ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 01 Januari-Juni 2020
Transcript of ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 01 Januari-Juni 2020
ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 01 Januari-Juni 2020
Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
53
NILAI PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN PADA
LEMBAGA PONDOK PESANTREN
(Suatu Tinjauan Konseptual Pendidikan Pesantren)
Sopian Lubis
Dosen STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi, Jalan, Gatot Subroto KM. 3 No. 3 Kota Tebing Tinggi, E-mail: [email protected]
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk meninjau nilai pendidikan karekter kebangsaan pada
lembaga pendidikan Pondok Pesanren. Penelitian ini dilakukan denga mengkaji berbagai konsep literatur
tentang proses pendidikan yang dilakukan pondok pesantren dikaitkan dengan nilai pendidikan karakter
kebangsaan. Metode penelitian yang yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode deskriptif
eksploratif yaitu, pengembangan metode yang mendeskripsikan gagasan-gagasan yang telah dituangkan
dalam bentuk media cetak (buku) sebagai naskah primer, maupun naskah sekunder untuk kemudian
dikembangkan. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian literatur yang bersifat
deskriftif eksploratif. Pengumpulan data dilakukan dengan mereview berbagai sumber primer yaitu, buku-
buku yang membahas konsep pendidikan pesantren. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa lembaga
Pondok Pesantren sejak awal pertumbuhannya hingga sekarang telah memberikan pendidikan karakter
kebangsaan kepada seluruh santri/siswa secara konsisten. Pendidikan karakter kebagsaan tersebut
dilakukan dengan pembiasaan-pembiasaan pada kehidupan santri/siswa. Pendidikan karakter tersebut
secara tidak langsung, menjadi ciri khusu pendidikan pondok pesantren yang tertuang dalam motto
kehidupan santri/siswa (keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah islamiyah, berjiwa bebas).
Kata-kata kunci: Nilai. Karakter, Kebangsaan, Pondok Pesantren
PENDAHULUAN
Pondok pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam akhir-akhir ini sering
dibenturkan dengan sistem bernegara di
Indonesia. Hal ini didasari oleh sistem
pendidikan yang berlangsung di
lingkungan Pondok Pesantren tergolong
inklusif yang sulit dikontrol pemerintah.
Dari sudut kurikulumnya juga memiliki
perbedaan yang sangat besar bila
dibandingkan dengan lembaga
pendidikan formal lainnya termasuk
madrasah yang dikendalikan pemerintah.
Pada sisi lain, sebahagian dari pada
alumninya terindikasi sebagai jaringan
teroris nasional maupun internasional
dalam penilaian pemerintah. Tentu hal ini
akan memberikan dampak negatif bagi
lembaga pendidikan pesantren
kedepannya. Sehingga akhir-akhir ini
banyak elit pemerintah yang berkuasa
memberikan penilaian yang miring
terhadap lembaga pesantren.
Maka dalam tulisan ini, ada dua hal
yang akan dideskripsikan, yaitu
pendidikan Karakter kebangsaan dan
ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 01 Januari-Juni 2020
Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
54
pendidikan Pondok Pesantren. Sebagai
salah satu usaha dalam memahami
konteks pendidikan pesantren secara
global untuk memdapatkan formula
kesimpulan yang berimbang. Faktanya,
pendidikan pondok pesantren telah
memberikan kontribusi yang tidak sedikit
pada bangsa dan negara mulai dari masa
penjajahan hingga sekarang ini.
METODE
Metode penelitian yang yang
digunakan dalam tulisan ini adalah
metode deskriptif eksploratif yaitu,
pengembangan metode yang
mendeskripsikan gagasan-gagasan yang
telah dituangkan dalam bentuk media
cetak (buku) sebagai naskah primer,
maupun naskah sekunder untuk
kemudian dikembangkan. Sdangkan jenis
penelitian yang digunakan adalah
penelitian literatur yang bersifat deskriftif
eksploratif.
Fokus pembahasan pada metode
deskriptif eksploratif adalah suatu usaha
mendeskripsikan, membahas dan
menggali gagasan-gagasan pokok yang
selanjutnya ditarik pada satu kesimpulan
dan tidak menutup kemungkinan adanya
kasus baru. Ide pokok yang menjadi dasar
tulisan ini adalah Pendidikan karakter
kebangsaan di pondok pesantren sebagai
suatu tinjauan konseptual pendidikan
pesantren.
Adapun sumber data yang
digunakan adalah:
1. Sumber utama (primer) yaitu, data-
data yang berkaitan langsung dengan
teori-teori Pendidikan kebangsaan dan
Pendidikan pesantren dengan
menggunakan beberapa buku dan
literatur yang berkaitan dengan
permasalahan.
2. Data sekunder, yaitu data yang tidak
terkait secara langsung dengan
pembahsan berupa hasil penelitian-
penelitian terdahulu, undang-undang
serta peraturan pemerintah yang
berkaitan dengan pendidikan
antikorupsi. (Arikunto, 2002: 114)
Untuk pengumpulan data, penulis
menggunakan telaah buku, dengan cara
memperoleh keterangan-keterangan
mengenai suatu obyek pembahasan.
Selanjutnya dianalisa dengan
menggunakan kerangka berfikir induktif.
(Moleong, 2002: 3). Berangkat dari
ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 01 Januari-Juni 2020
Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
55
kerangka umum tentang konsep
pendidikan kebangsaan dan pendidikan
pesantren, maka selanjutnya dilakukan
analisis konsep pendidikan kebangsaan di
lingkungan pondok pesantren.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Terminologi Pondok Pesantren
Pondok Pesanten merupakan salah
satu lembaga pendidikan Islam paling
klasik di Indonesia. Dalam pembahasaan
sehari-hari istilah ini sering diungkapkan
dengan kara “Pondok” atau “Peantren”,
dan bahkan tidak jarang ditemukan
penggabungan keduanya yakni “Pondok
Pesantren”. Secara esensial, semua istilah
ini mengandung makna yang sama,
kecuali sedikit perbedaan. Asrama yang
menjadi penginapan santri sehari-hari
dapat dipandang sebagai pembeda antara
pondok dan pesantren (Mujammil
Qomar, 2002: 1).
Pondok pesantren merupakan
lembaga pendidikan Islam tertua yang
berfungsi sebagai salah satu benteng
pertahanan umat Islam, pusat dakwah dan
pusat pengembangan masyarakat muslim
Indonesia. Istilah pondok pesantren
pertama kali dikenal di Jawa, di Aceh
dikenal rangkag dan dayah, di Sumatera
Barat dengan surau (Putra: 2001: 47).
Pada masa awal perkembangannya,
pesantren tidak menyediakan asrama
(pemondokan) untuk santrinya di
kompleks pesantren tersebut, mereka
tinggal di seluruh penjuru desa sekeliling
pesantren (santri kalong) dimana cara dan
metode pendidikan dan pengajaran
agama Islam diberikan dengan sistem
watonan yaitu para santri datang
berduyun-duyun pada waktu-waktu
tertentu (Jalaludin, 1990: 9).
Seiring dengan perkembangan
zaman keadaan ini mengalami perubahan.
Pengasuh dan pengelola pondok
pesantren kemudian membangun asraram
(pemondokan) sebagai penginapan santri-
santri yang belajar di pesantren untuk
memperlancar proses belajar dan
menjalin hubungan guru-murid secara
lebih akrab untuk thalab ‘ilm al-dina.
Inilah yang mengklasifikasikan pondok
pesantren menjadi dua kategori, yakni
pondok pesantren klasik (salaf) dan
pondok pesantren modern (kholaf).
Pada bahagian ini, penulis tidak
memfokuskan pembahasan perbedaan
ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 01 Januari-Juni 2020
Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
56
antara pondok pesantren klasik (salaf)
dengan pondok pesantren modern
(kholaf). Hal ini disebabkan karena esensi
yang ingin dicapai dari tulisan ini adalah
sistem pendidikan pondok pesantren
dalam menanamkan nilai-nilai karakter
kebangsaan pada santri/siswa dalam
kegiatan pembelajaran dan bersosialisasi.
Sistem Pendidikan Pondok Pesantren
Pondok pesantren adalah sebuah
sistem pendidikan yang unik. Tidak
hanya unik dalam pendekatan
pembelajarannya, tetapi juga unik dalam
pandangan hidup dan tata nilai yang
dianut, cara hidup yang ditempuh,
struktur pembagian kewenangan, dan
semua aspek-aspek kependidikan dan
kemasyarakatan lainnya. Hal ini yang
menyebabkan bahwa masing-masing
pondok mempunyai keistimewaan
sendiri, yang bisa jadi tidak dimiliki oleh
yang lain.
Meskipun demikian, dalam hal-hal
tertentu pondok pesantren memiliki
persamaan. Persamaan-persamaan inilah
yang lazim disebut sebagai ciri pondok
pesantren, dan selama ini dianggap dapat
mengimplikasi pondok pesantren secara
kelembagaan. Sebuah lembaga
pendidikan dapat disebut sebagai pondok
pesantren apabila di dalamnya terdapat
sedikitnya lima unsur, yaitu: kiyai, santri,
pengajian, asrama, masjid dengan segala
aktivitas pendidikan keagamaan dan
kemasyarakatannya.
Persamaan lain yang terdapat pada
pondok pesantren adalah bahwa semua
pondok pesantren melaksanakan tiga
fungsi kegiatan yang dikenal dengan Tri
Darma Pondok Pesantren, yaitu:
a. Peningkatan keimanan dan ketakwaan
terhadap Allah swt;
b. Pengembangan keilmuan yang
bermanfaat;
c. Pengabdian terhadap agama,
masyarakat dan negara
Selain model pembelajaran aspek
kelembagaan dan aspek fungsi kegiatan
di atas, pondok pesantren juga disatukan
melalui persamaan atas hubungan yang
khas dalam kependidikan dan
kemasyarakatan, yaitu:
a. Hubungan yang dekat antara kiyai
dengan santri.
b. Ketaatan santri yang tinggi kepada
kiyai.
c. Hidup hemat dan sederhana.
ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 01 Januari-Juni 2020
Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
57
d. Tingginya semangat kemandirian pada
santri.
e. Berkembangnya suasana persaudaraan
dan tolong menolong.
f. Kuatnya semangat mencapai cita-cita.
g. Tertanamnya sikap disiplin dan istiqo-
mah.
Keragaman dan keunikan
pendidikan pondok pesantren juga
terdapat pada sistem pembelajarannya.
Hal ini terkait dengan kenyataan, bahwa
ada sejumlah pondok pesantren yang
tetap mempertahankan sistem
pembelajaran lama yang cenderung
menggunakan pendekatan individual atau
kelompok, dan ada pula pondok
pesantren yang menyerap sistem pen-
didikan modern yang lebih
mengedepankan pendekatan klasikal.
Dalam melaksanakan proses
pendidikan di pondok pesantren terdapat
beberapa kegiatan yang umumnya
dilakukan oleh pengelola Pondok
Pesantren. Hubungan tradisional
tercermin dominasi kiyai yang sangat
kental sebagai pimpinan pondok dalam
menentukan hal-hal yang harus dilakukan
dalam menjalankan kegiatan pendidikan.
Beberapa ahli bahkan memadankan kiyai
sebagai raja, “a pesantren is paralleled
by some experts as a kingdom in which
the kiai is the king. This implies that the
kiai has total power and authority to
control any aspect of his pesantren”.
(Raihani, 2001: 30).
Pondok pesantren memiliki metode
pembelajaran yang menjadi khas. Metode
pembelajaran tersebut antara lain adalah
metode sorogan, bandongan/ wetonan,
musyawarah, pengajian, hafalan,
demonstrasi/paktek, rihlah ilmiyah,
Muhawarah/Muadatsah, dan Riyadhah
(Tim Pengembang Ilmu Pendidikan,
2007: 45). Atas ini, umumnya pesantren
melaksankan pendidikan formal di
dalamnya, pendidikan tersebut berfungsi
sebagai penghubung antara sistem lama
dengan sistem baru.
2. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah suatu
sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik
terhadapa Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi manusia
ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 01 Januari-Juni 2020
Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
58
yang sempurna (insan kamil). Dalam
pendidikan karakter di sekolah, semua
komponen (stake-holders) harus
dilibatkan, termasuk komponen-
komponen pendidikan itu tersendiri, yaitu
isi kurikulum, proses pembelajaran dan
penilaian, kualitas hubungan, penangana
atau pengelolaan mata pelajaran,
pengelolaan sekolah, pelaksanaan
aktivitas atau kegiatan kokurikulum,
pemberdayaan sarana prasarana,
pembiayaan, dan ethos kerja seluruh
warga dan lingkungan sekolah. (Narwati,
2011; 14).
Pendidikan karakter membutuhkan
proses atau tahapan secara sistematis dan
gradual, sesuai dengan fase pertumbuhan
dan perkembangan anak didik. Karakter
dikembangkan melalui tahap
pengetahuan (knowing), pelaksanaan
(acting), dan kebiasaan (habit). Jadi
karakter itu tidak terbatas pada
pengetahuan saja, seseorang yang
memiliki pengetahuan tentang kebaikan
belum tentu mampu bertindak sesuai
dengan yang diketahuinya, jika tidak
terlatih (habit) untuk melakukan
kebaikan tersebut. Demikian halnya
dengan karakter, yang menjangkau
wilayah emosi dan kebiasaan diri.
Dengan demikian, menurut Lickona
diperlukan tiga komponen karakter yang
baik, yaitu moral knowing, moral
feelings, dan moral actions. Hal ini
diperlukan agar anak didik betul-betul
mengetahui, merasakan dan mengerjakan
sekaligus nilai-nilai kebajikan
(Soemantri, 2010).
Adapun nilai-nilai yang
dikembangkan dalam pendidikan karakter
di Indonesia diidentifikasi berasal dari
empat sumber, yaitu agama, pancasila,
budaya, dan tujuan Pendidikan Nasional.
Berdasarkan keempat sumber nilai
tersebut, teridentifikasi sejumlah nilai
untuk pendidikan karakter. Adapun nilai
dan deskripsi nilai pendidikan karakter
adalah sebagai berikut. (Kurniawan,
2012; 39-42).
Tabel 1. Deskripsi Nilai Pendidikan Karakter
No Nilai Deskripsi
1 Relegius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain,
ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 01 Januari-Juni 2020
Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
59
dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2 Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
3 Tolerasnsi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis, pendapat, sikap, dan tindakan oramg lain yang
berbeda dari dirinya.
4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
5 Kerja Keras
Perilaku yang menunujukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6 Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu utuk menghasilkan cara atau hasil
baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7 Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8 Demikrasi Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya.
9 Rasa Ingin
Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang
dipelajarinya.
10 Semangat
Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan diri dan
kelompoknya.
11 Cinta Tanah
Air
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara diatas diri
dan kelompoknya.
12 Menghargai
Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan
ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 01 Januari-Juni 2020
Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
60
mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain.
13 Bersahabat/
Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul,
dan bekerja sama dengan orang lain.
14 Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15 Cinta Damai Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan
yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16 Peduli
Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan
pada lingkungan alam disekitarnya dan mengembangkan upaya-
upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17 Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18 Tanggung
Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, dan lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara,
dan Tuhan YME.
Suber: Pengembangan Karakter, 2009.
Dalam kaitan ini pada draft Grand
Design Pendidikan Karakter diungkapkan
nilai-nilai yang terutama akan
dikembangkan dalam budaya satuan
pendidikan formal dan nonformal.
3. Nilai Pendidikan Karakter
Kebangsaan di Pondok Pesantren
Salah satu ciri yang mendasar pada
pendidikan pondok pesantren adalah
penanaman nilai-nilai. Setiap kegiatan
pendidikan yang dilakukan di pondok
pesantren baik pendidikan formal
maupun nonformal sangat sarat dengan
nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut secara
pilosofis tidak terlepas dari kemaslahatan
umat manusia, umat dan bangsa.
Dari itu, nilai-nilai pendidikan
karakter pada lembaga pondok pesantren
ialah jiwa dan filsafat hidup serta
orientasi pendidikan pondok pesantren.
Sehubungan dengan nilai ini, pondok
pesantren pada umumnya mempunyai
apa yang disebut pancajiwa yang selalu
mendasari dan mewarnai seluruh
ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 01 Januari-Juni 2020
Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
61
kehidupan santri, yaitu: keikhlasan,
kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah
islamiyah, dan kebebasan. (Kurniawan,
2012: 11).
Keikhlasan: Para santri/ siswa yang
belajar di pondok pesantren tidak karena
didorong oleh keinginan memperoleh
keuntungan-keuntungan tertentu, mereka
semua menjalankan kegiatan yang di
programkan pesantren semata-mata untuk
dan karena ibadah. Kondisi ini meliputi
segenap susana kehidupan di pondok
pesantren. Kiayai dan para guru ikhlas
dalam mengajar, santri/siswa ikhlas
dalam belajar (memperoleh pendidikan).
Kesederhanaan: Kehidupan di
lingkungan pondok pesantren diliputi
suasana kesederhanaan, namun penuh
dengan nilai-nilai keagungan. Sederhan
buan berarti passif, dan bukan pula
karena kemiskinan. Kesederhanaan
dalam pandangan pondok pesantren
adalah kebiasaan yang mengandung
unsur kekuatan dan ketabhan hati,
pengendalian diri dalam menghadapi
berbagai cobaan hidup pada segala
tingkat kesulitannya. Di balik
kesederhanaan tersebut, terpancar jiwa
besar, berani maju terus dalam
menghadapi perjuangan hidup, dan
pantang mundur dalam segala keadaan.
Dalam sikap kesederhanaan ini timbul
mental/ karakter yang kuat yang menjadi
syarat suksesnya suatu perjuangan dalam
segi kehidupan.
Kemandirian: Jiwa kemandirian
adalah jiwa kesanggupan menolong diri
sendiri atau dengan istilah berdiri di atas
kaki senditi (self-help). Pendidikan
kemandirian ini merupakan senjata
ampuh dalam kehidupan di pondok
pesantren, yang dapat dimaknai bukan
saja dalam arti santri/ siswa selalu belajar
dan berlatih mengurus segala
kepentingan diri sendiri, tapi jauh di balik
itu pondok pesantren sebagai lembaga
pendidikan tidak pernah menyandarkan
kehidupannya pada bantuan dan belas
kasih orang lain. Dalam hal ini pondok
pesantren juga tidak bersikap kaku,
sehingga menolak orang-orang yang
hendak membantu pondok.
Ukhuwah Islamiyah: Kehidupan di
pondok pesantren diliputi suasana
persaudaraan akrab sehingga segala
kesenangan dirasakan bersama dengan
jalinan perasaan keagamaan, ukhuwah
(persaudaraan) ini. Bukan saja selama di
ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 01 Januari-Juni 2020
Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
62
dalam pesantren, tetapi juga
mempengaruhi ke arah persatuan umat
dalam masyarakat selepas mendapat
pendidikan dari pondok pesantren.
Kebebasan: Bebas dalam berpikir
dan berbuat, bebas dalam menentukan
masa depannya, dalam memilih jalan
hidup pada masyarakat. Dengan berjiwa
besar dan optimis dalam menghadapi
kehidupan para santri/ siswa akan
menjadi generasi yang unggul dan
tangguh di kemudian hari. Bahkan
kebebasan yang dimaknai pondok
pesantren sampai kepada bebas atas
pengaruh asing/kolonial. Hanya saja
dalam kebebasan ini seringkali ditemui
unsur-unsur negatif, yaitu apabila
kebebasan disalahgunakan, sehingga
terlalu bebas (liberal), kehilangan arah
dan tujuan atau prinsip. Sebaliknya, ada
pula yang terlalu bebas (untuk tidak
dipengaruhi), berpegang teguh pada
tradisi yang dianggap paling baik sendiri,
yang telah pernah berhasil dan
menguntungkan pada zamannya,
sehingga tidak mau menoleh ke arah
keadaan sekitar dengan perubahan
zamannya, dan tidak memperhitungkan
masa depannya. Akhirnya tidak bebas
lagi, karena mengikatkan diri kepada
yang diketahui itu saja.
Adapun nilai-nilai tradisi pesantren
yang dapat dijadikan pedoman
pengembangan nilai-nilai karakter bangsa
adalah tasamuh, tawassuth, dan tawazun.
Tasamuh berarti toleran di dalam
menyikapi perbedaan pendapat.
Tawassuth berarti sikap tengah yang
berintikan keadilan ditengah kehidupan
bersama, serta menjadi panutan,
bertindak lurus, bersifat membangun, dan
tidak ekstrem. Tawazun berarti
keseimbangan dalam berkhidmat kepada
Allah swt, berkhidmat kepada sesama
manusia, dan kepada lingkungan serta
keselarasan antara masa lalu, masa kini,
dan masa depan.
Sikap dan perilaku santri tersebut
muncul karena pesantren dalam proses
pendidikan didasarkan pada prinsip-
prinsip sebagai berikut:
a. Teosentris, yaitu semua aktifitas
pendidikan dipandang sebagai ibadah
kepada Allah swt dan merupakan
bagian integral dari totalits kehidupan
keagamaan. Nilai keagamaan dalam
Islam adalah konsep mengenai
penghargaan tinggi yang diberikan
ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 01 Januari-Juni 2020
Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
63
oleh warga masyarakat kepada
beberapa pokok masalah dalam
kehidupan keagamaan yang bersiafat
suci, sehingga menjadi pedoman bagi
tingkah laku keagamaan warga
masyarakat bersangkutan. Artinya
konsep nilai-nilai dan budaya yang
bersumber dari ajaran agama
mengenai masalah dasar sangat
penting dalam kehidupan manusia.
b. Sukarela dalam mengabdi. Para
pengasuh pesantren memandang
semua kegiatan pendidikan merupakan
ibadah kepada Allah. Penyelenggaraan
pendidikan pada pesantren
dilaksanakan secara sukarela dan
mengabdi kepada sesama dalam
rangka mengabdi kepada Allah swt.
c. Kearifan, yaitu bersikap sabar, bijak,
rendah hati, sikap moderat, dan patuh
pada ketentuan hukum agama, mampu
mencapai tujuan tanpa merugikan
orang lain, dan mendatangkan manfaat
bagi kepentingan bersama. Kearifan
ini telah melahirkan peserta didik atau
santri yang berpandangan inklusif.
d. Kesederhanaan adalah tidak tinggi hati
dan sombong walau berasal dari orang
kaya atau keturunan raja.
e. Kolektivitas yaitu mengutamakan
kepentingan orang banyak daripada
kepentingan pribadi. Dalam hal
kewajiban, orang harus mendahulukan
kewajiban diri sendiri sebelum orang
lain.
f. Mengatur kegiatan bersama. Kegiatan
bersama dilakukan oleh para santri
dengan bimbingan para guru atau
kiyai. Para santri mengatur semua
kegiatan pembelajaran dan kegiatan
lainnya.
g. Ukhuwwah Diniyyah. Kehidupan di
pesantren penuh dengan suasana
persaudaraan, persatuan, dan gotong
royong. Sehingga segala kesenangan
dirasakan bersama dan segala
kesulitan berusaha diatasi bersama.
h. Kebebasan. Kebebasan yang dimaksud
adalah kebebasan dari segi kurikulum
dan politik. Kebebasan kurikulum
yaitu tidak terikat oleh kurikulum
Kemenag RI maupun Kemendikbud
RI. Sedangkan kebebasan politik yaitu
tidak berafiliasi bahkan terlibat pada
salah satu pada partai politik maupun
organisasi masyarakat tertentu.
(Mukhibath, 2015; 189-190).
ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 01 Januari-Juni 2020
Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
64
Nilai-nilai pendidikan karakter
menempati posisi yang tinggi dalam Al-
Qur’an dan Hadis, bahkan menjadi jiwa,
subtansi dan misi utama dari ajaran Al-
Qur’an dan Hadis tersebut. Dengan kata
lain, bahwa seluruh ajaran Al-Qur’an dan
Hadis pada umumnya ditujukan untuk
membentuk karakter manusia yang baik.
Akidah, ibadah, dan muamalah bukanlah
tujuan, melainkan hanya wasilah,
sedangkan tujuan akhirnya adalah
terbentuknya manusia yang berkarakter.
Islam menempatkan nilai pendidikan
karakter sebagai hal yang sangat penting,
yaitu pengajaran tentang nilai dan
perilaku yang sesuai dengan ajaran Islam.
Al-Qur’an dan Hadis memberikan
kebebasan kepada manusia untuk
menentikan pilihannya secara
bertanggung jawab, dan dalam batas-
batas yang ditentukan oleh Allah swt dan
Rasul-Nya, karena kebebasan yang
melampaui batas-batas yang ditentukan
Allah dan Rasul-Nya itu akan membunuh
kebebasan itu sendiri. (Nata, 2016; 175-
176).
Berdasarkan sajian data di atas,
dapat disimpulkan bahwa penanaman
nilai kebangsaan pada santri/siswa
dilakukan dengan proses pembelajaran
dan berbagau kegiatan di luar kelas.
Kegiatan di dalam kelas melalui
serangakain proses pembelajaran,
khususnya Pendidikan Kewarganegaraan
dan Pendidikan Sejarah. Sementara
penanaman nilai kebangsaan di luar kelas
dengan melakukan kunjungan ke tempat-
tempat bersejarah. Secara teoretis
santri/siswa memang harus diberi
pemahaman bahwa bangsa Indonesia
terbentuk melalui suatu proses yang
panjang. Unsur masyarakat yang
membentuk bangsa Indonesia terdiri atas
berbagai macam suku bangsa, adat-
istiadat, kebudayaan, agama, serta
wilayah. Persatuan dan kesatuan tersebut
kemudian dituangkan dalam suatu asas
kerohanian yang merupakan suatu
kepribadian serta jiwa bersama, yaitu
Pancasila. Prinsip-prinsip kebangsaan
Indonesia yang berdasarkan Pancasila
adalah bersifat majemuk tunggal.
Prinsip majemuk tunggal tersebut
mengindikasikan bahwa pendidikan
nasionalisme yang diungkapkan dalam
bahasa pesantren sebagai ukhuwah
islamiyah dan ukhuwah wathoniyah pada
setiap jenjang pendidikan harus berakar
ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 01 Januari-Juni 2020
Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
65
pada pemahaman sejarah, keberagaman
budaya dan aspek keabngsaan lainnya.
Selain melalui pendidikan formal
pesantren, mayoritas pondok pesantren
masih menggunakan metode
pembelajaran yang khas dalam
memberikan pemahaman nilai-nilai
keagamaan. Metode pembelajaran
tersebut seperti sorogan, bandongan,
musyawarah, pengajian, hapalan,
demonstrasi/paktek, rihlah ilmiyah,
Muhawarah/Muadatsah, dan Riyadhah.
Tentu saja metode-metode yang
dilakukan ini, juga dijadikan sarana untuk
menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan
persatuan.
Secara khusus penanaman nilai-
nilai kebangsaan bisa muncul ketika para
pengasuh, kiyai dan guru menggunakan
metode musyawarah/Bahtsul Masa’il.
Metode ini juga bisa dikatakan sebagai
metode diskusi atau seminar. Para
santri/siswa dalam jumlah tertentu duduk
membentuk halaqah dan dipimpin
langsung oleh kiyai atau bisa juga
santri/siswa senior untuk membahas
suatu tema yang telah ditentukan
sebelumnya. Tema yang akan dikaji,
misalnya adalah nilai-nilai kebangsaan
yang tercermin dalam Al-Quraqn &
Hadis. Untuk melakukan pembelajaran
dengan metode ini, sebelumnya pengajar
telah mempertimbangkan kesesuaian
topik atau persoalan (materi
kontemporer) dengan kondisi dan
kemampuan peserta (para santri/siswa).
Metode ini berguna untuk
membangun pemahaman santri tentang
kebangsaan dan memahami isu
kebangsaan yang berkaitan dengan nilai
ke-Islaman. Metode ini sebagai upaya
untuk meghindarkan tumbuhnya
“etnonasionalisme” yang membatasi
pemikiran peserta didik (santri/siswa),
tentang pentingya ukhuwah wathoniyah.
Selain metode musyawarah,
pondok pesantren juga melakukan
metode rihlah ilmiyah. Metode rihlah
ilmiyah adalah kegiatan pembelajaran
yang diselenggarakan melalui kegiatan
kunjungan (perjalanan) menuju ke suatu
tempat tertentu dengan tujuan untuk
mencari ilmu. Kegiatan kunjungan yang
bersifat keilmuan ini dilakukan oleh para
santri untuk menyelidiki atau
mempelajari suatu hal dengan bimbingan
guru atau kiyai. Metode ini terintegrasi
juga dengan kegiatan di sekolah umum,
ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 01 Januari-Juni 2020
Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
66
yang sering dinamakan study tour atau
mengunjungi tempat bersejarah.
Lembaga pendidikan Islam seperti
pesantren haruslah sesuai dengan
konsepsi pendidikan Islam; relevan
dengan kebutuhan masa depan; dan dapat
dilaksanakan walaupun keterbatasannya
sub sistem pendidikan nasional. Maka
proses pendidikan di pondok pesantren
secara umum sudah sesuai dengan
pengembangan pendidikan nasional.
Pesantren telah mendirikan lembaga
pendidikan formal sebagai pendukung
sistem pendidikan keagamaan. Dengan
memanfaatkan jejang pendidikan formal
atau pun kegiatan non formal, pihak
pondok pesantren berusaha secara
maksimal menanamkan nilai-nilai
kebangsaan bagi para santri/siswa.
KESIMPULAN
Lembaga Pondok Pesantren sejak
awal pertumbuhannya hingga sekarang
telah memberikan pendidikan karakter
kebangsaan kepada seluruh santri/siswa
secara konsisten. Pendidikan karakter
kebagsaan tersebut dilakukan dengan
pembiasaan-pembiasaan pada kehidupan
santri/siswa. Pendidikan karakter tersebut
secara tidak langsung, menjadi ciri khusu
pendidikan pondok pesantren yang
tertuang dalam motto kehidupan
santri/siswa (keikhlasan, kesederhanaan,
kemandirian, ukhuwah islamiyah, berjiwa
bebas).
Langkah yang juga dilakukan
dengan memanfaatkan lembaga
pendidikan formal yang dilakukan
pengasuh dan pengurus pondok
pesantren. Pendidikan karakter pada pola
ini dilakukan melalui memanfaatkan
mata pelajaran yang memiliki hubungan
dengan nilai kebangsaan, seperti
pembelajaran PKn dan Pendidikan
Sejarah. Penanaman nilai-nilai
kebangsaan juga dilakukan melalui
kegiatan keagamaan di lingkungan
pondok pesantren. Di antaranya dengan
memanfaatkan metode musyawarah
(Bahtsul Masa’il) dan rihlah ilmiyah.
Pondok pesantren sebagai lembaga
pendidikan agama Islam yang tumbuh
dan diakui oleh masyarakat, sudah lama
ikut berperan serta dalam menanamkan
nilai-nilai kebangsaan. Pondok pesantren
di Indonesia secara umum, hingga kini
tetap eksis. Eksistensi pondok pesantren
tidak hanya sebagai lembaga pendidikan,
ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 01 Januari-Juni 2020
Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
67
tetapi juga sebagai sarana dakwah Islam
dan lembaga pengembangan masyarakat
yang mengentaskan para santri untuk
dibina atas tanggung jawab menuju
kehidupan yang lebih baik. Pondok
pesantren sebagai lembaga pendidikan
terbukti telah melahirkan kader-kader
yang berguna bagi bangsa dan negara.
SARAN
1. Lembaga pondok pesantren
disarankan untuk tetap
mempertahankan eksistensinya dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa
melalui prinsip-prinsip dasar pondok
pesantren itu sendiri dengan tetap
berbenah untuk kemajuan umat dan
bangsa.
2. Pondok pesantren dihadapkan dapat
mengembanggkan pola-pola
pendidikan nilai kebangsaan pada
santri/siswa yang sesuai dengan
perkembangan zaman, sehingga lebih
mudah difahami dan terapkan dalam
kehidupan nyata.
3. Lembaga pondok pesantren lebih giat
lagi mensosialisasikan muatan dan
pola pendidikan yang dilakukan,
sehingga pondok pesantren dapat
menepis semua isu miring yang
diarahkan pada pondok pesantren
seperti isu radikalisme dan lain
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, (2002), Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek, Jakarta: Rineka Cipta.
Kemdiknas, (2010) Desain Induk
Pendidikan Karakter. Jakarta:
Kemendiknas.
Kuniawan, Asep, (2012), Pendidikan
Karakter di Pondok Pesantren
dalam Menjawab Krisis Sosial,
Cirebon; IAIN Syekh Nurjati.
Mata, Muhammad Anis, (2003),
Membentuk Karakter Cara Islami,
Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat.
Mukhibat, (2015), Meneguhkan Kembali
Budaya Pesantren dalam Merajut
Lokalitas, Nasionalitas,dan
Globalitas, Jurnal Ilmiyah; Volume
23 No. 2, Desember 2015.
Moleong, Lexy J., (2002), Metodologi
Penelitian Kualitatif, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Nata, Abuddin, (2016), Kapita Selejta
Pendidikan Islam: Isu-Isu
ISSN : 2620-6692 Volume 03 No. 01 Januari-Juni 2020
Murabbi : Jurnal Ilmiah dalam Bidang Pendidikan STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
68
Kontemporer tentang Pendidikan
Islam, Jakarta: Rajawali Pers.
Narwati, Sri, (2011), Pendidikan
Karakter, Yogyakarta: Famili, 2011
Raihani. (2001). “Curriculum
Construction in The Indonesian
Pesantren” Tesis. Melbourne:
University of Melbourne.
Samani, Muchlas & Hariyanto, (2012),
Konsep dan Model Pendidikan
Karakter, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sprod, Tim, Philoshophical Discussion in
Moral Education, London:
Routledge, 2001.
Sulaiman, Fathiyah Hasan, (1986), Sistem
pendidikan Versi al-Ghazali,
Bandung: al-Ma’arif.
Sumantri, Endang, (2010), Pendidikan
Karakter: Nilai Inti Bagi Upaya
Pembinaan Kepribadian Bangsa,
Bandung: Widya Aksara Press.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan.
(2007), Ilmu dan Aplikasi
Pendidikan. Bandung: PT. Imperial
Bhakti Utama.
Qomar, Mujammil, Pesantren Dari
Transformasi Metodologi Menuju
Demokrasi Institusi, Jakarta:
Erlangga, 2002.