ISOLASI SOSIAL
description
Transcript of ISOLASI SOSIAL
ASUHAN KEPERAWATAN
ISOLASI SOSIAL
Dosen Pengampu : Puji Lestari S.Kep.,Ns.M.Kes
Disusun untuk memenuhi mata kuliah Neurobehaviour
Disusun Oleh :
1. Dwi Ratna Sari (010112a022)
2. Fatmawati (010112a033)
3. Era Setyawati (010112a029)
4. Imam Arip P (010112a042)
PROGAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES NGUDI WALUYO
UNGARAN
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Depkes RI (2000), kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gagasan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan
perilaku maladaptive da mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.
Menurut Balitbang (2007), merupakan upaya menghindari suatu hubungan
komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagai rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami
kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan
dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagai pengalaman.
Isolasi sosial adalah salah satu gangguan jiwa yang banyak terjadi di masyarakat
yang disebabkan oleh beberapa faktor. Maka dari itu perlu kita ketahui lebih dalam
tentang apa itu gangguan jiwa pada isolasi sosial, dan bagaimana penanganannya.
B. Identifikasi Masalah
1. Definisi isolasi sosial
2. Apa etiologi isolasi sosial
3. Apa itu faktor predisposisi isolasi sosial
4. Apa itu faktor presipitasi
5. Apa itu tanda dan gejala isolasi sosial
6. Bagaimana rentang respon isolasi sosial
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien isolasi sosial
C. Tujuan Penyusunan Makalah
Adapun maksud dari penyusunan makalah ini agar kita dapat mengetahui apa itu
isolasi sosial.
Adapun kegunaan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan dapat berguna bagi penulis sendiri dan bermanfaat serta menjadi
pedoman bagi penulis lain yang berminat menyusun makalah dengan tema yang
sama.
2. Sebagai sumbangan pemikiran atau bahan masukan khususnya bagi mata kuliah
terkait.
BAB II
ISI
A. Pengertian
Menurut Depkes RI (2000), kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gagasan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan
perilaku maladaptive da mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.
Menurut Balitbang (2007), merupakan upaya menghindari suatu hubungan
komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagai rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami
kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan
dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagai pengalaman.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), kerusakan interaksi sosial adalah satu
gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, tingkat maladaptive, dan mengganggu fungsi
individu dalam hubungan sosialnya.
Menurut Townsend (1998), kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan
dimana seseorang berpartisipasi dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas
yang tidak efektif. Klien yang mengalamai kerusakan interaksi sosial mengalami
kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah pada menarik diri.
Menurut Rawlins, 1993 dikutip Keliat (2001), menarik diri merupakan percobaan
untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan
kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak
mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 )
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang
lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towsend,1998).
B. Etiologi
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh factor presdiposisi diantaranya
perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya
diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang
lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat
menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai
berdiam diri, menghindar diri dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan.
C. Faktor Predisposisi
1. Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak dipenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan
masalah.
Tahapan perkembangan Tugas
Masa bayi Menetapkan rasa percaya
Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal
perilaku mandiri
Masa pra sekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa
tanggung jawab dan hati nurani
Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerjasama dan
berkompromi
Masa pra remaja Menjalin hubungan intim dengan teman
sesama jenis kelamin
Masa remaja Menjadi intim dengan teman lawaan jenis
atau bergantung
Masa dewasa muda Menjadi saling bergantung antara orang
tua dan teman mencari pasangan menikah
dan mempunyai anak
Masa tengah baya Belajar menerima hasil kehidupan yang
sudah di lalui
Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan
mengembangkan perasaan keterikatan
dengan budaya
Sumber: Stuart dan Sundeen (1995), hlm. 346 dikutip dalam fitria (2009)
2. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Ganguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam
berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (Double bind) yaitu suatu
keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan
dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang
menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar krluarga.
3. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu
faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini di sebabkan
oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, diamana setiap anggota keluarga
yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat
diasingkan dari lingkungan sosialnya.
4. Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang
mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada
otak seperti atropi otak, serta perhubungan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic
dan daerah kortikal.
D. Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat di timbulkan oleh faktor internal
dan eksternal seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat di kelompokan sebagai berikut:
1. Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor soaial budaya, yaitu stree yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.
2. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu sress terjadi akibat anxietas atau
kecemasan yang berkepanjangan dan terjadinya bersama dengan keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasinya. Anxietas ini dapat terjadi akibat tuntutan
untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.
E. Tanda dan Gejala
1. Menyendiri dalam ruangan
2. Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata
3. Sedih, afek datar
4. Berpikir menurut pikirannya sendiri, tindakan berulang dan tidak bermakna
5. Perhatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan usianya
6. Mengekpresikan penolakan atau kesepian terhadap orang lain
7. Tidak ada asosiasi antara ide satu dengan lainnya
8. Menggunakan kata-kata simbolik
9. Menggunakan kata yang tidak berarti
10. Kontak mata kurang
11. Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun dan berdiam
diri
F. Akibat
1. Akibat adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Sikap yang termasuk dalam
respon adaptif antara lain : menyendiri/respon dalam merenungkan apa yang telah
terjadi di lingkungan sosialnya, otonomi/kemampuan dalam menentukan dan
menyampaikan ide dan pikiran serta perasaan, bekerja sama/kemampuan saling
membutuhkan, dan interdependen/saling ketergantungan dalam hubungan
interpersonal.
2. akibat maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang menyimpang dari norma sosial dan
kehidupan di suatu tempat. Yang termasuk perilaku respon maladaptif antara lain :
Menarik diri (mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan
orang lain), ketergantungan (gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga
tergantung dengan orang lain), manipulasi (mengganggu orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam), dan curiga
(gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain).
BAB III
POHON MASALAH
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ISOLASI SOSIAL
1. Isolasi sosial yang berhubungan dengan :
Kurangnya rasa percaya kepada orang lain
Panik
Regresi ke tahap perkembangan sebelumnya
Sukar berinteraksi dengan orang lain pada masa lampau
Perkembangan ego yang lemah
Represi rasa takut
Dibuktikan oleh :
Menyendiri dalam ruangan
Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata
Sedih, afek datar
Perhatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan usianya
Berfikir menurut pikirannya sendiri, tindakan berulang dan tidak bermakna.
Mengekspresikan penolakan atau kesepian pada orang lain.
2. Kerusakan komunikasi verbal, yang berhubungan dengan :
Ketidakmampuan untuk percaya kepada orang lain
Panik
Regresi ke tahap perkembangan sebelumnya
Menarik diri
Dibuktikan oleh :
Tidak ada asosiasi antara ide satu dengan lainnya
Menggunakan kata-kata simbolik (neologisme)
Menggunakan kata yang tak berarti
Kontak mata kurang / tidak mau menatap lawan bicara.
3. Sindroma kurang perawatan diri, yang berhubungan dengan :
Menarik diri
Regresi
Panik
Ketidakmampuan mempercayai orang lain
Dibuktikan oleh :
Kesukaran mengambil makanan atau ketidakmampuan membawa makanan dari wadah ke
mulut.
Ketidakmampuan membersihkan tubuh atau bagian-bagian tubuh.
Kurangnya minat dalam memilih pakaian , kelainan kemampuan dalam berpakaian,
mempertahankan penampilan yang memuaskan.
Tidak adanya kemauan untuk melakukan defekasi atau berkemih tanpa bantuan.
Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1
Tujuan jangka pendek :
Pasien siap masuk dalam terapi aktifitas ditemani oleh seorang perawat yang dipercayainya dalam 1 minggu.Tujuan jangka panjang :
Pasien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama pasien lain dan perawat dalam
aktifitas kelompok di unit rawat inap.
Kriteria hasil yang diharapkan :
1. Pasien dapat mendemontrasikan keinginan dan hasrat untuk bersosialisasi dengan orang lain.
2. Pasien dapat mengikuti aktifitas kelompok tanpa disuruh.
3. Pasien melakukan pendekatan interaksi satu-satu dengan orang lain dengan cara yang sesuai /
dapat diterima.
Intervensi Keperawatan :
1. Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak yang sering tapi singkat.
Rasional : Sikap menerima dari orang lain akan meningkatkan harga diri pasien dan
memfasilitasi rasa percaya kepada orang lain.
2. Perlihatkan penguatan positif pada pasien.
Rasional : Pasien merasa menjadi orang yang berguna.
3. Temani pasien untuk memperlihatkan dukungan selama aktifitas kelompok yang mungkin
merupakan hal yang menakutkan atau sukar bagi pasien.
Rasional : Kehadiran seseorang yang dipercaya akan memberikan rasa aman bagi pasien.
4. Jujur dan menepati semua janji.
Rasional : Kejujuran dan rasa saling membutuhkan menimbulkan suatu hubungan saling
percaya.
5. Orientasikan pasien pada orang, waktu, tempat sesuai kebutuhannya.
6. Berhati-hatilah dengan sentuhan.
Rasional : Pasien yang curiga dapat menerima sentuhan sebagai suatu yang mengancam..
7. Diskusikan dengan pasien tanda-tanda peningkatan anxietas dan teknik untuk memutus
respon (latihan relaksasi, berhenti berfikir).
Rasional : Perilaku menarik diri dan curiga dimanifestasikan selama terjadi peningkatan
anxietas.
8. Berikan pengakuan dan penghargaan tanpa disuruh pasien dapat berinteraksi dengan orang
lain.
Rasional : Penguatan akan meningkatkan harga diri pasien dan mendorong pengulangan
perilaku tersebut.
2. Diagnosa 2
Tujuan jangka pendek :
Pasien dapat menunjukkan kemampuan untuk bertahan pada 1 topik, menggunakan ketepatan
kata, melakukan kontak mata intermiten selama 5 menit dengan perawat selama 1 minggu.
Tujuan jangka panjang :
Pasien dapat menunjukkan kemampuan dalam melakukan komunikasi verbal dengan perawat
dan sesama pasien dalam suatu lingkungan sosial dengan cara yang sesuai / dapat diterima.
Kriteria hasil yang diharapkan :
1. Pasien dapat berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti dan diterima orang lain.2. Pesan non verbal pasien sesuai dengan verbalnya.
3. Pasien dapat mengakui bahwa disorganisasi pikiran dan kelainan komunikasi verbal
terjadi pada saat adanya peningkatan anxietas.
Intervensi Keperawatan :
1. Gunakan teknik validasi dan klarifikasi untuk mengerti pola komunikasi pasien..
Rasional : Teknik ini menyatakan kepada pasien bagaimana ia dimengerti oleh orang lain,
sedangkan tanggung jawab untuk mengerti ada pada perawat.
2. Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas
Rasional : Memudahkan rasa percaya dan kemampuan untuk mengerti tindakan dan
komunikasi pasien.
3. Jelaskan kepada pasien dengan cara yang tidak mengancam bagamana perilaku dan
pembicaraannya diterima dan mungkin juga dihindari oleh orang lain.
4. Jika pasien tidak mampu atau tidak ingin bicara (autisme), gunakan teknik
mengatakan secara tidak langsung.
Rasional : Hal ini menyampaikan rasa empati, mengembangkan rasa percaya dan mendorong
pasien mendiskusikan hal-hal yang menyakitkan dirinya.
5. Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien sampai pola komunikasi yang memuaskan
kembali.
Rasional : Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas keperawatan.
3. Diagnosa 3
Tujuan jangka pendek :
Pasien dapat mengatakan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari dalam 1 minggu.Tujuan jangka panjang :
Pasien mampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan mendemontrasikan
suatu keinginan untuk melakukannya.
Kriteria hasil yang diharapkan :
1. Pasien makan sendiri tanpa bantuan.
2. Pasien memilih pakaian yang sesuai, berpakaian merawat dirinya tanpa bantuan.
3. Pasien mempertahankan kebersihan diri secara optimal dengan mandi setiap hari dan
melakukan prosedur defekasi dan berkemih tanpa bantuan.
Intervensi keperawatan :
1. Dukung pasien untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
pasien.
Rasional : Keberhasilan menampilkan kemandirian dalam melakukan aktifitas akan meningkatkan harga diri.
2. Dukung kemandirian pasien, tapi berikan bantuan saat pasien tidak dapat melakukan beberapa kegiatan.
Rasional : Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas dalam keperawatan.
3. Berikan pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuannya mandiri.
Rasional : Penguatan positif akan meningkatkan harga diri dan mendukung pengulangan perilaku yang diharapkan.
4. Perlihatkan secara konkret, bagaimana melakukakn kegiatan yang menurut pasien sulit
melakukannya.
Rasional : Penjelasan harus sesuai dengan tingkat pengertian yang nyata.5. Buat catatan secara terinci tentang makanan dan cairan.
Rasional : Informasi yang penting untuk mendapatkan gambaran nutrisi yang adekuat.6. Berikan makanan kudapan dan cairan diantara waktu makan.
Rasional : Pasien mungkin tidak mampu mentoleransi makanan dalam jumlah besar pada saat makan dan membutuhkan penambahan diluar waktu makan.
7. Jika pasien tidak makan karena curiga dan takut diracuni, berikan makanan kaleng dan
biarkan pasien sendiri yang membukanya, atau disajikan dalam kekeluargaan.
BAB V
` PENUTUP
A. Kesimpulan
Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Klien mungkin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang
berarti dengan orang lain. Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain maupun
komunikasi dengan orang lain.
B. Saran
Adapun saran yang penulis berikan agar tercapai kesehatan jiwa optimal adalah :
1. Diharapkan pada keluarga klien apabila sudah pulang maka keluarga tetap melakukan
kontrol ke RSJ.
2. Diharapkan adanya kerja sama dengan baik antara dokter, perawat dan tim medis lainnya
guna memperlancar proses keperawatan.
3. Diharapakan kepala keluarga harus sering mengunjungi klien ke RSJ karena dapa
membantu proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Direja, A .2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha medika : Yogyakarta
Kusumawati, farida, 2010.Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Salemba Medika : Jakarta
Yosep, iyus. 2009. Keperawatan jiwa , Refrika Aditama : Bandung
Dalami,Ermawati. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Cv.Trans info
Media: Jakarta
Carpenito, Lynda Juall (2000), Handbook Of Nursing Diagnosis, (Monica Ester :
Penerjemah) Philadelphia (sumber asli diterbitkan, 1999), Buku Saku Diagnosa
Keperawatan. EGC ; Jakarta.
Stuart, Gaill Wiscare (1998), Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. (Yuni. S.
hamid:penerjemah) EGC ; Jakarta.
Issacs (2004), Panduan Bealajar keperawatn Kesehatan Jiwa dan Psikiatri, Edisi 3. (Praty
Rahayuningsih, penerjemah) EGC ; Jakarta