ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul...

120
ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR (Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir Terhadap Penyusupan Israiliyyat Dalam Tafsirnya) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin UIN Syarief Hidayatullah, Jakarta Untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Theologi Islam (S.TH.I) Oleh: Nur Alfiah (106034003549) JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2010 M

Transcript of ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul...

Page 1: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI

DAN IBNU KASTIR

(Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir Terhadap

Penyusupan Israiliyyat Dalam Tafsirnya)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin UIN Syarief Hidayatullah, Jakarta

Untuk memenuhi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Theologi Islam (S.TH.I)

Oleh:

Nur Alfiah

(106034003549)

JURUSAN TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2010 M

Page 2: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN

IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir Terhadap Penyusupan

Israiliyyat Dalam Tafsirnya telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 20 Desember 2010. Skripsi ini

telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam

(S.Th.I.) pada Program Studi Tafsir-Hadis.

Jakarta, 20 Desember

2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota

Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si. Muslim, S. Th.I.NIP: 19651129 199403 1 002

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Dr. M. Suryadinata, MA. Dra. Hermawati, MA. NIP: 19600908 198903 1 005 NIP: 19541226 198603 2 002

Pembimbing,

Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA.NIP: 19550725 20001 2 001

Page 3: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

iii

KATA PENGANTAR

‚.Alhamdulillah, tiada kata yang pantas terucap selain pujian dan rasa

syukur kehadirat Allah SWT. Atas izin, rahmat, hidayah serta karunian-Nya,

sehingga penulis diberikan jalan kemudahan dan kemampuan untuk

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam, semoga senantiasa tercurah

kepada Nabi Muhammad Saw, seorang Nabi pembawa perubahan, Sang

revolusioner dalam segala aspek kehidupan dan rahmat sekalian alam dan seorang

teladan yang sempurna hingga akhir zaman.

Skripsi yang berjudul “Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabarî dan Ibnu

Katsîr (sikap Ath-Thabarî dan Ibnu Katsîr Terhadap Penyusupan Israiliyyat

Dalam Tafsirnya)”. Skripsi ini merupakan perjalanan akhir Penulis setelah sekian

tahun menuntut ilmu di bangku perkuliahan guna memenuhi persyaratan untuk

mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) di Fakultas Ushuluddin pada Jurusan

Tafsir Hadis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama penyusunan skripsi ini penulis banyak menemukan kesulitan yang

dirasakan menghambat penyelesaian skripsi ini. Namun, berkat do’a, dorongan

dan bantuan dari berbagai pihak penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Page 4: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

iv

Oleh karena itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati kepada pihak-

pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini, maka

penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, Prof. Dr. Zainun

Kamal, M.A, beserta para Pembantu Dekan

2. Dr. Bustamin, M.Si Ketua Jurusan Tafsir–Hadis, Dr. Ummi Kaltsum,

M.A, Sekretaris jurusan Tafsir-Hadis.

3. Dr. Faizah Ali Syibromalisi, sebagai pembimbing penulis, yang telah

banyak membantu penulis dalam penyelesain skripsi ini.

4. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, Khususnya dosen-dosen Tafsir-Hadis

yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis, sehingga berkat merekalah

penulis mendapat setetes dari samudra Ilmu yang sangat bermanfaat.

5. Kepada keluarga besar H. Zaini dan H. Ahmad, terutama ayahandaku,

ibundaku, nenekku serta adik-adikku tersayang (Umar Zein dan Abdullah

Zein), yang telah banyak memberikan semangat dan mendo’akan penulis

dalam penyeselasian skripsi ini.

6. Kepada sahabat-sahabatku tercinta, Ahmad Fauzan, Monaya Fattiyyah,

Suryadi, Gilang, M.Yusuf, Mele dan khususnya Agung Satya, yang telah

memberikan semangat penuh dalam pembuatan skripsi ini.

7. Teman-teman penulis yang terkasih Riry, Kokom, Nur, Lia, Dayah, bang

Juri, mereka banyak memberika inspirasi untuk penulis. Untuk Rahmi,

Ziah, Zaenal, Tomi, Soimmuddin, Rahmat, Rizki, Syafiq, Mukhtar, Sule’,

seluruh mahasiswa Tafsir-Hadis angkatan 2006/2007, khususnya TH B

Page 5: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

v

satu dari ku untuk kalian semua ingat, kebersamaan kita begitu indah dan

tak akan bisa terlupakan. Thank you all for being such amazing friends of

me and support me for this journey. You are everything in my live.

Akhirnya penulis pun menyadari dengan wawasan keilmuan penulis yang

masih sedikit, referensi dan rujukan-rujukan lain yang belum terbaca, menjadikan

penulisan ini jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis telah berupaya

menyelesaikan skripsi ini semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan penulis

sebagai manusia biasa. Oleh karena itu, penulis meminta saran dan kritik yang

membangun dari pembaca sebagai bahan perbaikan penulisan ini. Penulis

berharap semoga Allah Swt, memberikan balasan yang lebih baik dari semua

pihak pada umumnya.

Dengan segala kerendahan hati yang penulis miliki, penulis ingin

menyampaikan harapan yang begitu besar semoga skripsi ini bermanfaat buat

segenap pembaca, semoga juga setiap bantuan yang diberikan kepada penulis

mendapat imbalan dari Allah Swt, karena hanya pada Allah jugalah penulis

memohon, semoga jasa baik yang kalian sumbangkan menjadi amal shaleh dan

mendapat balasan yang lebih baik dari Allah Swt. Amin ya Rabb..

Jakarta, Desember 2010

Penulis

Page 6: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................................ iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ vi

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah......................................... 9

C. Ruang Lingkup Masalah ............................................................ 10

D. Kajian Pustaka............................................................................ 11

E. Metodologi Penelitian ................................................................ 12

F. Sistematika Penulisan ................................................................ 13

BAB II: SEKILAS TENTANG IBNU JARIR ATH-THABARI DAN

IBNU KATSIR

A. Ibnu Jarir Ath-Thabari................................................................ 15

1. Riwayat Hidup ath-Thabari.................................................. 15

2. Karya-Karya Ath-Thabari .................................................... 19

3. Metode Penulisan Tafsir Jami Al-Bayan ............................. 24

B. Ibnu Katsir.................................................................................. 29

1. Riwayat Hidup Ibnu Katsir .................................................. 29

2. Karya-Karya Ibnu Katsir...................................................... 30

3. Metode Penulisan Tafsir Al-Quran Al-Adzim..................... 33

BAB III: SEKILAS TENTANG ISRAILIYYAT

A. Pengertian Israiliyyat ................................................................. 39

B. Masuknya Israiliyyat ke Dalam Tafsir ....................................... 44

C. Klasifikasi Israiliyyat ................................................................. 47

D. Hukum Meriwayatkan Kisah-Kisah Israiliyyat ......................... 51

E. Perawi Riwayat Israiliyyat ......................................................... 54

1. Perawi Dari Kalangan Sahabat ............................................ 55

2. Perawi Dari Kalangan Tabi’in ............................................. 56

Page 7: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

vii

3. Prawi Dari Kalangan Pengikut Tabi’in ................................ 58

F. Pandangan Ulama Terhadap Riwayat Israiiliyyat...................... 59

BAB IV: PERBANDINGAN ANALISA SIKAP ATH-THABARI DAN

IBNU KATSIR TERHADAP ISRAILIYYAT

A. Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir Terhadap Israiliyyat Dalam

Tafsirnya .................................................................................... 62

1. Kisah Bani Israel Tersesat Selama Empat Puluh Tahun...... 62

a. Q.S. Al-Maidah[5] : 20-26 ............................................. 62

b. Ringkasan Kisah Bani Israel Tersesat Selama Empat

puluh Tahun ................................................................... 64

c. Komentar Ibnu jarir dan Ibnu Katsir.............................. 67

2. Kisah Harut dan Marut........................................................ 69

a. Q.S. Al-Baqarah[2] : 101-103........................................ 69

b. Ringkasan Kisah Harut dan Marut................................. 71

c. Komentar Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir ............................. 73

3. Dzulqarnain .......................................................................... 80

a. Q.S. Al-Kahfi[18] : 83 ................................................... 80

b. Komentar Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir ............................. 80

4 . Kisah Sapi Betina Bani Israel. ............................................. 85

a. Q.S. Al-Baqarah[2] : 67-74............................................ 85

b. Ringkasan Kisah Sapi Betina Bani Israel....................... 87

c. Komentar Ibnu Jarir dan Ibnu katsir .............................. 88

B. Analisa Perbandingan Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

Terhadap Penyusupan Israiliyyat ............................................... 91

C. Pandangan Ulama Dalam Menyikapi Israiliyyat .......................101

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................106

B. Saran-Saran ................................................................................107

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................108

Page 8: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI1

KonsonanHuruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan

B be

T te

Ts te dan es

J Je

H h dengan garis bawah

Kh ka dan ha

D da

Dz De dan zet

R Er

Z Zet

S Es

Sy es dan ye

S es dengan garis bawah

D de dengan garis bawah

T te dengan garis bawah

Z zet dengan garis bawah

‘ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan

Gh ge dan ha

F Ef

Q Ki

K Ka

L El

M Em

N En

W We

هـ H Ha

‘ Apostrof

Y Ye

1 Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik fakultas Ushuluddin dan FilsafatUIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006/2007, hal. 101 - 105

Page 9: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

ix

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih

aksaranya adalah sebai beeriku:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

___َ___ a fathah

____ِ__ i kasrah

___ُ___ u dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

_َ___ي ai a dan i

و__ َ__ au a dan u

Vokal Panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ـَـا â a dengan topi di atas

ــي î i dengan topi di atas

ـــو û u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh

huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân

bukan ad-dîwân.

Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

Page 10: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

x

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini

tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan

berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”,

demikian seterusnya.

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut

diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf

/t/ (lihat contoh 3).

Contoh:

No Kata Arab Alih aksara

1 طريقة tarîqah

2 al-jâmî ah al-islâmiyyah

3 wahdat al-wujûd

Huruf Kapital

Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain

yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan

lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang

ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal

atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-

Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Page 11: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Quran adalah kalam Allah yang tiada tandingannya, diturunkan

kepada nabi Muhammad Saw, penutup para Nabi dan Rasûl dengan perantara

malaikat Jibril alahis salam, dimulai dengan surat al-Fâtihah dan diakhiri

dengan surat an-Nâs.2 Al-Quran merupakan suatu kitab yang ayat-ayatnya

disusun dengan rapi serta dijelaskan dengan terperinci.

Sebagaimana Allah berfirman dalam sûrah Hûd ayat 1 :

“Alif laam raa, (Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapiserta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang MahaBijaksana lagi Maha tahu.”

Al-Quran adalah satu-satunya pesan samawi yang mampu menjaga

orisinalitasnya sepanjang sejarah. Al-Quran telah mengarungi jalan panjang

sejarah dengan selamat, selalu sesuai dengan zaman. Kitab ini terjaga dari

segala bentuk manipulasi dan kerusakan zaman. Hal ini sebagaimana firman-

Nya dalam surat al-Hijr ayat 9:

“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya kamibenar-benar memeliharanya.”

2 Prof.Dr.Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Ilmu al-Quran, (Bandung: CV PustakaSetia), Cet I, h. 15

Page 12: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

2

Redaksi ayat di atas mengandung penekanan (ta’kid) bila dilihat dari

beberapa segi yang diketahui oleh para pengkaji sastra Arab, diantarannya:

penggunaan redaksi ilmiah (redaksi yang menggunakan kata kerja), serta

memperkuatnya dengan huruf “Inna’’ dan masuknya ”Lam Muakkidah”

terhadap kabar ”La Hâfidzun”.3 Redaksi ayat-ayat al-Quran, sebagaimana

setiap redaksi yang diucapkan atau ditulis, tidak dapat diijangkau maksudnya

secara pasti, kecuali oleh pemilik redaksi tersebut. Hal ini kemudian

menimbulkan keanekaragaman penafsiran.

Al-Quran diturunkan dengan bahasa Arab yang mengandung banyak

kemungkinan arti, dari khas dan ‘am, muthlak dan muqayyad, mantuq dan

mafhum.4 Semua itu ada yang dipahami dari isyarat dan ada yang dipahami

dengan ibarat. Kemampuan manusia dalam memahami berbeda-beda. Ada

yang memahami makna secara zahir, ada yang mampu memahami makna-

makna yang dalam, dan ada yang mampu memahami bukan makna

sebenarnya. Kemudian al-Quran juga diturunkan berkenaan sesuatu sebab dan

kejadian, jika hal itu diketahui akan menambah pemahaman dan membantu

memahami al-Quran dengan benar.5

3 Yusuf Qardawi, Berinteraksi Dengan al-Quran, (Jakarta: Gema Insani Press), Cet I, h.39

4 Khas: Lafaz yang tidak menghabiskan semua apa yang pantas baginya.‘Am: Lafaz yang menghabiskan atau mencakup segala apa yang pantas baginya.Muthlaq: Lafaz yang menunjukkan suatu hakikat tanpa sesuatu pembatas.Muqayyadd: Lafaz yang menunjukkan suatu hakikat dengan batasan.Manthuq: Makna yang ditunjukkan oleh lafaz menurut ucapannya, yakni penunjukkan

makna berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan.Mafhum: Makna yang ditunjukkan oleh lafaz tdak berdasarkan pada bunyi ucapan.5 Yusuf Qardawi, Berinteraksi Dengan al-Quran, (Jakarta: Gema Insani Press), Cet I, h.

286

Page 13: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

3

Penafsiran al-Quran tidak dapat dipisahkan dengan upaya

memahaminya dalam rangka mengambil hidayah-Nya, karena upaya ke arah

itu merupakan sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, terlebih Allah

sendiri menyuruh hamba-hambanya terutama orang Islam untuk menerangkan

kandungan-kandungan al-Quran.

Terdapat berbagai macam sumber yang dijadikan sandaran oleh para

ulama dan ahli tafsir untuk memahami ayat-ayat al-Quran. Mereka berusaha

untuk mengetahui pemahaman secara detail dan bisa diungkapkan dengan

kata-kata yang sesuai. Hal ini diupayakan agar pemahaman terhadap al-Quran

bisa dicapai oleh setiap manusia yang senang dengan al-Quran, agar manusia

bisa membaca, memahami dan mengamalkan isi kandungan ayat-ayat al-

Quran yang mengajak kepada kebaikan dunia dan akhirat.

Di antara sumber referensi yang dijadikan pegangan oleh para ahli

tafsir dalam menafsirkan al-Quran antara lain riwayat dari Rasulullah saw

tentang penafsiran ayat-ayat al-Quran yang global secara penjelasan-

penjelasan beliau tentang makna-makna ungkapan al-Quran secara terperinci.

Sebagai contoh, diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw

pernah ditanya oleh seorang laki-laki tentang maksud dari kata al Muqtasimîn

dalam surat al-Hijr ayat 90, Rasulullah menjawab bahwa yag dimaksud dalam

ayat tersebut adalah kaum Yahudi dan Nasrani. Lalu laki-laki itu bertanya lagi

tentang apa maksud dari ‘’idhin’’ pada ayat selanjutnya (al-Hijr ayat 91),

Page 14: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

4

Rasulullah menjawab bahwa yang dimaksud dengan kata itu adalah mereka

yang beriman dengan sebagian ayat dan kafir dengan sebagian yang lain.6

Pada periode abad ke 8 – 12M, tepatnya ketika Islam berada di bawah

pemerintahan dinasti Abbasiyah, ilmu pengetahuan mengalami perkembangan

dan kemajuan luar biasa. Dalam bidang ilmu agama, perkembangan dan

kemajuannya ditandai oleh kemunculan ulama-ulama besar dengan karya-

karyanya dalam bidang ilmu tafsir, hadis, qiraat, ilmu kalam, dan sejarah. Hal

serupa terjadi juga pada bidang sains dan filsafat, serta ilmu-ilmu seperti

kedokteran, optik, kimia dan matematika7.

Khusus dalam bidang ilmu tafsir, pengkajian dan pengembangannya

telah mencapai bentuk sistematis, meskipun tentu saja tanpa menafikan

kegiatan penafsiran yang sudah dimulai semenjak zaman Nabi. Para ulama

tafsir telah sepakat bahwa kegiatan penafsiran al-Quran dimulai oleh Nabi

sendiri. Kegiatan penafsiran pasca zaman Nabi kemudian dilanjutkan oleh

para sahabat dan penggantinya dalam bentuk riwayat8.

Ibnu al-Nadhim mencatat bahwa al-Farra (W.207 H) telah berhasil

menyusun kitab tafsir yang berjudul Ma’ani al-Quran sebanyak empat jilid.

Sejumlah ulama tafsir besar lainnya yang hampir semasa dengan al-Farra

adalah Syu’bah bin al-Hajjâj (w. 160 H), Waqi’ Hamzah bin al-Jarrah (w. 197

H ), Syufyan bin Uyainah (w. 198 H), Rauh bin Ubadah (w. 205), dan Abd ar-

6 Prof.Dr. Mani ‘Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir, Jakarta; PT. Raja GrafindoPersada, 2006

7Ahmad Amin, Dhuhha Al-Islam, Jilid II, Maktabah An-Nahdah Al-Misriyah, Kairo,1939, hlm.13.

8 Ali Haan Al-Ridh, Sejarah dan Metodologi Tafsir, terj. Ahmad Akrom, CV RajawaliPress, Jakarta, 1992, hlm.22-23.

Page 15: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

5

Razâq (w. 211 H), juga menghasilkan karya-karya besar, tetapi sangat

disesalkan karya-karya mereka tidak dapat ditemukan lagi9.

Pengaruh keterbukaan Islam pada masa dinasti Abbasiyah terhadap

berbagai kebudayaan luar, terutama kebudayaan Yunani yang memicu

kelahiran mazhab rasional dalam Islam, yakni dipercayanya perkembangan

tafsir dengan kemunculan orientasi penafsiran ittijah bi ar-ra’yi yang

dipertantangkan dengan corak penafsiran bi al-matsur, yakni penafsiran al-

Quran dengan menggunakan penjelasan-penjelasan al-Quran, sunnah Nabi,

dan riwayat-riwayat yang berasal dari para sahabat dan tabiin. Para ulama

umumnya melihat orientasi penafsiran kedua lebih baik dari pada yang

pertama. Al-Qahthan umpamanya, memutuskan untuk mengikuti dan

mengambil orientasi pertama karena merupakan cara penafsiran yang paling

shahih dan paling aman dari kesalahan dan penyimpangan10. Penilaian itu ada

benarnya jika yang dimaksud adalah tafsir bi al-matsur yang berisi riwayat-

riwayat al-Quran sendiri. Akan tetapi, masalah lain ketika sesuai dengan

definisinya dalam jenis tafsir ini juga termasuk riwayat-riwayat yang

dinisbatkan dari Nabi, sahabat, dan tabi’in, yang kemungkinan besar terdapat

penyimpang-penyimpangan generasi sesudahnya karena ambisi tertentu.

Dalam pertumbuhannya, tafsir bi-masur menempuh dua periode.

Periode pertama, terjadi pada masa Nabi dan para sahabatnya yang

berlangsung sekitar abad ke-1 dan ke-2 H. sedangkan periode kedua, adalah

masa pengkodifikasian tafsir. Pada periode ini dibukukan semua hadis yang

9 Ibnu An-Nazhim, Al-Fihrits, Kairo, 1348 H., hlm. 99.10 Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum Al-Quran, Mansyurat Al-Ashr Al-Hadis,

Mesir, t.t., hlm. 25.

Page 16: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

6

diriwayatkan dari Nabi dan para sahabatnya, baik yang terjadi pada permulaan

tahun 100 dan 200 H11. Penanggalan sanad-sanad periwayatan pada periode

kedua menyebabkan banyak tersebar riwayat-riwayat yang kualitasnya tidak

diseleksi ketat oleh sebagian ilmu tafsir. Kondisi ini akhirnya memberi

peluang bagi hadis-hadis dan riwayat-riwayat palsu masuk kedalam tafsir yang

telah terkondifikasikan itu12.

Dengan demikian orientasi pemikiran bi al-matsur bukan tanpa

kelemahan. Yang dimaksud dengan kelemahan di sini adalah, telah disebutkan

oleh adz-Dzahabi, Pertama, masuknya unsur-unsur musuh Islam. Kedua,

bercampurnya antara riwayat yang shahih dan bathil13. Masuknya Israiliyyat

ke dalam Islam memang merupakan hal yang tidak dapat dihindari dari

pembauran masyarakat muslim dengan komunitas Ahli Kitab disekitar jazirah

Arab. Tafsir dan hadis, keduanya dipengaruhi oleh kebudayaan Ahli Kitab

yang berisikan cerita-cerita palsu dan bohong. Israiliyyat juga dianggap

mempunyai pengaruh yang buruk. Israiliyyat dituliskan pula oleh sebagian

cendikiawan dengan mudah, sehingga kadangkala sampai pada keadaan

diterima walaupun jelas lemah dan terang bohongnya. Padahal itu semua

merupakan hal yang merusak akidah sebagian besar kaum muslimin, serta

11 Ali Haan Al-Ridh, Sejarah dan Metodologi Tafsir, terj. Ahmad Akrom, CV RajawaliPress, Jakarta, 1992, hlm.22-23.

12 Ali Haan Al-Ridh, Sejarah dan Metodologi Tafsir, terj. Ahmad Akrom, CV RajawaliPress, Jakarta, 1992, hlm.47.

13 Az-Zarqany, Manahil Al-Irfan, Juz II, Dar Al-Fikr, Bairut, t.t., hlm.23-24.

Page 17: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

7

menjadikan Islam dalam pandangan musuh-musuhnya sebagai agama yang

penuh khurafat dan hal-hal yang tidak masuk akal.14

Pengutipan Israiliyyat oleh sebagian mufassir sebagai salah satu

sumber penafsiran al-Quran, selama empat abad ini, yaitu semenjak

pengkodifikasian tafsir sampai sekarang, memperkaya khazanah perpustakaan

umat Islam dengan kitab-kitab tafsir yang memuat riwayat-riwayat Israiliyyat

dengan intensitas yang cukup beragam, baik dari segi kualitas maupun

kuantitas. Persoalan Israiliyyat menjadi isu penting bagi mufassir modern.

Sebab Israiliyyat tidak hanya berkaitan dengan aspek teologis Islam yang

mengklaim sebagai agama yang sempurna, sehingga tidak perlu lagi merujuk

pada ajaran-ajaran Yahudi dan Nasrani, juga pernyataan al-Quran yang

menyatakan kedua kelompok itu telah melakukan penyimpangan terhadap

kitab suci mereka, tetapi juga Israiliyyat pada umumnya berisi khurafat-

khurafat yang merusak akidah umat Islam. Sebagaimana dalam surat al-

Maidah[5] ayat 41,

“Wahai Rasul (Muhammad) ! Janganlah engkau disedihkan karena merekaberlomba-lomba dalam kekafirannya. Yaitu orang-orang munafik yangmengatakan dengan mulut mereka, “Kami telah beriman,” padahal hatimereka belum beriman; dan juga orang-orang Yahudi yang sangat sukamndengar berita-berita bohong dan sangat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu. Mereka merubahkata-kata (Taurat) dari makna yang sebenarnya. Mereka mengatakan, “Jika iniyang diberikan kepadamu (yang sudah dirubah) terimalah, dan jika kamudiberi bukan ini, maka hati-hatilah.” Barang siapa dikehendaki Allah untukdibiarkan sesat, sedikit pun dari Allah untuk menolongnya. Mereka itu adalahorang-orang yang sudah tidak dikehendaki Allah untuk menyucikan hatimereka. Di dunia mereka mendapat kehinaan dan di akhirat akan mendapatazab yang besar.”

14 Muhammad Husaini Zahabi, Israiliyyat Dalam Tafsir Hadis, (Bogor: PT. PustakaLitera Antar Nusa, 1993), Cet. 1, h.14

Page 18: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

8

Menyadari akan bahayanya, Muhammad Abduh sangat gencar

mengkritik ulama tafsir yang menggunakan Israiliyyat sebagai penafsiran al-

Quran. Dalam nada yang lebih keras, Syaltut menuduh bahwa Israiliyyat telah

menghalangi umat Islam menemukan petunjuk-petunjuk al-Quran15.

Orientasi tafsir al-Quran yang menjadi objek kritikan para mufassir

modern dalam pengutipan riwayat Israiliyyat, adalah tafsir yang menggunakan

orientasi penafsiran bi al-matsur. Dalam hal ini, tafsir Jami’ al-Bayân fî Tafsîr

al-Qurân (selanjutnya disebut tafsir ath-Thabârî) karya Ibnu Jarîr al-Thabârî

dan Tafsîr al-Qurân al-Azîm (selanjutnya disebut tafsir Ibnu Katsîr) diduga

sebagai kitab tafsir yang banyak memuat Israiliyyat.

Berkaitan dengan permasalahan diatas, maka penulis mencoba untuk

mengangkat tentang permasalahan ini, dengan menganalisa perbandingan

keberadaan riwayat Israiliyyat dalam kedua tafsir tersebut dikomentari atau

tidak, yaitu dengan tema: Isrâiliyyât Dalam Tafsir Ath-Thabârî dan Ibnu

Kastîr (Sikap Ath-Thabârî dan Ibnu Katsîr Terhadap Penyusupan

Isrâiliyyât Dalam Tafsirnya)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam sejarah penafsiran al-Quran, keberadaan Israiliyyat dalam kitab

tafsir secara garis besar dapat dikategorikan menjadi dua macam16. Pertama,

15 Muhammad Syaltut, Fatwa-Fatwa, terj. Bustamin A. Gani, Bulan Bintang, Jakarta,1977, Juz I, hlm.95.

16 Kategori ini diungkapkan oleh Adz-Dzahabi dalam ‘’al-Tafsir wa al-Mufassirun”,menjadi enam kategori keberadaan riwayat Israiliyyat dan keenam kategori itu secara garis besar

Page 19: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

9

Israiliyyat dikomentari oleh penulisnya. Komentar yang dimaksud adalah

menyangkut analisis terhadap kualitas sanad dan matan. Kategori ini

dipandang sebagai cara yang benar dalam mengemukakan Israiliyyat. Kedua,

riwayat Israiliyyat yang keberadaannya tanpa dikomentari apa-apa, yakni

tanpa penyebutan sanadnya, analisis terhadap kualitas sanadnya, analisis

terhadap isi Israiliyyat, dan penafsiran yang benar terhadap ayat yang

ditafsirkan dengan Israiliyyat. Poin-poin ini merujuk kepada studi kritis

terhadap riwayat hadis. Dalam studi kritik al-Hadis, hal yang ditinjau adalah

aspek sanad dan matan. Kategori yang kedualah yang kerap kali menjadi

objek kritikan para ulama tafsir.

Berkaitan dengan itu, penulisan skripsi ini membatasi dan memusatkan

perhatian kepada penyusupan riwayat Israiliyyat dalam tafsir Jâmi’ al-Bayân

fî Tafsîr al-Qurân (selanjutnya disebut tafsir ath-Thabârî) karya Ibnu Jarîr al-

Thabârî dan Tafsîr al-Qurân al-Azîm (selanjutnya disebut tafsir Ibnu Katsîr)

dengan penekanan pada analisis apakah keberadaannya dikomentari atau

tidak. Dengan kata lain, apakah ath-Thabârî dan Ibnu Katsîr bersikap kritis

atau tidak, dan penulis juga merumuskan “Apa itu sebenarnya kisah-kisah

Israiliyyat dan Bagaimana kisah-kisah Israiliyyat tersebut dapat menyusup

kedalam kitab tafsir Jâmi’ al-Bayân karya ath-Thabârî dan tafsir al-Qurân al-

Azîm karya Ibnu Katsîr yang keduanya merupakan kitab yang banyak

dijadikan rujukan para pembaca”.

dapat dibagi ke dalam dua bagian. Lihat Adz-Zahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Juz 1., hlm. 95-98

Page 20: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

10

C. Ruang Lingkup Masalah

Para ulama pada umumnya mengklasifikasikan Israiliyyat dalam tiga

bagian, yaitu:

1. Israiliyyat yang sejalan dengan Islam

2. Israiliyyat yang tidak sejalan dengan Islam

3. Israiliyyat yang tidak masuk bagian pertama dan kedua

Pengklasifikasian itu dirumuskan dengan mengacu pada keterangan-

keterangan Nabi. Nabi sendiri tidak langsung membuat klasifikasi tersebut,

melainkan pemahaman para ulama terhadap keterangan-keterangan Nabi

tersebut yang memunculkan klasifikasi itu. Umpamanya, ada keterangan Nabi

yang membolehkan dan melarang meriwayatkan Israiliyyat, kemudian para

ulama mengklasifikasikan Israiliyyat pada yang sejalan dengan Islam dan

yang tidak sejalan dengannya. Namun, ada pula keterangan Nabi yang

menyuruh umatnya untuk tidak membenarkan dan tidak pula mendustakan

Ahli Kitab, kemudian para ulama pun membuat klasifikasi Israiliyyat yang

tidak masuk bagian pertama dan kedua.

Berkaitan dengan itu, penulisan skripsi ini memusatkan perhatian

kepada:

1. Keberadaan riwayat Israiliyyat yang tidak sejalan dengan Islam.

dalam tafsir Jâmi’ al-Bayân fî Tafsîr al-Qurân karya Ibnu Jarîr al-

Thabârî dan Tafsîr al-Qurân al-Azim karya Ibnu Katsîr .

Diantaranya: Kisah Bani Israel Tersesat Selama Empat Puluh

Tahun, Kisah Harut Marut, dan Dzulqarnain.

Page 21: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

11

2. Keberadaan riwayat Israiliyyat yang tidak termasuk keduanya

(tidak sejalan dan sejalan dengan Islam) dalam tafsir Jâmi’ al-

Bayân fî Tafsîr al-Qurân karya Ibnu Jarîr ath-Thabârî dan Tafsîr

al-Qurân al-Azim karya Ibnu Katsîr. Yaitu, Kisah Sapi Betina

Bani Israel

Kesemuanya itu berdasarkan apakah keberadaan riwayat Israiliyyat

dikomentari atau tidak. Dengan kata lain, apakah ath-Thabârî dan Ibnu Katsîr

bersikap kritis atau tidak terhadap riwayat Israiliyyat dalam kitabnya masing-

masing.

D. Kajian Pustaka

Diakui, bahwa kajian mengenai Israiliyyat bukanlah penelitian yang

baru. Sudah ada beberapa penelitian yang membahasnya. Diantaranya, dalam

bentuk buku, salah satunya adalah, Israiliyyat Dalam Tafsir Hadis karangan

Muhammad Husaini Zahabi. Dalam bentuk skripsi, adalah, “Israiliyyat Dalam

Kitab Tafsir Jâmi’ al-Bayân fî al-Tafsîr Karya ath-Thabârî” oleh Ali Akbar

dan “Studi Analitis Pandangan Israiliyyat Rasyid Ridho Dalam Tafsir al-

Manar” oleh Ahmad Zaki Mubarok.

Disini, penulisa berusaha menggabungkan antara dua penafsir yang

mengemukakan tentang Israiliyyat dalam tafsirnya. Yang lebih membedakan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah membandingkan antara

ath-Thabari dalam tafsir Jami al-Bayaan dengan Ibnu Katsir dalam tafsir al-

Quran al-Azhim dalam mengemukakan Israiliyyat, sehingga diharapkan

Page 22: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

12

peneliti ini dapat memberi solusi yang baik terhadap beberapa pembahasan

serupa.

E. Metodologi Penelitian

Dalam proposal ini ada dua aspek metodologi penelitian yang digunakan:

1. Metode Pengumpulan Data

Kajian proposal ini dilakukan melalui penelitian kepustakaan

(library Research), suatu metode dengan cara mengumpulkan data dan

informasi, baik berupa buku-buku maupun artikel-artikel yang kemudian

diidentifikasi secara sistematis dan analisis, dengan bantuan berbagai

macam-macam material yang terdapat di ruang pustaka.

Sedangkan data-data yang diperlukan dan dicari itu dari sumber-

sumber kepustakaan yang bersifat primer, yaitu data yang berlangsung dan

diperoleh dari sumber data pertama, disebut dengan sumber utama. Dalam

hal ini yang menjadi sumber utamanya adalah kitab tafsir Jâmi’ al-Bayân

fî Tafsîr al-Qurân karya Ibnu Jarîr ath-Thabârî dan Tafsîr al-Qurân al-

Azim karya Ibnu Katsîr. Dan sekunder, yaitu data yang lebih dahulu

diikumpulkan dan dilaporkan dari sumber-sumber yang lain. Disebut

dengan data pendukung.

2. Metode Pembahasan

Dalam metode pembahasan, penulis menggunakan metode

deskriftif analisis:

a. Metode deskriftif, yaitu suatu pembahasan yang bermaksud untuk

membuat gambaran mengenai data-data dalam rangka menguji

Page 23: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

13

hipotesa atau menjawab pertanyaan, yang menyangkut keadaan pada

waktu sedang berjalan dari pokok masalah.

b. Metode analisis, yaitu suatu bahasan dengan cara memberikan

penafsiran-penafsiran terhadap data yang telah terkumpul dan tersusun.

Jadi metode deskriftif analisis adalah suatu pembahasan yang

bertujuan untuk membuat gambaran terhadap data-data yang telah

tersusun dan terkumpul dengan cara memberikan tafsiran terhadap data

tersebut.

3. Teknik Penulisan

Secara Teknik penulisan skripsi ini disandarkan pada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi IAIN Syarief

Hidayatullah Jakarta (2000)”.

F. Sistematika Penulisan

Penulis dalam menyusun skripsi ini, terdiri dari lima bab dengan

sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I, Pendahuluan dengan mengetengahkan sekitar latar belakang

masalah, identifikasi, batasan dan perumusan masalah, ruang lingkup masalah,

tinjauan pustaka, metodologi penelitian juga sistematika penulisan.

Bab II, Sekilas tentang Ibnu Jarîr ath-Thabârî dan Ibnu Katsîr dengan

mencari tahu seputar riwayat hidupnya, karya-karya ilmiah dan murid-murid

beliau, serta metode dalam penulisan kitabnya.

Page 24: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

14

Bab III, Membahas sekilas tentang Israiliyyat, masuknya israiliyyat ke

dalam tafsir, klasifikasi Israiliyyat itu sendiri, para perawi Israiliyyat, serta

pandangan ulama terhadap Israiliyyat itu sendiri.

Bab IV, Menganalisa dan membandingkan sikap ath-Thabârî dan Ibnu

Katsîr terhadap Israiliyyat yang terdapat dalam kitab Jâmi’ al-Bayân fî Tafsîr

al-Qurân karya Ibnu Jarîr ath-Thabârî dan Tafsîr al-Qurân al-Azim karya

Ibnu Katsîr. Dengan disertai contoh-contoh, pandangan mereka terhadap

Israiliyyat, serta pandangan ulama dalam menyikapi Israiliyyat.

Bab V, penutup berisikan tentang beberapa kesimpulan dari penulis

proposal ini disertai dengan saran-saran.

Daftar Pustaka

Page 25: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

15

BAB II

SEKILAS TENTANG IBNU JARÎR ATH-THABÂRÎ DAN IBNU KATSÎR

A. Ibnu Jarîr Ath-Thabârî

1. Riwayat Hidup Ath-Thabârî

Pada penghujung abad ke-9 M/3H hingga pertengahan pertama

abad ke-10, dunia masih menyaksikan kemajuan-kemajuan keilmuan

dikalangan umat Islam. Hilangnya mazhab rasional Mu’tazilah17 setelah

al-Mutawakkil menghapusnya sebagai aliran resmi Negara, tidak membuat

Islam berhenti melakukan inovasi-inovasi keilmuan. Perubahan yang

terlihat setelah peristiwa ini barangkali hanya menyangkut intensitas

penggunaan nalar oleh umat Islam dalam rangka pengembangan keilmuan.

Bila dikalangan para penganut Mu’tazilah, peranan akal begitu dominan,

penekanan itu tidak begitu terlihat setelah aliran Mu’tazilah dihapus oleh

al-Mutawakkil.18

Studi atas naskah al-Quran mengalami banyak kemajuan pada awal

abad ke-10 H/632M karena adanya pengakuan resmi atas tujuh bacaan

sebagai satu-satunya yang sah, tindakan itu dilakukan oleh Ibnu Mujahid

17 Secara harfiah kata mu’tazilah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah ataumemisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri. Mu’tazilah muncul di kotaBashrah (Irak) pada abad ke-2 Hijriyah, antara tahun 105-110 H, tepatnya di masa pemerintahankhalifah Abdul Malik bin Marwan dan khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Pelopornya adalahseorang penduduk Bashrah murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal. Ia lahir di kota Madinah pada tahun 80 H dan wafat pada tahun 131 H. Didalam menyebarkan ajarannya, ia didukung oleh ‘Amr bin ‘Ubaid (seorang pemimpin Qadariyyahkota Bashrah) setelah keduanya bersepakat dalam suatu pemikiran bid’ah, yaitu mengingkaritaqdir dan sifat-sifat Allah. (Lihat Firaq Mu’ashirah, karya Dr. Ghalib bin ‘Ali Awaji, 2/821, SiyarA’lam An-Nubala, karya Adz-Dzahabi, 5/464-465, dan Al-Milal Wan-Nihal, karya Asy-Syihristani hal. 46-48).

18 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unnsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h. 55.

Page 26: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

16

(w. 935 M / 313 H) untuk mengatasi ketidak mungkinan mengadakan

kesepakatan panuh atas perbedaan cara membaca al-Quran yang muncul

menjelang abad ke-9 M. Meskipun tujuh bacaan dari Ibnu Mujahid itu

tidak segera diterima oleh para ulama, sebelum Ibnu Mujahid wafat,

sebuah pengadilan mendukung pandangannya dengan mencela seorang

ulama yang membolehkan membaca teks konsonan sesukanya asal sesuai

dengan tata bahasa dan maknanya dapat diterima secara luas, sebagai

puncak generasi ulama tekstual pada fase perkembangannya.19

Pada saat itu, tafsir sudah merupakan suatu disiplin ilmu yang

berdiri sendiri setelah sebelumnya merupakan bagian dari kitab-kitab

hadis. Sebagaimana disiplin ilmu lainnya, pada masa dinasti Bani Abbas,

tafsir dijadikan sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Perkembangan

tafsir ditandai oleh munculnya dua madrasah aliran tafsir bi al-matsur20

dan aliran tafsir bi al-rayî.21 Disamping itu, orientasi kajian tafsir sudah

memasuki berbagai disiplin ilmu seperti fiqih, kalam, sejarah, dan filsafat.

19 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h. 57.

20 Metode tafsir bil ma’tsur atau bir riwayah adalah metode menafsirkan Al-Qur’andengan merujuk pada pemahaman yang langsung diberikan oleh Rasulullah kepada para sahabat,lalu turun menurun kepada tabi’in; tabi’it tabi’in, dan seterusnya hingga masa sekarang. Metodeini mendasarkan tafsir pada kutipan-kutipan yang sahih sesuai urutan-urutan persyaratan bagi paramufasir. Yaitu: Menafsirkan al-Quran dengan al-Quran, Menafsirkan al-Quran dengan sunnah atauhadis, Menafsirkan pendapat para sahabat;para tabi’in.

21 Tafsir bil-ra’yî adalah metodologi penafsiran al-Quran berdasarkan rasionalitas pikiran(ar-ra’yu), dan pengetahuan empiris (ad-Dirayah). Tafsir ini mengandalkan “ijtihad” seorangmufassir, dan tidak berdasarkan pada kehadiran riwayat-riwayat. Disamping aspek itu,kemamppuan tata bahasa, retrorika, etimologi, pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan denganwahyu, dan aspek-aspek lainnya menjadi pertimbangan para mufassir.

Kata “ar-ra’yu” berarti “kebebasan pemikiran”, cenderung berkonotasi pada rasionalitasijtihad terhadap penafsiran al-Quran. Ini berarti al-Quran dianggap sebagai teks “fleksibel” yangsesuai dengan “kepentingannya”. Sehingga perlu adanya syarat-syarat tertentu yang membatasipengertian tafsir bi ar-rayî terutama dalam aplikasinya. Itihad yang dimaksud disini adalahberdasarkan dasar-dasar yangbenar dan kaidah-kaidah yang lurus. Jadi jelaslah bahwa tafsir birayȋ bukanlah sekedar berdasarkan pendapat atau ide semata, atau hanya sekedar gagasan yangterlintas dalam fikiran seseorang.

Page 27: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

17

Di sisi lain tafsir bi al-matsur menghadapi persoalan yang sangat

serius, yaitu, pembauran antara riwayat-riwayat yang sahih dan yang

palsu. Seiring dengan masuknya unsur luar ke dalam Islam, tafsir ini pun

sudah dipengaruhi oleh unsur-unsur luar itu.

Pada waktu yang sama perkembngan ilmu agama juga tampak pada

bidang hadis, fiqih, dan tasawuf. Diantaranya adalah periode konsolidasi

hadis berupa kegiatan kritik terhadap ribuan hadis dari tahun 850 M

sampai dengan tahun 945 M dan berhasil membuat enam kitab hadis yang

dikenal Kutub al-Sittah, yaitu, Sahih Bukhârî, Sahih Muslîm, Sunan at-

Tirmizî, Sunan Ibnu Majah, Sunan Abû Dâud dan Sunan an-Nasâî. Dalam

bidang hukum Islam, pada periode 850 M sampai dengan tahun 945 M

tidak ada lagi usaha untuk membentuk mazhab baru. Sementara itu,

tasawuf telah mencapai bantuknya yang sempurna. Itulah sebabnya Abû

al-A’la Afifi menjelaskan bahwa pada abad ke-3 H / 624 M dan ke-4 H /

625 M merupakan zaman keemasan taswuf.22

Ditengah kondisi demikianlah, ath-Thabârî yang memiliki nama

lengkap Abû Ja’far Muhammad Ibnu Jarîr Ibnu Yazid Ibnu Khalid ath-

Thabarî, beliau dilahirkan di Amul, ibu kota dari propinsi Tabaristan pada

tahun 224 H.23

Menurut para ahli sejarah, daerah ini dinamakan dengan Tabaristan

karena daerah tersebut merupakan daerah pegunungan, dan juga

22 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unnsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h. 57.

23 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Jami’ al-Bayân ‘an Ta’wil al-Quran,(Bairut Dâr al-Fiqr), Jilid I, h.3.

Page 28: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

18

penduduknya merupakan ahli dalam peperangan, dan alat yang digunakan

dalam berperang adalah: Tabar (dalam bahasa Indonesia sejenis

kampak).24

Beliau mengadakan perjalanan untuk menuntut ilmu dan kota

pertama yang beliau tuju adalah Ray dan daerah sekitarnya. Di sana ia

mempelajari hadis dari Muhammad bin Humaid ar-Razî. Selanjutnya, ia

menuju Baghdad untuk belajar kepada Ahmad bin Hanbal, tetapi ketika ia

sampai di sana, Ahmad bin Hanbal sudah wafat (pada tahun 241 H).25 Di

Kuffah, ia mengambil Qiraah dari Sulaiman al-Tulhi dan hadis dari

sekelompok jamaah yang diperoleh dari Ibrâhîm Abî Kuraib Muhammad

bin al-Ala al-Hamdani, salah seorang ulama besar hadis26. Pada tahun

253, ia sampai di Mesir dan pada tahun tersebut untuk beberapa saat ia

tinggal di Fustat kemudian mengunjungi Syam dan kembali ke Mesir pada

tahun 256 H. Pada saat di Mesir beliau belajar pada pemuka-pemuka

mazhab Syafi’I, diantaranya: ar-Rabi bin Sulaiman al-Muradi dan Ismail

bin Ibrâhîm al-Muzani dan lain-lainnya. Dari sana kemudian ia kembali ke

Baghdad, dan kembali ke Tabaristan, dan kembali ke Baghdad untuk

belajar dalam sisa umurnya, sampai ia meninggal dunia pada tahun

310H27. Demikianlah di setiap tempat yang dikunjungi ia berjumpa dengan

24 Musthafa as-Shawi al-Juwainy, Manahij fî at-Tafsîr, (Mesir: Nas’atu al-Ma’arif,Iskandariyah), h. 301.

25 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Jami’ al-Bayân ‘an Ta’wil al-Qurân,(Bairut Dar al-Fiqr), Jilid I, h. 3.

26 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h. 59

27 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Jami’ al-Bayân ‘an Ta’wil al-Qurân,(Bairut Dar al-Fiqr), Jilid I, h. 4.

Page 29: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

19

ulama-ulama besar. Ia mengambil ilmu dari mereka tidak saja terbatas

pada bidang tertentu, tetapi semua disiplin ilmu yang memungkinkannya

digelari seorang ilmuan ensiklopedik.

2. Karya-Karya Ath-Thabârî

Seperti penulis telah sampaikan di atas, bahwa ath-Thabârî semasa

hidupnya merupakan seorang penuntut ilmu yang sangat giat sehingga

setiap perjalanannya selalu menuntut ilmu, beraneka ragam ilmu yang

digelutinya sehingga keahliannya tidak hanya terbatas pada bidng tafsir,

sejarah, fiqih, dan hadis, tetapi juga dalam bidang-bidang sastra,

leksikrografi, tata bahasa, logika, matematika, dan kedokteran.

Keluasan ilmu yang dimiliki ath-Thabârî diakui oleh para ulama.

Berikut komentar sebagian ulama terhadap ath-Thabârî :

1. Al-Khâtib al-Baghdadi, “ath-Thabârî adalah seorang pemuka ulama

yang ucapannya ditanggapi, pendapatnya dirujuk karena keluasan

ilmunya. Ia mendalami berbagai disiplin ilmu yang tidak dapat

dilakukan oleh siapapun pada masanya. Ia hafal al-Quran, mengetahui

berbagai ragam bacaan al-Quran, mengetahui makna-makna al-Quran,

dan faham hukum-hukumnya. Mengetahui hadis dan seluk beluknya,

mengetahui berbagai pendapat sahabat, tabi’in, dan orang-orang

sesudahnya. Mengetahui persoalan-persoalan halal dan haram, dan

mengetahui perjalanan sejarah umat. Ia menulis kitab monumental,

Tarrikh al-Umam wa al-Mulk dan kitab tafsir yang belum pernah

Page 30: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

20

ditulis oleh siapapun. Ia pun menulis kitab Tahzib al-Atsar yang isinya

tidak ada bandingnya. Disamping itu, ia banyak menulis dibidang ilmu

ushul fiqh dan cabang-cabangnya. Ia memilih pendapat-pendapat ahli

fiqh”.28

2. Adz-Zahabi, “ath-Thabârî adalah seorang terpercaya, sadiq, hafiz,

bapak tafsir, imam dalam bidang fiqih, banyak mengetahui sejarah dan

peristiwa-peristiwa yang terjadi pada umat manusia, mengetahui

qira’at, bahasa, dan sebagainya”.29

Mengenai karya-karya ath-Thabârî, tidak diperoleh informasi yang

pasti berapa banyak buku yang pernah ditulisnya. Namun ada beberapa

riwayat yang menunjukkan bahwa ia aktif menulis. Khâtib al-Baghdadi

mendengar dari Ali bin Ubaidillah al-Lughawi as-Samsi bahwa ia aktif

menulis selama 40 tahun dengan perkiraan setiap harinya menulis 40

lembar. Dengan demikian, selama 40 tahun diperkirakan ia menulis

sebanyak 1.768.000 lembar. Suatu kesaksian lainnya pernah diturunkan

oleh Abdullah al-Farqhani, ia menyebutkan bahwa sebagian murid ath-

Thabârî memperhitungkan bila jumlah kertas yang pernah ditulisnya

dibagi oleh usianya semenjak baligh sampai wafatnya, maka setiap hari, ia

menulis 14 lembar.30

Karya-karya ath-Thabârî tidak semuanya sampai ke tangan kita

sekarang. Diperkirakan banyak karyanya tentang hukum lenyap bersamaan

28 Al-Khatib Al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, Dar Al-Fikr, Bairut, t.t., Juz II, h. 163.29 Abi al-Falah Abd al-Havy bin al-Imad al-Hanbali, Syadzarat Adz-Dzahabi fî Akbar

Man zahab, Juz III, Dar al-Fikr, Bairut, h. 332.30 Mustafa Ash-Shawi al-Juwaini, Manhaj fî at-Tafsîr, Mansya’ah al-Ma’arif,

Iskandariah, t.t., h. 304.

Page 31: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

21

dengan lenyapnya mazhab jarîriyah. Di bawah ini adalah karya-karyanya

yang sampai ke tangan kita31:

a. Tafsir

Jami’ al-Bayân fî Tafsîr al-Qurân,32 Kitab tafsir ini merupakan

kitab tafsir yang paling besar dan utama serta menjadi rujukan penting

bagi para mufassir bi al-matsur. Ibnu Jarîr memaparkan tafsir dengan

menyandarkan kepada sahabat, tabi’in dan tabi’ al-tabi’in. Ia juga

mengemukakan berbagai pendapat dan mentarjihkan sebagian atas

yang lain. Para ulama berkompeten sependapat bahwa belum pernah

disusun kitab tafsirpun yang dapat menyamainya.33

b. Qira’at

Kitab al-Qiraat wa at-Tanzîl al-Qurân. Di dalam kitab ini

disebutkan perbedaan pendapat para qari tentang huruf-huruf al-Quran.

Di dalamnya pun diklasifikasikan nama-nama ahli qiraat Madinah,

Mekah, Kuffah, Syam, dan Basrah dengan disertai penjelas qira’atnya

masing-masing.

c. Hadis

Tahzîb al-Atsar wa Tafsil ats-Tsabit an Rasûlillah min al-

Akhbar. Kitab ini belum selesai ditulis ath-Thabârî dan tidak ada

seorang pun yang mampu menyempurnakannya. Kitab ini mula-mula

berbicara tentang hadis-hadis shahih yang datang dari Abû Bakar,

31Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari dan TafsirIbnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h. 62-64.

32 Nama ini berdasarkan percetakan yang berlaku saat ini. Ath-Thabari sendirimenamainya dengan Jami al-Bayan fi Ta’wil Ayy al-Quran. Lihat ath-Thabari, Tarikh al-Umamwa al-Mulk, Juz I, Matba’ah al-Husainiyah, Mesir, t.t., h. 45

33 Manna Khali al-Qatthan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran, (Litera Antar Nusa, 1996), Cet ke-3, h. 527.

Page 32: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

22

kemudian, ia berbicara tentang setiap hadis beserta kecacatannya dan

jalan periwayatannya.

d. Fiqih

- Ikhtilaf ‘Ulûm al-Amsar fî Ahkâm Syara’I al-Islâm, di dalam kitab

ini disebutkan berbagai pendapat ulama yang berkaitan dengan

hukum-hukum syari’at.

- Latif al-Qaul fî Ahkâm Syara’I al-Islam, kitab ini memaparkan

mazhab fiqih ath-Thabârȋ sendiri.

- Al-Khafi fî Ahkâm Syar’I al-Islâm, kitab ini merupakan ringkasan

kitab di atas.

- Mukhtasar Manasik al-Hajj.

- Mukhtasar al-Faraidh.

- Kitâb fî ar-Radd ala ibn Abd al-hukm ala Malik.

- Kitâb Basit al-Qaul fî Ahkâm Syara’I al-Islâm

- Kitâb Adab al-Qaudah.

e. Usûluddin

- al-Basariah fî ma’alim Ad-din.

- Risalah al-Musammah bi Sarih as-Sunnah.

- Kitâb al-Mujaz fî al-Usul.

- Kitâb adab An-nufus al-Jayyidah wa al-Akhlaq An-nafisah.

f. Sejarah

- Tarikh al-Umam wa al-Mulk, kitab ini dipandang sebagai puncak

prestasi ilmiah ath-Thabari dalam menulis sejarah. Riwayat-

Page 33: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

23

riwayat yang terkandung di dalamnya tidak dipandang oleh para

sejarawan sebagai asatir (dongeng-dongeng) dan kisah-kisah sebab

penulisannya didasarkan atas fakta riwayat dan musyafahah (oral)

yang merujuk pada sumber-sumber Arab. Bagian pertama kitab ini

berisi sejarah sebelum Islam yang menyangkut awal penciptaan,

kisah-kisah para Nabi, umat Persia, Romawi, Arab, dan Yahudi.

Adapun bagian kedua berisi sejarah Islam yang menyangkut

sejarah Rasulullah, sejarah Khulafa ar-Rasyidin, penakluk-

penakluk mereka, dan sejarah muslim pada masa dinasti

Amawiyah dan dinasti Abbasiah. Kitab ini tuntas ditulis pada tahun

302 H.

- Kitâb Zail al-Munzil, kitab ini terdiri dari seratus halaman, selesai

ditulis oleh ath-Thabari pada tahun 300 H. kitab ini berisikan

sejarah sahabat, tabi’in, dan pengikut-pengikut mereka sampai ath-

Thabari. Di dalamnya pun disebutkan sejrah sahabat yang terbunuh

dan semasa Rasulullah.

- Kitâb Fadha’il Ali bin Abî Tâlib, bagian awal kitab ini

mengemukakan berita-berita yang shahih di sekitar peristiwa Gadir

Khum. Setelah itu diikuti dengan uraian keutamaan-keutamaan Ali.

- Kitâb Fadha’il Abi Bakr wa Umar.

- Kitâb Fadha’il al-Abbasi.

Page 34: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

24

3. Metode Penulisan Tafsir Jami’ al-Bayân

Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa kitab Jami’ al-Bayân

karya Ibnu Jarîr merupakan salah satu kitab tafsir bi al-matsur.

Adapun metode yang dipakai oleh Ibnu Jarîr dalam penulisan kitab

tafsirnya adalah sebagai berikut:

1. Cara penyajiannya yang teliti dalam merangkai riwayat, dan beliau

sangat teliti dalam menyebutkan sanad, dan dalam pencantuman

riwayat, maka tafsir tersebut menjadi sangat istimewa dalam

pemikirannya.

Contoh: Dalam menjelaskan tentang diturunkannya Adam dan Hawa

ke bumi, beliau mencantumkan para periwayatnya, seperti dari Mûsa

bin Harun, berkata: dari Amru bin Humad, dari Asbath, dari Suddiyi,

dari Abi Malik, dari Abi Shalih, dari Ibnu Abbas, dari Murrah, dari

Ibnu Mas’ud, dan setelah itu dilanjutkan kepada periwayatan. Dan

beliau lebih sering memakai kata “Haddatsana”, sebagai bentuk

bahwa sang perawi langsung mendengar dari yang meriwayatkan.34

2. Beliau menjauhkan dari penafsiran yang menggunakan orientasi bi al-

ra’yî. Dalam beberapa riwayat beliau melarang tafsir dengan orientasi

bi al-ra’yî, karena menurut baliau bahwa dalam penafsiran kitab Allah

tidak dapat diketahui ilmunya kecuali dengan keterangan Rasulullah

Saw.

34 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Jami’ al-Bayân ‘an Ta’wil al-Qurân,(Bairut: Dâr al-Fiqr), Jilid I, h. 229.

Page 35: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

25

3. Dibantu dengan ilmu tata bahasa, ia mendefinisikan arti kalimat

terhadap kalimat yang lain.

Contohnya dalam menafsirkan kata “al-Basmaallah” beliau

mengatakan bahwa makna basmallah adalah memulai dengan

menyebut nama Allah, dan menyebut-Nya sebelum mengerjakan

sesuatu, atau dengan kata lain, beliau menyatakan makna lain dari

basmallah adalah saya membaca dengan nama Allah, saya berdiri dan

duduk karena Allah.35

4. Menyajikan dengan syair, dan dalam menjelaskan maksud kalimat

beliau benyak berlandaskan syair, terkadang disebutkan nama

pengarangnya dan terkadang cukup hanya dengan syairnya.

Contoh: Dalam menjelaskan kata”Faridhah” beliau menggunakan

syair sebagai berikut :

قريضةكماقريضةكانتSesungguhnya kewajiban harus kamu kerjakan sebagaimana zina wajibdikenakan Rajam36

5. Beliau pun menampilkan qira’at, karena beliau seorang ahli dalam hal

tersebut.

Contoh: Dalam menjelaskan ayat ” مالك “Abi ja’far berkata:

para ahli qira’at berbeda-beda dalam membacanya. Diantaranya ada

yang membaca ( ) dengan memendekkan pada ”mim”, dan

diantaranya ada yang membaca ( لِكِ ) dengan memanjangkan

35 Muhammad Bakr Ismail,Ibnu Jarîr ath-Thabârî wa Manhajuhu fî at-Tafsîr, (Mesir:Dâr al-Manar, 1991), h. 73.

36 Muhammad Bakr Ismail,Ibnu Jarîr ath-Thabârî wa Manhajuhu fî at-Tafsîr, (Mesir:Dâr al-Manar, 1991), h. 93.

Page 36: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

26

pada “mim”, dan ada pula yang membaca ( ) dengan

menasabkan pada huruf “kaf”’.37

Kitab tafsir ini terdiri atas tiga puluh jilid dan menjadi referensi

utama serta pokok bahasan bagi tafsir-tafsir berikutnya. Kitab ini telah

dicetak dua kali di Mesir.38 Ibnu as-Subukhi menyatakan bahwa

bentuknya yang sekarang adalah ringkasan dari kitabnya yang asli.

Pada mulanya kitab ini dianggap hilang tetapi secara tiba-tiba dan

dalam waktu yang tidak lama, ditemukan sebagai milik pribadi Amir

Hamad Ibnu Amir Abd al-Rasyd, salah soerang Amir Najeed. Dalam

versi yang disampaikan Goldziher, manuskrip kitab ini ditemukan

pada masa kebangkitan percetakan pada awal abad ke-20-an. Namun

dalam versi Mahmud Syakir (yang mentashih Tafsir ath-Thabârî

sekarang) naskah kitabnya yang asli belum ditemukan.39

Tafsir ath-Thabârî mempunyai gaya bahasa tersendiri yang

memerlukan kesungguhan dan ketelitian ekstra untuk memahami

kandungannya.

Dalam hal ini Mahmud Syakir berkomentar:

“Banyaknya pasal-pasal dalam tafsir ath-Thabârî menyulitkansaya untuk memahami kitab ini. Untuk memahami maknanya,saya harus membaca dua sampai ttiga kali. Hal ini terjadi sebabmetode penulisan saya berbeda dengan metode yang digunakanath-Thabari. Akan tetapi, tanda baca dalam kitab itu sedikitmenolong memperjelas setiap ungkapan-ungkapannya.”

37 Muhammad Bakr Ismail,Ibnu Jarîr ath-Thabârî wa Manhajuhu fî at-Tafsîr, (Mesir:Dâr al-Manar, 1991), h. 102.

38 Thameem Ushama,Metodologi Tafsir al-Quran Kajian Kritis Objektif danKomprehensif, (Jakarta: Penerbit Riora Cipta, 2000), Cet. I, h. 68.

39 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h. 65.

Page 37: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

27

Disamping menggunakan gaya bahasa tertentu, ath-Thabârî pun

menggunakan metode dan orientasi tertentu. Tafsir ini menggunakan

metode tahlili40 karena menafsirkan ayat berdasarkan susunan mushafi,

sedangkan orientasi yang dignakannya adalah orientasi gabungan

karena tafsir ini menggabungkan orientasi penafsiran bi al-matsur dan

orientasi penafsiran bi al-ra’yî.41 Karena banyaknya jumlah hadis yang

dimasukkan didalamnya, tafsir ini hampir dinilai secara particular

menjadi contoh penting tafsir bi al-matsur. Namun Jami’ al-Bayân

lebih dari sekedar koleksi dan kompilasi materi tafsir yang luas.

Struktur karya yang sangat hati-hati menunjukkan dengan jelas

pandangan dan penilaian yang sungguh-sungguh. Ath-Thabârî sangat

jelas memahami isu-isu metodologi dari halaman-halaman pertamanya.

Ia mengawali karyanya dengan bab pengantar yang hampir mendekti

sejumlah pemikiran hermeneutik. Selain perhatiannya terhadap bahasa

dan leksikal, ath-Thabârî mendiskusikan status problematika tafsir bi

al-rayî (interpretasi dengan opini pribadi), keberatan orang-orang yang

menentang semua kegiatan penafsiran tersebut, dan reputasi penafsir-

penafsir sebelumnya, apakah mereka yang dihormati atau ditolak

dimasa yang lalu. Persoalan yang menjadi perhatian disini adalah bab

40Secara harfiah, tahlili berarti menjadi lepas atau terurai. Yang dimaksud al-tafsir al-tahlili ialah metode penafsiran ayat-ayat al-Quran yang dilakukan dengan cara mendeskripsikanuraian-uraian makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Quran dengan mengikuti tertib susunanatau urutan-urutan surat-surat dan ayat-ayat al-Quran itu sendiri dengan sedikit banyak melakukananalisis di dalamnya. Lihat Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu Al-Quran 2, Jakarta: PenerbitPustaka Firdaus, 2001, h. 110.

41 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h 66.

Page 38: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

28

dimana ath-Thabârî berusaha mendiskusikan berbagai macam cara

agar seorang individu sampai pada pengetahuan interpretasi (di sini ia

menggunakan istilah ta’wil42) al-Quran.43

Penggunaan kata ta’wil pada saat mengungkapkan pendapatnya

sendiri tentang penafsiran ayat-ayat tertentu merupakan kekhususan

kitab tafsir ini yang tidak dimiliki oleh kitab tafsir lainnya.

Nampaknya, ath-Thabari menggunakan kata itu dalam pengertian

“tafsir” sebagaimana umumnya digunakan para mufassir lainnya.

Dalam hal ini, as-Suyuti berkomentar bahwa motivasi ath-Thabârî

menamai kitabnya dengan Jami’ at-Ta’wil an al-Qurân adalah untuk

memperlihatkan bahwa kitab ini tidak hanya menyingkapkan makna

lafaz-lafaz al-Quran, tetapi juga disertai analisis struktur kalimatnya,

makna yang tersurat di dalamnya,, analisis bahasa, dan lain-lain.44

Berdasarkan keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki tafsir ath-

Thabârî di atas, maka kitab ini kemudian mempunyai nilai tinggi. Di

dalam Lisan al-Mizan, disebutkan bahwa Ibnu Huzaimah pernah

meminjam kitab tersebut dan baru selesai dibacanya setelah dua tahun dan

42Secara bahasa, ta’wil berasal dari kata al-awl berarti ‘kembali’; atau dari kata al-ma’alberarti tempat kembali. Muhammad Husain Zahabi mengemukakan bahwa dalam pandanganulama salaf, ta’wil memiliki dua macam pengertian, Pertama, menafsirkan teks dan menerangkanmaknanya tanpa mempersoalkan apakah penafsiran dan keterangan itu sesuai dengan apa yangtersurat atau tidak. Kedua, ta’wil adalah substasi yang dimaksud dari sebuah pembicaraan itusendiri. Lihat Lihat Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu Al-Quran 2, Jakarta: Penerbit PustakaFirdaus, 2001, h. 19-20.

43 Research for Quranic studies (RQIS), Hermeneutik al-Quran: Pandangan ath-Thabaridan Ibnu Katsir, (Bandung: Program Pasca Sarjana IAIN Sunan Gunung Jati, 2002), Vol. I, h.6

44Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unnsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h. 67.

Page 39: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

29

menilai bahwa tidak ada mufassir yang lebih pandai dari pada ath-

Thabârî.45

B. Ibnu Katsîr

1. Riwayat Hidup Ibnu Katsîr

Dalam khazanah disiplin ilmu-ilmu al-Quran, dikenal dua tokoh

dengan nama Ibnu Katsîr. Pertama, Ibnu Katsîr dengan nama lengkap Abû

Muhammad Abdullah bin Katsîr ad-Dary al-Makky yang lahir di Mekkah

pada tahun 45 H/665M. Ia adalah seorang ulama dari generasi tabi’in yang

dikenal sebagai salah seorang imam tujuh dalam qira’ah sab’ah (bacaan

yang tujuh.46). Kedua, Ibnu Katsîr yang kitab tafsirnya menjadi objek

penulisan buku ini, yakni Ibnu Katsîr yang muncul lebih kurang enam

abad setelah kelahiran Ibnu Katsîr yang pertama. Nama lengkapnya adalah

Imâd ad-Din Abû al-Fidâ’ Ismâil bin al-Khatib Syihab ad-Din Abî Hafsah

Umar bin Katsîr al-Quraisy asy-Syafi’i.47 Ia lahir di Mijdal dalam wilayah

Basrah pada tahun 700 H/1300 M. Predikat al-Busrawy sering

dicantumkan di belakang namanya karena ia lahir di Basrah. Demikian

pula predikat ad-Dimasyqi sering menyertai namanya. Hal ini berkaitan

dengan kedudukan kota Basrah yang menjadi bagian kawasan Damaskus,

atau mungkin disebabkan kepindahannya semenjak kanak-kanak ke sana.

Pendapat lain mengatakan bahwa predikat al-Busry berkaitan dengan

45 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h 68.

46 Subhi Shahih, Mabahits fî ‘Ulûm, Beirut: Dâr al-Qalâm, 1998) h. 248; KamaluddinMarzuki, ‘Ulûm al-Quran (Bandung: Rosdakarya, 1992), h. 104.

47 Muhammmad Basuni Faudah, Tafsir al-Quran: Perkenalan Dengan Metodologi Tafsir,terj.Mochtar Zaeni (Bandung: Pustaka, 1987), h.58.

Page 40: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

30

pertumbuhan dan pendidikannya. Dan predikat Asy-Syafi’I berkaitan

dengan mazhabnya.48 Ia meninggal pada tahun 774 H/1374 M. Pada usia

sekitar tujuh tahun, pendapat lain mengatakan tiga tahun, Ibnu Katsîr telah

ditinggal wafat oleh ayahnya sehingga ia tidak sempat menerima didikan

langsung dari ayahnya. Ditangan kakaknyalah, Kamâl ad-Dîn Abd.

Wahhab, Ibnu Katsîr pertma kalinya meniti tangga keilmuan menyusul

kepindahannya ke Damaskus pada tahun 707 H. Kegiatan mencari ilmu

kemudian dijalaninya dengan lebih serius di bawah bimbingan para ulama

semasanya. Diantaranya adalah Baha ad-Dîn al-Qasimy bin Asakir (w.

723H), Ishaq bin Yahya al-Amidî (w. 728 H), Taqy ad-Dîn Ahmad bin

Taimiyyah (w. 728 H). Bahkan Ibnu Katsîr menjadi murid Ibnu Taimiyyah

yang terbesar.

2. Karya-Karya Ibnu Katsir

Berbagai cabang ilmu keislaman dipelajari secara mendalam oleh

Ibnu Katsîr, terutama hadis, fiqih, sejarah, dan tafsir. Dalam keempat

bidang ini dapat dijumpai karya-karya tulisnya sehingga wajar apabila

gelar a-Hadist, al-Muhaddits, al-Faqih dan al-Mu’arrikh melekat di depan

namanya49. Namun, popularitas karya-karyanya di bidang sejarah dan

tafsirlah yang memberi andil terbesar dan mengangkat namanya menjadi

tokoh ilmuwan yang dikenal di dunia Islam.

48Muhammad Nusaib ar-Rifa’I, Tafsir al-Ali al-Qadir li Ikhtishar Tafasir Ibnu Katsir (t.t.,Juz I), h. xi

49 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h. 70.

Page 41: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

31

Karya tulis sejarah yang dimaksud adalah kitab al-Bidayah wa an-

Nihayah terdiri atas 14 jilid besar yang memaparkan berbagai peristiwa

yang terjadi semenjak awal penciptaan alam sampai dengan peristiwa-

peristiwa yang terjadi pada tahun 768 H atau enam tahun sebelum

wafatnya. Sedang karya tafsirnya yang dimaksud adalah Tafsîr al-Qurân

al-Adzîm atau sering disebut dengan nama Tafsir Ibnu Katsîr.50

Di bawah ini akan disebutkan beberapa karya Ibnu Katsir:

A. Dalam bidang Tafsir51:

- Tafsir al-Quran al-Adzîm, atau lebih dikenal dengan nama Tafsir

Ibnu Katsîr, diterbitkan pertama kali di kairo pada tahun 1342

H/1923 M.

- Fudhail al-Quran, kitab ini berisikan ringkasan sejarah al-Quran,

diterbitkan pada halaman akhir Tafsir Ibnu Katsîr sebagai

penyempurna.52

Di dalamnya banyak dipengaruhi kitab al-Siyasah al-Syar’iah

karya Ibnu Taimiyyah.

B. Dalam bidang Hadis53:

- Kitab Jami’ al-Masanid wa as-Sunah (Kitab penghimpun musnad

dan as-Sunah), yaitu kumpulan hadis-hadis yang terdapat di dalam

musnad Ibnu Hambal, kutûb al-sittah, dan sumber-sumber lainnya,

50 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h. 70.

51 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h. 70.

52 Abd al-Hayy al-Farawi, Metode Tafsir Maudhu’i, penerjemah Suryan A. Jamrah,(Jakarta: Rajawali Pers, 1994), h, 87-88

53 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h. 70.

Page 42: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

32

berdasarkan nama para sahabat yang meriwayatkannya secara

alfabetis.

- Takhrij al-Hadis Adillah al-Tanbih li ‘Ulum al-Hadîs, dikenal

dengan al-Bait al-Hadîs, merupakan takhrij terhadap hadis-hadis

yang digunakan dalil oleh asy-Syiraji dalam kitabnya al-Tanbih.

- Al-Takmilah fî Ma’rifat as-Sighat wa al-Dhu’afa wa al Mujahil,

merupakan perpaduan dari kitab Tahzib al-Kamâl karya al-Mizzi

dan Mizan al-I’tidal karya Zahabi, kitab ini berisi riwayat perawi-

perawi hadis.

- Ikhtisar ‘Ulûm al-Hadîs, merupakan ringkasan dari kitab

Muqaddimah Ibnu Shalah (w. 642 H/1246 M), karya ini keudian

disyarah oleh Ahmad Muhammad Syakir dengan judul al-Baits al-

Hadis fî Ikhtisar ‘Ulûm al-Hadîs.

- Syarah Sahih al-Bukhâri, merupakan kitab penjelasan terhadap

hadis-hadis Bukhâri tetapi tidak selesai dan kemudian dilanjutkan

oleh Ibnu Hajar al-Asqalani (952 H/1449 M).

C. Dalam bidang Sejarah:

- Al-Bidayah wa al-Nihayah, kitab ini merupakan rujukan terpenting

bagi sejarawan yang memaparkan berbagai peristiwa sejak awal

penciptan sampai peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun 768

H. sejarah dalam kitab ini dapat dibagi menjadi dua bagian besar:

Pertama, sejarah kuno yang menuturkan mulai dari riwayat

penciptaan sampai kenabian Muhammad Saw., dan kedua, yaitu

sejarah Islam mulai dari periode Nabi Saw. di Mekkah sampai

Page 43: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

33

pertengahan abad 8 H. kejadian-kejadian setelah hijrah disusun

berdasarkan tahun kejadian.

- Al-Kawaktib al-Darari, cuplikan dari al-Bidayah wa al-Nihayah.

- Al-Manaqib al-Imam as-Syafi’i.

- Thabaqah as-Syafi’iyah.

- Al-Fushul fi Shirat al-Rasul atau al-Sirah al-Nabawiyyah.

D. Dalam bidang Fiqih:

- Al-Jihad fî Talab al-Jihad, ditulis tahun 1368-1369 M, untuk

menggerakkan semangat juang dalam mempertahankan pantai

Lebanon (Syiria) dari serbuan raja Franks dari Cyprus, karya ini

banyyak memperoleh inspirasi dari kitab Ibnu Timiyyah: al-

Siyasah al-Syariyyah.

- Kitab Ahkam, kitab fiqih yang didasarkan pada al-Quran dan hadis.

- Al-Ahkam ‘ala Abwab al-Tanbih, kitab ini merupakan komentar

dari kitab al-Tanbih karya asy-Syiraji.

3. Metode Penulisan Tafsir al-Quran al-Adzim

Metode penafsiran tafsir Ibnu Katsîr bila diteliti termasuk dalam

kategori tafsir tahlili yang bercorak bil-matsur54. Pada awal mukaddimah

tafsirnya beliau memberi keterangan:

54 Tahlili adalah menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan memaparkan aspek yangterkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta meneragkan makna-makna yang tercakupdi dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecendrungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayattersebut. Sedangkan corak bil-ma’tsur yaitu menfsirkan al-Quran dengan al-Quran, al-Qurandengan as-Sunnah, karena ia berfungsi sebagai penjelas Kitabullah, al-Quran dengan perkataanpara sahabat, karena merekalah yang paling mengetahui Kitabullah, atau apa yang dikatakan, ataudengan apa yang dikatakan oleh tokoh-tokoh besar tabi’in, karena pada umumnya merekamenerimanya dari para sahabat. Lihat Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al-Quran,diterjemahkan oleh Mudzakir, AS (Jakarta: PT: Pustaka Litera Antar Nusa 2000) Cet. V, h. 482-483.

Page 44: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

34

“Cara penafsiran yang paling baik adalah menafsirkan al-Qurandengan al-Quran. Sebab sesuatu yang dikemukakan secara globalpada suatu ayat akan dijumpai penjelasannya pada ayat lain. Jikaternyata pada ayat lain tidak dijumpai pula penjelasannya akandijumpai dengan sunnah. Nabi Saw sebagai penjelas al-Quran.….Jika di sana pun tidak dijumpainya, kembalilah kepadaperkataan sahabat. Sebab mereka lebih mengetahui seluk beluk dansebab-sebab turunnya al-Quran disamping pemahamannya yangsempurna serta ilmu shahih yang dimilikinya. ….Jika di sana puntidak juga dijumpainya, kembalilah kepada perkataan-perkataantabi’in55

Namun, perlu diperhatikan bahwa dimasukkannya kitab tafsir

dalam kategori yang bercorak bi al-ma’tsur tidak berarti menutup

kemungkinan bagi penulisnya untuk memasukkan juga unsur-unsur non-

riwayat, seperti kupasan ijtihad. Corak bi al-Ma’tsur yang digunakan kitab

tafsir di atas terbukti ketika terlihat bahwa Ibnu Katsîr tidak hanya

pengumpuul riwayat saja, tetapi juga sebagai kritikus yang mampu

mentarjih sebagian riwayat bahkan pada saat-saat tertentu menolaknya,

baik dengan alasan karena riwayat-riwayatnya itu fantastic, tidak dapat

dicerna oleh akal sehat maupun alasan-alasan lainnya.56

Berikut ini akan dijelaskan lebih terperinci dan sistematika tentang

penafsiran Ibnu Katsîr:

1. Penjelasan sekitar sûrah dan ayat al-Quran

Dalam mengemukakan tentang penjelasan sekitar surat al-Quran,

Ibnu Katsîr mengawalinya dengan menyebutkan nama-nama surat itu

sendiri disertai dengan hadis-hadis yang menerangkan kepada hal

tersebut. Selanjutnya untuk memulai penafsiran, sebelumnya beliau

55 Ibnu Katsir, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, terjemahan H. Salim Bahreisy dan H.Said Bahreisy, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987), cet, ke-2, h. 133.

56 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unnsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h. 72.

Page 45: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

35

menyebutkan satu ayat kemudian menafsirkan ayat tersebut dengan

redaksi yang mudah disertai dengan hadis-hadi yang menerangkan

kepada hal tersebut. Selanjutnya untuk memulai penafsiran,

sebelumnya beliau menyebutkan satu ayat kemudian menafsirkan ayat

tersebut dengan redaksi yang mudah serta ringan serta menyertainya

dengan dalil dari ayat yang lain, lalu membandingkan ayat-ayat

tersebut sehingga maksud dan artinya jelas57.

2. Menyebutkan hadis sampai kepada perawinya

Para ahli tafsir mengatakan Ibnu Katsîr merupakan tafsir bi al-

Matsur yang terbaik dan berada setingkat di bawah tafsir Ibnu Jarîr

ath-Thabârî, bahkan ada juga yang mengatakan lebih tinggi dengan

tafsir ath-Thabârî dalam beberapa masalah58. Kelebihan-kelebihan

tertentu yang dimiliki tafsir Ibnu Katsîr tersebut terlihat dari cara yang

dilakukan Ibnu Katsîr menafsirkan al-Quran dengan hadis, yaitu beliau

menulis matan hadis dengan lengkap serta merangkaikan urutan-urutan

sanadnya sampai kepada rawi terakhir. Kemudian beliau meneliti dan

mengomentari hadis tersebut apakah sahih atau tidak59. Hal ini

dilakukan karena kenyataan sejarah dimana kaum Yahudi dan kaum

Zindik yang sengaja menyalah gunakan ajaran-ajaran Islam,

diantaranya adalah membuat hadis-hadis palsu. Disadari atau tidak

57Muhammad Husain ad-Dzahabi, at-Tafsir wa al-Mufassirun, (Bairut: Dar al-Fikr,1976), h. 254.

58 Muhammad Husain ad-Dzahabi, at-Tafsir wa al-Mufassirun, (Bairut: Dar al-Fikr,1976), h 75.

59 Muhammad husain adz-Zahabi, Israiliyyat Dalam Tafsir dan Hadis, terjemahan DidinHafidhuddin, (Jakarta: PT. Litera Antar Nusa, 1989), Cet. Ke-1, h. 133.

Page 46: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

36

kemudian sejumlah mufassir banyak sekali yang mengutip kisah-kisah

Israiliyyat dalam menjelaskan ayat-ayat al-Quran.

3. Menjelaskan munasabah ayat

Cara ini dipandangnya dapat memperjelas penafsiran ayat,

disamping mempermudah pembaca dalam mengumpulkan ayat-ayat

sejenis, sehingga masing-masing ayat bisa menafsirkan ayat-ayat

sejenis lainnya. Juga agar pengertian satu ayat dengan ayat lainnya

yang mengandung tema serupa tidak terputus-putus, untuk hal ini Ibnu

Katsîr meletakkannya di tempat penafsiran perkalimat atau perkata

sebagai penguat penafsiran tersebut. Hal ini dapat kita lihat dari contoh

berikut:

Ketika penafsirkan surat al-Fâtihah ayat 4: ( Beliau (مالك

hubungkan kata (ملك) pada surat an-Nâs ayat 2 ( lalu (ملك

dikaitkan dengan surat al-Hasyr ayat 23:

Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, raja, yang Maha suci, yangMaha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang MahaMemelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memilikisegala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang merekapersekutukan.

4. Menerangkan sebab-sebab turunnya ayat

Dalam hal ini yang dijadikan Ibnu Katsîr untuk menerangkan

sebab-sebab turunnya ayat adalah hadis-hadis nabi Muhammad Saw,

Page 47: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

37

pembahasan asbab an-nuzul untuk masing-masing ayat biasanya

dicantumkan di depan sebelum pembahasan ayat dimulai. Begitu juga

dengan asbab an-nuzul surat-surat dicantumkan di depan sebelum

pembahasan tafsir tersebut dilakukan60.

5. Memperluas masalah hukum

Membaca riwayat hidup ibnu Katsîr, para ulama sepakat

menegaskan bahwa beliau adalah seorang ahli hadis yang handal juga

seorang ulama fiqh yang mashur dan mahir dalam mengutarakan

permasalahan yang berkaitan dengan hukum. Kemahiran berfatwanya

turut mempengaruhi jalan pemikirannya dalam menafsirkan ayat-ayat

hukum. Hal ini terbukti ketika beliau membahas satu masalah ayat

hukum ia buatkan suatu pembahasan khusus dengan menafsirkan

secara panjang lebar, dengan bersandarkan kepada hadis Nabi Saw dan

pendapat para ulama, untuk mengisi kandungan ayat tersebut61.

Sebagian ulama berpendapat bahwa pemikiran beliau dalam

masalah fiqih banyak dipengaruhi oleh jalan pemikiran gurunya Ibnu

Taimiyyah. Namun demikian, meskipun Ibnu Katsîr dikenal sebagai

murid besar Ibnu Taimiyyah – yang mana beliau dikenal dengan sosok

kontroversial - selama ini belum terdengar nada-nada negatif yang

diarahkan kepadanya. Pendapat di bawah ini merupakan bukti bagi

kebesaran Ibnu Katsîr dan kitab tafsirnya:

60 Muhammad Husain ad-Dzahabi, at-Tafsir wa al-Mufassirun, (Bairut: Dar al-Fikr,1976), h. 256

61 Muhammad Husain ad-Dzahabi, at-tafsir wa al-Mufassirun, (Bairut: Dar al-Fikr,1976), h. 256.

Page 48: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

38

a. As-Suyuti berkata: “Tafsir Ibnu katsîr merupakan karya tafsir yang

tidak ada duanya. Belum pernah ditemukan kitab tafsir yang

sistematik dan karakteristiknya menyamai kitab tafsir ini”62.

b. Muqni Abdul Halim Mahmud berkata: “Tafsir Ibnu Katsîr

merupakan karya tafsir yang terbaik. Oleh karena itu, tafsir ini

menjadi rujukan ulama sesudahnya”.

Demikian kiranya sosok Ibnu katsîr yang piawai, cerdas, dan diterima

oleh masyarakat Islam di seluruh dunia. Semoga Allah Swt mengampuni

dosa-dosanya dan menerima segala kebaikannya, amien.

62 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h. 74.

Page 49: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

39

BAB III

SEKILAS TENTANG ISRÂÎLIYYÂT

A. Pengertian Israiliyyat

Ditinjau dari segi etimologis, kata “Isrâîliyât” adalah bentuk jamak

dari kata Israiliyyah ( ِ ) . Yakni bentuk kata yang dinisbatkan pada

kata isrâîl yang berasal dari bahasa Ibrani, Isra yang berarti hamba dan il yang

bermakna Tuhan.63 Dari segi historis, Isrâîl berkaitan dengan Nabi Ya’qub bin

Ishaq bin Ibrâhîm a.s., di mana keturunan beliau yang berjumlah dua belas

yang disebut dengan Banî Isrâil.64 Terkadang Isrâîliyât identik dengan Yahudi,

kendati sebenarnya tidak demikian. Bani Israil merujuk pada garis keturunan

bangsa, sedangkan Yahudi merujuk pada pola pikir, termasuk di dalamnya

agama dan dogma. Menrut Adz-Zahabi, perbedaan Yahudi dan Nasrani,

bahwa yang terakhir disebut ini ditujukan pada mereka yang beriman kepada

risalah Isa a.s.65 Dua kelompok masyarakat ini, menurut Quraisy Shihab yang

disepakati pula oleh seluruh ulama dinamakan Ahl Kitab.66 Setelah mereka

kembali ke negeri asal mereka membawa bermacam-macam berita keagamaan

yang mereka temui dari negara-negara yang mereka jumpai.67

63Zainul Hasan Rifa’I, “Kisah Israiliyyat dalam penafsiran”, dalam Sukardi K.D (ed),Belajar Mudah ‘Ulum al-Quran;Studi Khazanah al-Quran, Jakarta: Lentera, 2002, h. 277.

64 Muhammad Chirzin,al-Quran dan Ulumul Quran, (Yogyakarta: Penerbit Dana BaktiPrima Yasa, 1998), h. 78.

65Supiana dan M.Karman, ‘Ulûmul Qur’an dan Pengenalan Dasar Metodologi,(Bandung: Pustaka Islamika) h. 197.

66M.Quraisy Shihab, Wawasan al-Quran, Bandung: Mizan, 1996, Cet. I, h. 147-148.Namun perlu dicatat di sini bahwa Abduh dan Rasyid Ridha memasukkan Majusi, Sabi’in, Hindu,Budha, Konfusius, Shinto dan agama lainnya sebagai Ahl Kitab. Untuk jelasnya lihat al-Manâr,Jilid XI, Beirut: Dâr al-Fikr, h. 200.

67M.Quraisy Shihab, Membumikan al-Quran, Bandung: Mizan, 1993, h. 46.

Page 50: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

40

Sehubung dengan definisi Israiliyyat secara istilah, para ulama berbeda

pendapat tentang definisi Israiliyyat yang mereka kemukakan :

1. Husein Adz-Zahabi dalam kitabnya At-Tafsir wa Al-Mufassirun

mengatakan :

.Walaupun makna lahiriah dari Israilliyyat berarti pengaruh-

pengaruh kebudayaan Yahudi terhadap penafsiran al-Quran, kamimendefinisikannya lebih luas dari itu, yaitu pengaruh kebudayaan Yahudidan Nasrani terhadap Tafsir.

Definisi lain Israiliyyat yang diemukakan Adz-Zahabi adalah

Israiliyyat mengandung dua pengertian :

a. Kisah dan dongeng kuno yang disusupkan dalam tafsir dan hadis yang

asal periwayatannya kembali kepada sumbernya, yaitu: Yahudi,

Nasrani atau lainnya.

b. Cerita-cerita yang sengaja diselundupkan oleh musuh-musuh Islam ke

dalam tafsir dan hadis yang sama sekali tidak dijumpai dasarnya dalam

sumber-sumber lama.68

2. Muhammad Khalifah dalam kitabnya Dirasat fi Manahij Al-Mufassirin,

mengatakan69 :

68Muhammad Husein Adz-Zahabi, Israiliyyat Dalam Tafsir dan Hadis, (Bogor: PTPustaka Litera Antar Nusa, 1993), h. 9

Page 51: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

41

) ( .....

.Israiliyyat yang kami maksud adalah sesuatu yang berasal dari keduagolongan itu (Yahudi dan Nasrani) karena yang dikutip oleh kitab-kitabtafsir tidak selamanya berupa Israiliyyat yang secara bersamaan dimilikiNasrani (dari kitab perjanjian lama), seperti tentang nasab Maryam, tempatkelahiran nabi Isa a.s. dan lain-lain, walaupun jumlah riwayat Israiliyyatyang berasal dari kalangan Yahudi lebih banyak dari pada yang berasaldari kalangan Nasrani.

3. Amin al-Khuli berpendapat bahwa Israiliyyat merupakan pembauran

kisah-kisah dari agama dan kepercayaan bukan Islam, yang meresap

masuk jazirah Arab Islam. Kisah-kisah tersebut dibawa oleh orang-orang

Yahudi yang sejak dulu berkelana kearah timur Babilonia dan sekitarnya,

sedangkan ke arah Barat menuju Mesir. Setelah mereka kembali kenegara

asal, mereka membawa bermacam-macam berita keagamaan yang mereka

jumpai dari negara-negara yang mereka singgahi.70

4. Ahmad Sharbasi dalam kitabnya, Qishshat at-Tafsir, Dar Al-Ilm Li Al-

Malaya, mengatakan71:

69Ibrâhîm Abd.Rahman Muhammad Khalifah, Dirâsat fî Manahaj Al-Mufassirîn, Kairo:Maktabah Al-Azhariyyah, 1974, h. 220.

70 Muhammad Chirzin,al-Quran dan Ulumul Quran, (Yogyakarta: Penerbit Dana BaktiPrima Yasa, 1998), h. 78.

71Ahmad Sharbasi, Qissat At-Tafsîr, Beirut: Dâr Al-Qalâm, 1962, h. 113.

Page 52: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

42

.Israiliyyat adalah kisah-kisah dan berita-berita yang berhasildiselundupkan oleh orang-orang Yahudi ke dalam Islam. Kisah-kisah dankebohongan mereka kemudian diserap oleh umat Islam. Selain dariYahudi, mereka pun menyerap dari yang lainnya.

Di samping berbeda dari segi redaksi, definisi-definisi di atas

berbeda pula dari segi isi. Perbedaan itu terutama dalam hal materi dan

sumber israiliyyat. Para ulama di atas sepakat bahwa Israiliyyat berisi

unsur-unsur luar yang masuk ke dalam Islam, tetapi mereka berbeda

pendapat tentang jenis materinya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa materi

Israiliyyat bersifat netral, yaitu dapat berupa kisah-kisah atau yang lainnya,

serta dapat sejalan dan dapat pula tidak sejalan dengan Islam. Namun,

perlu diingat bahwa pada umumnya Israiliyyat berisi cerita-cerita dan

dongeng-dongeng buatan non-muslim yang masuk ke dalam islam.72

Kalaupun ada materi Israiliyyat yang sejalan dengan Islam, disamping

jumlahnya sangat sedikit, hal itu tidak dibutuhkan sebagai rujukan.73 Dari

segi lain, nampaknya ulama-ulama di atas sepakat bahwa yang menjadi

sumber74 israiliyyat adalah Yahudi dan Nasrani, dengan penekanan bahwa

72Ahmad Sharbasi, Qissat At-Tafsîr, Beirut: Dâr Al-Qalâm, 1962, Juz I, h. 14; Al-Qasimi, Mahasin At-Ta’wil, Juz I, Beirut: Dâr al-Ma’rif, h. 41.

73Ahmad Muhammad Syakir, Umdah Al-Tafsîr, Juz I, Mesir: Dâr Al-Ma’rif, 1956, h. 15.74Sumber yang dimaksud di sini adalah sumber primer (orang Yahudi dan Nasrani

sendiri, baik yang belum atau sudah masuk Islam). Sebab, dalam proses penyebarannya, orang-orang non-Ahli Kitab seperti kalangan sebagian kecil sahabat dan tabi’in juga berperan sebagaisumber sekunder.

Page 53: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

43

Yahudilah sumber utamanya sebagaimana tercermin dari kata Israiliyyat

sendiri.75 Ditulis oleh Abû Syuhbah bahwa pengaruh Nasrani ke dalam

tafsir sangat kecil. Lagi pula, pengaruh mereka tidak begitu

membahayakan akidah umat Islam karena umuumnya hanya menyangkut

persoalan akhlak, nasihat, dan pembersihan jiwa.76 Disinyalir oleh adz-

Zahabi di atas bahwa Israiliyyat juga bisa berasal dari selain Yahudi dan

Nasrani,77 tetapi selain bertentangan dengan pendapatnya sendiri pada

buku yang lain,78 pendapat itu tidak diterima oleh para ulama lainnya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi sumber

Israiliyyat adalah Yahudi dan Nasrani.79

Definisi-definisi di atas sekaligus dapat memungkinkan untuk

melihat ciri-ciri Israiliyyat yang membedakannya dengan riwayat lain.

Ciri-ciri itu dapat dilihat pada table berikut ini80 :

75Manna Al-Qattan, Mahabits Fî ‘Ulûm Al-Qurân, Mesir: Mansyurat Al-Ashr La-Hadis,1973.

76 Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah, Al-Israiliyyat wa Al-Maudhu’at fi Kutubat-Tafsir, Maktabah Al-Sunnah, Kairo, 407H., h. 13.

77Muhammad Husain Adz-Zahabi, At-Tafsir wa al-Mufassirun, (Mesir: Dar al-Maktab al-Hadis, 1976) Cet II, h. 165.

78 Muhammad Husain Adz-Zahabi, At-Tafsir wa al-Mufassirun, (Mesir: Dar al-Maktabal-Hadis, 1976) Cet II, h. 165.

79Namun, tidak dijelaskan lebih lanjut oleh para ulama berkenaan dengan siapa yangdimaksud dengan Yahudi dan Nasrani itu. Hal itu perlu dijelaskan mengingat kedua kelompok itumasih hidup sampai sekarang. Dengan demikian, diperlukan penelitian tersendiri untuk itu. Akantetapi, sekedar landasan teori, penelitian ini bertolak dari pendapat Syuhbah yang mengatakanbahwa yang dimaksud adalah Nasrani dan Yahudi yang hidup semasa Nabi. Lihat Muhammad binMuhammad Abu Syuhbah, Al-Israiliyyat wa Al-Maudhu’at fi Kutub at-Tafsir, Maktabah Al-Sunnah, Kairo, 407H., h. 14.

80Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabarî dan TafsirIbnu Katsîr, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999, Cet I, h. 29.

Page 54: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

44

No. SANAD MATAN

1. Awal sanadnya berupa rawi yangberasal dari ahli kitab (sumberprimer).

Berupa kisah-kisah yang anehdan asing.

2. Atau awal sanadnya berupa rawisahabat/tabi’in/tabi’tabi’in yangterkenal sering menerima riwayatdari Ahli kitab (sumber sekunder).

Berupa kisah-kisah masalampau.

3. Sanadnya tidak sampai kepadaNabi

Umumnya berupa kisah-kisahyang panjang

B. Masuknya Israiliyyat ke Dalam Tafsir

Seperti yang telah diuraikan tentang pengertian Israiliyyat di atas

bahwa sesungguhnya cerita-cerita Israiliyyat itu bersumber dari informasi

yang berasal dari orang Yahudi dan Nasrani yang telah menyusup ke dalam

masyarakat Islam setelah kebanyakan orang-orang Yahudi dan Nasrani

memeluk agama Islam.

Menurut penelitian adz-Zahabi masuknya Israiliyyat ke dalam tafsir

sudah dimulai semenjak zaman sahabat. Tercatat beberapa sahabat terlibat

dalam proses itu, seperti Ibnu Abbas, Abû Hurairah, Ibnu Mas’ud, dan Umar

bin Ash.81 Namun perlu diberi catatan bahwa keterlibatan mereka dalam

proses itu masih berada dalam batas kewajaran dan tidak berlebih-lebihan.

Mereka tidak bertanya kepada Ahli Kitab tentang segala sesuatu. Yang mereka

tanyakan hanyalah sebatas penjelas kisah-kisah al-Quran dan itu pun tidak

81 Muhammad Husein Adz-Zahabi, Al-Isrâiliyyât Fî At-Tafsîr Wa Al-Hadist, Kairo:Maktabah Wahbah, 1990, h. 13-14.

Page 55: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

45

disertai sikap memberi penilaian benar atau salah. Bahkan sering pula mereka

menolak materi riwayat Israiliyyat itu. Contohnya:

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abû Hurairah bahwa Rasûlullah

menyifati hari jumat, sebagai berikut

Artinya :

)(

“Di dalamnya terdapat suatu waktu yang apabila seseorang kebetulansedang melakukan shalat dan minta sesuatu kepada-Nya, pasti Allahmengabulkannya.”82

Kemudian Rasûlullah memberikan isyarat dengan tangannya yang

menunjukkan sedikitnya waktu tersebut.83 Para ulama salaf berbeda pendapat

dalam menentukan waktu tersebut, yaitu apakah masih tetap berlaku ataukah

sudah dihilangkan. Jika masih berlaku, apakah satu jum’at dalam satu tahun

ataukah setiap jum’at. Abû Hurairah bertanya kepada Ka’ab al-Akhbar, ia

menjawab, bahwa waktu itu terdapat dalam satu jum’at satu kali dalam

setahun. Akan tetapi, Abû Hurairah menolak pendapat tersebut dan

menyatakan bahwa waktu tersebut terdapat dalam setiap jum’at. Lalu Ka’ab

melihat masalah tersebut di dalam kitab Taurat dan mendapatkan kesimpulan

bahwa pendapat Abû Hurairahlah yang benar.84

82Al-Bukhârî, Sahih Al-Bukhârî, “Kitab Al-Jumu’ah”, bab “Al-Sa’ah Allatî Fî Yaumi Al-Jum’ah”, Juz II, h. 13.

83 Muhammad Husein Adz-Zahabi, Al-Isrâiliyyât Fî At-Tafsîr Wa Al-Hadist, Kairo:Maktabah Wahbah, 1990, h. 56.

84 Muhammad Husein Adz-Zahabi, Al-Isrâiliyyât Fî At-Tafsîr Wa Al-Hadist, Kairo:Maktabah Wahbah, 1990, h. 57.

Page 56: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

46

Dari contoh itulah tampak bahwa para sahabat sangat berhati-hati

dalam menerima Israiliyyat. Dengan demikian tuduhan Goldziher85 dan

Ahmad Amin86 yang menyatakan bahwa para sahabat terlalu mudah dalam

menerima Israiliyyat, khususnya Ibnu Abbas, perlu ditinjau kembali. Dalam

hal ini adz-Zahabi berpendapat bahwa tuduhan kedua orang tersebut tidak

mempunyai dasar sama sekali.

Sikap kehati-hatian para sahabat dalam menerima Israiliyyat ternyata

tidak diikuti oleh generasi sesudahnya. Terdapat indikasi yang menunjukkan

bahwa mereka menafsirkan al-Quran dengan Israiliyyat tanpa terlebih dahulu

meneliti kualitasnya. Kondisi seperti itu semakin bahaya ketika mereka

membuang sanadnya sehingga menyulitkan generasi berikutnya untuk

membedakan mana yang sahih dan mana yang tidak sahih. Semakin parah

lagi ketika riwayat itu dikodifikasikan dalam tafsir al-Quran. Dampak drai

semua itu adalah munculnya berbagai kitab tafsir memuat Israiliyyat yang

85 Diberitahukan bahwa Ibnu Abbas sering melemparkan persoalan kepada orang-orangYahudi yang telah masuk Islam. Ia menerima pendapat mereka selama tidak bertentangan denganal-Quran. Dalam hal ini, Goldziher menyangka bahwa Ibnu Abbas terlalu mudah dalammengambil berita dari Ahli Kitab dengan alasan bahwa mereka orang-orang yang mampu dalammemahami al-Quran. Menurutnya Ibnu abbas banyak dipengaruhi oleh Ka’ab al-Akhbar dan‘Abdullah bin Salam dalam bidang tafsir. Lihat Goldziher, Madzahib al-Tafsîr al-Islâmi, terj. A.H.al-Najjar, Kairo: Maktabah Kanji, 1955, h. 85. Kenyataannya bahwa Ibnu Abbas berperan sebagaisumber sekunder Israiliyyat dapat diterima karena beberapa sumber mengetakan demikian, tetapipernyataan Goldziher bahwa ia terlalu mudah dalam menerima Israiliyyat kurang dapat diterimamengingat Ibnu Abbas adalah salah seorang sahabat yang sangat hati-hati dalam menafsirkan al-Quran. Oleh karena itu, pendapat Goldziher di atas kemudian mendapat bantahan keras dari Adz-Zahabi. Lihat Muhammad Husein Adz-Zahabi, At-Tafsîr Wa Al-Mufassirûn, Kairo: MaktabahWahbah, 1990, h. 174.

86 Ahmad Amin, Fajr al-Islam, Lajnah At-Ta’lif wa At-Tarjamah Wa An-Nasyr, h. 248.

Page 57: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

47

sulit lagi dibedakan kualitasnya. Tafsir Muqatil bin Sulaiman dalam hal ini

dapat dijadikan bukti representatif. 87

C. Klasifikasi Israiliyyat

Para ulama pada umumnya mengklasifikasikan Israiliyyat dalam tiga

bagian, yaitu:

1. Israiliyyat yang sejalan dengan Islam

2. Israiliyyat yang tidak sejalan dengan Islam

3. Israiliyyat yang tidak masuk bagian pertama dan kedua.88

Pengklasifikasian itu dirumuskan dengan mengacu pada keterangan-

keterangan Nabi.89 Nabi sendiri tidak langsung membuat klasifikasi tersebut

melainkan pemahaman para ulama terhadap keterangan-keterangan Nabi

tersebut yang memunculkan klasifikasi itu. Itulah sebabnya pengklasifikasian

di atas hanyalah bersifat ijtihad sehingga tidak bersifat mengikat. Ini tentunya

tidak menutup kemungkinan untuk merumuskan klasifikasi Israiliyyat yang

lain.

Studi kritis terhadap pengklasifikasian Israiliyyat di atas

memperlihatkan bahwa kenyataannya, tidak setiap berita yang bersesuaian

87Uraian terperinci tentang kaitan tafsir ini dengan Israiliyyat dapat dilihat dalamMuhammad Husein Adz-Zahabi, Al-Isrâiliyyât Fî At-Tafsîr Wa Al-Hadist, Kairo: MaktabahWahbah, 1990, h 115-123.

88 Abu Al-Fida Ismail Ibnu Kastîr, Tafsir Ibnu Katsir, (Bairut: Dâr Al-Fiqr), h. 4; IbnuTimiyyah, Muqadimah Fî Usul At-Tafsîr, (Kuwait: Dâr al-Qalâm), 1971, h. 18-20; MuhammadJamal Ad-Din Al-Qasimy, Mahasin At-Ta’wil, Jilid I, (Beirut: Dâr Al-Fikr), 1914, h. 44.

89Umpamanya, ada keterangan Nabi yang membolehkan dan melarang meriwayatkanIsrailiyyat. bertolak dari hadis itu, kemudian para ulama mengklasifikasikan Israiliyyat pada yangsejalan dengan Islam dan yang tidak sejalan dengannya. Namun, ada pula keterangan Nabi yangmenyuruh umatnya untuk tidak membenarkan dan tidak pula mendustakan Ahli Kitab. Bertolakdari hadis ini, kemudian para ulama pun membuat klasifikasi Israiliyyat yang tidak masuk kepadabagian pertama dan kedua.

Page 58: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

48

dengan syari’at Islam berarti bersanadkan sahih. Survei terhadap pemalsuan

hadis pun membuktikan bahwa diantara hadis-hadis yang dipalsukan oleh

kelompok-kelompok tertentu, banyak juga yang isinya sesuai dengan syari’at

Islam. Misalnya, hadis-hadis yang berisi motivasi untuk banyak melakukan

ibadah. Hal itu tidak menutup kemungkinan terjadi pada riwayat Israiliyyat,

sebab Ahli Kitab yang menjadi sumber Israiliyyat itu dapat saja merekayasa

isi Israiliyyat sedemikian rupa agar sesuai dengan syari’at Islam, padahal

Israiliyyat itu sama sekali tidak terdapat dalam Injil dan Taurat. Konsekuensi

satu berita memang mengimplikasikan berbagai kemungkinan.

Dalam hal ini, adz-Zahabi mengklasifikasikan israiliyyat pada tiga

sudut pandang, yaitu90:

1. Sudut Pandang Kualitas Sanad

Sudut pandang ini memperlihatkan dua bagian, yaitu Israiliyyat

yang sahih dan Israiliyyat yang dha’if.

a. Israiliyyat yang shahih, contoh: riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu

katsîr dalam tafsirnya dari Ibnu Jarîr Ath-Thabarî, dari al-Mutsanna,

dari Utsman bin Umar, dari Fulaih, dari Hilal bin Ali, dari Ata bin Abî

Rabbah. Ata berkata:

: . : :

: بِهِ

90Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabarî dan TafsirIbnu Katsîr, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999, Cet I, h. 33.

Page 59: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

49

. . . بِهِ. .

“Aku bertemu dengan Abdullah bin Umar bin Ash dan bertanya,‘’Ceritakanlah olehmu kepadaku tentang sifat Rasulullah SAW, yangditerangkan dalam Taurat.’’ Ia menjawab, ‘’tentu, demi Allah, yangditerangkan dalam Taurat sama seperti yang diterangkan dalam al-Quran.’’ ‘’Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagaisaksi, pemberi kabar gembira, pemberi peringatan dan pemeliharaUmmi; Engkau adalah hamba-Ku; Namamu dikagumi; Engkau tidakkasar dan tidak pula keras. Allah tidak akan mencabu nyawamusebelum agama Islam tegak lurus, yaitu setelah diucapkan ‘tiada Tuhanyang patut disembah dengan sebenar-benarnya kecuali Allah, denganperantara engkau pula Allah akan membuka hati yang tertutup,membuka telinga yang tuli dan membuka mata yang buta.91

b. Israiliyyat yang dhaif, contoh: Israiliyyat tentang lafaz Qaf pada sûrah

Qaf ayat 1, yang disampaikan oleh Ibnu Hatim dari ayahnya, dari

Muhammad bin ismail, dari Laits bin Abî Salim, dari Mujahid, dari

Ibnu Abbas, yang menyebutkan sebagai berikut:

مِ.

“Dibalik bumi ini, Allah menciptakan sebuah lautan yangmelingkupinya. Di dasar laut, Allah telah menciptakan pula sebuahgunung yang bernama Qaf. Langit dan bumi ditegakkan di atasnya. Dibawahnya Allah menciptakan langit yang mirip seperti bumi ini yangjumlahnya tujuh lapis. Kemudian, di bawahnya lagi, Allahmenciptakan sebuah gunung yang bernama Qaf. Langit kedua iniditegakkan di atasnya. Sehingga jumlah semuanya: tujuh lapis bumi,tujuh lautan, tujuh gunung, dan tujuh lapis langit.”92

91 Ibnu Katsîr, Tafsîr Al-Qurân Al-Azîm, Jilid II, h. 25392 Ibnu Katsîr, Tafsîr Al-Qurân Al-Azîm, Jilid IV, h. 221.

Page 60: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

50

2. Sudut Pandang Kaitannya dengan Islam

Sudut pandang ini memperlihatkan dua bagian, yaitu:

a. Israiliyyat yang sejalan dengan Islam, contoh: Israiliyyat yang

menjelaskan bahwa sifat-sifat Nabi itu adalah tidak kasar, tidak keras,

dan pemurah.93

b. Israiliyyat yang tidak sejalan dengan Islam, contoh: Israiliyyat yang

disampaikan oleh Ibnu Jarir dari Basyir, dari Yazid, dari Sa’id, dan

dari Qatadah yang berkenan dengan kisah nabi Sulaiman a.s.

Israiliyyat itu menggambarkan perbuatan yang tidak layak dilakukan

oleh seorang Nabi, seperti minum arak.94

c. Israiliyyat yang tidak masuk bagian pertama dan kedua, contoh:

Israiliyyat yang disampaikan oleh Ibnu Abbas dari Ka’ab al-Akhbar

dan Qatadah dari Wahhab bin Munabbih tentang orang yang pertama

kali membangun Ka’bah, yaitu Nabi Syits a.s.95

3. Sudut Pandang Materi

Sudut pandang ini memperlihatkan tiga bagian, yaitu:

a. Israiliyyat yang berhubungan dengan akidah, contoh: Israiliyyat yang

menjelaskan firman Allah dalam surat Azumar ayat 67:

“Dan mereka tidak mengagungkan allah dengan pengagungan yangsemestinya. Padahal bumi dan seisinya berada dalam genggaman-Nya

93 Ibnu Katsîr, Tafsîr Al-Qurân Al-Azîm, Jilid II, h. 253.94 Ibnu Katsîr, Tafsîr Al-Qurân Al-Azîm, Juz IV, h. 35.95 Ibnu Katsîr, Tafsîr Al-Qurân Al-Azîm, Juz I, h. 71.

Page 61: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

51

pada hari kiamat. Dan langit digulung dengan tangan karena-Nya.Maha Suci Tuhan dengan Maha Tinggi Dia dari apa yang merekapersekutukan.”

Israiliyyat itu menjelaskan bahwa seorang ulama Yahudi

datang menemui Nabi dan mengatakan bahwa langit diciptakan di atas

jari.96

b. Israiliyyat yang berhubungan dengan hukum, contoh: Israiliyyat

berasal dari Abdullah bin Umar yang berbicara tentang hukum rajam

dalam Taurat.97

c. Israiliyyat yang berhubungan dengan kisah-kisah.

D. Hukum Meriwayatkan Kisah-Kisah Israiliyyat

Sebagaimana telah dituturkan sebeumnya, pendapat para ulama

terhadap periwayatan Israiliyyat secara garis besar dapat dikategorikan dalam

dua bagian: melarang dan membolehkan. Di bawah ini akan diuraikan

argumentasi-argumentasi yang mereka kemukakan. Ulama-ulama yang

melarang untuk meriwayatkannya didasari pada keterangan Nabi sebagai

berikut:

1. Hadis riwayat Imam Bukhârî dari Abû Hurairah:

:.

“Ahli Kitab membacakan kitab Taurat dengan mempergunakanbahasa Ibrani dan menafsirkannya dengan bahasa Arab untuk konsumsi

96 Ibnu Katsîr, Tafsîr Al-Qurân Al-Azîm, Juz IV, h. 6297 Ibnu Katsîr, Tafsîr Al-Qurân Al-Azîm, Jilid I, h.382

Page 62: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

52

orang Arab. Mendengar hal itu, Nabi bersabda, “Janganlah kalianmembenarkan Ahli Kitab dan jangan pula mendustakannya, tetapikatakanlah Kami beriman kepada Allah dan apa-apa yang telah diturunkankepada kami.”98

2. Hadis riwayat Imam Ahmad, Ibnu Abî Syihab, dan Bazzar dari Jabîr Ibnu

Abdillah:

:

.

“Sesungguhnya Umar bin Al-Khattab datang kepada Nabi denganmembawa surat yang ditulis Ahli Kitab, lalu membacakannya. KemudianNabi marah dan bersabda, “Apakah engkau bimbang dan ragu tentangsurat ini? Demi Allah, aku telah mendatangkan surat itu dalam keadaanputih bersih. Janganlah kamu bertanya kepada mereka tentang sesuatu, lalumereka menceritakannya kepada kamu sekalian dengan sebenar-benarnya,tetapi kamu sekalian mendustakannya; atau mereka menceritakan beritabohong, tetapi kamu sekalian membenarkannya. Demi Zat yangkekuasaan-Nya berada di tanganku, seandainya nabi Musa masih hidup,tidaklah ia memberikan kebebasan, kecuali menyuruh mangikutijejakku.”99

4. Riwayat Imam Bukhârî dari Abdullah bin Abbas:

. :

.

98 Imam Bukhâri, Sahih Al-Bukharî, Jilid IV, Beirut: Dâr Al-Fikr, h.270.99 Ahmad bin Hambal, Musnad, Jilid IV, Beirut: Al-Maktabah Al-‘Ilm Wasar Sadir, h.

1987

Page 63: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

53

“Wahai kaum muslimin! Bagaimana kamu sekalian brtanyakepada Ahli kitab padahal kitab kamu sekalian yang diturunkan nabiMuhammad telah menceritakan berbagai macam berita yang bersumberdari Allah dan tidak pernah berubah. Allah telah menceritakan kepadakamu sekalian bahwa Ahli Kitab telah mengganti apa-apa yang telahditetapkan Allah. Akan tetapi, mereka menyatakan bahwa apa yang telahdiubahnya itu berasal dari Allah gar dapat ditukar dengan harga yangsangat rendah. Apakah wahyu yang datang kepada kalian tidak melarangbertanya kepada mereka? Demi Allah, aku tidak melihat seorang pun darimereka bertanya kepada kamu tentang kitab yang diturunkan kepadakalian.”100

Sedangkan para ulama yang memperbolehkan periwayatan Israiliyyat

juga mendasarkannya pada keterangan-keterangan berikut ini:

Riwayat Imam Bukhârî dari Abdullah bin Amr bin Ash:

.

“Sampaikanlah olehmu apa yang kalian dapatkan dariku, walaupunsatu ayat. Ceritakanlah tentang Bani Israil dan tidak ada dosa di dalamnya.Siapa berbohong padaku, maka bersiaplah untuk mengambil tempat di dalamneraka.”101

Keterangan-keterangan di atas sebenarnya tidak saling bertentangan

bila ditempatkan pada konteksnya masing-masing. Larangan nabi untuk

meriwayatkan Israiliyyat yang tidak sejalan dengan Islam.102 Adapun

kebolehan untuk meriwatkannya yang dipahami oleh kelompok kedua

berkaitan dengan Israiliyyat yang sejalan dengan Islam.

Dengan demikian, hukum meriwayatkan Israiliyyat sangat bergantung

pada jenisnya. Bila yang dimaksud adalah Israiliyyat yang sejalan dengan

100 Imam Bukhârî, Sahih Al-Bukhârî, Jilid III, Beirut: Dâr Al-Fikr, h. 181.101 Imam Bukhârî, Sahih Al-Bukhârî, Jilid III, Beirut: Dâr Al-Fikr, h. 181.102Rasyid Ridho, Tafsîr Al-Manâr, Beirut: Dâr Al-Ma’rifah, Jilid IV, h.33-38.

Page 64: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

54

Islam, periwayatannya jelas tidak dilarang. Bila yang dimaksud adalah

Israiliyyat yang tidak sejalan dengan Islam, periwayatannya jelas dilarang.

Bila yang dimaksud adalah yang belum diketahui kualitasnya, sikap yang

harus diambil adalah tidak membenarkan dan dan tidak pula mendustakannya

sebelum ada dalil yang memperlihatkan kebenaran dan kedustaannya.

E. Perawi Riwayat Israiliyyat

Seperti yang telah penulis utarakan di atas, bahwa para sahabat seperti

dikisahkan tidak mengambil sesuatu dari Ahlu al-Kitab ketika mereka

memusatkan perhatian kepada tafsir al-Quran, kecuali kepada hal-hal tertentu

saja itupun sangat kecil. Pada masa tabi’in, pemeluk Islam semakin bertambah

dikalangan Ahli Kitab dan diriwayatkan bahwa para tabi’in banyak

mengambil informasi dari mereka. Para mufassir yang datang setelah periode

para tabi’in juga lebih giat dan rajin mengadopsi informasi yang berasal dari

orang Yahudi.103

Pada periwayatan, telah termasyhur adanya golongan dari kalangan

sahabat, tabi’in dan pengikut tabi’in yang meriwayatkan cerita-cerita

Israiliyyat. Kita melihat terlebih dahulu orang yang termasyhur di dalam

meriwayatkan cerita Israiliyyat dari kalangan sahabat, kemudian yang

termasyhur dikalangan para tabi’in, dan kemudian yang termasyhur dari

kalangan pengikut tabi’in.104

103 Thameem Ushama, Metodologi Tafsir al-Quran, Kajian Kriis, Objektif danKomprehensif, (Jakarta: Penerbit Riora Cipta), h. 65

104 Muhammad Husein Adz-Zahabi, Penyimpangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Quran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 65

Page 65: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

55

1. Perawi Dari Kalangan Sahabat

Tidak dapat diragukan lagi, bahwasannya segolongan diantara

mereka mengembalikan persoalan kepada sebagian orang yang telah

memeluk Islam dan kalangan Ahli Kitab, mereka mengambil dari orang-

orang tersebut cerita-cerita yang dikemukakan di dalam kitabnya dengan

terperinci, sementara di dalam al-Quran dikemukakan secara singkat dan

global. Hanya saja para sahabat Rasul itu, di dalam mengembalikan

persoalan kepada Ahli Kitab, senantiasa mempergunakan cara yang benar

dan tepat, sejalan dengan apa yang ditetapkan oleh Rasulullah.105 Diantara

sahabat yang dikenal dalam periwayatan cerita Israiliyyat adalah:

a. Tamim ad-Dari

Beliau merupakan perawi yang berasal dari Nasrani,

mengetahui banyak ilmu Nasraniah dan berita-beritanya. Disamping

mengetahui ilmu Nasraniah, ia mengetahui pula ilmu-ilmu lainnya,

seperti kejadian-kejadian, peperangan-peperangan dann berita-berita

umat terdahulu.

Tamim ad-Dari adalah orang pertama yang mengisahkan cerita

Israiliyyat dan ia meminta izin kepada Umar bin al-Khattab, lalu Umar

mengizinkannya. Yang jadi pertanyaan adalah, mengapa Umar yang

sangat hati-hati dalam menerima riwayat akan mengizinkan Tamim

105 Muhammad Husein Adz-Zahabi, Penyimpangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Quran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 65

Page 66: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

56

untuk mengisahkan cerita yang penuh dengan kebbohongan kepada

orang.106

b. Abdullah bin Salam

Nama lengkap beliau adalah Abu Yusuf Abdullah bin Salam

bin Haris al-Israilly al-Anshari, beliau merupakan anak dari Yusuf bin

Ya’qub, dan beliau menyatakan keislamannya ketika Rasulullah tiba di

kota Madinah. Ia pun salah seorang sahabat yang dikabarkan masuk

surge. Dalam perjuangan menegakkan Islam, ia termasuk pejuang

dalam perang Badar dan ikut menyaksikan penyerahan Bait al-Maqdis

ketangan umat Islam. Riwayat-riwayatnya banyak diterima oleh kedua

putranya: Yusuf Muhammad, Auf bin Malik, Abu Hurairah, dan lain-

lain. Imam Bukhari pun memasukkan beberapa riwayat darinya.107

2. Perawi Dari Kalangan Tabi’in

Sebagaimana penulis utarakan di atas, bahwasannya tabi’in banyak

mengambil cerita dari Ahli Kitab. Pada zaman itu banyak sekali cerita

tersebut di dalam tafsir dan hadis. Hal itu karena banyaknya Ahli Kitab

yang memeluk agama Islam, dan ada kecenderungan orang-orang untuk

mendengarkan cerita yang bersifat global di dalam al-Quran, yang

diuraikan dengan cerita-cerita Yahudi, Nasrani mupun lainnya.108

106 Muhammad Husein Adz-Zahabi, Penyimpangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Quran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 87

107 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unnsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h 37

108 Muhammad Husein Adz-Zahabi, Penyimpangan-Penyimpangan Dalam Penafsiran Al-Quran, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 91

Page 67: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

57

Diantara mereka yang dituduh meriwayatkan Israiliyyat, adalah

Ka’ab al-Akhbar dan Wahab bin Munabbih, yang kedua ulama Yahudi dan

keduanya masuk Islam setelah mengetahui kebenaran Islam.

a. Ka’ab al-Akhbar

Nama lengkap beliau adalah Abu Ishaq Ka’ab bin Mani al-

Humairi, ia dikenal dengan sebutan Ka’ab al-Akhbar. Ia berasal dari

Yahudi di Yaman dan menurut Ibnu Hajar, ia masuk Islam pada

kekhalifahan Umar bin Khattab. Dalam perjuangannya menegakkan

Islam, ia ikut menyerbu Syam bersama kaum muslim lainnya.

Riwayat-riwayatnya banyak diterima oleh Muawiyyah, Abu Hurairah,

Ibnu Abbas, Malik bin Amir dan lain-lain. Menurut Abu Rayah, ia

adalah seorang yang menunjukkan keislamannya dengan tujuan

menipu, hatinya menyembunyikan sifat-sifat keyahudiannya, dan

dengan kecerdikannya, ia berusaha memanfaatkan keluguan Abu

Hurairah agar tertarik kepadanya sehingga beliau dengan mudah

menceritakan khurafat-khurafat kepadanya.109

b. Wahab bin Munabbih

Nama lengkap beliau adalah Abu Abdillah Ibnu Munabbih

Ibnu Sij Ibnu Zi Kinaj al-Yamani Abu Abdillah al-Abnawi. Ia msuk

Islam pada masa Rasulullah. Riwayat-riwayatnya diterima Abdullah,

Abdul Rahman, Abdus Samad, ‘Uqail, dan lain-lain. Menurut Ibnu

Hajar, ia adalah tabi’in miskin yang mendapat kepercayaan dari

109 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unnsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h 37

Page 68: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

58

jumhur ulama.110 Beliaupun merupakan seorang yang memiliiki

pengetahuan yang luas, dan banyak membaca kitab-kitab terdahulu,

serta menguasai banyak tentang kisah-kisah yang berhubungan

permulaan alam ini.111

3. Perawi Dari Kalangan Pengikut Tabi’in

a. Abdullah Malik bin Abdul Aziz bin Juraij

Nama lengkap beliau adalah Abu Khalid Abu al-Walid Abdul

Malik bin Abdul Aziz al-Juraij, beliau adalah seorang bangsa Rum dan

beragama Nasrani, dan beliau pulalah orang yang pertama mengarang

buku di daerah Hijaz.112 Dia memeluk agama Islam, akan tetapi

mengetahui prinsip-prinsip ajaran masehi dari cerita-cerita Israiliyyat.

Ibnu Jarir di dalam menafsirkan ayat-ayat yang berhubungan dengan

keadaan Nasrani, banyak meriwayatkan masehiat dari padanya.113

Riwayat-riwayatnya diterima oleh sebagian kalangan sahabat dan

generasi sesudahnya seperti Ibnu Abbas, Amr bin Ash, Muhammad

bin Sa’id al-Kalbi, Muqatil bin Sulaiman, dan Muhammad bin Marwan

as-Su’udi. Mereka disebut sebagai sumber sekunder Israiliyyat.114

110 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unnsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h 37.

111 Muhammad Husain Adz-Zahabi, At-Tafsir wa al-Mufassirun, (Mesir: Dar al-Maktabal-Hadis, 1976) Cet II, h. 165

112 Muhammad Husain Adz-Zahabi, At-Tafsir wa al-Mufassirun, (Mesir: Dar al-Maktabal-Hadis, 1976) Cet II, h. 198

113 Muhammad Husain Adz-Zahabi, At-Tafsir wa al-Mufassirun, (Mesir: Dar al-Maktabal-Hadis, 1976) Cet II, h. 108

114 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unnsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h 38

Page 69: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

59

b. Muqatil bin Sulaiman

Muqatil bin Sulaiman masyhur dalam bidang tafsir al-Quran,

dan beliau dianggap cacat, karena ia deketahui termasuk mazhab yang

ditolak, sehingga berakibat orang-orang secara umum lari dari

ilmunya, dan secara khusus lari dari tafsirnya. Tidak jelas pula bahwa

tafsir Muqatil mencakup cerita-cerita Israiliyyat, Khurafat dan

kesesatan musybihah dan mujassimah yang diingkari oleh syara’ dan

tidak deterima oleh akal.115

F. Pandangan Ulama Terhadap Riwayat Israiliyyat

Hubungan yang begitu erat antara umat Islam, Yahudi maupun

Nasrani, mengakibatkan terjadinya akulturasi budaya diantara keduanya, maka

tidak dapat dielakkan juga terjadinya penyerapan ajaran-ajaran mereka

ataupun umat Yahudi dan Nasrani seperti yang telah penulis ungkapkan di

atas.

Untuk hal tersebut ulama menyikapinya dengan berbeda-beda

pendapat, agar mempermudah pembahasan, peta pemikiran dan pendapat para

ulama tentang Israiliyyat, maka penulis akan menggambarkan beberapa

pendapat ulama tentang Israiliyyat.

Dalam memandang Israiliyyat, Ibnu Taimiyah bertolak kepada tiga

bagian, yaitu: Israiliyyat yang masuk dalam bagian yang sejalan dengan Islam

perlu dibenarkan dan boleh diriwayatkan, sedangkan yang masuk dalam

115 Muhammad Husain Adz-Zahabi, At-Tafsir wa al-Mufassirun, (Mesir: Dar al-Maktabal-Hadis, 1976) Cet II, h. 111

Page 70: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

60

bagian yang tidak sejalan dengannya harus ditolak dan tidak boleh

diriwayatkan. Sementara itu, Israiliyyat yang tidak masuk bagian pertama dan

kedua tidak perlu dibenarkan dan didustakan, tetapi boleh diriwayatkan.116

Allamah Ahmad Muhammad Syakir mengomentari hal ini dalam

bukunya Umdah at-Tafsir, “Boleh mengambil berita dari mereka (yang tidak

adil atas kebenaran dan dustanya pada kita) adalah satu hal, sedangkan

mengutip hal itu dalam tafsir al-Quran dan menjadikannya sebagai suatu

pendapat atau riwayat dalam memahami makna ayat-ayat al-Quran, atau

menentukan sesuatu yang tidak ditentukan di dalamnya, adalah hal lain. Ini

karena dengan mengutip hal seperti itu disamping kalam Allah Swt dapat

memberi kesan bahwa berita yang tidak tahu kebenaran dan dustanya itu

adalah penjelas makna firman Allah Swt dan menjadi pemerinci apa yang

disebut global di dalamnya.117

Begitu pula Ibnu Khaldun dalam muqaddimahnya menyatakan

diperbolehkannya merujuk kepada Ahli Kitab. Keterangannya tersebut

diungkapkan dengan redaksi sebgai berikut, “Tafsir itu terbagi menjadi dua

macam. (salah satunya adalah tafsir naqli yang disandarkan kepada riwayat-

riwayat yang dinukil dari kaum salaf). Berita-berita yang dinukil dari kaum

salaf biasanya yang berupa pengetahuan tentang nasikh. Mansukh, asbab an-

nuzul, maksud beberapa ayat, dan segala sesuatu yang tidak bisa diketahui

116 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unnsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h 42

117 Yusuf Qardawi,Berinteraksi Dengan al-Quran, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h.497

Page 71: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

61

kecuali melalui riwayat dari generasi sahabat dan tabi’in. Sebenarnya generasi

awal umat ini sudah memiliki perhatian yang sangat besar terhadap riwayat-

riwayat naqli ini. Hanya saja kitab dan hasil nukilan mereka masih banyak

mengandung unsure yang baik dan buruk atau maqbul dan mardud.118

Sementara itu Muhammad Abduh termasuk ulama yang paling gencar

mengkritik kebiasaan ulama tafsir generasi pertama yang banyak

menggunakan Israiliyyat sebagai penafsir al-Quran. Bahkan, salah satu

motivasi penulisan tafsirnya adalah untuk menghindari kebiasaan ulama tafsir

itu. Abduh menolak validitas ulama tafsir generasi pertama yang

menghubungkan al-Quran dengan Israiliyyat. Menurutnya, cara itu telah

mendistorsi pemahaman terhadap Islam. Sikap keras serupa diperlihatkan pula

oleh muridnya, Rasyid Ridha, ia mengatakan bahwa riwayat Israiliyyat yang

secara ekstrim diriwayatkan oleh para ulama sebenarnya telah keluar dari

konteks al-Quran.119 Dalam tafsirnya Musthafa al-Maraghi yang juga

merupakan murid Abduh, memandang bahwa kitab-kitab tafsir telah dikotori

oleh Israiliyyat yang tidak jelas kualitasnya. Israiliyyat merupakan sesuatu

yang ditransfer Ahli Kitab untuk menipu orang-orang Arab. Demikian juga

Ibnu Mas’ud, berkata: “Jangan tanyakan kepada Ahli Kitab tentang tafsir,

karena mereka tidak dapat membimbing kearah yang benar dan mereka sendiri

berada dalam kesalahan.”120

118 Muhammad Abdurrahim Muhammad, Tafsir Nabawi, (Jak-Sel: Ppustaka Azzam,2001), h. 102

119 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unnsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h 43

120 Thameem Ushama, Metodologi Tafsir al-Quran, Kajian Kriis, Objektif danKomprehensif, (Jakarta: Penerbit Riora Cipta), h 38

Page 72: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

62

BAB IV

PERBANDINGAN ANALISA SIKAP ATH-THABÂRÎ

DAN IBNU KATSÎR TERHADAP ISRÂÎLIYYÂT

A. Sikap Ath-Thabârî dan Ibnu Katsîr Terhadap Isrâîliyyât Dalam

Tafsirnya

1. Kisah Bani Israel Tersesat Selama Empat Puluh Tahun

a. Q.S al-Mâidah[5] : 20-26

Page 73: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

63

“Dan (Ingatlah) ketika Mûsa Berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku,ingatlah nikmat Allah atasmu ketika dia mengangkat nabi nabidiantaramu, dan mengangkat kamu menjadi raja-raja121, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepadaseorangpun diantara umat-umat yang lain". Hai kaumku, masuklah ketanah Suci yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamulari ke belakang (karena takut kepada musuh), Maka kamu menjadiorang-orang yang merugi. Mereka berkata: "Hai Mûsa, Sesungguhnyadalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, Sesungguhnyakami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luardaripadanya. jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akanmemasukinya". Berkatalah dua orang122 diantara orang-orang yangtakut (kepada Allah) yang Allah Telah memberi nikmat atas keduanya:"Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, Maka bilakamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepadaAllah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orangyang beriman". Mereka berkata: "Hai Mûsa, kami sekali sekali tidakakan memasuki nya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya,Karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamuberdua, Sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja". BerkataMûsa: "Ya Tuhanku, Aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dansaudaraku. sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yangfasik itu". Allah berfirman: "(Jika demikian), Maka Sesungguhnyanegeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selamaitu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (tih)123 itu. Makajanganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yangfasik 124itu"

121Menegnai pengertian raja di atas, Ibnu Jarîr berkata, Abdullah bin Amr bin al-Ash,ketika ditanya: “Tidakkah kami termasuk orang miskin dari kaum Muhajirin?” Abdullah balikbertanya:”Apakah kamu punya istri?” “ya”, jawab orang itu. “Apakah kamu punya rumahsendiri?” “Ya” “Jika demikian anda terasuk raja,” kata Abdullah. Alhasan Alhashariberkata:”Yang disebut raja itu hanya karena mempunyai kendaraan, pelayan dan rumah tempattinggal”. Lihat Muhammad nasib ar-Rifa’I, Tafsîru al-Aliyyul Qadîr Lî Iktisâri Tafsîr Ibnu Katsîr,terj. Drs. Syihabbuddin, Riyadh: Maktabah Ma’arif, 1989, Jilid III, h.64.

122Dua orang tersebut bernama Yusya’ atau Yasyuk dan Khalib. Lihat Mahmud Yunus,Tafsir Quran Karim, Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzuryah, 2006, h. 151.

123Tih itu sendiri berarti terlunta-lunta, telantar, tersesat jalan. Dr.Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Quran Pelajaran dari Orang-orang Terdahulu, Jakarta: Gema InsaniPress, 2000, Jilid III, h. 227.

124 Al-fisqu ‘kefasikan’ adalah keluar dari perintah-perintah Allah. Fasiqin ‘orang-orangyang fasik’ adalah mereka yang keluar dari batas-batas yang ditentukan Allah, membangkangperintah-perintah-Nya. Lihat, Dr.Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, Kisah-kisah Al-Quran Pelajarandari Orang-orang Terdahulu, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, Jilid III, h. 229.

Page 74: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

64

b. Ringkasan Kisah Bani Israel Tersesat Selama Empat Puluh Tahun.125

Allah telah menyelamatkan Bani Israel dari Fir’aun dan

mengeluarkan mereka dari gurun Sinai di bawah pimpinan Mûsa a.s.,

dan memberikan kepada mereka nikmat yang besar di gurun Sinai,

yaitu memencarnya dua belas mata air dari batu untuk mereka sebagai

nikmat dari Allah. Dan Allah pun menaungi mereka dengan awan

putih, dan menjadikan makanan mereka manna (tumbuhan sejenis

herba atau cendawan) dan salwa (makanan manis sejenis madu).

Musa meminta mereka untuk memasuki tanah suci126 dan

mengatakan kepada mereka bahwa Allah akan memberikan

pertolongan dalam menghadapi musuh, yaitu orang-orang kafir yang

juga berada di negeri tersebut, dan mereka tidak lain harus berjihad

(berjuang) di jalan Allah. Akan tetapi, orang-orang Yahudi berwatak

penakut dan hina diri, dan tidak mengetahui kiat untuk berani dan

perwira menghadapi musuh. Karena itu, mereka manolak perintah

Mûsa a.s. dan berkata, “Sesungguhnya terdapat di negeri itu

sekelompok orang besar dan perkasa yang sadis;kasar, yang kami tidak

kuasa memerangi mereka itu, maka kami tidak akan memasukinya

sebelum mereka keluar darinya.”

Serta merta tampillah dari kalangan orang-orang Yahudi tersebut

dua orang laki-laki yang telah Allah anugerahi keberanian dan

125Kisah ini diambil dari Dr.Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, Kisah-kisah Al-QuranPelajaran dari Orang-orang Terdahulu, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, Jilid III, h. 205.

126Ibnu Abbas mengartikan ‘Tanah suci’ ialah Tur Sina dan sekitarnya, yaitu BaitulMaqdis dan sekitarnya. Lihat, Muhammad nasib ar-Rifa’I, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir,terj. Drs. Syihabbuddin, Riyadh: Maktabah Ma’arif, 1989, Jilid III, h. 65.

Page 75: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

65

kekuatan, dan kedua orang itu heran terhadap sikap kaumnya yang

pengecut itu. Kedua orang pemberani itu lalu menyusun taktik dan

strategi perang dan kemenangan kepada mereka, yaitu dengan

mengatakan kepada mereka, “Serbulah mereka melalui pintu gerbang

itu, dan mulailah kalian menyerang mereka, dan peluang kemenangan

besar bagi pihak yang menyerang dan memulai serbuan perang. Jika

kamu sekalian melakukan yang demikian itu pastilah kamu akan

menang, kemudian sesungguhnya Allah telah menjamin kemenangan

bagi kalian. Karena itu bertawakallah kepada-Nya dan mintalah

pertolongan dan kemenangan dari-Nya.”

Orang-orang Yahudi itu merasa bahwa dua orang laki-laki

tersebut telah membuat mereka terdiam tidak dapat membantah, dan

mereka berdua berhasil mematahkan alasan mereka untuk takut

berperang, tetapi orang-orang Yahudi itu tetap tidak menghiraukannya

dan menyatakan pembangkangan seraya mengatakan kepada Mûsa

a.s., “Hai Mûsa, kami sekali-kali tidak akan memasuki negeri itu

selama-lamanya selagi mereka sekali-kali tidak akan memasuki negeri

itu selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya. Karena itu,

pergilah kamu bersama Rabbmu dan berperanglah kamu berdua;

sesungguhnya kami hanya duduk berpangku tangan menanti disini

saja.”

Menghadaplah Mûsa kepada Tuhannya seraya berkata, “Wahai

Rabbku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku.

Page 76: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

66

Sebab itu, pisahkanlah aku dari orang-orang fasik itu (kaum Yahudi

karena membangkang).”

Allah lalu menjatuhkan hukuman kepada para pengecut dari suku

Yahudi itu, yaitu dengan mengharamkan mereka dari kemuliaan,

nikmat, kemenangan, dan kebahagiaan memasuki tanah suci. Setelah

itu, Allah menakdirkan bagi mereka berupa pengalaman pahit untuk

berputar-putar kebingungan di gurun Sinai selama empat uluh tahun,

yang merupakan jangaka waktu yang cukup lama untuk mematikan

generasi yang hina dan pengecut itu, dan lahir sebuah generasi baru

sebagai pengganti mereka setelah itu, yang tumbuh dalam kepribadian

keras, bercita-cita tinggi, dan ulet di iklim padang pasir dimana mereka

mampu memerangi orang-orang kafir, dan Allah menggariskan

kemenangan bagi mereka. Allah berfirman, “….maka sesungguhnya

negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama

itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang tih) itu.

Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang

yang fasik itu.’’127

Sebagian ulama tafsir dan ahli sejarah menyebutkan beberapa

riwayat dan uraian tentang sebagian perincian kisah yang mereka

ambil dari riwayat Israiliyyat. Di antara riwayat ini terdapat cerita yang

mungkar, mitos, dan legenda belaka tanpa didasari data dan dalil yang

akurat.

127 Q.S. al-Maidah [5] ayat 26.

Page 77: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

67

Diantara riwayat Israiliyyat itu adalah penentuan nama kota yang

telah diperintahkan Mûsa a.s. untuk memasuki, yaitu (menurut

Israiliyyat) Aryha yang terletak di daerah pedalaman kawasan tengah

palestina.

Contoh lain adalah penentuan ukuran postur orang-orang gagah

perkasa penghuni kota tersebut. Dalam versi Israiliyyat disebutkan

bahwa tinggi orang-orang tersebut adalah 3.333 1/3 hasta, dan ketika

lapar, ia mengulurkan tangannya dengan mudah sampai ke dasar laut,

mengambil ikan, dan mengangkat tangannya kearah matahari, lalu

dengan mudahnya ia memanggang ikan yang ditangannya itu. Dengan

demikian, ia dapat mematangkan ikan itu di bawah sengatan panas

sinar matahari yang terik.

c. Komentar Ibnu Jarîr dan Ibnu Katsîr

Untuk merinci kisah di atas, ath-Thabârî mengemukakan

Israiliyyat yang diterimanya dari Ibnu Abbas bahwa nabi Mûsa

diperintahkan Allah untuk memasuki Negara kaum Jabbarîn, yakni

kaum yang gagah perkasa seperti yang telah diungkap di atas.

Berangkatlah Mûsa disertai oleh kaumnya. Sebelum memasukinya, ia

mengutus dua belas kepala suku untuk menyelidiki keadaan di dalam

negara itu. Di sana mereka melihat postur tubuh kaum Jabbarin sangat

tinggi dan besar. Mereka kemudian memasuki ladang perkebunan,

tetapi keberadaan mereka diketahui oleh pemilik kebun. Salah seorang

dari mereka kemudian ditangkap dan diletakkan di lengan baju pemilik

kebun tersebut bersama buah-buahan yang dibawanya. Di hadapan

sang raja negara itu, mereka diletakkan di telapak tangannya. Setelah

Page 78: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

68

terjadi dialog, para kepala suku yang tertangkap disuruh kembali untuk

menyampaikan apa yang telah disaksikannya kepada Mûsa dan teman-

temannya. Mûsa memerintahkannya agar merahasiakan berita itu

kepada teman-temannya, tetapi akhirnya berita itu pun bocor. Riwayat

yang berasal dari Mujahid mengatakan bahwa buah anggur mereka

dapat ditumpangi oleh lima orang pengikut Mûsa.128

Ath-Thabârî pun mengemukakan riwayat dari as-Suda bahwa

ketika berada di negara kaum Jabbarîn, kedua belas kepala suku yang

diutus Mûsa itu bertemu dengan salah seorang Jabbarin yang bernama

Auj bin Ataq. Setelah tertangkap, ia meletakkan mereka di lubang tali

celananya, sedangkan di atas kepalanya terletak kayu bakar.

Sesampainya di hadapan istrinya, ia berkata sambil meletakkan mereka

di atas telapak tangannya, “Lihatlah mereka yang hendak memerangi

kita. Apakah ku injak saja mereka dengan kakiku?” “Jangan !”, tandas

istrinya, “Lepaskan mereka untuk mengabarkan keadaan kita kepada

rekan-rekannya.”129

Materi riwayat di atas ternyata tidak dikomentari oleh ath-

Thabârî, padahal di dalamnya terdapat sesuatu yang bertentangan

dengan akal. Gambaran tentang postur tubuh mereka sangat sulit untuk

diterima akal. Ibnu Katsîr berkomentar bahwa banyak ulama tafsir

yang mengemukakan riwayat Israiliyyat yang berkaitan dengan kaum

128 Ibnu Jarîr Ath-Thabârî, Jami’ Al-Bayân fî Tafsîr Al-Qurân, Jilid IV, Juz VI, h. 174-175

129 Ibnu Jarîr Ath-Thabârî, Jami’ Al-Bayân fî Tafsîr Al-Qurân, Jilid IV, Juz VI, h. 174-175

Page 79: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

69

Jabbarin. Salah satu dari mereka adalah Iwaj yang tingginya mencapai

3330 hasta. Berita ini sangat memalukan karena bertentangan dengan

sabda nabi130 :

”Sesungguhnya Allah menciptakan adam setinggi 60 hasta. Setelah

nabi Adam, maka tinggi manusia terus berkurang sampai sekarang.”

Rasyid Ridha menyatakan bahwa riwayat tentang Jabbarin

merupakan khurafat yang disebarkan oleh orang Yahudi ke tengah-

tengah umat Islam. Sehubungan dengan persoalan ini, al-Alusi pun

mengatakan bahwa cerita tentang Iwaj merupakan cerita rekaan Ahli

Kitab yang tidak terdapat dalam kitab suci mereka. Dengan mengutip

pendapat Ibnu Qayyim, ia pun mengatakan bahwa riwayat tentang hal

itu palsu (maudhu’) dan merupakan hasil perbuatan orang kafir zindik

yang bermaksud mengolok-olok dan mempermainkan para Rasul yang

mulia. Cerita ini dipandangnya sebagai khurafat yang tidaak memiliki

sumber.131

2. Kisah Harut Marut

a. Q.S. al-Baqarah[2] : 101-103

130 Ibnu Katsîr, Tafsîr al-Qurân al-Azîm, Alam al-Katib, Beirut, 1983, h. 37-38131 Al-Alusi, Ruh Al-Ma’ani fî TAfsîr Al-Qurân Al-Azim wa As-Sab’I Al-Matsani, Cetakan

Muniriyyah, Juz VI, h. 86-87

Page 80: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

70

“Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yangmembenarkan apa (Kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dariorang-orang yang diberi Kitab (Taurat) melemparkan Kitab Allah kebelakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui(bahwa itu adalah Kitab Allah). Dan mereka mengikuti apa yangdibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan merekamengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir132), padahalSulaiman tidak kafir (Tidak mengerjakan sihir), Hanya syaitan-syaitanlah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepadamanusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeriBabil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan(sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnyakami Hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Makamereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu,

132Sihir mengandung beberapa arti, Pertama,menipu mata orang dan menghayalkansesuatu yang bukan sebenarnya, seperti yang diperbuat oleh pemain sulap. Jika sihr itu tidakmerusak orang, maka hukumnya tidak haram. Kedua,sihir bermakna perkataan yang indah, manis,menarik hati pendengarnya sehingga mereka dengan terpesona mengikuti perkataan itu. Kalautujuan perkataan itu unuk menerima suatu kebenaran, maka hukumnya halal, tetapi kalautujuannya untuk fitnah,mengadu domba supaya bercerai, maka hukumnya haram. Ketiga, mintapertolongan kepada syeitan dan mengabdi kepadanya dengan memuja maka sihir seperti ini haramhukumnya, bahkan mengkafirkan karena mempersekutukan Allah dengan syeithan. MahmudYunus, Tafsir Quran Karim, Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wadzuryah, 2006, h. 151.

Page 81: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

71

mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya.dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnyakepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. dan merekamempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dantidak memberi manfaat. Demi, Sesungguhnya mereka Telah meyakinibahwa barangsiapa yang menukarnya (Kitab Allah) dengan sihir itu,tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatanmereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka Mengetahui.Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya merekaakan mendapat pahala), dan Sesungguhnya pahala dari sisi Allahadalah lebih baik, kalau mereka Mengetahui.”

b. Ringkasan Kisah Harut Marut

Banyak ilmuan yang meriwayatkan kisah Harut dan Marut

dalam versi Israiliyyat. para mufassir mengambil riwayat itu sebagai

nara sumber dan menjadikan referensi dalam tafsir-tafsir mereka,

bahkan mereka menafsirkan kalam Allah dengannya.133

Berikut adalah ringkasan cerita Harut dan Marut dalam versi

Israiliyyat.134

Para malaikat menghalang-halangi dipilihnya manusia untuk

menjadi khalifah di muka bumi dan mengutamakan manusia yang

beriman di atas derajat malaikat. Allah menerangkan kepada mereka

bahwa manusia yang beriman lebih utama karena pada dirinya ada

syahwat dan kecendrungan untuk berbuat maksiat, tapi dia

bersungguh-sungguh mengendalikan hawa nafsunya dan menahannya

hingga dia dapat beristiqamah dalam ketaatan kepada Allah.

133 Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid III, terj. Setiawan Budi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 18.

134 Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid III, terj. Setiawan Budi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 19-20.

Page 82: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

72

Maka mereka (malaikat-malaikat) berkata, “Jika Engkau

jadikan syahwat dalam diri kami maka kami tidak akan berbuat

maksiat.”

Maka dipilihlah dua malaikat di antara untuk menjalani ujian

itu, yaitu Harut dan Marut. Allah menjadikan Syahwat dalam diri

mereka lalu mereka diturunkan ke bumi. Allah melarang mereka

berbuat keji dan maksiat.

Akhirnya, turunlah keduanya di kota Babil dan mereka

beribadah kepada Allah sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh Allah.

Hingga suatu hari, mereka melihat seorang wanita yang sangat cantik

di kota itu, bahkan mungkin dialah wanita tercantik. Maka terbesitlah

dalam hati keduanya hasrat dan keinginan terhadap wanita itu.

Mereka merayu wanita itu yang belum menjawab saat pertama

kalinya, tetapi wanita itu memberikan pilihan kepada mereka antara

menyembah berhala, membunuh anak kecil, atau meminum khamar

sebelum mereka memiliki wanita itu.

Maka berkatalah mereka, “Menyembah berhala adalah

perbuatan kufur, membunuh anak kecil termasuk dosa besar,

sedangkan minum khamar hanyalah dosa yang kecil.” Maka mereka

memilih meminum khamar. Setelah meminum khamar itu, mereka pun

mabuk, akibatnya mereka lalu membunuh anak kecil dan menyembah

berhala. Kemudian terjerumuslah mereka dalam kekejian bersama

wanita itu.

Page 83: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

73

Maka dicabutlah ismul a’zam (sifat kemalaikatan) dari mereka

yang dulunya dengan asma itu mereka dapat naik dan terbang ke

langit.

Kemudian Allah mengubah wanita itu menjadi bintang yang

terang di langit, dikenal dengan nama az-Zahra, sebuah bintang yang

beredar yang merupakan salah satu dari kumpulan bintang-bintang di

sekitar matahari.

Adapun Harut dan Marut, Allah murka kepada mereka. Karena

mereka terjerumus ke dalam dosa, lalu memberikan pilihan antara azab

di dunia dan azab di akhirat. Maka mereka memilih azab di dunia

karena azab di dunia hanyalah sementara dan mereka bisa selamat

pada hari kiamat nanti. Kemudian digantunglah mereka di angkasa

Babil, yaitu antara langit dan bumi. Mereka tergantung di sana sejak

saat itu sampai hari kiamat.

Di Babilonia, masih saja mereka mengajarkan sihir kepada

manusia walaupun mereka tengah diazab dan digantung di langit.

Setiap orang yang ingin mempelajari sihir dan memperdalaminya akan

menemui mereka di kota itu dan belajar dari kedua malaikat itu.

c. Komentar Ibnu Jarîr dan Ibnu Katsîr

Ulama-ulama peneliti menolak kisah itu dan menganggapnya

batil dari segi sanad dan maknanya.135 Setelah menolak riwayat itu,

Ibnu Katsîr berkata, “Kisah Harut dan Marut ini telah diriwayatkan

135 Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid III, terj. Setiawan Budi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 20.

Page 84: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

74

oleh banyak orang dari kalangan tabi’in, seperti mujahid as-Sudai,

Hasan al-Bashri, Qatadah, Ubay al-Aliyah, az-Zuhri, ar-Rabi bi Anas,

dan Muqatil bin Hayyan serta yang lainnya, juga sekelompok imam

dari kalangan mufasirin yang terdahulu dan kotemporer ikut

menceitakannya. Dan hasilnya, ternyata perincian kisah ini bersumber

dari berita-berita keturunan Yahudi, di mana tidak ada satu pun di

dalamnya hadis yang marfu’ dan sahih yang bersambung sanadnya

kepada Rasûlullah Saw. (beliau yang benar dan membenarkan wahyu

serta terjaga dari perbuatan maksiat yang tidak berkata menurut hawa

nafsunya). Yang dapat kita lihat dari susunan cerita di dalam al-Quran

adalah cerita umum tanpa keterangan lebih lanjut dan tanpa

hiperbolisme cerita maka kita beriman dengan apa yang diturunkan

dalam al-Quran, dengan apa yang diinginkan Allah Ta’ala, dan hanya

Allah-lah yang mengetahui hakikat keadaannya.”136

Dalam kitab tarikh karangannya, al-Bidayah wan Nihayah,

Ibnu Katsir menulis ringkasan cerita Harut dan Marut dengan versi

Israiliyyat ini, kemudian mengkaitkannya dengan perkataannya,

“Sedangkan apa yang banyak disebutkan oleh para mufasirin dalam

kisah Harut dan Marut, bahwa az-Zahra adalah seorang wanita yang

dirayu dua malaikat itu dan dia menolak kecuali jika mereka mau

mengajarkannya ismul a’zam hingga kemudian mengajarkannya, lalu

diucapkannya, dan dia dinaikkan ke langit menjadi bintang. Semua ini

saya perhatikan hanyalah karangan orang-orang Yahudi. Kalaupun

136 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-Azhim, Jilid I, h. 141

Page 85: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

75

Ka’ab Ibnul Ahbar menuliskannya (dalam beberapa bukunya) dan

beberapa kelompok salaf lainnya belajar dari dia tentang hal ini, tetapi

mereka mengemukakannya dengan cara menghikayatkan saja dan

mengatakan bahwa cerita itu bersumber dari Bani Israel.”137

Setelah itu, beliau berkata, “Dan jika berbaik sangka, mungkin

kita mengatakan bahwa ini adalah sebagian dari kabar Bani Israel

seperti riwayat Ibnu Umar dari Ka’ab Ibnul Ahbar terdahulu dan

mungkin dari khurafat mereka yang tidak mereka percayai.”138

Imam Ahmad Muhammad Syakir mengamati tentang versi

Israil itu pada tiga hal, yaitu139:

1. Dalam penegasannya terhadap banyaknya riwayat yang

dikemukakan ath-Thabâri di mana beliau berkata, “Berita-berita

dalam kisah Harut dan Marut dan cerita bahwa sesungguhnya ada

seorang wanita lalu diubah rupanya menjadi bintang adalah berita-

berita yang diilatkan oleh ahli ilmu dengan hadis.”

2. Dalam ringkasan tafsir Ibnu Katsîr yang dinamakan Umdatut-

Tafsir ‘anil Hafiz Ibnu Katsîr, dia mengaitkan sanad riwayat-

riwayat yang dikemukakan Ibnu Katsîr dengan apa yang termaktub

dalam kisah itu.

Dalam hal itu, beliau mengaitkan sanad riwayat yang

disebutkan oleh Ibnu Katsîr dengan nukilan (kutipan) dari Ibnu Abî

137 Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid III, terj. Setiawan Budi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 20.

138 Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid III, terj. Setiawan Budi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 20.

139 Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid III, terj. Setiawan Budi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 21

Page 86: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

76

Hatîm dalam komentarnya sebagai berikut, “Isnad yang dikutip

Ibnu Katsîr-sedangkan kami menghapusnya-adalah benar. Isnad ini

berhenti pada perkataan Ibnu Abbas. Kami pun berhenti sampai di

situ dan tidak mengatakan apa pun. Ibnu Katsîr telah

memperpanjang penyalinan kabar-kabar seperti ini, semoga Allah

merahmati dan juga diri kami dan mengampuni kami semua.”

Syakir juga menunjukkan sebab-sebab pengutipannya

terhadap versi Yahudi yang batil tersebut dalam bukunya,

Umdatut-Tafsir, sebagai berikut, “Saya pernah berkeinginan

membuang hadis ini juga dari kitab Umdatut-Tafsir seperti apa

yang telah saya syaratkan dalam mukadimah, tetapi saya melihat

bahwa makna hadis tersebut telah berimbas dalam cerita-cerita

banyak orang dan dalam apa yang mereka tulis, dan semua itu

harus diterangkan maka saya mengerjakan apa yang terbaik,

kemudian saya tidak menggunakan apa-apa yang telah

diperpanjang oleh Ibnu Katsir walaupun tidak memperpendek

keterangan tentang cacatnya. Semoga Allah merahmatinya.”

3. Dalam penjelasan dan pengamatannya terhadap musnad Imam

Ahmad bin Hambal, dalam sanadnya sebuah hadis marfu’ dari Ibnu

Umar r.a., dan itulah yang menyebabkan sebagian dari mereka

(ulama) mengenggapnya benar.

Ahmad Syakir mengakhiri komentarnya dengan ungkapan,

“Semua ini menguatkan apa yang telah dikuatkan oleh Ibnu Kasir,

Page 87: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

77

‘Sesungguhnya hadis ini bersumber dari cerita-cerita Yahudi yang

disampaikan Ka’abul Ahbar. Sebenarnya itu bukanlah hadis marfu’

dari Nabi Saw. Barangsiapa yang merafa’kannya maka dia telah

berbuat salah dan lalai. Orang-orang yang meriwayatkannya dari

kisah-kisah Ka’abul Ahbar dengan lebih menjaganya dan

mempercayainya lebih dari orang yang meriwayatkan secara

marfu’ maka dia lebih parah dari Imam yang hafidz dan jalil.”140

Para ahli tafsir berusaha memahami firman Allah, “Dan

apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil,

yaitu Harut dan Marut” (al-baqarah: 102), mereka telah sepakat

bahwa huruf wawu pada kalimat ‘Wa ma unzila’ adalah ‘aatifah

dan kalimat ini ma’thuf kepada kalimat sebelumnya. Tetapi

mereka berbeda pendapat dalam kalimat yang di-‘athaf-kan

kepadanya. Ini karena perbedaan mereka tentang huruf maa,

apakah itu huruf nafi yang bermakna lam ‘tidak’ atau ism maushul

yang berarti ‘yang’. Ibnu Abbas mengatakan maa di sini berarti

mengingkari dan menafikan. Ia adalah huruf nafi yang berarti lam

‘tidak’.141

Ath-Thabârî menjelaskan pendapat ini, “Maka takwil ayat

ini berdasarkan arti ini,adalah, ‘Dan mereka mengikuti sihir yang

dibacakan oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman

140 Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid III, terj. Setiawan Budi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 22

141 Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid III, terj. Setiawan Budi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 31.

Page 88: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

78

sedangkan Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), dan

Allah tidak menurunkan sihir kepada dua malaikat itu, tetapi setan-

setan itulh yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia di

negeri Babil, yaitu Harut dan Marut.’ Dengan demikian kalimat

“Di kota Babil Harut dan Marut” adalah kalimat yang diakhirkan,

tetapi maknanya didahulukan.142

Dengan pendapat ini maka yang dimaksud dengan ‘dua

malaikat’ itu adalah Jibril dan Mikail. Sedangkan Harut dan Marut

adalah nama dua orang laki-laki dari golongan setan dan keduanya

mengajarkan sihir kepada manusia di kota Babil.

Dengan pendapat ini pula maka kalimat itu ma’thuf kepada

kalimat ‘maa kufru Sulaiman’ berarti bahwa al-Quran membantah

kafirnya Sulaiman dan turunnya sihir kepada dua malaikat di kota

Babil. Akan tetapi, setan-setan itu berdusta dan menuduhkan sihir

dan kekafiran itu atas diri Sulaiman a.s., dan menuduh turunnya

sihir kepada dua malaikat di kota Babil.143

Pendapat ath-Thabârî mengatakan bahwa maa adalah ism

mausul yang berarti alladzi (yang). Pendapat ini dinisbahkan ath-

Thabari kepada Abdullah bin Mas’ud, Qatadah, az-Zuhri, as-Suddi

dan yang lainnya.144

142 Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid III, terj. Setiawan Budi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 31.

143 Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid III, terj. Setiawan Budi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 31.

144 Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid III, terj. Setiawan Budi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 31.

Page 89: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

79

Ath-Thabari berkata dalam penjelasannya tentang pendapat

ini, “Maka makna ayat berdasarkan pendapat ini adalah, ‘Dan

kaum Yahudi mengikuti yang dibaca setan-setan itu pada masa

kerajaan Sulaiman dan mengikuti yang diturunkan kepada dua

malaikat di kota Babil, yaitu Harut dan Marut.’ Ath-Thabari

cendrung pada pendapaat ini. Tetapi, Ibnu Katsir mengkritik

gurunya, yakni ath-Thabari dan menyanggah pendapatnya serta

mengaitkan kepadanya suatu pendapat, kemudian Ath-Thabari

mengajukan sanggahan atas pendapat ini bahwasannya maa berarti

alladzi dan beliau memperpanjang pendapatnya dalam hal itu dan

mengatakan bahwa Harut dan Marut itu adalah dua malaikat yang

diturunkan Allah ke bumi. Dia mengizinkan keduanya

mengajarkan sihir sebagai cobaan dan ujian bagi hamba-hamba-

Nya, setelah menerangkan kepada hamba-hamba-Nya bahwa itu

adalah termasuk dalam larangan-Nya atas lisan para Rasul. Beliau

juga menganggap bahwa Harut dan Marut taat pada ketentuan itu

karena keduanya menaati apa yang diperintahkan-Nya.145

Akan tetapi, Ahmad Syakir mengaitkan pendapat Ibnu

Katsîr dangan pendapatnya, “Bukannya aku mengingkari apa yang

dikatakan Abû Ja’far seperti halnya Ibnu Katsîr, jika Anda meneliti

pendapat Abu Ja’far, Anda akan mendapatkan hujah yang jelas

tentang kebenaran pendapat yang dianutnya, ketelitiannya dalam

145 Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid III, terj. Setiawan Budi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 32.

Page 90: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

80

menjelaskan makna dan mengatur lafal-lafalnya dan Anda hampir

tidak menemuinya selain dalam tafsir yang mlia dan agung ini.”146

3. Dzulqalnain

a. Q.S. al-Kahfi[18] : 83

“Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain.Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya".

b. Komentar Ibnu Jarîr dan Ibnu Katsîr

Para mufasir dan sejarawan senang meneliti kisah Dzulqarnain

dan banyak diantara mereka yang berusaha untuk menjelaskan hal-hal

yang tidak disebutkan dan mendapatkan rincian kisahnya yang benar

secara historis. Mereka banyak mengeluarkan pendapat, yang sebagian

besar diambil berdasarkan kisah Israiliyyat dan cerita-cerita dari Ahli

Kitab, yang mengandung khurafat, kebohongan, dan kebatilan. Dari

sana muncullah berbagai penelitian tentang rincian kisah itu, juga

pernedaan pendapat yang tajam antara ahli sejarah dan mufasir.

Sebagian penulis membuat buku kisah Dzulqarnain hanya

menulis tentang rincian kisah itu;tempat, waktu, dan peristiwa-

peristiwa yang dialami oleh tokoh kisah itu. Diantara buku-buku

tersebut adalah sebagai berikut147:

146 Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid III, terj. Setiawan Budi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 32

147 Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid III, terj. Setiawan Budi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 214

Page 91: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

81

1. Dzulqarnain wa Saddus-Shin oleh Muhammad Raghib ath-

Tabbakh, seorang professor sejarah dan hadist pada fakultas

syariah di Aleppo, 1949 M.

2. Yas’alûnaka ‘an Dzilqarnain oleh Abdul Kalam Azad, mentri

pendidikan India yang pertama setelah merdeka. Ada sebuah

pembukaan yang paling lebar ditulis oleh Syekh Ahmad Hasan al-

Bâquri, diterbitkan oleh Darus Sya’ab, Kairo, 1972 M.

3. Mafahim Jughrafiyah fil-Qashash al-Qurani: Qishshatu

Dzilqarnain oleh Dr. Abdul Alim Abdurrahman Khindir.

Diterbitkan oleh Daarusy Syuruq, 1981 M.

4. Dzulqarnain: al-Qa’id al-Faatih wal-Haakim ash-Shalih oleh

Muhammad Khair Ramadhan Yusuf. Diterbitkan oleh Daarul

Kalam tahun 1986 M/1406 H. Inilah buku yang paling baru, paling

lengkap, dan kritis.

Disebutkan dalam muqadimah Dzulqarnain: al-Qa’id al-Fâtih

wal-Hâkim ash-Salih oleh Muhammad Khair Ramadhan Yusuf, bahwa

tatkala membahas kisah Dzulqarnain, ia meminta petunjuk kepada

seorang ilmuwan yang terpecaya dengan mengatakan, “Bagaimana

pendapatmu jika aku menulis buku tentang Dzulqarnain, wahai

guruku?” kemudian gurunya menjawab, “Jangan kamu lakukan hal

itu.” Ia merasa heran kemudian bertanya, “Mengapa?” Gurunya

menjawab, “Karena kamu tak akan mendapatkan manfaat.” Akan

tetapi ia bersikeras melakukan hal itu: mengumpulkan data,

Page 92: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

82

menganalisis, dan mendiskusikannya. Akhirnya ia berhasil menulis

sebuah buku yang bagus. Tetapi ia tidak dapat menemukan secara pasti

hakikat Dzulqarnain yang merupakan inti pembahasan seolah-olah ia

tidak mendapatkan hasil yang dapat diterima sesuai dengan penelitian

ilmiah yang sistematis dan objektif.148

Abdul Kalam Azad149 dan Dr. Abdul Alim Abdurrahman

Khidir menegaskan bahwa Kursy al-Farisi (seorang raja dari Persia)

adalah Dzulqarnain yang diceritakan dalam al-Quran dan dinding yang

didirikan di celah Daryal150 adalah yang diceritakan al-Quran. Kedua

ilmuawan ini berpendapat bahwa sifat-sifat Kursy sesuai dengan sifat

Dzulqarnain yang diceritakan al-Quran, bahkan sifat yang diceritakan

al-Quran terdapat dalam diri Kursy.151

148 Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid III, terj. Setiawan Budi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 215

149 Abdul Kalam Azad adalah seorang pemimpin muslim India. Ia mengajak kaummuslimin India memberontak terhadap penjajahan Inggris. Ia mengadakan penelitian tentangDzulqarnain dan pergi ke Iran, mencari lokasi bendungan Ya’juj dan Ma’juj. Kemudian ia menuliskesimpulan perjalanan dan peneliiannya dimajalah Tarjamaanul Qur’an. Kemudian ia menulissebuah buku yang diterbitkan oleh Daarus Sab’ah, Mesir,berjudul Yas’aluunaka ‘an Dzularnain.Tulisan Abul Kalam Azad dalam buku tersebut benar-benar berharga dan bagus karena iamengemukakan berbagai bukti untuk menguatkan pendapatnya dan mengumpulkan bermacam-macam bukti dengan mengutip dari sejarah, geografi, dan temuan-temuan arkeologi. Dr. ShalahAbdul Fattah al-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid II,terj. Setiawan Budi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 229.

150 Dinding yang dibangun oleh Dzulqarnain “Kursy” terletak di celah Daryal di tengah-tengah pegunungan Kaukasus. pegunungan Kaukasus membentuk rangkaian panjang yangbersambung, puncaknya banyak, sulit didaki, tidak ada jalan masuk kecuali melalui celah Daryalditengah mengalir salah satu cabang sungai Turk yang paling tinggi. Pegunungan ini terbentanghampir sama dengan Laut Qazwin di Timur dan laut Hitam di Barat. Panjang keseluruhannyamencapai 1.200 km, merupakan pegunungan tertinggi di Eropa, dan tidak mungkin didaki kecualimelalui celah Daryal. Dikutip dari Khindir, Mafahim Jughrafiyah, h. 296. Dr. Shalah Abdul Fattahal-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid II, terj. SetiawanBudi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 234.

151 Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid II, terj. Setiawan Budi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 236.

Page 93: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

83

Menurut Abdul Kalam Azad, Kursy dijuluki Dzulqarnain

karena ia menyatukan dua kerajaan, yaitu, Midya dan Persia, menjadi

satu kerajaan, masing-masing kerajaan disebut “qarn”. Oleh karena itu,

setelah menyatukan kedua kerajaan itu, ia dijuluki Dzulqarnain yang

berarti ‘memiliki dua kerajaan’.152

Ibnu Katsir menjelaskan dalam kitab tafsirnya, bahwa

Dzulqarnain adalah seorang hamba Allah yang dikaruniai kerajaan

yang luas dan kekuasaan yang besar. Kekuasaannya meliputi seluruh

jagad dan semua umat dari berbagai bengsa dan keturunan tunduk di

bawah hukum kerajaannya, dia menguasai banyak bahasa sehingga

tiap kaum atau negeri yang ditundukkannya dapat dipahami olehnya

bahasa kaum dan penduduk negeri yang dikuasainya itu. Demikian

pula Allah telah mengaruniainya pengetahuan mengenai peta bumi di

antara sarana-sarana lain yang dapat memudahkan ia melebarkan sayap

kekuasaannya ke segala penjuru dunia dari barat sampai ke timur.153

Untuk menjelaskan ayat di atas, ath-Thabari mengemukakan

Israiliyyat dari Wahab bin Munabbih yang mengatakan bahwa

Dzulqarnain berasal dari Romawi. Nama aslinya adalah al-Iskandar. Ia

dijuluki Dzu al-Qarnain karena dua belah wajahnya ditutupi oleh

tembaga. Ketika ia menjelang dewasa dan menjadi hamba yang shaleh,

Allah mengutusnya untuk memimpn penghuni dunia yang mempunyai

ragam bahasa yang berbeda-beda. Di antara mereka adalah dua umat

152 Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, “Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu”,jilid II, terj. Setiawan Budi Utomo, Gema Insani Press, 1996, h. 226.

153 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim, Alam al-Katib, Beirut, 1983, h. 169.

Page 94: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

84

yang antara keduanya dipisahkan oleh jarak sepanjang bumi; dan di

antaranya pula dua umat yang antara keduanya dipisahkan oleh jarak

selebar bumi. Ia pun memimpin umat seperti jin, manusia, ya’juj dan

ma’juj. Riwayat itu kemudian menuturkan ilmu dan hikmah yang telah

diberikan Allah kepadanya, kondisi kaum-kaum yang ditemuinya, apa-

apa yang diucapkan mereka kepadanya. Di tengah-tengah rakyat itu,

ath-Thabari mengemukakan berita-berita yang sangat sulit diterima

akal dan naqli. Dan untuk menuturkan riwayat-riwayat itu, ia

mneghabiskan lebih kurang empat lembar.154

Riwayat lain yang dikemuukakan ath-Thabâri, diantaranya,

diterima dari Abi Hatim dan Ibnu Ishaq; serta riwayat yang diduga

berasal dari nabi karena pada ujung sanadnya tertera nabi Muhammad.

Riwayat pertama berbicara tentang sebab penamaan Dzulqarnain,

sedangkan riwayat kedua mengatakan bahwa Dzulqarnain adalah

pemuda dari Romawi yang membangun Negara Iskandariah. Setelah

pembangunan itu selesai, ia diangkat oleh malaikat ke langit.

Sesampainya disana, Dzulqarnain ditanya, “Apa yang kau lihat?” “Aku

melihat kotaku dan beberapa kota lainnya.” Setelah naik ke langit

berikutnya, ia pun ditanya, “Apa yang kau lihat?” “Aku melihat bumi.”

Suatu saat ia sampai di sebuah benteng. Di sana ia melihat sekelompok

menusia yang bentuk wajahnya mirip seperti anjing.155

154 Lihat Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim, Alam al-Katib, Beirut, 1983, h. 192.155Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim, Alam al-Katib, Beirut, 1983, h. 192 .

Page 95: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

85

Ath-Thabari tidak mengomentari riwayat itu walaupun terdapat

beberapa kegabjilan di dalmnya. Umpamanya, betulkah sebagian

riwayat itu berasal dari Nabi. Untuk riwayat yang berasal dari nabi

Ibrahim, Ibnu Katsir menyebutkan bahwa kualitasnya asing dan sanad-

sanadnya pun tidak sahih.156 Ath-Thabâri pun tidak berupaya

melakukan studi kritis terhadap keganjilan-keganjilan matannya.

4. Kisah Sapi Betina Bani Israel

a. Q.S. al-Baqarah[2] : 67-74

156 Lihat Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim, Alam al-Katib, Beirut, 1983, h 100.

Page 96: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

86

“Dan (ingatlah), ketika Musa Berkata kepada kaumnya:"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapibetina." mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buahejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidakmenjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil". Merekamenjawab: " mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar diamenerangkan kepada Kami; sapi betina apakah itu." Musa menjawab:"Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapibetina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; Makakerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". Mereka berkata:"Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar dia menerangkankepada kami apa warnanya". Musa menjawab: "Sesungguhnya Allahberfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yangkuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yangmemandangnya." Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmuuntuk kami agar dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapibetina itu, Karena Sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami danSesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untukmemperoleh sapi itu)." Mûsa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirmanbahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakaiuntuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidakbercacat, tidak ada belangnya." mereka berkata: "Sekarang barulahkamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". Kemudianmereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakanperintah itu. Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusialalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. dan Allah hendakmenyingkapkan apa yang selama Ini kamu sembunyikan. Lalu kamiberfirman: "Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betinaitu it Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yangTelah mati, Dam memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaannyaagar kamu mengerti. Kemudian setelah itu hatimu menjadi kerasseperti batu, bahkan lebih keras lagi. padahal diantara batu-batu itusungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dandiantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, Karena

Page 97: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

87

takut kepada Allah. dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yangkamu kerjakan.”

b. Ringkasan Kisah Sapi Betina Bani Israel157

Pada masa nabi Mûsa a.s. terjadi pembunuhan di kalangan Bani

Israel yang tidak diketahui siapa pembunuhnya. Lalu di antara

merekapun terjadi kesalahpahaman, kericuhan, dan saling mendorong

serta saling menuduh melakukan pembunuhan. Masing-masing

menuduh yang lain sebagai pembunuhnya, lalu mereka mengajukan

perkara itu kepada Mûsa a.s. untuk disidangkan di antara mereka.

Allah ingin menyingkap misteri pembunuhan itu dan

mengungkap pembunuhnya melalui prosesi mukjizat fisik materi.

Allah mewahyukaan kepada musa agar memerintahkan mereka untuk

menyembelih sapi betina, yaitu sapi betina apa saja, tanpa ketentuan

criteria dan spesifikasinya. Kalaulah mereka mengambil sapi betina

apa saja serta menyembelihnya niscaya mereka telah melaksanakan

perintah Allah dan menunaikan kewajiban. Akan tetapi, karena watak

orang-orang Yahudi menyukai perdebatan dan memperlambat diri

untuk menjalankan tugas membuat mereka mengabaikan perintah itu

dengan berulah dan banyak bertanya.

Mereka menanyakan kepada Mûsa a.s. tentang usia sapi betina

itu, lalu Musa menjawab bahwa sapi itu tidak terlalu tua dan juga tidak

terlalu muda, melainkan berusia sedang. Kemudian mereka bertanya

157 Kisah ini diambil dari Dr.Shalah Abdul Fattah al-Khalidy, Kisah-kisah Al-QuranPelajaran dari Orang-orang Terdahulu, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, Jilid III, h. 235.

Page 98: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

88

tentang warnanya. Musa menjawab, warna sapi betina itu kuning tua

yang menyenangkan siapa pun yang memandangnya.

Setelah itu, mereka bertanya pula tenttang tabiat kerja sapi itu,

lalu dijawab bahwasannya sapi itu sangat berharga bagi pemiliknya,

tidak begitu jinak, tidak dipakai untuk membajak dan juga tidak untuk

mengairi tanaman.

Pada akhirnya, mereka pun menyembelihnya, dan ini hampir

saja idak mereka lakukan karena disibukkan oleh pertanyaan-

pertanyaan.

Setelah itu, Mûsa a.s. memerintahkan mereka untuk

memukulkan sebagian anggota badan sapi betina yang telah dipotong

itu ke tubuh mayat korban pembunuhan, lalu mereka pun

melaksanakannya. Tiba-tiba Allah memasukkan roh ka dalam raganya

dan menghidupkan kembali mayat korban pembunuhan tersebut, lalu

ia menceritakan siapa yang membunuhnya, “Si fulan yang telah

membunuh saya.”

Mayat hidup itu pun akhirnya mati kembali di tengah suasana

yang mencengangkan dan mencekam bagi orang-orang Bani Israil, dan

mereka pun terpana dan heran atas kejadian yang baru saja mereka

saksikan.

c. Komentar Ibnu Jarîr dan Ibnu Katsîr

Dalam tafsir Ibnu Katsîr disebutkan riwayat dari Ibnu Abî

Hatîm, dengan sanad yang bersambung hingga Muhammad bin Sirin,

Page 99: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

89

dari Ubadah as-Silmani, dia berkata, “Ada seorang laki-laki Bani Israel

yang mandul, sedangkan dia mempunyai harta yang banyak dan anak

saudaranya merupakan pewarisnya. Maka dia membunuhnya. Pada

malam hari dia membawa mayatnya lalu diletakkan di depan pintu

salah seorang Bani Israel. Ketika pagi hari tiba, maka pihak korban

menuduh si pemilik rumah dan warganya sehingga mereka pun

mengangkat senjata dan saling menyerang. Salah seorang yang

berpikiran lebih bijak berkata, ‘ Mengapa kalian saling membunuh,

padahal kita punya Rasul !’. Maka mereka pun menemui Musa a.s. dan

menceritakan kejadian tersebut. Musa berkata, ‘Sesungguhnya Allah

menyuruhmu untuk menyembelih seekor sapi betina’. Mereka berkata,

‘apakah kamu hendak menjadikan kami sebagai bahan ejekan?’ Musa

menjawab, ‘Aku berlindung kepada Allah sekiranya aku termasuk

orang-orang yang bodoh.’158

Ubaidillah berkata, “Seandainya mereka tidak mencela, niscaya

memadailah sapi yang sederhana sekalipun. Namun mereka

mempersulit, maka Allah pun mempersulitnya sebelum mereka

menemukan sapi yang diperintahkan untuk disembelih. Mereka

mendapatkannya dari seseorang yang tidak memiliki sapi lain kecuali

sapi betina itu. Si pemilik berkata, ‘’Demi Allah, harga sapi ini tak

boleh kurang dari uang emas sepenuh kulitnya”. Lalu mereka

menyembelihnya, dan mereka memukul mayat dengan bagian tunuh

158 Muhammad Nasib ar-Rifa’I, Tafsiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir,Jilid I, Muktabah Ma’arif, 1819, h. 148-149.

Page 100: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

90

sapi itu. Kemudian mereka bertanya, “Siapa yang membunuhmu?”

mayat itu berkata, “Orang ini,” sambil menunjuk kepada anak

saudaranya. Kemudian mayat pun terkulai dan mati kembali. Maka si

pembunuh tidak diberi harta warisan sedikit pun. Sejak itulah seorang

pembunuh tidak berhak mendapatkan warisan.159

Mengomentari kisah di atas, Ibnu Katsir mengatakan bahwa

kisah tersebut dikutip dari buku-buku Bani Israel, dan kisah ini

termasuk yang boleh dikutip, namun tidak boleh dibenarkan atau

didustakan. Oleh karena itu, kisah tadi tidak dapat dijadikan pegangan

kecuali dalam hal-hal yang sejalan dengan kebenaran menurut

Islam.160

Pada ayat 73 menerangkan perintah nabi Musa kepada Bani

Israel untuk menyembelih sapi yang salah satu bagian badannya

dipukulkan kepada orang yang terbunuh agar hidup kembali. Ayat ini

merupakan rangkaian dari beberapa ayat yang berbicara tentang kisah

penyembelihan sapi. Tidak dijelaskan bagian badab sapi mana yang

digunakan untuk memukul mayat itu. Kisah itu, lebih lanjut

menjelaskan bahwa setelah dipukul, mayat itu hidup kembali.

Meskipun persoalan itu tidak penting, sebagian ulama tafsir

menjelaskannya dengan merujuk pada riwayat Israiliyyat. Dalam hal

ini, ath-Thabari mengemukakan beberapa riwayat yang berbeda-beda.

159 Muhammad Nasib ar-Rifa’I, Tafsiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir,Jilid I, Muktabah Ma’arif, 1819, h. 149.

160 Muhammad Nasib ar-Rifa’I, Tafsiru al-Aliyyul Qadir li Ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir,Jilid I, Muktabah Ma’arif, 1819, h. 152-153.

Page 101: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

91

Satu riwayat mengatakan bahwa yang digunakan untuk memukul

mayat itu adalah bagian paha sapi, riwayat lain mengatakan bagian

pundaknya, dan riwayat lainnya lagi mengatakan bagian tulangnya.161

Mengomentari riwayat-riwayat di atas, ath-Thabari

berpendapat bahwa selama Allah mengglobalkan kisah ini dan Rasul

pun tidak merincinya, kita tidak diperkenankan menjabarkannya.

Namun, di akhir pembicaraannya, ia berpendapat bahwa riwayat yang

peling benar adalah mengatakan bahwa Allah memerintahkan kepada

mereka untuk memukul bagian tubuh orang yang terbunuh dengan

potongan daging sapi agar hidup kembali. Tidak ada satu keterangan

pun yang menjelaskan tentang potongan daging mana yang digunakan.

Boleh jadi bagian ekornya, atau boleh jadi pula bagian lehernya.162

B. Analisa Perbandingan Sikap Ath-Thabârî dan Ibnu Katsîr Terhadap

Penyusupan Isrâîliyyât

Sejauh ini para pengamat tafsir menempatkan ath-Thabari dan Ibnu

Katsir pada posisi yang sama, yaitu mufassir yang menggunakan corak bi al-

ma’tsur dalam kitab tafsirnya masing-masing. Namun, ternyata kedua

mufassir itu tidak selamanya memiliki kesamaan dalam menafsirkan al-Quran.

Perbedaan metode penafsiran antara kedua mufassir itu secara umum,

dintaranya, telah disajikan secara cermat dan kritis oleh seorang orientalis

161 Ibnu Jarir Ath-Thabri, Jami al-Bayaan fi Tafsir Al-Quran, Juz II, h. 356-360162 Ibnu Jarir Ath-Thabri, Jami al-Bayaan fi Tafsir Al-Quran, Juz II, h. 285-286

Page 102: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

92

yang bernama J.D. Dammen Mc.Auliffe.163 perbedaan itu sebenarnya

merupakan sesuatu yang wajar dan alami.

Berdasarkan keterangan sebelumnya, dapat diketahui materi Israiliyyat

yang terdapat pada kitab tafsir Jami’ al-Bayân fî Tafsîr al-Qurân karya ath-

Thabârî terkadang dikomentari oleh beliau dan terkadang tidak

dikomentarinya. Sehingga menimbulkan pro dan kontra dari beberapa ulama

dalam menyikapi kisah-kisah Israiliyyat yang terdapat pada kitab tafsir ath-

Thabârî.

Berikut ini pandangan ulama terhadap kisah-kisah Israiliyyat yang

terdapat pada kitab beliau. Ulama yang membela ath-Thabârî diantaranya

ialah Abû al-Fadi Ibrâhîm yang menyatakan bahwa sikap ath-Thabârî sejalan

dengan langkah yang ditempuh oleh kalangan ahli hadis pada umumnya, yaitu

cukup mengemukakan jalan-jalan periwayatan sampai kepada pembawa berita

(rawi) pertama. Dalam hal ini pun, ia hanya mengemukakan jalan-jalan

periwayatan (silsilah al-riwayah) Israiliyyat kepada pembawanya yang

pertama. Untuk menilai kualitasnya, ia serahkan sepenuhnya kepada para

pembaca. Dengan cara ini, ath-Thabari sudah memenuhi tugas keilmuannya

dan tidak bertanggung jawab terhadap isi yang dibawanya.164

Pendapat Ibrahim di atas tampaknya tidak sepenuhnya dapat diterima

sebab Tafsir ath-Thabari tidak selamanya berada ditangan orang-orang yang

mempu menilaikualitas riwayat Israiliyyat. untuk mengkritik sebuah riwayat,

163Janne damman Mc Auliffe, “Qur’anic Heurmenetic: The Views of Ath-Thabâri andIbnu Katsîr” dalam Andrew Rippin (Ed.), Approaches to the History of the Interpretation of theQur’an, Clarendon Press, Oxpord, 1988, h. 46-62.

164 Muhammad Abu Fadl Ibrahim, “Tarikh Ath-Thabari” , dalam Ath-Thabari, Tarikh Ar-Rusul wa al-Mulk, Juz I, Dar Al-Ma’rif, Mesir, 1960, hlm.22-23.

Page 103: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

93

seseorang diharuskan menguasai ilmu kritik hadis (Takhrij Hadis), sebuah

ilmu yang sulit untuk dikuasai selain orang-orang yang memang bergelut di

dalamnya secara khusus. Demikian pula pendapat yang mengatakan bahwa

“orang yang mengemukakan sanad riwayat, tidak bertanggung jawab atas isi

Israiliyyat” itu sangan sulit untuk diterima. Bagaimana seandainya Israiliyyat

itu kemudian dipakai seseorang untuk memahami kandungan al-Quran atau

menerangkan hukum syara’.165

Berlainan dengan pendapat diatas, dibawah ini akan dikemukakan

diantara pendapat yang bernada negatif terhadap kisah Israiliyyat yang

terdapat pada kitab tafsir th-Thabari, yaitu, al-Hufi yang menyayangkan sikap

ath-Thabari yang tidak melakukan studi kritis terhadap Israiliyyat padahal ia

tergolong dalam ulama ulama hadis. Menurutnya, mungkin saja ath-Thabari

membedakan antara hadis dan Israiliyyat. hadis berfungsi sebagai hukum yang

dapat membangun hukum-hukum, sedangkan Israiliyyat tidak memiliki fungsi

itu sehingga tidak perlu melakukan studi kritis terhadapnya. Namun, sebagai

ahli sejarah, ia tidak cukup menyampaikan sanad riwayat saja sebab terkadang

rawinya terpecaya, tetapi lemah dalam menerima atau menyampaikannya.166

Menanggapi hal tersebut, ath-Thabari mengemukakan penjelasan di

salah satu kitabnya, yakni,

“ Hendaknya setiap peneliti kitabku memahami apa yang dikemukakandi dalmnya dan saya sendiri yang menulisnya dengan bersandarkan padaperiwayatan yang aku sebutkan dan susunan perawinya yang di dalamnya punaku dilibatkan, bukan berdasarkan atas hasil olah pikiran. Karena untuk

165 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabarî danTafsir Ibnu Katsîr, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999, Cet I, h. 115.

166 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unnsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h. 116

Page 104: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

94

mengetahui berita-berita masa lampau dan kejadian-kejadian di dalamnya,tidak mungkin diperoleh secara langsung dari orang-orang yang terlibat ataumenyaksikan langsung peristiwa-peristiwa itu, malainkan hanya dapatdiperoleh melalui kabar berita yang sampai kepada kita, bukan dengan carahasil olah pikir. Jika ternyata dalam kitabku ini terdapat suatu riwayat yangtidak enak didengar karena tidak jelas kevalidan dan hakikatnya, makapenjelasan tentang itu belum pernah aku dapatkan dari orang-orangsebelumku. Itulah sebabnya, aku hanya menulis apa saja yang sampai ketanganku.”167

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan pada tiga poin, yakni;

Pertama, ia berpendapat bahwa para sejarawan tidak boleh bertolak dari

logika, analogi dan istimbat dalam memperoleh data sejarah. Oleh karena itu,

ia mendokumentasikan data sejarah atas dasar berita dari perawi saja. Ia pun

tidak hanya menggumpulkan data sejarah yang relevan dengan pemikirannya.

Kedua, untuk memperoleh data sejarah, hanya dapat dilakukan dengan satu

cara, yaitu melalui berita-berita yang sampai kepada kita. Ketiga, ath-Thabârî

menyatakan bahwa orang-orang sebelum dirinya belum pernah melakukan

studi kritis terhadap riwayat yang diterimanya.168

Atas dasar pernyataan di atas, ada beberapa kritikan untuk ath-Thabari,

yaitu poin pertama dan kedua tampaknya bertentangan dengan prinsip sejarah

yang sebenarnya. Sejarawan memang tidak boleh merekayasa data sejarah,

tetapi bukan berarti pertimbangan rasio tidak berguna dalam mengumpulkan

data sejarah.169 Berkenaan dengan ini, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa untuk

menerima riwayat sejarah diperlukan pertimbangan-pertimbangan tertentu

167 Ath-Thabari,Tarikh al-Umam wa al-Mulk, Jilid 1, h. 7-8168 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabarî dan

Tafsir Ibnu Katsîr, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999, Cet I, h. 117.169 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabarî dan

Tafsir Ibnu Katsîr, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999, Cet I, h. 117.

Page 105: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

95

yang tidak cukup bersandarkan kepada sanadnya saja. Menurutnya, banyak

ahli sejarah dan ahli tafsir yang tergelincir ke dalam kesalahan karena adanya

berpegang kepada pemindahan riwayat saja tanpa melakukan pemikiran

mendalam terhadap isi riwayat itu.170 Demikian pula poin ketiga pun

mengandung sisi kelemahan karena bertentangan dengan data sejarah.

Terlepas dari kelemahan-kelemahan di atas, Tafsir ath-Thabârî

memiliki keistimewaan-keistimewaan tertentu dari sisi lain. Dari sisi sanad, di

antaranya, kitab ini mengemukakan Israiliyyat dengan disertai penyebutan

sanadnya secara lengkap dan teliti. Untuk setiap Israiliyyat yang ia

kemukakan, disertakan sanadnya sampai kepada pemiliknya dengan cara

menggunakan langkah-langkah periwayatan ulama hadis.171

Bila lupa nama salah seorang dari silsilah rawi, ath-Thabârî

menjelaskan langsung seperti ini, “Telah menceritakan kepada kami Abî

Kuraib yang mengatakan bahwa Yahya bin Adam telah menceritakan kepada

saya.” Ia berkata, telah menceritakan kepada kami Isra’il dari Abu ishaq, dan

170 Ibnu Khaldun, Muqadimah, Lajnah al-Bayan al-Arabi, h. 219171 Diantara para rawi yang periwayatannya didengar oleh ath-Thabari dan temannya,

sehingga ia menggunakan kata haasana, adalah Khalid bin Aslam, Abu Kuraib, Muhammad binHammad ar-Razi, Sa’id bin Yahya bin Sa’id al-Amawi, Ubaidillah bin Muhammad al-Gurbani,Ismail bin Musa as-Suda, Ibnu al-Barq, Rabi bin Sulaiman, Muhammad in Marzuq, Muhammadbin al-Musanna, Muhammad bin al-A’la al-San’ani, Umar bin Usman al-Usmani, Yahya binDawud al-wasiti, Ahamad bin Abd Ad-Dabbi, Sa’id bin ar-Rabi, dan Muhammad bin Basyir.Adapun para rawi yang didengar oleh ath-Thabari saja, sehingga ia menggunakan kata haasaniadalah Ubaidillah bin Asbat, Yunus bin Abd al-A’la, Ahmad bin al-Mansyur, Muhammad bin AbiMukhallad al-Wasiti, ar-Rabi bin Sulaiman, Abu al-Sa’ib Salim bin Janadah as-Sawa’I,Muhammad bin Hammid ar-Razi, Ya’qub bin Ibrahim, dan Sa’id ar-Rabi. Lihat al-Hufi, ath-Thabari, al-Majelis al-A’la li Asy-Syu’un al-Islamiyyah, Kairo, 1987.

Page 106: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

96

fulan seorang hamba ath-Thabari berkata, “Aku lupa namanya, dari Sulaiman

bin Sarud, dari Abi Ka’ab. Ia berkata, “….”172

Dalam meruntut para rawi, ath-Thabari umumnya menggunakan sighat

tahdis (haddasana atau haddasani), suatu lafaz periwayatan yang lebih

menyakinkan kepada kita bahwa rawi-rawinya mendengar langsung dari guru

yang pernah memberitakannya.173

Lain halnya dengan Ibnu Katsîr, sebagaimana telah diterangkan dalam

pembahasan biografi, disamping sebagai ahli tafsir, ia juga sebagai sejarawan.

Dalam menafsirkan al-Quran, biasanya seorang sejarawan lebih menonjolkan

aspek sejarah daripada tafsirnya itu sendiri atau tidak melakukan penelitian

terhadap data sejarah yang dikumpulkannya. Ibnu Katsir ternyata tidak

termasuk ke dalam kategori ini. Sebab, disamping sebagai sejarawan, ia pun

sebagai ahli hadis yang mengetahui kelemahan dan kekuatan sebuah riwayat.

Kedalaman ilmunya sebagai ahli hadis dapat mengendalikannya untuk tidak

sekedar mengemukakan sebuah data sejarah, tetapi juga menyertakan

informasi kualitasnya. Prinsip itu secara konsisiten diterapkannya dalam

mengemukakan Israiliyyat.

Ketika mengemukakan Israiliyyat, Ibnu Katsîr memandang dari tiga

sudut pandang yang berbeda, yakni:

172 Lihat Ath-Thabari, , Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil al-Quran, (Bairut Dar al-Fiqr), Jilid I,h.3

173 Dalam ilmu hadis dikenal dua kelompok lafaz bagi para rawi untuk meriwayatkanhadis. Pertama, lafaz yang menunjukkan bahwa para perawinya mendengar langsung darigurunya, seperti sami’tu sami’na, haasani, dan haasana. Kedua, lafaz yang menunjukkan bahwapara perawinya mungkin mendengar sendiri atau tidak mendengar sendiri dari gurunya, sepertiruwiya, hukiya, an dan anna. Lihat Fathurrahman, Ikhtisar Musthalahu’l Hadis, PT Al-Ma’arif,Bandung, 1987, h. 220-222

Page 107: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

97

1. Sudut pandang sanad.

Ketika mengemukakan Israiliyyat, ia kerapkali menggunakan

istilah nakara (munkar), mukhtakif li an-nash (bertentangan dengan nash),

dha’if jiddan (sangat lemah), dan la ashla lah (tidak memiliki sumber)

untuk menunjukkan kedha’ifannya.Ia mengemukakan berbagai kelemahan

Israiliyyat berdasarkan penelitiannya. Ia mengkritik perawi-perawi yang

dianggap memiliki kelemahan-kelemahan tertentu serta memperlihatkan

riwayat yang palsu dan lemah. Karena itu ia sering menggunakan istilah

nakara (munkar), mukhtakif li an-nash (bertentangan dengan nash), dhaif

jiddan (sangat lemah), dan la ashla lah (tidak memiliki sumber) untuk

menunjukkan kedha’ifannya.

Contohnya ketika menafsirkan sûrah al-A’raf[7] ayat 157 :

“(yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasûl, Nabi ummy yang (namanya)mereka dapati di dalam Taurat dan Injil yang berada disisi mereka. Nabimenyuruh mereka mengerjakan perbuatan ma’ruf dan melarang perbuatanmunkar serta menghalalkan bagi mereka segala yang baik.”

Page 108: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

98

Ketika menafsirkan ayat itu, Ibnu Katsîr mengutip Israiliyyat yang

disampaikan oleh ath-Thabârî, dari al-Mutsanna, dari Usman bin Umar,

dari Fulaih, dari Hilal bin Ali, dari Atha bin Yassar, ia berkata:

“Aku bertemu dengan Abdullah bin Umar bin Ash dan bertanyakepadanya, “Ceritakanlah olehmu kepadaku tentang sifat Rasûlullah Sawyang diterangkan dalam Taurat.” Ia menjawab, “Tentu, demi Allah, yangditerangkan dalam Taurat sama seperti yang diterangkan dalam al-Quran:Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, pemberikabar gembira, pemberi peringatan, dan pemelihara yang Ummi. Engkauadalah hamba-Ku; namamu dikagumi; Engkau tidak kasar dan tidak keras.Allah tidak akan mencabut nyawamu sebelum agama Islam tegak lurus,yaitu setelah diucapkan tiada Tuhan yang oatut disembah dengan sebenar-benarnya kecuali Allah. Dengan perantaraan engkau pula Allah akanmembuka hati yang tertutup, membuka telinga yang tuli, dan membukamata yang buta.”174

Ibnu Katsîr mengaitkan Israiliiyyat itu dengan pernyataan bahwa

Imam Bukhari telah meriwayatkannya dalam kitab Shahih-nya yang

diterima dari Muhammad bin Sinan, dari Fulaih, dari Hilal bin Ali dengan

tambahan redaksi yang berbunyi, “Dan bagi sahabat-sahabatnya di pasar,

Nabi tidak pernah membalas keburukan dengan keburukan, tetapi ia

senantiasa mempunyai sifat pemaaf.”175 Keberadaan Israiliyyat itu dalam

Sahih al-Bukharî cukup membuktikan bahwa kualitas sanadnya sahih.

2. Sudut pandang persesuaian dengan syari’at Islam.

Contoh Israiliyyat dalam tafsir Ibnu Katsîr yang sesuai dengan

syariat Islam adalah menjelaskan sifat-sifat Nabi yang pemurah, tidak

kasar dan tidak keras.176 Israiliyyat ini sesuai dengan syariat Islam

174 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim, Alam al-Katib, Beirut, 1983, Jilid II, h. 253.175 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim, Alam al-Katib, Beirut, 1983, Jilid II, h. 253.176 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim, Alam al-Katib, Beirut, 1983, Jilid II, h. 253.

Page 109: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

99

sebagaimana terdapat pada: Q.S. al-Maidah[5] : 21, Q.S. al-Araf[7] : 187,

Q.S. al-Baqarah[2]: 119, dan Q.S. Yusuf[12]: 28.

Adapun Israiliyyat dalam tafsir Ibnu Katsîr yang bertentangan

dengan syariat Islam dapat dilihat pada contoh berikut:

Israiliyyat yang disampaikan oleh Ath-Thabrani, dari Basyîr, dari Yazîd,

dari Sa’id, dari Qatadah berkaitan dengan kisah Nabi Sulaiman a.s. yang

terdapat pada sûrah Sad ayat 34:

“Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia)tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit)kemudian ia bertobat.”

Israiliyyat itu menjelaskan bahwa ada seseorang berkata kepada

nabi Sulaiman a.s. bahwa di dasar laut terdapat setan yang bernama Syahr

al-Maridhah (batu durhaka). Nabi Sulaiman lalu mencarinya dan di sisi

laut ternyata ada sebuah sumber mata yang memancar satu kali dalam

seminggu. Pancarannya sangat jauh dan sebagiannya berubah menjadi

arak. Ia berkata, “Sesungguhnya engkau (arak) adalah minuman yang

sangat nikmat hanya saja menyebabkan orang sabar mendapat musibah

dan orang bodoh bertambah kebodohannya.” Ia kemudian pulang, tetapi

dalam perjalanannya ia merasakan dahaga yang sangat dan kembali ke

sumber mata air. Ia meminum air arak hingga hilanglah kesadarannya.

Dalam kondisi seperti itu, ia melihat cincinnya dan merasa terhina

karenanya. Lalu dilemparlah cincin itu ke laut dan dimakan seekor ikan

sehingga hilanglah seluruh kerajaannya karena kekuasaannya terdapat

Page 110: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

100

cincinnya itu. Setan lalu datang menyerupainya dan duduk di atas

singgasana nabi Sulaiman.177

Israiliyyat itu jelas merupakan cerita palsu yang dibuat-buat.

Karena sangat mustahil apabila nabi Sulaiman minum arak yang jelas akan

merusak kesehatan dan kesadarannya. Atas kepalsuan itu, Ibnu Katsîr

berkomentar demikian, “Pada dasarnya, Israiliyyat ini berasal dari Ibnu

Abbas yang diperolehnya dari Ahli Kitab, sedangkan di antara mereka ada

yang tidak mempercayai kenabian Sulaiman. Israiliyyat ini jelas munkar.

Apalagi Israiliyyat yang menjelaskan tentang istri-istri nabi Sulaiman yang

digauli setan. Israiliyyat ini secara panjang lebar telah dipaparkan oleh

sekelompok ulama salaf. Seperti Sa’id bin al-Musayyab, Zaid bin Aslam,

dan lain-lain. keseluruhannya berasal dari Ahli Kitab.178

3. Sudut pandang materi.

Contohnya Israiliyyat yang berhubungan dengan hukum dapat

dilihat ketika Ibnu Katsîr menjelaskan sûrah al-Mâidah[5] ayat 13,

“Mereka suka mengubah perkataan Allah dari tempat-tempatnya.”

Untuk menjelaskan ayat di atas, Ibnu Katsîr mengutip Israiliyyat

yang berasal dari Malik, dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar. Ia mengatakan

bahwa orang-orang Yahudi datang kepada Nabi dengan membawa dua

orang laki-laki dan seorang wanita yang telah berbuat zina. Nabi bertanya,

“Bagaimana tindakan kalian terhadap orang yang telah berbuat zina?”

177 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim, Alam al-Katib, Beirut, 1983, Jilid IV, h. 34.178 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim, Alam al-Katib, Beirut, 1983, Jilid IV, h. 36

Page 111: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

101

mereka menjawab, “Kami pukuli dan siram kepalanya dengan air panas.”

Nabi bertanya lagi, “Apakah kalian tidak menemukan aturannya dalam

Taurat?” mereka menjawab, “Kami tidak menemukannya.” Abdullah bin

Salam kemudian membantahnya, “Kalian telah berdusta. Ambil dan

bacalah kitab itu jika kalian termasuk orang-orang yang benar.” Ketika

membaca ayat tentang rajam, ia berhasil membaca aturan itu. Ia kemudian

bertanya kepada mereka, “Ayat tentang apakah ini?” ketika melihatnya,

mereka katakana bahwa ayat itu bicara tentang rajam. Nabi

memerintahkan keduanya untuk dirajam.179

Uraian di atas telah memperlihatkan sisi perbedaan antara kedua

mufassir dalam mengemukakan riwayat Israiliyyat. Namun, keduanya

memiliki kesamaan menyangkut tema-tema Israiliyyat yang dikutip mereka.

Sebagai tafsir yang sama-sama menggunakan corak bi al-ma’tsur, tidak

menutup kemungkinan sebagian besar riwayat Israiliyyat dalam Tafsir Ibnu

Katsir diambil dari Tafsir Ath-Thabari, Karena ia (Ibnu Katsîr) ingin

menjelaskan israiliyyat yang lalu dari tafsir Ath-Thabari. Oleh karena itu,

tidak jarang ditemukan bahwa rangkaian sanad-sanad Israiliyyat dalam Tafsir

Ath-Thabari merupakan salah satu rangkaian sanad-sanad riwayat Israiliyyat

yang terdapat dalam Tafsir Ibnu Katsir.

C. Pandangan Ulama Dalam Menyikapi Israiliyyat

Kata “al-Kitab” dalam al-Quran tidak selamanya berarti al-Quran.

Fazlur Rahman menerangkan bahwa kata itu sering digunakan al-Quran bukan

179 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-Adzim, Alam al-Katib, Beirut, 1983.

Page 112: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

102

untuk menyatakan kitab suci tertentu, tetapi juga untuk menyatakan

keseluruhan kitab suci yang telah diturunkan Allah.180 Namun, ketika kata itu

berada dalam ungkapan “Ahli Kitab”, dalam konteks al-Quran dan hadis,

berarti Yahudi dan Nasrani. Definisi seperti inilah yang baku pada masa

Nabi.181

Dalam kaitan ini, Israiliyyat yang bersumber dari Ahli Kitab

seharusnya diperlakukan sebagaimana inti ajaran yang datang dari kitab Allah

karena kitab Taurat dan Injil yang menjadi pedoman komunitas agama itu juga

merupakan kitab Allah. Namun, keharusan itu menjadi hilang ketika banyak

keterangan yang menyatakan bahwa kedua kitab itu telah disimpangkan oleh

para pengikutnya.182Oleh karena itu, umat Islam berhadapan dengan dua

keadaan yang berlawanan. Pada satu sisi mereka dituntut untuk mengimani

setiap sesuatu yang berasal dari kitab Allah, tetapi pada sisi yang lain

merekapun harus berhati-hati ketika berhadapan dengan Israiliyyat yang

berasal dari Ahli Kitab sebab sumber mereka (Taurat dan Injil) yang disinyalir

telah mengalami penyimpangan-penyimpangan.

Sikap yang tegas terhadap persoalan Israiliyyat diperlihatkan oleh Nabi

sendiri, “Janganlah kalian membenarkan Ahli Kitab dan jangan pula

mendustakannya.”183 Menurut Manna al-Qaththan, sikap tidak membenarkan

180 Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Quran, terj. Anas Wahyuddin, Pustaka, Bandung,1980, h.201

181 Lihat uraian Ali Yafie, “Intinya sama: Menentang Islam”, dalam majalah al-Muslimin,nomor 261, tahun XXII, Desember 1991, h. 110-111

182 Keterangan al-Quran tentang perbuatan-perbuatan orang Yahudi yang mengubah kitabsucinya digambarkan secara tegas dalam surat al-Baqarah ayat 75: “……padahal segolonganmereka mendengar firman Allah lalu mengubahnya….”

183 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Jilid IV, h. 270

Page 113: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

103

dan mendustakan Ahli Kitab yang diisyaratkan Nabi di atas berhubungan

dengan berita-berita yang memberi kemungkinan benar dan salah.184 Perintah

nabi Muhammad Saw untuk tidak membenarkan berita-berita Ahli Kitab

sebab dimungkinkan termasuk ajaran Allah yang disimpangkan. Nabi

melarang pula mendustakannya sebab dimungkinkan datang dari Allah dan

termasuk ajaran Allah yang tidak disimpangkan. Konsekuensinya, bila

terdapat keterangan-keterangan yang membenarkan atau mendustakannya,

sikap tersebut di atas tidak diperlukan lagi.

Penggunaan riwayat Israiliyyat dalam menafsirkan al-Quran perlu

dijelaskan tujuannya. Dalam hal ini, Asy-Syarbashi menjelaskan, “Kisah-kisah

dalam al-Quran tidak dimaksudkan sebagai uraian sejarah lengkap tentang

kehidupan bangsa-bangsa atau pribadi-pribadi tertentu, tetapi sebagai bahan

pelajaran umat manusia.”185

Sehubung dengan penggunaan Israiliyyat dalam penafsiran al-Quran,

Muhammad Munir Ad-Dimasyqi menetapkan dua standar pokok, yaitu:

1. Tidak boleh menggunakannya untuk menjelaskan bagian-bagian al-Quran

yang global apabila terdapat keterangan nabi yang menjelaskan

keglobalannya.

2. Bila Israiliyyat tetap akan digunakan, hendaknya bertujuan sebagai

pelengkap ( isytisyhad ) atas kebenaran semata.186

184 Manna al-Qaththan, Mabahits fi’Ulum al-Quran, Mansyurat al-Ashr al-Hadis, Mesir,t.t., h. 354

185 Ahmad Asy-Syarbashi, Qishshat at-Tafsir, Dar al-Qalam, Kairo, h. 55186 Muhammad Munir Ad-Dimasyqi, Irsyad Ar-Ragib fi Al-Kasyf Ayy Al-Quran Al-

Mubin, Idarah At-Tiba’ah Al-Muniriyyah, Damaskus, t.t., h. 35.

Page 114: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

104

Hal senada pun dikemukakan Adz-Zahabi, menurutnya, dalam

mensikapi Israiliyyat, para mufassir harus melakukan hal-hal berikut ini187:

1. Bersikap kritis terhadap Israiliyyat.

2. Dalam kondisi apapun, para mufassir tidak diperbolehkan mengambil

riwayat Israiliyyat jika sunnah Nabi telah menjelaskan keglobalan al-

Quran atau kemubhamannya.

3. Para mufassir harus memelihara kaidah yang mengatakan bahwa darurat

itu harus disesuaikan dengan kadar kebutuhan. Janganlah ia

mengemukakan sesuatu pun dari riwayat-riwayat Israiliyyat, dalam kitab

tafsirnya meskipun dapat dipercaya kebenarannya, kecuali sekedar

kebutuhan untuk menjelaskan keglobalan kisah.

Sikap itu sebenarnya telah diisyaratkan oleh al-Quran surat al-Kahfi

ayat 22:

”Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang,yang keempatnya adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan bahwajumlah mereka adalah lima orang, yang keenamnya adalah anjingnya, sebagaiterkaan terhadap sesuatu yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan bahwa(jumlah mereka tujuh orang, yang kedelapannya adalah anjingnya.Katakanlah, “Tuhanku lebih mengetahui berapa jumlah mereka, tidak adaorang yang mengetahui , (bilangan) mereka kecuali sedikit. Karena itu,janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka kecualipertengkaran lahir saja dan jangan kamu menyatakan tentang mereka(pemuda-pemuda itu) kepada seorang pun diantara mereka.”

187 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabarî danTafsir Ibnu Katsîr, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999, Cet I, h. 155.

Page 115: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

105

Berdasarkan ayat di atas, Ibnu Taimiyyah memberikan keterangan

bahwa Allah memberi kabar tiga pendapat tentang jumlah Ashhabul Kahfi.

Dua pendapat pertama dilemahkan, sedangkan pendapat ketiga didiamkan

yang berarti menunjukkan akan kebenaran. Jika yang terakhir pun keliru, pasti

akan dilemahkan sebagaimana dilakukanNya terhadap dua pendapat pertama.

Ia kemudian memberikan syarat bahwa mempermasalahkan jumlah mereka

termasuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Ia katakan, “Katakanlah bahwa

Tuhanku yang paling mengetahui jumlah sebenarnya”. Sebab, tidak ada yang

mengetahuinya kecuali sedikit orang saja yang memang mendapat petunjuk

dari-Nya. Itu sebabnya pula, Ia berfirman, “ Karena itu, janganlah kamu

(Muhammad) bertengkar tentang hal mereka kecuali pertengkaran lahir

saja.” Yakni janganlah engkau menyibukkan diri dengan sesuatu yang tidak

ada manfaatnya. Janganlah bertanya tentangnya karena tidak ada yang

mengetahuinya kecuali sedikit orang.188

188 Rasihan Anwar, Melacak Unsur-Unnsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet I, h. 158

Page 116: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

106

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian yang penulis paparkan di atas yang terdiri dari beberapa

bab terdahulu, dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Israiliyyat merupakan kisah-kisah yang berasal dari Ahli Kitab yang

menjelaskan nas-nas al-Quran dan Hadis. Israiliyyat dapat berupa kisah-

kisah atau yang lainnya, serta dapat sejalan dan dapat pula tidak sejalan

dengan Islam. Namun perlu diingat pada umumnya Israiliyyat berisi

cerita-cerita dan dongeng-dongeng buatan non muslim yang masuk ke

dalam Islam. Dan ulama-ulama sepakat bahwa sumber utama Israiliyyat

adalah ajaran Yahudi dan Nasrani, sebagaimana tercermin dari kata

Israiliyyat itu sendiri.

2. Sejauh ini para pengamat tafsir menempatkan ath-Thabari dan Ibnu Katsir

pada posisi yang sama, yaitu mufassir yang menggunakan corak bil ma’tur

dalam kitab tafsirnya masing-masing. Namun, ternyata kedua mufassir itu

tidak selamanya memiliki kesamaan dalam menafsirkan al-Qur’an.

Keduanya memiliki perbedaan jelas ketika mengemukakan Israiliyyat.

3. Perbedaan mengemukakan Israiliyyat antara ath-Thabari dan Ibnu Katsir

secara umum terkait dengan motivasi keduanya dalam mengemukakan

Israiliyyat. Tujuan ath-Thabari dalam mengemukakan Israiliyyat bukan

untuk mengkritik kualitasnya, tetapi hanya untuk mengoleksi data-data

Page 117: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

107

sejarah walaupun ia juga melakukan kritikan dalam beberapa riwayat.

Sedangkan studi kritisnya terhadap kualitasnya sepenuhnya dipercayakan

kepada para pembaca. Lain halnya dengan Ibnu Katsir, pengutipan

Israiliyyat dalam kitab tafsirnya tidak sekedar mengumpulkan data sejarah,

tetapi lebih jauh ia bertujuan mengkritik kualitasnya meskipun tidak setiap

riwayat itu dikritiknya.

B. Saran-Saran

1. Kisah Israiliyyat yang tidak sejalan dengan Islam bila tidak dikomentari

atau dikritik merupakan bahaya besar bagi kemurnian ajaran Islam

khususnya al-Quran dan hadis. Karena ketidaktahuan masyarakat akan hal

ini, akan timbul anggapan bahwa kisah Israiliyyat tersebut sebenarnya

merupakan ajaran Islam. Padahal al-Quran terkenal karena kemurniannya

dan Allah pun menjaga keasliannya.

2. Tafsir Al-Quran Al-Adzim dan Tafsir Jami’ Al-Bhayaan merupakan kitab

tafsir bi al-mastur yang dihinggapi kisah-kisah Israiliyyat. Ini merupakan

bukti bahwa kitab tafsir dengan orientasi bi al-matsur, yang menyandarkan

periwayatannya kepada perkataan Nabi, sahabat, tabi’in, bukan merupakan

jaminan bahwa kitab ini terhindar dari kisah-kisah Israiliyyat sehingga

dibutuhkan kritik terhadap semua riwayat yang terkandung di dalamnya.

Page 118: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

108

DAFTAR PUSTAKA

Abd Halim Mahmud, Mani, Prof., Dr., Metodologi Tafsir, Jakarta; PT. RajaGrafindo Persada, 2006.

Adz-Zahabi, Muhammad Husein, Penyimpangan-Penyimpangan DalamMenafsirkan Al-Quran, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.

___________, Tafsîr Wa Al-Mufassirûn, Beirut: Syirkah Dâr al-Arqam bin Abûal-Arqam.

___________, Israiliyyat Dalam Tafsir Hadis, Bogor: PT. Pustaka Litera AntarNusa, 1993, Cet. 1.

Ali Ash-Shaabuuniy, Muhammad, Prof., Dr., Studi Ilmu Al-Quran, Bandung: CVPustaka Setia, Cet I.

Anwar, Rasihan, Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir al-Thabari danTafsir Ibnu Katsir, Bandung: CV. Pustaka, 1999, Cet. I.

Ar-Rifa’I, Muhammad Nasib, Tafsîru Al-Aliyyul Qadîr Lî Ikhtisari Tafsîr IbnuKatsîr, Muktabah Ma’rif, 1819.

Ath-Thabari, Ibnu Jarir, Jâmi’ Al-Bayân Fî Tafsîr Al-Qurân, Beirut: Dâr Al-Fikr,1988.

Bukhari, Abû ‘Abdullah Muhammad bin Ismâ’il bin Ibrâhîm bin al-Mughirah binbardizbah, Shahîh al-Bukhâri, Beirut: Dâr Al-Fikr.

Chirzin, Muhammad, Al-Quran dan Ulûmul Qurân, Yogyakarta: Penerbit DanaBakti Prima Yasa, 1998.

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru VanHoeve, 1999, Cet. I.

Hasan Rifa’I, Zainul, “Kisah Israiliyyat dalam penafsiran”, dalam Sukardi K.D(ed), Belajar Mudah ‘Ulum al-Quran;Studi Khazanah al-Quran, Jakarta:Lentera, 2002.

Hasbi Ash-Shiddieqy, Prof., Dr., T.M., Ilmu-Ilmu al-Quran Media-Media PokokDalam Menafsirkan al-Quran, Jakarta: Bulan Bintang, 1972.

Hanafi, A., Segi-Segi Kesusastraan Pada Kisah-Kisah Al-Quran, Jakarta: PustakaAl-Husna, 1984.

Page 119: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

109

Hanbal, Ahmad bin, Musnad, Jilid IV, Beirut: Al-Maktabah Al-‘Ilm Wasar Sadir.

Hufi, Ahmad Muhammad Al-, Ath-Thabarî, Kairo: Al-Majlis Al-A’la Lî Asy-Syu’un Al-Islamiyyah, 1987.

Ibrahim, Muhammmad Abu Fadl, Tarîkh Ath-Thabarî, dalam Ath-Thabrî, TarîkhAr-Rushul Wa Al-Mulk, Mesir: Dâr Al-Ma’arif, 1960.

Ismail, Muhammad Bakr, Ibnu Jarîr Ath-Thabarî Wa Manhajuh Fî At-Tafsîr,Kairo: Dâr al-Manâr, 1991.

Karman, M dan Supiana, ‘Ulûmul Qur’an dan Pengenalan Dasar Metodologi,Bandung: Pustaka Islamika.

Katsir, Muhammad Ismail Ibn, Tafsîr al-Qurân Al-Azhîm, [t.k.], [t.p.], [t.t.].

____________, Qişaş Al-Anbiya, Beirut: Dâr Al-Fikr.

Katsir, Ibnu, Al-Bidâyah Wa Al-Nihâyah, Beirut: Maktabah al-Ma’Arif, 1966,Cet. I.

Khalidi, Shalah Al, Kisah-Kisah Al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Dahulu,Jakarta: Penerbit Gema Insani Press, 1999.

Khalifah, Ibrâhîm Abd.Rahman Muhammad, Dirâsat fî Manahaj Al-Mufassirîn,Kairo: Maktabah Al-Azhariyyah, 1974.

Ma’rifat, M.Hadi, Sejarah Al-Quran, Jakarta: Al-Huda, Cet I.

Majdid, Nurcholits, Pengaruh Israiliyyat dan Orientalisme Terhadap Islam,dalam Abdurrahman Wahid, et. El., (Ed.), Kontroversi Pemikiran Islam diIndonesia, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990.

Muhammad, Muhammad Abdurrahim, Tafsir Nabawi, Jakarta: Pustaka Azzam,2001.

Nurdin, H.M. Amin dan Afifi Fauzi Abbas (ed.), Sejarah Pemikiran Dalam Islam,Jakarta: pustaka Antara, 1996.

Qardawi, Yusuf, Berinteraksi Dengan Al-Quran, Jakarta: Gema Insani Press, Cet.I.

Qattan, Manna Al, Mahabits Fî ‘Ulûm Al-Qurân, Mesir: Mansyurat Al-Ashr La-Hadis, 1973.

Ridho, Rasyid, Tafsîr Al-Manâr, Beirut: Dâr Al-Ma’rifah.

Page 120: ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KASTIR … · 2013. 5. 13. · Skripsi berjudul ISRAILIYYAT DALAM TAFSIR ATH-THABARI DAN IBNU KATSIR; Sikap Ath-Thabari dan Ibnu Katsir

110

Shâlih, Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu Al-Quran, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996,Cet. I

Sharbasi, Ahmad, Qissat At-Tafsîr, Beirut: Dâr Al-Qalâm, 1962.

Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu DalamKehidupan Masyrakat, Bandung: Mizan, 1992, Cet. I.

Suma, Muhammad Amin, Prof., Dr., MA., SH., H., Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran (I),Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.

Syakir, Ahmad Muhammad, Umdah Al-Tafsîr, Juz I, Mesir: Dâr Al-Ma’rif, 1956

Syuhbah, Muhammad bin Muhammad Abu, Al-Israiliyyat Wa Al-Maudhu’at FîKutub At-Tafsir, Kairo: Maktabah al-Sunnah, 407H.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa DepartemenPendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud), Kamus Besar BahasaIndonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990, Cet. I

Ushama, Thameem, Metodologi Tafsir Al-Quran, Kajian Kritis, Objektif danKomprehensif, Jakarta: Penerbit Riora Cipta.

Warson, Munawwir Ahmad, Kamus Al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progressif,1997, Cet. 14.

Zamakhsari, Al-Kasysyaf, Beirut: Dâr Al-Fikr.