ISOLASI, UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314059-S43806-Isolasi,...
Transcript of ISOLASI, UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314059-S43806-Isolasi,...
i
UNIVERSITAS INDONESIA
ISOLASI, UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS MENGGUNAKAN Artemia salina Leach DARI FRAKSI AKTIF
EKSTRAK METANOL DAUN JAMBO-JAMBO [Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr.]
SKRIPSI
NURLISA DWI NOVIANTI 0806327950
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM SARJANA REGULER FARMASI
DEPOK JULI 2012
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
ISOLASI, UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN TOKSISITAS MENGGUNAKAN Artemia salina Leach DARI FRAKSI AKTIF
EKSTRAK METANOL DAUN JAMBO-JAMBO [Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr.]
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi
NURLISA DWI NOVIANTI 0806327950
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM SARJANA REGULER FARMASI
DEPOK JULI 2012
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirobbil’alamiin, puji syukur saya haturkan kepada Alloh
SWT penguasa bumi dan langit beserta isinya yang tak pernah lelah mencurahkan
segenap rahmat, taufik, dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian guna menyusun tugas akhir atau skripsi ini. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Farmasi pada Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan, dan doa dari berbagai
pihak mulai dari awal perkuliahan sampai pada penelitian dan penyusunan skripsi
ini maka sangatlah sulit saya untuk mengerjakan dan menyelesaikannya. Oleh
karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Berna Elya, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing dari fakultas
Farmasi-UI dalam penelitian ini atas segala bimbingan dan sarannya dan
Dra. Puspa Dewi N.L., M.Eng., selaku pembimbing penelitian di
Laboratorium Bahan Alam Puslit Kimia, LIPI-Serpong, yang dengan sabar
membimbing, memberikan ilmu dan pengarahan selama penelitian di
Lanoratorium BAPF Puslit Kimia LIPI-Serpong.
2. Pusat Penelitian Kimia LIPI-Serpong atas izin yang diberikan kepada
penulis untuk melakukan penelitian di Laboratorium Bahan Alam & Produk
Farmasi serta dukungan fasilitas dan dana yang diberikan selama penelitian.
3. Bapak M. Hanafi selaku kepala bidang Laboratorium Bahan alam dan
Produk Farmasi, Pusat Penelitian Kimia LIPI-Serpong.
4. Bapak Akhmad Darmawan, M.Sc., atas segenap ilmu yang diberikan dalam
pembelajaran NMR dan saran yang luar biasa selama penelitian.
5. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., selaku Ketua Departemen Farmasi UI.
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
vii
6. Prof. Dr. Effionora Anwar, MS., selaku pembimbing akademis.
7. Seluruh Staf Puslit Kimia LIPI-Serpong terutama Ibu Lia, Ibu Mega, Ibu
Lala, Bapak Udin dan Bapak M. Ghozali atas saran dan bimbingannya
selama penelitian.
8. Seluruh dosen/staf pengajar di Departemen Farmasi UI atas segala ilmu dan
bimbingannya selama masa perkuliahan.
9. Orang tua tercinta, Bapak H Johny Nurharyanto E.S., S.Sos., M.Si. dan Ibu
Hj Siti Anisah, S.Ag. atas limpahan perhatian, kasih sayang, doa dan
dukungan moral maupun material yang tiada hentinya diberikan selama 22
tahun ini. Kakak dan adik, Pamelia Rahma Kartika sari dan Arrijal
Dewantara atas dukungan dan kasih sayangnya.
10. Teman-teman seperjuangan Bahan Alam 2012 dalam melakukan penelitian
untuk tugas akhir, skripsi maupun tesis : Dewi Murni, Ziyadah Fitriana,
Irwanto, Kak Dilla Fairusi, Nurul dan Ibu Dwi atas berbagai ilmu, bantuan,
kasih sayang dan dukungannya selama kurang lebih 4 bulan di laboratorium
BAPF LIPI-Serpong, serta kepada Oksa Rezza atas perhatian dan
bantuannya selama penyusunan skripsi ini.
11. Teman-teman seperjuangan : FARMASI UI 2008 atas suka duka selama
menempuh pendidikan, khususnya untuk sahabat tersayang dalam senyuman
dan tangisan Nisa, Dian dan Neti. Kawan seatap Ima, Iri, Septi dan Kak Ika.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulis bukanlah makhluk yang
sempurna, yang tak lepas dari kesalahan dan dosa. Penulis mengucapkan mohon
maaf atas segala kesalahan dalam tutur kata maupun perbuatan. Penulis berharap
Alloh SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu selama
perkuliahan, penelitian dan penyusunan skripsi. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penulis
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
ix
ABSTRAK Nama : Nurlisa Dwi Novianti
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Isolasi, Uji Antioksidan dan Toksisitas Menggunakan Artemia salina Leach dari Fraksi Aktif Ekstrak Metanol Daun Jambo-Jambo [Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr.]
Keunikan biodiversitas pegunungan Mekongga telah menarik perhatian banyak peneliti. Tim konservasi dari Amerika dan Indonesia telah menemukan sejumlah tanaman mengandung zat yang memiliki aktivitas antikanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa kimia yang menyebabkan tanaman-tanaman lain memiliki potensial sebagai antikanker berdasarkan uji pendahuluan terhadap aktivitas antioksidan dan efek toksik, salah satunya adalah Jambo-Jambo [Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr.]. Aktivitas antioksidan dilakukan berdasarkan kemampuan meredam radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), sedangkan efek toksik dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Daun Jambo-Jambo diekstraksi dengan pelarut metanol dan dipartisi menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, butanol dan metanol. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak metanol mempunyai potensi toksik terhadap larva Artemia salina dengan nilai LC50 243,5 ppm dan aktivitas antioksidan senilai IC50 12,59 ppm. Isolasi dilakukan terhadap fraksi etil asetat menggunakan kromatografi kolom silika dan kromatotron. Senyawa murni yang diperoleh diidentifikasi struktur kimianya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis, IR, NMR dan LCMS. Didukung dengan data hasil penapisan kimia, diduga senyawa tersebut golongan flavonoid yang mempunyai berat molekul 478.
Kata Kunci : antioksidan, toksisitas, Kjelbergiodendron celebicus (Koord)
Merr., BSLT, DPPH xv + 78 halaman : 13 gambar; 8 tabel; 5 lampiran Daftar Pustaka : 57 (1958-2012)
Universitas Indonesia
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
x
ABSTRACT
Name : Nurlisa Dwi Novianti
Program Study : Pharmacy
Tittle : Isolation, Antioxidant Assay and Toxicity using Brine Shrimp Lethality Test from Active Fraction of Methanolic Extract of Jambo-Jambo [Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr. Leaves]
The unique biodiversity of Mekongga mountains have attracted many researches. Conservation team from US and Indonesia have discovered a number of plants growing on Mekongga mountains which have anticancer activity. This study is aimed to identify chemical compounds which have anticancer activity based on preliminary testing of the antioxidant activity and toxic effects, one of them is Jambo-Jambo [Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr.]. The antioxidant activity of Jambo-jambo leaves was measured by its ability to scavenge free radical 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), whereas the toxic effect was analyzed by Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Jambo-Jambo leaves was extracted using methanol solvent and its methanolic extract was partitioned using the n-hexane, ethyl acetate, buthanol and methanol. Test results showed that the LC50 and IC50 value of its methanolic extract was 243,5 and 12,59 ppm. The ethyl acetate fraction which showed the best activity was isolated using silica column chromatography and chromatotron. Pure compounds was obtained by the chemical structures were identified using Spectrofotometer UV-Vis, IR, NMR and LCMS. Supported by data on the results of chemical screening, the compounds were suspected as flavonoid compound which has molecular weight 478.
Keywords : antioxidant, toxicity, Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr., BSLT, DPPH
xv + 78 pages : 13 figures; 5 table; 5 appendixes
References : 54 (1958-2012)
Universitas Indonesia
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .............................. iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................... iv HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... v KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................... viii ABSTRAK ........................................................................................................ ix ABSTRACT ...................................................................................................... x DAFTAR ISI ....................................................................................................xi DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv 1. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3 1.3 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4 2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5 2.1 Suku Myrtaceae ............................................................................................ 5 2.2 Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr. ............................................... 5 2.3 Simplisia dan Ekstrak ................................................................................... 7 2.4 Fraksinasi dan Isolasi .................................................................................... 9 2.5 Penapisan Fitokimia ...................................................................................... 16 2.6 Antioksidan ................................................................................................... 19 2.7 Toksisitas ...................................................................................................... 26 2.8 Instrumen ...................................................................................................... 27 3. METODE PENELITIAN ................................................................................ 30
3.1 Lokasi Penelitian .......................................................................................... 30 3.2 Bahan dan Alat .............................................................................................. 30 3.3 Cara Kerja ..................................................................................................... 31
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 40
4.1 Penyiapan Bahan ........................................................................................... 40 4.2 Ekstraksi dan Partisi ..................................................................................... 40 4.3 Uji Aktivitas Antioksidan ............................................................................ 42 4.4 Uji Toksisitas ................................................................................................ 44 4.5 Penapisan Fitokimia ..................................................................................... 46 4.6 Isolasi Senyawa Aktif .................................................................................. 48 4.7 Identifikasi Struktur Kimia .......................................................................... 52
Universitas Indonesia
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
xii
5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 58 5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 58 5.2 Saran .............................................................................................................. 58
DAFTAR ACUAN .................................................................................................. 59
Universitas Indonesia
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Tanaman Kjelbergiodendron celebicus ...................................... 5 Gambar 2.2. Reaksi Peredaman Radikal Bebas DPPH oleh Antioksidan ........... 23 Gambar 2.3. Pembentukan radikal ABTS●+ stabil dari ABTS+K2S2O8 ........... 24 Gambar 2.4. Mekanisme Reduksi [Fe(TPTZ)2
3+] oleh Antioksidan ................ 26 Gambar 3.1. Skema Ekstraksi dan Partisi ............................................................. 63 Gambar 3.2. Skema Fraksinasi dan Isolasi Senyawa Aktif .................................. 64 Gambar 4.1. Kurva Konsentrasi Dan % Inhibisi Fraksi-Fraksi Hasil
Partisi Ekstrak Daun Kjelbergiodendron Celebicus pada Uji Antioksidan terhadap Radikal Bebas DPPH .......................... 65
Gambar 4.2. Kurva Log Konsentrasi dan % Mortalitas fraksi-fraksi hasil partisi ekstrak daun Kjelbergiodendron celebicus pada uji toksisitas terhadap Artemia salina Leach ...................................... 65
Gambar 4.3. Kurva konsentrasi dan % inhibisi Fr11.32a pada uji antioksidan ....................................................................................... 66
Gambar 4.4. Kurva log konsentrasi dan % mortalitas Fr11.32a pada uji toksisitas ........................................................................................... 66
Gambar 4.5. Pola Kromatogram Fr11.32 .............................................................. 50 Gambar 4.6. Spektrum Infra Merah Fr 11.32a ................................................ 55 Gambar 4.7. Struktur Dasar Flavonoid ........................................................... 57
Universitas Indonesia
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Jenis-Jenis Bahan Penyerap Fase Diam pada KLT ....................... 13 Tabel 4.1. Data Persentase Rendemen Ekstrak ................................................... 41 Tabel 4.2. Data Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak dari Daun
Kjelbergiodendron celebicus dengan Metode DPPH ................... 43 Tabel 4.3. Data Hasil Uji Toksisitas Daun Kjelbergiodendron celebicus
dengan Metode BSLT ................................................................... 46 Tabel 4.4. Data Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Metanol Awal dan
Fraksi Etil Asetat Daun Kjelbergiodendron celebicus ..................... 48 Tabel 4.5. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan dan Uji Toksisitas Fraksi-
Fraksi Hasil Kromatografi Kolom Cepat ......................................... 67 Tabel 4.6. Data Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Fr11.32a .............................. 50 Tabel 4.7. Data Hasil Uji Toksisitas Fr11.32a .................................................... 50
Universitas Indonesia
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Determinasi daun Kjelbergiodendron celebicus .................. 68 Lampiran 2. Kurva Optimasi Panjang Gelombang DPPH ............................... 69 Lampiran 3. Spektrum LC-MS dari Fr11.32a .................................................... 70 Lampiran 4. Spektrum 13C NMR dari Fr11.32a ................................................ 72 Lampiran 5. Spektrum 1H-NMR dari Fr11.32a .................................................. 75
Universitas Indonesia
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
1
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pegunungan Mekongga merupakan sebuah wilayah tertinggi di daratan
provinsi Sulawesi Tenggara. Secara geografis posisinya terletak di dua wilayah
kabupaten, yaitu kabupaten Kolaka Utara dan Kolaka. Secara geologis, wilayah
pegunungan ini terbentuk dari atol yang terangkat sekitar ratusan juta tahun lalu
sehingga membentuk kawasan karst dataran tinggi yang sangat indah. Fenomena
ini memungkinkan berbagai jenis flora dan fauna khas yang kemudian menjadi
biodiversiti yang unik di wilayah ini sekaligus menjadi daya tarik bagi para
peneliti. Mekongga memiliki potensi sumber daya alam yang harus dipertahankan
keberadaannya. Berbagai hewan endemik dan langka banyak hidup disini. Hal ini
sangat berguna dalam ilmu pengetahuan, bahkan sangat berguna di bidang
kesehatan. Tim konservasi menemukan sejumlah tanaman di pegunungan ini
mengandung zat yang positif dapat membunuh virus kanker (Kendari Pos, 2011).
Tim International Cooperative Biodiversity Grup (ICBG) dari Amerika
bekerja sama dengan tim peneliti LIPI-Cibinong mengonservasi flora fauna
pegunungan Mekongga secara bertahap mulai tahun 2009. Hasil eksplorasi
dikirim ke laboratorium Puslit Kimia LIPI-Serpong untuk diidentifikasi. Ekstrak
metanol awal dari seluruh tanaman tersebut diuji aktivitas antioksidan dengan
metode peredaman 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) dan uji toksisitas dengan
metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) di LIPI-Serpong. Sedangkan uji
antibakteri dilakukan di LIPI-Cibinong dan uji antikanker dilakukan di Amerika.
Data uji aktivitas antioksidan dan uji toksisitas LIPI-Serpong menunjukkan
beberapa tanaman aktif sebagai antioksidan dan bersifat toksik. Uji antioksidan
dan toksisitas biasa digunakan sebagai uji pendahuluan terhadap antikanker.
Apabila suatu sampel bersifat aktif sebagai antioksidan dan bersifat toksik maka
sampel berpotensi sebagai antikanker. Hal tersebut mendorong tim peneliti untuk
meneliti lebih lanjut guna mengetahui fraksi dan senyawa aktif pada tanaman-
tanaman yang berpotensial tersebut. Pada penelitian ini, dilakukan identifikasi
lebih lanjut tanaman Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr. yang pada
1
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
2
Universitas Indonesia
pengujian awal juga menunjukkan aktivitas antioksidan dan bersifat toksik.
Tanaman ini merupakan salah satu tanaman khas Sulawesi yang keberadaannya
mulai langka karena jenis kayu ini berpotensial sebagai kayu ramuan (bahan
bangunan) yang banyak ditebang secara liar oleh pihak tak bertanggung-jawab.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, banyak perhatian ditujukan kepada
radikal bebas. Reactive oxygen species (ROS) merupakan jenis radikal bebas
paling banyak dan berkaitan dengan sejumlah kerusakan jaringan/organ yang
dipicu oleh senobiotik, iskemia, aktivasi leukosit, paparan UV dan lain-lain
(Mena, Ortega dan Estrela, 2009). Reactive Oxygen Species (ROS) merupakan
molekul yang sangat reaktif yang berasal dari metabolisme oksigen. ROS (radikal
superoksida, radikal hidroksil, hidrogen peroksida) dihasilkan sebagai produk
reaksi biologis atau dari faktor eksogen (Chanda dan Dave, 2009).
Ketidakseimbangan antara jumlah ROS dan kemampuan tubuh mengendalikan
ROS atau memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh ROS menyebabkan
keadaan stress oksidatif. Stress oksidatif merupakan mekanisme patofisiologi
yang berbahaya karena dapat mengakibatkan berbagai penyakit seperti kanker,
aterosklerosis, malaria, arthritis rheumatoid dan penyakit-penyakit
neurodegeneratif (Mena, Ortega dan Estrela, 2009).
Antioksidan berfungsi melindungi tubuh terhadap radikal-radikal bebas
sehingga antioksidan penting dalam memelihara kesehatan (Arts, Haenen, Voss
dan Bast, 2004). Keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan diperlukan
untuk memelihara fungsi fisiologis tubuh. Oleh karena itu, pemberian sumber
antioksidan dari luar perlu dilakukan untuk membantu tubuh mengatasi stress
oksidatif ini. Antioksidan sintesis seperti BHA (butylated hydroxyanisole) dan
BHT (butylated hydroxytoluene) baru-baru ini dilaporkan berbahaya bagi
kesehatan manusia (Lobo, Patil, Phatak dan Chandra, 2010). Oleh karena itu,
penggunaan antioksidan alami menjadi alternatif utama.
Antioksidan alami menarik perhatian untuk diteliti karena keamanan dan
potensi efek terapetiknya. Penelitian mengenai tumbuhan yang memiliki aktivitas
antioksidan telah diintensifkan (Rufino, Alves, Fernandes dan Brito, 2010).
Terlebih lagi, Indonesia sebagai negara tropis mempunyai keanekaragaman hayati
yang tinggi. Berdasarkan survey, Indonesia yang memiliki 13-15% dari seluruh
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
3
Universitas Indonesia
jenis tanaman di dunia atau sekitar 35.000-40.000 jenis tanaman (Pusat Penelitian
Biologi-LIPI, 2011).
Pengujian antioksidan senyawa-senyawa bahan alam dapat dilakukan
dengan menggunakan DPPH sebagai senyawa radikal bebas stabil yang
ditetapkan secara spektrofotometri. Kapasitas antiradikal bebas DPPH diukur dari
peredaman warna ungu merah dari DPPH pada panjang gelombang 515 nm. Suatu
bahan dikatakan aktif sebagai antioksidan bila dapat meredam radikal DPPH
sebesar 50% dengan konsentrasi kurang dari 1000 µg/mL (Blois, 1958). Daun
Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr. diekstraksi menggunakan metanol
dan selanjutnya dipartisi secara secara gradien dengan pelarut n-heksana, etil
asetat, n-butanol, dan metanol membentuk lima fraksi dan fraksi teraktif
dipisahkan menggunakan kromatografi kolom. Fraksi-fraksi tersebut dilakukan
pengujian aktivitas antioksidan menggunakan metode peredaman radikal bebas
DPPH dan pengujian toksisitas menggunakan metode BSLT. Isolasi senyawa aktif
dilakukan terhadap fraksi-fraksi aktif yang memiliki aktivitas antioksidan dan
bersifat toksik. Senyawa yang diperoleh diidentifikasi dengan spektrofotometri
ultraviolet dan cahaya tampak (UV-Vis), spektrofotometri inframerah (IR),
kromatografi cair - spektroskopi massa (LC-MS) dan spektrofotometri resonansi
magnetik inti (NMR) serta diuji kembali aktivitas antioksidan dan toksisitasnya.
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Mengukur aktivitas antioksidan dan toksisitas ekstrak metanol daun
Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr.
b. Mengukur aktivitas fraksi yang memiliki aktivitas antioksidan dan toksisitas
paling tinggi.
c. Mengidentifikasi senyawa kimia yang terdapat dalam fraksi aktif yang
menunjukkan aktivitas antioksidan dan toksisitas paling tinggi.
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
4
Universitas Indonesia
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai daun Jambo-Jambo [Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr.] yang
hingga saat ini belum ditemukan literaturnya serta untuk memperkaya khasanah
pengetahuan mengenai tanaman obat yang berada di Indonesia.
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
5
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Suku Myrtaceae
Sebagian besar terdiri atas tumbuhan yang berupa semak-semak atau pohon-
pohonan yang berbatang berkayu, jarang sekali berupa terna. Daunnya tunggal
tanpa daun penumpu yang terletak menyebar atau berhadapan. Sebagian besar
bunga aktinomorf, hemaprodit dengan empat hingga lima daun kelopak dan juga
memiliki empat hingga lima buah daun mahkota. Di bagian atas daun-daun
mahkotanya seringkali berlekatan. Benang sari berkelompok berhadapan dengan
daun mahkota yang jumlahnya sedikit dan terkadang dengan tangkai sari yang
berwarna nyata. Bakal buah tenggelam dengan saatu tangkai putik, beruang satu
dengan tiga tembuni yang menonjol ke dalam. Dapat pula beruang lebih dari satu,
dua hingga lima, dengan delapan hingga satu bakal biji dalam tiap ruang. Buah
sangat bermacam-macam, dapat berupa buah buni, buah keras, buah batu, biji
dengan endosperma atau tidak. Dalam organ tumbuhannya seperti daun,
seringkali terdapat ruang berisi minyak atsiri (Citrosupomo, 1994).
2.2 Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr.
[Sumber : Koleksi penulis, 2012]
Gambar 2.1. Tanaman Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr
5
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
6
Universitas Indonesia
2.2.1 Taksonomi
Secara taksonomi, tanaman Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr.
diklasifikasikan sebagai berikut (Kebun Raya Bogor Plant List dan LIPI, 2006) :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta (Angiospermae)
Kelas : Magnoliopsida (Dicotyledoneae)
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Marga : Kjelbergiodendron
Jenis : Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr.
Nama Daerah : Jambo-Jambo, Bungur, Bungur Bumbung, Tombe Uwa
2.2.2 Morfologi Tumbuhan
Pohon Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr. berbentuk model Koriba,
yakni pada batang pokok tampak letak kelompok cabang yang pertama
bertentangan arahnya dengan kelompok cabang kedua dan seterusnya, sehingga
pertumbuhan batang tampak zig-zag (LIPI, 2006). Penampilan bagian luar batang
bertipe batang menyerpih seperti kertas. Daun bertipe majemuk menjari dan
susunan daun pada ranting berhadapan silang. Bangun umum helai daun
berbentuk lanset sungsang dengan ujung daun yang tumpul dan pangkal daun
yang berbentuk pasak. Pertulangan daun menyirip dengan urat daun dan sejajar
dengan tepi daun.
2.2.3 Distribusi Geografis, Habitat dan Ekologi
Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr. merupakan tanaman khas
Sulawesi yang keberadaannya di alam semakin menipis (LIPI, 2002).
2.2.4 Kandungan Kimia dan Kegunaan
Hingga tahun 2012 belum ditemukan publikasi mengenai kandungan kimia
daun Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr. Batang dari pohon ini biasa
digunakan masyarakat sekitar sebagai kayu untuk bahan bangunan (LIPI, 2002).
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
7
Universitas Indonesia
2.3 Simplisia dan Ekstrak
2.3.1 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan alam
yang dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani
dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa
tanaman utuh, bagian tanaman tertentu atau eksudat tanaman. Simplisia nabati
harus bebas dari serangga, fragmen hewan atau kotoran hewan; tidak boleh
menyimpang bau dan warnanya; tidak boleh mengandung lendir dan cendawan,
atau menunjukkan tanda-tanda pengotoran lain; tidak boleh mengandung bahan
lain yang beracun atau berbahaya. Jika dalam beberapa hal khusus ada sedikit
penyimpangan dari beberapa ketentuan mengenai morfologik dan mikroskopik
yang tertera dalam Materia Medika Indonesia, sedangkan semua persyaratan lain
dipenuhi maka simplisia yang bersangkutan dapat dianggap memenuhi
persyaratan Materia Medika Indonesia (Depkes, 1995).
Materia Medika Indonesia berlaku sebagai pedoman untuk simplisia yang
akan dipergunakan untuk keperluan pengobatan, tetapi tidak berlaku bagi bahan
yang dipergunakan untuk keperluan lain yang dijual dengan nama yang sama.
Namun simplisia nabati secara umum merupakan produk hasil pertanian
tumbuhan obat setelah melalui proses pasca panen dan proses preparasi secara
sederhana menjadi bentuk produk kefarmasian yang siap dipakai atau siap
diproses selanjutnya, yaitu (Depkes, 2000) :
a. Siap dipakai dalam bentuk serbuk halus untuk diseduh sebelum diminum
(jamu).
b. Siap dipakai untuk dicacah dan digodok sebagai jamu godokan (infus).
c. Diproses selanjutnya untuk dijadikan produk sediaan farmasi lain yang
umumnya melalui proses ekstraksi, separasi dan pemurnian, yaitu menjadi
ekstrak, fraksi atau bahan isolat senyawa murni.
2.3.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
8
Universitas Indonesia
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat
secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan
pengurangan tekanan, agar bahan sesedikit mungkin terkena panas.
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisahkan dari bahan yang tidak bisa larut dengan pelarut cair.
Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan
senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain.
Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke
dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia
yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-
senyawa tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat dan derajat
keasaman. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan
mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Ekstraksi dengan
menggunakan pelarut dibedakan menjadi dua golongan, yakni cara dingin dan
cara panas yang didasarkan pada kestabilan senyawa kimia dalam simplisia.
Berikut adalah metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Depkes, 2000) :
2.3.2.1 Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses ekstraksi simplisia menggunakan pelarut dengan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (suhu
kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti
dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus-menerus). Remaserasi berarti
dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan
maserat pertama dan seterusnya.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstrasi dengan pelarut selalu baru sampai sempurna
(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap meserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
9
Universitas Indonesia
2.3.2.2 Cara panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan jumlah pelarutnya terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendinginan balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses
ekstraksi sempurna.
b. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu pada
umumnya dilakukan pada temperature 40o-50o C.
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur yang terukur
(96o-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air selama 30 menit.
2.4 Fraksinasi dan Isolasi Ekstrak
Fraksinasi merupakan prosedur pemisahan yang bertujuan memisahkan
golongan utama kandungan yang satu dari kandungan yang lain. Senyawa yang
bersifat polar akan masuk ke pelarut polar dan senyawa non-polar akan masuk ke
pelarut non-polar (Harbone, 1987). Dari proses fraksinasi ini dapat diduga sifat
kepolaran dari senyawa yang akan dipisahkan. Berbagai metode kromatografi
memberikan cara pemisahan paling kuat di laboratorium kimia. Gagasan dasarnya
sederhana untuk dipahami, caranya beragam mulai dari cara sederhana sampai
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
10
Universitas Indonesia
yang agak rumit dari segi kerja dan peralatan dan metode ini dapat dipakai untuk
setiap jenis senyawa (Gritter, Bobbit dan Schwarting, 1991).
Kromatografi merupakan suatu teknik analisis biokimia berdasarkan
metode pemisahan yang memerlukan waktu relatif singkat dan tidak
membutuhkan alat yang rumit dibandingkan dengan metode pemisahan lainnya.
Dikenal dua fase pada kromatografi, yaitu fase mobil atau fase gerak yang
membawa sampel dan fase stasioner atau fase diam yang menahan sampel. Jika
fase geraknya berupa cairan maka disebut kromatografi cair; dan jika fase
geraknya berupa gas maka disebut kromatografi gas. Teknik pemisahan
kromatografi yang sering digunakan ialah kromatografi adsorpsi dimana teknik
pemisahannya didasarkan pada interaksi yang didominasi oleh mekanisme
adsorpsi dari komponen dalam sampel terhadap fase diam dan fase gerak
(Bintang, 2010).
Suatu metode pemisahan yang terbaik untuk memisahkan campuran dalam
jumlah banyak yaitu menggunakan kromatografi kolom. Kolom kromatografi diisi
dengan penyerap berupa zat padat seperti alumunina atau silika gel yang dialiri
dengan satu pelarut atau menggunakan perbandingan dua atau beberapa pelarut.
Campuran yang akan dipisahkan diletakkan pada bagian atas kolom penyerap,
pelarut (fase gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom. Pita senyawa pelarut
bergerak melalui kolom dengan laju berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa
fraksi yang keluar dari kolom (Hardjono, 1991).
Jika kita menangani senyawa tak bewarna, eluen yang keluar dari dasar
kolom harus dipantau untuk mengetahui dimana linarut itu berada. Hal ini dapat
dilakukan secara terus menerus dengan memakai detektor yang cocok atau dengan
membagi eluen menjadi sejumlah cuplikan yang berurutan dan menganalisisnya,
biasanya dengan kromatografi lapis tipis (KLT), atau dengan menimbang masing-
masing fraksi setelah pelarutnya diuapkan. Kromatografi lapis tipis dan kertas
lebih sering dikembangkan dengan pelarut tunggal atau campuran pelarut yang
tetap, sedangkan kromatografi kolom dikembangkan dengan campuran pelarut
yang terus menerus berubah dengan cara landaian (Gritter, Bobbit dan
Schwarting, 1991).
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
11
Universitas Indonesia
2.4.1. Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom klasik merupakan yang tertua dari cara kromatografi,
dan seperti yang dipraktikkan secara tradisional, merupakan bentuk kromatografi
cair. Fase diam, baik bahan yang menyerap (KCP) atau film cair pada penyangga
(KCC), ditempatkan di dalam tabung kaca berbentuk silinder, pada bagian bawah
tertutup dengan katup atau keran, dan fase gerak dibiarkan mengalir ke bawah
melaluinya karena gaya berat. Penyerap dapat dikemas ke dalam tabung baik cara
basah (dibuat lumpuran terlebih dahulu) maupun dengan cara kering (langsung
dituang ke tabung sedikit demi sedikit). Pada umumnya, cara basah lebih mudah
dan lebih sering dipakai untuk silika gel, sedang cara kering lebih baik untuk
alumina (Gritter, Bobbit dan Schwarting, 1991).
Kolom kromatografi biasanya dibuat dengan menuangkan lumpuran atau
suspensi fase diam dalam pelarut yang sesuai ke dalam kolom dan dibiarkan
memampat. Selanjutnya permukaan pelarut diturunkan sampai tepat pada bagian
atas penyerap, dan cuplikan yang dilarutkan dalam pelarut yang sesuai diletakkan
pada bagian atas kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam lapisan atas penyerap
atau penyangga. Kemudian fase gerak dimasukkan dan dibiarkan mengalir
mengembangkan kromatogram. Pada kondisi yang dipilih dengan baik, linarut
yang merupakan komponen campuran, turun berupa pita dengan laju yang
berlainan dan dengan demikian dipisahkan. Linarut biasanya dipisahkan dengan
cara membiarkannya mengalir keluar kolom dan mengumpulkannya sebagai
fraksi, seringkali dengan memakai pengumpul fraksi mekanis (Gritter, Bobbit dan
Schwarting, 1991). Pemisahan dengan kromatografi kolom dapat menggunakan
bantuan tekanan oleh vakum dan dapat pula hanya mengandalkan gravitasi untuk
penurunan fraksinya (Bintang, 2010).
Kromatografi kolom yang fase diamnya berupa gel filtrasi termasuk ke
dalam kromatografi eksklusi atau filtrasi. Prinsip kerjanya adalah pemisahan
berdasarkan perbedaan ukuran dan bobot molekul (BM) terhadap gel filtrasi.
Komponen yang memiliki ukuran dan BM yang lebih besar akan terlebih dahulu
terelusi dibandingkan dengan yang lebih kecil. Komponen dengan ukuran dan BM
yang lebih besar langsung terelusi karena tidak dapat tertahan pada pori-pori gel
filtrasi, sedangkan komponen dengan ukuran dan BM yang lebih kecil akan
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
12
Universitas Indonesia
tertahan sementara pada pori-pori gel filtrasi sehingga akan terelusi terakhir.
Fraksi yang dihasilkan pun diharapkan mengandung komponen yang terpisah
berdasarkan ukuran BM (Wu, 1995). Gel filtrasi yang biasa digunakan ialah
sephadex, sepharosa dan poliakrilamida.
2.4.2. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan cara analisis cepat yang
memerlukan bahan yang sedikit (Markham, 1988). (KLT) termasuk ke dalam
kromatografi adsorpsi. Media yang digunakan berupa pelat tipis yang dilapisi oleh
fase diam. Fase diam yang digunakan dapat berupa silika gel, alumenita,
kieselguhr maupun selulosa bergantung pada sampel yang akan dianalisis
(Bintang 2010). Pada KLT, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan pada
lapisan tipis yang nantinya akan diabsorpsi oleh zat penyerap dan kemudian
dielusi oleh fase gerak. Pemisahan didasarkan pada sifat polaritas senyawa.
Senyawa yang memiliki polaritas hampir sama dengan fase geraknya akan terelusi
terlebih dahulu dibandingkan senyawa dengan sifat polaritas yang berbeda dengan
fase geraknya. Pada kromatografi lapis tipis ini terjadi persaingan antara proses
penyerapan yang cenderung untuk menempelkan senyawa dalam fase diam dan
Pelarutan yang cenderung membawa dalam fase gerak (Shellard, 1975).
Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk tujuan kualitatif dan
preparatif. KLT tujuan kualitatif digunakan untuk menganalisis senyawa-senyawa
organik dalam jumlah kecil (misalnya menentukan jumlah kumpulan dalam
campuran), menentukaan pelarut yang tepat untuk pemisahan dengan KLT
preparatif maupun kromatografi kolom dan juga untuk mengidentifikasi
komponen penyusun campuran melalui suatu perbandingan dengan senyawa yang
diketahui strukturnya (Townshend, 1995). Parameter pada KLT yang digunakan
untuk identifikasi adalah nilai Rf. Untuk analisis preparatif, sampel yang
ditotolkan dalam lempeng dengan lapisan yang besar lalu dikembangkan dan
dideteksi dengan cara yang nondekstruktif. Bercak yang mengandung analit yang
dituju selanjutnya dikerok dan dilakukan analisis lanjutan. Adapun pelaksanaan
KLT sebagai berikut (Gandjar dan Rohman, 2007) :
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
13
Universitas Indonesia
2.4.2.1 Fase Diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penyerap berukuran
kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata
partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam maka semakin
baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. Penyerap yang paling sering
digunakan adalah silika dan serbuk selulosa. Sementara mekanisme sorpsi yang
paling utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi. Berikut adalah beberapa
penyerap fase diam yang digunakan pada KLT :
Tabel 2.1. Jenis-jenis bahan penyerap fase diam KLT
Penyerap Mekanisme sorpsi Penggunaan
Silika Gel Adsorpsi Asam amino, hidrokarbon, vitamin, alkaloid
Silika modifikasi dengan hidrokarbon
Partisi termodifikasi
Senyawa-senyawa non-polar
Serbuk selulosa Partisi Asam amino, nukleotida, karbohidrat
Alumina Adsorpsi Hidrokarbon, ion logam, pewarna makanan, alkaloid
Kieselgur Partisi Gula, asam-asam lemak
Selulosa penukar ion
Pertukaran ion Asam nukleat, nukleotida, ion logam, halogen
Gel Sephadex Eksklusi Polimer, protein, kompleks logam
[Sumber : Gandjar dan Rohman, 2007]
2.4.2.2 Fase Gerak
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan
mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang paling
sederhana adalah campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran
kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat
terjadi secara optimal.
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
14
Universitas Indonesia
Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase
gerak :
a. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif
b. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak
antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
c. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,
polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti
juga menentukan nilai Rf.
d. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik diguunakan campuran
pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan
perbandingan tertentu.
2.4.2.3 Penotolan sampel
Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling
sedikit 0,5 µL. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 µL maka
penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar
totolan.
2.4.2.4 Pengembangan
Selanjutnya mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang
sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng
tipis yang telah ditotoli sampel selanjutnya dicelupkan ke dalam fase gerak kurang
lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus di bawah lempeng yang
telah berisi totolan sampel. Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat
mungkin volume fase gerak sedikit mungkin, akan tetapi harus mampu mengelusi
lempeng sampai ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Untuk melakukan
penjenuhan fase gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring. Jika fase
gerak telah mencapai ujung dari kertas saring maka dapat dikatakan bahwa fase
gerak telah jenuh.
2.4.2.5 Metode Deteksi
Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara
kimia yang biasa dilakukan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu
pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
15
Universitas Indonesia
yang dapat dialakukan untuk menampakkan bercak adalah dengan cara
pencacahan radioaktif dan fluoresensi sinar ultraviolet. Fluoresensi sinar
ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluoresensi, membuat bercak
akan terlihat jelas. Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak :
a. Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi
secara kimia dengan solut yang mengandung gugus fungsional tertentu
sehingga bercak menjadi bewarna. Kadang-kadang dipanaskan terlebih
dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan warna dan intensitas warna
bercak.
b. Mengamati lempeng di bawah lampu ultraviolet yang dipasang panjang
gelombang emisi 254 atau 366 nm untuk menampakkan solut sebagai bercak
yang gelap atau bercak yang berfluoresensi terang pada dasar yang
berfluoresensi seragam. lempeng yang diperdagangkan dapat dibeli dalam
bentuk lempeng yang sudah diberi dengan fluoresen yang tidak larut yang
dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan dasar fluoresensi atau
dapat pula dengan menyemprot lempeng dengan reagen fluoresensi setelah
dilakukan pengembangan.
c. Menyemprot lempeng dengan asam sulfat atau asam nitrat pekat lalu
dipanaskan untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan nampak
sebagai bercak hitam sampai kecoklat-coklatan.
d. Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.
e. Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu
instrument yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari
permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu UV atau lampu sinar
tampak. Solut-solut yang mampu menyerap sinar akan dicatat sebagai puncak
(peak) dalam pencatatan (recorder).
Perhitungan nilai Rf didasarkan atas rumus :
Rf = jarak yang ditempuh oleh komponen (2.1) jarak yang ditempuh oleh pelarut
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
16
Universitas Indonesia
Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0. Beberapa pustaka menyatakan nilai
Rf yang baik yang menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah berkisar
antara 0,2-0,8.
2.4.3 Kromatografi Radial
Kromatografi radial atau kromatografi sirkular termasuk ke dalam
kromatografi planar. Kromatografi radial terdiri atas kromatografi kertas radial
dan kromatografi lapis tipis radial. Prinsip pemisahannya sama seperti
kromatografi lainnya, yakni berdasarkan interaksi antara komponen dalam sampel
terhadap fase diam dan fase gerak. Lapis tipis yang digunakan pada KLT radial
berupa fase diam yang diaplikasikan di atas pelat kaca berbentuk bundar yang
memiliki diameter 24 cm. Fase diam yang digunakan sama seperti pada KLT,
diantaranya alumina, silika gel dan lainnya. Komponen KLT radial terdiri dari
pelat, motor penggerak, lampu UV, chamber dan wadah eluen. Penggunaanya
dilakukan dengan cara mengalirkan sampel ke bagian tengah pelat yang telah
dipasang dalam chamber lalu diikuti dengan mengalirkan eluen. Motor penggerak
akan berotasi pada 800 rpm memutar pelat dalam chamber searah jarum jam dan
proses elusi akan terjadi. Fase diam bergerak secara radial dari bagian tengah pelat
ke bagian pinggir akibat daya kapilaritas pelat dan gaya sentrifugal yang
dihasilkan dari pelat yang berotasi (Cazes, 2010).
Pada umumnya, campuran 50-500 mg dapat dipisahkan pada lapisan 2 mm
sepanjang Rf pada pelat KLT analitik terletak antara 0,2 dan 0,5. Pada awal
pemisahan harus dipakai sistem pelarut yang kepolarannya ditingkatkan perlahan-
lahan selama pengelusian. Pemasukan cuplikan diikuti dengan pengelusian
menghasilkan pita-pita komponen berupa lingkaran sepusat. Pada tepi pelat pita-
pita terputar keluar dan ditampung dalam tabung. Fraksi eluat yang diperoleh
dianalisis dengan KLT (Hostettmann, Marston dan Hostettmann, 1986). Beberapa
alat yang digunakan untuk pemisahan kromatografi radial diantaranya adalah
Chromatotron, Rotachrom, Cyclograph dan Extrachrom (Cazes, 2010).
2.5 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia adalah pemeriksaan kandungan kimia secara kualitatif
untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam suatu tumbuhan.
Universitas Indonesia
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
17
Universitas Indonesia
Pemeriksaan diarahkan pada senyawa metabolit sekunder yang memiliki khasiat
bagi kesehatan seperti, alkaloid, senyawa flavonoid, terpen, tanin, saponin,
glikosida, kuinon dan antrakuinon (Harborne, 1987).
2.5.1 Alkaloid
Alkaloid adalah golongan senyawa kimia yang bersifat basa, mengandung
satu atau lebih atom nitrogen biasanya dalam gabungan berbentuk siklik, serta
dapat dideteksi dengan cara pengendapan menggunakan pereaksi Mayer,
Dragendorf, dan Bouchardat. Alkaloid sebagian besar berbentuk kristal padat dan
sebagian kecil berupa cairan pada suhu kamar, memutar bidang polarisasi dan
terasa pahit (Harborne, 1987).
2.5.2 Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa kimia yang umumnya terdapat pada
tumbuhan berpembuluh. Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai glikosida
dan aglikon flavonoid. Biasanya dalam menganalisis flavonoid, yang diperiksa
ialah aglikon dalam ekstrak tumbuhan yang sudah dihidrolisis. Proses ekstraksi
flavonoid dilakukan dengan etanol mendidih untuk menghindari oksidasi enzim
(Harborne, 1987).
2.5.3 Terpen
Terpen adalah suatu senyawa kimia yang tersusun oleh molekul isopren
CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan
dua atau lebih satuan unit C5. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa
seperti monoterpen dan seskuiterpen yang mudah menguap, diterpen yang kurang
menguap dan yang tidak menguap, triterpen, dan sterol. Secara umum senyawa ini
larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya
senyawa ini diekstraksi dengan menggunakan eter dan kloroform. Saponin dan
glikosida jantung merupakan golongan senyawa triterpen atau steroid yang
terdapat dalam bentuk glikosida (Harborne, 1987).
2.5.4 Tanin
Tanin merupakan senyawa kimia yang umum terdapat dalam tumbuhan
berpembuluh, memiliki gugus fenol, rasa sepat dan mampu menyamak kulit
karena kemampuannya menyambung-silang protein. Tanin dapat bereaksi dengan
protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air.
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
18
Universitas Indonesia
Secara kimia, tanin dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu tanin
terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi secara biosintesis dapat
dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal yang membentuk
senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Tanin terhidrolisis
mengandung ikatan ester yang terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida
encer (Harborne, 1987).
2.5.5 Saponin
Saponin adalah glikosida triterpen yang merupakan senyawa aktif
permukaan dan dapat menimbulkan busa jika dikocok dengan air. Pada
konsentrasi yang rendah dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah pada tikus
(Harborne, 1987).
2.5.6 Glikosida
Glikosida merupakan suatu senyawa yang bila dihidrolisis akan terurai
menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Pada umumnya
glikon berupa glukosa, fruktosa, laktosa, galaktosa dan manosa. Dapat pula
berupa gula khusus seperti sarmentosa, oleandrosa, simarosa dan rutinosa.
Sedangkan aglikon (genin) biasanya mempunyai gugus –OH dalam bentuk
alkoholis atau fenolis. Glikosida dapat dibedakan atas α-glikosida dan β-glikosida.
Pada tanaman, glikosda biasanya terdapat dalam bentuk β-glikosida. Kegunaan
glikosida bagi tanaman adalah untuk cadangan gula sementara, sedangkan bagi
manusia umumnya digunakan untuk obat jantung, diuretika dan prekursor hormon
steroid (Harborne, 1987).
2.5.7 Kuinon dan Antrakuinon
Kuinon merupakan senyawa berwarna dan memiliki kromofor dasar. Untuk
tujuan identifikasi, kuinon dibagi menjadi empat kelompok, diantaranya adalah
benzokuinon, naftokuinon dan antrakuinon diperlukan hidrolisis asam untuk
melepas kuinon bebasnya. Sedangkan kuinon isoprenoid yang terlibat dalam
respirasi sel dan fotosintesis diperlukan cara khusus untuk memisahkannya dari
bahan lipid lain (Harborne, 1987).
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
19
Universitas Indonesia
2.6 Antioksidan
Radikal bebas (free radical) adalah satu senyawa atau molekul yang
mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya.
Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat
reaktif mencari pasangan dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul
yang berada di sekitarnya. Jika elektron yang terikat oleh senyawa radikal bebas
tersebut bersifat ionik, dampak yang timbul mungkin tidak terlalu berbahaya.
Namun, bila elektron yang terikat radikal bebas berasal dari senyawa yang
berikatan kovalen, akan sangat berbahaya karena ikatan digunakan secara
bersama-sama pada orbital terluarnya. Umumnya, senyawa yang memiliki ikatan
kovalen adalah molekul-molekul besar (biomakromolekul) seperti lipid, protein
maupun DNA (Soetmaji, 1998).
Antioksidan berfungsi melindungi tubuh terhadap radikal-radikal bebas
sehingga antioksidan yang penting dalam memelihara kesehatan (Arts, Haenen,
Voss dan Bast, 2004). Keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan
diperlukan untuk memelihara fungsi fisiologis tubuh. Oleh karena itu, pemberian
sumber antioksidan dari luar perlu dilakukan untuk membantu mengatasi keadaan
stres oksidatif ini (Lobo, Patil, Phatak dan Chandra, 2010). Antioksidan
merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies oksigen reaktif
atau spesies nitrogen reaktif (ROS/RNS) dan juga radikal bebas sehingga
antioksidan dapat mencegah penyakit yang dihubungkan dengan radikal bebas
seperti kanker, kardiovaskuler dan penuaan (Halliwell dan Gutteridge, 1999).
2.6.1. Penggolongan Antioksidan (Pokorni, 2001)
Tubuh memiliki sistem pertahanaan internal terhadaap radikal
bebas. Sistem pertahanan tersebut dikelompokkan menjadi 3 golongan. Pertama
adalah antioksidan primer (antioksidan endogen / antioksidan enzimatis).
Contohnya superoxide dismutase (SOD), katalase dan glutation peroxidase.
Enzim - enzim ini mampu menekan atau menghambat pembentukan radikal bebas
dengan cara memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk lebih
stabil. Reaksi ini disebut sebagai chain-breaking-antioxidant. Golongan kedua
adalah antioksidan sekunder (antioksidan eksogen/antioksidan non enzimatis).
Contohnya adalah vitamin E, vitamin C, β-karoten, isoflavon, asam urat, bilirubin
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
20
Universitas Indonesia
dan albumin. Senyawa-senyawa ini dikenal sebagai penangkap radikal bebas
(scavenger free radical). Golongan ketiga adalah antioksidan tersier. Misalnya
enzim DNA-repair dan metionin sulfoksida reduktase yang berperan dalam
perbaikan biomolekul yang dirusak oleh radikal bebas.
2.6.2 Sumber Antioksidan
Antioksidan sangat beragam jenisnya. Berdasarkan sumbernya antioksidan
dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang
diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil
ekstraksi bahan alami). Pokorni (2001) menyatakan sebagai berikut :
2.6.2.1 Antioksidan Sintetik
Diantara beberapa contoh antioksidan sintetik yang diijinkan untuk
makanan, ada lima antioksidan yang penggunaannya meluas dan menyebar di
seluruh dunia, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT),
propil galat, tert-butil hidroksi quinon (TBHQ) dan tokoferol. Antioksidan alami
yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial.
2.6.2.2 Antioksidan Alami
Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari : senyawa
antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, senyawa
antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan,
senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke
makanan.
Kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah
berasal dari tumbuhan. Kingdom tumbuhan, Angiosperm memiliki kira-kira
200.000 sampai 300.000 spesies dan dari jumlah ini kurang lebih 400 spesies
yang telah dikenal dapat menjadi bahan pangan manusia. Isolasi antioksidan alami
telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian
yang dapat dimakan. Antioksidan alami terbesar di beberapa bagian tanaman,
seperti pada kayu, akar, daun, buah, biji dan serbuk sari (Pokorni, 2001).
2.6.3. Senyawa Kimia Antioksidan
Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik
atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat,
kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Golongan flavonoid
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
21
Universitas Indonesia
yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, kateksin,
flavonol dan kalkon. Sementara turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam
ferulat, asam klorogenat dan lain-lain. Senyawa antioksidan polifenolik ini adalah
multifungsional dan dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas,
pengkelat logam atau peredam terbentuknya singlet oksigen. Kira-kira 2% dari
seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau
senyawa yang berkaitan erat dengannya sehingga flavonoid merupakan salah satu
golongan fenol alam terbesar. Lebih lanjut disebutkan bahwa sebenarnya
flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga pastilah ditemukan pula
pada setiap telaah ekstrak tumbuhan. Kebanyakan dari golongan dan senyawa
yang berkaitan erat dengannya memiliki sifat-sifat antioksidan baik di dalam
lipida cair maupun dalam makanan berlipida (Pokorni, 2001).
Flavonoid mencakup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada
seluruh dunia tumbuhan dari Fungus sampai Angiospermae. Pada tumbuhan
tingkat tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam
bunga (Robinson, 1995). Sebagian besar flavonoid alam ditemukan dalam bentuk
glikosida dimana unit flavonoid terikat pada satu gula. Flavonoid yang berupa
glikosida merupakan senyawa polar sehingga dapat diekstrak dengan etanol,
metanol maupun air. Senyawa fenol bila ditambah basa, warnanya akan berubah
sehingga mudah dideteksi pada kromatogram.
Flavonoid merupakan pigmen bewarna yang terdapat pada tanaman,
misalnya antosianin yang merupakan penyusun warna biru, violet dan merah;
flavon dan flavonol penyusun warna kuning redup; khalkon dan auron penyusun
warna kuning terang; sedangkan isoflavon merupakan senyawa tak bewarna.
Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi. Oleh karena itu
menunjukkan pita serapan yang kuat pada daerah spektrum UV dan tampak
(Harbone, 1987).
2.6.4. Mekanisme Kerja Antioksidan
Oksidasi dapat dihambat oleh berbagai macam cara diantaranya mencegah
masuknya oksigen, penggunaan temperatur yang rendah, inaktivasi enzim yang
mengkatalis oksidasi, mengurangi tekanan oksigen dan penggunaan pengemas
yang sesuai. Cara lain untuk melindungi terhadap oksigen adalah dengan
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
22
Universitas Indonesia
menggunakan bahan tambahan spesifik yang dapat menghambat oksidasi secara
tepat disebut penghambat oksidasi, tetapi baru-baru ini lebih sering disebut
sebagai Antioksidan (Pokorni, 2001). Penambahan antioksidan primer dengan
konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi
autooksidasi. Reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi
untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru.
Mekanisme yang paling sering adalah reaksi antara antioksidan dan radikal
bebas. Biasanya antioksidan bereakasi dengan radikal bebas peroksil atau
hidroksil yang terbentuk dari hidroperoksida yang berasal dari lipid. Senyawa
antioksidan lain dapat menstabilkan hidroperoksida menjadi senyawa non-radikal.
Peruraian hidroperoksida dapat dikatalisis oleh logam berat akibatnya senyawa-
senyawa dapat mengkelat logam juga termasuk antioksidan. Beberapa senyawa
disebut sinergis karena senyawa tersebut dengan sendirinya tidak mempunyai
aktivitas antioksidan akan tetapi senyawa tersebut dapat meningkatkan aktivitas
antioksidan senyawa lain. Kelompok lain adalah senyawa-senyawa yang mampu
menguraikan hidroperoksida melalui jalur non-radikal sehingga senyawa ini
mampu mengurangi radikal bebas (Pokorni, 2001).
2.6.5. Metode Uji Antioksidan
Untuk mengetahui aktivitas antioksidan suatu zat, dapat dilakukan beberapa
uji baik secara in vivo maupun in vitro. Pengujian secara in vitro dilakukan
dengan beberapa metode, antara lain :
2.6.5.1 Metode Peredaman Radikal DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)
Uji peredaman radikal DPPH merupakan uji dekolorisasi yang mengukur
kapasitas antioksidan untuk bereaksi secara langsung dengan radikal DPPH yang
kemudian dilihat serapannya pada panjang gelombang 517 nm menggunakan
spektrofotometer. Radikal DPPH merupakan radikal bebas yang stabil dengan
nitrogen organik sebagai pusatnya. Radikal DPPH berwarna ungu tua yang ketika
berubah menjadi bentuk nonradikal memudar warnanya akibat antioksidan
(Moore dan Yu, 2007). Metode ini merupakan metode yang paling sering
dilaporkan dalam skrining aktivitas antioksidan dari berbagai jenis tanaman obat.
Metode peredaman radikal bebas DPPH ini berdasarkan pada reaksi reduksi dari
larutan metanol radikal bebas DPPH yang berwarna oleh penghambatan radikal
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
23
Universitas Indonesia
bebas. Prosedurnya melibatkan pengukuran penurunan serapan DPPH pada
panjang gelombang maksimalnya, yang sebanding dengan konsentrasi
penghambat radikal bebas yang ditambahkan ke larutan DPPH. Aktivitas tersebut
dinyatakan sebagai konsentrasi efektif (effective concentration), EC50 atau IC50
(Shivaprasad, Mohan, Kharya, Shiradkar dan Lakshman, 2005). Reaksi
peredaman radikal DPPH adalah sebagai berikut :
O2N
N-N(C6H5)2
NO2
NO2
+ AH
O2N
N-N(C6H5)2
NO2
NO2
H
+ A
1,1-difenil-2-pikrilhidrazil 1,1-difenil-2-pikrilhidrazin
[Sumber: Joon Kwan dan Takayuki, 2009, telah diolah kembali]
Gambar 2.2. Reaksi peredaman radikal bebas DPPH oleh antioksidan
2.6.5.2 Metode Reducing Power
Metode ini berprinsip pada kenaikan serapan dari campuran reaksi,
peningkatan pada serapan menunjukan peningkatan pada aktivitas antioksidan.
Dalam metode ini antioksidan membentuk kompleks berwarna dengan kalium
ferrisianida, asam trikloroasetat dan besi (III) klorida yang diukur pada 700 nm.
Peningkatan pada serapan campuran reaksi menunjukan kekuatan mereduksi dari
sampel (Shivaprasad, Mohan, Kharya, Shiradkar dan Lakshman, 2005).
2.6.5.3 Metode Uji kapasitas serapan radikal Oksigen atau Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC)
Prosedur analisis ini mengukur kemampuan antioksidan dari makanan,
vitamin, suplemen nutrisi atau bahan kimia lainnya terhadap radikal bebas. Uji ini
dilakukan dengan menggunakan trolox (analog vitamin E) sebagai standar untuk
menentukan trolox ekuivalen (TE). Selanjutnya nilai ORAC dihitung dari TE dan
ditunjukan sebagai satuan atau nilai ORAC dimana semakin tinggi nilai ORAC
maka semakin besar kekuatan antioksidannya.
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
24
Universitas Indonesia
Metode uji ini berdasarkan pada pembentukan radikal bebas
menggunakan 2,2-azobis-2-amindopropandihidroklorida (AAPH) dan pengukuran
dari penurunan fluorosensi dengan penghambatan radikal. Pada uji ini, β-
phycoerytrin (β-PE) digunakan sebagai target kerusakan radikal bebas, AAPH
sebagai penghasil radikal peroksi dan trolox sebagai standar. Setelah penambahan
AAPH ke larutan uji, florosensi direkam dan aktivitas antioksidan ditunjukan
sebagai trolox ekuivalen (TE). Selain β-PE senyawa lain yang dapat dijadikan
target perusakan oleh radikal bebas adalah fluorescein dan pyrogallol red (Lopez,
Alarcon dan Lissi, 2006).
2.6.5.4 Metode Peredaman Kation Radikal ABTS
Metode peredaman kation radikal ABTS (ABTS●+) merupakan metode
dekolorisasi yang mengukur kemampuan antioksidan dengan cara berinteraksi
secara langsung dengan kation radikal ABTS. ABTS●+ adalah suatu radikal
dengan pusat nitrogen yang berwarna biru-hijau, dimana jika tereduksi
antioksidan berubah menjadi bentuk nonradikalnya (ABTS) yang tidak berwarna.
Kemampuan antioksidan diketahui melalui pengkuran absorbasi dari campuran
antioksidan-radikal pada 734 nm menggunakan spektrofotometer. Hasilnya
dibandingkan dengan standar trolox (Moore dan Yu, 2007).
[Sumber: Joon Kwan dan Takayuki, 2009, telah diolah kembali]
Gambar 2.3. Pembentukan radikal ABTS●+ stabil dari ABTS+K2S2O8
ABTS
ABTS●+
+ K2S2O8
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
25
Universitas Indonesia
2.6.5.5 Aktivitas penghambatan Radikal Superoksida
Aktivitas penghambatan radikal superoksida secara in vitro diukur oleh
reduksi riboflavin/cahaya/nitro blue tetrazolium (NBT). Reduksi NBT merupakan
metode yang paling dikenal. Metode ini didasarkan pada pembangkitan radikal
superoksida oleh autooksidasi dari riboflavin dengan adanya cahaya. Radikal
superoksida mereduksi NBT menjadi formazon yang berwarna biru yang dapat
diukur pada 560 nm. Kemampuan ekstrak untuk penghambatan warna hingga
50% diukur dalam EC50. Radikal superoksida dapat juga dideteksi melalui
oksidasi hidrosilamin, menghasilkan nitrit yang kemudian diukur dengan reaksi
kolorimetri (Shivaprasad, Mohan, Kharya, Shiradkar dan Lakshman, 2005).
NBT berwarna kuning yang ketika tereduksi O2●- membentuk formazan
berwarna biru yang dapat diukur pada 560 nm dengan spektrofotometer.
Kemampuan penangkapan radikal O2●- dihitung sebagai persen O2
●- yang tersisa
(Moore dan Yu, 2007).
2.6.5.6 Aktivitas Penghambatan Radikal Hidroksil
Kapasitas penghambatan radikal hidroksi dari suatu ekstrak dihubungkan
secara langsung terhadap aktivitas antioksidannya. Metode ini melibatkan
pembangkitan in vitro dari radikal hidroksi dengan menggunakan sistem Fe3+,
askorbat, EDTA atau H2O2 berdasarkan reaksi Fenton. Penghambatan dari radikal
hidroksi dengan adanya antioksidan diukur.
Dalam metode ini, radikal hidroksi yang terbentuk oleh oksidasi dibuat
untuk bereaksi dengan dimetil sulfoksida (DMSO) untuk menghasilkan
formaldehid. Formaldehid membentuk warna kuning intensif dengan pereaksi
Nash (ammonium asetat 2 M). Intensitas dari warna kuning yang terbentuk diukur
pada 412 nm dengan spektrofotometer terhadap blanko pereaksi. Aktivitas
dinyatakan sebagai % penghambatan radikal hidroksi (Shivaprasad, Mohan,
Kharya, Shiradkar dan Lakshman, 2005).
2.6.5.7 Metode Ferric Reducing/Antioxidant Power (FRAP)
Metode FRAP menggunakan kompleks besi-ligan 2,4,6-tripiridil-triazin
[Fe(TPTZ)23+] sebagai pereaksi. Kompleks biru [Fe(TPTZ)2
3+] akan berfungsi
sebagai zat pengoksidasi dan akan mengalami reduksi menjadi [Fe(TPTZ)22+]
yang bewarna kuning dengan reaksi sebagai berikut :
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
26
Universitas Indonesia
[Sumber: Joon Kwan dan Takayuki, 2009, telah diolah kembali]
Gambar 2.4. Mekanisme reduksi kompleks [Fe(TPTZ)23+] oleh antioksidan
2.7 Toksisitas
Toksisitas dari suatu senyawa secara umum dapat diartikan kepada potensi
dari suatu senyawa kimia untuk dapat menyebabkan kerusakan ketika senyawa
tersebut mengenai atau masuk ke dalam tubuh manusia. Suatu senyawa kimia
dapat dikatakan bersifat racun akut jika senyawa tersebut dapat menimbulkan
efek racun dalam jangka waktu singkat dan bersifat racun kronis jika senyawa
tersebut dapat menimbulkan efek racun dalam jangka waktu panjang (Satmoko,
2002).
Untuk skrining dan fraksionisasi fisiologi aktif dari ekstrak tanaman dapat
dilakukan uji standar toksisitas akut (jangka pendek). Suatu metode yang
digunakan secara luas dalam penelitian bahan alam untuk maksud tersebut adalah
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). BSLT merupakan salah satu metode untuk
menguji bahan-bahan yang bersifat toksik dan digunakan sebagai suatu bioassay
yang pertama untuk penelitian bahan alam. Metode ini menggunakan larva
Artemia salina Leach sebagai hewan coba. Uji toksisitas dengan metode BSLT ini
merupakan uji toksisitas dimana efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam
waktu singkat, yaitu rentang waktu selama 24 jam setelah pemberian dosis uji.
Prosedurnya dengan menentukan nilai LC50 dari aktivitas komponen aktif
tanaman terhadap larva Artemia salina Leach. Suatu ekstrak dikatakan toksik jika
harga LC50 kurang dari 1000 µg/ml (Meyer, Ferrigni, Putnam, Jacobsen, Nichols
dan McLaughlin, 1982).
Antioksidan (e‐)
[Fe(TPTZ)23+] [Fe(TPTZ)2
2+]
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
27
Universitas Indonesia
Metode BSLT dapat dipercaya untuk menguji aktivitas farmakologis dari
bahan-bahan alam. Beberapa senyawa bioaktif yang telah berhasil diisolasi dan
aktivitasnya dimonitor dengan BSLT menunjukkan adanya korelasi terhadap
suatu uji spesifik antikanker (Harmita dan Radji, 2008). Apabila suatu ekstrak
tanaman bersifat toksik berdasarkan LC50 dengan metode BSLT maka tanaman
tersebut dapat dikembangkan sebagai obat antikanker. Namun, bila tidak bersifat
toksik maka tanaman tersebut dapat diteliti kembali untuk mengetahui khasiat
lainnya dengan menggunakan hewan coba lain yang lebih besar dari larva
Artemia salina seperti mencit dan tikus secara in vivo (Carballo, Hernandez, Perez
dan Garcia, 2002).
2.8 Instrumen
2.8.1 Spektrofotometer Uv-Vis
Spektrofotometer UV-Vis merupakan suatu metode identifikasi yang
didasarkan pada struktur elektronik molekul, yang dikenal sebagai spektroskopi
elektronik (Sastrohamidjojo, 1991). Penyerapan sinar tampak dan ultraviolet oleh
suatu molekul dapat menyebabkan terjadinya eksitasi molekul dari tingkat energi
dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Elektron-elektron yang menyerap radiasi
ultraviolet dalam suatu molekul organik adalah elektron-elektron yang terlibat
langsung dalam ikatan antara dua atom dan elektron-elektron bebas seperti pada
atom oksigen, halogen, nitrogen dan belerang (Hendayana, Kadarohman, Sumarna
dan Supriatna, 1994).
Transisi yang penting pada daerah ultraviolet dan tampak yaitu transisi
nπ* dan ππ* , sedangkan transisi nσ* jarang terjadi (Fessenden dan
Fessenden, 1986). Transisi yang terjadi pada flavonoid yaitu transisi ππ*
akibat adanya ikatan rangkap terkonjugasi dan transisi nπ* karena adanya
elektron bebas. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi oleh
karena itu menunjukkan pita serapan yang kuat pada daerah ultraviolet dan
tampak (Harbone, 1987). Senyawa dengan ikatan rangkap terkonjugasi seperti
flavonoid akan mengalami penyerapan radiasi pada panjang gelombang yang
lebih besar dari 217 nm (Sastrohamidjojo, 1991).
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
28
Universitas Indonesia
2.8.2 Kromatografi Cairan Spektroskopi Massa ( Liquid Chromatography–Mass
Spectrophotometry / LC-MS )
Kromatografi Cairan Spektroskopi Massa (LC-MS) merupakan suatu
metode pemisahan modern dalam analisis farmasi yang dapat digunakan sebagai
uji identitas dan uji kemurnian. Titik beratnya adalah untuk analisis senyawa-
senyawa yang tidak mudah menguap dan tidak stabil pada suhu tinggi yang tidak
bisa dianalisis dengan Kromatografi Gas (GC). Banyak senyawa yang dapat
dianalisis dengan LC-MS mulai dari senyawa anorganik sampai senyawa organik
makromolekul. Untuk analisis dan pemisahan obat/bahan obat campuran rasemat
optis aktif dikembangkan suatu fase pemisahan kiral (Chirale Trennphasen) yang
mampu menentukan resemis dan isomer aktif (Lindsay, 1992)
Pemisahan sampel dimulai dari kromatografi (LC) berdasarkan sifat
kepolaran sampel dengan kolom dan fase gerak dalam kolom. Komponen-
komponen sampel yang telah terpisah mengalami ionisasi yang kemudian berat
molekul sampel dapat diidentifikasi berdasarkan fragmentasi komponen oleh
detektor pada spektrometer (MS). Secara umum prinsip dari spektrometer massa
dalam menghasilkan spektrum massa melalui empat tahap, yakni pengenalan
sampel, ionisasi molekul sampel untuk mengubah molekul netral menjadi ion
dalam fase gerak, menganalisis massa (menyortir ion yang dihasilkan oleh rasio
massa ke muatan) dan mendeteksi ion yang telah dipisahkan (Kazakevich dan
Lobrutto, 2007).
2.8.3 Spektrofotometri Inframerah (Infrared Spectrophotometry / IR )
Bila radiasi infra merah dilewatkan melalui suatu cuplikan maka molekul-
molekulnya dapat menyerap energi dan terjadilah transisi di antara tingkat vibrasi
dasar (ground state) dan tingkat energi tereksitasi (excited state). Pengabsobsian
energi pada berbagai frekuensi dapat dideteksi oleh Spektrofotometer Infra Merah
yang memplot jumlah radiasi infra merah yang diteruskan melalui cuplikan
sebagai fungsi frekuensi (panjang gelombang) radiasi (Hendayana, Kadarohman,
Sumarna dan Supriatna, 1994). Penggunaan Spektroskopi inframerah pada bidang
kimia organik hampir menggunakan daerah di 650-4000 cm-1. Daerah dengan
frekuensi lebih rendah dari 650 cm-1 disebut inframerah jauh dan daerah dengan
frekuensi lebih tinggi dari 4000 cm-1 disebut inframerah dekat. Ikatan-ikatan yang
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
29
Universitas Indonesia
berbeda (C-C, C=C, C-O, O-H, N-H) mempunyai serapan yang berbeda dan
ikatan-ikatan tersebut dalam molekul organik dapat dideteksi dengan
mengidentifikasi frekuensi-frekuensi karakteristiknya sebagai pita serapan dalam
spektrum IR (Sastrohamidjojo, 1991).
Sampel yang dianalisis diberi radiasi sinar inframerah. Sinar inframerah
dapat menyebabkan getaran (vibrasi) pada ikatan molekul baik berupa rentangan
(streaching) maupun berupa tekukan (bending). Tiap ikatan dari gugus fungsi
pada molekul menyerap radiasi pada bilangan gelombang yang berbeda-beda
sehingga tiap gugus memiliki bilangan gelombang yang khas dalam spektrum
(Hermanto, 2009).
2.8.4 Spektrofotometri Resonansi Magnetik Nuklir (Nuclear Magnetic Resonance
/ NMR)
Spektrum IR suatu senyawa memberikan gambaran mengenai berbagai
gugus fungsional dalam sebuah molekul organik, tetapi memberikan hanya sedikit
petunjuk mengenai bagian hidrokarbon molekul itu. Spektroskopi resonansi
magnetik nuklir mengisi kesenjangan ini dengan memberikan gambaran mengenai
atom-atom hidrogen dalam sebuah molekul. Spektroskopi NMR didasarkan pada
penyerapan gelombang radio oleh inti-inti tertentu dalam molekul organik, apabila
molekul ini berada dalam medan magnet yang kuat (Fessenden dan Fessenden,
1986).
Spektra Resonansi Magnetik Inti biasanya ditentukan dari larutan substansi
yang akan dianalisis. Untuk itu pelarut yang digunakan tidak boleh mengandung
atom hidrogen karena adanya atom hidrogen pada pelarut akan mengganggu
puncak-puncak spektrum. Ada dua cara untuk mencegah gangguan oleh pelarut.
Kita dapat menggunakan pelarut seperti Tetraklorometana, CCl4, yang tidak
mengandung hidrogen atau pelarut yang atom-atom hidrogennya telah diganti
oleh isotopnya, deuterium, sebagai contoh CDCl3 sebagai ganti CHCl3. Atom-
atom deuterium mempunyai sifat-sifat magnetik yang sedikit berbeda dari
hidrogen sehingga mereka akan menghasilkan puncak pada area spektrum yang
berbeda (Sudjadi, 1985).
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
30
Universitas Indonesia
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam PUSLIT Kimia
LIPI, Serpong dan Laboratorium Penelitian Fitokimia Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia, Depok. Waktu penelitian dilaksanakan kurang lebih
selama empat bulan, yakni bulan Februari hingga Mei 2012.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan Uji
Bahan yang diteliti adalah daun Jambo-Jambo [Kjelbergiodendron celebicus
(Koord) Merr.] yang diperoleh dari hutan Mekongga, Sulawesi Tenggara.
Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense LIPI-Cibinong.
3.2.2 Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Dimetil
sulfoksida (DMSO), asam klorida, kalium iodida, iodium, asam sulfat, raksa (II)
klorida, serbuk magnesium, serbuk zink, serbuk asam borat, serbuk asam oksalat,
gelatin, bismut (III) nitrat, asam nitrat, natrium sulfat anhidrat (Merck, Jerman);
n-heksan, etil asetat, n-butanol, etanol, metanol, kloroform, isopropanol, air
suling, natrium bikarbonat, timbal (II) asetat, asam asetat anhidrat (Univar, USA),
α-naftol, aseton, eter, FeCl3, NaCl (Mallinckrodt Chemicals, USA), KOH, AlCl3,
NH4OH, benzen, hidrogen peroksida, silika gel 60 (35-70 mesh & 70-230 mesh,
E. Merck 1.07734), pelat KLT silika gel 60 F254 (E. Merck 05554), pipa kapiler,
almunium foil, H2SO4 10%, 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), Vitamin C,
Kuersetin, Ekstrak Centella Herba, Ekstrak Rhei Radix, Ekstrak Orthosiphonis
Folium, Ekstrak Theae Folium, Ekstrak Chinae Cortex, Ekstrak Psidii Folium dan
Ekstrak Caryophulli Flos.
3.2.3 Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini (Uji Toksisitas) adalah larva
udang (Artemia salina Leach).
30
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
31
Universitas Indonesia
3.2.4 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan selama penelitian antara lain : peralatan ekstraksi
(perkolator), peralatan partisi, botol vial 12 cc, botol 150 mL, erlenmeyer asah
250 mL, gelas ukur 100 mL dan 500 mL, tabung reaksi, batang pengaduk, corong,
mortar, lampu UV, micro plate, chamber, eppendorf, pipet tetes, pinset, hot plate,
Chromatotron, penguap putar (rotary evaporator Buchii), peralatan Kromatografi
Kolom, Kromatografi Lapis Tipis, Spektrofotometri Uv-Vis (Hitachi U-2000),
Infra Merah (Perkin Elmer 16 PC, FTIR Prestige-21 Shiimadzu), LC-MS Mariner
Biospectrometry dan JEOL JNM ECA-500.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Determinasi Tumbuhan
Determinasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense (Pusat
Penelitian Biologi, LIPI-Cibinong)
3.3.2 Preparasi Sampel
Sejumlah daun Jambo-Jambo [Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr.]
segar dipetik, dikumpulkan, disortir dan dikeringkan (pengumpulan dan
pengeringan dilakukan oleh tim konservasi LIPI). Simplisia yang telah kering
dihancurkan hingga menjadi partikel kecil.
3.3.3 Ekstraksi dan Partisi
Serbuk kering sebanyak 600 gram diekstraksi secara maseasi yang
dimodifikasi dengan perkolasi menggunakan metanol sebanyak 6 L sehingga
seluruh serbuk terendam selama 24 jam sambil sesekali diaduk. Perkolasi
dilakukan hingga larutan tampak jernih (±5 hari). Seluruh ekstrak yang didapat
ditampung dan dipekatkan menggunakan rotary vacum evaporator serta
disempurnakan pengeringannya di dalam oven 400C sehingga didapat ekstrak
metanol awal (Crude extract). Ektrak yang telah kering ditimbang untuk
ditentukan rendemennya terhadap berat simplisia awal.
Ekstrak metanol awal dipartisi menggunakan beberapa pelarut yang
semakin meningkat kepolarannya yaitu n-heksana, etil asetat, butanol dan metanol
(Gambar 3.1). Ekstrak metanol awal dihaluskan dan dilarutkan dengan sedikit
aquadest lalu dimasukkan ke dalam corong pisah dan dipartisi berturut-turut
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
32
Universitas Indonesia
menggunakan n-heksan : air (1:1), etil asetat : air (1:1), butanol : air (1:1) dan
metanol, masing-masing sebanyak 700 ml. Seluruh ekstrak yang didapat
dipekatkan menggunakan rotary vacum evaporator serta disempurnakan
pengeringannya di dalam oven 400C sehingga didapatlah ekstrak kental lima
fraksi yaitu n-heksana, etil asetat, butanol dan metanol. Masing-masing fraksi dan
ekstrak metanol awal selanjutnya ditimbang dan dilakukan uji aktivitas
antioksidan dan toksisitas.
3.3.4 Uji Antioksidan
Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode
peredaman radikal bebas DPPH (Hatano et al., 1988; Yen dan Chen, 1995) yang
telah dimodifikasi.
3.3.4.1 Pembuatan Larutan DPPH (BM 394,32)
Larutan DPPH dibuat dengan cara menimbang seksama lebih kurang 19,7
mg serbuk DPPH kemudian dilarutkan dengan metanol p.a. dalam labu ukur 50
mL dan dicukupkan dengan metanol p.a. hingga tanda batas sehingga didapatkan
larutan DPPH 1mM.
3.3.4.2 Pembuatan Larutan Blanko
Larutan blanko yang digunakan terdiri atas 4000 µL metanol p.a. lalu
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1000 µL larutan DPPH
sehingga didapat konsentrasi DPPH akhir sebesar 0,2 mM.
3.3.4.3 Pembuatan Larutan Standar
Standar yang digunakan adalah Asam askorbat dan Kuersetin. Larutan
induk standar konsentrasi 1000 µg/mL dibuat dengan sejumlah 5 mg standar
ditimbang dan dilarutkan dalam 5 mL methanol p.a. kemudian dikocok hingga
homogen.
Pembuatan larutan seri standar 1, 5,10,15 dan 20 µg/mL. Dipipet 5,0; 25,0;
50,0; 75,0 dan 100,0 µL larutan induk standar ke dalam lima tabung reaksi dan
ditambah dengan methanol p.a. sampai volume total 4 mL.
3.3.4.4 Pembuatan Larutan Uji
Sejumlah 5 mg sampel dilarutkan dalam metanol p.a. 5 ml sehingga
didapatkan konsentrasi 1000 µg/mL (1000 ppm) sebagai larutan induk.
Selanjutnya dibuat larutan seri dengan konsentrasi antara 40-200 µg/mL yakni
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
33
Universitas Indonesia
dengan memasukkan larutan induk sebanyak 100-500 µL ke dalam tabung reaksi.
Selanjutnya masing-masing tabung reaksi dicukupkan volumenya dengan metanol
hinggal 4 mL.
3.3.4.5 Optimasi Panjang Gelombang DPPH
Larutan DPPH yang telah dibuat sebesar 1 mM diukur spektrum
serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
400-800 nm lalu ditentukan panjang gelombang optimumnya.
3.3.4.6 Pengujian Sampel
Masing-masing tabung reaksi yang telah berisi 4 mL larutan uji dalam
metanol p.a ditambah dengan 1 mL larutan DPPH 1mM lalu dikocok hingga
homogen dan diinkubasi pada suhu 37oC. Setelah diinkubasi 30 menit, serapan
masing-masing larutan uji diukur pada panjang gelombang optimumnya. Nilai
IC50 ditentukan degan program komputer sederhana untuk analisis probit pada
taraf kepercayaan 95% (Blois, 1958). Persentase inhibisi terhadap radikal DPPH
dari masing-masing konsentrasi larutan sampel dapat dihitung dengan rumus :
(3.1)
Setelah didapatkan persentase inhibisi dari masing-masing konsentrasi,
persamaan ditentukan dengan perhitungan secara regresi linear
dimana x adalah konsentrasi (µg/mL) dan y adalah persentase inhibisi (%).
Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan Inhibition Concentration 50% atau IC50
yaitu konsentrasi sampel yang dapat meredam radikal DPPH sebanyak 50%
konsentrasi awal. Nilai IC50 didapatkan dari nilai x apabila y senilai 50.
3.3.6 Uji Toksisitas
Metode Meyer digunakan untuk menguji toksisitas sampel secara umum
dengan menggunakan larva Artemia salina Leach. Langkah pengerjaannya
sebagai berikut (Meyer et al., 1982) :
3.3.6.1 Penetasan Larva Udang
Disiapkan wadah untuk penetasan telur udang. Di satu ruang dalam wadah
tersebut diletakkan lampu untuk menghangatkan suhu dalam penetasan,
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
34
Universitas Indonesia
sedangkan di ruang sebelahnya diletakkan telur udang. Wadah diisi air laut lalu
dimasukkan 50-100 mg telur udang untuk ditetaskan. Pada bagian telur ditutup
dengan aluminium foil dan lampu dinyalakan selama 48 jam untuk menetaskan
telur. Diambil larva udang yang akan diuji dengan pipet.
3.3.6.2 Pembuatan larutan Uji
Ekstrak yang akan diuji dibuat dalam konsentrasi 20, 200, 1000 dan 2000
ppm dalam air laut. Pertama, ditimbang 10 mg ekstrak dan dilarutkan 10 µL
DMSO serta air laut 5 mL sehingga didapatkan konsentrasi 2000 ppm yang
merupakan larutan induk. Selanjutnya dilakukan pengenceran menjadi konsentrasi
1000, 200 dan 20 ppm.
3.3.4.6 Prosedur Pengujian
Sebanyak 100 µL air laut yang mengandung larva udang sebanyak 10-11
ekor dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam wadah uji. Lalu ditambahkan
larutan sampel yang akan diuji masing-masing sebanyak 100 µL, dengan
konsentrasi 20, 200, 1000 dan 2000 ppm, masing-masing konsentrasi dilakukan
triplo. Untuk kontrol dilakukan tanpa penambahan sampel. Larutan dibiarkan
selama 24 jam, kemudian dihitung jumlah larva yang mati dan masih hidup dari
tiap wadah uji.
Selanjutnya dihitung mortalitas dengan cara : akumulasi mati dibagi
jumlah akumulasi hidup dan mati (total) dikali 100%. Grafik dibuat dengan log
konsentrasi sebagai sumbu x terhadap mortalitas sebagai sumbu y. Nilai LC50
merupakan konsentrasi dimana zat menyebabkan kematian 50% yang diperoleh
dengan memakai persamaan regresi linier y = a + bx. Suatu zat dikatakan aktif
atau toksik bila nilai LC50 < 1000 ppm untuk ektrak dan < 30 ppm untuk suatu
senyawa murni.
Mortalitas = akumulasi mati x 100% (3.2) akumulasi mati + akumulasi hidup
3.3.6 Fraksinasi dan Pemurnian
Fraksinasi atau pemisahan komponen-komponen kimia yang terkandung
dalam ekstrak daun Kjelbergiodendron celebicus dilakukan secara kromatografi,
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
35
Universitas Indonesia
yakni kromatografi kolom dan kromatografi radial serta diidentifikasi lebih lanjut
dengan kromatografi lapis tipis.
3.3.6.1 Kromatografi Kolom
Pemisahan awal senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak
dilakukan secara kromatografi kolom yang dipercepat dengan bantuan vakum.
Kemudian hasil pemisahan kasar ini difraksinasi lebih lanjut secara kromatografi
kolom dengan diameter kolom yang lebih kecil dan kecepatan pengelusian yang
didasarkan pada gaya gravitasi. Preparasi kolom dilakukan dengan cara basah,
yakni memasukkan silika dengan cara membuat suspensi dalam n-heksana.
Kolom beserta kerannya dipasang tegak lurus pada statif, lalu dimasukkan sedikit
kapas pada ujung mulut kolom sebelum keran. Suspensi silika dimasukkan ke
dalam kolom sambil dialiri eluen secara terus menerus dengan keran terbuka
sampai permukaan absorben tidak turun lagi.
Ekstrak etil asetat daun Kjelbergiodendron celebicus ditimbang sebanyak
11,99 g, kemudian ditambahkan silika gel 60 (35-70 mesh) sebanyak ±6,00 g
selanjutnya digerus hingga homogen. Silika gel 60 G (ukuran partikel <55µm)
ditimbang sebanyak 70,04 g, lalu dibuat suspensi dengan cara menambahkan
pelarut n-heksana secukupnya. Suspensi silika dimasukkan ke dalam kolom
kromatografi (d = 9,50 cm) yang dilengkapi kolom vakum hingga padat diikuti
penambahan n-heksana sambil vakum dinyalakan. Sampel yang telah dicampur
dengan silika gel 60 dimasukkan ke dalam kolom kemudian ditutup dengan kapas
secukupnya. Eluen n-heksana ditambahkan hingga seluruh sampel dalam kolom
terendam sambil vakum tetap dibuka. Proses elusi dilakukan dengan
menggunakan eluen n-heksana : etil asetat dan etil asetat : metanol dielusi secara
bergradien dengan kenaikan 1% (He : Ea 1-5%), 5% (He : Ea 5% - Ea : Me 25%),
25% (Ea : Me 25-100%), masing-masing eluen sebanyak 700 ml. Fraksi yang
dihasilkan ditampung per 100 ml dan dipekatkan dengan rotary vacuum
evaporator, lalu diidentifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis dengan
penyemprotan H2SO4 10%. Fraksi dengan pola kromatogram yang sama,
digabung dalam satu vial yang telah ditimbang bobot kosongnya. Fraksi yang
didapatkan sebanyak 15 fraksi, yaitu Fr1-Fr15. Fraksi 11 dianalisis lebih lanjut
dengan kromatografi kolom lambat. Skema kerja dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
36
Universitas Indonesia
Fraksi 11 hasil kromatografi kolom cepat ditimbang sebanyak 1,00 g dan
ditambahkan dengan 0,50 g silika gel 60 (35-70 mesh) kemudian digerus hingga
homogen. Kolom kromatografi dengan diameter 4,25 cm disiapkan. Suspensi
silika gel dimasukkan ke dalam kolom seperti cara sebelumnya. Campuran Fr11
dan silika gel 60 dimasukkan lalu n-heksana ditambahkan hingga seluruh sampel
terendam. Proses elusi dilakukan dengan eluen n-heksana : etil asetat dan etil
asetat : metanol secara bergradien masing-masing sebanyak 500 ml. Fraksi yang
didapatkan ditampung dalam botol setiap 50 ml. Masing-masing fraksi
diidentifikasi dengan KLT dan penyemprotan H2SO4 10%. Fraksi dengan pola
kromatogram yang sama, digabung dalam satu vial yang telah ditimbang bobot
kosongnya. Fraksi yang didapatkan sebanyak 45 fraksi, yaitu Fr11.1-Fr11.45.
Fr11.32 dianalisis lebih lanjut.
3.3.6.2 Kromatografi Lapis Tipis Radial
Fr11.32 dianalisis lebih lanjut menggunakan kromatografi lapis tipis radial
yaitu kromatotron. Pelat kromatotron dengan fase diam silika gel 60 G dan tebal 2
mm dikeringkan dalam oven selama 5 menit pada suhu 50oC. Pelat kemudian
diletakkan dalam chamber lalu motor penggerak dinyalakan dan pelat dibasahi
dengan mengalirkan n-heksana. Aliran eluen langsung dihentikan setelah tetes
pertama n-heksana keluar. Sebanyak 73,1 mg Fr11.32 dilarutkan dengan sedikit
heksana. Sampel dimasukkan ke lubang chamber dengan bantuan pipet tetes dan
diaplikasikan pada pelat setelah n-heksana sudah tidak keluar. Eluen n-heksana :
etil asetat dan etil asetat : metanol dalam berbagai perbandingan dialirkan ke
dalam chamber dan proses elusi dibiarkan berlangsung. Pita-pita hasil elusi pada
KLT diidentifikasi dengan lampu UV. Fraksi yang dihasilkan ditampung dalam
botol vial 12 cc per 6 ml. Masing-masing fraksi diidentifikasi dengan KLT dan
penyemprotan H2SO4 10%. Fraksi dengan pola kromatogram dan warna yang
sama, digabung dalam 1 vial yang telah ditimbang bobot kosongnya. Fraksi yang
didapat sebanyak 5 fraksi, yaitu Fr11.32a-Fr11.32e. Fraksi 11.32a membentuk
satu spot pada identifikasi dengan KLT.
3.3.6.3 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Seluruh eluat hasil fraksinasi diidentifikasi keberadaan senyawa kimianya
dengan kromatografi lapis tipis menggunakan lempeng silika GF254. Eluen yang
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
37
Universitas Indonesia
digunakan mengacu pada pelarut yang mengelusikannya pada sistem
kromatografi, yakni n-heksana-etil asetat dan etil asetat-metanol dalam berbagai
perbandingan. Eluat yang telah ditotolkan pada pelat KLT selanjutnya dielusi
dalam chamber yang telah dijenuhkan dan diamati secara visual menggunakan
sinar UV pada panjang gelombang 254 dan 366 serta disemprot dengan pereaksi
semprot asam sulfat 10% dalam metanol. Fraksi yang menunjukkan pola
kromatogram yang sama digabung.
3.3.7 Penapisan Fitokimia
3.3.7.1 Identifikasi Alkaloid (Depkes, 1995 dan Farnsworth, 1966)
Larutan Uji : 500 mg ekstrak ditambahkan 1 mL HCl 2N dan 9 mL air
kemudian dipanaskan di penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring
sehingga diperoleh filtrat.
a. Pereaksi Bouchardat
Pereaksi : 2 g iodium P dan 4 g KI P dilarutkan dalam 100,0 mL aquades
Prosedur : 1 mL filtrat ditambahkan 2 tetes Pereaksi Bouchardat. Jika
terbentuk endapan coklat sampai hitam maka positif mengandung alkaloid.
b. Pereaksi Mayer
Pereaksi : campuran larutan raksa (II) klorida P (1,358 g HgCl2 dalam 60
mL akuades) dengan larutan kalium iodida P (5 g kalium iodida P dalam 10
mL akuades) dicukupkan volumenya dengan akuades hingga 100,0 mL.
Prosedur : 1 mL filtrat ditambahkan 2 tetes Pereaksi Mayer. Jika terbentuk
endapan menggumpal putih atau kuning yang larut dalam metanol maka
positif mengandung alkaloid.
c. Pereaksi Dragendorf
Pereaksi : campuran larutan bismuth nitrat P (8 g bismuth nitrat P dalam 20
mL asam nitrat) dan larutan kalium iodida P (27,2 g kalium iodida P dalam
50,0 mL akuades) yang didiamkan hingga memisah sempurna. Larutan jernih
diambil dan dicukupkan volumenya dengan akuades hingga 100,0 mL.
Prosedur : 1 mL filtrat ditambahkan 2 tetes Pereaksi Dragendorf. Jika
terbentuk endapan jingga coklat maka positif mengandung alkaloid.
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
38
Universitas Indonesia
Serbuk mengandung alkaloid jika sekurang-kurangnya terbentuk endapan
dengan dua golongan larutan percobaan yang digunakan (Departemen
Kesehatan RI, 1995).
3.3.7.2 Identifikasi Flavonoid (Depkes, 1995)
Beberapa mg ekstrak ditambahkan 4 mL etanol P hingga ekstrak larut.
Hasil identifikasi dibandingkan dengan standar yaitu daun kumis kucing.
a. 2 mL larutan ditambahkan 0,5 gram serbuk seng P dan 2 mL HCl 2N,
didiamkan selama 1 menit. Kemudian ditambahkan 10 tetes HCl pekat P. Jika
terbentuk warna merah intensif dalam waktu 2-5 menit menunjukkan adanya
flavonoid (glikosida-3-flavonol).
b. 2 mL larutan ditambahkan 0,1 gram serbuk magnesium P dan 10 tetes HCl
pekat P. Jika terbentuk warna merah jingga sampai merah ungu (positif
flavonoid) atau kuning jingga (flavon, kalkon dan auron)
c. Ekstrak dilarutkan dalam aseton P kemudian ditambahkan sedikit serbuk
halus asam borat P dan serbuk asam oksalat P, dipanaskan hati-hati dan
dihindari pemnasan berlebihan. Sisa dicampur dengan 10 ml eter P. Diamati
dibawah sinar UV 366 nm, jika larutan berflurosensi kuning intensif
menunjukkan adanya flavanoid. Hasil uji dibandingkan dengan standar yaitu
Ortosiphon folium.
3.3.7.3 Identifikasi Sterol / Terpen (Farnsworth, 1966)
10 mg ekstrak ditambahkan 5 mL eter dan diuapkan di dalam cawan
penguap. Residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat
pekat. Ekstrak mengandung sterol/terpen apabila terbentuk warna merah-hijau
atau violet-biru. Hasil uji dibandingkan dengan standar yaitu Caryophili flos.
3.3.7.4 Identifikasi Tanin (Farnsworth, 1966)
Beberapa mg ekstrak kental ditambahkan 15 mL air panas. Kemudian
dipanaskan hingga mendidih selama 5 menit. Saring filtrat (filtrat c) :
a. Ditambahkan beberapa tetes FeCl3 1% menghasilkan hijau violet.
b. Ditambahkan beberapa tetes gelatin membentuk endapan putih.
c. Dijenuhkan dengan Na asetat ditambah FeCl3 1% menghasilkan warna biru
tinta atau hitam, menunjukkan adanya tanin galat.
Hasil identifikasi dibandingkan dengan standar yaitu Camellia folium.
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
39
Universitas Indonesia
3.3.7.5 Identifikasi Saponin (Depkes, 1995)
500 mg ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan
10 mL air panas, dinginkan dan kocok kuat-kuat selama 10 detik. Terbentuk buih
yang mantap setinggi 1 hingga 10 cm selama tidak kurang dari 10 menit. Pada
penambahan 1 tetes HCl 2N buih tidak hilang. Hasil identifikasi dibandingkan
dengan standar yaitu Liquiritae radix.
3.3.7.6 Identifikasi Gula (Depkes, 1995)
Terhadap gula dilakukan Reaksi Molisch. Pereaksi dibuat dari campuran
1,5 g α-naftol P dalam 50 mL metanol. 1 mL larutan percobaan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan dikeringkan di atas penangas air. Sisanya dilarutkan
dalam 2 mL air dan 5 tetes Molisch LP. Kemudian ditambahkan dengan hati-hati
2 mL asam sulfat P. Terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas cairan
menunjukkan adanya gula. Hasil identifikasi dibandingkan dengan standar yaitu
Nerii folium.
3.3.7.7 Identifikasi Kuinon & Antrakuinon (Depkes, 1995)
Beberapa mg ekstrak kental ditambahkan 10 mL air panas. Kemudian
dipanaskan hingga mendidih selama 5 menit. Filtrat disaring. Ke dalam 5 mL
filtrat ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1 N, terbentuk warna merah
(positif kuinon). Hasil identifikasi dibandingkan dengan standar yaitu Rheii radix.
3.3.8 Identifikasi Senyawa
Isolat murni (Fr11.32a) yang didapat diidentifikasi struktur kimianya
dengan cara Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Spektrofotometri Ultraviolet-
Visible (UV-Vis), Spektrofotometri Inframerah (IR), Kromatografi Cairan-
Spektroskopi Massa (LCMS) dan Spektroskopi Resonansi Magnetik Nuklir
(NMR). Selanjutnya terhadap isolat dilakukan uji toksisitas dan uji antioksidan.
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
40
Universitas Indonesia
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penyiapan Bahan
Sejumlah daun Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr. segar dipetik
dari pohonnya yang berada di hutan Mekongga, Sulawesi Tenggara oleh tim
konservasi dari ICBG (International Cooperative Biodiversity Group) dan LIPI-
Cibinong. Selanjutnya, daun dibersihkan dan dikeringkan. Kemudian dikirim ke
LIPI-Cibinong untuk disempurnakan pengeringannya. Tujuan pengeringan adalah
untuk menghilangkan kandungan air yang dapat menyebabkan reaksi enzimatis.
Reaksi enzimatis dapat menyebabkan rusaknya sampel akibat susunan senyawa
dalam simplisia yang berubah (Harborne, 1987). Selanjutnya, simplisia kering
dihancurkan hingga menjadi serbuk untuk memperluas bidang kontak dengan
pelarut sehingga proses pengektraksiannya maksimal dan seluruh kandungan
kimia dapat tersari. Serbuk kering dikirim ke laboratorium kimia bahan alam
PUSLIT Kimia LIPI Serpong untuk diidentifikasi.
4.2. Ekstraksi dan Partisi
Serbuk kering daun Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr. sebanyak
600 gram diekstraksi dengan metode maserasi dengan modifikasi perkolasi.
Maserasi merupakan salah satu proses ekstraksi yang dilakukan pada suhu
ruangan sehingga dipilih untuk mencegah rusaknya senyawa metabolit sekunder
yang tidak tahan terhadap suhu tinggi.
Serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana perkolator lalu direndam
metanol selama 24 jam dengan sesekali pengadukan. Hal ini dimaksudkan agar
pelarut metanol mampu menarik kandungan kimia dalam simplisia. Menurut
Lenny (2006) proses perendaman sampel tumbuhan akan menyebabkan
pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan di dalam dan luar
sel. Hal ini menyebabkan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam
sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik. Ekstraksi dilakukan hingga warna
larutan yang menetes bening. Hal tersebut mengindikasikan bahwa senyawa
metabolit sekunder yang terkandung dalam simplisia telah terekstrak seluruhnya.
40
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
41
Universitas Indonesia
Ekstrak cair yang didapat selanjutnya dipekatkan menggunakan rotary vacum
evaporator pada suhu 40-50oC. Pengeringan dilanjutkan di dalam oven bersuhu
40oC sehingga menjadi ekstrak kering yang disebut sebagai ekstrak metanol awal
(crude extract). Ekstrak metanol awal yang diperoleh sebanyak 65,08 gram
(rendemen 10,84 %) berupa kepingan dan bewarna hijau pekat.
Pemisahan dalam penelitian ini sebagian besar dilakukan berdasarkan
kepolaran. Oleh karena itu, ekstrak metanol dipisahkan secara partisi dengan
corong pisah menggunakan dua pelarut yang berbeda kepolarannya. Pertama,
ekstrak metanol dihaluskan dan dilarutkan dengan sedikit aquadest untuk
memperbesar luas permukaan ekstrak sehingga penyarian lebih sempurna.
Kemudian ditambah n-heksana : aquadest 1:1 dan dimasukkan ke dalam corong
pisah dengan pengocokan perlahan sebelum didiamkan beberapa jam. Senyawa
kimia yang bersifat nonpolar akan tertarik ke lapisan heksana yang terletak di atas.
Lapisan heksana cenderung lebih hijau dan pekat karena klorofil yang merupakan
zat warna daun bersifat nonpolar sehingga tertarik ke dalam lapisan heksana
tersebut. Lapisan heksana dipisahkan, diuapkan dan dikeringkan sehingga
diperoleh fraksi heksana sebanyak 5,35 gram. Lapisan air dipartisi kembali
berturut-turut dengan pelarut yang lebih polar yakni etil asetat, butanol dan
metanol dengan cara yang sama dan diperoleh berturut-turut 14,94 gram fraksi etil
asetat; 6,45 gram fraksi butanol; 11,84 fraksi metanol dan 6,12 residu (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Data persentase rendemen ekstrak daun Kjelbergiodendron celebicus
No Jenis Fraksi Bobot (gram) Rendemen (%)
1 Ekstrak metanol awal 65,8 10,84
2 Fraksi n-heksana 5,35 10,09
3 Fraksi etil asetat 14,94 29,79
4 Fraksi butanol 6,45 12,97
5 Fraksi metanol 11,84 23,68
6 Residu 6,12 12,40
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
42
Universitas Indonesia
4.3 Uji Aktifitas Antioksidan
Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan secara in vitro menggunakan
metode peredaman terhadap radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH).
DPPH merupakan metode yang umum digunakan sebagai radikal untuk menguji
aktivitas antioksidan karena sifatnya yang stabil dalam bentuk radikal bebas dan
merupakan metode yang sederhana, cepat dan murah (Bozin, Mimica, Samojilik,
Goran dan Igic, 2008).
Aktivitas antioksidan sampel diukur melalui pengukuran intensitas serapan
dari setiap sampel setelah ditambahkan DPPH menggunakan spektrofotometer
UV-Vis pada panjang gelombang tertentu. Berdasarkan hal tersebut, sebelum
dilakukan pengukuran aktivitas antioksidan, dilakukan terlebih dahulu penentuan
panjang gelombang maksimum larutan 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil. Hasil
percobaan menunjukkan serapan maksimum 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil terletak
pada panjang gelombang 515 nm. Hal ini berarti bahwa pengukuran serapan atas
peredaman seluruh ekstrak maupun fraksi terhadap radikal bebas DPPH dilakukan
pada panjang gelombang 515 nm.
Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode
peredaman radikal bebas DPPH (Hatano et al., 1988; Yen dan Chen, 1995) yang
prinsip kerjanya berdasarkan pada keamampuan sampel dalam meredam radikal
bebas (DPPH) melalui donor atom hidrogen atau elektron. Pengujian aktivitas
antioksidan terhadap ke-5 fraksi awal daun Kjelbergiodendron celebicus
menunjukkan bahwa seluruh fraksi mempunyai aktivitas antioksidan, kecuali
fraksi n-heksana. Selain dapat dilihat secara visual melalui perubahan warna
DPPH dari ungu menjadi kuning, keaktifan ini juga ditunjukkan secara kuantitatif
melalui penurunan absorbansi larutan DPPH sehingga menyebabkan nilai IC50
nya yang kurang dari 1000 ppm yang bernilai kurang dari 50 ppm. Fraksi butanol
memiliki aktivitas antioksidan yang paling baik dengan nilai IC50 sebesar 8,34
ppm (Tabel 4.2).
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
43
Universitas Indonesia
Tabel 4.2. Data hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak dari daun Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr. dengan metode DPPH
Sampel Absorbansi Konsentrasi
% Inhibisi
Persamaan IC50 (ppm) Blanko Sampel (ppm)
Regresi Linear
Quersetin 1,823 0,127 15 93,03 y = 6,514x + 7,05 0,343 10 81,18 4,108 1,083 5 40,59 1,758 1 3,57 r 2= 0,942
Vit C 1,823 0,732 15 59,85 y = 4,218x - 12,09 0,994 10 45,47 1,029 1,481 5 18,76 1,776 1 2,58 r 2= 0,986
Metanol 1,920 0,130 65 93,23 y = 0,897x + 12,59 Awal 0,257 50 86,61 38,710
0,549 30 71,41 1,013 15 47,24 r 2= 0,934
Heksana 1,920 0,344 250 82,08 y = 0,204x + 78,14 0,473 200 75,36 34,060 0,554 150 71,15 0,896 100 53,33 1,115 50 41,93 r 2= 0,947
Etil 1,920 0,136 80 92,92 y = 0,921x + 26,52 Asetat 0,471 50 75,47 23,690
0,947 20 50,68 1,476 10 23,13 r 2= 0,92
Butanol 1,920 0,121 80 93,70 y = 0,663x + 8,34 0,215 65 88,80 44,470 0,374 50 80,52 0,571 30 70,26 0,993 15 48,28 r 2= 0,925
Metanol 1,920 0,128 80 93,33 y = 0,702x + 10,55 0,186 65 90,31 42,580 0,286 50 85,10 0,974 15 49,27 r 2 = 0,917
Aktivitas antioksidan dari suatu sampel uji didasarkan pada
kemampuannya dalam meredam aktivitas radikal DPPH melalui donasi atom
hidrogen atau elektron. Analisa DPPH merupakan salah satu metoda pengujian
untuk mengetahui kemampuan suatu senyawa dalam bertindak sebagai donor
atom hidrogen (Stoilova et al, 2006). Dalam analisis tersebut, 1,1-difenil-2-
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
44
Universitas Indonesia
pikrilhidrazil (DPPH) bertindak sebagai senyawa radikal sintetik yang akan
menerima atom hidrogen dari senyawa ekstrak yang aktif antioksidannya.
Pendonoran atom hidrogen kepada DPPH akan mengubah bentuk DPPH yang
radikal (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) menjadi bentuk non-radikal (1,1-difenil-2-
pikrilhidrazin) yang dapat diamati secara visual melalui perubahan warnanya dan
secara kuantitatif melalui absorbansinya. DPPH yang berbentuk radikal bewarna
ungu pekat. Apabila terdonasi atom hidrogen, DPPH berubah menjadi bentuk
nonradikal yang ditandai dengan memudarnya warna ungu menjadi lebih muda
hingga kuning. Semakin memudar warna larutan DPPH maka ekstrak tersebut
semakain aktif. Secara kuantitatif, kemampuan suatu ekstrak dalam meredam
radikal DPPH ditunjukkan dengan penurunan absorbansi larutan uji yang dihitung
terhadap larutan blanko. Semakin kecil nilai absorbansi maka semakin kuat
ekstrak dalam meredam DPPH.
Ekstrak kasar metanol daun Kjelbergiodendron celebicus menunjukkan
efek yang cukup signifikan dalam meredam DPPH yakni mencapai 86,61% pada
konsentrasi 50 µg/mL dan IC50 sebesar 12,59 μg/mL. Hasil fraksinasi yang
memiliki aktivitas antioksidan tertinggi adalah fraksi butanol dengan nilai IC50
8,34 μg/mL (Gambar 4.1.). Aktivitas antioksidan fraksi butanol menunjukkan
bahwa di dalam fraksi tersebut terkandung senyawa aktif. Berdasarkan Tabel 4.2
aktifitas antioksidan semakin naik seiring dengan naiknya kepolaran fraksi. Hal
ini sesuai dengan sifat-sifat senyawa antioksidan pada ekstrak tanaman yang
sebagian besar berupa senyawa polifenol atau bergugus –OH yang merupakan
gugus bersifat polar.
4.4. Uji Toksisitas
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan suatu metode pengujian
menggunakan hewan uji yaitu Artemia salina Leach yang dapat dijadikan
bioassay sederhana untuk meneliti toksisitas suatu senyawa dengan cara
menentukan nilai LC50 baik dari komponen aktif maupun ekstrak dari suatu
tanaman. Apabila ekstrak tergolong toksik maka tanaman tersebut dapat
dikembangkan sebagai obat antikanker (Carballo, 2002). Metode ini dapat
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
45
Universitas Indonesia
digunakan sebagai bioassay-guided fractionation dari bahan alam karena mudah,
cepat murah dan cukup reprodusibel (Harmita dan radji, 2008).
Suatu senyawa dinyatakan memiliki potensi toksisitas jika nilai LC50
kurang dari 1000 ppm. LC50 atau Lethal Concentration 50 merupakan konsentrasi
dimana zat dapat menyebabkan terjadinya kematian 50% pada hewan coba yakni
Artemia salina Leach (Meyer et al., 1982). Uji BSLT terhadap lima ekstrak daun
Kjelbergiodendron celebicus bernilai antara 100-200 ppm (Tabel 4.3) yakni 243,5
ppm (Ekstrak metanol awal), 214,8 µg/mL ( fraksi n-heksana), 50,84 ppm (fraksi
etil asetat), 228 ppm (fraksi butanol) dan 168,7 ppm (fraksi metanol). Fraksi etil
asetat memiliki sifat toksik yang terbesar (Gambar 4.2.). Jadi, dapat dikatakan
bahwa ekstrak daun Kjelbergiodendron celebicus pada pengujian ini memiliki
potensi toksisitas menurut metode BSLT yakni pengujian dengan menggunakan
hewan coba Artemia salina Leach.
Mekanisme kematian larva udang berhubungan dengan dimungkinkan
karena keberadaan metabolit sekunder golongan alkaloid, terpen, tanin, saponin,
antraquinon, glikosida maupun flavonoid dalam ekstrak-ekstrak daun
Kjelbergiodendron celebicus yang bersifat toksik.
Jumlah kematian larva Artemia salina Leach pada setiap tabung uji dalam
berbagai konsentrasi ekstrak daun Kjelbergiodendron celebicus ditunjukkan pada
Tabel 4.3. dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa pada berbagai konsentrasi
ekstrak pada percobaan ini memperlihatkan pengaruh yang cukup toksik terhadap
kematian larva artemia Artemia salina Leach. Berdasarkan penelitian Rita, Suirta,
dan Sadikin (2008) senyawa toksik yang terkandung dalam ekstrak buah pare
dapat mengakibatkan efek antifedant. Cara kerja senyawa-senyawa tersebut
adalah dengan bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. Oleh karena
itu, bila senyawa-senyawa ini masuk ke dalam tubuh larva, alat pencernaannya
akan terganggu hingga menyebabkan larva mati. Mekanisme di atas menjadi
kemungkinan penyebab sifat toksik dari ekstrak daun Kjelbergiodendron
celebicus.
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
46
Universitas Indonesia
Tabel 4.3. Hasil uji toksisitas daun Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr. dengan metode BSLT
NO Sampel Konsentrasi
(ppm) Log Mortalitas
Persamaan Regresi Linear
R2 LC 50
1 Metanol 10 1 11,54 y = 30,668 -23,189
0,9305 243,50 Awal 100 2 31,91 500 2,7 53,33 1000 3 77,27
2 Heksana 10 1 7,84 y = 36,098x – 34,179
0,9194 214,80 100 2 27,91 500 2,7 57,50 1000 3 84,09
3 Etil asetat 10 1 23,53 y = 39,302x - 17,057
0,9935 50,84 100 2 58,06 500 2,7 92,11 1000 3 100,00
4 Butanol 10 1 4,17 y = 36,829x – 36,838
0,9554 228,00 100 2 30,00 500 2,7 57,50 1000 3 81,40
5 Metanol 10 1 11,76 y = 35,577x -29,232
0,9316 168,70 100 2 32,56
500
1000 2,7 3
61,90 86,36
4.5. Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia merupakan pemeriksaan kimia secara kualitatif untuk
mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam suatu sampel. Pemeriksaan
terhadap ekstrak metanol awal dan fraksi etil asetat dari daun Kjelbergiodendron
celebicus meliputi uji golongan alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, tanin,
kuinon, glikosida dan saponin (Tabel 4.4.).
Pemeriksaan alkaloid dilakukan dengan menggunakan larutan pereaksi
Dragendorf, Mayer dan Bouchardat. Sampel ditambahkan HCl encer dalam
tabung reaksi lalu diteteskan larutan pereaksi. Apabila suatu ekstrak mengandung
senyawa alkaloid maka penambahan larutan pereaksi Mayer akan membentuk
endapan menggumpal berwarna putih atau kuning, dengan larutan pereaksi
Bouchardat akan memberikan endapan berwarna coklat hingga hitam, dan hasil
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
47
Universitas Indonesia
elusi ekstrak ketika disemprot dengan larutan pereaksi Dragendorf akan
menimbulkan bercak jingga. Hasil positif ditunjukkan oleh ekstrak metanol awal
dan fraksi etil asetat.
Flavonoid dalam ekstrak diidentfikasi keberadaannya menggunakan Tes
Shinoda. Serbuk seng atau magnesium dalam suasana asam akan menghasilkan
reduktor hidrogen yang akan mereduksi flavonoid sehingga akan terbentuk
kompkeks berwarna. Pemberian logam seng akan membentuk warna merah
intensif setelah 2 menit, sedangkan logam magnesium membentuk warna merah
jingga hingga ungu atau kuning jingga. Hasil skrining fraksi etil asetat warna
kuning jingga. Jadi fraksi etil asetat dan ekstrak metanol mengandung flavonoid.
Apabila suatu ekstrak mengandung tanin, penambahan ekstrak dengan
larutan gelatin dan larutan natrium klorida akan menghasilkan endapan putih.
Selain itu, pemeriksaan tanin bisa dilakukan dengan penambahan beberapa tetes
larutan FeCl3 1% yang akan membentuk warna hijau violet. Berdasarkan hasil
skrining, ekstrak metanol awal dan fraksi etil asetat daun Kjelbergiodendron
celebicus mengandung tanin.
Fitosterol dan terpen dapat diidentifikasi keberadaanya dengan tes
Liebermann-Bouchard. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna
merah-hijau atau violet-biru. Ekstrak metanol awal dan fraksi etil asetat keduanya
membentuk warna violet-biru sehingga fraksi tersebut positif terhadap
sterol/terpen. Dalam cairan, saponin dapat membentuk busa setelah pengocokan
kuat selama 10 detik dengan air suling panas dan busa bertahan tidak kurang dari
10 detik. Kedua frakasi tersebut membentuk busa yang mantap lebih dari 10
menit.
Pada proses identifikasi glikosida dilakukan untuk identifikasi terhadap
keberadaan gula, yakni dengan tes Molisch setelah dilakukan proses hidrolisis,
yaitu dengan cara memanaskan ekstrak di dalam larutan asam terlebih dahulu.
Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya cincin ungu setelah ditambahkan
larutan pereaksi molisch dan H2SO4 pekat. Berdasarkan pengujan, ekstrak metanol
awal dan fraksi etil asetat mengandung glikosida.
Tes Borntrager digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan antrakuinon
dalam suatu ekstrak. Hasil positif tes Borntrager ditunjukkan dengan
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
48
Universitas Indonesia
dihasilkannya warna kuning saat dilakukan penarikan senyawa antrakuinon
dengan benzene dan dihasilkannya warna merah saat ditambahkan amonia encer.
Berdasarkan hasil skrining, kedua fraksi dari daun Kjelbergiodendron celebicus
tidak mengandung antrakuinon.
Tabel 4.4. Data penapisan fitokimia ekstrak metanol awal dan fraksi etil asetat
daun Kjelbergiodendron celebicus (Koord)Merr.
Golongan Kimia
Pengamatan Sampel
Ekstrak metanol awal Fraksi etil asetat
Alkaloid + +
Flavonoid + +
Tanin + +
Sterol/Terpen + +
Saponin + +
Antraquinon - -
Glikosida + +
4.6. Isolasi Senyawa Aktif
Berdasarkan hasil uji antioksidan dan uji toksisitas 5 fraksi hasil partisi
dari ekstrak metanol, dipilih fraksi etil asetat untuk difraksinasi lebih lanjut.
Sebanyak 11,99 g fraksi etil asetat difraksinasi menggunakan kromatografi kolom
dipercepat (KKC) dengan silika gel 60 sebagai fase diam dan pengelusi dengan
kepolaran bertingkat dalam berbagai perbandingan, yakni n-heksan : etil asetat
dan etil asetat : metanol sebagai fase geraknya. Hasil dari KKC tersebut
didapatkan 15 fraksi (Fr1-Fr15). Hasil penggabungan berdasarkan kesamaan pola
kromatogram pada identifikasi KLT.
Lima belas fraksi hasil pemisahan fraksi etil asetat dilakukan uji
pendahuluan antioksidan dengan reaksi semprot DPPH dan juga uji toksisitas
metode BSLT (Tabel 4.5.). Pengujian antioksidan dengan reaksi semprot DPPH
pada KLT menunjukkan bahwa terdapat 5 fraksi yang bersifat aktif sebagai
antioksidan, yaitu Fr5, Fr11, Fr12, Fr14 dan Fr15 yang ditandai dengan
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
49
Universitas Indonesia
terbentuknya warna kuning pada totolan di KLT. Selanjutnya, ke-5 fraksi tersebut
dilakukan pengujian antioksidan dengan metode DPPH secara in vitro. Hasil
pengujian tersebut menunjukkan bahwa ke-5 fraksi memiliki aktivitas antioksidan
yang sangat baik karena memiliki IC50 kurang dari 1000 ppm yakni Fr5 sebesar
28,22 ppm, Fr11 sebesar 29,13 ppm, Fr12 sebesar 11,93 ppm, Fr13 sebesar 19,02
ppm dan Fr15 sebesar 12,06 ppm. Sedangkan pada uji toksisitas ke-15 fraksi
menggunakan metode BSLT memperlihatkan potensi toksisitas akut dengan nilai
LC50 kurang dari 1000 ppm yakni berkisar antara 20–300 IC50 (Tabel 4.5) Sifat
toksik terbesar dimiliki oleh Fr12 dengan nilai LC50 sebesar 22,88 ppm.
Berdasarkan nilai IC50, LC50 dan berat fraksi maka dipilihlah fraksi 11 untuk
difraksinasi lebih lanjut dengan kromatografi kolom menggunakan fase diam
berupa silika dan fase gerak yang semakin meningkat kepolarannya berupa
campuran pelarut berbagai perbandingan yakni n-heksan : etil asetat dan etil asetat
: metanol.
4.6.1 Isolasi Senyawa Fr11.32
Pemisahan fraksi 11 menggunakan kromatografi kolom silika
menghasilkan 151 fraksi (botol 50 mL). Setelah diidentifikasi dengan KLT,
fraksi yang memiliki pola kromatogram yang sama digabungkan sehingga
diperoleh fraksi gabungan sebanyak 45 (Fr11.1 - Fr11.45). Pada fraksi gabungan
Fr 11.32 terdapat pasta kuning yang pada pelat KLT dengan eluen 2,0 mL etil-
asetat 100% tampak 2 spot bewarna kuning (Gambar 4.5a). Sebanyak 73,1 mg
Fr11.32 dilakukan pemurnian lebih lanjut menggunakan kromatotron.
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
50
Universitas Indonesia
Keterangan : (a) Kromatogram Fr11.32 hasil pemisahan dengan Kromatogtafi Kolom, eluen Etil Asetat 100% (b) Kromatogram Fr11.32a hasil pemisahan dengan Kromatotron, eluen Etil Asetat 100%
Gambar 4.5. Pola kromatogram Fr11.32 (a) dan Fr11.32a (b)
Pemisahan dengan khromatotron menggunakan pelat kaca berbentuk
lingkaran dengan fase diam berupa silika gel G 60 (ukuran partikel <55µm)
dengan tebal 2 mm. Sebelum digunakan, pelat dikeringkan dalam oven pada suhu
50oC selama 5 menit terlebih dahulu untuk menghilangkan sisa pelarut atau uap
air yang terjerap sehingga dapat mengaktifkan silika gel. Pelat selanjutnya
dipasang pada chamber dan dielusi dengan n-heksana. Elusi menggunakan pelarut
n-heksana bertujuan untuk mencuci pelat dari komponen-komponen pengotor
sekaligus membasahi pelat. Elusi dilakukan secara gradien, yakni menggunakan
n-heksana : etil aetat dan etil asetat : metanol dalam berbagai perbandingan
dengan kenaikan kepolaran 25%. Sampel membentuk pita-pita kearah tepi pada
saat dielusi menggunakan heksana-etil asetat 75%. Pemisahan terjadi optimal
pada saat eluen yang digunakan etil asetat 100% dan etil asetat-metanol 25%.
Hasil pemisahan berupa pita-pita berbentuk cincin yang terbentuk pada
pelat dimulai dari bagian tengah ke bagian pinggir pelat saat proses elusi terjadi.
Banyaknya cincin dan warna cincin yang terbentuk tergantung dari sampel yang
dianalisis. Cincin yang terbentuk saat proses elusi sampel Fr11.32 berwarna
kuning sesuai dengan profil kromatogram KLT sebelumnya. Terbentuknya cincin
diamati dengan lampu UV baik pada 254 nm maupun 366 nm karena
32 32a (a) (b)
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
51
Universitas Indonesia
dikhawatirkan ada komponen yang hanya terlihat pada sinar UV. Posisi chamber
yang miring pada chromatotron memungkinkan hasil elusi keluar dengan mudah
dan dapat ditampung. Selain itu pemisahan dengan kromatografi radial
memberikan persentase perolehan kembali yang tinggi yakni sebesar 90%
dibandingkan dengan KLT preparatif yang hanya 80% (Hostettmann, Marston dan
Hostettmann, 1998).
Fraksi yang dihasilkan ditampung per 6 ml dengan tujuan agar spot
tunggal akan tertampung dan terpisah dari spot yang lain karena berdasarkan
kromatogram KLT sebelumnya kedua spot memiliki jarak yang cukup dekat. Jika
ditampung terlalu banyak dikhawatirkan saat diidentifikasi dengan KLT akan
menunjukkan dua spot kembali. Eluen selanjutnya digunakan metanol saat hasil
elusi sudah tidak berwarna dan tidak menunjukkan spot lagi saat diamati pada
lampu UV. Hal ini bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa komponen sampel
pada pelat yang sudah tidak dapat terelusi dengan eluen yang digunakan. Hasil
elusi dengan metanol ditampung dan diidentifikasi dengan KLT. Pengelusian
dengan metanol dilakukan hingga hasil elusi sudah tidak berwarna lagi. Eluat
ditampung dan diidentifikasi melalui KLT. Didapat 5 fraksi gabungan berdasar
kesamaan pola kromatogram (Fr11.32a-Fr11.32e). Identifikasi menggunakan
kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa Fr11.32a dengan berat 11,3 mg
membentuk satu spot bewarna kuning (Gambar 4.5b). Menurut Harborne (2006),
reaksi positif berupa warna kuning yang dihasilkan setelah disemprot dengan
vanilin-sulfat dan flouresensi kuning pada UV 254 nm merupakan golongan
senyawa flavonoid atau xanton. Sedangkan hasil penapisan fitokimia Fr11.32a
terhadap pereaksi AlCl3 memberikan warna biru kehitaman yang mengindikasikan
bahwa senyawa kimia merupakan golongan flavonoid. Oleh karena itu,
Fr111.32a kemungkinan besar merupakan golongan flavonoid. Flavonoid yang
memiliki spot bewarna kuning redup dan apabila dlihat dibawah sinar UV
bewarna coklat merupakan flavonoid flavon atau glikosilflavon (Harborne, 1987).
Selanjutnya, Fr11.32a diidentifikasi menggunakan LC-MS, IR dan NMR untuk
menganalisis struktur kimia isolat murni tersebut.
Senyawa murni Fr11.32a dilakukan uji aktivitas antioksidan menggunakan
metode peredaman radikal bebas DPPH dan uji toksisitas menggunakan metode
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
52
Universitas Indonesia
BSLT. Fr11.32a memiliki aktivitas antioksidan yang cukup baik (Gambar 4.4).
Hal ini ditunjukkan dengan IC50 senilai 95,83 ppm yang berarti bahwa senyawa
kimia tersebut mampu meredam radikal bebas sebesar 50% pada kosentrasi 95,83
ppm. Sedangkan hasil uji toksisitas Fr11.32a dengan nilai LC50 21,23 ppm
mengindikasikan bahwa senyawa bersifat sangat toksik (Gambar 4.5.).
Tabel 4.6. Data hasil uji aktivitas antioksidan Fr11.32a
Sampel Konsentrasi
(µg/mL) Absorbans
% Inhibisi Persamaan
Linier IC50
(ppm) Blanko Sampel
Fr 11.32a 150 1,703 0,395 76,80 y = 0,415x 95,83 100 0,895 47,44 + 10,23 75 1,034 39,28 50 1,212 28,83 r2= 0,967 10 1,387 18,55
Tabel 4.7. Data hasil uji toksisitas Fr11.32a
Sampel Konsentrasi
(ppm) Akumulasi
Hidup Akumulasi
Mati Mortalitas
(%) Persamaan
Regresi LC50
(ppm)
Fr11.32a 10 100 500
1000
17 6 2 0
9 26 44 64
34,61 81,25 95,65
100,00
y = 32,872x - 6,3818 r² = 0,9516
21,3
4.7. Identifikasi Struktur Kimia Senyawa Murni
Identifikasi struktur senyawa kimia isolat murni (Fr11.32a) dilakukan
melalui analisis data-data spektroskopi, yakni menggunakan spektroskopi
ultraviolet dan visibel (UV-Vis), spektroskopi infra merah (IR), kromatografi cair-
spektroskopi massa (LCMS) dan resonansi magnetik inti proton dan karbon (1H-
NMR dan 13C-NMR).
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
53
Universitas Indonesia
4.7.1 Analisis data spektrum UV-Vis
Sektrofotometri UV-Vis memberikan informasi adanya gugus kromofor
dari senyawa organik dan membedakan senyawa aromatik atau ikatan rangkap
yang terkonjugasi dari senyawa alifatik rantai jenuh. Analisis ini dilakukan karena
dugaan awal yang berdasarkan hasil penapisan dan pola kromatogram
menunjukkan bahwa isolat FR11.32a merupakan senyawa kimia golongan
flavonoid. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga
menunjukkan pita serapan yang kuat pada daerah ultraviolet dan tampak
(Harborne, 1987). Senyawa dengan ikatan rangap terkonjugasi seperti flavonoid
akan mengalami penyerapan radiasi pada panjang gelombang yang lebih besar
dari 217 nm (Sastrohamidjojo, 1991).
Hasil pengukuran absorbansi Fr11.32a dalam metanol menunjukkan 3
puncak pada panjang gelombang 220, 262 dan 337 nm (Gambar 4.6.) dengan
absorbansi kuat masing-masing sebesar 0,876; 0,794 dan 0,555. Menurut
Markham (1988), flavonoid yang memiliki puncak pada panjang gelombang 330-
350 nm pada pita I dan 250-280 nm pada pita II merupakan flavonoid golongan
flavon. Hal tersebut ditunjukkan oleh Fr11.32a yang memiliki spektrum pada 262
dan 337 nm.
Pita I (337 nm) yang terletak antara 300-550 nm menunjukkan adanya
ikatan ππ* seperti ikatan C=C terkonjugasi. Sedangkan adanya pita II (262 nm)
yang terletak antara 210-285 nm maka dapat diperkirakan terdapat ikatan ππ*
seperti C=C terkonjugasi serta nπ* berupa kromofor tunggal seperti ikatan C=O
(Sastrohamidjojo, 1991).
Gambar 4.6. Spektrum UV-Vis Isolat Fr11.32a
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
54
Universitas Indonesia
4.7.2 Analisis data spektrum FT-IR (Fourier Transform – Infra Red)
Spektrum inframerah suatu senyawa dapat memberikan gambaran
berbagai gugus fungsi yang terdapat dalam sebuah molekul organik (Fessenden
dan Fessenden, 1986). Puncak kurva yang dihasilkan diidentifikasi dengan cara
membandingkannya dengan pustaka. Gugus-gugus fungsi penting merupakan
parameter identifikasi senyawa yang dianalisis (Sastrohamidjojo, 1991).
Berdasarkan spektrum FT-IR fraksi 11.32a, terdapat pita-pita serapan pada
bilangan panjang gelombang yang bisa dilihat pada Gambar 4.1. Pita-pita serapan
tersebut kemudian dibandingkan dengan pustaka.
Pita serapan lebar antara 3400-3100 cm-1 merupakan vibrasi rentangan
gugus hidroksil (-OH) yang diakibatkan oleh ikatan hidrogen intermolekul, yang
diperkuat juga oleh serapan berintensitas sedang pada bilangan gelombang 1448
cm-1. Pita serapan pada daerah yang sama dan tumpang tindih dengan daerah
serapan gugus hidroksil pada bilangan gelombang antara 3420-3250 cm-1 juga
dapat menunjukkan adanya gugus hidroksil yang terikat pada cincin aromatik
benzene atau yang dikenal sebagai gugus fenol (Ar-OH), keberadaan gugus fenol
tersebut diperkuat dengan serapan pada daerah bilangan gelombang 721 cm-1.
Daerah pada bilangan gelombang 3159-3050 cm-1 menunjukkan adanya
senyawa aromatik. Regangan C-H aromatik selalu berada di sebelah kiri daerah
3000 cm-1. Pada gambar 4.1 terdapat pita pada 3140,11 cm-1 namun tidak terlihat
jelas. Hal ini dikarenakan akibat adanya serapan lebar –OH. Untuk memastikan
apakah 3140,11 cm-1 merupakan regangan C=C-H, harus diperkuat dengan pita
serapan berintensitas kuat pada daerah bilangan gelombang 1600–1450 cm-1 dan
pita serapan yang berupa sepasang serapan tajam dan pada bilangan gelombang
900-600cm-1 yang merupakan pita-pita informative senyawa aromatik. Kedua hal
tersebut terbukti dengan adanya pita serapan tajam pada 1502,55 cm-1 & 1448,54
cm-1 dan pita serapan berdempetan sepanjang 835,18–644,22 cm-1.
Pita dengan panjang gelombang 2978,09 cm-1 mengindikasikan adanya
gugus metil (-CH3) dengan vibrasi regangan asimetris dari ikatan C-H. Hidrogen
metilen (-CH2) mengakibatkan dua serapan rentangan C-H yang dihasilkan dari
vibrasi rentangan simetri dan asimetri dari gugus fungsi tersebut, yakni pada
2843,07 cm-1 yang merupakan regangan simetris dan regangan asimetrisnya pada
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
55
Universitas Indonesia
60080010001200140016001 8002000240028003200360040001/cm
40
45
50
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
%T
3414
.00
3302
.13
3182
.55
3140
.11
2978
.09
2939
.52
2843
.07
2727
.35
2357
.01
1955
.82
1653
.00
1602
.85 15
02.5
5
1448
.54
1373
.32
1298
.09
1201
.65
1166
.93 11
39.9
3
1089
.78
1055
.06
1024
.20
993.
34
954.
76
835.
1881
2.03
765.
74
721.
38
678.
9464
4.22
543.
93
UHAIS 15-32
pada 2939,52 cm-1. Pada literatur disebutkan bahwa gugus metil, metilen dan
metin akan memberikan puncak pada kisaran panjang gelombang 1465-1370 cm-1.
Spektrum IR fraksi 11.32a memperlihatkan pita serapan dari 1448,54 hingga
1373,32 cm-1 yang berarti terdapat gugus metil, metilen dan metin dalam senyawa
(Sastrohamidjojo, 1991).
Pita absorbansi sedang pada 1653,0 cm-1 menunjukkan adanya karbonil
(C=0) pada ester β-keton. Absorbansi sangat kuat yang terletak pada bilangan
gelombang 1280-1150 cm-1 mengindikasikan adanya C-O-C ester. Hal ini terjadi
pada 1201,65 cm-1 yang berarti bahwa Fr11.32a memiliki gugus C-O-C ester.
Berdasarkan analisis spektrum FT-IR di atas, isolat Fr11.32a memiliki
gugus –OH, Ar-OH, C=O dan C-O-C. Gugus-gugus fungsi tersebut merupakan
gugus fungsi yang terdapat pada struktur umum flavonoid. Hal tersebut
mendukung dugaan bahwa isolat Fr11.32a merupakan senyawa golongan
flavonoid.
Gambar 4.6. Spektrum Infra Merah Fr11.32a
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
56
Universitas Indonesia
4.7.3 Analisis data spektrum NMR
Berdasarkan data hasil pengukuran 1H-NMR dapat diketahui bahwa isolat
11.32a mempunyai 9 buah puncak proton dan 19 puncak karbon dengan data
pergeseran kimia (δ) proton (ppm) adalah 0,94 (t, 3H); 3,32 (dd, 1H); 3,74 (dd,
1H); 3,87 (s, 3H); 4,23 (dd, 1H); 5.30 (d, 1H, J=1.95 Hz), 6.20 (d, 1H, J=2.6 Hz),
6.36 (d, 1H, J= 1.95 Hz) dan 6.88 (s, 2H). Sedangkan δ karbon (ppm) 17,8; 61,0;
73,3; 72,1; 71,9; 94,9; 100,0; 103,8; 106,0; 109,8; 127,1; 136,8; 139,4; 152,0;
158,7; 159,1; 163,4; 166,3 dan 179,7.
Berdasarkan data-data nilai pergeseran kimia dari 1H-NMR di atas dapat
diketahui bahwa puncak pada δ 0,94 ppm merupakan gugus metil (-CH3) hal ini
didukung dengan letak dari puncak tersebut yang berada pada kisaran daerah
pergeseran kimia untuk gugus metil dan didukung dengan nilai integrasi 3H yang
menunjukkan jumlah atom proton yang dimiliki oleh gugus metil. Puncak pada δ
3,32; 3,74; 4,23 merupakan puncak-puncak dari gugus metin (-CH-) yang
bergeser menjadi lebih downfield/deshielded dengan nilai integrasi masing-
masing 1H, hal ini menunjukkan bahwa ketiga gugus metin (-CH) tersebut
berdekatan letaknya dengan atom elektronegatif dan umumnya atom
elektronegatif tersebut adalah atom oksigen (O), puncak pada δ 3,87 ppm dengan
multiplisitas puncak tunggal (singlet), tajam dengan nilai integrasi 3H
menunjukkan puncak khas untuk gugus metoksi (-OCH3), puncak pada δ 5,30
ppm yang terletak pada kisaran daerah pergeseran kimia khas untuk rantai karbon
ikatan rangkap dan dengan nilai integrasi 1H, menunjukkan bahwa puncak
tersebut merupakan puncak gugus metin (-CH=), puncak-puncak pada δ 6,20;
6,36 dan 6,88 ppm merupakan puncak-puncak khas dari H aromatik yang terletak
pada kisaran daerah 6,5 – 8 ppm.
Berdasarkan data-data nilai pergeseran kimia 13C-NMR dapat diketahui
bahwa isolat Fr11.32a mempunyai 1 buah atom C metil pada δ 17,8 ppm, 2 buah
atom C metin alifatik downfield yang khas menunjukkan daerah pergeseran kimia
C yang mengikat O (C-O) pada δ 71,9; 72,1 dan 73,3 ppm, 1 buah gugus C
metoksi (-OCH3) pada δ 61,0 ppm, 13 buah puncak atom C ikatan rangkap (-
C=C-) pada δ 94,9; 100,0; 103,8; 106,0; 109,8; 127,1; 136,8; 139,4; 152,0; 158,7;
159,1; 163,4 dan 166,3 ppm, dari puncak-puncak tersebut dapat diketahui bahwa
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
57
Universitas Indonesia
puncak pada δ 72,1; 109,8 dan 152,0 ppm masing-masing mewakili 2 buah atom
karbon yang simetris, hal ini ditunjukkan dengan intensitas puncaknya yang
hampir 2 kali lebih tinggi, 1 buah atom C karbonil (-C=O) khas untuk gugus asam
(R-COO-R) pada δ 179,7 ppm.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa isolat 11.32a merupakan suatu
senyawa yang memiliki gugus -C=C- aromatik, -C=C- alkena, metoksi (-OCH3),
metil (-CH3), gugus -C-O- dan gugus karbonil asam (-RCOOR).
4.7.4 Analisis data spektrum LC-MS
Identifikasi senyawa kimia dalam fraksi 11.32a pertama-tama dilakukan
menggunakan LC-MS atau kromatografi cair–spektrofotometri massa. Pemisahan
menggunakan kromatografi cair menunjukkan satu puncak kromatogram
(Lampiran 9) dengan waktu retensi 1,8 menit (T 1,8). Puncak tersebut selanjutnya
dianalisis menggunakan spektrometri massa untuk mengetahui bobot molekul dari
senyawa yang terkandung dalam Fr11.32a
Spektrum hasil MS Fr11.32a menunjukkan sebuah korelasi antara (m/z)
478,55; dan 977,29. Dari fragmentasi tersebut dapat diartikan bahwa (M+)
sebesar 478,55 mewakili berat molekul senyawa. Sedangkan (m/z) 977,29
merupakan (2M+ + Na). Adanya penambahan berat molekul Natrium dikarenakan
sistem eluen yang mengandung Na.
Berdasarkan hasil analisis penapisan fitokimia dan pola kromatogram serta
analisis struktur kimia menggunakan Spektrofotometer UV-Vis, IR, NMR dan
LC-MS maka diduga isolat Fr11.32a merupakan senyawa flavonoid (Gambar 4.7)
golongan flavon.
[Sumber : Markham, 1988]
Gambar 4.7. Struktur Dasar Flavonoid
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
58
Universitas Indonesia
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian maka dapat diambil
kesimpulan bahwa:
a. Aktivitas antioksidan (IC50) dan efek sitotoksik (LC50) ekstrak metanol kasar,
fraksi n-heksana, etil asetat, butanol, dan metanol dari daun Jambo-Jambo
[Kjelbergiodendron celebicus (Koord) Merr.] berturut-turut adalah sebesar
12,59 dan 243,5 µg/mL ; 78,14 dan 214,5 µg/mL; 26,52 dan 50,84 µg/mL;
8,34 dan 228,00 µg/mL; serta 10,56 dan 168,70 µg/mL.
b. Aktivitas antioksidan tertinggi ditunjukkan oleh fraksi butanol dengan IC50
8,34 µg/mL. Sedangkan toksisitas tertinggi ditunjukkan oleh fraksi etil asetat
dengan LC50 50.84 µg/mL.
c. Senyawa kimia aktif yang diisolasi dari fraksi etil asetat diperkirakan
merupakan golongan flavonoid (flavon) dengan berat molekul sebesar 478
yang berdasarkan hasil analisis 12C-NMR memiliki atom C sejumlah 22 yang
berupa ikatan -C=C- aromatik, -C=C- alkena, metil (-CH3), metoksi (-OCH3),
-C-O- dan ikatan karbonil asam (-RCOOR) dan berdasarkan analisis FT-IR
memiliki gugus hidroksil –OH, fenol Ar-OH, karbonil C=O dan C-O-C ester.
5.2 Saran
a. Diperlukan analisis data hasil NMR lebih lanjut (HMBC, HMQC dan COSY)
untuk memastikan struktur kimia senyawa murni.
b. Diperlukan pemisahan lebih lanjut beberapa fraksi yang memiliki potensi
keaktifan terhadap aktivitas antioksidan dan toksisitas.
58
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
59
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Arts, M.J.T.J., Haenen, G.R.M.M., Voss, H.P. dan Bast, A. (2004). Antioxidant capacity of reaction products limits the applicability of the Trolox Equivalent Antioxidant Capacity (TEAC) assay. Food and Chemical Toxicology, 42, 45–49.
Bintang, Maria. (2010). Biokimia Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga, 141-148.
Blois, M.S. (1958). Antioxidant determinations by the use of a stable free radical. Nature, 181, 1199-1200.
Bozin, B., Mimica, D.N., Samojilik, I., Goran, A. dan Igic, R. (2008). Phenolics as antioxidant in garlic. Food Chemistry, 111, 925-929.
Carballo, J.L., Hernandez-Inda, Z.L., Perez, P. dan Garcia-Gravaloz, M.D. (2002) Comparison between two brine shrimp assays to detect in vitro cytotoxicity in marine natural products. BMC Biotechnology, 2, 1472-6570.
Cazes, J. (2010). Encyclopedia of Chromatography. London: CRC Press, 71-75.
Chanda, S. dan Dave, R. (2009). In vitro models for antioxidant activity evaluation some medicinal plants possessing antioxidant properties: An overview. African Journal of Microbiology Research Vol 3(13), 981-996.
Citrosupomo, Gembong. (1994). Taksonomi, Tumbuhan Obat-Obatan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 221.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Materia Medika Indonesia Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 308, 322-324, 328, 333-337.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1-33.
Farnsworth, N.R. (1966). Biological and phytochemical screening of plants. Journal of Pharmaceutical Science, 55(3), 226-276.
Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. (1986). Kimia Organik Edisi ke-3. Diterjemahkan oleh Aloysius Hadyana Pudjaatmaka Ph.D. Jakarta : Penerbit Erlangga, 315-316, 327, 354-355.
Gandjar, I.G. dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 353-359.
Gritter, J.R., Bobbit, J.M. dan Schwarting, A.E. (1991). Pengantar Kromatografi Edisi Kedua. Bandung : ITB, 107-109, 140-147, 160-163.
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
60
Universitas Indonesia
Halliwel, B. dan Gutteridge, J.M.C. (1999). Free Radical in Biology and Medicine. 3rd ed. Oxford University Press, 23-31, 105-115.
Harbone, J.B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan Edisi ke-2. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung : Penerbit ITB, 47-69, 85-88, 102-109, 123, 245.
Hardjono. (1991). Kromatografi. Yogyakarta : Liberty, 57.
Harmita dan Radji, M. (2008). Analisis Hayati. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran, 77.
Hatano, T., Kagawa, H., Yasuhara, T. dan Okuda, T. (1988). Two new flavonoids and other constituents in licorice root : their relative astringency and radical scavenging effects. Chem. Pharm. Bull., 36, 1090-2097.
Hendayana, S., Kadarohman, A., Sumarna, A.A. dan Supriatna, A. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Semarang : IKIP Semarang Press, 155-156, 189-191.
Hermanto S. 2009. Mengenal Lebih Jauh Teknik Analisis Kromatografi dan Spektroskopi. Jakarta : UIN Jakarta, 98.
Hostettmann, K., Marston A. dan Hostettmann, M. (1998). Preparative Chromatography Techniques. Berlin: Springer, 9-11.
Joon-Kwan Moon dan Takayuki Shibamoto. (2009). Antioxidant assays for plant and food components. J. Agric. Food Chemistry, 57, 1655–1666.
Kendari Pos. (2011). Eksotisme Pegunungan Mekongga : Peneliti Dalam dan Luar Negeri Tertantang untuk Menjajal Keunikannya. Kendari : Graha Pena. Edisi 31 Juli 2011.
Kazakevich Y dan Lobrutto R. (2007). HPLC for Pharmaceutical Scientists. New Jersey : John Wiley & Sons, 282.
Lenny, S. (2006). Isolasi dan Uji Bioaktivitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah dengan Metode Brine Shrimp Lethality. USU Repository. http://ww.usu.ac.id/penelitian/maserasi. diakses tanggal 26 Mei 2012.
Lindsay, S. (1992). High Performance Liquid Chrotomagraphy second edition. New York, Chihester, Brisbane, Toronto, Singapore : John Wiley & Sons, 157.
LIPI - Kebun Raya Bogor Plant List. http://www.nbinindonesia.org/krb/krbview.asp/ID=13367. Diunduh tanggal 4 februari pukul 15.00 WIB
Lopez-Alarcon, C. dan E. Lissi. (2006). A novel and simple ORAC methodology based on the interaction of pyrogallol red with peroxyl radicals. Free Rad Res, 40 (9), 979-985.
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
61
Universitas Indonesia
Markham, K.R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB, 15-35; 43-55; 85-89.
Mena, S., Ortega, A. dan Estrela, J. M. (2009). Oxidative stress in environmental-induced carcinogenesis. Mutation Research, 674, 36–44.
Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Putnam, J.E., Jacobsen L.B., Nichols, D.E. dan McLaughlin J.L. (1982). Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituents. Planta Medica, 45(5), 31-4.
Moore, J. dan Yu, L. (2007). Methods for antioxidant capacity estimation of wheat-based food products. Liangli Yu (Ed.).Wheat Antioxidants. USA : John Wiley & Sons., 22-24.
Nguyen, H. dan Widodo, S. (1999). Momordica L. In: Medicinal and Poisinous Plant Research of South-East Asia 12. De Padua L. S. N. Bunyapraphatsana and R.H. M. J. Lemmens (eds.). Pudoc Scientific Publisher, Netherland : Wageningen, 353-359.
Pokorni. (2001). Antioxidant in Food : practical applications. New York : CRC Press, 5-33.
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bali. (2006) Koleksi Pohon Sulawesi. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali – LIPI, 36-47.
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor-LIPI. (2002). Flora Sulawesi: Unik, endemik dan langka. Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor-LIPI, 17.
Pusat Penelitian Biologi-LIPI. (2011). Status Keanekaragaman Hayati Indonesia. Bogor: LIPI Press, 7.
Rita W.S., Suirta I.W. dan Sabikin A. (2008). Isolasi&Identifikasi Senyawa Yang Berpotensi aebagai Antitumor pada Daging Buah Pare (Momordica charantia L.). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. Jurnal Kimia Vol.2, ISSN 1907-9850.
Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Diterjemahkan oleh Padmawinata K. Bandung : Penerbit ITB, 191.
Rufino, M.S.M., Alves, R.E., Fernandes, F.A.N. dan Brito, E.S. (2010). Free radical scavenging behavior of ten exotic tropical fruits extracts. Food Research International, 44, 2072–2075.
Sastrohamidjojo, H. (1991). Spektroskopi. Yogyakarta : Liberty, 34-35.
Satmoko, W. (2002). Efek Toksik dan Cara Menentukan Toksisitas Bahan Kimia. Cermin Dunia Kedokteran, 135, 32-37.
Shellard, E. J. (1975). Quantitative Paper and Thin Layer Chromatography. New York : Academic Press, 157-158.
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
62
Universitas Indonesia
Shivaprasad, H.N., Mohan, S., Kharya, M.D., Shiradkar, M.R. dan Lakshman, K. (2005). In-Vitro Models For Antioxidant Activity Evaluation: A Review. Pharmaceutical Reviews, 3 (4). 2005.
Soetamaji, D.W. (1998). Peran stress oksidatif dalam patogenesis angiopati mikro dan makro DM. Medica, 5 (24), 318-325.
Stahl, E. (1985). Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung : Penerbit ITB.
Stoilova, I., Krastanov, A., Stoyanova, A., Denev, P. dan Gargova, S. (2006). Antioxidant activity of a ginger extract (Zingiber officinale). Food Chemistry, 102, 764-770.
Sudjadi. (1985). Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta : Ghalia
Indonesia, 128.
Townshend, A. (1995). Encyclopedia of Analitycal Science, Vol. 2. London : Academic Press Lnc, 714-728.
Ukra, Mark. (2008). The Ultimate Tea Diet. New York: Harper Collins ebooks,
47.
Winarsi, Hery. (2007). Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta : Kanisius, 15-17.
Wu C. (1995). Handbook of Size Exclusion Chromatography. New Jersey : Marcel Dekker, 5.
Yen, G.C. dan H.Y. Chen. (1995). Antioxidant activity of various tea extracts in relation to their antimutagenicity. J. Agric. Food. Chemistry, 27-32.
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
63
Universitas Indonesia
evaporasi
Gambar 3.1. Skema Kerja Ekstraksi dan Partisi
evaporasi
evaporasi
evaporasi
evaporasi
Ekstrak metanol (65,08 gram)
50,1 gram dipartisi dengan n-heksan dan aquadest 1:1, dipisahkan
Lapisan air
Fraksi n-heksan (5,35 gram)
Partisi dengan etil asetat 1:1
Lapisan etil asetat
Fraksi etil asetat (14,94gram)
Lapisan air
Partisi dengan butanol 1:1
Lapisan butanol Lapisan air
Fraksi butanol (6,45 gram)
Dikeringkan, ditambah
metanol, disaring
Fraksi methanol (11,84gram)
Residu (6,12gram)
Lapisan n-heksan
Maserasi, metanol
Kjelbergiodendron celebicus (Daun 600 gram)
Uji Antioksidan DPPH dan Uji Toksisitas BSLT
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
64
Universitas Indonesia
Gambar 3.2. Skema Kerja Fraksinasi dan Isolasi Senyawa Aktif
K.Kolom (Vakum) Silika
Fraksi Etil asetat (11,99 gram) IC50 =26,52 ; LC50=50,84
Skrining berdasar nilai IC50 dan LC50
Fr1 – Fr15
KLT
Reaksi semprot DPPH
6 fraksi aktif
Uji Antioksidan DPPH dan Uji Toksisitas BSLT
Fr5 (IC50=28,22; LC50=69,40)
Fr1 (IC50=29,1; LC50=135,08)
Fr12(IC5011,9; LC50=22,88)
Fr13(IC50=9,02; LC50=1146,6)
Fr15(C50=12,06;LC50=161,8)
Fraksi 11 (K. Kolom, Silika)
45 fraksi gabungan (F11.1 – F11.45)
F11.32a (11,3 mg)
Fr11.32 (73,1 g)
Kromatotron
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
65
Universitas Indonesia
Gambar 4.1. Kurva konsentrasi dan % inhibisi fraksi-fraksi hasil partisi ekstrak daun Kjelbergiodendron celebicus pada uji antioksidan
Gambar 4.2. Kurva log konsentrasi dan % mortalitas Fr11.32a fraksi-fraksi hasil partisi ekstrak daun Kjelbergiodendron celebicus pada uji
toksisitas
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
66
Universitas Indonesia
Gambar 4.3. Kurva konsentrasi dan % inhibisi Fr11.32a pada uji antioksidan terhadap radikal bebas DPPH
Gambar 4.4. Kurva log konsentrasi dan % mortalitas Fr11.32a pada uji toksisitas terhadap Artemia salina Leach
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
67
Universitas Indonesia
Tabel 4.5. Hasil uji aktivitas antioksidan dan uji toksisitas fraksi-fraksi hasil Kromatografi Kolom Cepat
Fraksi Berat (mg) IC50 (ppm) LC50 (ppm)
1 1,3 - -
2 304,4 - 287.30
3 304,1 - 112.17
4 465,5 - 188.75
5 1973,1 28,22 69.41
6 a.169,1; b.50,7 - 182.17
7 a.50,8; b.150,3 - 68.87
8 a.57,7; b.141,8 - 190.88
9 a.85,0; b.154,9 - -
10 a.37,5; b.99,98 - -
11 1573,1 29,13 135.08
12 6211,5 11,93 22.88
13 43,17 19,02 1146.58
14 5,7 - -
15 468,6 12,06 161.83
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
68
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Hasil determinasi daun Kjelbergiodendron celebicus(Koord) Merr.
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
69
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Kurva Optimasi Panjang Gelombang DPPH
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
70
Universitas Indonesia
01.8
3.65.4
7.29.0
Reten
tion T
ime (M
in)
0257.5
0102030405060708090100
% Intensity
BPI=>
NR(2.
00)
T2.2
T1.7
Lampiran 3. Spektrum LC-MS dari Fr11.32a
3.1. Kromatogram
LC MS –ESI pos ion
UHA 15 32 : Vol injection 20 ul; Flow 1 ml/min; Eluent Methanol+Water = 90+10
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
71
Universitas Indonesia
99.0
319.2
539.4
759.6
979.8
1200
.0
Mass
(m/z)
0224.1
0102030405060708090100
% Intensity
Marin
er Sp
ec /4
4:46
(T /2
.12:2
.22) -
39:4
1 (T -
2.12:
2.22)
ASC
=>NR
(2.00
)[BP =
478.6
, 224
]
478.55
332.86
448.62
977.29
624.21
449.60
333.86
203.14
114.02
1077.1
6525
.10771
.32
3.2. Spektrum massa
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
72
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Spektrum 13C NMR dari Fr11.32a
4.1. Spektrum pada konsentrasi 0 – 220 ppm
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
73
Universitas Indonesia
4.2. Spektrum pada konsentrasi 50 – 150 ppm
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
74
Universitas Indonesia
4.3. Spektrum pada konsentrasi 31-44 ppm
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
75
Universitas Indonesia
Lampiran 5. Spektrum 1H-NMR dari Fr11.32a
5.1. Spektrum pada konsentrasi 0.0 -16.0 ppm
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
76
Universitas Indonesia
5.2. Spektrum pada konsentrasi 1.0 -7.0 ppm
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
77
Universitas Indonesia
5.3. Spektrum pada konsentrasi 3.3 – 4.2 ppm
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012
78
Universitas Indonesia
5.4. Spektrum pada konsentrasi 5.2 – 6.9 ppm
Isolasi, uji..., Nurlisa Dwi Novianti, FMIPA UI, 2012