ITS Undergraduate 12639 Paper

6
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 1 Abstrak : Penyaluran daya listrik dengan saluran distribusi tegangan menengah kemungkinan melalui daerah dengan potensi sambaran petir yang cukup tinggi sehingga dapat mengalami gangguan akibat sambaran petir. Ada berbagai macam sambaran petir, yaitu sambaran langsung dan sambaran tidak langsung. Pada sambaran tidak langsung petir akan menginduksi jaringan distribusi tegangan menengah sehingga mengakibatkan tegangan lebih pada jaringan. Pada tugas akhir ini akan membahas simulasi dan pemodelan konfigurasi sistem distribusi tegangan menengah 20 kV terhadap performa perlindungan petir dengan simulasi ATP-EMTP. Hasil simulasi dibandingkan dengan Teori Rusck. Pada kasus ini akan diambil contoh penyulang Darmo Harapan yang merupakan salah satu penyulang yang berada dalam wilayah UPJ Darmo Permai di Area Pelayanan dan Jaringan (APJ) Surabaya Selatan. Hasil simulasi ATP menunjukkan bahwa arus puncak petir, posisi sambaran petir serta waktu tegangan impuls petir berpengaruh terhadap besarnya tegangan induksi yang ditimbulkan oleh sambaran petir tersebut. Kata kunci: Saluran Distribusi Tegangan Menengah, Tegangan Induksi Petir, ATP-EMTP I. PENDAHULUAN Letak negara Indonesia yang berada pada daerah tropis, memiliki tingkat sambaran petir yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara subtropis. Pada saluran distribusi yang melalui daerah dengan potensi sambaran petir cukup tinggi maka probabilitas terkena sambaran petir akan cukup besar. Sambaran petir pada saluran distribusi tegangan menengah menyebabkan tegangan induksi pada saluran. Tegangan induksi inilah yang dapat menyebabkan terjadinya tegangan lebih pada saluran yang dapat membahayakan isolator pada saluran, serta peralatan-peralatan listrik lainnya. Masalah yang bisa ditimbulkan oleh tegangan lebih akibat induksi petir sangat kompleks. Dengan menggunakan teori simulasi perangkat lunak EMTP (ElectroMagnetic Transient Program) akan didapatkan besarnya tegangan lebih akibat induksi petir pada saluran distribusi tegangan menengah. Oleh karena itu, pemodelan nilai tegangan puncak induksi petir pada saluran distribusi tegangan menengah bertujuan untuk meningkatkan upaya perlindungan saluran distribusi terhadap adanya gangguan berupa tegangan lebih. II. SISTEM DISTRIBUSI DAN FENOMENA PETIR 2.1 Saluran Distribusi Sistem distribusi dibagi menjadi beberapa bagian yaitu: 1. Distribusi Primer 1.1 Sistem Loop 1.2 Sistem Radial 1.3 Sistem Mesh 1.4 Sistem Spindel 2. Distribusi Sekunder Saluran distribusi primer (tegangan menengah) menghubungkan antara gardu induk dengan saluran distribusi sekunder (tegangan rendah). Dari distribusi sekunder listrik disuplai ke konsumen. Atau bisa saja distribusi primer mensuplai langsung ke konsumen yang biasanya berupa industri. Saluran distribusi primer mempunyai rating tegangan 20 kV. Sedangkan distribusi sekunder mempunyai rating 380/220 V. Tipe jaringan distribusi primer yang sering digunakan adalah topologi radial. 2.2 Petir Petir merupakan kejadian alam di mana terjadi loncatan muatan listrik antara awan dengan tanah. Indonesia terletak di negara tropis yang sangat panas dan lembab. Kedua faktor ini sangat penting dalam pembentukan awan Cumulonimbus (Cb) penghasil petir. Petir atau kilat yang menyambar saluran distribusi tegangan menengah dibedakan menjadi dua macam menurut terjadinya sambaran, yaitu sambaran langsung dan sambaran tidak langsung. Saluran distribusi tegangan menengah mempunyai ketinggian tiang yang lebih rendah daripada saluran transmisi sehingga sambaran petir akibat induksi lebih sering terjadi daripada sambaran petir langsung. 2.2.1 Sambaran Langsung Yang dimaksud dengan sambaran langsung adalah apabila kilat menyambar langsung pada kawat fasa (untuk Studi Pengaruh Konfigurasi Peralatan pada Saluran Distribusi 20 kV Terhadap Performa Perlindungan Petir Menggunakan Simulasi ATP/EMTP Augusta Wibi Ardikta2205100094 Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya - 60111

Transcript of ITS Undergraduate 12639 Paper

Page 1: ITS Undergraduate 12639 Paper

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 1

Abstrak :

Penyaluran daya listrik dengan saluran distribusi

tegangan menengah kemungkinan melalui daerah

dengan potensi sambaran petir yang cukup tinggi

sehingga dapat mengalami gangguan akibat sambaran

petir. Ada berbagai macam sambaran petir, yaitu

sambaran langsung dan sambaran tidak langsung. Pada

sambaran tidak langsung petir akan menginduksi

jaringan distribusi tegangan menengah sehingga

mengakibatkan tegangan lebih pada jaringan.

Pada tugas akhir ini akan membahas simulasi dan

pemodelan konfigurasi sistem distribusi tegangan

menengah 20 kV terhadap performa perlindungan petir

dengan simulasi ATP-EMTP. Hasil simulasi

dibandingkan dengan Teori Rusck. Pada kasus ini akan

diambil contoh penyulang Darmo Harapan yang

merupakan salah satu penyulang yang berada dalam

wilayah UPJ Darmo Permai di Area Pelayanan dan

Jaringan (APJ) Surabaya Selatan. Hasil simulasi ATP

menunjukkan bahwa arus puncak petir, posisi sambaran

petir serta waktu tegangan impuls petir berpengaruh

terhadap besarnya tegangan induksi yang ditimbulkan

oleh sambaran petir tersebut.

Kata kunci: Saluran Distribusi Tegangan Menengah,

Tegangan Induksi Petir, ATP-EMTP

I. PENDAHULUAN

Letak negara Indonesia yang berada pada daerah

tropis, memiliki tingkat sambaran petir yang lebih tinggi

dibandingkan dengan negara subtropis. Pada saluran

distribusi yang melalui daerah dengan potensi sambaran petir

cukup tinggi maka probabilitas terkena sambaran petir akan

cukup besar.

Sambaran petir pada saluran distribusi tegangan

menengah menyebabkan tegangan induksi pada saluran.

Tegangan induksi inilah yang dapat menyebabkan terjadinya

tegangan lebih pada saluran yang dapat membahayakan

isolator pada saluran, serta peralatan-peralatan listrik lainnya.

Masalah yang bisa ditimbulkan oleh tegangan lebih akibat

induksi petir sangat kompleks.

Dengan menggunakan teori simulasi perangkat lunak

EMTP (ElectroMagnetic Transient Program) akan

didapatkan besarnya tegangan lebih akibat induksi petir pada

saluran distribusi tegangan menengah. Oleh karena itu,

pemodelan nilai tegangan puncak induksi petir pada saluran

distribusi tegangan menengah bertujuan untuk meningkatkan

upaya perlindungan saluran distribusi terhadap adanya

gangguan berupa tegangan lebih.

II. SISTEM DISTRIBUSI DAN FENOMENA PETIR

2.1 Saluran Distribusi

Sistem distribusi dibagi menjadi beberapa bagian

yaitu:

1. Distribusi Primer

1.1 Sistem Loop

1.2 Sistem Radial

1.3 Sistem Mesh

1.4 Sistem Spindel

2. Distribusi Sekunder

Saluran distribusi primer (tegangan menengah)

menghubungkan antara gardu induk dengan saluran distribusi

sekunder (tegangan rendah). Dari distribusi sekunder listrik

disuplai ke konsumen. Atau bisa saja distribusi primer

mensuplai langsung ke konsumen yang biasanya berupa

industri. Saluran distribusi primer mempunyai rating

tegangan 20 kV. Sedangkan distribusi sekunder mempunyai

rating 380/220 V. Tipe jaringan distribusi primer yang sering

digunakan adalah topologi radial.

2.2 Petir

Petir merupakan kejadian alam di mana terjadi

loncatan muatan listrik antara awan dengan tanah. Indonesia

terletak di negara tropis yang sangat panas dan lembab.

Kedua faktor ini sangat penting dalam pembentukan awan

Cumulonimbus (Cb) penghasil petir. Petir atau kilat yang

menyambar saluran distribusi tegangan menengah dibedakan

menjadi dua macam menurut terjadinya sambaran, yaitu

sambaran langsung dan sambaran tidak langsung. Saluran

distribusi tegangan menengah mempunyai ketinggian tiang

yang lebih rendah daripada saluran transmisi sehingga

sambaran petir akibat induksi lebih sering terjadi daripada

sambaran petir langsung.

2.2.1 Sambaran Langsung

Yang dimaksud dengan sambaran langsung adalah

apabila kilat menyambar langsung pada kawat fasa (untuk

Studi Pengaruh Konfigurasi Peralatan pada Saluran Distribusi 20 kV

Terhadap Performa Perlindungan Petir Menggunakan Simulasi ATP/EMTP

Augusta Wibi Ardikta– 2205100094

Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya - 60111

Page 2: ITS Undergraduate 12639 Paper

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 2

saluran tanpa kawat tanah) atau pada kawat tanah (untuk

saluran dengan kawat tanah). Pada waktu kilat menyambar

kawat tanah atau kawat fasa akan timbul arus besar dan

gelombang berjalan yang merambat pada kawat. Arus yang

besar dapat membahayakan peralatan-peralatan yang ada

pada saluran. Makin tinggi tegangan sistem serta tinggi

tiangnya, makin banyak pula jumlah sambaran petir ke

saluran itu.

2.2.2 Sambaran Tidak Langsung (Sambaran Induksi)

Sambaran tidak langsung atau sambaran induksi

merupakan sambaran di titik lain yang letaknya jauh tetapi

obyek terkena pengaruh dari sambaran sehingga dapat

menyebabkan kerusakan pada obyek tersebut.

Sambaran induksi dapat terjadi bila awan petir ada

diatas peralatan yang berisolasi. Awan ini akan

menginduksikan muatan listrik dalam jumlah besar dengan

polaritas yang berlawanan dengan awan petir itu. Hal ini

akan menimbulkan muatan terikat. Bila terjadi pelepasan

muatan dari awan petir itu, maka muatan terikat itu kembali

bebas dan menjadi gelombang berjalan. Hal inilah yang

disebut dengan fenomena transien pada saluran dengan kata

lain bila terdapat sebuah petir yang menyambar ke tanah di

dekat saluran maka akan terjadi fenomena transien yang

diakibatkan oleh medan elektromagnetis di kanal petir.

Akibat dari kejadian ini akan timbul tegangan lebih dan

gelombang berjalan yang merambat pada sisi kawat saluran

distribusi yang berada di dekat sambaran terjadi.

III. SAMBARAN PETIR TIDAK LANGSUNG PADA

SALURAN DISTRIBUSI TEGANGAN

MENENGAH

Dalam kasus sambaran petir, kerusakan

struktur/konstruksi disebabkan oleh muatan arus yang kuat

dalam tanah yang bergantung besarnya medan listrik dan

medan magnet yang ada pada lokasi tersebut.

Tegangan induksi yang terjadi merupakan tegangan

akibat adanya fenomena kopling. Diasumsikan bahwa

menara atau tiang distribusi berada pada sumbu y positif

berupa suatu penghantar tegak lurus dengan bidang x. Arus

petir diasumsikan menyambar pada menara distribusi atau

pada kawat tanah dari saluran distribusi tersebut. Tegangan

induksi yang terjadi adalah akibat medan magnetik dan

medan listrik akibat arus petir yang mengalir pada menara

distribusi menuju ke pentanahan..

Gambar 1 Spesifikasi Gelombang Berjalan

Sampai saat ini sebab – sebab dari gelombang berjalan

yang diketahui adalah:

a. sambaran kilat secara langsung pada kawat

b. sambaran kilat tidak langsung pada kawat induksi

c. operasi pemutusan (switching operations)

d. busur tanah (arcing grounds)

Bentuk umum suatu gelombang berjalan dari

sambaran petir tak langsung digambarkan sebagai berikut:

Spesifikasi dari suatu gelombang berjalan :

a. Puncak (crest) gelombang, E (kV) yaitu amplitudo

maksimum dari gelombang.

b. Waktu muka gelombang, t1 (mikrodetik), yaitu

waktu dari permulaan sampai puncak. Dalam

praktek ini diambil 10%E sampai 90%E, seperti

terlihat pada Gambar 2.7.

c. Ekor gelombang, yaitu bagian di belakang puncak.

d. Waktu ekor gelombang, t2 (mikrodetik), yaitu waktu

dari permulaan sampai titik 50%E pada ekor

gelombang.

e. Polaritas, yaitu polaritas dari gelombang, positif

atau negatif

Untuk mendapatkan besarnya tegangan puncak dari

tegangan induksi petir dapat digunakan persamaan Teori

Rusck:

2

00max

5.01

1

2

11

d

hIZV

dengan

304

1

0

0

0Z

Vmax = tegangan puncak induksi petir (Volt)

Z0 = impedansi pada ruang hampa (ohm)

I0 = arus puncak petir (kA)

d = jarak antar tiang distribusi (m)

h = tinggi tiang distribusi (m)

β = rasio antara kecepatan sambaran balik dan kecepatan

cahaya

µ0 = permeabilitas magnet ruang hampa (1.26 x 10-6

H/m)

ε0 = permitivitas ruang hampa (8.85 x 10-12

F/m)

Kecepatan sambaran balik berkisar antara 2,9.107

sampai 24.107 m/s. Sedangkan besarnya kecepatan cahaya

adalah 3.108 m/s. Jadi besarnya nilai β berkisar antara 0,1 -

0,8. Pada tugas akhir ini, nilai β diasumsikan sebesar 0,8.

Pada tugas akhir ini ada parameter yang ditetapkan

yaitu tinggi menara (33 meter), kecepatan cahaya (3x108

m/s) dan jarak kawat dengan sambaran kilat (30 m).

Sedangkan parameter lainnya merupakan variabel berubah

yang digunakan pada simulasi.

Pada Tugas Akhir kali ini data diambil dari Penyulang

Darmo Harapan yang berada dalam wilayah Unit Pelayanan

dan Jaringan (UPJ) Darmo Permai di bawah pengawasan dari

PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Pelayanan

dan Jaringan (APJ) Surabaya Selatan.

Page 3: ITS Undergraduate 12639 Paper

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 3

Gambar 2 Single Line Diagram Penyulang Darmo

Harapan

IV. SIMULASI DAN ANALISA TEGANGAN INDUKSI

AKIBAT SAMBARAN PETIR MENGGUNAKAN

ATP/EMTP

Pada tugas akhir ini disimulasikan petir akan

menyambar di dekat menara saluran distribusi tegangan

menengah. Peristiwa ini akan menyebabkan induksi pada

saluran. Pemodelan menggunakan ATP-EMTP digunakan

untuk mengetahui seberapa besar tegangan induksi yang

mengalir sepanjang saluran. Perlu diketahui saluran tegangan

menengah yang akan disimulasikan mencakup jaringan

distribusi saluran udara tegangan menengah hingga

transformator distribusi. Berikut ini adalah single line

diagram yang disimulasikan dalam ATP/EMTP dan

parameter dari trafo distribusi.

Tabel 1 Parameter Trafo Distribusi

Nama

Elemen Jenis Elemen Nilai

R Tahanan 500 Ohm

R_1 Tahanan 558.5405 Ohm

R_2 Tahanan 3822.4695 Ohm

R_3 Tahanan 1 mikro Ohm

R_4 Tahanan 50 Ohm

R_5 Tahanan 3000 Ohm

C_1 Kapasitor 0.0211 mikro Farad

C_2 Kapasitor 0.00303 mikro Farad

C_3 Kapasitor 0.0051 mikro Farad

C_4 Kapasitor 0.0001389 mikro Farad

C_5 Kapasitor 0.0004221 mikro Farad

C_6 Kapasitor 0.0001915 mikro Farad

L_1 Induktor 0.00856 mili Henry

L_2 Induktor 0.0046 mili Henry

L_3 Induktor 0.036897 mili Henry

L_4 Induktor 0.068493 mili Henry

Gambar 3 Pemodelan Sistem pada ATP/EMTP

Model dari arus petir yang digunakan adalah tipe

Heidler. Pada simulasi kali ini waktu tegangan impuls yang

digunakan adalah 1/60 µs. Seperti ditunjukkan Gambar 3

penyulang dimisalkan sepanjang 2500 m dibagi menjadi lima

subsection (A, B, C, D, E) dengan lima beban yang berbeda

dimana antar setiap subsection memiliki panjang masing

masing-masing 500 m.

4.1 Pengaruh Arus Puncak Petir Terhadap Tegangan

Puncak Induksi Petir

Arus puncak petir yang memiliki probabilitas tertinggi

pada sambaran petir berkisar antara 20-120 kA. Nilai inilah

yang digunakan acuan untuk variabel yang digunakan pada

simulasi ATP-EMTP. Sedangkan untuk parameter lain yaitu

tinggi menara 33 meter, dan jarak sambaran 500 meter.

Nilai tegangan induksi yang ditunjukkan pada hasil

simulasi ATP-EMTP dibandingkan dengan hasil perhitungan

teori yang dikemukakan oleh Rusck.

Tabel 2 Nilai Tegangan Lebih Akibat Induksi Petir

Berdasarkan Arus Puncak Petir

Arus

Puncak

Petir

(kA)

Tegangan Induksi (kV) Error

(%) Teori Rusck Simulasi

ATP-EMTP

20 66.816 43.495 34.9033

50 167.040 288.74 72.8568

75 250.561 382.95 52.83703

90 300.673 477.7 58.87692

100 334.081 525.29 57.23432

120 400.897 649.1 61.91191

Page 4: ITS Undergraduate 12639 Paper

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 4

Dari perbandingan antara hasil perhitungan Teori

Rusck dan hasil simulasi ATP-EMTP ada error yang cukup

besar, terutama pada arus besar. Hal ini karena Teori Rusck

tidak mengikutsertakan parameter-parameter yang ada dalam

model trafo distribusi.

Gambar 4 Grafik Perbandingan Tegangan Induksi Teori

Rusck dan Simulasi ATP-EMTP Berdasarkan Arus

Puncak Petir

Dari grafik tersebut dapat diketahui tegangan induksi

terendah pada saat arus puncak petir 20 kA yaitu. Sedangkan

nilai tegangan induksi tertinggi pada ketika arus puncak petir

120 kA. Hubungan antara arus puncak petir dan tegangan

puncak induksi adalah berbanding lurus. Semakin kecil arus

puncak petir, maka semakin rendah tegangan induksinya.

Sebaliknya, semakin besar arus puncak petir maka semakin

tinggi nilai tegangan induksinya

4.2 Pengaruh Posisi Sambaran Petir Terhadap Tegangan

Puncak Induksi Petir

Pada simulasi ini, terdapat 5 buah tiang distribusi

yaitu tiang A, B, C, D, dan E. jarak antar menara transmisi

adalah 500 meter, sehingga total jarak adalah 2500 meter.

Parameter arus puncak petir adalah 20 kA dan waktu

tegangan impuls petir adalah 1/60 µs. Pada simulasi kali ini

variabelnya adalah letak petir menyambar di dekat tiang.

Petir akan disimulasikan menyambar masing-masing

di`dekat tiang A, B, C, D, dan E. Hasil keluaran berupa

tegangan lebih akibat induksi petir saat arus puncak petir 20

kA.

Nilai tegangan induksi yang ditunjukkan pada hasil

simulasi ATP-EMTP dibandingkan dengan hasil perhitungan

teori yang dikemukakan oleh Rusck

Tabel 3 Nilai Tegangan Puncak Induksi Petir

Berdasarkan Letak Sambaran Petir

Letak

Tiang

Tegangan Induksi (kV) Error

(%) Teori

Rusck

Simulasi ATP-

EMTP

E (500 m) 66.816 59.84 10.441

D (1000 m) 33.408 58.733 75.80444

C (1500 m) 22.272 45.944 106.285

B (2000 m) 16.704 44.07 163.8279

A (2500 m) 13.363 43.49 225.4446

Dari perbandingan antara hasil perhitungan Teori

Rusck dan hasil simulasi ATP-EMTP ada error yang cukup

besar, terutama pada jarak yang semakin jauh. Hal ini karena

Teori Rusck tidak mengikutsertakan parameter-parameter

yang ada dalam model trafo distribusi.

Gambar 5 Grafik Perbandingan Tegangan Induksi

Menurut Teori Rusck dan Simulasi ATP-EMTP

Berdasarkan Letak Sambaran Petir

Dari Gambar 5, terlihat bahwa nilai tegangan puncak

induksi petir terkecil terjadi saat petir menyambar tiang A

(2500 meter). Sedangkan nilai tegangan puncak induksi petir

terbesar pada saat petir menyambar tiang E (500 meter).

Semakin jauh letak petir menyambar, semakin kecil tegangan

puncak induksi yang terjadi. Semakin dekat letak petir

menyambar, semakin besar pula tegangan puncak induksi

yang terjadi. Sehingga hubungan antara besar tegangan

puncak induksi petir dengan letak sambaran berbanding

terbalik.

4.3 Pengaruh Waktu Tegangan Impuls Petir Terhadap

Tegangan Puncak Induksi Petir

Bentuk tegangan surja petir dapat didefinisikan

sebagai tegangan impuls yaitu tegangan yang naik dalm

waktu sangat singkat, disusul dengan penurunan menuju nol

yang lambat. Penyelidikan melalui eksperimen menunjukkan

gelombang mempunyai kenaikan waktu (waktu muka) 0.5

sampai 50 μs dan waktu hilang 50% dari nilai puncak (waktu

ekor) pada nilai 30 sampai 200 μs. Waktu tegangan impuls

petir sesuai standar internasional adalah 1,2/50 μs.

4.3.1 Pengaruh Waktu Muka (Front Time)

Tabel 4 Nilai Waktu Muka Tegangan Impuls dan

Tegangan Puncak Induksi Petir Saat Waktu Ekor 60 μs

Waktu Muka (μs) Tegangan Puncak Induksi

Petir (kV)

0.5 74.941

0.8 54.33

1.2 34.589

2 14.389

3.5 4.308

5 1.577

Waktu muka (τr) adalah waktu antara 10-90 % dari

tegangan puncak induksi petir. Pada studi ini, akan dianalisa

Page 5: ITS Undergraduate 12639 Paper

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 5

pengaruh waktu muka terhadap tegangan puncak induksi

petir. Simulasi ATP-EMTP menggunakan arus puncak petir

20 kA, dan waktu ekor 60 µs. Hasilnya dapat dilihat pada

Tabel 4 di atas.

Gambar 6 Grafik Waktu Muka vs Tegangan Puncak

Induksi Petir Saat Waktu Ekor 60 μs

Dari Gambar 6, terlihat bahwa nilai tegangan puncak

induksi petir terbesar pada saat waktu muka 0.5 µs.

Sedangkan nilai tegangan puncak induksi petir terkecil saat

waktu muka 5 µs. Semakin cepat waktu muka sambaran

petir, maka nilai tegangan puncak induksi yang terjadi

semakin besar, begitu pula sebaliknya. Hubungan antara

waktu muka dengan tegangan puncak induksi petir adalah

berbanding terbalik.

4.3.2 Pengaruh Waktu Ekor (Tail Time)

Waktu ekor (τs) adalah waktu antara 10% dari

tegangan puncak sampai dengan 50% dari gelombang ekor.

Berdasarkan standar, nilai τs adalah 50 μs.. Pada studi ini,

akan dianalisa pengaruh waktu ekor terhadap tegangan

puncak induksi petir. Simulasi ATP-EMTP menggunakan

arus puncak petir 20 kA, , dan waktu muka 1 µs.

Tabel 5 Nilai Waktu Ekor Tegangan Impuls dan

Tegangan Puncak Induksi Petir Saat Waktu Muka 1 μs

Waktu Ekor (μs) Tegangan Puncak

Induksi Petir (kV)

30 38.178

50 42.203

75 45.166

120 48.972

160 51.131

200 52.88

Dari Gambar 7, terlihat bahwa nilai tegangan puncak

induksi petir terkecil pada saat waktu ekor 30 µs. Sedangkan

nilai tegangan puncak induksi petir terbesar saat waktu ekor

200 µs. Hubungan antara waktu ekor dengan tegangan

puncak induksi petir adalah berbanding lurus. Semakin cepat

waktu ekor sambaran petir, maka nilai tegangan puncak

induksi yang terjadi semakin kecil. Sedangkan semakin lama

waktu ekor sambaran petir, maka nilai tegangan puncak

induksi yang terjadi semakin besar

Gambar 7 Grafik Waktu Ekor vs Tegangan Puncak

Induksi Petir Saat Waktu Muka 1 μs

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari analisis dan

pembahasan perhitungan adalah :

1. Hubungan antara tegangan puncak induksi petir

dengan arus puncak petir adalah berbanding lurus.

Nilai tegangan puncak induksi petir yang terkecil

terjadi pada saat arus puncak petir terendah (20 kA)

yaitu 43.495 kV. Sedangkan nilai tegangan puncak

induksi petir terbesar terjadi pada saat arus puncak

petir tertinggi (200 kA) yaitu 649.1 kV.

2. Tegangan puncak induksi petir berbanding terbalik

dengan letak sambaran. Nilai tegangan puncak

induksi petir yang terbesar terjadi pada jarak

sambaran terdekat dengan trafo distribusi (500 meter)

yaitu 59.84 kV. Sedangkan nilai tegangan puncak

induksi terkecil terjadi pada jarak sambaran terjauh

dari trafo distribusi (2500 meter) yaitu 43.49 kV.

3. Hasil simulasi pada ATP-EMTP relevan dengan teori

Rusck pada letak sambaran maksimum sekitar 500

meter dari trafo distribusi dengan batasan error 10%.

Sementara untuk arus puncak, pengukuran yang

relevan hanya pada besaran arus puncak maksimum

sekitar 20 kA dengan batasan error sekitar 30%. Lebih

dari itu, perbandingan hasil simulasi ATP-EMTP

dengan perhitungan Teori Rusck mempunyai

perbedaan yang besar. Jadi Teori Rusck hanya cocok

digunakan pada perhitungan dengan arus petir rata-

rata sering terjadi (20 kA) dan jarak sambaran yang

dekat.

4. Waktu muka tegangan impuls petir mempengaruhi

nilai tegangan induksi petir. Semakin cepat (kecil)

waktu muka, semakin besar tegangan puncak induksi

petir. Hubungan antara waktu muka dengan besar

tegangan induksi petir berbanding terbalik. Waktu

muka tegangan impuls menurut standar adalah 1.2 µs.

5. Waktu ekor tegangan impuls petir juga mempengaruhi

nilai tegangan induksi petir. Semakin cepat (kecil)

waktu ekor petir, semakin kecil tegangan puncak

induksi petir. Hubungan antara waktu ekor dengan

besar tegangan induksi petir berbanding lurus. Waktu

ekor tegangan impuls menurut standar adalah 50 µs.

Page 6: ITS Undergraduate 12639 Paper

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 6

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan setelah mengerjakan

Tugas Akhir adalah :

1. Untuk simulasi atau pemodelan selanjutnya yang lebih

kompleks dan rumit, bisa digunakan perangkat lunak

EMTP-RV (Restructure Version) yang memiliki

tingkat ketelitian lebih tinggi.

2. Perlu adanya evaluasi pada pengamanan jaringan

distribusi tegangan menengah terhadap sambaran

petir. Evaluasi ini ditujukan agar dapat meminimalisir

akibat tegangan induksi yang dihasilkan sambaran

sehingga tidak merugikan pelanggan dan PT. PLN.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Marsudi, Djiteng. 1990. Operasi Sistem Tenaga

Listrik. Jakarta: Graha Ilmu.

[2] Kadir, A. 2000. Distribusi dan Utilisasi Tenaga

Listrik. Jakarta: Universitas Indonesia.

[3] Mahmudsyah, Syariffuddin. 2007. Teknik Tegangan

Tinggi. Handout Kuliah, Jurusan Teknik Elektro ITS,

Surabaya.

[4] Arismunandar, A. 1975. Teknik Tegangan Tinggi.

Jakarta: Pradnya Paramita.

[5] Zoro H. Reynaldo. 2004. Proteksi Terhadap

Tegangan Lebih Petir Pada Sistem Tenaga Listrik.

Catatan Kuliah, Departemen Teknik Elektro ITB,

Bandung.

[6] Mahmudsyah, Syariffuddin. 2007. Teknik Tegangan

Tinggi : Petir dan Permasalahannya. Diktat Kuliah.

Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya.

[7] Sabiha, Nehmdoh and Lehtonen, Matti. 2009.

Investigating Lightning-Induced Overvoltages

Transmitted to Customer Side. International

Conference on Power Systems Transients (IPST2009)

in Kyoto, Japan.

[8] Golde, R. H., 1977. Lightning Protection. London:

Academic Press Inc, vol-2.

[9] L. Tobing, Bonggas. 2003. Peralatan Tegangan

Tinggi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

[10] Hutauruk, T.S. 1989. Gelombang Berjalan dan

Proteksi Surja. Jakarta: Erlangga.

[11] Mengenal Dahsyatnya Petir sebagai Ancaman bagi

Perangkat Infokom yang Rawan, <URL:

http://www.ristinet.com>

[12] Nucci, C.A., Rachidi, F., 1999. ”Lightning-Induced

Overvoltages”. IEEE Transmission and

Distribution Conference, Panel Session

”Distribution Lightning Protection”, New Orleans,

April 14.

[13] Prikler, László dan Hans Kr. Høidalen. 1998.

ATPDraw for Windows 3.1x/95/NT version 1.0:

User’s Manual. Trondheim: SINTEF Energy

Research.

[14] Mottola, Fabio. 2007. ”Methods and Techniques for

the Evaluation of Lightning-Induced Overvoltages

on Power Lines: Application to MV Distribution

Systems for Improving the Quality of Power

Supply”. PhD Thesis of Electrical Engineering.

University Federico II of Napoli.

[15] <URL: http://www.petir.com>

BIODATA PENULIS

Augusta Wibi Ardikta dilahirkan

di Madiun, 17 Agustus 1987.

Penulis adalah putra pertama dari

dua bersaudara pasangan Sugijanto

(alm) dan Martuti Koesni. Penulis

memulai jenjang pendidikannya di

SD Negeri Pucang IV Sidoarjo

hingga lulus tahun 1999. Setelah

itu penulis melanjutkan studinya di

SMP Negeri 2 Sidoarjo. Tahun

2002, penulis diterima sebagai

siswa SMA Negeri 1 Sidoarjo

hingga lulus tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis

masuk ke Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS lewat jalur SPMB

dan mengambil bidang studi Teknik Sistem Tenaga.

Pada bulan Juni 2010 penulis mengikuti seminar

dan ujian Tugas Akhir di Bidang Studi Teknik Sistem

Tenaga Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik Elektro.