ITS Undergraduate 12639 Paper
-
Upload
fajar-wibowo -
Category
Documents
-
view
29 -
download
4
Transcript of ITS Undergraduate 12639 Paper
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 1
Abstrak :
Penyaluran daya listrik dengan saluran distribusi
tegangan menengah kemungkinan melalui daerah
dengan potensi sambaran petir yang cukup tinggi
sehingga dapat mengalami gangguan akibat sambaran
petir. Ada berbagai macam sambaran petir, yaitu
sambaran langsung dan sambaran tidak langsung. Pada
sambaran tidak langsung petir akan menginduksi
jaringan distribusi tegangan menengah sehingga
mengakibatkan tegangan lebih pada jaringan.
Pada tugas akhir ini akan membahas simulasi dan
pemodelan konfigurasi sistem distribusi tegangan
menengah 20 kV terhadap performa perlindungan petir
dengan simulasi ATP-EMTP. Hasil simulasi
dibandingkan dengan Teori Rusck. Pada kasus ini akan
diambil contoh penyulang Darmo Harapan yang
merupakan salah satu penyulang yang berada dalam
wilayah UPJ Darmo Permai di Area Pelayanan dan
Jaringan (APJ) Surabaya Selatan. Hasil simulasi ATP
menunjukkan bahwa arus puncak petir, posisi sambaran
petir serta waktu tegangan impuls petir berpengaruh
terhadap besarnya tegangan induksi yang ditimbulkan
oleh sambaran petir tersebut.
Kata kunci: Saluran Distribusi Tegangan Menengah,
Tegangan Induksi Petir, ATP-EMTP
I. PENDAHULUAN
Letak negara Indonesia yang berada pada daerah
tropis, memiliki tingkat sambaran petir yang lebih tinggi
dibandingkan dengan negara subtropis. Pada saluran
distribusi yang melalui daerah dengan potensi sambaran petir
cukup tinggi maka probabilitas terkena sambaran petir akan
cukup besar.
Sambaran petir pada saluran distribusi tegangan
menengah menyebabkan tegangan induksi pada saluran.
Tegangan induksi inilah yang dapat menyebabkan terjadinya
tegangan lebih pada saluran yang dapat membahayakan
isolator pada saluran, serta peralatan-peralatan listrik lainnya.
Masalah yang bisa ditimbulkan oleh tegangan lebih akibat
induksi petir sangat kompleks.
Dengan menggunakan teori simulasi perangkat lunak
EMTP (ElectroMagnetic Transient Program) akan
didapatkan besarnya tegangan lebih akibat induksi petir pada
saluran distribusi tegangan menengah. Oleh karena itu,
pemodelan nilai tegangan puncak induksi petir pada saluran
distribusi tegangan menengah bertujuan untuk meningkatkan
upaya perlindungan saluran distribusi terhadap adanya
gangguan berupa tegangan lebih.
II. SISTEM DISTRIBUSI DAN FENOMENA PETIR
2.1 Saluran Distribusi
Sistem distribusi dibagi menjadi beberapa bagian
yaitu:
1. Distribusi Primer
1.1 Sistem Loop
1.2 Sistem Radial
1.3 Sistem Mesh
1.4 Sistem Spindel
2. Distribusi Sekunder
Saluran distribusi primer (tegangan menengah)
menghubungkan antara gardu induk dengan saluran distribusi
sekunder (tegangan rendah). Dari distribusi sekunder listrik
disuplai ke konsumen. Atau bisa saja distribusi primer
mensuplai langsung ke konsumen yang biasanya berupa
industri. Saluran distribusi primer mempunyai rating
tegangan 20 kV. Sedangkan distribusi sekunder mempunyai
rating 380/220 V. Tipe jaringan distribusi primer yang sering
digunakan adalah topologi radial.
2.2 Petir
Petir merupakan kejadian alam di mana terjadi
loncatan muatan listrik antara awan dengan tanah. Indonesia
terletak di negara tropis yang sangat panas dan lembab.
Kedua faktor ini sangat penting dalam pembentukan awan
Cumulonimbus (Cb) penghasil petir. Petir atau kilat yang
menyambar saluran distribusi tegangan menengah dibedakan
menjadi dua macam menurut terjadinya sambaran, yaitu
sambaran langsung dan sambaran tidak langsung. Saluran
distribusi tegangan menengah mempunyai ketinggian tiang
yang lebih rendah daripada saluran transmisi sehingga
sambaran petir akibat induksi lebih sering terjadi daripada
sambaran petir langsung.
2.2.1 Sambaran Langsung
Yang dimaksud dengan sambaran langsung adalah
apabila kilat menyambar langsung pada kawat fasa (untuk
Studi Pengaruh Konfigurasi Peralatan pada Saluran Distribusi 20 kV
Terhadap Performa Perlindungan Petir Menggunakan Simulasi ATP/EMTP
Augusta Wibi Ardikta– 2205100094
Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya - 60111
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 2
saluran tanpa kawat tanah) atau pada kawat tanah (untuk
saluran dengan kawat tanah). Pada waktu kilat menyambar
kawat tanah atau kawat fasa akan timbul arus besar dan
gelombang berjalan yang merambat pada kawat. Arus yang
besar dapat membahayakan peralatan-peralatan yang ada
pada saluran. Makin tinggi tegangan sistem serta tinggi
tiangnya, makin banyak pula jumlah sambaran petir ke
saluran itu.
2.2.2 Sambaran Tidak Langsung (Sambaran Induksi)
Sambaran tidak langsung atau sambaran induksi
merupakan sambaran di titik lain yang letaknya jauh tetapi
obyek terkena pengaruh dari sambaran sehingga dapat
menyebabkan kerusakan pada obyek tersebut.
Sambaran induksi dapat terjadi bila awan petir ada
diatas peralatan yang berisolasi. Awan ini akan
menginduksikan muatan listrik dalam jumlah besar dengan
polaritas yang berlawanan dengan awan petir itu. Hal ini
akan menimbulkan muatan terikat. Bila terjadi pelepasan
muatan dari awan petir itu, maka muatan terikat itu kembali
bebas dan menjadi gelombang berjalan. Hal inilah yang
disebut dengan fenomena transien pada saluran dengan kata
lain bila terdapat sebuah petir yang menyambar ke tanah di
dekat saluran maka akan terjadi fenomena transien yang
diakibatkan oleh medan elektromagnetis di kanal petir.
Akibat dari kejadian ini akan timbul tegangan lebih dan
gelombang berjalan yang merambat pada sisi kawat saluran
distribusi yang berada di dekat sambaran terjadi.
III. SAMBARAN PETIR TIDAK LANGSUNG PADA
SALURAN DISTRIBUSI TEGANGAN
MENENGAH
Dalam kasus sambaran petir, kerusakan
struktur/konstruksi disebabkan oleh muatan arus yang kuat
dalam tanah yang bergantung besarnya medan listrik dan
medan magnet yang ada pada lokasi tersebut.
Tegangan induksi yang terjadi merupakan tegangan
akibat adanya fenomena kopling. Diasumsikan bahwa
menara atau tiang distribusi berada pada sumbu y positif
berupa suatu penghantar tegak lurus dengan bidang x. Arus
petir diasumsikan menyambar pada menara distribusi atau
pada kawat tanah dari saluran distribusi tersebut. Tegangan
induksi yang terjadi adalah akibat medan magnetik dan
medan listrik akibat arus petir yang mengalir pada menara
distribusi menuju ke pentanahan..
Gambar 1 Spesifikasi Gelombang Berjalan
Sampai saat ini sebab – sebab dari gelombang berjalan
yang diketahui adalah:
a. sambaran kilat secara langsung pada kawat
b. sambaran kilat tidak langsung pada kawat induksi
c. operasi pemutusan (switching operations)
d. busur tanah (arcing grounds)
Bentuk umum suatu gelombang berjalan dari
sambaran petir tak langsung digambarkan sebagai berikut:
Spesifikasi dari suatu gelombang berjalan :
a. Puncak (crest) gelombang, E (kV) yaitu amplitudo
maksimum dari gelombang.
b. Waktu muka gelombang, t1 (mikrodetik), yaitu
waktu dari permulaan sampai puncak. Dalam
praktek ini diambil 10%E sampai 90%E, seperti
terlihat pada Gambar 2.7.
c. Ekor gelombang, yaitu bagian di belakang puncak.
d. Waktu ekor gelombang, t2 (mikrodetik), yaitu waktu
dari permulaan sampai titik 50%E pada ekor
gelombang.
e. Polaritas, yaitu polaritas dari gelombang, positif
atau negatif
Untuk mendapatkan besarnya tegangan puncak dari
tegangan induksi petir dapat digunakan persamaan Teori
Rusck:
2
00max
5.01
1
2
11
d
hIZV
dengan
304
1
0
0
0Z
Vmax = tegangan puncak induksi petir (Volt)
Z0 = impedansi pada ruang hampa (ohm)
I0 = arus puncak petir (kA)
d = jarak antar tiang distribusi (m)
h = tinggi tiang distribusi (m)
β = rasio antara kecepatan sambaran balik dan kecepatan
cahaya
µ0 = permeabilitas magnet ruang hampa (1.26 x 10-6
H/m)
ε0 = permitivitas ruang hampa (8.85 x 10-12
F/m)
Kecepatan sambaran balik berkisar antara 2,9.107
sampai 24.107 m/s. Sedangkan besarnya kecepatan cahaya
adalah 3.108 m/s. Jadi besarnya nilai β berkisar antara 0,1 -
0,8. Pada tugas akhir ini, nilai β diasumsikan sebesar 0,8.
Pada tugas akhir ini ada parameter yang ditetapkan
yaitu tinggi menara (33 meter), kecepatan cahaya (3x108
m/s) dan jarak kawat dengan sambaran kilat (30 m).
Sedangkan parameter lainnya merupakan variabel berubah
yang digunakan pada simulasi.
Pada Tugas Akhir kali ini data diambil dari Penyulang
Darmo Harapan yang berada dalam wilayah Unit Pelayanan
dan Jaringan (UPJ) Darmo Permai di bawah pengawasan dari
PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Pelayanan
dan Jaringan (APJ) Surabaya Selatan.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 3
Gambar 2 Single Line Diagram Penyulang Darmo
Harapan
IV. SIMULASI DAN ANALISA TEGANGAN INDUKSI
AKIBAT SAMBARAN PETIR MENGGUNAKAN
ATP/EMTP
Pada tugas akhir ini disimulasikan petir akan
menyambar di dekat menara saluran distribusi tegangan
menengah. Peristiwa ini akan menyebabkan induksi pada
saluran. Pemodelan menggunakan ATP-EMTP digunakan
untuk mengetahui seberapa besar tegangan induksi yang
mengalir sepanjang saluran. Perlu diketahui saluran tegangan
menengah yang akan disimulasikan mencakup jaringan
distribusi saluran udara tegangan menengah hingga
transformator distribusi. Berikut ini adalah single line
diagram yang disimulasikan dalam ATP/EMTP dan
parameter dari trafo distribusi.
Tabel 1 Parameter Trafo Distribusi
Nama
Elemen Jenis Elemen Nilai
R Tahanan 500 Ohm
R_1 Tahanan 558.5405 Ohm
R_2 Tahanan 3822.4695 Ohm
R_3 Tahanan 1 mikro Ohm
R_4 Tahanan 50 Ohm
R_5 Tahanan 3000 Ohm
C_1 Kapasitor 0.0211 mikro Farad
C_2 Kapasitor 0.00303 mikro Farad
C_3 Kapasitor 0.0051 mikro Farad
C_4 Kapasitor 0.0001389 mikro Farad
C_5 Kapasitor 0.0004221 mikro Farad
C_6 Kapasitor 0.0001915 mikro Farad
L_1 Induktor 0.00856 mili Henry
L_2 Induktor 0.0046 mili Henry
L_3 Induktor 0.036897 mili Henry
L_4 Induktor 0.068493 mili Henry
Gambar 3 Pemodelan Sistem pada ATP/EMTP
Model dari arus petir yang digunakan adalah tipe
Heidler. Pada simulasi kali ini waktu tegangan impuls yang
digunakan adalah 1/60 µs. Seperti ditunjukkan Gambar 3
penyulang dimisalkan sepanjang 2500 m dibagi menjadi lima
subsection (A, B, C, D, E) dengan lima beban yang berbeda
dimana antar setiap subsection memiliki panjang masing
masing-masing 500 m.
4.1 Pengaruh Arus Puncak Petir Terhadap Tegangan
Puncak Induksi Petir
Arus puncak petir yang memiliki probabilitas tertinggi
pada sambaran petir berkisar antara 20-120 kA. Nilai inilah
yang digunakan acuan untuk variabel yang digunakan pada
simulasi ATP-EMTP. Sedangkan untuk parameter lain yaitu
tinggi menara 33 meter, dan jarak sambaran 500 meter.
Nilai tegangan induksi yang ditunjukkan pada hasil
simulasi ATP-EMTP dibandingkan dengan hasil perhitungan
teori yang dikemukakan oleh Rusck.
Tabel 2 Nilai Tegangan Lebih Akibat Induksi Petir
Berdasarkan Arus Puncak Petir
Arus
Puncak
Petir
(kA)
Tegangan Induksi (kV) Error
(%) Teori Rusck Simulasi
ATP-EMTP
20 66.816 43.495 34.9033
50 167.040 288.74 72.8568
75 250.561 382.95 52.83703
90 300.673 477.7 58.87692
100 334.081 525.29 57.23432
120 400.897 649.1 61.91191
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 4
Dari perbandingan antara hasil perhitungan Teori
Rusck dan hasil simulasi ATP-EMTP ada error yang cukup
besar, terutama pada arus besar. Hal ini karena Teori Rusck
tidak mengikutsertakan parameter-parameter yang ada dalam
model trafo distribusi.
Gambar 4 Grafik Perbandingan Tegangan Induksi Teori
Rusck dan Simulasi ATP-EMTP Berdasarkan Arus
Puncak Petir
Dari grafik tersebut dapat diketahui tegangan induksi
terendah pada saat arus puncak petir 20 kA yaitu. Sedangkan
nilai tegangan induksi tertinggi pada ketika arus puncak petir
120 kA. Hubungan antara arus puncak petir dan tegangan
puncak induksi adalah berbanding lurus. Semakin kecil arus
puncak petir, maka semakin rendah tegangan induksinya.
Sebaliknya, semakin besar arus puncak petir maka semakin
tinggi nilai tegangan induksinya
4.2 Pengaruh Posisi Sambaran Petir Terhadap Tegangan
Puncak Induksi Petir
Pada simulasi ini, terdapat 5 buah tiang distribusi
yaitu tiang A, B, C, D, dan E. jarak antar menara transmisi
adalah 500 meter, sehingga total jarak adalah 2500 meter.
Parameter arus puncak petir adalah 20 kA dan waktu
tegangan impuls petir adalah 1/60 µs. Pada simulasi kali ini
variabelnya adalah letak petir menyambar di dekat tiang.
Petir akan disimulasikan menyambar masing-masing
di`dekat tiang A, B, C, D, dan E. Hasil keluaran berupa
tegangan lebih akibat induksi petir saat arus puncak petir 20
kA.
Nilai tegangan induksi yang ditunjukkan pada hasil
simulasi ATP-EMTP dibandingkan dengan hasil perhitungan
teori yang dikemukakan oleh Rusck
Tabel 3 Nilai Tegangan Puncak Induksi Petir
Berdasarkan Letak Sambaran Petir
Letak
Tiang
Tegangan Induksi (kV) Error
(%) Teori
Rusck
Simulasi ATP-
EMTP
E (500 m) 66.816 59.84 10.441
D (1000 m) 33.408 58.733 75.80444
C (1500 m) 22.272 45.944 106.285
B (2000 m) 16.704 44.07 163.8279
A (2500 m) 13.363 43.49 225.4446
Dari perbandingan antara hasil perhitungan Teori
Rusck dan hasil simulasi ATP-EMTP ada error yang cukup
besar, terutama pada jarak yang semakin jauh. Hal ini karena
Teori Rusck tidak mengikutsertakan parameter-parameter
yang ada dalam model trafo distribusi.
Gambar 5 Grafik Perbandingan Tegangan Induksi
Menurut Teori Rusck dan Simulasi ATP-EMTP
Berdasarkan Letak Sambaran Petir
Dari Gambar 5, terlihat bahwa nilai tegangan puncak
induksi petir terkecil terjadi saat petir menyambar tiang A
(2500 meter). Sedangkan nilai tegangan puncak induksi petir
terbesar pada saat petir menyambar tiang E (500 meter).
Semakin jauh letak petir menyambar, semakin kecil tegangan
puncak induksi yang terjadi. Semakin dekat letak petir
menyambar, semakin besar pula tegangan puncak induksi
yang terjadi. Sehingga hubungan antara besar tegangan
puncak induksi petir dengan letak sambaran berbanding
terbalik.
4.3 Pengaruh Waktu Tegangan Impuls Petir Terhadap
Tegangan Puncak Induksi Petir
Bentuk tegangan surja petir dapat didefinisikan
sebagai tegangan impuls yaitu tegangan yang naik dalm
waktu sangat singkat, disusul dengan penurunan menuju nol
yang lambat. Penyelidikan melalui eksperimen menunjukkan
gelombang mempunyai kenaikan waktu (waktu muka) 0.5
sampai 50 μs dan waktu hilang 50% dari nilai puncak (waktu
ekor) pada nilai 30 sampai 200 μs. Waktu tegangan impuls
petir sesuai standar internasional adalah 1,2/50 μs.
4.3.1 Pengaruh Waktu Muka (Front Time)
Tabel 4 Nilai Waktu Muka Tegangan Impuls dan
Tegangan Puncak Induksi Petir Saat Waktu Ekor 60 μs
Waktu Muka (μs) Tegangan Puncak Induksi
Petir (kV)
0.5 74.941
0.8 54.33
1.2 34.589
2 14.389
3.5 4.308
5 1.577
Waktu muka (τr) adalah waktu antara 10-90 % dari
tegangan puncak induksi petir. Pada studi ini, akan dianalisa
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 5
pengaruh waktu muka terhadap tegangan puncak induksi
petir. Simulasi ATP-EMTP menggunakan arus puncak petir
20 kA, dan waktu ekor 60 µs. Hasilnya dapat dilihat pada
Tabel 4 di atas.
Gambar 6 Grafik Waktu Muka vs Tegangan Puncak
Induksi Petir Saat Waktu Ekor 60 μs
Dari Gambar 6, terlihat bahwa nilai tegangan puncak
induksi petir terbesar pada saat waktu muka 0.5 µs.
Sedangkan nilai tegangan puncak induksi petir terkecil saat
waktu muka 5 µs. Semakin cepat waktu muka sambaran
petir, maka nilai tegangan puncak induksi yang terjadi
semakin besar, begitu pula sebaliknya. Hubungan antara
waktu muka dengan tegangan puncak induksi petir adalah
berbanding terbalik.
4.3.2 Pengaruh Waktu Ekor (Tail Time)
Waktu ekor (τs) adalah waktu antara 10% dari
tegangan puncak sampai dengan 50% dari gelombang ekor.
Berdasarkan standar, nilai τs adalah 50 μs.. Pada studi ini,
akan dianalisa pengaruh waktu ekor terhadap tegangan
puncak induksi petir. Simulasi ATP-EMTP menggunakan
arus puncak petir 20 kA, , dan waktu muka 1 µs.
Tabel 5 Nilai Waktu Ekor Tegangan Impuls dan
Tegangan Puncak Induksi Petir Saat Waktu Muka 1 μs
Waktu Ekor (μs) Tegangan Puncak
Induksi Petir (kV)
30 38.178
50 42.203
75 45.166
120 48.972
160 51.131
200 52.88
Dari Gambar 7, terlihat bahwa nilai tegangan puncak
induksi petir terkecil pada saat waktu ekor 30 µs. Sedangkan
nilai tegangan puncak induksi petir terbesar saat waktu ekor
200 µs. Hubungan antara waktu ekor dengan tegangan
puncak induksi petir adalah berbanding lurus. Semakin cepat
waktu ekor sambaran petir, maka nilai tegangan puncak
induksi yang terjadi semakin kecil. Sedangkan semakin lama
waktu ekor sambaran petir, maka nilai tegangan puncak
induksi yang terjadi semakin besar
Gambar 7 Grafik Waktu Ekor vs Tegangan Puncak
Induksi Petir Saat Waktu Muka 1 μs
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari analisis dan
pembahasan perhitungan adalah :
1. Hubungan antara tegangan puncak induksi petir
dengan arus puncak petir adalah berbanding lurus.
Nilai tegangan puncak induksi petir yang terkecil
terjadi pada saat arus puncak petir terendah (20 kA)
yaitu 43.495 kV. Sedangkan nilai tegangan puncak
induksi petir terbesar terjadi pada saat arus puncak
petir tertinggi (200 kA) yaitu 649.1 kV.
2. Tegangan puncak induksi petir berbanding terbalik
dengan letak sambaran. Nilai tegangan puncak
induksi petir yang terbesar terjadi pada jarak
sambaran terdekat dengan trafo distribusi (500 meter)
yaitu 59.84 kV. Sedangkan nilai tegangan puncak
induksi terkecil terjadi pada jarak sambaran terjauh
dari trafo distribusi (2500 meter) yaitu 43.49 kV.
3. Hasil simulasi pada ATP-EMTP relevan dengan teori
Rusck pada letak sambaran maksimum sekitar 500
meter dari trafo distribusi dengan batasan error 10%.
Sementara untuk arus puncak, pengukuran yang
relevan hanya pada besaran arus puncak maksimum
sekitar 20 kA dengan batasan error sekitar 30%. Lebih
dari itu, perbandingan hasil simulasi ATP-EMTP
dengan perhitungan Teori Rusck mempunyai
perbedaan yang besar. Jadi Teori Rusck hanya cocok
digunakan pada perhitungan dengan arus petir rata-
rata sering terjadi (20 kA) dan jarak sambaran yang
dekat.
4. Waktu muka tegangan impuls petir mempengaruhi
nilai tegangan induksi petir. Semakin cepat (kecil)
waktu muka, semakin besar tegangan puncak induksi
petir. Hubungan antara waktu muka dengan besar
tegangan induksi petir berbanding terbalik. Waktu
muka tegangan impuls menurut standar adalah 1.2 µs.
5. Waktu ekor tegangan impuls petir juga mempengaruhi
nilai tegangan induksi petir. Semakin cepat (kecil)
waktu ekor petir, semakin kecil tegangan puncak
induksi petir. Hubungan antara waktu ekor dengan
besar tegangan induksi petir berbanding lurus. Waktu
ekor tegangan impuls menurut standar adalah 50 µs.
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS 6
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan setelah mengerjakan
Tugas Akhir adalah :
1. Untuk simulasi atau pemodelan selanjutnya yang lebih
kompleks dan rumit, bisa digunakan perangkat lunak
EMTP-RV (Restructure Version) yang memiliki
tingkat ketelitian lebih tinggi.
2. Perlu adanya evaluasi pada pengamanan jaringan
distribusi tegangan menengah terhadap sambaran
petir. Evaluasi ini ditujukan agar dapat meminimalisir
akibat tegangan induksi yang dihasilkan sambaran
sehingga tidak merugikan pelanggan dan PT. PLN.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Marsudi, Djiteng. 1990. Operasi Sistem Tenaga
Listrik. Jakarta: Graha Ilmu.
[2] Kadir, A. 2000. Distribusi dan Utilisasi Tenaga
Listrik. Jakarta: Universitas Indonesia.
[3] Mahmudsyah, Syariffuddin. 2007. Teknik Tegangan
Tinggi. Handout Kuliah, Jurusan Teknik Elektro ITS,
Surabaya.
[4] Arismunandar, A. 1975. Teknik Tegangan Tinggi.
Jakarta: Pradnya Paramita.
[5] Zoro H. Reynaldo. 2004. Proteksi Terhadap
Tegangan Lebih Petir Pada Sistem Tenaga Listrik.
Catatan Kuliah, Departemen Teknik Elektro ITB,
Bandung.
[6] Mahmudsyah, Syariffuddin. 2007. Teknik Tegangan
Tinggi : Petir dan Permasalahannya. Diktat Kuliah.
Jurusan Teknik Elektro ITS, Surabaya.
[7] Sabiha, Nehmdoh and Lehtonen, Matti. 2009.
Investigating Lightning-Induced Overvoltages
Transmitted to Customer Side. International
Conference on Power Systems Transients (IPST2009)
in Kyoto, Japan.
[8] Golde, R. H., 1977. Lightning Protection. London:
Academic Press Inc, vol-2.
[9] L. Tobing, Bonggas. 2003. Peralatan Tegangan
Tinggi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
[10] Hutauruk, T.S. 1989. Gelombang Berjalan dan
Proteksi Surja. Jakarta: Erlangga.
[11] Mengenal Dahsyatnya Petir sebagai Ancaman bagi
Perangkat Infokom yang Rawan, <URL:
http://www.ristinet.com>
[12] Nucci, C.A., Rachidi, F., 1999. ”Lightning-Induced
Overvoltages”. IEEE Transmission and
Distribution Conference, Panel Session
”Distribution Lightning Protection”, New Orleans,
April 14.
[13] Prikler, László dan Hans Kr. Høidalen. 1998.
ATPDraw for Windows 3.1x/95/NT version 1.0:
User’s Manual. Trondheim: SINTEF Energy
Research.
[14] Mottola, Fabio. 2007. ”Methods and Techniques for
the Evaluation of Lightning-Induced Overvoltages
on Power Lines: Application to MV Distribution
Systems for Improving the Quality of Power
Supply”. PhD Thesis of Electrical Engineering.
University Federico II of Napoli.
[15] <URL: http://www.petir.com>
BIODATA PENULIS
Augusta Wibi Ardikta dilahirkan
di Madiun, 17 Agustus 1987.
Penulis adalah putra pertama dari
dua bersaudara pasangan Sugijanto
(alm) dan Martuti Koesni. Penulis
memulai jenjang pendidikannya di
SD Negeri Pucang IV Sidoarjo
hingga lulus tahun 1999. Setelah
itu penulis melanjutkan studinya di
SMP Negeri 2 Sidoarjo. Tahun
2002, penulis diterima sebagai
siswa SMA Negeri 1 Sidoarjo
hingga lulus tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis
masuk ke Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS lewat jalur SPMB
dan mengambil bidang studi Teknik Sistem Tenaga.
Pada bulan Juni 2010 penulis mengikuti seminar
dan ujian Tugas Akhir di Bidang Studi Teknik Sistem
Tenaga Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik Elektro.