Isi Makalah Sistem Ekonomi Indo.docx

download Isi Makalah Sistem Ekonomi Indo.docx

of 34

Transcript of Isi Makalah Sistem Ekonomi Indo.docx

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSetiap negara yang berdaulat dalam upayanya untuk menyejahterakan rakyatnya harus mempunyai suatu identitas kebangsaan. Upaya peningkatan kesejahteraan umumnya dilakukan melalui upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi sedangkan upaya untuk menjamin terpeliharanya identitas bangsa yang umumnya dilakukan melalui proses pembangunan. Dalam hubungan ini, pertumbuhan ekonomi merupakan upaya peningkatan kegiatan ekonomi dalam suatu sistem ekonomi tertentu, sedangkan pembangunan merupakan upaya pengembangan sistem ekonomi itu sendiri. Tanpa adanya kesepakatan tentang sistem ekonomi yang dianut maka akan lebih terbuka kemungkinan terjadinya perselisihan pendapat mengenai kebijakan ekonomi yang patut ditempuh dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi mendasar yang dihadapi suatu bangsa. Walaupun dalam proses pembentukanpublic policyselalu terdapat suatupublic debate, namun jika telah ada kesepakatan tentang suatu sistem ekonomi maka akan diredam terjadinya perselisihan pendapat dari suatu ekstrim ke ekstrim lain yang selain dapat memperlamban proses pengambilan keputusan juga akan menciptakan iklim ketidakpastian bagi dunia usaha dan akhirnya menganggu stabilitas ekonomi dan politik.Kebijakan politik sendiri merupakan segala sesuatu yang hasil putusannya berupa sistem. Kebijakan selalu berhubungan dengan keputusan-keputusan pemerintah yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat melalui instrument-instrumen kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah berupa hukum, pelayanan, transfer dana, pajak dan anggaran-anggaran serta memiliki arahan-arahan yang bersifat otoritatif untuk melaksanakan tindakan-tindakan pemerintahan di dalam yurisdiksi nasional, regional, unisipal, dan lokal. Sedangkan disisi lain, kebijakan ekonomiadalah mengacu pada tindakan sebuah kebijakan pemerintah dalam mengambil kebijakan atau keputusan di bidang ekonomi, kebijakan ini dapat pula mencakup didalamnya sistem untuk menetapkan sistemperpajakan,suku bungadananggaranpemerintah sertapasartenaga kerja, kepemilikan nasional, danotonomi daerahdari intervensi pemerintah ke dalam perekonomian.B. Rumusan Masalah1. Bagaimana perkembangan politik dan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie? 2. Bagaimana perkembangan politik dan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid?3. Bagaimana perkembangan politik dan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri?4. Bagaimana perkembangan politik dan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono?

C. Tujuan Penulisan1. Untuk mengetahui perkembangan politik dan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie 2. Untuk mengetahui perkembangan politik dan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid3. Untuk mengetahui perkembangan politik dan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri4. Untuk mengetahui perkembangan politik dan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

D. Penegasan Judul1. PerkembanganProses mencapai kemajuan2. Politik Urusan dan tindakan mengenai pemerintahan negara3. EkonomiIlmu mengenai asas-asas produksi, distribusi, dan pemakian barang-rangan serta kekayaan, dimana dalam pemanfaatannya selalu menggunakan uang, tenaga, waktu, dan sebagainya yang berharga.4. IndonesiaSebuah negara kepulauan terbesar yang terletak di Asia Tenggara

E. Sistematika Penulisan

\

BAB IIPEMBAHASAN

A. Kebijakan Politik dan Ekonomi Masa Pemerintahan Presiden B.J. HabibieSetelah Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia pada 21 Mei 1998, pada hari itu juga Wakil Presiden B.J Habibie dilantik menjadi presiden RI ketiga di bawah pimpinan Mahkamah Agung di Istana Negara. Dasar hukum pengangkatan Habibie adalah berdasarkan TAP MPR No.VII/MPR/1973 yang berisi jika Presiden berhalangan, maka Wakil Presiden ditetapkan menjadi Presiden.Ketika Habibie naik sebagai Presiden, Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi terburuk dalam waktu 30 tahun terakhir, disebabkan oleh krisis mata uang yang didorong oleh hutang luar negeri yang luar biasa besar sehingga menurunkan nilai rupiah menjadi seperempat dari nilai tahun 1997. Krisis yang telah menimbulkan kebangkrutan teknis terhadap sektor industri dan manufaktur serta sektor finansial yang hampir ambruk diperparah oleh musim kemarau panjang yang disebabkan oleh El Nino, yang mengakibatkan turunnya produksi beras. Ditambah kerusuhan Mei 1998 telah menghancurkan pusat-pusat bisnis perkotaan, khususnya di kalangan investor keturunan Cina yang memainkan peran dominan dalam ekonomi Indonesia. Larinya modal, dan hancurnya produksi serta distribusi barang-barang menjadikan upaya pemulihan menjadi sangat sulit, haltersebutmenyebabkan tingkat inflasi yang tinggi. Pengunduran diri Soeharto telah membebaskan energi sosial dan politik serta frustasi akibat tertekan selama 32 tahun terakhir, menciptakan perasaan senang secara umum akan kemungkinan politik yang sekarang tampak seperti terjangkau. Kalangan mahasiswa dan kelompok-kelompok pro demokrasi menuntut adanya demokratisasi sistem politik segera terjadi, meminta pemilihan umum segera dilakukan untuk memilih anggota parlemen dan MPR, yang dapat memilih presiden baru dan wakil presiden. Di samping tuntutan untuk menyelenggarakan pemilihan umum secepat mungkin, pemerintah juga berada di bawah tekanan kuat untuk menghapuskan korupsi, kolusi dan nepotisme yang menandai Orde Baru.Tugas yang diemban oleh Presiden B.J Habibie adalah memimpin pemerintahan transisi untuk menyiapkan dan melaksanakan agenda reformasi yang menyeluruh dan mendasar, serta sesegera mungkin mengatasi kemelut yang sedang terjadi. Naiknya B.J Habibie ke singgasana kepemimpinan nasional diibaratkan menduduki puncak Gunung Merapi yang siap meletus kapan saja. Gunung itu akan meletus jika berbagai persoalan politik, sosial dan psikologis, yang merupakan warisan pemerintahan lama tidak diatasi dengan segera.Menjawab kritik-kritik atas dirinya yang dinilai sebagai orang tidak tepat menangani keadaan Indonesia yang sedang dilanda krisis yang luar biasa. B.J. Habibie berkali-kali menegaskan tentang komitmennya untuk melakukan reformasi di bidang politik, hukum dan ekonomi. Secara tegas Habibie menyatakan bahwa kedudukannya sebagai presiden adalah sebuah amanat konstitusi. Dalam menjalankan tugasnya ini ia berjanji akan menyusun pemerintahan yang bertanggung jawab sesuai dengan tuntutan perubahan yang digulirkan oleh gerakan reformasi tahun 1998. Pemerintahnya akan menjalankan reformasi secara bertahap dan konstitusional serta komitmen terhadap aspirasi rakyat untuk memulihkan kehidupan politik yang demokratis dan meningkatkan kepastian hukum.Dalam pidato pertamanya pada tanggal 21 Mei 1998, malam harinya setelah dilantik sebagai Presiden, pukul.19.30 WIB di Istana Merdeka yang disiarkan langsung melalui RRI dan TVRI, B.J. Habibie menyatakan tekadnya untuk melaksanakan reformasi. Pidato tersebut bisa dikatakan merupakan visi kepemimpinan B.J. Habibie guna menjawab tuntutan Reformasi secara cepat dan tepat. Beberapa point penting dari pidatonya tersebut adalah kabinetnya akan menyiapkan proses reformasi di ketiga bidang yaitu :a. Di bidang politik antara lain dengan memperbarui berbagai perundang-undangan dalam rangka lebih meningkatkan kualitas kehidupan berpolitik yang bernuansa pada PEMILU sebagaimana yang diamanatkan oleh Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).b. Di bidang hukum antara lain meninjau kembali Undang-Undang Subversi.c. Di bidang ekonomi dengan mempercepat penyelesaian undang-undang yang menghilangkan praktik-praktik monopoli dan persaingan tidak sehat.Di samping itu pemerintah akan tetap melaksanakan semua komitmen yang telah disepakati dengan pihak luar negeri, khususnya dengan melaksanakan program reformasi ekonomi sesuai dengan kesepakatan dengan IMF. Pemerintah akan tetap menjunjung tinggi kerjasama regional dan internasional, seperti yang telah dilaksanakan selama ini dan akan berusaha dalam waktu yang sesingkat-singkatnya mengembalikan dinamika pembangunan bangsa Indonesia yang dilandasi atas kepercayaan nasional dan internasional yang tinggi.Seperti dituturkan dalam pidato pertamanya, bahwa pemerintahannya akan komitmen pada aspirasi rakyat untuk memulihkan kehidupan ekonomi-sosial, meningkatkan kehidupan politik demokrasi dan menegakkan kepastian hukum. Maka fokus perhatian pemerintahan Habibie diarahkan pada tiga bidang tersebut.Tanggal 22 Mei 1998 Habibie meningkatkan legitimasinya yaitu dengan mengumumkan susunan kabinet baru yaituKabinet Reformasi Pembangunan (berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 122 / M Tahun 1998) di Istana Merdeka.Dengan Keputusan Presiden tersebut, Presiden Habibie memberhentikan dengan hormat para Menteri Negara pada Kabinet Pembangunan VII. Kabinet Reformasi Pembangunan ini terdiri dari 36 Menteri yaitu 4 Menteri Negara dengan tugas sebagai Menteri Koordinator, 20 Menteri Negara yang memimpin Departemen, 12 Menteri Negara yang bertugas menangani bidang tertentu. Sebanyak 20 Menteri diantaranya adalah muka lama dari Kabinet Pembangunan VII, dan hanya 16 Menteri baru. Kabinet ini mencerminkan suatu sinergi dari semua unsur-unsur kekuatan bangsa yang terdiri dari berbagai unsur kekuatan sosial politik dalam masyarakat. Jabatan Gubernur Bank Indonesia tidak lagi dimasukkan di dalam susunan Kabinet,karena Bank Indonesia harus mempunyai kedudukan yang khusus dalam perekonomian, bebas dari pengaruh pemerintah dan pihak manapun berdasarkan Undang-Undang.Pada tanggal 23 Mei 1998 pagi, Presiden Habibie melantik menteri-menteri Kabinet Reformasi Pembangunan. Presiden Habibie mengatakan bahwa Kabinet Reformasi Pembangunan disusun untuk melaksanakan tugas pokok reformasi total terhadap kehidupan ekonomi, politik, dan hukum.

1. Kebijakan Politika. Pembebasan Tahanan PolitikTindakan pembebasan tahanan politik meningkatkan legitimasi Habibie baik di dalam maupun di luar negeri. Hal ini terlihat dengan diberikannyaamnestidanabolisiyang merupakan langkah penting menuju keterbukaan dan rekonsiliasi. Diantara yang dibebaskan tahanan politik kaum separatis dan tokoh-tokoh tua mantan PKI,yang telah ditahan lebih dari 30 tahun.Amnestidiberikan kepada Mohammad Sanusi dan orang-orang lain yang ditahan setelah Insiden Tanjung Priok. Selain tokoh itu tokoh aktivis petisi 50 (kelompok yang sebagian besar terdiri dari mantan jendral yang menuduh Soeharto melanggar perinsip Pancasila dan Dwi Fungsi ABRI). Dr Sri Bintang Pamungkas, ketua Partai PUDI dan Dr Mochatar Pakpahan ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia dan K. H Abdurrahman Wahid merupakan segelintir dari tokoh-tokoh yang dibebaskan Habibie. Selain itu Habibie mencabut Undang-Undang Subversi dan menyatakan mendukung budaya oposisi serta melakukan pendekatan kepada mereka yang selama ini menentang Orde Baru.b. Sidang Istimewa MPR 1999Di tengah maraknya gelombang demonstrasi mahasiswa dan desakan kaum intelektual terhadap legitimasi pemerintahan Habibie, pada 10-13 November 1998, MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk menentapkan langkah pemerintah dalam melaksanakan reformasi di segala bidang. Beberapa hasil yang dijanjikan pemerintah dalam menghadapi tuntutan keras dari mahasiswa dan gerakan reformasi telah terwujud dalam ketetapan-ketetapan yang dihasilkan MPR, antara lain:1) Terbukanya kesempatan untuk mengamandemen UUD 1945 tanpa melalui referendum2) Pencabutan keputusan P4 sebagai mata pelajaran wajib (Tap MPR No.XVIII/MPR/1998).3) Masa jabatan presiden dan wakil presiden dibatasi hanya sampai dua kali masa tugas, masing masing lima tahun (Tap MPR No.XIII/MPR/1998).4) Agenda reformasi politik meliputi pemilihan umum, ketentuan untuk memeriksa kekuasaan pemerintah, pengawasan yang baik dan berbagai perubahan terhadap Dwifungsi ABRI.5) Tap MPR No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia, mendorong kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan pers, kebebasan berserikat, dan pembebasan tahanan politik dan narapidana politik.c. Kebebasan PersPemerintah memberikan kebebasan bagi pers di dalam pemberitaannya, sehingga semasa pemerintahan Habibie ini, banyak sekali bermunculan media massa. Kebebasan pers ini dilengkapi pula oleh kebebasan berasosiasi organisasi pers sehingga organisasi alternatif seperti AJI (Asosiasi Jurnalis Independen) dapat melakukan kegiatannya.Cara Habibie memberikan kebebasan pada Pers adalah dengan mencabut SIUPP.d. Pembentukan Parpol dan Percepatan Pemilu dari Tahun 2003 ke Tahun 1999Perubahan dibidang politik diantaranya mengeluarkan UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu, UU No. 4 Tahun 1999 tentang MPR dan DPR. Setelah reformasi Pemilihan Umum dilaksanakan bahkan menjelang Pemilu 1999, Partai Politik yang terdaftar mencapai 141 dan setelah diverifikasi oleh Tim 11 Komisi Pemilihan Umum menjadi sebanyak 98 partai, namun yang memenuhi syarat mengikuti Pemilu hanya 48 Parpol. Pada tanggal 7 Juni 1999, diselenggarakan Pemilihan Umum Multipartai, yang hasilnya disahkan pada tanggal 3 Agustus 1999, 10 Partai Politik terbesar pemenang Pemilu di DPR, adalah:1)Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan(PDI-P) pimpinan Megawati meraih 153 kursi2)Partai Golkar pimpinan Akbar Tanjung meraih 120 kursi3)Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pimpinan Hamzah Haz meraih 58 Kursi4)Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pimpinan H. Matori Abdul Djalil meraih 51 kursi5)Partai Amanat Nasional (PAN) pimpinan Amein Rais meraih 34 Kursi6)Partai Bulan Bintang (PBB) pimpinan Yusril Ihza Mahendra meraih 13 kursi7)Partai Keadilan (PK) pimpinan Nurmahmudi Ismail meraih 7 kursi8)Partai Damai Kasih Bangsa (PDKB) pimpinan Manase Malo meraih 5 Kursi9)Partai Nahdlatur Ummat pimpinan Sjukron Mamun meraih 5 kursi10)Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) pimpinan JendralEdi Sudradjat meraih 4 kursi.e. Penyelesaian Masalah Timor TimurHabibie mengambil sikap pro aktif dengan menawarkan dua pilihan yaitu memberikan status khusus dengan otonomi luas atau memisahkan diri dari RI. Otonomi luasberarti diberikan kewenangan atas berbagai bidang seperti : politik ekonomi budaya dan lain-lain kecuali dalam hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan serta moneter dan fiskal. Sedangkan memisahkan diri berarti secara demokratis dan konstitusional serta secara terhorman dan damai lepas dari NKRI, Habibie membebaskan tahanan politik Timor-Timur, seperti Xanana Gusmao dan Ramos Horta. Pada tanggal 21 April 1999 di Dili, kelompok pro kemerdekaan dan pro intergrasi menandatangani kesepakatan damai yang disaksikan oleh Panglima TNI Wiranto, Wakil Ketua Komnas HAMDjoko Soegianto dan Uskup Baucau Mgr. Basilio do Nascimento. Tanggal 5 Mei 1999 di New York Menlu Ali Alatas dan Menlu Portugal Jaime Gama disaksikan oleh Sekjen PBB Kofi Annan menandatangani kesepakan melaksanakan penentuan pendapat di Timor-Timur untuk mengetahui sikap rakyat Timor-Timur dalam memilih kedua opsi di atas. Tanggal 30 Agustus 1999 pelaksanaan penentuan pendapat di Timor-Timur, hasilnya diumumkan pada tanggal 4 September 1999 yang menyebutkan bahwa sekitar 78,5 % rakyat Timor-Timur memilih merdeka. Lepasnya Timor-Timur dari NKRI berdampak pada daerah lain yang juga ingin melepaskan diri dari NKRI seperti tuntutan dari GAM di Aceh dan OPM di Irian Jaya, selain itu Pemerintah RI harus menanggung gelombang pengungsi Timor-Timur yang pro Indonesia di daerah perbatasan yaitu di Atambua.f. Pengusutan Kekayaan Soeharto dan Kroni-kroninyaPresiden Habibie dengan Instruksi Presiden No. 30 / 1998 tanggal 2 Desember 1998 telah mengintruksikan Jaksa Agung Baru, Andi Ghalib segera mengambil tindakan hukum memeriksa Mantan Presiden Soeharto yang diduga telah melakukan praktik KKN. Pada tanggal 11 Oktober 1999, pejabat Jaksa Agung Ismudjoko mengeluarkan SP3, yang menyatakan bahwa penyidikan terhadap Soeharto yang berkaitan dengan masalah dana yayasan dihentikan. Alasannya, Kejagungtidakmenemukan cukup bukti untuk melanjutkan penyidikan, kecuali menemukan bukti-bukti baru. Sedangkan dengan kasus lainnya tidak ada kejelasan. Pemerintah dianggap gagal dalam melaksanakan Tap MPR No. XI / MPR / 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, terutama mengenai pengusutan kekayaan Mantan Presiden Soeharto, keluarga dan kroni-kroninya. Aksi demontrasi saat Sidang Istimewa MPR tanggal 10-13 Nopember 1998 mengakibatkan bentrokan antara mahasiswa dengan aparat. Parahnya pada penutupan Sidang Istimewa MPR, Jumat (13/11/1998) malam. Penembakan membabi-buta berlangsung sejak pukul 15.45 WIB sampai tengah malam di kawasan Semanggi, yang jaraknya hanya satu kilometer dari tempat wakil rakyat bersidang dengan korbanlima mahasiswa tewas dan 253 mahasiswa luka-luka disebutSemanggi Berdarah atau Tragedi Semanggi.g. Kebijakan Bidang Manajemen Internal ABRIPada masa transisi di bawah Presiden B.J. Habibie, banyak perubahan-perubahan penting terjadi dalam tubuh ABRI, terutama dalam tataran konsep dan organisatornya.Pertimbangan mendasar yang melatarbelakangi keputusan politik dan akademis reformasi internal TNI, antara lain :a. Prediksi tantangan TNI ke depan di abad XXI begitu besar, komplek dan multidimensional, atas dasar itu TNI harus segera menyesuaikan dirib. TNI senantiasa harus mau dan mampu mendengar serta merespon aspirasi rakyatc. TNI mengakui secara jujur, jernih dan objektif, sebagaikomponen bangsa yang lainnya, bahwa di masa lalu ada kekurangan dan distorsi sebagai konsekuensi logis dari format politik OrbaKebijakan-kebijakan ABRI sebagai langkah perubahan politik internal, yang berlaku tanggal 1 April 1999 antara lain: pemisahan POLRI dari ABRI, perubahan Staf Sosial Politik menjadi Staf Teritorial, likuidasi Staf Karyawan, Pengurangan Fraksi ABRI di DPR, DPRD I/II, pemutusan hubungan organisatoris dengan partai Golkar dan mengambil jarak yang sama dengan parpol yang ada, kometmen dan netralitas ABRI dalam Pemilu dan perubahan Staf Sospol menjadi komsos serta pembubaran Bakorstanas dan Bakorstanasda.h. Pemberian Gelar Pahlawan Reformasi bagi Korban TrisaktiPemberian gelar Pahlawan Reformasi pada para mahasiswa korban Trisakti yang menuntut lengsernya Soeharto pada tanggal 12 Mei 1998 merupakan hal positif yang dianugrahkan oleh pemerintahan Habibie, dimana penghargaan ini mampu melegitimasi Habibie sebagai bentuk penghormatan kepada perjuangan dan pengorbanan mahasiswa sebagai pelopor gerakan Reformasi.

2. Kebijakan EkonomiSesuai dengan Tap MPR tentang pokok-pokok reformasi yang menetapkan dua arah kebijakan pokok di bidang ekonomi, yaitu penanggulangan krisis ekonomi dengan sasaran terkendalinya nilai rupiah dan tersedianya kebutuhan bahan pokok dan obat-obatan dengan harga terjangkau, serta berputarnya roda perekonomian nasional, dan pelaksanaan reformasi ekonomi. Kebijakan ekonomi Presiden B.J. Habibie dilakukan dengan mengikuti saran-saran dari Dana Moneter Internasional yang dimodifikasi denganmempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia yang semakin memburuk. Reformasi ekonomi mempunyai tiga tujuan utama yaitu:1) Merestrukturisasi dan memperkuat sektor keuangan dan perbankan2) Memperkuat basis sektor riil ekonomi.3) Menyediakan jaringan pengaman sosial bagi mereka yang paling menderita akibat krisis.Secara perlahan presiden Habibie berhasil membawa perekonomian melangkah ke arah yang jauh lebih baik dibandingkan dengan keadaan ekonomi yang sangat buruk, ketika terjadinya pengalihan kepemimpinan nasional dari Soeharto kepada Habibie. Pemerintahan Habibie berhasil menekan laju inflasi dan gejolak moneter dibanding saat awal terjadinya krisis. Namun langkah dalam kebijakan ekonomi belum sepenuhnya menggembirakan karena dianggap tidak mempunyai kebijakan yang kongkrit dan sistematis seperti sektor riil belum pulih. Banyak kasus penyelewengan dana negara dan bantuan luar negeri membuat Indonesia kehilangan momentum pemulihan ekonomi. Tanggal 21 Agustus 1998 pemerintah membekukan operasional Bank Umum Nasional, Bank Modern, dan Bank Dagang Nasional Indonesia. Awal tahun selanjutnya pemerintah melikuidasi 38 bank swasta, 7 bank diambil-alih pemerintah dan 9 bank mengikuti program rekapitulasi. Selain itu,harga beras tetap meningkat,ditemukan penyelundupan beras keluar negeri dan penimbunan beras.

B. Kebijakan Politik dan Ekonomi Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman WahidAbdurrahman Wahid yang lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia keempat pada tanggal 20 Oktober 1999. Terpilihnya Gus Dur sebagai presiden tidak terlepas dari keputusan MPR yang menolak laporan pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie. Berkat dukungan partai-partai Islam yang tergabung dalam Poros Tengah, Abdurrahman Wahid mengungguli calon presiden lain yakni Megawati Soekarno Putri dalam pemilihan presiden yang dilakukan melalui pemungutan suara dalam rapat paripurna ke-13 MPR. Megawati Soekarno Putri sendiri terpilih menjadi wakil presiden setelah mengungguli Hamzah Haz dalam pemilihan wakil presiden melalui pemungutan suara pula. Ia dilantik menjadi wakil presiden pada tanggal 21 Oktober 1999.Perjalanan pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dalam melanjutkan cita-cita reformasi diawali dengan membentuk Kabinet Persatuan Nasional. Kabinet ini adalah kabinet koalisi dari partai-partai politik yang sebelumnya mengusung Abdurrahman Wahid menjadi presiden yakni PKB, Golkar, PPP, PAN, PK dan PDI-P. Di awal pemerintahannya, Presiden Abdurrahman Wahid membubarkan dua departemen yakni Departemen Penerangan dan Departemen Sosial dengan alasan perampingan struktur pemerintahan. Selain itu, pemerintah berpandangan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh kedua departemen tersebut dapat ditangani oleh masyarakat sendiri. Dari sudut pandang politik, pembubaran Departemen Penerangan merupakan salah satu upaya untuk melanjutkan reformasi di bidang sosial dan politik mengingat departemen ini merupakan salah satu alat pemerintahan Orde Baru dalam mengendalikan media massa terutama media massa yang mengkritisi kebijakan pemerintah.Pembubaran Departemen Penerangan dan Sosial diiringi dengan pembentukan Departemen Eksplorasi Laut melalui Keputusan Presiden No. 355/M tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999. Sedangkan penjelasan mengenai tugas dan fungsi termasuk susunan organisasi dan tata kerja departemen ini tertuang dalam Keputusan Presiden No. 136 tahun 1999 tanggal 10 November 1999. Nama departemen ini berubah menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) berdasarkan Keputusan Presiden No. 165 tahun 2000 tanggal 23 November 2000. Pembentukan departemen ini memiliki nilai strategis mengingat hingga masa pemerintahan Presiden Habibie, sektor kelautan Indonesia yang menyimpan kekayaan sumber daya alam besar justru belum mendapat perhatian serius dari pemerintah sebelumnya. Selain explorasi dan eksploitasi sumber daya kelautan, berbagai kegiatan ekonomi yang terkait langsung dengan laut meliputi pariwisata, pengangkutan laut, pabrik dan perawatan kapal dan pengembangan budi daya laut melalui pemanfaatan bioteknologi.1. Kebijakan PolitikDalam hal ini, modus keberadaan politik yang diperjuangkan oleh K.H. Abdurrahman Wahid secara konsisten adalah komitmen terhadap sebuah tatanan politik nasional yang dihasilkan oleh proklamasi kemerdekaan, dimana semua warga Negara memiliki derajat yang sama tanpa memandang asal-usul Agama, Ras, Etnis, Bahasa, dan Jenis kelamin. Konsekuensinya, politik umat Islam di Indonesia pun terikat dengan komitmen tersebut. Segala bentuk eksklusivisme, sekterianisme, dan privilige-privilige politik harus dijauhi. Termasuk di sini adalah pemberlakuan ajaran agama melalui Negara dan hukum formal, demikian pula pula ide proposionalitas dalam perwakilan di lembaga-lembaga Negara. Tuntutan-tuntutan semacam ini jelas berlawanan dengan asas kesetaraan (egaliterianisme) bagi warga Negara. Implikasi lain dari komitmen terhadap asas kesetaraan ini adalah penolakan K.H. Abdurrahman Wahid terhadap ide pemberntukan masyarakat dan Negara Islam sebagai tujuan umat di Indonesia. Menurutnya, kedua ide tersebut pada prinsipnya memiliki persamaan dengan tujuan formalitas ajaran Islam dalam masyarakat lewat perangkat hukum. Ini berarti keinginan untuk menegakkan sebuah komunitas politik yang eksklusif di luar jangkauan hukum obyektif yang diberlakukan kepada seluruh warga Negara. Hasrat tersebut tidak konsisten dengan semangat UUD 1945 yang hanya mengakui komunitas politik tunggal, yaitu warga Negara Indonesia. Karena bagi K.H. Abdurrahman Wahid, seperti dikemukakan oleh Douglas Ramage, sebuah negara Islam tidak perlu ada di negeri ini, yang harus diperjuangkan oleh umat dalam politik adalah sebuah masyarakat Indonesia dimana umat Islam yang kuat, dalam pengertian berfungsi dengan baik sebagai warga Negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan yang lain. Munculnya konflik panjang antara para politisi DPR dan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid selama pemerintahannya yang ditandai dengan kekecewaan-kekecewaan kalangan poros tengah sebagai pengusung naiknya K.H. Abdurrahman Wahid sebagai Presiden, ketika Presiden K.H. Abdurrahman Wahid membiarkan Menko Kesra dan Taskin, Hamzah Haz yang juga ketua umum PPP mengundurkan diri dari kabinet yang hanya sebulan setelah pembentukannya. Padahal beberapa waktu sebelumnya atau setelah pembentukan kabinet, K.H. Abdurrahman Wahid berjanji tidak akan melakukan perombakan terhadapnya. tidak ada reshuffle, demikian penegasan K.H. Abdurrahman Wahid di depan Pers. Nampaknya pengunduran diri yang dilakukan Hamzah Haz merupakan awal melemahnya dukungan DPR terhadap Presiden K.H. Abdurrahman Wahid, apalagi pengganti Hamzah Haz tidak diambil dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Gejala konflik antara Presiden K.H. Abdurrahman Wahid dan poros tengah makin memanas pada awal tahun 2000, sejak pernyataan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid yang menyebutkan bahwa PDI Perjuangan dan PKB sebagai dua partai besar di masa depan. Akibat dari pernyataan preside K.H. Abdurrahman Wahid, telah membuat partai-partai yang tergabung dalam poros tengah (PPP, PAN, PBB, dan PK) menggelar acara Aksi Sejuta Ummat yang menyerukan peleburan partai-partai Islam ke dalam satu partai besar.Gebrakan pertama K.H. Abdurrahman Wahid menjadi Presiden ke empat Republik Indonesia adalah menghapus eksistensi Departemen Penerangan (Deppen) dan Departemen Sosisal (Depsos). Dalam penjelasan yang diberikan secara terbuka pada sidang paripurna DPR, pada pertengahan November 1999, Presiden K.H. Abdurrahman Wahid menegaskan bahwa penghapusan itu dilakukan semata-mata untuk efisiensi dan perampingan kabinet pemerintahan, sekaligus dalam rangka implementasi sepenuhnya UU No. 22/1999 tentang otonomi daerah (Otoda). Seperti kita ketahui bahwa salah satu kendala dari pemberlakuan Otoda adalah kurang terpenuhinya hak masyarakat untuk memperoleh informasi seluas mungkin berkaitan dengan kondisi daerah dan kebijakan pemerintah daerahnya melalui media massa yang ada tanpa harus ada intervensi Negara atasnya. Kendala ini akan teratasi jika Negara (Pemerintah daerah) hanya melakukan fungsi fasilitasi agar masyarakat mampu memperoleh seluruh informasi yang mereka butuhkan tanpa harus takut akan adanya intervensi pemerintah seperti yang terjadi di era orde baru. Ketika K.H. Abdurrahman Wahid terpilih menjadi Presiden, ia menghadapi tantangan yang keras dalam membangun demokrasi di Negara ini. Salah satu bentuk persoalan adalah aspirasi masyarakat, baik domestik maupun Internasional agar tindakan hukum terhadap oknum TNI yang melakukan pelanggaran HAM di masa lalu. Menyusul laporan Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Azasi Manusia (KPP HAM) Timor timur yang menyebut keterlibatannya Jenderal berbintang empat itu dalam pelanggaran HAM pasca jajak pendapat di Timor timur, Presiden K.H. Abdurrahman Wahid meminta Jenderal Wiranto mengundurkan diri sebagai Menteri Koordinator bidang politik keamanan (Menko Polkam). Kebijakan K.H. Abdurrahman Wahid untuk membebastugaskan Jenderal Wiranto menimbulkan pro-kontra di dalam negeri, dari kalangan politisi, pengamat, bahkan dari kalangan tentara sendiri. Secara sengaja K.H. Abdurrahman Wahid meminta Wiranto mundur ketika ia tengah melakukan lawatan ke sejumlah Negara Eropa. Inilah cara K.H. Abdurrahman Wahid untuk menepis kekhawatiran masyarakat internasional bahwa otoritas sipil di Indonesia tidak sanggup mengendalikan kekuatan militer, penyokong utama kekuasaan Soeharto selama 32 tahun. Apalagi permintaan mundur itu dilakukan di tengah upaya masyarakat internasional mendorong pengadilan HAM internasional terhadap pelaku pelanggaran HAM di Timor timur.Upaya untuk membebastugaskan Wiranto dari jabatannya itu, Presiden K.H. Abdurrahman Wahid dengan gagasannya itu, ingin mengembangkan tradisi baru bahwa jika ada pejabat Negara yang melakukan pelanggaran HAM atau pelanggaran hukum lainnya, lebih baik jika yang bersangkutan mengundurkan diri agar memudahkan pemeriksaan. Dalam konteks ini, Presiden K.H. Abdurrahman Wahid sedang berusaha membangun budaya dan etika baru dalam sistem politik nasional. Langkah itu pun merupakan bagian penting untuk menumbuhkan kepercayaan dunia internasional.Salah satu prestasi yang sangat besar dan patut di catat selama K.H. Abdurrahman Wahid menjadi Presiden adalah penghapusan badan koordinasi bantuan pemantapan stabilitas nasional (Baskorstanas) dan lembaga penelitian khusus (Litsus). Kebijakan ini dikeluarkan melalui keputusan Presiden (Keppres) No. 38/2000 tentang penghapusan Baskorstanas dan Litsus yang selama orde baru menjadi alat represif Negara.Kebijakan ini merupakan cermin gagasan besar Presiden K.H. Abdurrahman Wahid untuk meletakkan TNI pada tempat yang sebenarnya sekaligus mencabut sistem kontrol terhadap kebebasan masyarakat. Kedua lembaga yang di masa lalu menjadi instrumen rezim otoriter ini dinilai tidak tepat lagi berada di alam politik baru yang demokratis. Kebijakan ini mendapatkan respon positif yang sangat luas dari masyarakat, hingga ada beberapa kalangan yang menyatakan bahwa seharusnya kebijakan itu dilakukan sejak dulu, karena fungsi dan perannya tidak jelas. Dengan kebijakan penghapusan Bakorstanas dan Litsus tersebut, secara otomatis berarti Keppres No. 29/1998 tentang Bakorstanas dan Keppres No. 16/1999 tentang Litsus telah resmi di cabut. Dalam hal ini K.H. Abdurrahman Wahid juga mengatakan bahwa dua lembaga itu lebih banyak menimbulkan keruwetan dari pada kemanfaatan. Kebijakan pembubaran kedua lembaga tersebut bukanlah sebuah keputusan aksi balas dendam Presiden K.H. Abdurrahman Wahid apa yang terjadi di masa lalu. Namun, kebijakan tersebut adalah cita-cita lama dan pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid sendiri mengenai demokrasi, pluralisme, HAM dan itu merupakan nilai-nilai yang kita perjuangkan selama ini. Ketetapan MPR/VI/2000 tentang pemisahan TNI dan Polri. Pasal 1 dari Tap berbunyi, Tentara Nasional Indonesia dan kepolisian Negara Republik Indonesia secara kelembagaan terpisah sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing. Pasal 2 dari Tap tersebut menyiratkan usaha untuk memperkuat, dengan cara mempertegas peran TNI dan Polri. Ayat (1) berbunyi, TNI adalah alat Negara yang berperan dalam pertahanan Negara. Ayat (2) berbunyi, Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat Negara yang berpera dalam memelihara keamanan. Dalam pembahasan ini, maka langkah setrategis yang diambil K.H. Abdurrahman Wahid adalah realisasi pemisahan TNI-Polri dan menempatkan lembaga TNI dan Polri dibawah lembaga kePresidenan langsung. Ini merupakan langkah maju untuk menyibak tabir kerancuan antara tugas dan wewenang TNI dan Polri. Dalam hal ini, pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid telah mampu menindaklanjuti cita-cita reformasi dengan mengeluarkan kebijakan yang gagasannya dimulai pada masa Presiden BJ. Habibie melalui intruksi Presiden No. 2/1999. Keppres ini kemudian dikongkritkan oleh K.H. Abdurrahman Wahid dengan menerbitkan Keppres Nomor 89 Tahun 2000 tentang kedudukan kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam pasal 2 ayat 1 Keppres itu berbunyi: Kepolisian Negara Republik Indonesia berkedudukan langsung dibawah Presiden.Dengan kebijakan semacam ini, Redifinisi dan reaktualisasi peran TNI itu benar-benar diimplementasikan secara riil oleh Pemerintahan sipil. TNI tidak bisa lagi memperalat kepolisian untuk berbagai kepetingan yang berhubungan dengan politik maupun keamanan. Reposisi ini merupakan aspek yang paling penting untuk mengembalikan keseimbangan sipil dalam rangka menciptakan demokrasi. Selama K.H. Abdurrahman Wahid menjadi Presiden, ketegangan K.H. Abdurrahman Wahid dengan DPR terus mengalami intensitas dan eskalasi yang semakin memanas, misalnya pada kasus buloggate dan bruneigate yang dijadikan komoditas politik oleh musuh-musuhnya lewat pembentukan Pansus (Panitia Khusus) yang ditugasi untuk mengusut kedua kasus tersebut. Kasus buloggate yang melibatkan aliran pengucuran dana yanatera bulog sebanyak Rp 35 miliar kepada beberapa orang tertentu, termasuk Suwondo yang diduga merupakan orang terdekat Presiden. Sedang kasus Bruneigate melibatkan pemberian hadiah berupa sejumlah uang yang diberikan oleh pihak Sultan Brunei kepada Presiden Abdurrahman Wahid. Para musuh K.H. Abdurrahman Wahid menuduh dirinya tidak melaporkan pemberian hadiah itu kepada publik dan ia dianggap telah melanggar sumpah jabatan. Dan sebaliknya, K.H. Abdurrahman Wahid mengatakan bahwa uang tersebut adalah hibah dari pihak Sultan Brunei kepadadirinya sebagai pribadi.Ketegangan K.H. Abdurrahman Wahid dengan DPR ditandai dengan dikeluarkannya memorandum I dan memorandum II oleh DPR, walaupun K.H. Abdurrahman Wahid menuduh Pansus sebagai ilegal karena tidak tercantum dalam lembaran Negara. Atas dasar hasil-hasil kerja Pansus, DPR menyatakan bahwa K.H. Abdurrahman Wahid dapat diduga terlibat dalam kasus bullogate dan bruneigate. Dengan mengambil kesimpulan bahwa K.H. Abdurrahman Wahid sungguh-sungguh melanggar haluan Negara. Bagi K.H. Abdurrahman Wahid, Logika DPR itu terasa aneh karena sesuatu yang masih bersifat dugaan, tetapi telah dimanipulasi sebagai sungguh-sungguh melanggar haluan Negara. K.H. Abdurrahman Wahid sendiri dengan kasus buloggate dan bruneigatenya belum di bawa ke pengadilan, karena secara hukum K.H. Abdurrahman Wahid belum dinyatakan bersalah.

Selama pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid bertahan 22 bulan, banyak kebijakan-kebijakan Presiden yang mengalami delegitimasi politik dan sosial yang mengakibatkan K.H. Abdurrahman Wahid lengser dari jabatannya, diantaranya adalah : a. Kebijakan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid yang menghapus Departemen sosial dan pembubaran Departemen penerangan. Dalam pandangan K.H. Abdurrahman Wahid Departemen sosial hanya sebagai sarang berbagai penyimpangan, seperti korupsi dan dana bantuan kemanusiaan yang tidak sampai secara utuh kepada para korban bencana alam atau para pengungsi yang di daerahnya terjadi konflik sosial. Sedangkan Departemen penerangan di anggap sering diperalat untuk mendistorsi berbagai pemberitaan yang hanya menguntungkan kepentingan para penguasa orde baru. b. Dicabutnya Tap MPRS No. XXV/1966 tentang larangan penyebaran ajaran komunisme, marxisme, leninisme di seluruh wilayah Indonesia. c. Membuka hubungan dagang (bukan hubungan diplomatik) dengan Negara zionis Israel d. Pencopotan beberapa menteri dan bongkar pasang kabinet. salah satunya adalah Kwik Kian Gie dari Fraksi PDI-P, Laksamana Sukardi dari Fraksi PDI-P, Yusuf Kalla dari Fraksi GOLKAR, Bambang Soedibjo dari PAN, Jend. Wiranto (TNI/Menko polkam) dan Hamzah Haz dari Fraksi PPP, yang kemudian di susul dengan Susilo Bambang Yudhoyono (TNI/Menko Polsoskam) dan Yusril Ihza Mahendrata dari Fraksi PBB. e. Sikap K.H. Abdurrahman Wahid yang sering meninggalkan Megawati Soekarno putri (Wapres), terutama dalam hal kebijakan memberhentikan beberapa menteri dan mengangkat para penggantinya.f. Hubungan K.H. Abdurrahman Wahid yang tidak harmonis dengan DPR-MPR. g. Tindakan K.H. Abdurrahman Wahid yang melakukan penggantian Kapolri dalam waktu yang relatif singkat. h. Ancaman K.H. Abdurrahman Wahid untuk memberlakukan dekrit presiden apabila kompromi politik antara dirinya (sebagai Presiden) dengan para pemimpin partai politik tidak tercapai. i. Penolakan para pemimpin partai-partai politik (terutama PDIP, Golkar, PAN, PBB, dan PK) terhadap tawaran kompromi yang diajukan oleh K.H. Abdurrahman Wahid untuk mencairkan kebekuan dan kebuntuan politik akibat ketegangan yang berkepanjangan antara K.H. Abdurrahman Wahid dan para musuh politiknya. j. Dukungan TNI/Polri (sebagai institusi) yang dari waktu ke waktu kian menyusut terhadap K.H. Abdurrahman Wahid. Akan tetapi setelah K.H. Abdurrahman Wahid melakukan tindakan pencopotan terhadap Menko Polkam Wiranto, Kapolri Rusdiharjo dan Suroyo Bimantoro dan kemudian Menko Polsoskam Susilo Bambang Yudhoyono, dukungan TNI/Polri semakin menipis dan bahkan tidak ada sama sekali. Ini terbukti bahwa TNI/Polri tidak akan mendukung apabila K.H. Abdurrahman Wahid mengeluarkan dekrit.2. Kebijakan EkonomiPada awal pemerintahannya, K.H. Abdurrahman Wahid masih di dukung oleh poros tengah, Golkar, TNI/Polri, dan berbagai kalangan simpatisannya. Legitimasi politik dan sosial ketika itu masih terasa cukup kuat di tangan K.H. Abdurrahman Wahid. Tetapi setelah melewati tiga bulan pertama, K.H. Abdurrahman Wahid sudah mulai digoyang terutama oleh poros tengah, Amien Rais. Amien mengatakan bahwa dia tidak akan memberikan cek kosong kepada K.H. Abdurrahman Wahid. Amien mengatakan kalau rapor K.H. Abdurrahman Wahid dalam kuartal pemerintahannya banyak yang merah (tidak ada perbaikan ekonomi yang berarti), maka K.H. Abdurrahman Wahid perlu di peringatkan dan bahkan kalau perlu dijewer telinganya.Salah satu kebijakan yang mendapat sorotan tajam pada pemerintahan Abdurrahman wahid adalah perbaikan di bidang ekonomi. Pihak K.H. Abdurrahman Wahid dan para pendukungnya menyatakan bahwa pemulihan krisis moneter dan ekonomi tidak mungkin dilakukan dalam waktu singkat. Karena pemerintahannya hanya mewarisi segala kebobrokan ekonomi dan keuangan yang ditinggalkan oleh rezim orde baru selama 32 tahun. Kalangan pembela K.H. Abdurrahman Wahid dan pemerintahannya tak ubahnya sebagai tukang cuci piring setelah pesta pora kemewahan rezim orde baru. Oleh karena itu, kata mereka, tidak fair jika menuntut perbaikan keuangan dan ekonomi dalam waktu yang sangat singkat. Pada saat yang sama, pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid dihadapkan pula pada masalah keamanan yang di picu oleh berbagai konflik yang bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan) seperti kasus Ambon, Poso, Aceh, Pontianank, dan Sampit yang sulit diatasi dengan cepat. Dalam acara Indonesia Next di Jimbaran Bali tiga hari setelah terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia yang ke empat pada bulan Oktober 1999. K.H. Abdurrahman Wahid mengungkapkan keinginannya untuk membuka hubungan perdagangan dengan Israel. Gagasan ini langsung mendapat perlawanan yang hebat dari beberapa kalangan Islam, bahkan mereka cenderung membawa kasus ini pada isu agama, bukan lagi sebagai isu ekonomi dan kerjasama bilateral antara dua Negara berdaulat. Dalam dimensi ekonomi, harus diakui bahwa jaringan ekonomi internasional dari bangsa Israel (Yahudi) begitu menggurita di hampir seluruh belahan dunia. Sepanjang hubungan ekonomi itu diletakkan dalam koridor saling menguntungkan, transparan dan sesuai dengan etika bangsa kita. Rencana Pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid untuk membuka hubungan dagang dengan Israel bisa dianalogkan dengan interaksi dagang Muslim-Yahudi yang terjadi pada masa Islam klasik. Sebuah contoh dapat disampaikan untuk menegaskan bahwa komunitas Yahudi menikmati mobilitas dalam struktur masyarakat muslim. Sektor perdagangan merupakan tempat bagi mereka untuk meniti karir, mereka dengan leluasa bisa berasosiasi dagang dengan warga muslim, bahkan mereka sepenuhnya mempunyai hak untuk menjadi anggota berbagai perdagangan.Dalam Islam terdapat ketentuan yang mengijinkan tradisi baik masa lampau dipakai sebagai landasan untuk membentuk sikap sekarang yang analog dengannya. Sebagai pemikir muslim yang faham betul dengan tradisi Islam, K.H. Abdurrahman Wahid tentu melihat bahwa interaksi dagang Muslim-Yahudi yang terjadi di era klasik tersebut merupakan preseden baik dan karena tradisi seperti itu dapat diaktualisasikan kembali. Tampaknya K.H. Abdurrahman Wahid sedang mengaplikasikan doktrin NU, mempertahankan tradisi lama yang baik, serta mengambil tradisi baru yang terbaik (al-muhafazah ala al-qadim al-salih; wa-al akhdh bi-al-jadidal-aslah). Dengan dialektika seperti itu, maka rencana K.H. Abdurrahman Wahid untuk membuka hubungan dagang dengan Israel ini, apabila di lihat dari prinsip yang dijadikan pegangan oleh warga NU sudah memiliki landasan rasionalitas-normatif.Pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid mengagendakan pembukaan hubungan dagang dengan Israel untuk mendongkrak sektor ekonomi Indonesia yang sedang ambruk yang diwarisi dari produk rezim orde baru. Di samping itu, hubungan dagang tersebut sebagai alat untuk mengartikulasikan secara langsung dukungannya terhadap perjuangan rakyat Palestina kepada Israel. Dengan rencana hubungan dagang ini, maka K.H. Abdurrahman Wahid ingin mendekonstruksi pemikiran stereotypical negatif terhadap komunitas Yahudi yang terbentuk sebagai hasil dari kontruksi sosial masa lalu, untuk kemudian mengorientasikannya pada realitas era pasca rekonsiliasi palestina-Israel.Penolakan sebagian masyarakat terhadap rencana pembukaan hubungan dagang dengan Israel tidak membuat K.H. Abdurrahman Wahid bergeming. Ketika kalangan Islam bereaksi keras, demonstrasi besar muncul, menentang pembukaan hubungan dagang itu. Tetapi K.H. Abdurrahman Wahid hanya berkomentar, lucu jika Indonesia membuka hubungan dengan RRC, Korea Utara, dan sebagainya, itu anda biarkan. Mereka terang-terangan Atheis, menentang Tuhan.Walaupun rencana pembukaan hubungan dagang dengan Israel tidak dapat direalisasikan, rencana ini telah menimbulkan respon dari kalangan investor asing. George Soros, misalnya, sudah mulai memasok dan untuk kegiatan investasi di beberapa sektor industri, diantaranya melalui pembeliannya atas bagian terbesar dari saham industri automotive terkemuka astra. Kedatangan Henry Kissinger ke Jakarta tanggal 28 Pebruari 2000 juga mengisyaratkan adanya respon tersebut. Sebagai anggota komisaris Freeport keturunan Yahudi, kehadiran mantan menteri luar negeri Amerika Serikat ini tentu membawa implikasi politik di kalangan bisnis Amerika. Presiden K.H. Abdurrahman Wahid justru memanfaatkan kunjungan Kissinger dengan mengangkatnya menjadi penasehat umum kepresidenan. Hanya saja semua aktifitas tadi menjadi berubah tanpa hasil, karena elit politik yang selalu memojokkan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid berhasil melengserkannya. C. Kebijakan Politik dan Ekonomi Masa Pemerintahan Presiden Megawati SoekarnoputriPresiden Megawati Soekarno Putri mengawali tugasnya sebagai presiden kelima Republik Indonesia dengan membentuk Kabinet Gotong Royong. Kabinet ini memiliki lima agenda utama yakni membuktikan sikap tegas pemerintah dalam menghapus KKN, menyusun langkah untuk menyelamatkan rakyat dari krisis yang berkepanjangan, meneruskan pembangunan politik, mempertahankan supremasi hukum dan menciptakan situasi sosial kultural yang kondusif untuk memajukan kehidupan masyarakat sipil, menciptakan kesejahteraan dan rasa aman masyarakat dengan meningkatkan keamanan dan hak asasi manusia.Tugas Presiden Megawati di awal pemerintahannya terutama upaya untuk memberantas KKN terbilang berat karena selain banyaknya kasus-kasus KKN masa Orde Baru yang belum tuntas, kasus KKN pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid menambah beban pemerintahan baru tersebut. Untuk menyelesaikan berbagai kasus KKN, pemerintahan Presiden Megawati membentuk Komisi Tindak Pidana Korupsi setelah keluarnya UU RI No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN. Pembentukan komisi ini menuai kritik karena pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid telah dibentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN). Dari sisi kemiripan tugas, keberadaan dua komisi tersebut tersebut terkesan tumpang tindih. Dalam perjalanan pemerintahan Megawati, kedua komisi tersebut tidak berjalan maksimal karena hingga akhir pemerintahan Presiden Megawati, berbagai kasus KKN yang ada belum dapat diselesaikan.1. Kebijakan Bidang PolitikPada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri, salah satu kebijakan yang ditempuh di bidang politik yaitu diselenggarakannya pemilu pada tahun 2004. Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu pertama dimana untuk pertama kalinya masyarakat pemilik hak suara dapat memilih wakil rakyat mereka di tingkat pusat dan daerah secara langsung. Pemilu untuk memilih anggota legislatif tersebut selanjutnya diikuti dengan pemihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden yang juga dipilih langsung oleh rakyat. Pemilihan anggota legislatif dan pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden memiliki keterkaitan erat karena setelah pemilu legislatif selesai, maka partai yang memiliki suara lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presidennya untuk maju ke pemilu presiden. Jika dalam pemilu presiden dan wakil presiden terdapat satu pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka pasangan tersebut dinyatakan sebagai pasangan pemenang pemilu presiden. Jika pada pemilu presiden tidak terdapat pasangan yang mendapatkan suara lebih dari 50%, maka pasangan yang mendapatkan suara tertinggi pertama dan kedua berhak mengikuti pemilu presiden putaran kedua.Pemilu legislatif 2004 yang diselenggarakan pada tanggal 5 April 2004 diikuti oleh 24 partai politik. Lima partai politik yang berhasil mendapatkan suara terbanyak adalah Partai Golkar (24.480.757 atau 21,58% suara), PDI-P (21.026.629 atau 18,53% suara), PKB (11.989.564 atau 10,57% suara), PPP (9.248.764 atau 8,15% suara) dan PAN (7.303.324 atau 6,44% suara). Berdasarkan perolehan suara tersebut, KPU meloloskan lima pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dianggap memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan KPU no. 36 tahun 2004 untuk mengikuti pemilihan presiden dan wakil presiden yakni:a. Nomor urut 1: H. Wiranto, S.H. dan Ir. H. Salahuddin Wahid (calon dari partai Golkar).b. Nomor urut 2: Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi (calon dari PDI-P).c. Nomor urut 3: Prof. Dr. H.M. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudohusodo (calon dari PAN).d. Nomor urut 4: H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. Muhammad Jusuf Kalla (calon dari Partai Demokrat).e. Nomor Urut 5: Dr. H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M. Sc. (calon dari PPP) Pemilu presiden yang diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 belum menghasilkan satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% sehingga pemilu presiden diselenggarakan dalam dua putaran. Dalam pemilu presiden putaran kedua yang diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004, pasangan H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs. Muhammad Jusuf Kalla mengungguli pasangan Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi. Pada pemilu putaran kedua tersebut, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla memperoleh 62.266.350 suara atau 60,62% sementara pasangan Hj. Megawati Soekarnoputri dan K.H. Ahmad Hasyim Muzadi memperoleh 44.990.704 suara atau 39,38%.2. Kebijakan Bidang Ekonomia. Penanganan Intensif Krisis EkonomiKrisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak 1998 belum dapat dilalui oleh dua presiden sebelum Megawati sehingga pemerintahannya mewarisi berbagai persoalan ekonomi yang harus dituntaskan. Masalah ekonomi yang kompleks dan saling berkaitan menuntut perhatian pemerintah untuk memulihkan situasi ekonomi guna memperbaiki kehidupan rakyat. Wakil Presiden Hamzah Haz menjelaskan bahwa pemerintah merancang paket kebijakan pemulihan ekonomi menyeluruh yang dapat menggerakkan sektor riil dan keuangan agar dapat menjadi stimulus pemulihan ekonomi. Selain upaya pemerintah untuk memperbaiki sektor ekonomi, MPR berhasil mengeluarkan keputusan yang menjadi pedoman bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi di masa reformasi yaitu Tap MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004. Sesuai dengan amanat GBHN 1999-2004, arah kebijakan penyelenggaraan negara harus dituangkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) lima tahun yang ditetapkan oleh presiden bersama DPR.Minimnya kontroversi selama masa pemerintahan Megawati berdampak positif pada sektor ekonomi. Hal ini membuat pemerintahan Megawati mencatat beberapa pencapaian di bidang ekonomi dan dianggap berhasil membangun kembali perekonomian bangsa yang sempat terpuruk sejak beralihnya pemerintahan dari pemerintahan Orde Baru ke pemerintahan pada era reformasi. Salah satu indikator keberhasilan pemerintahan Presiden Megawati adalah rendahnya tingkat inflasi danstabilnya cadangan devisa negara. Nilai tukar rupiah relatif membaik dan berdampak pada stabilnya harga-harga barang. Kondisi ini juga meningkatkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia yang dianggap menunjukkan perkembangan positif. Kenaikan inflasi padabulan Januari 2002 akibat kenaikan harga dan suku bunga serta berbagai bencana lainnya juga berhasil ditekan pada bulan Maret dan April 2002. Namun berbagai pencapaian di bidang ekonomi pemerintahan Presiden Megawati mulai menunjukkan penurunan pada paruh kedua pemerintahannya. Pada pertengahan tahun 2002-2003 nilai tukar rupiah yang sempat menguat hingga Rp. 8.500,- per dolar kemudian melemah seiring menurunnya kinerja pemerintah. Di sisi lain, berbagai pencapaian tersebut juga tidak berbanding lurus dengan jumlah penduduk yang ternyata masih banyak berada di bawah garis kemiskinan.Popularitas pemerintah juga menurun akibat berbagai kebijakan yang tidak populis dan meningkatkan inflasi. Meningkatnya inflasi berdampak buruk terhadap tingkat inflasi riil. Diantara kebijakan tersebut adalah kebijakan pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) serta pajak pendapatan negara. (Sarwanto, 2004: 50). Selain itu, persoalan hutang luar negeri juga menjadi persoalan pada masa pemerintahan Presiden Megawati karena pembayaran hutang luar negeri mengambil porsi APBN yang paling besar yakni mencapai 52% dari total penerimaan pajak yang dibayarkan oleh rakyat sebesar 219,4 triliun rupiah. Hal ini mengakibatkan pemerintah nmengalami defisit anggaran dan kebutuhan pinjaman baru.b. Masalah Disintegerasi dan Kedaulatan WilayahPemerataan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia merupakan salah satu pekerjaan rumah pemerintahan Presiden Megawati. Tidak meratanya pembangunan dan tidak adilnya pembagian hasil sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah menjadi masalah yang berujung pada keinginan untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia terutama beberapa provinsi yang kaya akan sumber daya alam tetapi hanya mendapatkan sedikit dari hasil sumber daya alam mereka. Dua provinsi yang rentan untuk melepaskan diri adalah provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Papua. Kebijakan represif yang diterapkan pada masa pemerintahan Orde Baru di kedua provinsi tersebut menjadi alat propaganda efektif bagi kelompok-kelompok yang ingin memisahkan diri. Untuk meredam keinginan melepaskan diri kedua provinsi tersebut, Presiden Megawati melakukan upaya-upaya untuk menyelesaikan permasalahan disintegrasi dan memperbaiki persentase pembagian hasil sumber daya alam b antara pemerintah pusat dan daerah di kedua propinsi tersebut. Berdasarkan UU No. 1b/2001 dan UU No. 21/2001 baik propinsi NAD dan Papua akan menerima 70% dari hasil pertambangan minyak bumi dan gas alam. Upaya Presiden Megawati untuk memperbaiki hubungan pemerintah pusat dan rakyat propinsi NAD juga dilakukan dengan melakukan kunjungan kerja ke Banda Aceh pada tanggal 8 September 2001. Dalam kunjungan kerja tersebut, presiden melakukan dialog dengan sejumlah tokoh Aceh dan berpidato di halaman Masjid Raya Baiturrahman. Dalam kesempatan tersebut, presiden mensosialisasikan UU No. 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus Provinsi NAD. Presiden Megawati juga menandatangani prasasti perubahan status Universitas Malikussaleh Lhokseumawe menjadi universitas negeri.Upaya Presiden Megawati untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI juga diuji saat pemerintah berusaha untuk menyelesaikan sengketa status Pulau Sipadan dan Ligitan dengan pemerintah Malaysia. Sengketa status kedua pulau tersebut tidak dapat diselesaikan melalui perundingan bilateral antara pemerintah Indonesia dan Malaysia. Kedua negara sepakat untuk membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional di Den Haag. Pemerintah Indonesia sejak tahun 1997 telah memperjuangkan pengakuan internasional bahwa kedua pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Republik Indonesia. Namun Mahkamah Internasional pada akhirnya memutuskan bahwa kedua pulau tersebut merupakan bagian dari Malaysia. Dari 17 hakim yang terlibat dalam proses keputusan Mahkamah Internasional, satu-satunya hakim yang memberikan keputusan bahwa kedua pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Indonesia adalah Hakim Ad Hoc Thomas Franck yang ditunjuk oleh Indonesia.Terlepasnya Pulau Sipadan yang memiliki luas 10,4 hektar dan Pulau Ligitan yang memiliki luas 7,9 hektar merupakan pukulan bagi diplomasi luar negeri Indonesia setelah terlepasnya Timor Timur. Kasus ini juga menunjukkan lemahnya diplomasi luar negeri Indonesia saat berhadapan dengan negara lain terutama dalam sengketa perbatasan dengan negara-negara tetangga.c. Desentralisasi Politik dan KeuanganTerkait hubungan pemerintah pusat dan daerah, pemerintahan Presiden Megawati berupaya untuk melanjutkan kebijakan otonomi daerah yang telah dirintis sejak tahun 1999 seiring dengan dikeluarkannya UU No. 2 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pusat-daerah. Upaya ini merupakan proses reformasi tingkat lokal terutama pada bidang politik, pengelolaan keuangan daerah dan pemanfaatan sumber-sumber daya alam daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. Upaya desentralisasi politik dan keuangan ini sejalan dengan struktur pemerintahan di masa mendatang dimana masing-masing daerah akan diberi wewenang lebih besar untuk mengelola hasil-hasil sumber daya alam dan potensi ekonomi yang mereka miliki.Otonomi daerah merupakan isu penting sejak bergulirnya reformasi pada tahun 1998. Setelah berakhirnya pemerintahan Orde Baru, rakyat di beberapa daerah mulai menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap sistem sentralisasi kekuasaan dan wewenang pemerintah pusat yang sangat kuat. Kepala daerah yang bertugas di beberapa daerah mulai dari posisi gubernur hingga bupati seringkali bukan merupakan pilihan masyarakat setempat. Pada masa pemerintahan Orde Baru, para pejabat yang bertugas di daerah umumnya adalah pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah pusat dan memerintah sesuai keinginan pemerintah pusat. Masalah di daerah semakin kompleks saat pejabat bersangkutan kurang dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat setempat. Faktor inilah yang membuat isu mengenai otonomi daerah menjadi penting sebagai bagian dari reformasi politik dan sosial terutama di beberapa wilayah yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Proses pelaksanaan otonomi daerah berikut pengadaan perangkat hukumnya berkaitan erat dengan sistem pemilihan umum berikutnya yang akan diselenggarakan pada tahun 2004. Sejalan dengan rencana pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah secara aktif mengeluarkan beberapa undang-undang yang mendukung pelaksanaan otonomi daerah sekaligus memberikan pedoman dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan saat undang-undang tersebut diberlakukan. Terkait dengan itu, pemerintah mengeluarkan UU No. 12 tahun 2003 mengenai pemilihan umum anggota DPR, DPD dan DPRD. Penerbitan undang-undang ini diikuti dengan dikeluarkannya UU No. 22 tahun 2003 tentang susunan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD serta UU No. 23 tahun 2003 mengenai pemilihan presiden dan wakil presiden. Untuk melengkapi berbagai perangkat hukum mengenai otonomi daerah yang sudah ada, pemerintahan Presiden Megawati di tahun terakhir masa pemerintahnnya mengeluarkan UU No. 32 tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah yang memuat antara lain kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, konsep otonomi dan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan.Sistem pemilihan langsung terhadap wakil-wakil rakyat di daerah dan kepala daerah menjadikan pelaksanaan otonomi daerah semakin memberikan kesempatan bagi rakyat di daerah untuk berperan lebih besar dalam memajukan wilayah mereka. Terpilihnya wakil rakyat dan kepala daerah yang dipilih langsung oleh masyarakat setempat diharapkan lebih dapat mengakomodasi keinginan masyarakat karena memahami seluk beluk masalah dan potensi masyarakat dan sumber daya alam yang dimiliki oleh wilayah bersangkutan disamping lebih memahami karakter dan adat istiadat yang berlaku di wilayah tersebut. d. Upaya Pemberantasan KKNKendati berhasil melakukan berbagai pencapaian di bidang ekonomi dan politik terutama dalam menghasilkan produk undang-undang mengenai pelaksanaan otonomi daerah, pemerintahan Presiden Megawati belum berhasil melakukan penegakkan hukum (law enforcement). Berbagai kasus KKN yang diharapkan dapat diselesaikan pada masa pemerintahannya menunjukkan masih belum maksimalnya upaya Presiden Megawati dalam penegakkan hukum terutama kasus-kasus KKN besar yang melibatkan pejabat negara. Belum maksimalnya penanganan kasus-kasus tersebut juga disebabkan karena kurangnya jumlah dan kualitas aparat penegak hukum sehingga proses hukum terhadap beberapa kasus berjalan sangat lambat dan berimbas pada belum adanya pembuktian dari kasus-kasus yang ditangani. Namun keseriusan pemerintah untuk memerangi tindak pidana korupsi tercermin dari dikeluarkannya UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Produk hukum tersebut merupakan produk hukum yang dikeluarkan khusus untuk memerangi korupsi.Pengeluaran produk hukum tentang Tipikor diikuti dengan dikeluarkannya berbagai produk hukum lain seperti UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi, UU No. 30 Tahun 2002 tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), PP No, 41 Tahun 2002 tentang Kenaikan Jabatan dan Pangkat Hakim, Inpres No. 2 Tahun 2002 tentang Penambang Pasir Laut dan Inpres No. 8 Tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum Kepada Debitur yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya atau Tindakan Hukum Kepada Debitur yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham. D. Kebijakan Politik dan Ekonomi Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang YudhoyonoSusilo Bambang Yudhoyono adalah presiden pertama RI yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Susilo Bambang Yudhoyono yang sering disapa SBY dan Jusuf Kalla dilantik oleh MPR sebagai presiden dan wakil presiden RI ke-6 pada tanggal 20 Oktober 2004.Terpilihnya pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla menjadi presiden dan wakil presiden diikuti dengan berbagai aksi protes mahasiswa, diantaranya aksi yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Udayana, Denpasar, Bali, yang meminta agar presiden terpilih segera merealisasikan janji-janji mereka selama kampanye presiden. Tidak lama setelah terpilih, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri segera membentuk susunan kabinet pemerintahannya yang diberi nama Kabinet Indonesia Bersatu.Sejak awal pemerintahannya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memprioritaskan untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan dan pengangguran serta pemberantasan KKN yang ia canangkan dalam program 100 hari pertama pemerintahannya. Program pengentasan kemiskinan berkaitan langsung dengan upaya pemerataan dan pengurangan kesenjangan serta peningkatan pembangunan terutama di daerah-daerah yang masih tertinggal. Salah satu program pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah bantuan langsung tunai (BLT). Pada tahun 2006, BLT dianggarkan sebesar Rp. 18,8 triliun untuk 19,1 juta keluarga. Tahun 2007 dilakukan BLT bersyarat bagi 500 ribu rumah tangga miskin di 7 propinsi, 51 kabupaten, 348 kecamatan. Bantuan tersebut meliputi bantuan tetap, pendidikan, kesehatan dengan rata-rata bantuan per rumah tangga sebesar Rp. 1.390.000 (Suasta, 2013: 31-33).Selain memfokuskan pada manusia dan rumah tangganya, program pengentasankemiskinanjugaberupaya untuk memperbaiki fisik lingkungan dan prasarananya seperti gedung sekolah, fasilitas kesehatan, jalan, air bersih, dll. Program 100 hari pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga memberikan prioritas pada peninjauan kembali RAPBN 2005, menetapkan langkahpenegakkan hukum, langkah awal penyelesaian konflikdi Aceh dan Papua, stimulasi ekonomi nasional dan meletakkan fondasi yang efektif untuk pendidikan nasional. 1. Kebijakan Bidang PolitikDalam pemerintahan SBY ini, melakukan beberapa kebijakan politik diantaranya :a. Pembentukan Kabinet BersatuPada periode kepemimpinannya yang pertama, SBY membentuk Kabinet Indonesia Bersatu yang merupakan kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla. Kabinet Indonesia Bersatu dibentuk pada21 Oktober2004dan masa baktinya berakhir pada tahun 2009. Pada5 Desember2005, Presiden Yudhoyono melakukan perombakan kabinet untuk pertama kalinya, dan setelah melakukan evaluasi lebih lanjut atas kinerja para menterinya, Presiden melakukan perombakan kedua pada7 Mei2007. Seperti Pembentukan Kabinet Bersatu jilid II. Pada periode kepemimpinannya yang kedua, SBY membentuk Kabinet Indonesia Bersatu II yang merupakan kabinet pemerintahan Indonesia pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Wakil Presiden Boediono. Susunan kabinet ini berasal dari usulanpartai politikpengusul pasangan SBY-Boediono padaPilpres 2009yangn mendapatkan kursi diDPR(Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, danPKB) ditambahPartai Golkaryang bergabung setelahnya, tim sukses pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009, serta kalangan profesional. Susunan Kabinet Indonesia Bersatu II diumumkan oleh Presiden SBY pada 21 Oktober 2009 dan dilantik seharisetelahnya.Pada19 Mei2010, Presiden SBY mengumumkan pergantian Menteri Keuangan. Pada tanggal 18 Oktober 2011, Presiden SBY mengumumkan perombakan Kabinet Indonesia Bersatu II, beberapa wajah baru masuk ke dalam kabinet dan beberapa menteri lainnya bergeser jabatan di dalam kabinet.b. Menganut konsep Trias PolitikaTrias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga negara yang berbeda.Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif adalah lembaga untuk membuat undang-undang; Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang; dan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang-undang.Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda tersebut, diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari korupsi pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check and balances (saling koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun demikian, jalannya Trias Politika di tiap negara tidak selamanya serupa, mulus atau tanpa halangan.Konsep Trias Politika (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif) pada masa pemerintahan SBY mengalami perubahan progresif, dimana konsep tersebut berusaha menempatkan posisinya berdasarkan prinsip structural Sistem Politik Indonesia, yakni berdasarkan kedaulatan rakyat. Pada masa pemerintahan SBY, hal tersebut benar-benar terimplementasikan, dimana rakyat bisa memilih secara langsung calon wakil rakyat melalui Pemilu untuk memilih anggota dewan legislaif, dan Pilpres untuk pemilihan elit eksekutif, sekalipun untuk elit yudikatif, pemilihannya masih dilakukan oleh DPR dengan pertimbangan presiden.c. Sistem KepartaianDi Indonesia sendiri, selama masa pemerintahan SBY di tahun 2004-2009, sistem kepartaian mengalami perubahan yang signifikan, dimana partai politik bebas untuk didirikan asalkan sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku, serta tidak menyimpang dari hakikat pancasila secara universal. Masyarakat Indonesia pun dapat memilih calon wakil rakyat pilihan mereka secara langsung, hal tersebut tentu menunjukan apresiasi negara terhadap hak dasar bangsa secara universal dalam konteks pembentukan negara yang demokratis.d. Politik PencitraanPolitik pencitraan merupakan salah satu senjata ampuh yang digunakan para pemimpin negara untuk mengambil hati rakyatnya. Pola politik pencitraan tentu digunakan oleh hampir semua pemimpin negara di dunia, termasuk Presiden SBY. Selaku pemimpin negara, ia tentu harus membentuk citra dirinya sebaik mungkin demi menjaga imej baiknya di mata masyarakat Indonesia. Dalam melakukan politik pencitraan tersebut, Presiden SBY melakukanya dengan beberapa hal, yang terbagi dalam konteks internal dan konteks eksternal.Dalam konteks internal, politik pencitraan SBY dilakukan dengan menggunakan kapabilitas internalnya, yakni dengan kapabilitas retorika atau kemampuan berbicara di depan umum. Dari lima jenis retorika yang dikemukakan Aristoteles, Presiden SBY dinilai mengimplementasikan Retorika tipeElucotio,dimana pembicara memilih kata-kata dan bahasa yang tepat sebagai alat pengemas pesanya ketika berbicara di depan umum. Selain hal tersebut, konteks internal disini berkaitan dengan sikap bijak, kalem, dan legowo yang ditunjukan Presiden SBY kepada masyarakat, dimana hal tersebut tentunya dapat berimplikasi terhadap penarikat rasa simpatik masyarakat itu sendiri.Dalam konteks eksternal, politik pencitraan SBY dilakukan dengan beragam aspek, salah satunya adalah kampanye, dan introduksi prestasi positif SBY selama memerintah Indonesia. Hal tersebut tentu dapat memicu ketertarikan rakyat Indonesia akan keberhasilan SBY dan menjadi simpatik atasnya.e. Politik Luar NegeriCiri politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan SBY, yaitu:1) Terbentuknyakemitraan-kemitraan strategisdengan negara-negara lain (Jepang, China, India, dll).2) Terdapat kemampuanberadaptasi Indonesia terhadap perubahan-perubahan domestikdan perubahan-perubahanyang terjadi diluar negeri (internasional).3) Bersifat pragmatis kreatif dan oportunis, artinya Indonesia mencoba menjalin hubungan dengan siapa saja (baik negara, organisasi internasional, ataupun perusahaan multinasional) yang bersedia membantu Indonesia dan menguntungkan pihak Indonesia.4) Konsep TRUST, yaitu membangun kepercayaan terhadapdunia Internasional. Prinsip-prinsip dalam konsep TRUST adalah unity, harmony, security, leadership, prosperity. Prinsip-prinsipdalamkonsep TRUSTinilah yang menjadisasaran politik luar negeri Indonesia di tahun 2008dan selanjutnya.2. Kebijakan Bidang EkonomiPada pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara Indonesia, atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan, kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam kasus Bank Century yang sampai saat ini belum terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya 93 miliar untuk menyelesaikan kasus Bank Century ini.Kondisi perekonomian pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6 persen pada 2010 dan meningkat menjadi 6-6,5 persen pada 2011. Dengan demikian prospek ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula.Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia. Kinerja ekspor nonmigas Indonesia yang pada triwulan IV-2009 mencatat pertumbuhan cukup tinggi yakni mencapai sekitar 17 persen dan masih berlanjut pada Januari 2010.Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara.Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makroekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanPembaharuan di bidang politik dan ekonomi yang diterapkan dari masa ke masa pemerintahan presiden di Indonesia, mulai dari B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono nampak mengalami perubahan yang signifikan dan berdampak positif bagi kemajuan Bangsa Indonesia. Masing-masing presiden menerapkan kebijakan yang berbeda untuk lebih memajukan bangsa ini, meskipun pada setiap prosesnya disertai dengan berbagai kekurangan, tetapi kebijakan-kebijakan tersebut tetap dapat membuat Indonesia semakin berkembang dan maju.B. SaranPemerintah perlu lebih intensif dalam menerapkan kebijakan-kebijakan yang ada dan meminimalisir dampak negatif yang terjadi. Serta diperlukan adanya kajian pada setiap kebijakan pemerintah di era sebelumnya agar tidak terulang kesalahan di era berikutnya untuk menciptakan Indonesia yang lebih maju di masa depan.

36