Isi Makalah PA

download Isi Makalah PA

of 12

Transcript of Isi Makalah PA

BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Terdapat banyak teori yang disusun mengenai perkembangan manusia, termasuk faktor-faktor yang melatarbelakangi berbagai kondisi fisik dan psikologis pada saat ini. Sedikitnya, terdapat tujuh teori dasar yang mengenai perkembangan anak, yang kini menjadi dasar dari Psikologi Perkembangan. Ketujuh teori ini lebih menggambarkan kaitan psikologis (kognitif, pengaruh lingkungan, dan sebagainya) terhadap perkembangan anak. Akan tetapi, seperti yang kita ketahui, ada faktor lain yang tidak dapat dilepaskan, yaitu faktor biologis. Adanya Gen sebagai konteks biologik perkembangan tentunya berpengaruh besar terhadap proses dalam kehidupan seorang manusia. Peran gen sebagai pembimbing, pengatur, dan yang memengaruhi perkembangan manusia sepanjang hidupnya adalah isu yang menarik dan paling controversial dalam psikologi anak modern. Kaitannya adalah, bahwa orang tua mewariskan karakteristiknya kepada generasi berikutnya melalui gen. Terkait dengan gen itu sendiri, salah satu kegiatan genetik yang paling fundamental adalah pembelahan sel. Pembelahan sel meliputi banyak proses penting yang terjadi pada kromosom. Kromosom itu sendiri merupakan struktur di dalam sel, berupa deret panjang molekul yang terdiri dari DNA dan berbagai protein yang nantinya merupakan informasi genetik suatu organisme. Sedemikian pentingnya posisi kromosom, sehingga kegagalan atau kekurangsempurnaan dalam proses pembelahan sel yang melibatkan kromoson ini dapat menyebabkan kelainan-kelainan, baik secara fisik ataupun mental. 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain, Mengetahui mekanisme pembelahan sel Mengetahui berbagai jenis kelainan genetik yang disebabkan kesalahan pada tahap pembelahan meiosis. 3. Mengidentifikasi pengaruh kesalahan pada tahapan pembelahan meiosis terhadap perkembangan manusia. 1. 2.

BAB II PEMBAHASAN2.1 Pengertian Meiosis Pembelahan meiosis disebut juga pembelahan reduksi, karena terjadinya pengurangan jumlah kromosom dalam prosesnya. Proses ini menghasilkan sel anakan dengan jumlah kromosom separuh dari jumlah kromosom sel induknya. Contoh, sel induk gamet jantan (spermatogonium) merupakan sel yang diploid (2n) dan setelah membelah, sel anak yang terbentuk (spermatozoa) merupakan sel yang haploid (n). Meiosis terdiri atas dua pembelahan sel terspesialisasi yang berurutan, di mana jumlah kromosom dari sel-sel yang dihasilkan dikurangi dari jumlah diploid (2n) menjadi haploid (n) (Elrod dan Stansfield, 2007). Dalam pembelahan Meiosis terjadi dua kali pembelahan sel secara berturutturut, tanpa diselingi adanya interfase, yaitu tahap meiosis 1 dan meiosis 2 dengan hasil akhir 4 sel anak dengan jumlah kromosom haploid (n). 2.2 Mekanisme Pembelahan Meiosis Pembelahan sel ini berlangsung melalui dua tahap, yaitu meiosis I dan meiosis II (Nusiati, 2008). Meiosis I melalui tahap berikut ini: 1. Profase I Leptoten : Kromatin menebal membentuk kromosom. Zygoten : Kromosom yang homolog mulai berpasangan, kedua sentriol bergerak menuju ke kutub yang berlawanan. Pakiten : Tiap kromosom menebal dan mengganda menjadi dua kromatida dengan satu sentromer. Diploten : Kromatida membesar dan memendek, bergandengan yang homolog dan menjadi rapat. Diakenesis : Ditandai dengan adanya pindah silang (crossing over) dari bagian kromosom yang telah mengalami duplikasi. Hal ini hanya terjadi pada meiosis saja, yang dapat mengakibatkan terjadinya rekombinasi gen. Nucleolus dan dinding inti menghilang, sentriol berpisah menuju kutub yang berlawanan, sehingga terbentuk serat gelendong diantara dua kutub. 2. Metafase 1 Pada tahap ini, tetrad menempatkan dirinya pada bidang ekuator. Membran inti sudah tidak tampak lagi dan sentromer terikat oleh spindel pembelahan. 3. Anafase I Pada tahap ini, spindel pembelahan memendek dan menarik belahan tetrad (diad) ke kutub sel berlawanan sehingga kromosom homolog dipisahkan. Kromosom hasil crossing over yang bergerak ke kutub sel membawa materi genetik yang berbeda.

4. Telofase I Pada tahap ini, membran sel membentuk sekat sehingga terbentuk dua sel anak yang bersifat haploid, tetapi setiap kromosom masih mengandung dua kromatid (siser cromatid) yang terhubung melalui sentromer. Meiosis II melalui tahap berikut ini. 1. Profase II Benangbenang kromatin berubah kembali menjadi kromosom, sehingga kromosom yang terdiri dari 2 kromatida tidak mengalami duplikasi lagi. Nukeolus dan dinding inti menghilang, sentriol berpisah menuju kutub yang berlawanan, dan seratserat gelendong terbentuk di antara dua kutub pembelahan. 2. Metafase II Kromosom bergerak ke bidang ekuator, menggantung pada serat gelendong melalui sentromernya. 3. Anafase II Kromatida berpisah dari homolognya, dan bergerak menuju ke kutub yang berlawanan 4. Telofase II Kromosom berubah menjadi benangbenang kromatin kembali. Nukleolus dan dinding inti terbentuk kembali. Seratserat gelendong menghilang dan terbentuk sentrosom kembali.

Gambar 1. Proses meiosis Adapun hasil meiosis antara lain, 1. Satu sel induk yang diploid (2n) menjadi 4 sel anakan yang masingmasing haploid (n). 2. Jumlah kromosom sel anak setengah dari jumlah kromosom sel induknya.

3. Pembelahan meiosis hanya terjadi pada selsel generatif atau selsel gamet seperti sperma dan ovum (sel telur). 2.3 Kelainan Genetik Pada Tahap Pembelahan Meiosis Kesalahan pada tahap pembelahan meiosis dapat mengubah dua hal, yaitu jumlah kromosom per sel dan struktur tiap kromosom. Kedua kesalahan tersebut dapat berakibat pada fenotip (sifat yang muncul pada individu). Kesalahan jumlah kromosom (Nondisjunction meiosis) dapat terjadi jika homolog gagal berpisah selama anafase M-1 dan kromatid gagal berpisah selama M-2 yang pada akhirnya gamet memiliki jumlah kromosom yang abnornal. Terdapat 2 gangguan jumlah kromosom, yaitu Aneuploid {Trisomik (2n+1) dan Monosomik (2n-1)} dan Poliploid {Triploid (3n) dan Tetraploid (4n)}. Perubahan struktur kromosom dapat menyebabkan terjadinya empat macam struktur, yaitu delesi, duplikasi, inversi, dan translokasi.

Gambar 2. Tipe-tipe perubahan struktur kromosom 2.4 Akibat Kegagalan Pembelahan Meiosis Kegagalan pada pembelahan meiosis menimbulkan berbagai penyakit, antara lain, 2.4.1 Celah Bibir (Cleft Lips) dan Celah Langit-langit (Cleft Palate) Penelitian menyebutkan bahwa celah bibir terjadi pada 1:1000 kelahiran pada orang kulit putih dan 1:788 kelahiran pada orang kulit hitam. Selain itu celah wajah lebih banyak pada laki-laki (63%) daipada wanita (37%) (Anonim, 2010). Secara garis besar, faktor yang diduga menjadi penyebab terjadinya celah bibir dibagi dalam 2 kelompok, yaitu, 1. Herediter Kelainan ini tidak selalu serupa, tetapi bervariasi antara celah bibir Unilateral dan Bilateral. Pada beberapa contoh, tampaknya mengikuti Hukum Mendel dan pada kasus lainnya distribusi kelainan itu tidak

beraturan. Sebanyak 75% dari faktor keturunan yang menimbulkan celah bibir adalah resesif dan hanya 25% bersifat dominan. Ditemukan sejumlah sindroma/gejala menurut hukum Mendel secara otosomal, dominant, resesif dan X-Linked. Pada otosomal dominan, orang tua yang mempunyai kelainan ini menghasilkan anak dengan kelainan yang sama. Pada otosomal resesif adalah kedua orang tua normal tetapi sebagai pembawa gen abnormal. X-Linked adalah wanita dengan gen abnormal tidak menunjukan tanda-tanda kelainan sedangkan pada pria dengan gen abnormal menunjukan kelainan ini. Celah bibir terjadi sebagai suatu expresi bermacam-macam sindroma akibat penyimpangan dari kromosom, misalnya Trisomi 13 (Sindrom Patau), Trisomi 15, Trisomi 18 (Sindrom Edwars) dan Trisomi 21 (Sindrom Down). 2. Faktor Lingkungan Berkaitan dengan faktor usia ibu, yaitu dengan bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka bertambah pula resiko dari ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kehamilan trisomi. Wanita dilahirkan dengan kira-kira 400.000 gamet dan tidak memproduksi gamet-gamet baru selama hidupnya. Jika seorang wanita umur 35 tahun, maka sel-sel telurnya juga berusia 35 tahun. Akan tetapi, risiko mengandung anak dengan cacat bawaan tidak bertambah besar sesuai dengan bertambahnya usia ibu 2.4.2 Kelainan pada Kromosom Autosom 2.4.2.1 Trisomi 21 (Sindrom Down) (47, XX/XY + 21) Trisomi 21 atau Down Syndrome adalah suatu kelainan genetik di mana kromosom nomor 21 terdapat dalam tiga kopi, sementara normalnya adalah dua kopi (Sasongko, 2010). Insidensi kelahirannya adalah sekitar 1:700 kelahiran. Adapun beberapa ciri anak penderita Trisomi 21 antara lain retardasi mental (IQ: 2550), jarak mata lebar (hipertelorisme), hidung datar dengan pangkal pipi, tangan/jari pendek, terdapat simian crease, dan ada kelainan jantung

Gambar 3. Down Syndrome Terdapat dua variasi dari Down Syndrome, antara lain Robertsonian Translocation dan Mozaik Sindrom Down (Syamsul, 2009). Pada

Robertsonian Translocation, penderita mempunyai 46 kromosom, dengan kromosom 21q bertranslokasi ke kromosom 14/akrosentrik. Kasus ini terjadi pada 4% penderita Down Syndrome. Sedangkan pada Mozaik Sindrom Down, penderita memiliki kromosom mozaik (sebagian 46, sebagian lagi 47). 2.4.2.2 Trisomi 13 (Sindrom Patau) (47, XX/XY + 13) Sindrom Patau (Trisomi 13) adalah sindrom yang disebabkan oleh aneuploidi pada autosom. Ia disebabkan oleh trisomi pada kromosom nomor 13. Bayi yang lahir dengan sindrom ini jarang bertahan lebih dari satu tahun (Firmansyah, Heryawan, Riandi, 2007). Adapun insidensi kelahirannya adalah sebesar 1:20.000 dengan ciri-ciri bibir sumbing/bercelah, malformasi sistem saraf pusat (retardasi mental berat), retardasi pertumbuhan, low set ears, memiliki garis simian, dan kelainan jantung bawaan.

Gambar 4. Sindrom Patau 2.4.2.3 Trisomi 18 (Sindrom Edward) (47, XX/XY +18) Trisomi 18 ini terdapat pada 1 dari 3000 neonatus, dengan rasio laki-laki terhadap perempuan sebesar 1:2 (Hull, Johnston, 1993). Sering dijumpai pada jaringan abortus dengan ciri-ciri yaitu retardasi mental, malformasi kongenital multi organ, dagu kecil dan mulut segitiga, low set ears, serta daya hidup rendah, maksimal 2 bulan (90% < 6 bulan). 2.4.3 Kelainan pada Kromosom Seks 2.4.3.1 Sindrom Klinefelter (47, XXY) Sindrom Klinefelter adalah salah satu jenis kelainan genetik yang sering dialami oleh kaum pria. Kelainan ini biasanya terjadi akibat hasil dari penggandaan ekstra kromosom X pada setiap sel (Mayoclinic, 2010).

Gambar 5. Sindrom Klinefelter

Beberapa ciri fisik penderitanya adalah memiliki postur tubuh tinggi kurus (>170 cm), tungkai kaki panjang, gynecomastia, serta testis kecil (dengan biopsi: hialinisasi tubulus seminiferus, tidak ada spermatogenesis, azoospermia, sel Leydig sedikit). Selain itu, penderita sindrom ini juga mengalami libido menurun (hypogonadism), steril/infertil (Ciri seks sekunder tidak berkembang), IQ biasanya rendah (Retardasi mental), dan pada beberapa pasien dijumpai gangguan kesulitan belajar. Aspek penurunan sindrom ini adalah ND pada oogenesis atau spermatogenesis, sedangkan variannya adalah 48, XXXY; mosaik 46, XY/ 47, XXY atau 46, XY/48, XXXY. 2.4.3.2 Sindrom Turner Dialami oleh bayi perempuan yang dilahirkan kekurangan kromosom X (XO). Hal ini disebabkan oleh berlakunya pembelahan sel yang tidak normal pada sel sperma (Ahmad, 2004). Kariotipe umumnya adalah 45, XO dengan kromatin seks (X dan Y) negatif. Terjadi pada 1:2500 kelompok perempuan.

Gambar 6. Sindrom Turner Ciri yang dapat diamati dari penderita sindrom ini adalah postur tubuh pendek ( 130 cm), webbed neck, edema pada kaki, cubitus vagus, dada rata (payudara tidak membesar), coartation aorta dan defek skeletal, genitalia eksterna infantil, klitoris hipertrofi, rambut axilla dan tanpa pubis, streak gonads, ovarium dysgenesis, amenore primer, dan steril. Namun, kebanyakan penderita Sindrom Turner masih memiliki IQ normal. Aspek penurunannya adalah ND selama oogenesis pada meiosis I. Adapun varian dari sindrom ini antara lain mosaik 45, X / 46 ,XX (15%) ; 45, X /47 , XXX ; dan sebagainya. 2.4.3.3 Sindrom Y Ganda (Sindrom Jacobs) Kombinasi abnormal (XYY) ini disebut laki-laki super, terjadi pada satu dari seribu kelahiran. Ia menjadi laki-laki normal, namun perilakunya cenderung hiperaktif, agresif, dan psikopat (Gonick, Wheelis, 2001). Perkembangan seks mereka normal, namun IQ-nya cenderung sedikit di bawah rata-rata. Aspek penurunannya adalah ND pada spermatogenesis meiosis II, dengan varian - Mosaik: 47, XYY /47, XXY atau 47, XYY /49,

XXXYY. Penderita sindrom ini memiliki risiko untuk terkena penyakit lainnya, sebagai contohnya adalah sindrom Klinefelter (Kusmarjadi, 2009). 2.4.3.4 Sindrom X Ganda Memiliki kariotipe umum 47, XXX. Beberapa cirinya antara lain berpostur tubuh tinggi, infertile, beberapa kesulitan belajar, beberapa psikopatologi, namun sangat jarang yang antisosial. Umumnya akibat ND meiosis I maternal, dengan variasi kariotipe 47, XXX, 48, XXXX, atau 49 XXXXX (Yurnadi, tanpa tahun). 2,4.3.5 Sindrom XX (Laki-laki, 46, XX) Fenotipenya adalah laki-laki, namun memiliki kromosom XX. Terjadi kelainan pada meiosis sehingga terjadi pindah silang (crossing over) gen Testis Deterimining Factor dari kromosom Y ke kromosom X (Yunardi, tanpa tahun). Terjadi pada 1:20.000 kelahiran laki-laki. 2.4.4 Kelainan Struktur Kromosom 2.4.4.1 Cri du Chat Disebut demikian karena bayi yang menderitanya mengeluarkan suara jeritan kucing (cri-du-chat) yang memilukan, sindrom ini terjadi pada 1:50.000 kelahiran (Avise, 1998). Merupakan suatu kelainan yang disebabkan oleh hilangnya/delesi sebagian lengan pendek kromosom 5 (5p). Semakin besar besar bagian yang terdelesi, semakin berat gejala retardasi mentalnya. Mekanisme delesi Cri du Chat pada umumnya terjadi secara acak/de novo yang kemungkinan berulang pada anak berikutnya adalah sangat kecil (