J Bandung -...

2
EPUTAR INDONESIA o Senin o Selasa o Rabu Kamis o Jumat o Sabtu o Minggu 2 CD 4 5 .6 7 8 9 10 ·11 12 13 14 15 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 OPeb o Mar OApr OMei Jun OJul OAgs OSep OOkt ONov ODes , ..•.••••••••••:aam:a:: !. .11, , u. , Guru Besar IImu Hukum Universitas Padjadjaran. Bandung J UdUldiatasmenegaskan bah- wa "politik hukum" merupa- kan kebijakan negara me- nempatkan hukum sebagai sarana untuk mencapai tujuan pokok (ultimategoa/s) kehidupan bangsa dan negara dalam NKRI. Dalam praktik, kebijakan diwujudkan dalam kekuasaan negara meng- gunakan hukum sebagai sarana (means) memajukan peradaban bangsa ini, bukan sebagai alat (tools). Dalam penegakan hukum saat ini di Indonesia tidak lagi tampak beda antarkeduanya. Penyebab utamanya adalah kekuasaan (po- litik) lebih utama daripada hukum (penegakan hukum). Secara teo- retis, kondisi ini tidak terbantah- kan karena Mochtar Kusumaat- madja telahjauhharimenyatakan bahwa "hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, tetapikekua- saan tanpa hukum adalah anarki". Pernyataan ini merupakan ka- limat bersayap sehingga menim- bulkan persepsi yang kurang tepat karena hanya menguatkan pen- dirian padarangkaian kalimat per- tama, tetapi mengabaikan rang- kaian kalimat kedua. Pernyataan terse but seharusnya dimaknai bahwa hukum dan kekuasaan ha- rus berjalan seiring dan setujuan serta dalam keadaanyang ber- imbang. Pembangunan nasional yang baik, tertib, dan terarah adalah yang dapatmewujudkan pemyata- an di atas secara benar. Kekuasaan yang dijalankan seharusnya her- pijak pada koridor hukum yang berlaku sehingga pemegang ke- kuasaan, termasuk politisi, bertin- dak hati-hati untuk tidakterjebak dalam "angan-angan dan anarki"- dua hal yang sama buruknya dalam menata kehidupan hukum dalam masyarakat. Secara teoretis, kalimat di atas mewajibkan aparatur negara, khu- ------------ susnya penegak hukum, dapat mendekatkan hukum dengan ke- nyataan yang hidup dalam masya- rakat (sociological jurisprudence) dengan tetap merujuk pad a pe- mikiranhukumsebagaisistemnor- ma dan logika (positivisme hu- kum). Mandat yang tepat atas penggunaan hukum sebagai sarana pembaruan masya- rakat terletak pada pundak hakim yang memiliki wewenang secara in de- penden untuk me- mutussuatu perkara. Mandat ini tidak mu- dah diwujudkan dalam rezim otoritarian, juga tidak mudah di dalam masa transisio- nal dari rezim otoritarian ke demo- krasi. Di dalam rezim otoritarian, mandat kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka dari pe- ngaruh siapa pun'sebatas retorika bel aka. Namun, di dalam rezim demokrasi, kekuasaan kehakiman dimaksud juga rentan terhadap pengaruh dan efek penilaian ma- syarakat danmedia sehingga ekses negatif yang terjadi adalah trial by the society dan trial by the press jika terjadi politisasi dan aliena si negara dari masyarakatnya. *** Negarademokratisdibangundi atas tiga pilar yang berhubungan dansalingmemengaruhi satu sama lain, yaitu pemisahan kekuasaan secara konsekuen, kebebasan berpendapat, serta perlindungan HAM (hak sipil dan hak politik- hak ekonomi dan hak sosial). Se- lama perjalanan bangsa ini, ter- bukti tidak mudah mengelola hu- bungan saling pengaruh hukum dan kekuasaan di dalam rneme- lihara ketiga pilar negara hukum demokratis. Faktor utama pe- nyebab kesulitan mengelola ter- sebut adalah kepatuhan terhadap hukum dari strata sosial tertinggi sampai terbawah sangat rendah. jika ada pun persentasenya tidak signifikan untuk membawa dam- pak positif bagi tegaknya negara hukum. Kenyataan ini diperkuat oleh kultur masyarakat Indonesia yang masih mengandalkan patron-client relationshipaliaskulturfeodalisme

Transcript of J Bandung -...

Page 1: J Bandung - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/seputarindonesia... · rezim otoritarian, juga tidak ... hadapi situasi seburuk apa pun. Kunci reformasi

EPUTAR INDONESIAo Senin o Selasa o Rabu • Kamis o Jumat o Sabtu o Minggu

2 CD 4 5 .6 7 8 9 10 ·11 12 13 14 1518 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

OPeb oMar OApr OMei Jun OJul OAgs OSep OOkt ONov ODes, ..•.••••••••••:aam:a::

!. .11, , u. ,Guru Besar IImuHukum UniversitasPadjadjaran.Bandung

JUdUldi atasmenegaskan bah-wa "politik hukum" merupa-kan kebijakan negara me-

nempatkan hukum sebagai saranauntuk mencapai tujuan pokok(ultimategoa/s) kehidupan bangsadan negara dalam NKRI. Dalampraktik, kebijakan diwujudkandalam kekuasaan negara meng-gunakan hukum sebagai sarana(means) memajukan peradabanbangsa ini, bukan sebagai alat(tools).

Dalam penegakan hukum saatini di Indonesia tidak lagi tampakbeda antarkeduanya. Penyebabutamanya adalah kekuasaan (po-litik) lebih utama daripada hukum(penegakan hukum). Secara teo-retis, kondisi ini tidak terbantah-kan karena Mochtar Kusumaat-madja telahjauhharimenyatakanbahwa "hukum tanpa kekuasaanadalah angan-angan, tetapikekua-saan tanpa hukum adalah anarki".Pernyataan ini merupakan ka-limat bersayap sehingga menim-bulkan persepsi yang kurang tepatkarena hanya menguatkan pen-dirian padarangkaian kalimat per-tama, tetapi mengabaikan rang-kaian kalimat kedua. Pernyataanterse but seharusnya dimaknaibahwa hukum dan kekuasaan ha-rus berjalan seiring dan setujuanserta dalam keadaanyang ber-imbang.

Pembangunan nasional yangbaik, tertib, dan terarah adalahyang dapatmewujudkan pemyata-an di atas secara benar. Kekuasaanyang dijalankan seharusnya her-pijak pada koridor hukum yangberlaku sehingga pemegang ke-kuasaan, termasuk politisi, bertin-dak hati-hati untuk tidakterjebakdalam "angan-angan dan anarki"-dua hal yang sama buruknya dalammenata kehidupan hukum dalammasyarakat.

Secara teoretis, kalimat di atasmewajibkan aparatur negara, khu-

------------ susnya penegak hukum, dapatmendekatkan hukum dengan ke-

nyataan yang hidup dalam masya-rakat (sociological jurisprudence)dengan tetap merujuk pad a pe-mikiranhukumsebagaisistemnor-ma dan logika (positivisme hu-kum). Mandat yang tepat ataspenggunaan hukum sebagaisarana pembaruan masya-rakat terletak pada pundakhakim yang memilikiwewenang secara inde-penden untuk me-mutussuatu perkara.Mandat ini tidak mu-dah diwujudkan dalamrezim otoritarian, juga tidakmudah di dalam masa transisio-nal dari rezim otoritarian ke demo-krasi.

Di dalam rezim otoritarian,mandat kekuasaan kehakimanyang bebas dan merdeka dari pe-ngaruh siapa pun'sebatas retorikabel aka. Namun, di dalam rezimdemokrasi, kekuasaan kehakimandimaksud juga rentan terhadappengaruh dan efek penilaian ma-syarakat danmedia sehingga eksesnegatif yang terjadi adalah trial bythe society dan trial by the press jikaterjadi politisasi dan aliena sinegara dari masyarakatnya.

***Negarademokratisdibangundi

atas tiga pilar yang berhubungandansalingmemengaruhi satu samalain, yaitu pemisahan kekuasaansecara konsekuen, kebebasanberpendapat, serta perlindunganHAM (hak sipil dan hak politik-hak ekonomi dan hak sosial). Se-lama perjalanan bangsa ini, ter-bukti tidak mudah mengelola hu-bungan saling pengaruh hukumdan kekuasaan di dalam rneme-lihara ketiga pilar negara hukumdemokratis. Faktor utama pe-nyebab kesulitan mengelola ter-sebut adalah kepatuhan terhadaphukum dari strata sosial tertinggisampai terbawah sangat rendah.jika ada pun persentasenya tidaksignifikan untuk membawa dam-pak positif bagi tegaknya negarahukum.

Kenyataan ini diperkuat olehkultur masyarakat Indonesia yangmasih mengandalkan patron-clientrelationshipaliaskulturfeodalisme

Page 2: J Bandung - pustaka.unpad.ac.idpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/seputarindonesia... · rezim otoritarian, juga tidak ... hadapi situasi seburuk apa pun. Kunci reformasi

51/ ARY PRA5ETYO

baruan masyarakat". Namun yangterjadi sebaliknya. Kenyataan

membuktikan bahwa hukumbukanlagi(mengutipMochtarKusumaatmadja) sebagai sa-rana pembaruan masyarakat

(atoolofsocialengineering),tetapimenciptakan (analog Satjipto Ra-

hardjo) sarana pembodoh-an masyarakat- (a tool ofdark engineering). Kondisi

hukum terse but mutatis mu-tandis menghasilkan darkjusticeyang pada gilirannya

menciptakan social injusticessehingga justice for all telah di-

subordinasi sekaligus disubsti-tusi dengan justice forone.

9c Faktor penegak hukum danelite pemimpin merupakan kata

kunci solusi masalah peranan hu-kum dalam pembangunannasional hari ini dan di masa yangakan datang karena seharusnyafungsi dan peranan hukum diter-jemahkan sebagai "sarana pem-baruan masyarakat dan birokrasi"(law as a tool of social and bureau-cratic engineering). Ini lebih cocokuntuk kultur birokrasi Indonesiayang tak lekang dari feodalismedan sistem hubungan patron-clienttadi.

Reformasi birokrasi seharus-nya tidak dimulai dari produk le-gislasi semata-mata, melainkanharus diperkuat oleh pembentuk-an jati diri PNS dan penyelenggaranegara yang memiliki integritasdan moralitas tangguh meng-hadapi situasi seburuk apa pun.Kunci reformasi birokrasi ini ter-letak pada pembenahan total rek-rutmen calon-calon PNS dan pe-nyelenggaranegara didukung olehsistem seleksi online, psikotes, dantes kecerdasan di seluruh provinsidi Tanah Air. Untuk reformasi bi-dang hukum dan penegakan hu-kum, sist em ini merupakan pra-syarat yang tidak dapat ditawar-tawarlagi.

Politik h~kum dalam arti luasdi Indonesia adalah menemukansolusi untuk mengubah pola pikir(mindset) aparatur negara, terma-suk penegak hukum, sejak mema-suki birokrasi sampai menyelesai-kan tugasnya. Selain masalah re-krutmen, po la rekrutmen harus

Faktcr penegakhukum dan

pimpinan elitemerupakan kata

kunci solusimasalah peranan

hukumdalampembangunannasional hari ini

dan di masa yangakan datang

karena seharusnyafungsi dan

peranan hukumditerjemahkansebagai "sarana

pembaruanmasyarakat dan

birokrasi" .

yang masih berurat berakar dalamkehidupan masyarakat baik di per-kotaan maupun di perdesaan. Fak-tor inilah yang menjadi penyebabmen gap a ketentuan gratifikasidalam UU Pemberantasan Korupsi(UU No 20Tahun 2001) tidak efek-tif, bahkan kini semakin meraja-lela. Atas fakta kultur inilah me-ngapa delegasi jepang pada nego-siasi draf Konvensi PBB Anti-korupsi (2003) sampai saatini tidakmengakui gratifikasi sebagai salahsatu tindak pidana korupsi kecualisuap(bribery).

Reformasi Tahun 1998 telahmemutarbalikkan jarum jam se-jarah dan budayalndonesiake arahpembentukan masyarakat madanidanmodern didukung oleh pening-katan teknologi informasi canggih.Reformasi, yang telanjur diter-jemahkan dan dipersepsi sebagai"serbaboleh dan serbabisa", telahmeluluhlantakkan kultur feodalis-me danhubungan patron dan clientterse but. Pergeseran itu memun-culkan gesekan-gesekan dan bah-kan konflik secara diam-diam atauterang-terangan antara pro dankontra- Reformasi.

Peran hukum dalam Reformasidalam situasi transisi yangseharus-nya menjadi penengah di dalamkonflik sosial tersebut telah terje-rembab di dalam keadaan anomidan frustrasi sehingga tidak dapatdiharapkan lagi untuk memeran-kan dirinya sebagai "sarana pem---~------~~=---------------~~------------

dilengkapi dengan deklarasi hartakekayaan penyelenggara negarayang dilaksanakan setiap akhirtahun sampai yang bersangkutanpensiun dari jabatannya dan ma-sih harus menyampaikan dekla-rasi lima tahun sesudah tidak men-jabat. Syarat rekrutmen kedua inisangatpentinguntukmemulaime-nanamkan integritas, kejujuran,dan profesionalisme di kalanganpenyelenggara negara. Deklarasiharta kekayaan penyelenggara ne-gara yang bermasalah harus ditin-daklanjuti oleh sank si sementarayang bersifat administratif. Ke-jujuran melaksanakan deklarasiharta kekayaan yang dilanjutkandengan klarifikasi oleh KPK me-rupakan tolok ukur penilaian da-lam membangun reformasi biro-krasi yang sehat dan bebasKKN.(*)