ISSN: 2303-0585

20
Vol. 06, No. 01, Januari 2018 ISSN: 2303-0585

Transcript of ISSN: 2303-0585

Vol. 06, No. 01, Januari 2018 ISSN: 2303-0585

Vol. 06, No. 01, Januari 2018 ISSN: 2303-0585

PELAKSANAAN KEBIJAKAN PROGRAM KARTU TANDA PENDUDUK

ELEKTRONIK DALAM HAL PEREKAMAN DATA DI KABUPATEN GIANYAR

I Gusti Nyoman Mahardika, Ibrahim R., Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati

PENERAPAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PADA OBYEK WISATA KERTHA GOSA

SEBAGAI PENUNJANG PENDAPATAN ASLI DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG

Pande Putu Adhyatmika, Putu Gede Arya Sumerthayasa, Nengah Suharta

KEBIJAKAN ORGANISASI REGIONAL EROPA TERHADAP PROPAGANDA TERORISME

Putu Santika Narendra, Cok Istri Diah Widyantari P. D.

HUBUNGAN LUAR NEGERI INDONESIA DAN AUSTRALIA TERKAIT KASUS

EKSEKUSI TERPIDANA NARKOBA AUSTRALIA DILIHAT DARI ASPEK HUKUM

DIPLOMATIK

Luh Mas Susyana Chika Putri Apsari, Putu Tuni Cakabawa Landra, I Gede Putra Ariana

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI BALI TERHADAP PEMBERIAN DANA BANTUAN SOSIAL

Karmila Karmila, Cokorda Dalem Dahana

IMPLEMENTASI KONVENSI ILO NOMOR 182 TAHUN 1999 DALAM

MENANGGULANGI PERMASALAHAN PEKERJA ANAK KORBAN PERDAGANGAN

MANUSIA DI INDONESIA

Darious Mahendra N., Putu Tuni Cakabawa Landra, I Gede Pasek Eka Wisanjaya

EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN RETRIBUSI SAMPAH RUMAH TANGGA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GIANYAR NOMOR 7 TAHUN

2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

Ida Bagus Japa Suyoga, Putu Gede Arya Sumerthayasa

LEGALITAS PENAMBANGAN MATERIAL GALIAN C DI KAWASAN GEOPARK

BATUR, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI

I Made Dwi Edi Sugiarta, Nengah Suharta

UPAYA KANTOR WILAYAH KEMENTRIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA BALI DALAM MENCEGAH PELANGGARAN HAK CIPTA

Dewa Ayu Padmaning Novianti, Suhirman Suhirman

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN BARANG ELEKTRONIK

REKONDISI

Komang Ayu Pradnyatiwi Mustika, Anak Agung Sagung Wiratni Darmadi

IMPELEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN GEOLOGI KAWASAN GEOPARK BATUR

I Wayan Suardika, Nengah Suharta

Vol. 06, No. 01, Januari 2018 ISSN: 2303-0585

PENGATURAN SISTEM PENANGGULANGAN BENCANA DALAM PENATAAN

RUANG DI KABUPATEN KLUNGKUNG

I Made Bhasudewa Krisna Narotama Pande, Ibrahim R., I Ketut Sudiarta

IMPLEMENTASI RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA-

BANGSA NOMOR 2270 TAHUN 2016 TENTANG UJI COBA SENJATA NUKLIR OLEH

KOREA UTARA

I Wayan Nugraha Adi Sanjaya, I Gede Pasek Eka Wisanjaya

KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT TENTANG PENANGGUHAN SELURUH PENERIMAAN PENGUNGSI DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL

Rizky Amalia Pratiwi, I Ketut Mertha

TINDAKAN ADMINISTRATIF DAN HUKUMAN DISIPLIN TERHADAP PEGAWAI

NEGERI SIPIL YANG MENGGUNAKAN IJAZAH PALSU

Anak Agung Istri Sintya Dewi, Ni Ketut Sri Utari

PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING

Sylvia Mega Astuti, I Wayan Suarbha

IMPLEMENTASI PERATURAN PEMERINTAH NO 18 TAHUN 2016 TENTANG

PERANGKAT DAERAH DALAM PEMBENTUKAN DAN PENYUSUNAN PERANGKAT

DAERAH DI KABUPATEN GIANYAR

Kadek Windu Ardiyawan, I Ketut Suardita, Cokorda Dalem Dahana

Implementasi Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 Dalam Pemanfaatan Kawasan Ruang Terbuka Hijau

I Nyoman Puterayasa Utama, Made Gde Subha Karma Resen, Cokorda Dalem Dahana

EFEKTIVITAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GIANYAR NOMOR 5 TAHUN

2010 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR

I Gusti Ngurah Agung Nugraha P., I Gusti Ngurah Wairocana

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP GEPENG DI KAWASAN PARIWISATA KUTA KABUPATEN BADUNG BERDASARKAN PERDA NOMOR 7 TAHUN 2016

Putu Putra Baruna Karmanta, Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN TUGAS INSPEKTORAT BERDASARKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

Tri Harsya Wardhana, Ibrahim R., I Ketut Suardita

PELAKSANAAN KERJASAMA PENGELOLAAN PARKIR PADA PELATARAN DAN GEDUNG YANG MERUPAKAN TEMPAT PARKIR KHUSUS DI KOTA DENPASAR

Anak Agung Ngurah Bayu Kresnantya, I Nyoman Suyatna, Kadek Sarna

Vol. 06, No. 01, Januari 2018 ISSN: 2303-0585

PENGATURAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH KOTA

DENPASAR SETELAH BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NO 18 TAHUN 2016

TENTANG PERANGKAT DAERAH (Kajian Terhadap Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga di Kota Denpasar)

Topan Bayu Sakti Wijaya, I Made Subawa, Nyoman Mas Aryani

PENERAPAN TAX AMNESTY SEBAGAI UPAYA REFORMASI PERPAJAKAN DI

INDONESIA

Ni Kadek Dewi Kurnia Wati, Cokorda Dalem Dahana

PELAKSANAAN UNDANG – UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TERKAIT KEPEMILIKAN SIM KENDARAAN PERSEORANGAN DI WILAYAH HUKUM

POLRESTA DENPASAR

A.A. Mahendra Putra, I Ketut Sudiarta, I Ketut Suardita

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASAR SENI SEBAGAI DESTINASI PARIWISATA

DI KABUPATEN GIANYAR

I Wayan Dede Surya Putra, Cok Istri Anom Pemayun, Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati

PROSEDUR PENYELESAIAN PENGUKURAN TANAH PERMOHONAN HAK PERTAMA KALI YANG TIDAK SESUAI DENGAN LUAS SPPT DI KANTOR

PERTANAHAN KABUPATEN GIANYAR

K. Arys Aditya, I Nyoman Suyatna, Kadek Sarna

KEABSAHAN SK GUBERNUR NO. 1276/04-A/HK/2016 TENTANG PERESMIAN

PEMBERHENTIAN ANTAR WAKTU I MADE SUGITA SEBAGAI ANGGOTA DPRD

KABUPATEN BADUNG

Ni Made Priska Mardiani, I Gusti Ngurah Wairocana, Cokorda Dalem Dahana

PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KOTA DENPASAR

Dewa Gde Adi Wiratama, Ibrahim R.

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN PEMERINTAH KECAMATAN MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

Bagus Krisna Dwipayana, Kadek Sarna

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN AKIBAT KECURANGAN PADA SAAT PENGISIAN BAHAN BAKAR MINYAK DI SPBU BULUH

INDAH NO 82 DENPASAR

Ida Bagus Suardhana Wijaya, Dewa Gde Rudy, Suatra Putrawan

DIPLOMASI INTERPARLEMEN DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ROHINGYA:

KEDUDUKAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DALAM

ASEAN INTERPARLIAMENTARY ASSEMBLY

Komang Putri Mutiara, Putu Tuni Cakabawa Landra

Vol. 06, No. 01, Januari 2018 ISSN: 2303-0585

PELAKSANAAN KETENTUAN PENGAWASAN SNI ATAS PRODUK BAN MOBIL

PENUMPANG OLEH DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI

Ni Luh Sekar Wulandari, Ida Bagus Putu Sutama

PENERAPAN PASAL 3 AYAT (4) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 98 TAHUN 2014 DALAM PENERBITAN IZIN USAHA MIKRO DAN KECIL DI

KOTA DENPASAR

I Gusti Ngurah Made Ari Martana, I Made Arya Utama, I Ketut Suardita

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERATURAN DAERAH NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOS DI KABUPATEN BADUNG

Made Hadi Swandiyana, Ni Ketut Sri Utari

PENYELESAIAN PERMASALAHAN PENGGELAPAN PAJAK OLEH GOOGLE DI

INDONESIA

Putu Suryani, A.A. Sri Utari, I Gede Putra Ariana

1

DIPLOMASI INTERPARLEMEN DALAM PENYELESAIAN KONFLIK ROHINGYA: KEDUDUKAN DEWAN

PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DALAM ASEAN INTERPARLIAMENTARY ASSEMBLY

Oleh:

Komang Putri Mutiara

Putu Tuni Cakabawa Landra

Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

This paper discusses the violence that accurred in Rohingya

ethnic community who accupy Rakhine region, Myanmar. This Paper

especiallytalk about how the diplomacy of interparliamentary in the

settlement of ethnic conflict in Myanmar. This paperis a normative legal

research using the statute approach, analytical law material approach,

fact approach and the cases approach.This paper focus to diplomacy of

Dewan Perwakilan Rakyat Republic Indonesia (DPR RI) in the

settlement of ethnic conflict in Myanmar. DPR RI has an opportunity to

carry out their diplomacy by proposing a resolution to resolve the

Rohingya ethnic conflict in Myanmar through a meeting held by an

international forum especially on AIPA. The leader of DPR RI should

always encourage the Indonesian government to facilitate Myanmar in

the settlement of Rohingya ethnic cases and The Ministry of Foreign

Affair should develop and apply the concept of total diplomacy that

given more effectiveness of total diplomacy in solve the cases.

Keywords: Interparliamentary Diplomacy, Settlement Conflict,

AIPA

2

ABSTRAK

Tulisan ini membahas kekerasan yang terjadi pada masyarakat

etnis Ronghiya yang tinggal di wilayah Rakhine, Myanmar.Tulisan ini

membahas khususnya mengenai bagaimana diplomasi interparlemen

dalam penyelesaian konflik etinis di Myanmar.Petulisan ini

menggunakan metode normatif dengan menggunakan pendekatan

perundang-undangan, pendekatan analisis bahan hukum,

pendekatan fakta dan pendekatan kasus.Tulisan ini fokus kepada

bagaimana diplomasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

(DPR RI) dalam penyelesaian kasus etnis di Myanmar. DPR RI

memiliki kesempatan untuk melakukan diplomasinya dengan cara

mengusulkan resolusi penyelesaian konflik etnis Ronghiya di

Myanmar melalui rapat yang diadakan oleh forum internasional

terutama pada pertemuan AIPA. Pimpinan DPR RI hendaknya terus

mendorong Pemerintah Indonesia untuk memfasilitasi Myanmar

dalam penyelesaian kasus etnis Rohingya serta Kementerian Luar

Negeri RI hendaknya mengembangkan dan menerapkan konsep

diplomasi total mengingat begitu keefektifan dari diplomasi total

dalam penyelesaian kasus.

Kata Kunci: Diplomasi Interparlemen, Penyelesaian Konflik, AIPA

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Konflik antara etnis Rohingya dan mayoritas penduduk

Myanmar yang mayoritas beragama Budha dimulai sejak tahun

2012.Konflik ini diawali dengan penolakan Pemerintah Myanmar

terhadap identitas dan kewarganegaraan warga etnis Rohingya

sebagai penduduk asli Myanmar meskipun mereka sudah tinggal di

3

Negara tersebut selama berabad-abad. Mayoritas masyarakat

Myanmar yang menganggap pertumbuhan penduduk Rohingya

merupakan sebuah ancaman sebab mengancam populasi jumlah

penduduk mayoritas Myanmar yang berarti secara perlahan akan

mendominasi. Sebagai akibatnya lebih dari 1000 orang tewas dan

puluhan ribu penduduk terpaksa mengungsi ke Negara lainnya,

termasuk ke Indonesia.1

Konflik yang menimpa etnis Rohinya ini menjadi salah satu isu

yang menyita perhatian dunia, karena aksi kekejaman dan

kebrutalan junta militer Myanmar yang diterima oleh etnis Rohingya

digolongkan sebagai pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

Dalam konflik ini organisasi internasional seperti Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB) berupaya untuk merekonsiliasi sikap politik

dan strategi dari pihak yang berkonflik dengan mendesak tindakan

pemerintah Myanmar untuk memperbaiki situasi masyarakat etnis

Rohingya dan melindungi semua HAM termasuk pemberian status

kewarganegaraan penuh kepada etnis Rohingya.2

Menyikapi kasus Rohingya, Pemerintah Indonesia telah

mengutus Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi untuk bertemu

dengan Konselor Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi di Naypyidaw,

Myanmar pada 6 Desember 2016. Dalam pertemuan tersebut,

Pemerintah Myanmar berkomitmen untuk memberikan akses yang

1Internasional Kompas, 2017, “Konflik di Rakhine Telah Tewaskan Lebih

Dari 1000 Orang”, http://internasional.kompas.com/read/2017/09/08/19042331/konflik-di-

rakhine-telah-tewaskan-lebih-dari-1000-orang, diakses pada diakses pada 21

November 2017. 2 CNN Indonesia, 2017, “PBB Desak Myanmar Beri Status Kewarganegaraan

Rohingya”, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20170914041910-106-241605/pbb-desak-myanmar-beri-status-kewarganegaraan-rohingya/, diakses

pada 21 November 2017.

4

luas kepada ASEAN untuk berkontribusi aktif dalam penyelesaian

masalah Rohingya.Selain itu Aung San Suu Kyi mengutarakan

keinginan Pemerintah Myanmar untuk mendapatkan bantuan

peningkatan kapasitas di berbagai bidang, khususnya kapasitas

polisi, aparat keamanan, fasilitas interfaith dialogue, serta upaya

rekonsiliasi di Rakhine.

Selain melalui sarana diplomasi konvensional yang difasilitasi

Kementerian Luar Negeri, sejumlah kalangan di Indonesia juga turut

berupaya mendukung upaya diplomasi dalam penyelesaian kasus di

Myanmar ini, termasuk salah satunya Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia (DPR RI). DPR RI merupakan salah satu lembaga

negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang dibentuk

berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (UUD NRI 1945).DPR terdiri atas anggota partai politik

peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum.

Terdapat 3 (tiga) fungsi DPR RI berdasarkan Pasal 20A UUD NRI 1945

yakni fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.

Dalam Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia No. 17

Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) disebutkan bahwa ketiga fungsi

DPR RI tersebut dijalankan dalam kerangka repsentasi rakyat, dan

juga untuk membangun upaya Pemerintah dalam melaksanakan

politik luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan. Bukti dari keterlibatan DPR RI dalam pelaksanaan politik

luar negeri dapat dilihat pada tergabungnya lembaga parlemen

nasional dalam sejumlah organisasi interparlemen.

5

Dewasa ini Menteri Luar Negeri mulai mengembangkan konsep

diplomasi total sebagai sarana negosiasi yang lebih efektif. Hal yang

dikembangkan adalah karakteristik dari diplomasi total tersebut

berupa pola hubungan kerja sama bilateral maupun multilateral

antara DPR RI dengan parlemen negara sahabat. Dengan demikian,

fungsi dan peran parlemen akan semakin kuat dalam memperkokoh

kepentingan nasional dan bangsa. Selain itu, secara teoritis juga

diperkenalkan one and half diplomacy sebagai suatu konsep yang

menggambarkan penekanan pada bentuk peran DPR RI dalam

diplomasi sebagai aktor hubungan internasional.3

Berdasarkan pemaparan uraian di atas, penulis memandang

perlu untuk melakukan sebuah penelitian tentang bagaimana

kedudukan hukum DPR RI dalam melakukan diplomasi

antarparlemen berkaitan dengan penyelesaian kasus di Myanmar.

II. ISI MAKALAH

2.1 METODE PENELITIAN

Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah

penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan

perundang-undangan, pendekatan analisis, pendekatan fakta dan

pendekatan kasus. Pendekatan perundang-undang dilakukan dengan

menelaah semua undang-undang dari legislasi dan regulasi 4 yang

bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Dalam

pendekatan analisis konsep, penulis mengananlisis mengenai konsep

total diplomasi, konsep subjek hukum internasional serta konsep

3Rmol, 2016, “Evita Nursanty: One and Half Diplomacy Paling Tepat Untuk

Diplomasi Parlemen”, http://www.rmol.co/read/2016/01/16/232143/Evita-

Nursanty:--One-and-Half-Track-Diplomacy-Paling-Tepat-Untuk-Diplomasi-

Parlemen-, diakses pada 2 Januari 2018. 4 Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media

Group, Jakarta, h. 35.

6

organisasi internasional, Penulis melakukan pengkajian yang terkait

dengan suatu peristiwa hukum yang diangkat dengan menelaah

fakta-fakta yang terjadi, Pendekatan kasus dilakukan dengan

menelaah pada kasus yang berkaitan dengan isu hukum yang

dihadapi.

2.2 HASIL DAN PEMBAHASAN

2.2.1Kedudukan DPR RI Dalam Keanggotaan Asean

Interparliamentary Assembly

Hampir semua sumber mengatakan bahwa AIPA merupakan

organisasi internasional namun pada kenyataannya AIPA tidak dapat

dikatakan serta merta sebagai organisasi internasional, apabila

mencermati definisi hukum mengenai organisasi internasional

sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) huruf i Konvensi Wina

1986 dinyatakan bahwa organisasi internasional merupakan

organisasi antar pemerintah. Dalam hal ini AIPA merupakan

organisasi yang terdiri dari anggota parlemen antar Negara se-

ASEAN, sehingga DPR digolongkan sebagai non pemerintah yang

setara dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sehingga

organisasi ini tidak dapat serta merta dikatakan sebagai organisasi

internasional. Dalam Annex 2 Piagam ASEAN mengualifikasikan AIPA

sebagai salah satu Entities Associatedwith ASEAN atau entitas yang

berkaitan dengan ASEAN.5

Claudia Kissling dalam tulisannya menyebutkan bahwa, AIPA

merupakan organisasi regional parlemen yang berstatus sebagai

international personality sui generis yang berarti organisasi ini yang

dibuat secara khusus untuk mengatur hubungan antara parlemen

se-ASEAN.Terlepas dari status khususnya dalam parlemen

5Charter of the Associationof South East Asian Nation, Annex II.

7

internasional, AIPA bukanlah organisasi antar parlemen yang

termasuk dalam Inter-Govermental Organization (IGO).AIPA

merupakan Government Run/Inspired Non-Governmental Organization

(GRINGOs) atau organisasi yang berdiri sendiri yang mengembangkan

fungsi legislatif yang berkaitan dengan lembaga pemerintah di tingkat

internasional.6

Mengenai kedudukan DPR RI dalam keanggotaan AIPA dapat

dilihat pada Pasal 4 dan pasal 5 The Statutes of AIPA disebutkan

bahwa keanggotaan AIPA terbuka untuk parlemen nasional bagi

negara-negara anggota ASEAN. Dalam pasal tersebut telah

menyebutkan bahwa DPR RI termasuk anggota organisasi tersebut.

Hubungan hukum antara DPR RI sebagai anggota AIPA telah

diatur pada The Statutes of AIPA, dalam peraturan hukum tersebut

mengatur mengenai hak dan kewajiban dari anggota AIPA.Perjanjian

yang terjadi antara AIPA dan DPR RI menimbulkan hubungan hukum

antara AIPA dan DPR RI yang kemudian diatur pada The Statutes of

AIPA. Tergabungnya DPR RI dalam organisasi ini ditandai dengan

penandatangan The Statutes of AIPA pada tanggal 2 September 1977,

penandatanganan ini selain menandakan tergabungnya DPR RI

dalam AIPA yang secara otomatis menimbulkan hubungan hukum

antara DPR RI dengan AIPA, juga sebagai pernyataan bahwa DPR RI

sebagai anggota AIPA tunduk dan patuh pada aturan yang berlaku

pada organisasi tersebut.

2.1.2 Legalitas Upaya Diplomasi Yang Dilakukan Oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dalam Penyelesaian

Konflik Rohingya Di Myanmar

6 Claudia Kissling, 2011, The Legal and Political Status of International

Parliamentary Institution, Committee for a Democratic U.N., Germany, h. 20.

8

Mantan Menteri Luar Negeri Indonesia Nur Hassan Wirayuda,

diplomasi total adalahseni dan praktik bernegosisasi yang dapat

dilaksanakan oleh semua alat-alat Negara lainnya dimana diplomasi

total tidak hanya berpatokan pada diplomasi yang dilaksanakan oleh

pejabat diplomatik dalam proses pelaksanaan negosiasiyang

dilaksanakan berkaitan dengan pelaksanaan politik luar negeri.

Diplomasi total dapat dilaksanakan antara pemerintah dengan

pemerintah, swasta dengan swasta, lembaga swadaya masyarakat

(LSM) dengan lembaga swadaya masyarakat, masyarakat dengan

masyarakat dan komponen bangsa lainnya atau

kombinasinya.Chester Bowles (Duta Besar), yang menjabat sebagai

Duta Besar AS untuk India dibawah pimpinan Presiden Kennedy dan

Jhonson pernah berpendapat bahwa didalam kegiatan yang betaraf

internasional sekarang ini sangat dibutuhkan adanya diplomasi total,

sebab urusan sekarang sangat kompleks dan tidak dapat hanya

mengandalkan seorang wakil diplomatik, sehingga perlu keterlibatan

dari mitra internasional maupun domestik.7Dengan diplomasi total

terdapat banyak langkah kreatif dan inovatif yang perlu

dikembangkan oleh semua komponen bangsa.Legalitas upaya

diplomasi yang dilakukan oleh DPR RI dalam penyelesaian konflik

Rohingya di Myanmar dapat dilihat pada instrumen hukum nasional

yang menjadi dasar hukum mengenai kewajiban Indonesia dalam

mewujudkan perdamaian dunia. Instrumen-instrumen tersebut di

antaranya Pembukaan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Alinea ke-4 yang

menyebutkan bahwa tujuan dari negara Repubik Indonesia (RI) salah

7 Fen Osler Hampson, 2010, Total Diplomacy,

http://diplomatonline.com/mag/2010/09/total-diplomacy/, diakses pada 26

November 2017.

9

satunya adalah turut serta dalam pelaksanaan ketertiban dunia,

kemudian Pasal 20A ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa DPR RI

memiliki fungsi pengawasan yang pada kasus ini berkaitan dengan

pengawasan kebijakan sikap dan langkah pemerintah Indonesia

dalam pelaksanaan hubungan luar negeri yang dalam hal ini terkait

dengan isu penyelesaian konflik Rohingya di Myanmar. Selanjutnya,

Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 Tentang

Hubungan Luar Negeri secara eksplisit menyatakan DPR RI memiliki

kewenangan di dalam melaksanakan Politik Luar Negeri yang

berkaitan dengan diplomasi DPR RI berupa pengadaan pertemuan

atau melakukan negosiasi dengan anggota parlemen Myanmar

mengenai permasalahan yang terjadi serta mendorong Pemerintah

Myanmar untuk menyelesaikan kasus Rohingya. Selain itu, dalam

Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia No.17 Tahun

2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah menjelaskan bahwa DPR RI memiliki fungsi yang bertujuan

untuk mendukung upaya pemerintah dalam melaksanakan Politik

Luar Negeri yang dimana DPR RI dapat mewujudkan upaya tersebut

melalui diplomasinya mewakili Indonesia dalam membantu

penanganan konflik yang terjadi di Myanmar. Pelaksanaan upaya

diplomasi yang dilakukan oleh DPR RI juga diatur dalam Pasal 219

ayat (1) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No.

1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib yang mengatur tentang kewajiban

DPR RI dalam menjalankan upaya diplomasi yang dilaksanakan

untuk memajukan politik luar negeri pemerintah dan tetap

berpatokan pada ketentuan-ketentuan perundang-undangan.DPR RI

dapat turut serta dalam pelaksanaan diplomasi baik dilaksanakan

10

dengan cara menemui Pemerintah Myanmar ataupun membahas

kasus Ronghiya pada setiap forum internasional sebagai pencarian

solusi untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di Myanmar, melalui

upaya tersebut dapat pula membantu pengadaan rekonsiliasi

sehingga dapat melindungi penduduk etnis Rohingya.

Selain dalam instrumen nasional, legalitas dari upaya DPR RI

dalam penyelesaian konflik Rohingya di Myanmar juga diatur dalam

instrumen hukum internasional berkaitan dengan keanggotaan

Indonesia dalam organisasi internasional yang memiliki tujuan dalam

mengedepankan ketertiban dunia dan keamanan dunia seperti

tergabungnya Indonesia dalam organisasi internasional ASEAN dan

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), pada Pasal 1 dalam Charter of the

United Nations merumuskan mengenai tujuan dari PBByang

menyatakan bahwa Tujuan dari terbentuknya PBB adalah untuk

memelihara perdamaian dunia dan keamanan internasional dan

untuk tujuan itu dilaksanakan pengambilan tindakan-tindakan

kolektif yang efektif untuk mencegah dan melenyapkan ancaman-

ancaman terhadap perdamaian serta dalam tindakan kejahatan

agresi atau pelanggaran lainnya akan diselesaikan dengan jalan

damai, serta sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hukum

internasional, penyelesaian terhadap pertikaian-pertikaian

internasional atau keadaan-keadaan yang dapat menganggu

perdamaian. Mengembangkan hubungan persahabatan antar negara

berdasarkan penghormatan terhadap prinsip persamaan hak dan

penentukan nasib sendiri, dan mengambil tindakan-tindakan yang

tepat untuk memperkuat perdamaian universal. Untuk mencapai

kerja sama internasional dalam memecahkan persoalan-persoalan

internasional di bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, atau yang

11

bersifat kemanusiaan, demikian pula dalam usaha-usaha

memajukan dan mendorong penghormatan terhadap HAM dan

kebebasan-kebebasan dasar seluruh umat manusia tanpa

membedakan ras, jenis kelamin, bahasa atau agama. Dengan ini DPR

RI dapat mendorong Pemerintah Indonesia agar mengambil langkah

yang bertujuan untuk mencegah runtuhnya perdamaian dunia,

membangun hubungan persahabatan dengan Negara lain yang

berdasarkan pada penghormtan terhadap prinsip persamaan hak dan

penentuan nasib sendiri, menjunjung tinggi HAM tanpa membedakan

seseorang dari segi apapun. Selain itu Indonesia berkewajiban untuk

menghormati HAM dan hak warga Rohingya didalam menentukan

nasibnya untuk mengungsi ke Negara tetangga dengan tujuan

meminimalisir korban kekerasan yang dilakukan oleh Pemerintah

Myanmar.

Dalam pembukaan Piagam ASEAN paragraf ke 8 menyebutkan

bahwa Negara anggota ASEAN wajib untuk mematuhi prinsip-prinsip

demokrasi, aturan hukum dan tata pemerintahan yang baik,

penghormatan dan melindungi HAM dan kebebasan fundamental.

Namun pada piagam PBB maupun piagam ASEAN sama-sama

memiliki prinsip non intervensi yang artinya setiap Negara tidak

dapat mencampuri urusan dalam suatu Negara, sehingga menurut

prinsip tersebut Pemerintah Indonesia maupun Parlemen Indonesia

tidak memiliki kewajiban hukum dalam penyelesaian konflik

Rohingya di Myanmar.

Selain merujuk pada piagam ASEAN dan piagam PBB, yang

perlu diperhatikan pula adalah ketentuan dalam ASEAN Human Right

Declaration (AHDR), pada paragraph ke-14 menerangkan bahwa tidak

12

seorangpun dapat menjadi subjek dalam melakukan penyiksaan,

perbuatan tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia

serta penghukuman. Sehingga pihak mayoritas di Myanmar tidak

diperbolehkan untuk melakukan penyiksaaan dalam bentuk apapun

kepada etnis Rohingya.Selanjutnya pada paragraf ke-15

menyebutkan setiap orang mempunyai hak kebebasan untuk

berpindah atau tinggal dalam batas-batas Negara.Setiap ornag

memiliki hak untuk meninggalkan suatu Negara ataupun negaranya

sendiri, dan memiliki hak untuk kembali ke negaranya.Berpindah

atau mengungsi sementara waktu yang dilakukan oleh etnis

Rohingya ke Negara-negara tetangga merupakan hak setiap orang

berdasarkan deklarasi ini, dan tidak ada seorangpun yang dapat

menghalangi mereka untuk berpindah tempat tinggal. Demikian pula

pada paragraph ke-16 mengatur mengenai Setiap orang memiliki hak

untuk mencari maupun menerima suaka pada Negara lain dengan

mentaati hukum yang berlaku di Negara tersebut dan

mengimplemantasi perjanjian internasional.

Menurut ketentuan-ketentuan tersebut Pemerintah Indonesia

maupun DPR RI memiliki kewajiban moral dalam membantu

menerima pengungsi Rohingya untuk tinggal di Negara Indonesia

sebagai bentuk penghormatan terhadap hak kebebasan fundamental

mereka sebagai manusia serta DPR RI dapat membantu dalam

bentuk pemberian bantuan berupa bantuan medis, makanan,

minuman dan lain sebagainya.

KESIMPULAN

Sesuai dengan Pasal 5 The Statutes of AIPA menyebutkan

bahwa DPR RI merupakan anggota dari organisasi interparlemen se-

13

ASEAN atau ASEAN Interparliamentary Assembly (AIPA), dalam The

Statutes of AIPA juga mengatur mengenai hak-hak dan kewajiban

anggota AIPA.

Peran DPR RI dalam penyelesaian kasus di Myanmar dapat

diwujudkan melalui pelaksanaan kewenangan diplomasi yang dimiliki

oleh DPR RI. Dalam pelaksanaan proses diplomasi tersebut, DPR RI

dapat menyuarakan usulan-usulannya pada forum-forum

internasional. DPR RI dapat mengupayakan komunikasi dengan

Pemerintah Myanmar agar mengadakan rekonsilisasi guna

menyelesaikan kasus tersebut.Mengenai legalitas dari upaya

diplomasi DPR RI diatur dalam beberapa peraturan hukum nasional,

yaitu diantaranya dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Alinea ke-4, kemudian

Pasal 20A ayat (1) UUD 1945, selanjutnya, Pasal 5 ayat (1) dan (2)

Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri,

dalam Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia No.17

Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, serta dalam Pasal 219 ayat (1) Peraturan

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia No. 1 Tahun 2014

tentang Tata Tertib, untuk pengaturannya dalam instrumen hukum

internasional termuat dalam Piagam PBB dan Piagam ASEAN yang

mengatur mengenai tujuan dari organisasi untuk mewujudkan

perdamaian dan ketertiban dunia. Paragraf ke-14, paragraf ke-15,

paragraf ke-16 dari ASEAN Human Right Declaration.

14

DAFTAR PUSTAKA

Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Claudia Kissling, 2011, The Legal and Political Status of International Parliamentary Institution, Committee for a Democratic U.N.,

Germany.

Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawarahan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat No. 1 Tahun 2014 tentang Tata

Tertib.

Charter of United Nations.

ASEAN Charter.

ASEAN Human Right Declaration.

Internasional Kompas, 2017, “Konflik di Rakhine Telah Tewaskan Lebih Dari 1000 Orang”, http://internasional.kompas.com/read/2017/09/08/19042331/konflik-di-rakhine-telah-tewaskan-lebih-dari-1000-orang

CNN Indonesia, 2017, “PBB Desak Myanmar Beri Status Kewarganegaraan Rohingya”, https://www.cnnindonesia.com/internasional/20170914041910-

106-241605/pbb-desak-myanmar-beri-status-kewarganegaraan-rohingya/

Rmol, 2016, “Evita Nursanty: One and Half Diplomacy Paling Tepat Untuk Diplomasi Parlemen”, http://www.rmol.co/read/2016/01/16/232143/Evita-Nursanty:--One-and-Half-Track-Diplomacy-Paling-Tepat-Untuk-Diplomasi-Parlemen-

15

Fen Osler Hampson, 2010, Total Diplomacy,

http://diplomatonline.com/mag/2010/09/total-diplomacy/