Isi Makalah

66
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Campak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh terbesar, meskipun adanya vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, virus campak ini menyerang 50 juta orang setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian. Insiden terbanyak berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas penyakit campak yaitu pada negara berkembang, meskipun masih mengenai beberapa negara maju seperti Amerika Serikat. Campak adalah salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi dan masih masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini umumnya menyerang anak umur di bawah lima tahun (Balita) akan tatapi campak bisa menyerang semua umur. Campak telah banyak diteliti, namun masih banyak terdapat perbedaan pendapat dalam penanganannya. Imunisasi yang tepat pada waktunya dan penanganan sedini mungkin akan mengurangi komplikasi penyakit ini. Penyakit Campak sering menyerang anak anak balita. Penyakit ini mudah menular kepada anak anak sekitarnya, oleh karena itu, anak yang menderita Campak harus diisolasi untuk mencegah penularan.

description

ASKEP MORBILI

Transcript of Isi Makalah

Page 1: Isi Makalah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Campak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh

terbesar, meskipun adanya vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun

yang lalu, virus campak ini menyerang 50 juta orang setiap tahun dan

menyebabkan lebih dari 1 juta kematian. Insiden terbanyak berhubungan

dengan morbiditas dan mortalitas penyakit campak yaitu pada negara

berkembang, meskipun masih mengenai beberapa negara maju seperti

Amerika Serikat.

Campak adalah salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah

dengan imunisasi dan masih masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini

umumnya menyerang anak umur di bawah lima tahun (Balita) akan tatapi

campak bisa menyerang semua umur. Campak telah banyak diteliti, namun

masih banyak terdapat perbedaan pendapat dalam penanganannya. Imunisasi

yang tepat pada waktunya dan penanganan sedini mungkin akan mengurangi

komplikasi penyakit ini.

Penyakit Campak sering menyerang anak anak balita. Penyakit ini

mudah menular kepada anak anak sekitarnya, oleh karena itu, anak yang

menderita Campak harus diisolasi untuk mencegah penularan. Campak

disebabkan oleh kuman yang disebut Virus Morbili. Anak yang terserang

campak kelihatan sangat menderita, suhu badan panas, bercak bercak seluruh

tubuh terkadang sampai borok bernanah.

Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian

menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang

pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui

plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan

mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila seseorang wanita

menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan

akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester I, II, atau III

Page 2: Isi Makalah

maka ia akan mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan

atau seorang anak dengan BBLR, atau lahir mati atau anak yang kemudian

meninggal sebelum usia 1 tahun.

Morbili / campak adalah penyakit akut yang disebabkan virus

campak yang sangat menular pada umumnya menyerang anak-anak. Menurut

kriteria diagnostiknya, ada 4 stadium campak meliputi stadium tunas, stadium

prodormal / kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. Gejala klinis

morbili meliputi demam mencapai 400C, pilek, batuk, konjungtivitis, ruam

erupsi makulopapular, dan koplik’s spot (merupakan tanda pathognomonis

penyakit campak, bentuk bintik tidak teratur dan kecil berwarna merah

terang, pada pertengahan di dapat noda putih keabuan, mula-mula 2-6 bintik).

Pada pasien ini masih di observasi febris hari ke-2 dengan suspek morbili.

Untuk terapi medikamentosa diberikan infus KAEN 3A, antipiretik

(parasetamol), ambroxol, vitamin A dan C. Sedangkan untuk Supportifnya,

pasien diminta untuk istirahat, dan pasien dirawat di bangsal isolasi untuk

mencegah penularan ke pasien lain.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian morbili?

2. Bagaimana riwayat alamiah dari penyakit morbili?

3. Bagaimana etiologi penyakit morbili?

4. Bagaimana epidemiologi penyakit morbili?

5. Bagaimana patofisiologi penyakit morbili ?

6. Bagaiman gejala klinis penyakit morbili?

7. Bagaimana pencegahan penyakit morbili?

8. Bagaimana WOC dari penyakit morbili?

9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien penyakit morbili?

2

Page 3: Isi Makalah

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian morbili.

2. Untuk mengetahui bagaimana riwayat alamiah dari penyakit morbili.

3. Untuk mengetahui bagaimana etiologi penyakit morbili.

4. Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi penyakit morbili.

5. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi penyakit morbili .

6. Untuk mengetahui bagaiman gejala klinis penyakit morbili.

7. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan penyakit morbili.

8. Untuk mengetahui bagaimana WOC dari penyakit morbili.

9. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien penyakit

morbili.

3

Page 4: Isi Makalah

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian

Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai

dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau

demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi ( Ilmu Kesehatan Anak

vol 2, Nelson, EGC, 2000).

Morbili adalah penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3

stadium, yaitu stadium prodormal ( kataral ), stadium erupsi dan stadium

konvalisensi, yang dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan

bercak koplik ( Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2, th 1991. FKUI ).

1. Stadium kataral

Di tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring,

demam ringan sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk.

2. Stadium erupsi

Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan

muka, tubuh, lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.

3. Stadium konvalesensi

Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan

terjadi hiperpigmentasi.

2.2 Riwayat Alamiah Penyakit Campak

Riwayat alamiah penyakit campak melalui tahap-tahap sebagai berikut :

a. Tahap prepatogensis

b. Tahap Patogenesis

c. Tahap Akhir/ pasca patogenesis.

4

Page 5: Isi Makalah

1. Tahap Prepatogensis

Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi

mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh

serangan agen penyakit (stage of suseptibility). Walaupun demikian

pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara penjamu dengan

bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti

bibit penyakit masih ada diluar tubuh pejamu dimana para kuman

mengembangkan potensi infektifitas, siap menyerang peniamu. Pada

tahap ini belum ada tanda-tanda sakit sampai sejauh daya tahan tubuh

penjamu masih kuat. Namun begitu penjamunva ‘lengah’ ataupun

memang bibit penyakit menjadi lebih ganas ditambah dengan kondisi

lingkungan yang kurang menguntungkan pejamu, maka keadaan segera

dapat berubah. Penyakit akan melanjutkan perjalanannya memasuki

fase berikutnya, tahap patogenesis.

2. Tahap Patogenesis

Tahap ini meliputi 4 sub-tahap yaitu:- Tahap Inkubasi, - Tahap Dini, -

Tahap Lanjut, dan -Tahap Akhir.

a. Tahap Inkubasi

Masa inkubasi dari penyakit campak adalah 10-20 hari. Pada tahap

ini individu masih belum merasakan bahwa dirinya sakit.

b. Tahap Dini

Mulai timbulnya gejala dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi,

yaitu berupa:

1) Panas badan

2) nyeri tenggorokan

3) hidung meler ( Coryza )

4) batuk ( Cough )

5) Bercak Koplik

5

Page 6: Isi Makalah

6) nyeri otot

7) mata merah ( conjuctivitis )

c. Tahap Lanjut

Munculnya ruam-ruam kulit yang berwarna merah bata dari

mulai kecil-kecil dan jarang kemudian menjadi banyak dan

menyatu seperti pulau-pulau. Ruam umumnya muncul pertama dari

daerah wajah dan tengkuk, dan segera menjalar menuju dada,

punggung, perut serta terakhir kaki-tangan. Pada saat ruam ini

muncul, panas si anak mencapai puncaknya (bisa mencapai 40

derajad Celsius), ingus semakin banyak, hidung semakin mampat,

tenggorok semakin sakit dan batuk-batuk kering dan juga disertai

mata merah.

3. Tahap Akhir/ pasca patogenesis.

Berakhirnya perjalanan penyakit campak. Dapat berada dalam lima

pilihan keadaan, yaitu:

a. Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan

tubuh menjadi pulih, sehat kembali.

b. Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang,

penyakit sudah tidak ada, tetapi tubuh tidak pulih

sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang permanen

berupa cacat.

c. Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali, namun

penyakit masih tetap ada dalam tubuh tanpa

memperlihatkan gangguan penyakit.

d. Penyakit tetap berlangsung secara kronik.

e. Berakhir dengan kematian.

6

Page 7: Isi Makalah

2.3 Etiologi Morbili

Campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae,

genus Morbillivirus. Selama masa prodormal dan selama waktu singkat

sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah

dan urin. Virus dapat aktif sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar.

Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan

ginjal kera rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri

dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam

sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.

Penyebaran virus maksimal adalah melalui percikan ludah

(droplet) dari mulut selama masa prodormal (stadium kataral). Penularan

terhadap penderita rentan sering terjadi sebelum diagnosis kasus aslinya.

Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-10 sesudah

pemajanan, pada beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7. Tindakan

pencegahan dengan melakukan isolasi terutama di rumah sakit atau

institusi lain, harus dipertahankan dari hari ke 7 sesudah pemajanan

sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul.

2.4 Epidemiologi

Berdasarkan hasil penyelidikan lapangan KLB campak yang

dilakukan Subdit Surveilans dan Daerah pada tahun 1998-1999, kasus-

kasus campak terjadi karena anak belum mendapat imunisasi cukup tinggi,

mencapai sekitar 40–100 persen dan mayoritas adalah balita (>70 persen).

Frekuensi KLB campak pada tahun 1994-1999 berdasarkan

laporan seluruh provinsi se-Indonesia ke Subdit Surveilans, berfluktuasi

dan cenderung meningkat pada periode 1998–1999: dari 32 kejadian

menjadi 56 kejadian. Angka frekuensi itu sangat dipengaruhi intensitas

laporan dari provinsi atau kabupaten/kota. Daerah-daerah dengan sistern

pencatatan dan pelaporan yang cukup intensif dan mempunyai kepedulian

cukup tinggi terhadap pelaporan KLB, mempunyai kontribusi besar

7

Page 8: Isi Makalah

terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di

Indonesia, seperti Jawa Barat, NTB, Jambi, Bengkulu dan Yogyakarta.

Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans,

diperkirakan KLB campak sesungguhnya terjadi jauh lebih banyak.

Artinya, masih banyak KLB campak yang tidak terlaporkan dari daerah

dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang

dilaporkan itu mengalami peningkatan, tapi jumlah kasusnya cenderung

menurun dengan rata-rata kasus setiap KLB selama 1994–1999, yaitu

sekitar 15–55 kasus pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus

setiap episode KLB campak selama periode itu, rata-rata tidak lebih dari

15 kasus.

Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki Subdit Surveilans,

daerah dan mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat attack-

rate pada KLB campak dominan pada kelompok umur balita. Angka

proporsi penderita pada KLB campak 1998–1999 juga menunjukkan

proporsi terbesar pada kelompok umur 1–4 tahun dan 5–9 tahun bila

dibandingkan kelompok umur lebih tua (10–14 tahun).

2.5 Patofisiologi

Lesi campak terdapat di kulit, membran mukosa nasofaring,

bronkus, dan saluran cerna dan pada konjungtiva. Eksudat serosa dan

proliferasi sel mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear terjadi

disekitar kapiler. Ada hiperplasi limfonodi, terutama pada apendiks. Pada

kulit, reaksi terutama menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut.

Bercak koplik pada mukosa bukal pipi berhadapan dengan molar II terdiri

dari eksudat serosa dan proliferasi sel endotel serupa dengan bercak pada

lesi kulit. Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh infeksi bakteri

sekunder.

Pada kasus ensefalomielitis yang mematikan, terjadi demielinisasi

pada daerah otak dan medulla spinalis. Pada SSPE (Subacute Sclerosing

Panencephalitis) dapat terjadi degenerasi korteks dan substansia alba.

8

Page 9: Isi Makalah

9

Page 10: Isi Makalah

2.6 Gejala Klinis

Masa inkubasi 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi

dalam 3 stadium, yaitu:

d. Stadium kataral (prodormal).

Stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai gambaran klinis

seperti demam, malaise, batuk, fotopobia, konjungtivitis, dan coryza.

Menjelang akhir dari stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul

enantem, terdapat bercak koplik berwarna putih kelabu sebesar ujung

jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokasinya di mukosa bukal yang

berhadapan dengan molar bawah. Gambaran darah tepi leukopeni

dan limfositosis.

e. Stadium erupsi

Coryza dan batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di

palatum durum dan palatum mole. Kadang – kadang terlihat bercak

koplik. Terjadi eritem bentuk makulopapuler disertai naiknya suhu

badan. Diantara macula terdapat kulit yang normal. Mula-mula

eritema timbul dibelakang telinga, bagian atas lateral tengkuk

sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang

terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak.

10

Page 11: Isi Makalah

Ruam mencapai anggota bawah pada hari ke 3, dan menghilang

sesuai urutan terjadinya.

Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan

di daerah leher belakang. Sedikit terdapat splenomegali, tidak jarang

disertai diare dan muntah.

Variasi yang biasa terjadi adalah Black Measless, yaitu morbili

yang disertai dengan perdarahan di kulit, mulut, hidung, dan traktus

digestivus.

f. Stadium konvalesensi

Erupsi berkurang menimbulkan bekas yang berwarna lebih tua atau

hiperpigmentasi (gejala patognomonik) yang lama kelamaan akan

hilang sendiri. Selain itu ditemukan pula kelainan kulit bersisik.

Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbilli.

Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam

kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai

normal kecuali bila ada komplikasi.

11

Page 12: Isi Makalah

2.7 Diagnosis

Diagnosis dibuat dari gambaran klinis, selama stadium prodormal,

sel raksasa multinuklear dapat ditemukan pada apusan mukosa hidung.

Virus dapat diisolasi pada biakan jaringan. Angka leukosit cenderung

rendah dengan limfositosis relatif. Pungsi lumbal pada penderita dengan

ensefalitis campak biasanya menunjukkan kenaikan protein dan sedikit

kenaikan limfosit. Kadar glukosa normal. Bercak koplik dan

hiperpigmentasi adalah patognomonis untuk rubeola/campak.

Untuk mendiagnosa dapat dilakukan dengan:

1. Secara klinis, yakni berdasarkan riwayat timbulnya penyakit (anamnesa)

dan pemeriksaan fisik (physic diagnostic) seperti gejala dan ruam kulit

yang khas.

2. Pemeriksaan Penunjang, antara lain: pemeriksaan darah, serologis dan

biakan virus (mahal).

2.8 Prognosis

Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi

prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita

penyakit kronis atau bila ada komplikasi4.

Angka kematian kasus di Amerika Serikat telah menurun pada

tahun-tahun ini sampai tingkat rendah pada semua kelompok umur,

terutama karena keadaan sosioekonomi membaik.

Campak bila dimasukkan pada populasi yang sangat rentan,

akibatnya bencana. Kejadian demikian di pulau Faroe pada tahun 1846

mengakibatkan kematian sekitar seperempat, hampir 2000 dari populasi

total tanpa memandang umur.

12

Page 13: Isi Makalah

2.9 Pencegahan Penyakit Morbili (Campak)

A. Pencegahan

a. Imunisasi aktif.

Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan

tetapi mungkin diberikan lebih awal pada daerah dimana penyakit

terjadi (endemik). Imunisasi aktif dilakukan dengan menggunakan

strain Schwarz dan Moraten. Vaksin tersebut diberikan secara

subcutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.

Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili tersebut pada anak

berumur 10 – 15 bulan karena sebelum umur 10 bulan diperkirakan

anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada

antibodi dari ibu. Akan tetapi dianjurkan pula agar anak yang tinggal

di daerah endemis morbili dan terdapat banyak tuberkulosis diberikan

vansinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi pada umur 15 bulan. Di

Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada

anak berumur 9 bulan ke atas.

Vaksin morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi

terhadap telur. Hanya saja pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai

2 minggu sembuh. Vaksin ini juga dapat diberikan pada penderita

tuberkulosis aktif yang sedang mendapat tuberkulosita. Akan tetapi

vaksin ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan

tuberkulosis yang tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang

sedang mendapat pengobatan imunosupresif.

b. Imunisasi pasif.

Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan

serum konvalesens, globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan

plasma adalah efektif untuk pencegahan dan pelemahan campak.

Campak dapat dicegah dengan menggunakan imunoglobulin serum

dengan dosis 0,25 mL/kg diberikan secara intramuskuler dalam 5 hari

sesudah pemajanan tetapi lebih baik sesegera mungkin. Proteksi

13

Page 14: Isi Makalah

sempurna terindikasi untuk bayi, anak dengan penyakit kronis dan

untuk kontak dibangsal rumah sakit anak.

c. Isolasi

Penderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena

penyakit campak dalam kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi

penderita campak untuk diisolasi selama 20-30 hari guna menghindari

penularan lingkungan sekitar.

B. Pengobatan

Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat

batuk dan memperbaiki keadaan umum. Tindakan lain adalah pengobatan

segera terhadap komplikasi yang timbul.

Diberikan sedatif, antipiretik untuk demam tinggi, tirah baring dan

masukan cairan yang cukup. Penderita harus dilindungi dari kontak

dengan cahaya yang kuat selama masa fotofobia. Adanya komplikasi

seperti ensefalitis, SSPE, bronkopneumonia pada setiap kasus harus dinilai

secara individual.

C. Campak di Indonesia

Program Pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia

pada saat ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan

pencegahan KLB. Hasil pemeriksaan sample darah dan urine penderita

campak pada saat KLB menunjukkan Igm positip sekitar 70% – 100%.

Insidens rate semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan

Rumah Sakit selama tahun 1992 – 1998 cenderung menurun, terutama

terjadi penurunan yang tajam pada kelompok umur = 90%) dan merata

disetiap desa masih merupakan strategi ampuh saat ini untuk mencapai

reduksi campak di Indonesia pada tahun 2000. CFR campak dari Rumah

Sakit maupun dari hasil penyelidikan KLB selama tahun 1997 – 1999

cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan

14

Page 15: Isi Makalah

dampak kiris pangan dan gizi, namun masih perlu dikaji secara mendalam

dan komprehensive.

Sidang WHO tahun 1988, menetapkan kesepakatan global untuk

membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus

Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000.

Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya

telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO

tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk

dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak

hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi

dengan effikasi vanksin 85%. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai

10 – 15 tahun setelah eliminasi.

Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan

masuk dalam pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991,

Indonesia dinyatakan telah mencapai UCI secara nasional. Dengan

keberhasilan Indonesia mencapai UCI tersebut memberikan dampak

positip terhadap kecenderungan penurunan insidens campak, khususnya

pada Balita dari 20.08/10.000 – 3,4/10.000 selama tahun 1992 – 1997

(ajustment data rutin SST). Walaupun imunisasi campak telah mencapai

UCI namun dibeberapa daerah masih terjadi KLB campak, terutama di

daerah dengan cakupan imunisasi rendah atau daerah kantong.

1) Tahapan pemberantasan Campak Pemberantasan campak meliputi

beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang berbeda-beda.

a. Tahap Reduksi.

Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap

pengendalian campak. Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan

kematian, cakupan imunisasi >80%, dan interval terjadinya KLB

berkisar antara 4 – 8 tahun.

Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini cakupan imunisasi dapat

dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus

dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang.

15

Page 16: Isi Makalah

b. Tahap Eliminasi

Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat

tinggi (>95%), dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi

rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang

dan KLB hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai

tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat

imunisasi tambahan.

c. Tahap Eradikasi

Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak

sudah tidak ditemukan. Transmisi virus sudah dapat diputuskan,

dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi. Pada

TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan Indonesia berada pada

tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB.

2) Tujuan Reduksi Campak

Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens

campak sebesar 90% dan angka kematian campak sebesar 95% dari

angka sebelum program imunisasi campak dilaksanakan. Di

Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan insiden

menjadi 50/10.000 balita, dan kematian 2/10.000 (berdasarkan

SKRT tahun 1982).

3) Strategi Reduksi Campak

Reduksi campak mempunyai strategi yaitu:

a. Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak

Sekolah Dasar Kelas I (belum dilaksanakan secara

nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen.

b. Surveilans Campak.

c. Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus

d. Pemeriksaan Laboratorium

16

Page 17: Isi Makalah

4) Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia.

Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum

sebaik surveilans eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi

adalah, kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan

Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak

terlaporkan, pemantauan dini (SKD – KLB) campak pada desa-

desa berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik

terutama di Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan

baik Pemerintah maupun Swasta ikut berkontribusi melaporkan

bila menemukan campak. Dukungan dana yang belum memadai,

terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah Sakit dan

pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans

campak sangat penting untuk menilai perkembangan

pemberantasan campak dan untuk menentukan strategi

pemberantasannya di setiap daerah.

5) Angka Insidens

Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 – 1998

dari data rutin Rumah sakit dan Puskesmas untuk semua kelompok

umur cenderung menurut dengan keleng – kapan laporan rata-rata

Puskesmas kurang lebih 60% dan Rumah sakit 40%. Penurunan

Insidens paling tajam terjadi pada kelompok umur Kejadian Luar

Biasa (KLB).

Dampak keberhasilan cakupan imunisasi campak nasional

yang tinggi dapat menekan insidens rate yang cukup tajam selama

5 tahun terakhir, namun di beberapa desa tertentu masih sering

terjadi KLB campak. Asumsi terjadinya KLB campak di beberapa

desa tersebut, disebabkan karena cakupan imunisasi yang rendah

(90%) atau kemungkinan masih rendahnya vaksin effikasi di desa

tersebut. Rendahnya vaksin effikasi ini dapat disebabkan beberapa

hal, antara lain kurang baiknya pengelolaar: rantai dingin vaksi

17

Page 18: Isi Makalah

yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas cara

pemberian imunisasi yang, kurang baik dan sebagainya.

Dari beberapa hasil penyelidikan lapangan KLB campak

dilakukan oleh Subdit Surveilans dan Daerah selama tahun 1998 –

1999, terlihat kasus-kasus campak yang belum mendapat imunisasi

masih cukup tinggi, yaitu kurang lebih 40% – 100% (Grafik: 9).

Dari sejumlah kasus-kasus yang belum mendapat imunisasi

tersebut, pada umumnya (>70%) adalah Balita. Frekuensi KLB

campak berdasarkan laporan yang dikirim dari seluruh propinsi

Indonesia ke Subdit Surveilans melalui laporan (W 1) selam tahun

1994 – 1999 terlihat ber fluktuasi, dan cenderung meningkat dari

tahun 1998 – 1999 yaitu dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian

(grafik: 2). Angka frekuensi tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas laporan W1 dari Propinsi atau Kabupaten/Kota. Daerah-

daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan Wl yang cukup

intensive dan mempunyai kepedulian yang cukup tinggi terhadap

pelaporan Wl KLB, mempunyai kontribusi yang besar terhadap

kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia

(Jawa Barat, NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah

KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB

campak yang sesungguhnya terjadi jauh lebih baik. Dengan

pengertian lain, masih cukup banyak KLB campak yang tidak

terlaporkan oleh Daerah dengan berbagai kendala. Walaupun

frekuensi KLB campak yang dilaporkan mengalami peningkatan,

namun jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata

kasus setiap KLB selam tahun 1994 – 1999 sekitar 15 – 55 kasus

pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode

KLB campak selama periode tahun tersebut rata-rata tidak lebih

dari 15 kasus (grafik: 3 dan 4).

Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki o1eh Subdit

Surveilans dan Daerah serta mahasiswa FETP (UGM) selama

tahun 1999, terlihat Attack Rate pada KLB campak dominan pada

18

Page 19: Isi Makalah

kelompok umur Balita, (Grafik 5 dan 6′). (pie diagram). Angka

proporsi penderita pada KLB campak tahun 1998 – 1999 juga

menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 1 – 4 tahun

dan S – 9 tahun dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua

(10 – 14 tahun) grafik:7.

Pada kelompok KLB campak telah dilakukan pengambilan

spesimen serologis dan urine untuk memastikan diagnosa lapangan

dan mengetahui virus campak. Hasil pemeriksaan sampel serologis

dan urine penderita campak pada 12 lokasi KLB campak di

beberapa Daerah selama tahun 1998 – 1999 yang diperiksa oleh

Puslit. Penyakit Menular Badan Litbangkes RI, menunjukkan IgM

positif sekitar 70% – 100%, (tabel: l). Angka tersebut

mengindikasikan ketajaman diagnosa campak dilapangan pada saat

KLB berlangsung.

Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR) campak di Rumah

Sakit maupun pada saat KLB terjadi selama tahun (1997 – 1999)

cenderung meningkat, masing-masing dari 0,1% – 1,1% dan 1,7%

– 2,4% (grafik 8). Kecenderungan peningkatan CFR ini perlu

pengkajian yang mendalam dan koprehensive.

Jadi, Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 –

1998 di Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok

umur. Penurunan paling tajam pada kelompok umur

2.10 Diagnosa Banding

Eksantema subitum

Disebabkan oleh virus, biasanya timbul pada bayi berumur 6-36 bulan.

Perjalanan penyakit mirip morbili, bedanya rash timbul pada saat panas

turun.

German measles

Gejala lebih ringan dari morbili, tdd : gejala infeksi saluran napas bagian

atas, demam ringan, pembesaran kelenjar regional di daerah occipital dan

19

Page 20: Isi Makalah

post aurikular. Rash lebih halus, yang mula-mula pada wajah lalu

menyebar ke batang tubuh dan menghilang dalam waktu 3 hari.

  Rash karena obat-obatan

Lebih bersifat urtikaria, sehingga rashnya lebih besar, luas, menonjol dan

umumnya tidak disertai panas.

Infeksi oleh Ricketsia

Gejala prodromal lebih ringan, rash tidak dijumpai di wajah dan koplik

spot tidak ada.

Infeksi mononukleosus

Dijumpai limphadenopati umum dan peningkatan jumlah monosit.

Common cold, scarlet fever

2.11 Pemeriksaan penunjang

a. Darah tepi: jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi

infeksi bakteri

b. Pemeriksaan antibodi IgM anti campak

1. Pemeriksaan untuk komplikasi:

2. Ensefalopati/ensefalitis : dilakukan pemeriksaan cairan

serebrospinalis, kadar elektrolit darah dan analisis gas darah

3. Enteritis: feses lengkap

4. Bronkopneumonia : dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis

gas darah.

2.12 Komplikasi

Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun

sehingga dapat terjadi alergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah

menjadi negatif). Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi

sekunder seperti:

a. Bronkopnemonia

Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus campak

atau oleh pneumococcus, streptococcus, staphylococcus.

Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang

20

Page 21: Isi Makalah

masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita

penyakit menahun seperti tuberkulosis, leukemia dan lain-lain.

Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan.

b. Komplikasi neurologis

Kompilkasi neurologis pada morbili seperti hemiplegi,

paraplegi, afasia, gangguan mental, neuritis optica dan ensefalitis.

c. Encephalitis morbili akut

Encephalitis morbili akut ini timbul pada stadium

eksantem, angka kematian rendah. Angka kejadian ensefalitis

setelah infeksi morbili ialah 1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis

setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap

1.000.000 dosis.

d. SSPE (Subacute Scleroting panencephalitis)

SSPE yaitu suatu penyakit degenerasi yang jarang dari

susunan saraf pusat. Ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba-

tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang, dan

koma. Perjalan klinis lambat, biasanya meninggal dalam 6 bulan

sampai 3 tahun setelah timbul gejala spontan. Meskipun demikian,

remisi spontan masih dapat terjadi. Biasanya terjadi pada anak

yang menderita morbili sebelum usia 2 tahun. SSPE timbul setelah

7 tahun terkena morbili, sedang SSPE setelah vaksinasi morbili

terjadi 3 tahun kemudian.

Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa

virus morbilli memegang peranan dalam patogenesisnya. Anak

menderita penyakit campak sebelum umur 2 tahun, sedangkan

SSPE bisa timbul sampai 7 tahun kemudian SSPE yang terjadi

setelah vaksinasi campak didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian.

Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah

0,5-1,1 tiap 10.000.000, sedangkan setelah infeksi campak sebesar

5,2-9,7 tiap 10.000.000.

21

Page 22: Isi Makalah

e. Immunosuppresive measles encephalopathy

Didapatkan pada anak dengan morbili yang sedang

menderita defisiensi imunologik karena keganasan atau karena

pemakaian obat-obatan imunosupresif.

2.13 Penatalaksanaan

A. Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari :

1. Pemberian cairan yang cukup

2. Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan

tingkat kesadaran dan adanya komplikasi

3. Suplemen nutrisi

4. Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder

5. Anti konvulsi apabila terjadi kejang

6. Pemberian vitamin A.

B. Indikasi rawat inap : hiperpireksia (suhu > 39,00 C), dehidrasi, kejang,

asupan oral sulit, atau adanya komplikasi.

C. Campak tanpa komplikasi :

1. Hindari penularan

2. Tirah baring di tempat tidur

3. Vitamin A 100.000 IU, apabila disetai malnutrisi dilanjutkan 1500

IU tiap hari

4. Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan

disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya

komplikasi

D. Campak dengan komplikasi :

1. Ensefalopati/ensefalitis

Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai

dengan PDT ensefalitis

Kortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PDT

ensefalitis

Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan

serta koreksi terhadap gangguan elektrolit

22

Page 23: Isi Makalah

2. Bronkopneumonia :

Antibiotika sesuai dengan PDT pneumonia

Oksigen nasal atau dengan masker

Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dn

elektrolit

3. Enteritis : koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi (lihat Bab

enteritis dehidrasi).

4. Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan

gizi kurang perlu dipantau terhadap adanya infeksi TB laten.

Pantau gejala klinis serta lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan

penyembuhan.

5. Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk.

23

Page 24: Isi Makalah

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN MORBILI (CAMPAK)

Contoh kasus

An. A berjenis kelamin perempuan usia 19 bulan diantar oleh ibunya ke

RS.GATOEL Mojokerto pada tanggal 23 Mei 2015pada jam 08.00 wib.ibunya

mengeluh An. A demam terus menerus selama 14 hari, disertai dengan pilek

dan batuk produktif, tubuh terlihat lemas, muntah hanya setelah batuk, berisi

makanan yang dimakan, tidak berwarna hitam, frekuensi ± 2 x/ hari, ibu klien

mengatakan anaknya menggaruk-garuk tubuhnya karena rasa gatal pada

tubuh, BAB cair dengan ampas sedikit berwarna kuning, terdapat lendir,

frekuensi 4-5x/ hari banyaknya ± ½ gelas, mata merah, bengkak, nyeri, berair,

kulit bercak merah sejak 7 hari SMRS, awalnya tampak pada wajah, namun

sudah menyebar ke seluruh tubuh. Terdapat kemerah-merahan di belakang

telinga. Anak tampak kehausan, saat diberi ASI tampak bibirnya mengikuti

dada ibunya, dan menangis keras saat dilepas. BAK normal tidak nyeri,

berwarna kuning keruh, frekuensi 2-3x/hari, ibu An. A mengaku anaknya

sudah dibawa ke mantri di dekat rumahnya dan cuma di beri obat penurun

panas dan antibiotic saja, tidak ada riwayat kontak dengan penderita campak

sebelumnya. Namun anak pernah kontak fisik dengan tetangga yang memiliki

tanda dan gejala yang sejenis 15 hari yang lalu.Dari hasil pemeriksaan fisik:

pasien rewel, dengan gizi kurang, Suhu : 390 C, RR : 48 x/menit, Nadi : 125

x/menit,BB : 9,5 kg, TB : 80 cm, tampak ruam pada seluruh tubuh, terdapat

bercak koplik berwarna putih kelabu sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh

eritema, mata merah, conjunctiva hiperemis, mata cekung, air mata masih ada,

abdomen tampak kembung, tampak retraksi epigastrium, bising usus terdengar

meningkat, turgor kulit kembali lambat. Pemeriksaan laboratorium : leukosit

diatas normal, trombosit dibawah normal. Dokter mendiagnosa pasien dengan

morbili.

3.1 Pengkajian

24

Page 25: Isi Makalah

I. Identitas

1. Identitas Pasien

Nama : An.A

Usia : 1 tahun 7 bulan

Agama : Islam

Suku : Jawa/indonesia

Alamat :Jalan Empunala No. 50, Mojokerto

Reg,Med : 413954

Masuk RS : 23-05-2015, jam : 08.00 WIB

Pengkajian : 23-05-2015, jam : 14.00 WIB

Diagnosa Medis : Morbili

2. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. K

Usia : 29

Agama : Islam

Suku : Jawa/Indonesia

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Hub.dng kel : Ibu

Alamat : Jalan Empunala No. 50, Mojokerto

II.Riwayat Keperawatan

a. Anamnesa (Alloanamnesis)

1) Keluhan Utama

Demam sejak 2 minggu hari sebelum masuk Rumah Sakit.

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Demam terus menerus selama 14 hari, disertai dengan pilek dan

batuk produktif, tubuh terlihat lemas, muntah hanya setelah batuk,

berisi makanan yang dimakan, frekuensi ± 2 x/ hari, terdapat rasa

gatal pada tubuh, BAB cair dengan ampas sedikit berwarna kuning,

terdapat lendir, dan tidak ada darah, frekuensi 4-5x/ hari banyaknya

± ½ gelas, mata merah, bengkak, nyeri, berair, bercak merah sejak

25

Page 26: Isi Makalah

7 hari SMRS, awalnya tampak pada wajah, namun sudah menyebar

ke seluruh tubuh. Terdapat kemerah-merahan di belakang telinga.

BAK berwarna kuning keruh, frekuensi 2-3x/hari, tidak ada

riwayat kontak dengan penderita campak sebelumnya, tidak ada

riwayat bepergian kedaerah endemis malaria sebelumnya. Namun

anak pernah kontak fisik dengan tetangga yang memiliki tanda dan

gejala yang sejenis 15 hari yang lalu.

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Keluarga mengatakan tidak ada riwayat campak

sebelumnya.

4) Riwayat Pengobatan

Sudah diobati sebelumnya di mantri desa dekat rumah,

namun tidak ada perubahan. Pasien mengaku obat yang diberi

hanya penurun panas dan antibiotik.

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga mengatakan tidak ada riwayat TB paru,

hipertensi, DM, stroke dalam keluarga.

6) Riwayat Kelahiran dan Kehamilan

Ibu pasien selalu memeriksakan kehamilannya secara rutin

dibidan. Bayi lahir cukup bulan dirumah dibantu oleh bidan secara

spontan langsung menangis.

7) Riwayat Imunisasi (usia 19 bulan)

BCG 1x

Hepatitis B 3x

Polio 4x

DPT 4x

Campak (-)

Kesimpulan : riwayat imunisasi dasar tidak lengkap

8) Pertumbuhan dan Perkembangan (usia 19 bulan)

1. Motorik kasar :

26

Page 27: Isi Makalah

mulai merangkak usia 8 bulan, berdiri dan berjalan usia 12 bulan

2. Motorik halus :

Memegang benda dan membenturkannya usia 7 bulan, Suka

memasukkan benda kedalam mulut usia 10 bulan

3. Bahasa :

Anak mengucapkan kata “papa” dan “mama” dengan jelas usia

12 bulan.

4. Personal sosial :

Takut pada orang lain usia 7 bulan, mulai bermain dengan anak-

anak lain usia 18 bulan

Kesimpulan : riwayat tumbuh kembang sesuai usia

9) Riwayat Makanan

ASI diberikan sampai sekarang, usia 7 bulan sudah diberikan bubur

susu, usia 14 bulan sudah diberikan makanan keluarga.

III. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum

a. Penampilan      : Klien tampak rewel

b. Kesadaran         : Kualitas : Composmentis, Kuantitas : GCS 4,5,6

2. Tanda Vital, TB dan BB

1) Suhu : 390 C

2) Nadi : 125 x/menit

3) RR : 48 x/menit

4) BB : 9,5 kg

5) TB : 80 cm

3. Pemeriksaan Per Sistem

a. Sistem Pernapasan

27

Page 28: Isi Makalah

Hidung

Inspeksi : Terdapat ada nafas cuping hidung, karena ada secret

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Mulut

Inspeksi : mukosa bibir lembab

Sinus paranasalis

Inspeksi : tidak ada tanda-tanda adanya infeksi

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Leher

Inspeksi : tidak terpasang trakheostomi, simetris kanan kiri

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar

limfe

Faring

Inspeksi : tidak ada odem

Area dada

Inspeksi : pola nafas normal

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Auskultasi : vesikuler

b. Sistem Kardiovaskuler

Wajah

Inspeksi : konjungtiva hiperemis, sklera putih

Leher

Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Dada

Inspeksi : dada terlihat simetris

Palpasi : letak ictus kordis ( ICS 5, 1 cm medial dari garis

midklavikula

sinistra)

Perkusi : tidak ada tanda - tanda bunyi redup.

Auskultasi : bunyi jantung normal ( BJ 1 dan BJ 2 tunggal)

28

Page 29: Isi Makalah

c. Sistem Persyarafan

Pemeriksaan nervus

Nervus I olfaktorius (pembau)

Pasien bisa membedakan aroma saat diberi kopi

Nervus II opticus (penglihatan)

Pasien tidak bisa melihat benda yang jaraknya 35 cm dengan jelas.

Nervus III oculomotorius

Tidak oedem pada kelopak mata, (motorik) pergerakan bola mata,

mengangkat kelopak mata = klien berkedip ketika diberi rangsang

Nervus IV toklearis

Pemeriksaan pupil : melebar pada ablasio retina

Nervus V trigeminus

Pasien bisa membuka mulut, menggerakkan rahang ke kiri dan ke

kanan

Nervus VI abdusen

Bola mata simetris, Gerakan bola mata sama saat bergerak.

Nervus VII facialis

Pasien dapat membedakan rasa asin dan manis, bentuk

wajah simetris.

Nervus VIII auditorius/akustikus

Pasien bisa mendengar nada yang rendah seperti bisikan dari dokter

dan perawat.

Nervus IX glosoparingeal

Reflek menelan pasien baik dan dapat membedakan rasa pahit.

Nervus X vagus

Uvula klien simetris terlihat ketika klien membuka mulut dan

berkata“ah”.

Nervus XI aksesorius

Pasien tidak merasa kesulitan untuk mengangkat bahu dengan

melawan tahanan.

Nervus XII hypoglosal/hipoglosum

29

Page 30: Isi Makalah

Bentuk lidah simetris, pasien mampu menjulurkan lidah dan

menggerakkannya ke segala arah.

d. Sistem Perkemihan dan Eliminasi Uri

Genetalia eksterna

Inspeksi : tidak ada oedem, tidak ada tanda - tanda infeksi

maupun varises

Palpasi : tidak ada nyeri tekan maupun benjolan

Kandung kemih

Inspeksi : tidak ada benjolan, dan pembesaran

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Ginjal :

Inspeksi : tidak ada pembesaran daerah pinggang

Palpasi : tidak ada nyeri tekan.

e. Sistem Pencernaan – Eliminasi Alvi

Mulut

Inspeksi : mukosa bibir lembab, kondisi gigi kurang bersih, tidak

ada stomatitis

Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut

Lidah

Inspeksi : bentuk simetris

Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan odem.

Abdomen

Inspeksi : Abdomen tampak kembung, tampak retraksi

epigastrium, tidak ada luka bekas operasi.

Palpasi

Kuadran I (Hepar) : Tidak ada pembesaran hepar.

Kuadran II (Gaster ) : Tidak ada nyeri.

(Lien) : Tidak ada nyeri.

Kuadran III (Colon) : Tidak ada massa.

30

Page 31: Isi Makalah

Kuadran IV ( Apendik) : Tidak ada nyeri.

Perkusi

Kuadran I (Hepar) : Didapatkan suara pekak.

Kuadran II ( Gaster) : Didapatkn suara timpani.

Kuadran III (Colon) : Didapatkan suara timpani.

Kandung Kemih : Didapatkan suara sonor

Auskultasi : Bising usus terdengar meningkat dengan frekuensi 18

kali permenit.

f. Sistem Muskuloskeletel dan Integumen

Kulit : Terdapat ruam kulit diseluruh tubuh, terdapat bercak

koplik berwarna putih kelabu sebesar ujung jarum dan dikelilingi

oleh eritema.

5 5

Kekuatan otot

5 5

Ekstremitas Atas

Inspeksi : tidak ada sianosis, tidak ada clubbing finger

Palpasi : suhu akral hangat

Auskultasi : tidak ada krepitasi

Ekstremitas Bawah

Inspeksi : tidak ada varises, tidak ada oedem, tidaka da clubbing

finger

Palpasi : suhu akral hangat

Auskultasi : tidak ada krepitasi

g. Sistem Endokrin

Kepala

Inspeksi : rambut bersih, tidak alophesia (botak)

Palpasi : tidak ada benjolan

Leher

31

Page 32: Isi Makalah

Inspeksi : tidak ada pembesaran kalenjar tiroid

Palpasi : tidak ada pembesaran kalenjar tiroid, dan tidak ada

nyeri tekan.

h. Sistem Reproduksi

Genetalia

Inspeksi : tidak ada odem, benjolan, maupun varises, dan tidak

ada tanda - tanda infeksi

Palpasi : tidak ada benjolan atau masa dan tidak ada nyeri tekan

i. Sistem Persepsi Sensori

Mata

Inspeksi : bentuk simetris, kornea normal, warna iris hitam, lensa

jernih, sklera putih, konjungtiva hiperemis, tidak ada

sekret, tidak ada oedem.

Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembengkakan

kelopak mata

Hidung

Inspeksi : simetris, tidak ada pembesaran conchae, tidak ada polip

, distribusi rambut rata, tidak ada secret

Palpasi : tidak ada pembengkakan, tidak ada fraktur , dan tidak

ada nyeri tekan

Mulut

Inspeksi : mukosa bibir lembab, tidak ada labio palatoskisis,tidak

ada pembesaran tonsil, tidak ada stomatitis, tidak ada

undulasi.

Telinga

Inspeksi : simetris, tidak ada oedem, tida ada serumen.

Palpasi : ada nyeri tekan pada pina dan tulang spinodeus.

Diagnosa yang muncul :

32

Page 33: Isi Makalah

1. Hipertermi

2. Kerusakan integritas kulit

3.2 Analisa data pasien

DIAGNOSA I

NS.

DIAGNOSIS :

(NANDA-I)

Hipertermi

DEFINITION: Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.

DEFINING

CHARACTER

ISTICS

Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal

Takikardia

Takipnea

Kulit terasa hangat

RELATED

FACTORS:

Anestesia

Penurunan prespirasi

Dehidrasi

Pemajanan lingkungan yang panas

Penyakit

Pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu

lingkungan

Peningkatan laju metabolisme

Medikasi

Truma

Aktivitas berlebihan

33

Page 34: Isi Makalah

ASS

ESS

ME

NT

Subjective data entry

- ibunya mengeluh An. A demam

terus menerus selama 14 hari.

Objective data entry

Tanda-tanda Vital

- Suhu : 390 C

- Nadi : 125 x/menit

- RR : 48 x/menit

- BB : 9,5 kg

- TB : 80 cm

Laboratorium

- IgM : positif

DIA

GN

OSI

S

Client

Diagnostic

Statement:

Ns. Diagnosis (Specify):

Hipertermi

Related to:

Hipertermi berhubungan

dengan penyakit.

34

Page 35: Isi Makalah

DIAGNOSA II

NS.

DIAGNOSIS :

(NANDA-I)

Kerusakan intregitas kulit

DEFINITION: Perubahan/gangguan epidermis dan/atau dermis.

DEFINING

CHARACTER

ISTICS

Kerusakan lapisan kulit

Gangguan permukaan kulit

Invasi struktur tubuh

RELATED

FACTORS:

Eksternal

Zat kimia

Usia yang ekstrem

Kelembapan

Hipertermia

Hipotermia

Faktor mekanik, (mis., gaya gunting,[shearing forces],

tekanan, pengekangan)

Medikasi

Lembap

Imobilisasi fisik

Radiasi

Internal

Perubahan stastus cairan

Perubahan pigmentasi

Perubahan turgor

Faktor perkembangan

Kondisi ketidakseimbangan nutrisi (mis., obesitas,

35

Page 36: Isi Makalah

emasiasi)

Penurunan imunologis

Penurunan sirkulasi

Kondisi gangguan metabolik

Gangguan sensasi

Tonjolan tulang

ASS

ESS

ME

NT

Subjective data entry

- ibu klien mengatakan anaknya

menggaruk-garuk tubuhnya karena rasa

gatal pada tubuh.

Objective data entry

Tanda-tanda Vital

- Suhu : 390 C

- Nadi : 125 x/menit

- RR : 48 x/menit

- BB : 9,5 kg

- TB : 80 cm

- Kulit bercak merah

sejak 7 hari SMRS di

seluruh tubuh.

- Tampak ruam pada

seluruh tubuh.

- Terdapat bercak koplik

berwarna putih kelabu

sebesar ujung jarum

dan dikelilingi oleh

eritema.

- Terdapat kemerah-

merahan di belakang

telinga.

Client

Ns. Diagnosis (Specify):

Kerusakan intrigitas kulit.

36

Page 37: Isi Makalah

DIA

GN

OSI

S

Diagnostic

Statement:

Related to:

Kerusakan intrigitas kulit

berhubungan dengan

hipertermia

3.3 Intervensi Keperawatan

Nama pasien : An. A

Diagnosa Keperawatan : 1. Hipertermi

2. Kerusakan intregitas kulit

INTERVENSI DIAGNOSA I

NIC NOC

INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDICATOR

Perawatan demam

(3740)

Def :

Managemen pasien

dengan

hiperpireksia

karena faktor non

environmental.

1. Monitor suhu

tubuh pasien

2. Kompres

dengan air

hangat

3. Monitor

intake dan

outpute

4. Anjurkan

pasien untuk

menggunaka

n pakaian

yang tipis

dan mudah

menyerap

keringat

5. Anjurkan

Termoregulasi

(0800)

Def :

Keseimbangan

antara produksi

panas,

keuntungan

panas, dan

kehilangan panas.

1. Berkeringat

saat panas :

5

2. RR : 5

3. Peningkatan

suhu kulit :

5

4. Hipertermi :

5

37

Page 38: Isi Makalah

pasien untuk

banyak

minum

Kolaborasi

pemberian

cairan

intravena dan

pemberian

obat

antipiretik

INTERVENSI DIAGNOSA II

NIC NOC

INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDICATOR

Perawatan kulit :

pengobatan

topikal

Def :

Memberikan obat

topikal atau

memanipulasi

dengan alat untuk

meningkatkan

integritas kulit

atau

meminimalkan

kerusakan kulit

1. Hindari

penggunaan

alas tempat

tidur yang

bertekstur

kasar.

2. Lindungi

daerah yang

mengalami

edema secara

tepat

3. Berikan

kompres

hangat di

daerah sekitar

4. Lakukan

Inspeksi kulit

setiap hari

Kerusakan

jaringan : kulit

dan membran

mukosa (1101)

Def :

Struktur yang

utuh dan fisiologi

yang normal dari

mkulit dan

mukosa.

1. Suhu kulit :

5

2. Eritema : 4

3. Kerusakan

kulit : 4

4. Pigmentasi

yang tidak

normal : 4

5. Lesi

mukosa

membran :

4

6. Lesi kulit :

4

38

Page 39: Isi Makalah

untuk melihat

adanya

kerusakan

kulit.

5. Dokumentasik

an derajat

kerusakan

kulit

6. Berikan

antibiotik

topikal pada

area sekitar,

secara tepat.

3.4 Implementasi

DIAGNOSA I

No. diagnose masalah

kolaboratifTgl/jam Tindakan paraf

39

Page 40: Isi Makalah

Kerusakan

intgritas kulit

24 Mei

2015

Pukul 07.00

WIB

1. Memonitor suhu tubuh pasien

2. Melakukan kompres

dengan air hangat

3. Memonitor intake dan outpute

4. Menganjurkan pasien untuk

menggunakan pakaian yang

tipis dan mudah menyerap

keringat

5. Menganjurkan pasien untuk

banyak minum

6. Melakukan kolaborasi

pemberian cairan intravena dan

pemberian obat antipiretik

.

DIAGNOSA II

No. diagnose masalah

kolaboratifTgl/jam Tindakan paraf

Kerusakan 24 Mei 1. Menghindari penggunaan

alas tempat tidur yang

40

Page 41: Isi Makalah

intgritas kulit 2015

Pukul

07.00 WIB

bertekstur kasar.

2. Melindungi daerah yang

mengalami edema secara

tepat

3. Memberikan kompres

hangat di daerah sekitar

4. Melakukan Inspeksi kulit

setiap hari untuk melihat

adanya kerusakan kulit.

5. Mendokumentasikan

derajat kerusakan kulit

6. Memberikan antibiotik

topikal pada area sekitar,

secara tepat.

.

3.5 Evaluasi

DIAGNOSA I

Masalah kep/kolaboratif

Tgl/jam Catatan perkembangan Paraf

Kerusakan

integritas kulit

25 Mei

2015

Pukul

15.00 WIB

S : Ibu klien masih mengeluh

anaknya masih panas, tapi

sudah agak mendingan.

O : Tanda- tanda Vital

- Suhu : 380 C

- Nadi : 125 x/menit

41

Page 42: Isi Makalah

- RR : 48 x/menit

- BB : 9,5 kg

- TB : 80 cm

A : Hipertemi teratasi

sebagian.

P : lanjutkan intervensi 1-6

DIAGNOSA II

Masalah kep/kolaboratif

Tgl/jam Catatan perkembangan Paraf

Kerusakan

integritas kulit

25 Mei

2015

Pukul

15.00 WIB

S : Klien masih mengeluh

gatal-gatal

O : Tanda- tanda Vital

- Suhu : 390 C

- Nadi : 125 x/menit

- RR : 48 x/menit

- BB : 9,5 kg

- TB : 80 cm

- Terdapat bercak koplik

berwarna putih kelabu

sebesar ujung jarum

dan dikelilingi oleh

eritema.

A : kerusakan integritas kulit

belum teratasi.

P : lanjutkan intervensi 1-6

42

Page 43: Isi Makalah

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular, secara

epidemiologi penyebab utama kematian terbesar pada anak. Menurut

etiologinya campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae,

genus Morbillivirus, yang ditularkan secara droplet. Gejala klinis campak

terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadium

43

Page 44: Isi Makalah

konvalesensi. Campak dapat dicegah dengan melakukan imunisasi secara

aktif, pasif dan isolasi penderita. Insidens Rate Campak dari data rutin selama

tahun 1992 – 1998 di Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok

umur. Penurunan paling tajam pada kelompok umur kejadian luar biasa

(KLB)

4.2 Saran

Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua

pembaca agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam

makalah ini sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca.

Disamping itu kami juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca

sehinga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Maldonado, Y. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC.

Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu KEsehatan Anak

FKUI. Jakarta: _______

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.

44

Page 45: Isi Makalah

Anonim, 2008. Measles. http://dermnetnz.org/viral/morbilli.html. diakses pada

tanggal 26 Mei 2015 pukul 15.55 WIB.

Depkes, R.I. 2004. Campak di Indonesia. http://www.penyakitmenular.info.

Diakses pada tanggal 26 Mei 2015 pukul 15.35 WIB.

Imunisasi, vaksinasi. 2008. http://www.sidenreng.com diakses pada tanggal 25

Mei 2015 pukul 14.25 WIB.

Ika. 2009. Ilmu Kesehatan Anak. http://www.wordpress.com diakses pada tanggal

25 Mei 2015 pukul 14. 00 WIB.

45