Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

44
BAB 1 PENDAHULUAN Dislipidemia termasuk salah satu dari keadaan dimana terjadi abnormalitas kadar lemak pada penyakit metabolik seperti obesitas dan sindrom metabolik. Dislipidemia ditandai dengan kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Nilai ini diperoleh dari hasil tes fraksi lipid Dislipidemia merupakan salah satu dari sekian banyak faktor resiko utama dari penyakit kardiovaskular. Di Indonesia prevalensi dislipidemia semakin meningkat. Penelitian MONICA di Jakarta 1988 menunjukkan bahwa kadar rata-rata kolesterol total pada wanita adalah 206,6 mg/dl dan pria 199,8 mg/dl, tahun 1993 meningkat menjadi 213,0 mg/dl pada wanita dan 204,8 mg/dl pada pria. Dibeberapa daerah nilai kolesterol yang sama yaitu Surabaya (1985): 195 mg/dl, Ujung Pandang (1990): 219 mg/dl dan Malang (1994): 206 mg/dl. Apabila dipakai batas kadar kolesterol > 250 mg/dl sebagai batasan hiperkolesterolemia maka pada MONICA I terdapatlah hiperkolesterolemia 13,4 % untuk wanita dan 11,4 % untuk pria. Pada MONICA II hiperkolesterolemia terdapat pada 16,2 % untuk wanita dan 14 % pria.4 Pada penelitian yang dilakukan oleh Sudijanto Kamso dkk. (2004) terhadap 656 responden di 4 kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Padang) didapatkan keadaan dislipidemia berat (total kolesterol >240 mg/dL)pada orang berusia diatas 55 tahun didapatkan paling banyak di Padang dan Jakarta (>56%), diikuti oleh mereka yang tinggal di Bandung (52,2%) dan Yogyakarta (27,7%). Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa prevalensi dislipidemia lebih banyak didapatkan pada wanita (56,2%) dibandingkan pada pria (47%). Dari keseluruhan wanita yang mengidap dislipidemia tersebut ditemukan prevalensi dislipidemia terbesar pada rentang usia 55-59 tahun (62,1%) dibandingkan yang berada pada 1

Transcript of Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

Page 1: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

BAB 1

PENDAHULUAN

Dislipidemia termasuk salah satu dari keadaan dimana terjadi abnormalitas kadar lemak pada

penyakit metabolik seperti obesitas dan sindrom metabolik. Dislipidemia ditandai dengan kenaikan

kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida dan penurunan kolesterol HDL. Nilai ini diperoleh

dari hasil tes fraksi lipid

Dislipidemia merupakan salah satu dari sekian banyak faktor resiko utama dari penyakit

kardiovaskular.

Di Indonesia prevalensi dislipidemia semakin meningkat. Penelitian MONICA di Jakarta

1988 menunjukkan bahwa kadar rata-rata kolesterol total pada wanita adalah 206,6 mg/dl dan pria

199,8 mg/dl, tahun 1993 meningkat menjadi 213,0 mg/dl pada wanita dan 204,8 mg/dl pada pria.

Dibeberapa daerah nilai kolesterol yang sama yaitu Surabaya (1985): 195 mg/dl, Ujung Pandang

(1990): 219 mg/dl dan Malang (1994): 206 mg/dl. Apabila dipakai batas kadar kolesterol > 250 mg/dl

sebagai batasan hiperkolesterolemia maka pada MONICA I terdapatlah hiperkolesterolemia 13,4 %

untuk wanita dan 11,4 % untuk pria. Pada MONICA II hiperkolesterolemia terdapat pada 16,2 %

untuk wanita dan 14 % pria.4 Pada penelitian yang dilakukan oleh Sudijanto Kamso dkk. (2004)

terhadap 656 responden di 4 kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Padang)

didapatkan keadaan dislipidemia berat (total kolesterol >240 mg/dL)pada orang berusia diatas 55

tahun didapatkan paling banyak di Padang dan Jakarta (>56%), diikuti oleh mereka yang tinggal di

Bandung (52,2%) dan Yogyakarta (27,7%). Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa prevalensi

dislipidemia lebih banyak didapatkan pada wanita (56,2%) dibandingkan pada pria (47%). Dari

keseluruhan wanita yang mengidap dislipidemia tersebut ditemukan prevalensi dislipidemia terbesar

pada rentang usia 55-59 tahun (62,1%) dibandingkan yang berada pada rentang usia 60-69 tahun

(52,3%) dan berusia diatas 70 tahun (52,6%).4

Oleh karena itu, pencegahan faktor resiko penyakit kardiovaskular seperti obesitas,

dislipidemia dan sindrom metabolik merupakan tantangan yang sangat penting di dalam negara

berkembang.

Sindroma koroner akut (SKA) adalah istilah yang digunakan untuk kumpulan simptom yang

muncul akibat iskemia miokard akut. SKA yang terjadi akibat infark otot jantung disebut infark

miokard. Termasuk di dalam SKA adalah unstable angina pektoris, infark miokard non elevasi

segmen ST (Non STEMI), dan infark miokard elevasi segmen ST (STEMI) (Ramrakha, 2006).

Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh karena

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung. Hal ini biasanya

disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi

dan luasnya miokard infark bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah kolateral

1

Page 2: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

Menurut laporan WHO, pada tahun 2004, penyakit infark miokard akut merupakan penyebab

kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini

di seluruh dunia. Penyakit ini adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa di mana-mana.

Infark miokard akut adalah penyebab kematian nomor dua pada negara berpenghasilan rendah,

dengan angka mortalitas 2.470.000 (9,4%). Di Indonesia pada tahun 2002, penyakit infark miokard

akut merupakan penyebab kematian pertama, dengan angka mortalitas 220.000 (14%). Direktorat

Jendral Yanmedik Indonesia meneliti, bahwa pada tahun 2007, jumlah pasien penyakit jantung yang

menjalani rawat inap dan rawat jalan di rumah sakit di Indonesia adalah 239.548 jiwa. Kasus

terbanyak adalah panyakit jantung iskemik, yaitu sekitar 110,183 kasus. Case Fatality Rate (CFR)

tertinggi terjadi pada infark miokard akut (13,49%) dan kemudian diikuti oleh gagal jantung (13,42%)

dan penyakit jantung lainnya (13,37%).

2

Page 3: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Dislipidemia

2.1.1. Definisi

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipoprotein, termasuk peningkatan lipoprotein

ataupun defisiensi. Dislipidemia dapat dimanifestasikan lewat peningkatan dari kolesterol total,

kolesterol LDL dan konsentrasi trigliserid, serta penurunan konsentrasi kolesterol HDL.1

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun

penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar

kolesterol total (>240mg/dl), kolesterol LDL(>160 mg/dl), kenaikan kadar trigliserida (>200 mg/dl)

serta penurunan kadar HDL (<40 mg/dl). Dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya

mempunyai peran yang penting dan berkaitan satu dengan yang lain.2

Secara ideal pengontrolan profil lipid harus mengusahakan agar tercapai nilai triad lipid ideal.

Triad lipid ideal, terdiri dari:

1. Kolesterol total dan kolesterol LDL

Kolesterol merupakan salah satu dari komponen lemak itu sendiri. Kehadiran lemak sendiri

dalam tubuh kita sesungguhnya memiliki fungsi sebagai zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh

disamping zat gizi lainnya seperti karbohidrat, protein, vitamin dan mineral yang mempunyai fungsi

dalam tubuh yaitu untuk melapisi dinding sel tubuh, membentuk asam empedu, membentuk hormon

seksual, berperan dalam pertumbuhan jaringan saraf dan otak. Kolesterol sebanyak 75% dibentuk di

organ hati sedangkan 25% diperoleh dari asupan makanan. Kenaikan kadar kolesterol di atas nilai

normal diantaranya disebabkan oleh berlebihnya asupan makanan yang berasal dari lemak hewani,

telur dan serta makanan – makanan yang dewasa ini disebut junkfood.

LDL disebut juga β-lipoprotein yang mengandung 21% protein dan 78% lemak. LDL

dikatakan kolesterol jahat karena LDL berperan membawa kolesterol ke sel dan jaringan tubuh,

sehingga bila jumlahnya berlebihan, kolesterol dapat menumpuk dan mengendap pada dinding

pembuluh darah dan mengeras menjadi plak. Plak dibentuk dari unsur lemak, kolesterol, kalsium,

produk sisa sel dan materi-materi yang berperan dalam proses pembekuan darah. Hal inilah yang

kemudian dapat berkembang menjadi menebal dan mengerasnya pembuluh darah yang dikenal

dengan nama aterosklerosis.3

2. Trigliserida (TG)

Trigliserida adalah asam lemak dan merupakan jenis lemak yang paling banyak di dalam

darah. Kadar trigliserida yang tinggi dalam darah (hipertrigliseridemia) juga dikaitkan dengan

terjadinya penyakit jantung koroner. Tingginya trigliserida sering disertai dengan keadaan kadar HDL

rendah. Sementara yang lebih mengerikannya lagi, ditemukan pula pada kadar trigliserida diatas 500

3

Page 4: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

mg/dl dapat menyebabkan peradangan pada pankreas. Kadar trigliserida dalam darah banyak

dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat makanan dan kegemukan.3

3 Kolesterol HDL

HDL disebut juga α-lipoprotein mengandung 30% protein dan 48% lemak. HDL dikatakan

kolesterol baik karena berperan membawa kelebihan kolesterol di jaringan kembali ke hati untuk

diedarkan kembali atau dikeluarkan dari tubuh. HDL ini mencegah terjadinya penumpukkan

kolesterol di jaringan, terutama di pembuluh darah. Kadar HDL menurun biasanya terlihat pada pria,

obesitas, diabetes melitus, hipertrigliseridemia, dan lipoproteinemia sedangkan peningkatan HDL

terjadi pada wanita, penurunan berat badan, olahraga teratur, dan berhenti merokok.3

Fungsi HDL antara lain:

1. Meningkatkan sintesis reseptor LDL

2. Diduga sebagai sumber bahan pembentukan prostasiklin yang bersifat anti trombosis

3. Sebagai sumber apoprotein untuk metabolisme VLDL remnant dan kilomikron

remnant3

2.1.2.Epidemiologi

Di Indonesia prevalensi dislipidemia semakin meningkat. Penelitian MONICA di Jakarta

1988 menunjukkan bahwa kadar rata-rata kolesterol total pada wanita adalah 206,6 mg/dl dan pria

199,8 mg/dl, tahun 1993 meningkat menjadi 213,0 mg/dl pada wanita dan 204,8 mg/dl pada pria.

Dibeberapa daerah nilai kolesterol yang sama yaitu Surabaya (1985): 195 mg/dl, Ujung Pandang

(1990): 219 mg/dl dan Malang (1994): 206 mg/dl. Apabila dipakai batas kadar kolesterol > 250 mg/dl

sebagai batasan hiperkolesterolemia maka pada MONICA I terdapatlah hiperkolesterolemia 13,4 %

untuk wanita dan 11,4 % untuk pria. Pada MONICA II hiperkolesterolemia terdapat pada 16,2 %

untuk wanita dan 14 % pria.4 Pada penelitian yang dilakukan oleh Sudijanto Kamso dkk. (2004)

terhadap 656 responden di 4 kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Padang)

didapatkan keadaan dislipidemia berat (total kolesterol >240 mg/dL)pada orang berusia diatas 55

tahun didapatkan paling banyak di Padang dan Jakarta (>56%), diikuti oleh mereka yang tinggal di

Bandung (52,2%) dan Yogyakarta (27,7%). Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa prevalensi

dislipidemia lebih banyak didapatkan pada wanita (56,2%) dibandingkan pada pria (47%). Dari

keseluruhan wanita yang mengidap dislipidemia tersebut ditemukan prevalensi dislipidemia terbesar

pada rentang usia 55-59 tahun (62,1%) dibandingkan yang berada pada rentang usia 60-69 tahun

(52,3%) dan berusia diatas 70 tahun (52,6%).4

2.1.3. Klasifikasi

Dislipidemia dapat diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi fenotipik dan patologik. 5

2.1.3.1. Klasifikasi Fenotipik

Klasifikasi fenotipik pada dislipidemia dibagi atas klasifikasi berdasarkan EAS, NCEP, dan

WHO.

1. Klasifikasi EAS (European Atheroselerosis Society)

4

Page 5: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

Pada klasifikasi berdasarkan EAS, dislipidemia dibagi 3 golongan, yaitu hiperkolesterolemia

yang merujuk pada peningkatan kolesterol total, hipertrigliseridemia yang merujuk nilai trigliserida

plasma yang meninggi, dan campuran keduanya.

Tabel 1. Klasifikasi dislipidemia berdasarkan EAS.5

Peningkatan

Klasifikasi Lipoprotein Lipid Plasma

Hiperkolesterolemia LDL Kolesterol > 240 mg/dl

Disiplidemia campuran

(Kombinasi)

LDL

+

VLDL

Trigliserida > 200 mg/dl

+

Kolesterol > 240 mg/dl

Hipertrigliseridemia VLDL Trigliserida > 200 mg/dl

Sumber: European Atheroselerosis Society (EAS)

2. Klasifikasi NECP (National Cholesterol Education Program)

Kapan disebut lipid normal, sebenarnya sulit dipatok pada suatu angka, oleh karena normal

untuk seseorang belum tentu normal untuk orang lain yang disertai faktor risiko koroner multipel.

Walaupun demikian, National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP ATP

III) 2001 telah membuat satu batasan yang dapat dipakai secara umum tanpa melihat faktor risiko

Koroner. Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserid menurut NCEP

ATP III 2001 (mg/dl). 5

Interpretasi Kole sterol Total LDL

“Ideal” < 200 mg/dl < 130 mg/dl

Batas Tinggi 200-239 mg/dl 130-159 mg/dl

Tinggi > 240 mg/dl > 160 mg/dl

Tabel 2. Klasifikasi NECP (National Cholesterol Education Program)

3. Klasifikasi WHO (World Health Organization)

Klasifikasi WHO didasarkan pada modifikasi kalsifikasi Fredricson, yaitu berdasarkan pada

pengukuran kolesterol total, trigliserida, dan subkelas lipoprotein.

Fredricson Klasifikasi generik Klasifikasi

terapeutik

Peningkatan

Lipoprotein

I Dislipedemia

Eksogen

Hipertrigliseridemia

Eksogen

Kilomikron

IIa Hiperkolesterolemia Hiperkolseterolemia LDL

IIb Disiplidemia Hiperkolesterolemia LDL +VLDL

5

Page 6: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

Kombinasi Endogen

+

Disiplidemia kombinasi

III Dislipedemia remnant Hipertrigliseridemia Partikel – partikel

remnant(Beta VLDL)

IV Dislipedemia Endogen Endogen VLDL

V Dislipedemia campuran Hipertrigliseridemia

Endogen

VLDL + Kilomikron

Tabel 3. Klasifikasi dislipidemia berdasarkan kriteria WHO.

Sumber: WHO

2.1.3.2. Klasifikasi Patogenik

Sedangkan berdasarkan patologinya, dislipidemia dibagi 2, yaitu dislipidemia primer dan

sekunder.5

1. Dislipidemia Primer

Dislipidemia primer berkaitan dengan gen yang mengatur enzim dan apoprotein yang terlibat

dalam metabolisme lipoprotein maupun reseptornya. Kelainan ini biasanya disebabkan oleh mutasi

genetik. Dislipidemia primer meliputi:

• Hiperkolesterolemia poligenik

• Hiperkolesterolemia familial

• Dislipidemia remnant

• Hyperlipidemia kombinasi familial

• Sindroma Chylomicron

• Hypertrriglyceridemia familial

• Peningkatan Cholesterol HDL

• Peningkatan Apolipoprotein B

2. Dislipidemia Sekunder

Dislipidemia sekunder disebabkan oleh penyakit atau keadaan yang mendasari. Hal ini dapat

bersifat spesifik untuk setiap bentuk dislipidemia.

Tabel 4. Penyebab Umum Dislipidemia Sekunder

Hiperkolesterolemia Hipertrigliseridemi

a

Dislipidemia

Hipotiroid DM alkohol Hipotiroid

Sindrom nefrotik Obesitas Sindrom nefrotik

Penyakit hati obstruktif Gagal ginjal kronik Gagal ginjal kronik

Sumber: Buku Ajar IPD

2.1.4.Etiologi

6

Page 7: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

Etiologi dari dislipidemia dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah sebagai

berikut.5

a. Faktor jenis kelamin

Risiko terjadinya dislipidemia pada pria lebih besar daripada wanita. Hal tersebut disebabkan

karena pada wanita produktif terdapat efek perlindungan dari hormon reproduksi. Pria lebih banyak

menderita aterosklerosis, dikarenakan hormon seks pria (testosteron) mempercepat timbulnya

aterosklerosis sedangkan hormon seks wanita (estrogen) mempunyai efek perlindungan terhadap

aterosklerosis. Akan tetapi pada wanita menopause mempunyai risiko lebih besar terhadap terjadinya

aterosklerosis dibandingkan wanita premenopouse.

b. Faktor Usia

Semakin tua usia seseorang maka fungsi organ tubuhnya semakin menurun, begitu juga

dengan penurunan aktivitas reseptor LDL, sehingga bercak perlemakan dalam tubuh semakin

meningkat dan menyebabkan kadar kolesterol total lebih tinggi, sedangkan kolesterol HDL relatif

tidak berubah. Pada usia 10 tahun bercak perlemakan sudah dapat ditemukan di lumen pembuluh

darah dan meningkat kekerapannya pada usia 30 tahun.

c. Faktor Genetik

Faktor genetik merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya dislipidemia. Dalam ilmu

genetika menyebutkan bahwa gen untuk sifat – sifat tertentu (spesific – trait) diturunkan secara

berpasangan yaitu dimana diperlukan satu gen dari ibu dan satu gen dari ayah, sehingga kadar

hiperlipidemia tinggi dapat diakibatkan oleh faktor dislipidemia primer karena faktor kelainan

genetik.

d. Faktor Kegemukan

Kegemukan erat hubungannya dengan peningkatan resiko sejumlah komplikasi yang dapat

terjadi sendiri ataupun bersamaan. Kegemukan disebabkan oleh ketidakseimbangan antara energi

yang masuk bersama makanan, dengan energi yang dipakai. Kelebihan energi ini ditimbun dalam sel

lemak yang membesar. Pada orang yang kegemukan didapat output VLDL trigliserida yang tinggi dan

kadar trigliserida plasma yang lebih tinggi. Trigliserida berlebihan dalam sirkulasi juga

mempengaruhi lipoprotein lain. Bila trigliserida LDL dan HDL mengalami lipolisis, akan menjadi

small dense LDL dan HDL, abnormalitas ini secara tipikal ditandai dengan kadar kolesterol HDL

yang rendah.

e. Faktor Olah Raga

Olah raga yang teratur dapat menyebabkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan

trigliserida menurun dalam darah, sedangkan kolesterol HDL meningkat secara bermakna. Lemak

ditimbun dalam di dalam sel lemak sebagai trigliserida. Olahraga memecahkan timbunan trigliserida

dan melepaskan asam lemak dan gliserol ke dalam aliran darah.

f. Faktor Merokok

Merokok dapat meningkatkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida, dan

7

Page 8: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

menekan kolesterol HDL. Pada seseorang yang merokok, rokok akan merusak dinding pembuluh

darah. Nikotin yang terkandung dalam asap rokok akan merangsang hormon adrenalin, sehingga akan

mengubah metabolisme lemak yang dapat menurunkan kadar kolesterol HDL dalam darah.

g. Faktor Makanan

Konsumsi tinggi kolesterol menyebabkan hiperkolesterolemia dan aterosklerosis. Asupan

tinggi kolesterol dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol total dan LDL sehingga

mempunyai resiko terjadinya dislipidemia.

2.1.5. Patofisiologi

Metabolisme lipoprotein dapat dibagi atas tiga jalur yaitu jalur metabolisme eksogen , jalur

metabolisme endogen, dan jalur reverse cholesterol transport, kedua jalur utama berhubungan dengan

metabolisme kolesterol-LDL dan trigliserid, sedang jalur reverse cholesterol transport khusus

mengenai metabolisme kolesterol-HDL.

Gambar 1. Jalur Metabolisme Lipoprotein

Dikutip dari: Lipoprotein Metabolism and Lipid Management in Chronic Kidney Disease. Journal of

The American Society of Nephrology. 2007

1. Jalur metabolisme eksogen

Makanan berlemak yang dimakan terdiri atas trigliserid dan kolesterol. Selain kolesterol yang

berasal dari makanan terdapat juga kolesterol yang berasal dari hati yang diekskresi bersama empedu

ke usus halus. Lemak inilah yang disebut lemak eksogen. Trigliserid dan kolesterol dalam usus halus

akan diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus dimana trigliserid akan diserap sebagai asam

lemak bebas sementara kolesterol sebagai kolesterol. Di dalam usus halus asam lemak bebas akan

diubah lagi menjadi trigliserid, sedang kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester

dan keduanya bersama dengan fosfolipid dan apolipoprotein akan membentuk lipoprotein yang

8

Page 9: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

dikenal dengan kilomikron. Kilomikron ini akan masuk ke saluran limfe dan akhirnya melalui duktus

torasikus akan masuk ke dalam aliran darah. Trigliserid dalam kilomikron akan mengalami hidrolisis

oleh enzim lipoprotein lipase yang berasal dari endotel menjadi asam lemak bebas. Asam lemak

bebas dapat disimpan sebagai trigliserid kembali di jaringan lemak, tetapi bila terdapat dalam

jumlah yang banyak sebagian akan diambil oleh hati menjadi bahan untuk pembentukan

trigliserid hati. Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar trigliserid akan menjadi

kilomikron remnant yang mengandung kolesterol ester dan akan dibawa ke hati.

2. Jalur metabolisme endogen

Trigliserid dan kolesterol yang disintesis di hati dan disekresi ke dalam sirkulasi sebagai

lipoprotein VLDL. Apolipoprotein yang terkandung dalam VLDL adalah apolipoprotein B100. Dalam

sirkulasi, trigliserid di VLDL akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase dan VLDL

berubah menjadi IDL yang juga akan mengalami hidrolisis dan berubah menjadi LDL. Sebagian dari

VLDL, IDL, dan LDL akan mengangkut kolesterol ester kembali ke hati. LDL adalah lipoprotein

yang paling banyak mengandung kolesterol. Sebagian dari kolesterol di LDL akan dibawa ke hati dan

jaringan steroidogenik lainnya seperti kelenjar adrenal, testis, dan ovarium yang mempunyai reseptor

untuk kolesterol-LDL. Sebagian lagi dari kolesterol-LDL akan mengalami oksidasi dan ditangkap

oleh reseptor Scavenger-A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel busa (foam cell). Makin banyak

kadar kolesterol-LDL dalam plasma makin banyak yang akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh

sel makrofag. Jumlah kolesterol yang akan teroksidasi tergantung dari kadar kolesterol yang

terkandung di LDL. Beberapa keadaan mempengaruhi tingkat oksidasi seperti :

Meningkatnya jumlah small dense LDL seperti pada sindroma metabolik dan diabetes melitus

Kadar kolesterol-HDL, makin tinggi kadar kolesterol-HDL akan bersifat protektif terhadap

oksidasi LDL.

3. Jalur reverse cholesterol transport

HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol yang mengandung apolipoprotein

(apo) A, C dan E dan disebut HDL nascent. HDL nascent berasal dari usus halus dan hati,

mempunyai bentuk gepeng dan mengandung apolipoprotein A1. HDL nascent akan mendekati

makrofag untuk mengambil kolesterol yang tersimpan di makrofag. Setelah mengambil kolesterol dari

makrofag, HDL nascent berubah menjadi HDL dewasa yang berbentuk bulat. Agar dapat diambil oleh

HDL nascent, kolesterol di bagian dalam dari makrofag harus dibawa ke permukaaan membran sel

makrofag oleh suatu transporter yang disebut adenosine triphosphate-binding cassette transporter-1

atau disingkat ABC-1.

Setelah mengambil kolesterol bebas dari sel makrofag, kolesterol bebas akan diesterifikasi

menjadi kolesterol ester oleh enzim lecithincholesterol acyltransferase (LCAT). Selanjutnya sebagian

kolesterol ester yang dibawa oleh HDL akan mengambil dua jalur. Jalur pertama ialah ke hati dan

ditangkap oleh scavenger receptor class B type 1 dikenal dengan SR-B1. Jalur kedua adalah

9

Page 10: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserid dari VLDL dan IDL dengan

bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP). Dengan demikian fungsi HDL sebagai “penyerap”

kolesterol dari makrofag mempunyai dua jalur yaitu langsung ke hati dan jalur tidak langsung melalui

VLDL dan IDL untuk membawa kolesterol kembali ke hati.6

2.1.6. Kriteria Diagnostik dan Pemeriksaan Laboratorium Dislipidemia

2.1.6.1. Pedoman Klinis Kadar Lipid Sehubungan Dengan Resiko PKV5

Angka patokan kadar lipid yang memerlukan pengelolaan, penting dikaitkan dengan

terjadinya komplikasi kardiovaskuler. Dari berbagai penelitian jangka panjang di negara-negara barat,

yang dikaitkan dengan besarnya resiko untuk terjadinya PKV, dikenal patokan kadar kolesterol total

sbb:

a. Kadar yang diinginkan dan diharapkan masih aman (desirable) adalah <200 mg/dl

b. Kadar yang sudah mulai meningkat dan harus diwaspadai untuk mulai dikendalikan

(bordeline high) adalah 200-239 mg/dl

c. Kadar yang tinggi dan berbahaya bagi pasien (high) adalah > 240 mg/dl

Untuk trigliserida besamya pengaruh terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi

kardiovaskuler belum disepakati benar. NECP (National Cholesterol Education Program) tidak

memasukkan kadar trigliserida dalam anjuran pengelolaan lipid mereka. Sebaliknya kelompok

kontinental memasukkan juga faktor trigliserida dalam algoritma yang mereka anjurkan, dilandasi

oleh penelitian mereka di Eropa (studi Procam dan studi Paris).5

Di Indonesia data epidemiologis mengenai lipid masih langka, apalagi longitudinal yang

berkaitan dengan angka kesakitan atau angka kematian penyakit kardiovaskuler.

Tabel 5. Pedoman Klinis untuk Menghubungkan Profil Lipid Dengan Risiko Terjadinya PKV5

Profil Lipid Diinginkan

(mg/dl)

Diwaspadai

(mg/dl)

Berbahaya

(mg/dl)

Kolestorel total <200 200-239 >240

Kolesterol LDL

Tanpa PKV <130 130-159 >160

Dengan PKV 100

Kolesterol HDL >45 36-44 <35

Triliserida

Tanpa PKV <200 200-399 >400

Dengan PKV <150 - -

Secara klinis digunakanlah kadar kolesterol total sebagai tolak ukur, walaupun berdasarkan

patofisiologi, yang berperan sebagai faktor risiko adalah kolesterol LDL. Namun demikian, kadar

10

Page 11: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

kolesterol total dapat juga menggambarkan kadar kolesterol LDL.

Tabel 6. Kadar Kolesterol Total Dihubungkan dengan Kadar LDL5

Kolesterol Total Kolesterol LDL

240 mg/dl 160 mg/dl

200 mg/dl 120 mg/dl

160 mg/dl 100 mg/dl

2.1.6.2. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting dalam menegakkan diagnosis

dislipidemia. Parameter yang diperiksa meliputi kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol

HDL dan trigliserid.

a. Persiapan

Sebaiknya subjek dalam keadaan metabolik stabil, tidak ada perubahan berat badan, pola

makan, kebiasaan merokok, olahraga, minum kopi/alkohol dalam 2 minggu terahir sebelum

diperiksa, tidak ada sakit berat atau operasi dalam 2 bulan terakhir.

Tidak mendapat obat yang mempengaruhi kadar lipid dalam 2 minggu terakhir. Bila hal

tersebut tidak memungkinkan, pemeriksaan tetap dilakukan tetapi, dengan disertai catatan.

b. Pengambilan bahan pemeriksaan

Pengambilan bahan dilakukan setelah puasa 12-16 jam ( boleh minum air putih). Sebelum

bahan diambil subyek duduk selama 5 menit

Pengambilan bahan dilakukan dengan melakukan bendungan vena seminimal mungkin

Bahan yang diambil adalah serum.

c. Analis

Analis kolesterol total dan trigliserida dilakukan dengan metode ensimatik

Analis kolesterol HDL dan Kol-LDL dilakukan dengan metode presipitasi dan ensimatik.

Kadar kolesterol LDL sebaiknya diukur secara langsung, atau dapat juga dihitung

menggunakan rumus Friedewaid kalau kadar trigliserida < 400 mg/d, sbb:

Kadar kol. LDL = Kol.Total – kol.HDL – 1/5 trigliserida

2.1.7. Komplikasi Dislipidemia

Apabila dislipidemia tidak segera diatasi, maka dapat terjadi berbagai macam komplikasi, antara

lain: 8

1. Atherosklerosis

2. Penyakit jantung koroner

3. Penyakit serebrovaskular seperti strok

4. Kelainan pembuluh darah tubuh lainnya

5. Pankreatitis akut

11

Page 12: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

2.2. Sindrom Koroner Akut

2.2.1. Definisi

Sindrom koroner akut adalah sekumpulan keluhan gejala dan tanda klinis yang

sesuai dengan iskemia miokard akut. Sindrom koroner akut merupakan suatuspektrum

dalam perjalanan penderita penyakit jantung koroner (aterosklerosiskoroner) dapat

berupa: angina pektoris tidak stabil, infark miokard dengan non-STelevasi, infark

miokard dengan ST elevasi atau kematian jantung mendadak. 8

Tabel 7. Spektrum sindroma koroner akut

Dikutip dari: ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients

presenting without persistent ST-segment elevation. European Heart Journal. 2011; 32; 2999-3054

2.2.2. Etiologi

Tabel 8. Faktor resiko penyakit jantung koroner

Faktor resiko yang tidak dapat dirubah Faktor resiko yang dapat diubah

- usia

- jenis kelamin laki-laki

- merokok

- hipertensi

12

Page 13: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

- Riwayat keluarga

- etnis

- dislipidemia

- diabetes melitus

- obesitas dan sindrom metabolik

- stres

- diet lemak yang tinggi kalori

- inaktifitas fisik

Faktor resiko baru :

- inflamasi

-fibrinogen

- Homosistein

- stres oksidatif

Dikutip dari: Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan dan Pengobatan Terkini.

Abdul Majid. 2007

2.2.3. Patofisiologi Aterosklerosis

Penyakit arteri yang berkembang secara perlahan, dengan penebalan tunika intima terjadi

karena penumpukan fibrosa yang secara bertahap akan menyempitkan lumen dan secara bertahap

menjadi tempat perdarahan dan pembentukan trombus.

Lapisan lemak merupakan tanda awal ath, yang tampak (dapat terjadi sejak kanak – kanak).

Lapisan ini merupakan akumulasi sel besar yang mengandung lemak di subendotel (sel busa).

Selanjutnya, terbentuk plak fibrosa atau aterom, yang merupakan penyebab manifestasi klinis Ath.

Plak ini terdiri dari akumulasi monosit, makrofag, sel busa, limfosit T, jaringan ikat, debris jaringan,

dan kristal kolesterol. Plak seringkali terinfeksi oleh bakteri Chlamydia pneumoniae.

Lokasi plak yang paling sering adalah di aorta abdominalis, arteri koronaria, arteri poplitea,

dan arteriosis sirkulus serebri.

Salah satu faktor resiko Ath adalah hiperlipidemia. Sekitar 70% dari kolesterol akan

ditranspor dalam bentuk LDL dan pembentukan Ath berhubungan erat dengan peningkatan LDL.

Kelainan pada reseptor LDL akan menyebabkan Ath yang sangat dini. Faktor resiko khusus adalah

lipoprotein (a) (=LDL yang mengandung apolipoprotein Apo (a)). Apo(a) serupa dengan plasminogen

dan berikatan dengan fibrin sehingga Apo(a) dapat memiiki efek antifibrinolitik dan trombogenik.

(perannya terhadap trigliserida dan HDL)

Patogenesis Ath masih tidak dapat dijelaskan, namun kerusakan endotel (dan infeksi

klamidia?) mungkin merupakan kejadian utama dan reaksi terhadapnya pada akhirnya dapat

menyebabkan pembentukan plak. Plak biasanya terjadi di tempat dengan stres mekanik yang tinggi

(bifukarsio pembuluh darah); dengan cara yang sama hipertensi juga menjadi faktor resiko. Di antara

berbagai reaksinya adalah peningkatan ambilan lemak di dinding pembuluh darah serta adhesi

monosit dan trombosit yang dibantu oleh HoCys. Monosit akan masuk ke intima dan diubah menjadi

13

Page 14: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

makrofag. Proses ini menyebabkan pelepasan radikal O2 yang reaktif, terutama anion superadikal O2

yang reaktif. O2- ( juga dibantu oleh HoCys), yang memiliki efek perusak di sel endotel dan

menginaktifkan NO yang dibentuk oleh endotel, disepanjang perjalanannya ke endotel dan otot

pembuluh darah : NO + O2- ONOO-. Hal ini menyebabkan hilangnya aktivitas NO, yakni

penghambat adhesi trombosit dan monosit diendotel serta efek antiproliteratif dan vasodilatasi pada

otot pembuluh darah. Penghambatan vasodilatasi mendorong terjadinya spasme. Bahkan pada stadium

awal Ath, radikal O2 diubah melalui oksidasi oleh LDL yang telah memasuki endotel, dan ditempat

ini akan merangsang ekspresi molekul adhesi yang memungkinkan otot pembuluh darah

berproliferasi. Oksidasi juga menyebabkan perubahan ikatan LDL. LDL tidak lagi dikenali oleh

reseptor ApoB 100, namun dikenali oleh yang disebut reseptor scavenger yang sebagian besar

terdapat didalam makrofag. Akibatnya sekarang makrofag banyak memfagosit LDL dan akan berubah

menjadi sel busa yang menetap. Lipoprotein(a) dapat dioksidasi dan difagositosis melalui cara yang

sama. Secara bersamaan, faktor kemotaksis monosit dan trombosit akan memicu perpindahan sel otot

polos dari media ke dalam intima. Di intima sel tersebut akan dirangsang untuk berproliferasi oleh

PDGF dan berbagai faktor peningat pertumbuhan lainnya.( dari makrofag =, trombosit, endotel yang

rusak, dan sel otot sendiri). Sel otot juga akan diubah menjadi sel busa dengan mengambil LDL

teroksidasi. Sel busa akan mengambil matriks ekstrasel (kolagen, elastin, proteoglikan) yang juga

berperan dalam pembentukan aterom.

Akibat penimbunan plak adalah penyempitan lumen yang dapat menyebabkan iskemia (PJK).

Penyakit penyumbatan arteri kronis dibagian kaki dengan nyeri iskemi saat melakukan aktivitas

(klaudikasio intermiten). Akibat lain adalah kekakuan dinding pembuluh darah (kalsifikasi),

pembentukan trombus yang menyumbat lumen yang tersisa dan dapat menyebabkan emboli perifer

(infark serebri, stroke) serta perdarahan kedalam plak (penyempitan tambahan oleh hematoma) dan

dinding pembuluh darah.karena melemah, dinding dapat melebar (aneurisma) dan bahkan mengalami

ruptur dengan menimbulkan perdarahan, yang berbahaya ke jaringan sekitarnya, misalnya aorta atau

pembuluh darah otak.9

2.2.3. Klasifikasi

2.2.3.1. Angina pektoris tak stabil

Definisi

Angina pektoris adalah nyeri dada intermitten yang disebabkan oleh iskemia miokardium

yang reversibel dan sementara. Diketahui terbagi atas tiga varian utama angina pektoris: angina

pektoris tipikal (stabil), angina pektoris prinzmetal (varian), dan angina pektoris tak stabil. Pada

pembahasan ini akan lebih difokuskan kepada angina pektoris tidak stabil.10

Angina pektoris tak stabil ditandai dengan nyeri angina yang frekuensi nya meningkat.

Serangan cenderung di picu oleh olahraga yang ringan, dan serangan menjadi lebih intens dan

berlangsung lebih lama dari angina pektoris stabil. Angina tak stabil merupakan tanda awal iskemia

miokardium yang lebih serius dan mungkin ireversibel sehingga kadang-kadang disebut angina pra

14

Page 15: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

infark. Pada sebagian besar pasien, angina ini di picu oleh perubahan akut pada plak di sertai

trombosis parsial, embolisasi distal trombus dan/ atau vasospasme. Perubahan morfologik pada

jantung adalah arterosklerosis koroner dan lesi terkaitnya.10

Epidemiologi

Di Amerika serikat setiap tahun, 1 juta pasien di rawat di rumah sakit karena angina pek toris tak

stabil; dimana 6 sampai 8 persen kemudian mendapat serangan infark jantung yang tidak fatal atau

meninggal dalam satu tahun setelah diagnosis di tegak kan.11

Patogenesis Penyakit

1. Ruptur plak

Ruptur plak arterosklerotik dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak stabil, sehingga

tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelunya mempunyai

penyempitan yang mininal. Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami ruptur sebelumnya

mempunyai penyempitan 50% atau kurang, dan pada 97% pasien dengan angina tak stabil

mempunyai penyempitan kurang dari 70%. Plak arterosklerotik terdiri dari inti yang mengandung

banyak lemak dan pelindung jaringan fibrotic (fibrotic cap).Plak tidak stabil terdiri dari inti yang

banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi

plak yang berdekatan dengan intima yang normal atau pada bahu dari timbunan lemak. Kadang-

kadang keretakan timbul pada dinding plak yang paling lemah karena adanya enzim protease

yang di hasilkan makrofag dan secara enzimatik melemahkan dinding plak (fibrous cap).

Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan

aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark

dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100% dan hanya

menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.11

2. Trombosis dan agregasi trombosit

Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu dasar terjadinya angina tak

stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu di sebabkan karena interaksi yang terjadi

antara lemak, sel otot polos dan sel busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan

ekspresi faktor jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor jaringan

berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi enzimatik yang menghasilkan

pembentukan trombin dan fibrin.11

3. Vasospasme

Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina tak stabil. Di

perkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan

dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Spasme yang

terlokalisir seperti pada angina prinzmetal juga menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme

sering kali terjadi pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.11

4. Erosi pada plak tanpa ruptur

15

Page 16: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

Terjadinya penyempitan juga dapat di sebabkan karena terjadinya proliferasi dan migrasi dari

otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel; adanya perubahan bentuk dari lesi karena

bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan

keluhan iskemia.11

Diagnosis Dan Pemeriksaan Penunjang

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang bertambah

dari biasa. Nyeri dada pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu

istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak nafas,

mual sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan fisik sering kali tidak

ada yang khas.

Pemeriksaan penunjang

Elektrokardiografi (EKG)

Pemeriksan laboratorium

Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah di terima sebagai pertanda paling

penting.

Penatalaksanaan Angina Pektoris Tak Stabil

1. Tindakan umum

Pasien perlu perawatan di rumah sakit sebaiknya di unit intensif koroner, pasien perlu

di istirahatkan (bed rest), di beri penenang dan oksigen; pemberian morfin atau petidin perlu

pada pasien yang masih merasakan nyeri dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin.11

2. Terapi medikamentosa

Obat anti iskemia

Nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium.

Obat anti agregasi trombosit

Aspirin, tiklodipin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein IIb/ IIIa

Obat anti trombin

Unfractionnated Heparin , low molecular weight heparin

Direct trombin inhibitors

3. Tindakan revaskularisasi pembuluh darah

Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien dengan iskemia berat,

dan refrakter dengan terapi medikamentosa.

Pada pasien dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3 pembuluh

darah, bila di sertai faal ventrikel kiri yang kurang, tindakan operasi bypass (CABG) dapat

memperbaiki harapan, kualitas hidup dan mengurangi resiko kembalinya ke rumah sakit. Pada

tindakan bedah darurat mortalitas dan morbiditas lebih buruk daripada bedah elektif. Pada

16

Page 17: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan pada satu atau dua

pembuluh darah atau bila ada kontra indikasi pembedahan, PCI merupakan pilihan utama.

Pada angina tak stabil perlunya dilakukan tindakan invasif dini atau konservatif

tergantung dari stratifikasi risiko pasien; pada resiko tinggi, seperti angina terus-menerus,

adanya depresi segmen ST, kadar troponin meningkat, faal ventrikel yang buruk, adanya

gangguan irama jantung seperti takikardi ventrikel, perlu tindakan invasif dini.11

b. ST-elevation myocard infarct (STEMI)

Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium akibat

iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan jantung”, merupakan penyebab tunggal

tersering kematian diindustri dan merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara

maju.10

Epidemiologi STEMI

Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju. Laju

mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum

pasien mencapai rumah sakit. Angka kejadian NSTEMI lebih sering di bandingkan dengan STEMI.10

Patofisiologi STEMI

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi

trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang

berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral

sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injury

vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,hipertensi dan akumulasi

lipid.

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau

ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural

pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak

koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid

rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya

menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik.

Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin, serotonin)

memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboxan A2

(vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor

glikoprotein IIb/IIIa.

Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen

asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan

fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda

secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi.

17

Page 18: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang rusak. Faktor

VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin, yang kemudian

mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami

oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat

juga disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit

inflamasi sistemik.12

Gambar. Sindrom Koroner Akut

Diagnosis Dan Pemeriksaan

Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri dada yang di alami

pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri dada tipikal (angina). Faktor resiko

seperti hipertensi,diabetes melitus, dislipidemia, merokok, serta riwayat penyakit jantung koroner di

keluarga.12

Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti

aktivitas fisik berat, stress, emosi, atau penyakit medis lain yang menyertai. Walaupun STEMI bisa

terjadi sepanjang hari atau malam, tetapi variasi sirkadian di laporkan dapat terjadi pada pagi hari

dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkali ektremitas

pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat di

curigai kuat adanya STEMI. Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop,

penurunan intensitas jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan

murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara.12

Selain itu diagnosis STEMI ditegakan melalui gambaran EKG adanya elevasi ST kurang

lebih 2mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau kurang lebih 1mm pada 2

sadapan ektremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat

diagnosis.12

18

Page 19: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

Penatalaksanaan STEMI

Tatalaksana di rumah sakit

ICCU; Aktivitas, Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama. Diet, karena resiko muntah

dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut

dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup lemak < 30% kalori total dan kandungan kolesterol

<300mg/hari. Menu harus diperkaya serat, kalium, magnesium, dan rendah natrium.

Bowels, istirahat di tempat tidur. Penggunaan narkotik sering menyebabkan efek konstipasi

sehingga di anjurkan penggunaan pencahar ringan secara rutin.

Sedasi, pasien memerlukan sedasi selama perawatan, untuk mempertahankan periode

inaktivasi dengan penenang.12

Terapi farmakologis

• Fibrinolitik

• Antitrombotik

• Inhibitor ACE

• Beta-Blocker

c. Non ST-elevation myocard infarct (NSTEMI)

Epidemiologi NSTEMI

Gejala yang paling sering di keluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang

paling sering di dapatkan pada pasien yang datang ke IGD , di perkirakan 5,3 juta kunjungan / tahun.

Kira-kira 1/3 darinya di sebabkan oleh unstable angina / NSTEMI, dan merupakan penyebab

tersering kunjungan ke rumah sakit pada penyakit jantung. Angka kunjungan untuk pasien unstable

angina / NSTEMI semakin meningkat sementara angka STEMI menurun.13

Patofisiologi

NSTEMI dapat di sebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan

oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau

proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner di awali dengan adanya ruptur plak

yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot

polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang

cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang

tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat di jumpai sel makrofag dan limfosit T yang menunjukan adanya

proses inflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6.

selanjutnya IL-6 kan merangsang pengeluaran hsCRP di hati.13

Diagnosis Dan Pemeriksaan NSTEMI

Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti

19

Page 20: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

di peras, perasaan seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul,rasa penuh, berat atau tertekan,

menjadi persentasi gejala yang sering di temukan pada penderita NSTEMI. Gejala tidak khas seperti

dispnea, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi

dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.

Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan hal penting yang

menentukan resiko pada pasien.

Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard yang lebih di sukai, karena

lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CK-MB. Pada pasien dengan infark

miokard akut, peningkatan awal troponin pada daerah perifer setelah 3-4 jamdan dapat menetap

sampai 2 minggu.13

Penatalaksanaan NSTEMI

Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi

segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi harus dipertimbangkan pada setiap

pasien NSTEMI yaitu:

Terapi antiiskemia

Terapi anti platelet/antikoagulan

Terapi invasif (kateterisasi dini/ revaskularisasi)

Perawatan sebelum meninggalkan RS dan sesudah perawatan RS.

Komplikasi Sindroma Koroner Akut

1. Syok Kardiogenik

2. Aritmia Malignant

3. Gagal Jantung

4. Mechanical ruptur, MR akut, VSD

5. Gangguan Hantaran

2.2.4. Diagnosis SKA

Berdasarkan keluhan khas angina umumnya. Terkadang pasien tidak ada keluhan angina

namun sesak nafas atau tidak khas seperti nyeri epigastrik atau sinkope yang disebut angina

equivalen. Hal ini diikuti perubahan EKG dan atau perubahan enzim jantung. Pada beberapa kasus,

keluhan pasien, gambaran awal EKG dan pemeriksaan laboratorium enzim jantung awal tidak bisa

menyingkirkan adanya SKA, oleh karena perubahan EKG dan enzim baru dapat terjadi setelah

beberapa jam kemudian. Pada kondisi ini diperlukan pengamatan secara serial sebelum

menyingkirkan diagnosis SKA.14

Gejala

20

Page 21: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

Gejala – gejala umum iskemi dan infark miokardium adalah nyeri dada retrosternal. Pasien

sering kali merasa dada ditekan atau dihimpit lebih dominan dibanding rasa nyeri. Yang perlu

diperhatikan dalam evaluasi keluhan nyeri dada iskemik SKA adalah:

1. Lokasi nyeri : retrosternal dan pasien sulit melokalisir nyeri

2. Deskripsi nyeri: rasa berat seperti terhimpit, ditekan atau diremas, rasa tersebut lebih

dominan dibandingkan rasa nyeri. Perlu diwaspadai juga bila pasien mengeluh nyeri

epigastrik, sinkope, atau sesak nafas ( angina equivalen)

3. Penjalaran nyeri : ke lengan kiri, bahu, punggung, leher rasa tercekik atau rahang bawah (

rasa ngilu) kadang penjalaran ke lengan kanan atau keduanya.

4. Lama nyeri : nyeri SKA lebih dari 20 menit

5. Gejala sistemik: disertai keluhan seperti mual, muntah, atau keringat dingin

Hal – hal dapat menyerupai nyeri dada iskemia:

o Diseksi aorta

o Emboli paru akut

o Efusi perikardial akut dnegan temponade jantung

o Tension pneumothorax

o Pericarditis

o GERD

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada SKA umumnya normal. Terkadang pasien terlihat cemas, keringat

dingin, atau didapat tanda komplikasi berupa takipneu, takikardi – bradikardi, adanya galop S3, ronki

basah halus diparu, atau terdengar bising jantung ( murmur). Bila tidak ada komplikasi hampir tidak

ditemukan kelainan yang berat.

Elektrokardiogram

Pemeriksaan EKG merupakan pemeriksaan penunjang penting dalam diagnosis SKA untuk

menentukan tatalaksana selanjutnya. Berdasarkan gambaran EKG pasien SKA dapat diklasifikasikan

dalam 3 kelompok:

1. Elevasi segmen ST atau LBBB (left bundle branch block) yang dianggap baru.

Didapatkan gambaran elevasi segmen ST minimal di dua lead yang berhubungan.

2. Depresi segmen ST atau inversi gelombang T yang dinamis pada saat pasien mengeluh

nyeri dada.

3. EKG non diagnostik baik normal ataupun hanya ada perubahan minimal

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk menilai adanya tanda nekrosis miokardium seperti CKMB,

Troponin T dan I serta Mioglobin dipakai untuk menegakkan diagnostik SKA. Troponin lebih dipiih

karena lebih sensitif daripada CKMB. Troponin juga berguna untuk diagnosis, stratifikasi resiko, dan

21

Page 22: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

menentukan prgnosis. Troponin yang meningkat dihubungkan dengan peningkatan resiko kematian.

Pada pasien dengan STEMI, reperfusi tidak boleh ditunda hanya untuk menunggu enzim jantung.

-Mioglobin merupakan suatu protein yang dilepaskan dari sel miokardium yang mengalami

kerusakan, dapat meningkat setelah jam – jam awal terjadinya infark dan mencapai puncak pada jam

1 s/d ke 4 dan tetap tinggi sampai 24 jam.

-CKMB merupakan isoenzim dari creatinin kinase, yang merupakan konsentrasi terbesar dari

miokardium. Dalam jumlah kecil CKMB juga dapat dijumpai di otot rangka, usus kecil atau

diapragma. Mulai meningkat 3 jam setelah infark dan mencapai puncak 12 – 14 jam. CKMB akan

mulai menghilang dalam darah 48 – 72 jam setelah infark.

- Troponin mengatur interaksi kerja aktin dan myosin dalam otot jantung dan lebih spesifik dari

CKMB. Mempunyai dua bentuk troponin T dan I. Enzim ini mulai meninkat pada jam 3 s/d 12 jam

setelah onset iskemik. Mencapai puncak pada 12 – 24 jam dan masih tetap tinggi sampai hari ke 8 –

21 (trop T) dan 7 – 14 hari ( trop I). Peningkatan enzim ini berhubungan dengan bukti adanya nekrosis

miokard dan menunjukkan prognosis yang buruk pada SKA.

2.2.5. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering adalah gangguan irama dan gangguan pompa jantung.

Gangguan irama dapat bersifat fatal bila menyebabkan henti jantung, misalnya pada VF atau VT tanpa

nadi. Komplikasi gangguan pompa jantung dapat menyebabkan gagal jantung akut. Komplikasi gagal

jantung pada ACS STEMI diklasifikasikan dalam klasifikasi KILLIP. Berikut ini klasifikasi Killip dan

kaitan dengan mortalitas di RS

Kelas Killip Mortalitas RS (%)

I Tidak ada komplikasi 6

II HF ringan, ronchi, S3,

tanda bendungan paru

17

III Edema paru 38

IV Shock Kardiogenik 81

2.2.6. Tata Laksana

Secara umum tatalaksana STEMI dan NSTEMI hampir sama baik pre maupun hospital hanya

berbeda dalam strategi reperfusi terapi, dimana STEMI lebih ditekankan untuk segera melakukan

reperfusi baik dengan medikamentosa (trombosis) atau intervensi ( percutaneus coronary intervention

– PCI). Berdasarkan International Consensus on Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency

Cardiovascular Care Science With Treatment Recomendation (AHA/ACC) tahun 2010, sangat

ditekankanwatu efektif reperfusi terapi. Bila memungkinkan trombolisis dilakukan saat prehospital

untuk menghemat waktu.

Tatalaksana SKA dibagi atas:

o Prehospital

22

Page 23: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

o Hospital

Prehospital

o Monitoring dan amankan ABC. Persiapkan RJP dan defibrilasi

o Berikan aspirin dan pertimbangkan oksigen, nitrogliserin dan morfin jika diperlukan

o Pemeriksaan EKG 12 lead dan interpretasi

o Lakukan pemberitahuan ke RS untuk melakukan persiapan penerimaan pasien dengan

STEMI

o Bila akan diberikan fibrinolitik prehospital lakukan check – list terapi fibrinolitik

Hospital

o Ruang gawat darurat

Penilaian awal di IGD (<10menit)

Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen

Pasang intravena

Lakukan anamnesis singkat, terarah dan pemeriksaan fisik

Lengkapi check – list fibrinolitik, cek kontraindikasi

Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit dan pembekuan darah

Pemeriksaan sinar X ( < 30menit setelah pasien sampai di IGD)

Terapi awal di IGD

Segera berikan oksigen 4 L/menit kanul nasal, pertahankan saturasi O2

>90%

Berikan aspirin 160 – 325 mg

Nitrogliserin sublingual atau semprot

Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang dengan nitrogliserin

o Diagnosis sindroma koroner akut

STEMI

Pasien dengan SKA STEMI biasanya terjadinye penyumbatan yang

lengkap pada arteri koroner epikardial

Pengobatan utama pada SKA STEMI adalah terapi reperfusi segera yang

dapat dilakukan dengan fibrinolitik atau PCI primer

Reperfusi terapi pada SKA STEMI merupakan perkembangan yang

sangat penting dalam pengobatan penyakit kardioaskuler saati ini. Terapi

fibrinolitik segera atau kateterisasi langsung reperfusi sudah merupakan

standar pengobatan pasien STEMI yang onset serangan masih dalam 12

jam dan tidak terdapat kontraindikasi. Terapi reperfusi mengurangi

mortalitas dan menyelamatkan jantung. Makin pendek waktu reperfusi

manfaatnya makin besar.

23

Page 24: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

Unstable Angina Pectoris / NSTEMI

Pertimbangkan strategi invasif segera apabila neri dada refrakter, ST

deviasi persisten atau berulang, ventrikel takikardi, hemodinamik tidak

stabil, atau didapatkan tanda gagal jantung

Mulai terapi untuk SKA seperti nitrogliserin, heparin, penyekat beta,

clopidogrel, penyekat glycoprotein Iib/IIIa

Rawat dengan monitoring dan nilai status resiko

SKA risiko rendah atau sedang ( normal EKG atau perubahan segmen ST-T non

diagnostik)

Lakukan pemeriksaan enzim jantung serial

Ulang EKG dan lakukan monitoring EKG kontinyu bila memungkinkan

Pertimbangkan pemeriksaan non invasif

Bila kemudian tidak ditemukan bukti iskemia atau infark dengan tes yang

diakukan, maka pasien dapat dipulangkan dengan tindak lanjut nantinya.

Terapi Inisial pada SKA

o Oksigen

Oksigen harus diberikan pada semua pasien dengan sesak nafas, tanda gagal jantung,

syok, atau saturasi O2 < 94%. Monitoring non invasif tentang kada oksigen darah akan sangat

bermanfaat untuk mengetahui apakah perlu diberikan oksigen pada pasien. Penelitian

menunjukkan pemberian oksigen mampu mengurangi ST elevasi pada infark anterior.

Berdasarkan konsensus, dianjurkan memberikan oksigen dalam 6jam pertama terapi.

Pemberian oksigen lebih dari 6 jam secara klinis tidak bermanfaat, kecuali pada keadaan

seperti :

Pasien dengan nyeri dada menetap atau berulang atau hemodinamik yang tidak

stabil

Pasien dengan tanda bendungan paru

Pasien dengan saturasi oksigen <90%

o Aspirin

Aspirin direkomendasikan kepada semua pasien SKA kecuali terdapat kontraindikasi

dan diberikan 160 – 325 mg dikunyah untuk pasien yang belum mendapat aspirin dan tidak

ada riwayat alergi dan tidak ada bukti perdarahan lambung saat pemeriksaan. Aspirin dapat

menurunkan reokulasi koroner dan berulangnya kejadian iskemik setelah terapi fibrinolitik.

Pengguanaan aspirin supositoria dapat dilakukan pada pasien dengan mual, muntah atau ulkus

peptik, atau gangguan pada saluran pencernaan atas. Dosis pemeliharaan 75 – 100 mg/hari.

o Nitrogliserin

Dapat diberikan tablet nitrogiserin sublingual sampai 3 kali dengan interval 3 – 5

24

Page 25: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

menit jika tidak terdapat kontraindikasi. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan

keadaan hemodinamik tidak stabil. TD < 90 mmHg atau ≥30mmHg lebih rendah dari

pemeriksaan TD awal (jika dilakukan), bradikardia < 50 x/menit atau takikardi >100x/menit

tanpa adanya gagal jantung dan adanya infark ventrikel kanan. Nitrogliserin adalah

venodilator dan pengguanaannya harus berhati – hati pada keadaan pasien yang menggunakan

obat penghambat fosfodiesterase (contoh : viagra) dalam waktu < 24 jam.

o Analgetik

Analgetik terpilih pada pasien SKA adalah morfin. Pemberian morfin dilakukan jika

pemberian nitrogliserin sublingual atau semprot tidak respon. Morfin merupakan pengobatan

yang cukup penting pada SKA oleh karena:

o Menimbulkan efek analgesik pada SSP yang dapat mengurangi aktivasi

neurohormonal dan menyebabkan pelepasan katekolamin

o Menghasilkan venodilatasi yang akan mengurangi beban ventrikel kiri dan

mengurangi kebutuhan oksigen.

o Menurunkan tahanan vaskuler sistemik, sehingga mengurangi afterload ventrikel

kiri

o Membantu redistribusi volume darah pada edema paru akut

o Clopidogrel dan antiplatelet lain

Clopidogrel (antiagregasi platelet) terutama bermanfaat pada pasien STEMI dan

NSTEMI risiko sedang sampai tinggi dengan dosis pertama (loading dose) 300mg yang

dilanjutkan dengan dosis peeliharaan 75 mg. Untuk pasien yang dipersiapkan untuk invasif

terapi diberikan dosis 600mg.

Terapi Reperfusi pada STEMI

Reperfusi pada pasien SKA akan mengembalikan aliran koroner pada arteri yang

berhubungan dengan area infark, mengrangi ukuran infark, dan menurunkan mortalitas jangka

panjang. Fibrinolitik berhasil mengembalikan aliran normal koroner pada 50 – 60 % kasus.

Sedangkan PCI dapat engembalikan aliran normal 90% kasus dan manfaat ini lebih besar didapatkan

pada pasien dengan syok kardiogenik. PCI juga menurunkan risiko perdarahan intrakranial dan strok.

Pada SKA STEMI dan LBBB baru atau dugaan baru, sebelum melakukan terapi reperfusi

harus dilakukan evaluasi seperti berikut:

Langkah 1:

o Nilai waktu onset serangan

o Resiko STEMI

o Resiko fibrinolisis

o Waktu yang diperlukan dari transportasi kepada ahli intervensi yang tersedia

Langkah 2:

25

Page 26: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

o Strategi terapi reperfusi (fibrinolisis atau invasif)

o Terapi fibrinolitik

o Terapi fibrinolitik

Pengobatan fibrinolisis lebih awal (door – drug < 30 menit) dapat membatasi luasnya

infark, fungsi ventrikel normal dan mengurangi angka kematian. Beberaa jenis obat

fibrinolitik misalnya Alteplase recombinant (Activase), Reteplase, Tenecplase, dan

Streptokinase (Streptase). Di Indonesia umumnya tersedia Streptkinase dengan dosis

pemberian sebesar 1,5 juta U, dilarutkan dalam 100cc NaCl 0,9% atau dextrose 5% diberikan

secara infus selama 30 – 60 menit.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada fibrinolitik adaah :

o Fibrinolisis bermanfaat diberikan pada pasien

o ST elevasi atau perkiraan LBBB baru

o Infark miokard yang luas

o Pada usia muda dengan resiko perdarahan intraserebral yang lebih rendah

o Fibrinolisis kurang bermanfaat pada

o Onset serangan setelah 12 – 24 jam atau infark kecil

o Pasien usia > 75 tahun

o Fibrinolisis mungkin berbahaya pada

o Depresi segmen ST

o Onset lebih 24 jam

o Pada TD tinggi ( TD sistolik > 175mmHg)

Kontraindikasi absolut terapi fibrinolitik adalah:

o Perdarahan intrakranial kapanpun

o Stroke iskemik kurang dari 3 bulan dan lebih dari 3 jam

o Kecurigaan diseksi aorta

o Tumor intrakranial

o Adanya kelainan struktur vaskular serebral (AVM)

o Perdarahan internal aktif atau gangguan sistem pembekuan darah

o Cedera kepala tertutup atau cedera wajah dalam 3 bulan terakhir

Kontraindikasi relatif terapi fibrinolitik adalah

o Tekanan darah yang tidak terkontrol

o TD sistolik > 180mmHg, TD diastolik >110mmHg

o Riwayat stroke iskemik > 3 bulan, demensia

o Trauma atau RJP lama (>10menit) atau operasi besar < 3 bulan

o Perdarahan internal dalam 2 – 4 minggu

26

Page 27: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

o Penusukan pembuuh darah yang sulit dilakukan penekanan

o Pernah mendapat streptokinase/ anistreplase 5 hari yang lalu atau lebih atau

riwayat alergi terhadap obat tersebut

o Hamil

o Ulkus peptikum aktif

o Sedang menggunakan antikoagulan dengan hasil INR tinggi

o Tindakan percutaneous coronary intervention (PCI)

Angioplasti koroner dengan atautanpa pemasangan stent adalah terapi pilihan pada

tatalaksana STEMI bila dapat dilakukan kontak doctor – balloon atau door – ballon <90menit

pada pusat kesehatan yang mempunyai fasilitas PCI terlatih.

Pilihan untuk PCI primer efektif dilaksanakan pada pasien:

o Syok kardiogenik

o STEMI usia > 75 tahun dan syok kardiogenik

o Pasien kontraindikasi fibrinolisis

Terapi Fibrinolisis Terapi Invasif (PCI)

o Onset < 3 jam

o Terapi invasif bukan pilihan (tidak ada

akses ke fasilitas PCI atau akses vaskular

sulit) atau akan menimbulkan penundaan

o Kontak medik – balloon atau door

ballon > 90 menit

o (door – ballooon) minus (door –

needle) lebih dari 1 jam

o Tidak ada kontraindikasi fibrinolisis

o Onset > 3 jam

o Tersedia ahli PCI

o Kontak medik – balloon atau door

ballon < 90 menit

o (door – ballooon) minus (door –

needle) < 1 jam

o Kontraindikasi fibrinolisis, termasuk

risiko perdarahan dan perdarahan

intraserebral

o STEMI risiko tinggi (CHF, Killip ≥3)

o Diagnosis STEMI diragukan

o Antikoagulan

Antikoagulan diberikan pada SKA NSTEMI bersama antiplatelet baik yang

konservatif terapi maupun yang akan dilakukan intervensi koroner, enoxaparin atau

fondaparinux merupakan pilihan antikoagulan di samping yang UFF (unfraxionated heparin)

Pada pasien dengan SKA NSTEMI dan gangguan fungsi ginjal bivalirudin atau UFH

dapat menjadi pilihan. Sedangkan pada STEMI yang mendapatkan trombolisis juga

dilanjutkan dengan pemberian enoxaparin, UFH atau fondaparinux. Pada STEMI yang akan

27

Page 28: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

diakukan intervensi korner enoxaparin cukup efektif dan aman sama dengan pemberian UFH.

o Trapi Tambahan

Antiaritmia

Tidak diberikan sebagai terapi rutin pada SKA STEMI yang bertujuan untuk

profiaksis.

Penyekat beta

Pemberian penyekat beta intravena tidak diberikan secara rutin pada pasien SKA,

hanya diberikan bila terdapat takikardi dan hipertensi.

ACEI

Pemberian statin intensif diberikan segera setelah onset SKA dalam rangka

menstabilkan plak.

Tatalaksana NSTEMI

Setelah dilakukan tata laksana seperti halnya tata lasana SKA STEMI (kecuali tanpa pemberian

trombolisis). Perlu dilakukan penilaian stratifikasi risiko untuk menentukan apakah perlu segera

dilakukan revaskularisasi invasif atau tidak.

Untuk stratifikasi risiko tinggi perlu segera dilakukan revaskularisasi intervensi. Yang termasuk

risiko tinggi:

1. Angina yang berulang, angina saat istirahat atau angina yang muncul pada aktivitas ringan

(low level)

2. Angina atau iskemi dengan keluhan gagal jantung, gallop S3, edema paru, adanya ronki atau

adanya regurgitasi mitral baru atau makin memburuk

3. Peningkatan troponin I atau T

4. Terdapat ST depresi baru atau diduga baru

5. Depresi fungsi sistolik LV (EF<40%)

6. Gangguan hemodinamik

7. Sustain VT

8. Riwayat PCI 6 bulan sebelumnya

9. Riwayat CABG

Merupakan indikasi kelas I untuk dilakukan PCI atau CABG.

28

Page 29: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

BAB 3

KESIMPULAN

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipoprotein, termasuk peningkatan lipoprotein

ataupun defisiensi. Dislipidemia dapat dimanifestasikan lewat peningkatan dari kolesterol total,

kolesterol LDL dan konsentrasi trigliserid, serta penurunan konsentrasi kolesterol HDL. Klasifikasi

dislipidemia teridiri dari klasifikasi fenotipik (EAS, NCEP, dan WHO) dan klasifikasi patogenik

(dislipidemia primer, dislipidemia sekunder). Etiologi dilihat dari faktor jenis kelamin,usia, genetic,

kegemukan,olah raga, merokok dan makanan. Metabolisme lipoprotein dapat dibagi atas tiga jalur

yaitu jalur metabolisme eksogen , jalur metabolisme endogen, dan jalur reverse cholesterol transport,

kedua jalur utama berhubungan dengan metabolisme kolesterol-LDL dan trigliserid, sedang jalur

reverse cholesterol transport khusus mengenai metabolisme kolesterol-HDL. Komplikasi dislipidemia

diantaranya atherosclerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular seperti strok, kelainan

pembuluh darah tubuh lainnya, pankreatitis akut.

Sindrom koroner akut adalah sekumpulan keluhan gejala dan tanda klinis yang

sesuai dengan iskemia miokard akut. Sindrom koroner akut merupakan suatuspektrum

dalam perjalanan penderita penyakit jantung koroner (aterosklerosiskoroner) dapat

berupa: angina pektoris tidak stabil, infark miokard dengan non-STelevasi, infark

miokard dengan ST elevasi atau kematian jantung mendadak. SKA diawali oleh terjadinya

aterosklerosis yaitu penyakit arteri yang berkembang secara perlahan, dengan penebalan tunika intima

terjadi karena penumpukan fibrosa yang secara bertahap akan menyempitkan lumen dan secara

bertahap menjadi tempat perdarahan dan pembentukan trombus. Diagnosa berdasarkan dari klinis

nyeri dada retrosternal, pasien sering kali merasa dada ditekan atau dihimpit lebih dominan dibanding

rasa nyeri. EKG merupakan pemeriksaan penunjang penting dalam diagnosis SKA SKA dapat

diklasifikasikan dalam 3 kelompok: Elevasi segmen ST atau LBBB (left bundle branch block) yang

dianggap baru (elevasi segmen ST minimal di dua lead yang berhubungan), depresi segmen ST atau

inversi gelombang T yang dinamis pada saat pasien mengeluh nyeri dada, EKG non diagnostik baik

normal ataupun hanya ada perubahan minimal. Pemeriksaan laboratorium untuk menilai adanya tanda

nekrosis miokardium seperti CKMB, Troponin T dan I serta Mioglobin dipakai untuk menegakkan

diagnostik SKA. Troponin lebih dipiih karena lebih sensitif daripada CKMB.Troponin yang

meningkat dihubungkan dengan peningkatan resiko kematian. Komplikasi yang paling sering adalah

gangguan irama (VF atau VT tanpa nadi) dan gagal jantung akut (gangguan pompa jantung dapat

menyebabkan gagal jantung akut). Secara umum tatalaksana STEMI dan NSTEMI hampir sama baik

pre maupun hospital hanya berbeda dalam strategi reperfusi terapi, dimana STEMI lebih ditekankan

29

Page 30: Isi Referat Dislipidemia Dengan Ska

untuk segera melakukan reperfusi baik dengan medikamentosa (trombosis) atau intervensi (

percutaneus coronary intervention – PCI).

30