[j--'·repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27256/1/AMERIA... · 8. Pak Ali selaku...
-
Upload
duongduong -
Category
Documents
-
view
250 -
download
0
Transcript of [j--'·repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27256/1/AMERIA... · 8. Pak Ali selaku...
PENDEKATANINTERVENSIMIKRO
DALAM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI TUNANETRA
DI YAYASAN MITRA NETRA
LEBAKBULUSJAKARTASELATAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Dakwall dan Komunikasi untulc memenulli syarat-syarat
mencapai gelar Satjana Ilmu Sosial Islam
Oleh:
Ameria Firdauzy
NIM: 103054128820
[j--'· RPUSTAk;J\A lJ!IN SY.AH· N UTA.MA
"" iO JA.MRTA
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF Il!IDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H./2008 M.
PENDEKATAN INTERVENSI MIKRO
DALAM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI TUNANETRA
DI YAYASAN MITRA NETRA
LEBAK BULUS JAKARTA SELA TAN
SKRIP SI
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat-syarat
Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam
Siti Na
Oleh:
Amcria Firdauzy
NIM : 103054128820
NIP: 150317880
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1 Al"tfi ll /,.,AfiO l\hf
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PENDEKATAN INTERVENSI MIKRO DALAM
PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI TUNA NETRA DI
YAYASAN MITRA NETRA LEBAK BULUS JAKARTA SELATAN telah
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial lslam (S.Sos.I.) pada
Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Konsentrasi Kesejahteraan Sosial.
Jakarta, 24 Juni 2008
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sek\;taris Mer 1gkap Anggota,
> ~/ -~ /
/
Dr. Murodi, M.A.
NIP: 150254102
Penguji I,
{
Dr.Ase U·1~ NIP: 150246393
Ismet Firdaus, M.Si.
Anggota,
Penguji II,
11r~ Nurul Hidayati, S.Ag, MPd
NIP: 150277649
LEMBARPERNYATAAN
Bismillaahirrahmaanirrahiim Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini tdah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullal1 Jakarta.
Jakarta, Juni 2008
Ameria Firdauzy.
6. Drs. Bambang Basuki, selaku Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Netra, yang telah
berkenan menerima penulis melakukan penelitian skripsi, Drs. lrwan Dwi Kustanto
selaku Wakil Direktur Eksekutif, beserta segenap staff di Yayasan Mitra Netra.
7. Dra. Rianti Ekowati, selaku kepala bagian rehabilitasi dan diklat, dan Tolhas
Damanik S.Pd, selaku kepala seksi rehabilitasi, konselor, instruktur Braille dan OM,
yang telah menjadi nara sumber paling inspiratif yang pernah penulis temui.
8. Pak Ali selaku instruktur OM, Mbak Tri, dan Mpok Yani yang telah memberikan
data-data penting. Rekan-rekan penulis di Divisi Braille, Mbak Indah, Mbak Ani, Pak
Dudung, dan Mas Zaenal.
9. M. Rafik Akbar, Vina Novina Puspitasari Ridwan, dan Tria:n 'Ragil' Airlangga,
mitra dan inspirasi sejati penelitian skripsi ini.
10. Ita, Liesdha, Imah,Yuni, Taajun, Sarah, Wiwi, Guce, Ankonq, Yayoi, dan rekan
rekan Kesos 2003, kalian adalah sahabat sejati yang tak lekang o!teh waktu.
Dalam proses penulisan penelitian skripsi ini, penulis menyadari masih terdapat
kekurangan maupun ketidaksempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah
SWT. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun,
sehingga penulisan penelitian skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi di kemudian hari.
Akhir kata, semoga penulisan penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya, dan rekan-rekan yang turut membaca skripsi ini pada umumnya.
Jakarta, Juni 2008
Penulis
Bab II : LANDASAN TEORI .................................................................... 21
A. Pendekatan Intervensi Mikro ................................................ 21
1. Konsep Pendekatan Intervensi Mikro ................................ 21
2. Metode Intervensi Individu (Social Casework) ............. 24
3. Metode Intervensi Keluarga (Family Casework) ............ 27
4. Metode lntervensi Kelompok (Group Work) ................. 28
B. Program Rehabilitasi .............................................................. 31
1. Pengertian Rehabilitasi ..................................................... 31
2. Jenis Rehabilitasi .............................................................. 32
3. Perangkat Rehabilitasi ..................................................... 34
C. Tunanetra ................................................................................ 36
1. Pengertian Tunanetra
2. Penyebab Tunanetra
3. Klasifikasi Tunanetra
..................................................... 36
........................................................ 37
........................................................ 38
4. Perkembangan Tunanetra ............................................... 39
Bab HI : Gambaran Umum Lembaga ......................................................... 42
A. Latar Belakang Lembaga ...................................................... 42
B. Visi, Misi, dan Fungsi Lembaga ............................................. 43
1. Visi .................................................................................... 43
2. Misi .................................................................................... 43
3. Fungsi ................................................................................. 44
C. Ruang Lingkup Program Lembaga ........................................... 44
1. Program Rehabilitasi ......................................................... 45
2. Program Pendidikan dan Pelatihan ................................. 45
3. Program Perpustakaan ...................................................... 46
4. Program Tenaga Ke1ja ...................................................... 48
5. Program Penelitian dan Pengembangan .............................. 48
6. Program Publikasi ......................................... ................... 49
D. Pola pendanaan ........................................................................ 50
E. Struktur Organisasi Lembaga ................................................ 50
DAFTAR TABEL
Tabel I.I Subjek Penelitian ............................................................................................. 13
Tabel 4.1 Data Konseling Tahun 2004-2006 .................................................................. 55
Tabel 4.2 Profil Respoden ................................................................................................ 78
A. Latar Belakang Masalah
BABI
PENDAHULUAN
Sampai saat ini, wacana mengenai kelompok penyandang cacat belum
menjadi perhatian utama masyarakat dan pemerintah Indonesia. Pembahasan
mengenai kelompok tersebut masih jarang menghiasi media massa di
Indonesia baik media cetak maupun media elektronik. Tema-tema mengenai
kecacatan (disability) dan kelompok penyandang cacat (disabled) hanya
menjadi topik hangat di media massa pada saat menyambut Hari Intemasional
Penyandang Cacat (HIPENCA). Hal tersebut menandakan bahwa wacana
mengenai kecacatan belum mendapatkan tempat sebagai salah satu isu penting
di negara ini. 1
Tidak hanya wacana mengenai kecacatan yang belum menjadi perhatian
masyarakat dan pemerintah. Pembangunan nasional yang seyogyanya dapat
menjangkau seluruh elemen masyarakat, juga belum menjadikan kelompok ini
sebagai salal1 satu prioritas dalam program-program pembangnnan.
Pembangnnan nasional yang bertujuan pada terciptanya masyarakat yang adil
dan makmur - kenyataannya belum menjangkau kelompok penyandang cacat
(disabled). Di Indonesia, kelompok ini masih menjadi masyarakat kelas dua
dan termarginalisasi dari proses dan tujuan pembangumm. Hal tersebut terlihat
dari belum terbukanya kesempatan yang sama di segala bidang, serta
2
minimnya aksesibilitas pelayanan sosial dan fasilitas publik, seperti fasilitas
pendidikan, sosial, maupun fasilitas infrastruktur lainnya.2
Fasilitas-fasilitas publik yang tersedia bagi kelompok penyandang cacat
memang mempribatinkan. Fasilitas infrasturktur yang tidak aksesibel bagi
penyandang cacat terlihat dari fasilitas jalan yang rusak, fasilitas bangunan
yang belum aksesibel bagi tunanetra, tangga berundak yang menyulitkan
pengguna kursi roda, dan lain sebagainya. Selain fasilitas infrastruktur,
fasilitas lainnya seperti layanan pendidikan, dan sosial juga belum memihak
kepada kelompok penyandang cacat. Padahal aksesibilitas dan fasilitas yang
memadai dapat mendukung kelompok penyandang cacat untuk hidup mandiri.
Kondisi tersebut juga memudahkan mereka dalam melakukan pelbagai
aktivitas. Sehingga, mereka memiliki mobilitas yang sarna dengan kelompok
non cacat.3
Selain minimnya aksebilitas dan fasilitas, penyandang cacat juga sulit
untuk mengembangkan potensi dir:i di segala bidang. Hal tersebut terjadi
karena belum terbukanya kesempatan yang sama. Penyandang cacat juga
sermg mendapatkan perlakuan diskriminatif dan stigma negatif dar:i
masyarakat.4 Kondisi-kondisi tersebut semal<ln menyulitkan penyandang cacat
w1tuk mendapatkan hak asasi mereka. Padahal, kesejahteraan merupakan salah
satu hak asasi yang mendasar bagi setiap warga negara .. Hal ini sesnai dengan
semangat Undang-undang RI No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kesejal1teraan Sosial. Undang-undang ini mengemukakan definisi
kesejahteraan sosial dalam pasal 2 ayat 1:
21L:.J t. o I\
"Kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spirituil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhankebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila." 5
3
Secara umum, konsep kesejahteraan sosial menghendaki suatu kehidupan
yang menjunjung hak dan kewajiban manusia. Kesejahteraan sosial
menjunjung tercapainya kesejahteraan Iahir batin, baik material, sosial
maupun spriritual. Selain itu, kesejahteraan sosial mengupayakan agar
manusia mampu mengembangkan segenap potensi diri dalam setiap aspek
kehidupan, sehingga setiap manusia dapat meajalankan fungsi sosialnya
sesuai dengan peranarmya di masyarakat.
Kondisi tersebut tentu saja membutuhkan upaya yang terencana clan
terorganisir dengan baik (well planned and well organized) oleh pelbagai
pihak. Tidak hanya pemerintah, tetapi juga lembaga swasta, clan masyaralcat
guna mencapai tujuan dari pembangunan nasional. Upaya tersebut kemudian
dikenal dengan istilah Pembangunan Kesejahteraan Sosial, seperti yang
dikemukakan Edi Suharto berikut: "Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS)
adalah usaha yang terencana dan melembaga yang meliputi berbagai bentuk
intervensi sosial dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia,
mencegah dan mengatasi masalah sosial, serta memperkuat institusi-institusi
sosial."6
5lsbandi Rukminto Adi, Psikologi, Peke1jaan Sosial, dan I/mu Kesejahteraan, Sosial, /T..,J,.,,-4 .... DT n .... : ... r::<c-.-..t:-~...J ... n---..l- 1{)fi,j'\ t.. ~
4
Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS) bertujuan agar setiap warga
negara terutarna PMKS (Penyandang Masalah Kese~ateraan Sosial) dapat
merasakan proses pembangunan nasional secara adil dan merata. Kelompok
penyandang cacat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya tersebut.
Kelompok penyandang cacat yang menjadi sasaran dalam upaya
Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS) adalah: "Setiap orang yang
mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat mengganggu atau
merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara
selayaknya. Meliputi penyandang cacat fisik, mental, se:rta fisik dan mental."7
Di Indonesia, kelompok penyandang cacat menunjukkan jtunlah yang
semakin meningkat. Berdasarkan data dan infonna11i kesejahteraan sosial
Departemen Sosial RI Tahun 2004, rekapitulasi penyandang cacat berat di
Indonesia sebesar 2. 788.457 jiwa. Kelompok ini tersebar di perkotaan sebesar
36,4 persen dan di pedesaan sebesar 63,6 persen. Te:rdiri dari cacat tubuh,
cacat netra, cacat nmgu wicara, cacat mental, serta cacat eks penyakit kronis.
Sedangkan menurut WHO, jmnlah penyandang cacat di Indonesia mencapai
10% dari total populasi penduduk. Dengan kata lain, jika total populasi
penduduk sebesar 22 juta jiwa, maka 2 juta jiwa diantaranya merupakan
kelompok penyandang cacat8•
Seperti fenomena guntmg es, data tersebut belmnlah menunjukkan jumlah
kelompok penyandang cacat yang sebenarnya. Jumlah tersebut semakin
meningkat sejalan meningkatnya kasus kecelakaan ke1ja, kecelakaan lalu
7 Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1997, diakses tanggal 27 Desember 2007 dari http://www.unmiset.org/legal/IndonesianLaw/uu/Uul99704.htm
8p,....,,H,...,.,;~ f""~~~,-,M~ n~~1 •. 1>---~•• 'T'••••-•·-~--- ..l!-1.--- -'-•••-••-1 .... r>.-
6
undang No. 4 Tahun 1997 tentang pasal 6 yang menyatakan bahwa setiap
penyandang cacat termasuk tw1anetra berhak me:mperoleh rehabilitasi,
bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Sayangnya, layanan rehabilitasi tersebut belum menyentuh seluruh
tunanetra yang ada di Indonesia. Terpusatnya layanan rehabilitasi di panti
panti sosial, menjadi salah satu penyebab mengapa tidak semua tunanetra
mendapatkan layanan rehabilitasi. Selain itu, layanan rehabilitasi yang selama
ini menggunakan sistem panti membuat tunanetra harus hidup terpisah dari
keluarga, komunitas, maupun masyarakat. Padahal tunanetra merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara,
sehingga upaya rehabilitasi membutuhkan suatu pendekatan dengan sistem
layanan luar panti sebagai alternatif.
Intervensi sosial merupakan upaya perubahan sosfal terencana yang dapat
menjadi altematif dalam upaya rehabilitasi tunanetra. Intervensi sosial itu
sendiri memiliki tiga level pendekatan yaitu, mikro, messo, dan makro. Ketiga
pendekatan tersebut merupakan pendekatan intervensi yang saling
mendukung, menyeluruh dan tidak terpisahkan. Dimana intervensi mikro
merupalcan level paling awal dari keseluruhan upaya intervensi sosial.
Intervensi ini menitikberatkan upaya perubahan sosial terencana pada level
individu, keluarga, dan kelompok kecil. 11
Intervensi mikro mengupayakan intervensi sosial dengan segala metode
dan prosesnya yang unik untuk meningkatkan kesejahteraan sosial tunanetra.
Di beberapa negara lain misalnya di Arnerika Serikat, i11tervensi mikro sudah
7
menjadi bagian vital dari upaya penanganan masalah sosial, termasuk upaya
rehabilitasi tunanetra. Sayangnya, pendekatan ini belum menjadi pilihan
utama dalam upaya rehabilitasi di Indonesia. Terutmna dalan1 pelaksanaan
rehabilitasi dengan sistem luar panti. Hal ini terlihat dari minimnya literatur
literatnr di Indonesia mengenai bahasan tersebut.
Pendekatan intervensi mikro dalam upaya rehabilitasi tunanetra luar panti,
tentunya memerlukan kerja sama dari pelbagai pihak. Pemerintah, masyarakat,
dan Lembaga Swadaya Mayarakat (LSM) merupakan pihak-pihak yang
berperan penting dalam npaya rehabilitasi ttmanetra luar panti. Dalam konteks
tersebut, salah satu LSM yang menaruh perhatian (concern) dalam upaya
peningkatan kesejahteraan tunanetra adalah Yayasan Mitra Netra. Lembaga ini
memiliki program rehabilitasi sebagai salah satu uj1mg tombalmya dalam
meningkatkan kesejahteraan tunanetra. Y ayasan Mitra Netra mengupayakan
layanan rehabilitasi luar panti yang bebas biaya bagi tunanetra, melalui
pendekatan yang fokus pada individu tunanetra dan kelnarganya. Dengan kata
lain lembaga tersebut mengimplementasikan pendekatan intervensi mikro,
pendekatan yang tidak memisaJIB:an individu tunanetra dari keluarga dan
kommlitasnya.
Mengingat pentingnya penelitian mengenai pendekatan intevensi mikro
dalam upaya rehabilitasi ttmanetra pada lembaga independen dengan sistem
layanan luar panti, maka penulis mengajukan tema penelitian dengan judul:
"Pendekatan lntervensi Mikro Dalam Pelaksa11aa11 P1·ogram Reliabilitasi
Tunanetra di Yayasa11 Mitra Netra. "
B. Pcmbatasan dan Pcrumusan Masalab
1. Pembatasau Masaiab
8
Kecacatan (disability) merupakan isu yang belum menjadi perhatian
banyak pihak termasuk pemerintah. Kelompok penyandang cacat di
Indonesia berjumlah 2.788.457 jiwa (DEPSOS RI 1ahun 2004) terdiri dari
cacat tubuh, cacat netra, cacat mental, cacat rungu wicara, dan cacat eks
penyakit kronis, namun, pada penelitian ini penulis akan lebih fokus pada
cacat netra, karena tingkat prevalensi kebutaan di Indonesia tem1asuk yang
tertinggi di dunia. Dalam penelitian ini, penulis alcan menggunakan istilah
"tunanetra" dan "low vision" untuk menyebutkan kelompok yang
mengalami gangguan dan kekurangan penglihatan. Sedangkan istilah
"awas" adalah kelompok orang yang tidak mengalami gangguan dan
kekurangan penglihatan. Agar tunanetra dan low vision dapat memenuhi
haknya untulc sejahtera, perlu adanya upaya-upaya yang terlembaga dan
teroganisir dari pelbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat umum, dan
LSM.
Dalam konteks tersebut, Yayasan Mitra Netra adalah salah satu LSM
yang menamh perhatian (concern) terhadap upaya peningkatan
kesejahteraan tunanetra dan low vision. Yayasan ini memiliki pelbagai
program bagi tunanetra dengan sistem layanan luar panti, dimana klien
tunanetra tidak tinggal dan menginap di lembaga. Program tersebut di
antaranya adalah Program Rehabilitasi, Pendidikan dan Pelatihan,
Perpustakaan, Program Tenaga Kerja, Penelitian dan Pengembangan, serta
9
Rehabilitasi bagi tunanetra dengan pendekatan Intervensi Mikro sebagai
tema penelitian.
2. Perumusan Masalab
Berdasarkan pembatasan di atas, pernmusan masalab dalam penelitian
ini adalab sebagai berikut:
a. Bagaimanakab gambaran implementasi pendekatan intervensi mikro
dalam pelaksanaan program rehabilitasi bagi tunanetra di Y ayasan
Mitra Netra?
b. Bagaimanakab respon !<lien mengenai implementasi pendekatan
intervensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi di Y ayasan
Mitra Netra?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
l. Tujuan Penelitian
Tujuaan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetabui gambaran mengenai implementasi pendekatan
intervensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi bagi
tunanetra di Y ayasan Mitra Netra.
b. Untuk mengetabui respon klien mengenai implementasi pendekatan
intervensi mikro dalam pelaksanaan progran1 rehabilitasi di Y ayasan
Mitra Netra.
10
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
a. Memberikan pemahaman dan masnkan bagi para praktisi di lembaga
pelayanan kesejahteraan sosial untnk para penyandang cacat.
b. Memberikan pemahaman kepada akademisi yang menaruh perhatian
(concern) pada usaha pembangunan kesejahteraan sosial bagi
penyandang cacat khususnya kecacatnetraan.
c. Memberikan pemahaman dan masukan untuJk: penelitian-penelitian
lebih lanjut, khususnya di bidang yang berkaitan dengan
kettmanetraan.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif berakar pada latar ilrniah sebagai keutuhan,
mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, mengandalkan analisis data
secara induktif. Penelitian kualitatif mengarahkan sasaran penelitiarmya
pada usaha menemukan teori dasar. Penelitian ini juga bersifat deskriptif
dengan lebih mementingkan proses daripada hasil, membatasi studi
dengan fokus, memilik:i seperangkat kriteria untnk memeriksa keabsahan
data, rancangan penelitiarmya bersifat sementara dan hasil penelitiarmya
disepakati oleh kedua belah pihak; penulis selaku peneliti dan subjek
penelitian.12
11
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan
untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu
kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau
fenomena, atau hubungan antara dua gejala atau fenomena tersebut.
Sehingga penelitian ini bernpaya untuk menggambarkan mengenai
pendekatan inte1vensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi bagi
tunanetra. Dengan lebih menitikberatkan pada proses pelaksanaan
kegiatan. 13
3. Langkah-langkah Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Persiapan
Langkah ini merupakan langkah awal dalam melakukan penelitian.
Hal-ha! yang penulis siapkan untuk melakukan penelitian antara lain,
menentukan permasalahan yang akan diteliti, perumusan masalah,
subjek, informan, dan objek penelitian, tempat dan waktu, serta data
data yang diperlukan dalam penelitian.
b. Menentukan pendekatan penelitian
Penulis memilih pendekatan penelitian, karena lebih ingin
memberikan gambaran tentang pendekatan inteivensi mikro dalam
pelaksanaan program rehabillitasi di Y ayasan Mitra N etra.
12
c. Mendatangi lembaga
Langkab ini penulis lakukan untulc menyampaikan kepada lembaga
babwa penulis akan melakukan penelitian di lembaga tersebut.
d. Pe!aksanaan kegiatan
Pada langkab pelaksanaan kegiatan, penulis mendatangi lembaga
untulc melakukan observasi, wawancara, dan memperoleh data-data
lainnya dari sebjuek penelitian, yaitu 2 pengurns, dan 3 orang klien.
e. Analisis hasil penelitian
Setelah data terkumpul, penulis menganalisis data sesuai dengan
rumusan masalab, dan tujuan penelitian. Analisis dilakukan sejak awal
san berlangsung sampai pada langkal1 penelitian terakhir. Data-data
yag terkun1pul, kemudian dirangklun, dan diseleksi sesuai dengan
konsep-konsep penelitian.
4. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini mengambil studi kasus di Yayasan Mitra Netra Lebak
Bulus Jakarta, sebuab lembaga pemberdayaan dan pendidikan tunanetra.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret -April 2008.
5. Subjek, Informan dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalab pengurus Yayasan Mitra Netra, pelaksana
program rehabilitasi, termasuk klien tunanetra itu S<~ndiri. Penulis sebagai
peneliti bernpaya melakukan penelitian ini dengan menggunakan sudut
pandang orang-orang yang menjadi sumber data primer penelitian ini.
13
alamiah dan tidak memaksa, sehingga tindalcan dan cara pandang subjek
tidak akan berubah. 14
Informan adalah seseorang yang dapat memberikan informasi
mengenai situasi dan kondisi Jatar penelitian. Menurnt Bogdan dan Biklen
dalam Moleong, pemanfaatan informan dalam penelitian ialah agar dalam
walctu yang relatif singkat banyalc informasi yang terjangkau. 15 Dalam
penelitian ini, penulis memilih informan yang berhubungan dengan
pelaksanaan program rehabilitasi, yaitu 3 orang klien di Y ayasan Mitra
Netra.
Sedangkan objek penelitian ini adalah pendekatan intervensi mikro
dalam pelaksanaan program rehabilitasi Yayasan Mitra Netra.
Tabel I. I Subjek Penelitian
No. Subjek Penelitian Posisi 1. Dra. Rianti Ekowati Ketua Divisi Program Rehabilitasi
dan Pendiidikan dan Pelatihan (Diklat)
2. Tolhas Damanik, S.Pd Kepala Seksi Rehabilitasi, merangkap konselor, instruktur Pelatihan Orientasi dan Mobilitas (OM), instrnktur Baca Tulis Braille
3. M. Rafik Akbar Responden Klien• 4. Vina Novina Puspitasari R Responden Klien 5. Trian 'Ragil' Airlangga Responden {Klien)
6. Macam dan Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Penelitian ini menggunakan sumber data primer, yaitu data yang
penulis peroleh langsung dari subjek penelitian baik melalui
wawancara ataupun observasi.
14
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini berasal dari data yang
telah ada seperti pamflet lernbaga, profil lernbaga, data-data lernbaga,
serta dari studi kepustakaan.
7. Teknik Pencatatan Data
Dalam penelitian ini, penulis rnenggunakan t•~knik pencatatan data
sebagai berikut:
a. Observasi rnerupakan teknik pencatatan data dengan rnengadakan
pengamatan langsung terbadap subjek penelitian dan kegiatan rnaupun
program yang rnenjadi objek penelitian.
b. Wawancara (Interview) rnerupakan teknik pencatatan data dengan
rnengajukan pertanyaan-pertanyan langsung kepada pihak yang terkait
dengan penelitian, yaitu subjek penelitian. Subjek penelitian terdiri
dai-i 6 orang. Jawaban pertanyaan penelitian direkam dengan alat
perekarn tape recorder dan ditulis ulang untuk rnendapatkan basil
wawancara yang tertulis, dalam transkrip wawancara dengan bahasa
apaadanya.
c. Catatan lapangan
Catatan lapangan ialah catatan tertulis tentang apa yang penulis
dengar, lihat, alan1i, dan pikirkan dalam rangka pengumpulan data dan
refleksi terbadap data penelitian. 16 Penulis akan rnencatat basil
observasi selama rnasa penelitian berjalan. HasH catatan tersebut akan
15
digunakan sebagai acuan serta pedoman dalam menguraikan basil dan
temuan lapangan.
d. Studi Dokumentasi
Penulis melakukan pencatatan data dengan menggunakan data-data
berupa dokumen, file, yang terkait dengan penelitian.
8. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategorisasi, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat
ditentukan tema dan dapat drumuskan asumsi-asumsi penelitian, untuk
kemudian dilihat kenyataan di lapangan. Data yang diperoleh selama
penelitian diringkas, dirangkum, dan dipilih hal-hal yang penting dan
pokok. Data tersebut kemudian dikategorikan, dan disusun secara
sistematis dengan mengacu pada perumusan masafah dan tiajauan teoritis
yang berkaitan dengan penelitian. 17
9. Teknik keabsahan data
Untuk memeriksa keabsahan data penulis menggunakan teknik
triangulasi. Teknik triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesnatu yang lain di luar data untuk keperlnan
pengecekan atau pembanding terhadap data tersebut. Teknik triangulasi
yang banyak digunakan adalah pemeriksaan terhadap sumber lainnya.
Dalam ha! ini, penulis menggunakan klien sebaga.i sumber pengecekan
16
keabsahan data yang penulis peroleh dari pengums atau staff program
rehabilitasi.
10. Instrumen dan Alat Bantu
Pada penelitian kualitatif, kegiatan pencatatan data lebih banyak
bergantung pada diri peneliti sendiri. Dengan menjadi instrwnen
penelitian, peneliti dapat senantiasa menilai keadaan dan mengambil
keputusan. 18 Nanrnn demikian, tentunya peneliti memerlnkan beberapa
alat bantu dalam melakukan kegiatan pengumpulan dan pencatatan data.
Alat bantu tersebut antara lain, pedoman wawancara, alat perekam (tape
recorder), dan catatan lapangan.
Pedoman wawancara, mempakan format wawancara terstmktur
dengan terlebih dahulu menyusun pertanyaan-pertanyaan yang sesuai
dengan masalah penelitian. Jawaban dari setiap pertanyaan dalam
pedoman wawancara, terekam dengan menggunakan alat bantu tape
recoreder. Penggunaan tape recoreder untuk merelkam hasil wawancara,
memerlnkan persetujuan dari subjek penelitian yang diwawancara. Catatan
lapangan mempakan alat bantu yang penting dalam penelitian kualitatif.
Peneliti membuat catatan lapangan, untuk me:mbantunya mencatat
pengamatan lapangan dan membantu peneliti ketika menganalisi data.
Catatan lapangan dibuat secara lengkap, pada saat peneliti tiba di mmah. 19
17
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini penulis merujuk pada beberapa literatur antara lain
karya Dr. M. Effendi "Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan", karya
Dra. Sutjihati Somantri "Psikologi Anak Luar Biasa", "Pembelajaran Anak
Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi" karya Prof. Dr.
Bandi Delphie, skripsi yang ditulis oleh Mursyidah seorang mahasiswi
Universitas Muhammadiyah Jakarta dengan judul "Pelayanan Sosial Bagi
Klien Tunanetra di Yayasan Mitra Netra", serta skripsi yang ditulis oleh Wiwi
Halawiyah dengan judul "Pelaksanaan Program Pendampingan Pendidikan
dan Pelatihan bagi Klien Tunanetra di Yayasan Mitra Netra Jakarta
Selatan."
Buku karya Dr. M. Effendi lebih menitikberatkan pada permasalahan
psikologis dan layanan pendidikan bagi anak-anak berkelainan dengan uraian
yang cukup gamblang dan detail, namun tidak secara klmsus membahas salal1
satu anak berkelainan tersebut. Pada buku Psikologi Anak Luar Biasa, Dra.
Sutjihati lebih menekankan bahasan bukunya pada perkembangan dan
permasalahan anak luar biasa, serta bagaimana memandang permasalahan
emosi, kepribadian, sampai permasalahan sosial anak luar biasa dari sisi
psikologis. Prof. Dr. Bandi Delphic dalam bukunya lebih banyak membahas
mengenai karakteristik anak berkebutuhan khusus dan upaya pembelajaran
dalam setting pendidikan iuklusi. Pada buku tersebut, Prof. Bandi
menguraikan karakteristik-karakteristik anak berkebutuhan khusus (special
needs), serta mengungkapkan wacana tentang setting pendidikan inklusi
18
Mursyidah lebih menekankan pada pelayanan sosial bagi !<lien tunanetra di
Y ayasan Mitra Netra. Skripsi tersebut menguraikan jenis, bentuk, dan pola
pelayan sosial bagi tunanetra. Sedangkan skripsi Wiwi Halawiyah lebih
menitikberatkan pada pelaksanaan pendarnpingan pada progran1 pendidikan
dan pelatihan bagi klien tunanetra di Y ayasan Mitra Netra. Pada skripsi
tersebut Wiwi menguraikan proses-proses pelaksanaan pendarnpingan
program pendidikan dan pelatihan bagi klien tunanetra serta respon !<lien
tunanetra terhadap pelaksanaan pendarnpingan yang me:reka jalani di Y ayasan
Mitra Netra.
Dari literatur-literatur di atas, penulis menemukan perbedaan yang cuknp
signifikan dengan penelitian yang penulis lakukan. Jika pada literatur-literatur
yang menjadi rujukan penulis lebih menekankan pada segi pendidikan,
pendidikan dan pelatihan, pelayanan sosial, psikologi anak berkelainan, dan
anak lnar biasa atau analc berkebutullan khusus, maka dalarn penelitian ini
penulis secara spesifik memballas mengenai rehabilitasi tunanetra.
Terna penelitian yang mengkhususkan pada ballasan intervensi mikro
dalarn pelaksanaan rehabilitasi tunanetra di lembaga yang menerapkan sistem
pelayanan luar panti dapat dikatakan sebagai karya penditian perdana, karena
belum pemall ada penelitian sebelunmya yang memballas mengenai tema
tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat menan1bal1 khazanall keilmuan dan
pengetalluan bagi akademisi dan praktisi yang menaruh perhatian (concern)
pada bidang kecacatan khususnya ketunanetraan.
19
F. Sistematika Pennlisan
Penulisan penelitian ini tersusun dalam beberapa bah dengan sisternatika
penulisan sebagai berikut :
BABI PENDAHULUAN
Bab ini rnernbabas latar belakang rnasalab, pembatasan rnasalab
dan perurnusan rnasalab, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini mengemukakan teori-teori yang melandasi dan rnendukung
penelitian. Teori tersebut meliputi teori yang relevan mengenai
pendekatan intervensi mikro dalam pelaksanaan program
rehabilitasi bagi tunanetra.
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA
Bab ini menjelaskan profil lembaga, meliputi latar belakang
berdirinya lembaga, visi misi, tujuan, struktur organisasi, dan
program kerja lembaga.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan catatan lapangan, data-data temuan penelitian
dan analisis mengenai pendekatan intervensi mikro dalam
pelaksanaan program rehabilitasi bagi tunanetra yang dijalankan
oleh lembaga.
20
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan kesimpulan terhadap hasil penelitian pada bab
bab sebelumnya, guna menghasilkan masukan ataupun saran
membangun terhadap program lembaga.
BAB II
LANDASAN TEOIU
A. Pendekatan Intervensi Mikro
1. Konsep Pendekatan Intervensi Mikro
Intervensi merupakan istilah yang digunakan dalam pelbagai disiplin
ilmu termasuk Psikologi Klinis dan Pekerjaan Sosial. Penggunaan istilah
intervensi pada kedua disiplin ilmu tersebut, tidak jauh berbeda bahkan
saling menguatkan. Pada dasarnya konsep dan metode intervensi berawal
dari ilmu Psikologi terutama Psikologi Klinis. K<\jian dan disiplin ilmu
terapan Psikologi Klinis mengartikan intervensi sebagai upaya perubahan
perilaku, pikiran, dan emosi. 1 Sedangkan kajian dan ilmu Pekerjaan Sosial
memberikan pengertian intervensi sebagai:
"interceding in or coming between groups or people, events, planning activities, or on individual's internal conflicts. In social work, the term is analogous to the physician 's term "treatment" because it includes treatment and also encompasses the other activities social workers use to solve or prevent problems or achieve goals for social betterment. "2
Intervensi mencoba menjadi penengah antara sekelompok orang,
peristiwa-peristiwa, aktivitas terencana, atau konflik internal. Disiplin ilmu
pekerjaan sosial menganalogikan istila11 intervensi dengan istilah
"perawatan" pada ilmu psikiatri. Intervensi dalam ilmu pekerjaan sosial
meliputi "perawatan" dan aktivitas lainnya yang pekerja sosial gunakan
untuk mengatasi, mencegah masalal1 serta mencapai keberfungsian sosial
1Tristiadi A. Ardani, !in T. Rahayu, Yulia Sholichatun, Psikologi Klinis, (Y ogyak:arta: r> ___ t.__ TL --- .... .-.. .... ~~ 1. '"'"
22
yang lebih baik. Istilah dan metode intervensi kemudian berkembang
menjadi intervensi sosial. Sebuah proses perubahan sosial terencana, dan
terorganisir dengan level pendekatan mikro, messo, dan makro. Dimana
pendekatan intervensi mikro menjadi level paling dasar dari keseluruhan
upaya intervensi sosial. Intervensi mikro bahkan mengawali lalrirnya
disiplin ilmu terapan Pekerjaan Sosial.
Intervensi mikro hadir melalui pandangan Mary Richmond dalam buku
Diagnosis Sosial (Social Diagnosis) pada tahun 1917. Mary Richmond
mengarahkan kerangka berpikirnya pada bahasan intervensi mikro. Sebuah
pendekatan yang fokus pada usaha intervensi sosial di level individu, dan
keluarga. Namun, pada perkembangannya kelompok atau komunitas kecil
juga menjadi fokus pendekatan ini. Pembal1asan pada level mikro
kemudian memengaruhi perkembangan pekerjaan sosial pada awal-awal
dekade 1900-an. 3 Pada masa selanjutnya, istilah nrikro sebagai bagian dari
level praktik dan orientasi pekerjaan sosial, memiliki pengertian sebagai:
"The term used by social workers to identifY professional activities that are designed to help solve the problems faced primarily by individuals, families, and small groups. Usually micro practice focuses on direct intervention on a case-by-case or in a clinical setting. Micro orientation in social work, an emphasis on the individual clients and on the enhancement of technical skills for use in efficient treatment of these problems."4
Istilah mikro dalam praktik pekerjaan sosial merupakan upaya
identifikasi aktivitas profesional dan terencana untuk membantu individu,
keluarga, dan kelompok kecil mengatasi masalalmya Umumnya praktik
pada level nrikro lebih fokus pada tataran klinis atau intervensi langsung
kasus per kasus. Sedangkan orientasi level mikro memberikan perhatian
23
pada individu dan keterampilan telmis yang pekerja sosial gunakan dalam
meningkatkan efisiensi penanganan masala11 individu tersebut.
Pada perkembangam1ya, intervensi pada level mikro menjadi salall satu
pilihan utama dalam mengatasi masalall-masalall sosial. Temtama yang
te1jadi akibat ketidakmampuan individu dalam memenuhi peranan
sosialnya sesuai dengan tuntutan lingkungan. 5 Dalam hal ini, intervensi
pada level mikro bempaya mengatasi masalall-masalall tersebut untuk
meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, dan kelompok.
Intervensi mikro menggunakan bimbingan dan konseling sebagai media
dalam proses pelaksanaamiya. Sampai saat ini, tidak sedikit bidang-bidang
kesejallteraan sosial yang mengandalkan intervensi mikro. Bidang-bidang
tersebut antara lain pekerjaan sosial sekolall, konseling anak, rehabilitatisi
ketergantungan Narkotika, rehabilitasi penyandang cacat, dan lain
sebagainya.6
Secara umum, konsep intervensi mikro mempakan pendekatan
terencana pada level awal dari keselumhan upaya intervensi sosial yang
saling terkait dan menyelumh. Intervensi mikro mengupayakan
penyelesaian masala11-masalal1 sosial yang terjadi karena ketidakman1puan
dalam memenuhi peranan sosial, atau karena lkonflik internal pada
tingkatan individu, keluarga, dan kelompok kecil. Pendekatan intervensi
mikro mengandalkan bimbingan dan konseling sebagai media intervensi
klinis kasus per kasus. Sehingga tujuan efisiensi perawatan dan
24
penanganan masalah dalam meningkatkan keberfungsian sosial individu,
keluarga, dan kelompok ke arah yang lebih baik, dapat tercapai.
Sebagai bagian dari pendekatan intervensi sosial terencana, intervensi
mikro memiliki metode serta proses yang unik dan khas. Pendekatan ini
menekankan pada upaya perubahan sosial terencana pada tingkatan
individu, keluarga, dan komunitas dengan menggunakan metode intervensi
individu (social casework), metode intervensi keluarga (family casework),
dan metode intervensi kelompok (group work). 7
2. Metode Intervensi Individu (Social Casework)
a. Definisi Metode Intervensi Individu (Social Casework)
Mary Richmond memperkenalkan dan me:ngembangkan metode
intervensi individu (social casework) pada tahun 1917 dalam buku
Social Diagnosis. Mary Richmond mendefinisikan metode intervensi
individu (social casework) tersebut sebagai:
"Social casework consist of those processes which develop personality through adjustments consciously eff"cted, individual by individual, between men and their environment.''
Sedangkan Skidmore, Thackeray, dan Farley (1994) memberikan
definisi metode intervensi mikro individu (social casework) dengan
menambahkan unsur-unsnr lainnya sebagai berikut:
"Social casework is a method of helping people based on knowledge, understanding, and the use of techniques skilfally applied to helping people to solve problems. It derives its understanding fi·om the discipline of science, its methods also includes artistic effort. It helps individuals with personal as well as external and environment matters. It is a method of helping through a relationship that taps
25
personal and other resources for coping with problems. Interviewing is major tool of casework. Change in attitides and feelings is affected by the dynamics of the casework relationship. "9
Pada dasarnya intervensi individu (social casework) adalah proses
membantu orang lain. Proses tersebut menekankan pada
pengembangan individu sehingga dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Intervensi individu berlandaskan pada pengetahuan,
pemahaman, serta teknik-teknik terlatih untuk membantu individu
menyelesaikan permasalahan internal dan eksternal. Metode ini
menggunakan pelbagai disiplin ilnm, upaya-upaya artistik, serta
mengandalkan konseling sebagai media utama.
b. Prinsip-prinsip Metode Intervensi Individu ( Cas.~work)
Prinsip-prinsip dalam metode intervensi mikro mendasari relasi
antara pekerja sosial dan klien dalam upaya intiervensi sosial terhadap
individu, keluarg~ dan kelompok kecil. Mengutip pendapat Midgley
(1981) dan Maas (1977), Isbandi mengemukakan 7 prinsip pekerjaan
sosial, sebagai berikut10:
I) Menerima manusia sebagaimana adanya
2) Partisipasi Klien
3) Pengambilan keputusan merupakan hak dari klien
4) Individualisasi dari klien
5) Kerahasiaan
6) Kesadaran diri petugas
26
7) Adanya relasi antara klien dan petngas
c. Proses Metode Intervensi Individu (Casework)
Upaya intervensi bagi individu membutuhkan suatu tahapan
tahapan kegiatan yang sistematis, agar proses intervensi dapat berjalan
dengan lebih terarah. Menurut Skidmore, Theckeray, dan Farley
(1994 ), proses dalam metode intervensi mikro meliputi 11:
1) Tahapan Penelitian (Study)
Pada tahapan penelitian (study) jalinan relasi dengan klien
merupakan kunci yang mengawali tahapan selanjutnya. Di tahapan
awal ini, klien mengungkapkan masalah-masalahnya yang ia alami.
Pada tahapan penelitian (study), klien menentukan apakah akan
melanjutkan jalinan relasi dengan konselor atau tidak. Berdasarkan
pada falsafah nilai pekerjaan sosial, konselor secara maksimal akan
mengembangkan jalinan yang dapat membantn klien
memformulasikan pe1masalahannya.
2) Tahapan Assesmen (Assessment)
Taha pan asesmen adalah tahapan yang :;angat dinamis, proses
ini dapat berlangsung mulai dari tahapan awal sampai akl1ir
intervensi. Pada tahapan ini timbul kesadaran akan keunikan dari
setiap sitnasi atau masalah, sampai pada tirnbulnya masalah pada
satn sitnasi kehidupan. Penghimpunan data dan sejarah masa lalu
klien merupakan media untnk mencapai 1ujuan asesmen, yaitn
pemahaman yang menyeluruh terhadap masalal1 ldien.
27
3) Tahapan Intervensi (Intervention)
Tahapan intervensi berawal dari kontak pertama dengan klien.
Tujuan dari proses ini merupakan kesepakatan antara pekerja sosial
dan klien. Kebutuhan klien akan sangat menentukan proses
intervensi yang terjadi. Apabila pekerja sosial tidak dapat
menyediakan layanan yang !<lien butuhkan, maka ia bertanggung
jawab untuk menghubungkan klien dengan sumber layanan
lainnya.
4) Tahapan Terminasi (Termination)
Te1minasi merupakan istilah yang menyatakan berakhirnya
atau limitasi dari keseluruhan proses intervensi dan pemberian
layanan terhadap klien. Terminasi terjadi jika klien telah mencapai
kekuatan, pemahaman, penyelesaian masalah dan pengetahuan
yang dibutuhkan dalam penanganan masalah dalam suatu situasi
kehidupan klien. Terminasi sering kali berasal dari inisiatif pekerja
sosial.
3. Metode Intervensi Keluarga (Family Casework)
Pendekatan intervensi mikro tidak hanya mengarahkan proses
perubahannya pada individu saja, tetapi juga pacla keluarga. Keluarga
merupakan unit terkecil masyarakat tempat tumbun dan berkembangnya
individu. Keluarga juga merupakan saluran pendidikan yang paling awal
dan berpengaruh terhaclap individu. Sehingga peran keluarga dalam
keseluruhan upaya intervensi individu sangat penting. Dengan melibatkan
PER~USTA~~ UIN SYAHID JAKARTA I
28
--------1 keluarga, tujuan intervensi mikro untuk meniingkatkan kemampuan
individu dalam menangani masalahnya akan tercapai. 12
Pada perkembangannya metode intervensi ini lebih dikenal dengan
istilah konseling keluarga (family counseling) atau terapi keluarga (family
therapy). Terapi atau konseling keluarga tersebut menggunakan pelbagai
model terapi, antara lain model psikodinamik dan eksperiensial. Model
psikodinamik berkembang dari teori psikoanalisis Freud. Penganut model
psikodinamik sangat memperhatikan unsur wawasm1 mendalam (insight),
motivasi, konflik yang tidak disadari, dan kedekatan antar anggota
keluarga. Dimana unsur-unsur dinamika psikis (psychodinamics) tersebut
akan mempengarubi individu-individu anggota keluarga. Menurut
pandangan model psikodinamika, pengalaman masa lalu menjadi perhatian
utama dalam menemukan akar pennasalahan pada individu. Sedangkm1.
pada model eksperiensial, perhatian utama adalah perkembangan diri klien
itu sendiri, model ini lebih mengutamalrnn pengalaman-pengalaman yang
terjadi pada saat timbulnya masalah. 13
4. Metode Intervensi Kelompok (Group Work)
a. Pengertian Metode Intervensi Kelompok (Group Work)
Kelompok terbagi atas kelompok yang terbeutuk dengan sengaja
(formed group) dan kelompok yang terbentuk secara alamiah (natural
groups). Kelompok alamiah (natural groups) a.dalah kelompok yang
terbentuk secara spontan. Kelompok ini dapat menyatukan anggotanya
12 I-L---..J! n .. 1 ___ !_ .. _ A ..t! n __
29
karena adanya hubungan interpersonal, kebutuhan serta minat yang
sama. Sedangkan, formed groups adalah kelompok yang terbentuk
melalui intervensi atau pengarnb dari luar. Umumnya, kelompok ini
terbentuk karena ada usaha untuk menyatukan anggota-anggotanya,
yang juga memiliki kesamaan tujuan. Metode intervensi mikro
kelompok lebih menitikberatkan pada formed groups, karena peke1ja
sosial turut serta merencanakan atau membentuk kelompok tersebut.
Metode intervensi kelompok (group work) merupakan kegiatan yang
menekaukan pada tujuan mempertemukan kebutuhan sosioemosional
kelompok, dan menyelesaikan tugas-tugas kelompok. 14 Metode
intervensi kelompok (group work) adalah:
"Goal-directed activity with small treatment and task goups aimed
at meeting socioemosional needs and accomplishing tasks. This
activity is directed to individual members of a group and to the group
as a whole within a system of delivery." 15
Berdasarkan tujuan terbentuknya, kelompok terbagi dalam dua
kategori yaitu, kelompok perawatan (treatment group) dan kelompok
gugus tugas (task group). Kelompok perawatan (treatment group)
adalah kelompok yang bertujuan untuk mempertemukan antara
sosioemosional dan kebutuhan-kebutuhan kelompok. Sedangkan
kelompok gugus tugas (task group) adalah kelompok yang
menitikberatkan pada pencapaian tujuan-tujuan kelompok baik
30
langsung ataupun tidak langsung dalam upaya memenuhi kebutuhan
kelompok.
b. Proses Metode Intervensi Kelompok (Group Work)
Proses intervensi kelompok tidaklah jauh berbeda dengan proses
pada metode intervensi individu. Proses berikut ber!aku baik untuk
kelompok perawatan (treatment group) maupun kelompok gugus tugas
(task group) 16:
I) Perencanaan (planning)
Proses perencanaan dalam intervensi kelompok terdiri dari dua
bagian, yaitu perencanaan pada pembentukan kelompok serta
perencanaan yang alcan berlangsung selama terbentuknya
kelompok.
2) Tahapan awal (begining stage)
Tujuan utama pekerja sosial dalam tahapan ini adalah
membantu anggota kelompok untuk dapat bekerja sama secara
kooperatif dan produktif. Tujuan lainnya adalah membuat anggota
kelompok merasakan kontribusi dan partisipisi mereka mendapat
apresiasi dari pemimpin dan anggota kelompok Iainnya.
3) Asesmen (assessment)
Asesmen be1tujuan untuk mencapai pemahaman terhadap
situasi tertentu dan mencanangkan intervensi yang efektif.
Kegiatan utama asesmen adalah pengumpulan, pengorganisasian,
31
dan pengkajian data atau informasi apapun yang terkait dengan
anggota kelompok dan kelompok tersebut sabagai satu kesatuan.
4) Tahapan Menengah (middle stage)
Proses intervensi kelompok pada tahapan mengengah (middle
stage), menitikberatkan kegiatan pada upaya pencapaian tujuan
tujuan kelompok.
5) Evaluasi (evaluation)
Tahapan evaluasi merupakan proses untuk mendapatkan
informasi atau tanggapan (feedback) tentang pengaruh seluruh
proses intervensi baik terhadap individu dalan1 kelompok maupun
kelompok tersebut secara keseluruhan.
6) Tahapan Akhir (Ending)
Tahapan akhir atau tahapan tenninasi (termination) merupakan
tahapan penting dari keberlangsungan suatu kelompok.
B. Program Rehabilitasi
l. Pengertian Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan istilah yang berakar dari pandangan Plato
terhadap pelaku kejahatan, namun pada perkembangannya, istilah tersebut
meluas penggunaannya di pelbagai bidang. Tidak hanya oleh mereka yang
berkutat di bidang kriminologi saja, tetapi juga pada. bidang-bidang medis,
sosial, psikologi, dan kesejahteraan sosial. Rehabilitasi menawarkan
optimisme dan harapan yang terkait dengan semangat kemanusiaan yang
kuat untuk membantu memperoleh kesembuhan dan hidup yang lebih
32
seperti dokter, psikolog, kriminolog, pendidik, konselor dan pekerja
sosial. 17
Rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan yang dahulu,
(perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu (misal
pasien rumah sakit, korban bencana) supaya menjadi menusia yang
berguna dan memiliki tempat dimasyaralmt.18 Menurut Departemen
Sosial RI, rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan pemantapan
taraf kesejahteraan sosial untuk memungkinkan para penyandang masalah
kesejahteraan sosial mampu melaksanakan kembali fungsi sosialnya dalam
tata kehidupan dan penghidupan bermasyarakat dan bemegara. 19 Pada
dasamya, rehabilitasi mempakan upaya mengembalikan keberfungsian
sosial seseorang dengan menawarkan optimisme serta harapan yang kuat.
Rehabilitasi mempertemukan tenaga-tenaga ahli dari pelbagai disiplin
ilmu. Tenaga ahli tersebut mengupayakan upaya rehabilitasi secara
komprehensif dari segi medis, psikologis, dan sosial dalam rangka
meningkatkan taraf kesej ahteraan sosialnya di masyarakat.
2. Jenis Rehabilitasi
Rehabilitasi pada tataran praktik, mempertemukan pelbagai disiplin
ilmu mulai dari medis, piskologis, sosial, bahkan pendidikan.
Multidispliner tersebut menghasilkan proses rehabilitasi yang saling
terkait dan mendukung upaya pengembalian fungsi sosial, sehingga
17Philip Bean, Rehabilitation, dalarn Adam Kuper, Jessica Kuper, Ensik/opedia I/mu-I/mu Sosial Ed I Cet. I, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 913-914
18Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke-3, (Jakarta: Balai Pustaka n,,, .... Aa ......... .,, '){\{\"}\ i. CIAf\
33
individu dapat menjalankan perannya sesua1 dengan tuntuntan
lingkungannya. Pada perkembangannya, rehabilitasi terbagi meajadi
empat jenis rehabilitasi20 sebagai berikut:
a. Rehabilitasi Medis
Rehabilitasi ini memberikan pelbagai pernwatan secara medis
dalam upaya untuk memulihkan kondisi fisik klien. Rehabilitasi medis
menawarkan pelayanan kesehatan bagi klien, yang mempertemnkan
tenaga profesional seperti dokter, psikiatri, psikolog, balikan pekerja
sosial medis. Umumnya proses rehabilitasi medis berlangsung di
mmah sakit, khnsusnya yang memiliki Instalasi Rehabilitasi Medis
(IRM). Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Rumah Sakit
Fatmawati mempakan contoh mmah sakit yang telah memiliki IRM.
b. Rehabilitasi Pendidikan
Rehabilitasi pendidikan mempakan upaya pengembangan potensi
intelektual klien pada setting Sekolah Luar Biasa (SLB). Rehabilitasi
ini mengandalkan tenaga pendidik, temtama para pendidik yang
menekmri bidang khusus Pendidikan Luar Biasa (PLB).
c. Rehabilitasi Vokasional
Rehabilitasi ini, memberikan keterampilan-keterampilan khusus
pada klien sesuai dengan minat dan kemampuannya, seperti
keterampilan dalam bidang musik, pijat, masak, olah raga, komputer,
dan lain sebagainya. Rehabilitasi vokasional memerlnkan tenaga-
34
tenaga khusus yang menguasai keterampilan-keterampilan tersebut.
Sehingga dapat mewujudkan tujuan proses rehabilitasi vokasional
yaitu kemandirian ekonomi.
d. Rehabilitasi Sosial
Proses rehabilitasi sosial mengupayakan agar klien dapat
memulihkan fungsi sosialnya di masyarakat. Proses rehabilitasi sosial
juga be1tujuan m1tuk mengintergrasikan klien kembali ke lingkm1gan
masyarakat. Pada prosesnya, rehabilitasi sosial mengintervensi klien
sebagai bagian yang tidak terpisalikan dari keluarga dan kommritasnya.
Dalam ha! ini, proses tersebut melibatkan sikap klien terhadap
keluarga, kommlitas, balikan masyarakat, juga sebaliknya. Peranan
pekerja sosial, psikolog, dan konselor menjadi sangat penting pada
proses rehabilitasi ini.
3. Perangkat Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan proses pemulihan kepada kondisi yang semula.
Agar dapat mencapai tujuan tersebut, rehabilitasi memerlukan serangkaian
perangkat sebagai penunjang berlangsungnya proses rehabilitasi yang
integratif dan komprehensif. Perangkat tersebut meliputi 'sarana dan
prarana' 21 yang menoojang proses rehabilitasi yaitu:
a. Program Rehabilitasi
Program rehabilitasi mencaknp pelaksanaart prosedur rehabilitasi
yang terencana, terorganisir, clan sistematis. Umm1111ya program
rehabilitasi menjadi bagian dari sebuah kegiatan organisasional
35
lembaga, baik lembaga pemerintah maupun non-pemerintah.
Jangkauan program dapat meliputi lingkup lokal, nasional, atau
regional. Keterkaitan dan kerja sama antara le:mbaga-lembaga yang
menyelenggarakan program rehabilitasi merupakan hal penting untuk
mencapai tujuan rehabilitasi itu sendiri. Dimana, tujuan dan fokus
rehabilitasi akan tergantung pada kebijakan lembaga dan dapat
bervariasi pada lembaga lain. Seperti, pada lembaga yang
menyelenggarakan program rehabilitasi bagi pienyandang cacat, ada
mengkhususkan program rehabilitasinya pada satu jenis kecacatan
saja, misalnya program rehabilitasi tunanetra, rnnarungu, tunadaksa,
tunaganda, dan lain sebagainya.
b. Pelayanan
Pelayanan dalam proses rehabilitasi meliputi aktivitas-aktivitas
khusus yang dapat memberikan manfaat dan sesuai dengan kebutuhan
klien. Penyelenggaraan pelayanan kepada klien mengintegrasikan
pelbagai pendekatan, disiplin ilmu dan tenaga-tartaga profesional untuk
mencapai tujuan dari proses rehabilitasi tersebut.
c. Sun1ber Daya Manusia (SDM)
Proses rehabilitasi tidak mungkin berjalan tanpa adanya sumber
daya manusia sebagai pelaksana proses tersebut. Pelaksanaan
rehabilitasi akan melibatkan tenaga-tenaga profosional dari pelbagai
latar belakang pendidikan dan keterampilan-keterampilan khusus,
seperti dokter, pekerja sosial, psikolog, konselor, terapis, edukator,
36
memegang peranan utama dalam pelaksanaan rehabilitasi, akan
tergantung pada jenis, progran1, dan Jayanan rehabilitasi.
d. Fasilitas Penunjang Rehabilitasi
Fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaa11 rehabilitasi meliputi
fasilitas tempat sebagai wadah pelaksanaan rehabilitasi, seperti
Instalasi Rehabilitasi Medis (IRM) pada fUlllah sakit, panti sosial
binaan pemerintah, dan lembaga sosial yang menyelenggarakan
program dan layanan rehabilitasi. Selain tempat pelaksanaan, fasilitas
penunjang lainnya adalah peralatan rehabilitasi. Jenis dan jumlah
peralatan tersebut, akan tergantung pada program, dan layanan
rehabilitasi yang diselenggarakan.
C. Tunanetra
l. Pengertian Tunanetra
Tunanetra berasal dari kata "tuna" dan "netra". Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990), "tuna"
adalah rusak, Iuka, knrang, tidalc memiliki, sedangkan "netra" adalah
mata.22 Mengutip basil musyawarah ketunanetraan di Solo tahun 1968, Dr.
Effendi mengnraikan pengertian tunanetra. Seseorang dapat dikatakan
sebagai tunanetra apabila setelah pengetesan mata - umumnya dengan
kartu Snellen, visus sentralisnya atau ketajaman penglihatan 6/60 atau
lebih kecil dari itu. Artinya, seseorang hanya rnarnpu membaca hnruf pada
jai·ak 6 meter, yang oleh orang awas dapat dibaca pada jarak 60 meter.
37
Atau, setelah dikoreksi secara maksimal penglihatannya tidak
memungkinkan lagi mempergunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran
yang biasa digunakan oleh orang awas.23 Bila tunanetra memiliki visus
6160, maka low vision memiliki ketajan1an penglihatan < 3/0 atau <5/15
atau < 6/18 dan < 6/20.24
Sehingga, tunanetra adalah keadaan rusak, Iuka, kurang, atau tidak
berfungsinya indera penglihatan sebagaimana mestinya. Tunanetra
memiliki ketajaman penglihatan sebesar 6/60, hal tersebut mengakibatkan
penggunaan indera lain dalam proses pendidikan sebagai substitusi dari
berkurangnya atau tidak berfungsinya mata. Sedangkan (low vision) terjadi
apabila seseorang mengalami penurunan fungsi ind1;ra penglihatam1ya. Ia
masih dapat melihat cahaya, dapat berjalan bahkan membaca namun
dengan jarak yang sangat dekat, karena memiliki ketajaman penglihatan
antara < 310 atau <5/15 atau < 6/18 dan < 6120.
2. Penyebab Tunanetra25:
a. Proses kehamilan (pra-natal) dan kelahiran (post-natal)
b. Trauma/kecelakaan - (fisik pada mata atau kimia pada mata)
c. Infeksi pada mata
d. Kusta yang mengenai mata
e. Kekurangan gizi - defisiensi vitamin A
f. Penyakit degeneratif: Diabetes mellitus, Katarak, Glaukoma, Stroke
23Mohammad Effendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bruni Aksara, 2006), h. 30.
24Bambang Basuki, Karakteristik Cacal Netra, Kegiatan Disampaikan dalam Kegiatan Dn~n~.f.,.._,,,_ D,..f.,.~,,,~ A~"'-~"'- '{T,..1;,,,,,,!,..--1 n,,,1,,,!/n,,,_ .. ! '-"--!-1 T'!o-------~..l--- ,-. ___ ._ r., _____ _,_ __
38
3. Klasifikasi Tunanetra
Klasifikasi tunanetra meliputi:
a. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan26:
1) Tunanetra sebelum dan sejak lahir
2) Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil
3) Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja
4) Tunanetra pada usia dewasa
5) Tunanetra dalam usia lanjut
b. Berdasarkan daya penglihatan27:
1) Seseorang yang mengalami gangguan fungsi penglihatan yang
mempunyai kemungkinan dapat dikoreksi dengan penyembuhan
pengobatan atau alat optik tertentu. Ia tidak tennasuk kategori
tunanetra sebab masih dapat menggunakan fungsi penglihatan
dengan baik untuk kegiatan belajar.
2) Seseorang yang mengalami gangguan fungsi penglihatan,
meskipun sudah dikoreksi masih mengalami kesulitan mengikuti
kelas reguler. Kategori ini disebut tunanetra ringan, atau low
vision. Low vision, juga terbagi menjadi low vision ringan,
setengah berat, dan berat.
3) Seseorang yang mengalarni gangguan fungsi penglihatan yang
tidak dapat dikoreksi dengan pengobatan atau alat optik apapun.
26Direktorat Pembinaan Sekolab Luar Biasa, Informasi Pendidikan dan Pelayanan Bagi An"'l-- 'l' ... ~.,....,..,,N>,. 11..,,1...-,,.,,...,,.. n; .. ,,.1,+.-.. ..... 1 n ......... J...: ...... ,...., 0~1...-... 1 ... 1~ T ..... _ n:--- T'\----~---- n--..J!-1!1 ___ _
39
Sehingga saluran pendidikan memanfaatkan indera lain selain
mata. Kategori ini disebut dengan tunanetra berat, buta total atau
(totally bilnd).
4. Perkembangan Tunanetra28
a. Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik tunanetra dan low vision akan mengalami
perbedaan dengan orang atau anak awas pada umumnya. Pada
tunanetra, koordinasi fimgsional sistem syaraf dan otot (neuromuscular
system) serta fimgsi psikis (kognitif, afektif, konati:I) memengaruhi
perkembangan motorik tunanetra. Fungsi psikis klien sepe1ti
pemahaman persepsi ruang, lingkungan, persepsi bahaya dan cara
menghadapinya, serta keberanian dalam melakukan sesuatu,
mengakibatkan keterampilan gerak motorik menjadi tidak maksimal.
Kondisi tersebut pada akhirnya menyebabkan timbulnya pennasalahan
orientasi dan mobilitas.
b. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif tunanetra, alcan sangat tergantung pada
Jems ketunanetraan, waktu te1jadinya ketunanetraan, tingkat
pendidikan, serta rangsangan terhadap objek dan lingkungan. Pada
tunanetra berat yang terjadi sejak lahir, perkembangan kognitif akan
mengalami keterlambatan. Karena sejak lahir, tunanetra tersebut tidak
memiliki pengetahuan dan kemampuan visual mengenai persepsi
40
mang, objek, dan lingkungan. Namun, dengan adanya rangsangan
terhadap objek, dan lingkungan, perkembangangan kognitif tunanetra
tidak akan tertinggal jauh dari orang awas pada umumnya.
c. Perkembangan Bahasa
Anak yang tunanetra sejak lahir akan mengalami keterlambatan
dalam perkembangan bahasa. Hal ini terlihat daii minimnya
perbendaharaan kosa kata. Berkurangnya atau tidak berfungsinya
indera penglihatan sebagai saluran utama informasi, mengakibatkan
pembentukan konsep atau pengertiai1 akan suatu objek, terbatas pada
penggunaan indera lain seperti pendengaran, pencimnan, dan perabaan.
Kondisi tersebut mengakibatkan tunanetra sering menggunakan kosa
kata tanpa talm makna yang sebenarnya. Namun, perkembangan
bahasa tm1anetra juga akan tergantung pada jenis ketunanetraan, waktu
terjadinya, dan rangsangan mengenai objek atau lingkungan sekitar.
d. Perkembangan emosi
Seorang tunanetra sering menunjukkan perkembangan emos1
bempa pola emosi yang negatif dan tidak seimbang. Beberapa gejala
pola emosi negatif tersebut bempa perasaan takut, malu, khawatir,
cemas, iri hati, mudah marah, serta kesedihan yang berlebihan.
Kondisi-kondisi tersebut biasanya terkait dengan keterbatasannya
mendeteksi kemungkinan bahaya, ketidakpastian reaksi orang lain,
serta reaksi lingkungan terhadap kondisi ketunanetraanya.
Katerbatasan tersebut memengaruhi seorang tunanetra ketika
41
perasaan dan bayangang bahwa ada bahaya yllillg lebih banyak <lllll1
besar. Reaksi lingkungan sekitar terhadap ketunanetraannya turut
memperburuk perkembangan emosi seorang tunanetra.
e. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial tunanetra merupakan kondisi yang
memungkinkaunya <la.pat memenuhi fungsi sosial sesuai dengan
tuntutan masyarakat. Pengalaman sosial tunan•~tra ketika menjalani
proses sosialisasi dalam kelnarga dan masyarakat turut menentukan
perkembangan sosialnya. Penerimaan (acceptance) masyarakat
terhadap tunanetra akan sangat berarti bagi perkembangan sosialnya.
Sikap diskriminatif, penolakan, bahkan penghinaan dari masyarakat
dapat menghambat perkembangan sosial seorang tunanetra.
Bab III
GAMBARANUMUMLEMBAGA
A. ILatar Belakang Lembaga
Yayasan Mitra Netra yang berdiri di Jakarta pada tanggal 14 Mei 1991,
mernpakan lembaga nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan,
pengembangan, dan peningkatan kesejahteraan sosial tunanetra. Yayasan ini
berdiri karena pada saat itu, belum ada lembaga yang memberikan layanan
pendampingan bagi siswa-siswi tunanetra. Siswa-siswi tunanetra tersebut
barns mengikuti kegiatan belajar dan mengajar di selk:olah terpadu - yang
belum aksesibel bagi mereka. Sehingga layanan pendampingan menjadi sangat
penting, agar mereka dapat menyesuaikan diri dengan kegiatan belajar
mengajar di sekolah terpadu tersebut.
Selain itu, Y ayasan Mitra Netra lahir karena kenyataan bahwa belum ada
kesan1aan kesempatan melalui kesetaraan perlakuan bagi tunanetrn, tidak
hanya di bidang pendidikan tapi juga tenaga kerja. Belun1 tersedianya
sarana/layanan khusus bagi tunanetra secara memadai di bidang pendidikan
dan tenaga kerja, juga turnt mendasari berdirinya yayasan ini. Melihat
kebutuhan tunanetra yang semakin berkembang, Yayasana Mitra Netra
mengembangkan sarana dan layanan khusus bagi tunanetra. Sarana dan
layanan yang dapat mendukung tunanetra di bidang pendidikan, tenaga kerja,
maupun bidang lainnya, antara lain dengan menyediakan buku-buku Braille,
kaset-kaset buku pelajaran, buku bicara (talking book), dan lain sebagainya.
Setelah 10 talmn berdiri, Y ayasan Mitra Netra kemudian berstatus sebagai
43
tanggal 14 Desember 2001. Sebagai salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) yang menaruh perhatian pada tunanetra, yayasan ini bergerak secara
independen dengan tidak berafiliasi dengan organisasi sosial politik maupun
organisasi keagamaan apaptm.
B. Visi, Misi, dan Fungsi Lembaga
1. Visi
Sebagai lembaga yang peduli pada pendidikar.1, pengembangan, dan
peningkatan kesejahteraan tunanetra, Yayasan Mitra Netra mendasari
layanan dan programnya dengan visi untuk terwujudnya kemandirian dan
pemulihan fungsi tunanetra di masyarakat dengan rehabilitasi yang tepat,
kesempatan pendidikan dan latihan serta peluang kerja yang seluas
luasnya, dengan disertai pemberian sarana/ layanan khusus yang sesuai.
Y ayasan Mitra Netra berfnngsi sebagai pengembang dan penyedia
layanan, guna terwujudnya kehidupan tunanetra yang mandiri, cerdas dan
bermakna dalam masyarakat yang inklusif.
:t. Misi
Berdasarkan visi tersebut, misi dari Y ayasan Mitra Netra sebagai pusat
layanan bagi tunanetra adalah:
a. Mengurangi dampak ketunanetraan melalui rehabilitasi;
b. Mengembangkan potensi tunanetra melalui pendidikan dan pelatihan;
c. Memperluas peluang kerja tunanetra melalui upaya diversidikasi dan
penempatan kerja;
44
d. Meningkatkan keahlian dan sarana khusus bagi tunanetra melalui
penelitian;
e. Meningkatkan kemampuan lembaga penyedia layanan bagi tunanetra
yang lain dengan menyebarluaskan keahlian serta produk yang
dihasilkan;
f. Melakukan advokasi guna mendorong terwujudnya masyarakat
inklusi, yang mengalcomodir baerbagai jenis perbedaan;
3. Fungsi
Berlandaskan pada visi dan misi tersebut, fungsi dari Y ayasan Mitra
adalah:
a. Sebagai pendorong terwujudnya layanan rehabilitasi mental bagi
tunanetra oleh konselor sesama tunanetra.
b. Sebagai penunjang pendidikan bagi tunanetra, terutama sistem
pendidikan terpadu.
c. Sebagai pengembang sumber daya manusia dan peluang kerja
tunanetra.
d. Sebagai pengembang model penanganan dan laym1an ketunanetraan.
e. Sebagai pengembang peralatan ketunanetraan.
C. Ruang Linglmp Program Lembaga
Program-program yang menjadi ujung tombak Y ayasan Mitra Netra dalam
memberikan layanan khusus bagi tw1anetra meliputi:
45
1. Program Rehabilitasi
Program ini menyelenggarakan layanan bagi klien tunanetra, berupa:
a. Layanan Konseling. Layanan Konseling ini d.iselenggarakan untuk
membantu para tunanetra mengatasi berbagai permasalahan psikologis
dan sosioemosional yang dihadapi di dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pelatihan baca tulis huruf Braille. Pelatihan ini diselenggarakan bagi
para tw1anetra barn sebelum mereka rnendapatkan pendidikan atau
pelatihan lebih lanjut. Kursus baca tulis huruf Braille dilaksanakan
oleh seorang instruktur, dengan waktu kurang lebih 2 bulan.
c. Pelatihan Orientasi dan Mobilitas (OM). Pelatihan Orientasi dan
Mobilitas diselenggarakan untuk mernbekali para tunanetra dengan
kernampuan dan keterampilan rnernanfaatkan ke:seluruhan indra dalam
upaya rnengenali lingkungan, bergerak, dan berpindal1 dari satu tempat
ke tempat yang Iain, serta untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara
efektif dan aman.
2. Program Pendidikan dan Pelatihan
Program ini rnengernbangkan pusat surnber (resource center) dengan
rnernberikan layanan khusus bagi tunanetra yang menernpull pendidikan
terpadu, menuju terwujudnya sistem pendidikan i:nklusi. Menurut Dra.
Rianti Ekowati, pada sistem pendidikan terpadu, tunanetra mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lembaga pendidikan. Hal ini
terjadi karena tenaga pengajar yang belurn mernaharni bagairnana cara
memberikan pengajaran kepada tunanetra. Buku-buku pelajaran yang
46
belum aksesibel bagi tunanetra, juga menjadi kendala tersendiri.1 Program
Pendidikan dan Pelatihan tersebut memberikan layanan/pendampingan
kepada siswa/mahasiswa tunanetra yang menempuh jalur pendidikan
terpadu, yaitu siswa dan mahasiswa tunanetra yang menempuh pendidikan
di sekolah-sekolah umum baik pada tingkat SD, SLTP, SMU dan
Perguruan Tinggi. Layanan yang diberikan meliputi :
a. Pendampingan Pendaftaran
b. Layanan Belajar.
c. Layanan/pendampingan ujian.
d. Kunjungan ke Lembaga Pendidikan Penyelenggara Pendidikan
Terpadu
e. Bimbingan SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru)
f. Konsultasi Pendidikan
g. Penyelenggaraan kursus-kursus
3. Program Perpustakaan
Program perpustakaan Y ayasan Mitra Netra merupakan program yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan akan bnku-bnku guna
mengembangkan wawasan tunanetra tentang ilmu pengetahnan dan
informasi yang terns berkembang dengan pesa1~ sehingga nantinya
diharapkan akan terbentulc masyarakat tunanetra Indonesia yang gemar
membaca dan belajar. Perpnstakaan ini menyediakan bnku-buku bagi
tunanetra dalam bentuk rekaman kaset dan buku Braille.
47
Perpustakaan kaset Yayasan Mitra Netra didirikan pada tahun 1991.
Penyelenggaraan perpustakaan ini dilatarbelakangi oleh beberapa alasan
yaitu:
a. Mini1m1ya bahan bacaan yang tersedia bagi tunanetra khususnya siswa
dan mahasiswa yang menempuh pendidikan terpadu sehingga
mempengaruhi prestasi belajar mereka.
b. Mahalnya biaya serta lamanya waktu yan:g dibutuhkan untuk
pembuatan buku-buku braille.
Sedangkan perpustakaan buku braille Y ayasan Mitra Netra didirikan
pada tahun 1995. Alasan yang melatar belakangi pendirian perpustakaan
braille tersebut adalah :
a. Tidak terpenuhinya kebutuhan akan buku-buku braille bagi tunanetra
baik ditoko buku maupun di perpustakaan-perpustakaan umum.
b. Untuk beberapa bidang tertentu yaitu matematika, fisika, kimia dan
bahasa asing dirasakan lebili sulit apabila menggm1akan buku bicara.
Perpustakaan Yayasan Mitra Netra menyediak:m pelayanan sebagai
berikut:
a. Memproduksi bahan bacaan yang aksesibel bagi tunanetra dalam
bentuk: buku Braille dan buku bicara
b. Menyelenggarakan layanan perpustakaan yang menyediakan buku
Braille dan buku bicara
c. Mengembangkan Komunitas e-Braille Indom~sia (KeBI) dengan
menyelenggarakan layanan perpustakaan Braille on-line bagi anggota
48
4. Program Tenaga Kerja
Y ayasan Mitra Netra menyelenggarakan program tenaga kerja bagi
tunanetra dengan layanan:
a. Mengupayakan difersifikasi peluang kerja bagi tunanetra dengan
mencari dan meneliti peluang kerja yang dapat atau bahkan lebih
produktif jika dilakukan tunanetra, seperti operator telepon, penulis,
konselor sesama tunanetra, operator studio rekan1an serta instruktur
kursus komputer bicara.
b. Mengembangkan model peluang ke1ja alternatif bagi tunanetra, yang
berbasiskan keterampilan dalam memanfaatkan tek:nologi infonnasi.
c. Menyelenggarakan promosi dan upaya penyaluran kerja bagi tunanetra
yang telah mengikuti pelatihan dan pemagangan.
5. Program Penelitian dan Pengembangan
Merupakan program yang bertujuan untulc meningkatkan penelitian
dan pengembangan layanan khusus bagi tunanetra baik yang berkaitan
langsung dengan teknologi dan informasi (software khusus bagi
tunanetra), maupun dengan permasalahan yang terkait dengan pendidikan
dan ketenagakerjaan.
a. Menyelenggarakan penelitian berbasiskan teknologi mutakhir dalam
menciptalcan sarana khusus bagi tunanetra, sehingga dapat
memberilcan alcses yang seluas-luasnya serta untulc meningkatkan
kualitas sumber daya manusia tunanetra yang meliputi:
1) Menciptakan Mitranetra Braille Converter (MBC), yaitu perangkat
49
Indonesia menjadi dokumen Braille sec:ara otomatis. MBC
Mernpakan hasil pengembangan Divisi Litbang (Penelitian dan
Pengembangan) dan Universitas Bina Nusan1ara.
2) Menciptakan Mitranetra Electronic Dictionary (MELDICT), yaitu
kamus elektronik Inggris-Indonesia dan Indonesia-Inggris yang
aksesibel bagi tunanetra, dengan menggunakan komputer bicara.
3) Melakukan penelitian untuk mengembangkan dan memproduksi
Buku Bicara Digital (Digital Talldng Book), yang memberikan
kemudahan bagi tunanetra untuk mencari isi buku.
b. Menyelenggarakan penelitian untuk mengembangkan simbol Braille
untuk Tulisan Singkat Indonesia, Matematilca, Fisika, dan Kimia, yang
telah disahkan oleal1 Departemen Pendidikan Nasional RI.
6. Program Publikasi
Program ini dilaksanakan untuk membangun pemahaman dan persepsi
masyarakat yang benar tentang kemampuan tunanetra sebagai sumber
daya manusia. Y ayasan Mitra Netra menyelenggarakan program publikasi,
dengan menyediakan informasi dalam bentuk:
a. Penyelenggaraan media on line www.mitranetra.or.id
b. Penyelenggaraan pameran, diskusi, seminar dan peluncuran hasil karya
Mitra Netra.
c. Pementasan seni hasil karya tunanetra (Teater Meldict).
d. Publikasi melalui media massa, baik cetak, elektronik maupun on line.
50
D. Pola pendanaan
Y ayasan Mitra Netra menerapkan pola pendanaan dengan pendekatan
kemitraan dengan lembaga-lembaga lain. Termasuk dengan lembaga
pemerintah. Namun, sampai saat ini, ha! tersebut masih sulit terjadi. Mitra
Netra kemudian mencoba mendekati lembaga donor non pemerintah. Dalam
ha! ini, Y ayasan Mitra Netra lebih memposisikan diri sebagai lembaga
pelaksana (IMPLEMENTING AGENT), yang senantiasa. bekerja sama dengan
lembaga donor (DONOR AGEN1). Yayasan Mitra Netra mendasarkan
program-programnya pada kebutuhan !<lien. Lembaga terlebih dahulu melihat
kebutuhan !<lien, mengajak klien berbicara, sebelum membuat proposal
program dan mengajukannya ke lembaga donor. Lernbaga donor tersebut
dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Lembaga-lembaga yang
pemah beke1ja sama dengan Y ayasan Mitra Netra, antara lain Citibank, Dark
& Light Belanda, Hellen Keller Indonesia. 2
E. Struktur Organisasi Lembaga
Penerapan pendekatan kemitraan juga terlihat pada struktur Y ayasan Mitra
Netra. Dimana pengelolaan dan penyelenggaraan program ke1ja yayasan
sangat mengandalkan kemitraan antara tunanetra dan mereka yang
berpenglihatan (awas). 'Hanya tunanetra yang mengetahui apa yang menjadi
kebutuhan tunanetra', menjadi salah satu alasan untuk menerapkan pendekatan
kemitraan. Struktut organisasi Y ayasan Mitra Netra adalah sebagai berikut :
KETUA BADAN PENDIRI
Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, SpM.
PENASEHAT
Sulaiman M. Sumitakusuma
BADAN PENGURUS
Ketua: Lukman Nazir, Tex. Ing.
Sekretaris: H. Subarmat
DIREKTUR EKSEKUTIF
Drs. Bambang Basuki
Struktur organisasi secara lebih lengkap akan penulis sajikan dalam lampiran.
51
Bab IV
ANALISIS PENDEKATAN INTERVENSI MIKJRO DALAM
PELAKSANAAN PROGRAM REHABILJ[TASI
DI YAYASAN MITRA NETRA
A. Temuan-temuan Lapangan
1. Program Rehabilitasi Yayasan Mitra Netra
Yayasan Mitra Netra adalah lembaga yang mengupayakan
pemberdayaan, pendidikan, dan kesejahteraan tunanetra. Mitra Netra
menyediakan pelbagai program dan layanan khusus bagi tunanetra untnk
mewujndkan kemandirian dan kesejahteraan mereka. Dimana salah satu
program tersebut adalah Program Rehabilitasi. Pada dasarnya rehabilitasi
sudah ada sejak Y ayasan Mitra Netra berdiri pada tahun 1991. Na.mun,
baru pada tahun 2000 lembaga ini memiliki divisi khusus yang menangani
rehabilitasi.
a. Latar Belakang Program Rehabilitasi Y ayasan Mitra Netra
Seseorang yang baru menjadi tunanetra akart mengalami kondisi-
kondisi yang sangat jauh berbeda dengan konclisi saat ia masih
melihat. Terutan1a pacla klien yang menjacli tunanetra tidak pada usia
anak-anak. Pemulihan kondisi mental klien menjadi salah satu alasan
adanya rehabilitasi. Selain itn, pemulihan fungsi sosial klien juga turut
melatarbelakangi berdirinya program rehabilitasi iini.
"Rehabilitasi sendiri sebenarnya boleh dikatalcan sebagai upaya memulihkan. . .. Kita berbicara tentang adanya tuna:netra yang baru, yang kita pikirkan adalah bagaimana memulihkan konclisi mental clan 111n-::1 fnnnc11nP.rPlrQ T!:uli lrr.>tilrn l,i::>rh11"aro nr.>m1111h•:n-. ma.1"\tol t-onn'ln"un
53
tunanetra, oleh karenanya kita rnernerlukan satu tahapan, satu proses atau bentuk bantuan yang bisa rnernbuat rnereka rnencapai satu proses pemulihan mental. Misalnya yang tadinya tidak rnenerima kondisinya menjadi menerima, yang tidak mampu memutuskan tahapan hidupnya menjadi mampu kemudian, yang tidak percaya diri menjadi percaya diri ... yang putus asa menjadi punya pengharapan .... karena menjadi tunanetra seolah-olah dia kehilangan fungsi. Dia tidak bisa berbuat apa-apa, dia tidak bisa melakukan sesuaiu, bekerja misalnya... tapi ketika mereka diberikan rehabilitasi, mereka akan kembali bisa berfungsi di masyarakat sesuai dengan kondisinya, sesuai tuntutan masyarakat secara optimal." I
b. Urgensi Program Rehabilitasi Tunanetra di Yayasan Mitra Netra
Klien yang menjadi iunanetra setelah remaja bahkan dewasa, akan
mengalami kondisi-kondisi yang sangat berat. Hal tersebut terjadi
karena klien terbiasa mengandalkan penglihatannya untuk melakukan
aktivitas rutin. Klien membutuhkan alternatif-alternatif yang dapat
membantunya melakukan aktivitas-aktivitas ruti:nnya. Urgensi dari
program rehabilitasi ini tidak hanya mengupayakan alternatif-alternatif
agar klien dapat melakukan aktivitasnya kembali, namun, program ini
juga mengupayalcan ha! yang paling mendasar, yaitu penerimaan diri
klien.
"Itulal1 urgensinya. Karena yang pertania, mereka memang butuh
rehabilitasi. Yang kedua, mereka butuh rehabilitasi yang tepat. Jadi
rehabilitasi yang tepat ini meajadi kata kunci di Mitra Netra. "2
c. Tujuan Program Rehabilitasi
Berdasarkan latar belakang dan urgensi rehabilitasi, program ini
memiliki tujuan utama, antara lain:
54
1) Membantu memulihkan keseimbangan mental dan psikologis bagi
mereka yang barn mengalanu ketunanetraa11, baik dalam katagori
buta total maupun low vision, sehingga mereka dapat menerima
ketunanetraannya, memiliki harapan masa depan, dan dapat
menunuskan langkah yang akan ditempuh setelah mengalami
kebutaan.
2) Memberikan bekal kemampuan dan keterampilan dasar
ketunanetraan yang dibutuhkan untuk mempersiapkan para
tunanetra agar dapat hidup mandiri dan berfungsi di lingkungan
masyarakat.
2. Jenis dan Layanan Program Rehabilitasi
Yayasan Mitra Netra menyelenggarakan layanan-layanan khusus bagi
klien tunanetra bempa:
a. Konseling Ketunanetraan oleh Sesama Tunanetra
Y ayasan Mitra Netra menyelenggarakan konseling ketunanetraan
oleh konselor tunanetra. Konselor tidak hanya memberikan konseling
kepada klien secara individual, tatapi juga memberikan konseling
kepada keluarga. Terutama pada keluarga yang anaknya baru menjadi
tunanetra. Konseling tersebut berlangsm1g di Kantor Yayasan Mitra
Netra, Instalasi Rehabilitasi Medis RSCM Jakarta, dan Poliklinik Mata
RSCM Jakarta.
Pada tahun 2006, Mitra Netra telal1 melayani 25 ldien. Sedangkan
pada tahm1 2005 klien yang menjalani layanan konseling sebanyak 18
55
pada usia produktif; namun terdapat juga beberapa usia balita. Tabel
4.1 memberikan gambaran jurnlah klien yang menjalani konseling
ketunanetraan selama periode tahun 2004-2006.
Tabel 4.1 Data Konseling Tunanetra tahun 2004 .. 2006:
No. Tahun Jumlah Kategori Keterangan Klien KJien
1. 2004 22 13 Klien baru, 9 klien 17 usia lama dewasa, 2 usia
balita 2. 2005 18 18 Klien baru Usiadewasa
3. 2006 25 25 klien baru Rata-rata usia produktif
b. Kunjungan Rumah (Home Visit)
Program rehabilitasi di Y ayasan Mitra Netra juga
menyelenggarkan layanan kunjungan rumah (home visit) sebagai salah
satu layanan untuk rnembantu klien. Selain itu, layanan ini
diselenggarakan untuk mendorong keterlibatan keluarga dalam
pemulihan kondisi klien. Layanan kunjungan rumah (home visit)
merupakan layanan yang bersifat insidental. Pada tahun 2005 sebanyak
4 klien mendapatkan layanan ini, dan pada tahun 2004 sebanyak 3
!<lien.
c. Parent Support Group
Layanan ini be1tujuan agar orangtua yang memiliki anak tunanetra
dapat saling bertukar informasi rnengenai bagaimana mendidik anak
mereka. Ketika anak laltir dengan hambatan penglihatan, banyak
orangtua yang kurang informasi mengenai cara merawat, menangani,
' ' . 1 ' - - -~---- T'll_..1_ .t._1 _____ ,-,F\f\A "tT--·---- 11.lf!.;._.~
56
Nena menyelenggarakan parent support group bcranggotakan orangtua
yang memiliki anak tunanetra antara usia 0-8 tahun. Parent support
group di tahun 2004 berlangsung pada tanggal 29 Mei 2004.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh 9 orangtua anak tunanetra.
d. Pelatihan Baca Tulis Braille
Setelah menjadi tunanetra, klien masih dapat melakukan aktivitas
membaca dan menulis. Klien dapat melakukan kedua aktivitas tersebut
dengan hurnf Braille. Selain konseling, program rehabilitasi juga
memberikan pelatihan baca tulis Braille. Pelatihan baca dan tulis
Braille meliputi beberapa bidang seperti Bahasa (tulisan penuh dan
singkat), Matematika, Kimia, Fisika, Musik, serta Braille Bahasa Arab
Gambar 4.1 Abjad Braille Bahasa dan Angka
e. Pelatihan Orientasi dan Mobilitas
Orientasi adalah hubungan lokasi antar obj ek dalam lingkungan,
sedangkan mobilitas adalah bergerak secara leluasa. Pelatihan ini
bertujuan untuk:
1) Memberikan keterampilan dalam memanfaatkan indera lainnya
dalam mengenali objek, lingkungan, bergerak, serta berpindah
temp at.
2) Klien dapat melakukan aktivitasnya dengau mandiri, efektif, dan
57
3) Melatih kemandi1ian klien
Pada tahnn 2006 Mitra Netra, menyelenggarakan pelatihan
orientasi dan mobilitas dengan jumlah peserta 9 klien, sedangkan tahun
2005 sebanyak 5 klien dan tahun 2004 sebanyak 5 klien. Pada tahun
2005, sebanyak 6 karyawan mendapatkan pela1ihan ToT (Trainer of
Treinee) untnk menjadi instrnktnr pelatihan orientasi dan mobilitas.
Mitra Netra bekerja sama dengan lembaga seperti Y ayasan Rawinala
dan HKI (Hellen Keller International), dalam memberikan pelatihan
kepada para karyawan.
f. Konseling Pendidikan
Layanan ini memberikan konseling kepada siswa/i dan
mahasiswa/i yang mengalami kesulitan menyesuaikan diri terhadap
lingkungan institusi pendidikan dan terhadap kegiatan belajar.
Kesulitan tersebut dapat terjadi karena pemahaman diri yang lcurang
baik, mobilitas, dan teknik pengajaran yang tepat. Konseling
pendidikan ini bersinergi dengan bagian Pendidikan dan Pelatihan
(Diklat) dalam memberikan konseling pendidikan kepada peserta
didik. Konseling pendidikan mempertemukan antara klien (peserta
didik) dengan institusi pendidikan terkait.
3. Sumber Daya Manusia (SDM) Pelaksana
Sumber Daya Manusia dalam program rehabilitasi antara lain:
a. Tolhas Damanik S.Pd: Kepala Seksi Rehabilitasi merangkap konselor,
58
b. Ali Mushofa S.Pd: Instruktur Pelatihan Or:ientasi dan Mobilitas,
merangkap tutor MIP A (Matematika, Kimia, dan Fisika)
c. Suryo Pramono: Instruktur Pelatihan Komputer Bicara, merangkap
Instruktur Pelatihan Baca Tulis Braille.
4. Jejaring (Networking)
Yayasan Mitra Netra berjejaring dengan lembaga lain dalam
pelaksanaan program rehabilitasi. Lembaga-lembaga tersebut antara lain,
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumu (RSCM), Rumah Sakit Mata Aini,
Jakarta Eye Centre, Unit Low vision Pertuni, HKI (Hellen Keller
International), dan Sekolah Dwituna Rawinala.
B. Analisis Pendekatan Inte!"Vensi Mikro dalam Pelaksanaan Program
Rehabilitasi Tunanetra Yayasan di Mitra Netra
1. Gambaran Implementasi Pemlekatan Intervensi Mikro dalam
Pelaksanaan Program Rehabilitasi Tunanetra di Yayasan di Mitra
Netra
Analisis mengenai gambaran implementasi intervensi mikro dalam
pelaksanaan program rehabilitasi merupakan hasil dari analisis antara teori
intervensi mikro dan temuan lapangan. Sebelum menguraikan analisis
gambaran implementasi pendekatan intervensi mikro, penulis terlebih
dahulu akan menuraikan analisis program rehabilitasi tunanetra di
Y ayasan Mitra Netra.
59
a. Program Rehabilitasi Y ayasan Mitra Netra
Analisis program dilakukan dengan melihat dari segi defmisi, jenis
rehabilitasi, dan perangkat rehabilitasi. Analisis tersebut dilakukan
dengan membandingkan antara teori dan temuan lapangan.
Secara umum, rehabilitasi menawarkan o;ptimisme dan harapan
yang kuat dan berfungsi mengembalikan keberfungsian sosial
seseorang, mempe11emukan tenaga ahli dari pelbagai disiplin ilmu,
dalam rangka meningkatkan kesejal!teraan so:;ialnya di masyarakat.
Temuan lapangan mengungkapkan bal!wa program rehabilitasi di
Yayasan Mitra Netra juga mengupayakan optimisme dan harapan yang
kuat kepada klien, terutama klien baru. Optimisme dan harapan
tersebut dapat tercapai melalui upaya pemulilmn kondisi mental dan
fungsi sosial klien tunanetra. klien yang putus asa, kehilangan harapan,
dan semangat hidup, dapat memiliki semangat, harapan hidup, bal!kan
kepercayaan dirinya kembali.
Program rehabilitasi di Y ayasan Mitra Netra, mempertemukan
tenaga al!li antara lain, tenaga altli konselor, pekei:ia sosial, dan tenaga
pendidikan. Program rehabilitasi juga mengupayakan proses
refungsionalisasi dan pemantapan taraf kesejahteraan klien dengan
menyelenggarakan pelbagai jenis rehabilitasi kepada !<lien.
Melihat dari sisi jenis rehablitasi, maka pada pelaksanaannya,
Mitra Netra menyelenggaralcan tiga jenis rehabilitasi secara efektif,
yaitu rehabilitasi medis, sosial, dan pendidikan. Sedikit berbeda bila
c1ihflnc1inPkfln ell tP.ori v::ino- mP.nonnokrink!ln P.rnn~t iPnic: rP_h~hilif!lt;!i
60
Sebenarnya, untuk rehabilitasi vokasional, Yayasan Mitra Netra sudah
mulai merintisnya dan mengembangkan jenis rehabilitasi tersebut,
namun masih terdapat kendala dari terbukanya kesempatan ke1ja di
masyarakat.
Lembaga ini menyelenggarakan rehabilitasi tersebut dengan sistem
luar panti dan pendekatan intervensi mikro. Sistem ini tidak
memusatkan klien pada satu tempat seperti panti atau SLB (Sekolah
Luar Biasa). Klien yang datang untuk menda1patkan layanan, tidak
tinggal dan menetap di lembaga. Rehabilitasi luar panti merupakan
rehabilitasi bentuk lain yang tidak memisahkan individu tunanetra dari
keluarga dan komunitasnya.
Sistem ini memungkiukan klien menunjukkan kontribusi dan
prestasi di masyarakat, misalnya melalui institusi pendidikan inklusi.
Rehabilitasi luar panti juga memberikan klien kesempatan seluas
luasnya untuk melakukan komunikasi dan sosialisasi dengan teman
sebaya mereka yang awas. Selain itu, program rehabilitasi ini
merupakan layanan bebas biaya. Dengan kata lain, klien tidak perlu
mengeluarkan biaya untuk mendapatkan layanan rehabilitasi di
Yayasan Mitra Netra. Hal ini sangat meringankan klien yang berasal
dari keluarga pra sejahtera.
61
I) Rehabilitasi Medis
Rehabilitasi medis pada dasarnya mengupayakan pemulihan
kondisi fisik klien. 3 Rehabilitasi medis m~mepertemukan antara
tenaga ahli konselor dan tenaga ahli medis, yaitu dokter mata.
Berdasarkan temuan lapangan, Y ayasan Mitra Netra tidak secara
langsung menyelenggarakan rehabilitasi medis, tetapi menerima
rujuakan hasil rehabilitasi medis dari pihak dokter Instalasi
Rehabilitasi Medis Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM),
Poliklinik Mata RSCM, dan Jalcarta Eye Centre. Rehabilitasi medis
yang dilaknkan
Yayasan Mitra Netra mengupayakan optimalisasi fungsi mata
pada klien low vision. Program rehabilitasi bekerja sama dengan
Unit Low vision Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia) dalam
melaksanalcan rehabilitasi medis. Bersama Unit Low Vision
Pertuni, Program Rehabilitasi Mitra Netra menyelenggarakan
rehabilitasi medis melalui kegiatan asesmen fungsi mata. Hal ini
dilakukan agar klien yang mengalami low vision dapat
mengoptimalkan fungsi matanya.
Selain itu, Unit Low Vision Pertuni dan Progran1 Rehabilitasi
Mitra Netra melaksanakan rehabilitasi medis dengan memberikan
alat bantn kepada klien low vision. Alat bantu yang dapat
membantu klien rnengoptimalkan fungsi matanya dalam setiap
aktivitas.
62
Gambar 4.2 Alat Bantu Low Vision
(a) Loop (b) Teropong (c) CCTV
2) Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi sosial merupakan Jerns rehabilitasi yang
memulihkan fungsi sosial di masyarakat. 4 Dalam hal ini, Y ayasan
Mitra Netra juga menyelenggarakan rehabilitasi sosial. Hal tersebut
dilakukan melalui media konseling. Rehabilitasi sosial melalui
konseling, mengupayakan partisipasi klien, keluarga, dan
komunitas sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya
pemulihan fungsi sosial klien. Dengan upaya tersebut, klien dapat
memulihkan fungsi sosialnya dengan lebih cepat.
Rehabilitasi sosial ini menggunakan sistem luar panti. Sebuah
sistem yang memungkinkan hubungan sosial antara klien dan
masyarakat sekitar terbuka dengan luas. Rehabiltasi sosial ini juga
mengupayakan peningkatan hubungan sosial antara klien dan
masyarakat, dengan melaksanakan pelbagai kegiatan di bidang
musik, teater, olah raga, dan lain sebagainya.
Rehabilitasi sosial luar panti di Mitra Netra ini sangat khas,
karena mengandalkan konseling oleh seorang konselor tunanetra.
63
Melalui konseling, konselor dapat menggali infonnasi mengenai
kondisi dan kebutuhan klien. Setelah itu, konselor akan
memberikan altematif-altematif pilihan layanan pada klien.
Dengan memberikan altematif tersebut, klien menjadi tidak
tersudut dan terpaksa. Klien dengan Sadar akan menyatakan, "OK,
aku mau belajar Braille", "Alrn mau belajar OM".
3) Rehabilitasi Pendidikan
Rehabilitasi pendidikan merupakan upaya pengembangan
potensi intelektual klien pada setting Sekolah Luar Biasa.
Rehabilitasi jenis ini mengandalkan tenaga pendidikan, khususnya
yang menekuni bidang pendidikan Iuar biasa. 5 Rehabilitasi
pendidikan yang dilaksanakan di Y ayasan Mitra Netra sangat
berbeda dengan pengertian rehabilitasi pendidilam di atas.
Rehabilitasi pendidikan di Mitra Netra, tidak dilaksanakan dengan
setting sekolah luar biasa, tetapi dengan setting Iuar panti, melalui
layanan pelatihan pelatihan baca tulis Braille dan pelatihan
orientasi dan mobilitas (OM).
Rehabilitasi pendidikan menggunakan beberapa alat bantu
seperti riglet dan stilus dalam memberikan pelatihan baca tulis
Braille. Sedangkan tongkat merupakan alat bantu yang digunakan
nntuk memberikan pelatihan orientasi dan mobilitas. Alat bantu
tersebut sangat bennanfaat, dan dapat membantu klien ketika
mengikuti pelajaran atau ketika klien bepergian.
64
Gambar 4.3 Alat Bantu Rehabilitasi Pendidikan
(a) Riglet dan stilus (b) Tonglkat
b. Perangkat Rehabilitasi
Perangkat rehabilitasi meliputi sarana dan prasarana yang
menunjang pelaksanaan rehabilitasi. 6 Perangkat rehabilitasi mernpakan
sarana penunjang terhadap keberhasilan pelaksanaan program
rehabilitasi di Yayasan Mitra Netra. Sarana dan prasarana tersebut
antara lain:
1) Program Rehabilitasi
Program rehabilitasi yang ada di Mitra Netra adalah program
rehabilitasi khusus untuk klien tunanetra. Program rehabilitasi
dilakukan secara terencana, terorganisir, dan sistematis,
berdasarkan pada kondisi dan kebutuhan klien. Program
rehabilitasi tersebut memiliki jaringan yang cukup luas, baik
dengan lembaga lingkup regional, maupun nasional.
2) Pelayanan
Mitra Netra menyelenggarakan pelayanan berupa aktifitas
aktifitas alternatif yang membantu klien dalmn mengatasi kondisi
kondisi sebagai dampak ketunanetram1. Aktivitas tersebut meliputi
65
layanan konseling, pelatihan orientasi dan mobilitas (OM), serta
pelatihan baca tulis Braille. Pada tahap pelaksanaan, layanan
tersebut mengimplementasikan pendekatan intervensi mikro, baik
individu, keluarga, maupun kelompok.
3) Sumber Daya Manusia (SDM)
Karena kurangnya staff rehabilitasi, satu personel merangkap
dua jabatan sekaligus. Seperti, Tolhas Damanik, S.Pd, yang
merangkap Kepala Seksi Rehabilitasi dan konselor. Kemudian, Ali
Mushofa S.Pd, merangkap tutor Matematika, Kimia, Fisika dan
instruktur Orientasi dan Mobilitas (OM), serta Suryo Pramono
merangkap instruktur komputer bicara dan pelatihan baca tulis
Braille. Adanya rangkap jabatan, memperlihatkan betapa
kurangnya sumber daya manusia sebagai pelaksana program
rehabilitasi. Namun, dengan manajemen pengaturan waktu yang
baik, kondisi tersebut tampak tidak terlalu memengaruhi pelayanan
terhadap klien.
4) Fasilitas Penunjang
Program rehabilitasi terlihat tidak memiliki tempat yang
mencukupi. Namun, program Rehabilitasi Y ayasan Mitra Netra
melakukan kerja sama dengan Runrnh Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) dalam memberikan konseling keturumetraan pada klien
dan keluarganya. Fasilitas penunjang lain seperti alat bantu untuk
pelatihan baca tulis Braille serta pelatihan orientasi dan mobilitas
66
dapat digunakan secara bergilir. Sehingga, tidak ada klien yang
tidak mendapatkan alat bantu tersebut, ketika mendapat materi
pelatihan.
c. Kendala-Kendala Program Rehabilitasi
Jika melihat pada jenis rehabilitasi, dan perangkat rehabilitasi yang
ada di Yayasan Mitra Netra. Terdapat beberapa kendala pada
pelaksanaan program rehabilitasi tersebut. Kendala-kendala yang
te1jadi yaitu, knrangnya fasilitas seperti tempat untuk melakukan
konseling, maupun staff pelaksana.
Selain itu, kendala yang cukup besar berasal dari pendanaan
(funding). Program rehabilitasi luar panti tersebut, merupakan layanan
yang bebas biaya, sehingga pelalcsanaannya membutuhkan dana yang
tidak sedikit. Menurut Tolhas Damanik, donatur lebih ingin melihat
kuantitas klien daripada kualitas. Padahal, tidak mungkin kalau
mengharapkan akan selalu ada tunanetra baru.7
d. Implementasi Pendekatan Intervensi Mikro Dalam Pelaksanaan
Program Rehabilitasi Tunanetra
Implementasi pendekatan intervensi mikro dalam pelaksanaan
program rehabilitasi di Yayasan Mitra Netra sangat terlihat pada proses
pemberian layanan kepada klien. Selain i1u, pendekatan ini juga sangat
terlihat pada penyelenggaraan pelbagai jenis layanan progran1
rehabilitasi.
67
1) Proses Intervensi Mikro Individu
Intervensi mikro merupakan proses yang membantu !<lien
membangkitkan kembali potensi, motivasi, dan asa dalam diri
klien. Intervensi ini sangat terlihat dalam proses memberikan
layanan konseling ketunanetraan oleh koru:elor tunanetra. Inilah
yang kemudian menjadi ciri khas program r-ehabilitasi di Y ayasan
Mitra Netra. Konseling ketunanetraan meajadi media yang paling
efektif dalam upaya mencapai tujuan dari program rehabilitasi.
Konselor yang juga seorang tunanetra mampu mengembangkan
empati yang maksimal. Empati yang benar-benar hanya dapat
dirasakan oleh seorang tunanetra. Konselor mampu memahami apa
yang terjadi !<lien, karena ia sendiri juga mengalaminya.
Melalui konseling, konselor dapat menggali informasi dari
!<lien mengenai permasalahan umum dan klmsus !<lien. Dimana
permasalahan umum8 yang klien alami pasca menjadi tunanetra,
antara lain:
a) Belum bisa menerima kondisi ketunanetraan yang dialami
b) Putus asa
c) Tidak tahu bagaimana akan melanjutkan kehidupan mereka
Klien mengungkapkan kondisi-kondisi ternebut selama proses
konseling berjalan. Proses konseling ketunanetraan tergambar
melalui bagan berikut.
68
Gambar 4.4 Bagan Proses Konseling9
Klien datang ke Mitra Netra setelah menghubungi konselor I '
Melalui konseling, klien mengnngkapkan pennasalahan unmm dan permasalahan khusus yang dihadapinya
Konselor mengadakan wawancara terhadap klien dan keluarganya
Konselor memberikan terapi yang diperlukan I Konselor memberi ntjukan kepada k:lien mengenai pelatihan-
pelatihan yang diperlukan
Proses intervensi mikro itu sendiri memiliki tahapan-tahapan
yang teraplikasi pada proses konseling ketunanetraan oleh konselor
tunanetra. Tahapan-tal1apan tersebnt antara lain:
a) Tahapan Penelitian
Pada tahapan ini konselor menggali infonnasi dari klien
mengenai kondisi, kebutnhan dan pennasalahan yang terjadi.
Tahapan penelitian menjadi tahapan awal dimana konselor
mengadakan kesepakatan dengan klien, mengenai kegiatan apa
yang klien alcan laknkan bersania konselor. Setelah tercapai
kesepalcatan, konselor kemudian menjalin relasi dengan klien.
Empati yang optimal daii konselor akan semakin memperkuat
70
Konselor mengembangkan intevensi awal melalui empati yang
optimal terhadap permasalahan maupun perasaan klien. Empati
tersebut sangat penting ketika !<lien mengw1gkapkan
permasalahan dan perasaannya.
Pada talmpan ini konselor menjadi model pengembangan
did (role model) klien. Dengan mengembangkan empati yang
optimal dan menjadi role model, konselor telah mengintervensi
klien dan membantunya agar bisa menelima kondisi
ketunanetraan klien. Sehingga ketika berhadapan dengan
konselor yang juga tunanetra, ldien tidak akan bisa mengatakan
'Anda kan tidak merasakan yang saya rasakan'.
" ... Proses yang aku bilang ta.di, bagaimana dia bisa sejak
awal mulai berpikir tentang kehidupannya pasca menjadi
tunanetra. Salah satu tujuannya kita cob21 mengajak dia untuk
mulai menedma kondisinya."12
Pada tahapan ini konselor Jnga membedkan ntjukan
mengenai alternatif kegiatan yang penting bagi klien, seperti
pelatihan baca tulis Braille serta pelatihan odentasi dan
mobilitas. Setelah klien mengetahui alternatif-alternatif
tersebut, klien !ah yang memutuskan alternatif apa yang akan ia
ambil dan jalani.
72
Namun, kondisi tersebut juga memiliki dampak tersendiri.
Waktu 24 jam yang konselor sediakan, dapat menyebabkan
ketergantungan klien terhadap konselor. Klien akan sulit lepas
dari konselor. Dengan demikian, tahapan terminasi menjadi
tidak jelas implementasinya.
Selain menerapkan proses intervensi mikro individu dengan
efektif, konselor juga melaksanakan proses tersebut dengan
menerapkan prinsip-prinsip antara lain:
a) Menerima klien sebagaimana adanya, scsuai dengan kondisi
dan kebutuhan klien. Konselor yang juga tnnanetra dapat
memahami apa pun kondisi klien, dan membantn klien
memahami dan menerima kondisinya.
b) Partisipasi klien. Konselor mengajak klien untnk berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan yang menunjang proses rchabilitasi,
seperti pelatihan baca tulis Braille serta pelatihan orientasi dan
mobilitas.
c) Menyerahkan keputusan pada klien. Konselor hanya
memberikan rnjukan atau alternatif kegia"lan kepada klien, dan
tidak memaksa klien untnk melakukan rnjukan tersebut. Dalam
ha! ini, Pak Tolhas selaku konselor menyadari, kalau hanya
klien yang berhak mengambil keputnsan.
d) Individualisasi klien. Konselor menyadari bahwa kondisi,
73
berbeda. Sehingga mengakibatkan permasalahan khusus klien
yangjuga berbeda.
e) Adanya relasi dengan klien. Melalui konseling, konselor
mengadal'an kesepakatan dengan klien dan mengembangkan
empati yang optimal. Kondisi tersebut akan memperkuat
jalinan relasi antara mereka. Prinsip ini sangat penting terhadap
keberlangsungan proses rehabilitasi itu scndiri.
f) Kerahasiaan. Tidak adanya ruangan khusus program
rehabilitasi, menyebabkan kerahasiaan klien sulit te1jaga.
Proses rehabilitasi tersebut sangat mudal1 terlihat, karena
dilakukan di ruangan terbuka. Meskipun demikian, konselor
tetap menjaga apapun yang menjadi permasalahan khusns
klien.
2) Proses Intervensi Mikro Keluarga
Keluarga sebagai lingkungan terdekat klien menjadi sumber
kekuatan tersendiri bagi klien. Keluarga m~rupakan faktor penting
yang dapat menunjang proses rehabilita.si, karena klien lebih
banyak menghabiskan waktu di rumah. Sehingga program
rehabilitasi Y ayasan Mitra Netra tidak hanya menyelenggarakan
konseling ketunanetraan terhadap klin secara individual, tetapi juga
terhadap keluarga klien. Terutama terhadap orangtua yang
memiliki anak tunanetra. Tidak sedikit orangtua yang datang
menemui konselor ketika mengetahui anaknya menjadi tunanetra.
74
Konseling keluarga, menggarnbarkan implementasi dari proses
intervensi mikro keluarga ini. Proses tersebut menerapkan model
eksperensial, yang lebih menitikberatkan pada pengalarnan
pengalarnan yang keluarga alarni pada saat timbulnya masalah.
Permasalahan-permasalahan15 yang umumnya mereka alarni
adalah:
a) Tidak/belum bisa menerima kehadiran anak tunanetra.
b) Belum mengetahui bagaimana cara mengasuh dan menangani
anak tunanetra.
c) Mencemaskan masa depan anak
Selain melalui konseling keluarga, progran1 rehabilitasi juga
mengupayakan proses intervensi keluarga melalui kunjungan
rumah (home visit), dan parent support group. Sebelum
mengadakan kunjungan rnmah (home visit), konselor terlebih
dahulu melakukan identifikasi terhadap klien. Identifikasi yang
dilakulrnn adalah untuk menentukan !<lien mana saja yang
membutuhkan layanan kunjungan kw1jungan rumah (home visit).
Setelah identifikasi, konselor membuat jadwal kunjtmgan dan
menjalin komitmen dengan keluarga !<lien. Tahapan-tahapan
intervensi mikro keluarga tidak jauh berbeda dengan taliapan
tahapan pada intervensi mikro individu. Taha pan penelitian,
75
asesmen, dan intervensi, terlihat pada tujuan utama16 kegiatan
kunjungan nunah (home visit), yaitu:
a) Mendalami dan menggali infom1asi yang bermanfaat dan
menunjang proses konseling itu sendiri.
b) Memberikan semacam penyuluhan atan informasi kepada
keluarga sebagai lingkungan terdekat klien. Karena !<lien tidalc
dapat menyelesaikan masalalmya sendiri. Keluarga juga harus
turut serta dalam upaya klien dalam meny,elesaikan masalalmya
terse but.
Sedangkan parent support group merupak:m ajang tukar pikiran
(sharing) antara sesama orangtua klien tunanetra. Dalam ha! ini,
konselor berperan sebagai fasilitator. Parent support group, sangat
penting dan urgen dalam membantu orartgtua klien bertukar
informasi mengenai cara merawat dan menangani anak tunanetra.
Kegiatan ini mempertemukan orangtua yang memiliki analc
tunanetra pada usia 0-8 tahun.
"Sebelum talmn 2008, kita punya parent support group. Ini kita lakukan juga karena banyak orangtua bertanya apa yang musti mereka lakukan untuk anaknya. ... Itu sebabnya kita selalu mengembangkan sharing di antara orangtua" Selain mereka bisa berkomunikasi dan memikirkan apa yang paling tepat untulc anak . ... Kita juga dalam beberapa ha! coba mengembangkan asesmenasesmen yang tujuarmya adalah mengetahui problema-problema umum tunanetra."17
76
3) Proses Intervensi Mikro Kelompok
Kelompok yang berkembang di Mitra Netra, terdiri dari dua
jenis kelompok, yaitu kelompok yang terbentuk dengan sengaja
(formed group) dan kelompok yang t.erbentuk secara alami (natural
group). Kelompok yang terbentuk dengan sengaja (formed group)
mendasarkan hubungan anggota-anggotanya atas dasar tujuan-
tujuan. Kelompok ini terdiri dari anggota y:mg memiliki tujuan-
tujuan yang jelas. Program rehabilitasi di Y ayasan Mitra Netra
melaksanakan proses intervensi mikro kelompok melalui formed
group, yaitu melalui Kmtika Mitra Netra.
Sebagai organisasi intra Yayasan Mitra Netra, Kartika Mitra
Netra tidak hanya mempertemukan sosioemosional klien, tapi juga
mempertemukm1 pelbagai aspirasi klie11. Organisasi m1
menyelenggarakan pertemuan secara rutin setiap dua bulan sekali,
baik di kediaman klien atau di km1tor Yayasan Mitra Netra.
Konselor dalam ha! ini, turut berperan dalam merumuskan
kepengurusan dan merancang program Kmtika Mitra Netra.
"Satu wadall yang bernama Katika Mitra Netra punya pertemuan rutin yang dapat juga dikatakan sebagai konseling kelompok. Karena dalam Kmtika Mitra Netra, yang pertarna, itu menjadi wadall mereka mengenal yang narnanya berorganisasi. Kartika Mitra Netra adalall organisasi intra Mitra Netra. Dalam Kartika Mitra Netra mereka membalms masalal1-masalal1 yang mengemnka. Yang kedua, ini menjadi wadah sosialisasi juga karena biasanya pertemuan Kartika Mitra Netra dilakukan di rum all. J adi orang yang yang tadinya tidak pernall lihat tunanetra jalan rame-rame, terus lihat. Yang ketiga, ini juga merupakan wadall bagi mereka mengungkapkan aspirasi."18
77
Program rehabilitasi Yayasan Mitra Netra juga
mengembangkan proses proses intervensi mikro melalui kelompok
yang terbentuk secara alami (natural group). Dalam
pelaksanaannya, proses intervensi mikro kelompok ini te1jadi
secara alamiah. Pada proses ini, konselor hanya mengaralikan dan
mempertemukan klien dengan komunitas sesama tunanetra.
Namun, bukan berarti intervensi mikro melalui kelompok natural
ini tidak memberikan pengaruh yang berarti. Jika sebelunmya klien
berpikiran bahwa ia tidak bisa melakukan apa-apa, maka ketika ia
menemukan komunitas tunanetra, perlahan tapi pasti klien akan
mengubah pemikiran tersebut.
"Kemudian kita ajarkan juga si klien itu masuk ke komunitas tunanetra itu sendiri. Dia datang ke sini, dia berbicara dengan teman-teman yang ada di sekitarnya - tunanetra juga, berbagi pengalaman dan dia melihat apa yang dilakukan oleh tunanetra lain. 'Oh, temyata mereka bisa komputer', 'Oh ternyata mereka bisa sekolah, kuliah, temyata bisa macam-macam. . .. Dia belajar melalui suatu proses menemukan. Itu yang coba kita lakukan di sini. Sehingga dari proses menemukan ini, dan dia mulai mencoba dari dirinya sendiri. . .. Lambat laun dia bisa mengikuti semua proses. Akhirnya dia memutuskan: 'Ok, aku mau sekolah', 'Ok, aku ingin kerja lagi', 'Ok, aku ingin kita bisa buat komitmen'. Jadi itulah langkah-langkah yang coba kita ambil."19
2. Respon Responden Terhadap Pendekatan Intervensi Mikro Dalam
Pelaksanaan Program Rehabilitasi
Penulis mendapatkan kenyataan dan respon positif klien mengenai
pendekatan intervensi mikro dalam pelaksanaan rehabilitasi, dengan
melakukan wawancara dengan tiga responden. Mereka adalah klien-klien
78
yang pemah menjalani program rehabilitasi di Yayasan Mitra Netra. Hasil
wawancara ini juga menunjukkan adanya perbedaan karakteristik dan
permasalahan khusus dari setiap responden.
Tabel 4.2 Profil Responden
Nama Tempat Pekerjaan Kategori Penyebab Waktn Responden /tanggal Penglihatan Ketunanetraan Ketunanetraan
lahir M. Rafik Jakarta, 16 Mahasiswa Total Ablacio Anak-anak, Akbar Juli 1989 Retina usia 12 tahun VinaNovina Bogor, 12 Mahasiswa Total Kecelakaan Dewasa, usia Puspitasari November lalu lintas 22 tahun Rid wan 1979 Trian 'Ragil' Jakarta, 25 Mahasiswa Low Vision Glaukoma Remaja, usia Airlangga Januari 17 tahun
1987
a. Responden M. Rafik Akbar2°
Wawancara dengan responden, berlangsung setelah ia membuat
blog untnk dirinya sendiri dan untuk teman-temannya. Menjadi
tunanetra tidak membuat responden buta teknologi. Chatting,
browsing, atau surfing di dunia maya bukan lagi hal yang asing
untnknya. Sebelum mengenal Y ayasan Mitra Netra, responden tidak
pemal1 membayangkan ia dapat mengoperasikan komputer.
I) Karakteristik Responden
a) Penyebab Ketm1anetraan
Penyebab ketunanetraan responden karena faktor keturunan
dan penyakit. Vonis dokter RSCM menyatakan responden
menderita AblacioRetina (lepasnya syaraf retina). Setahun
79
setelah operasi dokter menyatakan responden mengalami
katarak. Kondisi medis yang mengakibatkan responden,
akhirnya kehilangan penglihatan sama sekali (total).
b) Klasifikasi Tunanetra
Berdasarkan waktu te1jadi ketummetraa11, responden
menjadi tummetra pada usia anak-anak, yaitu 11 tahun-12
tahun. Sedangkan berdasarkan daya penglihatan, responden
mengalami low vision kemudian total. Pada usia 11 tahrm
responden mengalan1i low vision sampai akhirnya menjadi
tunanetra total pada usia 12 tahun.
c) Perkembangan Motorik
Pada awal ketunanetraannya, responden mengalan1i
kesulitan dalam melakukan orientasi dan mobilitas. Usianya
yang masih anak-anak pada saat itu, mengakibatkan orangtua
responden enggan membiarkarmya melakukan orientasi dan
mobilitas. Namrm, kini orientasi dan mobilitas tak lagi menjadi
masalah bagi responden.
d) Perkembangan Kognitif
Meskipllll responden mengalami ketunanetraan pada usia
anak-anak, hal itu tidak membuatnya keluar dad sekolah.
Kemampuarmya mengikuti kegiatan belajar di sekolah reguler,
menunjukkan responden tidak mengalami hambatan dalam
perkembangan kognitif. Responden yang kuliah di Fakultas
80
Tarbiyah UIN Jakarta ini, mengaku dapat lebih mudah
menyerap pelajaran.
e) Perkembangan Bahasa
Kemampuan responden memahami dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan penelitian, menunjukkan ia dapat
berkomunikasi dengan baik. Responden tidak mengalami
hambatan berarti dalam perkembangan bahasa.
t) Perkembangan emosi
Drop dan stres adalah emosi yang responden rasakan pada
awal ketunanetraan. Belum lagi rasa malu dan tidak percaya
diri senantiasa membuat responden takut untuk bersosialisasi
dengan teman-teman sebaya. Namun, saat ini emosi-emosi
negatif tersebut tak lagi membayangi aktivitas responden. Ia
justru menunjukkan motivasi dan rasa percaya diri yang tinggi.
g) Perkembangan sosial
Pada saat wawancara, responden mengakui bahwa ia
mengalami kesulitan untuk bergaul dengan teman-teman
sebaya. Rasa malu dan kurang percaya diri, selalu membayangi
responden saat menjalin hubungan perternanan. Namun,
kondisi tersebut tak lagi terjadi. Sekarang, responden tak lagi
rnerasa khawatir saat me11jali hubungan pertemanan. Tidak
hanya dengan sesama iunanetra, tapi juga dengan teman-teman
responden yang awas.
81
2) Respon Responden Mengenai Pendekatan Intt:rvensi Mikro Dalam
Pelaksanaan Program Rehabilitasi di Y ayasan Mitra Netra
a) Intervensi Mikro Individu
Pendekatan intervensi mikro individu melalui media
konseling oleh konselor tunanetra, sangat membantu responden
mengatasi rasa stress. Responden mengungkapkan betapa ia
sermg mendapatkan konseling, terkait usianya yang Jabil.
Proses intervensi ini sangat membantu responden menerima
kondisinya setelah menjadi tunanetra. Ia tidak lagi merasa malu
dan kurang percaya diri, ketika bersosialisasi dengan teman
teman yang awas. Bukan proses yang mudah memang,
mengingat waktu yang ia butuhkan sekitar 3 - 4 tahun.
Responden menjalani proses intervensi ini sampai usia 17
tahun. Namun, proses tersebut jelas sangat berarti. Intervensi
mikro individu melalui pelatihan baca tulis Braille, sangat
membantunya dalam kegiatan belajar. Kini, responden
memiliki alternatif lain bila ingin membaca atau menulis.
Sedangkan, pelatihan orientasi dan mobilitas sangat menunjang
kegiatan rutin, dan menunjang kemandirian responden. Ia tak
perlu bergantung pada orang lain bila ingin mengakses tempat
atau tujuan tertentu. Pada awal ketunanetraan, responden
sempat pasrah dan berpikiran untuk melanjutkan sekolah ke
SLB. Namun, seiring proses intervensi mikro berjalan, lambat
82
membulatkan tekad untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi.
Sampai detik ini, responden M. Rafik Akbar tercatat sebagai
mahasiwa Jurusan Pendidikan Aganm Islam, Fakultas Tarbiyah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
b) Intervensi Mikro Keluarga
Intervensi mikro keluarga melalui konseling keluarga
sangat membantu orangtua responden mengatasi rasa shock.
Shock karena responden tak lagi bisa melihat, dan shock karena
ia tak lagi bisa membaca Al-Qur' an. Konseling keluarga,
membantu orangtua responden memahami kondisinya.
Orangtua responden mendapatkan konsel.ing keluarga, karena
mereka awam mengenai dunia tunanetra. Sehingga melalui
konseling keluarga, orangtua responden mendapatkan
pemahaman yang menyeluruh mengenai apa yang dapat
mereka lakukan untuk mendukung responden. Mereka juga
memahami betapa ketunanetraan tidak mcnghalangi responden
menempnh pendidikan dan membaca Al-Qur' an.
c) Intervensi Mikro Kelompok
Intervensi kelompok yang responden jalani melalui dua
saluran, yaitu melalui formed group dan natural group.
Responden merasakan dampak positif intervensi mikro
kelompok pada saat bergabung dengan JK.artika Mitra Netra.
Secara alamiah, responden juga sering berbagi pengalaman
83
Intervensi mikro kelompok sangat memb:mtu responden dalam
meningkatkan motivasi dan rasa kepercayaan dirinya. Salah
satu contoh, intervensi kelompok dapat membantu responden
menghilangkan rasa malu ketika melakukan orientasi dan
mobilitas dengan menggunakan tongkat.
b. Responden Vina Novina Puspitasari Ridwan 21
Wawancara dengan Vina berlangsung saat ia menscan buku ilmu
komunikasi. Vina menjalani hari-harinya sebagai mahasiswi Fakultas
Komunikasi Universitas Muhammadiyah Jakarta. Satu realita yang
menmtjukkan bahwa ketunanetraan tidak mencegah Vina meraih gelar
sarjana komunikasi.
1) Karakteristik Responden
a) Penyebab Ketunanetraan
Penyebab ketm1anetraan responden adalah faktor
kecelakaan lalu lintas yang menimpa responden pada tahm1
1992.
b) Klasifikasi Tunanetra
Berdasarkan waktu terjadi ketummetraan, responden
menjadi tunanetra pada usia 22 tahun. Sedangkan berdasarkan
daya penglihatan, responden mengalami low vision pada usia
13 tahun dan semakin mengalami penurunan daya penglihatan
secara drastis pada tahun 1997 yaitu pada usia 16 tahoo.
84
Akhirnya responden menjadi tunanetra total pada tahun 2001,
yaitu pada usia 22 tahun
c) Perkembangan Motorik
Pada awal ketunanetraan, responden mengalami kesulitan
dalam melakukan orientasi dan mobilitas. Aktivitas responden
yang cukup aktif, menyulitkannya melakukan orientasi dan
mobilitas jika hams mengandalkan orang lain. Kini, ha!
tersebut bukan menjadi kendala berarti bagi responden. Ia dapat
melakukan orientasi dan mobilitas dengan mandiri, dan talc lagi
mengandalkan orang lain.
d) Perkembangan Kognitif
Meskipun responden sempat drop out ketika SMU, ia tidak
mengalami hambatan berarti dalam perkembangan kognitif.
Hal tersebut terlihat dari kemampuam1ya mengikuti ujian
persamaan tingkat SMU, hingga mengikuti kegiatan
perkuliahan di Fakultas Komunikasi Jurnsan Public Relation
Universitas Muhammadiyah Jakaiia.
e) Perkembangan Bahasa
Kemampuan responden memahami dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan penelitian, menunjukkan ia dapat
berkomunikasi dengan baik. Responden tidak memperlihatkan
ada kendala dalam perkembangan bahasa. Responden bahkan
menunjukkan kemampuan dalam menggunakan bahasa Inggris
85
f) Perkembangan emosi
Rasa drop dan kecewa menghingi responden pada awal
ketunanetraannya. Bahkan responden merasa bahwa Tnhan
telah mengkhianatinya. Selain itu, responden juga merasa
bahwa hidupnya akan berhenti, begitu ia menjadi tunanetra.
Namun, responden menunjukkan perubahan yang luar biasa.
Kini, yang ia miliki adalah motivasi, semangat, dan rasa
percaya diri yang tinggi. Tak ada lagi kecewa dalam hatinya
karena menjadi seorang tunanetra.
g) Perkembangan sosial
Pada awal ketunanetraan, responden mengalami kesulitan
dalam perkembangan sosial. Kondisi emosi yang ia rasakan
pada saat itu, menyebabkan responden sulit menerima kondisi
ketunanetraannya. Perasaan kecewa y:mg teramat sangat,
menyebabkan responden membatasi perkembangan sosialnya.
Sehingga, responden membutuhkan wak.tu yang cukup lama
untuk dapat kembali bersosialisasi di masyarakat. Namun,
sikap dan emosi positif yang ia miliki sekarang, membuat
responden dapat memenuhi fungsi sosia1l sebagai mahasiswi
dengan baik sesuai tuntutan masyarakat.
86
2) Respon Responden Mengenai Pendekatan Intcrvensi Mikro Dalam
Pelaksanaan Program Rehabilitasi di Y ayasan Mitra Netra
a) Intervensi Mikro Individu
Responden tidak banyak menjalani proses intervensi
individu melalui konseling ketunanetraan. Namun, ia
mengalami proses intervensi mikro individu, melalui pelatihan
baca tulis Braille, serta pelatihan orientasi dan mobilitas.
Pelatihan-pelatihan tersebut sangat membantu responclen ketika
memutuskan mengikuti ujian persamaan tingkat SMU clan
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal yang
terpenting setelah responclen menclapatkan pelatihan-pelatihan
tersebut aclalah kemanclirian. Responden tak lagi tergantung
pada orang lain ketika ingin melakukan aktivitas membaca
buku, atau bepergian. Kini, ia ticlak lagi mengalami masalah
dalam melakukan aktivitas tersebut. Responclen dapat membaca
clan melakukan orientasi clan mobilitas clengan mancliri.
b) Intervensi Mikro Keluarga
Orangtua responclen ticlak banyak melakukan konseling
keluarga, meskipun pacla dasarnya mereka bingung
menghaclapi konclisi responden. Namurt, intervensi mikro
keluarga terjadi melalui pengkonclisian agar responclen clapat
mancliri. Dalam ha! ini, konselor membantu proses
pengkondisian tersebut. Salah satu cara yang konselor tempuh,
87
tinggal terpisah dari orangtuanya di Bogor. Sampai saat ini,
responden tinggal di sebuah rumah kos di daerah Lebak Bulus
Jakarta Selatan.
c) Intervensi Mikro Kelompok
Intervensi kelompok yang responden jalani te1jadi secara
alamiah melalui natural group. Responden merasakan dampak
yang Iuar biasa melalui intervensi mikro kelompok. Bersama
komunitas tunanetra, ia merasa tidak sendiri. Responden
bahkan menganggap rehabilitasi yang tepat, adalah dengan
berada di komunitas yang menduknng. Responden dapat
melakukan konseling dengan sesama klie111 tnnanetra. Melalui
intervensi rnikro kelompok, responden dapat kembali bounce
back (bangkit nntuk melanjutkan hidup ). Seiriug proses
intervensi kelompok berjalan, responden Vina tak lagi merasa
kecewa. Bahkan, kini rsponden dapat :memandang diriuya
dengan bangga. Vina bangga karena ia dapat pergi kemanapm1,
dan bangga karena dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi.
c. Responden Trian 'Ragil' Airlangga22
Wawancara dengan Ragil berlangsnng dengan cara yang agak nnik.
Secara tegas, ia menolak hasil wawancara tersebut direkam. Ragil
lebih memilili nntuk mengetik jawaban atas pe:rtanyaan-pertanyaan
penulis dengan menggunakan laptop. Alat teknologi yang selalu
88
membantunya ketika mengerjakan tugas perkuliahan. Bila responden
lainnya mengalami shock atau stress ketika menjadi tunanetra, lain
halnya dengan Ragil. Sejak kecil, ia sudah dapat menerima kondisi
ketunanetraannya.
1) Karakteristik Responden
a) Penyebab Ketunanetraan
Penyebab ketunanetraan responden adalah faktor penyakit
glaukoma. Glaukoma itu sendiri merupakan penyakit yang
belum diketahui cara pengobatannya.
b) Klasifikasi Tunanetra
Berdasarkan waktu terjadi ketunanetraan, responden
menjadi tunanetra pada usia remaja yaitu l 7 tal1un. Sedangkan
berdasarkan daya penglihatan, responden mengalami low
vision.
c) Perkembangan Motorik
Responden mengalami kesulitan dalam melakukan orientasi
dan mobilitas. Kondisi tekanan bola mata yang terus
meningkat, memengaruhi pergerakannya. Membuat responden
tidak dapat bepergian dengan bebas. Namun, kondisi tersebut
tak lagi terjadi pada responden. Kini ia dapat pergi kemana pun
dengan bebas. Mengakses tempat-tempait tunum atau pusat
keramaian seperti pusat perbelanjaan atau mall, bukan lagi
menjadi kendala.
89
d) Perkembangan Kognitif
Responden tidak mengalami hambatan berarti dalam
perkembangan kognitif. Hal tersebut terlihat dad
kemampuannya mengikuti kegiatan sekolah di sekolah reguler
sampai kuliah di Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas
Negeri Jakaiia.
e) Perkembangan Bahasa
Responden juga tidak mengalami masalah berarti dalam
perkembangan bahasa. Kemampllfilmya terlihat ketika
memahami dan menjawab semua pertanyaan penelitian. Hal ini
menunjukkan responden dapat menggunakan bahasa dan
berkomunikasi dengan baik.
f) Perkembangan emosi
Semenjak usia analc-anak, orangtna responden telah
membantunya memahami kondisi penglihatan yang ia alami.
Sehingga, responden tidak terlalu merasa shock ataupnn stress.
Responden bahkan menerirna kondisi matanya dengan sabar. Ia
terrnasnk tunanetra y311g rnemiliki motivasi, sernangat, serta
kepercayaan diri yang sangat tinggi.
g) Perkernbangan sosial
Responden tidak mengalami kesulitan dalam rnernenuhi
fungsi sosial di masyarakat. Sejak usia analc-anak responden
sudah rnenyadari kondisinya. Hal tersebut menyebabkfill ia
90
responden miliki, membantunya dalam bersosialisai dengan
siap pun, dimana pun dan kapan pun.
2) Respon Responden Mengenai Pendekatan Inte:rvensi Mikro Dalam
Pelaksanaan Program Rehabilitasi di Y ayasan Mitra Netra
a) Intervensi Mikro Individu
Responden menjalani proses intervensi individu melalui
konseling ketunanetraan, terutama melalui konseling
pendidikan. Selain itu, ia juga menjalani proses intervensi
mikro individu melalui layanan pelatihan baca tulis Braille, dan
pelatihan orientasi dan mobilitas. Pelatihim-pelatihan tersebut
sangat membantu responden ketika mengikuti kegiatan belajar
di SMU N 66 Jakarta, kegiatan kuliah, maupun kursus
penyiaran (broadcasting) yang ia jalani saat ini. Melalui
konseling pendidikan, pelatihan baca tulis Braille, maupm1
pelatihan orientasi mobilitas, responden dapat meningkatkan
kemandiriannya. Kini, responden dapat menjalani had dengan
mandiri. Ia juga dapat menunjukkan kontdbusi dan prestasi,
serta memenuhi fungsi sosial sebagai mahasiswa dengan baik.
b) Intervensi Mikro Keluarga
Intervensi mikro keluarga terjadi melalui konseling
keluarga dan konseling pendidikan. Konseling tersebut terjadi
saat responden memutuskan akan melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Konseling keluarga juga membantu
91
responden. Dengan konseling keluarga, orangtua responden
memiliki pemahaman menyelumh mengenai kondisi anak
mereka. Pemahaman tentang apa yang dapat mereka lakukan
untuk mendukung Ragil.
c) Intervensi Mikro Kelompok
Intervensi kelompok yang responden jalani te1jadi secara
alamiah melalui natural group. Melalui intervensi kelompok, ia
dapat melihat kemajuan dan perkemban;gan sahabat-sahabat
tunanetra lain. Responden Trian Ragil Airlangga - bahkan
memiliki prinsip bahwa tunanetra pada dasarnya dapat
berkembang dan maju, jika memiliki kesempatan yang sama.
Pendekatan intervensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi,
memiliki peranan yang teramat penting dan berarti bagi ketiga responden.
Rafik, Vina, bahkan Ragil merasakan manfaat dan dampak pendekatan
intervensi mikro 1111. Pelbagai masalah terkait dengan dengan
perkembangan motorik, kognitif, bahasa, emosi, sampai perkembangan
sosial - tak lagi menjadi kendala berarti. Permasalal1an tersebut tak lagi
menghalangi mereka untuk kembali bangkit meraih cita. Bersaing atau
berkompetisi dengan teman-teman mereka yang awas pun bukan
merupakan hal yang mustahil - kalau mereka memiliild kesempatan yang
sama.
"Intinya, ini sangat bermanfaat, karena orientasinya adalah bagaimana caranya temen-teman tunet bisa maju dan berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, mengoperasikan alat-alat yang be1ieknologi tinggi dan
92
mengingatkanjuga bahwa TUNET JUGA MANUSIA. Artinya, tunetjuga butuh berkembang dan dihargai, bukan hanya dikasihani. Tunet juga butuh kesempatan narnun tetap fer sama pesaing yang awas. Nilai itulah yang tetianarn secara tersirat dari para tunet yang sukses."23
"Yang paling pertarna itu, tumbuhnya motivasi yang tadinya tidak ada, menjadi motivasi tersendiri. Akhimya betul-betul memaharni, kondisi ldta ya seperti ini. Bisa menerima apa adanya sebagai individu, terus dari pihak keluarga. Keluarga jadi bertarnbah yakin kalau sebetulnya dengan kondisi yang sepetii ini tidak ada kendala apa pun dalam hal pendidikan. . .. Anggapan-anggapan saya tadinya tidak ada solusinya jadi ada solusinya. Saya takut bergaul dengan siapa pun. Tapi temyata teman-teman saya banyak. Kondisi saya yang sepetii ini menunjang dalam belajar. Saya juga bisa lebih percaya diri ketika bergaul entah dengar1 sesarna tunet atau dengan orang yang lebih normal."24
"Ya, seiring berjalannya waktu. Proses rehabilitasi, aku banyak ngobrol sarna teman-teman, sarna kayak aku tunanetranya sejak dewasa. Aku mulai belajar dari mereka. Bagaimana mereka. bounce back lagi. Kemudian aku arnbil banyak pelajaran banyak dari mcreka .... I feel better than ever. I feel stronger, I feel proud of myself Sometimes when I want to sleep, lay down at night, Oh God, I able to do this. l able to walk by my own feet. I able to go anywhere wherever I want. l got to school again..! That's the most incredible one. Get my life back, my dream."25
Ungkapan Rafil<:, Vina, dan Ragil di atas menunjukkan respon positif
yang mereka rasakan, setelah menjalani proses rehabilitasi. Ketiga
responden menyatakan ba11wa kini mereka tak lagi mendapatkan hambatan
untuk melakukan pelbagai bidang, terutama bidang pendidikan. Rafik,
Vina, dan Ragil menyadari proses rehabilitasi sangat membantu mereka
menempuh pendidikan. Mereka juga menyadm:i bahwa pendidikan sangat
penting bagi kehidupan. Sehingga, Rafik, Vina, dan Ragil begitu bangga
ketika ketunm1etraan tak lagi mengharnbat kegiatan untuk memperoleh
ilmu pengetahuan.
93
Sayangnya, diskriminasi dapat menjadi faktor penghambat yang sangat
kuat bagi mereka untuk mendapatkan pendidikan. Padahal pendidikan
adalah hak asasi setiap orang. Sehingga diskriminasi di bidang pendidikan
merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Diskriminasi tersebut sangat
bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam firman-Nya, Allah SWT telal1
menjelaskan bahwa tidak ada diskriminasi terhadap setiap manusia di
segala bidang. Pada dasamya yang membedakan mmmsia di mata Allal1
SWT - hanyalah tingkat ketakwaan. Hal ini tersirat dalam Surat Al-
Hujarat ayat 13 sebagai belikut:
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang Zaki-Zaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya kamu sating mengenaZ. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah iaZah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungghnya Allah Maha Mengetahui Zagi Maha MengenaZ." (Q.S. Al-Hujarat: 13)26
Perbedaan antara mmmsia yang satu dengan yang lain, baik perbedaan
jenis kelalllin, ras maupun suku tidak menjadi ukuran yang menentukm1
ketakwaan seseorang. Perbedaan tersebut tidak menjadikan nilai
kemanusiaan seseorang lebih besar atau lebih tinggi dari yang lain., baik
karena suku, warna kulit, jenis kelamin, kekayaan, kelas sosial, maupun
94
k . b 1·n arena pert1m angan parameter am termasuk pertimbangan kondisi
fisik seseorang.
Kondisi penglihatan seseorang tidak lantas membedakannya dengan
manusia yang lain. Sebagai tuuanetra atau low vision, seseorang tetap
berhak mendapat pendidikan dan pengajaran. Hal ini sesuai dengan firman
Allah SWT dalan1 Surat 'Abasa ayat 1-11 sebagai berikut:
&JJfi~;1.:; Jl;:;f oiY- ,.:w ..u.~.:;.; c;jo ;;.;:'11~;-i.~ ,:if o.1J5j ~
1®i~.±i;-i.;..,;. t:IJ~~~ :i\.!.QP c;jQi.:;~ ,:J ... : .. :J; 0~r.; t:f 0
"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling. Karena telah datang kepadanya seorang buta. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). Atau dia (ingin) mrndapatkan pengqjaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). Dan adapun orang yang yang datang kepad mu dengan bersegera (untuk mendapat pengajaran) maka kamu mengabaikannya. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan." (Q.S. 'Abasa: 1-11)28
Dalam tafsir Al-Misbah, M. Quraish Shihab menyatakan bahwa ayat-
ayat tersebut merupakan teguran halus dari Allah SWT kepada Rasulullah
saw., Teguran itn terjadi karena Rasulullah telah bermuka masam kepada
seorang sahabat tunanetra yang datang pada beliau untuk mendapat
pengajaran. Meskipun muka masam beliau sudah pasti tidak terlihat oleh
sahabat tnnanetra tersebut, Allah ingin menghapus kesau negatif orang lain
terhadap mauusia yang paling dikasihi-Nya itu, dengau memberikau
tegurau kepada Nabi Muhammad saw. Di sisi lain, tegurau pada ayat di
27DR. Yusuf Al-Qardhawy, Pengantar Kajian Islam Studi Analistik Komprehensif _ n_,, ____ ,7 __ n_ J __ ,_ ,, • ,., ,..... • 1 n 1 ~ ....,. • ~
95
atas mengajarkan Rasulullah bahwa ada indikator-indikator yang terlihat
baik dan tepat, seperti indikator kekayaan, atau kekiuasaan. Nam1111 pada
hakikatnya tidaklah demikian. Kekayaan atau kekuasaan seseorang tidak
menjadikannya lebih baik dari orang lain. 29
Merujuk pada sebuah riwayat yang disampaikan oleh Ibn Jarir
Athabari, Han1lm menafsirkan ayat-ayat tersebut sebagai teguran langsung
melalui malaikat Jibril. Teguran tersebut te1jadi ketika Rasullah saw.
menelantarkan panggilan Ibn Ummi Maktum yang seorang tunanetra, pada
saat beliau kedatangan pemuka dari Quraish. Melalui ayat-ayat di atas
Allah juga memberi peringatan bahwa ketunanetraan tidak menghambat
kemajuan iman seseorang.30
Pendidikan maup1111 pengajaran, sangat berpenm penting terhadap
kesejahteraan setiap manusia. Karena itu, pendidikan menjadi hak
mendasar setiap orang - termasuk tunanetra. Pendidikan membantu
seseorang memperoleh ilmu pengetahuan yang bennanfaat, baik di dl111ia
maup1111 di akhirat. Allah SWT bahkan memberikan derajat yang lebili
tinggi kepada orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan. Allah SWT
melalui Surat Al-Mujadilal1 ayat 11 menyatakan:
" ... Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S. AlMujadilah: 11/1
29M. Quraish Shihab, Tafeir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an Juz 'Amma, (Jakarta: Lentera Hali, 2002), h. 64-65.
30n __ .£' T""'I.- TT .&t_..] __ 1 •ir-1!L AL..l __ l ry ___ . ___ ~ .. _. r... 1 "' ,...., , •••• , •
96
Aa Gym dalam buku Manajeman Qalbu juga menyatakan pentingnya
ilmu pengetahuan. Ilmu merupakan jalan meraih kebahagiaan. Tidak
hanya di dunia tapi juga di akhirat. Beliau menegaskan, barang siapa yang
menginginkan dunia dan akhirat, maka wajib bagi orang tersebut mencari
ilmu. Kunci utama meraih kebahagiaan adalah dengan ihnu pengetahuan,
sedangkan kunci utama memperoleh ilmu pengetahuan adalah dengan
belajar tiada henti. 32
Firman Allah SWT melalui ayat-ayat-Nya di atas, telah menandakan
betapa ajaran Islam menolak diskriminasi kepada siapa pun, dalam bentuk
apapun. Ajaran Islam sangat menghargai hak seseorang, dan menjunjung
tinggi prinsip kesetaraan. Nilai dan prinsip tersebut, juga terdapat dalam
konsep kesejahteraan sosial dan pekerjaan sosial. Menerima individu
sebagaimana adanya, se1ia mengakni hak dan kesempatan yang sama bagi
setiap individu, merupakan nilai dan prinsip dalam konsep kesejahteraan
sosial. Nilai dan prinsip sangat penting bagi pekerja sosial, ketika menjalin
relasi dengan klien. Sehingga, diskriminasi dari masyarakat merupakan
nilai yang sangat tidak sesuai dengan ajaran Islam, maupun konsep
kesejahteraan dan peke1jaan sosial.
Setiap individu termasnk Rafik, Vina, dan Ragil berhak
mengembangkan potensi diri di pelbagai bidang seperti ekonomi, sosial,
politik, budaya, dan huknm. Pendidikan menjadi saluran utama untnk
dapat mengembangkan potensi, partisipasi maupun prestasi yang mereka
97
miliki. Dalam konteks tersebut, proses intervensi mikro dalam pelaksanaan
rehabilitasi menjadi kunci yang dapat membuka k'esempatan tunanetra
menempuh pendidikan guna memperoleh ilmu pengetahuan,
kesejahteraan, bahkan meraih derajat yang lebih tinggi dari Allah SWT.
A. Kesimpulan
BabV
Penntup
I. Pendekatan intervensi mikro terlihat implementasinya dalam proses
pelaksanaan program rehabilitasi di Y ayasan Mitra Netra. Program
rehabilitasi tersebut mengimplementasikan intervensi mikro individu
dengan sangat khas, yaitu melalui konseling ketunanetraan oleh konselor
tunanetra. Konseling ketunanetraan, pelatihan baca. tulis Braille, serta
pelatihan orientasi dan mobilitas, mengimplementasikan prinsip-prinsip
intervensi mikro individu dengan baik. Intervensi mikro keluarga terlihat
implementasinya melalui konseling keluarga, kunjungan rumah (home
visit), dan parent support group. Sedangkan, intervensi mikro kelompok
terlihat implementasinya melalui kelompok natural komunitas tunanetra,
dan melalui formed group yaitu, Kartika Mitra Netra. Sebual1 organisasi
intra lembaga, yang menjadi wadah untuk mempertemukan
sosioemosional dan aspirasi klien.
2. Pendekatan intervensi mikro dalam pelalcsanaan program rehabilitasi,
mendapat respon positif dari klien. Dalam ha! ini, keHga responden, yaitu
Rafik, Vina, dan Ragil merasa sangat terbaniu dalam memulilikan kembali
mental mereka. Responden mengakui tak ada lagi rasa stress, malu,
kecewa, serta rasa percaya diri yang rendah, membayangi hari-hari
mereka. Responden kini menjadi individu dengan motivasi, semangat,
serta rasa percaya diri yang tinggi. Emosi positif yang sangat mendukung
99
mayarakat. Responden juga mengakui betapa individu, keluarga, dan
kelompok merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisabkan. Melalui
intervensi mikro keluarga, keluarga memberikan dukumgan terbesar dalam
setiap aktivitas responden. Melalui intervensi mikro kelompok, Responden
dapat mengambil banyak pelajaran dari kelompok atau komunitas sesama
tunanetra. Pelajaran bagaimana tidak terpnruk karena menjadi tunanetra,
serta bagaimana untuk bisa sukses meski menjadi tunanetra.
B. Saran
1. Yayasan Mitra Netra hendaknya dapat lebih mengcmbangkan program
rehabilitasi kepada klien, kcluarga dan kelompoknya. Kegiatan parent
support group yang bersifat insidental akan lebih baik jika dapat
terselenggara lebih rutin. Penyelenggaraan yang lebih terjadwal akan
membantu orang tua yang memiliki anak tunanetra dalam memahami
bagaimana cara menangani anak mereka.
2. Program rehabilitasi hendaknya dapat melaksanakan proses tenninasi
terhadap !<lien dengan lebih tegas. Hal ini penting agar klien tidak
senantiasa bergantung kepada konselor.
3. Progran1 rehabilitasi di Yayasan Mitra Netra merupakan layanan bebas
biaya. Sehingga, program rehabilitasi tersebut hendaknya dapat lebih
proaktif dalam memperoleh dukungan dana dari pelbagai kalangan, baik
itu pemerintall, pihak swasta, maupun masyarakat umum. Dengan
dukungan dana tersebut, program rehabilitasi tentunya dapat
meningkatkan sarana, prasarana rehabilitasi, serta kualitas pelayanannya.
100
4. Program rehabilitasi tenumya dapat lebih berrnakna bagi klien, dengan
meningkatkan kerja sama dengan pelbagai lembaga pendidikan dan
perusabaan. Sehingga kesempatan klien yang telab menjalani program
rehabilitasi untuk menempuh pendidikan dan memperoleh pekerjaan,
menjadi lebih terbuka.
5. Sebagai penanggung jawab kesejabteraan warganya, hendaknya
pemerintab memberikan dukungan nyata terhadap pelbagai upaya
peningkatan kesejabteraan tunanetra. Dukungan tersebut bisa dalam
bentuk pendanaan (funding), peningkatan saran dan prasarana rehabilitasi,
serta pemerataan kesempatan yang san1a bagi tunanetra.
6. Para akademisi dan praktisi yang menaruh perhatian (concern) pada
bidang ketunanetraan, hendaknya dapat lebih mensosialisasik:an kepada
masyarakat umum mengenai timanetra. Sosialisasi tersebut antara lain
mengenai bagaimana seharusnya masyarakat memandang timanetra dan
memperlakukan mereka. Salab satunya dengan 1tidalc lagi bersikap
diskriminatif terhadap tunanetra. Masyarakat hendaknya juga dapat
mendukung upaya mewujudkan masyarakat yang inklusif. Masyarakat
yang tidak membedakan sababat-sababat penyandang cacat (disable).
7. Sebagai Pekerja Sosial, penulis mengharapkan adanya kerjasama antara
pihak civitas akademika UIN Syarif Hidayatullab Jakarta (baik dengan
Fakultas Dakwab dan Komunikasi maupun Jurusan Kesejabteraan Sosial)
dan Yayasan Mitra Netra. Kerjasama tersebut dapat dimulai dengan mulai
mengadakan sarana prasarana yang aksesibel bagi timanetra pada
DAFT AR PUST AKA
Adi, Rukmintu Isbandi. Psikologi, Pekerjaan Sosid, dan llmu Kesejahteraan Sosial.
Jakarta: PT Raja Gratindo Persada, 1994.
Jlmu Kesejahteraar.· Sosial Dan Pekerjaan Sosial. Jakarta: Fisip UI Press, 2004.
Al-Qa;dhawy, Yusuf. Pengantar Kajian Islam Studi Analistik Komprehensif tentang
Pilar-pilurSubstansi, Karakteristik, Tiifuan dar: Sumber Acuan Islam. Penerjemah
Setiawan Budi Utomo LC. Jala.rta: Pustaka Al-Kautsar, 1997
Amrullah, Abdul Malik Abdul Karim (Hamka). Te;fsir Al-Azhar Juz 30. Jakarta: PT.
Pustaka Panji Mas, 2000.
Ardani, Tristiadi A., !in Rahayu T., dan Yulia Sholichatuo, Psilwlogi Klinis, Y ogyakarta:
Graha Jlmu, 2007.
A. Sadiman. "Pengaml1 Ti:/C'visi terhudap Pembaha11 Perilaku." dalam Dr. Mohammad
Effendi, M.Pd, M.Kes, Pengantar P Jikopedagogi l: Anak Berkelainan, Jakarta: Bumi
Aksara.
Balitbang Departemen So.;ial RI. Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta:
2003.
Bar!'.er, Robert L. The Social Work Dictionary Washh1gton DC: NASW Press, 1995.
Basuki, Bambang. "Karakteristik Ca.::al Neira." makalah disampaikaa dalam Kegiaum
Pemantapan Petugas Asesmen Vokasional Balai/Panti Sosial Penyandang Cacat
Departemen Sosial, Cisarua: 16 Nopember 2005.
Departemen Agama Rep·1blik Indonllsia. Al-Qur'an dan Terjemahannya. Jakarta:
Departemen Agama RI, 200 I .
Efendi, M. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Gymnastiar, Abdulli:h. "Aku Bisa!" Manajemen Qalbu Untuk Melejitkan Prestasi.
Bandung: MQS P·1blishing, 2004.
Kuper, Adam and Jessica Kuper. Ensiklopodia llmu-Ilm11 Sosial Ed.I CP-t.J. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2000.
Moleong, Lexy J. M.A. Aletode Penelitian Kualitatif. Br.ndung: PT. Remaja Rosdakar:;a,
2004.
Nitimihardjo, Carolina. "Rehabililasi Sosial" dalarn Jsu-iiu Tematik Pen1bangunan Sosial
Konsepsi dan Strategi. Badan Pe!atihan dan Pengembangan Depsos RI. Jakarta:
2004.
Pusat '3ahasa. Kamus Besar Bahasa lndonesirJ Edisi Ke-3. Jakarta: Balai Pustaka
Depdiknas, 2002.
Richmond, Mary. "What Is Social Ca:;ewor/c?" dalan1 :'lkidmore Rex A., Thackeray, 0
William and Parley. Jntroducth>n to Social Work. New Jersey: Prentice Hall Inc.,
1 ~'94.
Skidmore Rex A., Thackeray, 0 William and Farley. Introduction to Social Work. New
Jersey: Prentice Hall foe., 1994.
Soehartono, lrawan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.
Somantri 1. Sutjihati. Psikologi Anak Luar Btasa. Bandung: PT. Refika Aditama, 2006
Suhartn, Edi. Membangun Masyarakat Memberdayabn Rakyat. Bandung: PT. Re!ika
Aditama, 2005.
Toseland, Ronald W. and l'{obert F. Rivas. An Introduction to Group Work Practice.
Utah: Allyn and Bacon, 200 I.
Sumber dari Internet:
Pe.·1yedia Content Perlu Bantu 'funanetra, diaksts tanggal 2 Desember 2006 d'lfi
http://baliti1ang.depkominfo.go.id/9 mod·=CLDEPTKMF BRTO l & view=1&id=154
&mn=BRTOl 100%7CCLDEPTKMF BRTOI
www.mitranetra.or.id
l!ndang-Undang RI No. 4 Tahun 1997, diakses tanggal 27 Desember 2007 ctari
http ://www.unmiset.org/legal/Induu(;' ianLaw/uu/U u 199704 .htn1
Sumber dari Media Cetak:
Siswono. "Kebutaan di Indonesia Te."tinp,gi di Dunia". Republika. 15 September 2005.
Direktorat Pembinaan S0kolah Luar Biasa, Jnformasi Pendidikan dan Pelayanan Bagi
Anak Tunanetra, Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa De.oartemcn
Pendidikan Nasional RI, 2005.
Utami Ayu, "Buta." Sindo. 27 Januari, 2008. h.15
"Fasilitas Untuk Orang Cac2t Masih Kurang." Koran Tempo. 3 Desember 2006. h. 8-9
Sumber dari Data, Profil, dan F'arnflct Lembaga:
Profil Yayasan Mitra Nctra
Tabel Kegiatan Bidann Rehabilitasi Yayasan Mitra Netra Tahun 2006
Tabel Kegiatan Bidang Rehabilitasi Y ayasan Mitra Neira Tahun <:005
Sumber dari Wawaneara Pribadi:
Wawancara prilJadi dengan T ..ilhas DaJranik. Jakarta, 7 Maret 2008.
Wawancara pribadi dengan Ora. Rianti Ekowati. Jakarta, 13 Maret 2008.
Wa\<anc\lfa pribadi dengan M. Rafik Akbar. Jakarta, 12 Maret 2008
Wawancara pribadi dengan Vina Novina Puspitasari Ridwan. Jakarta. 17 Maret 2008.
Wawan~ara pribadi dengan Trian 'Ragil' Airi:lngga. hkarta. 17 Maret 2008.
Wawancara pribadi dergan Riyanti Ekowati. Jakarta, IS Juni 2007
H.Suh11rn111t Sekretaris
l'ENGURUS Lul~n1'1n N~lzir,Te:r.Ing
Kctua H.J\1E. Kurnadi
BendalL.lf<l
PEMBINA Prof. <lr. R Sich1ri; IJY<is.S.of\f
Ketu:-i
R Sulaim.in 1\.1. Su1nit.ikusun1u Auggota
l'!MPINAN E!:SEKUTIF Drs. E::n1b:1ncr Basuki
I)irektur Ek.~1.1.1tif
llrs.Invan Dni Kusr:into Wakil f)irektur Ek.«blfif
PENCTA\V~ Idris Sul:1im:1n.Ph.D _ Drs. \Visnu S.in1!
h.etua A.ngg.ot:
-·-·-·-·-·-·-·---·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·J
L·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-·-· SEI-:.SI Dil1Sl1S
~Na<..iL:hi•t..S .. .;.a
B . .\GL.\N PENELilHN -r>r.,.,..,.\ rr. ,,,, ..• '' • -· ........... ,~.U-<J.''-'-"">.·'
.Nur Id::;;Ul hep:lla Bagi:ln
SEI-:SI J'ENELffi . ..i..N. • \I)}.!:H-ITSTf',_.1,,Sl D . .!.N f'ENDIDIK...UJ S•:OSL.\l.. !!.!!ililli nuuJ,·:l_lli!.
Kep:i.la Sek.l:i
I
I SELll.-W\E' TE!:N(•L''-" 11 l
!'IL AhY;tr K.:p:ila Seksi l
B.-\GIAN PRf>Dl TKSI D.~"\J r.tkPl};) _J __ --\h. . ..\ AN
Fir<lai!.'!" Kepal.:i B.:igi:in
I SEKSI PRODlih.&1BFhl' l - BIC.\RA I
Dirnngbp Mhag
SEt:..<;I I'R .. >IH.JJ..:SI BlJJ..:tT BR.-ill..LE Intl:1h Lutfi,,h h.cp:il:i. Sd.:si
SEKSI I'Et'...r'T.'ST • .:.J:..~.A.N Y.~-eti:I~!!.
Kep.:ib Sek~i
~ !.~ -lGL..\..hJ REH . ..\BILTIA .. SI
D}2'J PE:ND!DIL.\.:"\J Rh·:utti Ekow;1ti
Kep:tf.J &gian
j SFT..::SI KEH.-l.B.lLIT.1.81 ! Tolh:l'> I}.iruanik
Ki:-pab Sek...;-i
SEKSI PENDfllf!;_.>,_N l Y~ni
J.:d.:ipa S<k.."i
11 SEL)l PEUTI!i.c,_, ..., L..{ ~fuizzu<lin Hilntl
Kcp::b Sek."i
BAGI..\N . ..\D!\IINISTR.-\SI r· Ii .. -:.iu e-;;i h:u.:-t;Ulf(I I I f.::cpab B;ig1:i11 I
1
SEh.5i ' h ITSEKRET..\Rl . .\T . .\N L
Tii \Yina1:,ih
SE KS I PERSON ..\LI..\ HRI> ,__
SEKSI lll'lfT ~I MRT_TJi!ART . .\.i'1(fG-A .. .\N
Abdul \Yahi<l f'.i.Kcp:ib Sd;.;c.;i
Kary:nY;in Pc:h1I,:s:1na = 26 or.ing
b . .\(1J_..\N Hf.T}.L..\.) i IA. . .: .... · '
I PEN(KiAL . ..\NG.-\N D.-\.:\l" • .; ~ }._1ia ln<lronnui
I I\.cp:ll:i Bagian 1
SEKSI f:EHf.'1!..\S . .\N '
Dir.u1cl.::nr K.Jb:ig
SEK.SI PENG-Ci . .\L..\.N(i_-\.:~ D . ..I,}..--\
Dir3ngbp K.Jl1ag.
SEh.Sl PENG(i . .\L . .\NG . .\N D . .\N..\
Di.rangf.::lp J.:ahag.
Wilayah No.
Jakarta Sela tan I
2
3
4
5
6
7
8
9
Jakarta T:mur I
2
3
4
s
6
Jakartil Utara •
2
3
4
Jakarta BJrat 1
2
,
Rckupitulusi I.cmo<.gu Pcndidikun Rint1s:1n InklusVJ'cq);1rh1
Tingkat Scko!ah Da;;ur (SD)T<.ihun J.jarun 2006-2007
Di Jnbotnbek -k1ubaga Pendidikan -
SDN t:{ Hinttun
JI. Kesc::hatan Bin taro Jak -Sci 'i"362'/71
SDN' 08 Pr
JI. AnggurS Komp. BR! Cipete
SDN 02 Pg
)'J. Pertani:.in H~Leh:1k Rulus Jak-Sel
SDN 10 Pg
Cip1~te
MI Umwanul Huda JI. K:ilib~1ra f1.lk,irt\1.Sel;ir:1n :::DN 09 Pg
Pd. Pinanl! f;.1k-Sel -SflN 1-1 Pg
JL. Bangau Ra) a Cilaodak Jak-Sel
l\J[ Dand ll!un,
Kemang Timer Jak-~:eJ
SON 1\.r:11n•H Pda 015 Jak-Se! (I)
f\h1nn1~11ni: Jnka:1:1 Sdnt:in
SDN 06 Pt
11. f)e1·:i S:1rtik:. C:n,·nng
SDN OB Pg
•1ek:1von foknrr i Tiinu r
SDN02 Pt
(~;.1ndtlria lTt:1n1
SDN 06 Pt
JI. Dew! Sartika 200 Cawang Jak-Tim
S!lN 09 l'r JI, 6-l Cipa\·11ng
SDN 08 l'g
Lu bang Buaya Jakarta Timur -SDNOB
Tannh l'\lerdeka
SDN 02 Pg
Ron:irnn Jak::irta llt•1rn
SDNOS
Tnnnh f\It.>1d.:>ka
SI>N 03 Pt
Penjaringan Jak-Ut
SDI\ 12 Pg
l\!eruva trwr;1
SON !3 Pg.
l'\feruv:1 ltwr.1 1.,!f\l\T s~ITl-
Jumlah Sis\va
I
I
2
I
I
I
I
'!
-I
I
'
l
I
·-I
I
I
I
l
l
I
l I
WUavah No. Jckarta Selat3n 1
2
Jakarta Timur 1
2 \ 3
4
-Jakarta Utnra 1
-2
3
4
Ja,va Barat I 1
2
3
Rekapitulasi Lem\>aga Pendidikan llintisrn Inklusi!fe·.rpadu Tingkat Sekc !ah Menengab Pe• t2rna (SMP)
Tahun Ajaran 2006 - 2007 di Jabotabel:
Lembaga Peudidikan SMP Negeri 85
]1. Margasatwa No. 8 ?d. I.abu Cilnndak 12450 -SMPNn6 ]1. Kayu kapur No. 2 Pd. J.abu Cilundak Jakarta SelatBn SMP Negeri 256 ]1. Bnlai Rakyat Cakung Timur Kee. Cnkung 13910 SMPN 193 Jakar1 a Jl. Ujung Menteng L:ec. Cakunglak-Tim tJE· 461277_5 SMPN243 Cininan~ Jakarta Thnur
SMPN223 Jl~ Smi!ang Ps. R1 !10. fak-Tirn SMPN 114 Ser<:'.per Jakarta U(ara SMPN 170 Semper Jakarta U:ara SMP Fikri ]1. Masjid Al-Anfal No. 51 Tugu Sebtan fakarta 14260 SMPl\ 42 Pademangan Jakarta Utara
SMPN 4 Be~casi ]1. Tenggiri Raya Perurar.as IBekasi 17144 tlp 8844'.>4
SMP Taruna Bhakti Jl. I'eka;Juran Curug Kee. Cimanegis Kota Dennk SMP2 Depok ]1. Depok Raya
Jumlah Siswa
1
9
I
I
I
3
1
I
1
I
I
23
Wilaph
Jakarta Sela tan
lkarta Pusat
1karta Timur
karta Urara
karra B,trat
Lngerang
Rekapitulasi Le mbaga Pendidikan ilintisan Inklusi/ . .'.orpadu Tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA)
1 ahun Ajaran 2006 - 2007 di Jabotabek
No. Lembaga Pendidikan
SW. Negeri 6(
1 JI. Bangau III P :I. Labu Cilandak Jakarta Selatan 12450
2 SMA Negeri 46 JI. Masjid Dam salam Blok A J"k-Sel
·3 SMA Negeri 10 l JI. Peninggaran Barat I Keh. Lama Utara Jak-Sel tip. 7239257
4 SMA Negeri 55 JI. Minyak Ray;; Duren Tiga tip. 79?.90371
5 SMA Dami Ma< rif Jl. RS. Fatmawa i No. 45 Cilandak Cipete Selatan
6 SMJ;: MH Tham:in Jl. H.S. N;n.vi Ciputar Raya Situ Gintung Ciputar
7 SMAPGR!3
TI. Pondok Labu IB No. 29 Pondok Labu Cilandak -8 SMEA Darussalam
TI. H. J;:ahfi II N''· 28 Srengseng Sr.wah Jagakarsa 9 SMJ;: Makarya
1:ebayoran lama Jak-Sel
I SMA St. Paulus ;I. Setia J;:awan )\'o. 8 Jakarta Pusat
1 SMA St. Yoseph Perm. Menteng Metropolitan Uju::ig Menteng Cakung
l SMA 114 Rorotan Jakarta Utara
I SMA Pelita 1:udus Jl, Indraloka Raya No. 33A JakB:u:
1 SMAMarkus Jl. MH. Thamrin J;:m 4,5 1:ebor. Nanas Tangerang
Jumlah Siswa
5
-I
l
I
1
l
I
I
I
1
1
l
1
I
18
f W"•~ Jakarta Pttsat
Jakarta Selatan
Jakarta Timur
Jak.arta Barat
--· Botabek
L
Rekapitulasi Lembaga P~ndidikan Rintisan Iilllusi/ferpadu
Tingkat l'erguruan Tinggi (PT)
Tahun Ajaran 2006 - 2007
di Jabotabelt
No. Lemba~a PendidikaL ·-1 l!nh" .Ar111ajayn
J!. Sudirman Kav, 51 Jakart1 Pusat .
l Univ. I<lra Prnsrn
JI. Nangka No. 58 Tanjung B1rat Jakarta 3elatan
2 l. 1IN .Synrif Hidny.nulhih
JI. Jr. H. juanda No. 92 lak-Sel
::\ llniY. l\Iuha1nn1adiyah
JI. KH. Ahmad Dahlan c:rc.ndeu Ciputat --- -~ Univ. Hamka
·-i. Li1n::n1 II Rink B-5 Keh. Rani hk:1rr:1 Selawn 5 Univ. Prof. Moestopo (Ocragam 1)
JI. Hang Lekir I No. 8 Keb, _Baru
J (rniY. Ne·~eri /akllf['l
JI. Ra\va1nangun Muka Jak-Tm
l lTniY. Tar_llil1llllngara
JL S. Parman
l l.'niY. Indont.>:>in
Dcpok -
2 Uni\. Pa;nuhiJlg
JI. R:iva Pa1nulan1• Cinurnr Tangt<ning -3 Univ. Terbuka
JI. Pondok c~1he R:iva ---
__lto_llliah s~ 3
l
-:~
5
2
l
6
l
I
1
1 l 25
No : Istimewa
Lamp : Satu Bunde!
Hal : Penzajnan Jndnl Skrips:i
Kepad'I Yth, Ketua Konsentrasi Ke,ejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Komrmikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Di
Temp at
Assalamu 'alaikum Wr. Wb
Salam sejahtera kami sampaikan semoga Bap2k sdalu da1an1 lindungan Allah SWT dan sukses dalam segala ak•:ifita>. Amin
Sehubungan dengan penyusunan shipsi s.;bagai persyaratan kelulusan, mc.ka saya yang be'iandatangan di bawah ini :
Nama NlM Prodi Semester
: Ameria Firuauzy : 103054128820 : Konsentrasi Keoejahteraan SosiaJ
. : VIII (delapan)
Bennaksud untuk mengajukan skripsi dengan judul : "Pcndelrntan In ten ensi Mil'.fo Dalam Pelaksanaan Pogram Rehabilitasi Pcnyandang Tunanctra."
Demikian surat ini saya sampaikan, atas persetujuan · dan perhatiannya s~a ·ucapkan terima kasih.
Billahi Taujiq Walhidayah Wassalamu 'alaikum W.-. Wb
Drs. Yusra (illun M.Pd NIP. 150246 92
Jakarta, 16 April 2007
Amcria Firdauzy :NIM. 1030541288~.o
(i!J.J!_,
UNIVERSITAS ISLAM NEGERl SY ARIF HIDAY A TULLA H .JAKARTA
FAKULTAS DAKWAH DAN KOJVIUNIKASI
Jin. Ir. H .. Juandn No. 95 Ciputat 15412 Telepon: 743:>728
Nomor: Lamp Hal
Un.01/F5/KrJ1.01.3/ 0i7q /2007 1 ( satu) bundel J
Jakarta, 12- Desember 2007
Bimbingan Skripsi
Kepada Yth. Nafsiah, M.SW Oosen Fakultas Dakwah dan Komunikc1si UIN Syarif Hidayatul:ah Jakarta
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Bersama ini kami sampaikan kepada lbu sebuah judul berikut out line sk;ipsi yang diajukan oieh mahasiswa Fakultm; Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai berikut,
Nam a Nomor Pokok Jurusan /Semester Program Judul Skripsi
Arneria "'irdauzy 103054128820 l<onsen\rasi Kesejahteraan Sosial (Kessos) /IX S1 Pendeka!an lntervensi Mikro dalam Pelaksanaan Prograr1 Rehabilitasi Penyandang Tunanetra.
Penuh harapan knmi kiranya !bu bersedia msmbimbing mahasiswa tersebut dalam penyusunan dan penyelesaian skripsinya clalam waktu yang ticlak terlalu lama.
Ata:.i perhatian dan kesediaan lbu i<ami ucapkan terima kasih.
Wassa'amu'a/aikum Wr. Wb.
an. Dekan, Pemba1tu Dekan Bidang Akademik
,,..,
:~ A_ NIP. 150262442!\
ferr:busan : 1. Dekan 2. Ketua Konsentrasi Kesejahteraan Sosial 0 akultas Dakwah dan Komunikasi
OEPARTEMCN AGAMA UN IVER SIT AS ISLAM NEGEIU
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKUL TAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
Jin. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412
Nomor : Un.01/F5/KM.01.3/ l.C\J3 /2007 Lamp 1 (Satu) bundel Hal : Penelitian/Wawancara
Kepada Yth. Ketua Yayasan Mitra Netra Jakarta Selatan
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Telepon : 7432728
Jakarta, l1 Desember 2007
Dekan Fakultas Dakwah ce,n Komunikasi Ull~ ~3yarif Hidayatullah Jakarta rnenerangkan bahwa mcihasiswa di bawah ini,
Nam a Nomor Pokok Jurusan /Semester Program
Ameria Firdauzy 103054128820 Konsentrasi Kesej2hteraan So>ial (Kessos) /IX S1
bermaksud melaksanak01n penelitian/wawancara untuk bahan penulisan skripsi yang berjudul Pendekatan lntervensi Mikro dalam Pelaksunaan Program Rehabilitasi F enyandang Tunan9tra di Yayasan Mitra Netra.
Sehubung'm denGan itu, k::irrii memoho11 l<.epAda Bapak/lbu kir8nyil dapat menerima maha:>iswa karrii tersehut dalam oelaksanaan penelitian/ wawancc:ra dim1ksud.
Alas perhatian dan kesediaar, Bapak/lbu l<ami ucapKan terima kasih.
Wassa/amu'alaiku'TI Wr. Wb.
embusan · . Pembantu Dekan I . Ketua Konsentrasi Kessos akult3S Dakwah dan Komunikasi
Dekan,
(Di'. Murodi, M.A Nii". 150254102.!'
1
YAYASAN MI'fRA NETllA Pendidikan & Pengembangan 'funanetra
J'1,,f ,!i ll '-,i,L1i1a lh.:,_ '"l' ·' ''. l ! S11L,i11:;1n :..! :-.>r!'lll i\ 1,,
~"1. Tn, . .i1r111 JI.Gunung Ralong II No.58 Lebuk Bulus III Jnkarta Sclatan 12440
Telp : 021-7651386 Fax: 021-7655264
I',,-,
-ll I \\I \7 (JO.</
JJL1rt;i, I c11,1k llu:u~ l-0002107(;.12 Email: [email protected] Website : http://www.mitrenetra.or.id !!2'-'l.t~l::.:__:i
SURAT KETE:'RANGAN PE"ll:l.ITIAN No. 094/YMN/VI/2008
DVi H,1nfr·1:1g B:1
Yang bertanda tangan di bawah ini Wakil Direk~ur Eksekutif Yuyasan Mitra Netra, menerangkan bahwa:
Nam a NIM Fak/Jurusan
Amerio Firdauzy 103054128820 Dakwah & Komunikas' UIN Syarit HidayatulJ.1h Jakarta
telah melakukan penelitian di Yayasan Mitra Ne.tra dari bulan Maret-April 2008 (1 bulan) untuk tujuan pcnelitian penulisan S!<ripsi 51 den9an judul Pendekatan Intervensi Mikro Dalam Pelaksanaan Pl'ogram Reh.:!bi/itasi Tunanetra di Yayasan Mitra Netra.
Demikian sur.:it keterangan ini kami b·Jat agar dapat dipergunakan sebagaimana mes'!"inya.
LAMPIFAN HA SIL WA W ANCAR.A
SUBJEK PENELITIAN
NaaSumber : Dra Ri:ir,ti Ekowati
Hari!fanggal/Waktu : Kamis, 13 Maret 200811 ~.CO WIB
Hasi! Wawancara.
1. Bagaimanakah latar blakang!Jandasan lahirnya Program Rehabilitasi:
Seperti kita ketahui bahwa, seluruh kegiata.i yang ada di MN, dalam bentuk
layanan dan pen<lampingan itu selalu di<lasarla:n pada kebutuhan tunanetra itu
sendiri. Jadi kita selai u melihat bahwa hal apa yang bisa di berikan kepada
tunanetra, tetapi itu sangat dibutuhkan, dan tidak bisa lepr.s dari perkembangan
dari si tunan~tra itu sendiri. Jadi contohnya, misah1ya. Tunanetra yang mengalami
l etunanetrarumya itu pada usia dewasa. Nah ini lean mell1butuhkan rehabilitasi,
karena biasanya orang yang barn tunanetra itu g1 mr:anga jiwanya hebat ya. Dan
dia tidak akan bisa rnelakukan apapun kalau memang belum direhabilitasi. Karena .•
mental kan dasar ya. Jadi, disini kita melihat ada beberapa kebutuhan. Pertarna,
dalam konseling. Dari konseling ini, kita bisa mengl':t8hui bahwa masalah yang
dihadapi itu apa. Dari m1salah ini, tunanetra ters•!but punya potensi apa yang bisa
dikembangkan. Lalu untuk mencapai suatu keahlian apa yang harus dirniliki
teritunya, t>1na.1etra ini musti C::i rchabilita~i <lulu ya. Mi'll1lnya, d1.,-ng110
r.1emberikan pelatihan-pdatihan, mcngetik I 0 j~ri. lalu komputer bicara. Mcngapa
harus mengetik 10 jari? Karena mungkin orang berpen<lapat mengetik itu
sebenarnya sudah ketinggalan, dan sekarang sudal1 zarnarmya teknologi. Tapi bagi
turnm.etra itu tidak bisa ditinggalkan. Karena mungkin waktu dia berpenglihata'1,
masih jadi, orang awas, mengetiknya 11 jari, tapi dengan keadaannya sekarang,
mau enggak mau hr.rus I 0 jari karena kita mengandalkan pada keterampilan tuts
dalam mengoperasikan komputer. Jadi, mau enggak man, mengetik I 0 jari
menjadi pra.3yarat untuk bisa mengikuti kilfSus koputer bieara.
2. Bagainmna urgensi dari prog1arn rehabilitasi?
Urgensi dari rehabilitasi sangat tergantung pada kondisi dan kebutuhan
klien. urgensi untuk klien usia lamank-kanalc, remaja, dewasa, bahkan lansia tentu
saja berbeda. Apabila klien komli~i mental baik-baik saja, maka klien tersebut
dapat melanjutka n k•~ layanan berikumya, tar1pa hams konseling terlebih dahulu.
Sehingga urgensi rehabilitasi paca sctiap klien akan sesnai dengan kondisi <lan
kebutuhan klien.
3. Apa yang menjadi khas dari program rehabilitasi di Yayasan Mitra Netra?
Mungldn berheda dengan Oiganisasi lain dalam menanggapi hal
rehabilitasi untuk ldien-klien mereka fadi MN melihat suatu masalah itu dengan
solusi yang bisa dimuncnlkan tetari st:snai dengan kebntuhan. Seperti misalnya
program konseling. Konseling ini, kenapa konseJ,Jmya musti tunanetra? Kalan
sebenarnya kita bisa saja, rekrut yang berpenglihatlm tapi, apakah yang
berpenglihatan itu bisa membr!rikan yang terbaik bagi anak-anak twianetra, bisa
menyampaikan peng1~amm1-penga'.aman yang dialami sendiri. Karena
pengalaman yang dial<lllli sendiri itu pasti bisa lebih meyakinkan sebetulnya.
V .alau kita lihat dari sisi itu, pasti yfillg lebih unggul adalah yang sesama
tunanetra. Karena yang pertfilna, pasti akan lebi h empati, dan pengalaman kita di
MN, biasanya tunanetra baru itu akm1 lebih mendengarkan koselor yang sesama
tunanetra. Karena dia percaya bahwa, konselor itujuga pemah mengalami se?ert,.
dirinya. Contoh, seperti. orang berpenglihatan bilang: " Ya, udah sabar aja mas,
mbak, ini suatu cobaan." Pasti dia akan bilang: "Pantes aj kamu ngomong gitu,
karena kanrn tidak menjadi tunanelra. Coba bayi:ngkan yang menjadi tunanetra itu
adalah kamu, pasti kamu juga akan seperti saya." Pasti kekecewaannya akan
seperti itu. Tapi kalau yang bicara itu adalah tunanetra, pasti dia juga akm1 man
mendengar, karena dia paham orang itn juga mern:;akan seperti apa yang dia
rasakan.
4. Jejaring atau networking dalam pelaksanaan program rehabilitasi?
Kareua kita bcranggapan bahwa ilmn yang ada sekarang itu, pasti akan
bei·kembang juga dM mungkin aja <li atas kita itu ada yang iilmunya itu lebih baik,
misalnya suatu lembaga lain. Kenapa akhirnya MN memilih berjejaring?
Seringkali kita kerjasama dalam memberikan c.ipacity building untuk staff.
Misalnya kita kerjasana dalam menyelenggarakan pclatilianc w1tuk pma instruktur
orientasi dan mobilitas. Itu, misalnya kita kerja sama dengan SLB, Hellen Keller,
untnk medapatkan ilmu mutakhir bagaimana c ara menge<riel'tasikan tunanetra
barn, terhadap lingkungan-lingkungannya. Begitujuga dengan konseling. Jadi kita
selalu mengikuti kemaj uan dari pr ogram-prograrn ini.
5. Proses dalam pelaksanaan program reabilitasi ini?
Biasanya pintunya itu aaalah kon~eling. Karena kita melihat hat.wa, setiap
orang yang harus direhabilitasi itu, lebih seilat dulu mentalnya. Nanti dari
konseling itu barn, si konselor menunjukkan scbenamya apa sih yang dibutuhkan
oleh si tunanctra ini. A pa dia bisa langsung dida ftarkan ke sekolah, atau dia harus
mengikuti rehabilitasi dulu, misalnya OM r.ya, apa dia harus berlatih Braille.
Apakah dia harus ffi<!ngikuti konseling :lulu, jrmgan ngapa-ngapain, karena
misalnya goncar.gan j iwanya terla111 hebat. A tau misalnya dia bisa langsung
sekolah, atau bisa langsnng diajarkan akses tekrologi. Misalnya dia mengetiknya
sudah hafal 11 jari, dm pendidikan awalnya sudah baik, dia sudah menguasai
komputcr. Jadi biasanya kita awali deng'l!l progrnm konseling.
6. Bagaim:ma peran keluarga dan kelompok dala.11 proses rehabiliIBSi tersebut?
Iya pastinya keluarga itu sangat menduku11g. K.etika kita akan melakukan
rehahilitasi, tentu !dta tidak hanya herhubungan sama orang yang bersangkutan
tapi juga denga keluarga. Biasanya itu 'lltmcul, seperti dalam konseling. Dmam
kinseling biasanya jadi terungkap, sebenarnya yang harus mendukung program ini
siapa aja. Misalnya, bisa aja, keluarga, adik, kakak, orang tua, bisa juga
lingkungan, bbajuga sekolah. Jaai, s<!benamya untuk memulihkan kondisi r..iental
seseorang itu, harus ada keputu5all dari ber'oagai pihak. Tergantung, di mana
masalah ini sebenarnya terjadi.
Misalnya untuk si pelajar ya, bisa aja akhimya karena. di sekolah itu belum
me'lguasai bagaimana menangani tunanetra, bisa aja tunan.etra ini jadi stress Ji
sekolah. Ini berarti yang harus didekati adalah gurunya, mungk.in kepala st:kolah,
mungkin guru hidar.g studi Mate;natika yang cenderung galak. Jadi konseling ini
bisa melebar akhimya, misalny ke gunmya. Terns IPisalnya, teman-teman mereka
di sekolah juga berpengaruh, konseling juga melebar kepada teman-temannya.
Jadi, berbagai pihak yang menjadi pemicu dari timbulnya suatu masalah itu bisa di
dekati dengan proses konseling.
7. Bagaimana proses rehabilitasi ini dapat membantu !<lien dalam mengatasi
permasala11annya?
Yang pasti, seperti yang tacli cli awal saya katakan ba!iwa, program
rehabilitasi biasanya diawali deng,an konse!ing, tapi juga e.1ggak melu!u begitu.
Karena ketika kita melihat, ah kayaknya baik-baik qja kok mentalnya. Jadi bisa
langsung dl!ch, yang tadi s1ya ceritakan, bisa langsung OM, bisa langsnng
sekola!i, bisa ikut pelatihan abakus, B. ;nggris dan lain sebagainya.
J adi program rehabilitasi i11i kita tidak kaku, oh semua harus melalui
konseling. Jadi kita haius bisa melihat juga ketika orang itu datang ke kita, kita
terima d:a dan kayaknya dia udah enjoy dengan keadaannya. Ya kita bisa lanjut
melakukan proses yang lain. Jadi seperti yang saya katakan di awal, tidE'c harus
mutlak ya. Semuanya bisa fleksfoel dijalankan.
9. Bagaimana efektivitas proses rehabilitasi?
Sementara ini dari awal sampai saat ini, sangat efektif. Karena kalau kita
tidak adakan rehabilitasi, langsung saja kita j·~jali dengan hal-hal ketunanetraan
yang harus dia kenal, tentu tidak akan efektif. Karena kaJau dia be!Ull1 siap
mentalnya menjadi tunanetra, yang !cita ajarin akan jadi tidak berguna. Tapi kalau
dia sudali menyadari, "Oh, saya sekarang tunanetra, nali saya harus mt::ncari
langkali baru supaya bisa sukses."
Selama ini program rehabilitasi ini sangat berpengaruh dalam suksesnya
tunanetra dalam lingkungan soda!, lingkungari keluarga, dalam menempuh
prestasi. Makanya sampai sekarang hams diselenggarakrn1 terun. Pasti kalau orang
baru menerirna ketunanetraannya itu ma;;ih banyak kerikil·-kerikil. Ya pa~ti bukan
orang itu aja, tetapi kdtwganya.
Nara sumber : Tolha.s Damanik, S. 'Pd
Hari/Tanggal/Waktu : Jur.1'at, 7 Maret 2008 I 08.00 WIB
Hasil Wawancara
I. Bagaimana latar belakang atau landasan filosofis prognim rehabilitasi?
jurli landJSan filosofisny adalaJ> melakukan khususnya di Mitra Netra, karena
rehabilitasi scndiri sebcnarnya boleh dikatakan sebagai upaya mcmulihkan. Ml!mulihkan
dalam konteks tunanetra. Kita bicara tentang adanya tunanet::a yang barn, yang kita
pi:Cirkan adalah adalah bagaimana memulihkan kondisi mental dan juga fungsi mereka.
Artinya sebenarnya ketika met·eka menjadi tunanetra, itu kan mereka berhadapan pada
suatu kondisi yang mt ngkin akan herbeda <lengan kor.disi ketika mereka masih melihat.
Ini maksudnya untuk tunanetra barn yang bukan c!ari kecil. Jadi ketika kita bicara
pemulihan mental tentuny'I juga karena S•!seorang trnn:unya tidal: akan pe:nah siap untuk
menjadi tunanetra, oleh karenanya kita memerlukan satu tahapan, satu proses atau bentuk
bantuan yang bisa membuat mereka mencapa; satu proses pemulihan mental. Misalnya
yang tidak menerima kondisinya menjadi menerima, yang tidak mampu memutuskan
tahapan hidupnya setelali tunanetra menjaoi mamµu memutuskan tahapan hidupnya
kemudian, yang tidak ~ercaya diri menjadi percaya diri, yang tidak mandiri secara mental
· menjadi mandiri secani mental. Jadi dari yang tid:ik manipu menyelesaikan masalah
menjadi mampu, dan yang i;utus a~a m<!njadi punya pengharapan. Jadi itu kalau dari
sudut mental. Kemudian apa yang dimaksud pemulihan fungsi? Karena, menjadi
t·manetra, seolah-seolali dia menjadi kehilangan fungsi. Dia tidak bisa berbuat apa-apa,
dia tidak bisa melakukan sesuatu, beke1ja misalnya, mencari nafkah bagi orang yang
sudah orang tua mirnlnyn, menjadi " tidak berguna". Tetapi sebenarnya kita melihat
baliwa sehenarnya kita melihat baliwa sebenarnya ketika mereka diberikan rehabilitasi,
mereka akan kembali bisa berfungsi <li masyarakat sesuai dengan tuntutan masyarakat
secara optimal. Pemulihan fimgsi inilah yang coba kita lakukan melalui berba3ai proses,
berhagai tahapan, sehingga mereka tid<ik menjadi tidak berlimg8i alias bergantung rada
orang lain, tetapi mt'reka berfimgsi dan bermalma dalam kehidupan masyarakat sekitar
dan keluarganya.
2. Urgensi dari program rehabilitasi ini'?
Karena bayangkan blau seorang tunanetra tidak mendapatkan rehnbilitasi kita
bicara dari satu sisi, tidak mendapatkan rehabilitr,si karena se!Jenarnya ada rehal:>ilitasi
bcntuk lain. Kalau dia tidak mendapatkan rehabiHtasi otomatis dia tidak akan bisa apa
apa. B11yangkan seorang yang tadinya bisu melihat bisa membaca, terus g bisa membaca.
Ka!Pu dia tidak diberikan alternatif lail1 untuk dia bisa kembali membaca, dia tentunya
akan merasa dunianya sudah tidak bisa bersahabat lagi dengan dia. Untuk itu dalam
rehabilitasi kita berikan Braille. Kalan seorang tunanetra dia tidak bisa memiliki
keterampilan untuk bisa berjalan, untuk bir.a melakukan "activity daily living' di
kehidupan sehari-hari, mau gimana gitu. Apalagi kalau kita berbicara sebenamya dalam
tatanan yang paling dar.ar, tentang bagdmana dia bisa menerima diri. Kalau seorang
tunanetra baru, bayangkan dia akan cenderung apatis, C":n<lerung putus asa, cenderung
berpikir 'Ini akujadi begini karena siapa'?', dia menyalahkan gitu /oh. Dan takjarang kira
menemukan ketika mereka C.alam kondisi rutus asa, dalam titik tcrtentu bisa jadi mereka
mungkin memilih untuk mengakhiri hidup saja. Ya, mungkin bagi orang meiihatnya seh,
'Oh, ya sudat, tadinya terus tunanetra ol:e !ah gitu'. Tapi yang sering terlihat, keriapa
realitas ini menjadi penting, karena tid&k akan pemah ada orang yang bisa mengerti dia.
Tida\ akan pemah ada orang yang bisa mencapai <:mp2ti yang betul-betul san1pai - betul
betul memahami. Jadi, dan yang spesifik di Mitra Netra adalah rehabilitasi yang
dilakukan oleh seorang tunanetra, ciri khasnya di situ. Su pa ya tidak ada kata-kata yang
mengatakan, 'Oh, kamu gak merasak:m apa yang saya rasakan'. Kem:irin aku juga dapat
klien no. 33, dia tadinya sempat bekerja di Jakarta Utarl'.. Ketika banyak orang masuk ke
dia, ketika banyak orang yang memberi n:::sihat ke dia. !tu tukan rnenguntungkan ke dia,
malah membuat dia makin putns asa, i<arena dnlam dirinya dia selalu mengatakan 'Anda
kan gak merasakan yang saya rasakan sckarang.' Jadi ada beberapa poin, yang pertama
bahwa memang mercka butvh satu pegangan itu harus diberikan pada orang ) ang tepat.
!tu urgensinya, kalau tirJak ditolong, efeknya ya, me:eka akan ;:ampai pada satu titik
mungkin gangguan psikologis, hambatan psikologis, dan yang jelas mer"ka tidak bisa
hidup secara berkualitas, yang jelas begitu. ltu disatu sisi. Nah itu aku bicara rehabilitasi
dan tidak direhabilitasi. Nah ada lagi rehabilitasi bentuk lain yang selama ini
dikembangkan khususnya uutuk tunanetra. Banyak •)rang berpikir bahwa lam jenis
rehabilitasi ada beberapa ya, rchabilitasi medis, rehab; Iitasi sosial, pendidikan, ekonomi,
seperti itu ya. Nah orang banyak berpikir bahwa pc la rehabilitasi sosial itu han;alah
cukup dengan mengirimkan si tunanetra ke panti-panti rchabilitasi, memasukkan saja
mereka tanpa pemah memikirkan harapan nantinya ara. hdi ketika mereka dimasl'kkan
ke panti rehabilitasi, mereka hanya dipekenalkan begini, 'Begiui /oh kehidupan
tunanetra', mungkin tan pa konseling, iya tanpa macam.maca111. Jadi hanya dismuh ngikut
aja. Nah ini bisajadi neraka tersendiri, bagi seorang yang oaru menjadi tunanetra. Karena
bayangkan dia disuruh ikut kegiatan yang dia sendiri gak t'lhu pentingnya apa. urgensi
apa mufti ikut. Jadi yang mau aku katakan adalah terbdang l:ita tidak pernali mcndengar
suara hatinya mereka. Mereka- harusnya yang terjadi adalah mere:ka memilih. 'Aku mau
Braille', 'Aku mau belajar OM', 'Aku mau ini '. Jadi, sehingga yang kita lalc1kan pada
rnereka bukanlah lagi-lagi menyudutkan mereka. Nah, rehabilitasi, yang kedua mereka
butuh rehabilitasi yang teµat. Jadi rehabilitasi yang tepat ini adalah kata kunci di Mitra
Netra.
3. Jenis pelayanan dan fasilitas rehabilitasi yang diberikan?
Jadi memang jenis dan layanan yang diberikan, kita lebih spesifik pad!I layanan
konseling untuk tunanetra olch lconsclor tunanetra. Dbitulah leta'c uniknya. Jadi kalau
tujuannya sudah jelas /ah ya. Mernang kita ingin, mernang tujuan yang dicapai adalah
optim ·,1, kemungkinan berempati secara optinnl. Kemudian si konselor memang talm
betul apa yang menjadi problem umum, problem khusu;;, si konJelor bisa menjadi model
pengembangan diri kliennya. Jadi, kcmudian dalam kontcks pelayanan rehabilitasi dan
konsding, kita juga memberikan ketcrampilan-keterampilan dasar yang tentunya akan
juga menunjang proses. Jadi hasic skill yang Jiarus dimiliki adalah misalnya baca tulis
Braille. Karena memang b:i•oa tulis baca Braille mznjadi kebutuhan. Orang butuh
informasi, orang butuh membaca. Kemudian kita aj:wkan juga yang namanya
Orientation and Mobility (CM) training. Bagaimana dia bisa bergerak, berpindah,
mengetahui apa yang ada di sekitamya. Karena memang hambatan penglihatan
5ebenamya akan membuat orang berada dalam satu kesulitan. Tadinya orang berpikir
1?0% cara dia hidup ditopang oleh mata, tapi ketika dia tidak punya mata - berarti sangat
sangat fatal. Tetapi dengan OM training itu bisa lebih baik. Nah, kemudia.i kenapa juga
orier.tation and mobility training? Kru-ena sebenarnya gi11i, setiap orang yang baru
menji.di tunanetra dia akan tanya bagaimanu caranya rnpaya '.'.'.rn tidak bergantung pada
orang lain'. Tetapi kita tidak hanya bisa tihng, 'Pokonya kamu ha.rus gini'. Tetapi ketika
dia punya Braille, ketika dia punya OM tadi, dia akan merasa begitu mandiri, 'Oh
temyata bisa ya'. Jadi gitu, menunjan.s -· konseling ddak bisa berjalan sendiri. Nah,
kemudian dalam rangka membantu mert'ka juga kita biasanya pun:1a yang namanya home
visit.
Jadi kita mengunjungi klien denpn bebarapa tujuan. Pertmna, untuk mendalami
dan menggali informasi yang tentunya aka'1 bermanfaat dan menunjang proses konseling
itu s~ndiri. Kedua, dari pror,es home vi iit itu bisa juga kfra memberikan st'macam
penyuluhan/informasi kepr:da lingkungan terdekat, seperti keluarga. Supaya rnereka jug>
turut dalam proses ini. Karena si klicn gak bisa ngeljain sendiri - mcnyelesaikan
masalahnya mereka hr.c:us ikur.
Kemudian juga, untuk tunanetra us;a dini. lni juga masih dalam pcmikiran kita
karena kita masih selalu :11encob.1 untuk memiliki satu ke depan. Memang kita
menginginkan punya satu, semacam interVf:nsi dini, early int';n•ention. Tapi mungkir:
belum bisa kita wujudkan sekarang. Maka hal-hal lain yang bisa kita lakukan memang
adaluh secara rutin berkomunikasi dehga11 para orang tua. Dan beberapa tahun yang
sebelumnya. Sebelum tahun 2008, kita pun ya parent sug>ort group. lni kita hkukan juga
karena banyak orang tua bertr.nya apa yang musti mereka lakukan untuk anaknya. Tetapi
karena memang di negara kita belum ada satu, .. di luar negeri kan ketika ar.ak labir dan
ketuhuan di rumah sakit dia ·nemiliki satu humbatan, maka pemcrintah setempat harur
mcngirimkan social worker untuk mendampingi orang tuallya scjak dari situ. Tapi di kita
kan belum ada. Akhimya orang tua menjadi satu-srn unya orang yang berjuang untuk
bagaimana mendidik anaknya. !tu sebabnya 'dtu selalu menge1:1bangkan sharing di antara
orang tua. Selain mereka bi!:a berkomunil:asi dan rr emikirkan apa yang paling tepat
untuk anak. Jadi itu, kita jt.ga dalam beberapa hal coba mengembangkan asesmen
a.scsmcn yang tujuannya adalah menget2hui problem-problem umum tunanetra. Mungkin
dengan alat-alat yang sederhana.
Karena memang Mitra Netra foirus pada pendidiknn, maka kitajuga m~ndampingi
para siswa dalmn bentuk mernberikan konsding pendidikan. Kemudian juga, kita akan
mcngarah pada program kctcnagakcrjaan. Kita jugG mcngadakan program konseling
karir. Karena pckcrjaan tmt:ik tunanetra menjadi sangat penting. Tctapi ini menjadi !ahan
yang masih seperti hutan belantara, belwn tergarap dan kita masih coba mendevelop. Jadi
masih dalam tahap ini. Tetnpi yang kita pikirkan bahw1 adalah Sf:jak SMP, SMA, mereka
sudah m:Jai memkirkan mereka mau j.'ldi apa. Karena memang hidup dalam kondisi
terdiskriminasi kadang membuat si tunvnetra tidak hanya tidak mampu berb·1at apa-apa,
tetapi secara mental juga mereka mercka lcmah. Mere.l;a tidak mampu memutw.:kan nanti
besar 'Aku mau jadi ini'. Kzrena mercka seperti melihat masa depannya gelap. Stigma
masyarakat terlrlu kuat untuk mereka. Jadi hanya tunnetra yang kuatlah yang secarn
mental kuat, yang sejak mis:ilnya SMP, SMA dia sudah memikirkan, 'Oh, aku mau jaC:i
guru'. Makanya sejak SMA dia muL1i fokus dan kuliah, dia. masuK ke institus1 keguruan
misalnya. Jadi memang be::ul-bctul sebuah step, yang memang layaknya orang mau
berkarir. Jadi itu heberapa layanan yang kita berikan.
Komudian untuk fasilitas, di sini m~mang kita masih punya kendala. Kendala
kerena rehabilitasi bclum punya rur.ngan scndiri - masih nomaden. Kemudian kalau
untuk yang lain-lain, alat bmitu kita sudah punya ya . .ladi memang yang paling penting
sekarang yang harus kita pikirkan ruangan - agar !ebih optimal.
4. SDM pelaksana?
Selama ini memang kita hanya punya satu "onsclor. Tctapi memang di Mitra ada
bebempa teman yang menjalani training baik o!el: Univcrsitas Atmajaya maupun
Universitas Negeri Jakarta ur.tuk juga bisa melakukan lwnscling. Jadi wala1pun mercka
tidak berada di area rehabilitasi, t.:tapi dalam casc:-case tertc:nt, mcrcka juga bisa
dilibatkan. Mbak Arya, Mas lrwan, Mbak Rini, Mas Moji, itu sudah dapat pclatihan. Jadi
kalau misalnya in case aku ,5ak ada, itu kadang-kada;ig Mbal; Arya handle gilu. Jadi
kalau memang kita tetap concern pada konse!ing untul. tunanetra oleh sesama tunanetra
itu tadi.
- Untuk instrukruktur OM?
Ya, untuk instruktur 0111 juga kita belum punyu sendiri. Nah, beberapa tahun yang
lulu kita bekerja sama dengar SLB PTN un:uk melibatkan juga instruktur OM yang ada
di sana. Tetapi karena di sana juga banyak dibutuhkan, akhimya pada tahun 2006, kita
mcmutuskan untuk mdatih st.aff kita scndiri untuk rndnkukan training. Ada 6 staff yang
disiapkan untuk menjadi trainer, seandainya ada klicu yang mcmbutuhkan. Karena kan
Mitra Netra bukan organisasi yang besar.
Terus yang kcdua pennasalahannya rehabilitasi adalah satu program yang mcmang
agak sulit untuk mcncari donatur. Karena biasanya kctika orang akan mcndonasi suatu
program, akan tanya goalnya berapa. Tctapi kan dalam rchabilit.asi kita tidak bisa bilang
goal11ya sckian. Karena yang pcrtama, mernang kita harus menemukan , mau goal kayak
apa. Apa yang mm;t: dinilai. Apa kualitas orang hasil direhabilitasi kah, atau
kuantita:mya Kita :idak mau terjebak hanya pada kuanti1as - mcnyebutkan sekian. Tetapi
kita tidak melihat kualitas. Jadi memang banyak;imding yang ingin kelihatan, rnisalnya
kalau kita bilang, 'Mungkin satu bulan aku bisa 200 klien', wh i1u mungkin mereka mau.
Tapi ya, temyata memang t'1dak sampai segitu, masa kita berharap scseorang menjadi
tunanetra setiap bulan.
5. Jejaringlnetworking dalam pelaksanaaa p.-ogram rehabilitasi?
Ok, jejaring atau networking. ini lm..1 kerja LSM, memang sih idee.lnya kita bisa
melakukan segala sesuatunya sendiri. Tap} itu gak mungkin, oleh sebabnya ... oh iya, •.adi
juga musti a'rn tarnbahkan tahun kcmarin kita sudah starting untuk pcmagangan dua
orang konselor, dengan harapan mereka akan siap ketika ada dana. Tahun ini harusnya
mcrcka sudah siap dihire, tapi mcmang sampai saat ini f,clum ada litik tcrang.
Ok, tadi pertanyaannya berjejaring ya,. yang jelas kita berjejaring dengan rlokte1
mata RS Cipto, Aini, Jakarta Eye Centre;.
Untuk rchabilitasi medis?
!ya, rehabilitasi medis, sekaligus juga bagaimana mcreka bisa merujuk langsung.
Jadi kalau ada pasien-pasien yang m<::nang kemungkinan kesembuhannya kecil,
sememara dokter jugu mungkin tidak punya informasi apa yang rnusti mereka ldkukan,
apa yang musti mereka sarankan. Biasanya merujuk ke kita. Kemudian juga kita
bcrjejaring dengan unit low rision Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia -pen.) untuk
melakukan asesmen fungsi mata. Karem ketika men et apkan :raining yang harus diikuti
adalah A, B, C, D. Tentunya kitajuga ingin, katakan l2h tunanetrajuga kan tidak melJlu
totally blind ya. Kita masih ccrharap ada fungsi atau pcnglihatan y;ing bisa dioptimalkan,
kita bckcrja sama c!cngan mcrcka.
Kcmudian kita bckcrja ~-ama juga dcngan lcmbai;a-lcmbaga pcrguruan tinggi sc9crti
Univcrsitas Atmajaya dan Univcrsitas Ncgcri Jakarta (UNJ) d1lam rangk" pcngcmbangan
SDM. Kcmudian juga dalan1 rangka mc:mbcrikan lay.unan, kita juga bckcrja sama dc:ngan
organisasi scjcnis, scpcrti Rr.winala, karcna di sana juga k1ta suka bikin parent support
group hareng-bareng. Kcm11dian juga misalnya kc rnarin kita dcngan Hr.lien Keller
International, mcngcmba.•gkm - dalam rangka mensuppo<t pcndidikan inklusi bagi
tunanctra di DKI. Kcmudian juga Bunda Suci - dalam rangka mcrd:a mcncmukan pa:-a
tunan.:!tra di lingkungan masyarakat ya:Jg bclum dirchabilitasi dan mcngirimkan kc kita.
Dan kcmudian juga mcmang banyak sih network yang kita bangun. Dcngan
pcngcmbangan bimbingan karir, nanti kita juga akan mcngcmbangkan motivation
trail;ing para tnnanctra, kar-::.na itu mcrupakan bagian dari rc:habilitasi mental yang
pcnting. Banyak kcgiatan yang gak bisa scndiri.
6. Proses pclaksanaan?
P :oscs, hiasanya akan k ita mt:.lai dari bagaimana mcrcka bisa sampai kG sini. Ada
bcbcrapa model. Yang pcrtmm, mcmang scpcrti saya katakan, doktcr yang mcrujuk dari
rumah sakit atau klinik mata yang mcrujuk kcmudiaa. Klien yang datang atas informasi
yang rncrcka dapatkan, baik dari media massa atau brosur yang mcrcka dapat di ru;nah
sakit, karcna kita mcnycbarkan brosur juga di rumah sakit.
Jadi mcrcka datang, m1~rcka biasanya akan tclcpor. dulu kc Mitra, janjian untuk
kctcmu. Kcmudian bila, dari yang datang atas kcinl~inan scndiri, datang dari rujukan
doktcr, atau kantor yang k::tryawannya mcnjadi tuamctra, ada juga kita mcndapat
informasi dari masyarakat. Nah, ini yang unik. Kita mc:idapat informasi dari masyarakat,
dan kita musti kc sana - jcmput bola. Kadang-kadang juga ada case tunanctra malah
discnb~myikan d:ilam rumah, ada lmsusnya, rli dacruh pondok kopi ada. Pcrtanla kali
didckati gak mau.
Kalau bisa datang kc Mitra kita buatkan jalan, kita bcrtcmu, kita mulai dcngan
proses konscling awal. Mc:nggali inform~.si dari mcrcka, kdnginan mcrcka, kondisinya
scpcrti apa, kita juga mcnycpakati dulu kita mau ngapcrin. Apa sih tujuan dari konscling
sccara khusus maupun rch<ibilitasi itu maunya apa. Ada yang bilang misalnya, 'Saya
ingin tahu kclanjutannya musti gimana', ada yang bil;mg, 'Saya '.ngin mandiri dulu', atau
ada yang gak ada tujuannya.
Jadi kalau k::.mu lihat ;1da klicn ku yang pcrcm\)uan cc;ntohnya, itu adalah scorang
yang bcgitu ecrdas. Dia sudah dua tahun gak ngapa-ngapain. Akhim:va dia sepcrti
tcrjcbak dalam pcmikirannya scndiri. Tid'.<k bisa mcn~1cbutkar dia mau ngapain. Padahal,
dia sangat cerdas. Kalau itu bisa dilakukan, kcmudian kit'l lihat. Kita !akukan satu proses
yan-s ak"U bilang tadi bagaimana din bisa scjak awal mubi berpikir tcntang kchidupannya
pascn menjadi tunanctra. Ya, salah satunya tujuann:ia, kita coba mcngajak dia untuk
mulai menerima kondisinya. Proses ini bukan satu prose; yang mudah. Karena biasan)a
mereka akar1 pasang surut, naik turun. Nah, oleh kar~nanya kita musti lihat apakah kita
masih butuh home visit. Apz.kah kita juga masih butuh :r.emanggil keluarganya yang lain.
Semoga proses itu ada titik terang, 'Mu::1gkin saya akan starting dengan belajrr', kita
akan eoba. Itu sebabnya, rremang Mitra Netra, kalau yang basic program itu gak ada
jadwalnya, yang mai1 selesai satu bulan, mau selesai dua bulan, karena memang itu
bagian dari proses rehabilitasi itu sendiri. Kita mulni dengan mcngajak dia, 'Ayo
bagaimana kalau misalnya kamu Lehjar Bmille dulu, bagaimana kalau kamu bclajar
orientation and .~10bility dulu'. Dari pengalaman, bias:•nya kctika mcrckl: sudah
mengenal yang nammya baca tulis, terns mrngcnal juga orientation and m'.Jbi!ity s.Cill,
dia akan m~rasa comfort, kcpereayaan dirinya batik, 'Oh, tcmyata bisa ya', dia tadinya
merasa gak bisa baea, 'Oh hisa ya al:u jalan sendiri'.
Ada juga yang kondisin:va masih loiv vision, tapi dia mcrasa sudah totally blind.
Jadi ketika datang itu, aim gak jarang m~nemui klien yang model kayak gini. Dia datang
dengan bilang, 'Aku dah gak bisa apa-apa, aku gak bisa lihat, aku gak bisa apa-apa'.
Tetapi setelah 2-3 kali pertemuan, dia bilang, 'Aku temyata masih bisa lihat huruf besar
besar yJ, aku temyata masih bisa jalan sendiri ya'. Ada yang tad in ya ketika keluar pun
sudah merasa harus pakai kaeamata hitam, karena selalu mcrasa silau. Tapi ini kan
sebepamya euma psikosomatis yang harus diselcsaiknn dulu gitu. Temyata dia bisajalim
ta.1pa kaeamata, gak silau tuh, malah !Jisa jalan scndiri. ;adi scringkali case-case kayak
gini ketemu. Memang awalnya ini mepjadi pencntu banget. Kita mcngenal betul-betul,
siapa sih yang datang kc kita, siapa sih klicn kita ini - jadi proses itu.
Kemudian kita aj::irkan juga si klie;i itu masuk ke komunitas tunanctra itu s~ndiri.
)ia dB.tang kc sini, dia berbicara dengan ternan-teman yang ada di sekitarnya, tunanetra
uga, ':>erbagi pengalaman, dan dia melihat r.pa yang dilakukan oleh tunanetra lain, 'Oh
ernyata rnereka bisa kornputer', 'Oh temyata rnereka bisa sekol.ah, kuliah, ternyata bisa
nacam·-macarn. Nah, itu bist, menjadi motivnsi yang luar biasa. Jadi kita tidak perlu
nendirect dia individually, 'Karnu harus gini', t~tap) enggak dia bclajar melalui proses
n•!nemukan. !tu yang coba kit a lakukan di sini. Sehin:;ga dari proses menemukan ini, dan
Jia mulai rnencoba dari diriny1 sendiri, dari hasic ski!' itt1, lz.mbat laun dia bisa mengikuti
:emua proses, akhimya dia memutuskan, 'Ok, aku s~kolah', 'Ok, aku ingin kerja lagi',
Ok, aku ingin kita bisa mern buat sebuah kc:-n1itmen·. Jadi itulah langkah-langkah yang
:e>ba kita am bi I.
7. Bagaimana indivi::lu, keluarga, kelompok/komunitas berperan dallm preses
rehabili'.asi tersebut?
Yang pertama mcmang kita selalu berharap !:ecara individu si klien untuk bisa
bctul-b-:tul komit mengiktJti proses itu, dan raembuat tujuannya scndiri, it'l yar.g kita
harapkan dari individu. Sehingga ketika kita berkomitmen untuk bertemu, kita komitmen
untuk rnelakukan sesuatu itu berarti, dia harus bisa la1.rnkan secara mandiri. Tapi mcmang
individu, keluarga, dan kclompok mccnang tidak bba dipbahkan. Karena adi:. tcndcnsi,
indiviclunya sudah ok, sudah sadar, sudah mau mandiri, tapi bapak ibunya gak re!a. Jadi
ada cas~ kayak gitu, 'Sudahlah papa, rna·,na, aku gak usah dianter-anter lag1, ::iku sudah
bisa kok jalan sendiri'. Tapi ortunya tctap gak man rnelcp:1s, ini yang rei:ot. lni juga
sebagai konselor, kita musti jeli. Ini siapa yang mernanfontkan siapa, siapa yang
membutuhkan siapa, atau mutualisme - anak mau, onmg tua mau, ini hams diurai.
\1eskipun kadang gini. kita juga dihadapi µada konctid, misal orang tua sudalI pensiun,
;adi gak ada lagi yang dilakukan di rumah, akhimya niJanMr-nganter aja kerjaannya, jadi
;enang kan. Kecuali kalau orang tuanya sihuk, biasan:1a senang !ho, akhirnya bisa scndiri.
rapi ada satu kondisi dimana orang tuanya rnemang sudah gak ada kcrjaan, itu juga
·umiL
Yang kcdua keluarga. Kcluarga juga hams kon;.t. Kalau misalnya kita bilang kita
1ka11 mclatih anak ini uricntasi dan mobilitas, jalan p·Jang drri Mitra kc rumah nya, ya
orang tua jangan ngikutin. Bisa jadr merc:ka gak mau, ada rasa takut, 'Entar anak gua
celaka'. !tu 3ebabnya, intervention ke kelaarganya kit.l juga lakukan mclalui konseling.
Kita akan rnemanggil, misalnya stiami istcri, kit!l ~.bn mcmanggil salah satunya atau
dua-duanya, atau home visi,'. Nah, dalam hor.1e visit, kita tidak banya sckcdar bcrt icara,
tapi kitajuga melakukan satu proses pc:mberian infonnasi sccara konkrit. Kadang-kadang
kita juga musti, mengadvicc dalam bcntuk penataa~1 rumah. Bagaimana rumah ditata
supaya eksesibel. Bagaimana mercka membantu, baik itu misalnya menggandcng,
mer:yajikan makan, dan ya11g terpenting 'Jagaimana mercka memiliki sikaµ yang l.Jctul,
pemal-.aman yang betul dan juga tahu apa yang musti mereka rnpport, bantuan apa yang
musti rnereka berikan. Karena kalau enggak kan bian. 'Dia bilang anak ku mandiri !ho,
dia hisa minum sendiri', tapi air minurnnya diarnbilin. Nah, itu juga kan satu ha! yang
musti kita cermati betul, jika berhubu:'lgan dengan keluarga. K.elompok adalah bagian
yang luar tapi penting. !ya betul, individu, keluarga, dan kelompok adalnh bagian yang
tidak dapat dipisahkan.
- Bagai;nana dengan peer support group di Mitra?
ldealnya memang bisa kita lakukan, tapi memang untuk Mitra Netra ada
keterbatasan ruang. Jadi support dilakukm individual saja. Biasanya si tunanetra akan
dikcnalkan pada peer nya, dan peer ny:i, mungkin tidak Jalam kclompok bcsar tapi dua
orang. Nah, ketika dia sudah bertemu dengan peer nya, biasanya peer nya akan
menggandeng, akan berbicara. Mungkiil aku katakan itu kita lakukan secara informal.
Ketika mereka masuk ke Mitra Netra sebenarnya mereka sudah masuk ke komunitas im.
- Aku (pem liti) pcrnah lihat d! mushala ?nak-anak kumpul, itu adalah?
Ya, untuk beberapa bagian memang kita lakukan juga. Jadi memang kita tidak
lakukan secara terjadwal. Keccali memang ada case khusus. Jadi scperti case anak-anak
lagi bermasalah dengan satu problem, misalnya ada satu orang yang mereka pandang
tidak berperilaku sebagaimana mcstinya. ltu kan mesh kita bahas sama,sa":\a apa yang
musti kita lakukan. '(emud\an ketika ad:i case misalnya,. mereka ingin memiliki satu
proses belajar yang benar, rnereka gak tuhu. Nah, itu biasanya kita kumpul, tapi untuk
tcrjadwal r.aat ini bclum. Ya, itu tadi, otomatis sudah masuk sini, ya sudah intcraksinya
alamiah.
8. kendala-kendala yang terjadi dalam implemcntasi program ini terkait intcrvensi
individu, keluarga, dan kelompok.
Kendala yang terjadi saat ini memang kita sudah mulai merasa staff nya kur-ang,
sudah mulai keteteran. Misalnya, kayak kcm<>rin, aku musti handle tiga (klicn) dalam satu
hari, bahkan empat, tapi yang satu nya di cancel. Kcmudian ruangan ya, kita masih butuh
ruangan. Ketiga kita masih butuh jug~. pengcmbmgzn program. Karena bclum ada, ooleh
dicari apakah ada te.npat yang membcrikan layanan konseling early intervention.
Krndala sebenamya itu !ebih kepada kor:iitmeri tadi, keluarga drn kelompok. Kalau
individu bisa kita pt;gang. Kalau k-:mitmen keluar;;a ini menjadi tantangan tersendiri.
Karena mungkin si individu akan ada di Jingkungan kita 1-2 jam, selebihnya dia akan ada
rumah. Nah, sebenamya daiam rangk.! r-r(;ses ini kila perlu konsistensi. Misalnya ualam
hal mcmbcrikan kcmandirian, ka[au di sil1i kclihatan. tapi di rumah enggak. Nah, itu juga
scbuah masalah. Karena kita sclalu mcn1~ajarkan pedlaku mancliri. Tapi ketika di rumah
itu dihilangkan gitu. Itu juga jadi kendala tersendiri. !ya, saya kira kendala tidak terlalu
menonjol. Dalam pe!aksanaan semua bcrjalan denga baik. Pertama, karena secia-a khusus
rchabilitasi tidak berg<:rak sendiri. Kedua, kalau orang tua sudah mulai melihat hasil
biasanya cendcrung bcrb<ilik, 'Ok, kita kita komit'.
9. Bagaimanakah program rehabilitasi ini dapat mcm~antu klicn dalam m0ngatasi
pelbagai problemnya?
Masalah yang dihadapi itu memang beragam ~·a dan itu memang mengikuti tahap
perkembangan scseorang secara individ;rnl. Artinya problem anak-anak tcntunya akan
berbeda dengan remaja, akan berbeda dengar1 oranf: tua yang sudah mapan dan sudah
menikah. Berbeda drngan or!111g tua yang sudah !an jut. Karena memang target P;raup kita
dari segala kalangan usia. Nah, itu rebabnya memang diperlukan staff rehab i'.itasi yang
bisa sangat fleksibel memahnmi semu1 masalah dari bayi sampai nenek-nenek. Nah, ini
menjadi pemikiran kita sckmang. Karena tiuak hany~. mampu melakukan konseling, tapi
bayangkan kalau yang kita kcuseling itu scorang dok'.or, yang merasa dirinya sudah tahu
scmuanya.
Jadi kcmbali bagaimana itt• bisa rr.cnyclcsaikan masalah, saya ki-a mclalui
icndckatan yangjuga bcra;;;am. Karena pcnd~katan di scsuaikan dcngan kcb'.ltuhan. Saya
:ira selama ini hasilnya cukup baik. Bukan hanya si!lwdar kita bisa mcmbantu mcrcka
ncngatasi masalah tetapi mcngajarkan bagaimana mc:cka bcrhadapan dcngan masalah
tu. Karena terns tcrang masalah bi:.at scscorang yang mcnjadi tunanctra, tidak hanya
nasalah mental, tidak b'.lllya masalah psikis. Ketika dia jadi tunanetn. saat itu juga dia
icrhadapan dcngan masyarakat yang juga tidak b<.:rsahabat. - diskriminasi, baik karcna
~etidnktahuan masyarnkat itu sendiri manpun pandangan yang memang sudah negatif.
'andangan negatifitu bisajadi karena merckagak tahu, bisajadi karcna mcrcka inginnya
iegatif saja.
Jadi yang perlu dikembangkan a•Jalah bagai.ntana mcrcka bclajar, mengatasi
nasalahnya, untuk itu selalu mcmbuat pmblema umem. Kita ajarkan pada klicn, 'Kamu
ihat di sini ada prol:'lcm-probli!m yang dihadJpi par2 tunanetra, kanm akan
lidiskriminasi, kamu akan bermasalah ketika rnelakukan orientasi dan mobilitas karena
alan yang tidak akscsibcl kamu scbagai ref'.1aja akan dianggap rcndah oleh teman mu
.ckclas brcna kamu buta'. Mungkin pada rcmnjn yang suc'.ah mcngcnal lawan jcnis dia
icrpikir, 'Mungkin gak ya pak'I', mungkin ditanyakan.
Kita hanya memberikan istilahnya itu pcgangan buat mercka untuk mcnyclcsaikan
· nasalahnya. Jadi yang sel.lma ini kita lihac memang jcstrn itu lebih cfcktif, daripada kita
1ang menyelcsaikannya. Mi:;alnya ada sua!T'i istcri, salah satu misalnya su::..minya
nenjadi tunaatra. Sangat bmrn kcmungkinan sang istcri mcninggalkannya. Tctapi. kita
ijarkan kcpada suami, 'Kamu harus n1andiri, k:unu harus 111cmbukl'ka11 kalau k; mu bi~n·,
\khirnya tidakjadi berpisah. Jadi p~nd~katannya mcmang bcrdasarkan kcbutuhan. Y:111g
ccdua kita mcmang mcrnbclajarkan cara mcnyclcsaikan masalah. !tu yang mcmbuat
1khimya mercka bisa me:iyelcsaikan masalahnya.
· Proses terminasi?
Ketika bicara terminasi, tentunya kita bicara standar ya, apa sih standar yang kita
iakai untuk bisa menyatakan itu. Jadi sampai sekarang kita masih memikirkan. Karf!na
nisalnya orang tua terhada~ anak, dia pu11ya anak yang tunanetra. Sccara tcori dikatakan
iahwa memang proses pcn.:rlmaan tidak bi5a bcrlaku J 00%. Karena pada tahap-tahap
tcrtentu, scscorang mcnjadi tidak akan mcnerima. Karena misalnya dia anaknya baik,
anak tunanetra dalam kondisi bisa men1enuhi harapan orang tua - orang tua akan
mcncrima. Tapi da'arn kondisi bahwa anal: ini scdang drop · bisa jadi orang tua tidak
tcrima, 'Aku kesal, aku keccwa punya an'!!< kuyak gini'. Judi, kami biasanya akan lihat
capaiannya itu ketika dia sudah ma.11pu rnandiri dalam aktifitasnya scha:i-hari, kedua
mampu mcmutuskan apa pilihan yll1lg tcpat bagi dia. Karena saat itulah kita katakan
bahwa dia bisa dilcpas. Jadi mandiri secara pribadi, juga marnpu mcmutuskan - ini
.nenjadi indikator yang paling mudah untuk dilihat, mcskipun itu itu pun tidak mu.:fah. !tu
scbabnya saya sccara pribacE membu<>.t 24 jam untuk siapa pun bcrkomunikasi. Karena
diskriminasi itu sangat kuat kcmbali mcrnbuat mcrcka kcmbali kc masalahnya. Karena
kctika m~reka bcrscmangat misalnya, 'Ok, aku ingin sckolah', 'Lanjutin sckolah lagi
pak'. Dia ke sckola':i tcrus ditolak. Hmm akan balik lagi down maksudnya. Jlu kejadian,
atau 'Saya ingin kembali bckcrja', tapi tcmyata di t~ngah jalan tcmyata tidak bisa.
Karena berat - karcna tunanetra hidup dengan masyan:kat yang bcra:. Disamping karena
fungsi inderanya, dan juga b.rcna diskriminasi. Jadi it:J yang kita harapkan, jadi mereka
mandiri dulu, kcmudian mc,·cka mampu mcmutuskan. Ada tahapan dimana kita '.Jisa
bcrdiskusi pada mcrcka. M'~rcka datang dcngan masalah dnn kita akan tanya '·Apa yang
kamu lakukan'.
I 0. Efcktifitas dan dampak program itu scndiri pada individu, kcluarga, dan kclo~npok?
Layanan rchabilitasi yang dilaku~an olch scorang tunan•!tra itu pasti cfcktif. Karena
si klien tidak akan bisa mCl1gatakan, 'Kamu gak ngcrasain apa yang saya rasain', 'Aku
gak bisa bcrbuat ini-itu'. Ka:·cra dia bisa lihut tcrnyau. orang lain juga bisa. Itu discbut
cfcktifitas. Artinya, akan bcrbcda kctika :lia datang paJa konsclor/poikolog atau apa ;:iun
F-ng 'mclihat', itu akan bcda.
Mclalui l~yanan scmacam ini, mcndckarkan mcrcka pada komunitasnya,
mengenalKan mcrcka pada problcma>ya, itu biasanya akan cfoktif. Proses recovery nya
ikan ccpat. Pada kclua:ga, nnh kcluarga .Wn nya biasanya lihat hasil dari yaag tidak bisa
ini itu, terns bisa. Biasanya kcluarga akan mc_nanggapinya sccara positif. Jadi kcluarga
:ebih mclihat hasil. Tcntunya hasil bagi !cduarganya, cia akan rncrasakan bahwa dia
iunya anggota kcluarga yang 'oisa berfungsi kembali ~ctaf;ai anggota kcluarga.
Tapi dalam pandangan masyarakAt tcntunya kctika dia mcmandang tmianetra itu
.Jcrhasil tcntunya, pcrtama, masyarakat '1kan mcnghargai individu tcrscbut, dan menerima
Jia dalam kmr.unitasnya. !Ccdua, secara global, mcreka akan mengatakan bDhwa 'Oh
memruig menjadi tunanetra t'.!myaw bubn hambatan. Pandangan mcrcka tcrhadap para
tunanctra sccara umum '.lkan berubah, itujuga yang m<:njadi dampak.
Satu wadah bemama Kartika Milra Netra punya pcrtemuan rutin yang dapat juga
dikatakru1 scbagai konseling kelompok. Karena dalam Kartika Mitra Nctra, ytlllg pcrtama
itu mcnjadi wadah mcrcka mcngcnal y.rng narnanya hcrorganis11Si. Kartika l\1itra Nctra
ada sejak Mitra Nctra bcn:iri. Dalam Kartika Mi·.m Nctra itu, mcrcka mcmbahas
masalah-masalah yang mcnr;cmuka. Y:rng ·kcdua, ini mcnjadi wadah sosialisasi juga
kerena biasa pertemuan Karti'.<a Mitra Nctra dilakukan di rumah. Jadi orang yang tadinya
gak pemah lihat tunanetra j<ilan rame-rame - terns lihat. Yani:; l<ctiga, ini juga menjadi
wadah bagi mer~ka mengungkapkan aspirasi. Karena mcrc1<a sudah recovery, maka akan
ada 1de-ide yang mereka akan kembangkan. Akan m·1ncul karya-karya krcatif, sepcrti
teatcr, kartunet, idc untnk pclatihan jumalh:.
:cebutuhan klien. Kita melil·.at kcbutuhan t•1nane·cra, mcngajak meteka bicara, baru
membuat proposal pre gram. Para donatur juga melih1t pr<:stasi Yayasan Mitra Nctra ya.
Lentbaga donor yang pemah kerja sama dengan Mitra Netra antara lain Dark & Light
Belanda, Hellen Keller Indonesia, Citibank.
5. Evaluasi program?
Evaluasi program kita ada ya, pe: 6 bulan ada laporan perkembangan program. Juga
ada monitoring dan evaluasi untuJ; staff. Mor.ev juga untuk rrengetahui sejauh mana
oroyek dapat mencapai target yang tel ah dibuat.
Nara Sumber
Hari/Tanggal/Waktu Wawar.cara
Hasil Wawancara
I. Biodata?
: M. l~afik Akt,ar
: Rabu, 12 Maret 2003 I !.7.00 W!B
Nama Raftk Akbar, Jakarta I 6 Juli I 989. Ala mat, Jal an Hidup Barn No. 2 RT 05
RW 07 Kebayoran Barn Jakarta Selatan. Stutus, rnahasiswa.
2. Riwayat kesehatan?
Saya tuuanetra sejak umur 12 tahun, dalam kondisi total. Scbelumnya, sejak umur 4
tahm. sudah menggunakan kacan.ata dengan minus yang cukup tinggi sampai umur I 0
tahun. Umur I I tahun itu sud ah menjelang low vision. Umur 12 tahun total.
Kctcrangan dokter mengenai penyeaab ketunanetraan?
Kalau masih kecil itu - karena faktor keturunan yang sangat besar. Karena hanpir
semua keluarga itu pakai kacamata. Dan memang menurut cerita ibu, saya kan lahir itu di
vakum. Jadi dengan a;at, dan ditariknya itu lewat keoala. Jacli pasti kalau di vakum itu
ada pe.1garuhnya, bisa pengaruhnya ke mata, orak bahkan. Pasti ada efek sampingnya.
Ketika umur I 0 tahun saya ada penurunan pengliha:nr. Ketika dibawa ke dokter, dokter
bilang saya terkena Ablacio Retina. Jad: retinanya -- syaraf netinanya lepas. Kemudian
saya harus di0perasi. Saya dioperasi di Cipto. Setdah opernsi minus saya turun jadi
nfrms saya tunm Jimi. tingkat. Tapi seta!rnn setelah itu, saya merasa lebih nyaman tanpa
kacamata. Tapi saya haru menyadari kahu itu low ~ision namanya. Karena pada kondisi
seperti itu saya masih berani main bola, masih bisa lihat, masih bisa baca. Tapi kalau
pal:ai kacamata udah puyeng bawaannya. Jadi ket:ka sa:'a :ow vision hanya bercahan
sel&hun. Nah, satu hari ketika saya membaca buku matematilca, hurufnya sama sekali gale
nampak. !tu barn pertama kali saya merasakan ha! itu. Kaget juga. Akhirnyi. ngomong
lagi sama orang tua, dibawa lagi ke Cipm ke dokter yang beda -- dan harus dioperasi lagi.
Katanya ada katarak. Ketika sudah siap dioperasi, tiba-tiba dokternya diopname.
Akhimya, ibu juga kan capek mengurns ;egala macarn, tahu-tahunya gak jadi. Akhimya
kita putuskan, 'ya sudahlah tidak usalt operasi lagi". Pada saat itu, sdang masa
semesteran saya belum mengenal lembaga manupun. 8aya inisiatif meminta adik kelas
untuk membacakan soal. Alhamduli!lahnya semua guru f:ana sangat mendukung. SD
saya di SDN 03 Cipete Utara. Akhirnya iancar ujian segala macam lulus.
3. Bagaimrna perasaan kamu saat mengetalmi kamu menjadi tunanetra?
Fasti merasa down. Apalagi pas saya trum saya tidak bisa baca buku itu. Ya,
sempat stres juga.
4. Bagaimana dengan perasaan orang tua?
Orang tua khususnya ibu paling shock. Sejak saya sebelum dioperasi ibu sudah
shock banget. Apalagi bapal: tahu say.:i tidak bisa baca Al-Qur'an. Bapak paling
rnenyesalkan saya tidak bisa baca Al-Qur'an lagi. Kalau ibu mikirnya sckolahnya
gimana, masa depannya gimar:a.
5. Bagaimana kondisi kamu setelah menjadi tunan-;tra?
Yang teru'ama pergaulaa. Saya takut apa bisa mendapat teman banyak. Saya
takut tidak bisa bergaul dengan siapa r,un. Takut tidak bisa berternu dengan teman
teman yang <lulu saya kenal. Kesulitan pertama kali ada di benak saya, yaitu
bagaimana caranya agar saya tetap bisa bergaul dengan siapa pun. Tanpa ada rasa
malu dan kurang percaya diri. Terns rnasalah sekolah segala macam, membaca.
Bepergian ya itu masalah orientasi. Karen:: s.:iya dari kecil belum pernah pergi yang
benar-benar sendiri. Apalagi yang jauh, bdum pernah. Naik angkoJ pun tidak pern.:ih
s•:ndiri w.iktu masih kecil itu.
6. Bagaimana kamu mengenal Mitra Netra dan lay:man apa saja yang karnu dapatkan?
Setelah lulus itu bingung mau lari kc:mana. Kebetulan ketika saya usia 12 tahun
itu saya sudah mengenal Yayasan IB. Yay&san yang menangani tunanetra yang masih
low vision. Saya ke sana untuk mengadu!.::m keluhan saya. Saya akhirnya bertemu
karyawan dia total, namanya mas Suratim, menyarar.kan saya untuk datang ke
Yayasan Mitra Netra. Dan hari itu juga saya datang k~ sini (Yayasan Mitra Netra)
untuk bertemu dengan mbak Rini, berte'llu mbak Santi. Setelah itu jadi secara rutin
kursus Braille di Mitra. Setclal1 itu belajar mengetik 10 jari, belajar komputer. Dan
untuk sekolah. tadinva inrrin sekolah di SLB. karena sava mernsa srnbh ti<ink m1mn11
Karena tid1k pcmah ada bayangan kalau mnanctra itu bisa sckolah di sckolah umum.
Saya sudah benar-bcnar p.1srah gitu. 'Ya udahlah sckolah :li SLB, yang pcnting 1erusi11
sekolah'.
- Pcndapat orang tua bagaimana?
Dari orang tua sih terserah. K::rer:a orang tua scndiri awam. A warn, karcna gak tahu
dunia tunanetra itu seperti apa. Ketika didiskusikan ke IB Foundation dan Mitra Netra,
semua menyarankan s<1ya untuk. seko!ah umum. Dcngan banyaknya dukungan dengan
banyaknya masukkan - sebenaf'lya tahun pertama saya sekolah di sekolah umum saya
terpaksa. Karena saya belum yakin bisa mengikuti pelajaran di SMP umu.n, SMP 240
Jakaru, terus saya coha. Saya melakukan apa yang bisa saya 1.ik.ukar .. Setelah satu
semester berlalu ya merasa enjoy merasa enak. A.khimya motivasi itu tumbuh sendiri.
Temyata bisa, dan saya harus berus<lha ke jenjang yang lebir tinggi dari ini.
Apa kamu mendapatkan layanan konselinp,?
Ya, saya dijejelin konsel:ng mulu sejak p•:1iama kali masuk. Karena usia saya
benar-benar usia yang sangat Jabil Jadi dari usia an,1k-anak sampai usia remaja.
Sebetulnya itu ad'11ah masa-masa dimana r.aya b<>bas kemana aja. Saya seperti burung
dalam sangkar. Jadi tcnar-benar gak bisa apaa-apa. Scbenarnya juga saya sudah belajar
OM (Orientasi dan Mobil:tas) suclat pakai tongkat. Tupi rasa malu, rasa kurang percaya
dirinya masih ada, masih melekat. Jadi belum bisa benar-benar menerima apa adanya
kondis; waktu itu.
- Kamu mendapatkan layanan OM?
Dapat, waktu itu sama lbu Cuen, guru dari SLB. OM itu sebenamya matcri awal
kita mengguuakan tongkat.. Setelah kita tahu pag:;;man:.1 metode menggunakan tongkat
y.mg baik. Ya dilepaJ. \1au di mana pua, y<. tinggal .11enggunakan tongkat itu 1.1ja.
- Orang tua ada keengganan mengizinklln kamu per[). ?
Ya, terutama ibu. Rumah saya kan dipinggir jalur alternat1f. Tapi di luar itu jalan
Fatmawati. Jalannya seialu rarnai. Tapi akhimya ibn memahami juga. Tidak mungkin
saya selalu di rumah. Pcr~1ma kali m.,ncoba itu, pulang sendiri dari Mitra kc rumah.
Sudah bisa, setelah itu dari rurnBh ke Mitra. S-;telah itn ya kemana-mann.
7. Berapa lama kamu men_ialani proses rehabilitasi?
Cukup lumayan lama, 13 tahun rndah mula~ belajar OM. Saya umur 16 atau 17
Lhun barn bisajalan scndiri. Jadi kira-kira cida sckit.1f 3 tahun 4 tahun.
Sampai kelas :iga SMP. Seringnya janjian dcnga Kak Tolhas, 'Kak, mau ketemu,
:::da yang mau diomongin, ada masalah'. Tapi ada beberapa kali Kak Tolhas coba
mengajak ngobrol du!uan. Tapi selam >ama Kak Tolhas juga, karena saya lumayan dekat
dengan tern an-tern an waktu itu. Jadi s•aka juga sharing sama tern an yang leb ih
bcrpcngalaman.
8. Bagaimana dcngar. pcran kclompok clalvm proses rchabilitasi?
Waktu saya bergabung di Mitra t:etra, Kartika Mitra Nc.:tra (KMN) masih berkibar.
Masih sangat bagus gerakannya. Dan waktu saya gabung, s•edang ada pemilihan ketua
KMN barn. Di rumah Mbak Iir. waktu itn. Mulai dari situlah saya bergaul dengan teman
tcman tunanetra. Bisa curhat juga, ad~: beberapa teman yang saya anggap kakak. Bisa
curhat masalah saya.
9. Menurut kamu efektiftidak, konselor tunanetra?
Itu lebih efektif. Karena dia merasakan juga apa yang saya rasakan. Dia tunanetra
saya juga tunanetra. Jadi, sama sating rr.erasakan. Dia san~:at mengerti kondisi saya pada
waktu itu. Mungkin kalau saya dapat konscling orang awas, bclum tcntu betul-bctul
mengena. Karena dia. belum tentu merasakan apa yang saya rasakan.
I 0. Bagaimana peran kelu'lrt,a dan kelompok dalam proses rchabilitasi?
Pertumbuhr.n kita tergantung lir.gkung1n sekitar. Misalkan, saya yang tadinya betul
betul tidak berani untuk mrnggunakan tongkat. Karena saya mclihat sudah banyak di
lingkungan saya yang mcnr,gunakan tongkat. !tu mcnjadi mc.frvaasi sendiri. !tu pengaruh
kelompok sangal penting. Kelua;ga apalagi. Satu lingkungan yang kecil tapi pe'.lting.
Dar, keluarga itulal! kita da9at support yang hcsar.
- Apa orang tua melakukan konseling?
Ya, terutama ibu. Pe1tama kali orang tua Jertemu dengan konseling, dikasih
pem&haman tentang kondisi saya sepcrti apa. Apa yr.ng harus dibantu dalan1 kondisi saya
yaug seperti ini. Tidak selalu bertemu dengan konsel ing.
JI. Menurut kamu sudah sesuai bh program rehabilitasi di Mitra Netra dengan
kebutuhan klien?
Secara motivasi sudah lumayon bagus. Untt1k memhangkitkan motivasi. 0ala'11
program rehabiliti. >i mereka sudah meny~diakan, dan menawarkan. Masnlah kita mau
atau tudak, itu urusan kita sendiri.
Tidak semua ::>rang menerima kondisinya. 5etiap orang bt'rbeda poikisnya. Ada
yang cepat bisa menerima realha, ad<t butuh prose yang cukup lama. Program rehabilitasi
ir.i penting diadakan untuk memhar.i i motivasi orang-Nang yang belnm tumbuh
kepercayaan dirinya. Satu momentum lah bagi orang··otang yang punya masalah.
12. Bagaimana proses rehabilitasi dal:un menyelesaikan masalah kamu?
Cukup sudah memba11tu, dan sudah cukup cfektif, karen:i banyak layanan
penunjang jui;a.
- Dampak Program rehabifa1si?
Yang paling pertama itu, turrbuhnya mo'.ivasi ynng tadinya tidak ad~, menjadi
motivasi tersendiri. Akhirn:1a betul-betul memaharni, kondisi kita ya seperti ini. Bisa
men ~rima apa adanya sebagai indi 1idJ, te•·us dari pihak keluarga. Kd"Jarga jadi
bertambah yakin kalau sebetulnya dengan kondisi yang seperti ini tidak ada kendala apa
pun dalam hal pendidikan.
Kemajuan yang kamu rasakan?
Anggapan-anggapan sa~·a tadinya tidak ada s0lusinyajadi ada solusinya. Saya takut
bcrgaul dengan siapa pun. Tapi ternyata teman-temall saya bnnyak. Kondisi saya yang
seperti ini menunjang dalam belajar. Saya juga birn lebih percaya diri ketika bergaul
entah dengan sesama tune! atau dengan orang yang lehih norm:il.
Nara Sumber : Vina Ncvina Puspitassri Ridwan
1-!ari/Tanggal/ Waktu Wawancara : Senin, 17 Mar•et 2'.l008 / 11.00 WIB
1-!asil Wawancara
I. Biodata kamu?
Nama saya Vina Puspita Ridwan, iahir di Bog.1r tanggnl 12 November 1979. Saya
sedang kuliah di un:.versitas Vluhammadiya Jakartajurusan komunikasi, konsentrasi saya
public relation. Alill'lat sckarang di JI. Pcrtanian Ill No. 67 A. Im rumah kos.
2. Riwayat kesehatan?
Saya tunanf!tra :1kil:at kecelakaan lalu lintas. Sedang menyebrang jalan ditabarak
kendarann umum. !tu kejadiaanya tah:m 1992. T3pi sesujah itu, tidak langsung tunanctra
yr, waktu itu. Saya memakai kacarnata minus satu. Tapi mulai tcrasa tunanetranya. Mulai
merasa menurun penglihatannya itu menjdang kelas 2 ke kc la:; 3 SMA. Jadi tahun l 997.
Jac1i dari kacamatan minus 2. 3 bulan kcmudian minlls 5, tiga bulan kemudian minus 8.
Jadi ~udah menunmnya cepat sekali. Lama-lama saya tidak bisa membaca tulisan yang
ada cti papan tulis. Terus di bukujuga. Kesulitan mobilitas. Kemudian saya mulai total itu
tahun 200 I.
3. Bagaimana perasaan karnu pada saat kamu mengetahui kamu mcnjadi tunanetra?
Drop pasti ya, kec()wa, merasa Tui1an mengkhiauati, saya merasa kayaknyu hidup
saya bakal berhenti di sini. Rasanya l:ayak jasad yang berjalan qja. Hanya makan,
minum, tidur. Saya tidak bakal punya aktivitas. Baka! pw1ya ke.giatan lain di luar itu. !tu
Jerl111gsung lama ya on-off. :Saya berusaha bao11nce back, karena jenuh juga di rumah.
(etika ayah saya tugas kelu11r, saya rempat keluar 4 tllhun, ikut ayah saya. Ceritanya
melarikan diri. Tapi tetap tidak bisa menentrnmkan hat i juga gitu. Sekolah saya dropaout
Akhimya pengen se;<0Ja!1 t<tpi gak ngerti tunanetra i1u <::ara gimana. Saya bilang sama
orang tua, tapi kata orang tua sernbul, dulu, p1sti karnu bisa sekolah lagi. Sebetulnya
orang tua itujuga tidak punya banyac< infonnasi.
4. Bagaimana perasaa!l orang tua?
Orang tua p1da saat itu, Curna mem-push sJya supaya bisa sembuh aja. Kar0na
rnerekajuga belurn menerima saya rnenjadi tunanetra. Dan seperti kita tahulah, tunanetra
itu ~eperti apa tanggapan ornng-orang. Kalau tunanctra itu oerart: lurnpuh, dalarn ?rti kata
gak bisa ngapa-ngapain sama sekali, tidak bisa herpmtisipasi, tidak bisa berkr.rya di
masyarakat. Yang jclas mcr·:ka pasti sedih. Mereka juga bingung musti gimana. Tcrus,
seuetulnya adik ku itu yang paling support, adik ku yang nomor 2. namanya Ulfi. Ketika
aku mulai tunanetra, dia nulljukkin aku di majalah Bobo wak'tU ada co.1toh rulisan Braille
dari A-Z. Terns dia ngerahain ke aku. Waktu itu ka1:• aku bclum bisa terirna ya, 'Gini teh
(teteh), ini tuh tuliran Braill~'. Aku pikir, huruf A ten·snya timbul gitu. 'Snggak, ini
kayaknya simbol-simbol git11'. 'Oh, ya'. Aku Curna mengharga: dia aja. Aku ticlak
interP-si sama s0kali. Dan dht melihat aku tidak interest itu sebetulnya dia kecewa, dia
bilang dulu begitu. Kemuc'.ian setelah saya menemukrn1 Mitra Nietra, yang mcngantmr juga
Jia.
5. Bagaimana kondisi kamu sctelah menjadi tunanetra?
Hmm, aku kesulitan di mobilita~ ya. Aku lume.yan aktif, jadi agak ini juga ketika
iarus mengandalkan orang ke sana ke sini.
6. Bagaimana kumu ml':ngenal Mitra Netra dJ n laymian apa saja yang kamu dapatkan?
Aku denger di radio. Waktu itu ada wlk show interaktif aku sam& Pak Bambang:
'Oh, datang aja ke Mitra'. TPrus aku ke Mitra. '.<emudian diperkenalkan. 'Kami ada
kursus Braille, mengetik, dnn lain-lain'. Terus ak11 mulai semangat lagi. Banyak teman-
teman juga di sini, ya mereka bisa kok kuliah, sekolal~. dan tidakmerasa menderita - Gua,
jadi malu sendiri.
7. Rerapa lama kamu menja!ani proses rehnbil'tasi?
Sebetulnya aku sudah mulai menc!rima, tanpa perlu konseling banyak. Aku sudah
bisa menerima kalau aku tunanetra. Jadi, tidnk terlalu banyak konseling. Aku juga tidak
m~'ngerti bagaimana bisa terima. Mungkin kar~na termotivasi sama teman-tema;1.
Kc,ya!01ya udah capek juga jenuh di rumah sudah 6 tahun misalnya menangis gilu kan.
Orang ada titik jenu11"1ya mdah bisa 180 dernjat gitu ya . .ladi malas lagi sedih-sedih. Jadi
mulai kursus Braille, kursus OM, mengcctik, komputer.
- Jadi seiring berjalan saja?
Ya, seiring berjalannytc waktu. Pros~s rehabilitasi, aku banyak ngobrol satr.a teman-
teman, sama kayak aku tu ~anetranya scjak dewasa. I .ku mulai belajar dari mereka.
Bagaimana mereka bounce hack lagi. K~mudian aku ambit banyak pelajaran banyak dari
mereka. Ismail, Fitrah, cerita-ceritanya. Yah, ternyata 'I'm not alone'. Ya, suci.1hlah '1;me
le> move 011', ku pikir. Tapi memang ya. aku akui ada up and down nya. Tidak selalu up
terns gitu. Apalagi kalau ada kendala.
8. Bagaimana dengan peran kelompok d.1lam proses rehabi1itasi?
Sebetulnya menurui aku proses rehabilitasi yang paling tepat acalah berada di
komunitas yang m~mang mendukung. Tahu what is youre really prol:lem. Aku curhat ke
teman awas, aku sudah m~rnpunyai pe;~epsi awal. Aku ::udah men judge dia aja, 'Ali tahu
apa foe' 'Ya, loe harus sabar (temannya)". 'Ya, foe g tahu, you are not in my position'.
Tet:1pi ketika aku curhat s:1ma teman yang tunanetra, walaupun dia sama ngomongnya
seperti teman ku yaag a was, 'Sabar', tapi aku jaul bisa lebih nerima. 'Oh iya, dia juga
sama di posisi ku'.
9. Ilagaimana menurut kamu efektifitas konselor tuna11etra?
Ya, I think its effective enaughfor someone who had labi/ situatio.~. Karena kit<1 di
rumah - tunanet·a, pastinya kita merasa sendin. Karena aku tidak pemah benemu
tunanetra se:belumnya. Aku merasa men<lerita sekali, terus 11gobrol sama teman-teman.
Ya aku pikir itu konselingjuga ya. Wabupun tidak langsung kc ahlinya. Ketika kita bisa
sharing, ketika kita bis, hmm ... mencuri ihnu mereka gitu loh. How they deal with it.
IO. Peran kelt:arga dan kelompok dalam proses rehabilitasi?
Peran keluarga, Papa l"Upport cuma kadang c'ia sibuk JUga mengatasi kekalutan di
dirinya. As a father maybe he think that he can'/ do anything to help me. Ileliau orangnya
agak sensitif juga, jadi susall juga bounce back nya. Ketika aku sedih, bukan sedih karena
aku, tapi aku sedih melihat mereka sedih karena aku. Tapi adik ke Ulfi, c'ia memang
orangnya pu.1ya karakter. Dia punya mott, 'K<.lo lu juga harus berhasil teh'. 'Memang
gua agak keras'. 'lni Braille'. Dia mungkin waktu itu mau menunjukkan. 'Lu sekarang
blind udah deh terima kenyataan '. Secara pi>ndekatan memang dia tidak bisa
ngomongnya sama aku. Dia agak keras gitu. Jadi y:i, aku gak bisa terima yang waktu itu
d ia tunjukkin.
Peran kelompok, ya berperan sekali. Kalau [;1 merasa senasib dengan mereka. Lu
rnerasa datang ke tempat yang tepat. 1 empat yang niemang mentolcransi kekurangan lu.
Dan tempat yang mampu beradaptasi di 'itu, tempat ya,1g mengadaptasikannya kc elu,
gitu !oh. Gua sedang beradaptasi jug3 dengan kebw Jan, dan mercka membancu itu dalam
proses penerimaan diri gue.
11. Menurut kamu sudah sesua1 kah orogram reh~bilitasi di Mitra Netra dcngan
kebutuhan klien9
Sesuai silt, untuk yang memang ingin menerusKan sekolah. Karena merek:i banyak
pelayanan ur.tuk ke situ. Kc•nseling mungkin agak kekurangan orang, jadi ada beberapa
teman-teman ;·ang tidak difollow up gitu. Aku berh0rap ada S•':macam tcrapi untuk build
up our con.fidence. Terutama untuk tunanetra yang se1ak !ahir kepcrcayaan dirinya rrndah
sckali. Kamu tahu kultur kita, stigmany;.i di masyar<.kat sepcrr.i apa tentang penyandang
ca.;at, entah itu kutukan atau itu kebanya,'can dosa orang tuanya. Sejak mercka pandai
mengingat. Mereka mencrima <likktimir.asi 1tu. !tu berpola di dirinya. Mereka jadi, sudah
duluan di kepalanya. 'Gua gak bisa'. S!lalu mau mleransi,' Ayo dong aku kan Tu net'.
Mereka tidak terbiasa buat fight. Mereka t<"rbiasa orang akan memberikannya buat
mereka. Jadi, aku harap ada sejenis pelat:han atau terapi gitu.
12. Bagaimana proses rehabilitasi dalam 1rmyelesaikan masablt kamu?
r feel better than ever. !feel stro1ega, I feel proud of myself. Sometimes when I want
to sleep, lay down at night. Oh God, I oble to do this. I ahfo to walk by my own feel. I
able to go anywhere wherever I want. I got to school again .. ! That's the mos/ incredihle
.me. Get my life back, my dream.
- Waktu kelas 3 kamu c:rop out, kerr.bali ke sekolah tahun?
Tahun 2004, sete!ah ketemu Mitra. ikut ujian persamaan. - Sekarang tinggal di?
I'm at my dorm now.
- Tanggr.pan orang tua waktu kamu m<mutuskan kos?
Aku tahu mereka 111elarang, but J'm a rebellion. I have to fight for my own right. J
fight for my righ;, .wd I say that I wanted to go. Pada waktu itu aku be:. um bisa OM
sendiri. Aku gak ugerti bagaimana jalannya, tapi gua bisa - bisa deh. Pokoknys gua
sampai dLlu di Jakarta. Terus akhirnya hari pertama kuli 1h, aku pahain puiang ;endiri -
bisa.
Nara Sumber
Hari/Tanggal/W aktu W i'Wancara
Hasil Wawmcara
!. Biodata?
2. Riwayat kesehutan?
: Trian Airlangga
: Senin, 17 Maret '.!008 I 15.00 WIB
: Ha8il wawancara berikut ini merupakan
jawaban yang ditulis sendiri olch klien. klien
memutusknn U'1tuk mengetik j..iwabannya
. scndiri clengan laptop, berdasarkan
penanyaan-µertanyaan berikut.
3. Bagaimana pernsaan kamu saat mengeta:iui kamu mcnjadi tunanetra?
4. Bagaimana pcrasaan orang tua?
5. Bagaimana kondisi kamu setelah mcnjacii tunanetra?
- Baguimuna dengan orienta~i dan mobilif.:JS kamu?
6. Bagaimana kamu mengenal Mita Netri da11 layanan api! saja yang kamu
dapatkan?
7. Berapa lama ki:,mu menjalani proses rehal: ilitasi?
8. Bagaimana dcr.gan peran kelompok dalam proses rehabilitasi?
9. Bagaimana menurut kamu efoktifitas k,)n~elor tunanetra?
I 0. Bagaimana ptran keluarga dan kelompok dalam pro:;es rehabilitasi?
11. Menurut karnu sudah sesuai kah program rehabilitasi di Mitra Netra
dengan k~butuhan klir:n?
12. Bagaimana proses rehabilitasi dalam menyelesaikan masalah kamu?
l. Trian Airlang'.;a, :~50187 rli Jak:i.ta, Islam SMAN 66 Jakarta (sekarang lagi S 1
PLS di UNJ), JI. A.buserin I no. 22 Cipete, Gandariu Selatan RT/RW 004/006
Jaksel 12420,
2. MenyanJan[.: Tunet sejak Ma~et 2004 dengan status Low Visi0n Jauh.
Gloukoma adalah penyakit yarg saya dcrita. Gloukorna adalaJ1 penyakit "nala
yan gtekanan tola mat<mya terus meningkat sehingga kelopak mata terlihat
membcsar. Penyakit ini belum <liketahui pen)ebabnya secara medis sampai
sekarang di seluruh dunia, seil;.ngga belum diketahui pula bagaimana cara
penangannya danpengobatannya. Dulu saya merasa bisa melihat normal, tapi
ketika saya duduk di kelas I SD CA WU 3, pen31ihatan sangat meurun dra!'tic
hingga kelas 3 CA WU 2 atau 3 gitu, aku lupa. Setelah itu, penglihatan saya
berangsnr2 pulih lagi sarnpai kelas 3 SL TP CA WU 3, penglihatan saya
kembali m~nurun sampai sekarang. He ... 3x!?!
3. lvfungkin karena Bonyokku sudah Bering bicara tentang kondisi mataku sama
aku scdari SD, j~di aku (,\ak tcrhlu rnerasa shock atau gimana gitu .. !?! Yang
penting, walau pun aku jadi Tunet, tidak menghalangi aku untuk pergi jalan2
ke tempat2 yan gbaru, sern dan penuh tantangan!?! Jadi, Alhamdulillah aku
bisa nerima keadean ini dengan santai. ALLAH mengizinkan aku untuk tetap
sabar, ber;juang dan gila dcngan kondisi byak gini.
4. Pertama, memang yang namanya ortu kan, mungkin mereka agak sedih, tetapi
mereka !llCHcoba untuk terlihat tegar di depanku. Pertama kali Gokap ngcliat
aku belajar make tongkat ma Pak Tolhas, l'apa langsung nangis sambil stijud
di tanah di sebelah mobil Kijang Hijauku di parkiran Yayasan Mitranetra. Dan
ketika pertama Bokap ngeliat aku pulang kn rnmah, Papa langsung nangis dan
meluk aku. Yaa .. rnyak anak yang hilang g:tk tau kemana berapa tahun gi,u!?l
Tapi, aku benerr2 bersyukur, aku punya lvlama yang selalu mencoba belajar
tegar untuk mengliadapi semuanya. Dengan begitu, Mama bisa nenangin Papa
dan bikin Papajadi tegar juga kayak Mama deh .. !?!
5. Yang pertama, lku mau jawab yan gsm1angnya dulu. Waktu aku naik
angkutan umum pake tongkat, aku sering gak bolen bayar, terns banyak di
sekolah yang bantuin aku. Mereka perhatian banget ma aku. Mereka gak mau
kalo aku kenapa2. Bahkan ad:i pula yang saking takut aku kenapa2, ~emenku
yang ngajak aku ke sebuah M:al di Cilandak, dimarahin sama teman2nya yang
lain. Lucu yaa ... !?! Nah, sekarang yang scdihnya. K:1rena terlalu kasian ma
aku, aku sering ditidak bolehkan untk mencoba sesuatu yang sedikit
berbahaya. Misalnya, waktu nyalain api pake spiritus, padahal kan al:u pengen
ban get nyalain api pake spiritus tapi gak b Ji eh m.1 guru dan temcn2ku. Aku
juga ngerasa kesulitan waktu aku mau naik angkutan umum, nomo<
angkutann:1a gak l:dihatan. Terus, barena jalan di trotoar jalanPya gak rat<.,
jadi aku takut jalan d; situ kalau lagi hujau. Soalnya., urlah gak rata, banyak
lobang dan bisa la'lgsung nebur got kalau jalannya melenceng dikit. Ja,ii aku
lebih milih untuk jalan di sebdahnya trotoar. Tapi resikonya harus sering
diserempet motor, kecipntau air kubanga'.1 waktu kendaraan pada lewat dan
nerjang itu air. Bahkan saking kencangnya tu kendar.ian, mukaku pernah
kecipratan juga lho ... !?! Yang aku agak kurang scnang, kalau aku lagi nyari
alamat, terus acla orang yan gnanya, "Mas, Mau mijit dimana?" Dan aku juga
benci banget sama orang y<.ng diam2 ngeliat apa yang aku tulis atau apa yang
aku kerjain.
Kalau mau naik angkutan, ym1g aku ng:ira:;n warna kendaraannya, tapi kalau
banyak yag yang sama warnanya, aku nanya sama orang Jain atau kalau
kendaraannya berhenti di depanku, aku nanya aja sama supir atau kcncknya.
Gampang kan? Silahkan mencoba .. !?' Aku harus mencoba mengcrti dengan
situasi ter.;ebut, knrena mereka yang awas lidak tega •kalau temrnnya yqng
tunet ini terluka. Jadi, aku belajarnya kalau lagi berciua aja. Beres kan? Gak
Cuma itu yang akau lakuin, sedikit2 secara ri:rlahan2 alrn mcnjelaskan apa itu
tunet, bagaimana cara memperlakukan trn,et dan rnacam2 tunet sccarn
personalnya. Soalnya, tunet kr. nada yang sensitive, ada yang gila kayak gue,
ada yang tertutup dan adajuga yang aktifterrnasuk ambisius tinggi.
6. Aku tau Mitra Jari !BF waktu awal tahun 2004 bulan januari. ;:,ayanan yan
saya dan aku dapatkan disini adzlah layaHan yang berhubungan dengan
pendidikan. Misalnya, waktu atrn lagi nyari S:VIA swasta bur.t cadangan kalau
aku gak masuk ncgeri. Aku bisa ~nengop<:rasil:an computer walau keadarnku
seperti ini. Aku belajar Abakus, belajar pake tongbt itu yang aku senang
ban get soalnya mengajarka11 aku ;intuk bisa jalan sendiri. Aku bisa konseling
ma konsclor. Bahkan aku ju1_;a bisa bclajar tentang keorganisasi1m sccara
umum. Aku jgua bisa mengemb<tngknn bakatku di dunia teater, secara dulu
aku pemah menjuarni teater satu angkatar. waktu di SMAN 2 Tangerang.
Keren ya? Mantap. 1?! Di mitra ini aku bisa banyak belajar tcntang apaun
termasuk tentang ard prestasi dan arti perjua:igan untu kberhasil dan sukses.
Dan aku juga tau bagaimana caranya mempunyai harga diri dan
mempertahankannya sebagai Tunet.
7. Gak lama2. Pertam« kali aku dan ayahku oitanya2 ma Pak lrwan tetang apa
yang mau aku lakuin sekarang untuk masa depan. Dan aku juga banyak
mendeugar nasihat clari beliau saat itu. Setelah itu, kedatanganku yang kedua,
aku kembali cert.emu dengan Pak lrwan, kemudian aku diinterview sam Pak
TJlhas dan 2 lrn dbjnk untu kmengetahui lebih dalam bagaimana cara mereka
melakukan aktivita1; sehari2 ternasuk berhadapan dengan teknologi. DMi
kedua orang itu, aku banyak mendapat masukan dan semangat unutk terus
maju dan terns berjuang. Aku juga banayk belq;ar Orientasi Mobilitas (OM).
Mulai dari be I ajar mengenal tongkat dan cara menggunakannya. Dan aku juga
pemah konsultasi tentang jururnn yang aku mau pilih waktu di SMA, mau
kuliah dan tentang karir yang mau aku capai di d11nia rndio. Sampai akhirnya
aku memutuskan untuk kuliah di UNJ dari Senin sumpai Jum'at dan Sabtunya
aku kursus Broadcasting di Universitas Budi Luhur dalam program Jakarta
Broadcasting School. Denga11 beberapa masukan dari Pak Tolhas,
kepercayaan diriku tumbuh ketika aku mendapat izir. magang di lvlustang FM.
8. Jujur, waktu aku pengen banget belajar jalan di malam hari, aku harus
berbohong dulu ma Bonyokku. Sebao aku tau mereka akan sangat cemas dan
bahkan tid~c mengizinkan alcu. Aku belajar jalan malam sama teman2ku yang
tunet total. Tidak lianya itu, aku juga belajar girnana caranya tunet jalan2 ke
mal, ke tempat hiburan lainnya kayak Rag,man. Dari situlah aku banyak
belajar dari mereb secara langsung maupun ::idak langsung. Bagaima.1a cara
mereka menge1jakw1 tugas se'colah, ulangan, mengurns dirinya sendiri di
rumah ntau di asrama da nbagaimana earn mereka berorganisasi. Orangtuaku
sempat sangat khawantir ketika aku sangat aktif di organisasi sekolah. Yang
aku bisa lauin waktu itu adalah memberi kepercayaan kepada mereka blau
aku pasti naik kel:lS dan tidak mengecewakan mereka, walau akhirnya w.Jktu
kelas I SMA Smrnter I aim peringkat terbawah dari siswa terakhir dan naik
satu peringkat yaitu tetap di posisi 38 dari :l9 siswa. Dan siswa tersebut baru
masuk di semestef 2, gimana? Peringkatku naik kan'? Kalau dari Pak Irwan
dan Pak Tolhas sih terus mendukung apa yang aku kerjakan, d,~ngan tltap
mengmgatkan kalau belajar memperdalam akadrmikjuga penting.
9. Aku bersyukur kepada ALLAH kareru alrn punya konselor2 yang hebat,
berpengalamar dan berwawao;an terouka dan luas, walau pun keduanya tunet.
Hcbat yaa ... !?! Pak Toi has dan Kak Ismail adalah konsclorku. Kr:duanya
memiliki kehebatan, bedanya Pak Tolhas le Jih luas pe:ngalaman MC-nya dan
kak Ismail be»basic Agama Islam namun tetl1p bisa dan mau ~wmgikuti
perkembangan zaman anak :nuda. Buat aku; konselor tune! sangnt efisien,
karena apa yang akan kita c~ritakan pasti akan berhubungan jgua dengan
ketunanetraan. Dn'l merei<:a sudah punya pcngahman terlebih dahulu. Jadi,
solusi yang akan diberikan nanti lebih bisa di:.~rapk-111 dalam kchid.i;:ian dan
aktivitas klit:n. Karena kan sama2 tunet!?!
10. Kerjasama dengan keluarga 1m.ngkin hanya secara tidak langsun5, kecuali
waktu aku lagi bingung milih !campus dan irnlcah yang mau aku ambil. Aku
dan Ibuku konsultas·: secarn langsung dengan Pak Tolhas. Kalau secara
kelompok, aku diperbolehkan da ndiizinbm ·Jntuk mengikuti organisasi
tunanetra. Yarg ada di Mitra. Dan d;~itulah alu aku terpacu untu kmaju juga.
11. Sesuai!?!
12. Manfaat banget kok!'?! Manfaatnya, aku jadi cepet gede. Aku tau bagaimana
cara meraih prestasi walau kita tune!, berkarya, bertindak, dan mnsih banyak
lagi yang belum bisa aku certain. Intinya, ini sangat bermanfaat, karena
orientasinya adulah bagaimana caranya temen2 tune! bisa maju da
nberkembang dalam kehidupan bermasyarakat, mengoperasikan alat2 yang
berteknologi tine:5i dan m•!mbuka cakrawala serta wawasan manusia
Indonesia bahwa tune! juga dapat berke:nbang di dunia pendidikan & non-
akademik. Serta mengingatkan juga bahwa TUNF.T JUGA MANUSIA.
Artinya, tune! juga butuh berbmbang dan Ciihargai, bukan hanya dikasihani.
Tu net juga butuh kesempatan .1amun tetap for sama p•~saing yang awas. 'lilai
itulah yang tertanam secar<; tersirat Jari parn tunet yang sukses.
,