ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

98
KNOWLEDGE MANAGEMENT MANAGEMENT Bunga Rampai Membangun Bersama ISSN 2580-6351 EDISI JULI- AGUSTUS 2018

Transcript of ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

Page 1: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

KNOWLEDGEMANAGEMENTMANAGEMENT

Bunga Rampai

Membangun

Bersama

ISSN 2580-6351

EDISIJULI- AGUSTUS 2018

Page 2: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT
Page 3: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI

BALAI PENERAPAN TEKNOLOGI KONSTRUKSI

KNOWLEDGE MANAGEMENT

Penerapan Teknologi Konstruksi

Edisi Juli-Agustus 2018

ISSN 2580-6351

Bunga Rampai

Page 4: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

Direktur Jenderal Bina Konstruksi

Page 5: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL BINA KONSTRUKSI

Jakarta, 4 Juli 2018Direktur Jenderal Bina Konstruksi

Syarif Burhanuddin

Jaya selalu Konstruksi Indonesia!

Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang No. 02 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi,

Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Bina Konstruksi memiliki tugas dan fungsi pembinaan

jasa konstruksi. Perlu disadari bahwa industri jasa konstruksi memiliki peran strategis dalam

pembangunan di Indonesia karena mampu menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh

karenanya pembinaan bagi masyarakat jasa konstruksi di Indonesia harus dibangun secara masif dan

berkelanjutan melalui berbagai alternatif metode dan program agar semakin meningkatkan kompetensi

serta daya saing di tingkat global.

Saat ini, Indonesia merupakan pasar konstruksi terbesar nomor empat di Asia dan nomor satu di Asia

Tenggara. Program sertifikasi tenaga kerja merupakan salah satu hal strategis dalam menghadapi

persaingan global, sehingga menjadi program unggulan dari Dirjen Bina Konstruksi bahkan Menteri

PUPR dan Presiden RI. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan hingga saat ini jumlah tenaga

kerja konstruksi yang memiliki sertifikat baru sekitar 500 ribu dari 8,1 juta tenaga kerja konstruksi.

Sehingga dalam waktu dekat, Kementerian PUPR bersama dengan Kamar Dagang Indonesia (Kadin)

dan LPJKN berencana akan melaksanakan kegiatan Konstruksi Indonesia 2018 dan Indonesia

Infrastructure Week 2018 yang dilangsungkan pada tanggal 31 Oktober hingga 2 November 2018 yang

salah satu agenda utamanya yaitu percepatan sertifikasi tenaga kerja konstruksi baik tingkat ahli

maupun terampil dengan target 10.000 tenaga kerja.

Selain program percepatan sertifikasi, Ditjen Bina Konstruksi terus melakukan pembinaan kompetensi

SDM konstruksi hingga ke pelosok Nusantara, agar pasar konstruksi dalam negeri yang besar dapat

bermanfaat semaksimal mungkin untuk menyerap tenaga kerja konstruksi lokal, sehingga dapat

memberikan kesempatan kerja yang luas bagi rakyat. Untuk menunjang pembinaan SDM Konstruksi,

Ditjen Bina Konstruksi melalui Knowledge Management SIBIMA Konstruksi menyebarluaskan file

elektronik dari beragam modul pelatihan, standar teknis, bahan presentasi para ahli/praktisi, serta

e-book bunga rampai yang dapat diunduh secara gratis melalui website sibima.pu.go.id.

Page 6: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

Direktur Bina Penyelenggaraan

Jasa Konstruksi

Page 7: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

SAMBUTAN DIREKTUR BINA PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI

Selamat belajar!

Ir. Sumito

Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi

Buku Knowledge Management Bunga Rampai Edisi X kali ini berisikan materi-materi yang dikemas

dalam model artikel bidang konstruksi, seperti Bidang Pengembangan Wilayah dan Kota, Bidang Jalan

dan Jembatan, Bidang Perumahan dan Permukiman, Bidang Management Peralatan Konstruksi, serta

Bidang Sumber Daya Air. Oleh karenanya, melihat bagaimana saat ini dunia bergerak dan keterbukaan

akses informasi yang sangat luas seharusnya kita tidak lagi memiliki alasan untuk tidak berkompeten

dan merasa terbatas oleh jarak dan waktu. Permasalahan yang ada hanyalah tekad serta kemauan

untuk mau belajar dengan segala informasi yang telah tersedia di sekitar kita.

SIBIMA Konstruksi (Sistem Informasi belajar intensif mandiri bidang konstruksi) adalah salah

satu bukti keseriusan dan komitmen Pemerintah dalam mewujudkan cita-cita jasa konstruksi di

Indonesia seperti yang diamanatkan melalui Undang-undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang Jasa

Konstruksi. Penyelenggaraan konstruksi yang lebih baik demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat

dan daya saing adalah output yang harus dicapai dalam amanat Undang-undang No.02 Tahun 2017.

Model layanan capacity building dengan perpaduan konsep pelatihan jarak jauh (distance

learning)bidang konstruksidan layanan knowledge management yang terdapat dalam paket SIBIMA

Konstruksi telahmemberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat jasa Konstruksi di

Indonesia agar mampu semakin termotivasi untuk menjadi masyarakat jasa konstruksi yang unggul dan

berdaya saing di kawasan ASIA, ASEAN, serta dunia.

Page 8: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

Kepala Balai Penerapan Teknologi

Konstruksi

Page 9: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

PENGANTAR KEPALA BALAI PENERAPAN TEKNOLOGI KONSTRUKSI

Cakra Nagara, ST., MT., ME.

Kepala Balai Penerapan Teknologi Konstruksi

Dewasa ini upaya dalam capacity building merupakan bagian yang penting di dalam berbagai aspek

kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal pengembangan kapasitas melalui pelaksanaan

pendidikan, baik secara formal maupun informal. Pengembangan kapasitas tentu tidak hanya

berorientasi pada kemampuan manusia an sich, namun mencangkup keseluruhan lingkup sistem

organisasi. Dalam dunia jasa konstruksi, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat (PUPR) sejak tahun 1979 sampai dengan saat ini telah melakukan beragam

pelatihan di bidang jasa konstruksi bagi masyarakat luas, khususnya untuk para kontraktor, konsultan

maupun tenaga terampil (operator, analis atau pelaksana). Pelatihan-pelatihan yang dilakukan ini

ditujukan agar nantinya para pihak jasa konstruksi dapat memiliki sertifikat kompetensi dan

menunjukkan kompetensinya.

Selamat terinspirasi!

Balai Penerapan Teknologi Konstruksi, Direktorat Jenderal Bina Konstruksi memiliki tugas dalam hal

penyebarluasan informasi penerapan teknologi konstruksi. Salah satu media yang digunakan adalah

melalui Buku Bunga Rampai Knowledge Management yang berisikan artikel-artikel mengenai

penerapan teknologi konstruksi. Buku ini dikeluarkan enam edisi setiap tahunnya. Edisi X kali ini

menitikberatkan pada penyediaan referensi serta penyebarluasan ilmu dibidang konstruksi dan ide-ide

mengenai aplikasi dalam bidang jalan dan jembatan, sumber daya air, perumahan dan permukiman,

jasa konstruksi dan energy alternatif serta bidang sosial, ekonomi dan lingkungan yang telah

diimplementasikan ataupun masih dalam rancangan konseptual yang dilakukan di beberapa daerah di

Indonesia.

Dalam penyusunan Buku Bunga Rampai Knowledge Management Edisi X ini juga melibatkan berbagai

pihak, diantaranya Perguruan Tinggi. Kami berterima kasih atas kolaborasi tersebut. Harapannya

dengan dipublikasikannya buku ini, artikel-artikel yang disajikan akan membangun alternatif perspektif

baru bagi para pembaca untuk mengelola pembangunan berkelanjutan sebagaimana agenda 2030

Sustainable Development Goals (SDGs) dimana pembangunan dilakukan sebagai sebuah kesatuan

sistem, tidak hanya menitikberatkan pada satu isu tertentu saja.

Page 10: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

Pengarah/ Pelindung : Dr. Ir. H. Syarif Burhanuddin, M.Eng Direktur Jenderal Bina Konstruksi

Dewan Redaksi : Ir. Yaya Supriyatna Sumadinata, M.Eng.Sc Sekretaris Direktorat Jenderal Bina KonstruksiDr. Ir. H. Masrianto, MT Direktur Bina Investasi InfrastrukturIr. Sumito Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa KonstruksiIr. Bastian Sodunggaron Sihombing, M.Eng Direktur Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa KonstruksiIr. Ober Gultom, MT Direktur Bina Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi

Penanggung Jawab/ : Cakra Nagara, ST., MT., MEPemimpin Umum Kepala Balai Penerapan Teknologi Konstruksi

Direktorat Jenderal Bina KonstruksiKementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Editor :

Email : [email protected] [email protected] [email protected]

Alamat : Balai Penerapan Teknologi KonstruksiDirektorat Jenderal Bina KonstruksiKementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan RakyatJl. Sapta Taruna Raya Komp. PU Ps. Jumat Jakarta Selatan 12310 Telp. 021-766 1556sibima.pu.go.id

SUSUNAN REDAKSI BUNGA RAMPAI

Pemimpin Redaksi : Martalia Isneini, ST., MT

Penyunting : Rezza Munawir, ST., MT., MMGKuswara Stiadi, S.Sos Nofa Fatkhur Rakhman, SAPVeronica Kusumawardhani, ST., M.Si Yosaphat Bisma Wikantyasa, S.Sos., M.IKomSutri Rahayu, SE

Desain : Alvian Ardiansyah,ST

Riyan Gunawan Indranata, A.Md

Shanti Astri Noviani, S.Pd

Imam Mahputra, S.Kom Muhammad Ridho Asmoro Ahadi, S.Kom

Zamrud Muhammad Yusuf Gustian, ST Nuryamah, S.Pd Deviana Kusuma Pratiwi, ST Danna Prasetya Nusantara, ST

Dwi Citra Hapsari, S.Pd Hilma Muthi’ah, ST

Godlive Handel Immanuel Sitorus, S.P.W.K

Dewi Chomistriana, ST, M.Sc Direktur Kerja Sama dan Pemberdayaan

Page 11: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

DAFTAR ISI

ISSN 2580-6351

.............................................................................................................................. 2

Mega Mesin “ Ajaib” China Membangun Jembatan dalam Hitungan Hari

12

Teknologi Unit Pulsator dalam Instansi Pengolahan Air Minum ............................................. 16

Pengaruh Tiang Pancang Miring (Batter Pile) pada Dermaga ..................................................

.............. 26

Evaluasi Program Pembangunan Rumah Susun Studi Kasus pada Rusunawa

Gedanganak, Semarang .............................................................................................................................. 30

Identifikasi Faktor-Faktor Pembengkakan Biaya Langsung (Direct Cost) pada

Perusahaan Jasa Konstruksi di Kota Malang ....................................................................................

......................................... 40

Analisis Efisiensi Biaya Berdasarkan Produktivitas Tenaga Kerja

Pemasangan Dinding Bata Merah pada Proyek Perumahan Villa Penganden ................... 44

Konstruksi Sipil pada Industri Pertambangan ................................................................................ 48

Metode Pelaksanaan Pekerjaan Precast Dinding pada Proyek Pembangunan

Transmart Carrefour Mall Sidoarjo ...................................................................................................... 52

Limbah Fly Ash PLTU untuk Bahan Konstruksi Sipil yang Ekonomis

dan Ramah Lingkungan ............................................................................................................................. 56

68

Bangunan Gedung Hijau, Cara Termurah dalam Memperlambat Pemanasan Global (?) ................................................................................................................................. 72

Mengelola Perkotaan Belajar dari Kebangkitan Kota Portland ................................................ 76

Aspek Pembangunan Kereta Cepat ....................................................................................................... 80

.............................. 6

SUMBER DAYA AIR

Analisis Efisiensi Kinerja Operasional Kapal di Dermaga Pelabuhan Teluk Bayur .........

20

PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN

Rumah Susun Salah Satu Solusi Penataan Kawasan Permukiman di Perkotaan

34

JASA KONSTRUKSI DAN ENERGI ALTERNATIF

Mendokumentasikan Tugu Yogyakarta dengan 3D Laser Scanner

Limbah Terak Baja (Slag Steel) Pengganti Agregat dan Alternatif

Bahan Dasar Pembuatan Semen ............................................................................................................

JALAN DAN JEMBATAN

Teknologi Daur Ulang Perkerasan Jalan Material Reclaimed

Asphalt Pavement (RAP)

62

SOSIAL, EKONOMI & LINGKUNGAN

Konsep Pembangunan Waterfront City di Indonesia ....................................................................

Page 12: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT
Page 13: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

JALAN DAN JEMBATAN

Page 14: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

2

Teknologi Daur Ulang Perkerasan Jalan Material Reclaimed Asphalt Pavement (RAP)

Usaha dalam mempertahankan performa jalan di bagi menjadi tiga tahapan dalam proses preservation, tahapan preventive, maintenance dan tahapan reconstruction. Pada tahapan reconstruction hal yang perlu diperhatikan adalah rehabilitasi struktur yang mempertimbangkan keadaan terkini dari:

1. Lingkungan (Environment) 2. Teknik (Engineering) 3. Ekonomi (Economics) 4. Sosial (Social)

Pada tahap rehabilitasi jalan, rehabilitasi dilakukan dengan mempertimbangkan tiga opsi. Opsi rehabilitasi jalan dengan overlay, rehabilitasi dengan rekondisi total dan rehabilitasi dengan teknologi daur ulang perkerasan. Dari masing-masing opsi memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Opsi rehabilitasi dengan rekondisis total memiliki kelemahan segi ekonomi yaitu mahal dan dari segi lingkungan yaitu memicu penambangan batu bara.

Rehabilitasi jalan dengan overlay (Sumber: Sudarno dan Willys, PT Tindodi Arya Lestari, 2018)

Kelemahan dari opsi rehabilitasi jalan adalah perkerasan aspal semakin tebal sehingga akan merubah geometrik jalan eksisting; kerusakan pondasi semakin parah; umur perbaikan semakin pendek sehingga akan terjadi perbaikan berulang-ulang. Kelemahan dari opsi ini adalah harganya yang mahal dikarenakan mengganti agregat baru sehingga memicu penambangan batu dan berpotensi merusak lingkungan.

Rehabilitasi jalan dengan teknologi daur ulang perkerasan

(Sumber: Sudarno dan Willys, PT Tindodi Arya Lestari, 2018)

Sesuai job mixed, dilakukan proses daur ulang, menggunakan bahan ikat (semen atau foamed bitument) mengikat eksisting agregat berupa unbound menjadi bound agregates. Base yang telah diremajakan dengan road recycling technology, akan memaksimalkan penggunaan kembali eksisting material.

Secara umum, dari semua opsi yang tersedia. Masing-masing memiliki kelemahan dan keunggulannya. Perkerasan daur ulang (recycling) memanfaatkan kembali material (agregat dan aspal) perkerasan lama

untuk dijadikan sebagai perkerasan baru yang ditambahkan material baru atau dan bahan peremaja. Keuntungan road recycling salah satunya adalah tidak merusak ekosistem karena sangat ramah lingkungan.

Salah satu material dari tahap reabilitas dengan metode daur ulang (recycling) adalah Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) yang kemudian dapat dijadikan untuk preservai pada konstruksi jalan. Reclained asphalt pavement adalah perkerasan jalan yang telah rusak akut

Page 15: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

3

kemudian digali dan dihancurkan menjadi semacam agregat.

Pada awalnya Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) hanya dibuang menjadi limbah yang menumpuk dan mengganggu lingkungan. Namun dengan cara penambahan bahan semen/ aspal emulsi/ foamed bitumen material Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) dapat dijadikan material perkerasan jalan yang baru sebagai bahan perkerasan jalan. Kelemahan dari penerapan teknologi Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) belum adanya rancang bangun pemanfaatan material RAP untuk program preservasi jalan.

Pengembangan green technology dalam pemeliharaan infrastruktur jalan di Indonesia merupakan inovasi teknologi yang sangat diperlukan dalam rangka memelihara alam lingkungan dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Konsep green technology untuk infrastruktur jalan dapat melalui material perkerasan badan jalan, teknologi penataan cross section jalan, teknologi pengelolaan drainase jalan, ataupun penataan lalu lintasnya. Pemanfaatan material RAP telah diinisisi sejak tahun 1994-an melalui proyek pemeliharaan ruas jalan Bandung-Surabaya dengan menggunakan konsep hot recycling. Pada tahun 2007 Pusjatan (Badan Litbang Jalan) Bandung melakukan inisiasi percobaan fullscale teknologi cold recycling menggunakan foamed bituman sebagai salah satu bahan ikat agregatnya dan diaplikasikan pada tahun 2009 pada proyek ruas jalan Pantura jalur Jatibarang-Kalimantan-Cirebon dan di ruas jalan Boyolali (Solo – Semarang) menggunakan bahan tambahan semen. Namun sayangnya rancang bangun dan model pedoman serta spesifikasi pekerjaan penggunaan teknologi material RAP unutk konstruksi konstruksi jalan di Indonesia belum ada. Upaya masyarakat internasional untuk menyelamatkan lingkungan melalui KTT Bumi di Johanesburg Afrika Selatan (2002) telah merumuskan deklarasi politik pembangunan berkelanjutan melalui program aksi dan deklarasi politik yang merupakan dukungan terhadap agenda 21. Kesepakatan agenda 21 melalui deklarasi pembangunan dan lingkungan hidup di Rio de Janeiro Brasil (1992) sebenarnya merupakan misi serius dalam menyelamatkan bumi melalui semangat deep ecology. Semangat ini berpandangan bahwa manusia adalah bagian integral dari alam kehidupan. Perilaku perusakan dan pencemaran bumi adalah tidak etis karena bumi dan sumber daya alam dipandang sebagai sesuatu yang memiliki hak hidup seperti manusia karena semuanya merupakan ciptaan Tuhan (Lihat Absori, 2009).

Teknologi hijau jika diterapkan dapat menghemat kebutuhan energy dan sumber daya alam serta membangkitkan sumber-sumber daya yang renewable.

Kriteria produk, peralatan atau sistem yang masuk kedalam teknologi hijau, antara lain:

1. Meminimumkan degradasi kualitas lingkungan; 2. Mempunyai pembebasan gas rumah kaca

(GHG) yang rendah; 3. Aman untuk digunakan dan menyediakan

lingkungan hidup sehat dan lebih baik untuk semua kehidupan;

4. Menghemat nergi dan sumber daya alam; 5. Mengalakkan sumber-sumber yang dapat

diperbaharui.

Di Amerika Serikat penggunaan material bongkaran perkerasan aspal panas telah dilakukan secara besr-besaran. Penggunaan material RAP mencapai 50% dari campuran aspal panas (Philips, 2004). Secara umum karakteristik material RAP terlihat abu-abu kehitaman pda kondisi kering, atau trelihat lebih kehitaman pada kondisi basah. Material RAP terdiri atas butiran halus, sedang dan kasar. Butiran kasar terkadang merupakan gabungan beberapa butiran sedang dan halus. Ukuran maksimal butiran RAP ditemukan sekitar 19-25 mm, pada percobaan yang dilakukan oleh Sri Sunarjo pada tahun 2012. Sedangkan, berdasarkan percobaan uji ekstraksi kandungan material RAP didapat rata-rata kadar aspal sebesar 6.7% atau kandungan agregatnya sebesar 3,3%. Komponenn agregat dalam RAP diketahui ukuran maksimumnya adalah sekitar 9,5 mm. Terdapat beberapa metode daur ulang, menurut suhu pencampurannya dapat dibagi menjadi:

Cold-mix Recycling

Daur ulang campuran dingin (cold mix recycling) yaitu material jalan yang sudah dihancurkan di tempat, kemudian dicampur dengan semen aspal emulsi atau kombinasi keduanya dengan sistem pencampuran dingin (tidak perlu memanaskan agregat RAP), sebelum dipadatkan menjadi konstruksi perkerasan jalan yang baru. Pada teknologi cold-mix recycling yang terkini, bahan tambah aspal emulsi diganti dengan foamed bitumen yang menghasilkan hasil campuran yang lebih cepat mengeras, sehingga bias langsung open traffic begitu proses pemadatan selesai. Menurut Sunaryo dalam penelitiannya mengenai evaluasi engeneering bahan perkerasan jalan dengan RAP dan Foame Bitumen kinerja cpld-mix sejatinya belum memuaskan terutama bila dibandingkan dengan material hot-mix (Sunarjono, 2008).

Hot-mix Recycling

Pada metode Hot-mix recycling aspal yang telah rusak digali, dihiling gan dihancurkan dengan mesin, kemudian ditambahkan sedikit aspal baru dengan percampuran dalam kondisi panas sekitar suhu 140 C – 190 C. Material yang telah tercampur kemudian digelar dan

Page 16: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

4

dirapikan permukaannya, untuk kemudian dipadatkan dengan roller compactor sehingga terbentuklah konstruksi perkerasan jalan yang baru (Sunarjono, 2008).

Warm-mix recycling

Warm-mix recycling, konstruksi perkerasan ’aspal yang telah rusak’ digali, digiling dan dihancurkan dengan mesin, kemudian ditambahkan sedikit aspal baru dengan pencampuran dalam kondisi hangat pada suhu pencampuran sekitar 600 C. Material yang sudah permukaannya, untuk kemudian dipadatkan dengan ’roller compactor’, sehingga terbentuklah konstruksi perkerasan jalan yang baru (Sunarjono, 2008).

Menurut tempat pencampurannya metode daur ulang dapat dibagi menjadi In-plant recycling (ex-situ) dan In-place recycling (in-situ). Dalam kedua metode ini, agregat tidak perlu dipanaskan sebelum dicampur dengan Foamed Bitumen. Dalam metode In-plant recycling (ex-situ) raw material yang dipakai adalah aspal dan filter aktif, kualitas pencampuran dan material campuran yang dihasilkan dapat dikontrol secara ketat. Material yang dihasilkan juga dapat disimpan beberapa lama untuk penggunaan selanjutnya. Sedangkan pada metode In-place recycling (in-situ) menghasilkan pekerjaan yang lebih cepat, efektif dan murah walaupun kualitas produksnya berpotensi relatif sedikit lebih rendah dari pada metode In-plant recycling (ex-situ).

Karakteristik campuran dengan foamed bitumen (diameter briket 10 cm atau 15 cm) dapat dilihat dari tabel berikut:

Sifat campuran Persyaratan

Indirect tensile strengths (ITS); kPa Min. 400

Tensile strength sisa (%) Min. 80

UCS; kPa Min. 700

Sementara itu, tidak semua foamed bitumen mempunyai kualitas yang layak pakai. Menurut PT. Tindo Karya Lestari ada beberapa persyaratan untuk foamed bitumen yang layak pakai diantaranya foam bitumen dinyatakan baik apabila expansion ratio atau perbandingan antara volume aspal maksimum yang dicapai pada kondisi tidak berbuih (foamed) dan volume pada kondisi tidak berbuih (unfoamed) minimal 10 kali

dan half time atau waktu yang ditentukan pada saat volume buih mencapai setengahnya sebelum kembali pada kondisi tidak berbuih minimal 8 detik. Komponen daur ulang perkerasan jalan terdiri dari tiga yaitu cold milling, cement treated recycling base dan coldmixed recycling with foamed bitumen.

Material RAP dari ruas jalan Solo-sragen

(Sumber: Sri Widodo, 2013)

Berkaitan dengan pembangunan preservasi jalan dengan menggunakan pendekatan green technology yang memanfaatkan Reclaimed Asphalt Pavement (RAP) diperoleh gambaran bahwa penggunaan limbah aspal jalan (material Reclaimed Asphalt Pavement/ RAP) pada mulanya dikeruk dan kemudian dibuang atau dibiarkan menumpuk sehingga mengganggu lingkungan. Pemanfaatan RAP untuk bahan campuran/olahan akan diperoleh berbagai kelebihan, yakni:

1. Pemanfaatan limbah aspal hasil pengerukan jalan yang rusak (megembung) yang tidak terpakai akan dapat mengatasi permasalahan lingkungan.

2. Penggunaan limbah aspal hasil pengerukan akan dapat mengurangi bahan aspal alam natural yang selama iini diperoleh dari diekspoitasi bahan tambang ang dapat merusak lingkungan

3. Pengolahan aspal dengan meggunakan bahan campuran limbah yang dapat menimbulkan pecemaran udara

4. Pemanfaatan RAP untuk bahan campuran pemeliharaan jalan dari sisi ekonomi akan lebih murah (economis)

Disisi lain iklim berpengaruh terhadap perkerasan jalan. Jalan merupakan suatu struktur yang tidak terlindung, sangat dipengaruhi oleh kondisi klimatik dimana jalan tersebut dibangun. Kondisi klimatik mempunyai pengaruh jangka panjang tidak saja pada kinerja struktur perkerasan jalan tetapi juga pada respon struktur

Page 17: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

5

perkerasan terhadap beban. Kondisi iklim yang mempengaruhi perkerasan jalan adalah kelembaban dan temperatur. Kelembaban akan mempengaruhi

kinerja tanah dasar dan lapis pondasi, sedangkan temperatur akan mempengaruhi kinerja lapisan yang memakai material berbahan pengikat semen atau aspal.

Pengaruh Iklim Kepada Perkerasan Jalan

(Sumber: PT. Tindodi KL, 2018)

Jika temperatur meningkat, kekuatan atau stabilitas lapis beraspal akan menurun karena adanya penurunan modulus kekakuan campuran beraspal. Jika kekuatan

menurun, maka jalan akan mengalami deformasi ketika ada beban melintas di atasnya.

Pengaruh Iklim Kepada Perkerasan Jalan

(Sumber: PT Tindodi KL, 2018) Perkerasan jalan juga dipengaruhi oleh air. Mengingat air akan berkesempatan untuk bertemu dengan semua bahan susun lapis perkerasan.

Penulis: Hilma Muthi’ah, ST.

Penelaah Jasa Konstruksi Balai Penerapan Teknologi Konstruksi

[email protected]

Sumber : Phillips, T., 2004. State-of-the-art RAP Processing, Hot-Mix Magazine Vol. 9 No. 2,

Tennessee USA.

Sudaarno, Willys, 2018. Peran Teknologi Daur Ulang Perkerasan Jalan dalam Perkerasan Berkesinambungan (Sustainable Pavement) dan ramah Lingkungan (Environmentally Friendly), PT. Indodi Karya Lestari.

Sunarjono, Sri, 2006, Evaluasi Engineering Bahan Perkerasan Jalan Menggunakan Rap Dan Foamed Bitumen, Jurnal, UMS, Surakarta.

Widodo Sri, Senja Rum H, dkk, 2013., Hasil Bongkaran Perkerasan Jalan sebagai Bahan Lapis Fondasi Jalan Raya, Jurnal MKTS.

Page 18: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

6

MEGA MESIN “AJAIB” CHINA MEMBANGUN JEMBATAN DALAM HITUNGAN HARI

Mesin SLJ900/32 Saat Mengereksi Girder

(Sumber: www.cr11g6gs.com/shouye/xwzx/298.html)

embatan adalah suatu struktur konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan

seperti lembah yang dalam, alur sungai, saluran irigasi, dan pembuang. Bagian-bagian konstruksi jembatan terdiri dari: 1. Konstruksi Bangunan Atas (Superstructures),

meliputi: Trotoar: Sandaran dan tiang sandaran,

peninggian trotoar, dan konstruksi trotoar; Lantai kendaraan dan lapis perkerasan; Balok diafragma/ ikatan melintang; Balok gelagar; Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan rem,

ikatan tumbukan); Perletakan (sendi dan rol).

2. Konstruksi Bangunan Bawah (Substructures), meliputi: Pangkal jembatan (abutment dan pondasi); Pilar (pile cap dan pondasi).

Berdasarkan tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam antara lain: 1. Jembatan plat (slab bridge); 2. Jembatan Plat berongga (voided slab bridge) 3. Jembatan gelagar (girder bridge); 4. Jembatan rangka (truss bridge).

Akhir-akhir ini kita lebih sering mendengar jembatan dengan menggunaakan struktur girder. Girder adalah sebuah balok diantara dua penyangga yang dapat berupa pier ataupun abutment pada suatu jembatan atau flyover.

Umumnya girder merupakan balok baja dengan profil I, namun girder juga dapat berbentuk box (box girder), atau bentuk lainnya. Menurut material penyusunnya girder dapat terdiri dari girder beton dan girder baja. Sedangkan menurut sistem perancangannya, girder terdiri dari girder precast yaitu girder beton yang telah dicetak di pabrik tempat memproduksi beton kemudian beton tersebut dibawa ke tempat pembangunan jembatan atau fly over dan pada saat pemasangan dapat menggunakan girder crane. Selain girder precast, juga dikenal istilah on-site girder, yaitu girder yang di-cor di tempat pelaksanaan pembangunan jembatan, girder ini dirancang sesuai dengan perancangan beton pada umumnya yaitu dengan menggunakan bekisting sebagai cetakannya.

Sehingga yang disebut jembatan sistem girder adalah sebuah struktur bangunan jembatan yang komponen utamanya (balok) berbentuk girder. Girder ini dapat terbuat dari beton bertulang, beton prategang, baja atau

J

Page 19: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

7

kayu. Panjang bentang jembatan girder beton bertulang ini dapat sampai 25 m, dan untuk jenis girder yang menggunakan beton prategang umumnya memiliki panjang bentang di atas 20 m sampai 40 m. Contoh jembatan girder yang paling umum kita jumpai adalah jembatan sungai.

Box Girder

(Sumber: http://bit.ly/2oD6x6q)

Metode pelaksanaan untuk instalasi girder sangat bermacam-macam di Indonesia, diantaranya adalah:

1. Sistem Perancah Keuntungan sistem perancah adalah: Minimnya alat angkat berat (Service crane

atau gantry) yang diperlukan, mengingat pengecoran yang dilakukan adalah di tempat;

Lebih minimnya biaya erection akibat tidak terlibatnya alat angkat berat, khususnya bila tipe ini telah dimiliki (heavy duty shoring);

Kekurangan sistem perancah adalah: Produktivitas yang relative rendah, karena

pekerjaan cor di tmpat menuntut waktu yang lebih lama untuk proses persiapan dan proses setting beton;

Tipe tanah yang harus baik, dan bila tanah yang ada untuk dudukan perancah kurang baik maka akan berakibat perlunya struktur pondasi khusus.

2. Sistem Service Crane Keuntungan sistem servis crane adalah Produktivitas erection yang tinggi. Tidak terpengaruh kepada tipe tanah yang ada

dibawah lantai jembatan (sebatas mampu dilewati untuk manuver alat berat).

Kerugian sistem servis crane adalah Umumnya penggunaan alat berat seperti ini

menuntut biaya tinggi mengingat biaya sewa crane dengan kapasitas angkat tinggi adalah

relative mahal.

Perlunya access road yang memadai untuk memobilisasi service crane.

3. Sistem launching truss Keuntungan sistem launching truss adalah: Tidak terpengaruh kepada kondisi lantai

jembatan. Kerugian sistem launching truss adalah: Umumnya penggunaan alat berat seperti ini

juga menuntut biaya tinggi. Diperlukan system booking alat yang memadai

mengingat tipe ini belum dimiliki banyak oleh sub kontraktor erection.

Produktivitas relatif lebih rendah dibandingkan sistem service crane, dimana perlu waktu extra untuk erection truss dan sistem angkat dan menempatkan girder.

4. Sistem Penggunaan Counterweight dan Link Set Untuk konstruksi jembatan rangka baja, aka sistem penggunaan alat angkat baik service crane yang mungkin diletakkan diatas ponton atau konvensional gantry adalah cara paling umum digunakan untuk mengangkat dan memasang batang per batang baja di posisinya. Sistem counter weight akan diperlukan yang biasanya diambil dari konstruksi rangka baja yang belum dipasang ditambah dengan extra beban, agar erection dengan sistem cantilever dapat dilakukan. Penggunaan “link set” juga dapat dilakukan untuk menghubungkan satu span rangka yang sudah jadi sebagai konstruksi counter weight bagi konstruksi rangka di span selanjutnya

5. Sistem Launching Gantry Untuk konstruksi jembatan dimana lantai jembatannya berupa struktur beton precast segmental-box, maka penggunaan alat launching gantry umumnya dapat digunakan, dimana sistem ini mempunyai kecepatan erection tinggi yang didukung sistem feeding segmental dari sisi belakang alat (tidak dari bawah karena pertimbangan lalu lintas, misalnya).

6. Sistem traveller atau heavy gantry. Sistem traveller umumnya digunakan untuk tipe jembatan balance box cantilever, khususnya untuk lantai jembatan dengan beton cor ditempat. Bila pada tipe jembatan tipe ini menggunakan beton precast box segmental, maka sistem alat angkat gantry harus digunakan. Sistem kedua alat angkat ini juga digunakan untuk konstuksi jembatan kabel, khusunya untuk tipe cable stay, maka erection deck juga memanfaatkan struktur kabel sebagai tumpuan baru sebelum nantinya

Page 20: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

8

sistem traveller (bila beton adalah cast in plce) atau heavy gantry (bila beton adalah precast) akan maju ke segmen berikutnya.

Metode Traveller atau heavy gantry (Sumber: www.ilmutekniksipil.com)

Pembangunan jalan atau jembatan di Indonesia membutuhkan waktu lama atau tahunan. Namun, belakangan China mampu melakukan hal yang sama dengan dengan waktu yang singkat. Pada tahun 2014-2015 China mampu menyelesaikan pembangunan jalan ribuan kilometer. Hal ini dikarenakan dukungan perkembangan metode & alat konstruksi, salah satunya adalah Mega Mesin Pengereksi Girder SLJ900/32. Selain itu hal yang menakjubkan yang telah dilakukan China adalah memperbaiki jembatan layang dengan berat 1300 Ton hanya dalam waktu kurang dari 48 jam.

Mesin SLJ900/32 Saat Mengereksi Girder

(Sumber: www.dailymail.co.uk/news/article-3433893)

SLJ900/32 Mesin Pengereksi Girder

SLJ900/32 dirancang oleh Sjijiazhuang Railway Desain Institute dan dibuat oleh Beijing Wowjoint Machinery Company, untuk mengereksi girder, yang sering digunakan untuk membangun saluran air dan jembatan. Mesin SLJ900/32 diperkenalkan pertama kali untuk memiliki berat 580 Ton dengan panjang 300 kaki dan lebar 24 kaki. Sebuah mesin SLJ900/32 mampu memasang hingga 730 span sepanjang umur pakainya.

Jembatan China Sepanjang 1.376 KM

(Sumber: www.dailymail.co.uk/news/article-3433893)

Mesin SLJ900/32 Saat Mengereksi Girder

(Sumber: www.dailymail.co.uk/news/article-3433893)

Page 21: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

9

Mesin SLJ900/32 di Jalan Membawa Girder

(Sumber: www.cr11g6gs.com/shouye/xwzx/298.html)

Mesin ini dapat dipakai hingga umur pakai mesin 4 tahun. SLJ900/32 memiliki 64 roda dengan 4 bagian, masing-masing bagian memiliki 16 roda. Setiap bagian dapat berputar 90 derajat. Daripada mengunakan stasioner dan crawler crane untuk mengangkat girder dari tanah kemudian diletakan ketempatnya, mesin ini mendorong gelagar ke girder yang telah diletakan sebelumnya, kemudian perlahan memanjangkan lengannya ke platform penunjang berikutnya, medorong gider ke depan mesin, kemudian menurunkannya ditempat. Hal ini menguntungkan karena tidak membutuhkan lahan sisi jembatan untuk meletakan crane. Dengan panjang yang sangat besar, mesin dapat meraih span jarak antara dua kolom beton tanpa Counter Weight. Meskipun proses tersebut mungkin tampak sangat rumit, desain pemrograman dari SLJ 900/32 sederhana di alam dan mendapatkan pekerjaan yang dilakukan lebih cepat dari sebelumnya.

Para awak spesialis yang hadir di tempat kerja untuk memastikan bahwa segmental Bridge Launching Machine beroperasi dengan lancar, yang meliputi memastikan bahwa setiap tiang beton yang diperpanjang terletak persis di tempat yang tepat. SLJ yang 900/32 adalah satu-satunya dari jenisnya, namun skenario yang kemungkinan akan berubah dalam waktu dekat. Membangun jembatan membutuhkan banyak waktu, kesabaran, kerja keras dan presisi yang tinggi.

Sementara aspek presisi menjadi kebutuhan yang paling penting dari semua, Sedangkan waktu dan biaya tenaga kerja yang terlibat dapat diminimalkan dengan rekayasa inovatif. Penemuan ini kemungkinan akan mengubah bisnis perancah /bangunan jembatan untuk dekade yang akan datang. Mesin ini mampu membangun dan mendirikan dengan akurasi dan efektivitas biaya dengan tepat.

Mesin SLJ900/32 Saat Mengereksi Girder

(Sumber: www.china.org.cn)

Penulis: Deviana Kusuma Pratiwi,ST.

Penelaah Jasa Konstruksi Balai Penerapan Teknologi Konstruksi

[email protected]

Sumber : _. 2012. Metode Pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi Jembatan.[online]. Tersedia:

https://www.ilmutekniksipil.com/struktur-jembatan-2/metode-pelaksanaan-pekerjaan-konstruksi-jembatan. Diakses [4 September 2018].

Andika, M. Luthfi. 2015. Ini Rahasia China Bisa Bangun Jalan Layang Dengan Cepat.[online]. Tersedia: http://oto.detik.com/read/2015/10/26/182900/3053779/648/ini-rahasia-china-bisa-bangun-jalan-layang-dengan-cepat. Diakses [3 Septmber 2018].

Mattews, Alex. 2016. So THAT'S how China builds its impressive bridges! Fascinating time-lapse video shows machine known as 'The Iron Monster' piecing together huge structure [online]. Tersedia: http://www.dailymail.co.uk/news/article-3433893/So-S-China-builds-impressive-bridges-Fascinating-time-lapse-video-shows-machine-known-Iron-Monster-piecing-huge-structure.html. Diakses [3 september 2018].

Page 22: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT
Page 23: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

SUMBER DAYA AIR

Page 24: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

12

ANALISIS EFISIENSI KINERJA OPERASIONAL KAPAL DI DERMAGA PELABUHAN TELUK BAYUR

elayanan yang baik, dalam arti aman dan efisien, terhadap pengguna pelabuhan (kapal, barang, dan penumpang) adalah modal dasar bagi

perkembangan suatu pelabuhan. Untuk itu pelabuhan harus bisa menyediakan beberapa kondisi berikut ini (Diagram Triproporsi, 2003): 1. Adanya kualitas infrastruktur pelabuhan yang

memadai, modern, bersih dan terpelihara baik (dermaga dan terminal yang bersih, tidak ada waktu tunggu karena antrian atau kerusakan alat)

2. Penyediaan pelayanan yang aman, efektif dan efisien; seperti pemanduan, operasi penundaan, penambatan, mooring dan unmooring, komunikasi, prosedur clearance kapal, aktivitas bongkar muat yang berkualitas, pemeriksaan-pemeriksaan yang relevan dan penegakan peraturan dan prosedur keselamatan yang tegas.

3. Operasi peralatan penanganan barang yang aman dan efisien, manajemen bongkar muat yang profesional dan pekerja pelabuhan yang terlatih, manajemen pelabuhan yang efektif, operasi pengawasan dermaga dan terminal, optimasi keselamatan kapal dan turn around time di pelabuhan.

4. Prosedur dan komunikasi yang lancar dan efektif antara agen pelayaran, perusahaan bongkar muat dan organisasi manajemen pelabuhan.

Peta Lokasi Pelabuhan Teluk Bayur (Sumber: Google Maps)

Dari segi operasional, pengusaha pelabuhan harus menyediakan prasarana yang diperlukan bagi kapal dan barang untuk mendukung kelancaran arusnya. Penyediaan fasilitas pelabuhan yang berlebihan akan menguntungkan pemakaian jasa, tetapi di lain pihak memberatkan pen`gusaha pelabuhan. Sebaliknya penyediaan fasilitas yang kurang akan menguntungkan pengusaha pelabuhan, tetapi merugikan pemakai jasa, kurang melancarkan arus barang dan kapal serta makin berakibat lebih luas yaitu tidak dapat mendukung pengembangan sektor-sektor ekonomi lainnya dan pada akhirnya akan merugikan masyarakat secara keseluruhan. Guna memecahkan masalah ini, tentu ada satu titik antara untuk menyeimbangkan baik untuk kepentingan pengusaha pelabuhan maupun kepentingan pemakai jasa. Hal-hal yang bersangkutan dengan kelancaran arus-arus tersebut dapat digolongkan pada klasifikasi operasional pelabuhan. (Kramadibrata, 2002).

Menurut Triatmodjo (2010), Kinerja pelabuhan dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pelayanan pelabuhan kepada pengguna pelabuhan (kapal dan barang), yang tergantung pada waktu pelayanan kapal selama berada di pelabuhan. Kinerja pelabuhan yang tinggi menunjukkan bahwa pelabuhan dapat memberikan pelayanan yang baik.

Berdasarkan Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor UM.002/38/18/DJPL-11 tentang Standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan, kinerja pelayanan operasional adalah hasil kerja terukur yang dicapai di pelabuhan dalam melaksanakan pelayanan kapal, barang, utilitas fasilitas dan alat dalam periode waktu dan satuan tertentu.

Pelabuhan Teluk Bayur (Sumber: Gustian, Z.M.Y., 2018 )

P

Page 25: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

13

UNCTAD (1999) mengemukakan dua kategori indikator kinerja pelabuhan: indikator kinerja makro mengukur keseluruhan dampak pelabuhan terhadap kegiatan ekonomi, dan indikator kinerja mikro mengevaluasi pengukuran rasio input/output operasi pelabuhan.

Key Performance Indicator (KPI) atau ukuran dari hasil kerja dari sebuah pelabuhan dijelaskan lebih ringkas dalam sebuah tabel pada table di bawah ini, dijelaskan bahwa perhitungan ukuran hasil kerja pelabuhan dibagi menurut hasil kerja kapal, hasil kerja tambatan, hasil kerja lapangan terbuka / gudang, serta hasil kerja pemakaian peralatan.

Tabel Ukuran Hasil Kerja Pelabuhan (Sumber: Kramadibrata, 2002 )

Berdasarkan Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor UM.002/38/18/DJPL-11 tentang Standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan, indikator kinerja pelayanan yang terkait dengan jasa pelabuhan terdiri dari: 1. Waktu Tunggu Kapal (Waiting Time/WT); 2. Waktu Pelayanan Pemanduan (Approach Time/AT); 3. Waktu Efektif (Effective Time dibanding Berth

Time/ET : BT); 4. Produktivitas Kerja (T/G/J dan B/C/H); 5. Receiving/Delivery Petikemas; 6. Tingkat Penggunaan Dermaga (Berth Occupancy

Ratio/BOR); 7. Tingkat Penggunaan Gudang (Shed Occupancy

Ratio/SOR); 8. Tingkat Penggunaan Lapangan (Yard Occupancy

Ratio/YOR); 9. Kesiapan Operasi Peralatan.

Menurut Kramadibrata (2002), dalam menilai masalah operasional, perlu didapatkan suatu cara yang dapat mengukur kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan di dalam pengusahaan pelabuhan tersebut. Ukuran ini tentunya suatu produk jasa yang dihasilkan dari tiap unsur kegiatan pengusaha pelabuhan. Ukuran produk jasa ini kita sebut Ukuran Hasil Kerja (UHK) atau performansi. Untuk lebih mendalami UHK, salah satu objek kegiatan dengan klasifikasi kapal sebagai berikut: a. Jumlah Waktu Putar Kapal (Total Ship Turn

Around Time, TSAT), yaitu jumlah waktu yang diperlukan antara kedatangan sampai dengan keberangkatan.

Beberapa komponen waktu yang mendukung TSAT adalah: 1) Waktu Tunggu Kapal (Ship Waiting Time, SWT),

yaitu waktu yang dibutuhkan antara kedatangan sampai dengan saat kapal dapat merapat di tambatan (dermaga); dan

2) Waktu Kerja (Service Time, ST), yaitu jumlah waktu kapal selama di dermaga.

Service time sesuai dengan hasil operasionalnya dapat dibagi dalam: a) Waktu di dalam jam kerja; b) Waktu di luar jam kerja; dan c) Waktu hilang (lost time), kelambatan waktu

dalam jam kerja. b. Produktivitas kapal (Ship’s Productivity, SP),

yaitu jumlah ton barang atau rata-rata barang tiap jam yang dapat diselesaikan pada saat bongkar/muat barang.

Produktivitas ini dibagi dalam: 1) Jumlah ton tiap jam yang dapat diselesaikan pada

saat bongkar muat/muat barang, pada saat kapal merapat di tambatan;

2) Jumlah ton tiap jam kapal di pelabuhan; 3) Jumlah ton barang yang dapat dibongkar/dimuat

rata-rata tiap gang; dan 4) Tonasi rata-rata kapal yang bongkar muat.

Setelah kapal bertambat di dermaga, kegiatan bongkar muat barang tidak langsung dilakukan. Demikian juga setelah selesai melakukan bongkar muat barang, kapal tidak langsung meninggalkan dermaga. Waktu dimana tidak dilakukan kegiatan ini disebut dengan Not Operating Time, yang digunakan untuk kegiatan survai, inspeksi, pengurusan dokumen, persiapan pemuatan, menunggu pandu untuk lepas landas dll.

Indikator yang diperhitungkan untuk kinerja operasional pelabuhan ketika kapal terdapat pada lokasi dermaga.Sedangkan untuk penjelasan mengenai alur perhitungan indikator kinerja operasional ditunjukkan

Page 26: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

14

dalam bentuk bagan pada bagan di bawah ini. Mulai

Turn Round Time (TRT)

Bongkar / Muat (BM)

Ton Gross Hours (TGH)

Berth Occupancy Ratio(BOR)

Waiting Time (WT)

Approach Time (AT)

Berthing Time (BT) Operation Time (OT)

Not Operation Time (NOT)

Idle Time (IT)Selesai Bagan Indikator Kinerja Pelabuhan (Sumber: Gustian, Z.M.Y., 2018)

Analisa efisiensi dilakukan untuk membandingkan antara input dan output dari indikator kinerja operasional terhadap peningkatan sarana dan prasarana di Pelabuhan Teluk Bayur. Sampel yang dipakai pada analisa ini merupakan jenis kapal yang sama dan mengangkut komoditi yang sama pula. Dalam analisis yang disajikan ini, jenis komoditi yang diangkut oleh kapal adalah batu bara.

Waktu bersandar kapal dipastikan berbeda sebelum peningkatan sarana dan prasarana, yaitu pada tahun 2014 sampai dengan 2016 sedangkan setelah peningkatan sarana dan prasarana, yaitu hanya pada tahun 2017 sampai sekarang untuk melihat selisih dari besar nilai indikator kinerja operasional. Gross register tonnage yang merupakan kapasitas kapal dan length over all yang memiliki artian panjang total kapal juga dipastikan sama dalam pembahasan ini. Berikut ini merupakan penjelasan dari sampel kapal yang telah terpilih.

Kapal TAMA 3018 TK merupakan kapal yang berjenis tongkang dengan pelayaran dalam negeri. Kapal dengan bendera Indonesia ini memiliki gross register tonnage sebesar 3410 Ton dan length over all sebesar 91 m. Berikut ini merupakan pembahasan dari perbandingan efisiensi indikator kinerja operasional sebelum dan setelah peningkatan sarana dan prasarana di Pelabuhan Teluk Bayur.

Perbandingan Kinerja Operasional Kapal TAMA 3018 TK (Sumber: Laporan Harian Kapal Keluar yang Melakukan

Kegiatan di Dermaga Pelabuhan Teluk Bayur Periode Maret 2016 dan Mei 2017)

Dari tabel diatas yang merupakan hasil dari klasifikasi data per kapal di Dermaga Pelabuhan Teluk Bayur dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan terjadi hampir diseluruh indikator, kecuali untuk indikator approach time serta idle time yang tidak mengalami peningkatan ataupun penurunan. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa kinerja operasional meningkat untuk pelayanan kapal ini.

Kapal TAMA 3058 TK yang berjenis tongkang ini berbendera Indonesia dengan jenis pelayaran dalam negeri. Kapal ini memiliki gross register tonnage sebesar 3441 Ton dan length over all sebesar 91 m. Berikut ini merupakan pembahasan dari perbandingan efisiensi indikator kinerja operasional sebelum dan setelah peningkatan sarana dan prasarana di dermaga 01 yang terjadi pada kapal ini.

Perbandingan Kinerja Operasional Kapal TAMA 3058 TK (Sumber: Laporan Harian Kapal Keluar yang Melakukan

Kegiatan di Dermaga Pelabuhan Teluk Bayur Periode Maret 2016 dan Mei 2017)

Hasil dari klasifikasi data laporan harian kapal di Dermaga Pelabuhan Teluk Bayur pada tabel diatas, menggambarkan bahwa terjadinya peningkatan sebagian besar indikator kinerja operasional. Hanya saja untuk indikator waiting time dan turn round time mengalami penurunan yang ditunjukkan dengan selisih dan persentase efisiensi yang bernilai negatif. Sedangkan untuk indikator approach time dan idle time tidak memiliki nilai selisih dan persentase efisiensi pada indikator yang megartikan tidak mengalami pergerakan kinerja operasional. Dapat dilihat bahwa hal ini merupakan pergerakan efisiensi yang positif pada kinerja operasional di Dermaga 01 terhadap kapal tersebut.

Kapal MG 3002 BG yang di analisis berikut merupakan kapal jenis tongkang berbendera Indonesia. Kapal yang jenis pelayaran dalam negeri ini memiliki gross register tonnage sebesar 3441 Ton dan length over all sebesar 91 m. Pembahasan dari perbandingan efisiensi dari indikator kinerja operasional sebelum dan setelah peningkatan sarana dan prasarana di dermaga 01 yang dilakukan untuk kapal ini ditunjukkan pada tabel sebagai berikut ini.

AFTER(Tiba: 07/03/16) (Tiba: 05/12/17) MEAN (Tiba: 05/05/17)

1 WAITING TIME (Jam) 106 178 142.0 94 48 33.82 APPROACH TIME (Jam) 2 2 2.0 2 0 03 IDLE TIME (Jam) 0 0 0.0 0 0 04 OPERATION TIME (Jam) 46.5 54 50.3 40 10.25 20.45 NOT OPERATION TIME (Jam) 18 20 19.0 15 4 21.16 TURN ROUND TIME (Jam) 172.5 254 213.3 151 62.25 29.27 BERTHING TIME (Jam) 64.5 74 69.3 55 14.25 20.68 BONGKAR / MUAT (Ton/m3) 8103 8122 8112.3 8137 25 0.39 TON PER HOURS (Ton/Jam) 115.7 99.6 107.7 135.1 27 20.310 BERTH OCCUPANCY RATIO (%) 72.1 73.0 72.5 72.7 0 0.3

NO INDIKATORBEFORE

GAPEFISIENSI

(%)

AFTER(Tiba: 19/11/15) (Tiba: 04/01/16) (Tiba: 12/03/16) MEAN (Tiba: 18/04/17)

1 WAITING TIME (Jam) 41.5 132 145.5 106.3 150 -43.7 -41.12 APPROACH TIME (Jam) 2 2 2 2.0 2 0.0 03 IDLE TIME (Jam) 0 0 0 0.0 0 0.0 04 OPERATION TIME (Jam) 40 54 44 46.0 35 11.0 23.95 NOT OPERATION TIME (Jam) 15 16.5 20.5 17.3 12 5.3 30.86 TURN ROUND TIME (Jam) 98.5 204.5 212 171.7 199 -27.3 -15.97 BERTHING TIME (Jam) 55 70.5 64.5 63.3 47 16.3 25.88 BONGKAR / MUAT (Ton/m3) 8142 8146 8105 8130.9 8696 565.1 6.59 TON PER HOURS (Ton/Jam) 135.5 100.3 122.3 119.3 165 45.6 27.710 BERTH OCCUPANCY RATIO (%) 72.7 76.6 68.2 72.5 74.5 2.0 2.6

INDIKATORNO GAPEFISIENSI

(%)BEFORE

Page 27: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

15

Perbandingan Kinerja Operasional Kapal MG 3002 BG

(Sumber: Laporan Harian Kapal Keluar yang Melakukan Kegiatan di Dermaga Pelabuhan Teluk Bayur Periode Maret

2016 dan Mei 2017)

Berdasarkan hasil pengolahan dan klasifikasi data, dapat dilihat pada tabel diatas bahwa terjadinya peningkatan pada sebagian besar indikator kinerja operasional. Hanya saja pada indikator bongkar / muat mengalami penurunan yang ditandai dengan nilai negatif pada selisih dan persentase efisiensi indikator tersebut. Nilai 0 terlihat pada selisih dan persentase efisiensi indikator approach time yang berarti tidak adanya peningkatan ataupun penurunan. Dari sebagian besar indikator yang memiliki selisih dan persentase efisiensi bernilai positif maka dapat dikatakan bahwa efisiensi dari kinerja operasional pada indikator ini meningkat terhadap kapal tersebut.

Analisa utama untuk perbandingan efisiensi pada subbab ini dilakukan menggunakan indikator kecepatan bongkar / muat dari ketiga sampel kapal yang pernah melakukan kegiatan di Dermaga 01 Pelabuhan Teluk Bayur sebelum dan setelah peningkatan sarana dan prasarana. Hasil dari perbandingan tersebut ditampilkan pada grafik sebagai berikut.

Efisiensi dari Tons per Hours pada Ketiga Kapal

(Sumber: Gustian, Z.M.Y., 2018)

Dapat dilihat dari grafik di atas yang merupakan hasil efisiensi kecepatan bongkar / muat dari ketiga sampel kapal yang telah dipilih dari rekap data PT. Pelabuhan Indonesia II (Persero) Tbk., bahwa Kapal TAMA 3078 TK memiliki efisiensi kecepatan bongkat / muat sebesar 20,3 %, Kapal GEMILANG 3058 TK memiliki efisiensi kecepatan bongkar / muat sebesar 27,7 %, dan Kapal MG 3002 BG memiliki efisiensi kecepatan bongkar / muat sebesar 41,2 %. Apabila dirata-ratakan dari ketiga kapal tersebut memiliki efisiensi kecepatan bongkar muat sebesar 29,7 %, yang berarti dari perbandingan indikator kecepatan bongkar / muat memiliki efisiensi yang cukup baik. Dengan hal tersebut, maka dapat dikatakan peningkatan sarana dan prasarana berpengaruh besar terhadap efisiensi kapal.

Dari analisa per indikator yang telah dilakukan pada ketiga kapal, maka dapat dirangkum dalam sebuah tabel yang menunjukkan detil analisa tiap indikator. Hasil dari rangkuman tersebut ditampilkan pada tabel berikut ini.

Rangkuman Analisa Tiap Indikator (Sumber: Gustian, Z.M.Y., 2018)

Keterangan : a) ↗ : Indikator Kinerja Operasional Meningkat, b) ↘ : Indikator Kinerja Operasional Menurun, c) − : Indikator Kinerja Operasional Tetap

Dari hasil analisa pada tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja operasional berbanding lurus dengan peningkatan sarana dan prasarana di Dermaga Pelabuhan Teluk Bayur.

Penulis: Zamrud M.Yusuf Gustian, S.T.

Alumni Teknik Sipil Universitas Andalas

[email protected]

(Tiba: 27/11/15) (Tiba: 04/02/16) MEAN (Tiba: 25/04/17) (Tiba: 02/05/17) MEAN1 WAITING TIME (Jam) 40.5 209 124.8 128 117.5 122.8 2 1.62 APPROACH TIME (Jam) 2 2 2.0 2 2 2.0 0 03 IDLE TIME (Jam) 8.5 0 4.3 2 0 1.0 3.25 76.54 OPERATION TIME (Jam) 44.5 55.5 50.0 27 30.5 28.8 21.25 42.55 NOT OPERATION TIME (Jam) 19 23 21.0 11 9 10.0 11 52.46 TURN ROUND TIME (Jam) 115 289.5 202.3 170 159 164.5 37.75 18.77 BERTHING TIME (Jam) 72 78.5 75.3 40 39.5 39.8 35.5 47.28 BONGKAR / MUAT (Ton/m3) 8116 8034 8075.0 8001 7957 7979.2 -95.8 -1.29 TON PER HOURS (Ton/Jam) 121.1 96.3 108.7 196.5 173.2 184.9 76.2 41.210 BERTH OCCUPANCY RATIO (%) 61.8 70.7 66.3 67.5 77.2 72.4 6.1 8.4

BEFORE AFTERINDIKATORNO GAP

EFISIENSI(%)

NO WT AT IT OT NOT BT TRT B/M TGH BOR1 ↗ − ↘ ↗ ↘ ↘ ↗2 ↗ ↘3 ↗4 ↗ − ↗ ↗ ↗ ↗ ↗ ↗ ↗ ↗

a TAMA 3018 TK ↗ − ↗ ↗ ↗ ↗ ↗ ↗ ↗ ↗b GEMILANG 3058 TK ↘ − − ↗ ↗ ↗ ↘ ↗ ↗ ↗c MG 3002 BG ↗ − ↗ ↗ ↗ ↗ ↗ ↘ ↗ ↗

INDIKATORARUS KAPALARUS BARANGUTILITASEFIENSI PER KAPAL (Rata-rata)

NO WT AT IT OT NOT BT TRT B/M TGH BOR1 ↗ − ↘ ↗ ↘ ↘ ↗2 ↗ ↘3 ↗4 ↗ − ↗ ↗ ↗ ↗ ↗ ↗ ↗ ↗

a TAMA 3018 TK ↗ − ↗ ↗ ↗ ↗ ↗ ↗ ↗ ↗b GEMILANG 3058 TK ↘ − − ↗ ↗ ↗ ↘ ↗ ↗ ↗c MG 3002 BG ↗ − ↗ ↗ ↗ ↗ ↗ ↘ ↗ ↗

INDIKATORARUS KAPALARUS BARANGUTILITASEFIENSI PER KAPAL (Rata-rata)

Sumber: Diagram Tripoporsi. 2003. Studi Masterplan Pelabuhan Pupuk Kalimantan Timur. Jakarta.

Gustian, Z. M. Y. 2018. Analisa Efisiensi Kinerja Operasional Sarana dan Prasarana di Dermaga 01 Pelabuhan Teluk Bayur. Padang: Universitas Andalas.

Kementerian Perhubungan. 2011. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor UM.002/38/18/DJPL-11 tentang Standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan. Jakarta: Direktorat Perhubungan Laut.

Kramadibrata, Soedjono. 2002.Perencanaan Pelabuhan. Bandung: Penerbit ITB.

Triatmodjo, Bambang. 2010. Perencanaan Pelabuhan. Yogyakarta: Beta Offset.

UNCTAD. 1999. Technical Note: The Fourth Generation Port. UNCTAD Ports Newsletter. 19(1), pp. 9-12.

Page 28: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

16

TEKNOLOGI UNIT PULSATOR DALAM INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM

eiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di dunia, Indonesia khususnya, aktivitas pembangunan di segala bidang pun terus

meningkat sebagai upaya memenuhi kebutuhan serta upaya meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup tersebut menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang meningkat pesat. Meningkatnya populasi penduduk dan aktivitas pembangunan menyebabkan kebutuhan akan air meningkat dengan sendirinya. Oleh karena itu, diperlukan suatu penyediaan air minum yang tidak hanya terjaga kuantitasnya tetapi juga kualitas air dan kelangsungan untuk pemenuhan kebutuhan akan air bersih dapat dipertahankan, seperti adanya sebuah instalasi pengolahan air minum (IPA). Salah satu sumber air baku adalah penggunaan air permukaan misalnya air sungai yang dapat dipertimbangkan sebagai sumber alternatif air bersih.

Air permukaan dari segi kualitas tidak dapat langsung digunakan sebagai sumber air bersih. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang layak dan aman dikonsumsi (terutama untuk minum), diperlukan adanya suatu pengolahan air baku menjadi air bersih/air minum dengan melihat kualitas air baku yang ada. Air permukaan yang biasanya dimanfaatkan sebagai sumber atau bahan baku air bersih adalah: a. Air waduk (berasal dari air hujan) b. Air sungai (berasal dari air hujan dan mata air) c. Air danau (berasal dari air hujan, air sungai atau

mata air)

Pada umumnya air permukaan telah terkontaminasi dengan berbagai zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi oleh masyarakat. Kontinuitas dan kuantitas dari air permukaan dapat dianggap tidak menimbulkan masalah yang besar untuk penyediaan air bersih yang memakai bahan baku air permukaan.

Dalam UU No. 82 tahun 2001, air diklasifikan menurut mutunya ke dalam empat kelas, yaitu: a. Kelas 1, air yang peruntukannya dapat digunakan

untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

b. Kelas 2, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,

pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan.

c. lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

d. Kelas 3, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut.

e. Kelas 4, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi, pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Pengolahan (treatment) terhadap air baku merupakan langkah-langkah yang diambil agar air tersebut memenuhi baku mutu yang ditentukan sehingga aman untuk dikonsumsi. Menurut Peavy (1985) proses pengolahan air pada hakekatnya dilaksanakan berdasarkan sifat-sifat perubahan kualitas yang berlangsung secara alamiah. Oleh karena itu, mekanisme proses tersebut dapat berlangsung secara fisik, kimia, dan biologi. Proses yang dipakai dalam pengolahan air minum adalah sebagai berikut: 1. Proses secara fisik

Proses secara fisik dalam pengolahan air minum meliputi dilusi, sedimentasi dan resuspensi, filtrasi. 2. Proses secara kimia

Sumber air dari alam banyak yang mengandung mineral dan gas yang terlarut, sehingga dalam pengolahan air minum perlu dilakukan proses secara kimia yaitu oksidasi-reduksi, dissolusi-presipitasi dan konversi kimia lainnya. 3. Proses secara biologi Proses pengolahan ini dengan memanfaatkan proses metabolisme organisme yang mengkonversi suatu zat menjadi zat lain.

Idealnya sebuah instalasi pengolahan air minum terdiri dari beberapa unit operasional pengolahan. Untuk menentukan unit-unit operasional diperlukan analisa parameter terhadap air baku yang digunakan. Unit operasional pengolahan air minum yang biasanya terdapat pada instalasi pengolahan air minum (IPA) adalah intake/ unit penangkap air baku; unit koagulasi flokulasi; unit sedimentasi; unit filtrasi serta reservoir.

Pada artikel kali ini akan d mengenai unit sdimentasi atau yang biasa disebut bak pengendapan karena

S

Page 29: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

17

mempunyai fungsi sebagai bak pengendapan. Partikel yang mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada berat jenis air akan dapat mengendap secara graviasi.

Partikel yang tidak berubah ukuran, bentuk, dan beratnya selama proses pengendapan dalam zat cair, yang disebut partikel diskrit (discrete particle), akan mengendap yang diakibatkan karena mendapat gaya percepatan sampai gaya gesek yang dialaminya sama dengan gaya gravitasi. Selanjutnya partikel iniakan mengendap dengan kecepatan yang konstan (tetap), kecepatan ini dikenal dengan kecepatan pengendapan (settling velocity).

Proses sedimentasi didasarkan pada pengendapan partikel secara gravitasi sehingga harus diketahui kecepatan pengendapan masing-masing partikel yang disisihkan. Kecepatan pengendapan flok bervariasi tergantung pada beberapa parameter yaitu: tipe koagulan yang digunakan, kondisi pengadukan selama proses flokulasi dan materi koloid yang terkandung di dalam air baku.

Bak Sedimentasi dan Prasedimentasi

(Sumber: Fair dan Geyer, 1986)

Partikel yang mempunyai berat jenis yang lebih besar daripada berat jenis air akan dapat mengendap secara gravitasi. Partikel yang tidak berubah ukuran, bentuk, dan beratnya selama proses pengendapan dalam zat cair, yang disebut partikel diskrit (discrete particle), akan mengendap yang diakibatkan karena mendapat gaya percepatan sampai gaya gesek yang dialaminya sama dengan gaya gravitasi.

Selanjutnya kecepatan air melalui lubang orifice dihitung dengan:

Sedangkan waktu detensinya (td) adalah:

dan waktu pengendapan (Vs) dihitung dengan persamaan :

Vs = 𝑸𝑸𝑨𝑨𝒔𝒔 =S

Dimana: Q = debit aliran air (m3/jam) V = volume bak sedimentasi (m3) Vo = kecepatan horizontal (m/jam) td = waktu detensi (jam) A = luas rata-rata permukaan bak (m2) Bak sedimentasi yang umumnya digunakan pada Instalasi Pengolahan Air (IPA) konvensional mempunyai proses seperti gambar di bawah :

Proses Sedimentasi

(Sumber: Kamulyan, 1997)

Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk lingkaran, bujur sangkar atau segi empat. Bentuk bak sedimentasi segi empat (rectangular). Semua jenis bak sedimentasi mempunyai kelemahan serta kelebihannya masing-masing.

Seiring dengan pesatnya teknologi sudah banyak Instalasi Pengolahan Air (IPA) baik milik Swasta maupun IPA milik pemerintah yang beralih dengan menggunakan bebrapa teknologi yang lebih efektif dan efisien dalam proses operasionalnya. Seperti teknologi yang dapat diterapkan dalam unit sedimentasi yaitu unit pulsator. Pulsator adalah unit flokulasi-sedimentasi yang ada prosesnya memanfaatkan sludge contact (kontak

Vo = 𝑸𝑸𝑨𝑨

td = 𝑽𝑽𝑸𝑸

Page 30: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

18

lumpur) dalam meningkatkan proses sedimentasi dan penjernihan air baku yang diolah.

Bak Pulsator

(Sumber: Degremont, 1991)

Pulsator merupakan salah satu proses sedimentasi yang paling banyak digunakan dalam pengolahan air bersih. Unit ini mampu mengolah lebih dari satu juta m3/jam. Pada umumnya kecepatan ke atas pada klarifikasi adlah antara 2-4 m/jam, atau lebih tinggi lagi pada beberapa kasus tergantung kepada koefisien lumpur.

Clarifier unit penjernih melalui pengendapan ini berupa sebuah tangki yang memiliki dasar rata, dilengkapi dengan perpipaan yang berpori pada dasarnya dimana air baku dialirkan untuk mencapai seluruh bagian secara merata. Pada permukaan tangki juga dilengkapi dengan beberapa perpipaan yang berfungsi untuk mengalirkan air yang telah jernih menuju poses berikutnya.

Ada beberapa macam cara untuk memasukkan air ke dalam tangki ini tetapi yang paling ekonomis adalah dengan memasukkan kedalam ruang/ chamber dimana udara dihisap melalui pompa vakum dengan aliran udara yang hampir sama dengan setengah aliran masuk maksimum air yang akan diolah. Chamber ini dihubungkan dengan sistem distribusi yang ada pada bagian dasar tangki.

Sesuai dengan namanya, pulsator memanfaatkan model pulsasi dalam menunjang operasional sistemnya. Adanya aliran distribusi air dari vacum chamber ke perpipaan lateral yang terjadi secara diskontinyu menyebabkan pembentukan flokulasi pada daerah ke atas/vertikal seolah-olah mengalami denyutan-denyutan yang menimbulkan gerakan artikel terflokulasi kearah atas dan salaing berikatan pada sludge blanket, sebelum partikel-partikel tersebut turun lagi ke bawah dan mengendap pada dasar tangki.

Dengan memanfaatkan gerakan aliran air yang turbulen kearah atas, unit ini tidak memerlukan perlengkapan mekanis dalam mencapai kondisi flokulasi. Dilihat dari pembagian zone dalam unit pulsator selama terjado proses klarifikasi, secara kasar dapat dikatakan terdiri dari tiga zone yang saling terkair yaitu: 1. Zone Turbulen: Pada daerah ini terjadi slow mix

dengan adanya arus turbulen. Arus ini juga memberikan daya dorong keatas kepada partikel-partikel yang terflokulasi.

2. Zone Lumpur: Pada daerah ini terjadi lapisan imaginer yang memiliki kekruhan paling tinggi, disini terjadi peningkatan flok dan proses pemgendapan.

3. Zone Klarifikasi: Dalam zone ini aliran lebih tenang, dan aliran terlihat mulai jernih.

Dalam perkembangannya, pulsator yang konvensioanl mengalami perubahan atau tepatnya peningkatan kemampuan pengolahan dengan memodifkasi unit ini sedemikian rupa agar dapat mengolah air baku menjadi air yang berkualitas baik. Usaha ini menjadikan pulsator konvensioanl berkembang menjadi model pulsator baru yang memanfaatkan lamella untuk meningkatkan efisiensi pengendapanya. Sehingga keluarga baru yang berasal dari perkembangan teknologi disebut dengan keluarga lamella pulsator klarifier (lamellar pulssator family). Keluarga ini terdiri dari tiga macam modifikasi pulsator konvensional, yang sebenarya dikembangkan untuk memperoleh efisiensi kinera unit yang lebih baik, sesuai dengan kondisi lahan dan mutu air baku yang akan dioalah.

Keunggulan modifikasi ini terletak pada kecepatan klarifikasi air, maka semakin singkat waktu tinggal dalam unit, sehingga bentuk atau ukuran bak dapat diperkecil apabila masalah lahan menjadi alasan, sedangkan apabila jumlah debit menjadi permasalahan, dengan singkatnya waktu pengolahan maka unit modifikasi ini akan mampu mengolah air baku dalam debit yang lebih besar dengan ukuran bak yang tidak harus lurus.

Skema perkembangan pulsator dapat dilihat sebagai berikut:

1. Pulsatube Pulsatube ini memiliki cara kerja yang sama dengan pulsator konvensional, yang dilengkapi dengan tube (tabung) atau plate (lempengan) yang dipasang miring pada bagian atas lapisan sludge blanket. Fungsinya untuk meningkatkan efisiensi proses penjernihan air, terutama untuk air dengan debit yang besar dan kualitas air baku yang jelek. Dengan adanya tube/plate yang dipasang miring ini diharapkan bahwa air yang dihasilkan oleh proses ini memiliki kualitas air yang baik,

Page 31: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

19

karena flok-flok yang lolos dari sludge blanket akan mengalami pengentalan pada sattler (pengendapan) dan ketika sudah lebih padat akan jatuh kembali pada sludge blanket. Selain itu dengan memanfaatkan settler ini akan dapat mengoperasikan unit dengan kecepatan aliran keatas sampai dua kali lebih besar pada waktu yang sama (5-10 m/jam).

2. Super Pulsatube Unit pulsatube banyak memiliki keunggulan salah satunya semakin singkat waktu tinggal dalam unit, sehingga bentuk atau ukuran bak dapat diperkecil apabila maslah lahan menjadi alasan, sedangkan apabila jumlah debit menjadi permasalahan, dengan singkatnya waktu pengolahan maka unit modifikasi ini

akan mampu mengolah air baku dalam debit yang lebih besar dengan ukuran bak yang tidak harus lurus. Super pulsatube memiliki banyak persamaan dengan pulsator konvensional. Super pulsator dilengkapi dengan pengendap lamella yang berfungsi untuk mengkombinasikan atara keuntungan pengendapan kontak lumpur, pulsa sludge blanket, dan kekentalan lumpur. Settler ditempatkan pada daerah lapisan sludge blanket. Air yang telah mengalami flokulasi akan berpenetrasi ke sistem lempengan (plate) paralel yang diletakkan hampir pada ketinggian 30 cm dengan kemiringan 600 tiap palte memiliki detektor yang akan meununjang dan menciptakan pergerakan air yang tenang secara perlahan.

Bak Super Pulsator

(Sumber: Degremont, 1991)

Pulsatube merupakan alternatif pengolahan yang terbaik apabila diaplikasikan pada daerah pengolahan/instalasi yang memilliki lahan terbatas akibat kebutuhan ruang pengendapan yang sedikit untuk menghasilkan air dengan kualitas yang baik.

3. Ultra Pulsator Clarifier (unit proses penjernih) ini merupakan salah satu langkah menuju dalam evolusi keluarga pulsator, dengan menambhakan model tube pada daerah clarifier (penjernih) yang juga mengkombinasikan kedua prinsip pada pulsatube dan super pulsator.

Penulis:

Veronica Kusumawardhani, ST., M.Si. Pejabat Fungsional Tata Bangunan dan Perumahan Pertama

Direktorat Keterpaduan Infrastruktur Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya [email protected]

Hilma Muthi’ah, ST. Penelaah Jasa Konstruksi

Balai Penerapan Teknologi Konstruksi [email protected]

Sumber: , 2001. Peraturan Pemerintah no. 82 tahun 2001

Degremont, 1991, Water Treatment Handbook Vol 1. Lavoiser Publishing. Paris

Degremont, 1991, Water Treatment Handbook Vol 2. Lavoiser Publishing. Paris

Kamulyan, Budi. 1997. Teknik Penyehatan (Bagian Al: Teknik Pengolahan Air). Yogyakarta: Univeristas Gajah Mada

Peavy, HS., D.R. rowe, G. Technobanoglous. 1985. Environmental Engineerig. MC Graw-Hill, Inc : Singapore

Page 32: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

20

PENGARUH TIANG PANCANG MIRING (BATTER PILE) PADA DERMAGA

elabuhan yang merupakan salah satu simpul jaringan transportasi dapat diibaratkan sebagai pintu gerbang atau sebagai penghubung dari daratan menuju ke lautan

maupun sebaliknya. Pelabuhan berpengaruh dan membawa dampak positif terhadap ekonomi suatu daerah karena merupakan tempat terjadinya pertukaran barang yang akan meningkatkan nilai suatu barang serta pertukaran orang untuk berpindah. Pelabuhan yang juga sebagai terminal angkutan laut tempat bersandarnya kapal, berfungsi sebagai titik simpul perpindahan muatan barang dimana kapal dapat berlabuh, bersandar, pengisian bahan bakar, menaik-turunkan penumpang, melakukan bongkar muat barang dan penerusan ke daerah lainnya guna menunjang pedagangan dan lalu lintas muatan. Untuk itu, pelabuhan memiliki peranan penting dari kelancaran kegiatan transportasi laut dalam perdaganan maupun hal lainnya karena dapat menghubungkan antar pulau dan antar benua sebagai aktifitas pergerakan moda di lautan. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini terdapat kapal yang sedang melakukan bongkar muat di dermaga Pelabuhan Teluk Bayur.

Pelabuhan Teluk Bayur

(Sumber: Gustian Z. M. Y., 2018)

Dermaga merupakan suatu bentuk konstruksi pelabuhan dimana kapal dapat bersandar atau bersandar untuk dihubungkan dengan daratan dalam rangka melakukan aktivitas bongkar ataupun muat barang dan menaik-turunkan penumpang. Bentuk dan jenis dermaga tergantung pada jenis dan ukuran kapal

yang bertambat pada dermaga. Dermaga dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu:

1. Wharf, adalah dermaga paralel dengan pantai dan biasanya berimpit dengan garis pantai. Wharf juga dapat berfungsi sebagai penahan tanah yang ada di belakangnya.

2. Pier, adalah dermaga yang berada pada garis pantai dan posisinya tegak lurus dengan garis pantai (berbentuk jari). Pier dapat digunakan pada kedua sisinya sehingga dapat digunakan untuk merapat lebih banyak kapal.

3. Jetty, adalah dermaga yang menjorok ke laut sedemikian sehingga sisi depannya berada pada kedalaman yang cukup untuk kapal merapat. Jetty biasanya digunakan untuk merapat kapal tanker atau kapal gas alam yang memiliki ukuran sangat besar.

Dari ketiga tipe-tipe dermaga tersebut memiliki bentuk yang berbeda-beda, pada gambar berikut ini dapat dilihat masing-masing layout dari ketiga tipe dermaga.

Dermaga Tipe a) Wharf, b) Pier, c) Jetty

(Sumber: Triatmodjo B., 2010)

P

Page 33: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

21

Konstruksi dasar dermaga memiliki beberapa kemungkinan berdasarkan beberapa hal sebelum merencanakan dan merancang seperti, kedalaman perairan dermaga, beban muatan yang dipikul dermaga, gaya-gaya lateral, karakteristik tanah, sistem angkutan, dll. Berdasarkan hal-hal tersebut, struktur dermaga dapat dikelompokkan menjadi dua macam berikut ini.

1. Dermaga Konstruksi Tertutup atau solid, dimana batas antara darat dan perairan dipisahkan oleh suatu dinding yang berfungsi menahan tanah di belakangnya, yang dapat berupa dinding massa, kaison, turap, dan dinding penahan tanah. Jenis dari struktur ini memiliki struktur yang berbeda, dapat dilihat pada bagan dibawah.

2. Dermaga Konstruksi Terbuka, dimana lantai dermaga didukung oleh tiang-tiang pancang.

Bagan Tipe-tipe Struktur Dermaga

(Sumber: Triatmodjo B., 2010)

Pada konstruksi dermaga umumnya tiang-tiang itu berfungsi menyangga dermaga pelabuhan, yang harus memikul gaya-gaya vertikal (beban merata dan terpusat), gaya-gaya horizontal ataupun gabungan gaya-gaya tersebut. Beban yang mempengaruhi tiang-tiang tersebut dapat bersifat statis maupun dinamis. Tiang-tiang ini merupakan kolom panjang, biasanya dengan pembebanan sentris. Tiang-tiang yang biasa disebut pondasi tiang pancang ini secara umum digunakan untuk mengurangi dampak perpindahan dari struktur dermaga. Sedangkan fungsi utamanya untuk pondasi tiang ini adalah untuk mentransfer beban superstruktur atau struktur atas dermaga ke lapisan tanah keras dari lapisan tanah lembut yang ada pada lapisan atas.

Sebelumnya dermaga hanya menggunakan tiang pancang vertikal untuk menopang keseluruhan beban pada struktur dermaga. Kinerja buruk akibat penggunaan tiang pancang yang homogen seperti cara tradisional telah banyak diteliti. Kinerja tersebut dirasakan ketika terjadi gempa bumi dan ketika proses

kapal bersandar. Kegagalan struktur banyak terjadi pada tiang pancang yang patah akibat dari kinerja yang buruk dari struktur tersebut. Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk menghitung daya dukung tiang pancang tunggal akibat berbagai jenis beban dan berbagai lapisan tanah seperti, Manoppo F.J., Koumoto T., Meyerhof G.G., Ranjan, G., Yalcin, A.S., Mathur, S.K., Valsangkar, A.J., Poulos, H.G., Davis, E.H., Sastry, V.V.R.N., dan masih banyak lagi.

Gaya-gaya horizontal yang dipikul dermaga diteruskan untuk kemudian dipikul tiang-tiang miring. Pada gaya-gaya horizontal yang relatif kecil dapat diperhitungkan untuk dipikul tiang-tiang vertikal. Sebagai tiang yang berfungsi sebagai kolom panjang, ujung-ujung tiang mempunyai kondisi ikat tertentu, yaitu dapat berfungsi sebagai sendi ataupun terjepit dan mempengaruhi daya pikul tiang. Gambar dibawah ini merupakan layout dermaga Pelabuhan Tokyo dengan jenis Wharf yang menggunakan struktur tiang pancang.

Struktur Dermaga dengan Tiang Pancang

(Sumber: PCI, 1980)

Tiang Pancang Miring seperti pada gambar dibawah ini, yang banyak dikenal dengan sebutan Batter Pile biasanya dapat ditemui pada komponen bangunan Dermaga, abutment serta pilar Jembatan atau bangunan yang dibangun di atas perairan (bangunan lepas pantai). Tiang pancang miring diperlukan untuk menahan gaya lateral yang melebihi daya dukung izin lateral pada tiang pancang vertilkal yang ditimbulkan dari kapal yang sedang sandar atau untuk menaikkan kapasitas dukung tiang pancang vertikal menahan tekanan lateral tanah. Gaya lateral kapal yang terjadi pada dermaga cukuplah besar ketika kapal baru bersandar (beban Berthing), ketika terjadinya gelombang (beban gelombang), maupung tegangan yang terjadi ketika tali kapal ditambatkan pada bollard (beban Mooring). Untuk menaikkan daya dukung tiang pancang dapat dilakukan dengan memiringkan tiang berkisar antara ±15o sampai

Page 34: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

dengan ±30o. Dalam penerapan batter pile ini di lapangan tidaklah mudah karena memiliki potensial patah ketika pemancangan akibat eksentrisitas daripada tiang pancang lurus sehingga memerlukan tenaga yang ahli dan berpengalaman dalam hal pemancangan miring.

Tiang Pancang Miring pada Dermaga

(Sumber: Kramadibrata S., 2002)

Dalam menganalisa tiang pancang kelompok perhitungan daya dukungnya diperoleh dari daya dukung tiang pancang tunggal dimana untuk tiang pancang miring dapat dibagi dalam dua bagian yakni tiang pancang miring positif jika arah beban horizontal berlawanan dengan arah kemiringan tiang dan tiang pancang miring negatif jika arah beban horizontalnya searah dengan arah kemiringan tiang pancang seperti pada gambar dibawah ini.

Gaya Horizontal pada Tiang Pancang Negatif dan Positif

(Sumber: Manoppo F.J., 2010)

Analisis daya dukung tiang pancang miring (±15o, ±30o) akibat beban vertikal dapat menggunakan rumus dari Meyerhof dan Ranjan seperti berikut ini.

Qum = 1 / [( Cos / Qa )2 + ( Sin / Qh )2] dengan: Qum = Daya dukung tiang pancang tunggal miring, Qh = Daya dukung tiang pancang horisontal Qh = 0,125 x B x D2 x Kb

Kb = tan2 ( 45 + ( Ø / 2 ) + tan2 (45 ( Ø / 2 ). Sbu

dengan : D = Kedalaman tertanam tiang pancang B = diameter jadinya pancang Sbu = faktor bentuk tiang pancang

Qukel = N x Qa (Vektor) Qukel = A x N x Qa (Miring) Dengan = A = Efisiensi digunakan Rumus Converse Labbare, N = Jumlah Tiang Pancang

Potongan Perpindahan Kontur Zona Tanah akibat Tiang

Pancang Miring (Sumber: Subramanian R.M. & Bominathan A., 2010)

Dari gambar hasil penelitian Subramanian dan Boominathan diatas, terlihat respon tanah akibat tiang pancan miring dengan kemiringan ±10o tersebut menunjukkan kemampuan tiang pancang miring untuk mentransfer lebihh banyak beban ke tanah sekitarnya, bahkan pada kedalaman yang cukup dalam atau lebih dalam daripada tiang pancang vertikal. Distorsi yang ditunjukkan pada gambar pada bagian bawah menunjukkan kemampuan tiang pancang miring untuk

22

Page 35: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

23

mentransfer beban lateral melalui kompresi aksial parsial dan tegangan geser serta lentur. Perbandingan dengan tiang pancang vertikal yang hanya memanfaatkan tegangan geser dan lentur dalam mentransfer beban lateral.

Perpindahan Kontur Tanah akibat Tiang Pancang Miring

(Sumber: Chen C. Y. & Hsu H. Q., 2017)

Dari hasil penelitian Manoppo menunjukkan perbedaan besar antara nilai kapasitas dukung tiang pancang kelompok dari percobaan di laboratorium dibandingkan dengan kapasitas daya dukung kelompok hasil perhitungan dari Meyerhof dan Ranjan. Dapat dilihat pada tabel di bawah, daya dukung tiang pancang kelompok di laboratorium menunjukkan terjadinya penurunan daya dukung akibat perubahan kemiringan tiang pancang (±0o, ±15o, dan ±30o) demikian juga dengan hasil perhitungan teori. Pengaruh kemiringan tiang pancang akibat beban horizontal tersebut menunjukkan bahwa daya dukung maksimum tiang pancang terbesar terjadi pada kemiringan tiang (±15o) namun untuk tiang pancang kelompok dari hasil di laboratorium terjadi pada kemiringan (±0o). Dari hasil ini menunjukkan bahwa tiang pancang miring hanya akan memberikan kontribusi kenaikan daya dukung pada beban horizontal untuk kemiringan tiang (±15o) sedangkan pada beban vertikal tiang pancang miring tidak memberikan kenaikan daya dukung tiang pancang sebaliknya mengurangi daya dukung tiang pancang. Kesimpulannya tiang pancang miring mengurangi daya

dukung tiang pancang tunggal kelompok akibat beban vertikal.

Hasil Perhitungan Variasi Kemiringan Tiang Pancang

(Sumber: Manoppo F.J., 2010)

Gambar dibawah menunjukkan bahwa model pondasi tiang kemiringan 0o membutuhkan beban yang lebih besar dibandingkan kemiringan 15o dan 30o untuk mencapai besar penurunan yang sama, dan model pondasi tiang kemiringan 15o membutuhkan beban yang lebih besar dibandingkan kemiringan 30o untuk mencapai besar penurunan yang sama. Hal ini membuktikan bahwa daya dukung vertikal pondasi tiang mempunyai kecenderungan menurun seiring bertambahnya kemiringan tiang. Perilaku yang terjadi pada tiang pancang yang berada pada tanah pasir maupun lempung yang merupakan tanah mayoritas di tepi pantai.

Grafik Hubungan Beban dan Penurunan

(Sumber: Suryadi et al, 2010)

Penulis: Zamrud M.Yusuf Gustian, S.T.

Penelaah Jasa Konstruksi Balai Penerapan Teknologi Konstruksi

[email protected]

Sumber : Chen C. Y. & Hsu H. Q. 2017. Modeling of Batter Pile Behaviour Under Lateral Soil

Movement. Chiayi: National Chiayi University

Gustian, Z. M. Y. 2018. Analisa Efisiensi Kinerja Operasional Sarana dan Prasarana di Dermaga 01 Pelabuhan Teluk Bayur. Padang: Universitas Andalas.

Kramadibrata, Soedjono. 2002.Perencanaan Pelabuhan. Bandung: Penerbit ITB.

Manoppo, F. J. 2008. Pengaruh Kemiringan Tiang pada Kapasitas Dukung Tiang Pancang Kelompok di Tanah Lempung Lunak Akibat Beban Aksial. Manado: Universitas Sam Ratulangi.

Manoppo, F.J. 2010. Perilaku Tiang Pancang Miring pada Daya Dukung Tiang Pancang Kelompok Akibat Beban Vertikal di Tanah Pasir. Manado: Universitas Sam Ratulangi.

Pasific Consultants International. 1990. Qualification and Experience in Ports and Harbors. Tokyo.

Subramanian R.M. & Bominathan A. 2010. Dynamic Response of Vertical and Batter Piles. Chennai: Indian Institute of Technology Madras.

Suryadi, Rudy et al. 2015. Pengaruh Kemiringan Pondasi Tiang terhadap Daya Dukung Tiang Tunggal akibat Beban Vertikal. Pekanbaru: Universitas Riau.

Page 36: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT
Page 37: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

PERUMAHAN& PERMUKIMAN

Page 38: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

26

Rumah Susun Salah Satu Solusi Penataan Kawasan Permukiman Kumuh Di Perkotaan

awasan permukiman kumuh merupakan salah yang dihadapi oleh hampir semua kota-kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di

negara berkembang lainnya. Telaah tentang kawasan permukiman kumuh (slum), pada umumnya mencakup tiga segi, pertama kondisi fisiknya, kedua kondisi sosial ekonomi budaya komunitas yang bermukim di permukiman tersebut, dan ketiga dampak oleh kedua kondisi tersebut. Kondisi fisik tersebut antara lain tampak dari kondisi bangunannya yang sangat rapat dengan kualitas konstruksi rendah, jaringan jalan tidak berpola dan tidak diperkeras, sanitasi umum dan drainase tidak berfungsi serta sampah.

Menurut data identifikasi yang dilaksanakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tahun 2015 terdapat 38.431 ha permukiman kumuh pada 4.108 kawasan di seluruh Indonesia yang menjadi target penataan dan perbaikan hingga tuntas (nol persen), sampai tahun 2019.

Penanganan kawasan permukiman kumuh sesungguhnya perlu dilakukan tidak saja di kawasan-kawasan permukiman kumuh yang menjadi bagian kota metropolitan dan atau kota besar, tetapi juga perlu dilakukan di kawasan-kawasan permukiman kumuh yang ada di kota sedang dan kecil. Penanganan kawasan permukiman kumuh di kota besar, sedang, dan kota kecil menjadi cukup strategis manakala

kawasan itu memiliki kaitan langsung dengan bagian-bagian kota metropolitan seperti kawasan pusat kota metropolitan, kawasan pusat pertumbuhan kota metropolitan, maupun kawasan-kawasan lain misalnya kawasan industry, perdagangan, pergudangan, dan perkantoran.

Keberadaan lingkungan kawasan permukiman kumuh membawa permasalahan baru, seperti perkembangan fisik kota yang tidak baik, memberikan efek visual yang jelek, tingkat kesehatan masyarakat yang semakin rendah sebagai akibat dari kondisi permukiman yang tidak sesuai dengan standar kesehatan dan memberikan dampak sosial dan ekonomi masyarakat yang buruk. Permasalahan kawasan permukiman kumuh yang terjadi di setiap wilayah perlu segera dilakukan penanganan sehingga tercapai suatu lingkungan permukiman yang sehat dan layak huni serta berkualitas. Pentingnya penanganan permasalahan permukiman kumuh ini, sejalan dengan apa yang ditegaskan dalam UU No. 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman bahwa penataan perumahan dan permukiman bertujuan untuk:

1. Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan manusia;

K

Page 39: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

27

2. Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman serasi dan teratur.

Ciri-ciri permukiman kumuh adalah sebagai berikut: 1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak

memadai; 2. Kondisi hunian rumah dan permukiman serta

penggunaan ruang-ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin;

3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan ruang-ruang yang ada di permukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya;

4. Permukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai: a. Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik

Negara, dank arena itu dapat digolongkan sebagai hunian liar;

b. Satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari sebuah RT atau sebuah RW;

c. Sebuah satuan komuniti tinggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan terwujud sebuah kelurahan dan bukan hunian liar.

Contoh Permukiman Kumuh di RW 16 Kelurahan Kapuk,

Jakarta Barat (Sumber: http://bit.ly/2lXW9VF)

5. Penghuni permukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat permukiman kumuh juga dikenala adanya pelapisan social berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.

6. Sebagian besar penghuni permukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau

mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informal.

Pada permukiman kumuh biasanya terdapat banyak rumah yang tidak layak huni. Perumahan yang tidak layak huni ini memiliki kondisi rumah dan lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial, dengan kriteria sebagai berikut:

1. Luas lantai per kapita di kota kurang dari 4 m2 sedangkan di desa kurang dari 10 m2.

2. Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya. 3. Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu

yang belum diproses. 4. Jenis lantai adalah tanah. 5. Tidak mempunyai fasilitas tempat untuk mandi,

cuci, kakus (MCK).

Contoh rumah tidak layak huni (Sumber: http://bit.ly/2MTJ1fO)

Faktor-faktor penyebab meningkatnya kawasan kumuh: 1. Faktor ekonomi seperti kemiskinan dan krisis

ekonomi. Faktor ekonomi atau kemiskinan mendorong bagi pendatang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kota-kota. Dengan keterbatasan pengetahuan, keterampilan, dan modal, maupun adanya persaingan yang ketat diantara sesame pendatang-pendatang tersebut hanya dapat tinggal dan membangun rumah dengan kondisi yang sangat minim di kota-kota. Di sisi lain pertambahan jumlah pendatang yang sangat banyak mengakibatkan pemerintah tidak mampu menyediakan hunian yang layak.

2. Faktor bencana Faktor bencana dapat juga menjadi salah satu pendorong perluasan kawasan kumuh. Adanya bencana, baik bencana alam seperti misalnya banjir, gempa, gunung meletus, longsor,maupun bencana akibat perang atau pertikaian antar suku

Page 40: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

28

juga menjadi penyebab jumlah rumah kumuh meningkat dengan cepat.

Faktor-faktor penyebab adanya perkampunga kumuh di perkotaan: 1. Mobilitas penduduk

Masyarakat yang mampu, cenderung memilih tempat huniannya keluar dari pusat kota. Sedangkan bagi masyarakat yang kurang mampu akan cenderung memilih tempat tinggal di pusat kota, khususnya kelompok masyarakat urbanisasi yang ingin mencari pekerjaan dikota. Kelompok masyarakat inilah yang karena tidak tersedianya fasilitas perumahan yang terjangkau oleh kantong mereka serta kebutuhan akan akses ke tempat usaha, menjadi penyebab timbulnya lingkungan pemukiman kumuh di perkotaan.

2. Ledakan penduduk di Kota-kota besar Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara pertambahan penduduk dengan kemampuan pemerintah untuk menyediakan permukiman-permukiman baru, sehingga para pendatang akan mencari alternatif tinggal di permukiman kumuh untuk mempertahankan kehidupan di kota.

3. Fenomena Inundasi Inundasi di kota-kota besar tidak hanya disebabkan oleh bentuk lahan yang relatif rendah, tetapi juga direklamasinya daerah kantong-kantong air. Terbentuknya genangan air di pinggiran kota, lebih disebabkan akibatnya adanya reklamasi penimbunan rawa dan sungai. Hal itu berdampak pengaturan arus sungai menjadi kurang lancar. Saat musim hujan, airnya akan mengalir kemana-mana hingga menuju ke pemukiman yang membangun rumah di daerah reklamasi ini dan menyebabkan permukiman menjadi kumuh.

4. Urbanisasi Penduduk yang menempati pemukiman kumuh di kota-kota besar adalah kaum migran yang pada umumnya berpenghasilan rendah yang tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya di daerah asal. Dari keadaan ekonomi yang buruk, masyarakat desa terdorong untuk datang kekota-kota terdekat dengan harapan akan mendapatkan pekerjaan dalam rangka usaha melakukan perbaikan kualitas hidupnya. Sasaran tempat tinggal para pendatang pada umumnya di pusat-pusat perdagangan, seperti pasar kota, perkampungan pinggir kota, dan disekitar bantaran sungai kota.

Banyaknya urbanisasi yg menjadi salah satu faktor

penyebab adanya perkampungan kumuh di kawasan perkotaan

(Sumber: http://bit.ly/2MXp33w)

5. Tata kelola Pemerintahan Tata-kelola pemerintah yang kurang baik dapat memicu pertumbuhan permukiman kumuh. Pemerintah seringkali tidak mengakui hak masyarakat miskin dan melibatkan mereka dalam proses perencanaan. Hal ini justru mendukung pertumbuhan permukiman kumuh. Respon pemerintah yang lamban dalam menanggapi urbanisasi juga memicu pertumbuhan kumuh.

Dampak munculnya permukiman kumuh di perkotaan: 1. Perilaku menyimpang masyarakat miskin 2. Terbatasnya sarana air bersih 3. Menurunnya kualitas air sungai 4. Kesehatan masyarakat miskin terganggu

Cara mengatasi permukiman kumuh: 1. Program perbaikan kampong yang ditujukan untuk

memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.

2. Program uji coba peremajaan lingkungan kumuh yang dilakukan dengan membongkar lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta menggantinya dengan rumah susun yang memenuhi syarat.

Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2011, Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki digunakan terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Jenis-jenis rumah susun ada 2 yaitu Rumah susun sederhana milik (Rusunami) dan Rumah susun sederhana sewa (Rusunawa).

Page 41: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

29

Sistem Sewa Rumah susun dengan sistem sewa biasa disebut dengan rumah susun sederhana disewakan (Rusunawa), rumah susun yang disewakan untuk kalangan menengah ke bawah, yang bekerja di perkotaan, namun belum memiliki rumah sendiri.

Sistem kepemilikan Rumah susun dengan system kepemilikan biasa disebut dengan Rusunami. Rusunami merupakan istilah khusus di Indonesia, sebagai program pemerintah dalam menyediakan rumah tipe hunian bertingkat untuk masyarakat menengah bawah. Rusunami bias dimiliki melalui kredit pemilikan apartemen (KPA) bersubsidi dari pemerintah.

Rusunami Bandar Kemayoran

(Sumber: Perum Perumnas, 2016)

Sebagai contoh penanganan permukiman kumuh di Jakarta. 3 kawasan permukiman kumuh yaitu Angke, Kemayoran, dan Pulogadung. Permukiman Kumuh Angke diremajakan melalui keterpaduan proyek yang ditangani Proyek Perbaikan Kampung (Bappem MHT) dan pembangunan rumah sewa bertingkat (PD Pembangunan Sarana Jaya). Setelah tanah dibebaskan dan rumah digusur, penghuni ditampung sementara dirumah sewa yang telah ada. Rumah susun sewa dibangun dan setelah pembangunan selesai penghuni dipindah ke rumah susun tersebut. Demikian seterusnya hingga diciptakan sistem berantai.

Permukiman kumuh Kemayoran diremajakan melalui pembangunan Kota Baru Bandar Kemayoran yang

dikelola oleh BPKK (Badan Pengelola Kawasan Kemayoran). Penghuni diusahakan masuk ke rumah susun Kemayoran yang dibangun oleh Perumnas atau pindah ke rumah sangat sederhana (RSS) di Tanggerang, Depok, dan Bekasi.

Penulis: Veronica Kusumawardhani, ST., M.Si.

Pejabat Fungsional Tata bangunan dan Perumahan Pertama Direktorat Keterpaduan Infrastruktur Permukiman

Direktorat Jenderal Cipta Karya [email protected]

Deviana Kusuma Pratiwi, ST.

Penelaah Jasa Konstruksi Balai Penerapan Teknologi Konstruksi

[email protected]: _. 2011. Fenomena Perkampungan Kumuh di Tengah Perkotaan: Faktor Penyebab,

Dampak, dan Upaya Mengatasi. [online]. Tersedia: https://zakeylovegreen.wordpress.com/2011/12/15/fenomena-perkampungan-kumuh-di-tengah-perkotaan-faktor-penyebab-dampak-dan-upaya-mengatasi/. Diakses [7 juli 2018].

Dharma, Agus. 2013. Peremajaan Permukiman Kumuh di DKI Jakarta. Putro, J. D. 2011. Penataan Kawasan Kumuh Pinggiran Sungai Di Kecamatan

Sungai Raya. Jurnal Teknik Sipil, 11(1). Undang – undang Nomor 20 tahun 2011 Tentang Rumah Susun. Lembaran Negara RI Tahun 2011 Nomor 108

Republik Indonesia. 2011.. Sekretariat Negara. Jakarta.

Page 42: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

30

Evaluasi Program Pembangunan Rumah Susun Studi Kasus Pada Rusunawa Gedanganak, Semarang

Evaluasi merupakan suatu proses ataukegiatan pemilihan, pengumpulan, analisis dan penyajian informasi yang sesuai untuk mengetahui sejauh mana suatu tujuan program, prosedur, produk atau strategi yang dijalankan telah tercapai, sehingga bermanfaat bagi pengambilan keputusan serta dapat menentukan beberapa alternatif keputusanuntuk program selanjutnya(Stark & Thomas, 1994:12). Sedangkan evaluasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti penilaian. Dalam konteks perencanaan, evaluasi tidak dapat dipisahkan dari perencanaan dan monitoring. Evaluasi dalam konteks perencanaan adalah penilaian kinerja secara objektif pada suatu rencana yang sedang atau sudah berjalan. Program dan proyek yang dilakukan dengan monitoring dan evaluasi yang kuatakan cenderung tetap dalam jalurnya dan masalah yang timbul dapat dideteksi lebih dini (UNDP, 2009). Olehkarenanya, evaluasi sangat penting dalam penentuan keputusan selanjutnya.

Program yang diutamakan untuk dievaluasi antara lain program rintisan, proyek yang sedang menuju fase selanjutnya dan proyek yang berjalan lebih dari 5 tahun. Program rintisan adalah program yang baru pertama kali dilaksanakan, evaluasi terhadapnya penting sebelum

dibuat program serupa di tempat lain. Biasanya evaluasi berada pada akhir siklus, tapi bisa juga dilakukan di setiap proses dalam siklus. Diagram berikut ini menunjukkan kedudukan evaluasi dalam siklus perencanaan:

Kedudukan Evaluasi dalam Siklus Perencanan(Sumber: UNDP, 2000)

Page 43: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

31

Menurut Handbook on Planning, Monitoring and Evaluating for Development Result yang dikeluarkan oleh UNDP, evaluasi membantu pembuatan keputusan berdasarkan bukti dan informasi yang objektif lainnya. Keputusan tersebut antara lain strategi peningkatan program, menambah pengetahuan baru, membantu penentuan alternatif dan meningkatkan akuntabilitas. Untuk dapat membuat evaluasi yang baik, diperlukan informasi yang memadai. Contohnya, informasi yang mendalam terhadap proyek /rencana, efektivitasnya, faktor yang mempengaruhi kinerja, nilai tambah proyek tersebut dan kontribusinya bagi keluaran di level yang lebih tinggi. Faktor yang mempengaruhi kinerja bisa berasal dari luar maupun dari dalam. Nilai tambah proyek bisa dipahami sebagai kontribusi dalam masyarakat dan lingkungan.

Terdapat 2 macam pendekatan dalam melakukan evaluasi. Salah satu diantaranya adalah pendekatan berdasarkan teori atau theory based approach (TBA). TBA menggunakan teori untuk menentukan kesimpulan mengenai bagaimana intervensi dapat berkontribusi terhadap hasil yang diharapkan (Ristianti, 2015). TBA lebih digunakan pada kebijakan yang akan maupun yang sudah diimplementasikan. Hal utama yang membedakannya dengan pendekatan lain adalah penggunaan hipotesis. Hipotesis adalah hasil yang diharapkan dengan mekanisme dan konteks tertentu. Penyusunan hipotesis tersebut harus berdasarkan teori.

Berbeda dengan TBA, participatory evaluation melibatkan sasaran evaluasi misalnya warga dan pemangku kepentingan lain untuk melakukan evaluasi. Evaluasi oleh banyak pihak dilakukan mulai dari perencanaan, pencarian dan analisa informasi, rencana tindak untuk pelaksanaan dan perbaikan (Ristianti, 2015). Terdapat berbagai tipe evaluasi untuk participatory evaluation. Tipe evaluasi Contoh Studi memerlukan peran masyarakat yang lebih sedikit daripada tipe evaluasi lainnya. Masyarakat hanya dimintai informasi kemudian hasil evaluasi dan penentuan alternatif solusi diambil alih oleh evaluator.

Gambaran Singkat Proyek Pembangunan Rumah Susun Gedanganak

Program Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) di Kelurahan Gedanganak, Ungaran Timur diprakarsai oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Semarang. Rusunawa Gedanganak direncanakan untuk dibangun sebanyak 2 unit blok rusunawa dengan total unit hunian sebanyak 184 unit dengan total luas bangunan sebesar 8.429m2. Unit

hunian di Rusunawa dibagi menjadi dua kelas yaitu unit hunian untuk penghuni lajang sebanyak 104 unit dengan daya tampung sejumlah 416 orang (asumsi 4 orang/unit) sementara sisanya sebanyak 80 unit merupakan unit hunian untuk keluarga dengan daya tampung sebanyak 320 orang (asumsi 4 orang/KK) sehingga total daya tampung dari Rusunawa Gedanganak adalah 736 orang.

Rusunawa Ungaran Gedanganak

(Sumber: Kompas.com, 2017)

Sesuai dengan Peta Rencana Pola Ruang pada RTRW Kabupaten Semarang Tahun 2011 – 2031, lokasi rencana pembangunan Rusunawa Gedanganak ini telah berada pada kawasan peruntukan permukiman perkotaan. Adapun dalam proses pengadaan lahannya, lokasi rencana pembangunan Rusunawa Gedanganak pada awalnya adalah tanah eks-bengkok Kelurahan Wujil, Bergas dan secara eksisting berupa tegalan. Rencana pengadaan rusunawa tidak hanya berupa unit hunian saja tetapi juga meliputi beberapa fasilitas diantaranya mushola, taman bermain, lapangan bulutangkis, dan area parkir. Program pembangunan rusunawa ini terdiri atas tahap pra-konstruksi, konstruksi, dan pasca-konstruksi (operasional) yang tertuang dalam Penyusunan Studi UKL-UPL Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Kel. Gedanganak, Ungaran Timur dimana didalamnya juga telah terdapat Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dari program pembangunan Rusunawa Gedanganak.

Pembangunan Rusunawa Gedanganak ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hunian masyarakat Kabupaten Ungaran terutama Kecamatan Ungaran Timur terutama untuk buruh industri dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) mengingat lokasi rencana rusunawa yang berada dekat dengan kawasan industri Kabupaten Semarang. Program ini diharapkan mampu membantu masyarkat berpenghasilan rendah dalam hal ini MBR untuk memenuhi kebutuhan hunian yang layak huni dan terjangkau oleh pendapatan mereka

Page 44: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

32

sehingga dalam jangka waktu tertentu jumlah backlog perumahan di Kabupaten Semarang dapat berkurang.

Evaluasi Proyek Pembangunan Rumah Susun Gedanganak

Penilaian evaluasi ini dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu evaluasi output, evaluasi outcome, dan evaluasi impact.

a) Evaluasi Output Rusunawa Kelurahan Gedang anak direncanakan dibangun di atas lahan seluas ± 4000m2 dengan Koefisien Dasar Bangunan 60:40 untuk memenuhi kebutuhan ruang terbuka hijau dan kondisi tersebut tercapai dalam pelaksanaannya. Dalam rencana, pada lokasi akan dibangun 2 unit blok rusunawa dengan total 184 unit dan daya tampung 736 orang. Rusunawa yang telah dibangun dan sudah diisi dengan furniture saat ini berjumlah 104 unit untuk lajang dan 80 unit untuk keluarga. Setiap hunian telaah diisi dengan tempat tidur, meja, kursi, dan almari serta kamar mandi dan toilet. Di dalam setiap kamar juga terdapat sensor yang dapat mendeteksi adanya kebakaran dan kemudian memancarkan air. Terdapat Fire Extinguisher di setiap lantai dan tangga di sisi kanan dan kiri bangunan yang dapat mengakomodasi pergerakan penghuni saat evakuasi.

Rusunawa Kelurahan Gedanganak sudah memiliki sarana dan prasarana dasar yang dibutuhkan dalam perumahan serta permasalahan lingkungan hidup, seperti mushalla dan minimarket, walaupun minimarket hanya terdapat pada blok hunian keluarga, namun jarak yang dekat antara blok hunian keluarga dengan blok hunian lajang menjadikannya masih dapat dijangkau oleh seluruh penghuni rusun. Selain itu juga terdapat ruang serbaguna dan warnet, serta early warning system untuk mengantisipasi adanya kebakaran. Sistem drainase rencana selain saluran tersier tertutup yang bermuara ke saluran sekunder dan primer sebelum sampai ke badan air penerima, juga terdapat biopori atau sumur resapan untuk mencegah adanya genangan saat hujan, namun dalam pelaksanaan tidak terdapat biopori. Pengelolaan sampah sesuai dengan rencana yang ada, dengan melalui pihak ketiga dikumpulkan secara kolektif dan langsung dibawa ke TPS terdekat dan hanya terdapat satu bak sampah di blok hunian keluarga.

b) Evaluasi Outcome Rusunawa yang direncanakan sejak bulan November 2015 masa pembangunannya selesai, hingga Desember 2015 belum juga selesai dibangun. Oleh karena rencana kerja yang tidak tercapai sesuai dengan perencanaan

yang dibuat sejak awal. Hal ini menyebabkan hasil dan dampaknya pun belum muncul dan belum dapat dirasakan sehingga target 75% penghuni rusunawa yang merupakan buruh pabrik dan MBR yang belum memiliki rumah layak huni belum tercapai sampai awal 2016.

c) Impact Target dampak yang ditimbulkan dari pembangunan rusunawa adalah jumlah backlog perumahan yang berkurang 15,1 % dari jumlah backlog yang ada sebesar 1.331 hunian. Namun dikarenakan masa konstruksi yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dampak yang sudah ditargetkan terlambat untuk dapat tercapai.lan

Evaluasi dalam konteks perencanaan adalah penilaian kinerja secara objektif pada suatu rencana yang sedang atau sudah berjalan. Program dan proyek yang dilakukan monitoring dan evaluasi yang kuat cenderung tetap dalam jalurnya dan masalah yang timbul dapat dideteksi lebih dini (UNDP, 2009). Program yang menjadi objek evaluasi yaitu Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) di Kelurahan Gedanganak, Ungaran Timur yang diprakarsai oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Semarang. Rusunawa Gedanganak direncanakan untuk dibangun sebanyak 2 unit blok rusunawa dengan total unit hunian sebanyak 184 unit dengan total luas bangunan sebesar 8.429m2. Pembangunan Rusunawa Gedanganak ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hunian masyarakat Kabupaten Ungaran terutama Kecamatan Ungaran Timur terutama untuk buruh industri dan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) mengingat lokasi rencana rusunawa yang berada dekat dengan kawasan industri Kabupaten Semarang.

Pembangunan Rusunawa di Kelurahan Gedanganak Kecamatan Ungaran Timur dilaksanakan pada tahun 2014 bulan juli dan sampai pada periode bulan Desember 2015 belum selesai dengan tahap konstruksi sekitar 98% jadi. Rusunawa ini dibangun selain untuk memenuhi kebutuhan permukiman bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) dan buruh pabrik di Kecamatan Ungaran Timur, juga untuk mengatasi backlog perumahan di Kabupaten Semarang. Menurut hasil evaluasi pembangunan Rusunawa Gedanganak ini banyak yang sudah terealisasi, akan tetapi masih terdapat beberapa yang masih belum terealisasi yaitu presentase buruh yang tinggal, pembangunan taman, lapangan, pasar, sumur resapan, air bersih PDAM, dan jalan. Keberadaan rusunawa ini tentunya memberikan dampak bagi lingkungan sekitarnya seperti dampak

Page 45: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

33

yang ditimbulkan pada tahap pra-konstruksi salah satunya yaitu keresahan masyarakat karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai luasan lahan yang akan digunakan sebagai lokasi pembangunan sementara terdapat lahan-lahan masyarakat yang terdapat di area sekitar kawasan rencana. Solusi dalam mengatasi permasalahan sebagaimana terkait adalah dengan pemberian sosialisasi melalui perlibatan instansi terkait serta masyarakat setempat. Perlibatan elememasyarakat dalam proses perencanaan tentunya penting untuk dilakukan sejak awal pembahasan (bottom-up). Dampak pada tahap konstruksi yaitu kualitas udara dan kebisingan akibat proses konstruksi pembangunan, cara mengatasi yaitu dengan rencana pantau pengukuran tingkat kebisingan dan kandungan udara. Sedangkan untuk pemadaman yang sering terjadi saat pembangunan Rusunawa dapat diatasi dengan pemberian informasi jika listrik akan dipadamkan, sehingga masyarakat sekitar dapat bersiap-siap untuk menyesuaikan jadwal pemadaman.

Rekomendasi

Meskipun pembangunan Rusunawa Kelurahan Gedanganak Kecamatan Ungaran Timur mengalami keterlambatan dari target penyelesaian yang dibuat dan saat ini telah selesai seratus persen, namun dalam segi fisik sarana dan prasarana masih ada yang belum sesuai rencana seperti penyediaan air bersih yang direncanakan menggunakan PDAM masih menggunakan sumur artesis, tidak adanya sumur resapan, taman bermain, dll. Hal ini menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih ketat dalam setiap tahapan pelaksanaan rencana. Selain itu, kondisi bangunan yang baik dan layak hendaknya dipergunakan sebaik mungkin untuk memenuhi tujuan awal yaitu hunian layak dan sehat bagi MBR dan buruh industri. Kondisi bangunan yang bagus juga harus didukung

dengan adanya perawatan yang baik dan berlanjut sesuai dengan rencana yang ada.

Rusunawa Ungaran Gedanganak

(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2015)

Penulis:

Veronica Kusumawardhani, ST., M.Si. Pejabat Fungsional Tata bangunan dan Perumahan Pertama

Direktorat Keterpaduan Infrastruktur Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya [email protected]

Godlive H I Sitorus, S.P.W.K.

Penelaah Perencanaan Wilayah dan Kota Balai Penerapan Teknologi Konstruksi

[email protected]

Sumber : Anonim. 2009. Efektivitas Dan Kualitas Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa

(Rusunawa). Dalam Buletin Tata Kota: Kementerian PU: Jakarta Gujit, Irene. 2014. Participatory Approach, Methodological Briefs: Impact Evaluation 5.

United Nations International Childrens’ Emergency Fund Office of Research. Florence

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2015. Evaluasi dalam kbbi.online.co.id. diakses pada 15 Oktober 2015

Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan

Ristianti, Novia Sari. 2015. Theory Based Approach (lecture, PPT) SNI 03-1733-2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan Stark & Thomas. (1994). Assessment and program evaluation. Needham Heights:

Simon & Schuster Custom Publishing Undang Undang no. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman UNDP. 2009. Handbook on Planning, Monitoring and Evaluating for Development

Result. New York: United Nation Development Programme

Page 46: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

alam melaksanakan proyek konstruksi

sering terjadi pembengkakan biaya yang

lebih besar daripada yang direncanakan.

Agar kontraktor tidak mengalami kerugian,

faktor faktor yang menyebabkan

pembengkakan biaya harus sudah diantisipasi. Metode

penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah

metode deskriptif kuantitatif. Populasi penelitian ini

adalah 135 perusahaan jasa konstruksi kelas

menengah dan kelas kecil. Sampel diambil 20

perusahaan dengan responden sejumlah 40 orang.

Analisis data menggunakan analisis deskriptif dan

analisis regresi. Dari hasil analisis dapat disimpulkan

bahwa Pengaruh faktor-faktor intensitas

pembengkakan biaya yang terjadi terhadap waktu

penyelesaian proyek dapat disimpulkan bahwa variabel

intensitas indikator Biaya Material (X1) berpengaruh

terhadap waktu pelaksanaan proyek (Y) sebesar 28%,

indikator Biaya Upah (X2) berpengaruh terhadap waktu

pelaksanaan proyek (Y) sebesar 21%, indikator Biaya

Peralatan (X3) pengaruh terhadap waktu pelaksanaan

proyek (Y) sebesar 16%, indikator Sumber Daya

Manusia (X4) pengaruh terhadap waktu pelaksanaan

proyek (Y) sebesar 33%, indikator Non Teknis (X5)

berpengaruh terhadap waktu pelaksanaan proyek (Y)

sebesar 27%. Pihak-pihak yang terlibat dalam proyek

konstruksi dari tahap perencanaan sampai

pelaksanaan dapat dikelompokkan menjadi tiga pihak,

yaitu pihak pemilik proyek (owner) atau principal

(employer / client / bouwheer), pihak perencana dan

pihak kontraktor (aannemer). Ketiga pihak tersebut

memiliki hak dan kewajiban yang saling terintegrasi

guna mempercepat pembangunan.

Semakin berkembangnya suatu zaman dan teknologi,

semakin berkembang pula pembangunan suatu proyek

konstruksi pada suatu daerah. Malang sebagai Kota

terbesar kedua di Provinsi Jawa Timur dengan jumlah

perkembangan penduduk yang pesat menyebabkan

pembangunan struktur dan infrastruktur semakin

meningkat. Hal ini seakan menuntut perusahaan jasa

konstruksi pemerintah maupun swasta untuk

melaksanakan pembangunan di segala bidang.

Beberapa upaya yang dilakukan adalah merencanakan

suatu pekerjaan konstruksi dengan menyediakan

layanan dan kebutuhan masyarakat secara luas.

Pekerjaan konstruksi menurut Undang-undang Jasa

Konstruksi No. 18/1999 Bab I, Pasal 1, Ayat 3 adalah:

“Keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan

perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta

pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural,

sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-

masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan

suatu bangunan atau bentuk fisik lain.”

Konstruksi terdiri dari berbagai tahap, dimana kualitas

keseluruhan juga bergantung pada pembentukan suatu

manajemen proyek yang tepat. Pada hakikatnya,

didalam suatu manajemen proyek terdapat individu-

individu pada struktur organisasi dengan tugas serta

peran masing-masing. Seluruh anggota yang terlibat

harus mengacu pada pencapaian sasaran agar proses

manajemen berjalan lancar sesuai dengan waktu yang

telah ditentukan. Kemampuan merencanakan,

mengorganisasikan, menjalankan dan mengendalikan

diperlukan untuk dapat mengelola pengalokasian biaya,

kualitas mutu dan mengendalikan sumber daya dalam

proyek.

Proyek konstruksi merupakan suatu kegiatan

sementara yang mempunyai karakteristik, keterbatasan

pendanaan atau anggaran menggunakan sumber daya

dalam pelasanaannya, organisasi baik formal maupun

non formal dan keterbatasan waktu yang jelas antara

permulaan dan akhir proyek (Dipohusodo, 1996).

Menurut Soeharto (1997:1) kegiatan proyek dapat

diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang

berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan

alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk

melaksanakan tugas dan sarananya telah digariskan

dengan jelas.

Dalam pembangunan suatu proyek konstruksi

diperlukan biaya-biaya untuk menyelesaikan suatu

proyek pada setiap pekerjaannya. Biaya-biaya tersebut

merupakan modal tetap dari biaya yang dipakai untuk

34

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PEMBENGKAKAN BIAYA LANGSUNG (DIRECT COST) PADA PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI DI KOTA MALANG

D

Page 47: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

membangun instalasi atau menghasilkan produk

konstruksi yang diinginkan, mulai dari tahap desain,

studi kelayakan, pabrikasi, konstruksi sampai kegiatan

instalasi berfungsi penuh sesuai rencana. Sejumlah

biaya tersebut secara garis besar dikelompokkan

menjadi dua yaitu: (1) biaya langsung adalah biaya

untuk segala sesuatu yang akan menjadi komponen

permanen hasil akhir proyek (Soeharto, 1997:127). (2)

biaya tidak langsung atau indirect cost adalah

pengeluaran untuk manajemen, supervisi, dan

pembayaran material serta jasa untuk pengadaan

bagian proyek yang tidak akan menjadi instalasi atau

produk permanen, tetapi diperlukan dalam rangka

proses pembangunan proyek (Soeharto,1997:157).

Metode

Metode penelitian dilakukan dengan penelitian

deskriptif kuantitatif yang bersifat mengidentifikasi

faktor - faktor penyebab terjadinya pembengkakan

biaya langsung (cost overruns). Penelitian deskriptif

adalah penelitian yang membuat pecandraan secara

sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta

dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu

(Suryabrata, 2003:75).

Sedangkan metode penelitian kuantitatif menurut

Sugiyono (2015:8) yaitu metode yang berlandaskan

pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada

populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data

menggunakan instrument penelitian, analisis data

bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk

menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Sehingga dari

pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian

deskriptif kuantitatif merupakan penelitian yang

menggunakan fakta pada lokasi proyek/lapangan untuk

memperoleh gambaran tentang faktor pembengkakan

biaya langsung di Kota Malang menggunakan data

populasi dan sampel. Setelah itu akan

diinterprestasikan tanpa dibandingkan atau saling

dihubungkan satu sama lain.

Sampel diambil dari data Perusahaan bidang jasa

konstruksi yang beralamat di seluruh Kota Malang

berdasarkan daftar anggota BPC GAPENSI Kota

Malang. Peneliti tidak mungkin mempelajari semua

populasi yang ada karena jumlah populasi yang sangat

banyak dengan waktu, dana dan tenaga yang terbatas

maka jumlah sampel yang ditetapkan yakni 15% dari

135 jumlah populasi dengan hasil 20.25 dibulatkan

menjadi 20 sampel.

Setelah ditetapkan berapa jumlah sampel dari masing-

masing perusahaan jasa konstruksi adapun cara

pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan

teknik simple random sampling. Dengan demikian

maka setiap perusahaan jasa kontruksi yang akan

diambil sebagai sampel adalah Estimator dan Bill of

Quality (BoQ) suatu perusahaan jasa konstruksi

dengan 2 orang sebagai responden yang digambarkan

pada tabel 3.1 berikut :

Tabel Populasi dan Sampel Penelitian Dilihat dari Jenis

Perusahaan Sumber: Dokumen Penulis

Dalam mengungkap variabel-variabel yang diteliti

dalam suatu penelitian diperlukan alat ukur yang valid

dan dapat diandalkan, atau dengan kata lain harus

memiliki uji validitas dan reliabilitas yang tepat. Hal ini

diperlukan agar hasil akhir dan kesimpulan yang

dikemukakan peneliti tidak akan salah dan memberikan

gambaran yang tidak jauh berbeda dengan keadaan

yang sebenarnya serta hipotesis yang digunakan juga

akan mengenai sasarannya

Kegiatan menganalisa data merupakan

pengelompokan data berdasarkan variabel-variabel dan

jenis responden, mentabulasikan data berdasarkan

variabel dan seluruh responden, menyajikan data

setiap variabel yang diteliti, dan melakukan perhitungan

untuk menjawab rumusan masalah (Sugiyono,

2015:147)

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini

menggunakan 2 analisis data yaitu analisis deskriptif

untuk mencari nilai X dengan definisi intensitas yang

sering terjadi dan analisis regresi untuk mencari nilai Y

dengan definisi mengenai pengaruhnya terhadap

pembengkakan biaya langsung pada proyek dan juga

analisis regresi linier sederhana. Analisis data

menggunakan software IBM SPSS 25.0.

Uji Validitas dan Reliabilitas

Hasil dari perhitungan uji validitas terhadap semua

indikator, angket menunjukkan bahwa seluruh butir

angket valid. Guna memudahkan perhitungan, analisis

uji validitas dilakukan dengan menggunakan program

software IBM SPSS Statistic versi 25.0. Item angket

dinyatakan valid karena harga r hitung semua angket

lebih besar dari r tabel pada taraf signifikan α = 5%

yakni sebesar 0.444 dengan pengisi diluar responden

35

Page 48: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

berjumlah N = 20 orang. Sehingga dapat diartikan

bahwa alat ukur dari variabel biaya langsung adalah

sah atau valid.

Uji reliabilitas digunakan untuk menunjukkan keajegan

atau kepercayaan suatu alat ukur yaitu sejauh mana

alat ukur tersebut dapat dipercaya. Pengujian

realiabilitas dalam penelitian ini menggunakan teknik

Alpha Cronbach dengan menggunakan program

software IBM SPSS Statistic versi 25.0. Hasil pengujian

sebagai berikut:

Tabel . Output Uji Reliabilitas Sumber: Dokumen Penulis

Dari output diatas, diketahui bahwa nilai α sebesar

0.771 dari 21 N item pernyataan yang tersedia,

kemudian nilai ini kita bandingkan dengan nilai r tabel

dengan nilai N = 20 dicari pada distribusi 5% diperoleh

nilai r tabel sebesar 0.444. Kesimpulannya nilai α =

0.771 > r tabel (0.444) artinya item-item angket

identifikasi faktor yang mempengaruhi pembengkakan

biaya di Kota Malang dapat dikatakan reliabel atau

terpercaya sebagai alat pengumpulan data dalam

penelitian. Selain itu karena nilai alpha antara 0.60-0.80

Hasil Tabulasi Data

Hasil akhir skor tabulasi data kuisioner Faktor

Pembengkakan Biaya Proyek Konstruksi dapat

disimpulkan bahwa nilai presentasi masing-masing

faktor adalah sebagai berikut:

Tabel Kesimpulan Faktor Pembengkakan Biaya

Sumber: Dokumen Penulis

Perhitungan lendutan secara statistik menggunakan

meode Deskriptif dan uji regresi Normal Probability

Plot dalam SPSS untuk mempermudah perhitungan.

Dari tabel diatas dapat diketahui faktor terbesar yang

mempengaruhi waktu pelaksanaan proyek konstruksi

adalah “Faktor Biaya Material”.

Pengaruh Intensitas Terjadi Terhadap Waktu

Pelaksanaan Proyek

Analisis regresi digunakan terutama untuk tujuan

peramalan, dimana dalam model tersebut ada sebuah

variabel terikat dan variabel bebas. Dalam hal ini

hubungan variabel bebasnya adalah intensitas yang

terjadi sedangkan variabel terikatnya adalah pengaruh

terhadap waktu. Berikut hasil analisa dan pembahasan

dari analisis regresi.

Persyaratan normalitas

Berikut ini gambar dari analisis regresi dengan normal

probability plot.

Gambar 1. Normal Probability Plot Sumber: Dokumen Penulis

Jika residual berasal dari distribusi normal maka data

atau titik menyebar mengikuti garis diagonal. Terlihat

bahwa sebaran data mengikuti garis diagonal (tidak

terpencar jauh dari garis lurus) sehingga dapat

disimpulkan bahwa data ini terdistribusi normal

sehingga uji regresi dapat dilakukan dan dapat

dipenuhi.

Persyaratan Kelayakan Model Regresi

Dari chart diatas terlihat sebaran data ada di sekitar titik

nol, serta tidak tampak adanya pola tertentu pada

sebaran data tersebut. Dapat dikatakan model regresi

tersebut memenuhi syarat.

36

Page 49: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

Sumber:

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi 2010. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Asiyanto. 2005. Construction Project Cost Management. Jakarta: Pradnya Paramita.

Dipohusodo, Istimawan. 1996. Manajemen Proyek dan Konstruksi. Jakarta: Kanisius.

Ervianto, I, Wulfram. 2005. Manajemen Proyek Konstruksi Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Offset.

Fahirah, F. 2005. Identifikasi Penyebab Overrun Biaya Proyek Konstruksi Gedung. Jurnal SMARTek, Vol. 3, No. 3, Agustus 2005: 160-180.

Gulick, R.W. 1965. Management is a Science. Academy of Management. Journal, 8(1).

Hadinata, G.W., Nadiasa, M., Widhiawati, I.A.R. 2013. Analisis Faktor-faktor Penyebab Pembengkakan Realisasi Biaya Terhadap Rendana Anggaran Pelaksanaan pada Proyek Konstruksi. Jurnal Ilmiah Elektronik Infrastruktur Teknik Sipil, Vol. 2, No. 2, 2013.

Hansen, Seng. 2015. Manajemen Kontrak Konstruksi-Pedoman Praktis dalam Mengelola Proyek Konstruksi. Jakarta: Gramedia Utama Pustaka.

Pandey, R.D., Sompie, B.F., Tarore, H. 2012. Analisis Faktor Pembengkakan Biaya (Cost Overrun) Peralatan Pada Proyek Konstruksi Dermaga Di Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Media Engineering, Vol. 2, No. 3, September 2012 ISSN 2087-9334 (153-162).

Remi, F.F. 2017. Kajian Faktor Penyebab Cost Overrun pada Proyek Konstruksi Gedung. Jurnal Teknik Mesin (JTM), Vol. 06, Edisi Spesial 2017.

Soeharto, Iman. 1997. Manajemen Proyek. Jakarta: Erlangga.

Soeharto, Iman. 2001. Manajemen Proyek Jilid 2. Semarang: Erlangga.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.

Wattimury, H.D.R.O., Walangitan, Sibi. M. 2015. Identifikasi Faktor-Faktor Cost Overrun Biaya Overhead Pada Proyek Pembangunan Manado Town Square III. Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 (260-267) ISSN: 2337-6732

Gambar 2. Kelayakan Model Fit

Sumber: Dokumen Penulis

Kesimpulan

Mengacu pada paparan pada analisis data, maka hasil

penelitian ini dapat dismpulkan sebagai berikut: (1)

“Faktor Biaya Material” adalah faktor terbesar yang

terjadi terhadap waktu penyelesaian proyek

Kompleksitas suatu proyek seringkali menyebabkan

perbedaan pada apa yang telah direncanakan dan

pelaksanaannya dilapangan, sehingga terjadi

keterlambatan dan pembengkakan biaya. Kontribusi

biaya peralatan terhadap total biaya proyek dermaga

cukup besar (15-20%), sehingga jika terjadi

pembengkakan biaya pada peralatan dapat

mengakibatkan pembengkakan biaya proyek.

Penulis:

Satria Sakti S1 Teknik Sipil

37

mempengaruhi pembengkakan biaya langsung proyek

konstruksi di Kota Malang. (2) Terdapat Pengaruh

faktor-faktor intensitas pembengkakan biaya yang

Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri Malang

[email protected]

Hadi, S. 2015. Pembangunan Pasar Induk Gadang Malang Selesai Akhir 2015. Surat Kabar, [Online] Tersedia: http://www.tribunnews.com, [23 mei 2017]

Page 50: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT
Page 51: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

JASA KONSTRUKSI ENERGI ALTERNATIF

Page 52: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

40

MENDOKUMENTASIKAN TUGU YOGYAKARTA DENGAN 3D LASER SCANNER

ugu Yogyakarta merupakan objek warisan sejarah Kota Yogyakarta yang perlu dilestarikan. Salah satu upaya untuk melestarikannya adalah

dengan mendokumentasikan Tugu Yogyakarta secara tiga dimensi. Teknologi yang digunakan untuk mendokumentasikan objek secara tiga dimensi adalah teknologi terrestrial laser scanning. Metode ini mampu menghasilkan model tiga dimensi dari suatu objek dengan tingkat keakurasian geometri yang baik. Selain teknologi laser scanning terdapat teknologi lain untuk memetakan objek secara tiga dimensi, yaitu teknologi fotogrametri jarak dekat. Teknologi fotogrametri jarak dekat mampu menghasilkan model tiga dimensi objek dengan bentuk geometri dan warna yang sesuai dengan kondisi asli objek.

Alat Terrestrial Laser Scanner (TLS) yang digunakan dalam pengukuran Tugu Yogyakarta adalah Maptek I-site 8820, dengan jumlah data hasil pemindaian sebanyak delapan scan world.

Definisi Terrestrial Laser Scanner Sesuai dengan namanya, instrumen ini memanfaatkan teknologi laser untuk akuisisi data survei. Dimana data yang dihasilkan umumnya berupa titik-titik (point cloud)

yang juga merupakan koordinat dari objek atau lingkungan sekitar secara real. Data dari laser scanner kemudian ditampilkan dalam bentuk 3 dimensi yang tentu saja akan sangat berguna untuk kepentingan-kepentingan rekayasa engineering dalam berbagai aspek. Pengukuran menggunakan instrumen Terrestrial Laser Scanner juga termasuk klasifikasi survei terestris. Mengapa? karena kembali lagi ke pengertian terestris itu sendiri, objek dari observasi survei nya tetap berada di permukaan bumi dengan pemanfaatan instrumennya pun juga di atas permukaan bumi, bukan pesawat dan juga bukan satelit. Prinsip kerja TLS sendiri memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan oleh alat ke arah suatu objek. Yang kemudian sinar tersebut dipantulkan kembali oleh objek tersebut dan ditangkap oleh Terrestrial Laser Scanner.

Konsep seperti ini hampir-hampir mirip dengan sonar yang biasa digunakan untuk pengukuran di perairan. Bedanya yang ditembakkan sonar adalah gelombang suara, sedangkan yang ditembakkan oleh TLS ini adalah sinar laser. Laser yang ditembakkan pun tidak secara continue bergantung pada titik per titik, oleh karena itu hasilnya pun berupa sekumpulan titik-titik atau kita sebut dengan istilah point cloud namun dengan

T

Page 53: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

41

kecepatan yang sangat tinggi dan bervariasi antara ratusan sampai ribuan titik yang terekam dalam satu detik.

Surveyor sedang memindai tofografi menggunakan TLS

(Sumber: http://bit.ly/2wcax10)

Proses scanning tugu jogja

(Sumber: http://bit.ly/2wc6sdv)

Pemerintah Daerah (Pemda) DIY menjadi Pemda pertama di Indonesia yang menggunakan teknik laser scanner atau pemindaian menggunakan sinar laser untuk mendokumentasikan benda cagar budaya atau warisan budaya milik Indonesia. Dinas Kebudayaan (Disbud) DIY memindai Tugu Pal Putih sebagai objek pertama yang didata. Tidak semua benda cagar budaya di Indonesia, khususnya DIY yang mempunyai gambar atau dokumentasi dengan informasi yang akurat.

Dengan teknik laser scanner ini kita bisa memperoleh data visual yang sangat akurat, mulai dari ukuran, ornamen, hingga titik koordinat dari Tugu Pal Putih. Setelah dipindai dari segala sudut, data nantinya akan berbentuk point cloud scanner atau gambar tiga dimensi, layaknya penampakan pada Google Maps Street View.

Data tersebut dimasukkan ke dalam software khusus sehingga Disbud akan mempunyai data digital benda cagar budaya yang kredibel. Proses pemindaian berguna untuk mencari data ukuran pasti atau akurat

dari dimensi Tugu Pal Putih dengan menggunakan teknologi terkini. Dengan data ini, maka kita bisa mengetahui detail ornamen, dimensi ukuran, hingga kestabilan bentuk dari Tugu, dengan melihat titik koordinatnya apakah berubah atau tidak.

Teknik laser scanner sebenarnya sudah diterapkan di berbagai negara untuk mendokumentasikan berbagai benda cagar budaya. Teknik laser scanner sering digunakan untuk kepolisian dalam penyelidikan di tempat kejadian perkara (TKP). Kepolisian Amerika misalnya menggunakan teknik laser scanner untuk mengetahui arah peluru datang dari sebuah TKP. Begitu pula Polri yang menggunakan teknik ini untuk memindai TKP peledakan bom sebagai bahan analisa rekontruksi. Program yang sudah direncanakan sejak tahun 2014 tersebut, akan terus dilaksanakan setiap tahun untuk memindai semua benda cagar budaya di Yogyakarta.

Sejarah Tugu Yogyakarta Tugu Yogyakarta adalah sebuah monumen yang kerap dipakai sebagai simbol atau lambang dari Kota Yogyakarta. Tugu ini dibangun oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda setelah tugu sebelumnya runtuh akibat gempa yang terjadi sekitar abad 19 Masehi. Tugu yang sebelumnya bernama Tugu Golong Gilig atau Tugu Pal Putih dibangun pada 1755 oleh Sultan Hamengku Buwono I, pendiri Keraton Yogyakarta. Tugu yang berlokasi di perempatan Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Margo Utomo ini, memiliki nilai simbolis dan merupakan garis bersifat magis menghubungkan Laut Selatan, Keraton Yogyakarta, dan Gunung Merapi.

Proses scanning tugu jogja

(Sumber: http://bit.ly/2wc6sdv)

Bila memandang dari Keraton Yogya ke arah utara, maka akan terbentuk garis lurus antara Jalan Malioboro, Jalan Margo Utomo, tugu ini, dan Jalan A.M. Sangadji akan membentuk satu garis lurus persis dengan arah ke puncak Gunung Merapi. Konon, saat bermeditasi, Sultan HB I pada waktu itu menggunakan tugu tersebut sebagai patokan arah menghadap puncak Gunung Merapi. Kini,

Page 54: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

42

tugu tersebut menjadi salah satu objek pariwisata Yogya, dan sering dikenal dengan istilah Tugu Pal Putih, meski kata "pal" juga berarti tugu. Selain itu, warna cat yang digunakan sejak dahulu adalah putih. Tugu Yogyakarta juga secara tegas menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti, semangat persatuan rakyat dan penguasa untuk melawan penjajahan. Semangat persatuan atau yang disebut golong giligitu tergambar jelas pada bangunan tugu, tiangnya berbentuk gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk golong (bulat), hingga akhirnya dinamakan Tugu Golong Gilig.

Wajah Tugu Jogja

(Sumber: http://bit.ly/2wc6sdv)

Sekilas Tentang TLS Terrestrial Laser Scanner (TLS) adalah sebuah teknik akuisisi data spasial menggunakan sinar laser yang dipancarkan dari sebuah instrumen yang didirikan pada permukaan bumi untuk memindai permukaan yang ada disekitar instrumen. Hasilnya direpresentasikan dalam bentuk titik yang jumlahnya sangat banyak yang disebut sebagai point clouds. Setiap titik memiliki nilai koordinat tiga dimensi relatif terhadap tempat berdiri alat.

Teknologi laser scanning dibagi menjadi dua kategori, yaitu statis dan dinamis. Statis apabila pada saat akuisisi data, scanner berada dalam posisi yang tetap. Keunggulan dari kategori ini ialah kepresisian yang tinggi dan kerapatan titik yang relatif tinggi. Selanjutnya, laser scanning dikategorikan dinamis apabila pada saat akuisisi data, scanner dipasang pada wahana bergerak Prinsip kerja pada TLS adalah pulse based/ times of flight. Pulse based adalah pengukuran yang didasarkan pada waktu tempuh gelombang laser sejak dipancarkan sampai diterima kembali oleh penerima pulsa laser tersebut. Berdasarkan kecepatan gelombang sinar laser dan waktu tempuhnya, maka akan diketahui jarak obyek dari scanner, seperti ilustrasi pada gambar berikut ini:

Ilustrasi Pengukuran Jarak Pulse Based

(Sumber: file:///C:/Users/lenovo/Downloads/S1-2016-333383-introduction.pdf)

Program Heritage Laser Scanner Dinas Kebudayaan D.I. Yogyakarta merupakan Pemerintah Daerah pertama di Indonesia yangmenggunakan Laser Scanner untuk kepentingan heritage. Proses scanning yang dilakukan disalah satu icon Yogyakarta yakni Tugu Pal Putih ini dilakukan untuk memperoleh data fisik, baik bentuk, ukuran maupun kerusakan pada bangunan tugu ini. Kemudian data-data ini nantinya bisa digunakan untuk keperluan konsevasi. Ketika terjadi kerusakan terhadap bangunan cagar budaya, data yang ada dapat dijadikan acuan untuk perbaikannya sehingga perbaikan yang dilakukan tidak mengubah bentuk fisik dan ukuran sebelumnya.

Pengalaman yang pernah terjadi saat kejadian gempa tahun 2006 lalu bangunan rusak dan kita tidak punya data untuk memperbaikinya. Dengan adanya data ini bisa digunakan karena ada ukuran dan bentuknya yang akurat, sehingga bangunan yang rusak tidak akan berubah bentuk dan ukurannya ketika diperbaiki. Hal ini sangat penting agar dapat melestarikan sejarah bangunan tersebut.

Wajah Tugu Jogja Saat Renovasi (Sumber: http://bit.ly/2N6smpu)

Scanning dilakukan dengan alat pemindai 3D laser scanner. Alat ini bisa mendokumentasikan fisik bangunan dengan akurasi cukup tinggi. Bahkan, bentuk bangunan bisa divisualkan secara detail dalam tiga dimensi. Zaman dulu masih menggunakan manual, kadar kesalahannyapun cukup tinggi. Dengan alat ini,

Page 55: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

43

lebih akurat dan cepat. Bahkan jika untuk presentasi bentuk 3D-nya juga sudah ada.

Untuk saat ini proses scanning diprioritaskan terhadap bangunan cagar budaya, seperti situs, bangunan, dan benda. Pihak Dinas Kebudayaan Provinsi D.I. Yogyakarta menargetkan melakukan scanning terhadap 24 bangunan cagar budaya pada tahun 2016. Bahkan kedepannya seluruh bangunan cagar budaya di DIY bisa

di scan. Saat ini dibangun juga bangunan diorama di kawasan tugu pal putih dan telah dibuka untuk publik. Beberapa fasilitas telah ditambahkan guna mempercantik kawasan landmark Kota Jogja tersebut. Tujuan dibangunnya diorama ini, selain untuk menambah ruang publik untuk masyarakat, juga difungsikan sebagai wahana pembelajaran sejarah terutama tugu pal putih sebagai salah satu sumbu filosofi yang membentuk utuh sejarah Yogyakarta.

Pembangunan Diorama Tugu Pal Putih

(Sumber: http://bit.ly/2whDsRq)

Pelestarian warisan untuk Indonesia sangat penting karena ada banyak kuil tradisional dengan nilai sejarah. Laser Scanning 3D menjadi salah satu solusi penting untuk membantu kantor layanan Budaya untuk menangkap dan membangun Data 3D karena menyediakan referensi penting untuk membuat gambar yang dibuat untuk pelestarian warisan.

Penulis: Shanti Astri Noviani, S.Pd. Penelaah Jasa Konstruksi

Balai Penerapan Teknologi Konstruksi [email protected]

Sumber : Akmal Elfakhri. 2016. Kajian Perbandingan Ketelitian Model 3D Tugu Yogyakarta Hasil

Pemodelan Fotogrametri Jarak Dekat dan Data Terrestrial Laser Scanning [Online] Tersedia: http://bit.ly/2wdVXGp [20 Agustus 2018]

Bramastyo, Adhi. 2015. Diorama Tugu Pal Putih Siap Dibuka ke Publik [Online] Tersedia: http://jogja.tribunnews.com/2015/08/12/diorama-tugu-pal-putih-siap-dibuka-ke-publik [20 Agustus 2018]

Kusuma, Wijaya. 2016. Wuih! Disbud Pindai Tugu Pal Putih Pakai Laser [Online] Tersedia: http://jogja.tribunnews.com/2016/03/16/wuihhh-disbud-pindai-tugu-pal-putih-pakai-laser [20 Agustus 2018]

Kusuma, Wijaya. 2016. Proses Scanning Bangunan Bersejarah Dimulai dari Tugu Jogja [Online] Tersedia: https://regional.kompas.com/read/2016/03/16/16265071/Proses.Scanning.Bangunan.Bersejarah.Dimulai.dari.Tugu.Yogya [20 Agustus 2018]

Page 56: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

i era yang semakin berkembang, pembangunan

kontruksi semakin merebak di berbagai

kawasan, baik pada kawasan perkotaan

maupun pelosok desa. Hal tersebut menuntut sebuah

perusahaan kontruksi untuk mampu ikut bersaing

dengan perusahaan lain agar perusahaan tersebut

masih bisa melakukan kegiatan pembangunan dan

dapat dijadikan indikasi bahwa tahun demi tahun, sistem

pembangunan akan berkembang semakin cepat. Dalam

pelaksanaan proyek kontruksi, human factor menjadi

penentu untuk mencapai tingkat produktivitas yang

ditargetkan. Produktivitas pekerja merupakan faktor

mendasar yang mempengaruhi performa kemampuan

bersaing dalam industri kontruksi. Produktivitas kerja

menunjukan tingkat kemampuan dalam mencapai hasil

akhir, terutama dilihat dari sisi kualitas dan kuantitasnya.

Sedangkan pengertian produktivitas menurut Pasolong

(2010) perbandingan antara output dengan input

persatuan waktu. Maka produktivitas pekerja

berhubungan erat dengan biaya proyek. Dari

pengukuran produktivitas pekerja akan diketahui pula

berapa presentase biaya proyek kontruksi yang akan

dikerjakan.

Pada studi kasus ini dilakukan pengukuran dan analisis

produktivitas pekerja dalam pengerjaan pemasangan

dinding batu merah di Perumahan Villa Penganden di

Kabupaten Gresik serta efisiensi biaya dari produktivitas

tersebut. Pemilihan pengerjaan bata merah sebagai

fokus pengamatan karena pemasangan bata merah

mudah di observasi dan di ukur produktivitasnya.

Pekerjaan pemasangan dinding bata merah merupakan

pekerjaan yang hampir selalu ada pada proyek

pekerjaan kontruksi, terutama proyek perumahan. Oleh

karena itu dibutuhkan perencanaan yang matang

mengenai jumlah pekerja dan penggunaan material agar

terlaksana seefisien mungkin dan memperkecil resiko

kerugian, seperti akibat kelalaian pekerja dalam

penggunaan mateial.

Pekerjaan Pemasangan Bata Merah

Sumber: bit.ly/pemasanganbatamerah

Produktivitas

Produktivitas merupakan tolak ukur kemampuan pekerja

dari hasil yang diperoleh dalam kurun waktu tertentu.

Dalam dunia konstruksi agar mampu bergerak dengan

produktif dalam pelaksanaannya sangat dipengaruhi

oleh mutu, biaya dan waktu tertentu, sehingga untuk

mendapatkan hasil yang diinginkan sangat diperlukan

peran sumber daya manusia yang baik, bertanggung

jawab dan sumber daya manusia yang dapat

menciptakan suatu sistem kerja yang terbaik.

Perhitungan produktivitas pekerja dapat dihitung setelah

mengetahui berapa besar hasil capaian pekerjaan yang

telah dilakukan pekerja tersebut, pada penelitian ini

adalah pencapaian pengerjaan pemasangan batu

merah.

Efisiensi Biaya

Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang

dinilai dari segi besarnya sumber/biaya untuk mencapai

hasil dari kegiatan yang dijalankan. Efisiensi juga

sebagai salah satu konsep untuk mengukur atau

mengontrol biaya produksi agar suatu perusahaan

terhindar dari pemborosan yang mengakibatkan kinerja

D

44

ANALISIS EFISIENSI BIAYA

BERDASARKAN PRODUKTIVITAS

TENAGA KERJA PEMASANGAN DINDING

BATA MERAH PADA PROYEK

PERUMAHAN VILLA PENGANDEN

Page 57: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

dari sebuah proyek tidak berjalan sebagaimana

mestinya.

Biaya merupakan faktor utama untuk menjalankan

program di dalam suatu proyek yang dikerjakan oleh

perusahaan tersebut. Biaya juga dapat menentukan

apakah suatu perusahaan tersebut mendapatkan

keuntungan atau mengalami kerugian. Jika perusahaan

mengeluarkan biaya yang lebih sedikit dari pendapatan,

maka perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan.

Sebaliknya, jika perusahaan mengeluarkan biaya yang

lebih banyak dari pendapatan, maka perusahaan

tersebut mengalami kerugian.

Seringkali biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh

perusahan melebihi atau kurang dari anggaran biaya

yang telah dibuat sebelum memulai proses kegiatan

produksi. Dalam hal ini suatu perusahaan harus mampu

mengatur biaya produksi terlebih dahulu untuk

mendapatkan keuntungan dan mencapai tujuan dari

perusahaan tersebut.

Untuk mengetahui besar efisiensi biaya yang didapatkan

pada pekerjaan pasangan dinding bata merah di proyek

pembangunan Perumahan Villa Pegaanden Gresik

dilakukan dengan cara perhitungan biaya sesuai SNI

6897-2008 tentang cara perhitungan harga satuan

pekerjaan dinding untuk kontruksi bangunan gedung

dan perumahan dengan data pembanding perhitungan

biaya berdasarkan keadaan riil dilapangan.

Perhitungan analisa harga satuan berikut berdasarkan

SNI terbaru yang telah disahkan oleh pihak Badan

Standarisasi Nasional. Dalam penelitian ini

menggunakan SNI 6897-2008 tentang tata cara

perhitungan harga satuan pekerjaan dinding untuk

konstruksi bangunan gedung dan

perumahan.Perhitungan biaya riil lapangan diperoleh

berdasarkan banyak tenaga kerja yang terlibat dalam

proses pengerjaan pekerjaan dinding bata merah.

Dengan diketahuinya jumlah tenaga kerja dan hasil

capaian dalam pekerjaan pasangan dinding bata merah,

maka dapat dihitung nilai koefisien dari masing-masing

tenaga kerja tersebut.

Koefisien = Jumlah pekerja

Volume pekerjaan

Setelah diketahui nilai koefisien tenaga kerja, masih

diperlukan nilai koefisien bahan untuk menghitung

AHSP (Analisa Harga Satuan Pekerjaan) sesuai

lapangan. Dalam menghitung nilai koefisien bahan

diperlukan data mengenai banyak bahan yang

digunakan selama proses pekerjaan berlangsung.

Menurut Ibrahim (1993) rumus untuk menghitung nilai

koefisien bahan sebagai berikut:

Koefisien = Jumlah bahan

Volume pekerjaan

Untuk mengetahui besar efisiensi biaya yang tercapai

pada Proyek Pembangunan Perumahan Villa Peganden

Gresik khususnya pada pekerjaan pemasangan dinding

bata merah, dilakukan perbandingan AHSP sesuai SNI

dengan AHSP sesuai lapangan. Setelah mengetahui

nilai AHSP berdasarakan SNI 6897-2008 dan nilai AHSP

lapangan, maka dapat dihitung efisiensi biaya yang

diperoleh dalam pekerjaan pasangan dinding bata

merah pada Proyek Pembangunan Perumahan Villa

Peganden Gresik. Menurut Nurmita Tasnia (2006)

perhitunga efisiensi biaya dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

Rasio efisiensi = Jumlah bahan

Volume pekerjaanx 100%

Dengan diketahuinya besar produktivitas pada

pekerjaan pasangan dinding bata merah pada proyek

pembanguan Perumahan Villa Peganden Gresik, maka

dapat dilanjutkan dengan menghitung presentase biaya

sesuai hasil produktivitas pekerja tersebut.

Penelitian Sebelumnya

Pada penelitian produktivitas sebelumnya, Kaming

(1997) menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang

mempengaruhi produktivitas proyek kontruksi, yaitu

metode dan teknologi, manajemen lapangan,

lingkungan kerja, dan faktor manusia. Pada penelitian

lain Adikusuma (2012) memperoleh produktivitas

pemasangan dinding bata merah pada proyek

Perumahan Kampung Ambarukmo 3 Yogyakarta

sebesar 8,2035 m2/orang/hari.

Penelitian tentang efisiensi biaya pada pekerjaan

pemasangan dinding bata merah digunakan sebagai

gambaran tentang presentase biaya proyek yang

mampu diraih oleh perusahaan dalam mengelola suatu

proyek. Besar presentase efisiensi biaya pekerjaan

pasangan dinding bata merah pada proyek di kota

Menado dengan melakukan perbandingan antara biaya

SNI dengan biaya rill dilapangan sesuai harga satuan

pekerja di Kota Menado diperoleh efisiensi biaya

sebesar 20,30% dan 21,08%.

Efisiensi biaya suatu perusahaan sering dihubungkan

dengan besar produktivitas pekerja yang berada dalam

naungan perusahaan tersebut. Perhitungan efisiensi

biaya menggunakan rumus input dibagi dengan output.

45

Page 58: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

Sedangkan untuk produktivitas pekerja, dihitung

menggunakan rumus output dibagi dengaan input.

Data Tenaga Kerja

Data jumlah tenaga kerja ini di dapatkan dengan

pengamatan secara langsung. Data ini digunakan untuk

menghitung produktivitas setiap tukang yang

melaksanakan pekerjaan pasangan dinding bata merah.

Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam pemasangan

dinding bata merah berbeda pada setiap rumah yang

dikerjakan. Perbedaan ini didasarkan oleh kebutuhan

dan sumber daya manusia yang dimiliki oleh setiap

mandor. untuk mandor pada setiap rumah berjumlah 1

orang. Sedangkan perbedaan jumlah tenaga kerja ada

pada tukang dan pekerja. Dimana tukang pada Type

Carino 02 sebanyak 4 orang dengan dibantu pekerja

sebanyak 1 orang. Pada Type Carino 06 jumlah tukang

sebanyak 4 dengan dibantu pekerja 2 orang. Dan Type

Mezzo 01 jumlah tukang sebanyak 3 orang dan pekerja

sebanyak 2 orang. Data upah harian ini didapatkan dari

wawancara dengan pengawas lapangan. Di lapangan,

upah harian ini digunakan sebagai acuan dalam

pembayaran tenaga kerja selama bekerja dalam proyek

tersebut. Besar upah dari setiap pekerja pun berbeda-

beda mulai Rp 110.000,00 yang diterima mandor, Rp

100.000,00 untuk kepala tukang, Rp 95.000,00 untuk

tukang batu, dan pekerja sebesar Rp 85.000,00.

Data Bahan Bangunan

Data jumlah pemakaian bahan bangunan ini didapatkan

secara wawancara kepada mandor dan tukang yang

bersangkutan. Data jumlah bahan bangunan ini

digunakan untuk menghitung efisisiensi biaya pada

pekerjaan pasangan bata merah. penggunaan semen

dalam pasangan dinding bata merah ini sebanyak 200

kg dan 380 kg. Untuk campuran semen yaitu pasir

sebanyak 1 m³ dan 1,3 m³ dalam satu hari. Sedangkan

unutk jumlah bata merah yang digunakan sebanyak

2200 buah dan 1700 buah. harga bata merah sebesar

Rp 850,00/buah. Unutk semen sebesar Rp 1.800,00/kg.

Dan pasir sebesar Rp 158.500,00/m³.

Data Capaian Pekerjaan

Perhitungan volume pekerjaan pasangan batu bata

dapat diperoleh dengan rumus Panjang x Tinggi dari

bata merah yang telah terpasang. Data tinggi dan

panjang pasangan dinding bata merah didapatkan

setelah penulis melakukan observasi ke lokasi proyek

dan mengukur hasil capaian pasangan bata merah

dalam satu hari. Berdasarakan data diatas diketahui

bahwa hasil capaian pekerjaan pasangan dinding bata

merah pada satu lokasi proyek dengan obyek

pengamatan yang berbeda didapatkan hasil sebagai

berikut:

Hasil capaian pasangan dinding bata merah pada

type carino 02 sebesar 24,80

Hasil capaian pasangan dinding bata merah pada

type carino 06 sebesar 33,84

Hasil capaian pasangan dinding bata merah pada

type mezzo 01 sebesar 31,50

Metode Kerja Pemasangan Dinding Bata Merah

Pekerjaan pemasangan dinding bata merah pada

Proyek Pembangunan Perumahan Villa Peganden

Gresik dipasang dengan perbandingan 1 semen : 4

pasir. Campuran pasangan ini digunakan untuk semua

area pemasangan dinding yang menggunakan bata

merah.

Perhitungan Produktivitas

Hasil perhitungan volume capaian pekerjaan dinding

bata merah pada proyek pembangunan Perumahan Villa

Peganden Gresik sebagai berikut :

Volume capaian pada pekerjaan pemasangan

dinding bata merah pada type Carino 02 sebesar

24,80 m2 /hari dengan dikerjakan oleh 4 orang

tukang. Sedangkan produktivitas setiap tukang

sebesar 6,205 m2/orang/hari.

Volume capaian pada pekerjaan pemasangan

dinding bata merah pada type Carino 06 sebesar

33,84 m2 /hari dengan dikerjakan oleh 4 orang

tukang. Sedangkan produktivitas setiap tukang

sebesar 8,460 m2/orang/hari.

Volume capaian pada pekerjaan pemasangan

dinding bata merah pada type Mezzo 01 sebesar

31,50 m2 /hari dengan dikerjakan oleh 3 orang

tukang. Sedangkan produktivitas setiap tukang

sebesar 10,50 m2/orang/hari.

Perhitungan Efisiensi Biaya

Setelah mengetahui nilai koefisien dari tenaga kerja dan

juga nilai koefisien dari bahan sesuai keadaan

dilapangan. Maka dapat dihitung AHSP sesuai

lapangan. Besar biaya AHSP Kabupaten gresik sebesar

Rp 132.021,20 Sedangkan biaya berdasarkan AHSP

dilapangan sebagai berikut:

Type Carino 02 Rp. 106.627,40

46

Page 59: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

Type Carino 06 Rp. 100.960,55

Type Mezzo 01 Rp. 82.239,00

Tahap selanjutnya langsung pada perhitungan efisiensi

biaya melalui perbandingan antara biaya AHSP

Kabupaten Gresik dengan biaya lapangan.

Berdasarkan perhitungan AHSP Kabupaten Gresik dan

AHSP perhitungan lapangan, terdapat selisih biaya

setelah dilakukan perbandingan antara kedua biaya

tersebut. Berikut ini selisih biaya yang didapatkan

setelah melakukan perbandingan antara biaya sesuai

AHSP Kabupaten Gresik dengan biaya AHSP

dilapangan:

Selisih pada Type Carino 02 sebesar Rp.

25.393,80

Selisih pada Type Carino 06 sebesar Rp.

31.060,65

Selisih pada Type Mezzo 01 sebesar Rp.

59.655,20

Setelah didapatkan selisih biaya seperti diatas, maka

dilanjutkan dengan perhitungan presentase efisiensi

biaya . Maka diperoleh presentase efisiensi biaya pada

type Carino 02 sebsar 19%, pada Type carino 06

sebesar 23% dan pada Type Mezzo sebesdar 37 %.

Hasil pada obyek pengamatan diatas sebagian masih

unggul apabila dibandingkan dengan penelitian

Layzanda (2014) mengenai efisiensi biaya pada Kota

Manado dengan efisiensi biaya sebesar 20,30% dan

21,08%.

Saran

Perlu pengawasan lebih ditujukan kepada kedisiplinan

tenaga kerja dalam pengaturan jam kerja. Karena masih

sering dijumpai pekerja menyelesaikan pekerjaannya

kurang dari 8 jam kerja dimana standar jam kerja dilokasi

mencapai 8 jam kerja.

Penulis:

Fariz Ardian Syahputra, A.Md.

Universitas Negeri Malang

Sumber :

Ahmed Riahi-Belkaoui Dialihbahasakan oleh Marwata, Harjanti Widiastuti, Heni Kurniawan, dan Alia Ariesanti. 2001. Teori Akuntansi. Edisi Pertama. Salemba Empat. Jakarta.

Azwar, Saifudin. 2009. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Daljono. 2011. Akuntansi Biaya Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian. Edisi ketiga, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Hasibuan, Malayu S.P. 1984. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: Penerbit Gunung Agung

H. Hadari Nawawi. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Ketujuh. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Imam Soeharto. 1995. Manajemen Proyek : Dari Konseptual Sampai Oprasional. Jakarta : Erlangga

M. Ari Taufiq. 2007. Pengaruh Disiplin Kerja Terhadap Efisiensi Kerja pada PT. KOEL Perkasa Sakti-Medan. : USU. http:/library.usu.ac.id

Muchdarsyah Sinungan. 2003. Produktivitas Apa Dan Bagaimana. Jakarta : Bumi Aksara

Mulyadi. 2000. Akuntansi Biaya. Edisi Kelima. Yogyakarta: Aditya Media.

Mulyadi. 2007. Akuntansi Biaya. Edisi Kelima. Jakarta: Unit Penerbit dan Percetakan.

Mulyamah.1987. Manajemen Perubahan. Jakarta: Yudhistira

Mursidi, A.H.M. 2014. Produktivitas Jam Kerja Evektif Pekerja Pasangan Bata Berdasarkan Elevasi Pekerjaan Pada Proyek Perumahan Graha Permata Kota. Tugas Akhir Diploma Teknik Sipil, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

P, Siagian Sondang. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Sinungan, Muchdarsyah. Produktivitas. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1992.

Sumardi, Woekirno. Faktor-Faktor Produktivitas Karyawan. Jakarta: Gramedia,1979.

Supriyono, 2000. Sistem Pengendalian Manajemen. Edisi Pertama, Yogyakarta: BPFE.

Perlu pengawasan lebih dalam proses pemasangan

dinding bata merah pada proyek Perumahan Villa

Peganden Gresik, karena masih dijumpai pasangan

dinding yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya

dikerjakan pada pemasangan dinding bata merah

seperti spesi antar bata merah lurus ke arah vertikal.

47

Page 60: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

48

KONSTRUKSI SIPIL PADA INDUSTRI PERTAMBANGAN KONSTRUKSI SIPIL PADA

INDUSTRI PERTAMBANGANonstruksi sipil di Indonesia mempunyai peranan yang luas pada berbagai kegiatan bidang industri, salah satu nya pada dunia industri

pertambangan. Pertambangan yang akan memulai suatu kegiatan industri, dalam hal akan melakukan kegiatan produksi suatu bahan galian baik secara tambang terbuka (surface mining) atau pun tambang bawah tanah (underground mining), biasanya melakukan suatu kegiatan persiapan penambangan

yang biasa nya disebut “Tahap Awal Persiapan Penambangan”. Tahap ini dilakukan seiring dengan akan dibuatkan beberapa konstruksi sipil yang akan menunjang dalam kegiatan penambangan, seperti : pembuatan akses jalan tambang, pembuatan pelabuhan, pembuatan perkantoran, bengkel (work shop), mes karyawan, fasilitas komunikasi dan pembangkit listrik untuk kegiatan penambangan /produksi, fasilitas pengolahan bahan galian.

Tahapan Kegiatan Penambangan

(Sumber: Bandi Setiadi: 2012)

Pekerjaan konstruksi sipil pada kegiatan usaha pertambangan diartikan sebagai “kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi termasuk pengendalian dampak lingkungan”, tahap mempersiapkan fasilitas penambangan sebelum operasi penambangan (produksi) dilakukan seperti:

1. Pembuatan Akses Jalan Tambang

Jalan tambang (akses pengangkutan) merupakan sarana untuk melakukan suatu kegiatan baik sebagai

sarana menuju lokasi kegiatan penambangan atau sarana untuk melakukan pengangkutan hasil dari kegiatan penambangan. Pembuatan jalan tambang ini akan melibatkan konstruksi sipil, dimana persiapan konstruksi sipil ini akan menunjang sekali dalam melakukan suatu produksi penambangan yang mana akan mempengaruhi kepada target produksi. Akses jalan tambang ini tentunya akan dilalui oleh alat angkut dalam melakukan suatu kegiatan di areal penambangan yang meliputi pengangkutan hasil produksi atau kegiatan pembuangan tanah OB (Over Burden). Kualitas dari jalan tambang biasanya ditentukan oleh

K

Page 61: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

49

target produksi yang akan dicapai, jenis alat angkut yang digunakan, jumlah alat angkut yang digunakan, dimensi

jalan tambang dan komposisi bahan jalan yang digunakan untuk membuat jalan tambang tersebut

.

Susunan Lapisan Tanah Jalan Tambang

Dimensi Jalan Tambang

Rumus : W = 2 Wi + ( 3 x 0,5 Wi ), dimana : W = lebar jalan

Wi = lebar alat-angkut

2. Pembuatan Pelabuhan Pelabuhan di areal lokasi penambangan sangat diperlukan sekali bagi perusahaan tambang. Untuk melakukan bongkar muat tersebut diperlukan konstruksi pelabuhan yang baik dan kuat.. Disinilah pemilihan konstruksi sipil harus tepat dan sesuai dengan peruntukannya, Oleh sebab itu seorang yang mempunyai “skill civil enginering” sangat diperlukan di industri pertambangan.

Lokasi Pembuatan Untuk Pelabuhan

Page 62: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

50

3. Pembuatan Bangunan Kantor Bangunan kantor dilokasi kerja sangat menunanjang dalam suatu kegiatan penambangan. Bangunan tersebuat biasanya digunakan untuk kegiatan aktifitas monitoring kegiatan, pembuatan laporan - laporan, koordinasi kegiatan dan evaluasi kegiatan. Untuk itu bangunan kantor dilokasi kegiatan penambangan harus menggunakan konstruksi sipil bangunan yang baik dan di rencanakan dengan baik pada saat perencanaan bangunan dan tataletak nya. Pembuatan bangunan kantor dilokasi area penambangan harus memberikan suasana yang baik dan nyaman bagi semua orang yang melakukan kegiatan di dalamnya. Bangunan kantor dibuat bisa dari bahan kayu atau dibuat permanen. Konstruksi bangunan dibuat dengan pondasi yang kuat. Faktor lingkungan sanitasi harus diperhatikan dengan baik. Pembuangan dari dari limbah kantor dibuat dengan tata letak yang tidak mencemari lingkungan setempat.

Pembuatan bengkel kerja di lokasi penambangan dilakukan untuk membantu dalam kegiatan penambangan, membantu dalam kegiatan perbaikan alat – alat berat seperti : excavator (back hoe), motor grader, backhoe loader, water tank, bulldozer, dump truck dan mesin - mesin lainnya. Biasanya lantai dari bangunan konstruksi sipil untuk bengkel kerja (work shop) harus dibuat dengan konstruksi yang kuat .

4. Bangunan Mess Karyawan Penempatan lokasi pembangunan mess untuk para karyawan sebaiknya ditempatkan pada kondisi struktur tanah yang baik, lokasi bangunan sebaiknya ditempatkan jauh dari lokasi tempat kegiatan kerja penambangan. Pemilihan bahan bangunan harus disesuaikan dengan kondisi setempat, bisa menggunakan bahan dari kayu atau bangunan yang permanen. Sedangkan untuk lokasi yang struktur tanah nya sudah padat dan datar, pembangunan untuk mess karyawan bisa langsung dilakukan karena struktur tanah untuk menahan konstruksi bangunan mess karyawan sudah kuat.

6. Fasilitas Komunikasi dan Pembangkit Listrik untuk Kegiatan Penambangan /Produksi.

Pembangunan bangunan untuk alat komunikasi dan pembangkit listrik dilokasi penambangan disesuaikan penempatannya dengan kondisi struktur tanah dilokasi tersebut. Untuk bangunan pembangkit listrik yang menggunakan kapasitas jenset yang besar biasanya akan dibuat bangunan yang permanen, dimana lantai bangunan untuk menahan beban jenset tersebut dibuat dari struktur beton yang bertulang.

5. Fasilitas Pengolahan Bahan Galian Pengolahan dari hasil suatu penambangan biasa nya menggunakan alat yang disesuaikan dengan bahan tambang apa yang diupayakan/digali. Alat pengolahan tentunya tidak akan sama tiap bahan galian yang di tambang. Penempatan dari konstruksi alat pengolahan tersebut harus mampu menopang dari kegiatan proses yang berjalan. Konstruksi dari alat pengolahan penghancur batuan (stone crusher) tidak akan sama dengan stone crusher jenis material dari batu bara, karena kedua material tersebut berbeda dari berat jenis nya. Untuk lokasi yang diperkirakan sudah padat, akan dilakukan suatu pengetesan terhadap kepadatan tanah tersebut. Untuk pengetesan kepadatan tanah tersebut umumnya biasanya dilakukan dengan alat CBR.

Alat CBR untuk test kepadatan tanah

Grafik hubungan material dan hasil Test dengan alat CBR

Page 63: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

51

Konstruksi Unit Pengolahan Batuan (Stone Crusher)

Konstruksi Stone Crusher Batubara

Kesimpulan : 1. Lapisan Perkerasaan Jalan Tambang, terdapat 3

jenis konstruksi lapisan : - Lapisan perkerasan lentur - Lapisan perkerasan kaku - Lapisan perkerasan lentur - kaku

2. Faktor - faktor yang harus dipertimbangkan untuk mengestimasi ukuran daya dukung lapisan tanah : - Kandungan kadar air - Kepadatan lapisan tanah tersebut - Perubahan kadar air jalan yang terjadi - Variabilitas tanah dasar - Ketebalan lapisan tanah perkerasan total yang

diterima oleh lapisan lunak yang ada di bawah

Lapisan tanah dasar

3. Material lapisan jalan yang terdiri dari kerikil harus Mempunyai ukuran butir material yang mengikuti standar baku baik ASTM, AASHTO, NAASRA dan SNI agar dapat menghasilkan kestabilan secara mekanis dan dapat dipadatkan.

Penulis: Guna Harto, S.T.

Konsultan Individu Balai Penerapan Teknologi Konstruksi

[email protected]

Sumber: _.1998. Mine Road Design Manual BHP Enginering Brisbane, Australia

Setiadi, Bandi. 2012.Mengenai Tahapan Industri Pertambangan

Suwandhi A. 2004, Diktat Perencanaan Tambang Terbuka Seri “Perencanaan Jalan Tambang” UNISBA, Bandung

Undang - Undang MINERBA No. 4/2009

Page 64: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

recast Concrete adalah suaatu metode

percetakan komponen secara mekanisasi

dalam pabrik atau workshop dengan memberi

waktu pengerasan dan mendapatkan kekuatan

sebelum dipasang. Produk precast concrete dapat

dipasang dengan cepat dan kualitasnya sangat baik

dari sisi struktur (kekuatan dan kekakuannya), maupun

dari sisi arsitektur (kerapihan dan keindahan). Proses

pelaksanaan beton pracetak dapat dibagi menjadi tiga

tahapan berurutan, yaitu tahap desain, tahap produksi,

dan tahap pasca produksi.

Tujuan studi lapangan ini adalah: (1) Mengetahui

metode pelaksanaan produksi dan instalasi panel

precast pada proyek pembangunan Transmart

Carrefour Mall Sidoarjo. (2) Mengetahui cara mengatasi

permasalahan yang sering terjadi dalam proses

produksi dan instalasi dinding/panel precast.

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah

metode wawancara kepada pihak yang bersangkutan

dan observasi langsung pada proyek pembangunan

Transmart Carrefour Mall Sidoarjo. Sedangkan untuk

penyampaian data menggunakan metode analisis

deskriptif.

Hasil studi lapangan menyebutkan bahwa

pelaksanaan pekerjaan precast wall pada Proyek

Pembangunan Transmart Carrefour Mall Sidoarjo

sesuai dengan teori yang ada dengan kesesuaian

rata-rata 90%. Akan tetapi dalam pelaksanaanya

terdapat pekerjaan yang kurang sesuai dengan teori

yang ada yaitu penggunaan tulangan besi warremesh

yang berkarat dan tidak mengikuti prosedur standar

(SOP).

PENDAHULUAN

Seiring kemajuan teknologi konstruksi bangunan

gedung yang semakin pesat mulai beralih ke metode

yang lain. Banyak variasi bahan material dan sistern

pelaksanaan untuk berbagai macam pekerjaan. Salah

satu dari hasil inovasi dibidang bangunan adalah

adanya Dinding Pracetak (precast). Produk precast

concrete dapat dipasang dengan cepat dan kualitasnya

sangat baik dari sisi struktur (kekuatan dan

kekakuannya), maupun dari sisi arsitektur (kerapihan

dan keindahan).

Pada umumnya produk precast adalah untuk

komponen-komponen yang berulang (repetitif),

sehingga prosesnya cukup dibuat satu sebagai contoh,

jika memuaskan akan dikerjakan yang lainnya dengan

kualitas sama. Metode ini sering digunakan untuk

proyek proyek apartemen dan bangunan tinggi lainya

dengan alasan praktis dan lebih rapih. Seperti yang

dilaksanakan pada proyek pembangunan Transmart

Carrefour Mall Sidoarjo.

Precast Concrete adalah suatu metode percetakan

komponen secara mekanisasi dalam pabrik atau

workshop dengan memberi waktu pengerasan dan

mendapatkan kekuatan sebelum dipasang. Sistem

pracetak telah banyak diaplikasikan di Indonesia, baik

yang dikembangkan di dalam negeri maupun yang

didatangkan dari luar negeri. Sistem pracetak

berbentuk komponen, salah satunya komponen dinding

yang biasa pasang tanpa adanya kolom praktis sebagai

perkuatan. Dinding precast memiliki beberapa

keunggulan, antara lain mutu yang terjamin, produksi

dan pembangunan yang cepat, ramah lingkungan dan

rapi dengan kualitas produk yang baik.

DEFINISI BETON PRACETAK

SNI 7832-2012 mendefinisikan beton pracetak

merupakan konstruksi yang komponen pembentuknya

dicetak atau di fabrikasi. Pengolahanya baik dilahan

produksi (bengkel) ataupun dilapangan yang kemudian

dipasang di Iapangan, sehingga membentuk sebuah

bangunan.

PROSES PELAKSANAAN PEKERJAAN BETON

PRACETAK

Beton pracetak “partial precast” atau beton pracetak

sebagian daIam pelaksanaannya di lapangan

diperlukan beberapa proses yaitu:

1. Proses pembuatan produksi komponen beton

pracetak;

2. Proses instalasi/perakitan erection;

3. Proses sambungan joint;

4. Proses topping (pengecoran sisa beton di

permukaan komponen pracetak setelah instalasi).

Sedangkan, beton pracetak "full precast" atau beton

pracetak penuh dalam pelaksanaannya di lapangan

P

52

METODE PELAKSANAAN PEKERJAAN PRECAST DINDING

PADA PROYEK PEMBANGUNAN TRANSMART CARREFOUR

MALL SIDOARJO

Page 65: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

diperlukan beberapa proses yaitu:

1. Proses pembuatan/produksi komponen beton

pracetak;

2. Proses instalasi/perakitan/erection;

3. Proses sambungan/joint.

TAHAPAN KONSTRKSI BETON PRACETAK

Langkah 1: Pembuatan Cetakan

Langkah 2: Pembuatan Adukan Beton

Langkah 3: Penuangan Adukan Beton

Langkah 4:Pemasangan Tulangan Baja

Langkah 5:Pengeringan Beton (curing)

3. Tahap Pascaproduksi

Tahap ini terdiri dari :

a. Tahap penanganan (Handling);

b. Tahap penyimpanan (Storage);

c. Tahap penumpukan (Stocking);

Yang perlu diperhatikan dalarn tahap

penumpukan ini antara lain:

1. Ketersediaan lahan untuk menumpuk

komponen precast;

2. Merencanakan dan mengkontrol jumlah

tumpukan.

d. Tahap pengiriman (Transport;)

e. Tahap pemasangan (Site Erection.

STUDI LAPANGAN

Hasil pelaksanaan praktik industri menguraikan tentang

metode pelaksanaan pekerjaan precast dinding yang

dilaksanakan dalam Proyek pembangunan Transmart

Carrefour Mall Sidoarjo, yang meliputi pokok dalam

pembahasan laporan Proyek Akhir ini. Berikut ini

adalah Informasi di proyek:

1 Nama Proyek Proyek Pembangunan

Transmart Sidoarjo

2 Lokasi Proyek Jl. Raya Pagerwojo, Kota

Sidoarjo

3 Luas Bangunan 28.828 m2

4 Owner PT. Trans Retail Indonesia

5 Tahun

Pembangunan

15 Januari 2017 — 22

Desember 20

6 Peruntukkan Transmart Carefour

7 Konten

Bangunan

4 Lantai + 1 Basement

8 Kontraktor PT. Wijaya Karya

Bangunan Gedung

METODE PELAKSANAAN PRECAST DINDING

Menurut Dwi Dinariana (2013), pengertian konstruksi

beton pracetak atau precast adalah suatu konstruksi

bangunan yang komponen bangunannya

dipabrikasi/dicetak terlebih dahulu di pabrik atau di

lapangan, lalu disusun di lapangan untuk membentuk

satu kesatuan bangunan gedung. Produksi pracetak

bisa dilakukan di pabrik atau di site/lapangan, dimana

jika dilakukan di lapangan diperlukan lahan

produksi/pabrikasi (Casting Asea) yaitu suatu lahan

degan luasan tertentu yang dipersiapkan untuk tempat

produksi komponen pracetak, yang dapat dibuat di

Iokasi atau di tempat pabrikasi khusus di luar lokasi

bangunan. Untuk produksi pracetak diperlukan juga

lahan penumpukan (Stocking Area) yaitu suatu lahan

dengan luasan tertentu yang dipersiapkan untuk tempat

penumpukan komponen pracetak sementara, sebelum

disusun di lapangan untuk membentuk satu kesatuan

bangunan gedung.

PELAKSANAAN PEKERJAAN PRECAST DINDING

DI LAPANGAN

a. Pekerjaan Persiapan

Pekerjaan persiapan pada proyek ini meliputi

pekerjaan pembersihan lokasi sekitar proyek,

dimaksudkan agar pada saat pekerja

melaksanakan pekerjaanya tidak terganggu

dengan adanya barang-barang yang tidak

diperlukan atau dipakai pada saat pekerjaan

panel precast berlangsung dan persiapan bahan

beserta alat yang akan digunakan, dimaksudkan

agar para pekerja tidak mengalami kesulitan dan

tidak terhambat akibat ketidak siapan bahan dan

alat. Pekerjaan persiapan meliputi penentuan site

management pabrikasi panel precast.

b. Pekerjaan fabrikasi cetakan dan tulangan

Pekerjaan cetakan meliputi:

1) Pembuatan rak stockyard precast;

2) Pembuatan bed precast;

Pembuatan bed precast meliputi:

a) pembuatan pondasi bed dengan

ukuran 60x60 jarak 3 m

b) pemasangan H-BEAM

c) pemasangan WF

d) pemasangan plate

e) pemasangan siku dan tierod

53

Page 66: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

3) Proses produksi tulangan precast;

Bahan bahan tulangan panel precast

adalah besi Waremesh M6-150 ,dan besi

besi polos Ø 12 di potong sesuai ukuran

pada gambar kerja.

c. Proses Produksi Panel Precast

1) Moulding atau cetakan;

Meja cetakan disiapkan sesuai ukuran

yang akan dicetak termasuk pemasangan

opening dan block out bila ada. Kemudian

cek tehadap kesikuan, kerataan, akurasi

ukuran, kerapatan sambungan dan jarak

opening.

2) Pengolesan minyak oli;

Setelah selesai pensettingan plat bed panel

kemudian pengolesan minyak oli pada

permukaan plat bed panel secara merata.

3) Pembesian panel;

Setelah pengolesan oli kemudian pembesian

panel. Besi yang digunakan adalah besi

weremesh M6-150 yang telah dipotong

sesuai ukuran panel yang akan dibuat.

4) Pemasangan liftinghook dan plat embedded;

Setelah pemasangan weremesh kemudian

ke tahap Pemasangan lifting hook dan plate

embeded. Lifting hook menggunakan besi

polos Ø 12 dan plat embeded yang telah di

potong sesuai kebutuhan.

5) Pengecoran panel precast;

Pengecoran panel precast menggunakan

beton mix K-350. Selama pengecoran beton

mix harus diratakan dengan vibrator agar

merata sampai lapisan terbawah panel.

6) Perataan panel setelah pengecoran;

Setelah pengecoran ke cetakan kemudian

dilakukan Perataan panel precast

menggunakan jidar, sampai merata pada

permukaan panel precast.

d. Proses pengeringan panel precast

Setelah pengecoran dan perataan panel

precast kemudian biarkan beton mengering.

Proses pengeringan memakan waktu 1-2 hari

tergantung panas matahari.

e. Proses pemindahan panel dari bad ke rak/

stock yard

Setelah panel precast kering selanjutnya panel

precast di pindahkan ke rak stock yard

menggunakan tower crane.

f. Proses pengecekan hasil produksi panel

precast

Setelah precast ditempatkan di stockyard,

maka dilakukan check list terhadap hasil

pengecoran. Apabila ada gompal, honey comb,

retak rambut, maka diadakan perbaikan di

stockyard. Proses quality control (QC)

dilakukan di stocyard sebelum precast di install

dilapangan.

g. Proses install dan setting panel precast

1) Pasang gantungan chain block sesuai

posisi panel yang telah ditentukan;

2) Instal panel precast ke area pemasangan

fasad dinding precast, sesuai posisi chaint

block yang telah ditentukan;

3) Joint Survey Iapangan dan Setting posisi;

4) Pengelasan dinding panel precast.

h. Repair dan sealant panel precast

Proses sealant dinding precast dilakukan setelah

semua dinding precast terpasang. Proses sealant

ini dilakukan untuk menutup sekat-sekat yang

ada diantara panel precast.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lingkup pekerjaan dalam tugas akhir pembangunan

Transmart Carrefour Mall Sidoarjo adalah melakukan

pembahasan pelaksanaan pekerjaan precast dinding.

Pelaksanaan pekerjaan precast wall pada proyek

pembangunan Transmart Carrefour Mall sidoarjo

meliputi pekerjaan persiapan, pekerjaan begesting,

pekerjaan penulangan, pekerjaan pengecoran,

pekerjaan pembongkaran begesting pekerjaan

pemasangan panel precast.

1) Pekerjaan Persiapan

Pada Proyek Pembangunan Transmart

Carrefour Mall Sidoarjo, pekerjaan tahap

persiapan yang dilakukan sudah cukup baik.

Pekerjaan persiapan meliputi pembersihan

54

Page 67: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

Sumber:

Dwi, dinariana. 2013. Konstruksi Beton Pracetak [Online]. Tersedia: https://library. Binus.ac.id

/ecols/thesisdoc/bab2/20 13-1-00568-SP%20Bab2001.Pdf. [8 Februari 2019]

Ervianto. 2006. Evaluasi Penggunaan Beton Pracetak [Online]. Tersedia: https://media.

neliti.com/media/publication/108639.ID.evaluasi-penggunaan-beton-precast-di-pro.pdf. [8 Februari

2019]

IAPPI. 2008. Sejarah Beton Pracetak Indonesia [Online]. Tersedia: Dari https://library.

binus.ac.id/ecols/ethesistdoc/bab2/2014-1-00568 SP%20Bab2001 .pdf. [8 Februari 2019]

Kurniawan, Jaya. dkk. 2011. Inspeksi Pelaksanaan dan Cacat Pada Dinding Pracetak Suatu Proyek

Apartement. [Online]. Tersedia: file.//f:/tugas%20akhir//%20precast.Pdf. [8 Februari 2019]

Muklis, Muhammad. 2013. Teknologi Beton Pracetak. . [Online]. Tersedia: http://muklis-

betonpracetak.blogspot.co.id/2013/02/teknologi-beton-pracetak.html [8 Februari 2019]

SKSNI_T-15-1991-03. Struktur beton precast untukk bangunan gedung. [Online]. Tersedia: http://

www. Academia . edu/19498777 //SKSNI_T-15-1991-03 _tata _cara _ perhitungan_ beton_

pracetak_bangunan_gedung. [8 Februari 2019]

lahan, alat, dan bahan. Sehingga pelaksanaan

pekerjaan persiapan telah sesuai dengan

Persyaratan Umum Bed Panel Precast

Transmart Sidoarjo.

2) Pekerjaan Bekisting

Pekerjaan bekisting pada pembangunan

Transmart Carrefour Mall Sidoarjo. Pekerjaan

tersebut sudah cukup baik karena sudah

sesuai dengan SNI, sehingga sesuai dengan

persyaratan umum pekerjaan cetakan bed

panel precast transmart sidoarjo

3) Pekerjaan Pembesian atau Penulangan

Pekerjaan pembesian, besi yang digunakan

dalam pembuatan panel precast adalah besi

weremesh M6-150.

4) Pekerjaan Pengecoran

Pekerjaan pengecoran, truck mixer (molen)

pembawa beton dari PT. ANUGRAH BETON

INDONESIA sebelum pengecoran panel

precast dilakukan uji slump, beton ready mix

yang digunakan adalah beton K-350.

5) Pekerjaan Pembongkaran Bekisting

Dalam pekerjaan pembongkaran bekisting,

beton tidak mengalami kerusakan yang

diakibatkan oleh proses pembongkaran. Hasil

yang diperoleh juga sesuai dengan gambar

rencana.

6). Pekerjaan Perawatan Beton (Curing)

Dalam pekerjaan perawatan beton kurang

sesuai dengan Persyaratan Umum Pekerjaan

Panel Precast Transmart Sidoarjo hal tersebut

terlihat karena panel precast hanya di letakkan

pada rak stockyard dan hanya di tutup dengan

terpal.

7). Pekerjaan pemasangan panel precast

Dalam pekerjaan pemasangan panel precast

telah sesuai dengan dengan Persyaratan

Umum Pekerjaan Panel Precast Transmart

Sidoarjo.

KESIMPULAN

Evaluasi terhadap kesesuaian pelaksanaan pada

Proyek Pembangunan Transmart Carrefour Mall

Sidoarjo mencapai 90% sama dengan kajian teori

yang ada, berdasarkan penjelasan tersebut dapat

diketemukan kesimpulan sebagai berikut:

1. Pekerjaan produksi dan instalasi precast wall

pada proyek pembangunan Transmart

Carrefour Mall Sidoarjo meliputi pekerjaan

persiapan, pekerjaan beges-ting, pekerjaan

pembesian, pekerjaan pengecoran precast

wall, pekerjaan pembong-karan begesting,

pekerjaan pemasangan precast wall.

2. Pekerjaan precast wall pada proyek

pembangunan Transmart Carrefour Mall

Sidoarjo dalam pelaksanaanya terdapat

pekerjaan yang kurang sesuai dengan teori

yang ada atau kurang sesuai dengan Standar

Operasional Pekerjaan (SOP) yaitu penggunaan

tulangan besi warremesh yang berkarat dan

kurang nya penyimpanan besi tulangan.

Penulis:

Dimas Aji Setiawan

Alumni Universitas Negeri Malang

[email protected]

55

Page 68: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

56

LIMBAH FLY ASH PLTU Untuk Bahan Konstruksi Sipil yang Ekonomis dan Ramah Lingk �X �Q �J �D �Q ��

��

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya (Sumber: sp.beritasatu.com)

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah pembangkit listrik yang paling diandalkan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Dalam pengoperasiannya, PLTU bekerja dengan menggunakan bahan bakar dari Hydro, Geothermal, HSD, MFO, Gas, LNG dan Batu Bara. Tetapi dari semua sumber bahan bakar pembangkit listrik ini, Batu Bara adalah sumber bahan bakar yang paling besar pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena batu bara merupakan sumber energy penyedia listrik dengan biaya termurah, yaitu sebesar Rp 378/kWh. Disamping

itu penggunaan batu bara sebagai sumber energy listrik, mampu memberikan sumbangsi devisa negara setidaknya Rp 393 triliun tiap tahunnya. (Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia, 2015)

Pada tahun 2013, penggunaan batu bara sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik mencapai 53% dari total bahan bahan bakar yang di gunakan secara keseluruhan. Di perkirakan pada tahun 2022, penggunaan batu bara sebagai pembangkit listrik akan mengalami peningkatan hingga mencapai 66%.

Penggunaan Batu Bara Sebagai Bahan Bakar Pembangkit Tenaga Listrik dan Limbah yang Dihasilkan

(Sumber: Direktorat Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2016)

Page 69: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

57

Jumlah pembakaran batu bara yang besar juga akan mengakibatkan produksi limbah yang besar pula. Menurut data Kementrian Lingkungan Hidup pada tahun 2006, limbah fly ash yang dihasilkan mencapai 52,2 ton/hari, sedangkan limbah bottom ash mencapai 5,8 ton/hari. Dan pada tahun 2016 Kementerian Energi dan Sumber Daya mineral menyatakan bahwa produksi abu batu bara (fly ash) pada tahun 2024 akan mencapai setidaknya 17,1 juta ton.

Perbandingan antara fly ash (atas) dan bottom ash (bawah) (Sumber: caer.uky.edu)

Pembakaran dari pembangkit listrik tenaga uap batu batu bara akan menghasilkan dua jenis limbah, yaitu abu ringan (Fly ash) dan abu berat (Bottom ash). Abu batu bara (Fly ash) merupakan bahan padat yang tidak mudah larut dan tidak mudah menguap, sehingga limbah ini membutuhkan penanganan yang lebih kompleks. Dengan jumlah yang besar dan penanganan yang kurang baik, abu terbang (fly ash) batu bara tersebut dapat mencemari lingkungan disekitarnya. Abu yang beterbangan di udara dan dapat terhirup oleh manusia dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan

juga dapat mempengaruhi kondisi air dan tanah di sekitarnya sehingga dapat merusak lingkungan.

Abu terbang (fly ash) batu bara umumnya dibuang di lahan penampungan atau ditumpuk begitu saja di dalam area industri. Penumpukkan abu terbang (fly ash) batubara ini menimbulkan masalah bagi lingkungan. Oleh karena itu, berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang (fly ash) batu bara sedang gencar dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomis penggunaannya serta mengurangi dampak buruknya terhadap lingkungan.

Abu terbang adalah limbah hasil pembakaran batu bara pada tungku pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk halus, bundar dan bersifat pozolanik, (SNI 03-6414-2002). Fly ash merupakan satu bahan tambah (additive) yang cukup populer saat ini untuk digunakan sebagai pengganti sebagian semen dalam campuran beton maupun bahan untuk stabilisasi tanah ekspansif. Fly ash juga merupakan bahan limbah yang dikategorikan sebagai limbah B3 (PP No. 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun).

Limbah B3 Batu bara Dibuang Sembarangan di Banyusari

(Sumber: portaljabar.net)

Fly ash Fly ash (abu terbang) adalah salah satu residu yang dihasilkan dalam pembakaran dan terdiri dari partikel-partikel halus. Abu yang tidak naik disebut bottom ash. Dalam dunia industri, fly ash biasanya mengacu pada abu yang dihasilkan selama pembakaran batu bara. Fly ash umumnya ditangkap oleh electrostatic precipitators atau peralatan filtrasi partikel lain sebelum gas buang mencapai cerobong asap batu bara pembangkit listrik, dan bersama-sama dengan bottom ash diproses dari bagian bawah tungku dalam hal ini bersama-sama dikenal sebagai abu batu bara. Tergantung pada sumber dan makeup dari batu bara yang dibakar,

Page 70: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

58

komponen fly ash bervariasi, tetapi semua fly ash termasuk sejumlah besar silikon dioksida (SiO2) (baik amorf dan kristal) dan kalsium oksida (CaO), kedua bahan endemik yang di banyak batu bara-bantalan lapisan batuan.

Proses Pengumpulan Pembuangan Limbah Fly ash dan Bottom ash pada Pembangkit Tenaga Pembakaran Batu Bara

(Sumber: lauwtjunnji.weebly.com)

Di masa lalu, fly ash atau abu terbang pada umumnya dilepaskan ke atmosfer, tetapi sekarang disyaratkan harus ditangkap sebelum dirilis. Di AS, fly ash umumnya disimpan di pembangkit listrik batu bara atau ditempatkan di tempat pembuangan sampah. Sekitar 43% didaur ulang, sering digunakan sebagai bahan tambah untuk melengkapi semen dalam produksi beton.

Abu terbang (fly ash) yang diperoleh dari hasil residu PLTU merupakan material berupa butiran halus ringan, bundar, tidak porous, mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat pozzolanik. Sifat Pozzolanik adalah kemampuan bereaksi dengan kapur bebas yang dilepaskan semen saat proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat mengikat pada temperatur normal dengan adanya air.

Fly ash dapat dibedakan menjadi 3 jenis (ACI Manual of Concrete Practice 1993 Part 1 226.3R-3), yaitu :

a. Kelas C, yaitu Fly ash yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilkan dari pembakaran lignite atau sub-bitumen batu bara (batu bara muda). Fly ash kelas C disebut juga high-calcium fly ash. Hal ini dikarenakan kandungan CaO dalam fly ash yang cukup tinggi, fly ash tipe C mempunyai sifat cementitious selain juga sifat pozolan. Oleh karena fly ash tipe C mengandung kadar CaO yang cukup tinggi dan mempunyai sifat cementitious, jika

terkena air atau kelembaban, akan berhidrasi dan mengeras dalam waktu sekitar 45 menit.

b. Kelas F

Fly ash yang mengandung CaO lebih kecil dari 10% yang dihasilkan dari pembakaran anthracite atau bitumen batu bara.

1. Kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 70%. 2. Kadar CaO < 10% (ASTM 20%, CSA 8%) 3. Kadar karbon (C) berkisar antara 5% - 10% 4. Dalam campuran beton digunakan sebanyak 15%

- 25% dari berat binder.

c. Kelas N

Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara lain tanah diatomic, opaline chertz, shales, tuff dan abu vulkanik, yang mana biasa diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses pembakaran. Selain itu juga mempunyai sifat pozzolan yang baik.

Tipe fly ash yang diperoleh dari proses pembakaran batu bara di PLTU termasuk kedalam fly ash kelas C atau kelas F. Sedangkan Fly ash kelas N, atau juga sering di sebut sebagai pozzolan alam diperoleh bukan dari proses rekayasa manusia. Dalam hal ini, abu vulkanik merupakan salah satu contoh Fly ash kelas N.

Saat ini umumnya fly ash batu bara digunakan dalam pabrik semen sebagai salah satu bahan campuran pembuat beton. Tetapi selain itu, sebenarnya abu terbang batu bara memiliki berbagai kegunaan yang amat beragam. Berikut adalah beberapa contoh fungsi alternatif pemanfaatan fly ash:

1. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan 2. Penimbun lahan bekas pertambangan 3. Recovery magnetit, cenosphere, dan karbon 4. Bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan

refraktori 5. Bahan penggosok (polisher) 6. Filler aspal, plastik, dan kertas 7. Pengganti dan bahan baku semen 8. Konversi menjadi zeolit dan adsorben

Pemanfaatan fly ash sebagai substitusi semen pada beton geopolimer

Geopolimer adalah meterial baru tahan api dan panas, pelapis dan perekat, aplikasi obat, keramik suhu tinggi, pengikat baru untuk komposit serat tahan api, beracun dan radioaktif enkapsulasi limbah, dan semen baru untuk beton. Geopolimer merupakan material ramah

Page 71: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

59

lingkungan yang biasa dikembangkan sebagai alternatif pengganti beton semen di masa mendatang.

Beton Geopolimer merupakan produk beton geosintetik dimana reaksi pengikatan yang terjadi adalah reaksi polimerisasi. Peranan unsur silikat dan alumunium sangat penting dalam proses polimerisasi. Hal ini ditunjukkan dalam bentuk rasio perbandingan Si/Al, semakin besar ratio Si/Al karakter polimer semakin terbentuk kuat.

Fly ash dan Bottom ash dalam Beton Geopolimer

(Sumber: Institut Teknologi Sepuluh November, 2017)

Hasil penelitian dari Institut Teknologi Sepuluh November menunjukkan bahwa geopolimer mempunyai kinerja dan daya tahan yang lebih baik daripada bahan semen portland. Jika alternatif pemanfaatan limbah ini diaplikasikan dengan baik, maka akan menjadi solusi

yang baik untuk mengurangi limbah abu batu bara dalam skala nasional.

Beton geopolimer merupakan material yang tahan terhadap api dan bisa digunakan sebagai material pelapis beton. Kuat tekan beton geopolimer mengalami sedikit penurunan hanya jika dibakar di atas suhu 600 derajat celcius selama 24 jam. Hal ini jauh berbeda dari beton konvensional yang tidak mampu dibakar di atas suhu 200 derajat celcius selama 24 jam. Mortar geopolimer juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan penambal beton tua yang sudah mengalami keropos atau kerusakan.

Pemanfaatan Fly ash dan Bottom ash diterapkan kedalam campuran pembuatan beton Geopolimer dengan persentase yang telah di tentukan. Fly ash dapat di manfaatkan sebagai binder pengganti semen dengan mereaksikan dengan alkali, sehingga beton geopolimer ini tidak menggunakan semen. Kemudian pada agragat halusnya sendiri penggunaan bottom ash dapat digunakan sebagai subtitusi pasir sehingga beton ini juga mengurangi penggunaan agregat halus dan menjadi beton hasil pemanfaatan limbah yang ramah lingkungan dan juga ekonomis.

FLY ASH

AGREGAT65-75%

BINDER25-35%

ALKALIAGREGAT KASAR60%

AGREGAT HALUS40%

PASIR50-60%

BOTTOM ASH40-50%

NaOH33%

Water Glass67%

KOMPOSISI BETONGEOPOLIMER

Bagan Pemanfaatan Fly ash dan Bottom ash Dalam campuran beton geopolimer (Sumber: Institut Teknologi Sepuluh November, 2017)

Bagan ini menunjukkan komposisi-komposisi campuran pembentuk beton geopolimer dengan memanfaatkan fly ash dan bottom ash sebagai mineral penyusunnya. Pada komposisi campuran yang didesain di Institut Teknologi Sepuluh november ini memnunjukkan penggunaan fly ash sebagai binder yang direaksikan dengan alkali sebagai pengganti semen, sehingga

beton ini menghasilkan beton yang ramah lingkungan dengan emisi CO2 yang rendah.

Untuk mencapai efisiensi ramah lingkungan, penggunaan bottom ash juga diterapkan pada campuran beton ini. Bottom ash yang juga merupakan limbah hasil pembakaran batu bara dengan sifat fisik yang lebih berat dibandingkan dengan fly ash

Page 72: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

60

dimanfaatkan sebagai agregat halus. Tetapi atas dasar pertimbangan mutu dan persyaratan yang ditetapkan, bahwa penggunaan fly ash maupun bottom ash memiliki kadar optimum dalam penggunaanya. Pada rencana campuran yang didesain penggunaan bottom ash dijadikan sebagai subtitusi pasir sebesar maksimal 50% dari agregat halus.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan limbah fly ash maupun bottom ash dapat menjadi solusi alternatif yang dapat dimanfaatkan pada konstruksi yang membutuhkan mutu yang baik dengan harga yang ekonomis. Pemanfaatan limbah ini juga menjadi solusi efesiensi pemanfaatan batu bara secara maksimal di Indonesia.

Geopolimer mangambil peran penting sebagai bahan rekayasa pemanfaatan fly ash maupun bottom ash. Penggunaan Fly ash sebagai binder pada campuran beton geopolimer dapat mengatasi masalah krisis lonjakan limbah nasional yaitu limbah abu batu bara se-Indonesia. Geopolimer juga merupakan Material ramah lingkungan karena material ini menghasilkan paling sedikit emisi CO2. Disamping itu, geopolimer juga merupakan material yang tahan api, tahan karat, dan

memiliki kekuatan yang tinggi. Berikut merupakan beberapa produk geopolimer yang sudah dihasilkan di Indonesia.

Bahan untuk perkerasan jalan raya dan bandara (paving dan perkerasan kaku).

Elemen bangunan (kolom, balok, dan lantai) dan bahan pracetak.

Bahan nonstruktural (pagar panel beton, buis beton, batako, gorong-gorong).

Beton pemecah gelombang. Bantalan rel kereta api. Bahan grouting (pelapis). Pelindung api, karat dan ledakan. Beton ringan. Stabilisasi tanah. Agregat Buatan

Gedung dengan material beton geopolimer

Global Change Institute (GCI) Universitas Queensland, yang dirancang oleh HASSELL bersama Bligh Tanner dan Wagners, adalah gedung pertama di dunia yang berhasil menggunakan beton geopolimer untuk tujuan struktural. Sebelumnya, penggunaan beton polimer hanya dimanfaatkan untuk jalan setapak oleh otoritas lokal sebagai contoh kasus.

Global Change Institute (GCI)

(Sumber: geopolymer.org)

Page 73: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

61

Sumber: Manuahe, Riger., Sumajouw, Marhin D.J., Windah, Reky S. 2014. “Kuat Tekan Beton

Geopolimer Berbahan Dasar Abu Terbang (Fly ash)”. Manado : Universitas Sam Ratulangi

SNI-03-2460 : 1991. “Spesifikasi Abu Terbang”. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional

SNI-03-6468 : 2000. “Tata Cara Perencanaan Campuran Beton Berkekuatan Tinggi dengan Semen Portland dan Abu Terbang”. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional

SNI-03-6863 : 2002. “Metode Pengambilan Contoh dan Pengujian Fly ash”. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional

Syaka, Dewi Rara Wiyati. 2013. “ Pembuatan Beton Normal Dengan Fly ash Menggunakan Mix Design yang Dimodifikasi”. Jember : Universitas Jember.

Yasin, Abdul Karim. 2017. “Rekayasa Beton Geopolimer Berbasis Fly ash”.

Bangunan dengan tinggi 4 lantai ini merupakan gedung untuk penggunaan umum yang terdiri dari 3 lantai beton geopolimer yang disuspensi. Konstruksi ini melibatkan 33 panel pracetak untuk bagian lantai kerja yang terbuat dari fly ash berbasis beton geopolimer yang diciptakan oleh Wagner, perusahaan beton pracetak Australia. Adapun beton yang diciptakan diberi nama Earth Friendly Concrete (EFC).

bagian lantai beton geopolimer pracetak fly ash

(sumber: Wagners)

EFC adalah beton tradisional yang tidak menggunakan semen Portland biasa. Sebagai gantinya, EFC menggunakan sistem pengikat geopolimer yang terbuat dari aktivasi kimia dari dua produk sampingan limbah industri yaitu slag steel (limbah dari produksi besi) dan fly ash (limbah dari pembangkit listrik tenaga batu bara). Teknologi pengikatan ramah lingkungan alternatif ini mengurangi emisi karbon dibandingkan dengan penggunaan semen Portland normal sebesar 80 - 90%, dan juga memiliki energi terwujudkan yang jauh lebih rendah. Dimana setiap 1 kubik dari 40 MPa EFC akan menghemat emisi CO2 sebesar 220 kg.

Sifat rekayasa dan konstruksi beton ramah lingkungan ini sama bagusnya jika di bandingkan dengan beton

konvensional lainnya. Bahkan penelitian menunjukkan kinerja yang lebih baik di beberapa daerah lain dengan kondisi lingkungan tertentu dari pada beton biasa. Bahkan, EFC memiliki beberapa keunggulan kinerja yang signifikan atas beton semen Portland normal, termasuk peningkatan daya tahan, penyusutan lebih rendah, peningkatan kekuatan berdasarkan usia, kekuatan tarik lentur yang lebih tinggi dan peningkatan ketahanan api.

Pembangunan Gedung berbasis beton geopolimer ini membuktikan potensi yang besar namun belum termanfaatkan dengan baik dari limbah hasil pengolahan Industri di Indonesia. Terutama pengolahan limbah fly ash dari pembakaran batu bara di PLTU yang saat ini menjadi masalah nasional yang memerlukan penanganan yang tepat, cerdas dan kreatif. Pemanfaatan Fly ash maupun Bottom ash yang merupakan limbah sampingan hasil pembakaran batu bara di PLTU diharapkan dapat menopang kebutuhan rantai pasok material bahan kostruksi Indonesia dengan konsep ramah lingkungan.

Disisi lain, dalam pemanfaatan fly ash sendiri, diperlukan pemahaman terhadap propertis fly ash yang akan digunakan, seperti pengaruh pemakaian fly ash terhadap pengaplikasian produk dan tipe maupun propertis dari material tersebut. Selain itu juga perlu untuk selalu memperhatikan dan mempelajari efek jangka panjang atas pemakaian fly ash pada konstruksi bangunan.

Penulis: Dr. Ir, H. Ali Amal M,Si

Pejabat Fungsional Pembina Jasa Konstruksi Madya Direktorat Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi

[email protected]

Page 74: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

62

LIMBAH TERAK BAJA (Slag steel) Pengganti Agregat dan Alternatif Bahan Dasar Pembuatan Semen

Pembangunan Infrastrukur di Indonesia

(Sumber: https//:www.google.com/pembangunan-infrastruktur-indonesia/)

Pembangunan infrastruktur di Indonesia saat ini sedang gencar di laksanakan. Kebutuhan material dan bahan untuk kepentingan pembangunan, mendorong pelaku perindustrian untuk semakin meningkatkan produk industrinya. Namun, peningkatan produk industri juga diikuti dengan peningkatan limbah buangan dari hasil industri pabrik tersebut. Jika limbah yang dihasilkan tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan. Daerah yang akan sangat terdampak tentunya lingkungan yang berada disekitar di kawasan industri tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan pengadaaan sarana pengolah limbah yang tepat guna mengurangi dampak limbah yang dihasilkan. Salah satu industri yang terkait dengan pengembangan pembangunan insfrastruktur adalah industri pengolahan baja. Baja merupakan salah satu elemen utama dari hampir setiap pembangunan konstruksi. Namun,

tingginya peran penggunaan baja dalam konstruksi medorong besarnya produksi dari baja itu sendiri. Hal ini akan berdampak pada besarnya jumlah limbah yang juga akan di hasilkan. Limbah yang di hasilkan merupakan limbah padat yang secara fisik menyerupai agregat kasar yang disebut dengan slag steel (terak baja). Limbah slag steel, masuk dalam kategori limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Dalam tiap 1 ton produksi baja, setidaknya akan menghasilkan 200 kg (20%) limbah slag. Di kawasan Cilegon, Jawa Barat, terdapat sejumlah perusahaan besi baja yang menghasilkan slag mencapai 1,4 juta ton per tahun. Sedangkan di Jawa Timur mampu menghasilkan slag hingga 600.000 ton per tahun. Agar tidak menimbulkan pencemaran, tindakan pemanfaatan limbah baja (slag) harus segera dilakukan. Salah satu cara yang dapat ditempuh ialah dengan memanfaatkan slag sebagai

Page 75: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

63

material untuk proyek infrastruktur. Bila limbah tidak dimanfaatkan, limbah tersebut akan dianggap masuk ke dalam kategori limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). (Puslitbang Jalan dan Jembatan, 2011).

Pembuangan limbah terak baja

(Sumber: surbanmilwaukee.com)

Steel slag memiliki sifat fisik yang keras dan tersusun dari material padat berisi sejumlah free iron sehingga memberikan kerapatan dan kekerasan yang tinggi. Disisi lain, agregat steel slag memiliki tekstur permukaan yang tidak rata dan memiliki bentuk yang sangat bersudut (prismatic shape) dengan berat volume dan specific gravity yang tinggi. Koefisien friksi steel slag juga tergolong tinggi, namun memiliki kemampuan absorbsi (penyerapan air) tidak begitu besar (sebesar 3%). Hal ini membuktikan kelayakan material Steel slag sebagai material pengganti agregat yang baik. Ketahanan abrasi yang bagus, kekuatan karakteristik yang tinggi, dan kekuatan dukung yang tinggi mengindikasikan bahwa penggunaan steel slag sebagai agregat dalam campuran beton maupun perkerasan lentur akan menghasilkan kualitas beton dan perkerasan dengan mutu yang baik.

Slag steel yang telah melalui proses pemecahan

(Sumber: asa-inc.org)

Saat ini di Indonesia pemanfaatan slag steel telah mulai dikembangkan dan diterapkan di bidang perkerasan. Spesifikasi pendesainan perkerasan dengan menggunakan slag sebagai material penyusunnya juga sedang digalakkan oleh Pusjatan. Sifat-sifat fisik yang dimiki oleh slag steel juga mendukung material tersebut untuk dijadikan agregat pengganti pada campuran

beton. Pemanfaatan limbah ini juga diharapkan dapat mengoptimalkan bahan rekayasa konstruksi bidang konstruksi beton maupun perkerasan di Indonesia dan mengurangi dampak negatif yang diberikan terhadap lingkungan.

Sejarah Slag steel di Eropa

Slag besi dan baja memiliki sejarah panjang dalam pemanfaatan produk sampingan industri. Sejarah penemuan Slag sendiri bersamaan dengan awal mula produksi besi oleh manusia (beberapa saat setelah tahun 2000 SM), meskipun penggunaan yang lebih lanjut baru lebih sering diterapkan pada saat ini. Tercatat, penggunan slag steel yang pertama mengacu pada dokter Yunani Aristotele yang menyatakan bahwa terak (slag) dapat digunakan sebagai obat (seperti untuk menyembuhkan luka) pada awal 350 SM. Pada tahun 1813, jalan yang terbuat dari slag pertama kali dibangun di Inggris. Kesadaran terhadap pelesatian lingkungan dan konsep pembangunan berkelanjutan yang ekonomis, akhirnya mendorong pesatnya pemanfaatan ulang produk sampingan industri baja (slag). Saat ini industri baja sedang meneliti proses pengolahan Slag steel yang tepat dan efektif, jika perlu memodifikasi proses pembuatan besi dan baja untuk mendapatkan produk slag yang dapat diproduksi secara berkelanjutan dan memenuhi persyaratan standar dan peraturan spesifik. Melalui perjalanan produksi baja dan penelitian intensif selama lebih dari 100 tahun, kini slag steel dapat di manfaatkan dibidang sebagai agregat dalam campuran terikat dan tidak terikat, penambahan untuk produksi semen dan beton, pupuk, stone wool (media tanam), dll. Saat ini, Belanda sedang mengambangkan proses pemanfaatan limbah slag steel sebagai bahan pembuatan semen. Negara ini sendiri memproduksi setidaknya 125 juta ton limbah slag steel setiap tahunnya. Menurut Jos Brouwers, Profesor Material Bangunan di Eindhoven University of Technology, pemanfaatan slag steel sebagai bahan dasar semen setidaknya akan mereduksi 10 juta ton emisi CO2 tiap tahunnya.

Penggunaan Slag steel sebagai agregat perkerasan pada

jalan Aizlewood di Sheffield, Inggris tahun 1950 (Sumber: thestar.co.uk)

Page 76: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

64

Stockpile Slag steel salah satu perusahaan baja di Belanda

(Sumber: ien.com)

Pemanfaatan Slag di Jepang Tidak berbeda dengan eropa, jepang sebagai negara produsen baja juga dengan baik memanfaatkakn limbah baja ini. slag besi dan baja digunakan di berbagai bidang dimana karakteristik unik slag dapat dimanfaatkan secara efektif. Slag besi dan baja dianggap sebagai bahan daur ulang yang dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan ditinjau dari konservasi sumber daya dan hemat energi. Pemanfaatan dari slag steel akan mengurangi eksploitasi sumber daya alam dan mengoptimalkan pemanfaatan energi alam. Industri dan manajemen mutu produk slag telah di manfaatkan untuk berbagai aplikasi. Di Jepang, Produk ini telah memenuhi segala standarisasi dampak lingkungan, dan sebagian besar telah tersedia di pasar. Sehingga, produk slag besi dan baja di Jepang telah menjadi salah satu sumber utama bahan bangunan seperti jalan, pelabuhan, bandara, dan infrastruktur lainnya. Penggunaan Slag steel juga dapat diterapkan sebagai

bahan lingkungan untuk memulihkan atau memperbaiki bidang kelautan, tanah, dan lingkungan lainnya.

Salah satu upaya pemanfaatan slag di Jepang adalah dengan merelokasikan slag sebagai agregat konstruksi sipil. Agregat slag adalah produk industri yang diproduksi dengan manajemen kualitas yang ekstensif. Agregat slag tidak mengandung kotoran organik, tanah liat, kerang, atau bahan semacam itu dan memiliki partikel halus juga komposisi kimia yang benar-benar seragam. Selain itu, agregat ini tidak mengandung silika reaktif, yang merupakan salah satu penyebab reaksi kimia dengan agregat alkali. Tindakan pemanfaatan ini mampu mengurangi dampak limbah terhadap lingkungan dan mempertahankan sumber daya alam yang berharga yang dimiliki.

Jepang sendiri talah memiliki standarisasi penggunaan Slag melalui badan standarisasinya, yaitu JIS (Japan Industrial Standards). Standar JIS diformulasikan untuk agregat kasar slag pada tahun 1977 dan agregat halus pada tahun 1981. Standar ini telah dimasukkan ke dalam rekomendasi untuk berbagai praktik oleh Institut Arsitektur Jepang dan Masyarakat Sipil Insinyur Sipil, dan agregat ini telah mendapatkan tempat sebagai bahan bangunan penting.

Pemanfaatan Slag steel sebagai Bahan Pembuatan Semen Komponen utama penyusun steel slag adalah batu kapur (CaO) dan silika (SiO2). Komponen BFS (Blast Furnance Slag) lainnya meliputi alumina (Alsub> 2O3) dan magnesium oksida (MgO), serta sejumlah kecil sulfur (S).

Komponen Blast

Furnance Slag (BFS)

Slag Konverter

Electric Arc Furnance Slag Andesite

(Referensi)

Semen OPC

Oxidiceing Slag

Reducing Slag

CaO 41.7 45.8 22.8 55.1 5.8 64.2 SiO2 33.8 11.0 12.1 18.8 59.6 22.0 T-Fe 0.4 17.4 29.5 0.3 3.1 3.0 MgO 7.4 6.5 4.8 7.3 2.8 1.5 Al2O3 13.4 1.9 6.8 16.5 17.3 5.5

S 0.8 0.06 0.2 0.4 - 2.0 P2O5 <0.1 1.7 0.3 0.1 - - MnO 0.3 5.3 7.9 1.0 0.2 -

Komposisi Senyawa Kandungan Slag, % (Jepang) (Sumber: Nippon Slag Association, Jepang 2003)

Melalui hasil data unsur kandungan slag steel oleh Nippon Slag Association, Kadar kandungan silika pada slag steel tergolong sangat tinggi (33,8%) sehingga amat memungkinkan untuk diolah lebih lanjut hingga menjadi semen. Di jepang sendiri pemanfaatan slag steel untuk pembuatan semen telah di lakukan sejak

lama. Semen ini di sebut Portland Furnance Blast Slag Cement (Semen Portland BFS). Melalui hasil penelitian Nippon Slag Association, di peloleh hasil bahwa penggunaan slag sebagai bahan dasar pembuatan semen akan menghasilkan semen yang bermutu tinggi, dengan kuat tekan yang terus mengalami peningkatan

seiring dengan umur beton dan juga berarti akan meningkatkan durabilitas beton itu sendiri.

Hubungan antara umur dan kekuatan beton antara Semen

OPC dan Semen Slag (Sumber : Nippon Slag Association, 2003)

Pemanfaatan slag steel sebagai bahan dasar pembuatan semen juga terbukti mengurangi emisi CO2 yang terbentuk dari proses pembutan di pabrik semen. Dari hasil survey yang di lakukan Nippon Slag Association terlihat penurunan jumalah emisi CO2 di jepang dengan permisalan 20% penggunaan semen Portland BFS dalam pembangunan kompleks apartemen tunggal akan menghasilkan pengurangan CO2 per rumah tangga sekitar 1.200 kg. Efek ini telah diakui oleh pemerintah nasional jepang, organisasi pemerintah daerah, dan perusahaan swasta, dan ada momentum yang berkembang untuk menghentikan pemanasan global dengan memperluas penggunaan semen Portland BFS. Penggunaan slag steel sebagai bahan agregat juga berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan sebagai pengganti agregat alam. Agregat slag blast furnance dianggap sebagai bahan lingkungan yang dapat melindungi lingkungan dengan membatasi eksploitasi sumber daya alam dan mengurangi jumlah energi yang dikonsumsi dalam penambangan sumber daya alam.

Pemanfaatan Slag terhadap struktur perkerasan jalan Slag memiliki daya tahan dan performa biaya yang unggul di bandingkan batu alam yang biasa di gunakan

pada konstruksi jalan. Slag besi dan baja yang digunakan dalam konstruksi jalan melalui proses pemecahan dan stabilisasi sifat mekanis blast furnace slag dan slag pembuatan baja untuk digunakan sebagai bahan perkerasan. Kedua jenis slag ini dapat di manfaatkan sebagai material base course yang dihasilkan secara terpisah atau dalam campuran, dan slag pembuatan baja digunakan sebagai additive untuk campuran aspal. Penelitian tentang penggunaan slag besi dan baja sebagai bahan untuk jalan melalui pengembangan teknologi seperti teknologi pemeraman dan teknologi distribusi ukuran partikel. Kandungan kecil belerang yang terkandung dalam slag dapat menyebabkan air kekuningan dan berbau tidak sedap saat bereaksi dengan air. Untuk mencegah masalah ini, maka langkah pemeraman dilakukan. Dalam proses ini, belerang dioksidasi melalui reaksi dengan udara membentuk ion sulfat stabil atau dinetralkan dengan gas karbon dioksida. pemeraman dilakukan dengan menumpuk produk di area terbuka segera setelah pemecahan dan penyeringan.

Slag yang dimanfaatkan sebagai base course slag besi dan baja, mengeras dalam jangka waktu yang panjang. Karakteristik pengerasan ini dapat digunakan untuk membuat perkerasan yang lebih tipis di banding penggunaan batu pecah biasa (crushed stone) yang digunakan. Bahan ini dinilai sangat baik karena kemampuannya (workability), dengan kelebihan bahwa jalan dapat dibuka untuk lalu lintas segera setelah pekerjaan selesai. Dari berbagai kelebihan yang dimiliki oleh slag stell diharapkan penggunaan slag steel di Indonesia dapat lebih diterapkan sehingga pemenuhan rantai pasok kebutuhan material agregat berkelanjutan di Indonesia dapat terpenuhi.

Penulis: Dr. Ir, H. Ali Amal M,Si

Pejabat Fungsional Pembina Jasa Konstruksi Madya Direktorat Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi

[email protected]

Sumber: Euro Slag : 2004. “Ferrous Slag – general information”. September 2017 (Source:

http://www.euroslag.com/products/) Gunawan, G., Oetojo, Pantja Dharma., Kusminingrum, Nanny., Rahmawati. Tri., dan

Leksminingsih. 2011. Pemanfaatan Slag Baja Untuk Teknologi Jalan yang Ramah Lingkungan. Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan.

Lumban Gaol, Triboy AM. 2016. “Pengaruh Penggunaan Steel Slag Sebagai Agregat Halus Terhadap Kuat Tekan dan Lentur Pada Beton Bertulang Dibandingkan dengan Beton Normal”. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Nippon Slag Association : 2003. “About Iron and Steel Slag”. September 2017 (Source : http://www.slg.jp/e/slag/index.html)

Pandiangan, Jannes. 2016. “Pengaruh Penggunaan Steel Slag Sebagai Agregat Kasar Terhadap Kuat Tekan dan Lentur Pada Beton Bertulang Dibandingkan dengan Beton Normal”. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Page 77: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

65

seiring dengan umur beton dan juga berarti akan meningkatkan durabilitas beton itu sendiri.

Hubungan antara umur dan kekuatan beton antara Semen

OPC dan Semen Slag (Sumber : Nippon Slag Association, 2003)

Pemanfaatan slag steel sebagai bahan dasar pembuatan semen juga terbukti mengurangi emisi CO2 yang terbentuk dari proses pembutan di pabrik semen. Dari hasil survey yang di lakukan Nippon Slag Association terlihat penurunan jumalah emisi CO2 di jepang dengan permisalan 20% penggunaan semen Portland BFS dalam pembangunan kompleks apartemen tunggal akan menghasilkan pengurangan CO2 per rumah tangga sekitar 1.200 kg. Efek ini telah diakui oleh pemerintah nasional jepang, organisasi pemerintah daerah, dan perusahaan swasta, dan ada momentum yang berkembang untuk menghentikan pemanasan global dengan memperluas penggunaan semen Portland BFS. Penggunaan slag steel sebagai bahan agregat juga berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan sebagai pengganti agregat alam. Agregat slag blast furnance dianggap sebagai bahan lingkungan yang dapat melindungi lingkungan dengan membatasi eksploitasi sumber daya alam dan mengurangi jumlah energi yang dikonsumsi dalam penambangan sumber daya alam.

Pemanfaatan Slag terhadap struktur perkerasan jalan Slag memiliki daya tahan dan performa biaya yang unggul di bandingkan batu alam yang biasa di gunakan

pada konstruksi jalan. Slag besi dan baja yang digunakan dalam konstruksi jalan melalui proses pemecahan dan stabilisasi sifat mekanis blast furnace slag dan slag pembuatan baja untuk digunakan sebagai bahan perkerasan. Kedua jenis slag ini dapat di manfaatkan sebagai material base course yang dihasilkan secara terpisah atau dalam campuran, dan slag pembuatan baja digunakan sebagai additive untuk campuran aspal. Penelitian tentang penggunaan slag besi dan baja sebagai bahan untuk jalan melalui pengembangan teknologi seperti teknologi pemeraman dan teknologi distribusi ukuran partikel. Kandungan kecil belerang yang terkandung dalam slag dapat menyebabkan air kekuningan dan berbau tidak sedap saat bereaksi dengan air. Untuk mencegah masalah ini, maka langkah pemeraman dilakukan. Dalam proses ini, belerang dioksidasi melalui reaksi dengan udara membentuk ion sulfat stabil atau dinetralkan dengan gas karbon dioksida. pemeraman dilakukan dengan menumpuk produk di area terbuka segera setelah pemecahan dan penyeringan.

Slag yang dimanfaatkan sebagai base course slag besi dan baja, mengeras dalam jangka waktu yang panjang. Karakteristik pengerasan ini dapat digunakan untuk membuat perkerasan yang lebih tipis di banding penggunaan batu pecah biasa (crushed stone) yang digunakan. Bahan ini dinilai sangat baik karena kemampuannya (workability), dengan kelebihan bahwa jalan dapat dibuka untuk lalu lintas segera setelah pekerjaan selesai. Dari berbagai kelebihan yang dimiliki oleh slag stell diharapkan penggunaan slag steel di Indonesia dapat lebih diterapkan sehingga pemenuhan rantai pasok kebutuhan material agregat berkelanjutan di Indonesia dapat terpenuhi.

Penulis: Dr. Ir, H. Ali Amal M,Si

Pejabat Fungsional Pembina Jasa Konstruksi Madya Direktorat Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi

[email protected]

Sumber: Euro Slag : 2004. “Ferrous Slag – general information”. September 2017 (Source:

http://www.euroslag.com/products/) Gunawan, G., Oetojo, Pantja Dharma., Kusminingrum, Nanny., Rahmawati. Tri., dan

Leksminingsih. 2011. Pemanfaatan Slag Baja Untuk Teknologi Jalan yang Ramah Lingkungan. Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan.

Lumban Gaol, Triboy AM. 2016. “Pengaruh Penggunaan Steel Slag Sebagai Agregat Halus Terhadap Kuat Tekan dan Lentur Pada Beton Bertulang Dibandingkan dengan Beton Normal”. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Nippon Slag Association : 2003. “About Iron and Steel Slag”. September 2017 (Source : http://www.slg.jp/e/slag/index.html)

Pandiangan, Jannes. 2016. “Pengaruh Penggunaan Steel Slag Sebagai Agregat Kasar Terhadap Kuat Tekan dan Lentur Pada Beton Bertulang Dibandingkan dengan Beton Normal”. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Page 78: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT
Page 79: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

SOSIAL, EKONOMI& LINGKUNGAN

Page 80: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

68

KONSEP PEMBANGUNAN WATERFRONT CITY DI INDONESIA

enertiban bangunan di bantaran sungai sudah menjadi agenda dari tahun ke tahun bagi pemerintah kota. Upaya penertiban bantaran

sungai merupakan salah-satu langkah untuk menjaga kelestarian dari pengkumuhan yang mengkhawatirkan, sehingga munculah konsep waterfront city. Arti dari waterfront city adalah kata yang diambil dari bahasa Inggris yang memiliki arti Kota yang berhadapan atau menghadap air. Lebih detail lagi, penjabaran watefront city berarti “Konsep pengembangan daerah tepian air baku itu tepi pantai, sungai ataupun danau.

Konsep ini berawal dari pemikiran seorang ‘urban visioner’ Amerika yaitu James Rouse di tahun 1970an. Saat itu, kota-kota bandar di Amerika mengalami proses pengkumuhan yang mengkhawatirkan. Kota Baltimore merupakan salah satunya. Karena itu penerapan visi James Rouse yang didukung oleh pemerintah setempat akhirnya mampu memulihkan kota dan memulihkan Baltimore dari resesi ekonomi yang dihadapinya. Dari kota inilah konsep pembangunan kota pantai/pesisir dilahirkan.

Pembangunan waterfront city ini sudah banyak diadopsi oleh banyak Negara di dunia. Di Indonesia contohnya Baywalk Mall Pluit di Jakarta, Sekitar Wilayah Pantai Losari di Makassar, Sungai Musi di Palembang, Pantai Bosnik dan Amai di Jayapura, Coastarina di Batam, dan masih banyak lainnya. Pembangunan waterfront city merupakan bagian elemen fisik kota yang sangat potensial untuk dikembangkan menjadi suatu kawasan yang hidup dan tempat berkumpul masyarakat. Pada dasarnya merupakan pembangunan pantai terpadu yang meliputi pembenahan, penataan dan pembangunan pantai, sebagai proses menangani masalah perkotaan yang jauh lebih besar. Seperti, penataan permukiman dipesisir pantai, penanganan masalah sampah, regulasi masalah pembuangan limbah serta masalah social yang menyangkut kondisi nelayan dan kondisi kesehatan masyarakat di sekitar pantai.

Berdasarkan sejarah perkembangannya, antara kota dan air, memiliki hubungan yang erat dan tak terpisahkan satu dengan yang lain. Keterkaitan antara kota dan air memunculkan konsep yang disebut waterfront city jelas bukan semata-mata kota di tepi air.

P

Page 81: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

69

Mungkin lebih tepat bila waterfront city diutarakan berupa pemukiman atau kota pada dan dimana lahan serta air mempunyai peran timbal balik .

Di negara maju perencanaan dan pembangunan waterfront city didasarkan pada berbagai konsep sesuai dengan kondisi sosio-kultur, kemampuan teknologi dan ekonomi, kebutuhan kotanya masing-masing serta memaksimalkan fungsi pembangunan yang diterapkan sehingga pembangunannya dapat berfungsi secara ekonomis dan efektif.

Adapun Kriteria Pembangunan waterfront city adalah sebagai berikut: 1. Berlokasi dan berada di tepi suatu wlayah perairan

yang besar (laut danau, sungai dan sebagainya). 2. Biasanya merupakan area pelabuhan

perdagangan, permukiman atau pariwisata 3. Memiliki fungsi-fungsi utama sebagai tempat

rekreasi, permukiman, industri, atau pelabuhan. 4. Dominan dengan pemandangan dan orientasi kea

rah perairan. 5. Pembangnannya dilakukan ke arah vertikal

horizontal.

Pantai Losari, Makassar

(Sumber: https://bit.ly/2m3V3rs)

Konsep Pembangunan waterfront city bertujuan untuk merevitalisasi, memperbaiki kehidupan masyarakat pantai, termasuk nelayannya. Pantai juga ditata kembali bagi kesejahteraan masyarakat, dengan memberdayakan keunggulan ekonomis dari pantai tersebut, seperti pariwisata, industri, pelabuhan, pantai untuk publik dan juga perumahan.

Berdasarkan tipe proyeknya, waterfront city dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu sebagai berikut:

1. Konservasi adalah penataan waterfront kuno atau lama yang masih ada sampai saat ini dan menjaganya agar tetap dinikmati masyarakat.

2. Pembangunan kembali (redevelopment) adalah upaya menghidupkan kembali funsi-fungsi waterfront lama yang sampai saat ini maish digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada.

3. Pengembangan (development) adalah usaha menciptakan waterfront yang memenuhi kebutuhan kota saat ini dan masa depan dengan cara mereklamasi pantai.

Baywalk Mall Pluit

(Sumber: https://bit.ly/2J2WBLg)

Berdasarkan fungsinya waterfront dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu sebagai berikut:

1. Mixed –used waterfront adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan, perkantoran, restoran, pasar rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayan.

2. Recreational waterfront, adalah semua kawasan waterfront yang menyediakan sarana-sarana dan prasarana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar.

3. Residential waterfront, adalah perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun di pinggir perairan.

4. Working waterfront, adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan.

Penerapan tiga aspek dalam waterfront development yaitu aspek sosial, ekonomi dan lingkungan jelas menunjukkan bahwa konsep ini adalah sebuah konsep yang menjunjung tinggi konsep Sustainable Development atau pembangunan berkelanjutan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan generasi masa

Page 82: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

70

kini tanpa mengorbankan generasi masa depan dalam memenuhi kebutuhannya di masa mendatang. Karena itu konsep ini perlu dan sangat penting untuk diterapkan di kota-kota di Indonesia sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan-permasalahan kependudukan dan lingkungan secara khusus Indonesia dan secara umum berdampak juga bagi kelestarian seluruh bumi ini.

Sungai Musi, Palembang

(Sumber: https://bit.ly/2MSNtvd)

Fenomena terkini dalam 5 tahun terakhir di awal tahun 2013 dan 2014 ini, Ibu kota Jakarta tergenang banjir. Tetapi beberapa daerah di Indonesia juga diterjal banjir dan tanah longsor, dan salah satu daerah bencana yang tergolong parah yaitu Kota Manado dan sekitarnya. Banjir yang beruntun ini berakibat pada kerusakan lingkungan, infrastruktur dan korban jiwa, sehingga menyebabkan terhambatnya berbagai aktivitas perekon omian dan transpotasi, yang berakibat korban dan kerugian sangat besar nilainya.

Pantai Bahu Mall, Manado

(Sumber: https://bit.ly/2KUiuBm)

Bencana tersebut dikarenakan perencanaan dan pembangunan tidak terpadu, akibat tidak seimbangnya kemampuan dan kecepatan pemerintah dalam

membangun prasarana kawasan dalam mengembangkan penataan kawasan perkotaan. Ketidak mampuan koordinasi sistem tata air perkotaan dalam mengendalikan banjir, salah satunya dikarenakan kurangnya koordinasi dalam pengelolaan sumber daya air khususnya pada daerah aliran sungai kurang ditangani secara holistik dan profesional, yang berakibat banjir di kawasan perkotaan. Hal ini dipicu oleh perilaku pengguna yang tidak peduli terhadap keberadaan fungsi sungai.

Sebuah penelitian dilakukan untuk merumuskan model pengembangan waterfront city sebagai alternatif penataan kawasan dalam menanggulangi banjir di perkotaan melalui peningkatan peran serta masyarakat, dengan melibatkan keterpaduan antar stakeholders terkait secara holistik dan berkelanjutan dengan pendekatan partisipatif. Rumusan model pengembangan waterfront city didasarkan pada metode panduan antara kajian laboratorium perencanaan dan perancangan tata ruang dan lingkungan perkotaan yang berbasis pada pendekatan mitigasi bencana, serta laboratorium sungai untuk penataan ulang tata air, tata ruang dan lingkungan sebagai perencanaan luapan aliran air dan area resapan yang ramah lingkungan.

Waterfront City di Balikpapan

(Sumber: https://bit.ly/2ueUoqL)

Pengembangan waterfront city, akan mempunyai dampak Positif terhadap masyarakat sekitar sungai, karena masyarakat sekitar dapat manfaat dari naiknya muka air tanah, sehingga dapat dipergunakan sebagai sarana rekreasi/wisata tirta, olahraga dan alternatif transportasi. Adapun fungsi utama waterfront city yaitu adanya kolam yang akan berfungsi sebagai retarding basin, yang akan meredam aliran banjir lokal sehingga

Page 83: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

71

berguna sebagai penampungan banjir sementara yang diharapkan dapat menjadi landasan dalam penerapan kebijakan, aturan dan pedoman, khususnya yang berkaitan dengan penataan kawasan yang humanis di daerah maupun perkotan.

Teluk Ambon

(Sumber: https://bit.ly/2ueUoqL)

Jayapura

(Sumber: https://bit.ly/2u0CVTS)

Di dalam Waterfront City dapat pula dikembangkan sebagai kawasan komersial, hiburan dan wisata. Dengan kondisi air yang baik dan tidak berbau maka kawasan tersebut terjamin akan banyak di singgahi pengunjung. Selain itu pula dapat juga dibangun area terbuka (plaza) di kawasan tersebut. waterfront dengan

konsep sebagai kawasan komersial dan hiburan ini pastinya akan sangat digemarai oleh masyarakat perkotaan. Sekaligus juga dapat meningkatkan pendapatan di daerah tersebut.

Tempat Rekreasi Berkonsep waterfront di Bogor

(Sumber: https://bit.ly/2KWgMMC)

Fungsi yang dihadirkan dalam konsep kota tepi air, haruslah melihat dan mempertimbangkan potensi serta mampu mewadahi kebutuhan dan kegiatan masyarakat kota setempat serta membutuhkan pengenalan akan karakteristik lingkungan tepi air agar tidak lepas dari penataan terhadap lingkungannya.

Dengan melihat kembali kepada isu dan permasalahan serta potensinya, maka mengantisipasi dampak kenaikan muka air laut di Tahun 2050 nanti, dapat diposisikan sebagai salah satu coastal isu yang perlu diantisipasi dalam mengembangkan waterfront city. Karena pada dasarnya waterfront city perlu dikelola sedemikian rupa untuk dapat menciptakan lingkungan kehidupan kota pesisir yang nyaman, aman dan berkelanjutan.

Penulis: Veronica Kusumawardhani, S.T.,M.Si.

Pejabat Fungsional Tata Bangunan dan Perumahan Pertama Direktorat Keterpaduan Infrastruktur Permukiman

Direktorat Jenderal Cipta Karya [email protected]

Dwi Citra Hapsari, S.Pd

Penelaah Jasa Konstruksi Balai Penerapan Teknologi Konstruksi

[email protected]

Sumber: _.2016. 5 Kota dengan konsep water front city terbaik di Indonesia. [Online]:Tersedia: diunduh:

http://trtb.pemkomedan.go.id/artikel-729--ini-dia-5-kota-dengan-konsep-water-front-city-terbaik-di-indonesia.html

_.2012. Konsep Pembangunan Waterfront Develpoment. [Online]:Tersedia: diunduh:http://rachmat-arsitektur.blogspot.com/2012/10/konsep-pembangunan-waterfront.html

_.2014. Konsep Waterfront City, solusi mengelola bantaran sungai. [Online]:Tersedia: diunduh:https://www.seputarsulut.com/konsep-waterfront-city-solusi-mengelolah-bantaran-sungai/

Rahmat, Adipati dan Dameria Panjaitan .2010. Jakarta Waterfront City. [Online]:Tersedia https://adipatirahmat.wordpress.com/2010/01/06/jakarta-waterfront-city/

Page 84: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

72

Bangunan Gedung Hijau, Cara Termurah Dalam Memperlambat Pemanasan Global (?)

iakui secara luas bahwa kegiatan manusia berkontribusi terhadap perubahan iklim. Bangunan adalah salah satu sektor paling

penting yang berkontribusi dalam peningkatan emisi gas rumah kaca. Hal ini dapat ditinggalkan jika semua orang harus bersama-sama menangani masalah tersebut. Bangunan gedung hijau adalah salah satu solusi terbaik untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Pemerintah Indonesia telah menetapkan peraturan untuk memperkuat konsep bangunan gedung hijau dan bersama dengan Green Building Council of Indonesia (GBCI) melakukan penilaian, pelatihan, dan kegiatan semacamnya dari bangunan gedung hijau untuk mendukung semua orang atau perusahaan di seluruh Indonesia. Ketakutan dari biaya bangunan gedung hijau yang mahal itu tidak berdasar. Misalnya, Bambu adalah bahan yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga bahannya sangat murah dan tersedia di Indonesia. Dengan bekerja sama dengan warga secara bersamaan untuk menciptakan lingkungan hijau, diharapkan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca atau setidaknya memperlambat pemanasan global.

PENDAHULUAN Saat ini, secara luas diakui bahwa kegiatan manusia berkontribusi terhadap perubahan iklim. Perubahan iklim merupakan ancaman bagi pembangunan berkelanjutan. Sementara implikasi penuh dari perubahan iklim tidak sepenuhnya dipahami, bukti ilmiah menunjukkan bahwa perubahan tersebut adalah faktor penyebab kenaikan permukaan laut, kekurangan pangan, kemiskinan, perubahan pola penyakit, kekurangan air yang parah, hilangnya hutan tropis, pencairan es kutub, banjir, dan kejadian-kejadian cuaca buruk lainnya. Banyak ahli di dunia sepakat bahwa selama beberapa dekade mendatang, dunia akan mengalami perubahan berbahaya dalam iklim, yang akan berdampak serius pada hampir setiap aspek kehidupan manusia. Laporan Kajian Keempat dari The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memperkirakan bahwa antara tahun 1970 dan 2004, Green House Gas (GHG) global akibat aktivitas manusia meningkat sebesar 70 persen. Kemudian, emisi tersebut meningkat yang lebih besar secara mutlak antara tahun 2000 dan 2010 yang secara langsung berasal dari sektor energi (47%), industri (30%), transportasi (11%), bangunan (3%), dan

secara tidak langsung didorong oleh kontribusi dari bangunan (12%) dan sektor industri (11% ) seperti dapat lihat pada grafik dibawah ini.

Total Emisi GHG Antroponik dari Sektor Ekonomi Tahun 2010

(Sumber: IPCC AR5, 2014)

Hal ini jelas terlihat dari gambar diatas bahwa sektor bangunan memiliki kontribusi signifikan terhadap perubahan iklim. Selain itu, diperkirakan bahwa saat ini, bangunan berkontribusi sebanyak sepertiga dari total emisi gas rumah kaca global, terutama melalui penggunaan bahan bakar fosil selama fase operasional. Wilayah tertinggi berkontribusi dalam peningkatan emisi CO2 (termasuk penggunaan listrik) untuk bangunan komersial berasal dari pengembangan Asia (30%), Amerika Utara (29%) dan OECD Pacific (18%), sedangkan peningkatan emisi CO2 regional terbesar untuk bangunan tempat tinggal berasal dari pengembangan Asia sebesar 42% dan Timur Tengah / Afrika Utara dengan 19%. Untuk mengatasi hal ini, salah satu solusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor bangunan adalah dengan menerapkan konsep bangunan gedung hijau. “Bangunan gedung hijau adalah praktek menciptakan struktur dan menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di seluruh siklus hidup bangunan dari penentuan lokasi hingga desain, konstruksi, operasi, pemeliharaan, renovasi dan dekonstruksi". Bangunan gedung hijau, baik bangunan komersial atau perumahan, telah diprakarsai oleh banyak orang atau perusahaan di seluruh dunia

D

Page 85: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

73

terutama di negara-negara maju selama beberapa dekade. Di negara-negara Amerika Utara, dengan membangun dan retrofit yang ada menjadi bangunan gedung hijau, mereka dapat mengurangi emisi gas rumah kaca hingga lebih dari 25 persen. Sebagai tambahannya Jonathan Westeinde, kepala eksekutif pengembang hijau, Windmill Development Group di Ottawa, Ontario, dan ketua CEC melaporkan status mengenai bangunan gedung hijau, "Ini adalah cara termurah, tercepat, dan paling signifikan untuk membuat lecutan dalam emisi gas rumah kaca, bangunan-bangunan tidak berada di radar pemerintah manapun, meskipun merupakan industri yang mewakili 35 persen emisi gas rumah kaca. Seiring dengan itu, berapa banyak tambahan biayanya selalu menjadi pertanyaan pertama dari seseorang yang baru mengenal konsep ini. Beberapa orang berpikir bahwa bangunan gedung hijau itu mahal. Beberapa material hijau, kiranya, mungkin tidak dapat segera tersedia di suatu wilayah. Biaya pengiriman dapat membuat material non-lokal jauh lebih mahal daripada produk tradisional.

Di Indonesia, persepsi orang tentang bangunan gedung hijau tetap sama, yaitu mahal. Itulah mengapa ada banyak bangunan yang masih menggunakan bahan yang kurang aman bagi lingkungan, selama bahan itu adalah stok yang ada dan mudah ditemukan. Faktanya, inventarisasi bahan ramah lingkungan sangat melimpah, seperti bambu atau bahan lain yang dapat digunakan kembali. Sebaliknya, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan juga menyatakan bahwa bangunan ramah lingkungan adalah bangunan yang memenuhi kriteria: bahan bangunan yang bersertifikat label ramah lingkungan dan menggunakan bahan lokal.

TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Bangunan Gedung Hijau di Indonesia.Konsep green building mulai dikenal di Indonesia pada tahun 2010, yang ditandai dengan diperkenalkannya sistem penilaian rating hijau pertama oleh Green Building Council of Indonesia (GBCI) pada tahun 2009, diikuti dengan penetapan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan. Dua tahun kemudian, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 38 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau. Selang 3 tahun berikutnya ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung Hijau.

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 08

Tahun 2010, bangunan ramah lingkungan (bangunan gedung hijau) adalah bangunan yang menerapkan prinsip lingkungan dalam desain, konstruksi, operasi, dan manajemen serta aspek-aspek penting dari manajemen dampak perubahan iklim. Sementara itu, dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 38 Tahun 2012 menyatakan bahwa bangunan gedung hijau adalah bangunan yang bertanggung jawab untuk lingkungan dan sumber daya yang efisien dari perencanaan, konstruksi, penggunaan, pemeliharaan, hingga dekonstruksi. Serta pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02 Tahun 2015 menjelaskan bahwa Bangunan Gedung Hijau adalah bangunan gedung yang memenuhi persyaratan bangunan gedung dan memiliki kinerja terukur secara signifikan dalam penghematan energi, air, dan sumber daya lainnya melalui penerapan prinsip bangunan gedung hijau sesuai dengan fungsi dan klasifikasi dalam setiap tahapan penyelenggaraannya.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2010 sebenarnya lebih difokuskan pada tiga lingkup: kriteria untuk bangunan ramah lingkungan, sertifikasi bangunan gedung hijau, dan registrasi lembaga sertifikasi bangunan ramah lingkungan. Salah satu kriteria adalah menggunakan bahan bangunan ramah lingkungan: bahan bangunan bersertifikat label ramah lingkungan dan menggunakan bahan lokal. Di sisi lain, Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 38 Tahun 2012 adalah peraturan wajib yang harus diikuti oleh semua bangunan yang berlokasi di Jakarta yang dengan persyaratan tertentu. Peraturan ini berlaku tidak hanya untuk bangunan baru tetapi juga untuk bangunan dalam masa konstruksi dan bangunan yang sudah ada. Salah satu pasal wajib yang terkait dengan penggunaan material adalah pemilihan jenis vegetasi alami di dalamnya dan / atau di gedung serta bagian luar bangunan yang dilakukan dengan pertimbangan memprioritaskan penggunaan vegetasi lokal. Lain halnya pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02 Tahun 2015 yang membahas meliputi prinsip bangunan gedung hijau bangunan gedung yang dikenakan persyaratan bangunan gedung hijau, persyaratan bangunan gedung hijau, penyelenggaraan bangunan gedung hijau, sertifikasi, pemberian insentif pada penyelenggaraan bangunan gedung hijau pembinaan; dan peran masyarakat. Seperti disebutkan di atas, sistem atau alat rating hijau pertama di Indonesia dikembangkan oleh Green Building Council of Indonesia (GBCI), yang diberi nama GREENSHIP. Setiap negara memiliki sistem rating sendiri, misalnya LEED - Amerika Serikat, Green Mark - Singapura, Green Star - Australia, atau Jepang –

Page 86: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

74

CASBEE. “Sistem rating adalah perangkat yang berisi butir-butir yang mengacu pada aspek penilaian rating dan setiap butir memiliki rating tertinggi (poin kredit / poin nilai) di mana sebuah gedung berhasil menerapkan poin rating, bangunan akan mendapatkan nilai poin dari tiap butir ketika jumlah semua nilai poin dikumpulkan untuk mencapai jumlah tertentu, maka bangunan dapat disertifikasi untuk tingkatan sertifikasi tertentu. Tetapi sebelum mencapai tahap pertama penilaian rating dilakukan penilaian bangunan untuk penilaian kelayakan diawal (kelayakan)." GREENSHIP Bangunan Baru Versi 1.1 Greenship sebagai sistem penilaian dibagi menjadi enam aspek sebagai berikut: 1. Pemanfaatan Lahan yang Tepat (Appropriate Site

Development/ ASD); 2. Efisiensi Energi & pendingin (Efficiency Energy &

Refrigerant / EER); 3. Konservasi Air (Water Conservation / WAC); 4. Sumber & Siklus Material (Materials & Cycle

Resources / MRC); 5. Kualitas Udara & Kenyamanan Udara (Water Indoor

Health & Comfort / IHC); 6. Bangunan & Manajemen Lingkungan (Building &

Enviroment Management). Terkait dengan penggunaan material (aspek ke 4 diatas), sub-aspek dinilai oleh GREENSHIP: 1. Refrigeran Mendasar; 2. Penggunaan Kembali Bahan Bangunan; 3. Bahan Ramah Lingkungan; 4. Penggunaan Non-ODS 5. Kayu Bersertifikat 6. Material Pre-Fabrikasi 7. Material Regional.

Keuntungan Bangunan Gedung Hijau

(PT. PP (Persero), 2014) Berdasarkan Gambar tersebut, terdapat tiga manfaat

yang berasal dari Bangunan Gedung Hijau: 1. Lingkungan:

a. Pengurangan emisi; b. Konservasi air; c. Pengelolaan air semburan; d. Moderasi suhu; e. Pengurangan limbah.

2. Ekonomi: a. Penghematan energi & air; b. Meningkatkan nilai properti; c. Turunnya tekanan infrastruktur; d. Meningkatkan kehadiran karyawan; e. Meningkatkan produktivitas karyawan.

3. Sosial a. Peningkatan Kesehatan b. Gaya Hidup Sehat dan Rekreasi

ANALISIS DAN KESIMPULAN Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2010 telah secara tegas menyatakan keberpihakan pada material lokal untuk pembangunan bangunan gedung hijau. Hal ini menunjukkan bahwa untuk memenuhi bangunan gedung hijau dengan biaya rendah pada dasarnya didukung oleh pemerintah. Selain itu, Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 38 Tahun 2012 juga telah menyatakan untuk menggunakan tumbuh-tumbuhan lokal, meskipun belum disebutkan tentang penggunaan material lokal. Selain itu, GREENSHIP Bangunan Baru Versi 1.1 oleh GBCI juga telah menyatakan dengan jelas dalam sub aspek dari aspek 4 yang menggunakan materi yang dapat digunakan kembali dan material lokal / regional akan menjadi nilai tambah. Hingga saat ini, GBCI adalah satu-satunya lembaga yang secara resmi terdaftar oleh pemerintah untuk melakukan penilaian bangunan gedung hijau di Indonesia. Oleh karena itu, penilaian untuk menegakkan baik perusahaan atau individu untuk menggunakan material lokal atau bukan tidak mungkin menggunakan kembali bahan yang murah. Sebagai contoh sebuah bambu. Bambu tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga bahannya sangat murah dan tersedia di Indonesia. Dengan mengolahnya, hasilnya bahkan dapat digunakan untuk membantu orang miskin agar memiliki tempat tinggal yang layak dan nyaman. Walaupun bukan berarti rumah bambu menjadi simbol masyarakat yang terpinggirkan, karena pada dasarnya bambu adalah material yang sangat berestetika, sehingga sangat relevan untuk menambah estetika rumah. Namun, seolah-olah program bangunan gedung hijau dapat diterapkan di pasar lokal di seluruh Indonesia, pemasok produk bangunan gedung hijau akan datang ke area tersebut untuk memenuhi

Page 87: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

75

permintaan baru. Dengan volume penggunaan material hijau yang lebih besar, harga bisa turun. Namun, bangunan gedung hijau atau penghematan energi akan membuat biaya awal lebih mahal, tetapi ketika peningkatan energi diterapkan, biaya tersebut benar-benar akan menjadi investasi yang baik, karena uang yang dibelanjakan untuk peningkatan energi akan mengurangi tagihan utilitas bulanan. Lebih jauh lagi, ini akan menghasilkan laba atas investasi untuk peningkatan hal lain. Bangunan adalah salah satu kontributor paling signifikan terhadap emisi Greenhouse Gas (GHG) yang menyebabkan perubahan iklim. Lingkungan pembangunan dapat memberikan kontribusi penting untuk pencegahan perubahan iklim sambil menyediakan tempat yang lebih layak huni. Bangunan gedung hijau adalah salah satu solusi terbaik untuk memperlambat pemanasan global, karena diharapkan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Ketakutan terhadap biaya bangunan gedung hijau yang mahal tidaklah berdasar, karena pemerintah telah mendorong warganya untuk menggunakan material lokal atau penggunaan kembali material untuk membangun lingkungan hijau.

Untuk menjaga pembangunan berkelanjutan, pemerintah dan warganya harus secara bersamaan menerapkan jenis konsep pembangunan hijau apa pun

yang dapat diandalkan, termasuk bangunan gedung hijau. Kombinasi kebijakan pemerintah dan warga akan diharapkan secara efektif meningkatkan pengurangan gas rumah kaca secara signifikan.Namun, seolah-olah program bangunan gedung hijau dapat diterapkan di pasar lokal di seluruh Indonesia, pemasok produk bangunan gedung hijau akan datang ke area tersebut untuk memenuhi permintaan baru. Dengan volume penggunaan material hijau yang lebih besar, harga bisa turun. Namun, bangunan gedung hijau atau penghematan energi akan membuat biaya awal lebih mahal, tetapi ketika peningkatan energi diterapkan, biaya tersebut benar-benar akan menjadi investasi yang baik, karena uang yang dibelanjakan untuk peningkatan energi akan mengurangi tagihan utilitas bulanan. Lebih jauh lagi, ini akan menghasilkan laba atas investasi untuk peningkatan hal lain.

Penulis:

Rezza Munawir Manik, ST, MT, MMG. Kepala Seksi Perencanaan dan Kerja Sama

Balai Penerapan Teknologi Konstruksi Direktorat Jenderal Bina Konstruksi

[email protected]

Zamrud M.Yusuf Gustian, ST. Penelaah Jasa Konstruksi

Balai Penerapan Teknologi Konstruksi [email protected]

Sumber: EPA. (9 Oktober 2014). Green Building: Basic Information. Diperoleh 23 Desember 2014,

dari US Environmental Protection Agency: http://www.epa.gov/greenbuilding/ pubs/about.htm

GBCI. (2014). Rating Tools. Diperoleh 23 Desember 2014, dari Green Building Council Indonesia: http://www.gbcindonesia.org/2012-08-01-03-25-31/2012-08-02-03-43-34/ rating-tools

IPCC AR4. (2007). Climate Change 2007: Synthesis Report. Diperoleh 22 Desember 2014, dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC): http://www.ipcc.ch/pdf/ assessment-report/ar4/syr/ar4_syr.pdf

IPCC AR5. (2014). Climate Change 2014: Synthesis Report. Diperoleh December 22, 2014, from Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC): http://www.ipcc.ch/ report/ar5/syr/

ITS. (27 September 2013). Konferensi Arsitektur Hijau, Hadirkan Pakar Internasional. Diperoleh December 23, 2014, from Institut Teknologi Sepuluh November: https:// www.its.ac.id/berita/12513/id

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan

Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 08 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung Hijau

PT. PP (Persero). (2014). Penerapan Green Construction. Penerapan Green Construction.

Scientific American. (17 Maret 2008). Green Buildings May Be Cheapest Way to Slow Global Warming. United States of America. Diperoleh 23 Desember 2014, dari Scientific American: http://www.scientificamerican.com/article/green-buildings-may-be-cheapest-way-to-slow-global-warming/

UNEP SBCI. (2009). Buildings and Climate Change: Summary for Decision Makers. Diperoleh 22 Desember 2014, dari UNEP Sustainable Buildings & Climate Initiative: http://www.unep.org/SBCI/pdfs/SBCI- BCCSummary.pdf

Page 88: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

76

MENGELOLA PERKOTAAN BELAJAR DARI KEBANGKITAN KOTA PORTLAND erdapat beberapa kota di dunia yang pernah mengalami masa-masa sulit dalam perkembangannya hingga hari ini, ada yang

mampu bertahan kemudian bangkit, namun ada juga yang justru bangkrut dan menjadi kota yang ditinggalkan oleh penduduknya. Oleh karenanya, tata kelola perkotaan yang didasari dari perencanaan yang efektif menjadi penting dipahami oleh stakeholder perkotaan agar pengambilan keputusan dapat dapat tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan dari kota itu sendiri. Selain itu, pemikiran yang inovatif dan melibatkan partisipasi aktif publik dalam mengelola kota menjadi hal yang tidak kalah penting dan mutlak untuk dimiliki oleh kota-kota di dunia sehingga kota mampu bertahan dalam perubahan-perubahan yang begitu cepat maupun dalam hal persaingan global.

Portland merupakan sebuah kota yang terletak di sebelah barat Amerika Serikat, yaitu negara bagian Oregon. Berdasarkan data yang diambil dari US Census (2018), Kota Portland merupakan kota terpadat di Oregon dengan populasi penduduk mencapai 647.805 jiwa pada tahun 2017 dan luasan sebesar 376,5 km2. Trend pertumbuhan penduduk rata-rata kota Portland bila dilihat berdasarkan data sejak tahun 1950 adalah sebesar 5,82% meskipun pada periode tahun 1960 dan 1980 tingkat pertumbuhannya sempat turun sampai -3,11% namun hal itu tidak bertahan lama. Saat ini kota Portland dikenal sebagai salah satu kota dengan inovasi perkotaan terbaik di dunia dan menjadi kota yang layak huni atau livable city. Hampir seluruh penduduk kota Portland gemar menaiki kendaraan umum, berjalan kaki, ataupun bersepeda dalam aktivitas mobilisasi setiap harinya. Budaya tersebut tentunya tidak lahir begitu saja, ada proses panjang dalam pembentukan budaya tersebut. Komitmen pemerintah yang memprioritaskan penyediaan infrastruktur transportasi umum yang nyaman dan aman menjadi alasan dan dapat dikatakan sebagai awal terbentuknya budaya masyarakat kota tersebut. Kota Portland memiliki jembatan khusus yang diperuntukkan bagi pengguna sepeda dan pejalan kaki pertama di dunia. Kota ini juga memiliki pilihan moda transportasi umum yang beragam seperti bus, sepeda kota, kereta atau streetcar, dan juga kereta gantung. Selain itu Kota Portland merupakan kota yang memiliki gedung-gedung ramah lingkungan terbanyak di AS. Selain itu Kota Portland merupakan kota yang memiliki

gedung-gedung raamah lingkungan terbanyak di AS, serta taman publik terluas yaitu sebesar 400 hektar.

Dalam hal penggunaan energi, sebesar 33% sumber listrik Kota Portland tidak mengandalkan energi fossil namun berasal dari energi-energi ramah lingkungan terbarukan.

Tata Guna Lahan Kota Portland

(Sumber: http://www.oregonmetro.gov/tools-partners/grants-and-resources/transit-oriented-development-program)

Apa yang saat ini dimiliki oleh Kota Portland, pencapaiannya terbentuk dari perbaikan kesalahan catatan kelam masa lalu yang pernah dialami kota ini sampai hampir mengalami kejatuhan dan ditinggalkan oleh penduduknya. Dimulai pada periode tahun 1940-1960an, era industrialisasi berkembang sangat pesat di AS. Arah perkembangan Kota Portland cenderung lebih memprioritaskan perkembangan industri. Pembungan industri yang sangat masif di kawasan pusat kota berdampak pada penurunan kualitas lingkungan kota. Tingginya dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas industri di kawasan pusat Kota Portland seperti polusi udara, pencemaran air, dan suara menjadikan kawasan pusat kota perlahan ditinggalkan oleh penduduknya karena lebih memilih untuk tinggal di kawasan pinggiran kota (sub-urban). Kawasan pusat kota tidak lebih hanya menjadi jalan-jalan sepi dan “lahan parkir” tanpa ada aktivitas lain selain industri. Fasilitas perbelanjaan serta fasilitas perkotaan lainnya tumbuh dan berkembang di pinggiran kota. Selang waktu beberapa tahun pusat Kota Portland hanya menjadi sarana keluar-masuk menuju pinggiran kota dan lebih dari satu juta orang setiap tahunnya menjadi kaum commuter dengan jarak sampai 40 mil setiap harinya. Masyarakat melakukan aktivitas

T

Page 89: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

77

MENGELOLA PERKOTAAN BELAJAR DARI KEBANGKITAN KOTA PORTLAND erdapat beberapa kota di dunia yang pernah mengalami masa-masa sulit dalam perkembangannya hingga hari ini, ada yang

mampu bertahan kemudian bangkit, namun ada juga yang justru bangkrut dan menjadi kota yang ditinggalkan oleh penduduknya. Oleh karenanya, tata kelola perkotaan yang didasari dari perencanaan yang efektif menjadi penting dipahami oleh stakeholder perkotaan agar pengambilan keputusan dapat dapat tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan dari kota itu sendiri. Selain itu, pemikiran yang inovatif dan melibatkan partisipasi aktif publik dalam mengelola kota menjadi hal yang tidak kalah penting dan mutlak untuk dimiliki oleh kota-kota di dunia sehingga kota mampu bertahan dalam perubahan-perubahan yang begitu cepat maupun dalam hal persaingan global.

Portland merupakan sebuah kota yang terletak di sebelah barat Amerika Serikat, yaitu negara bagian Oregon. Berdasarkan data yang diambil dari US Census (2018), Kota Portland merupakan kota terpadat di Oregon dengan populasi penduduk mencapai 647.805 jiwa pada tahun 2017 dan luasan sebesar 376,5 km2. Trend pertumbuhan penduduk rata-rata kota Portland bila dilihat berdasarkan data sejak tahun 1950 adalah sebesar 5,82% meskipun pada periode tahun 1960 dan 1980 tingkat pertumbuhannya sempat turun sampai -3,11% namun hal itu tidak bertahan lama. Saat ini kota Portland dikenal sebagai salah satu kota dengan inovasi perkotaan terbaik di dunia dan menjadi kota yang layak huni atau livable city. Hampir seluruh penduduk kota Portland gemar menaiki kendaraan umum, berjalan kaki, ataupun bersepeda dalam aktivitas mobilisasi setiap harinya. Budaya tersebut tentunya tidak lahir begitu saja, ada proses panjang dalam pembentukan budaya tersebut. Komitmen pemerintah yang memprioritaskan penyediaan infrastruktur transportasi umum yang nyaman dan aman menjadi alasan dan dapat dikatakan sebagai awal terbentuknya budaya masyarakat kota tersebut. Kota Portland memiliki jembatan khusus yang diperuntukkan bagi pengguna sepeda dan pejalan kaki pertama di dunia. Kota ini juga memiliki pilihan moda transportasi umum yang beragam seperti bus, sepeda kota, kereta atau streetcar, dan juga kereta gantung. Selain itu Kota Portland merupakan kota yang memiliki gedung-gedung ramah lingkungan terbanyak di AS. Selain itu Kota Portland merupakan kota yang memiliki

gedung-gedung raamah lingkungan terbanyak di AS, serta taman publik terluas yaitu sebesar 400 hektar.

Dalam hal penggunaan energi, sebesar 33% sumber listrik Kota Portland tidak mengandalkan energi fossil namun berasal dari energi-energi ramah lingkungan terbarukan.

Tata Guna Lahan Kota Portland

(Sumber: http://www.oregonmetro.gov/tools-partners/grants-and-resources/transit-oriented-development-program)

Apa yang saat ini dimiliki oleh Kota Portland, pencapaiannya terbentuk dari perbaikan kesalahan catatan kelam masa lalu yang pernah dialami kota ini sampai hampir mengalami kejatuhan dan ditinggalkan oleh penduduknya. Dimulai pada periode tahun 1940-1960an, era industrialisasi berkembang sangat pesat di AS. Arah perkembangan Kota Portland cenderung lebih memprioritaskan perkembangan industri. Pembungan industri yang sangat masif di kawasan pusat kota berdampak pada penurunan kualitas lingkungan kota. Tingginya dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas industri di kawasan pusat Kota Portland seperti polusi udara, pencemaran air, dan suara menjadikan kawasan pusat kota perlahan ditinggalkan oleh penduduknya karena lebih memilih untuk tinggal di kawasan pinggiran kota (sub-urban). Kawasan pusat kota tidak lebih hanya menjadi jalan-jalan sepi dan “lahan parkir” tanpa ada aktivitas lain selain industri. Fasilitas perbelanjaan serta fasilitas perkotaan lainnya tumbuh dan berkembang di pinggiran kota. Selang waktu beberapa tahun pusat Kota Portland hanya menjadi sarana keluar-masuk menuju pinggiran kota dan lebih dari satu juta orang setiap tahunnya menjadi kaum commuter dengan jarak sampai 40 mil setiap harinya. Masyarakat melakukan aktivitas

T

pulang-pergi dari pinggiran kota untuk bekerja menuju kantor, pabrik atau tempat bisnis dan kembali ke pinggiran kota untuk kembali ke rumah. Akibatnya pada waktu non-kerja, yakni sore hingga malam hari kondisi pusat kota menjadi sepi dan mati. Perencanaan yang tidak mempertimbangkan aktivitas lain perkotaan pada akhirnya merusak tatanan kota Portland dan menjadikannya sebagai kota sangat semrawut.

Beberapa permasalahan kota di Portland sampai pada periode tahun 1960, antara lain:

Kemacetan, disebabkan oleh tingginya aktivitas commuter penduduk sub-urban dengan kendaraan pribadi.

Urban sprawl, penataan kota yang tidak berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang optimal menyebabkan tidak adanya regulasi ruang. Permukiman tumbuh secara tidak teratur dan tidak diiringi dengan penyediaan infrastruktur penunjang aktivitas.

Isolasi lansekap, disebabkan karena perpindahan penduduk dari kawasan pusat kota ke kawasan sub-urban. Kawasan pusat kota hanya berfungsi sebagai kawasan industri yang terkesan terisolasi dari lingkungan luar terkesan semu.

Kota Portland Tahun 1964

(Sumber: Portland Oregon Government, 2018)

Namun dimulai pada sekitar tahun 1970an, Thomas William Lawson McCall atau yang lebih dikenal Tom McCall dengan visi dan komitmen pembangunan yang terencana berusaha untuk mewujudkan kota yang berkelanjutan dengan mengembalikan tatanan kota sebagaimana fungsinya. Transformasi Kota Portland diawali dengan melembagakan sistem perencanaan penggunaan lahan perkotaan, melibatkan pihak-pihak ahli dan masyarakat yang memiliki visi yang sama untuk mewujudkan livable city. Penataan kawasan tahap pertama dilakukan dengan mengembalikan dan mengoptimalkan fungsi lanskap perdesaan sebagai kawasan pertanian dan hutan. Kemudian sepanjang tahun 1970, pemerintah kota kembali menunjukkan

komitmennya untuk menghidupkan Portland kembali. Permasalahan kemacetan menjadi fokus yang ingin diselesaikan pada tahap ini. Pemerintah sangat memahami bahwa pembangunan jalan bukan solusi yang tepat karena hanya akan bersifat sementara. Oleh karenanya, pemerintah mengambil langkah alternatif dan berani dengan mengalihkan anggaran pembangunan jalan raya untuk membangun moda transportasi publik. Tujuannya agar penduduk kota mau meninggalkan mobilnya di rumah dan beralih dari menggunakan moda transportasi pribadi menjadi moda transportasi umum. Melalui konsep transit oriented development (tod), Kota Portland membangun layanan infrastruktur transportasi umum yang terintegrasi dan dapat diakses ke seluruh wilayah kota. Adapun infrastruktur yang dibangun antara lain; bus, streetcar; lightrail, commuter rail; aerial tram; pedestrian ways; dan cycling path.

a. Bus

Bus Portland

(Sumber: Portland A Sense of Place, 2014)

Terdapat kurang lebih 93 bus dengan frekuensi kedatangan bus yang sudah pasti (sudah ditentukan jadwalnya). Pemberhentian bus juga sudah diatur, yakni biasanya berjarak satu blok dari perumahan masyarakat.

b. Street car

Street Car Portland

(Sumber: Portland A Sense of Place, 2014)

Page 90: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

78

Streetcar beroperasi sejak tahun 2001, dan mampun mengangkut 10.000 penumpang tiap hari. Selain dapat mengangkut banyak masa dan menjadi sarana transportasi yang efektif, streetcar juga membantu meningkatkan perekonomian sepanjangan jalur yang dilintasi oleh streetcar dan meningkatkan nilai properti lahan sepanjang jalur lintasan streetcarAdapun proses pembuatan streetcar sendiri melalui proses panjang terkait permohonan persetujuan antara pihak pembuat streetcar dengan pemilik toko-toko yang berada di depan rencana jalur streetcar.

Pada awalnya, pihak pemilik toko-toko di depan rencana jalur streetcar keberatan terhadap pembangunan jalur streetcar yang dikhawatirkan akan mematikan aktivitas jual-beli di toko-toko tersebut. Pada akhirnya pihak pembuat streetcar menjanjikan proses pembuatan jalur streetcar hanya dilakukan dan diselesaikan selama seminggu dan setelah itu toko-toko mereka akan memiliki nilai ekonomi berkali-kali lebih besar dari awalnya dan pemiliki toko-toko pun akhirnya menyetujui hal tersebut. Adapun setelah pembangunan jalur streetcar selesai dan streetcar mulai beroperasi, toko-toko sepanjang jalur streetcar semakin ramai dan bahkan harga properti naik hingga empat kali lebih besar dibandingkan dengan harga awal.

c. Light Rail

Light Rail Portland

(Sumber: Portland A Sense of Place, 2014)

Light Rail adalah sarana transportasi dengan jalur rel dengan 84 stasiun dan jalur dengan panjang 52 mill yang mengkoneksikan Kota Portland, bandara, dan wilayah di sekitarnya. Light Rail terbilang efisien, karena mampu mengkoneksikan pusat kota dan pinggiran kota. Waktu keberangkatan dari Light Rail juga sudah ditentukan, yakni setiap 15 menit sekali setiap hari.

d. Commuter Line

Light Rail Portland

(Sumber: Portland A Sense of Place, 2014)

Commuter Rail merupakan sarana transportasi dengan jalur rel dengan panjang jalur 14.7 mill yang lebih difungsikan untuk commuter dari pusat kota ke pinggiran kota dan sebaliknya.

e. Aerial Tram

Aerial Tram Portland

(Sumber: Portland A Sense of Place, 2014)

The Portland Aerial Tram merupakan jalur komuter via udara yang kedua di United States setelah aerial tram di Kota New York. Aerial Tram adalah salah satu sarana transportasi di Kota Portland yang mengangkut penumpang dari bagian utara kota, yakni yang berdekatan dengan sungai dan di bukit Marquam. Aerial Tram pada awalnya ditujukan untuk menghubungkan kampus yang berada di lokasi yang berjauhan, yakni di bagian bawah Kota Portland dan Kampus Oregon Health & Science University (OHSU) campus yang berada di lingkungan bukit Marquam. Aerial Tram mampu mengangkut penumpang hanya dalam waktu hitungan menit, yakni kurang lebih 4-5 menit. Aerial Tram memiliki kelebihan berupa efisiensi waktu perjalanan, tidak memberi dampak lingkungan berupa polusi udara maupun polusi suara, dan memberikan pemandangan yang indah bagi penumpang, karena dengan Aerial Tram penumpang dapat melihat lansekap kota Portland.

f. Pedestrian Ways Di bagian pusat kota, yakni di kawasan efektif Kota Portland, pejalan kaki adalah penumpang kelas pertama. Adapun yang dimaksud dengan penumpang kelas pertama adalah pejalan kaki memiliki kemudahan yang

Page 91: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

79

Streetcar beroperasi sejak tahun 2001, dan mampun mengangkut 10.000 penumpang tiap hari. Selain dapat mengangkut banyak masa dan menjadi sarana transportasi yang efektif, streetcar juga membantu meningkatkan perekonomian sepanjangan jalur yang dilintasi oleh streetcar dan meningkatkan nilai properti lahan sepanjang jalur lintasan streetcarAdapun proses pembuatan streetcar sendiri melalui proses panjang terkait permohonan persetujuan antara pihak pembuat streetcar dengan pemilik toko-toko yang berada di depan rencana jalur streetcar.

Pada awalnya, pihak pemilik toko-toko di depan rencana jalur streetcar keberatan terhadap pembangunan jalur streetcar yang dikhawatirkan akan mematikan aktivitas jual-beli di toko-toko tersebut. Pada akhirnya pihak pembuat streetcar menjanjikan proses pembuatan jalur streetcar hanya dilakukan dan diselesaikan selama seminggu dan setelah itu toko-toko mereka akan memiliki nilai ekonomi berkali-kali lebih besar dari awalnya dan pemiliki toko-toko pun akhirnya menyetujui hal tersebut. Adapun setelah pembangunan jalur streetcar selesai dan streetcar mulai beroperasi, toko-toko sepanjang jalur streetcar semakin ramai dan bahkan harga properti naik hingga empat kali lebih besar dibandingkan dengan harga awal.

c. Light Rail

Light Rail Portland

(Sumber: Portland A Sense of Place, 2014)

Light Rail adalah sarana transportasi dengan jalur rel dengan 84 stasiun dan jalur dengan panjang 52 mill yang mengkoneksikan Kota Portland, bandara, dan wilayah di sekitarnya. Light Rail terbilang efisien, karena mampu mengkoneksikan pusat kota dan pinggiran kota. Waktu keberangkatan dari Light Rail juga sudah ditentukan, yakni setiap 15 menit sekali setiap hari.

d. Commuter Line

Light Rail Portland

(Sumber: Portland A Sense of Place, 2014)

Commuter Rail merupakan sarana transportasi dengan jalur rel dengan panjang jalur 14.7 mill yang lebih difungsikan untuk commuter dari pusat kota ke pinggiran kota dan sebaliknya.

e. Aerial Tram

Aerial Tram Portland

(Sumber: Portland A Sense of Place, 2014)

The Portland Aerial Tram merupakan jalur komuter via udara yang kedua di United States setelah aerial tram di Kota New York. Aerial Tram adalah salah satu sarana transportasi di Kota Portland yang mengangkut penumpang dari bagian utara kota, yakni yang berdekatan dengan sungai dan di bukit Marquam. Aerial Tram pada awalnya ditujukan untuk menghubungkan kampus yang berada di lokasi yang berjauhan, yakni di bagian bawah Kota Portland dan Kampus Oregon Health & Science University (OHSU) campus yang berada di lingkungan bukit Marquam. Aerial Tram mampu mengangkut penumpang hanya dalam waktu hitungan menit, yakni kurang lebih 4-5 menit. Aerial Tram memiliki kelebihan berupa efisiensi waktu perjalanan, tidak memberi dampak lingkungan berupa polusi udara maupun polusi suara, dan memberikan pemandangan yang indah bagi penumpang, karena dengan Aerial Tram penumpang dapat melihat lansekap kota Portland.

f. Pedestrian Ways Di bagian pusat kota, yakni di kawasan efektif Kota Portland, pejalan kaki adalah penumpang kelas pertama. Adapun yang dimaksud dengan penumpang kelas pertama adalah pejalan kaki memiliki kemudahan yang

tinggi untuk melakukan pergerakan. Pejalan kaki tidak perlu menekan tombol untuk menyeberang di persimpangan jalan, bahu jalan yang lebar untuk pejalan kaki, persimpangan yang diatur sedemikian rupa sehingga cukup ada waktu untuk menyeberang jalan, dan adanya peraturan umum bahwa pejalan kaki merupakan pihak yang paling diutamakan.

g. Cycling Path Kota Portland juga menyediakan jalur bersepeda untuk memenuhi kebutuhan para pengguna sepeda. Jalur sepeda di Kota Portland juga terkoneksi ke seluruh bagian kota, sehingga pengguna sepeda dapat menjangkau seluruh bagian Kota Portland. Jalur sepeda di Portland juga dimaksudkan untuk mendukung transit oriented development, di mana pengguna sepeda dapat mengganti moda transportasi dari sepeda ke moda transportasi lainnya yang disediakan oleh Portland. Adapun untuk sepeda yang digunakan di awal waktu dapat diparkir ke tempat parkir sepeda yang juga sudah disediakan oleh Portland. Sistem transportasi Portland dengan konsep transit oriented system yang diwujudkan dengan penyediaan berbagai moda transportasi menjadikan Portland sebagai kota dengan aksesibilitas yang menjadi acuan sistem transportasi bagi kota-kota lain. Hal tersebut dapat dilihat dari panjang perjalanan di Portland yang lebih pendek daripada kebanyakan tempat lain di Amerika.

Cycling Path Portland

(Sumber: Portland A Sense of Place, 2014)

Adapun untuk mendukung terwujudnya ‘transit oriented development’, selain penyediaan sistem transportasi, Portland juga menyediakan rumah yang terjangkau (affordable housing). Portland telah membangun 3000 rumah terjangkau. Pembangunan rumah terjangkau tersebut dimaksudkan untuk menyediakan hunian yang

murah untuk masyarakat menengah ke bawah dan mempermudah mobilitas masyarakat tersebut, karena rumah terjangkau tersebut berada di dekat simpul-simpul sistem transportasi yang ada di Portland. Adapun melalui Portland Development Comission, 30% dana yang digunakan di kota dan desa akan digunakan untuk penyediaan rumah terjangkau. Inovasi transportasi umum yang diberikan oleh pemerintah kota dalam bertransformasi menjadi kota yang futuristik dan livable menjadikan Kota Portland sebagai role model tata kelola perkotaan bagi kota-kota di AS. Selain merupakan kota yang memiliki rata-rata jarak tempuh kendaraan pribadi terpendek, Portland juga merupakan kota yang memiliki tingkat pertumbuhan kendaraan pribadi yang cenderung lebih stabil dibandingkan pertumbuhan kendaraan pribadi pada kota-kota di AS yang memiliki ukuran dan karakteristik yang sama. Pada dasarnya kemudahan dan keterjangkauan pada jarak merupakan kecenderungan yang paling mempengaruhi preferensi masyarakat Portland dalam pemilihan moda transportasinya, oleh karenanya dalam menyediakan infrastruktur perkotaan, pemerintah Kota Portland mengutamakan prinsip aksesibilitas sebagai kekuatannya. Prinsip ini diimplementasikan melalui perencanaan sistem jaringan transportasi umum yang terjangkau ke seluruh wilayah Portland. Dari perjalanan panjang kota Portland ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kemudahan dan keterjangkauan pada jarak merupakan kecenderungan yang paling mempengaruhi preferensi masyarakat dalam pemilihan moda. Konsep perencanaan transpoerrtasi umum dasar seperti Light rail dan bus kota yang saling terintegrasi dengan jaringan jalan pada akhirnya akan mampu membangun budaya dan peralihan pola perjalanan penduduk kota. Selain penyediaan moda, pemerintah juga harus mengutamakan para pejalan kaki dengan penyediaan jalur pedestrian yang aman dan nyaman. Hasil dari pola pikir yang mengutamakan prinsip aksesibilitas tersebut kini dapat dilihat dampaknya pada Kota Portland.

Penulis: Godlive H I Sitorus, S.P.W.K

Penelaah Perencanaan Wilayah dan Kota Balai Penerapan Teknologi Konstruksi

[email protected] Sumber:

Decena, M. (Director). (2014). Portland A Sense of Place [Motion Picture]

Portland Oregon Government. (2018). Archives & Records Management. Retrieved from The City of Portland Oregon: https://www.portlandoregon.gov/archives/article/24798

Rose, J., & Schmidt, B. (2010, March 9). When will WES prove itself? Tri-Met's Wilsonville-to-Beaverton commuter rail still suffering growing pains. Retrieved from Oregon Live: https://www.oregonlive.com/washingtoncounty/index.ssf/2010/03/when_will_wes_prove_itself_tri.html

US Census. (2018). Portland, Oregon Population 2018. Retrieved from World Population Review : http://worldpopulationreview.com/us-cities/portland-population/

Page 92: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

80

ASPEK PEMBANGUNAN KERETA CEPAT Transportasi merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh negara-negara yang telah maju dan juga oleh negara-negara yang berkembang. Seperti di negara Indonesia dalam bidang transportasi perkotaan maupun transportasi antar kota dapat tercipta suatu sistem transportasi yang menjamin pergerakan manusia/ barang secara lancar, aman, dan nyaman yang juga merupakan tujuan dari sektor perhubungan (transportasi), karena sistem transportasi yang efisien merupakan salah satu prasyarat untuk kelangsungan pelaksanaan pembangunan.

Kereta Cepat

(Sumber: https://www.matakota.id)

Prasarana sistem jaringan transportasi adalah jaringan prasarana dasar yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi. Sistem jaringan dan sistem pergerakan inilah yang dapat dijadikan dasar peramalan kebutuhan. Tentu hal tersebut tidak terlepas dari pengaruh antara sarana dan prasarana saling berkaitan satu sama lain sehingga dapat menunjang kegiatan pergerakan antara orang satu dengan yang lain, apalagi jika sarana sudah mendukung namun prasarananya tidak, maka tetap saja akan menimbulkan masalah, begitu pun sebaliknya.

Transportasi mempunyai peranan penting dalam berbagai hal dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, pengembangan wilayah, menghubungkan antar wilayah di Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusantara termasuk salah satu moda transportasi tersebut adalah perkeretaapian. Sistem transportasi nasional memiliki karakteristik pengangkutan secara massal dan memiliki keunggulan tersendiri, yang tidak dapat dipisahkan dari moda transportasi lain.

Perkeretapian ini perlu dikembangkan potensinya dan ditingkatkan peranannya sebagai penghubung antar wilayah, baik nasional maupun internasional, untuk menunjang, mendorong, serta menggerakkan pembangunan nasional guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Diperlukan spesifik infrastruktur tanah untuk dijalankan dan dipeliharanya sistem kerta cepat ini, tetapi tetap memperhatikan penggunaan lahan yang efisien. Rel kereta merupakan sistem penyedia lajur. Dengan mengendalikan kereta dapat berjalan langsung ketujuan, sistem lajur ini membiarkan kereta berjalan dengan sangat cepat. Dengan kata lain, berarti kereta api tidak dapat mengambil alih satu sama lain.

Low grip (genggagam tingkat rendah) adalah kontak roda baja pada rel baja. Saat kereta meluncur di lintasan, grip tersebut mudah untuk membawa beban yang sangat berat, ramah lingkungan dalam arti rendah polusi, tetapi sangat sulit saat mengerem dan berhenti, atau untuk mengakomodasi gradien yang curam.

Pada prinsipnya sistem transportasi kereta api cepat ini memerlukan investasi besar, kereta api hanya dapat menarik secara komersial dan secara finansial dapat diterima sebagai sistem transportasi massal. Ini juga bagus, karena sistem ini adalah dapat mengakomodir pengangkutan yang berat.

Tampak Rel Kereta Api

(Sumber: UIC, High Speed Rail)

Page 93: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

81

Jaringan kereta api model klasik sebagian besar tersebar di seluruh dunia. Mereka mematuhi berbagai standar pengukur, tetapi kinerja terbaik dicapai menggunakan lebar jalur 1,435 m. Sebagian besar jaringan ini terdiri dari jalur trafik campuran. Kecepatan maksimum tidak pernah melebihi 200 km / jam (eksepsi 220 km / jam). Dibangun pada abad ke-19, banyak stasiun sekarang terletak di pusat-pusat kota besar di mana sebagian besar jalur transportasi perkotaan saling bertemu, memfasilitasi perjalanan dari pintu ke pintu.

Rel Kereta Api Klasik

(Sumber: https:// koranmemo.com/wp-content/uploads/2017/07/persimpangan- rel-kereta-api.jpg)

Jika dibandingkan dengan moda transportasi lainnya, rel klasik telah terbukti sangat aman dan ramah lingkungan. Namun, sektor penerbangan dan otomotif telah memperkenalkan banyak perbaikan dan sedang memperkenalkan inovasi dalam sistem mereka yang lebih baik. Hal ini memiliki dampak negatif yang kuat pada pangsa pasar kereta api untuk perjalanan jarak menengah dan jarak jauh.

Lebih dari 50 tahun yang lalu, Jepang, lalu tepat dibelakang ini diikuti oleh Perancis dan banyak negara lain, memutuskan untuk menghentikan penurunan rel klasik di segmen pasar ini dengan memperkenalkan konsep-konsep baru untuk mode rel daripada meningkatkan struktur yang ada. Ini salah satu yang menjadi latar belakang kelahiran rel kecepatan tinggi.

Definisi High Speed Rail (HSR) HSR adalah sistem transportasi cengkram, jalur terbentang dan low grip system: itu bisa dianggap subsistem perkeretaapian. Perubahan terpenting berasal dari kecepatan. Karena waktu perjalanan harus dikurangi untuk tujuan komersial, kecepatan muncul sebagai faktor utama. HSR berarti lonjakan dalam kecepatan komersial dan inilah mengapa UIC menganggap kecepatan komersial 250 km / jam

menjadi kriteria utama untuk HSR dimasa depan. Namun, kriteria sekunder diakui pada jarak rata- rata tanpa koefiesien udara, dengan kemungkinan tidak relevan untuk perjalanan dengan kecepatan 250 km / jam, karena kecepatan yang lebih rendah 230 atau 220 km / jam atau setidaknya di atas 200 km / jam (karena di bawah kecepatan ini dapat dilakukan oleh kereta konvensional) cukup untuk menangkap sebanyak mungkin pangsa pasar sebagai moda transportasi kolektif. Ini juga berlaku di terowongan yang sangat panjang yang biaya konstruksinya tergantung pada diameter yang terkait dengan kuadrat kecepatan, setidaknya.

Kecepatan Kereta Komersial dan berbagai rekaman kecepatan

(Sumber: UIC, High Speed Rail)

Untuk kecepatan di atas 200 km / jam, infrastruktur dapat dikategorikan dalam Infrastruktur “Kecepatan Tinggi” maka sistem dan operasionalnya harus sesuai memiliki kualifikasi berikut: Peralatan lintasan; Rolling stock (peralatan general perkeretaapian); Sistem pensinyalan (sinyal lintasan); Operasi (pusat kendali jarak jauh); Pemisahan geografis atau temporal dari trafik barang

dan penumpang; Dan standar mengenai aturan kecepatan tinggi.

Meskipun persoalan evolusi kecepatan ini telah melibatkan banyak perubahan teknis dan operasional, HSR harus memenuhi persyaratan kualitatif dan kuantitatif yang sama seperti rel klasik, seperti: Kemampuan untuk mengakomodasi berbagai

konteks dan budaya; Interoperabilitas; Kapasitas; Keandalan;

Page 94: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

82

Keselamatan dan keamanan; dan Keberlanjutan.

Evolusi ini juga memungkinkan untuk memperoleh manfaat dari banyak inovasi lain di luar yang hanya memungkinkan kecepatan yang lebih tinggi, karena tidak ada gunanya memperbaiki satu aspek dari rantai perjalanan (travel time) jika tautan lain dalam rantai tetap lemah.

Selain itu, review menyeluruh dari semua komponen sistem dan semua operasi dan prosedur pemeliharaan diperlukan, karena keuntungan yang diperoleh penumpang dengan peningkatan kecepatan dapat diabaikan begitu saja dengan alasan harga tiket yang sangat tinggi.

Kereta Api Cepat adalah Sistem

Kereta api berkecepatan tinggi adalah sistem yang sangat kompleks yang terdiri dari banyak aspek elemen seni yang berbeda-beda, diantaranya:

Infrastruktur (termasuk pekerjaan teknik sipil, jalur); Stasiun (lokasi, desain fungsional, peralatan); Rolling stock (teknologi, kenyamanan, desain); Operasi (desain dan perencanaan, kontrol, aturan); Sistem sinyal; Kebijakan dan sistem pemeliharaan; Pembiayaan; Prosedur pemasaran; Pengelolaan; dan Masalah hukum.

Shinkansen dapat melaju sampai 603 km/jam

(Sumber:http://www.tribunnews.com/travel/2015/04/22/mengi ntip-kereta-api-tercepat-di-dunia-dari-jepang-shinkansen-603-

km-per-jam)

Masing-masing elemen sangat penting dan setiap komponen menjadi pertimbangan, sehingga menghemat bahkan satu menit pun menjadi hal yang kompetitif. Tidak ada yang boleh diabaikan dan semua aspek sangat penting untuk dipertimbangakan secara bersamaan dan

memastikan bahwa setiap uji kelayakan dilakukan dengan benar antara satu dengan yang lainnya. Waktu telah dihabiskan oleh pelanggan untuk membeli tiket, memasuki stasiun atau menunggu taksi pada saat kedatangan, harus konsisten dengan waktu yang disimpan dengan menggunakan sistem kecepatan tinggi yang mengandung teknologi tingkat tinggi dan investasi yang signifikan.

Sistem Kecepatan Tinggi di Berbagai Tempat (sama tetapi) Berbeda

Sistem kecepatan tinggi bergantung pada bagaimana semua elemen komposit dipertimbangkan dan diadaptasi. Sistem final yang diperoleh (dalam hal biaya dan kinerja) bisa sangat berbeda dari satu negara ke negara lain tergantung pada pendekatan komersial, kriteria operasional, dan biaya.

Infrastruktur

Luasnya jaringan kereta api berkinerja tinggi di dunia meningkat drastis. Infrastruktur rel berkecepatan tinggi harus dirancang, diperiksa dan dipelihara dalam kondisi optimum. Tata letak membutuhkan kurva radius yang besar dan gradien serta jarak track center yang terbatas. Lacak parameter geometrik harus memenuhi toleransi yang tepat. Slab track pada prinsipnya jauh lebih mahal dari pada jalur balas, tetapi dapat dioperasikan secara permanen dengan mengurangi frekuensi pemeliharaan. Meskipun slab track dapat direkomendasikan dalam kasus-kasus tertentu untuk viaducts dan tunnel, diskusi tentang sistem track yang ideal harus dilanjutkan berdasarkan kasus per kasus. Diperlukan sistem jalur khusus dan sistem sumber daya. Dan juga tak kalah penting adalah sistem sinyal on-board sangat diperlukan.

Grafik Pengembangan Jalur Kereta Api Cepat di Dunia

(Sumber: High speed rail Fast track to sustainable mobility, UIC 2012)

Page 95: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT

83

Kereta Cepat yang Sudah Beroperasi dan Kereta dalam Proses Pembangunan

(Sumber: High speed rail fast track to sustainable mobility, UIC 2012)

Standar Parameter HSR untuk Jalur Kecepatan Tinggi yang Baru

Standar Parameter HSR untuk Jalur Kereta berkecepatan tinggi yang baru harus mempertimbangkan beberapa kriteria, antara lain spesifikasi layout dan melacak komponen suprastruktur (standar jalur balas).

Spesifikasi Layout

Gradien maksimum (tergantung pada karakter geografis dan kondisi pengoperasian kereta): Trafik penumpang saja: hingga 35/40 ‰ (dengan rolling stock yang sesuai) Trafik campuran: hingga 12/15 ‰

Standar Jalur Balas

Tipe rel: biasanya 60kg/m (UIC 60), dilas

Jenis dan jumlah ikatan: monoblok atau beton bi- blok, 1.666 per km

Jenis pengencang: elastc, banyak jenis Turnouts: tergantung pada fungsi dari garis,

mereka dapat memiliki penyeberangan bergerak atau fxed.

Elektrik: Jenis fase tunggal. Tegangan yang paling umum adalah 25kV, 50 atau 60Hz atau 15kV, 16 2 / 3Hz.

Persinyalan, komunikasi dan peralatan lain: di atas 200km/jam (125mph), sistem signaling on-board penuh diperlukan.

Penulis: Alvian Ardiansyah, ST.

Penelaah Jasa Konstruksi Balai Penerapan Teknologi Konstruksi

[email protected]

Sumber: Grimshaw Architects. 2011. High Speed Rail Study. Australia: AECOM Australia International Union of Railways. 2012. High Speed Rail Fast Track to Sustainable Mobility.

Paris: UIC Paris Marlisa Virgi. 2016. Special Transportasi Kereta Api. [Online] Tersedia:

https://www.slideshare.net/marlisavirgi/kereta-api-48530742 [8 Agustus 2018] Roch, João. 2004. New techniques for urban river rehabilitation. Wallingford: Urban River

Basin Enhancement Methods

Page 96: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT
OWNER
Text Box
DL-SIBIMA UNBARI, JAMBI 9/05/2018
OWNER
Text Box
DL-SIBIMA UDAYANA, BALI 10/05/2018
OWNER
Text Box
DL-SIBIMA SE-MALANG RAYA 15/05/2018
Page 97: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT
OWNER
Text Box
DL-SIBIMA UNAND, PADANG 26/06/2018
OWNER
Text Box
DL-SIBIMA SE-MAKASSAR 2/06/2018
OWNER
Text Box
DL-SIBIMA UMT 30/04/2018
Page 98: ISSN 2580-6351 Bunga Rampai KNOWLEDGE MANAGEMENT