IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7...

32
24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas Bakteri dengan Menghitung LD-50 Uji patogenitas bakteri digunakan untuk mengetahui konsentrasi bakteri Aeromonas hydrophila yang akan digunakan pada uji in vivo. LD-50 adalah nilai konsentrasi bakteri yang mampu menyebabkan kematian ikan uji sebanyak 50% pada waktu tertentu. Pada penelitian kali ini, isolat A. hydrophila yang digunakan berasal dari Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan. Isolat disimpan pada media agar miring yang kemudian dikultur pada media TSB (Tripticase Soy Broth) sebelum disuntikan pada ikan lele dumbo. Bakteri yang akan digunakan untuk LD-50 sebelumnya digunakan (diuji) untuk meningkatkan virulensi dari bakteri tersebut dalam menyebabkan penyakit. Ternyata diketahui bahwa bakteri isolat A. hydrophila ini berupa isolat virulen. Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila. Konsentrasi bakteri yang digunakan pada uji LD-50 ini adalah 10 9 , 10 8 , 10 7 , 10 6 dan 10 5 cfu/ml, disuntikan pada 10 ekor ikan lele dumbo setiap konsentrasi bakteri. Selama 7 hari diamati tingkat mortalitas ikan. Penyuntikan bakteri dengan konsentrasi 10 9 cfu/ml menyebabkan kematian ikan uji sebanyak 7 ekor dari 10 ekor yang digunakan atau dengan kata lain konsentrasi bakteri tersebut dapat mematikan 81,25% ikan lele dumbo. Sedangkan konsentrasi bakteri 10 8 cfu/ml menyebabkan kematian ikan lele dumbo sebanyak 4 ekor dari 10 ekor yang disuntikan isolat A. hydrophila. Nilai ini menunjukkan tingkat kematian ikan lele dumbo sebesar 40%. Untuk penyuntikan bakteri menggunakan dengan konsentrasi 10 7 dan 10 6 cfu/ml menyebabkan kematian ikan lele dumbo sebanyak 1 ekor. Dan penyuntikan bakteri dengan konsentrasi 10 5 cfu/ml tidak menyebabkan kematian pada ikan lele dumbo selama pengamatan LD-50.

Transcript of IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7...

Page 1: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

24

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Uji Patogenitas Bakteri dengan Menghitung LD-50

Uji patogenitas bakteri digunakan untuk mengetahui konsentrasi bakteri

Aeromonas hydrophila yang akan digunakan pada uji in vivo. LD-50 adalah nilai

konsentrasi bakteri yang mampu menyebabkan kematian ikan uji sebanyak 50%

pada waktu tertentu. Pada penelitian kali ini, isolat A. hydrophila yang digunakan

berasal dari Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan. Isolat

disimpan pada media agar miring yang kemudian dikultur pada media TSB

(Tripticase Soy Broth) sebelum disuntikan pada ikan lele dumbo.

Bakteri yang akan digunakan untuk LD-50 sebelumnya digunakan (diuji)

untuk meningkatkan virulensi dari bakteri tersebut dalam menyebabkan penyakit.

Ternyata diketahui bahwa bakteri isolat A. hydrophila ini berupa isolat virulen.

Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang

mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila. Konsentrasi bakteri yang digunakan

pada uji LD-50 ini adalah 109, 10

8, 10

7, 10

6 dan 10

5 cfu/ml, disuntikan pada 10

ekor ikan lele dumbo setiap konsentrasi bakteri. Selama 7 hari diamati tingkat

mortalitas ikan.

Penyuntikan bakteri dengan konsentrasi 109 cfu/ml menyebabkan kematian

ikan uji sebanyak 7 ekor dari 10 ekor yang digunakan atau dengan kata lain

konsentrasi bakteri tersebut dapat mematikan 81,25% ikan lele dumbo. Sedangkan

konsentrasi bakteri 108 cfu/ml menyebabkan kematian ikan lele dumbo sebanyak

4 ekor dari 10 ekor yang disuntikan isolat A. hydrophila. Nilai ini menunjukkan

tingkat kematian ikan lele dumbo sebesar 40%. Untuk penyuntikan bakteri

menggunakan dengan konsentrasi 107 dan 10

6 cfu/ml menyebabkan kematian ikan

lele dumbo sebanyak 1 ekor. Dan penyuntikan bakteri dengan konsentrasi 105

cfu/ml tidak menyebabkan kematian pada ikan lele dumbo selama pengamatan

LD-50.

Page 2: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

25

4.1.2 Uji In Vivo

4.1.2.1 Respon Makan Ikan

Respon makan ikan pada awal perlakuan sedikit, namun selama perlakuan

respon makan mulai mengalami peningkatan.

Tabel 2. Respon makan ikan lele dumbo Clarias sp. selama perlakuan

Hari Ke-

PERLAKUAN

A B C D E

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1

2 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2

3 2 1 1 3 3 2 2 1 2 2 2 1 2 2 3

4 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 3 3

5 2 2 2 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3

6 3 2 2 3 4 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3

7 3 3 2 4 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3

8 3 3 3 4 4 4 3 3 4 2 3 3 3 4 4

9 3 3 3 4 4 4 3 3 4 2 3 3 3 4 4

10 2 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4

11 2 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4

12 3 3 2 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4

13 3 3 2 4 4 4 3 4 4 3 3 3 4 4 3

14 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 2 3 3

15 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 3 3 2 3 2

16 3 3 3 4 4 4 3 3 3 4 2 2 2 3 2

17 3 3 3 4 4 4 4 3 4 2 2 2 2 2 2

18 3 4 3 4 4 4 4 4 4 2 2 2 1 2 1

19 3 4 3 4 4 4 4 4 4 2 3 2 2 2 2

20 3 4 3 4 4 4 4 4 4 2 3 3 1 2 2

21 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 2 2 1 Keterangan:

0 = Tidak Nafsu Makan

1 = Kurang Respon Makan

2 = Respon Makan Cukup

3 = Respon Makan Baik

4 = Respon Makan Sangat Baik

Hasil pengamatan respon makan saat uji in vivo dapat dilihat dari Tabel 2,

respon makan ikan lele pada awal pemeliharaan menunjukkan respon makan yang

sedikit. Bahkan pada perlakuan A (0 g/kg), C (1,0 g/kg), D (1,5 g/kg) dan E (2,0

g/kg) ikan uji tidak menunjukan respon makan sama sekali. Pada perlakuan A (0

Page 3: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

26

g/kg), respon makan mulai baik pada hari ke-6 pemeliharaan. Respon makan ikan

lele pada perlakuan A (0 g/kg) cenderung lebih stabil dengan respon makan baik.

Sedangkan pada perlakuan B (0,5 g/kg), respon makan ikan lele telah terlihat

mulai pada hari pertama terus meningkat sampai hari yang ke-5 dan respon makan

sangat baik pada hari ke-7 sampai akhir perlakuan.

Respon makan ikan lele pada perlakuan C (1,0 g/kg) menunjukkan

peningkatan mulai hari ke-2 sampai ke-9 dengan respon makan ikan lele baik.

Selanjutnya pada hari ke-10 sampai akhir perlakuan respon makan ikan lele

sangat baik. Walaupun sempat terjadi penurunan respon makan pada hari ke-15

namun masih dalam respon makan yang baik. Pada perlakuan D (1,5 g/kg), hari

pertama ikan lele tidak menunjukkan respon makan sampai pada hari ke-6 respon

makan cukup. Dan mulai hari ke-7 sampai ke-13 ikan lele perlakuan D (1,5 g/kg)

menunjukkan respon makan yang baik. Pada hari ke-14 dan ke-15 respon makan

ikan lele sangat baik, namun pada hari ke-16 sampai akhir pemeliharaan respon

makan kurang baik. Dengan kata lain, terjadi penurunan respon makan pada hari

ke-16 sampai akhir perlakuan.

Pada perlakuan E (2,0 g/kg), respon makan ikan lele hari ke-1 sampai ke-3

menunjukkan respon makan yang kurang baik. Selanjutnya dari hari ke-3 sampai

ke-13 menunjukkan peningkatan respon makan menjadi sangat baik. Namun, pada

hari ke-14 terjadi penurunan respon makan ikan lele menjadi kurang baik sampai

pada akhir perlakuan.

4.1.2.2 Pertambahan Bobot Ikan Lele Dumbo Clarias sp.

Pertambahan bobot harian individu ikan lele selama perlakuan menunjukkan

nilai sebagai berikut (Tabel 3)

Tabel 3. Data pertumbuhan harian (SGR) ikan lele dumbo selama perlakuan

Perlakuan SGR (%)

A (0 g/kg) 2,79

B (0,5 g/kg) 1,69

C (1,0 g/kg) 1,84

D (1,5 g/kg) 1,85

E (2,0 g/kg) 2,48

Page 4: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

27

Pada perlakuan A (0 g/kg) bobot rata-rata ikan awal sebesar 22,23 g

meningkat menjadi 39,95 g pada akhir perlakuan dengan pertumbuhan harian

sebesar 2,79%. Perlakuan B (0,5 g/kg) bobot rata-rata ikan awal perlakuan sebesar

30,71 g dan pada akhir perlakuan bobot rata-rata ikan lele menjadi 43,80 g dengan

pertumbuhan harian sebesar 1,69%. Perlakuan C (1,0 g/kg) menunjukkan

peningkatan bobot rata-rata dari 33,38 g menjadi 49,14 g dengan pertumbuhan

harian sebesar 1,84%. Perlakuan D (1,5 g/kg) menunjukkan peningkatan bobot

rata-rata dari 25,10 g menjadi 37,01 g dengan pertumbuhan harian sebesar 1,85%.

Perlakuan E (2,0 g/kg) menunjukkan nilai bobot rata-rata yang meningkat dari

30,42 g menjadi 51,22 g dengan pertumbuhan harian sebesar 2,48% (Tabel 3).

4.1.3 Parameter Hematologi

Parameter hematologi meliputi total eritrosit, total leukosit, kadar

hemoglobin, kadar hematokrit, diferensial leukosit dan indeks fagositik yang

diamati setiap seminggu sekali.

4.1.3.1 Total Sel Darah Merah (Eritrosit)

Total eritrosit (x 106 sel/mm

3) selama perlakuan ditunjukkan pada gambar di

bawah ini (Gambar 4)

Gambar 4. Total eritrosit ikan lele dumbo Clarias sp. selama perlakuan

Total sel darah merah selama perlakuan umumnya terus meningkat. Namun,

pada perlakuan A (0 g/kg) nilai total eritrosit mengalami penurunan setiap

sampling, dari mulai sampling H0 sampai H21 total eritrosit terus menurun, yaitu

sebesar 4,91 x 106 sel/mm

3 menjadi 3,37 x 10

6 sel/mm

3 pada akhir perlakuan.

Pada perlakuan B (0,5 g/kg) total eritrosit terus mengalami peningkatan sampai

Page 5: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

28

sampling H21. Pada sampling H0 nilai total eritrosit sebesar 4,42 x 106 sel/mm

3.

Terus meningkat sampai pada sampling H21 menjadi 5,05 x 106 sel/mm

3.

Perlakuan C (1,0 g/kg) menunjukkan peningkatan total eritrosit yang sangat

drastis pada sampling H14, yaitu sebesar 5,92 x 106 sel/mm

3. Namun, pada

sampling H21 total eritrosit mengalami penurunan menjadi 4,24 x 106 sel/mm

3.

Perlakuan D (1,5 g/kg) total eritrosit terus mengalami peningkatan mulai dari

sampling H0 sampai sampling H21. Nilai total eritrosit pada sampling H0 sebesar

2,90 x 106 sel/mm

3 dan meningkat menjadi 5,57 x 10

6 sel/mm

3.

Untuk perlakuan

E (2,0 g/kg) total eritrosit terus mengalami penurunan namun tidak sampai

menurun drastis. Penurunan terendah sebesar 3,98 x 106 sel/mm

3. Pada sampling

H14 peningkatan total eritrosit pada perlakuan E (2,0 g/kg) kembali terjadi pada

sampling H21, yaitu sebesar 5,33 x 106 sel/mm

3 (Gambar 4).

4.1.3.2 Total Sel Darah Putih (Leukosit)

Perhitungan total leukosit (x 105 sel/mm

3) dilakukan setiap satu minggu

sekali dengan hasil sebagai berikut (Gambar 5)

Gambar 5. Total leukosit ikan lele dumbo Clarias sp. selama perlakuan

Total leukosit selama perlakuan umumnya meningkat setiap sampling. Pada

perlakuan A (0 g/kg) total leukosit terus meningkat namum peningkatan yang

terjadi tidak terlalu besar. Sedangkan total leukosit pada perlakuan B (0,5 g/kg)

menunjukkan peningkatan yang lebih besar pada perlakuan A, yaitu meningkat

dari 2,94 x 105 sel/mm

3 menjadi 6,56 x 10

5 sel/mm

3.

Perlakuan C (1,0 g/kg) menunjukkan peningkatan leukosit pada sampling

H0 sampai H14, yaitu sebesar 3,09 x 105 sel/mm

3 menjadi 5,83 x 10

5 sel/mm

3.

Page 6: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

29

Pada perlakuan D (1,5 g/kg) peningkatan terjadi pada sampling H0 sampai H14,

yaitu sebesar 2,90 x 105 sel/mm

3 menjadi 6,59 x 10

5 sel/mm

3. Namun, pada

sampling H21 total leukosit mengalami penurunan menjadi 4,77 x 105 sel/mm

3.

Pada perlakuan E (2,0 g/kg) total leukosit terus meningkat dari 3,40 x 105 sel/mm

3

pada sampling H0 menjadi 5,71 x 105 sel/mm

3 pada sampling H14. Sedangkan

pada sampling H21 terjadi penurunan total leukosit namun tidak terlalu tinggi

(Gambar 5).

4.1.3.3 Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin (g %) berhubungan dengan nilai total eritrosit dan kadar

hematokrit dalam darah. Berikut ini adalah gambar mengenai hasil perhitungan

kadar hemoglobin selama perlakuan (Gambar 6)

Gambar 6. Kadar hemoglobin ikan lele dumbo Clarias sp. selama perlakuan

Kadar hemoglobin dalam darah pada perlakuan A cenderung lebih stabil

walaupun sempat mengalami peningkatan menjadi 12,53 g% pada sampling H14.

Namun seperti halnya nilai total eritrosit dan kadar hematokrit peningkatan yang

terjadi tidak begitu tinggi demikian pula peningkatan kadar hemoglobin pada

perlakuan A (0 g/kg). Pada perlakuan B (0,5 g/kg) peningkatan kadar hemoglobin

terjadi dari sampling H7 sampai H14, yaitu 10,21 g% menjadi 12,13 g% dan

mengalami penurunan yang tidak terlalu tinggi pada sampling H21.

Perlakuan C (1,0 g/kg) mengalami peningkatan kadar hemoglobin dari 9,63

g% menjadi 10,93 g% dan mengalami penurunan pada sampling H21 menjadi

8,60 g%. Untuk perlakuan D (1,5 g%) nilai kadar hemoglobin adalah sebesar 8,67

g% dan terus mengalami peningkatan sampai pada sampling H21 menjadi 10,10

Page 7: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

30

g%. Namun pada H7 nilai kadar hemoglobin sempat mengalami penurunan

menjadi 6,00 g%. Pada perlakuan E (2,0 g%) kadar hemoglobin berkisar antara

9,50 – 10,00 g% (Gambar 6).

4.1.3.4 Kadar Hematokrit

Kadar hematokrit dinyatakan dalam % dan diukur setiap sampling. Nilai

kadar hematokrit adalah sebagai berikut (Gambar 7):

Gambar 7. Kadar hematokrit ikan lele dumbo Clarias sp. selama perlakuan

Kadar hematokrit ikan lele dumbo berhubungan dengan nilai total sel darah

merah. Pada penelitian ini, kadar hematokrit yang terhitung umumnya mengalami

peningkatan setiap sampling seiring dengan meningkatnya total sel darah merah.

Pada perlakuan A (0 g/kg) nilai hematokrit meningkat dari 29,77% menjadi

32,30% pada sampling ke-14. Sedangkan pada sampling ke-21 kadar hematokrit

mengalami penurunan menjadi 30,07%. Peningkatan kadar hematokrit yang

terjadi pada perlakuan A (0 g/kg) tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan

perlakuan B (0,5 g/kg) dan C (1,0 g/kg). Pada perlakuan B (0,5 g/kg) kadar

hematokrit terus meningkat. Dari awal sampling sebesar 28,13% menjadi 32,38%

pada akhir sampling (H21).

Kadar hematokrit pada perlakuan C (1,0 g/kg) terus mengalami peningkatan

pada sampling H7, yaitu sebesar 33,75%. Pada sampling H14 sampai H21 terjadi

penurunan. Perlakuan D (1,5 g/kg) menunjukkan peningkatan kadar hematokrit

sampai pada sampling H14, yaitu sebesar 29,09% dan mengalami sedikit

penurunan menjadi 28,32% pada sampling H21. Pada sampling H7 perlakuan E

(2,0 g/kg) nilai kadar hematokrit sebesar 29,51% terus meningkat sampai

Page 8: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

31

sampling H14 dan terjadi sedikit penurunan pada sampling H21, nilainya menjadi

27,57% (Gambar 7).

4.1.3.5 Diferensial Leukosit

Pengamatan diferensial leukosit meliputi kadar monosit, limfosit, trombosit

dan neutrofil. Keempatnya berperan dalam sistem imun ikan lele dumbo selama

perlakuan.

Gambar 8. Total monosit ikan lele dumbo Clarias sp. selama perlakuan

Pada perlakuan A (0 g/kg) nilai monosit meningkat pada sampling H7, yaitu

dengan nilai 32,0% dan pada saat sampling H14 menjadi 29,7%. Sedangkan pada

perlakuan B (0,5 g/kg) terjadi peningkatan nilai monosit dari 19,7% pada

sampling H0 menjadi 42,7% pada sampling H7. Walaupun sempat mengalami

penurunan nilai monosit pada sampling H14, namun pada sampling H21 nilai

monosit kembali mengalami peningkatan menjadi 45,0%.

Pada perlakuan C (1,0 g/kg) nilai monosit meningkat pada sampling H7

menjadi 49,5% dan mengalami penurunan pada sampling H21 menjadi 38,0%.

Pada perlakuan D (1,5 g/kg) nilai monosit terus meningkat dari awal perlakuan

sampai pada sampling H21 (akhir). Peningkatan terjadi pada nilai 14,7% menjadi

40,3% pada sampling H21. Sedangkan pada perlakuan E (2,0 g/kg) terjadi

peningkatan nilai monosit saat sampling H7 sebesar 41,3%. Dan pada sampling

H14 dan H21 nilai monosit mengalami penurunan hingga mencapai nilai 22,5%

(Gambar 8).

Page 9: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

32

Gambar 9. Total limfosit ikan lele dumbo Clarias sp. selama perlakuan

Nilai limfosit pada perlakuan A (0 g/kg) mengalami penurunan dari 56,0%

pada sampling H0 menjadi 54,0% pada sampling H21. Pada perlakuan B (0,5

g/kg) nilai limfosit terus mengalami penurunan dari 48,7% pada sampling H0

menjadi 34,0% pada sampling H21. Untuk perlakuan C (1,0 g/kg) juga terjadi

penurunan nilai limfosit dari 51,0% pada sampling H0 menjadi 40,5% pada

sampling H21.

Perlakuan D (1,5 g/kg) menunjukkan nilai limfosit yang tinggi pada

sampling H0, yaitu sebesar 53,0% dan mengalami penurunan pada sampling H7

menjadi 24,5%. Selanjutnya, pada sampling H21 nilai limfosit menjadi 40,0%.

Untuk perlakuan E (2,0 g/kg) limfosit meningkat dari sampling H7 sampai

sampling H21, yaitu dari 37,3% menjadi 41,5% (Gambar 9).

Gambar 10. Total trombosit ikan lele dumbo Clarias sp. selama perlakuan

Nilai trombosit pada perlakuan A (0 g/kg) terus mengalami penurunan

setiap sampling. Tercatat pada sampling H0 nilai trombosit sebesar 17,0%

Page 10: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

33

menurun menjadi 14,0% pada sampling H21. Sedangkan pada sampling H7

trombosit menurun drastis dengan nilai mencapai 8,7%. Pada perlakuan B (0,5

g/kg) nilai trombosit pada sampling H7 mengalami penurunan, namun pada

sampling H14 dan H21 nilai trombosit kembali meningkat menjadi 11,5%.

Pada perlakuan C (1,0 g/kg) nilai trombosit mengalami penurunan dari

20,3% menjadi 12,3% pada akhir sampling. Untuk perlakuan D (1,5 g/kg) nilai

trombosit juga mengalami penurunan dari 21,3% menjadi 11,0% pada sampling

H21. Pada perlakuan E (2,0 g/kg) terjadi perbedaan pola peningkatan trombosit.

Perlakuan E (2,0 g/kg) menunjukkan peningkatan nilai trombosit dari 14,0% pada

sampling H0 menjadi 18,0% pada sampling H21 (Gambar 10).

Gambar 11. Total neutrofil ikan lele dumbo Clarias sp. selama perlakuan

Total neutrofil ditunjukkan pada Gambar 11 di atas. Dari gambar terlihat

secara umum nilai neutrofil meningkat pada sampling H7 sampai H21. Pada

perlakuan A (2,0 g/kg) peningkatan terjadi dari 7,3% pada sampling H0 menjadi

9,5% pada sampling H21. Sedangkan untuk perlakuan B (0,5 g/kg) nilai neutrofil

mengalami peningkatan pada setiap sampling, yaitu sebesar 8,0% pada sampling

H0 menjadi 10,5 % pada sampling H21.

Pada perlakuan C (1,0 g/kg) peningkatan terjadi dari 7,3% menjadi 10,0%

pada akhir sampling. Perlakuan D (1,5 g/kg) menunjukkan nilai neutrofil yang

tidak stabil. Sempat mengalami peningkatan pada sampling H14 ke H7 dan terjadi

penurunan pada sampling H21 menjadi 8,5%. Untuk perlakuan E (2,0 g/kg)

terjadi penurunan kadar neutrofil dari 11,3% pada sampling H0 menjadi 6,5%

pada sampling H21 (Gambar 11).

Page 11: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

34

4.1.3.6 Indeks Fagositik

Nilai indeks fagositik menunjukkan kemampuan sel yang berperan dalam

sistem imun untuk melawan serangan bakteri. Gambar 12 menunjukkan nilai

indeks fagositik selama penelitian.

Gambar 12. Indeks fagositik ikan lele dumbo Clarias sp. selama perlakuan

Nilai indeks fagositik pada perlakuan A (0 g/kg) lebih rendah dibandingkan

dengan perlakuan lainnya. Dapat dilihat kisaran nilai indeks fagositik berkisar

antara 2,67 – 5,00%. Pada perlakuan B (0,5 g/kg) terjadi peningkatan nilai indeks

fagositik yang sangat besar. Sampling H0 sebesar 3,33% meningkat menjadi

14,00% pada sampling H21. Hal serupa juga terjadi pada perlakuan C (1,0 g/kg)

nilai indeks fagositik terus meningkat dari 2,67% pada sampling H0 menjadi

13,00% pada sampling H21.

Perlakuan D (1,5 g/kg) menunjukkan nilai indeks fagositik sebesar 4,33%

pada sampling H0. Peningkatan ini terus terjadi sampai pada sampling H21, yaitu

menjadi 10,50%. Pada perlakuan E (2,0 g/kg) nilai indeks fagositik cenderung

tidak stabil. Namun pada sampling H0 sampai H14 nilai indeks fagositik terus

mengalami peningkatan hingga mencapai nilai 10,33%. Namun, pada hari H21

nilai indeks fagositik mengalami penurunan menjadi 9,00% (Gambar 12).

4.1.3.7 Gejala Klinis

Pengamatan gejala klinis dilakukan sejak ikan lele dumbo disuntikan bakteri

Aeromonas hydrophila. Pengamatan dilakukan selama 7 hari pasca penyuntikan.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ikan lele dumbo yang telah disuntikan

bakteri A.hydrophila hanya menunjukkan sedikit gejala klinis seperti radang,

Page 12: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

35

hemoragi dan tukak yang umumnya muncul saat terjadi serangan A.hydrophila.

Diameter luka dari 3 gejala klinis di atas tidak terlalu besar. Namun, serangan

A.hydrophila pada penelitian ini langsung menyebabkan kematian pada ikan lele

dumbo disertai dengan sedikit atau tanpa gejala klinis (Gambar 13).

Gambar 13. Skor gejala klinis yang terjadi selama perlakuan

Perlakuan A (0 g/kg) tidak menunjukkan gejala klinis akibat serangan

A.hydrophila namun langsung terjadi kematian sebanyak 3 ekor dari 15 ekor ikan

uji di hari pertama pasca penyuntikan bakteri. Dari pengamatan ikan lele dumbo

yang mati pada perlakuan A (0 g/kg) menunjukkan bercak-bercak putih disekujur

tubuhnya, perut membesar dan terjadi kerusakan pada sirip ekor (Gambar 14 dan

15).

Gambar 14. Ikan lele dumbo Clarias sp. yang mengalami bercak-bercak putih

disekujur tubuhnya pasca penyuntikan A.hydrophila

Gambar 15. Ekor ikan lele dumbo Clarias sp. yang mengalami

kerusakan pasca penyuntikan A.hydrophila

Page 13: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

36

Gambar 16. Ikan lele dumbo Clarias sp. yang mengalami radang pasca

penyuntikan A.hydrophila pada hari ke-1

Gambar 17. Ikan lele dumbo Clarias sp. yang mengalami hemoragi pasca

penyuntikan A.hydrophila pada hari ke-1

Gambar 18. Ikan lele dumbo Clarias sp. yang mengalami tukak

pasca penyuntikan A.hydrophila pada hari ke-2

Gejala klinis hanya nampak pada perlakuan C (1,0 g/kg) dan D (1,5 g/kg),

yaitu berupa radang, hemoragi dan tukak. Pada perlakuan C (1,0 g/kg) terjadi

radang dengan diameter 0,8 cm yang terus berkembang menjadi hemoragi

(Gambar 17) dan tukak sebesar 0,6 cm sampai pada hari ke-3. Selanjutnya pada

hari ke-4 tukak mulai mengecil dengan diameter 0,5 cm dan terus mengalami

pengecilan tukak mencapai diameter 0,3 cm pada akhir pengamatan. Pada

perlakuan D (1,5 g/kg) radang terjadi 1 hari setelah penyuntikan, yaitu sebesar 0,8

cm (Gambar 16). Selanjutnya, gejala klinis berkembang menjadi tukak pada hari

ke-2 dan ke-3 dengan diameter sebesar 0,6 cm. Tukak mulai mengecil pada hari

ke-4 sampai akhir pengamatan dengan diameter 0,1 cm (Gambar 18).

Page 14: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

37

Perlakuan B (0,5 g/kg) dan E (2,0 g/kg) tidak menunjukkan gejala klinis

akibat serangan bakteri A.hydrophila namun, langsung menunjukkan kematian

pada hari yang ke-3 (perlakuan B) sebanyak 2 ekor (Gambar 13). Sedangkan pada

perlakuan E (2,0 g/kg) kematian langsung terjadi 1 hari pasca penyuntikan

sebanyak 3 ekor dengan disertai tanda bercak-bercak putih disekujur tubuh

(Gambar 14).

Gambar 19. Ikan lele dumbo Clarias sp. yang mulai menunjukkan gejala

kesembuhan luka pada hari ke-6

Ikan lele dumbo mengalami pengecilan diameter luka atau dengan kata lain

mengalami kesembuhan pada hari ke-6 pasca penyuntikan (Gambar 19). Gejala

penyembuhan luka ini paling terlihat jelas pada perlakuan D (1,5 g/kg) dengan

diameter tukak sebesar 0,1 cm. Penyembuhan luka ini tidak hanya terjadi pada

perlakuan D (1,5 g/kg) namun juga terjadi pada perlakuan C (1,0 g/kg) ulangan

ke-3 pasca penyuntikan A. hydrophila. Ikan lele dumbo yang mengalami radang

dalam waktu 1 hari menunjukkan kesembuhan hingga radang hilang dan ikan

tubuh ikan kembali normal.

4.1.3.8 Pemeriksaan Organ Dalam Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.)

Pemeriksaan organ dalam ikan lele dumbo dilakukan dengan membedah

ikan uji, yaitu sebanyak 1 ekor pada setiap perlakuan. Pemeriksaan organ dalam

dilakukan dengan mengamati perubahan pada organ ginjal, usus, lambung, hati,

empedu dan gonad. Semua ikan yang dibedah dalam keadaan hidup pada akhir

perlakuan dan untuk perlakuan C (1,0 g/kg) serta D (1,5 g/kg) pemeriksaan organ

dalam dilakukan pada ikan yang mengalami gejala klinis berupa tukak.

Page 15: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

38

Gambar 20. Organ dalam ikan lele dumbo Clarias sp. perlakuan A (0 g/kg)

Gambar 21. Organ dalam ikan lele dumbo Clarias sp. perlakuan B (0,5 g/kg)

Gambar 22. Organ dalam ikan lele dumbo Clarias sp. perlakuan C (1,0 g/kg)

Gambar 23. Organ dalam ikan lele dumbo Clarias sp. perlakuan D (1,5 g/kg)

a b

c d

e

a b c d

e

a b c

d e

a b

c d

e

Page 16: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

39

Gambar 24. Organ dalam ikan lele dumbo Clarias sp. perlakuan E (2,0 g/kg)

Keterangan: a. Ginjal; b. Hati; c. Empedu; d. Lambung; e. Usus

Perlakuan A (0 g/kg) adalah perlakuan yang tidak menunjukkan gejala

klinis seperti radang, hemoragi dan tukak. Namun, kelainan akibat serangan

A.hydrophila dapat dilihat pada organ internal ikan lele dumbo yang dibedah.

Ginjal ikan lele nampak berwarna merah tua. Organ hati menunjukkan warna

merah pucat dengan ukuran normal. Empedu ikan lele berwarna hijau tua

kekuningan. Sedangkan untuk lambung dan usus nampak kosong, tidak terdapat

pakan. Pada sekitar usus terdapat lendir dan sangat terlihat jelas pada saat organ

diurai (Gambar 20). Untuk organ gonad pada perlakuan A (0 g/kg) tidak

mengalami perubahan.

Organ ginjal pada perlakuan B (0,5 g/kg) menunjukkan warna merah segar

dan pada ukuran yang normal. Organ hati menunjukkan warna merah pucat dan

empedu menunjukkan warna hijau kekuning-kuningan. Sedangkan untuk lambung

dan usus terlihat kosong, tidak terdapat pakan. Gonad pada perlakuan B (0,5 g/kg)

berkembang dengan baik (Gambar 21). Ikan lele dumbo pada perlakuan C (1,0

g/kg) menunjukkan perubahan organ internal terutama pada bagian ginjal dan

empedu. Organ ginjal pada perlakuan ini menunjukkan warna merah tua (pucat)

dan agak bengkak. Sedangkan bagian empedu, menunjukkan perubahan berwarna

hijau kekuning-kuningan. Untuk organ hati, berwarna merah pucat dan nampak

agak membesar. Sedangkan untuk lambung penuh dengan pakan. Namun, tidak

demikian pada organ usus. Nampak usus ikan perlakuan C (1,0 g/kg) kosong tidak

dipenuhi oleh pakan dan ukurannya agak besar. Untuk gonad, berkembang dengan

baik atau tidak terjadi perubahan (Gambar 22).

Perlakuan D (1,5 g/kg) menunjukkan perubahan organ internal yang paling

drastis. Terdapat lendir di rongga perut ikan lele. Organ ginjal dari perlakuan ini

a

a b

d

e

c

Page 17: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

40

menunjukkan warna merah tua dengan ukuran yang agak membesar. Organ hati

menunjukkan warna merah pucat dan membesar. Sedangkan empedu,

menunjukkan warna hijau tua. Lambung ikan perlakuan D (1,5 g/kg) terlihat

kosong tanpa pakan begitu pula yang terjadi pada organ usus. Sedangkan organ

gonad tidak terjadi perubahan (Gambar 23). Perlakuan E (2,0 g/kg) menunjukkan

perubahan organ internal pada organ ginjal, yaitu warna organ ini menjadi merah

tua. Untuk organ hati berwarna merah pucat dengan ukuran normal. Empedu

berwarna hijau. Lambung ikan perlakuan E (2,0 g/kg) nampak terisi dengan

pakan. Namun, hal ini tidak terjadi pada organ usus ikan perlakuan. Sedangkan

organ gonad berkembang seperti umumnya (Gambar 24).

Tabel 4. Perbedaan organ dalam ikan lele dumbo Clarias sp. pada setiap

perlakuan

Organ

dalam

Perubahan

A(0 g/kg) B(0,5 g/kg) C(1,0 g/kg) D(1,5 g/kg) E(2,0 g/kg)

Ginjal merah tua,

ukuran

membesar

merah

segar

merah tua,

ukuran

membesar

merah tua,

ukuran

membesar

merah tua

Hati merah

pucat

merah

pucat

merah pucat

dan

membesar

merah pucat

dan

membesar

merah

pucat

Empedu hijau tua

kekuningan

hijau

kekuning-

kuningan

hijau

kekuning-

kuningan

hijau tua hijau tua

Lambung kosong kosong penuh pakan kosong penuh

pakan

Usus kosong dan

berlendir

kosong kosong dan

membesar

kosong kosong

Gonad putih hijau putih hijau putih

Page 18: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

41

4.1.3.9 Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Lele Dumbo Clarias sp.

Data tingkat kelangsungan hidup (SR) dapat dilihat pada gambar di bawah

ini (Gambar 25)

Gambar 25. Tingkat kelangsungan hidup ikan lele dumbo

Perlakuan A (0 g/kg) menunjukkan nilai tingkat kelangsungan hidup sebesar

73,33%. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat kelangsungan

hidup perlakuan B (0,5 g/kg), C (1,0 g/kg), perlakuan D (1,5 g/kg) dan perlakuan

E (2,0 g/kg) dengan nilai tingkat kelangsungan hidup sebesar 86,67%, 93,33%

dan 80,00%.

Pada perlakuan A (0 g/kg) ikan lele langsung mengalami kematian tanpa

diawali dengan timbulnya gejala klinis pada bagian eksternal tubuh. Kematian

ikan lele terjadi sehari setelah penyuntikan A.hydrophila sebanyak 3 ekor dari 15

ekor ikan. Dan pada hari ke-4 sebanyak 1 ekor. Sedangkan pada perlakuan B (0,5

g/kg) kematian ikan terjadi pada hari ke-5 sebanyak 2 ekor dari 15 ekor ikan pasca

penyuntikan bakteri A. hydrophila. Pada perlakuan C (1,0 g/kg) kematian ikan lele

dumbo terjadi pada hari ke-4 sebanyak 1 ekor dari 15 ekor ikan pasca penyuntikan

A.hydrophila. Kematian ikan lele dumbo perlakuan D (1,5 g/kg) terjadi pada hari

ke-4 sebanyak 1 ekor pasca penyuntikan. Dan kematian ikan lele dumbo pada

perlakuan E (2,0 g/kg) terjadi pada hari ke-2 pasca penyuntikan sebanyak 3 ekor

dari 15 ekor ikan.

Page 19: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

42

4.1.4 Kualitas Air

Pada pengukuran kualitas air ada 4 parameter yang diamati, yaitu suhu, DO,

pH dan TAN (Tabel 5). Keempat parameter tersebut diukur pada awal, tengah dan

akhir penelitian. Data kualitas air tersebut disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 5. Data kualitas air ikan lele dumbo Clarias sp. selama perlakuan

Perlakuan Suhu (⁰C) DO (mg/l) pH TAN (mg/l)

A 28 - 30 6,2 - 6,9 5,53 - 6,22 0,26 - 0,48

B 28 - 30 5,9 - 6,7 5,47 - 6,24 0,22 - 0,47

C 28 - 30 5,2 - 6,6 5,63 - 6,56 0,24 - 0,57

D 28 - 30 6,2 - 6,8 5,62 - 6,89 0,33 - 0,56

E 28 - 30 6,3 - 6,7 5,42 - 6,71 0,24 - 0,54

Dari hasil yang telah diperoleh (Tabel 5) menunjukkan kisaran kualitas air

yang masih dapat ditolerir oleh ikan lele dumbo. Kisaran suhu yang terukur

selama penelitian adalah 28 – 30 °C. Sedangkan nilai DO berkisar antara 5,2 – 6,9

mg/l. Nilai pH berkisar antara 5,42 – 6,89. Dan nilai TAN berkisar antara 0,22 –

0,57 mg/l. Kisaran-kisaran ini masih berada pada kisaran normal kualitas air yang

dibutuhkan dalam pemeliharaan ikan lele dumbo.

Page 20: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

43

4.2 Pembahasan

4.2.1 Konsentrasi Bakteri untuk Uji Tantang (LD-50)

Konsentrasi bakteri pada uji LD-50 yang diperoleh dari penelitian ini adalah

bakteri dengan konsentrasi 108 cfu/ml. Konsentrasi bakteri ini memang

menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan pernyataan Angka

(2000) yang menyatakan bahwa pada galur virulen A.hydrophila mampu

menyebabkan kematian sebanyak 50% pada konsentrasi bakteri < 106 cfu/ml. Hal

ini diduga terjadi karena bakteri yang digunakan dalam penelitian hanya mampu

menyebabkan kematian dalam konsentrasi bakteri yang tinggi.

4.2.2 Respon Makan dan Pertambahan Bobot Tubuh

Respon makan ikan lele dumbo akan secara langsung berhubungan dengan

pertambahan bobot tubuh. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa perlakuan A (0 g/kg), C (1,0 g/kg), D (1,5 g/kg) dan E (2,0

g/kg) pada awal pemeliharaan tidak memiliki respon makan sama sekali. Pada 7

hari pertama respon makan ikan perlakuan menunjukkan hasil yang relatif sama,

yaitu dengan respon makan pada kondisi cukup dan baik. Perbedaan respon

makan ikan terlihat pada perlakuan B (0,5 g/kg) dan C (1,0 g/kg) dari mulai hari

ke-7 sampai dengan hari ke-21, respon makan ikan menjadi sangat baik (Tabel 2).

Pertumbuhan ikan lele dumbo perlakuan A terjadi sebesar 2,79 %,

perlakuan B sebesar 1,69 %, perlakuan C sebesar 1,84 %, perlakuan D sebesar

1,85 % dan perlakuan E sebesar 2,48 %. Pertumbuhan harian tertinggi terdapat

pada perlakuan A (tanpa penambahan bahan imunostimulan) sedangkan

pertumbuhan harian ikan lele dumbo yang diberi pakan dengan penambahan

bahan imunostimulan relatif sama, kecuali pada perlakuan E dengan penambahan

bahan imunostimulan sebesar 2,0 g/kg pakan terjadi pertumbuhan harian yang

lebih tinggi.

Pertumbuhan harian ikan perlakuan A yang lebih baik disebabkan oleh

respon makan ikan perlakuan A yang baik. Selain itu, tidak adanya penambahan

imunostimulan menyebabkan ikan mudah beradaptasi dengan pakan yang

diberikan. Dengan kata lain, ikan perlakuan A tidak membutuhkan waktu yang

lama untuk menyesuaikan diri dengan pakan yang diberikan sehingga komponen

Page 21: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

44

pertumbuhan dalam pakan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk

pertumbuhan. Sedangkan pertumbuhan harian yang lebih rendah pada perlakuan

dengan penambahan bahan imnostimulan diduga disebabkan oleh adanya waktu

adaptasi ikan lele dumbo terhadap pakan yang diberikan. Menurut Treves-Brown

(2000) penambahan bahan imunostimulan melalui pakan dilakukan dalam kurun

waktu 2-6 minggu. Artinya, dalam kurun waktu ini terjadi proses penyesuaian diri

ikan terhadap pakan yang diberikan.

Pertumbuhan harian yang tinggi juga ditunjukkan pada perlakuan E (dengan

penambahan bahan imunostimulan). Hal ini dapat terjadi karena penambahan

bahan imunostimulan pada perlakuan E lebih besar daripada perlakuan B, C dan

D. Rumput laut mengandung senyawa-senyawa seperti karbohidrat, protein,

sedikit lemak, vitamin-vitamin, betakarotein dan mineral-mineral yang berperan

dalam pertumbuhan (Anggadiredja et al., 2006). Dengan penambahan bahan

imunostimulan berupa ekstrak G. verrucosa yang tinggi dapat meningkatkan

pertumbuhan. Hal ini diduga karena kandungan senyawa-senyawa pertumbuhan

dalam pakan yang tinggi sehingga pertumbuhan dapat terjadi secara optimal

(Gambar 3).

4.2.3 Gambaran Darah

4.2.3.1 Total Eritrosit, Kadar Hematokrit dan Kadar Hemoglobin

Sel darah merah (eritrosit) berkaitan erat dengan kadar hemoglobin dan

hematokrit. Hematokrit adalah presentase jumlah sel darah merah dalam plasma

darah. Sedangkan hemoglobin adalah pigmen dalam darah yang memberi warna

merah pada darah (Brown, 1987). Dari hasil penelitian yang dilakukan, pada

perlakuan A (0 g/kg) dapat dilihat bahwa ketika total eritrosit menurun di setiap

sampling, diikuti dengan terjadinya penurunan kadar hematokrit dan hemoglobin.

Walaupun terjadi penyimpangan kadar hemoglobin pada sampling H14.

Penyimpangan ini berupa peningkatan kadar hemoglobin disaat terjadi penurunan

total eritrosit. Hal ini diduga terjadi akibat pecahnya eritrosit karena telah habis

masa hidupnya, pecahan eritrosit ini menyebabkan hemoglobin menjadi fraksi

yang mengandung Fe (Affandi dan Tang, 2002) sehingga pada saat pengukuran

hemoglobin nilainya tetap tinggi sedangkan total eritrosit yang terhitung rendah.

Page 22: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

45

Pada perlakuan B (0,5 g/kg) ketiga parameter ini menunjukkan nilai yang

saling berhubungan. Peningkatan total eritrosit diikuti dengan peningkatan kadar

hemoglobin dan hematokrit. Menurut Brown (1987) sel-sel jaringan tubuh

tergantung pada eritrosit untuk memperoleh suplai oksigen. Sel dalam eritrosit

yang berperan dalam proses ini adalah hemoglobin. Hemoglobin memiliki

kemampuan mengikat oksigen secara maksimal. Dengan adanya peningkatan

kadar hemoglobin dalam darah pada perlakuan B menandakan bahwa darah dalam

kondisi yang baik dan mampu mengikat oksigen dengan baik.

Hal yang sama juga ditunjukkan oleh perlakuan C (1,0 g/kg) peningkatan

total eritrosit diikuti dengan peningkatan kadar hemoglobin dan hematokrit pada

sampling H0 sampai H14. Sedangkan pada sampling H21, ketiga parameter

tersebut mengalami penurunan. Penurunan total eritrosit, kadar hemoglobin dan

hematokrit pada perlakuan C menandakan bahwa terjadi penurunan produksi sel

darah merah di dalam ginjal. Pada perlakuan D (1,5 g/kg) dan E (2,0 g/kg)

umumnya terbentuk pola yang sama. Terjadi peningkatan total eritrosit, kadar

hemoglobin dan kadar hematokrit pada sampling H0 dan H14. Namun

penyimpangan terjadi pada perlakuan D sampling H7, kadar hemoglobin ikan

tercatat dibawah kondisi normal. Artinya, pada perlakuan D sampling H7 ikan

sedang mengalami anemia atau kekurangan darah (Gambar 6).

Penurunan total eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit yang kadang

terjadi diduga disebabkan oleh proses adaptasi penerimaan bahan baru berupa

ekstrak G.verrucosa dalam darah. Bahan ini beradaptasi dengan komponen-

komponen darah yang selanjutnya akan memberikan reaksi terhadap bahan

tersebut. Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa nilai total

eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit masih dalam batas yang optimum

walaupun ada beberapa keadaan dimana nilai total eritrosit, hemoglobin dan

hematokrit berada di bawah kondisi normal. Tingginya jumlah eritrosit

menandakan ikan dalam kondisi stres dan rendahnya jumlah eritrosit menandakan

ikan menderita anemia dan kerusakan ginjal (Snieszko, 1972; Wedemeyer dan

Yasutake, 1977; Nabib dan Pasaribu, 1989). Sedangkan menurut Angka et al.,

(1985) kadar hemoglobin sebesar 10,3 – 13,5 g% dan kadar hematokrit untuk ikan

lele normal berkisar antara 30,8 – 45,5%.

Page 23: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

46

4.2.3.2 Total Leukosit, Diferensial Leukosit dan Indeks Fagositik

Total leukosit, diferensial leukosit dan indeks fagositik merupakan

parameter yang saling berhubungan sama halnya dengan total eritrosit, kadar

hemoglobin dan hematokrit. Leukosit merupakan sel yang berperan penting dalam

sistem pertahanan tubuh. Sehingga peningkatan total leukosit yang terjadi pada

ikan lele dumbo perlakuan menandakan bahwa sistem pertahanan tubuh

meningkat.

Pada perlakuan A (0 g/kg) dapat dilihat terjadi peningkatan total leukosit

(Gambar 5). Namun, peningkatan ini tidak terjadi secara drastis seperti perlakuan

lainnya pada H14 dan H21. Dengan kata lain peningkatan ini terjadi secara umum

seiring dengan pemulihan proses adaptasi ikan pada lingkungan yang baru.

Peningkatan juga terjadi pada jumlah sel monosit perlakuan A di sampling H7

(Gambar 8). Peningkatan jumlah monosit ini hanya terjadi pada minggu pertama.

Selanjunya, terjadi penurunan sampai pada akhir pemeliharaan.

Nilai limfosit pada perlakuan A menurun pada sampling H7 (Gambar 9) dan

meningkat kembali pada H14 dan H21. Limfosit tidak bersifat fagositik tetapi

memegang peranan penting dalam pembentukan antibodi. Peningkatan limfosit

digunakan sebagai indikator dari meningkatnya pembentukan antibodi pada

perlakuan A. Nilai trombosit yang ditunjukkan pada perlakuan A menurun drastic

pada H7 setiap sampling (Gambar 10). Sel ini berperan dalam proses pembekuan

darah. Terjadinya penurunan trombosit pada perlakuan A diduga sebagai akibat

dari tidak adanya penggunaan dari sel trombosit oleh ikan lele dumbo dalam

proses pembekuan darah. Nilai neutrofil pada perlakuan A meningkat setiap

sampling (Gambar 11). Peningkatan ini dapat terjadi karena adanya peningkatan

produksi neutrofil oleh sumsum tulang merah. Peningkatan produksi neutrofil

akan terjadi bersamaan dengan kerja neutrofil menuju jaringan daerah infeksi

(Brown, 1987).

Nilai total sel darah putih pada perlakuan B (0,5 g/kg) mengalami

peningkatan setiap samplingnya (Gambar 5). Peningkatan ini terjadi sebagai

akibat dari meningkatnya sistem pertahanan tubuh ikan lele dumbo. Penambahan

ekstrak G.verrucosa ternyata mampu memberikan pengaruh pada peningkatan

sistem kekebalan tubuh. Penambahan bahan imunostimulan mampu meningkatkan

Page 24: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

47

produksi sel-sel imun untuk menjaga diri dari serangan bakteri karena

imunostimulan merupakan substansi yang dapat mengaktifkan sistem sel imun

dan sistem pertahanan tubuh.

Total monosit dalam darah pada perlakuan B juga meningkat walaupun

tercatat sempat mengalami penurunan pada sampling H14 (Gambar 8). Jumlah

limfosit pada perlakuan B mengalami penurunan. Penurunan ini terjadi sebagai

indikator minimnya pembentukan antibodi. Hal ini mungkin saja terjadi karena

tubuh tidak mendapat serangan bakteri patogen selama perlakuan, jadi produksi

sel limfosit menurun. Nilai yang tidak stabil ditunjukkan oleh nilai trombosit yang

nampak pada perlakuan B (Gambar 10). Sel neutrofil adalah sel pertahanan

alamiah dan berperan dalam proses fagositik dalam darah. Maka sel ini memiliki

hubungan dengan peningkatan indeks fagositik dalam darah. Dari hasil penelitian

yang telah dilakukan diketahui nilai neutrofil dan indeks fagositik pada perlakuan

B (0,5 g/kg) terus meningkat setiap sampling. Peningkatan ini terjadi karena

adanya peningkatan produksi sitokin oleh neutrofil dan monosit untuk

meningkatkan sistem imun (Shoemaker et al., 2001).

Pada perlakuan C (1,0 g/kg) dan D (1,5 g/kg) menunjukkan adanya

peningkatan total sel darah putih sampai pada sampling H14 (Gambar 5).

Peningkatan ini terjadi sebagai akibat dari meningkatnya sistem pertahanan tubuh

ikan lele dumbo. Penambahan bahan imunostimulan sebanyak 1,0 g/kg dan 1,5

g/kg mampu meningkatkan sistem imun dari ikan. Kandungan polisakarida pada

rumput laut dapat digunakan sebagai imunostimulan untuk meningkatkan

produksi sel-sel imun dalam tubuh ikan (Anggadiredja et al., 2006). Peningkatan

yang sama juga terjadi pada peningkatan sel monosit perlakuan C dan D.

Peningkatan sel monosit digunakan sebagai indikator adanya peningkatan respon

imun pada ikan (Shoemaker et al., 2001). Sel monosit bukan hanya penting

karena kemampuannya memproduksi sitokin namun, sel ini merupakan sel utama

yang berperan dalam proses fagositosis dan membunuh bakteri patogen yang

menyebabkan infeksi (Shoemaker dan Plump, 1997).

Pada jumlah limfosit yang dihasilkan dalam penelitian ini, perlakuan C dan

D menunjukkan nilai limfosit yang berfluktuasi (Gambar 9). Keadaan ini bukan

hanya terjadi pada jumlah sel limfosit, namun juga terjadi pada penurunan jumlah

Page 25: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

48

trombosit pada perlakuan C dan D. Penurunan ini terjadi karena diduga ikan

dalam kondisi normal. Menurut Fujaya (2002) trombosit tidak umum terdapat di

dalam darah pada situasi normal, tetapi bila terjadi serangan jumlah trombosit

dapat meningkat tajam. Peningkatan nilai neutrofil terjadi pada perlakuan C dan D

(Gambar 11). Namun, pada perlakuan D sempat terjadi penurunan jumlah

neutrofil pada akhir perlakuan. Penambahan ekstrak G.verrucosa sebanyak 1,0

dan 1,5 g/kg pakan ternyata mampu merangsang pembentukan sel imun sehingga

produksi neutrofil, monosit dan proses fagositosis meningkat.

Gambar 5 menunjukkan bahwa total leukosit perlakuan E (2,0 g/kg)

meningkat setiap sampling. Walaupun sempat terjadi penurunan leukosit pada

sampling H21. Peningkatan leukosit yang terjadi pada selang waktu 2 – 3 minggu

membuktikan bahwa penggunaan bahan imunostimulan dalam pakan dapat

digunakan dalam kisaran waktu 2 – 6 minggu untuk meningkatkan respon imun

(Treves-Brown, 2000). Peningkatan juga terjadi pada jumlah monosit sampling

H7 dan penurunan terjadi pada sampling H14 dan H21. Penurunan jumlah

monosit ini mengindikasikan tidak adanya pembentukan sitokin untuk melawan

luka. Sedangkan peningkatan sel monosit membuktikan bahwa sel ini banyak

diproduksi untuk melakukan perannya sebagai makrofag dan imunologi (Brown,

1987).

Gambar 9 menunjukkan jumlah limfosit yang terdapat dalam perlakuan E.

Jumlah limfosit cenderung menurun dan meningkat kembali pada H21.

Peningkatan ini mungkin terjadi karena adanya meningkatnya aktifitas

pembelahan (proliferasi) sel-sel limfosit. Pembelahan ini dirangsang oleh adanya

bahan berupa ekstrak G.verrucosa yang ditambahkan ke dalam pakan. Nilai

trombosit dalam darah ikan lele dumbo perlakuan E meningkat setiap

samplingnya (Gambar 10). Pada Gambar 12 menunjukkan nilai jumlah neutrofil

yang menurun pada perlakuan E. Namun disisi lain terjadi peningkatan indeks

fagositik (Gambar 12). Hal ini mungkin saja terjadi. Diduga produksi sel neutrofil

dalam jumlah kecil belum tentu memperkecil efektifitas dari sel tersebut dalam

proses fagositosis serta adanya sel monosit yang juga berperan dalam proses

fagositosis menyebabkan tingginya nilai indeks fagositik dari perlakuan E.

Page 26: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

49

4.2.4 Gejala Klinis

Pengamatan gejala klinis adalah pengamatan kondisi eksternal dari tubuh

ikan lele dumbo setelah dilakukan penyuntikan bakteri A.hydrophila. Gejala klinis

ini dapat muncul pasca serangan bakteri patogen. Namun, dalam beberapa kasus

bakteri A.hydrophila dapat menyerang ikan lele dumbo tanpa disertai gejala klinis

terlebih dahulu atau serangan bakteri ini langsung menyebabkan kematian pada

ikan (Suyanto, 1983; Winton 2001). Hal ini disebabkan oleh kerusakan yang

mungkin terjadi sebagai infeksi lokal di tempat luka atau tempat serangan

penyakit (Stevenson, 1988).

Pada perlakuan A (0 g/kg), B (0,5 g/kg) dan E (2,0 g/kg) tidak menunjukkan

adanya gejala klinis ikan lele dumbo pasca penyuntikan bakteri A.hydrophila.

Namun, serangan A.hydrophila langsung menyebabkan kematian ikan lele dumbo.

Pada ikan yang terserang bakteri ini (perlakuan A) ditandai dengan munculnya

sedikit gejala klinis seperti, bercak-bercak putih pada tubuh dan kerusakan bagian

sirip ekor (Gambar 14 dan 15). Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh

Suyanto (1983) bahwa gejala penyakit akibat serangan A.hydrophila adalah

terjadinya pembengkakkan karena terkumpulnya cairan dalam jaringan tubuh

sehingga sisik tidak dapat merapat dan mengembang (rusak) serta timbulnya

bisul-bisul yang merusak permukaan kulit sampai daging.

Hal yang berbeda terjadi pada perlakuan C (1,0 g/kg) dan D (1,5 g/kg).

Jika pada perlakuan A, B, dan E serangan A.hydrophila tidak menyebabkan gejala

klinis, pada perlakuan C dan D serangan bakteri ini menyebabkan timbulnya

gejala klinis berupa radang, hemoragi dan tukak. Pasca penyuntikan bakteri

dengan konsentrasi 108 cfu/ml di bagian intramuscular, timbul adanya radang

pada daerah penyuntikan setelah 1 hari (Gambar 16). Radang ini kemungkinan

disebabkan oleh kerusakan jaringan limfomieloid sehingga ikan lele dumbo tidak

mampu meningkatkan mekanisme respon imunitasnya, baik seluler maupun

humoral.

Selain menimbulkan radang pada hari pertama pasca penyuntikan, pada

beberapa ikan perlakuan C dan D timbul gejala klinis berupa hemoragi (Gambar

17). Hemoragi adalah pendarahan atau keluarnya darah dari batas sistem

kardiovaskular dan keluarnya darah yang sebenarnya dari tubuh (Fabian, 1997).

Page 27: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

50

Dengan kata lain, bakteri masuk dan menempel pada dinding pembuluh darah

kemudian merusaknya sehingga pembuluh darah pecah dan darah keluar.

Selanjutnya, hemoragi akan berkembang menjadi nekrosis, zona berwarna merah

dan lebih rapuh (Abdullah, 2008).

Nekrosis akan berkembang menjadi tukak pada hari ke-2 pasca penyuntikan

A.hydrophila (Gambar 18). Menurut Runnels et al. (1965) tukak terjadi karena

matinya sel-sel luar lebih cepat daripada regenerasi dan pergantian sel baru.

Infeksi A.hydrophila menghasilkan toksin yang dapat merusak jaringan kulit.

Pada jaringan kulit inilah tempat infeksi pertama terjadi sebelum bakteri

menyebar ke seluruh jaringan yang lain (Bratawidjaja, 2006).

Ketiga gejala akibat infeksi A.hydrophila diatas sesuai dengan apa yang

diungkapkan oleh Suyanto (1983) bahwa gejala timbulnya penyakit Motile

Aeromonas Septicemia (MAS) adalah pendarahan pada berbagai organ, terjadinya

kerusakan pada pangkal sirip, timbulnya bisul-bisul dan rusaknya permukaan kulit

dan darah. Kerusakan-kerusakan ini dapat terjadi akibat bakteri A. hydrophila

memproduksi eksoenzim, seperti amilase, protease phospolipase, dan DNase

(Abeyta et al., 2001 ). Menurut Hidayat (2005) Aeromonas sp. memproduksi

berbagai produk, salah satunya adalah toksin yang dikeluarkan dalam bentuk

soluble sehingga dapat langsung menginfeksi sel. Selain itu, senyawa ini dapat

bertahan dipermukaan sel dan akan masuk ketika sel sudah mati. Aerolisin,

GCAT (glycerophospholipid: cholesterol acyltransferase) dan satu serine protease

merupakan tiga protein ekstraseluler yang erat kaitannya dengan patogenitas A.

hydrophila (Hayes, 2000 dalam Hidayat, 2005; Angka, 2001).

Pada ikan perlakuan B (0,5 g/kg) dan E (2,0 g/kg) sempat mengalami

peradangan pasca penyuntikan bakteri A.hydrophila. Namun peradangan yang

terjadi tidak terlalu besar. Keesokan harinya, radang tidak berkembang menjadi

hemoragi namun menunjukkan kesembuhan pada bagian radang. Selain itu, hal ini

juga terjadi pada perlakuan C (1,0 g/kg) dan D (1,5 g/kg) yang menunjukkan

adanya luka berupa tukak, pada hari ke-6 pengamatan mulai menunjukkan

kesembuhan (Gambar 19).

Kesembuhan yang terjadi disebabkan oleh adanya peningkatan aktivitas

antibodi dalam melawan serangan bakteri A.hydrophila sehingga bakteri yang

Page 28: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

51

ada dalam tubuh ikan lele dumbo tidak mampu berkembang lebih lanjut.

Peningkatan aktivitas sistem imun ini dirangsang oleh adanya bahan tambahan

(imunostimulan) yang dihasilkan oleh G.verrucosa berupa senyawa polisakarida

dan sumber komponen bioaktif yang mampu meningkatkan komponen sistem

imun pada ikan dan meningkatkan proteksi terhadap infeksi bakteri (Castro et al.,

2006; Winarno, 1996).

Peningkatan sistem imun dengan menggunakan imunostimulan dapat

dilihat dari aktivitas fagositik yang terjadi pada darah. Kesembuhan yang terjadi

pasca penyuntikan A.hydrophila diduga akibat dari meningkatnya aktivitas sel

fagosit dalam proses fagositosis bakteri yang terjadi dalam tubuh ikan lele dumbo.

Peningkatan proses fagositosis ini membuktikan bahwa sistem imun ikan lele

dumbo dengan penambahan ekstrak G.verrucosa berkembang dan bekerja dengan

baik sehingga sel-sel bakteri mampu dijerat dan dihancurkan melalui proses

tersebut (Tizard, 1988; Winton, 2001). Selain itu, penyembuhan ini juga terkait

dengan peranan trombosit dan fibrinogen yang berperan dalam proses

penggumpalan darah dan penutupan luka (Fujaya, 2002).

4.2.5 Organ Dalam Ikan Lele Dumbo

Pengamatan organ dalam dilakukan pasca penyuntikan bakteri A.hydrophila

yang menginfeksi ikan lele dumbo. Kematian secara akut, umumnya tidak

didahului oleh timbulnya gejala klinis. Namun, langsung menyebabkan kematian

secara masal dengan adanya kerusakan organ dalam. Bakteri A.hydrophila secara

akut menyerang organ dalam ikan sehingga gejala klinis tidak muncul. Kerusakan

organ dalam yang disebabkan oleh A.hydrophila terjadi pada hati, limpa dan

saluran pencernaan (Suyanto, 1983).

Pada perlakuan A (0 g/kg) kerusakan organ dalam terjadi sangat parah

dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 20). Ginjal ikan lele dumbo

nampak membesar dan berwarna merah tua. Hati berwarna merah pucat dengan

empedu berubah warna menjadi hijau kekuning-kuningan. Perubahan juga terlihat

pada saluran pencernaan. Lambung dan usus ikan lele dumbo nampak kosong dan

berlendir. Rongga perut dipenuhi cairan putih (lendir). Kerusakan ini akibat dari

adanya serangan bakteri A.hydrophila yang begitu cepat dan tidak diimbangi

Page 29: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

52

dengan peningkatan sistem imun atau aktifitas fagositik oleh organ-organ tersebut.

Hal ini disebabkan oleh tidak adanya rangsangan berupa bahan imunostimulan

yang mampu meningkatkan respon kekebalan tubuh (sistem imun). Sehingga

bakteri yang ada terus berkembang pesat menyerang organ tersebut, aktivitas dari

organ terganggu dan akhirnya menyebabkan kematian.

Kerusakan organ yang terjadi pada perlakuan B (0,5 g/kg) tidak begitu besar

(Gambar 21). Ginjal masih berwarna merah segar. Hal ini menandakan bahwa

ginjal mampu mengadakan perlawanan terhadap serangan A.hydrophila. Ginjal

merupakan organ yang berperan penting dalam pembentukan sistem imun. Pada

ikan, bagian anterior ginjal merupakan bagian yang terpenting dalam formasi sel

darah dan fungsi sistem imun. Suplai darah ke ginjal terjadi secara perlahan,

melalui sistem katup ginjal (renal portal system) sampai terjadi pembentukan

antigen (Shoemaker et al., 2001).

Selain itu, proses ini menghasilkan konsentrasi melanomakrofag atau sel

imun sebagai pusat dari pembentukan makrofag, limfosit dan plasma sel. Karena

hal inilah ginjal ikan perlakuan B tidak menunjukkan perubahan warna dan

bentuk. Diduga ginjal aktif memproduksi sel imun yang dapat menghancurkan

atau melindungi dari serangan bakteri A.hydrophila. Aktivitas yang terjadi pada

ginjal untuk meningkakan pembentukan sel imun dirangsang oleh adanya bahan

imunostimulan dari ekstrak G.verrucosa. Hati ikan perlakuan B menunjukkan

warna merah pucat dan empedu ikan tersebut menunjukkan warna hijau kekuning-

kuningan. Lambung dan usus ikan nampak kosong namun tidak berlendir

(Gambar 21).

Pada perlakuan C (1,0 g/kg) warna dan bentuk ginjal mengalami perubahan

(Gambar 22 dan Tabel 4), yaitu menjadi merah tua dan ukuran membesar untuk

ginjal serta merah pucat dan membesar untuk hati. Organ hati bertanggung jawab

dalam produksi komponen fase akut protein (acute-phase proteins) contohnya C-

reactive protein, yang berperan penting dalam resistensi alami hewan (Shoemaker

et al., 2001). Warna empedu berubah menjadi hijau kekuning-kuningan pada

perlakuan C. Namun, pada saluran pencernaan hanya sedikit terjadi perubahan.

Lambung ikan lele dumbo masih dalam keadaan penuh pakan. Sedikit kerusakan

terjadi pada usus, pada organ ini tidak ditemukan pakan namun justru terjadi

Page 30: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

53

pembengkakan. Diduga hal ini dapat terjadi karena serangan A.hydrophila

menghambat kerja saluran pencernaan. Sehingga pakan yang masuk ke dalam

tubuh tidak dapat dicerna di usus. Sedangkan organ reproduksi (gonad) tidak

mengalami perubahan.

Kerusakan organ yang terjadi pada perlakuan D (1,5 g/kg) umumnya sama

dengan kerusakan yang terjadi pada perlakuan C. Perbedaannya dapat dilihat pada

organ empedu dan lambung. Organ empedu berwarna hijau dan lambung ikan lele

dumbo nampak kosong. Sedangkan organ gonad nampak normal. Terganggunya

fungsi organ hati dan empedu setelah infeksi terjadi akibat meningkatnya kerja

hati untuk mengumpulkan, mengubah, menimbun metabolik-metabolik dan

menetralkan serta menghilangkan zat-zat toksin (Dharma, 1982). Hal ini

membuktikan bahwa pasca penyuntikan bakteri terjadi kerusakan organ dalam

hati dan empedu yang ditandai dengan adanya perubahan warna dan bentuk.

Perubahan warna cairan empedu menjadi kuning atau hijau kekuning-

kuningan pada ikan lele dumbo diduga karena zat warna bilirubin, yaitu suatu

pigmen empedu (Brown, 1987) dan biliverdin cepat dioksidasi menjadi urobilin

(berwarna kuning) atau disebabkan oleh gangguan pada organ hati yang

menghambat pembongkaran hemoglobin eritrosit menjadi hemin, Fe dan globin

sehingga produksi hemin sebagai zat asal warna empedu menurun (Hafsah, 1994

dalam Abdulah, 2008). Kerusakan yang terjadi pada perlakuan E (2,0 g/kg)

umumnya sama dengan kerusakan yang terjadi pada perlakuan lainnya. Ginjal

berwarna merah tua, hati merah pucat dan empedu berwarna hijau. Saluran

pencernaan berupa lambung penuh dengan pakan dan usus kosong. Organ gonad

terjadi terlihat normal, yaitu berwarna putih.

Kerusakan pada organ dalam terjadi akibat infeksi lokal (Stevenson, 1988),

serangan bakteri menyebabkan adanya perubahan atau kerusakan dari kerja organ

tersebut sehingga organ tersebut tidak bekerja pada batas yang normal.

Terganggunya kerja organ berpengaruh terhadap fungsi dari organ tersebut. Organ

dalam tidak dapat melakukan fungsinya dengan baik sehingga serangan bakteri

mampu melumpuhkan (merusak) organ tersebut yang pada akhirnya

menyebabkan kematian ikan lele dumbo.

Page 31: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

54

4.2.6 Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup (Gambar 25) tertinggi terdapat pada perlakuan

C (1,0 g/kg) dan D (1,5 g/kg) sedangkan tingkat kelangsungan hidup terendah

terdapat pada perlakuan A (0 g/kg). Pengamatan tingkat kelangsungan hidup (SR)

dilakukan selama 7 hari pasca penyuntikan bakteri A.hydrophila. Nilai SR

berhubungan dengan serangan bakteri A.hydrophila yang mampu menginfeksi

ikan lele dumbo selama perlakuan (kemampuan bakteri untuk menyebabkan

kematian ikan). Nilai SR yang tinggi pada perlakuan C dan D, yaitu sebesar

93,33% menunjukkan bahwa ikan mampu melakukan perlawanan terhadap

serangan bakteri A.hydrophila.

Menurut Bratawidjaja (2006) imunostimulan adalah suatu bahan yang dapat

meningkatkan kekebalan organisme terhadap infeksi patogen, dengan

meningkatkan mekanisme respon imun non spesifik seperti sistem fagositik.

Dalam hal ini ekstrak G.verrucosa dimanfaatkan sebagai bahan imunostimulan

yang berperan dalam sistem imun ikan lele dumbo (Anggadiredja et al., 2006;

Zatnika, 1988; Guangce W, 2002; Widiastuti, 2001). Dalam ekstrak G.verrucosa

terdapat komponen agar dan karaginan yang di dalamnya mengandung senyawa

polisakarida yang dibentuk oleh gula netral dan gula asam yang dapat

dimanfaatkan sebagai imunostimulan (Anggadiredja, 2006).

Tingkat kelangsungan hidup ikan yang tinggi pada perlakuan C dan D

disebabkan oleh pemanfaatan bahan imunostimulan yang baik (optimal) dalam

tubuh ikan lele dumbo. Sehingga proses biologis meningkat seiring dengan

peningkatan sistem imun terhadap infeksi bakteri sehingga kematian ikan dapat

ditekan karena terjadi perlawanan terhadap infeksi bakteri. Selain berperan dalam

peningkatan sistem imun, rumput laut G.verrucosa juga berperan dalam

metabolisme dan aktivitas biologis karena memiliki komponen bioaktif (Winarno,

1996). Dengan kata lain, bahan imunostimulan dari ekstrak G.verrucosa mampu

memperbaiki metabolisme dan aktivitas biologis pada ikan lele dumbo.

Perlakuan A (0 g/kg) menunjukkan nilai SR yang rendah dibandingkan

dengan perlakuan B, C, D dan E. Perlakuan A merupakan perlakuan tanpa

penambahan bahan imunostimulan (ekstrak G.verrucosa). Dari fenomena ini

dapat dibuktikan bahwa penambahan bahan imunostimulan dapat memberikan

Page 32: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Uji Patogenitas ... · Pengamatan LD-50 dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati pascapenyuntikan bakteri A.hydrophila.

55

atau meningkatkan kekebalan tubuh terhadap infeksi bakteri. Selain itu, SR

perlakuan tanpa penambahan bahan imunostimulan yang rendah dapat

membuktikan bahwa tidak terjadi proses metabolisme dan aktivitas biologi yang

baik dalam tubuh ikan lele dumbo sehingga serangan bakteri penyebab kematian

tidak dapat ditekan.

4.2.7 Kualitas Air

Kualitas air dapat mempengaruhi ketahanan tubuh ikan dan tumbuh atau

tidaknya suatu penyakit (Taufik, 1984). Kualitas air juga merupakan suatu

komponen yang berperan dalam penyebab stres pada ikan. Kondisi lingkungan

yang tidak sesuai dengan kebutuhan ikan uji dapat menyebabkan stres yang akan

mempermudah serangan (perkembangan) bakteri A.hydrophila (Plump, 2001).

Kisaran suhu yang diukur pada penelitian ini berkisar antara 28 – 30 °C.

kisaran ini masih termasuk dalam kisaran optimum bagi pemeliharaan ikan lele

dumbo, yaitu antara 25 – 30 °C (Soetomo, 1989). Menurut Nabib dan Pasaribu

(1989) perubahan suhu akan mempengaruhi mekanisme pertahanan dan

pembentukan antibodi, dapat menyebabkan stres pada ikan yang akan

mempengaruhi kesehatan ikan. Suhu berperan dalam pertumbuhan ikan, semakin

rendah suhu maka metabolisme semakin rendah sehingga berdampak pada

rendahnya pertumbuhan ikan (Suyanto, 1995).

Kandungan oksigen terlarut yang diukur selama penelitian menunjukkan

kisaran 5,2 – 6,9 mg/l. Kisaran ini masih dapat ditolerir karena masih dalam batas

yang optimum. Menurut Taufik (1984) kadar oksigen yang optimum bagi

pemeliharaan harus berada pada kisaran 6,5 - 12,5 mg/l. Kisaran pH yang terukur

selama penelitian berkisar antara 5,42 – 6,89. Kisaran pH optimum bagi

pemeliharaan ikan lele dumbo adalah 5 – 9 (Najiyati, 2002). Terbukti bahwa nilai

pH selama penelitian masih berada pada kisaran optimum bagi ikan lele dumbo.

Kandungan amoniak nitrogen selama penelitian berkisar antara 0,22 – 0,57

mg/l. Kisaran ini dinilai masih berada pada kisaran optimum bagi kelangsungan

hidup ikan lele dumbo. Konsentrasi amoniak antara 1,2 – 2 ppm dapat

menyebabkan kematian pada ikan. Boyd (1982) menyatakan proporsi amoniak

total akan meningkat dengan meningkatnya suhu dan pH.