isi multi trauma.docx

99
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Trauma adalah penyebab kematian utama pada manusia antara usia 1-44 tahun. Pada kelompok usia yang lebih tua, penyebab kematian ini hanya dilampauii oleh kanker dan penyakit kardiovaskuler. Bagaimanapun kerugian akibat trauma dalam hal kehilangan kesempatan hidup produktif, melebihi kerugian yang ditimbulkan oleh kanker dan penyakit kardiovaskuler. Sebagai penyebab utama kematian dan kecacatan, trauma telah menjadi masalah kesehatan dan social yang signifikan. Multi trauma adalah Keadaan yang di sebabkan oleh luka atau cedera defenisi ini memberikaan gambaran superficial dari respon fisik terhadap cedera, trauma juga mempunyai dampak psikologis dan social. Pada kenyataannya trauma adalah kejadian yang bersifat holistic dan dapat menyebabkan hilangnya produktif seseorang. Berdasarkan mekanismenya, terdapat trauma tumpul yang biasanya disebabkan karena kecelakaan kendaraan bermotor dan trauma tajam biasanya disebabkan karena tusukan, tikaman atau tembakan senapan. Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 1

description

isi multi trauma.docx

Transcript of isi multi trauma.docx

Page 1: isi multi trauma.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Trauma adalah penyebab kematian utama pada manusia antara usia

1-44 tahun. Pada kelompok usia yang lebih tua, penyebab kematian ini

hanya dilampauii oleh kanker dan penyakit kardiovaskuler. Bagaimanapun

kerugian akibat trauma dalam hal kehilangan kesempatan hidup produktif,

melebihi kerugian yang ditimbulkan oleh kanker dan penyakit

kardiovaskuler. Sebagai penyebab utama kematian dan kecacatan, trauma

telah menjadi masalah kesehatan dan social yang signifikan. Multi trauma

adalah Keadaan yang di sebabkan oleh luka atau cedera defenisi ini

memberikaan gambaran superficial dari respon fisik terhadap cedera,

trauma juga mempunyai dampak psikologis dan social. Pada kenyataannya

trauma adalah kejadian yang bersifat holistic dan dapat menyebabkan

hilangnya produktif seseorang. Berdasarkan mekanismenya, terdapat

trauma tumpul yang biasanya disebabkan karena kecelakaan kendaraan

bermotor dan trauma tajam biasanya disebabkan karena tusukan, tikaman

atau tembakan senapan.

Orang yang mengalami cedera berat harus dikaji dengan cepat dan

efisien. Kriteria dan protocol untuk memudahkan pengkajian awal,

intervensi, dan triage untuk korban trauma telah dikembangkan oleh

American College of Surgeons, Committee on Trauma. Kemajuan dalam

bidang perawatan pasien trauma telah dicapai dalam beberapa decade

terakhir. Perkembangan pusat-pusat pelayanan trauma telah menurunkan

mortalitas dan morbiditas diantara korban kecelakaan. Perawatan dan

sarana angkutan prarumah sakit yang semakin baik telah menyebabkan

kenaikan jumlah korban kecelakaan dengan keadaan kritis sampai ke

rumah sakit dalam keadaan hidup. Akibatnya, pasien trauma yang tiba di

unit perawatan kritis sekarang ini cenderung mengalami cedera serius yang

melibatkan banyak organ dan mereka sering kali membutuhkan asuhan

keperawatan yang ekstensif dan kompleks. Penanganan secara sistematis

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 1

Page 2: isi multi trauma.docx

sangat penting dalam penatalaksanaan pasien dengan trauma. Perawatan

penting yang menjadi prioritas adalah mempertahankan jalan napas,

memastikan pertukaran udara secara efektif, dan mengontrol pendarahan.

1.2 Rumusan masalah

“Bagaimana Konsep Dasar Asuhan Keperawatan, Penatalaksanaan, dan

Penanganan pada Pasien Multi Trauma?”

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Mahasiswa mampu mengerti dan memahami konsep dasar

asuhan keperawatan, penatalaksanaan, dan penanganan klien dengan

Multi Trauma.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mahasiswa mengerti dan memahami definisi dari multi trauma.

2. Mahasiswa mengerti dan memahami etiologi multi trauma.

3. Mahasiswa mengerti dan memahami Patofisiologi multi trauma.

4. Mahasiswa mengerti dan memahami manifestasi klinis multi

trauma.

5. Mahasiswa mengerti dan memahami Klasifikasi dari multi

trauma.

6. Mahasiswa mengerti dan memahami komplikasi multi trauma.

7. Mahasiswa mengerti dan memahami pemeriksaan multi trauma.

8. Mahasiswa mengerti dan memahami penilaian multi trauma.

9. Mahasiswa mengerti dan memahami penanganan multi trauma.

10. Mahasiswa mengerti dan memahami askep pada Multi

trauma.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 2

Page 3: isi multi trauma.docx

1.4 Manfaat

Terkait dengan tujuan maka makalah pembelajaran ini diharapkan

dapat memberi manfaat.

1. Dari segi akademis, merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan

khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada pasien multi trauma

2. Dari segi praktis, makalah pembelajaran ini bermanfaaat bagi :

a. Bagi mahasiswa Stikes Hang Tuah Surabaya

Hasil makalah pembelajaran ini dapat menjadi masukkan bagi

mahasiswa Stikes Hang Tuah Surabaya lainnya dalam hal

melakukan asuhan keperawatan pada paien multi trauma.

b. Untuk Penulis

Hasil penulisan makalah ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi

penulis berikutnya, yang akan melakukan penulisan pada asuhan

keperawatan pada pasien multi trauma.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 3

Page 4: isi multi trauma.docx

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Multi Trauma

2.1.1 Definisi

Multi trauma adalah keadaan yang di sebabkan oleh luka atau

cedera definisi ini memberikaan gambaran superficial dari respon fisik

terhadap cedera, trauma juga mempunyai dampak psikologis dan sosial.

Pada kenyataannya trauma adalah kejadian yang bersifat holistic dan

dapat menyebabkan hilangnya produktif seseorang. Informasi tentang

pola atau mekanisme terjadinya cedera seringkali akan sangat terbantu

dalam mendiagnosa kemungkinan gangguan yang diakibatkan. Trauma

tumpul terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor ( KKB) dan jatuh,

sedangkan trauma tusuk (penetrasi) seringkali diakibatkan oleh luka

tembak atau luka tikam. Umumnya, makin besar kecepatan yang

terlibat dalam suatu kecelakaan, akan makin besar cedera yang terjadi,

misalnya : KKB kecelakaan tinggi, peluru dengan kecepatan tinggi,

jatuh dari tempat yang sangat tinggi (Hudak,carolyn 1996).

2.1.2 Etiologi

Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul, atau

peluru. Luka tusuk dan luka tembak pada suatu rongga dapat di

kelompokan dalam kategori luka tembus. Untuk mengetahui bagian

tubuh yang terkena,organ apa yang cedera ,dan bagaimana derajat

kerusakannya, perlu diketahui biomekanik terutama cedera pada trauma

dapat terjadi akibat tenaga dari luar berupa benturan, perlambatan

(deselerasi), dan kompresi, baik oleh benda tajam , benda tumpul,

peluru, ledakan, panas, maupun zat kimia . Akibat cedera ini dapat

menyebabkan cedera muskuloskeletal dan kerusakan organ.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 4

Page 5: isi multi trauma.docx

2.1.3 Patofisiologi

Respon metabolik pada trauma dapat dibagi dalam tiga fase :

1. Fase pertama berlangsung beberapa jam setelah terjadinya trauma.

Dalam fase ini akan terjadi kembalinya volume sirkulasi, perfusi

jaringan, dan hiperglikemia.

2. Pada fase kedua terjadi katabolisme menyeluruh, dengan imbang

nitrogen yang negative, hiperglikemia, dan produksi panas. Fase ini

yang terjadi setelah tercapainya perfusi jaringan dengan baik dapat

berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa minggu, tergantung

beratnya trauma, keadaan kesehatan sebelum terjadi trauma, dan

tindakan pertolongan medisnya.

3. Pada fase ketiga terjadi anabolisme yaitu penumpukan kembali

protein dan lemak badan yang terjadi setelah kekurangan cairan dan

infeksi teratasi. Rasa nyeri hilang dan oksigenasi jaringan secar

keseluruhan sudah teratasi. Fase ini merupakan proses yang lama

tetapi progresif dan biasanya lebih lama dari fase katabolisme karena

isintesis protein hanya bisa mencapai 35 gr /hari.

2.1.4 Manifestasi klinis

1. Laserasi, memar,ekimosis

2. Hipotensi

3. Tidak adanya bising usus

4. Hemoperitoneum

5. Mual dan muntah

6. Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh

darah, biasanya pada arteri karotis)

7. Nyeri

8. Pendarahan

9. Penurunan kesadaran

10. Sesak

11. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh

perdarahan limfa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 5

Page 6: isi multi trauma.docx

12. Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan

peritoneal

13. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang )

pada perdarahan retroperitoneal

14. Tanda Coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia

pada fraktur pelvis

15. Tanda Balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada

kuadran kiri atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe

(Scheets, 2002 :  277-278)

2.1.5 Klasifikasi Trauma

Berdasarkan Hudak Carolyn 1996:517-534 bahwa klasifikasi dari

multi trauma adalah sebagai berikut :

1. Trauma Tumpul

Pada kecelakaan kendaraan mobil, badan kendaraan

memberikan sebagian perlindungan dan menyerap energi dari hasil

benturan tabrakan. Pengendara atau penumpang yang tidak

menggunakan sabuk pengman, bagaimanapun akan terlempar dari

mobil dan dampaknya mendapat cedera tambahan. Pengendara

sepeda motor mempunyai perlindungan yang minimal dan

seringkali akan menderita cedera yang lebih parah apabila

terlempar dari motor.

Perlambatan yang cepat selama KKB atau jatuh dapat

menyebabkan kekuatan yang terputus yang dapat merobek struktur

tertentu. Organ-organ yang berdenyut seperti jantung dapat terlepas

dari pembuluh besar yang menahannya. Demikian juga organ-

organ abdomen (limpa, ginjal, usus) akan terlepas dari mesenteri.

Tipe kedua trauma tumpul termasuk kompresi yang

disebabkan oleh kekuatan tabrakan berat. Pada kasus demikian,

jantung dapat terhimpit diantara sternum dan tulang belakang.

Hepar, limpa, dan pancreas juga sering tertekan terhadap tulang

belakang. Cedera karena benturan seringkali menyebabkan

kerusakan internal dengan sedikit tanda-tanda trauma eksternal.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 6

Page 7: isi multi trauma.docx

Tipe kerusakan pada kendaraan seringkali memberikan

petunjuk-petumjuk cedera spesifik yang diderita pada KKB. Stir

atau kemudi kendaraan yang bengkok atau rusak memperbesar

dugaaan akan kemungkinan cedera pada dada, iga, jantung, trakea,

tulang belakang atau abdomen. Trauma kepala dan wajah, cedera

tulang belakang servikal dan cedera trakeal sering berkaitan

dengan kerusakan pada kaca depan mobil atau dashboard. Benturan

lateral dapat menyebabkan patah iga, luka dada penetrasi akibat

pegangan pintu atau jendela, cedera limpa atau hepar dan fraktur

pelvis.

2. Trauma Penetrasi

Luka tembak berkaitan dengan derajat kerusakan yang lebih

tinggi dari luka-luka tikaman. Peluru dapat menyebakan lubang di

sekitar jaringan dan dapat terpecah atau merubah arah dalam tubuh,

mengakibatkan peningkatan cedera. Perdarahan internal, perforasi

organ, dan fraktur kesemuanya dapat disebabkan oleh cedera

penetrasi. Dengan menggunakan keterampilan pengkajian yang

baik dan kewaspadaan pada mekanisne terjadinya cederam,

perawat unit perawatan kritis dapat membantu dalam

mengidentifikasi cedera yang tidak didiagnosa di unit

kegawatdaruratan.

3. Trauma Torakik

Kurang lebih 25% dari kematian karena trauma adalah karena

cedera torakik. Banyak cedera toraks yang secara potensial

mengancam jiwa, misalnya tension atau pneumotoraks terbuka,

hemotoraks massif, iga melayang (flail chest) dan tamponade

jantung, dapat ditangani secara cepat dan mudah, seringkali tanpa

operasi besar. Jika tidak ditangani, maka akan mengancam jiwa.

Cedera pada paru dan iga :

a. Pneumotoraks dan hematoraks

Trauma tumpul dan penetrasi dapat menyebabkan

pneumotoraks dan hemotoraks. Seringkali satu-satunya tindakan

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 7

Page 8: isi multi trauma.docx

yang diperlukan adalah pemasangan selang dada. Hemotoraks

massif (>1.500ml pada awalnya atau >100-200ml/jam) akan

memerlukan torakotomi, sedangkan selang dada untuk

mengembangkan kembali paru-paru seringkali sudah memadai

tamponade dengan sumber perdarahan yang lebih kecil.

Intervensi pembedahan juga mungkin diperlukan dalam kasus

pneumotoraks terbuka (luka menyedot dada) atau kebocoran

udara yang tidak terkontrol.

Selain memberikan perawatan rutin post operasi

(spirometri, batuk, latihan napas dalam), perawatan unit

perawatan kritis harus mengkaji fungsi pernapasan dan

hemodinamik dengan cermat. Pasien dengan cedera paru

mempunyai resiko lebih besar untuk mengalami komplikasi

pulmonal seperti atlektaksis, pneumonia, dan empiema. Selang

dada harus dikaji patensi dan fungsinya serta dokter harus

diberitahu jika drainase menjadi berlebihan. Untuk kehilangan

darah dalam jumlah besar dari selang dada, mungkin harus

dilakukan ototranfusi.

b. Iga melayang

Iga melayang terjadi bila trauma tumpul menyebabkan

fraktur multiple iga, menyebabkan ketidakstabialan dinding

dada. Iga melayang berkaitan dengan pneumotoraks,

hemotoraks kontusio pulmonal, kontusio miokardial. Tujuan

utama dari perawatan terhadap tulang iga mengambang adalah

untuk meningkatkan ventilasi yang adekuat. Jika status

pernapasan terganggu atau diperlukan operasi untuk cedera

terjadi, maka ada indikasi pemasangan intubasi dan ventilasi

mekanis. Mungkin juga digunakan tekanan akhir ekspirasi

positif (PEEP). Pada kejadian yang langka, mungkin dilakukan

stabilisasi operatif dengan kawat dan staples. Fraktur iga tidak

pernah dibalut karena hal ini nantinya hanya akan mengurangi

fungsi pulmonal.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 8

Page 9: isi multi trauma.docx

Fraktur iga sering berkaitan dengan nyeri hebat. Control

nyeri yang adekuat dapat meningkatkan ekspansi paru tanpa

memerlukan ventilasi mekanis jangka panjang. Sering diberikan

analgesi parenteral, intramuscular, atau analgesia yang dikontrol

pasien. Analgesic sistemik tidak cukup kuat untuk

menghilangkan nyeri iga melayang, sehingga membutuhkan

metode lain untuk meringankan nyeri seperti blok interkosta

atau analgesia epidural.

Asuhan keperawatan pada pasien dengan iga melayang

ditujukan pada pengkajian dan pengontrolan nyeri deisertai

dengan peningkatan oksigenasi dan pertukaran gas yang

adekuat. Hipoventilasi akiibat nyeri meningkatkan resiko

terhadap komplikasi pernapasan, termasuk atlektaksis dan

pneumonia. Berbagai intervensi untuk memperbaiki fungsi

pernapasan dapat dilaksanakan termasuk batuk dan napas dalam,

spirometrik, drainase, dan chapping, mukolitik, bronkodilator,

pernapasan tekanan positif intermitten (PTPI), suksion

endotrakeal dan nasotrakeal, bronkoskopi terapeutik.

Serangkaian pengkajian pulmonal, termasuk sinar x-dada, gas-

gas arterial darah, pemeriksaan fisik, dan kadang-kadang

pemantauan dengan oksimetrik adalah penting.

c. Kontusio pulmonal

Kontusio pulmonal adalah memar pada parenkim paru,

seringkali akibat trauma tumpul. Gangguan ini dapat tidak

terdiagnosa pada foto dada awal. Bagaimanapun adanya fraktur

iga atau iga melayang harus mengarah pada dugaan

kemungkinan adanya kontusio pulmonal. Kontusio pulmonal

terjadi bila perlambatan cepat memecahkan dinding sel kapiler,

menyebabkan hemoragi dan ekstravasasi plasma dan protein ke

dalam alveolar dan spasium interstisial. Hal ini mengakibatkan

atlektaksis dan konsolidasi, mengarah pada pengalihan

(shunting) intrapulmonal dan hipoksemia. Tanda-tanda dan

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 9

Page 10: isi multi trauma.docx

gejala-gejalanya tgermasuk dispnea, rales, hemoptisis, takipnea.

Kontusio yang hebat juga akan mengakibatkan peningkatan

tekanan puncak jalan udara, hipoksemia, dan asidosis

respiratorik. Kontusio pulmonal mirip dengan ARDS dimana

keduanya berespon sangat terburuk terhadap fraksi inspirasi

oksigen yang tinggi (FiO2).

Perbedaan antara kontusio pulmonal dan ARDS

Kontusio pulmonal ARDS

Awitan gagal

pernapasan bertahap

Awitan gagal pernapasan mendadak

Perubahan-perubahan

gambaran radiografi

dapat segera terlihat

Perubahan-perubahan gambaran radiografi

seringkali tertunda 2-3 hari setelah timbul

gejala- gejala.

Infiltrat setempat Infiltrat menyebar

Dapat mengarah pada

terbentuknya rongga

dan abses

Dapat mengarah pada fibrosis pulmonal

kronis

Pasien dengan kontusio ringan memerlukan pengamanan

ketat. Perlu sering dilakukan pengukuran gas darah arterial

(GDA) atau oksimetri nadi. Inter vensi keperawatan tambahan

termasuk pengkajian pernapasan yang kerap, perawatan

pulomonal dan control nyeri. Fisioterapi dada dan analgesia

epidural kontinu juga akan sangat bermanfaat. Kontusion

pulmonal yang parah akan memerlukan dukungan ventilator

dengan TAEP. Kateter arteri oksimetrik pulmonal ( oximetri

Swans-Ganz) dan biasanya aliran arteri untuk membantu

memantau GDA, hemodinamik dan parameter respiratori

(pengiriman oksigen, pirau intrapulmonal).

Meskipun ventilasi alveolar membaik dengan penambahan

TAEP, aliran darah ke alveoli dapat berkurang, mengarah pada

pirau intrapulmonal. Untuk mengoptimalkan perfusi jaringan

dan oksigenasi, setiap pergantian pada TAEP membutuhkan

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 10

Page 11: isi multi trauma.docx

status pirau, pengiriman oksigen, dan indicator lain perfusi

jaringan (curah jantung, tekanan darah, haluaran urine).

Pernapasan yang parah, peningkatan atau paralisis dapat

menjadi tanda untuk menurunkan pemakaian energi dan

kebutuhan oksigen. Tempat tidur berrotasi seperti Roto-Rest

(Kinetic Concepts, Ins., San Antonio, TX) juga harus

dipertimbangkan. Penggunaan ventilasi jet frekuensi tinggi

untuk tipe cidera seperti ini masih merupakan suatu

kontroversia. Kontusio unilateral berat dapat ditangani dengan

ventilasi paru independen simultan dan membaringkan posisi

pasien dengan bagian cidera di sebelah atas.

Penatalaksanaan cairan juga penting. Masukkan dan

haluarkan, berat badan setiap hari, tekanan vena central, tekanan

desak kapiler pulmonal harus dipantau. Konsentrasi medikasi

mungkin diperlukan untuk mengurangi masukan yang

berlebihan, dan diuretik akan diperlukan secara periodik.

Pembatasan ketat cairan tidak dianjurkan. Sebaliknya,

keseimbangan cairan harus dipertahankan pada tingkat

mendekati normal untuk mendukung curah jantungdan

pengiriman oksigen. Karena paru yang basah dan mengalami

kontusio mengalami kemampuan untuk membersihkan bakteri,

mungkin diberikan antibiotik profilaktik. Steroid profilaktik dan

pemberian protein tetap menjadi suatu hal yang kontroversial.

Pneumonia dan gangguan ARDS adalah komplikasi yang

umum.

d. Cidera Trakeobronkial

Cedera pada trakea atau bronki dapat disebabkan oleh

trauma tumpul atau penetrasi dan seringkali disertai dengan

kerusakan pada esofagus dan vaskuler. Ruptur bronki sering

terjadi berkaitan dengan fraktur iga bagian atas atau

pneumotoraks. Cedera trakeobronkial yang parah mempunyai

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 11

Page 12: isi multi trauma.docx

angka kematian yang tinggi, bagaimana pun dengan bertambah

baiknya perawatan dan transportasi prarumah sakit akhir-akhir

ini, maka makin banyak pasien ini yang bertahan hidup. Cidera

jalan udara seringkali tidak tersamar. Tanda-tandanya termasuk

dispnea (adakalanya satu-satunya tanda), hemoptasis, batuk, dan

emfisema subkutan. Berdasarkan sinar-x dada dapat

memberikan tanda pada dokter terhadap kemungkinan adanya

cedera, bagaimanapun biasanya diagnosa dibuat dengan

bronkoskopi atau selama operasi. Perbaikan operasi dengan

ventilasi mekanis pascaoperasi melalui selang endotrakeal atau

trakeostomi akan diperlukan.

Asuhan keperawatan melibatkan pengkajian terhadap

oksigenasi dan pertukaran gas, disertai dengan perawatan

pulmonal yang tepat. Selama beberapa hari pertama, dokter akan

melakukan bronkoskopi untuk melihat tempat yang diperbaiki

serta untuk memberikan suction yang lebih efektif. Pneumonia

adalah komplikasi jangka pendek, sedangkan stenosis trakeal

dapat terjadi kemudian.

4. Cedera pada Jantung

a. Kontusio MiokardMemar pada miokardium kebanyakan disebabkan oleh

benturan dada pada batang stir atau dashboard selama KKB.

Perlambatan cepat mengakibatkan jantung yang berdenyut akan

menbentur dinding dada anterior. Ventrikel kanan, karena

letaknya di sebelah anterior, adalah yang paling sering terkena.

Kontusio juga dapat terjadi apabila jantung terdesak diantara

sternum dan tulang belakang. Gejala-gejala kontusio jarang

bervariasi dari tidak ada gejala (umum) sampai pada gagal

jantung kongestif yang berat dan syok kardiogenik. Setelah

trauma, keluhan-keluhan tentang nyeri dada harus di evaluasi

dengan cermat. Perubahan-perubahan ECG nonspesifik sering

terlihat dan dapat mencakup setiap tipe disritmia. Takikardia

sinus, kontraksi atrial ventrikular prematur, takikardia

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 12

Page 13: isi multi trauma.docx

supraventrikular paroksimal, blok berkas his kanan, atau

perubahan-perubahan gelombang ST dan T adalah hal yang

paling umum. Secara histologi, kontusio jantung mirip dengan

infark miokardial. Diagnosa bisa sulit ditegakkan. Untuk

menegakkannya dilakukan serangkaiaan pemeriksaan EKG dan

serangkaian pengukuran kreatin kinase isoenzim miokardial,

namun pemeriksaan ini tidak 100% sensitif. Ada dokter yang

menginstruksi pemeriksan ekokardiogram dua dimensi untuk

memeriksa komplikasi-komplikasi dan tingkat cedera manakala

kontusio sudah dipastikan terjadi.

Pemantauan dengan ketat diperlukan sampai kontusio

miokardial telah disingkirkan. Yang lebih umum dari kontusio

miokardial yang sudah dipastikan adalah cedera tipe “konkusio”

(gegar) yang dapat pilih. Tanda-tanda dan gejala-gejala yang

bersifat temporer akan terlihat tanpa adanya perubahan dalam

isoenzim. Selama diagnosanya belum jelas, oksigenasi,

hemodinamik, dan toleransi aktivitas harus diamati dengan

cermat. Jika timbul takikardia, maka penyebab-penyebab

alternatif seperti nyeri, penipisan volume herus menjadi

pertimbangan. Manakala kontusio sudah dipastikan, maka

tindakan yang dilakukan serupa dengan untuk infark miokardial

akut.

b. Cedera Penetrasi jantung

Cedera penetrasi pada jantung mengakibatkan kematian

korban prarumah sakit sekitar 60% sampai 90% dari kasus. Pada

10% sisanya, hemoragi dan syok adalah yang umum terlihat.

Luka tikam kecil yang mengenai ventrikel ada kalanya menutup

sendiri karena tebalnya muskulatur ventrikular. Pada kondisi

dimana terjadi hemoragi terus menerus, volume yang hilang

harus diganti, dan operasi perbaikan diperlukan. Pada kasus-

kasus parah, torakotomi departemen gawat darurat mungkin

harus dilakukan sebagai tindakan untuk menyelamatkan jiwa.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 13

Page 14: isi multi trauma.docx

Setelah operasi perbaikan, kateter arteri pulmonal dn selang

arterial dipasang untuk memudahkan pemantauan hemodinamik

dengan cermat. Vasopresor atau agen-agen inotropik mungkin

diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah dan curah

jantung yang adekuat. Keseimbangan cairan dan elektrolit,

sejalan dengan irama jantung, harus dipantau dengan seksama.

Bunyi jantung harus dikaji terhadap murmur, yang menandakan

kelainan katup atau septum, dan sebagai tanda-tanda gagal

jantung kongestif. Drainase selang dada dan mediastinal harus

sering dicatat. Berikan plasma beku segar dan platelet, sesuai

instruksi, untuk memperbaiki koagulopati. Komplikasi termasuk

hemoragi berlanjut dan sindrom poskardiotomi.

5. Trauma Abdomen

Rongga abdomen memuat baik organ yang padat maupun

yang berongga. Trauma tumpul kemungkinan besar menyebabkan

kerusakan yang serius organ-organ padat dan trauma penetrasi

sebagian besar melukai organ-organ berongga. Kompresi dan

perlambatan dari trauma tumpul menyebabkan fraktur pada

kapsula dan parenkim organ padat, sementara organ berongga

dapat kolaps dan menyerap energi benturan. Bagaimana pun usus

yang menempati sebagian besar rongga abdomen, rentan untuk

mengalami oleh trauma penetrasi. Secara umum, organ-organ

padat berespons terhadap trauma dengan perdarahan. Organ-organ

berongga pecah dan mengeluarkan isinya dan ke dalam rongga

peritoneal, menyebabkan peradangan dan infeksi.

Diagnosis dini adalah penting pada trauma abdomen.

Pasien yang memperlihatkan adanya cedera abdomen penetrasi

fasia dalam peritoneal, ketidakstabilan hemodinamik, atau tanda-

tanda dan gejala-gejala abdomen akut dilakukan eksplorasi dengan

pembedahan. Pada kebanyakan kasus trauma abdomen lainnya,

dilakukan lavase peritoneal diagnostic (LPD). LPD yang positif

juga mengharuskan dilakukan eksplorasi pembedahan.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 14

Page 15: isi multi trauma.docx

Baik LPD ataupun CT scan adalah 100% diagnostic,

sehingga pasien-pasien trauma dengan hasil negative harus

diobservasi. Dilakukan serangkaian pengukuran tingkat hematokrit

dan amylase. Pengobatan nyeri mungkin ditunda sehingga tidak

mengaburkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang potensial.

Masukan per oral juga ditunda untuk berjaga-jaga jika dilakukan

pembedahan. Pasien dikaji untuk mendapatkan tanda-tanda

abdomen akut, seperti distensi, rigiditas, guarding, dan nyeri lepas.

Eksplorasi pembedahan menjadi perlu dengan adanya awitan setiap

tanda-tanda dan gejala-gejala yang mengindikasikan cedera.

Penggunaan CT abdomen telah memperoleh popularitas dan sering

digunakan atau sebagai tambahan pada LPD. Cedera

retroperitoneal, seringkali terlewatkan dengan LPD dan bahkan

dengan pembedahan eksplorasi, sering dapat diidentifikasi dengan

CT scan. Namun CT scan tidak dapat terlalu diandalkan dalam

mendeteksi cedera pada organ-organ berongga.

a. Cedera pada lambung dan usus halusCedera lambung yang signifikan jarang ditemui, namun

usus halus lebih umum mengalami cedera. Meskipun sering

mengalami kerusakan oleh trauma penetrasi, trauma tumpul juga

dapat menyebabkan usus halus memar. Konvolusi multiple

adakalanya membentuk loop tertutup yang dapat menjadi

sasaran pecah karena meningkatnya tekanan dari benturan

dengan kemudi atau sabuk pengaman. Mobilitas usus di sekitar

titik tetap (seperti ligamentum treitz) mencetuskan terjadinya

cedera dengan adanya perlambatan.

Cedera tumpul usus halus atau lambung dapat terlihat

dengan adanya darah pada aspirasi nasogastrik atau

hematemesis. Namun sering tidak terdapat tanda-tanda fisik dan

diagnosis tidak dapat ditegakkan sampai timbul peritonitis.

Cedera penetrasi biasanya menyebabkan LPD positif. Meskipun

kontusio usus ringan dapat diatasi secara konservatif

(dekompresi lambung dan menunda masukan per oral),

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 15

Page 16: isi multi trauma.docx

pembedahan biasanya diperlukan untuk memperbaiki luka-luka

penetrasi.

Dekompresi pasca operasi, baik dengan selang nasogastrik

atau selang lambung, dipertahankan sampai fungsi usus pulih.

Pada kebanyakan kasus selang makan, jejunustomi dipasang

sebelah distal dari tempat yang diperbaiki. Selang pemberi

makan dapat dipasangkan segera pasca operasi. Dengan

ditingkatkannya konsentrasi dan frekuensi pemberian makan

secara bertahap, maka pengkajian secara berkala terhadap tanda-

tanda intolerans (distensi, muntah) adalah penting. Karena

lambung dan usus halus mengandung jumlah bakteri yang

signifikan, maka resiko terhadap sepsis adalah kecil, namun

pemberian antibiotic profilaktik dapat dilakukan kapan saja

terjadi perforasi usus. Pada sisi lain, getah asam lambung

mengiritasi peritoneum dan dapat menyebabkan peritonitis.

Potensial komplikasi lainnya termasuk perdarahan pasca

operasi, hipovolemia karena “spasium ketiga”, serta timbulnya

fistula atau obstruksi. Beberapa dari keadaan ini mengharuskan

adanya tindakan pembedahan tambahan. Sindrom malabsorpsi

jarang terjadi kecuali jika lebih dari 200 cm usus telah diangkat.

b. Cedera pada duodenum dan pancreasPancreas dan duodenum akan dibahas bersama-sama karena

keduanya adalah organ-organ retroperitoneal dan secara anatomi

dan fisiologi mempunyai hubungan yang dekat. Diperlukan

kekuatan yang besar untuk mencerai organ-organ ini, karena

organ-organ ini terlindung dengan baik, jauh di dalam abdomen.

Cedera pada organ yang berdekatan hampir selalu ada. Letak

retroperitoneal membuat cedera ini sulit untuk didiagnosa

karena LPD sering negative, oleh karena itu CT scan abdomen

sangat penting untuk keadaan ini. Tanda-tanda dan gejala-gejala

dapat mencakup abdomen akut, peningkatan kadar amylase

serum, nyeri epigastrik yang menjalar ke punggung, mual, dan

muntah.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 16

Page 17: isi multi trauma.docx

Laserasi minor atau kontusio hanya akan memerlukan

pemasangan drain, sedangkan luka-luka besar memerlukan

perbaikan pembedahan. Kebanyakan cedera pankreatik akan

membutuhkan drain pasca operasi untuk menghindari

pembentukan fistula. Pankreatektomi distal atau anstomosis

Roux-en-Y adalah dua prosedur yang umum dilakukan pada

cedera tubuh dan bagian ekor pancreas. Adakalanya limpa juga

harus diangkat karena banyaknya perlekatan vascular.

Kerusakan pada kaput pancreas berkaitan dengan cedera

duodenal dan hemoragi hebat karena kedekatan dari struktur

vascular. Prosedur pembedahan yang dilakukan pada kasus-

kasus ini termasuk pankreotikoduodenektomi, anastomosis

ROUX-en-Y, dan pada keadaan yang langka dilakukan

pankreatektomi total.

Pengkajian dan asuhan keperawatan pasca operasi adalah

sama untuk berbagai prosedur. Patensi drain harus

dipertahankan dan pasien dipantau terhadap timbulnya fistula.

Perlindungan terhadap kulit adalah penting jika fistula sudah

terbentuk, karena tingginya kandungan enzim dari getah

pankreatin. Pengkajian keseimbangan cairan dan elektrolit

adalah penting karena fistula pankreatik mengakibatkan

kehilangan cairan juga kalium dan bikarbonat. Stimulasi

pancreas dapat dikurangi dengan pemberian hiteralimentasi

parental atau pemberian makanan jejuna daripada diet oral.

Awitan diabetes mellitus jarang terjadi kecuali jika dilakukan

pankreatektomi total. Komplikasi lainnya termasuk perdarahan

dari fistula yang mengikis ke dalam pembuluh, peritonitis,

sepsis intra abdominal atau sistemik, pancreatitis, dan obstruksi

usus mekanis.

Cedera pada duodenum sendiri dapat disembuhkan dengan

anastomosis primer atau Billroth II. Selang duodenostomi

mungkin dipasang untuk dekompresi dan selang jejunustomi

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 17

Page 18: isi multi trauma.docx

untuk pemberian makanan. Trauma tumpul pada duodenum juga

dapat menyebabkan hematoma intramural, yang dapat mengarah

pada obstruksi duodenal. Diagnosis ditegakkan dengan

pemeriksaan diatrizoate (Gastrografin) gastrointestinal atas.

Obstruksi menyeluruh umumnya memerlukan drainase

pembedahan dari hematoma.

c. Cedera pada kolon

Cedera pada kolon biasanya berkaitan dengan trauma

penetrasi. Sifat dari cedera paling sering menuntut segera

dilakukannya operasi eksplorasi. Perbaikan primer adalah

tindakan pilihan untuk laserasi kolon. Pada beberapa keadaan,

perlu dilakukan perbaikan eksterior atau kolostomi. Selang

sekostomi bisa dipasang untuk dekompresi. Jaringan subkutan

dan kulit pada tempat insisi mungkin dibiarkan terbuka untuk

mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi luka. Kolon

mempunyai jumlah bakteri yang tinggi, tumpahnya isi kolon

dapat mencetuskan terjadinya sepsis intra abdominal dan

pembentukan abses.

Asuhan keperawatan pasca operasi difokuskan pada

pencegahan infeksi. Penggantian balutan penting untuk insisi

terbuka dan biasanya diberikan antibiotic profilaktik. Pada kasus

perbaikan kolon eksterior dan dilakukan anastomosis ujung ke

ujung eksterior untuk memudahkan identifikasi kebocoran.

Kolon eksterior harus dijaga agar tetap lembab dan ditutup

dengan balutan yang tidak melekat atau kantung untuk

melindungi integritas jahitan. Karena sepsis adalah komplikasi

utama pada cedera kolon, mungkin diperlukan serangkaian

prosedur radiografi dan pembedahan untuk menemukan dan

mengalirkan abses.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 18

Page 19: isi multi trauma.docx

d. Cedera pada heparSetelah limpa, hepar adalah organ abdomen yang paling

umum mengalami cedera. Baik trauma tumpul maupun trauma

penetrasi dapat menyebabkan cedera. Pasien dalam persentase

yang kecil dapat ditangani non operasi dengan serangkaian CT

scan. Pada banyak kasus, baik sifat dari cedera atau LPD positif

atau CT scan digabung dengan kondisi klinis pasien akan

menuntut dilakukannya pembedahan. Trauma hepatic dapat

menyebabkan kehilangan banyak darah ke dalam peritoneum,

namun perdarahan dapat berhenti secara spontan. Laserasi kecil

dperbaiki, sedangkan cedera lebih besar dapat memerlukan

reseksi segmental atau debridement. Pada kasus hemoragi tak

terkontrol, hepar dibungkus. Setelah dibungkus, abdomen

ditutup atau hanya ditutup dengan penutup (mesh). Prosedur

pembedahan tambahan diperlukan dalam beberapa hari

kemudian untuk mengangkat pembungkus dan memperbaiki

laserasi. Cedera besar pada hepar juga memerlukan drainase

empedu dan darah pasca operasi melalui drain (Penrose, Davol,

atau Jackso-Pratt).

Setelah pembedahan, mungkin timbul syok hipovolemik

dan koagulapati. Hemostatis inkomplit juga mungkin terjadi dan

harus dibedakan dari perdarahan akibat koagulopati. Perdarahan

hebat karena hemostatis inkomplit mengharuskan kembali ke

ruang operasi untuk pengangkatan bekuan, pembungkusan, dan

perbaikan tambahan. Dengan koagulopati, perdarahan timbul

dari berbagai tempat, sedangkan dengan hemostatis inkomplit

perdarahan terutama berasal dari tempat pembedahan. Asuhan

keperawatan termasuk penggantian produk darah sambil

memantau hematokrit dan pemeriksaan koagulasi. Pengkajian

tipe dan jumlah selang drainase disertai keseimbangan cairan,

juga adalah penting. Potensial komplikasi dari cedera hepar

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 19

Page 20: isi multi trauma.docx

termasuk abses hepatic atau perihepatik, obstruksi atau

kebocoran saluran empedu, sepsis, ARDS, dan KID.

e. Cedera pada limpaLimpa adalah organ abdomen yang paling umum

mengalami cedera, lebih sering sebagai akibat trauma tumpul.

Adanya fraktur iga kiri bawah dapat meningkatkan kecurigaan

terhadap cedera limpa. Tanda-tanda dan gejala-gejala yang

ditunjukkan termasuk dukungan nutrisi parenteral. Diberikan

transfuse darah berulang, namun hematokrit dan tekanan darah

sistolik tetap rendah (Ht = 20-25%, TDS = 90 mmHg).

Perdarahan internal berkelanjutan mengharuskan pasien kembali

ke ruang operasi untuk tindakan debridement dan

pembungkusan ulang hepar. Sampai hari berikutnya, perdarahan

berhasil diatasi. Pembungkus lalu dilepaskan, laserasi liver dapat

diperbaiki dan dipasang selang drain.

Pada hari berikutnya, timbul tanda-tanda dan gejala-gejala

sepsis pada pasien, termasuk kenaikan suhu dan jumlah sel

darah putih, takikardia, takipnea, peningkatan curah jantung,

penurunan tahanan vascular sistemik, dan penurunan tingkat

kesadaran. Biakan diperoleh dan pemberian antibiotic dimulai.

Kemudian berkembang ARDS dan GGA, meningkatkan

kebutuhan dukungan ventilator dan hemodialisis.

Asuhan keperawatan intensif perlu untuk mengatasi gangguan

yang ada dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Dukungan

psikososial bagi pasien dan keluarganya juga diberikan. Setelah

prosedur pembedahan ketiga untuk debridement jaringan

nekrotik dan mengalirkan abses perihepatik, akhirnya pasien

mulai membaik. Beberapa minggu kemudian, dukungan dialysis

dan ventilator dihentikan. Dua bulan setelah masuk rumah sakit,

pasien keluar dari unit rawat intensif, dan tiga minggu

kemudian diperbolehkan pulang.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 20

Page 21: isi multi trauma.docx

6. Trauma Pelvik

a. Cedera pada Kandung Kemih Kandung kemih dapat mengalami laserasi atau pecah,

paling sering sebagai konsekuensi trauma tumpul. Cedera pada

kangdung kemih sering kali berhubungan dengan fraktur

pelvik.adanya hematuria ( nyata atau mikroskopik ), nyeri

abdomen bawah, atau tidak mampuan berkemih memerlukan

pemeriksaan terhadap cidera uretra dengan uretrogram retrograd

sebelum pemasangan kateter urine. Cidera pada kandung kemih

dapat mennyebabkan ekstravasasi urine intraperitonial atau

ekstraperitoneal. Ekstravasi ekstraperitoneal sering dapat

ditangani dengan drainase kateter urine . ektravasi

intraperitoneal, bagaimanapun memerlukan pembedahan.

Mungkin dipasang selang sistostomi suprapubik . komplikasi

jarang tejadi infeksi karena kateter urine atau sepsis akibat

ekstra vasasi urine.

b. Fraktur Pelvik

Fraktur pelvik yang kompleks berkaitan dengan mortalitas

yang tinggi. Hemoragi sekunder adalah penyebab yang paing

sering dari kematian dini, sedangkan sepsis menyebabkan

penundaan mortalitas. Radiografi dan scan CT dapat

memastikan adanya dan menentukan tingkat fraktur pelvik.

Fraktur pelvik sering sering menyebabkan laserasi pembuluh –

pembuluh kecil yang mengeluarkan darah ke dalam jaringan

lunak pada rongga retroperineal. Areal ini meluas dari difragma

sampai ke pertengahan paha dan akan menampung beberapa

liter darah sebelum terjadi tamponade. Angiogram sering kali

diperlukan untuk menemukan letak dan menyumbat sumber

darah.

Kontrol terhadap hemoragi merupakan pokok permasalahan

primer. PASG mungkin dipasang pada fase prarumah sakit atau

di unit gawat intensif. PASG dapat membantu membelat pelvis

dan tamponade hemoragi, karena PASG menurunkan volume

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 21

Page 22: isi multi trauma.docx

tidal, maka ada kemungkinan dibutuhkan bantuan ventilator

mekanik. Fiksasi internal atau eksternal adalah lebih efektif

dalam menstabilkan fraktur juga dalam mengontrol perdarahan.

selain itu, fiksasi dini mengurangi nyeri dan membantu ambulasi

lebih dini. Pembedahan untuk mengontrol hemoragi mungkin

juga diperlukan .

Perhatian utama dari perawat unit perawatan kritis adalah

untuk mencegah syok hemoragi. Tranfusi multiple dan

pemantauan hemodinamik diperlukan dalam kasus hemoragi

yang signifikan. Hematoma pelvik dapat menjadi sumberdari

sepsis dan dapat memerlukan drainase perkuata atau

pembedahan. Komplikasi utama lain dari fraktur pelvik

termasuk keterlibatan saraf pelvik dan emboli pulmonal. Penting

untuk dilakukan terapi fisik yang berkepanjangan dan

rehabilitasi yang sering.

7. Trauma pada Ekstremitas

a. Fraktur

Fraktur sering terjadi pada trauma tumpul, kurang jarang

pada trauma penetrasi. Manakalah radiografi sudah memastikan

adanya fraktur, maka harus dilakukan stabilitas atau perbaikan

fraktur. Karena prosedur ortopedik akan memakan banyak

waktu,sehingga cidera lain yang mengancam jiwa harus terlebih

dahulu di atasi, dan operasi perbaikan dapat di tunda sampai

masalah itu teratasi. Fiksasi internal fraktur sering

memungkinkan ambulasi dini pada pasien dengan cidera

multiple yang mungkin akan mengalami komplikasi akibat tirah

baring berkepanjangan ( ulkus dekubitus, emboli pulmonal,

penyusutan otot). Penatalaksanaan fraktur juga dapat dikerjakan

dengan fiksasi eksternal atau traksi skeletal . fraktur terbuka

akan memerlukan debridemen dengan pembedahan. Tanggung

jawab keperawatan termasuk pengkajian neurovaskular, sejalan

dengan perawatan lika dan pin. Fraktur terbuka mempunyai

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 22

Page 23: isi multi trauma.docx

resiko tinggi terhadap infeksi. Potensial komplikasi lainnya

adalah emboli lemak dari fraktur tulang panjang dan sindom

kompartemen. Asuhan keperawatan harus di arahkan terhadap

pencegahan dan deteksi dini tentang masalah – masalah ini.

Perawat juga harus bekerja sama dengan terapis fisik untuk

meningkatkan kekuatan dan mobilisasi dini.

b. Dislokasi

Dislokasi menimbulkan rasa nyeri yang sangat hebat.

Dislokasi mudah dikenali karena adanya perubahan dari anatomi

yang normal. Dislokasi sendi umumnya tidak mengancam jiwa,

tapi memerlukan tindakan darurat karena apabila tidak

dilakukan tindakan secepatnya, akan menyebabkan gangguan

pada daerah distal yang mengalami dislokasi. Sangat sulit

diketahui apakah fraktur disertai dengan dilokasi atau tidak,

maka sangat penting untuk mengetahui denyut nadi, gerakan dan

gangguan persyarafan distal dari dislokasi. Kebanyakan

tindakan yang baik untuk klien adalah menyangga dan

meluruskan ekstremitas ke posisi yang lebih menyenangkan

untuk klien dan membawanya ke pelayanan kesehatan yang

terdapat fasilitas ortopedi yang baik.

8. Cedera vaskular

Cedera vaskular seringkali mengakibatkan perdarahan atau

trombosis pembuluh. Cedera vaskular biasanya disebabkan oleh

trauma penetrasi, dan kurang sering karena fraktur. Ultrasonografi

doppler seing digunakan untuk mendiagnosa cedera vaskular

perifer. Angiogram juga dapat digunakan untuk menetukan tempat

cedera dan mengidentifikasi fistula arteriovenosa, psudoaneurisme,

dan penutupan intima. Dilakukan perbaikan pembedahan primer

atau tandur vaskular. Segera setelah periode pascaoperasi, terdapat

resiko perdarahan berlanjut atau oklusi trombotik dari pembuluh

keduannya mengharuskan kembali kekamar operasi. Perawat harus

mengkaji nadi distal, warna kulit, sensasi gerakan , dan suhu

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 23

Page 24: isi multi trauma.docx

ekstrimitas yang cedera. Indeks ankel – brakial (ABI) serinkali

berguna dalam mendeteksi perkembangan oklusi setelah trauma

ekstrimitas bawah. Untuk meghitung nilai ABI, tekanan darah

sistolik pada pergelangan kaki di bagi dengan tekanan darah

sistolik lengan . penurunan ABI menunjukkan peningkatan gradien

tekanan yang menembus pembuluh. Metoda ini memberikan data yang

lebih objektif ketimbang hanya meraba nadi. Perawat juga harus

memperhatikan perkembangan sindrom kompartemen.

2.1.6 Komplikasi pada Multi Trauma1. Penyebab kematian dini ( dalam 72 jam )

a. Hemoragi dan cedera kepala

Hemoragi dan cedera kepala adalah penyebab utama

kematian dini setelah trauma multiple. Untuk mencegah

kehabisan darah, maka perdarahan harus dikendalikan. Ini dapat

diselesaikan dengan operasi ligasi ( pengikatan ) dan

pembungkusan, dan embolisasi dengan angiografi. Hemoragi

berkelanjutan memerlukan tranfusi multiple, sehingga

meningkatkan kecenderungan terjadinya ARDS dan DIC.

Hemoragi berkepanjangan mengarah pada syok hipovolemik dan

akhirnya terjadi penurunan perfusi organ.

Mekanisme yang mengarah pada penurunan perfusi jaringan :

Faktor penyebab ( seperti , penurunan volume, pelepasan toksin )

Penurunan isi secukup

Penurunan curah jantung

Penurunan perfusi jaringan yang tidak sama

Berbagai organ memberikan respon yang berbeda terhadap

penurunan perfusi yang disebabkan oleh syok hipovolemik.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 24

Page 25: isi multi trauma.docx

2. Penyebab Lambat Kematian ( Setelah 3 Hari ) :

a. Sepsis

Sepsis adalah komplikasi yang sering terjadi pada trauma

multiple. Pelepasan toksin menyebabkan dilatasi pembuluh, yang

mengarah pada penggumpalan venosa yang mengakibatkan

penurunan arus balik vena. Pada mulannya, curah jantung

mengikat untuk mengimbangi penurunan tekanan vaskular

sistemik. Akhirnya, mekanisme kompensasi terlampaui dan curah

jantung menurun sejalan dengan tekanan darah dan perfusi.

Sumber infektif harus ditemukan dan di basmi. Diberikan

antibiotik, dilakukan pemeriksaan kultur, mulai dilakukan

pemeriksaan radiologok, operasi eksplorasi sering dilakukan.

Abses intra abdomen merupakan penyebab sepsis paling sering .

Sebagaian abses dapat keluarkan perkuatan, sedangkan yang

lainnya memerlukan pembedahan. Setelah pembedahan drainase

abses abdomen, insisi di biarkan terbuka, dengan drainase

terpasang, untuk memungkinkan penyembuhan dan menghindari

kekambuhan .sumber – sumber infeksi lainnya yang perlu

diperhatikan adalah selang invasif, saluran kemih, dan paru –

paru. Di perkirakan bahwa pemberian nutrisi yang dini dapat

menurunkan perkembangan sepsis dan gagal organ multipel.

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

1. Trauma Tumpul

a. Diagnostik Peritoneal Lavage

DPL adalah prosedur invasive yang bisa cepat dikerjakan

yang bermakna merubah rencana untuk pasien berikutnya ,dan

dianggap 98 % sensitive untuk perdarahan intraretroperitoneal.

Harus dilaksanakan oleh  team bedah untuk pasien dengan trauma

tumpul multiple dengan hemodinamik yang abnormal,terutama

bila dijumpai :

a) Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol,

kecanduan obat-obatan.

b) Perubahan sensasi trauma spinal.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 25

Page 26: isi multi trauma.docx

c) Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis.

d) Pemeriksaan diagnostik tidak jelas.

e) Diperkirakan akan ada kehilangan kontak dengan pasien dalam

waktu yang agak lama, pembiusan untuk cedera

extraabdominal, pemeriksaan X-Ray yang lama misalnya

Angiografi.

f) Adanya lap-belt sign (kontusio dinding  perut) dengan

kecurigaan trauma usus.

DPL juga diindikasikan pada pasien dengan hemodinamik

normal nilai dijumpai hal seperti di atas dan disini tidak memiliiki

fasilitas USG ataupun CT Scan. Salah satu kontraindikasi untuk

DPL adalah adanya indikasi yang jelas untuk laparatomi.

Kontraindikasi relative antara lain adanya operasi abdomen

sebelumnya, morbid obesity, shirrosis yang lanjut, dan adanya

koagulopati sebelumnya. Bisa dipakai tekhnik terbuka atau

tertutup  (Seldinger) di infraumbilikal oleh dokter yang terlatih.

Pada pasien dengan fraktur pelvis atau ibu hamil, lebih baik

dilakukan supraumbilikal untuk mencegah kita mengenai

hematoma pelvisnya ataupun membahayakan uterus yang

membesar. Adanya aspirasi darah segar, isi gastrointestinal, serat

sayuran ataupun empedu yang keluar, melalui tube DPL pada

pasien dengan henodinamik yang abnormal menunjukkan indikasi

kuat untuk laparatomi. Bila tidak ada darah segar (>10 cc)

ataupun cairan feses ,dilakukan lavase dengan 1000cc Ringer

Laktat (pada anak-anak  10cc/kg). Sesudah cairan tercampur

dengan cara menekan maupun melakukan rogg-oll, cairan

ditampung kembali dan diperiksa di laboratorium untuk melihat

isi gastrointestinal ,serat maupun empedu (American College of

Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 149-150).

Test (+)  pada trauma tumpul bila 10 ml atau lebih darah

makroskopis (gross) pada aspirasi awal, eritrosit > 100.000 mm3,

leukosit > 500/mm3 atau pengecatan gram (+) untuk bakteri,

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 26

Page 27: isi multi trauma.docx

bakteri atau serat. Sedangkan bila DPL (+) pada trauma tajam bila

10 ml atau lebih darah makroskopis (gross) pada aspirasi awal,sel

darah merah 5000/mm3 atau lebih (Scheets, 2002 :  279-280).

b. FAST (Focused Assesment Sonography in Trauma)

Individu yang terlatih dengan baik dapat menggunakan

USG untuk mendeteksi adanya hemoperitoneum. Dengan adanya

peralatan khusus di tangan mereka yang berpengalaman,

ultrasound memliki sensifitas, specifitas dan ketajaman untuk

meneteksi adanya cairan intraabdominal yang sebanding dengan

DPL dan CT abdomen Ultrasound memberikan cara yang tepat,

noninvansive, akurat dan murah untuk mendeteksi

hemoperitorium, dan dapat diulang kapanpun. Ultrasound dapat

digunakan sebagai alat diagnostik bedside dikamar resusitasi,

yang secara bersamaan dengan pelaksanaan beberapa prosedur

diagnostik maupun terapeutik lainnya. Indikasi pemakaiannya

sama dengan indikasi DPL (American College of Surgeon

Committee of Trauma, 2004 : 150).

c. Computed Tomography (CT)

Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ

yang mengalami kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan juga

bisa untuk mendiagnosa trauma retroperineal maupun pelvis yang

sulit di diagnosa dengan pemeriksaan fisik, FAST, maupun DPL

(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 :

151).

2.  Trauma Tajam

a. Cedera thorax bagian bawah

Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada

diafragma dan struktur abdomen bagian atas diperlukan

pemeriksaan fisik maupun thorax foto berulang, thoracoskopi, 

laparoskopi maupun pemeriksaan CT scan.

b. Eksplorasi local luka dan pemeriksaan serial dibandingkan

dengan DPL pada luka tusuk abdomen depan. Untuk pasien yang

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 27

Page 28: isi multi trauma.docx

relatif asimtomatik (kecuali rasa nyeri akibat tusukan), opsi

pemeriksaan diagnostik yang tidak invasive adalah pemeriksaan

diagnostik serial dalam 24 jam, DPL maupun laroskopi

diagnostik.

c. Pemeriksaan fisik diagnostik serial dibandingkan dengan double

atau triple contrast pada cedera flank maupun punggung. Untuk

pasien yang asimptomatik ada opsi diagnostik antara lain

pemeriksaan fisik serial, CT dengan double atau triple contrast,

maupun DPL. Dengan pemeriksaan diagnostic serial untuk pasien

yang mula-mula asimptomatik kemudian menjadi simtomatik,

kita peroleh ketajaman terutama dalam mendeteksi cedera

retroperinel maupun intraperineal untuk luka dibelakang linea

axillaries anterior (American College of Surgeon Committee of

Trauma, 2004 : 151).

2.1.8 Pemeriksaan penunjang

1. Radiologi

a. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul.

b. Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax

AP dan pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan

multitrauma. Rontgen foto abdomen tiga posisi (telentang,

setengah tegak dan lateral decubitus) berguna untuk melihat

adanya udara bebas dibawah diafragma ataupun udara di luar

lumen diretroperitoneum, yang kalau ada pada keduanya menjadi

petunjuk untuk dilakukan laparatomi. Hilangnya bayangan psoas

menunjukkan kemungkinan cedera retroperitoneal

2. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam

Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak

memerlukan pemeriksaan X-Ray pada pasien luka tusuk diatas

umbilicus atau dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan

hemodinamik yang abnormal, rontgen foto thorax tegak bermanfaat

untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorax,

ataupun untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal. Pada

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 28

Page 29: isi multi trauma.docx

pasien yang hemodinamiknya normal, pemasangan klip pada luka

masuk maupun keluar dari suatu luka tembak dapat memperlihatkan

jalannya peluru maupun adanya udara retroperitoneal pada rontgen

foto abdomen tidur.

3. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu

sendiri

b. Penurunan hematokrit/hemoglobin

c. Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT

d. Koagulasi : PT,PTT

4. MRI

5. Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatic

6. CT Scan

7. Radiograf dada  mengindikasikan peningkatan

diafragma,kemungkinan pneumothorax atau fraktur  tulang rusuk

VIII-X.

8. Scan limfa

9. Ultrasonogram

10. Peningkatan serum atau amylase urine

11. Peningkatan glucose serum

12. Peningkatan lipase serum

13. DPL (+) untuk amylase

14. Peningkatan WBC

15. Peningkatan amylase serum

16. Elektrolit serum

17. AGD (ENA,2000:49-55)

2.1.9 Penilaian Pasien Trauma

Trauma didefinisikan sebagai perpindahan energi yang terjadi dari

lingkungan ke tubuh manusia. Trauma adalah penyebab utama

kecacatan di Amerika Serikat, tercatat lebih dari 150 ribu kematian tiap

tahunnya. Trauma dapat dikategorikan sebagai kejadian yang disengaja

dan tidak disengaja. Di Amerika Serikat, trauma yang tidak disengaja

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 29

Page 30: isi multi trauma.docx

menjadi penyebab utama nomor lima timbulnya kematian di semua

golongan usia dan menjadi penyebab nomor satu di kategori usia 1-34

tahun.

Mekanisme cedera mengacu pada proses yang memungkinkan

energi berpindah dari lingkungan pada pasien yang menderita trauma.

Energi merupakan agen penyebab timbulnya cedera fisik, sedangkan

tipe energi yang dapat menimbulkan trauma adalah energi mekanik,

elektrik, panas, kimia, dan radiasi. Berdasarkan jenis energi, cedera

yang disebabkan oleh energi mekanik paling sering terjadi. Proses

tersalurnya energi mekanik pada pasien bisa melalui kejadian seperti

kecelakaan, jatuh, serangan benda tumpul, penikaman, dan luka

tembak. Cedera yang diakibatkan oleh tekanan mekanik dapat

dibedakan menjaadi cedera tumpul dan penetratif. Kecelakaan

kendaraan bermotor dan jatuh dapat dikategorikan sebagai cedera

tumpul, sementara luka tembak dan luka tusuk merupakan contoh dari

cedera penetratif. Tabel 1.1 menjelaskan pola cedera yang umumnya

terjadi pada pengemudi yang mengalami kecelakaan tanpa memakai

alat pengaman.

Tabel 1.1 Mekanisme dan Pola Cedera

Mekanisme Cedera Kemungkinan Pola Cedera

Tabrakan depan

Pola jaring laba-laba atau pola bull’s

eye pada kaca depan.

Patah tulang belakang daerah serviks,

trauma wajah.

Setir mobil tertekuk. Anterior flail chest, cidera kardiak

tumpul, pneumothoraks, cidera hati

atau limpa, gangguan aortik.

Bekas lutut pada dasboard. Patah / dislokasi lutut, femur dan

panggul.

Tabrakan samping

Kontak kepala dengan jendela samping. Patah tulang belakang daerah serviks,

cedera kepala.

Pintu terdorong ke ruang penumpang. Lateral flail chest.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 30

Page 31: isi multi trauma.docx

Cedera hati atau limpa (tergantung sisi

yang terkena tumbukan).

Tabel 1.2 Penilaian primer dan sekunder bagi pasien trauma.

Komponen Penilaian Kemungkinan Intervensi

A Airway/Saluran

pernapasan

Dengarkan suara

terbuka/tersumbat?

Cari serpihan benda-

benda, darah,

muntah, dan benda

asing.

Buka saluran pernapasan

menggunakan chin-lift

atau manuver modified

jaw-thrust.

Bersihkan saluran

pernapasan, sedot dan

bersihkan dari benda-

benda asing.

Berikan saluran

pernapasan buatan:

saluran pernapasan

orofaring atau

nasofaring, intubasi

trakea, atau saluran

pernapasan lewat proses

bedah.

B Breathing/

pernapasan

Amati respirasi

spontan, chest

excursion, laju dan

kedalaman respirasi,

dan usaha untuk

bernapas.

Auskultasi suara

pernapasan.

Berikan oksigen dengan

laju tinggi melalui non-

rebreather mask.

Ganti udara dengan

menggunakan tekanan

positif (bag-valve-mask)

Bantu dengan

menggunakan intubasi

trakea atau penempatan

saluran napas lewat

proses bedah.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 31

Page 32: isi multi trauma.docx

C Circulation/

Sirkulasi

Cari pendarahan

yang tampak jelas.

Periksa kulit untuk

warna, suhu,

kelembapan, dan

capillary refill time.

Raba denyut nadi

sentral dan distal.

Lakukan penekanan/

letakkan luka di posisi

yang lebih tinggi.

Masukkan dua atau lebih

kateter large-bore

intravenous.

Berikan bolus dari

crystalloids atau darah.

Lakukan transfusi darah

dada.

Gunakan splint untuk

mengontrol pendarahan.

Fasilitasi intervensi

bedah untuk kondisi

pendarahan internal atau

eksternal yang parah.

Sediakan resusitasi

kardiopulonary/

advanced cardiac life

support bila diperlukan.

D Disability/

Ketidakmampuan

Periksa akondisi

neurologis

menggunakan

mnemonic AVPU.

Periksa pupil,

simetris atau tidak,

dan reaksi terhadap

cahaya.

Jangan sampai pasien

mengalami hipotensif

atau hipoksia.

Jaga dengan hati-hati

kondisi tulang belakang.

Pertimbangkan

pemberian manitol,

tindakan untuk

memperbaiki laju

pembuluh vena dari

otak, pembedahan atau

hiperventilasi singkat.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 32

Page 33: isi multi trauma.docx

E Exposure and

environmental

(Pemaparan dan

Lingkungan)

Periksa seluruh tubuh. Lepas semua baju.

Berikan penghangat

tubuh.

F Full set of vital

signs, five

interventions, and

family presence

Dapatkan data-data

vital.

Nilai kebutuhan

psikologis pasien

dan keluarga.

Mulai pengawasan

kardiak berkelanjutan

dan saturasi oksigen.

Pertimbangkan untuk

memasukkan pipa

nasogastrik atau

orogastrik dan kateter

saluran urine.

G Give comfort

measures

Ukur tingkat kesakitan. Berikan obat untuk nyeri

seperti disarankan.

Gunakan cara

nonfarmakologis untuk

mengurangi nyeri.

H

History Jika pasien sadar,

kumpulkan sejarah data

medis.

Dapatkan informasi MIVT

dari jasa medis darurat.

Head-to-toe

examination

Lakukan pemeriksaan

dari kepala ke kaki;

inspeksi, auskultasi, dan

raba pasien dari kepala

ke kaki.

I Inspect posterior

surfaces

Miringkan pasien ke

satu sisi. Periksa dan

raba semua permukaan

tubuh bagian belakang.

2.2 Penatalaksanaan Multi Trauma

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 33

Page 34: isi multi trauma.docx

2.2.1 Penanganan Pasien Multi Trauma

Penanganan secara sistematis sangat penting dalam

penatalaksanaan pasien dengan trauma. Perawatan penting yang

menjadi prioritas adalah mempertahankan jalan napas, memastikan

pertukaran udara secara efektif, dan mengontrol pendarahan.

Kematian akibat trauma memiliki pola distribusi trimodal. Puncak

morbiditas pertama terjadi dalam hitungan detik atau menit setelah

cedera. Kematian ini diakibatkan gangguan pada jantung atau

pembuluh darah besar, otak, atau saraf tulang belakang. Cedera

seperti ini sangat parah dan jumlah pasien yang dapat diselamatkan

relatif kecil. Puncak kedua kematian terjadi dalam hitungan menit

sampai jam sesudah trauma terjadi. Kematian dalam periode ini

terjadi pada umumnya karena memar intrakranial atau pendarahan

yang tidak terkontrol akibat patah tulang panggul, robekan pada

solid organ (organ padat) atau beberapa luka. Perawatan yang

diterima dalam satu jam pertama (golden period) sesudah cedera

sangat penting untuk mempertahankan nyawa pasien.

The Trauma Nursing Core Course (TNCC) dan Advanced

Trauma Life Support (ATLS) menggunakan pendekatan primary dan

secondary survey. Pendekatan ini berfokus pada pencegahan

kematian dan cacat pada jam-jam pertama setelah terjadinya trauma.

Puncak morbiditas ketiga terjadi beberapa hari sampai minggu

sesudah trauma. Kematian pada periode ini terjadi karena sepsis,

kegagalan beberapa organ dan pernapasan, atau komplikasi lain.

Oleh karena kerumitan, keparahan cedera, serta kebutuhan akan

evaluasi dan intervensi secara bersamaan, pasien yang mengalami

multipel trauma memerlukan tindakan dari tim yang terkoordinasi

untuk menyelamatkan pasien. Pemimpin dalam tim mengamati

jalannya usaha penyelamatan pasien. Komposisi tim berbeda-beda

dari tempat ke tempat yang lain, terapi biasanya terdiri atas paling

tidak satu satu dokter, satu perawat, dan petugas perawat tambahan.

The Trauma Nursing Core Course (TNCC) dan Advanced Trauma

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 34

Page 35: isi multi trauma.docx

Life Support (ATLS) menggunakan pendekatan primary dan

secondary survey sebagai berikut :

1. Survei Primer (Primary Survey)

Penilaian awal pasien trauma terdiri atas survei primer dan

survei sekunder. Pendekatan ini ditujukan untuk mempersiapkan

dan menyediakan metode perawatan individu yang mengalami

multiple trauma secara konsisten dan menjaga tim agar tetap

terfokus pada prioritas perawatan. Masalah-masalah yang

mengancam nyawa terkait jalan napas, pernapasan, sirkulasi, dan

status kesadaran pasien diidentifikasi, dievaluasi, serta dilakukan

tindakan dalam hitungan menit sejak datang di unit gawat darurat.

Kemungkinan kondisi mengancam nyawa seperti pneumothoraks,

hemotoraks, flail chest, dan pendarahan dapat dideteksi melalui

survei primer. Ketika kondisi yang mengancam nyawa telah

diketahui, maka dapat segera dilakukan intervensi yang sesuai

dengan masalah/ kondisi pasien.

Pada survei primer terdapat proses penilaian, intervensi,

dan evaluasi yang berkelanjutan. Komponen survei primer adalah

sebagai berikut :

A : Airway (jalan napas)

B : Breathing (pernapasan)

C : Circulation (sirkulasi)

D : Disability (defisit neurologis)

E : Exposure and environmental control (pemaparan dan kontrol

lingkungan)

A : Airway (Jalan Napas)

Penilaian jalan napas merupakan langkah pertama pada

penanganan pasien trauma. Penilaian jalan napas dilakukan

bersamaan dengan menstabilkan leher. Tahan kepala dan leher

pada posisi netral dengan tetap mempertahankan leher dengan

menggunakan servical collar dan meletakkan pasien pada long

spine board. Dengarkan suara spontan yang menandakan

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 35

Page 36: isi multi trauma.docx

pergerakan udara melalui pita suara. Jika tidak ada suara, buka

jalan napas pasien menggunakan chin-lift atau manuver modified

jaw-thrust. Periksa orofaring, jalan napas mungkin terhalang

sebagian atau sepenuhnya oleh cairan (darah, saliva, muntahan)

atau serpihan kecil seperti gigi, makanan, atau benda asing.

Intervensi sesuai dengan kebutuhan (suctioning, reposisi) dan

kemudian evaluasi kepatenan jalan napas. Alat-alat untuk

mempertahankan jalan napas seperti nasofaring, orofaring, LMA,

pipa trakea, Combitute, atau cricothyrotomy mungkin dibutuhkan

untuk membuat dan mempertahankan kepatenan jalan napas.

B : Breathing (Pernapasan)

Munculnya masalah pernapasan pada pasien trauma sering

terjadi kegagalan pertukaran udara, perfusi, atau sebagai akibat

dari kondisi serius pada status neurologis pasien. Untuk menilai

pernapasan, perhatikan proses respirasi spontan dan catat

kecepatan, kedalaman, serta usaha melakukannya. Periksa dada

untuk mengetahui penggunaan otot bantu pernapasan dan gerakan

naik turunnya dinding dada secara simetris saat respirasi.

Selain itu, periksa juga toraks. Pada kasus cedera tertentu

misalnya luka terbuka, flail chest dapat dilihat dengan mudah.

Lakukan auskultasi suara pernapasan bila didapatkan adanya

kondisi serius dari pasien. Selalu diasumsikan bahwa pasien yang

tidak tenang atau tidak dapat bekerja sama berada dalam kondisi

hipoksia sampai terbukti sebaliknya.

Intervensi selama proses perawatan meliputi hal-hal sebagai

berikut :

1) Oksigen tambahan untuk semua pasien. Bagi pasien dengan

volume tidal yang cukup, gunakan non-rebreather mask

dengan reservoir 10-12 l/menit.

2) Persiapkan alat bantu pertukaran udara bila diperlukan.

Gunakan bag-valve-mask untuk mendorong tekanan positif

oksigen pada pasien saat kondisi respirasi tidak efektif.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 36

Page 37: isi multi trauma.docx

Pertahankan jalan napas efektif dengan intubasi trakea jika

diperlukan dan siapkan ventilator mekanis.

3) Pertahankan posisi pipa trakea. Begitu pasien terintubasi,

pastikan posisi pipa benar; verifikasi ulang bila dibutuhkan.

Perhatikan gerakan simetris naik turunnya dinding dada,

auskultasi daerah perut kemudian paru-paru dan perhatikan

saturasi oksigen melalui pulseoximeter.

4) Bila didapatkan trauma toraks, maka perlu tindakan yang

serius. Tutup luka dada selama proses pengisapan, turunkan

tekanan pneumotoraks, stabilisasi bagian-bagian yang flail,

dan masukkan pipa dada.

5) Perlu dilakukan penilaian ulang status pernapasan pasien yang

meliputi pengukuran saturasi oksigen dan udara dalam darah

(arterial blood gase).

C : Circulation (Sirkulasi)

Penilaian primer mengenai status sirkulasi pasien trauma

mencakup evaluasi adanya pendarahan, denyut nadi, dan perfusi.

1) Pendarahan

Lihat tanda-tanda kehilangan darah eksternal yang masif

dan tekan langsung daerah tersebut. Jika memungkinkan,

naikkan daerah yang mengalami pendarahan sampai di atas

ketinggian jantung. Kehilangan darah dalam jumlah besar

dapat terjadi di dalam tubuh.

2) Denyut nadi

Denyut nadi diraba untuk mengetahui ada tidaknya nadi,

kualitas, laju, dan ritme. Denyut nadi mungkin tidak dapat

dilihat secara langsung sesudah trauma, hipotermia,

hipovolemia, dan vasokonstriksi pembuluh darah yang

disebabkan respons sistem saraf simpatik yang sangat intens.

Raba denyut nadi karotid, radialis, dan femolar. Sirkulasi

dievaluasi melalui auskultasi apikal. Cari suara degupan

jantung yang menandakan adanya penyumbatan perikardial.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 37

Page 38: isi multi trauma.docx

Mulai dari tindakan pertolongan dasar sampai dengan lanjut

untuk pasien yang tidak teraba denyut nadinya. Pasien yang

mengalami trauma cardiopulmonary memiliki prognosis yang

jelek, terutama setelah terjadi trauma tumpul. Pada populasi

pasien trauma, selalu pertimbangkan tekanan pneumotoraks

dan adanya sumbatan pada jantung sebagai penyebab

hilangnya denyut nadi. Kondisi ini dapat kembali normal

apabila dilakukan needle thoracentesis dan pericardiocentesis.

3) Perfusi kulit

Beberapa tanda yang tidak spesifik yaitu akral dingin, kulit

basah, pucat, sianosis, atau bintik-bintik mungkin menandakan

keadaan syok hipovolemik. Cek warna, suhu kulit, adanya

keringat, dan capillary refill. Waktu capillary refill adalah

ukuran perfusi yang cocok pada anak-anak, tapi kegunaanya

berkurang seiring dengan usia pasien dan menurunnya kondisi

kesehatan. Namun demikian, semua tanda-tanda syok tersebut

belum tentu akurat dan tergantung pada pengkajian. Selain

kulit, tanda-tanda hipoperfusi juga tampak pada orang lain,

misalnya oliguria, perubahan tingkat kesadaran, takikardi, dan

disritmia. Selain itu, perlu diperhatikan juga adanya

penggelembungan atau pengempisan pembuluh darah di leher

yang tidak normal. Mengembalikan volume sirkulasi darah

merupakan tindakan yang penting untuk dilakukan dengan

segera. Pasang IV line dua jalur dan infus dengan cairan

hangat. Gunakan blood set dan bukan infuse set karena blood

set mempunyai diameter yang lebih lebar dari infuse set

sehingga memungkinkan tetesannya lebih cepat dan apabila

ingin memberikan transfusi darah, maka bisa langsung

digunakan tanpa harus diganti. Berikan 1-2 l cairan isotonic

crystalloid solution (0,9% normal saline atau Ringer’s lactate).

Pada anak-anak, pemberiannya berdasarkan berat badan yaitu

20 ml/kgBB. Dalam pemberian cairan perlu diperhatikan

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 38

Page 39: isi multi trauma.docx

respons pasien dan setiap 1 ml darah yang hilang dibutuhkan 3

ml cairan crystalloids. Pada kondisi multiple trauma sering

terjadi perdarahan akibat kehilangan akut volume darah.

Secara umum volume darah orang dewasa adalah 7% dari

berat badan ideal (BBI) sementara volume darah anak-anak

berkisar antara 8-9% BBI. Jadi orang dewasa dengan berat

badan 70 kg diperkirakan memiliki volume darah sekitar 5liter.

Klasifikasi perdarahan meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Perdarahan kelas 1 (kehilangan darah sampai 15%)

Gejala minimal, takikardi ringan, tidak ada

perubahan yang berarti dari tekanan darah, nadi, dan

frekuensi pernapasan. Pada penderita yang sebelumnya

sehat tidak perlu dilakukan transfusi. Pengisian kapiler dan

mekanisme kompensasi lain akan memulihkan volume

darah dalam 24 jam.

2. Perdarahan kelas 2 (kehilangan darah 15-30%)

Gejala klinis meliputi takikardia, takipnea, dan

penurunan tekanan nadi. Penurunan tekanan nadi ini

terutama berhubungan dengan peningkatan komponen

distolik karena pelepasan katekolamin. Katekolamin

bersifat inotropik yang menyebabkan peningkatan tonus

dan resistensi pembuluh darah perifer. Tekanan sistolik

hanya sedikit berubah sehingga lebih tepat mendeteksi

perubahan tekanan nadi. Perubahan sistem saraf sentral

berupa cemas, ketakutan, dan sikap bermusuhan. Produksi

urine sedikit terpengaruh yaitu antara 20-30 ml/jam pada

orang dewasa. Ada penderita yang terkadang memerlukan

transfusi darah, tetapi kebanyakan masih bisa distabilkan

dengan larutan kristaloid.

3. Perdarahan kelas 3 (kehilangan darah 30-40%)

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 39

Page 40: isi multi trauma.docx

Gejala klinis klasik akibat perfusi inadekuat hampir

selalu ada yaitu takikardi, takipnea, penurunan status

mental dan penurunan tekanan darah sistolik. Penderita ini

sebagian besar memerlukan transfusi darah.

4. Perdarahan kelas 4 (kehilangan darah >40%)

Gejala klinis jelas yaitu takikardi, penurunan

tekanan darah sistolik yang besar dan tekanan nadi yang

sempit (tekanan distolik tidak teraba), produksi urin hampir

tidak ada, kesadaran jelas menurun, kulit dingin, dan pucat.

Transfusi sering kali harus diberikan secepatnya. Bila

kehilangan darah lebih dari 50% volume darah, maka akan

menyebabkan penurunan tingkat kesadaran, kehilangan

denyut nadi dan tekanan darah.

Penggunaan klasifikasi ini diperlukan untuk

mendeteksi jumlah cairan kristaloid yang harus diberikan.

Berdasarkan hukum 3 for 1 rule artinya jika terjadi

perdarahan sekitar 1.000 ml, maka perlu diberikan cairan

kristaloid 3 x 1.000 ml yaitu 3.000 ml cairan kristaloid.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa

pemberian cairan IV secara agresif pada pasien trauma

dapat memperburuk kondisi perdarahan pasien. Hal ini

karena dapat menurunkan hemostatic plugs yang terbentuk

untuk menghentikan pendarahan, tetapi kondisi ini hanya

terjadi pada beberapa kelompok pasien saja. Secara umum,

apabila seorang pasien didapatkan dalam kondisi yang tetap

tidak stabil secara hemodinamis sesudah pemberian infus

crystalloids 2-3 l, sebaiknya pasien segera diberikan

transfusi darah. Pemberian transfusi darah disesuaikan

dengan jenis dan golongan darah pasien.

D : Disability (Status Kesadaran)

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 40

Page 41: isi multi trauma.docx

Tingkat kesadaran pasien dapat dinilai dengan

menggunakan mnemonic AVPU. Sebagai tambahan, cek kondisi

pupil, ukuran, kesamaan, dan reaksi terhadap cahaya. Pada saat

survei primer, penilaian neurologis hanya dilakukan secara

singkat. Pasien yang memiliki risiko hipoglikemi (misal: pasien

diabetes) harus dicek kadar gula dalam darahnya. Apabila

didapatkan kondisi hipoglikemi berat, maka diberikan Dekstrose

50%. Adanya penurunan tingkat kesadaran akan dilakukan

pengkajian lebih lanjut pada survei sekunder. GCS dapat dihitung

segera setelah pemeriksaan survei sekunder.

Mnemonic AVPU meliputi: awake (sadar); verbal

(berespons terhadap suara/ verbal); pain (berespons terhadap

rangsang nyeri), dan unresponsive (tidak berespons).

E : Exposure and Environmental Control (Pemaparan dan

Kontrol Lingkungan)

1. Pemaparan (Exposure)

Lepas semua pakaian pasien secara cepat untuk memeriksa

cedera, perdarahan, atau keanehan lainnya. Perhatikan kondisi

pasien secara umum, catat kondisi tubuh, atau adanya bau zat

kimia seperti alkohol, bahan bakar, atau urine.

2. Kontrol Lingkungan (Environmental Control)

Pasien harus dilindungi dari hipotermia. Hipotermia

penting karena ada kaitannya dengan vasokonstriksi pembuluh

darah dan koagulopati. Pertahankan atau kembalikan suhu

normal tubuh dengan mengeringkan pasien dan gunakan lampu

pemanas, selimut, pelindung kepala, sistem penghangat udara,

dan berikan cairan IV hangat.

2. Survei Sekunder (Secondary Survey)

Setelah dilakukan survei primer dan masalah yang terkait

dengan jalan napas, pernapasan, sirkulasi, dan status kesadaran

telah selesai dilakukan tindakan, maka tahapan selanjutnya adalah

survei sekunder. Pada survei sekunder pemeriksaan lengkap mulai

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 41

Page 42: isi multi trauma.docx

dari head to toe. Berbeda dengan survei primer, dalam

pemeriksaan survei sekunder ini apabila didapatkan masalah,

maka tidak diberikan tindakan dengan segera. Hal-hal tersebut

dicatat dan diprioritaskan untuk tindakan selanjutnya. Jika pada

saat tertentu, pasien tiba-tiba mengalami masalah jalan napas,

pernapasan atau sirkulasi, maka segera lakukan survei primer dan

intervensi sesuai dengan indikasi. Mnemonic yang digunakan

untuk mengingat survei sekunder ialah huruf F ke I.

F : Full Set of Vital Signs, Five Interventions, and Facilitation of

Family Presence (Tanda-tanda vital, 5 intervensi, dan

memfasilitasi kehadiran keluarga)

Full Set of Vital Signs (TTV)

Tanda-tanda vital ini menjadi dasar untuk penilaian

selanjutnya. Pasien yang kemungkinan mengalami trauma dada

harus dicatat denyut nadi radial dan apikalnya; nilai tekanan darah

pada kedua lengan. Termasuk suhu dan saturasi oksigen

sebaiknya dilengkapi pada tahap ini, jika belum dilakukan.

Five Interventions (5 Intervensi)

Lima intervensi ini meliputi hal-hal sebagai berikut :

a. Pemasangan monitor jantung.

b. Pasang nasogastrik tube atau orogastrik tube (jika ada

indikasi).

c. Pasang folley kateter (jika ada indikasi).

d. Pemeriksaan laboratorium meliputi: darah lengkap, kimia

darah, urinalysis, urine, kadar ethanol, toxicologic screens

(urine, serum), clotting studies (prothrombin time, activated

partial thromboplastin time, fibrinogen, D dimer) untuk

pasien dengan yang mengalami gangguan koagulopati.

e. Pasang oksimetri.

Facilitation of Family Presence (Memfasilitasi Kehadiran

Keluarga)

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 42

Page 43: isi multi trauma.docx

Memfasilitasi kehadiran keluarga berarti memberikan

kesempatan untuk bersama pasien meskipun berada dalam situasi

yang mengancam nyawa, tetapi hal ini masih menjadi hal yang

kontroversial sampai sekarang. Berdasarkan kesepakatan

Emergency Nurses Association (ENA), keluarga diberikan

kesempatan untuk bersama dengan pasien selama proses invasif

dan resusitasi. Rumah sakit atau klinik yang mengizinkan

kehadiran keluarga pasien harus memiliki standar prosedur

tentang bagaimana cara menenangkan, mendukung, dan

memberikan informasi pada anggota keluarga.

G : Give Comfort Measures (Memberikan Kenyamanan)

Korban trauma sering mengalami masalah yang terkait

dengan kondisi fisik dan psikologis. Metode farmakologis dan

non-farmakologis banyak digunakan untuk menurunkan rasa

nyeri dan kecemasan. Dokter dan perawat yang terlibat dalam tim

trauma harus bisa mengenali keluhan dan melakukan intervensi

bila dibutuhkan.

H : History and Head-to-Toe Examination

1. Riwayat Pasien (History)

Jika pasien sadar dan kooperatif, lakukan pengkajian pada

pasien untuk memperoleh informasi tentang pengobatan,

alergi, dan riwayat penyakit yang bersangkutan. Anggota

keluarga pasien bisa juga menjadi sumber untuk memperoleh

data ini. Informasi penting tentang kondisi sebelum sampai di

rumah sakit seperti tempat kejadian, proses cedera, penilaian

pasien dan intervensi didapatkan dari petugas EMS. Untuk

mempermudah dalam melakukan pengkajian yang berkaitan

dengan riwayat kejadian pasien, maka dapat digunakan

mnemonic MIVT yaitu mechanism (mekanisme), injuries

suspected (dugaan adanya cedera), vital sign on scene (TTV di

tempat kejadian), dan treatment received (perawatan yang

telah diterima).

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 43

Page 44: isi multi trauma.docx

2. Head-to-toe Examination (Pemeriksaan mulai dari kepala

sampai kaki)

a. Kepala (Head)

Kepala dilakukan inspeksi secara sistematis dan

dinilai adanya luka-luka yang tampak, perubahan bentuk,

dan kondisi kepala yang tidak simetris. Raba tengkorak

untuk mencari fragmen tulang yang tertekan, hematoma,

laserasi, ataupun nyeri. Perhatikan area ekimosis atau

perubahan warna. Ekimosis di belakang telinga atau di

daerah periorbital adalah indikasi adanya fraktur tengkorak

basilar (fraktur basis cranii).

Berikut adalah intervensi yang dapat dilakukan :

1) Jaga kondisi pasien agar tidak terjadi hipotensi atau

hipoksia.

2) Manitol dapat diberikan secara IV untuk menurunkan

tekanan intrakranial.

3) Pasien cedera kepala yang kondisinya terus memburuk,

harus dipertimbangkan pemberian terapi hiperventilasi

untuk menurunkan PaCO2 dari 30-35 mmHg.

4) Observasi tanda-tanda peningkatan TIK dan persiapkan

pasien jika diperlukan tindakan bedah.

b. Muka (Face)

Periksa dan perhatikan apakah terdapat luka paada

wajah pasien dan kondisi wajah yang tidak simetris.

Perhatikan adanya cairan yang keluar dari telinga, mata,

hidung, dan mulut. Cairan jernih yang berasal dari hidung

dan telinga diasumsikan sebagai cairan serebrospinal

sampai diketahui sebaliknya. Evaluasi kembali pupil yang

meliputi kesimetrisan, respons cahaya, dan akomodasi

mata, serta periksa juga fungsi ketajaman penglihatan.

Minta pasien untuk membuka dan menutup mulut untuk

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 44

Page 45: isi multi trauma.docx

mengetahui adanya malocclusion, laserasi, gigi hilang atau

goyah, dan/atau benda asing.

1) Tindakan yang dapat dilakukan untuk menegakkan

diagnosis adalah sebagai berikut :

2) Scan noncontrast computerized axial tomographic.

3) Panoramic radiographic views of the jaw.

4) Intervensi yang dapat dilakukan adalah memberikan

perawatan luka.

c. Leher (Neck)

Periksa kondisi leher pasien dan pastikan pada saat

melakukan pengkajian posisi leher tidak bergerak. Lakukan

palpasi dan inspeksi terhadap adanya luka, jejas, ekimosis,

distensi pembuluh darah leher, udara di bawah kulit, dan

deviasi trakea. Arteri karotid juga dapat diauskultasi untuk

mencari suara abnormal. Lakukan palpasi untuk

mengetahui perubahan bentuk, kerusakan, lebam, jejas di

tulang belakang. Trauma penetratif pada leher jarang

mengakibatkan cedera tulang belakang. Meski begitu,

kerusakan tulang belakang sebaiknya dipertimbangkan

sampai dibuktikan sebaliknya dengan penilaian klinis atau

radiografis.

Empat pengamatan radiografis yang dibutuhkan

untuk mendapatkan gambaran tulang belakang secara utuh

adalah sebagai berikut :

1) Cross-table lateral (harus tampak C1-T1).

2) Anterior-posterior.

3) Lateral.

4) Open-mouth odontoid.

d. Dada (Chest)

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 45

Page 46: isi multi trauma.docx

Periksa dada untuk mengetahui adanya

ketidaksimetrisan, perubahan bentuk, trauma penetrasi atau

luka lain, lakukan auskultasi jantung dan paru-paru. Palpasi

dada untuk mencari perubahan bentuk, udara di bawah kulit

dan area lebam/jejas.

Diagnosis yang mungkin muncul adalah sebagai berikut :

1) Ambil portable chest radiograph jika pasien tidak dapat

duduk tegak untuk sudut posterior-anterior dan lateral.

2) Lakukan perekaman ECG 12-lead pada pasien yang

diduga atau memiliki trauma tumpul pada dada.

3) Pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan BGA jika

pasien menunjukkan distress napas atau telah memakai

ventilator mekanik.

e. Abdomen (Perut)

Periksa perut untuk mengetahui adanya memar,

massa, pulsasi, atau onjek yang menancap. Perhatikan

adanya pengeluaran isi perut, auskultasi suara perut di

semua empat kuadran, dan secara lembut palpasi dinding

perut untuk memeriksa adanya kekakuan, nyeri, rebound

pain atau guarding.

Tindakan yang dapat dilakukan untuk menegakkan

diagnosis adalah sebagai berikut :

1) Periksa FAST (focused abdominal sonography for

trauma) yaitu proses pemeriksaan sonografi pada empat

wilayah perut (perikardial, perihepatik, perisplenik, dan

pelvis) digunakan untuk mengidentifikasi cairan

intraperitoneal pada pasien dengan trauma tumpul pada

perut.

2) Diagnosis peritoneal lavage (jarang digunakan karena

sudah tersedia CT-scan).

3) CT scan bagian perut (dilakukan dengan tingakat kontras

medium).

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 46

Page 47: isi multi trauma.docx

4) Urutan pemeriksaan radiografis perut atau ginjal-uretra-

kandung kemih.

f. Pelvis (Panggul)

Periksa panggul untuk mengetahui adanya

pendarahan, lebam, jejas, perubahan bentuk, atau trauma

penetrasi. Pada laki-laki, periksa adanya priapism,

sedangkan pada wanita periksa adanya pendarahan.

Inspeksi daerah perineum terhadap adanya darah, feses,

atau cedera lain. Pemeriksaan rektum dilakukan untuk

mengukur sphincter tone, adanya darah, dan untuk

mengetahui posisi prostat. Letak prostat pada posisi high-

riding, darah pada urinary meatus, atau adanya scrotal

hematoma adalah kontraindikasi untuk dilakukannya

kateter sampai uretrogram retrograde dapat dilakukan.

Untuk mengetahui stabilitas panggul lakukan penekanan

secara halus ke arah dalam (menuju midline) pada iliac

crests. Lakukan palpasi pada daerah simfisis pubis jika

pasien mengeluh nyeri atau terdengar adanya gerakan,

hentikan pemeriksaan dan lakukan pemeriksaan X-rays.

g. Ekstremitas (Extremity)

Periksa keempat tungkai untuk mengetahui adanya

perubahan bentuk, dislokasi, ekimosis, pembengkakan, atau

adanya luka lain. Periksa sensorik-motorik dan kondisi

neurovaskular pada masing-masing ekstremitas. Lakukan

palpasi untuk mengetahui adanya jejas, lebam, krepitasi,

dan ketidaknormalan suhu. Jika ditemukan adanya cedera,

periksa ulang status neurovaskular distal secara teratur dan

sistematis.

Tindakan yang dapat dilakukan untuk menegakkan

diagnosis adalah pemeriksaan X-rays pada ekstremitas yang

mengalami gangguan.

Intervensi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 47

Page 48: isi multi trauma.docx

1) Balut bidai.

2) Perawatan luka.

I : Inspect the Posterior Surfaces (Periksa Permukaan Bagian

Belakang)

Dengan tetap mempertahankan posisi tulang belakang

dalam kondisi netral, miringkan pasien ke satu sisi. Prosedur ini

membutuhkan beberapa orang anggota tim. Pemimpin tim menilai

keadaan posterior pasien dengan mencari tanda-tanda jejas,

lebam, perubahan warna, atau luka terbuka. Palpasi tulang

belakang untuk mencari tonjolan, perubahan bentuk, pergeseran,

atau nyeri. Pemeriksaan rektal dapat dilakukan pada tahap ini

apabila belum dilakukan pada saat pemeriksaan panggul dan pada

kesempatan ini juga bisa digunakan untuk mengambil baju pasien

yang berada di bawah tubuh pasien. Apabila pada pemeriksaan

tulang belakang tidak didapatkan adanya kelainan atau gangguan

pada pasien dapat telentang, maka backboard dapat diambil

(dengan mengikuti protokol institusi).

Tindakan yang dapat dilakukan untuk menegakkan

diagnosis adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan X-ray pada tulang belakang (leher, toraks,

pinggang).

2. CT scan tulang belakang.

Intervensi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Jaga tulang belakang agar tidak bergeser, sampai pasien sudah

normal.

2. Pertimbangkan memberi lapisan atau mengambil papan. Lihat

tanda-tanda kerusakan kulit.

2.2.2 Asuhan Keperawatan Multi Trauma

A. Pengkajian

1. Pengkajian primer

a. Airway (jalan nafas)

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 48

Page 49: isi multi trauma.docx

Pemeriksaan  jalan napas pada pasien multi trauma

merupakan prioritas utama.

Usaha untuk kelancaran jalan nafas harus di lakukan

dengan cara clin lift atau jaw thrust secara manual untuk

membuka jalan nafas.

b. Breathing (dan ventilasi)

Semua penderita trauma harus mendapat suplai

oksigen yang tinggi kecuali jika terdapat kontrindikasi 

terhadap tindakkan ini. Bantuan ventilasi harus dimulai jika

usaha pernapasan inadekuat.

c. Circrulation (sirkulasi)

Jika ada gangguan sirkulasi segera tanggani dengan

pemasangan IV line. Dan tentukan status sirkulasi dengan

mengkaji nadi,mencatat irama dan ritmenya.

d. Disability (evaluasi neurologis)

Pantau status neurologis secara cepat meliputi

tingkat kesadaran dan GCS,dan ukur reaksi pupil serta

tanda-tanda vital.

2. Pengkajian sekunder

a. Kepala

1) Inspeksi dan palpasi keseluruhan kulit kepala ; hal ini

penting karena kulit kepala biasanya tidak terlihat karena

tertutup rambut.

2) Catat adanya pendarahan, laserasi memar, atau hematom.

3) Catat adanya darah atau drainase dari telinga. Inspeksi

adanya memar di belakang telinga.

4) Kaji respons orientasi pasien akan waktu,tempat,dan diri.

Observasi bagaimana pasien merespons pertanyaan dan

berinteraksi dengan lingkungan.

5) Catat adanya tremor atau kejang.

b. Wajah

1) Inspeksi dan palpasi tulang wajah.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 49

Page 50: isi multi trauma.docx

2) Kaji ukuran pupil dan reaksinya terhadap cahaya. Catat

apakah lensa kontak terpasang ; jika ya lepaskan

3) Catat adanya darah atau drainase dari telinga, mata,

hidung, atau mulut.

4) Observasi bibir, daun telinga, dan ujung kuku terhadap

sianosis.

5) Cek adanya gigi yang tanggal.

6) Cek adanya gigi palsu. Jika ada pasien mengalami

penurunan tingkat kesadaran atau gigi palsu

mempengaruhi jalan nafas, lepaskan ; lalu di beri nama

dan simpan di tempat yang aman (lebih baik berikan

pada keluarganya).

7) Inspeksi lidah dan mukosa oral terhadap trauma.

c. Leher

1) Observasi adanya bengkak atau deformitas di leher.

2) Cek spinal servikal utuk devormitas dan nyeri pada

palpasi. Perhatikan jangan menggerakkan leher atau

kepala pasien dengan kemungkinan trauma leher sampai

fraktur servikal sudah dipastikan.

3) Observasi adanya deviasi trakea.

4) Observasi adanya distensi vena jugularis.

d. Dada

1) Inspeksi dinding dada untuk kualitas dan kedalaman

pernafasan dan untuk kesimetriasan pergerakan. Catat

adanya segmen flailchest.

2) Cek adanya fraktur iga dengan melakukan penekanan

pada tulang iga pada posisi lateral, lalu anterior dan

posterior ; manufer ini menyebabkan nyeri pada pasien

dengan fraktur iga.

3) Catat keluhan pasien akan nyeri,dispnea,atau sensasi

dada terasa berat.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 50

Page 51: isi multi trauma.docx

4) Catat memar, pendarahan, luka atau emfisema

subkutaneus.

5) Auskultasi paru utuk kualitas dan kesimetrisan bunyi

napas.

e. Abdomen

1) Catat adanya distensi, perdarahan, memar, atau abrasi,

khususnya di sekitar organ vital seperti limpa atau hati.

2) Auskultasi abdomen untuk bising usus sebelum

mempalpasi mengkaji secara benar.

f. Genetalia dan pelvis

1) Oservasi untuk abrasi, perdarahan, hematoma, edema,

atau discharge.

2) Observasi adanya gangguan kemih.

g. Tulang belakang

1) Mulai tempatkan satu tangan di bawah leher pasien.

Dengan lembut palpasi vertebrata. Rasakan adanya

deformitas dan catat lokasinya jika terdapat respon nyeri

pada pasien.

2) Perhatian : jangan pernah membalik pasien untuk

memeriksa tulang belakang sampai trauma spinal sudah

di pastikan. Jika anda harus membalik pasien (misalnya

luka terbuka) gunakan tehnik log-roll.

3) Catat adanya keluhan nyeri dari pasien ketika

mempalpasi sudut costovertebral melewati ginjal.

h. Ekstremitas

Cek adanya pendarahan ,edema , nyeri ,atau

asimetris tulang atau sendi mulai  pada segmen proksimal

pada setiap ekstremitas dan palpasi pada bagian distal.

B. Diagnosa

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 51

Page 52: isi multi trauma.docx

1. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan hemoragi,

spasium ketiga.

2. Kerusakan pertukaran gas : yang berhubungan dengan trauma

pulmonal, komplikasi pernapasan (mis, ARDS), nyeri.

3. Kerusakan integritas jaringan ; yang berhubungan dengan

trauma, pembedahan, prosedur-prosedur invasif, imobilitas.

4. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan ; yang

berhubungan dengan penurunan curah jantung, penurunan

oksigenasi, penurunan pertukaran gas.

5. Resiko tinggi terhadap infeksi : yang berhubungan dengan

trauma, prosedur invasif.

6. Resiko tinggi terhadap ansietas : yang berhubungan dengan

penyakit kritis, ketakutan akan kematian atau kecacatan,

perubahan peran dalam lingkungan sosial, ketidakmampuan

yang permanen.

C. Rencana Asuhan Keperawatan

Pasien dengan trauma

Diagnosa keperawatan Kriteria hasil/ tujuan-

tujuan pasien

Intervensi keperawatan

Defisit volume cairan

yang berhubungan

dengan hemoragi,

spasium ketiga.

Mempertahankan

keseimbangan cairan

yang optimal.

1. Penggantian volume

sesuai instruksi

kristaloid atau koloid.

2. Pertahankan potensi

aliran IV : aliran sentral

lebih baik.

3. Pantau TD, FJ setiap

jam atau sesuai

instruksi.

4. Pantau haluaran urine

setiap jam.

5. Kaji parameter

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 52

Page 53: isi multi trauma.docx

Kerusakan pertukaran

gas : yang berhubungan

dengan trauma

pulmonal, komplikasi

pernapasan (mis,

ARDS), nyeri.

Mempertahankan

oksigenasi yang adekuat

dan keseimbangan asam-

basa normal.

hemodinamik : TDKP,

TVS, curah jantung,

6. Ukur berat badan setiap

hari.

7. Berikan oksigen sesuai

kebutuhan.

8. Pantau elektrolit, HSD ,

faktor-faktor koagulasi.

9. Kaji tipe dan jumlah

drainase : tandai balutan

jika ada indikasi.

10. Jika ada indikasi :

siapkan dan pastikan

fungsi peralatan

autotransfusi.

11. Siapkan untuk

pembedahan, sesuai

dengan keperluan.

1. Kaji bunyi paru,

pernapasan, suhu tubuh,

sensorium, TVS, gas-gas

darah venous arterial

dan campuran.

2. Berikan oksigen sesuai

dengan keperluan.

3. Berbalik, batuk, napas

dalam jika pasien tidak

pada ventilasi mekanis.

4. Pertimbangkan tempat

tidur rotasi.

5. Pertahankan ventilasi

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 53

Page 54: isi multi trauma.docx

mekanis, sesuai pesanan.

6. Suksion, lavage trakeal

sesuai keperluan.

7. Bantu untuk radiografi,

bronkoskopi, sesuai

keperluan.

8. Dapatkan spesimen

kultur, sesuai pesanan.

9. Berikan mukolitik,

bronkodilator, sesuai

permintaan.

10. Lakukan fisioterapi

dada, drainase postural

jika tidak ada

kontraindikasi.

11. Tingkatkan kontrol

nyeri, kaji

keefektifannya.

12. Bantu saat klien

menjalani blok

interkostal atau

analgesia epidural.

13. Sedasi sesuai

permintaan, untuk

meminimalkan

kebutuhan oksigen.

14. Pertahankan dan

bantu pasien dengan

pemasangan selang

dada.

15. Siapkan untuk

trakeostomi jika

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 54

Page 55: isi multi trauma.docx

Kerusakan integritas

jaringan ; yang

berhubungan dengan

trauma, pembedahahn,

prusedur-prosedur

invasif, imobilitas.

Resiko tinggi terhadap

perubahan perfusi

jaringan; yang

berhubungan dengan

penurunan curah

Mempertahankan

oksigenasi yang adekuat

dan keseimbangan asam-

basa normal.

Mempertahankan fungsi

organ yang adekuat

diperlukanuntuk

ventilasi jangka panjang.

1. Kaji penyembuhan luka,

kulit, dan integritas

jaringan.

2. Putar, ubah posisi setiap

2 jam.

3. Pertimbangkan

penggunaan tempat tidur

dengan kasur berisi

udara.

4. Ganti pembalut, sesuai

perintah.

5. Lindungi kulit dari

drainase yang

mengiritasi.

6. Pantau cairan aspirasi

lambung terhadap

keasaman atau

perdarahan.

7. Berikan antasid,

antagonis histamin,

sesuai perintah.

8. Tingkatkan nutrisi yang

adekuat.

1. Kaji fungsi organ :

tanda-tanda vital,

haluaran urine,

sensorium, curah

jantung, indeks jantung.

2. Pantau gas-gas darah

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 55

Page 56: isi multi trauma.docx

jantung, penurunan

oksigenasi, penurunan

pertukaran gas.

Resiko tinggi terhadap

infeksi : yang

berhubungan dengan

trauma, prosedur

invasif.

Pasien tidak

menunjukkan tanda atau

gejala-gejala infeksi.

arteri dan vena

campuran, pengiriman

oksigen, konsumsi

oksigen, pemirauan.

3. Pantau BUN , kreatinin,

bilirubin, dan uji fungsi

hepar.

4. Kaji terhadap ikterik.

5. Siapkan untuk dialisis

jika diperlukan.

6. Berikan agen-agen

inotropik, sesuai

perintah.

7. Pertahankan

keseimbangan cairan

yang optimal.

8. Sedasikan pasien, sesuai

perintah, untuk

menurunkan kebutuhan

metabolik.

1. Kaji tanda-tanda vital,

suhu, luka-luka, letak

IV, letak drain.

2. Pantau SDP.

3. Dapatkan biakan sesuai

perintah.

4. Berikan antibiotik sesuai

perintah.

5. Ganti balutan, sesuai

perintah atau

perprotokol.

6. Bantu dengan perubahan

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 56

Page 57: isi multi trauma.docx

Resiko tinggi terhadap

ansietas : yang

berhubungan dengan

penyakit kritis,

ketakutan akan

kematian atau

kecacatan, perubahan

peran dalam lingkungan

sosial, ketidakmampuan

yang permanen.

Pasien akan

menegekspresikan

ansietas kepada

narasumber yang sesuai.

saluran IV.

7. Pertahankan potensi

drain.

8. Kaji jumlah dan tipe

drainase.

9. Pantau hemodinamik

terhadap tanda-tanda

syok septik : TD, curah

jantung, tahanan

vaskular sistemik.

10. Pertahankan

keseimbangan cairan

yang adekuat, haluaran

urine, nutrisi.

11. Siapkan untuk

pemeriksaan diagnostik,

pembedahan sesuai

keperluan.

1. Berikan lingkungan

yang mendorong

suasana diskusi terbuka

tentang isu-isu

emosional.

2. Kerahkan sistem

pendukung pasien serta

libatkan sumber-sumber

ini dengan cara yang

sesuai.

3. Berikan waktu kepada

pasien untuk

mengekspresikan

dirinya.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 57

Page 58: isi multi trauma.docx

4. Identifikasi sumber-

sumber rumah sakit

yang mungkin untuk

dukungan

pasien/keluarganya.

5. Anjurkan komunikasi

terbuka antara keluarga

pasien dengan perawat

tentang isu-isu

emosional.

6. Validasikan

pengetahuan dasar

pasien dan keluarga

tentang penyakit kritis.

7. Libatkan sistem

pendukung religius

dengan cara yang sesuai.

BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Multi trauma adalah keadaan yang di sebabkan oleh luka atau

cedera definisi ini memberikaan gambaran superficial dari respon fisik

terhadap cedera, trauma juga mempunyai dampak psikologis dan social.

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 58

Page 59: isi multi trauma.docx

Trauma dapat disebabkan oleh benda tajam, benda tumpul, atau peluru.

Akibat cedera ini dapat menyebabkan cedera muskuloskeletal dan

kerusakan organ. Trauma terjadi dalam 3 fase : Fase pertama berlangsung

beberapa jam setelah terjadinya trauma. Dalam fase ini akan terjadi

kembalinya volume sirkulasi, perfusi jaringan, dan hiperglikemia. Pada

fase kedua terjadi katabolisme menyeluruh, dengan imbang nitrogen yang

negative, hiperglikemia, dan produksi panas. Pada fase ketiga terjadi

anabolisme yaitu penumpukan kembali protein dan lemak badan yang

terjadi setelah kekurangan cairan dan infeksi teratasi. Rasa nyeri hilang

dan oksigenasi jaringan secar keseluruhan sudah teratasi.

Penilaian awal pasien trauma terdiri atas survei primer dan survei

sekunder. Pada survei primer terdapat proses penilaian, intervensi, dan

evaluasi yang berkelanjutan. Komponen survei primer adalah sebagai

berikut : Airway (jalan napas), Breathing (pernapasan), Circulation

(sirkulasi), D : Disability (defisit neurologis), E : Exposure and

environmental control (pemaparan dan kontrol lingkungan). Pada survei

sekunder pemeriksaan lengkap mulai dari head to toe. dalam pemeriksaan

survei sekunder ini apabila didapatkan masalah, maka tidak diberikan

tindakan dengan segera. Hal-hal tersebut dicatat dan diprioritaskan untuk

tindakan selanjutnya. Untuk mengingat survei sekunder ialah huruf F ke I.

F : Full Set of Vital Signs, Five Interventions, and Facilitation of Family

Presence (Tanda-tanda vital, 5 intervensi, dan memfasilitasi kehadiran

keluarga).

3.2 SARAN

Yang harus dilakukan perawat terlebih dahulu saat menangani

pasien multi trauma yaitu mempertahankan jalan napas, memastikan

pertukaran udara secara efektif, dan mengontrol pendarahan. Perawat

harus melakukan pendekatan primary dan secondary survey. Pendekatan

ini berfokus pada pencegahan kematian dan cacat pada jam-jam pertama

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 59

Page 60: isi multi trauma.docx

setelah terjadinya trauma. Dalam pendekatan primary, perawat melakukan

Airway (jalan napas), Breathing (pernapasan), Circulation (sirkulasi),

Disability (defisit neurologis), dan Exposure and environmental control

(pemaparan dan kontrol lingkungan).

DAFTAR PUSTAKA

Eliastam, Michael. 1998. Penuntun Kedaruratan Medis. Jakarta. EGC

Kartikawati, Dewi. 2012. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat.

Jakarta : Salemba Medika

Hudak,Carolyn.1996. Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Edisi 6,Vol 2.

Jakarta : EGC

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 60

Page 61: isi multi trauma.docx

Asuhan Keperawatan Multi Trauma| 61