IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi...

20
19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Letak Geografis dan Topografi Desa Penelitian Desa Batur merupakan salah satu desa yang sebagian besar penduduknya bertani. Di Desa Batur terdapat 2 golongan petani yaitu petani organik dan petani non organik. Jumlah penduduk Desa Batur sampai tahun 2014 adalah sebanyak 6.878 jiwa yang terdiri dari 3.633 laki-laki dan 3.235 perempuan, dengan jumlah kepala keluarga 4.848 KK. Desa Batur secara administrasi termasuk dalam wilayah Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Desa Batur memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah Utara : Desa Sumogawe b. Sebelah Selatan : Gunung Merbabu c. Sebelah Barat : Desa Kopeng d. Sebelah Timur : Desa Tajuk Secara geografis, Desa Batur memiliki data orbitrasi (jarak dari pusat pemerintahan) sebagai berikut: a. Jarak dari Pusat Kecamatan Getasan : 3km b. Jarak dari Pusat Kabupaten Semarang : 30km c. Jarak dari Pusat Provinsi Jawa Tengah : 35km d. Jarak dari Pusat Ibu Kota Jakarta : 200km Berdasarkan data monografi tahun 2014, luas Desa Batur adalah 1.081,750Ha yang terbagi menjadi 19 dusun yang terdiri dari 19 RW, dan 55 RT. Luas tanah tersebut digunakan untuk berbagai keperluan baik jalan, ladang, pemukiman, bangunan umum, pemakaman, dan peternakan. Desa Batur mempunyai keadaan tanah yang masuk dalam golongan dataran tinggi dengan ketinggian 1.200m 2 diatas permukaan laut, sedangkan suhu rata-rata yang dimiliki adalah 17 o C dengan curah hujan sebesar 2.500mm/th.

Transcript of IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi...

Page 1: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Letak Geografis dan Topografi Desa Penelitian

Desa Batur merupakan salah satu desa yang sebagian besar penduduknya

bertani. Di Desa Batur terdapat 2 golongan petani yaitu petani organik dan petani

non organik. Jumlah penduduk Desa Batur sampai tahun 2014 adalah sebanyak

6.878 jiwa yang terdiri dari 3.633 laki-laki dan 3.235 perempuan, dengan jumlah

kepala keluarga 4.848 KK. Desa Batur secara administrasi termasuk dalam

wilayah Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Desa

Batur memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Desa Sumogawe

b. Sebelah Selatan : Gunung Merbabu

c. Sebelah Barat : Desa Kopeng

d. Sebelah Timur : Desa Tajuk

Secara geografis, Desa Batur memiliki data orbitrasi (jarak dari pusat

pemerintahan) sebagai berikut:

a. Jarak dari Pusat Kecamatan Getasan : 3km

b. Jarak dari Pusat Kabupaten Semarang : 30km

c. Jarak dari Pusat Provinsi Jawa Tengah : 35km

d. Jarak dari Pusat Ibu Kota Jakarta : 200km

Berdasarkan data monografi tahun 2014, luas Desa Batur adalah

1.081,750Ha yang terbagi menjadi 19 dusun yang terdiri dari 19 RW, dan 55 RT.

Luas tanah tersebut digunakan untuk berbagai keperluan baik jalan, ladang,

pemukiman, bangunan umum, pemakaman, dan peternakan. Desa Batur

mempunyai keadaan tanah yang masuk dalam golongan dataran tinggi dengan

ketinggian 1.200m2 diatas permukaan laut, sedangkan suhu rata-rata yang dimiliki

adalah 17oC dengan curah hujan sebesar 2.500mm/th.

Page 2: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

20

4.1.2. Keadaan Tanah dan Luas Lahan

Luas keseluruhan Desa Batur adalah 1.081,750Ha. Penggunaan lahan Desa

Batur dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Luas dan Penggunaan Lahan Desa Batur

Bentuk penggunaan lahan Luas (Ha) Persentase (%)

Pemukiman, bangunan umum 380 35,13

Jalan, makam 173 15,99

Tegalan 321 29,67

Tanah kritis, tanah bengkok 102 9,43

Tanah Negara 105,750 9,78

Jumlah 1.081,750 100 Sumber: Data Monografi Desa Batur, 2014

Dari Tabel 4.1. diketahui bahwa lahan di Desa Batur pada tahun 2014 masih

banyak yang belum digunakan, masih milik Negara. Namun pada tahun 2016 ini

tanah Negara tersebut sudah banyak dimiliki oleh Penduduk Desa Batur dan

digunakan untuk bercocok tanam menanam sayuran. Penggunaan lahan paling

banyak digunakan untuk tempat pemukiman dan bagunan umum yaitu sebesar

389ha atau 35,13%, sedangkan untuk sarana bercocok tanam terbilang masih luas

yaitu menempati urutan kedua setelah pemukiman umum sebesar 321ha atau

29,67%. Hal ini terbukti, dikarenakan mayoritas mata pencaharian penduduk

didaerah Desa Batur adalah sebagai petani sayuran.

4.1.3. Keadaan Pertanian

Lokasi penelitian yaitu Desa Batur, jenis tanaman yang diusahakan petani

adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada hujau, selada merah, brokoli,

seledri, daun bawang, dan masih banyak lagi jenis sayuran lainnya. Para petani di

Desa Batur menggunakan pola tanam tumpangsari agar dapat menghasilkan hasil

panen yang berlimpah, meskipun memiliki lahan yang tidak begitu luas. Menurut

Paimin (1991), menyatakan bahwa bagi petani yang menanam sayuran sebagai

penghasilan keluarga, pola tanam menggunakan sistem tumpangsari memang

menguntungkan. Dengan melakukan tumpangsari bersama tanaman lain yang

dapat memberikan penghasilan bagi petani selama menunggu hasil sayuran

lainnya. Pertanian di Desa Batur memiliki pola pergiliran usahatani yang

cenderung tetap setiap tahunnya.

Page 3: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

21

4.2. Gambaran Umum Usahatani Brokoli dan Selada Hijau

4.2.1. Tahapan Budidaya Brokoli dan Selada Hijau

Berikut ini adalah tahapan dalam budidaya brokoli dan selada hijau. Proses

budidaya dimulai dari persiapan media persemaian sampai dengan panen. Di

tempat penelitian, semua tahapan dalam proses budidaya dilakukan, tetapi hanya

proses pembibitan yang tidak semua petani lakukan. Alasan dari proses

pembibitan tidak dilakukan oleh petani karena ketersediaan waktu untuk

melakukan proses pembibitan tersebut. Untuk tahapan proses budidaya yang

lainnya semua petani melakukannya sesuai dengan prosedur yang sudah

ditetapkan oleh Kelompok Tani Bangkit Merbabu.

Gambar 2. tahapan proses budidaya

Gambar 4.1. Tahapan budidaya brokoli dan selada hijau

Rata-rata bedengan yang digunakan petani adalah 10 m x 1m. dalam 1

bedengan terdapat 2 jenis tanaman yang diusahakan. Tanaman yang diusahakan

adalah brokoli dan selada hijau. Jarak tanam untuk brokoli adalah 40cm x 40cm,

sedangkan untuk selada adalah 20cm x 20cm. Pengaturan tanamannya yaitu

selada hijau berada di antara brokoli. Bentuk pola tanam usahatani brokoli dan

selada hijau berbentuk segitiga. Gambaran petak lahan usahatani brokoli dan

selada hijau dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Page 4: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

22

Gambar 4.2. Petak Lahan Brokoli dan Selada Hijau

4.2.2. Penggunaan Sarana Produksi

Penggunaan pupuk kandang dalam proses budidaya selada hijau adalah 50%

dan untuk budidaya brokoli adalah sebesar 50% dari total pupuk yang digunakan

oleh petani dalam sekali musim tanam. Karena setiap kali menanam selada selalu

dilakukan penambahan pupuk kandang, sehingga pupuk kandang yang digunakan

sama. Selada bisa ditanam 2 kali dalam setiap 1 musim tanam brokoli, dan pupuk

yang digunakan untuk budidaya selada hijau yang ke 2 dilakukan penambahan.

Maka dari itu, biaya pupuk yang dikeluarkan untuk brokoli dan selada hijau tidah

berbeda jauh. Bibit yang digunakan dalam proses budidaya brokoli dan selada

hijau didapat dari tempat pembibitan. Ada beberapa petani yang membibitkan

sendiri. Alasan petani membeli bibit ditempat pembibitan karena tidak ada waktu

untuk melakukan proses pembibitan.

Penggunaan mulsa yang dilakukan petani dalam budidaya brokoli dan

selada hijau adalah bersamaan, tetapi untuk biaya mulsa tidak semuanya masuk

dalam biaya penggunaan saprodi untuk brokoli, melainkan 25% dari total biaya

mulsa masuk kedalam biaya selada hijau. Alasannya yaitu karena 25% dari total

luasan lahan yang dimiliki petani digunakan untuk budidaya selada hijau dan 75%

digunakan untuk budidaya brokoli.

Penggunaan tenaga kerja, untuk brokoli ada 6 orang dan untuk selada hijau

ada 4 orang. Tenaga kerja yang digunakan dalam proses budidaya adalah tenaga

kerja dalam keluarga. Tenaga kerja yang digunaan pada proses mencangkul lahan

untuk brokoli dan selada hijau dilakukan secara bersama-sama, sehingga akan

meminimalkan tenaga kerja yang digunakan dalam proses tersebut. Begitu pula

dengan proses pemeliharaan yang dilakukan bersama-sama.

Page 5: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

23

4.2.3. Gambaran Pola Tanam

Semua petani menerapkan pola tanam tumpangsari dalam budidaya sayuran

organik. Pola tanam tumpangsari ini bertujuan untuk memaksimalkan penggunaan

tiap bedengan agar lebih efektif, untuk memutus siklus hama, dan menghindari

terjadinya kompetisi hara. Selain itu petani memilih pola tanam tumpangsari, agar

dapat dilakukan pemanenan secara berkala dalam satu luasan lahan dan

mendapatkan pendapatan usahatani secara lebih rutin.

Petani memilih menanam brokoli dan selada hijau karena brokoli memiliki

harga jual tinggi meskipun masa tanam yang cukup panjang yaitu kurang lebih

selama 3 bulan, sedangkan selada hijau dipilih karena komoditi ini memiliki umur

tanam yang pendek yaitu kurang lebih 2 bulan, dan juga komoditi ini bisa tumbuh

berdampingan dengan brokoli tanpa petani harus mengusahakan tambahan pupuk

dan yang lainnya dalam jumlah yang relatif banyak untuk menanam komoditi ini.

Gambaran pola tanam usahatani sayuran organik dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Gambaran Pola Tanam Usahatani Sayuran Organik

komoditas Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Brokoli V - V V V - V V V - V V

Selada Hijau V V V - V V V - V V V V

Keterangan: (V) = tanam, (-) = bero

4.3. Karakteristik Responden

4.3.1. Umur

Umur merupakan usia petani sejak dilahirkan hingga saat penelitian

dilakukan. Berdasarkan pada data hasil penelitian yang telah dilakukan,

diketahui bahwa distribusi responden berdasarkan usia memiliki keragaman

yang cukup tinggi dimana mayoritas responden memiliki usia rata-rata dibawah

45-54 tahun dengan persentase mencapai 43,33% (13 orang) dari total 30 orang

responden yang ada. Sementara persentase terkecil responden ialah pada kisaran

usia ≥65 tahun dengan persentase sebesar 6,67% (2 orang) dari jumlah total

responden. Gambaran keseluruhan distribusi responden berdasarkan usia

responden dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Page 6: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

24

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Umur (tahun) Jumlah Sampel

Frekuensi (orang) Persentase (%)

35-44 9 30

45-54 13 43.33

55-64 6 20

≥65 2 6.67

Total 30 100

Rata-rata usia 47

Sumber: Analisis Data Primer, 2016

4.3.2. Jenis Kelamin

Gambaran keseluruhan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin Jumlah sampel

Frekuensi (orang) Persentase (%)

Laki-laki 21 70

Perempuan 9 30

Total 30 100

Sumber: Analisis data primer, 2016

Berdasarkan Tabel 4.4, dapat diambil kesimpulan bahwa dari total 30

orang responden yang ada, sebagian besar dari responden adalah berjenis kelamin

laki-laki dengan persentase se3besar 70% (21 orang), sementara sisanya yaitu

30% (9 orang) adalah responden dengan jenis kelamin perempuan.

4.3.3. Pendidikan

Pendidikan merupakan pendidikan formal petani terakhir yang pernah

ditempuh.

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Jumlah Sampel

Frekuensi (orang) Persentase (%)

SD 15 50

SMP 8 26,67

SMA 7 23,33

Total 30 100

Rata-rata Pendidikan SD

Sumber: analisis data primer, 2016

Page 7: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

25

Berdasarkan Tabel 4.5, responden dengan tingkat pendidikan SD paling

mendominasi yaitu sebanyak 15 orang (50%). Responden dengan tingkat

pendidikan SMP sebanyak 8 orang (26,67%), dan SMA yaitu 7 orang (23,33%).

Sedangkan responden yang tidak menempuh pendidikan formal yaitu 0 orang

(0%). Wahyuniarti (2011) dalam penelitiannya mendapatkan responden dengan

lama pendidikan 6 tahun mendominasi dari seluruh responden. Hal ini dapat

diartikan kebanyakan responden menempuh jenjang pendidikan hanya sampai

jenjang Sekolah Dasar (SD).

4.3.4. Luas Lahan Usahatani

Luas usahatani merupakan luas penguasaan lahan usahatani baik milik

sendiri atau kontrak lahan.

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Luas Usahatani

Luas Usahatani (ha) Jumlah Sampel

Frekuensi (orang) Persentase (%)

<0,1 3 10,00

0,1-0,14 15 50,00

0,15-0,2 11 36,67

>0,2 1 3,33

Jumlah 30 100,00

Rata-rata 0,123

Sumber: analisis data primer, 2016

Tabel 4.6, menunjukkan mayoritas respoden memiliki luas usahatani dengan

luas 0,1-0,14ha sebanyak 15 orang (50%). Responden dengan luas lahan usahatani

0,15-0,2ha sebanyak 11 orang (36,67%), responden yang memiliki luas lahan

usahatani <0,1ha adalah 3 orang (10%), sedangkan responden dengan luas

usahatani dengan luas lahan >0,2ha ada 1 orang (3,33%). Lahan yang dimaksud

meliputi lahan sewa maupun kepemilikan sendiri yang ditanami sayuran organik.

4.4. Analisis Usahatani

Menurut Rukmana (2000), analisis usahatani dapat memberikan gambaran

mengenai besarnya biaya yang diperlukan dan besarnya pemasukkan serta

keuntungan yang diperoleh dalam usahatani sayuran organik. Pada bagian ini,

diuraikan mengenai analisis usahatani brokoli dan selada hijau organik dalam

satuan rupiah per hektar yang dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Page 8: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

26

Tabel 4.7. Analisis Biaya Usahatani Brokoli dan Selada Hijau

Jenis Usahatani Brokoli Usahatani Selada Hijau

Produktivitas (Kg/Ha/Th) 15.691,05 40.799,46

Harga Jual (Rp/Kg) 10.000 8.000

Penerimaan (Rp/Ha/Th) 156.910.500 326.395.680

Biaya (Rp/Ha/Th)

Pupuk kandang 12.441.920 12.411.924

Bibit 9.087.263 86.487.805

Mulsa 6.141.373 6.240.741

Total biaya 27.640.560 105.140.470

Pendapatan (Rp/Ha/Th) 129.269.940 221.225.210

Sumber: analisis data primer, 2016

Pada Tabel 4.7, biaya usahatani selada hijau lebih tinggi dibandingkan biaya

usahatani brokoli. Selada hijau memiliki biaya yang cukup tinggi dibandingkan

dengan brokoli dikarenakan, selada hijau dapat ditanam 10 kali dalam satu tahun

sedangkan brokoli hanya 3 kali dalam satu tahun, sehingga biayanya akan lebih

tinggi. Menurut Paimin (1991), mengatakan besarnya penerimaan diperoleh dari

hasil kali produktivitas dengan harga. Berdasarkan hasil perhitungan dari Tabel

4.7 diketahui rata-rata penerimaan usahatani brokoli Rp156.910.500/ha/th dan

selada hijau Rp326.395.680/ha/th. Hal ini disebabkan pada harga jual brokoli

Rp10.000/kg lebih tinggi dibandingkan harga jual selada hijau Rp8.000. Menurut

Mandaka dan Hutagaol (2005) pendapatan merupakan selisih antara penerimaan

dengan biaya selama kurun waktu tertentu. Berdasarkan Tabel 4.7 usahatani

brokoli memiliki pendapatan Rp129.269.940/ha/th dan pendapatan usahatani

selada hijau adalah Rp221.225.210/ha/th. Hal ini dikarenakan penerimaan

usahatani brokoli lebih rendah dibandingkan dengan penerimaan usahatani selada

hijau. Menurut Wijaya, dkk (2012) pendapatan brokoli adalah

Rp104.476.608,9/ha/th. Pendapatan brokoli ditempat penelitian lebih tinggi

karena harga brokoli di tempat penelitian lebih tinggi dari pada harga brokoli

menurut Wijaya. Menurut Anonim (2016c) pendapatan selada hijau adalah

Rp150.500.550/ha/th. Pendapatan selada hijau ditempat penelitian lebih tinggi

daripada Rp150.500.550/ha/th karena produksi dan harga ditempat penelitian

lebih tinggi dan biayanya juga lebih rendah.

Menurut Anonim (2016c), produktivitas tanaman selada secara monokultur

dapat mencapai 15-20 ton per hektar per musim. Pada kenyataannya produktivitas

selada hijau di Dusun Kaliduren adalah 53.799,46kg/ha/th (53,799ton/ha/th).

Page 9: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

27

Tanaman Selada ini biasanya ditanam oleh petani di Dusun kaliduren sebanyak 10

kali dalam 1 tahun, sehingga produktivitas selada hijau sebesar 5.977,72kg/ha/th

(5,977ton/musim). Produktivitas selada yang ada tidak sesuai dengan referansi

yang ada, produktivitas yang didapat oleh petani hanya 0,33 (1/3) dari

produktivitas menurut Anonim (2016c). Hal tersebut bisa terjadi karena tanaman

selada hijau ditanam secara tumpangsari, sehingga produksinya tidak maksimal

dan populasi tanamannya tidak sebanyak yang ditanam secara monokultur.

Produktivitas brokoli di Dusun Kaliduren adalah sebesar 21.691,05kg/ha/th

(21,691ton/ha/th). Tanaman brokoli biasanya ditanam 3 kali dalam 1 tahun,

sehingga produktivitas brokoli dalan 1 kali musim tanam adalah

7.230,35kg/ha/musim (7,230ton/ha/musim). Produktivitas brokoli tersebut tidak

sesuai dengan pendapat dari Salsacahyani (2014) yang menyebutkan bahwa secara

umum, produktivitas brokoli per hektar per musim adalah 15-40 ton, tetapi

produksi brokoli sangat bergantung pada varietas tanaman dan populasi tanaman

per satuan luas lahan. Hal ini terjadi karena tanaman brokoli ditanam secara

tumpangsari, sehingga hasil yang diperoleh tidak maksimal. Produktivitas brokoli

yang ada di Dusun Kaliduren hanya mencapai kurang lebih 0,5 (1/2) dari hasil

yang seharusnya diperoleh sesuai dengan pendapat Salsacahyani (2014). Referensi

produktivitas brokoli tersebut adalah produktivitas brokoli secara monokultur.

4.5. Analisis Risiko Produksi

Risiko merupakan kemungkinan kejadian yang akan menimbulkan dampak

kerugian. Dalam menjalankan suatu bisnis, setiap keputusan selalu mengandung

risiko. Oleh karena itu perlu adanya suatu kegitan yang harus dilakukan untuk

meminimalkan sebuah risiko. Adanya risiko produksi dapat mempengaruhi

produktivitas sayuran menjadi rendah dan berakibat pada pendapatan petani yang

akan semakin kecil, jika hal ini tidak ditangani maka dapat berakibat fatal bagi

petani. Pada penelitian ini risiko produksi yang akan dibahas adalah risiko

produksi brokoli dan selada hijau.

Pada dasarnya dari hasil wawancara yang dilakukan, risiko yang sering

dihadapi petani adalah kondisi cuaca yang tidak menentu, serangan hama dan

penyakit, sehingga menyebabkan pendapatan para anggota kelompok tani menjadi

Page 10: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

28

menurun. Kelompok Tani Bangkit Merbabu dalam menjalankan kegiatan

usahanya menghadapi beberapa risiko, salah satu risiko yang dihadapi adalah

risiko produksi. Risiko produksi ini menyebabkan fluktuasi produksi sayuran

organik, sehingga akan mempengaruhi penerimaan kelompok. Dimana, semakin

tinggi risiko produksi yang dihadapi kelompok maka tingkat penerimaan akan

semakin kecil. Risiko produksi yang dibahas dalam penelitian ini adalah risiko

produksi pada tanaman brokoli dan selada hijau.

4.5.1. Perhitungan Produktivitas dan Pendapatan Tertinggi, Normal, dan

Terendah

Tabel 4.8 menunjukkan perhitungan produktivitas dan pendapatan tertinggi,

normal dan terendah untuk menghitung peluang. Peluang tertinggi, normal dan

terendah diukur dari proporsi frekuensi atau berapa kali kelompok pernah

mencapai produktivitas tertinggi, terendah atau normal selama periode siklus

produksi berlangsung. Pada tahap awal ditentukan nilai pada tingkat normal

berdasarkan nilai rata-rata produktivitas dan pendapatan dari 30 sampel petani,

dan selanjutnya nilai diatas nilai rata-rata dikategorikan sebagai nilai tinggi dan

nilai yang berada di bawah rata-rata dikatakan rendah. Dengan adanya

produktivitas dan pendapatan yang berubah-ubah maka peluang perusahaan

memperoleh produktivitas dan pendapatan tertinggi, normal dan terendah dapat

diamati dengan mempertimbangkan periode waktu selama proses produksi

berlangsung.

Tabel 4.8. Produktivitas dan Pendapatan Tertinggi, Normal, dan Rendah Pada

Usahatani Brokoli dan Selada Hijau

Komoditas Produktivitas (kg/ha/Th) Pendapatan (Rp/ha/Th)

Kategori Jumlah % Kategori Jumlah %

Brokoli Tinggi > 1957,77 18 0,60 Tinggi >201.325.167 18 0,60

Normal = 1957,77 0 0,00 Normal =201.325.167 0 0,00

Rendah < 1957,77 12 0,40 Rendah <201.325.167 12 0,40

Selada hijau Tinggi > 5317 16 0,53 Tinggi >348.427.500 16 0,53

Normal = 5317 0 0,00 Normal =348.427.500 0 0,00

Rendah < 5317 14 0,47 Rendah <348.427.500 14 0,47

Sumber: Analisis Data Primer, 2016

Pada Tabel 4.8 menjelaskan tentang peluang tinggi, rendah dan normal yang

terjadi pada komoditas brokoli dan selada hijau. Pada tabel tersebut juga dapat

Page 11: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

29

dilihat produktivitas dan pendapatan tertinggi, normal dan terendah, berdasarkan

jumlah, dan presentase dari setiap komoditas masing-masing. Tarigan (2009)

menyebutkan bahwa peluang produktivitas dan pendapatan tertinggi dilihat dari

tingkat peluang produktivitas dan pendapatan yang paling tinggi, normal dilihat

dari peluang produktivitas dan pendapatan yang sering terjadi selama berusahatani

sedangkan terendah dilihat dari peluang produktivitas dan pendapatan yang paling

rendah. Tabel 4.8 menunjukan presentase peluang paling tinggi adalah peluang

dengan kategori tinggi, dan berdasarkan perhitungan data yang diperoleh melalui

wawancara dengan petani untuk brokoli, nilai produktivitas paling tinggi sebesar

2.779,17kg/ha, normal sebesar 2.223,33kg/ha dan terendah sebesar 741,11kg/ha,

sedangkan untuk pendapatan tertinggi sebesar Rp293.125.000, normal sebesar

Rp148.366.667, dan terendah sebesar Rp71.766.667. Untuk selada hijau nilai

produktivitas tertinggi sebesar 8.000kg/ha, normal sebesar 4.444 kg/ha dan rendah

sebesar 2.222kg/ha, sedangkan dari segi pendapatan nilai tertinggi sebesar

Rp440.533.333, normal sebesar Rp198.000.000 dan terendah sebesar

Rp103.833.333.

4.5.2. Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas menggunakan

Analisis Spesialisasi

Penilaian risiko spesialisasi adalah penilaian risiko pada masing-masing

komodias, dilihat berdasarkan produktivitas dan pendapatan kotor brokoli dan

selada hijau. Penilaian risiko produksi dan pendapatan dapat dihitung

menggunakan variance, standard deviation, dan coeffisient variation. Variance

dan standard deviation merupakan ukuran absolut dan tidak mempertimbangkan

risiko dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan (Expected return).

Untuk mempertimbangkan aset dengan return yang diharapkan berbeda, petani

dapat menggunakan coeffisien variation. Coefficient variation merupakan ukuran

yang sangat tepat bagi pengambilan keputusan khususnya dalam memilih salah

satu alternatif dari berbagai kegiatan usahatani dengan mempertimbangkan risiko

yang dihadapi dari setiap kegiatan usahatani untuk setiap return yang diperoleh.

Pada Tabel 4.9 dapat dilihat mengenai risiko usahatani brokoli dan selada

hijau yang diperoleh berdasarkan produktivitas pada tahun 2015.

Page 12: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

30

Tabel 4.9. Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas pada Analisis

Spesialisasi Brokoli dan Selada Hijau

Komoditas Produktivitas

Expected return Variance St. Deviation CV

Brokoli 1.061,02 179.876,38 424,12 0,40

Selada hijau 2.471,98 835.226,63 913,91 0,37

Sumber: Analisis Data Primer, 2016

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4.9 diatas dapat diketahui bahwa

penilaian risiko produksi diperoleh nilai variance berbanding lurus dengan

standard deviation yaitu jika nilai variance tinggi maka nilai standard deviation

juga akan tinggi. Hal ini dapat dilihat pada nilai variance dan standard deviation

tertinggi dari dua komoditi yang dikaji terdapat pada usahatani selada hijau yaitu

835.226,63 dan 913,91. Nilai variance dan standard deviation usahatani brokoli

yaitu 179.876,38 dan 424,12.

Sembiring (2010) mengatakan bahwa, pada dasarnya pengukuran risiko bisa

dilakukan menggunakan standard deviation dan variance namun pengukuran ini

tidak bisa menghasilkan pengukuran yang tepat dan akurat karena pengukuran ini

hanyalah pengukuran absolut dan tidak mempertimbangkan risiko dalam

hubungannya dengan hasil yang diharapkan. Coefficient variation adalah ukuran

yang sangat tepat dalam pengambilan keputusan khususnya dalam memilih

alternatif dari berbagai kegiatan usaha dengan mempertimbangkan risiko yang

dihadapi dari setiap kegitan usahatani untuk setiap produksi dan pendapatan yang

diperoleh. Semakin besar nilai coefficient variation maka semakin besar pula

risiko yang dihadapi oleh petani dalam mengusahakan usahatani yang dilakukan.

Pada Tabel 4.9 dapat dilihat nilai coefficient variation komoditi brokoli lebih

tinggi yaitu 40% yang artinya jika petani menghasilkan tanaman brokoli sebesar

1kg maka risiko yang dihadapi sebesar 40%. Jadi, hasil yang dapat diperoleh

adalah 60% brokoli. Sedangkan coefficient variation selada hijau adalah 37%

yang artinya jika perusahaan menghasilkan selada hijau 1kg maka risiko yang

dihadapi sebesar 37%. Jadi, hasil yang didapat adalah 63% selada hijau. Hal

tersebut sesuai dengan penelitian Sembiring (2010) yang menyatakan coefficient

variation brokoli paling tinggi dibandingkan komoditas dari caisin, sawi putih,

dan tomat. Dan berbeda dengan penelitian Taringan (2009) yang menyatakan

Page 13: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

31

bahwa coefficient variation brokoli lebih rendah dibandingkan dengan coefficient

variation bayam hijau.

Informasi di lapangan menunjukkan bahwa tanaman brokoli sangat rentan

terhadap cuaca serta hama penyakit. Hal ini disebabkan karena kondisi cuaca yang

tidak pasti, sehingga mengakibatkan produktivitas tanaman brokoli mengalami

risiko yang tinggi. Salah satu penyakit yang sering menyerang brokoli adalah ulat

hijau, hama ini akan menyebabkan penurunan produksi atau gagal panen.

Semakin besar nilai koefisien variasi maka semakin tinggi tingkat risiko yang

dihadapi oleh perusahaan dalam mengusahakan sayuran tersebut.

4.5.3. Penilaian Risiko Berdasarkan Pendapatan menngunakan Analisis

Spesialisasi

Penilaian risiko spesialisasi dapat juga diukur berdasarkan pendapatan yang

diperoleh dari setiap produksi yang dihasilkan selama proses produksi

berlangsung. Pendapatan adalah selisih dari penerimaan usahatani dengan

pengeluaran, penerimaan tersebut berasal dari penjualan sayuran organik

sedangkan pengeluaran merupakan biaya total yang digunakan selama proses

produksi. Penilaian risiko produksi berdasarkan pendapatan dapat dilihat pada

Tabel 4.10.

Tabel 4.10. Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan Pada Analisis

Spesialisasi Brokoli dan Selada Hijau

Komoditas Pendapatan

Expected Return Variance St. Deviasi CV

Brokoli 113.713.841 1.936.812.397.379.040 44.009.231 0,39

Selada hijau 180.498.778 5.608.459.186.747.540 74.889.647 0,41

Sumber: Analisis Data Primer Tahun 2016

Pada Tabel 4.10 dapat dilihat coefficient variation berdasarkan pendapatan

dari sayuran brokoli dan selada hijau dimana, nilai coefficient variation tertinggi

berdasarkan pendapatan terdapat pada komoditas selada hijau yaitu sebesar 41%

yang artinya dalam satu kali penen setiap satu rupiah yang diterima akan

menghasilkan risiko sebesar 41%, sehingga pendapatan yang diterima sebesar

59% pendapatan yang dihasilkan untuk komoditas selada hijau. Sedangkan

Page 14: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

32

coefficient variation yang diperoleh komoditas brokoli yaitu sebesar 39% yang

artinya dalam satu kali penen setiap satu rupiah yang diterima akan menghasilkan

risiko sebesar 39%, sehingga pendapatan yang diterima sebesar 61% pendapatan

yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan penelitian Sembiring (2010) yang

menyatakan bahwa coefficient variation brokoli memiliki nilai tertinggi

dibandingkan dengan komoditas yang lainnya. Semakin besar nilai coefficient

variation maka akan semakin tinggi risiko yang dihadapi. Selain itu juga hasil

perhitungan ini sesuai dengan penelitian Taringan (2009) yang menyatakan bahwa

nilai coefficient variation brokoli paling rendah dibandingkan dengan nilai

coefficient variation komoditas lainnya.

4.5.4. Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas menggunakan

Analisis Diversifikasi

Diversifikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan

mengkombinasikan minimal dua aset yang bertujuan untuk mengurangi risiko.

Dengan melakukan diversifikasi maka risiko produksi yang dihadapi petani

dinamakan risiko portofolio dimana menurut Weston dan Capeland (1992), teori

portofolio merupakan teori modern mengenai pengambilan keputusan dalam

situasi ketidakpastian, tujuannnya adalah untuk memilih kombinasi yang optimal

dari usaha-usaha yang dimiliki, dalam arti memberikan hasil tertinggi yang

mungkin diharapkan bagi setiap tingkat risiko, atau tingkat risiko terendah bagi

setiap hasil yang diharapkan. Pada penilaian risiko diversifikasi digunakan

beberapa ukuran risiko diantaranya variance, standard deviation dan juga

coefficient variation (Elton dan Gruber,1995). Pada penelitian ini diversifikasi

dilakukan pada dua komoditas sayuran organik yaitu brokoli dan selada hijau.

Berikut adalah perbandingan diversifikasi produksi pada kedua komoditas yang

diteliti.

Pada kegiatan diversifikasi akan dilakukan penggabungan beberapa

komodias yang nantinya akan digunakan untuk perbandingan dalam menentukan

diversifikasi yang paling tepat untuk usahatani yang dilakukan oleh petani.

Page 15: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

33

Tabel 4.11. Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas pada

Brokoli, Selada Hijau dan Diversifikasi Brokoli-Selada Hijau

Ukuran Brokoli Selada hijau Diversifikasi

Expected Return 1.061,02 2.471,98 1.413,76

Variance 179.876,38 835.226,63 118.139.275.751,00

STDV 424,12 913,91 546,57

CV 0,40 0,37 0,39

Sumber: Analisis Data Primer Tahun 2016

Pada Tabel 4.11. dapat dilihat perbandingan risiko produksi bedasarkan

produktivitas yang dihadapi petani jika mengusahakan brokoli, selada hijau, dan

diversifikasinya. Dari nilai coefficient variation nya menunjukan bahwa risiko

brokoli-selada hijau sebesar 39%, hal ini berarti dalam satu kali penen setiap satu

kg yang dihasilkan dalam usahatani brokoli-selada hijau akan menghasilkan risiko

sebesar 39%, sehingga hasil yang diperoleh petani sebesar 61%. Jika dilihat

perbandingan antara risiko spesialisasi brokoli dan selada hijau, risiko terendah

adalah risiko selada hijau, sehingga diversifikasi brokoli-selada hijau bisa

digunakan dalam usahatani sayuran organik, namun hal ini tidak dapat

menghilangkan keseluruhan risiko, karena diversifikasi memang dapat

mengurangi risiko tetapi tidak dapat menghilangkan risiko seluruhnya menjadi

nol.

4.5.5. Penilaian Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan menggunakan

Analisis Diversifikasi

Pada kegiatan diversifikasi akan dilakukan penggabungan beberapa

komodias yang nantinya akan digunakan untuk perbandingan dalam menentukan

diversifikasi yang paling tepat untuk Kelompok Tani Bangkit Merbabu. Risiko

produksi berdasarkan pendapatan pada kegiatan diversifikasi dapat dilihat pada

Tabel 4.12.

Tabel 4.12. Perbandingan Risiko Produksi Berdasarkan Pendapatan pada Brokoli,

Selada Hijau dan diversifikasi Brokoli-Selada Hijau Ukuran Brokoli Selada hijau Portofolio

Expected Return 113.713.841 180.498.778 130.410.075

Variance 1.936.812.397.379.040 5.608.459.186.747.540 17.006.787.661.505.600

STDV 44.009.231 74.889.647 51.729.335

CV 0,39 0,41 0,40

Sumber: Analisis Data Primer Tahun 2016

Page 16: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

34

Pada Tabel 4.12, dapat diketahui bahwa perbandingan risiko produksi

berdasarkan pendapatan yang diperoleh petani jika mengusahakan brokoli dan

selada hijau serta diversifikasinya. Dari nilai coefficient variation menunjukan

bahwa risiko diversifikasi brokoli-selada hijau sebesar 40%, hal ini berarti dalam

satu kali penen setiap satu rupiah yang dihasilkan dalam usahatani brokoli-selada

hijau akan menghasilkan risiko sebesar 40%, sehingga hasil yang diperoleh petani

sebesar 60%. Dari nilai coefficient variation juga dapat diketahui untuk setiap

nilai pendapatan yang diperoleh petani, risiko diversifikasi brokoli-selada hijau

lebih tinggi dari risiko spesialisasi brokoli dan lebih rendah dari risiko spesialisasi

selada hijau.

4.6. Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas dan Pendapatan pada

Analisis Spesialisasi dan Diversifikasi

Tabel 4.13 menjelaskan nilai risiko pada analisis spesialisassi dan diversifikasi.

Tabel 4.13. Risiko Produksi Berdasarkan Produktivitas dan Pendapatan pada

Analisis Spesialisasi dan Diversifikasi

Usahatani Produktivitas Pendapatan

Brokoli 0,40 0,39

Selada Hijau 0,37 0,41

Brokoli + Selada Hijau 0,39 0,40

Sumber: Analisis Data Primer, 2016

Dilihat dari Tabel 4.13, dapat dikatakan bahwa risiko produksi berdasarkan

produktivitas adalah risiko produksi selada hijau paling rendah dibandingkan

dengan risiko produksi brokoli dan diversifikasinya. Hal tersebut terjadi karena

brokoli memiliki waktu yang lama dalam produksinya dibandingkan dengan

selada hijau. Sedangkan jika dilihat berdasarkan pendapatan, risiko produksi

brokoli paling rendah dibandingkan dengan risiko produksi selada hijau dan

diversifikasinya. Hal tersebut terjadi karena harga jual brokoli lebih tinggi

dibandingkan dengan harga jual selada hijau. Diversifikasi tersebut tidak bisa

menghilangkan risiko produksi seluruhnya.

Menurut Sembiring (2010), risiko produksi brokoli secara monokultur

berdasarkan produktivitas adalah 54%, sedangkan risiko produksi brokoli

berdasarkan pendapatan adalah 80%. Risiko produksi yang dihadapi petani di

tempat penelitian tidak terlalu besar, karena risiko produksinya lebih kecil dari

Page 17: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

35

risiko produksi yang diperoleh dari referensi yaitu sebesar 40%<54%, dan

39%<80%. Menurut Putri (2011), risiko produksi brokoli secara monokultur

berdasarkan produktivitas adalah 56%; dan berdasarkan pendapatan adalah 74%.

Risiko produksi tersebut lebih tinggi dari risiko produksi yang dihadapi oleh

petani di tempat penelitian karena produktivitas brokoli yang diterima dan harga

dari komoditas brokoli lebih tinggi dibandingkan pada penelitiannya Putri (2011).

4.7. Faktor-Faktor Penyebab Risiko Produksi dan Alternatif untuk

Mengatasi Risiko Produksi

4.7.1. Faktor Penyebab Risiko Produksi

Faktor-faktor yang menjadi penyebab munculnya risiko pada budidaya

sayuran organik komoditas brokoli dan selada hijau, sebagai berikut:

Gambar 4.3. Faktor-Faktor Penyebab Risiko Produksi

a. Ulat

Ulat merupakan salah satu hama yang paling banyak menyerang sayuran

yang diusahakan oleh petani. Ulat tersebut menyerang semua jenis tanaman.

Semua petani mengalami serangan hama ulat yang menyerang tanaman sayuran

yang mereka usahakan. Menurut Sukamto (2014) serangan hama penyakit

merupakan salah satu faktor yang dihadapi oleh perusahaan dalam

membudidayakan sayuran organik, hal ini disebabkan karena karakteristik

sayuran organik yang rentan terhadap hama penyakit dan akan berdampak

terhadap produksi yang dihasilkan. Hama yang sering menyerang sayuran

organik adalah ulat tritip (Plutella maculipennis) sedangkan penyakit yang sering

meyerang sayuran adalah bercak daun dan busuk daun.

Page 18: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

36

b. Air

Air merupakan salah satu faktor penyebab risiko produksi. Sebagian petani

mengalami kendala dalam memenuhi kebutuhan air bersih dalam proses budidaya

sayuran organik. Petani mengalami kesulitan air bersih saat musim kemarau

berlangsung, padahal air bersih merupakan salah satu faktor pendukung dalam

proses budidaya sayuran organik. Kekurangan air menyebabkan produksinya

akan menurun. Ketersediaan air berpengaruh besar terhadap kelangsungan hidup

tanaman. Sukamto (2014) menyebukan air dibutuhkan mulai dari proses

penanaman hingga produksi dalam budidaya sayuran.

c. Bibit/Benih

Ada beberapa petani yang sulit mendapatkan bibit sayuran. Karena tidak

semua bibit sayuran yang dijual bisa ditanam dilahan yang sudah disiapkan. Bibit

yang dibutuhkan adalah bibit yang unggul. Salah satu cirri bibit yang unggul

adalah tahan terhadap hama dan penyakit, serta cuaca.

Beberapa petani menggunakan benih dari toko pertanian. Benih yang dibeli

merupakan benih yang mengandung bahan-bahan kimia, tetapi petani disana

melakukan perlakuan khusus untuk menghilangkan bahan-bahan kimia yang ada

didalam benih tersebut.

Minimnya benih organik disebabkan karena institusi penghasil benih

(kelompok tani atau perusahaan benih) belum memproduksi benih organik. Oleh

karena itu benih yang digunakan oleh petani organik, saat ini pada umumnya

masih berupa benih konvensional (Anonim, 2016b).

d. Cuaca

Cuaca merupakan faktor yang paling mempengaruhi budidaya sayuran

organik. jika pada musim kemarau sayuran yang dihasilkan akan menjadi jelek

dan hasil produksi tidak sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan oleh

kelompok. Sehingga petani akan mengalami kerugian karena harganya menjadi

rendah.

Kondisi cuaca sulit diprediksi, sedangkan cuaca sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan sayuran hingga produksi. Curah hujan yang sesuai untuk sayuran

organik adalah curah hujan yang rendah, dikarenakan tanaman pada curah hujan

yang rendah tidak rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Sedangkan curah

Page 19: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

37

hujan yang tinggi akan menyebabkan produktivitas sayuran menurun dikarenakan

tanaman rentan terhadap penyakit. Sehingga akan berdampak kepada hasil

produksi yang tidak optimal (Sukamto, 2014).

4.7.2. Alternatif Untuk Menangani Risiko Produksi

Gambar 4.4. Alternatif Penanganan Risiko Produksi

Alternatif penanganan risiko produksi yang dilakukan oleh petani adalah

dengan melakukan diversivikasi tanaman dan penggunaan greenhouse.

a. Peningkatan penggunaan pestisida organic/nabati

Penggunaan pestisida nabati meripakan salah satu alternatif yang dilakukan

oleh petani sayur organik. pestisida nabati tersebut digunakan untuk

menanggulangi risiko produksi yang disebabkan oleh hama dan penyakit atau

ulat. Pestisida yang digunakan adalah pestisida yang dibuat sendiri oleh

petani yang berbahan dasar rempah-rempah. Ada beberapa petani yang tidak

menggunakan pestisida nabati. Petani yang tidak menggunakan pestisida

nabati, menangani hama ulat dengan cara manual, yaitu mengambil satu per

satu ulat yang ada ditanaman. Hal tersebut tidak efisien, sehingga perlu

ditingkatkan lagi dalam penggunaan pestisida nabatinya.

b. Penggunaan greenhouse

Penggunaan greenhouse merupakan salah satu alternatif dalam menangani

risiko produksi yang dilakukan oleh petani. Petani yang menggunakan

greenhouse ada 25 dan yang tidak menggunakan ada 5 petani. Bahan yang

24

15

30

0

5

10

15

20

25

30

35

peningkatan penggunaanpestisida nabati

Greenhouse mempertahankandiversifikasi

Page 20: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14917/4/T1_522012012_BAB IV... · adalah tanaman sayuran seperti sawi sendok, selada

38

digunakan untuk greenhouse adalah banbu dan plastik. Tujuan penggunaan

greenhouse adalah untuk mengurangi serangan hama dan penyakit,

melindungi tanaman dari cuaca yang tidak menenti, serta membuat tanaman

tidak kekurangan air disaat musim kemarau. Dengan penggunaan greenhouse

pada saat musim kemarau membuat petani tidak berkali-kali dalam menyiram

tanaman. Hal tersebut bisa mengurangi penggunaan tenaga kerja dalam

proses pemeliharaan. Greenhouse merupakan bangunan utama dalam

kegiatan produksi beberapa komoditas yang diusahakan oleh anggota

Kelompok Tani Bangkit Merbabu.

Greenhouse memiliki fungsi yang berperan dalam keberhasilan produksi

sayuran organik. Fungi greenhouse adalah untuk menstabilkan pengaruh

cuaca, angin, hujan dan serangan hama penyakit yang berasal dari

lingkungan eksternal. Begitu green house mengalami kerusakan maka

fungsinya untuk mengisolasi lingkungan yang kondusif didalam greenhouse

tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu, dalam meminimalisir risiko

terhadap curah hujan yang tinggi, dengan membangun greenhouse sehingga

persentase keberhasilan sayuran dapat dicapai secara optimal (Sukamto,

2014).

c. Mempertahankan Diversifikasi Tanaman

Diversifikasi tanaman yang dilakukan oleh petani yaitu dengan cara

melakukan tumpangsari. Salah satu kegiatan tumpangsari yang dilakukan

oleh petani adalah tumpangsari komoditas brokoli dan selada hijau. Tujuan

petani melakukan tumpangsari atau diversifikasi tanaman adalah untuk

mengurasi risiko produksi yang dialami oleh petani. Petani akan tetap

melakukan diversifikasi tanaman dan tidak akan menerapkan monokultur

dalam budidaya sayuran organiknya sebagai upaya dalam mengurangi risiko

produksi.