ITS Undergraduate 24095 Paper 438923

6
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1 AbstrakPenelitian kultur jaringan tembakau (Nicotiana tabacum L. var. Prancak-95) bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP terhadap induksi morfogenesis daun tanaman tembakau (Nicotiana tabacum L.) var. Prancak 95. Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama konsentrasi NAA yang terdiri dari 6 level meliputi 0 ppm; 0,1 ppm; 0,2 ppm; 0,3 ppm; 0,4 ppm; dan 0,5ppm. Faktor kedua adalah konsentrasi BAP yang terdiri dari 5 level meliputi 0 ppm; 1 ppm; 2 ppm; 3 ppm; dan 4ppm. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan kombinasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP berpengaruh terhadap jumlah tunas dan akar. Proliferasi tunas tertinggi diperoleh pada perlakuan NAA 1 ppm dan BAP 4 ppm (rata- rata 52,5 tunas/eksplan), sedangkan proliferasi akar tertinggi diperoleh pada perlakuan NAA 0,3 ppm dan BAP 0 ppm (rata- rata 6,5 akar/eksplan). Kalus yang didapatkan dominan berwarna putih dan tekstur kompak. Kata KunciNicotiana tabacum L. var. Prancak 95, NAA, BAP, Kalus, Kultur jaringan tumbuhan I. PENDAHULUAN EMBAKAU adalah tanaman musiman yang tergolong dalam tanaman perkebunan. Tanaman ini tersebar di seluruh nusantara dan mempunyai kegunaan yang sangat banyak, antara lain yaitu chlorogenic acid dan rutin yang terkandung dalam daun tembakau bermanfaat sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas (Wang et al, 2008). Komoditi tembakau mempunyai arti yang cukup penting, tidak hanya sebagai sumber pendapatan bagi para petani, tetapi juga bagi Negara. Keistimewaan dan manfaat yang besar dari tembakau mengakibatkan kebutuhan tembakau di Indonesia meningkat. Salah satu upaya untuk menunjang keadaan di atas maka perlu adanya budidaya tembakau. Salah satu tembakau yang sering dikembangkan adalah tembakau Madura. Pada saat ini tembakau Madura yang berkembang sebagai bahan baku rokok adalah var. Prancak 95 dan Cangkring 95 (Basuki et al., 1999). Tembakau var. Prancak 95 berasal dari hasil pemuliaan seleksi massa terhadap varietas lokal dari prancak yang berasal dari desa prancak. Keunggulan tembakau var. Prancak 95 adalah memiliki sifat hasil sedang, mutu tinggi, aromanya khas, kadar nikotin rendah, tahan terhadap penyakit lanas dan sesuai ditanam di lahan tegal dan gunung, serta produktivitasnya meningkat 20% setiap tahun (Suwarso et al, 1996). Salah satu usaha untuk mempertahankan varietas tanaman adalah dengan teknik kultur jaringan. Manfaat kultur jaringan yaitu diperoleh sifat fisiologi dan morfologi tanaman yang sama persis dengan tanaman induknya (Hendaryono, 1994), sehingga menghomogenkan tanaman tembakau yang khas di Madura. Untuk menunjang keberhasilan kultur jaringan maka perlu diperhatikan faktor faktor yang mempengaruhi keberhasilan kultur jaringan. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah zat pengatur tumbuh. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) merupakan senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung, menghambat, dan dapat mengubah proses fisiologi tumbuhan. Fungsi ZPT tersebut adalah untuk merangsang pertumbuhan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ (Gunawan, 1987). Salah satu jenis auksin sintetik yang sering digunakan adalah NAA (Naphthalene Acetic Acid) karena NAA mempunyai sifat lebih stabil dari pada IAA (Fitrianti, 2006). Sedangkan sitokinin yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah BAP, karena BAP lebih tahan terhadap degradasi dan harganya lebih murah. Penggunaan zat pengatur tumbuh tersebut bila digunakan dengan konsentrasi rendah akan merangsang dan mempercepat proses pertumbuhan tanaman, dan sebaliknya bila digunakan dalam jumlah besar / konsentrasi tinggi akan menghambat pertumbuhan bahkan dapat mematikan tanaman. Untuk itu perlu dikaji penggunaan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang paling efektif dalam merangsang morfogenesis tanaman tembakau. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Ali (2007) yang menggunakan dua varietas tembakau yang berbeda, didapatkan hasil bahwa Nicotiana tabacum L. var. SPTG-172 berhasil menginduksi kalus dan tunas pada kombinasi medium MS dengan penambahan 2 ppm BAP dan 0,2 ppm NAA. Sedangkan untuk varietas yang lain yaitu Nicotiana tabacum L. var. K- 399 berhasil menginduksi kalus dan tunas pada kombinasi 1 ppm BAP dan 0,2 ppm NAA. Mengacu pada penelitian Ali (2007) maka dilakukan penelitian menggunakan zat pengatur tumbuh NAA dengan kisaran 0 ppm; 0,1 ppm ; 0,2 ppm ; 0,3 ppm ; 0,4 ppm ; 0,5 ppm sedangkan BAP dengan kisaran 0 ppm; 1 ppm ; 2 ppm ; 3 ppm ; 4 ppm. Tujuan utama penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh kombinasi konsentrasi NAA dan BAP terhadap induksi morfogenesis daun tanaman tembakau (Nicotiana Pengaruh Kombinasi konsentrasi ZPT NAA dan BAP pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotiana tabacum var. Prancak 95 Nisak K., Tutik Nurhidayati., dan Kristanti I. Purwani Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected] T

description

its

Transcript of ITS Undergraduate 24095 Paper 438923

  • JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

    1

    Abstrak Penelitian kultur jaringan tembakau (Nicotiana tabacum L. var. Prancak-95) bertujuan untuk mengetahui

    pengaruh kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh NAA dan

    BAP terhadap induksi morfogenesis daun tanaman tembakau

    (Nicotiana tabacum L.) var. Prancak 95. Penelitian ini disusun

    dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari 2 faktor.

    Faktor pertama konsentrasi NAA yang terdiri dari 6 level

    meliputi 0 ppm; 0,1 ppm; 0,2 ppm; 0,3 ppm; 0,4 ppm; dan

    0,5ppm. Faktor kedua adalah konsentrasi BAP yang terdiri dari 5

    level meliputi 0 ppm; 1 ppm; 2 ppm; 3 ppm; dan 4ppm.

    Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan

    kombinasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP berpengaruh

    terhadap jumlah tunas dan akar. Proliferasi tunas tertinggi

    diperoleh pada perlakuan NAA 1 ppm dan BAP 4 ppm (rata- rata

    52,5 tunas/eksplan), sedangkan proliferasi akar tertinggi

    diperoleh pada perlakuan NAA 0,3 ppm dan BAP 0 ppm (rata-

    rata 6,5 akar/eksplan). Kalus yang didapatkan dominan

    berwarna putih dan tekstur kompak.

    Kata Kunci Nicotiana tabacum L. var. Prancak 95, NAA, BAP, Kalus, Kultur jaringan tumbuhan

    I. PENDAHULUAN

    EMBAKAU adalah tanaman musiman yang tergolong

    dalam tanaman perkebunan. Tanaman ini tersebar di

    seluruh nusantara dan mempunyai kegunaan yang sangat

    banyak, antara lain yaitu chlorogenic acid dan rutin yang

    terkandung dalam daun tembakau bermanfaat sebagai

    antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas (Wang et al,

    2008). Komoditi tembakau mempunyai arti yang cukup

    penting, tidak hanya sebagai sumber pendapatan bagi para

    petani, tetapi juga bagi Negara. Keistimewaan dan manfaat

    yang besar dari tembakau mengakibatkan kebutuhan tembakau

    di Indonesia meningkat. Salah satu upaya untuk menunjang

    keadaan di atas maka perlu adanya budidaya tembakau.

    Salah satu tembakau yang sering dikembangkan adalah

    tembakau Madura. Pada saat ini tembakau Madura yang

    berkembang sebagai bahan baku rokok adalah var. Prancak 95

    dan Cangkring 95 (Basuki et al., 1999). Tembakau var.

    Prancak 95 berasal dari hasil pemuliaan seleksi massa terhadap

    varietas lokal dari prancak yang berasal dari desa prancak.

    Keunggulan tembakau var. Prancak 95 adalah memiliki sifat

    hasil sedang, mutu tinggi, aromanya khas, kadar nikotin

    rendah, tahan terhadap penyakit lanas dan sesuai ditanam di

    lahan tegal dan gunung, serta produktivitasnya meningkat 20%

    setiap tahun (Suwarso et al, 1996).

    Salah satu usaha untuk mempertahankan varietas tanaman

    adalah dengan teknik kultur jaringan. Manfaat kultur jaringan

    yaitu diperoleh sifat fisiologi dan morfologi tanaman yang

    sama persis dengan tanaman induknya (Hendaryono, 1994),

    sehingga menghomogenkan tanaman tembakau yang khas di

    Madura. Untuk menunjang keberhasilan kultur jaringan maka

    perlu diperhatikan faktor faktor yang mempengaruhi

    keberhasilan kultur jaringan. Salah satu faktor yang

    berpengaruh adalah zat pengatur tumbuh.

    Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) merupakan senyawa organik

    bukan hara, yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung,

    menghambat, dan dapat mengubah proses fisiologi tumbuhan.

    Fungsi ZPT tersebut adalah untuk merangsang pertumbuhan

    morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ (Gunawan,

    1987). Salah satu jenis auksin sintetik yang sering digunakan

    adalah NAA (Naphthalene Acetic Acid) karena NAA

    mempunyai sifat lebih stabil dari pada IAA (Fitrianti, 2006).

    Sedangkan sitokinin yang sering digunakan dalam kultur

    jaringan adalah BAP, karena BAP lebih tahan terhadap

    degradasi dan harganya lebih murah.

    Penggunaan zat pengatur tumbuh tersebut bila digunakan

    dengan konsentrasi rendah akan merangsang dan mempercepat

    proses pertumbuhan tanaman, dan sebaliknya bila digunakan

    dalam jumlah besar / konsentrasi tinggi akan menghambat

    pertumbuhan bahkan dapat mematikan tanaman. Untuk itu

    perlu dikaji penggunaan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang

    paling efektif dalam merangsang morfogenesis tanaman

    tembakau. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Ali (2007)

    yang menggunakan dua varietas tembakau yang berbeda,

    didapatkan hasil bahwa Nicotiana tabacum L. var. SPTG-172

    berhasil menginduksi kalus dan tunas pada kombinasi medium

    MS dengan penambahan 2 ppm BAP dan 0,2 ppm NAA.

    Sedangkan untuk varietas yang lain yaitu Nicotiana tabacum

    L. var. K- 399 berhasil menginduksi kalus dan tunas pada

    kombinasi 1 ppm BAP dan 0,2 ppm NAA. Mengacu pada

    penelitian Ali (2007) maka dilakukan penelitian menggunakan

    zat pengatur tumbuh NAA dengan kisaran 0 ppm; 0,1 ppm ;

    0,2 ppm ; 0,3 ppm ; 0,4 ppm ; 0,5 ppm sedangkan BAP dengan

    kisaran 0 ppm; 1 ppm ; 2 ppm ; 3 ppm ; 4 ppm.

    Tujuan utama penelitian ini yaitu untuk mengetahui

    pengaruh kombinasi konsentrasi NAA dan BAP terhadap

    induksi morfogenesis daun tanaman tembakau (Nicotiana

    Pengaruh Kombinasi konsentrasi ZPT NAA dan

    BAP pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotiana

    tabacum var. Prancak 95 Nisak K., Tutik Nurhidayati., dan Kristanti I. Purwani

    Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

    Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

    E-mail: [email protected]

    T

  • JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

    2

    tabacum L.) var. Prancak 95. Dengan diketahuinya konsentrasi

    NAA dan BAP yang efektif terhadap pertumbuhan eksplan

    pada kultur in vitro daun tembakau (Nicotiana tabacum L.)

    var. Prancak 95 diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif

    teknik budidaya untuk percepatan perbanyakan bagi tanaman

    tembakau (Nicotiana tabacum L.) dengan teknik kultur

    jaringan.

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tanaman Tembakau

    Tembakau dalam susunan taksonomi termasuk family

    Solanaceae dan genus Nicotiana (Ochse et al., 1961 dalam

    Basuki et al., 1999). Tembakau var. Prancak 95 merupakan

    salah satu varietas tembakau Madura. Varietas ini bertipe

    tumbuh tegak, habitus tanaman berbentuk kerucut, tinggi

    tanaman pendek sampai sedang. Setiap ketiak daun terdapat

    tunas yang berpotensi tumbuh menjadi sirung (sucker). Bentuk

    daun bulat telur atau elips dan tepi daun rata dan halus, jarak

    internodus lebih panjang dari N2. Jumlah daun 12-18 lembar,

    umur berbunga 54-74 hari, umur panen 84-104 hari.

    Keunggulan tembakau var. Prancak 95 adalah memiliki sifat

    hasil sedang, indeks mutu tinggi, aromanya khas, kadar nikotin

    rendah berkisar 0,5-3,5%, sangat tahan terhadap penyakit lanas

    dan sesuai ditanam di lahan tegal dan gunung. Varietas ini

    memiliki nilai komersial cukup tinggi untuk dikembangkan

    oleh industri (Suwarso, 2008).

    Tembakau Madura (Nicotiana tabacum L.) melakukan

    penyerbukan sendiri (self polination). Metode pemuliaan

    tanaman yang dapat digunakan adalah yang sesuai untuk

    tanaman menyerbuk sendiri (Suwarso, 1999). Mengingat

    tanaman yang ada di petani sangat heterogen, maka pemuliaan

    tanaman tembakau Madura disusun bertahap. Tahap pertama

    dimulai dengan perbaikan populasi tanaman petani sehingga

    diperoleh bahan genetik yang seragam. Tahap berikutnya

    memanfaatkan bahan genetik tersebut untuk persilangan guna

    mendapatkan kombinasi sifat yang baik.

    Teknik kultur jaringan merupakan metode yang tepat

    untuk perbanyakan tanaman tembakau dalam waktu yang

    relatif lebih cepat dan dengan kualitas unggul. Salah satu

    perbanyakan tanaman tembakau secara in vitro yang efisien

    adalah dengan mengkulturkan organ yaitu eksplan dari daun

    muda tembakau (Hendaryono, 1994).

    B. Zat Pengatur Tumbuh

    Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik komplek

    alami yang disintesis oleh tanaman tingkat tinggi, yang

    berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

    ZPT yang sering digunakan pada kultur jaringan yaitu auksin

    dan sitokinin. Jika konsentrasi auksin lebih besar daripada

    sitokinin maka akar akan tumbuh, dan bila konsentrasi

    sitokinin lebih besar daripada auksin maka tunas akan tumbuh.

    Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang

    diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara

    endogen, menentukan arah perkembangan suatu kultur

    (Gunawan, 1995).

    Metode Mohr merupakan kunci keberhasilan dalam kultur

    jaringan. Berikut ini tabel kombinasi ZPT auksin sitokinin

    dalam metode Mohr.

    Auksin

    Auksin adalah salah satu hormon tumbuh yang tidak

    terlepas dari proses pertumbuhan dan perkembangan suatu

    tanaman. Pengaruh auksin terhadap perkembangan sel

    menunjukkan adanya indikasi bahwa auksin dapat menaikkan

    tekanan osmotik, meningkatkan sintesa protein, meningkatkan

    permeabilitas sel terhadap air, dan melunakkan dinding sel

    yang diikuti menurunnya tekanan dinding sel sehingga air

    dapat masuk ke dalam sel yang disertai dengan kenaikan

    volume sel (Hendaryono, 1994).

    Sitokinin

    Sitokinin merupakan nama kelompok hormon tumbuh yang

    sangat penting sebagai pemacu pertumbuhan dan morfogenesis

    dalam kultur jaringan. Bentuk dasar dari sitokinin adalah

    adenin (6-amino purin). Adenin merupakan bentuk dasar

    yang menentukan terhadap aktivitas sitokinin. Di dalam

    senyawa sitokinin, panjang rantai dan hadirnya suatu double

    bond dalam rantai tersebut, akan meningkatkan aktivitas zat

    pengatur tumbuh ini (Abidin, 1985 dalam Fitrianti, 2006).

    Salah satu sitokinin sintetik yang mempunyai aktivitas tinggi

    dalam memacu pembelahan sel dalam kultur jaringan tanaman

    adalah 6-Benzil Amino Purine (BAP).

    III. URAIAN PENELITIAN

    A. Tahap Persiapan

    Semua peralatan baik alat pembuatan media (botol kultur)

    dan alat inokulasi eksplan (cawan petri, scalpel blade, gunting

    eksplan, pinset, kertas saring, dll) disterilisasi dengan autoklaf

    dengan suhu 121oC tekanan 1,5 atm selama 15 menit

    (Nugroho, 2004). Laminair Air Flow (LAF) disemprot dengan

    alkohol 70% dan alat-alat yang dimasukkan ke dalam LAF

    juga harus disemprot dengan alkohol 70%. Ruang tanam

    disterilisasi dengan sinar UV selama 1 jam sebelum LAF

    digunakan. Ketika LAF digunakan maka sinar UV harus

    dimatikan dan blower dihidupkan (Fitrianti, 2006).

    Sterilisasi permukaan eksplan daun ini ada 2 tahap yaitu

    sterilisasi tahap I yang dilakukan di ruang persiapan dan

    sterilisasi tahap II yang dilakukan di LAF. Sterilisasi tahap I

    Tabel 1.

    Kombinasi perbandingan ZPT auksin dan sitokinin dalam metode Mohr

    (Mohr dan Schopfer, 1978 dalam Hendaryono, 1994).

    ZPT Dosis kombinasi perbandingan ZPT (ppm)

    Sitokinin 0 1 2 3 4 5

    Auksin 5 4 3 2 1 0

    Hasil

    pertumbuhan Akar saja Akar dan Tunas Tunas saja

    Tabel 2.

    Respon Callogenesis eksplan daun tembakau Nicotiana tabacum L. var

  • JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

    3

    meliputi: Daun tembakau muda (daun kedua sampai ketiga

    dari pucuk) diambil dari green house dibilas dengan air

    mengalir hingga bersih. Sedangkan sterilisasi tahap II meliputi:

    Daun tembakau dimasukkan ke dalam 70 % etanol selama 0,5

    menit. Kemudian dibilas dengan aquades steril selama 5 menit.

    Potongan daun tembakau disterilisasi dengan 1% sodium

    hypochlorite (Bayclin ) selama 10 menit. Kemudian

    dibilas tiga kali dengan aquades steril selama 5 menit sebanyak

    3 kali sambil digojog. Selanjutnya eksplan diambil dengan

    pinset dan ditiriskan pada kertas saring. (Fowke, et al., 1983).

    B. Inokulasi Eksplan

    Proses inokulasi dilakukan di laminar air flow dengan

    kondisi aseptik. Alat-alat inokulasi ditata didalam laminar air

    flow. Setiap alat tersebut dicelupkan ke dalam alkohol 70%

    dan dipanaskan di atas nyala api bunsen selama 1-2 menit.

    Daun Nicotiana tabacum L. dikeluarkan dari botol sterilisasi

    dan diletakkan pada cawan petri steril yang telah dilapisi

    kertas tissue/kertas serap steril untuk menyerap aquades.

    Kemudian daun dipotong-potong persegi di atas petridish

    dengan ukuran 0,5 - 1 cm2. Eksplan tersebut kemudian

    diinokulasikan ke dalam botol kultur yang telah berisi media

    MS modifikasi dengan posisi horizontal (mendatar) dan bagian

    abaksial menempel pada permukaan medium (Dhaliwal et al.,

    2004). Media MS modifikasi ini terdiri atas unsur makro,

    unsur mikro, sukrosa, vitamin, agar, zat pengatur tumbuh NAA

    dan BAP. Setiap botol kultur berisi 2 eksplan. Botol ditutup

    rapat dan diberi label yaitu tanggal dilakukan inokulasi

    eksplan dan konsentrasi hormon yang digunakan. Kemudian

    ditata rapi dalam rak kultur bertingkat. Botol berisi eksplan

    diinkubasi pada suhu 25-28oC, kelembaban 70% dengan

    fotoperiode 12 jam terang dan 12 jam gelap selama 1 bulan.

    Setiap kolom rak kultur diberi pencahayaan dengan lampu

    flourescen 40 watt (Gunawan, 1995).

    C. Rancangan Penelitian

    Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan acak

    lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor (Faktor

    1= konsentrasi NAA dan Faktor 2=konsentrasi BAP) dan

    masing-masing 4 kali ulangan. Jika eksplan yang ditumbuhkan menghasilkan tunas atau akar, maka akan dihitung jumlah

    tunas dan jumlah akar, selanjutnya seluruh data yang diperoleh

    dianalisis dengan menggunakan ANOVA dan jika ada

    pengaruh maka dilanjutkan dengan uji Tukey dengan tingkat

    kesalahan 5% menggunakan Minitab.

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Respon Callogenesis

    Penelitian dilakukan selama 30 hari dengan penambahan zat

    pengatur tumbuh NAA dan BAP pada kultur in vitro eksplan

    daun tembakau Madura (Nicotiana tabacum L. var. Prancak

    95) dengan konsentrasi yang berbeda yaitu sebanyak 30

    kombinasi dan masing masing kombinasi memberikan

    respon organogenesis dan callogenesis yang bervariasi.

    Berdasarkan Tabel diatas menunjukkan bahwa kalus

    terbentuk pada hampir semua perlakuan termasuk kontrol,

    meskipun diperlukan waktu yang berbeda- beda untuk induksi

    kalus. Hal ini disebabkan didalam eksplan terdapat hormon

    endogen. Hormon endogen tersebut juga mampu memacu sel

    untuk berkembang dan memperbanyak diri tetapi waktu yang

    dibutuhkan cenderung lama yaitu pada hari ke 21 karena

    jumlah hormon yang tidak tersedia secara pasti. Hal ini

    membuktikan bahwa terbentuknya kalus sangat dipengaruhi

    oleh peran jenis zat pengatur tumbuh. Menurut Zulfiqar et al.,

    (2009) kondisi tersebut membuktikan bahwa pertumbuhan dan

    morfogenesis tanaman secara in vitro dikendalikan oleh

    keseimbangan dan interaksi dari ZPT yang ada dalam eksplan

    baik endogen maupun eksogen yang diserap dari media.

    Pada perlakuan BAP tanpa penambahan NAA, tidak

    terbentuk kalus. Sedangkan pada perlakuan NAA tanpa

    penambahan BAP terbentuk kalus, begitupula pada perlakuan

    dengan interaksi NAA dan BAP. Berarti dalam kasus ini NAA

    lebih berperan dalam pembentukan kalus daripada BAP. NAA

    (auksin) akan merangsang pertumbuhan sel-sel eksplan,

    sehingga auksin akan cenderung membentuk kalus karena

    terbentuknya kalus berawal dari pembelahan sel pada daerah

    meristematik yang tidak terspesialisasi. Pada awal respon

    pertumbuhan, auksin akan memicu pemanjangan sel melalui

    pelonggaran selulosa dinding sel. Pemanjangan sel ini sebagai

    respon terhadap NAA, namun sel tersebut tidak dapat

    membelah karena tidak ada penambahan BAP. Jika hanya

    BAP saja yang ditambahkan ke dalam medium kultur, maka

    tidak akan ada pengaruh apapun tehadap tumbuhnya kalus

    karena BAP lebih berperan terhadap pembelahan sel serta

    diferensiasi terbentuknya tunas. Namun, jika BAP

    ditambahkan bersama-sama dengan auksin maka sel-sel akan

    mengalami pembelahan dan perkembangan secara terus

    menerus. Ketika konsentrasi kedua hormon tersebut hampir

    sama, massa sel akan terus bertambah (terbentuk kalus).

    Callogenesis merupakan respon awal yang ditandai dengan

    terbentuknya kalus yang mulai terbentuk pada bagian tepi

    eksplan (bagian perlukaan) bagian atas maupun bagian bawah

    yang bersentuhan dengan media, tetapi kalus lebih cepat

    terbentuk pada bagian yang bersentuhan dengan media, yaitu

    bagian abaksial daun. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan

    proses pengambilan nutrisi medium oleh eksplan. Penyerapan

    unsur hara akan lebih baik karena terjadi kontak langsung

    antara media dengan bagian abaksial daun. Munculnya kalus

    Tabel 2.

    Respon Callogenesis eksplan daun tembakau Nicotiana tabacum L. var

    Prancak 95 setelah 30 hari masa inkubasi (%)

    NAA (N) 0

    ppm

    0,1

    ppm

    0,2

    ppm

    0,3

    ppm

    0,4

    ppm

    0,5

    ppm BAP (B)

    0 ppm 75% 100% 100% 100% 100% 100%

    1 ppm 0% 100% 100% 100% 100% 100%

    2 ppm 0% 100% 100% 100% 100% 100%

    3 ppm 0% 100% 100% 100% 100% 100%

    4 ppm 0% 100% 100% 100% 100% 100%

    Respon callogenesis = Jumlah eksplan yang terbentuk kalus x 100 %

    Jumlah pengulangan

  • JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

    4

    pada bagian yang terluka diduga karena adanya rangsangan

    dari jaringan pada eksplan untuk menutupi lukanya.Hal ini

    sesuai pendapat dari Thomas dan Davey (1975) dalam George

    and Sherington (1993), mengemukakan bahwa pembelahan sel

    yang mengarah pada terbentuknya kalus terjadi dari adanya

    respon terhadap luka dan suplai hormon alamiah atau buatan

    dari luar ke dalam eksplan. Pada respon callogenesis kalus

    yang terbentuk antara lain putih remah, putih kompak, putih

    kehijauan kompak, dan hijau kompak seperti pada Tabel 3.

    Berdasarkan Tabel 3. tekstur kalus yang didapatkan yaitu

    kalus remah dan kalus kompak. Kalus remah didapatkan pada

    perlakuan dengan NAA tunggal dan berwarna putih bening

    karena terdapat pengaruh komposisi medium dan zat pengatur

    tumbuh. Kalus remah ini terjadi melalui proses pertumbuhan

    yang mengarah pada pembentukan sel-sel yang berukuran

    kecil dan berikatan longgar. Dalam hal ini, auksin memiliki

    peran terhadap pembentukan kalus remah. NAA menstimulasi

    pemanjangan sel dengan cara penambahan plastisitas dinding

    sel menjadi longgar, sehingga air dapat masuk ke dalam

    dinding sel dengan cara osmosis dan sel mengalami

    pemanjangan. Oleh karena itu, kalus yang remah mengandung

    banyak air karena belum mengalami lignifikasi dinding sel,

    serta antara kumpulan sel yang satu dengan yang lain relatif

    mudah untuk dipisahkan. Pada penelitian ini, kalus remah pada

    perlakuan NAA dengan konsentrasi yang tinggi tumbuh akar,

    namun tidak mengalami pemanjangan.

    Sedangkan respon eksplan pada media dengan penambahan

    BAP mempunyai tekstur yang lebih kompak dan dominan

    berwarna putih kehijauan. Menurut (Amin, et al, 2007), Kalus

    dikatakan kompak apabila antara sel atau kumpulan sel yang

    lain tidak mudah dipisahkan dan bertekstur keras (Evans, et

    al., 2003). Tekstur kalus yang kompak merupakan efek dari

    sitokinin dan auksin yang mempengaruhi potensial air di dalam

    sel. Auksin akan melonggarkan serat-serat dinding sel,

    sehingga dinding sel lebih fleksibel dan nutrisi yang

    terkandung dalam medium akan masuk secara difusi. Hal ini

    akan terus berlangsung sampai potensial air dan potensial

    osmotik seimbang dan sel menjadi turgid. Sel turgid dengan

    adanya penambahan sitokinin akan mempengaruhi pembelahan

    dan pemanjangan sel sehingga pembentukan dinding sel

    semakin cepat dan kalus menjadi kompak.

    Selain perubahan tekstur, zat pengatur tumbuh juga

    berpengaruh terhadap perubahan warna. Warna kalus yang

    terbentuk diantaranya warna putih, putih kehijauan, dan hijau.

    Berdasarkan Tabel 7. warna yang mendominasi yaitu warna

    putih. Kalus berwarna putih merupakan jaringan embrionik

    yang belum mengandung kloroplas, tetapi memiliki kandungan

    butir pati yang merupakan polisakarida simpanan pada

    tumbuhan. Faktor pencahayaan juga berperan dalam

    pembentukan kalus. Perubahan warna yang terjadi pada kalus

    akibat adanya pigmen dan dipengaruhi oleh nutrisi dan faktor

    lingkungan seperti cahaya (Evans, et al., 2003). Hal tersebut

    sesuai dengan pernyataan George & Sherrington (1993),

    bahwa cahaya putih dapat merangsang pembentukan kalus dan

    organogenesis dalam kultur jaringan tumbuhan. Kalus yang

    berwarna putih kehijauan dan hijau terbentuk pada perlakuan

    dengan penambahan BAP dengan konsentrasi tinggi. Warna

    hijau ini disebabkan kalus mengandung klorofil, akibat

    interaksi NAA dan BAP, terutama BAP (sitokinin) yang

    berperan dalam pembentukan klorofil pada kalus serta faktor

    lingkungan yaitu paparan cahaya. Hal ini sesuai dengan

    pendapat Leupin (2000) bahwa perubahan warna kalus

    menjadi putih kehijauan, disebabkan karena sel kalus sudah

    mulai terbentuk klorofil.

    Proses organogenesis eksplan secara in vitro terjadi dengan

    dua cara yang berbeda yaitu secara langsung dan tidak

    langsung. Eksplan menunjukkan respon organogenesis secara

    tidak langsung apabila eksplan tumbuh melalui kalus,

    kemudian akan berdiferensiasi menjadi tunas dan akar.

    Eksplan menunjukkan respon secara organogenesis langsung

    apabila eksplan tumbuh langsung membentuk tunas dan akar,

    tanpa melalui pembentukan kalus (Dhaliwal et al., 2003).

    Menurut Attfield dan Evans (1991) dalam Dhaliwal et al

    (2003), eksplan daun tembakau dapat membentuk tunas dan

    akar secara langsung atau tidak langsung, tergantung zat

    pengatur tumbuh dalam medium kultur.

    B. Respon Organogenesis

    Proses organogenesis eksplan secara in vitro terjadi dengan

    dua cara yang berbeda yaitu secara langsung dan tidak

    Gambar 1. Tekstur dan Warna kalus eksplan daun tembakau

    Nicotiana tabacum L. var Prancak 95 setelah 30 hari masa inkubasi, a = kalus putih remah, b = Kalus putih kompak, c = Kalus putih

    kehijauan kompak, d = hijau kompak

    a b

    c d

    Tabel 2.

    Tekstur dan Warna Kalus eksplan daun tembakau Nicotiana tabacum

    L. var Prancak 95 setelah 30 hari masa inkubasi

    NAA (N) 0

    ppm

    0,1

    ppm

    0,2

    ppm

    0,3

    ppm

    0,4

    ppm

    0,5

    ppm BAP (B)

    0 ppm 1a 1b 1b 1b 1b 1b

    1 ppm 0 1a 3a ; 1a 1a 1a 1a

    2 ppm 0 1a 1a 1a 1a 1a

    3 ppm 0 3a ;1a 1a 3a 1a 2a

    4 ppm 0 2a 1a 1a 2a 2a

    Keterangan : 1 = Putih 2 = Putih Kehijauan 3 = Hjau

    a = Kompak b = Remah

  • JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

    5

    langsung. Eksplan menunjukkan respon organogenesis secara

    tidak langsung apabila eksplan tumbuh melalui kalus,

    kemudian akan berdiferensiasi menjadi tunas dan akar.

    Eksplan menunjukkan respon secara organogenesis langsung

    apabila eksplan tumbuh langsung membentuk tunas dan akar,

    tanpa melalui pembentukan kalus (Dhaliwal et al., 2003).

    Menurut Attfield dan Evans (1991) dalam Dhaliwal et al

    (2003), eksplan daun tembakau dapat membentuk tunas dan

    akar secara langsung atau tidak langsung, tergantung zat

    pengatur tumbuh dalam medium kultur.

    Proliferasi tunas

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang

    nyata antara NAA dan BAP terhadap jumlah tunas.Sementara

    BAP sebagai faktor tunggal berpengaruh nyata terhadap

    pembentukan tunas, dan NAA sebagai faktor tunggal tidak

    berpengaruh nyata terhadap pembentukan tunas.

    Berdasarkan Tabel 4. menunjukkan interaksi zat pengatur

    tumbuh yang menghasilkan tunas paling banyak adalah

    kombinasi 0,1 ppm NAA dan 4 ppm BAP dengan rata-rata

    jumlah tunas yang dihasilkan adalah 52,5 tunas/eksplan.

    Terbentuknya tunas pada perlakuan BAP tanpa penambahan

    NAA ini dikarenakan zat pengatur tumbuh yang ditambahkan

    adalah BAP yang termasuk sitokinin, dan fungsi sitokinin lebih

    memicu pembentukan tunas dan pembelahan sel namun

    cenderung menghambat pembentukan akar, sedangkan auksin

    cenderung memicu pembentukan kalus dan akar. Hal ini

    menunjukkan bahwa sitokinin sangat efektif untuk

    menginisiasi tunas secara langsung maupun tidak langsung.

    Selain itu konsentrasi BAP yang tinggi juga menjadi penyebab

    terhambatnya pemanjangan tunas, karena tidak ada faktor

    NAA yang mempengaruhi dalam pemanjangan sel.

    Proliferasi Akar

    Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 30 hari

    menunjukkan bahwa eksplan daun tembakau Nicotiana

    tabacum L. var Prancak 95 yang telah diinokulasi dalam

    berbagai konsentrasi NAA dan BAP memberikan respon

    terhadap pertumbuhan akar. Hasil analisis statistika dengan

    menggunakan uji Anova Two- Way dilanjutkan dengan uji

    Tukey diperoleh perbedaan rerata jumlah akar yang

    ditunjukkan pada Tabel 5.

    Berdasarkan Tabel 5. dapat diketahui bahwa keseimbangan

    antara NAA dan BAP pada perlakuan BAP 0 ppm dan NAA

    0,3 ppm (NAA tunggal), ternyata memberikan respon jumlah

    akar dengan rerata tertinggi yaitu 6,5. Sedangkan interaksi antara NAA dan BAP pada medium tidak berbeda nyata, hal

    ini dapat dilihat degan kecilnya rerata jumlah akar pada

    perlakuan kombinasi NAA dan BAP.

    V. KESIMPULAN

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat

    disimpulkan bahwa tidak ada kombinasi konsentrasi ZPT yang

    menghasilkan tunas dan akar sekaligus sehingga perlu adanya

    uji lanjutan sampai tahap subkultur untuk menginduksi akar,

    mengingat dalam tugas akhir ini eksplan lebih banyak

    merespon kearah tunas. Penginduksian akar bisa menggunakan

    golongan zat pengatur tumbuh auksin tunggal.

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] Ali, G., F. Hadi, Z. Ali, M. Tariq, and M. A. Khan. 2007. Callus

    Induction and in vitro Complete Plant Regeneration of Different

    Cultivars ot Tobacco (Nicotiana tabacum L.) on Media of Different

    Hormonal Concentration. Biotechnology. Vol 6(4): 561-566

    [2] Amin et al. 2007. Induksi Kalus dari Daun Nilam Kultivar

    Lhoksemauwe, Sidikalang, dan Tapaktuan dengan 2,4D. Zuriat. Vol 18

    no 2 Juli- Desember

    [3] Basuki, S, Suwarso, A. Herwati, dan S. Yulaikah. 1999. Biologi dan

    Morfologi Tembakau Madura. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman

    Serat. Malang

    [4] Cahyono, Bambang. 1998. TEMBAKAU, Budi daya dan Analisis

    Tani. Yogyakarta : Kanisius

    [5] Dhaliwal, H. S., E. C. Yeung, and T. A. Thorpe. 2003. TIBA Inhibition

    of in vitro Organogenesis in excised Tobacco Leaf Explants. In Vitro

    Cell. Dev. Biol.- Plant 40:235-238

    [6] Dewi, I. R. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan

    Tanaman. Makalah. Fakultas Pertanian Universitas Padjajdaran.

    Bandung

    [7] Evans, D.E., J.O.D. Coleman, and A. Kearns. 2003. Plant Cell

    Culture. BIOS Scientific Publisher: New York

    [8] Fajriyah, Nurul. 1999. Heterosis Pada F1 dan F2 Hasil Persilangan

    Tembakau Madura dan Oriental. Balai Penelitian Tembakau dan

    Tanaman Serat (BALITTAS) : Malang

    [9] Fitrianti, A. 2006. Efektivitas Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat (2,4-D)

    dan Kinetin pada Medium MS dalam Induksi Kalus Sambiloto dengan

    Eksplan Potongan Daun. Skripsi. Biologi FMIPA UNS: Semarang

    [10] Hendaryono, D.P.S dan A. Wijayani. 2004. Teknik Kultur Jaringan

    Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif-

    Modern. Kanisius: Yogyakarta

    [11] Herwati, A., Suwarso, A. S. Murdiyati, C. Suhara, dan J. Hartono. 2004.

    Pelepasan Varietas Tembakau Madura Prancak N-2 sebagai Varietas

    Tabel 4.

    Rerata jumlah tunas pada eksplan daun tembakau Nicotiana tabacum L.

    Prancak 95 setelah 30 hari masa inkubasi

    NAA (N) 0 ppm

    0,1

    ppm

    0,2

    ppm

    0,3

    ppm

    0,4

    ppm

    0,5

    ppm BAP (B)

    0 ppm 0a 0a 0a 0a 0a 0a

    1 ppm 28,75 ab 25 ab 9,5a 12a 8,5a 6a

    2 ppm 21,25ab 19,25ab 17,75ab 21,25a

    b 20ab 21,5ab

    3 ppm 35,5b 20ab 24,25ab 22ab 24ab 12,75a

    4 ppm 44,75b 52,5b 35,75b 24ab 24,25a

    b 22ab

    Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris

    dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Tukey.

    Tabel 5 .

    Rerata jumlah akar pada eksplan daun tembakau Nicotiana tabacum L. var.

    Prancak 95 setelah 30 hari masa inkubasi

    NAA (N) 0

    ppm

    0,1

    ppm

    0,2

    ppm

    0,3

    ppm

    0,4

    ppm

    0,5

    ppm BAP (B)

    0 ppm 0a 0,25a 4,25b 6,5b 3,25ab 3,25a

    b

    1 ppm 0a 0a 0a 0a 0a 0a

    2 ppm 0a 0a 0a 0a 0a 0a

    3 ppm 0a 0a 0a 0a 0a 0a

    4 ppm 0a 0a 0a 0a 0a 0a

    Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan

    kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Tukey.

  • JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6

    6

    Unggul. Keputusan Menteri Pertanian Nomor

    :321/Kpts/SR.120/5/2004. http://www.deptan.go.id-/bdd/admin/file/SK-

    321-04.pdf. diakses pada tanggal 14 November 2009 pukul 12.39 WIB

    [12] Juud, W. 2002. Plant Systematics. Sinauer Associates, Inc. Publisher :

    Sunder Land, Massachusetts U.S.A

    [13] Kieber, Joseph J. 2002. The Arabidopsis Book: Cytokinins. American

    Society of Plant Biologists. University of North Carolina, Biology

    Department : Carolina

    [14] Maryani, Yekti dan Zamroni .2005. Penggandaan Tunas Krisan

    Melalui Kultur Jaringan. Ilmu Pertanian Vol. 12 No.1, 2005: 51-55

    [15] Mukani, A.S. Murdiyati, dan Suwarno. 2004. Keragaan agribisnis

    tembakau lokal. Diskusi Panel Revitalisasi Sistem Agribisnis Tembakau

    Bahan Baku Rokok. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.

    hlm. 21-32

    [16] Nugroho, A dan Sugito. 2004. Pedoman Pelaksanaan Teknik Kultur

    Jaringan. Jakarta: Penebar Swadaya. Jakarta

    [17] Pasqua, Gabriella. 2002. Effects of the Culture Medium pH and Ion

    Uptake in In Vitro Vegetative Organogenesis in Thin Cell Layers of

    Tobacco. Plant Science 162 (2002) 947_/955

    [18] Purnamaningsih, Ragapadmi. 2006. Induksi Kalus dan Optimasi

    Regenerasi Empat Varietas Padi melalui Kultur In Vitro. Jurnal

    AgroBiogen 2(2):74-80

    [19] Purwianingsih, W., R. Kusdianti, dan L. Yuniarti. 2007. Anatomi

    Kalus yang Berasal dari Eksplan Daun Catharanthus roseous (L). G.

    Don (Tapak Dara). Skripsi

    [20] Retna Bandriyati Arniputri , Praswanto, dan Dwi Purnomo.2001.

    Pengaruh Konsentrasi IAA DAN BAP Terhadap Pertumbuhan Dan

    Perkembangan Tanaman Kunir Putih (Kaempferia rotunda L.) Secara In

    Vitro. Lab Sentral Biologi sub Lab Kultur Jaringan : UNS

    [21] Santosa, E. K. 2007.Pemanfaatan Daun Tembakau (Nicotiana

    Tabacum) Sebagai Pewarna Kain Sutera dengan Menggunakan Mordan

    Jeruk Nipis (Citrus Aurantifolia Swingle) Diterapkan Pada Lenan

    Rumah Tangga. Skripsi. Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas

    Teknik UNS: Semarang

    [22] Schmulling, T. 2004. Cytokinin. Encyclopedia of Biological

    Chemistry Academic Press: Elsevier Science

    [23] Silva, J. A. T. 2005. Simple Multiplication and Effective Genetic

    Transformation (Four Methods) of in vitro-grown Tobacco by Stem

    Thin Cell Layers. Plant Science 169: 1046-1058

    [24] Suharto, Murdiati,. Dan Herawati, Anik. 2008. Prospek Tembakau

    Rendah Nikotin (Studi kasus tembakau Madura). Warta Penelitian dan

    Pengembangan Tanaman Industri, Volume 14 Nomor 1, 6 April 2008

    [25] Sugiri, Anton. 2005. Pembentukan kalus Embrioid Kultur ovary.

    Melalui Beberapa Komposisi Media Kultur. Pengantar Falsafah Sains

    (PPS702)

    [26] Susilowati, E. Y. 2006. Identifikasi Nikotin dari Daun Tembakau

    Kering (Nicotiana tabacum) dan Uji Efektivitas Ekstrak Daun

    Tembakau sebagai Insektisida Penggerek Batang Padi (Scirpophaga

    innonata). Skripsi. Kimia FMIPA UNS: Semarang

    [27] Suwarso, A. Herwati, dan A. S. Murdiyati. 2008. Varietas-varietas

    Baru Tembakau Madura. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman

    Serat: Malang

    [28] Walter. 2002. Plant Systematics. Sinauer Associates,Inc. Publisher:

    Sunder Land Masssachusetts USA

    [29] Werner, Thomas dan Schmulling, Thomas. 2009. Cytokinin Action in

    Plant Development. Current Opinion in Plant Biology 2009, 12 : 527-

    538

    [30] Yunus, A. 2007. Pengaruh IAA dan Kinetin terhadap Pertumbuhan

    Eksplan Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) secara In Vitro.

    Jurnal Akta Agrosia Edisi Khusus No. 1: 53-58

    [31] Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara: Jakarta

    876880. Available: http://www.halcyon.com/pub/journals/21ps03-

    vidmar

    http://www.halcyon.com/pub/journals/21ps03-vidmarhttp://www.halcyon.com/pub/journals/21ps03-vidmar