat pertanianberkelanjutan. Sistem multikultur dicirikan olehdua kelompok karakteristik yang secara praktispada dasarnya saling berkaitan, yaitu karakteristikfisio-teknis dan sosio-ekonomis (Beets 1982).Karakteristik fisio-teknis mencakup: (a)memanfaatkan berbagai faktor lingkungan secaralebih efisien, (b) memberikan stabilitasproduksi/hasil yang lebih tinggi pada lingkunganyang berbeda, dan (c) memberikan perlindunganterhadap tanah secara lebih baik. Karakteristiksosio-ekonomis meliputi: (a) memberikan produksi total dan pengembalian yang lebih tinggi, dan (b)menjamin penawaran pangan yang lebih kontinyu.Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Wood(1986) yang menunjukkan beberapa keunggulansistem multikultur, yaitu: (a) mengurangi risikokehilangan total hasil panen, (b) mengoptimalkanproduksi dari lahan garapan yang relatif sempit, (c)memelihara kesuburan melalui fiksasi nitrogendalam tanah, jika legumes dimasukkan dalam polatanam, dan (d) menekan pertumbuhan gulmasebagai akibat dari kerapatan tanam yang relatiftinggi. Namun demikian, beberapa kelemahansistem multikultur yang juga digaris-bawahidiantaranya adalah: (a) keberadaan tanaman dilahan garapan sepanjang tahun berpotensimemelihara siklus hidup hama/penyakit, (b) jenistanaman yang terlalu beragam akan menyulitkanpenyiangan, dan (c) menyulitkan introduksiteknologi hemat tenaga kerja atau mekanisasi.

Sistem pertanaman multikultur padadasarnya merupakan sistem yang juga biasadigunakan oleh petani sayuran dataran tinggi.Sistem ini diadopsi oleh banyak petani, terutamaberkaitan dengan kesesuaiannya dalammemberikan solusi terhadap kendalasumberdaya yang dihadapi. Sebagian besarpetani di dataran tinggi pada umumnyadihadapkan pada kendala keterbatasan lahangarapan dan permodalan. Ditinjau dari sisipenelitian, keberadaan sistem multikultursayuran di dataran tinggi sampai saat initampaknya masih belum memperoleh perhatianyang memadai. Berbagai penelitian ataupengkajian cenderung masih memberikanpenekanan pada tinjauan terhadap tanamanutama, sehingga pendekatan penelitian yangdigunakan pada umumnya lebih berorientasimonokultur. Mengacu pada uraian di atas,penelitian ini diarahkan untuk memperoleh

J. Hort. Vol. 14, No. 1, 2004

2

Page 3: J. Hort. 14(3):1-6, 2004 Karakteristik Teknis Sistem ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/143/Karakter... · usaha tani (Ca ntl on & Koeni g, ... peningkatan dalam penggunaan

data/informasi dasar mencakup karakteristikteknis sistem pertanaman (monokultur danmultikultur) pada komunitas sayuran datarantinggi, terutama berkaitan dengan kemungkinankontribusinya dalam mewujudkan sistemproduksi sayuran yang berkelanjutan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di daerah sentraproduksi sayuran dataran tinggi Pangalengan,Jawa Barat pada bulan November 2001.Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secarapurposif, berdasarkan pertimbangan bahwaPangalengan merupakan salah satu sentraproduksi sayuran dataran tinggi terbesar di JawaBarat, sehingga tingkat keragaman sistempertanaman yang diperoleh akan cukup tinggi. Penelitian ini bersifat eksploratif lintas disiplinilmu dan dilaksanakan oleh tim interdisiplin.Kegiatan penelitian dilakukan mengikutitahapan (a) pengumpulan informasi dasar yangdipubli-kasikan dan tidak dipublikasikan, (b)survai eksploratori yang mencakup observasilapangan dan interview informal dengan petanikunci serta informan kunci, dan (c) survai formalyang merupakan interview petani denganmenggunakan kuesioner.

Petani responden sejumlah 23 orangterseleksi secara acak pada saat survaieksplorator i d ilaksanakan. Data yangdikumpulkan mencakup:

a. Sistem pertanaman (monokultur danmultikultur).

b. Karakteristik agro-teknis sistem pertanaman(pemilihan jenis tanaman dan varietas,populasi tanaman dan rancangan spasial,waktu tanam, pemupukan, pengendalianhama/penyakit dan pengelolaan erosi dandegradasi kesuburan).

c. Keterkaitan dan kompetisi inter/antar sistempertanaman (produktivitas relatif, kompetisiantar sistem pertanaman dan kompetisi antartanaman).

d. Aspek agro-ekologis, biologis dan fisiktanaman (iklim dan tanah, ketersediaan airdan intensitas cahaya dan hubungan sistempertanaman dengan iklim mikro).

Pengolahan data dilakukan denganmemanfaatkan perangkat statistika deskriptifdan analisis isi (content analysis).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik responden

Kisaran us ia 20-30 tahun ternyatamendominasi struktur umur petani responden (>50%) (Tabel 1). Struktur usia ini memilikipotensi respons yang tinggi terhadap inovasi atau teknologi baru. Ditinjau dari latar belakangpendidikan formal, sebagian besar responden(65,2%) berpendidikan sekolah menengahpertama ke bawah. Hampir separuh respondenmemiliki pengalaman mengusahakan sayuran diatas 10 tahun. Sementara itu, sebagian besarresponden (>65%) mengusahakan sayuran padalahan garapan yang relatif sempit (0,25 hektar).

2. Karakteristik agroteknis sistem pertanaman

Pada sistem polikultur, sebagian besar petanitelah terbiasa menggunakan penutup tanah mulsa plastik perak (Tabel 2). Berdasarkan pengalamanpetani , penggunaan mulsa plast ik in imemberikan beberapa keuntungan, diantaranya(a) mengurangi pertumbuhan gulma, (b)menghindarkan tanaman dari genangan air, (c)memperlambat pemadatan tanah, karena tanah dibawah mulsa tetap gembur dan memiliki aerasiyang baik, serta memungkinkan penguranganpencucian pupuk. Pada umumnya, petanimenggunakan mulsa selama tiga musim tanam(hampir setahun) berdasarkan pertimbanganefisiensi dan pemanfaatan usia pakai. Disampingitu, petani menyatakan bahwa pengolahan tanahpenuh yang dilakukan setahun sekali dapatmengurangi degradasi kesuburan lahan (Uri2000) . Sebagian petani la innya t idakmemanfaatkan mulsa selama setahun, karenamemutuskan untuk mengganti s is tempertanaman menjadi sistem monokultur untukjenis sayuran yang dianggap paling dapatdiandalkan secara komersial (kentang).Keputusan penggantian sistem pertanaman inijuga sering dilatarbelakangi oleh upaya untukmemutus siklus perkembangan hama penyakit.Sementara itu, sebagian petani yang jugamemilih sistem pertanaman polikultur, tidakmenggunakan mulsa karena alasan biayapengadaan mulsa yang relatif tinggi serta

Adiyoga W. et al.: Karakteristik teknis sistem pertanamanpolikultur sayuran dataran tinggi

3

Page 4: J. Hort. 14(3):1-6, 2004 Karakteristik Teknis Sistem ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/143/Karakter... · usaha tani (Ca ntl on & Koeni g, ... peningkatan dalam penggunaan

kekurangmampuan untuk melakukanpengelolaan/pengawasan yang sangat intensif.

Kombinasi jenis tanaman yang dilakukanpetani pada sistem polikultur cukup beragam(Tabel 3). Kombinasi yang paling sering dipilihpetani adalah cabai + petsai, kemudian diikutioleh tomat + petsai, cabai + siampo, kubis +petsai dan cabai + kentang + petsai. Secaraumum, pemilihan jenis sayuran yangdikombinasikan telah sejalan dengan prinsipdasar pol ikul tur yang mengisyaratkanmaksimisasi sinergisme dan minimisasikompetisi antar tanaman. Petani memilihtanaman kombinasi yang cenderung berumurlebih pendek dan memiliki kanopi lebih sempitdibandingkan dengan tanaman utama. Dalamkonteks polikultur, sebenarnya disarankan agartanaman yang dikombinasikan memiliki saatkematangan (maturity) yang seragam, sehinggadapat dipanen sekaligus. Karakteristik lain yangjuga lebih dikehendaki adalah sifat genjah. Sifatini memungkinkan pengelolaan yang lebihintensif dan fleksibilitas yang lebih tinggi,terutama pada saat menentukan waktu tanam.

Pada dasarnya, sistem polikultur yangdigunakan adalah sistem tumpang-gilir (relaycropping), di mana tanaman kedua danseterusnya ditanam setelah tanaman utama

J. Hort. Vol. 14, No. 1, 2004

4

Tabel 1. Karakteristik responden (Re spon dentChar ac ter is tics)

Uraian (Description)

Responden (Respondents)

3 %

Usia responden (Age)

- 20-30 tahun 12 52,2

- 31-40 tahun 4 17,4

- 41-50 tahun 6 26,1

- > 51 tahun 1 4,3

Tingkat pendidikan(Education)

- 6 tahun 11 47,8

- 9 tahun 4 17,4

- 12 tahun 7 30,5

- 15 tahun 1 4,3

Pengalamanmengusahakansayuran (Experience)

- 2–10 tahun 12 52,2

- 11–20 tahun 5 21,7

- 21–30 tahun 6 26,1

Luas lahan garapan(Farm size)

- 800–1600 m2 14 60,9

- 1601–2400 m2 2 8,8

- 2401–3200 m2 5 21,7

- 3201-4000 m2 1 4,3

- >4000 m2 1 4,3

Tabel 2. Penggunaan mulsa plastik pada sistem pertanaman polikultur (Plas tic mulch use in mul ti plecrop ping s)

Uraian (Description)

Responden (Respondents)

å %

Apakah anda menggunakan mulsa plastik pada sistem pertanaman polikultur?(Do you use plastic mulch in applying multiple cropping systems?)

- Ya, karena dapat menekan pertumbuhan gulma, memperlambatpemadatan tanah dan mengurangi pencucian pupuk (Yes, because itcould suppress the growth of weeds, slow down soil compactness andreduce fertilizer leaching)

16 69,6

- Tidak, karena biaya yang harus dikeluarkan cukup tinggi serta perlupengelolaan/pengawasan yang sangat intensif (No, because the costsrequired are quite high and it needs a more intensive supervision)

7 30,4

Apakah mulsa plastik digunakan sepanjang tahun? (Is the plastic mulch usedall year round?)

- Ya, agar tidak perlu mengolah tanah secara penuh setiap kali akantanam dan mengoptimalkan umur pakai mulsa tersebut (Yes, so thatland preparation or tillage does not have to be carried out every timeof planting and it could optimize its lifetime)

13 81,3

- Tidak, karena pada musim berikutnya berubah menjadi sistemmonokultur, melakukan rotasi serta memutus siklus hidup hamapenyakit (No, because the following season the system is changed tomono cropping, designed for rotation and cutting off the pests anddisease lifecycles)

3 18,7

Page 5: J. Hort. 14(3):1-6, 2004 Karakteristik Teknis Sistem ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/143/Karakter... · usaha tani (Ca ntl on & Koeni g, ... peningkatan dalam penggunaan

berada pada tahapan reproduktif, sebelum panen.

Adiyoga W. et al.: Persepsi publik thd. keberadaan pertanianur ban Ja karta dan Bandung

5

Tabel 3. Keragaman kombinasi tanaman pada sistem pertanaman polikultur (Vari a tion of crop com bi na tion in mul ti ple crop ping sys tems)

Jenis sayuran(Crops)

Responden(Respondent) Jenis sayuran

(Crops)

Responden(Respondent)

å % å %

Cabai + petsai(Hot pepper + chinese cabbage)

10 43,5 Tomat + siampo(Tomato + chinese mustard)

3 13,1

Kubis + petsai(Cabbage + chinese cabbage)

4 17,4 Kubis + siampo(Cabbage + chinese mustard)

2 8,7

Tomat + petsai(Tomat + chinese cabbage)

8 34,8 Kentang + kacang merah(Potato + french beans)

1 4,3

Cabai + kentang(Hot pepper + potato)

4 17,4 Kentang + siampo(Potato + chinese mustard)

1 4,3

Cabai + kentang + petsai(Hot pepper + potato + chinesecabbage)

4 17,4 Cabai + bawang daun(Hot pepper + bunchingonion)

1 4,3

Tomat + kentang(Tomato + potato)

3 13,1 Cabai keriting + kubis(Hot pepper + cabbage)

1 4,3

Cabai + siampo(Hot pepper + chinese mustard)

5 21,7 Kentang + kubis(Potato + cabbage)

1 4,3

Cabai + siampo + kentang(Hot pepper + chinese mustard + potato)

1 4,3 Cabai + kentang + tomat +petsai(Hot pepper + potato +tomato + chinese cabbage)

1 4,3

Tomat + kubisTomato + cabbage)

1 4,3

Page 6: J. Hort. 14(3):1-6, 2004 Karakteristik Teknis Sistem ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/143/Karakter... · usaha tani (Ca ntl on & Koeni g, ... peningkatan dalam penggunaan

Tabel 4 menunjukkan kom-binasi tanamandimana tanaman kedua pada umumnya berumurlebih pendek dan berkanopi lebih sempitdibandingkan tanaman utama. Tanaman keduadan seterusnya ditanam berkisar 7-30 hari setelah penanaman tanaman utama. Pada praktiknya,faktor spasial (tinggi dan kanopi tanaman) sertafaktor temporal (tingkat kematangan/ umurpanen) ternyata merupakan dua hal yang salingmelengkapi. Pemilihan jenis tanaman yang akandikombinasikan sebenarnya berperan sangatpenting. Jenis tanaman/sayuran, bahkanvarietasnya dapat diseleksi (dan disilangkan)berdasarkan kesesuaiannya untuk ditanam secara tumpangsari atau tumpanggilir. Namundemikian, sampai sejauh ini, hal tersebut belumpernah dilakukan oleh lembaga penelitian.Penelitian pemuliaan masih terfokus padapenemuan varietas yang dapat memberikan hasil

maksimal, di bawah kondisi lingkungan optimal,pada tingkat manajemen sistem pertanamanmonokultur.

Produksi suatu komoditas merupakan fungsidari hasil per tanaman dan jumlah tanaman perunit area. Pada kondisi seperti ini, hasil pertanaman cenderung relatif rendah, namun karenajumlah tanaman per unit area tinggi, makaproduksi total per unit area juga akan tinggi.Populasi tanaman dari jenis sayuran tertentuyang dapat ditanam per unit area sangattergantung pada sumberdaya lingkungan. Sistem

J. Hort. Vol. 14, No. 1, 2004

6

Tabel 4. Jenis sayuran, waktu tanam dan panen pada sistem pertanaman polikultur (Veg e ta ble crops,time of plant ing and har vest ing in mul ti ple crop ping sys tems)

Jenis Sayuran(Vegetable crops)

Bulan Tanam (PlantingMonth)

Bulan Panen(Harvesting Month)

Keterangan (Remarks)

Cabai (Hot pepper) 10 1 Petsai ditanam 15 hst cabai (Chinesecabbage is planted 15 days after plantinghot pepper )

Petsai (Chinese cabbage) 10 11

Kubis (Cabbage) 1 2 Petsai dan kubis ditanam bersamaan(Chinese cabbage and cabbage are plantedat the same time)

Petsai (Chinese cabbage) 11 1

Tomat (Tomato) 5 8 Petsai ditanam 7-20 hst tomat (Chinesecabbage is planted 7-20 days after plantingtomato) Petsai (Chinese cabbage) 5 7

Cabai (Hot pepper) 5 10 Kentang ditanam 25 hst cabai (Potato isplanted 25 days after planting hot pepper)Kentang (Potato) 6 10

Cabai (Hot pepper) 9 1 Petsai ditanam 25 hst cabai (Chinesecabbage is planted 25 days after plantinghot pepper)Kentang ditanam 30 hst cabai (Potato isplanted 30 days after planting hot pepper)

Petsai (Chinese cabbage) 9 10

Kentang (Potato) 9 11

Tomat (Tomato) 2 5 Kentang ditanam 7-20 hst tomat (Potato isplanted 7-20 days after planting tomato)Kentang (Potato) 3 6

Cabai (Hot pepper) 9 1 Siampo ditanam 25-30 hst cabai (Chinesemustard is planted 25-30 days afterplanting hot pepper)

Siampo (Chinese mustard) 9 10

Cabai (Hot pepper) 9 1 Siampo ditanam 25 hst cabai (Chinesemustard is planted 25 days after plantinghot pepper)Kentang ditanam 30 hst cabai (Potato isplanted 30 days after planting hot pepper)

Siampo (Chin. mustard) 9 10

Kentang (Potato) 9 11

Tomat (Tomato) 2 5 Kubis ditanam 25-30 hst tomat (Cabbage isplanted 25-30 days after planting tomato)Kubis (Cabbage) 3 6

Tomat (Tomato) 2 5 Siampo ditanam 7-30 hst tomat (Chinesemustard is planted 7-30 days after plantingtomato)

Siampo (Chinese mustard) 3 6

hst = hari setelah tanam

Page 7: J. Hort. 14(3):1-6, 2004 Karakteristik Teknis Sistem ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/143/Karakter... · usaha tani (Ca ntl on & Koeni g, ... peningkatan dalam penggunaan

pertanaman polikultur akan menguntungkan,jika populasi tanamannya optimal. Dengan katalain, populasi total optimal dari sistempertanaman polikultur akan lebih tinggidibandingkan dengan populasi total optimalsistem pertanaman monokultur. Hal ini jugatercermin dari informasi petani yang diringkaspada Tabel 5. Kerapatan populasi optimal padasistem pertanaman polikultur dapat terusditingkatkan, selama intercrop competitionmasih lebih rendah dibandingkan denganintracrop competition. Peningkatan populasitotal dapat meningkatkan produksi total, jikaterdapat perbedaan temporal pola pertumbuhanyang cukup lebar di antara komponen-komponen sistem polikultur.

Pada sistem polikultur, bukan hanyakomponen tanaman kombinasi yang ber-peranpenting, tetapi juga pola distribusi (penataanspasial) berbagai jenis tanaman yang berbedatersebut di lapangan. Efisiensi pemanfaatanradiasi sinar matahari oleh setiap komponentanaman akan sangat bergantung pada polapenanaman yang secara spasial ditata denganbaik. Penataan spasial sistem polikultur diPangalengan pada umumnya adalah relayintercropping (penanaman tanaman kedua danseterusnya, dilakukan setelah tanaman pertama

berada pada tahapan reproduktif sebelumpanen). Sangat jarang petani melakukan rowintercropping (menanam dua jenis atau lebihtanaman secara bersamaan dengan paling sedikitsatu tanaman ditanam dalam barisan). Berikut iniadalah beberapa contoh penataan spasial sistempertanaman polikultur sayuran di Pangalengan(Gambar 1-3).

Gambar 1

Adiyoga W. et al.: Karakteristik teknis sistem pertanamanpolikultur sayuran dataran tinggi

7

Tabel 5. Populasi tanaman pada sistem pertanaman polikultur dan monokultur (Plant Den sity in Mul ti -ple and Mono Crop ping Sys tems)

Kombinasi tanaman(Crop combination)

Populasi tanaman pada sistempolikultur

(Plant density in multiple cropping)

Populasi tanaman pada sistemmonokultur

(Plant density in mono cropping)

Kisaran (Range)

Rata-rata(Average)

Kisaran (Range)

Rata-rata(Average)

Cabai (Hot pepper)Petsai (Chinese cabbage)

21.875–32.350

21.875–37.500

25.515

26.265

21.875–37.500

25.000–42.500

27.750

36.115

Tomat (Tomato)Petsai (Chinese cabbage)

21.875–28.750

21.875–28.750

25.125

25.125

25.000–31.250

25.000–48.000

26.465

33.465

Cabai (Hot pepper)Siampo (Chinese mustard)

21.875–29.165

17.855–37.500

26.155

26.600

21.875–35.715

37.500–43.750

28.720

41.450

Cabai (Hot pepper)Petsai (Chinese cabbage)Kentang (Potato)

23.333–25.000

23.333–25.000

10.000–11.250

24.168

24.168

10.625

23.333–25.000

23.333-37.500

25.000–33.333

24.168

30.415

29.168

Tomat (Tomato)Kentang (Potato)

29.400

23.525

32.350

37.500

Cabai (Hot pepper)Kentang (Potato) Petsai (Chinese cabbage)Tomat (Tomato)

20.825

10.415

20.825

10.415

22.915

35.000

31.250

25.000

Â Æ Â Æ Â Æ Â Æ ‘ ‘ ‘ ‘

Â Æ Â Æ Â Æ Â Æ

 = cabai Jarak tanam = 85 x 60 cm Æ = siampo Jarak tanam = 85 x 60 cm ‘ = tomat Jarak tanam = 60 x 60 cm

Page 8: J. Hort. 14(3):1-6, 2004 Karakteristik Teknis Sistem ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/143/Karakter... · usaha tani (Ca ntl on & Koeni g, ... peningkatan dalam penggunaan

Gambar 2

Gambar 3

Pada umumnya, pemupukan dasar dilakukanpetani dengan menebarkan pupuk sepanjanggaritan, kemudian ditutup tanah (sebelum mulsadipasang). Sementara itu, untuk pemupukansusulan, sebagian besar petani melakukannyadengan menyiramkan pupuk yang telahdilarutkan ke sekeliling tanaman (Tabel 6). Dosispupuk yang diberikan pada umumnyamerupakan perkiraan kebutuhan total kombinasitanaman, yaitu dosis tanaman utama jika ditanamsecara monokultur dengan tambahan sebesar25-50%. Pada dasarnya, sifat alami tanamanutama serta jenis pupuk yang diberikan akanmempengaruhi keragaan tanamankombinasi/asosiasi (positif atau negatif).Be-sarnya pengaruh ini sangat bervariasi, tetapiumumnya tidak terlalu signifikan. Penga-ruhyang paling besar biasanya terjadi padaketersediaan nitrogen. Namun demikian, hal inisukar digeneralisasikan karena pengaruhresidual dari pemupukan nitrogen dipenga-ruhioleh berbagai variabel. Pengaruh residualcenderung bersifat spesifik lokasi dan harusselalu dipertimbangkan pada saat akanmelakukan pemupukan untuk tanamankombinasi/asosiasi. Perlu dicatat bahwaketerbatasan hasil penelitian menge-naipemupukan pada sistem pertanaman polikulturmenyebabkan timbulnya kesulitan untuk menilai

atau mengevaluasi cara dan dosis pemupukanyang dilakukan petani.

Berkaitan dengan insiden hama penyakitpada sis tem pol ikul tur, terdapat duakemungkinan yang bersifat kontras satu samalain, yaitu (a) sistem pertanaman poli-kulturmemberikan periode keberadaan tanaman dilapangan yang lebih panjang dan memungkinkan adanya peningkatan insiden hama penyakit, dan(b) keragaman jenis tanaman dapat mengarahpada stabilitas hama yang lebih tinggi, sedangkan periode keberadaan tanaman yang lebih panjangdapat memberikan kemungkinan pada tim-bulnya agen biokontrol secara alami. Secaraideal, sistem pertanaman polikultur akan sangatmenguntungkan jika dapat mengkombinasikanspesies tanaman yang rentan dengan spesies yang toleran, sehingga pengaruh absolut dari insidenhama penyakit dapat dikurangi. Hal serupa jugadapat ditempuh jika salah satu tanaman lebihdisukai oleh parasitoid hama tanaman lain(misalnya, kentang + petsai, Hemiptarsonemusvasicormis memparasitasi Liriomyza sp.).Pengendalian hama penyakit pada sistempolikultur sayuran di Pangalengan masih sangatbergantung pada metode pengenda-lian kimiawi. Lebih dari separuh jumlah petani respondenmelakukan penyemprotan dan menggunakandosis penyemprotan sesuai dengan kebutuhanmasing-masing tanaman. Hal ini dilakukankarena serangan hama/penyakit yang berbedaantar jenis tanaman, sehingga harus dikendalikan secara terpisah (dengan jenis pestisida yangberbeda pula). Walaupun demikian, petani jugamenyatakan bahwa seringkali pada saatpenyemprotan tanaman utama, tanaman lainnyajuga secara tidak langsung ikut tersemprot.Menurut petani, cara ini ditempuh sebagai salahsatu upaya untuk melakukan sedikitpenghematan biaya pengendalian hamapenyakit.

Tabel 6 Pemupukan dan penyemprotanpestisida pada sistem pertanaman polikultur(Fertilization and pesticide spraying in multiplecropping systems)

Catatan: Seorang responden dimungkinkanuntuk memberikan lebih dari satu jawaban,sehingga secara kumulatif jumlahnya dapat >100%.

Secara ekologis, sebagian besar petanimenyatakan bahwa sistem pertanaman polikultur

J. Hort. Vol. 14, No. 1, 2004

8

 q  q  q  q q q q q

 q  q  q  q

 = cabai Jarak tanam = 85 x 60 cm q = kentang Jarak tanam = 42,5x 60 cm

Page 9: J. Hort. 14(3):1-6, 2004 Karakteristik Teknis Sistem ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/143/Karakter... · usaha tani (Ca ntl on & Koeni g, ... peningkatan dalam penggunaan

sayuran dapat mengurangi tingkat erosi danmempertahankan/memperbaiki kesuburan lahan(Tabel 7). Pada sistem ini, periode keberadaanpertanaman yang lebih panjang, pemulsaan sertapengolahan tanah minimal merupakan faktorpenting yang dapat mengurangi kerusakanstruktur tanah.

Tabel 7 Pengaruh sistem pertanamanpolikultur terhadap upaya mengendalikan erosidan mem-pertahankan kesuburan lahan (Theeffects of multiple cropping in reducing soilerosion and maintaining soil fertility)

3. Keterkaitan dan kompetisi intra/intertanaman

Jika lebih dari satu jenis tanaman ditanambersama, maka berbagai jenis tanam-an tersebutakan saling mempengaruhi (interferensi) satusama lain. Interferensi akan terjadi antarindividual tanaman dari spesies yang sama (intra) dan antar tanaman dari spesies yang berbeda(inter). Interferensi seringkali terjadi dalambentuk kompetisi yang merupakan proses fisik.Kompetisi ini hampir dapat dipastikan selaluterjadi pada tahapan tertentu proses pertumbuhan tanaman. Dari sisi waktu, terjadinya kompetisiakan bergantung pada: (a) tingkat pasokansumberdaya, misalnya, kesuburan lahan, radiasisinar matahari, dan keseimbangan kelembaban,serta (b) sifat alami dari komunitas tanaman,khususnya kebutuhan sumberdaya dari tanamansecara individual, populasi tanaman danpenataan spasial. Hubungan intra atau intertanaman secara normal akan berubah sepanjangmasa pertumbuhan komunitas tanaman.Seringkali hubungan tersebut pada awalpertumbuhan vegetatif akan bersifat indiferen,tetapi setelah tanaman tumbuh semakin besar dan semakin memerlukan “ruang”, hubunganindiferen tersebut akan berubah menjadihubungan yang bersifat kompetitif. Sifatinterferensi pada dasarnya akan berpengaruhterhadap pertumbuhan dan hasil dari suatuasosiasi tanaman. Hubungan antar tanaman padasistem polikultur, berke-naan dengan hasil relatifdari asosiasi tanaman, dapat berupa hubunganyang bersifat :

Informasi di bawah ini menunjukkanjenis-jenis tanaman yang menurut pengalamanpetani termasuk ke dalam kategori-kategorihubungan antar tanaman berbeda spesies (Tabel

8). Pengalaman petani mengindikasikan bahwa(a) tomat - petsai dikategorikan memilikihubungan kompet it if , (b) cabai-petsaidikategor ikan memiliki hubungankomplementer, (c) cabai - petsai dikategorikanmemiliki hubungan suplementer, (d) tomat -cabai, kentang - tomat, tomat - siampo,dikategor ikan memiliki hubungankomplementer/ kompetitif, dan (e) cabai - tomatdikategorikan memiliki hubungan suplementer/kompetitif. Petani menyatakan bahwa pemilihankombinasi tanaman didasarkan pada pengalaman pengamatan visual pertumbuhan di lapangan.Kompetisi antar tanaman yang secara visualmudah diamati petani adalah kompetisi yangterjadi diatas permukaan tanah, khususnyakompetisi untuk memperoleh radiasi sinarmatahari.

Tabel 8Persepsi petani menyangkutkompet is i , komplementar i tas dansuplementaritas antar tanaman (Farmers’perceptions regarding competit iveness,complementarity and supplementarity amongplants)

Berdasarkan pengalaman danpemahamannya, petani mengkombinasikantanaman yang memiliki kanopi lebih tinggidengan tanaman yang berkanopi lebih rendah.Kompetisi lain yang juga penting adalahkompetisi antar tanaman di bawah permukaantanah, khususnya berkaitan dengan penyerapanunsur hara dan air. Petani menyata-kan bahwapemahaman mengenai kompetisi ini masihsangat terbatas, sehingga jarang digunakansebagai bahan pertimbangan untuk menentukankombinasi tanaman.

Disatu sisi, informasi petani di atassebenarnya sangat berguna sebagai bahanpertimbangan dalam memilih jenis-jenis sayuranyang akan diasosiasikan. Disisi lain, informasitersebut harus digunakan secara hati-hati, karenasemata-mata hanya diela-borasi dari pengalaman petani dan belum didukung oleh pembuktianyang bersifat ilmiah. Secara tidak langsung, halini juga mengindikasikan masih terbatasnyaketer-sediaan informasi hasil penelitianberkaitan dengan pemilihan kombinasi tanaman.Dukungan hasil penelitian hulu yang bersifatteknis sangat diperlukan agar diperoleh suatuacuan atau bahan pembanding yang dapat

Adiyoga W. et al.: Karakteristik teknis sistem pertanamanpolikultur sayuran dataran tinggi

9

Page 10: J. Hort. 14(3):1-6, 2004 Karakteristik Teknis Sistem ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/143/Karakter... · usaha tani (Ca ntl on & Koeni g, ... peningkatan dalam penggunaan

digunakan untuk melakukan evaluasi ,konfirmasi dan pengembangan lebih lanjut.

4. Aspek agroekologis, biologis dan fisiktanaman

Pola musiman curah hujan di daerah tropisseringkali dikaitkan dengan sistem usahatani danmasalah pasokan air. Data serial waktu curahhujan bulanan di Panga-lengan menunjukkanbahwa daerah ini memiliki pola curah hujanuni-modal (paling sedikit terdiri dari tujuh bulanhujan) yang dapat memberikan kecukupandukungan pasokan a ir untukpenanaman/pengusahaan sayuran dua kali ataulebih secara berturut-turut (Tabel 9). Kondisipola hujan ini cocok dengan pemilihan sistempertanaman poli-kultur (mixed atau relayintercropping). Sistem pertanaman tersebutsecara signifikan berinteraksi dengan efektivitascurah hujan (porsi hujan yang masuk ke dalamtanah dan tertahan di sekitar daerah perakarantanaman). Sistem pertanam-

Sumber:BBI Pangalengan dan StasionKlimatologi Chinchona 2001

an polikultur memberikan penutup tanahyang baik, sehingga dapat mengurangi water runoff dan evaporasi. Oleh karena itu, efektivitaspemanfaatan curah hujan dan efisiensipenggunaan air cenderung lebih berhasil padasistem pertanaman polikultur yang dirancangdengan baik.

Peranan pasokan air untuk menjaminkeberhasilan sistem pertanaman polikultur jugadikonfirmasi oleh petani melalui beberapapernyataan yang disajikan pada Tabel 10.Kekurangan air atau kekeringan dipersepsimemiliki bobot pengaruh terpenting terhadapkeberhasilan sistem pertanaman polikultur.Berdasarkan urutan kepentingan-nya, bobotpengaruh diikuti oleh curah hujan per tahun, efeknaungan (shading effect) dari tanaman lain yangdapat mengurangi radiasi sinar matahari, totalkebutuhan air, curah hujan efektif per tahun danefek lindungan (shelter effect).

Tabel 10Bobot pengaruh dari beberapa faktorekologis, biologis dan fisik tanaman terhadapkeberhasilan sistem pertanaman polikultur (Theinfluence of ecological, biological and physicalfactors on the success of multiple cropping systems)

Pada sistem pertanaman polikultur, insidenhama penyakit merupakan hal yang menjadi

perhatian penuh sepanjang periode penanaman(Tabel 11). Dalam konteks pertanaman ganda,insiden hama penyakit dapat ditularkan daritanaman sebelumnya atau dari salah satukomponen asosiasi. Rotasi tanaman merupakansalah satu upaya yang biasa dilakukan petaniuntuk mengurangi insiden hama penyakit.Tanaman rotasi perlu dipilih dari jenis tanamanyang sedapat mungkin mempunyai organismepengganggu yang berbeda. Tanaman-tanamanyang menghadapi hama penyakit sejenis,sebaiknya tidak ditanam bersamaan atau ditanamsecara berurutan.

Siklus hidup hama penyakit seringkalisinkron dengan keberadaan tanaman inang sertadipengaruhi oleh kondisi klimatologis danekologis. Oleh karena itu, hama tertentu biasanya berkembang pada saat tanaman inangnya beradapada fase pertumbuhan

Tabel 11Bobot pengaruh beberapa faktorfisik tanaman penting terhadap peningkatan ataupenurunan serangan hama penyakit pada sistempolikultur (The influence of plant physical factorsto the increase or decrease of pests and diseasesincidence)

tertentu. Pada saat tanaman inang tersebuttumbuh ke tahapan ber ikutnya, hamabersangkutan akan mencari tanaman inanglainnya. Jika tanaman inang lainnya tidaktersedia, populasi hama akan menurun danbahkan menghilang jika tidak terdapat tanamaninang dalam waktu yang cukup lama.

Hama atau penyakit dapat menyebar secaracepat pada sistem pertanaman monokultur yangmemiliki kerapatan tanaman tinggi. Oleh karenaitu, transmisi hama penyakit pada sistempertanaman polikultur sering dipostulasikanakan berjalan lebih lambat. Jika dua atau lebihspesies ditanam secara asosiasi dan salah satudari spesies tersebut merupakan inang darihama/penyakit tertentu, maka tanaman lain yangbukan inang akan berfungsi sebagai barier untukpenyebaran patogen. Tabel 11 menunjukkanbahwa petani menganggap kerapatan tanamanpada sistem polikultur merupakan faktor yangmemiliki bobot pengaruh tertinggi terhadapperkembangan serangan hama penyakit. Faktorterpenting ini kemudian secara berturut-turutdiikuti oleh perencanaan rotasi tanaman, tataletak tanaman secara spasial, panjang sikluspertumbuhan pertanaman polikultur, keragaman

J. Hort. Vol. 14, No. 1, 2004

10

Page 11: J. Hort. 14(3):1-6, 2004 Karakteristik Teknis Sistem ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/143/Karakter... · usaha tani (Ca ntl on & Koeni g, ... peningkatan dalam penggunaan

jenis (jumlah) tanaman yang diasosiasikan dalam sistem, serta varietas sayuran yang digunakan.

KESIMPULAN

1. Penggunaan mulsa plastik perak didasarkanpada pertimbangan: (a) mengurangi gulma,(b) menghindarkan tanaman dari genanganair, (c) memperlambat pemadat-an tanah,serta (d) mengurangi pengurangan pencucian pupuk.

2. Secara berurutan, kombinasi tanaman yangpal ing sering dipilih petani adalah (a) cabai +petsai, (b) tomat + petsai, (c) cabai + siampo,(d) kubis + petsai dan (e) cabai + kentang +petsai. Sistem polikultur yang digunakanumumnya adalah sistem tumpang-gilir (re lay crop ping). Faktor spasial (tinggi dan kanopitanaman) serta fak-tor tem po ral (tingkatkematangan/umur panen) merupakan dua hal penting dalam memilih kombinasi/asosiasitanaman

3. Dosis pupuk yang diberikan pada umumnyaadsalah dosis tanaman utama jika ditanamsecara monokultur dengan tambahan sebesar25-50%. Sementara itu, pengendalian hamapenyakit masih sangat bergantung padametode pengendalian kimiawi. Lebih dariseparuh petani responden melakukanpenyemprotan dan menggunakan dosispenyemprotan sesuai dengan kebutuhanmasing-masing tanaman.

4. Secara ekologis, sebagian besar petanimenyatakan bahwa sistem pertanamanpolikultur sayuran dapat mengurangi tingkaterosi dan mempertahankan kesuburan lahan.Pada sistem ini, periode keberadaanpertanaman yang lebih panjang, pemulsaanserta pengolahan tanah min i mal merupakanfaktor penting yang dapat mengurangikerusakan struktur tanah.

5. Pengalaman petani mengindikasikan bahwa(a) tomat - petsai dikategorikan memi-likihubungan kompetitif, (b) cabai-petsaidikategor ikan memiliki hubungankomple-menter, (c) cabai - petsaidikategor ikan memiliki hubungansuplementer, (d) tomat - cabai, kentang -tomat, tomat - siampo, dikategorikanmemiliki hubungan komple-menter /

kompet it if , dan (e) cabai - tomatdikategor ikan memiliki hubungansuplementer/kompetitif.

6. Kemungkinan kekurangan ai r ataukekeringan dipersepsi memiliki bobotpengaruh terpenting terhadap keberhasilansistem pertanaman polikultur. Berdasarkanurutan kepentingannya, bobot pengaruhtersebut diikuti oleh curah hujan per tahun,efek naungan dari tanaman lain yang dapatmengurangi radiasi sinar matahari, to talkebutuhan air, curah hujan efektif per tahundan efek lindungan.

7. Petani menganggap kerapatan tanaman padasistem polikultur merupakan faktor yangmemiliki bobot pengaruh tertinggi terhadapperkembangan serangan hama penyakit.Secara ber turut- turut d iikuti o lehperencanaan rotasi tanaman, tata letaktanaman secara spasial, panjang sikluspertumbuhan pertanaman polikultur,keragaman jenis (jumlah) tanaman yangdiasosiasikan, serta varietas sayuran yangdigunakan.

8. Dukungan hasil penelitian hulu yang bersifatteknis mencakup optimisasi penataan spasialdan tem po ral (waktu tanam), optimisasikombinasi tanaman berdasarkan potensisinergi dan kompetisi, seleksi dan pemuliaantanaman spesifik untuk tumpangsari, aplikasi pemupukan dan pemulsaan ser tapengendalian hama penyakit secara biologis,sangat diperlukan agar diperoleh suatu acuan atau bahan pembanding yang dapatdigunakan untuk melakukan evaluasi,konfirmasi dan pengembangan lebih lanjut.

PUSTAKA

1. Beets, W.C. 1982. Multiple cropping and tropical farming systems. Westview Press, Boulder, Colorado, USA.

2. Cantlon, J. E. and H. E. Koenig. 1999. Sustainableecological economies. Ecol. Econ. 31:107-121.

3. Dumsday, R., Midmore, D. & Kobayashi, H. 1991. Sustainabilityof vegetable production system. Paperpresented at the Progress Planning Workshop, AVRDC,3 - 5 December 1991

4. Gafsi, M. 1999. A management approach to change onfarms. Agric. Systems, 61: 179-189.

5. Hadi, P.U., H. Mayrowani, Supriyati dan Sumedi. 2000. Review dan outlook pengembangan komoditashortikultura. Makalah dipresentasikan pada Seminar

Adiyoga W. et al.: Karakteristik teknis sistem pertanamanpolikultur sayuran dataran tinggi

11

Page 12: J. Hort. 14(3):1-6, 2004 Karakteristik Teknis Sistem ...hortikultura.litbang.pertanian.go.id/jurnal_pdf/143/Karakter... · usaha tani (Ca ntl on & Koeni g, ... peningkatan dalam penggunaan

Nasional “Perspektif Pembangunan Pertanian danKehutanan Tahun 2001 ke Depan”, Bogor, 9-10Nopember 2000.

6. Poudel, D. D., D. J. Midmore and L. T. West. 2000.Farmer participatory research to minimize soil erosionon steepland vegetable systems in the Philippines.Agriculture, Ecosystems and Environment, 79:113-127.

7. Price, D.W., D.Z. Price and D.A. West. 1980. Traditional and non-traditional determinants ofhousehold expenditures on selected fruits andvegetables. Western J. Agric. Econ. 5:21-36.

8. Ranaweera, N., J. M. Dixon and N. S. Jodha. 1993.Sustainability and agricultural development: A farmingsystem approach. J. Asian Farming Systems Asso.2(1):1-15.

9. Saran, S. 1993. Integrated farming systemsmethodology for high-risk ecological zones. J. AsianFarming Systems Asso. 1(4):463-477.

10. Uri, N. E. 2000. Perceptions on the use of no-till farmingin production agriculture in the United States: Ananalysis of survey results. Agric. Ecosystems andEnvironment, 77:263-266.

11. Waibel, H. and S. Setboonsarng. 1993. Resourcedegradation due to chemical inputs in vegetable-basedfarming systems in Thailand. J. Asian Farming SystemsAsso. 2(1):107-120.

12. Wood, G.M. 1986. Understanding multiple cropping.Technical Paper No. 26. Volunteers in TechnicalAssistance, Virginia, USA.

J. Hort. Vol. 14, No. 1, 2004

12