Isi Makalah
-
Upload
nhophie-destian-viana -
Category
Documents
-
view
11 -
download
1
description
Transcript of Isi Makalah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Campak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh
terbesar, meskipun adanya vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun
yang lalu, virus campak ini menyerang 50 juta orang setiap tahun dan
menyebabkan lebih dari 1 juta kematian. Insiden terbanyak berhubungan
dengan morbiditas dan mortalitas penyakit campak yaitu pada negara
berkembang, meskipun masih mengenai beberapa negara maju seperti
Amerika Serikat.
Campak adalah salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah
dengan imunisasi dan masih masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini
umumnya menyerang anak umur di bawah lima tahun (Balita) akan tatapi
campak bisa menyerang semua umur. Campak telah banyak diteliti, namun
masih banyak terdapat perbedaan pendapat dalam penanganannya. Imunisasi
yang tepat pada waktunya dan penanganan sedini mungkin akan mengurangi
komplikasi penyakit ini.
Penyakit Campak sering menyerang anak anak balita. Penyakit ini
mudah menular kepada anak anak sekitarnya, oleh karena itu, anak yang
menderita Campak harus diisolasi untuk mencegah penularan. Campak
disebabkan oleh kuman yang disebut Virus Morbili. Anak yang terserang
campak kelihatan sangat menderita, suhu badan panas, bercak bercak seluruh
tubuh terkadang sampai borok bernanah.
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian
menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui
plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan
mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila seseorang wanita
menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan
akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester I, II, atau III
maka ia akan mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan
atau seorang anak dengan BBLR, atau lahir mati atau anak yang kemudian
meninggal sebelum usia 1 tahun.
Morbili / campak adalah penyakit akut yang disebabkan virus
campak yang sangat menular pada umumnya menyerang anak-anak. Menurut
kriteria diagnostiknya, ada 4 stadium campak meliputi stadium tunas, stadium
prodormal / kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. Gejala klinis
morbili meliputi demam mencapai 400C, pilek, batuk, konjungtivitis, ruam
erupsi makulopapular, dan koplik’s spot (merupakan tanda pathognomonis
penyakit campak, bentuk bintik tidak teratur dan kecil berwarna merah
terang, pada pertengahan di dapat noda putih keabuan, mula-mula 2-6 bintik).
Pada pasien ini masih di observasi febris hari ke-2 dengan suspek morbili.
Untuk terapi medikamentosa diberikan infus KAEN 3A, antipiretik
(parasetamol), ambroxol, vitamin A dan C. Sedangkan untuk Supportifnya,
pasien diminta untuk istirahat, dan pasien dirawat di bangsal isolasi untuk
mencegah penularan ke pasien lain.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian morbili?
2. Bagaimana riwayat alamiah dari penyakit morbili?
3. Bagaimana etiologi penyakit morbili?
4. Bagaimana epidemiologi penyakit morbili?
5. Bagaimana patofisiologi penyakit morbili ?
6. Bagaiman gejala klinis penyakit morbili?
7. Bagaimana pencegahan penyakit morbili?
8. Bagaimana WOC dari penyakit morbili?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien penyakit morbili?
2
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian morbili.
2. Untuk mengetahui bagaimana riwayat alamiah dari penyakit morbili.
3. Untuk mengetahui bagaimana etiologi penyakit morbili.
4. Untuk mengetahui bagaimana epidemiologi penyakit morbili.
5. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi penyakit morbili .
6. Untuk mengetahui bagaiman gejala klinis penyakit morbili.
7. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan penyakit morbili.
8. Untuk mengetahui bagaimana WOC dari penyakit morbili.
9. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien penyakit
morbili.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai
dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau
demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi ( Ilmu Kesehatan Anak
vol 2, Nelson, EGC, 2000).
Morbili adalah penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu stadium prodormal ( kataral ), stadium erupsi dan stadium
konvalisensi, yang dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan
bercak koplik ( Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2, th 1991. FKUI ).
1. Stadium kataral
Di tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring,
demam ringan sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk.
2. Stadium erupsi
Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan
muka, tubuh, lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.
3. Stadium konvalesensi
Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan
terjadi hiperpigmentasi.
2.2 Riwayat Alamiah Penyakit Campak
Riwayat alamiah penyakit campak melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Tahap prepatogensis
b. Tahap Patogenesis
c. Tahap Akhir/ pasca patogenesis.
4
1. Tahap Prepatogensis
Pada tahap ini individu berada dalam keadaan normal/sehat tetapi
mereka pada dasarnya peka terhadap kemungkinan terganggu oleh
serangan agen penyakit (stage of suseptibility). Walaupun demikian
pada tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara penjamu dengan
bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar tubuh, dalam arti
bibit penyakit masih ada diluar tubuh pejamu dimana para kuman
mengembangkan potensi infektifitas, siap menyerang peniamu. Pada
tahap ini belum ada tanda-tanda sakit sampai sejauh daya tahan tubuh
penjamu masih kuat. Namun begitu penjamunva ‘lengah’ ataupun
memang bibit penyakit menjadi lebih ganas ditambah dengan kondisi
lingkungan yang kurang menguntungkan pejamu, maka keadaan segera
dapat berubah. Penyakit akan melanjutkan perjalanannya memasuki
fase berikutnya, tahap patogenesis.
2. Tahap Patogenesis
Tahap ini meliputi 4 sub-tahap yaitu:- Tahap Inkubasi, - Tahap Dini, -
Tahap Lanjut, dan -Tahap Akhir.
a. Tahap Inkubasi
Masa inkubasi dari penyakit campak adalah 10-20 hari. Pada tahap
ini individu masih belum merasakan bahwa dirinya sakit.
b. Tahap Dini
Mulai timbulnya gejala dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi,
yaitu berupa:
1) Panas badan
2) nyeri tenggorokan
3) hidung meler ( Coryza )
4) batuk ( Cough )
5) Bercak Koplik
5
6) nyeri otot
7) mata merah ( conjuctivitis )
c. Tahap Lanjut
Munculnya ruam-ruam kulit yang berwarna merah bata dari
mulai kecil-kecil dan jarang kemudian menjadi banyak dan
menyatu seperti pulau-pulau. Ruam umumnya muncul pertama dari
daerah wajah dan tengkuk, dan segera menjalar menuju dada,
punggung, perut serta terakhir kaki-tangan. Pada saat ruam ini
muncul, panas si anak mencapai puncaknya (bisa mencapai 40
derajad Celsius), ingus semakin banyak, hidung semakin mampat,
tenggorok semakin sakit dan batuk-batuk kering dan juga disertai
mata merah.
3. Tahap Akhir/ pasca patogenesis.
Berakhirnya perjalanan penyakit campak. Dapat berada dalam lima
pilihan keadaan, yaitu:
a. Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan
tubuh menjadi pulih, sehat kembali.
b. Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang,
penyakit sudah tidak ada, tetapi tubuh tidak pulih
sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang permanen
berupa cacat.
c. Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali, namun
penyakit masih tetap ada dalam tubuh tanpa
memperlihatkan gangguan penyakit.
d. Penyakit tetap berlangsung secara kronik.
e. Berakhir dengan kematian.
6
2.3 Etiologi Morbili
Campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae,
genus Morbillivirus. Selama masa prodormal dan selama waktu singkat
sesudah ruam tampak, virus ditemukan dalam sekresi nasofaring, darah
dan urin. Virus dapat aktif sekurang-kurangnya 34 jam dalam suhu kamar.
Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan
ginjal kera rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri
dari sel raksasa multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam
sirkulasi dapat dideteksi bila ruam muncul.
Penyebaran virus maksimal adalah melalui percikan ludah
(droplet) dari mulut selama masa prodormal (stadium kataral). Penularan
terhadap penderita rentan sering terjadi sebelum diagnosis kasus aslinya.
Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-10 sesudah
pemajanan, pada beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7. Tindakan
pencegahan dengan melakukan isolasi terutama di rumah sakit atau
institusi lain, harus dipertahankan dari hari ke 7 sesudah pemajanan
sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul.
2.4 Epidemiologi
Berdasarkan hasil penyelidikan lapangan KLB campak yang
dilakukan Subdit Surveilans dan Daerah pada tahun 1998-1999, kasus-
kasus campak terjadi karena anak belum mendapat imunisasi cukup tinggi,
mencapai sekitar 40–100 persen dan mayoritas adalah balita (>70 persen).
Frekuensi KLB campak pada tahun 1994-1999 berdasarkan
laporan seluruh provinsi se-Indonesia ke Subdit Surveilans, berfluktuasi
dan cenderung meningkat pada periode 1998–1999: dari 32 kejadian
menjadi 56 kejadian. Angka frekuensi itu sangat dipengaruhi intensitas
laporan dari provinsi atau kabupaten/kota. Daerah-daerah dengan sistern
pencatatan dan pelaporan yang cukup intensif dan mempunyai kepedulian
cukup tinggi terhadap pelaporan KLB, mempunyai kontribusi besar
7
terhadap kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di
Indonesia, seperti Jawa Barat, NTB, Jambi, Bengkulu dan Yogyakarta.
Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans,
diperkirakan KLB campak sesungguhnya terjadi jauh lebih banyak.
Artinya, masih banyak KLB campak yang tidak terlaporkan dari daerah
dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang
dilaporkan itu mengalami peningkatan, tapi jumlah kasusnya cenderung
menurun dengan rata-rata kasus setiap KLB selama 1994–1999, yaitu
sekitar 15–55 kasus pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus
setiap episode KLB campak selama periode itu, rata-rata tidak lebih dari
15 kasus.
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki Subdit Surveilans,
daerah dan mahasiswa FETP (UGM) selama tahun 1999, terlihat attack-
rate pada KLB campak dominan pada kelompok umur balita. Angka
proporsi penderita pada KLB campak 1998–1999 juga menunjukkan
proporsi terbesar pada kelompok umur 1–4 tahun dan 5–9 tahun bila
dibandingkan kelompok umur lebih tua (10–14 tahun).
2.5 Patofisiologi
Lesi campak terdapat di kulit, membran mukosa nasofaring,
bronkus, dan saluran cerna dan pada konjungtiva. Eksudat serosa dan
proliferasi sel mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear terjadi
disekitar kapiler. Ada hiperplasi limfonodi, terutama pada apendiks. Pada
kulit, reaksi terutama menonjol sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut.
Bercak koplik pada mukosa bukal pipi berhadapan dengan molar II terdiri
dari eksudat serosa dan proliferasi sel endotel serupa dengan bercak pada
lesi kulit. Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh infeksi bakteri
sekunder.
Pada kasus ensefalomielitis yang mematikan, terjadi demielinisasi
pada daerah otak dan medulla spinalis. Pada SSPE (Subacute Sclerosing
Panencephalitis) dapat terjadi degenerasi korteks dan substansia alba.
8
9
2.6 Gejala Klinis
Masa inkubasi 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi
dalam 3 stadium, yaitu:
d. Stadium kataral (prodormal).
Stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai gambaran klinis
seperti demam, malaise, batuk, fotopobia, konjungtivitis, dan coryza.
Menjelang akhir dari stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul
enantem, terdapat bercak koplik berwarna putih kelabu sebesar ujung
jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokasinya di mukosa bukal yang
berhadapan dengan molar bawah. Gambaran darah tepi leukopeni
dan limfositosis.
e. Stadium erupsi
Coryza dan batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di
palatum durum dan palatum mole. Kadang – kadang terlihat bercak
koplik. Terjadi eritem bentuk makulopapuler disertai naiknya suhu
badan. Diantara macula terdapat kulit yang normal. Mula-mula
eritema timbul dibelakang telinga, bagian atas lateral tengkuk
sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang
terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak.
10
Ruam mencapai anggota bawah pada hari ke 3, dan menghilang
sesuai urutan terjadinya.
Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan
di daerah leher belakang. Sedikit terdapat splenomegali, tidak jarang
disertai diare dan muntah.
Variasi yang biasa terjadi adalah Black Measless, yaitu morbili
yang disertai dengan perdarahan di kulit, mulut, hidung, dan traktus
digestivus.
f. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang menimbulkan bekas yang berwarna lebih tua atau
hiperpigmentasi (gejala patognomonik) yang lama kelamaan akan
hilang sendiri. Selain itu ditemukan pula kelainan kulit bersisik.
Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbilli.
Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam
kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai
normal kecuali bila ada komplikasi.
11
2.7 Diagnosis
Diagnosis dibuat dari gambaran klinis, selama stadium prodormal,
sel raksasa multinuklear dapat ditemukan pada apusan mukosa hidung.
Virus dapat diisolasi pada biakan jaringan. Angka leukosit cenderung
rendah dengan limfositosis relatif. Pungsi lumbal pada penderita dengan
ensefalitis campak biasanya menunjukkan kenaikan protein dan sedikit
kenaikan limfosit. Kadar glukosa normal. Bercak koplik dan
hiperpigmentasi adalah patognomonis untuk rubeola/campak.
Untuk mendiagnosa dapat dilakukan dengan:
1. Secara klinis, yakni berdasarkan riwayat timbulnya penyakit (anamnesa)
dan pemeriksaan fisik (physic diagnostic) seperti gejala dan ruam kulit
yang khas.
2. Pemeriksaan Penunjang, antara lain: pemeriksaan darah, serologis dan
biakan virus (mahal).
2.8 Prognosis
Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi
prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita
penyakit kronis atau bila ada komplikasi4.
Angka kematian kasus di Amerika Serikat telah menurun pada
tahun-tahun ini sampai tingkat rendah pada semua kelompok umur,
terutama karena keadaan sosioekonomi membaik.
Campak bila dimasukkan pada populasi yang sangat rentan,
akibatnya bencana. Kejadian demikian di pulau Faroe pada tahun 1846
mengakibatkan kematian sekitar seperempat, hampir 2000 dari populasi
total tanpa memandang umur.
12
2.9 Pencegahan Penyakit Morbili (Campak)
A. Pencegahan
a. Imunisasi aktif.
Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan
tetapi mungkin diberikan lebih awal pada daerah dimana penyakit
terjadi (endemik). Imunisasi aktif dilakukan dengan menggunakan
strain Schwarz dan Moraten. Vaksin tersebut diberikan secara
subcutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.
Dianjurkan untuk memberikan vaksin morbili tersebut pada anak
berumur 10 – 15 bulan karena sebelum umur 10 bulan diperkirakan
anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada
antibodi dari ibu. Akan tetapi dianjurkan pula agar anak yang tinggal
di daerah endemis morbili dan terdapat banyak tuberkulosis diberikan
vansinasi pada umur 6 bulan dan revaksinasi pada umur 15 bulan. Di
Indonesia saat ini masih dianjurkan memberikan vaksin morbili pada
anak berumur 9 bulan ke atas.
Vaksin morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi
terhadap telur. Hanya saja pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai
2 minggu sembuh. Vaksin ini juga dapat diberikan pada penderita
tuberkulosis aktif yang sedang mendapat tuberkulosita. Akan tetapi
vaksin ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan
tuberkulosis yang tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang
sedang mendapat pengobatan imunosupresif.
b. Imunisasi pasif.
Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan
serum konvalesens, globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan
plasma adalah efektif untuk pencegahan dan pelemahan campak.
Campak dapat dicegah dengan menggunakan imunoglobulin serum
dengan dosis 0,25 mL/kg diberikan secara intramuskuler dalam 5 hari
sesudah pemajanan tetapi lebih baik sesegera mungkin. Proteksi
13
sempurna terindikasi untuk bayi, anak dengan penyakit kronis dan
untuk kontak dibangsal rumah sakit anak.
c. Isolasi
Penderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena
penyakit campak dalam kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi
penderita campak untuk diisolasi selama 20-30 hari guna menghindari
penularan lingkungan sekitar.
B. Pengobatan
Simtomatik yaitu antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat
batuk dan memperbaiki keadaan umum. Tindakan lain adalah pengobatan
segera terhadap komplikasi yang timbul.
Diberikan sedatif, antipiretik untuk demam tinggi, tirah baring dan
masukan cairan yang cukup. Penderita harus dilindungi dari kontak
dengan cahaya yang kuat selama masa fotofobia. Adanya komplikasi
seperti ensefalitis, SSPE, bronkopneumonia pada setiap kasus harus dinilai
secara individual.
C. Campak di Indonesia
Program Pencegahan dan pemberantasan Campak di Indonesia
pada saat ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan
pencegahan KLB. Hasil pemeriksaan sample darah dan urine penderita
campak pada saat KLB menunjukkan Igm positip sekitar 70% – 100%.
Insidens rate semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan
Rumah Sakit selama tahun 1992 – 1998 cenderung menurun, terutama
terjadi penurunan yang tajam pada kelompok umur = 90%) dan merata
disetiap desa masih merupakan strategi ampuh saat ini untuk mencapai
reduksi campak di Indonesia pada tahun 2000. CFR campak dari Rumah
Sakit maupun dari hasil penyelidikan KLB selama tahun 1997 – 1999
cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan
14
dampak kiris pangan dan gizi, namun masih perlu dikaji secara mendalam
dan komprehensive.
Sidang WHO tahun 1988, menetapkan kesepakatan global untuk
membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus
Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000.
Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya
telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO
tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk
dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak
hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi
dengan effikasi vanksin 85%. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai
10 – 15 tahun setelah eliminasi.
Program imunisasi campak di Indonesia dimulai pada tahun 1982 dan
masuk dalam pengembangan program imunisasi. Pada tahun 1991,
Indonesia dinyatakan telah mencapai UCI secara nasional. Dengan
keberhasilan Indonesia mencapai UCI tersebut memberikan dampak
positip terhadap kecenderungan penurunan insidens campak, khususnya
pada Balita dari 20.08/10.000 – 3,4/10.000 selama tahun 1992 – 1997
(ajustment data rutin SST). Walaupun imunisasi campak telah mencapai
UCI namun dibeberapa daerah masih terjadi KLB campak, terutama di
daerah dengan cakupan imunisasi rendah atau daerah kantong.
1) Tahapan pemberantasan Campak Pemberantasan campak meliputi
beberapa tahapan, dengan kriteria pada tiap tahap yang berbeda-beda.
a. Tahap Reduksi.
Tahap reduksi campak dibagi dalam 2 tahap: Tahap
pengendalian campak. Pada tahap ini terjadi penurunan kasus dan
kematian, cakupan imunisasi >80%, dan interval terjadinya KLB
berkisar antara 4 – 8 tahun.
Tahap pencegahan KLB. Pada tahun ini cakupan imunisasi dapat
dipertahankan tinggi dan merata, terjadi penurunan tajam kasus
dan kematian, dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang.
15
b. Tahap Eliminasi
Pada tahap eliminasi, cakupan imunisasi sudah sangat
tinggi (>95%), dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi
rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang
dan KLB hampir tidak pernah ternadi. Anak-anak yang dicurigai
tidak terlindung (susceptible) harus diselidiki dan mendapat
imunisasi tambahan.
c. Tahap Eradikasi
Cakupan imunisasi tinggi dan merata, dan kasus campak
sudah tidak ditemukan. Transmisi virus sudah dapat diputuskan,
dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi. Pada
TCG Meeting, Dakka, 1999, menetapkan Indonesia berada pada
tahap reduksi dengan pencegahan terjadinya KLB.
2) Tujuan Reduksi Campak
Reduksi campak bertujuan menurunkan angka insidens
campak sebesar 90% dan angka kematian campak sebesar 95% dari
angka sebelum program imunisasi campak dilaksanakan. Di
Indonesia, tahap reduksi campak diperkirakan dengan insiden
menjadi 50/10.000 balita, dan kematian 2/10.000 (berdasarkan
SKRT tahun 1982).
3) Strategi Reduksi Campak
Reduksi campak mempunyai strategi yaitu:
a. Imunisasi Rutin 2 kali, pada bayi 9-11 bulan dan anak
Sekolah Dasar Kelas I (belum dilaksanakan secara
nasional) dan Imunisasi Tambahan atau Suplemen.
b. Surveilans Campak.
c. Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Manajemen Kasus
d. Pemeriksaan Laboratorium
16
4) Masalah pokok Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia.
Surveilans dalam reduksi campak di Indonesia masih belum
sebaik surveilans eradikasi polio. Kendala utama yang dihadapi
adalah, kelengkapan data/laporan rutin Rumah Sakit dan
Puskesmas yang masih rendah, beberapa KLB campak yang tidak
terlaporkan, pemantauan dini (SKD – KLB) campak pada desa-
desa berpotensi KLB pada umumnya belum dilakukan dengan baik
terutama di Puskesmas, belum semua unit pelayanan kesehatan
baik Pemerintah maupun Swasta ikut berkontribusi melaporkan
bila menemukan campak. Dukungan dana yang belum memadai,
terutama untuk melaksanakan aktif surveilans ke Rumah Sakit dan
pengembangan surveilans campak pada umumnya. Surveilans
campak sangat penting untuk menilai perkembangan
pemberantasan campak dan untuk menentukan strategi
pemberantasannya di setiap daerah.
5) Angka Insidens
Insidens campak di Indonesia selama tahun 1992 – 1998
dari data rutin Rumah sakit dan Puskesmas untuk semua kelompok
umur cenderung menurut dengan keleng – kapan laporan rata-rata
Puskesmas kurang lebih 60% dan Rumah sakit 40%. Penurunan
Insidens paling tajam terjadi pada kelompok umur Kejadian Luar
Biasa (KLB).
Dampak keberhasilan cakupan imunisasi campak nasional
yang tinggi dapat menekan insidens rate yang cukup tajam selama
5 tahun terakhir, namun di beberapa desa tertentu masih sering
terjadi KLB campak. Asumsi terjadinya KLB campak di beberapa
desa tersebut, disebabkan karena cakupan imunisasi yang rendah
(90%) atau kemungkinan masih rendahnya vaksin effikasi di desa
tersebut. Rendahnya vaksin effikasi ini dapat disebabkan beberapa
hal, antara lain kurang baiknya pengelolaar: rantai dingin vaksi
17
yang dibawa kelapangan, penyimpanan vaksin di Puskesmas cara
pemberian imunisasi yang, kurang baik dan sebagainya.
Dari beberapa hasil penyelidikan lapangan KLB campak
dilakukan oleh Subdit Surveilans dan Daerah selama tahun 1998 –
1999, terlihat kasus-kasus campak yang belum mendapat imunisasi
masih cukup tinggi, yaitu kurang lebih 40% – 100% (Grafik: 9).
Dari sejumlah kasus-kasus yang belum mendapat imunisasi
tersebut, pada umumnya (>70%) adalah Balita. Frekuensi KLB
campak berdasarkan laporan yang dikirim dari seluruh propinsi
Indonesia ke Subdit Surveilans melalui laporan (W 1) selam tahun
1994 – 1999 terlihat ber fluktuasi, dan cenderung meningkat dari
tahun 1998 – 1999 yaitu dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian
(grafik: 2). Angka frekuensi tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas laporan W1 dari Propinsi atau Kabupaten/Kota. Daerah-
daerah dengan sistern pencatatan dan pelaporan Wl yang cukup
intensive dan mempunyai kepedulian yang cukup tinggi terhadap
pelaporan Wl KLB, mempunyai kontribusi yang besar terhadap
kecenderungan meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia
(Jawa Barat, NTB, Jambi Bengkulu, Yogyakarta). Dari sejumlah
KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB
campak yang sesungguhnya terjadi jauh lebih baik. Dengan
pengertian lain, masih cukup banyak KLB campak yang tidak
terlaporkan oleh Daerah dengan berbagai kendala. Walaupun
frekuensi KLB campak yang dilaporkan mengalami peningkatan,
namun jumlah kasusnya cenderung menurun dengan rata-rata
kasus setiap KLB selam tahun 1994 – 1999 sekitar 15 – 55 kasus
pada setiap kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode
KLB campak selama periode tahun tersebut rata-rata tidak lebih
dari 15 kasus (grafik: 3 dan 4).
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki o1eh Subdit
Surveilans dan Daerah serta mahasiswa FETP (UGM) selama
tahun 1999, terlihat Attack Rate pada KLB campak dominan pada
18
kelompok umur Balita, (Grafik 5 dan 6′). (pie diagram). Angka
proporsi penderita pada KLB campak tahun 1998 – 1999 juga
menunjukkan proporsi terbesar pada kelompok umur 1 – 4 tahun
dan S – 9 tahun dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua
(10 – 14 tahun) grafik:7.
Pada kelompok KLB campak telah dilakukan pengambilan
spesimen serologis dan urine untuk memastikan diagnosa lapangan
dan mengetahui virus campak. Hasil pemeriksaan sampel serologis
dan urine penderita campak pada 12 lokasi KLB campak di
beberapa Daerah selama tahun 1998 – 1999 yang diperiksa oleh
Puslit. Penyakit Menular Badan Litbangkes RI, menunjukkan IgM
positif sekitar 70% – 100%, (tabel: l). Angka tersebut
mengindikasikan ketajaman diagnosa campak dilapangan pada saat
KLB berlangsung.
Angka Fatalitas Kasus (AFP atau CFR) campak di Rumah
Sakit maupun pada saat KLB terjadi selama tahun (1997 – 1999)
cenderung meningkat, masing-masing dari 0,1% – 1,1% dan 1,7%
– 2,4% (grafik 8). Kecenderungan peningkatan CFR ini perlu
pengkajian yang mendalam dan koprehensive.
Jadi, Insidens Rate Campak dari data rutin selama tahun 1992 –
1998 di Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok
umur. Penurunan paling tajam pada kelompok umur
2.10 Diagnosa Banding
Eksantema subitum
Disebabkan oleh virus, biasanya timbul pada bayi berumur 6-36 bulan.
Perjalanan penyakit mirip morbili, bedanya rash timbul pada saat panas
turun.
German measles
Gejala lebih ringan dari morbili, tdd : gejala infeksi saluran napas bagian
atas, demam ringan, pembesaran kelenjar regional di daerah occipital dan
19
post aurikular. Rash lebih halus, yang mula-mula pada wajah lalu
menyebar ke batang tubuh dan menghilang dalam waktu 3 hari.
Rash karena obat-obatan
Lebih bersifat urtikaria, sehingga rashnya lebih besar, luas, menonjol dan
umumnya tidak disertai panas.
Infeksi oleh Ricketsia
Gejala prodromal lebih ringan, rash tidak dijumpai di wajah dan koplik
spot tidak ada.
Infeksi mononukleosus
Dijumpai limphadenopati umum dan peningkatan jumlah monosit.
Common cold, scarlet fever
2.11 Pemeriksaan penunjang
a. Darah tepi: jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi
infeksi bakteri
b. Pemeriksaan antibodi IgM anti campak
1. Pemeriksaan untuk komplikasi:
2. Ensefalopati/ensefalitis : dilakukan pemeriksaan cairan
serebrospinalis, kadar elektrolit darah dan analisis gas darah
3. Enteritis: feses lengkap
4. Bronkopneumonia : dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis
gas darah.
2.12 Komplikasi
Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun
sehingga dapat terjadi alergi (uji tuberkulin yang semula positif berubah
menjadi negatif). Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi komplikasi
sekunder seperti:
a. Bronkopnemonia
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus campak
atau oleh pneumococcus, streptococcus, staphylococcus.
Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang
20
masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita
penyakit menahun seperti tuberkulosis, leukemia dan lain-lain.
Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan.
b. Komplikasi neurologis
Kompilkasi neurologis pada morbili seperti hemiplegi,
paraplegi, afasia, gangguan mental, neuritis optica dan ensefalitis.
c. Encephalitis morbili akut
Encephalitis morbili akut ini timbul pada stadium
eksantem, angka kematian rendah. Angka kejadian ensefalitis
setelah infeksi morbili ialah 1:1000 kasus, sedangkan ensefalitis
setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap
1.000.000 dosis.
d. SSPE (Subacute Scleroting panencephalitis)
SSPE yaitu suatu penyakit degenerasi yang jarang dari
susunan saraf pusat. Ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba-
tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang, dan
koma. Perjalan klinis lambat, biasanya meninggal dalam 6 bulan
sampai 3 tahun setelah timbul gejala spontan. Meskipun demikian,
remisi spontan masih dapat terjadi. Biasanya terjadi pada anak
yang menderita morbili sebelum usia 2 tahun. SSPE timbul setelah
7 tahun terkena morbili, sedang SSPE setelah vaksinasi morbili
terjadi 3 tahun kemudian.
Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa
virus morbilli memegang peranan dalam patogenesisnya. Anak
menderita penyakit campak sebelum umur 2 tahun, sedangkan
SSPE bisa timbul sampai 7 tahun kemudian SSPE yang terjadi
setelah vaksinasi campak didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian.
Kemungkinan menderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah
0,5-1,1 tiap 10.000.000, sedangkan setelah infeksi campak sebesar
5,2-9,7 tiap 10.000.000.
21
e. Immunosuppresive measles encephalopathy
Didapatkan pada anak dengan morbili yang sedang
menderita defisiensi imunologik karena keganasan atau karena
pemakaian obat-obatan imunosupresif.
2.13 Penatalaksanaan
A. Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari :
1. Pemberian cairan yang cukup
2. Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan
tingkat kesadaran dan adanya komplikasi
3. Suplemen nutrisi
4. Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
5. Anti konvulsi apabila terjadi kejang
6. Pemberian vitamin A.
B. Indikasi rawat inap : hiperpireksia (suhu > 39,00 C), dehidrasi, kejang,
asupan oral sulit, atau adanya komplikasi.
C. Campak tanpa komplikasi :
1. Hindari penularan
2. Tirah baring di tempat tidur
3. Vitamin A 100.000 IU, apabila disetai malnutrisi dilanjutkan 1500
IU tiap hari
4. Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan
disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya
komplikasi
D. Campak dengan komplikasi :
1. Ensefalopati/ensefalitis
Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai
dengan PDT ensefalitis
Kortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PDT
ensefalitis
Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan
serta koreksi terhadap gangguan elektrolit
22
2. Bronkopneumonia :
Antibiotika sesuai dengan PDT pneumonia
Oksigen nasal atau dengan masker
Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dn
elektrolit
3. Enteritis : koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi (lihat Bab
enteritis dehidrasi).
4. Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan
gizi kurang perlu dipantau terhadap adanya infeksi TB laten.
Pantau gejala klinis serta lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan
penyembuhan.
5. Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk.
23
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN MORBILI (CAMPAK)
Contoh kasus
An. A berjenis kelamin perempuan usia 19 bulan diantar oleh ibunya ke
RS.GATOEL Mojokerto pada tanggal 23 Mei 2015pada jam 08.00 wib.ibunya
mengeluh An. A demam terus menerus selama 14 hari, disertai dengan pilek
dan batuk produktif, tubuh terlihat lemas, muntah hanya setelah batuk, berisi
makanan yang dimakan, tidak berwarna hitam, frekuensi ± 2 x/ hari, ibu klien
mengatakan anaknya menggaruk-garuk tubuhnya karena rasa gatal pada
tubuh, BAB cair dengan ampas sedikit berwarna kuning, terdapat lendir,
frekuensi 4-5x/ hari banyaknya ± ½ gelas, mata merah, bengkak, nyeri, berair,
kulit bercak merah sejak 7 hari SMRS, awalnya tampak pada wajah, namun
sudah menyebar ke seluruh tubuh. Terdapat kemerah-merahan di belakang
telinga. Anak tampak kehausan, saat diberi ASI tampak bibirnya mengikuti
dada ibunya, dan menangis keras saat dilepas. BAK normal tidak nyeri,
berwarna kuning keruh, frekuensi 2-3x/hari, ibu An. A mengaku anaknya
sudah dibawa ke mantri di dekat rumahnya dan cuma di beri obat penurun
panas dan antibiotic saja, tidak ada riwayat kontak dengan penderita campak
sebelumnya. Namun anak pernah kontak fisik dengan tetangga yang memiliki
tanda dan gejala yang sejenis 15 hari yang lalu.Dari hasil pemeriksaan fisik:
pasien rewel, dengan gizi kurang, Suhu : 390 C, RR : 48 x/menit, Nadi : 125
x/menit,BB : 9,5 kg, TB : 80 cm, tampak ruam pada seluruh tubuh, terdapat
bercak koplik berwarna putih kelabu sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh
eritema, mata merah, conjunctiva hiperemis, mata cekung, air mata masih ada,
abdomen tampak kembung, tampak retraksi epigastrium, bising usus terdengar
meningkat, turgor kulit kembali lambat. Pemeriksaan laboratorium : leukosit
diatas normal, trombosit dibawah normal. Dokter mendiagnosa pasien dengan
morbili.
3.1 Pengkajian
24
I. Identitas
1. Identitas Pasien
Nama : An.A
Usia : 1 tahun 7 bulan
Agama : Islam
Suku : Jawa/indonesia
Alamat :Jalan Empunala No. 50, Mojokerto
Reg,Med : 413954
Masuk RS : 23-05-2015, jam : 08.00 WIB
Pengkajian : 23-05-2015, jam : 14.00 WIB
Diagnosa Medis : Morbili
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. K
Usia : 29
Agama : Islam
Suku : Jawa/Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Hub.dng kel : Ibu
Alamat : Jalan Empunala No. 50, Mojokerto
II.Riwayat Keperawatan
a. Anamnesa (Alloanamnesis)
1) Keluhan Utama
Demam sejak 2 minggu hari sebelum masuk Rumah Sakit.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Demam terus menerus selama 14 hari, disertai dengan pilek dan
batuk produktif, tubuh terlihat lemas, muntah hanya setelah batuk,
berisi makanan yang dimakan, frekuensi ± 2 x/ hari, terdapat rasa
gatal pada tubuh, BAB cair dengan ampas sedikit berwarna kuning,
terdapat lendir, dan tidak ada darah, frekuensi 4-5x/ hari banyaknya
± ½ gelas, mata merah, bengkak, nyeri, berair, bercak merah sejak
25
7 hari SMRS, awalnya tampak pada wajah, namun sudah menyebar
ke seluruh tubuh. Terdapat kemerah-merahan di belakang telinga.
BAK berwarna kuning keruh, frekuensi 2-3x/hari, tidak ada
riwayat kontak dengan penderita campak sebelumnya, tidak ada
riwayat bepergian kedaerah endemis malaria sebelumnya. Namun
anak pernah kontak fisik dengan tetangga yang memiliki tanda dan
gejala yang sejenis 15 hari yang lalu.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Keluarga mengatakan tidak ada riwayat campak
sebelumnya.
4) Riwayat Pengobatan
Sudah diobati sebelumnya di mantri desa dekat rumah,
namun tidak ada perubahan. Pasien mengaku obat yang diberi
hanya penurun panas dan antibiotik.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga mengatakan tidak ada riwayat TB paru,
hipertensi, DM, stroke dalam keluarga.
6) Riwayat Kelahiran dan Kehamilan
Ibu pasien selalu memeriksakan kehamilannya secara rutin
dibidan. Bayi lahir cukup bulan dirumah dibantu oleh bidan secara
spontan langsung menangis.
7) Riwayat Imunisasi (usia 19 bulan)
BCG 1x
Hepatitis B 3x
Polio 4x
DPT 4x
Campak (-)
Kesimpulan : riwayat imunisasi dasar tidak lengkap
8) Pertumbuhan dan Perkembangan (usia 19 bulan)
1. Motorik kasar :
26
mulai merangkak usia 8 bulan, berdiri dan berjalan usia 12 bulan
2. Motorik halus :
Memegang benda dan membenturkannya usia 7 bulan, Suka
memasukkan benda kedalam mulut usia 10 bulan
3. Bahasa :
Anak mengucapkan kata “papa” dan “mama” dengan jelas usia
12 bulan.
4. Personal sosial :
Takut pada orang lain usia 7 bulan, mulai bermain dengan anak-
anak lain usia 18 bulan
Kesimpulan : riwayat tumbuh kembang sesuai usia
9) Riwayat Makanan
ASI diberikan sampai sekarang, usia 7 bulan sudah diberikan bubur
susu, usia 14 bulan sudah diberikan makanan keluarga.
III. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Penampilan : Klien tampak rewel
b. Kesadaran : Kualitas : Composmentis, Kuantitas : GCS 4,5,6
2. Tanda Vital, TB dan BB
1) Suhu : 390 C
2) Nadi : 125 x/menit
3) RR : 48 x/menit
4) BB : 9,5 kg
5) TB : 80 cm
3. Pemeriksaan Per Sistem
a. Sistem Pernapasan
27
Hidung
Inspeksi : Terdapat ada nafas cuping hidung, karena ada secret
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir lembab
Sinus paranasalis
Inspeksi : tidak ada tanda-tanda adanya infeksi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Leher
Inspeksi : tidak terpasang trakheostomi, simetris kanan kiri
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar
limfe
Faring
Inspeksi : tidak ada odem
Area dada
Inspeksi : pola nafas normal
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : vesikuler
b. Sistem Kardiovaskuler
Wajah
Inspeksi : konjungtiva hiperemis, sklera putih
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Dada
Inspeksi : dada terlihat simetris
Palpasi : letak ictus kordis ( ICS 5, 1 cm medial dari garis
midklavikula
sinistra)
Perkusi : tidak ada tanda - tanda bunyi redup.
Auskultasi : bunyi jantung normal ( BJ 1 dan BJ 2 tunggal)
28
c. Sistem Persyarafan
Pemeriksaan nervus
Nervus I olfaktorius (pembau)
Pasien bisa membedakan aroma saat diberi kopi
Nervus II opticus (penglihatan)
Pasien tidak bisa melihat benda yang jaraknya 35 cm dengan jelas.
Nervus III oculomotorius
Tidak oedem pada kelopak mata, (motorik) pergerakan bola mata,
mengangkat kelopak mata = klien berkedip ketika diberi rangsang
Nervus IV toklearis
Pemeriksaan pupil : melebar pada ablasio retina
Nervus V trigeminus
Pasien bisa membuka mulut, menggerakkan rahang ke kiri dan ke
kanan
Nervus VI abdusen
Bola mata simetris, Gerakan bola mata sama saat bergerak.
Nervus VII facialis
Pasien dapat membedakan rasa asin dan manis, bentuk
wajah simetris.
Nervus VIII auditorius/akustikus
Pasien bisa mendengar nada yang rendah seperti bisikan dari dokter
dan perawat.
Nervus IX glosoparingeal
Reflek menelan pasien baik dan dapat membedakan rasa pahit.
Nervus X vagus
Uvula klien simetris terlihat ketika klien membuka mulut dan
berkata“ah”.
Nervus XI aksesorius
Pasien tidak merasa kesulitan untuk mengangkat bahu dengan
melawan tahanan.
Nervus XII hypoglosal/hipoglosum
29
Bentuk lidah simetris, pasien mampu menjulurkan lidah dan
menggerakkannya ke segala arah.
d. Sistem Perkemihan dan Eliminasi Uri
Genetalia eksterna
Inspeksi : tidak ada oedem, tidak ada tanda - tanda infeksi
maupun varises
Palpasi : tidak ada nyeri tekan maupun benjolan
Kandung kemih
Inspeksi : tidak ada benjolan, dan pembesaran
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Ginjal :
Inspeksi : tidak ada pembesaran daerah pinggang
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
e. Sistem Pencernaan – Eliminasi Alvi
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir lembab, kondisi gigi kurang bersih, tidak
ada stomatitis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut
Lidah
Inspeksi : bentuk simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan odem.
Abdomen
Inspeksi : Abdomen tampak kembung, tampak retraksi
epigastrium, tidak ada luka bekas operasi.
Palpasi
Kuadran I (Hepar) : Tidak ada pembesaran hepar.
Kuadran II (Gaster ) : Tidak ada nyeri.
(Lien) : Tidak ada nyeri.
Kuadran III (Colon) : Tidak ada massa.
30
Kuadran IV ( Apendik) : Tidak ada nyeri.
Perkusi
Kuadran I (Hepar) : Didapatkan suara pekak.
Kuadran II ( Gaster) : Didapatkn suara timpani.
Kuadran III (Colon) : Didapatkan suara timpani.
Kandung Kemih : Didapatkan suara sonor
Auskultasi : Bising usus terdengar meningkat dengan frekuensi 18
kali permenit.
f. Sistem Muskuloskeletel dan Integumen
Kulit : Terdapat ruam kulit diseluruh tubuh, terdapat bercak
koplik berwarna putih kelabu sebesar ujung jarum dan dikelilingi
oleh eritema.
5 5
Kekuatan otot
5 5
Ekstremitas Atas
Inspeksi : tidak ada sianosis, tidak ada clubbing finger
Palpasi : suhu akral hangat
Auskultasi : tidak ada krepitasi
Ekstremitas Bawah
Inspeksi : tidak ada varises, tidak ada oedem, tidaka da clubbing
finger
Palpasi : suhu akral hangat
Auskultasi : tidak ada krepitasi
g. Sistem Endokrin
Kepala
Inspeksi : rambut bersih, tidak alophesia (botak)
Palpasi : tidak ada benjolan
Leher
31
Inspeksi : tidak ada pembesaran kalenjar tiroid
Palpasi : tidak ada pembesaran kalenjar tiroid, dan tidak ada
nyeri tekan.
h. Sistem Reproduksi
Genetalia
Inspeksi : tidak ada odem, benjolan, maupun varises, dan tidak
ada tanda - tanda infeksi
Palpasi : tidak ada benjolan atau masa dan tidak ada nyeri tekan
i. Sistem Persepsi Sensori
Mata
Inspeksi : bentuk simetris, kornea normal, warna iris hitam, lensa
jernih, sklera putih, konjungtiva hiperemis, tidak ada
sekret, tidak ada oedem.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembengkakan
kelopak mata
Hidung
Inspeksi : simetris, tidak ada pembesaran conchae, tidak ada polip
, distribusi rambut rata, tidak ada secret
Palpasi : tidak ada pembengkakan, tidak ada fraktur , dan tidak
ada nyeri tekan
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir lembab, tidak ada labio palatoskisis,tidak
ada pembesaran tonsil, tidak ada stomatitis, tidak ada
undulasi.
Telinga
Inspeksi : simetris, tidak ada oedem, tida ada serumen.
Palpasi : ada nyeri tekan pada pina dan tulang spinodeus.
Diagnosa yang muncul :
32
1. Hipertermi
2. Kerusakan integritas kulit
3.2 Analisa data pasien
DIAGNOSA I
NS.
DIAGNOSIS :
(NANDA-I)
Hipertermi
DEFINITION: Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
DEFINING
CHARACTER
ISTICS
Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
Takikardia
Takipnea
Kulit terasa hangat
RELATED
FACTORS:
Anestesia
Penurunan prespirasi
Dehidrasi
Pemajanan lingkungan yang panas
Penyakit
Pemakaian pakaian yang tidak sesuai dengan suhu
lingkungan
Peningkatan laju metabolisme
Medikasi
Truma
Aktivitas berlebihan
33
ASS
ESS
ME
NT
Subjective data entry
- ibunya mengeluh An. A demam
terus menerus selama 14 hari.
Objective data entry
Tanda-tanda Vital
- Suhu : 390 C
- Nadi : 125 x/menit
- RR : 48 x/menit
- BB : 9,5 kg
- TB : 80 cm
Laboratorium
- IgM : positif
DIA
GN
OSI
S
Client
Diagnostic
Statement:
Ns. Diagnosis (Specify):
Hipertermi
Related to:
Hipertermi berhubungan
dengan penyakit.
34
DIAGNOSA II
NS.
DIAGNOSIS :
(NANDA-I)
Kerusakan intregitas kulit
DEFINITION: Perubahan/gangguan epidermis dan/atau dermis.
DEFINING
CHARACTER
ISTICS
Kerusakan lapisan kulit
Gangguan permukaan kulit
Invasi struktur tubuh
RELATED
FACTORS:
Eksternal
Zat kimia
Usia yang ekstrem
Kelembapan
Hipertermia
Hipotermia
Faktor mekanik, (mis., gaya gunting,[shearing forces],
tekanan, pengekangan)
Medikasi
Lembap
Imobilisasi fisik
Radiasi
Internal
Perubahan stastus cairan
Perubahan pigmentasi
Perubahan turgor
Faktor perkembangan
Kondisi ketidakseimbangan nutrisi (mis., obesitas,
35
emasiasi)
Penurunan imunologis
Penurunan sirkulasi
Kondisi gangguan metabolik
Gangguan sensasi
Tonjolan tulang
ASS
ESS
ME
NT
Subjective data entry
- ibu klien mengatakan anaknya
menggaruk-garuk tubuhnya karena rasa
gatal pada tubuh.
Objective data entry
Tanda-tanda Vital
- Suhu : 390 C
- Nadi : 125 x/menit
- RR : 48 x/menit
- BB : 9,5 kg
- TB : 80 cm
- Kulit bercak merah
sejak 7 hari SMRS di
seluruh tubuh.
- Tampak ruam pada
seluruh tubuh.
- Terdapat bercak koplik
berwarna putih kelabu
sebesar ujung jarum
dan dikelilingi oleh
eritema.
- Terdapat kemerah-
merahan di belakang
telinga.
Client
Ns. Diagnosis (Specify):
Kerusakan intrigitas kulit.
36
DIA
GN
OSI
S
Diagnostic
Statement:
Related to:
Kerusakan intrigitas kulit
berhubungan dengan
hipertermia
3.3 Intervensi Keperawatan
Nama pasien : An. A
Diagnosa Keperawatan : 1. Hipertermi
2. Kerusakan intregitas kulit
INTERVENSI DIAGNOSA I
NIC NOC
INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDICATOR
Perawatan demam
(3740)
Def :
Managemen pasien
dengan
hiperpireksia
karena faktor non
environmental.
1. Monitor suhu
tubuh pasien
2. Kompres
dengan air
hangat
3. Monitor
intake dan
outpute
4. Anjurkan
pasien untuk
menggunaka
n pakaian
yang tipis
dan mudah
menyerap
keringat
5. Anjurkan
Termoregulasi
(0800)
Def :
Keseimbangan
antara produksi
panas,
keuntungan
panas, dan
kehilangan panas.
1. Berkeringat
saat panas :
5
2. RR : 5
3. Peningkatan
suhu kulit :
5
4. Hipertermi :
5
37
pasien untuk
banyak
minum
Kolaborasi
pemberian
cairan
intravena dan
pemberian
obat
antipiretik
INTERVENSI DIAGNOSA II
NIC NOC
INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDICATOR
Perawatan kulit :
pengobatan
topikal
Def :
Memberikan obat
topikal atau
memanipulasi
dengan alat untuk
meningkatkan
integritas kulit
atau
meminimalkan
kerusakan kulit
1. Hindari
penggunaan
alas tempat
tidur yang
bertekstur
kasar.
2. Lindungi
daerah yang
mengalami
edema secara
tepat
3. Berikan
kompres
hangat di
daerah sekitar
4. Lakukan
Inspeksi kulit
setiap hari
Kerusakan
jaringan : kulit
dan membran
mukosa (1101)
Def :
Struktur yang
utuh dan fisiologi
yang normal dari
mkulit dan
mukosa.
1. Suhu kulit :
5
2. Eritema : 4
3. Kerusakan
kulit : 4
4. Pigmentasi
yang tidak
normal : 4
5. Lesi
mukosa
membran :
4
6. Lesi kulit :
4
38
untuk melihat
adanya
kerusakan
kulit.
5. Dokumentasik
an derajat
kerusakan
kulit
6. Berikan
antibiotik
topikal pada
area sekitar,
secara tepat.
3.4 Implementasi
DIAGNOSA I
No. diagnose masalah
kolaboratifTgl/jam Tindakan paraf
39
Kerusakan
intgritas kulit
24 Mei
2015
Pukul 07.00
WIB
1. Memonitor suhu tubuh pasien
2. Melakukan kompres
dengan air hangat
3. Memonitor intake dan outpute
4. Menganjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang
tipis dan mudah menyerap
keringat
5. Menganjurkan pasien untuk
banyak minum
6. Melakukan kolaborasi
pemberian cairan intravena dan
pemberian obat antipiretik
.
DIAGNOSA II
No. diagnose masalah
kolaboratifTgl/jam Tindakan paraf
Kerusakan 24 Mei 1. Menghindari penggunaan
alas tempat tidur yang
40
intgritas kulit 2015
Pukul
07.00 WIB
bertekstur kasar.
2. Melindungi daerah yang
mengalami edema secara
tepat
3. Memberikan kompres
hangat di daerah sekitar
4. Melakukan Inspeksi kulit
setiap hari untuk melihat
adanya kerusakan kulit.
5. Mendokumentasikan
derajat kerusakan kulit
6. Memberikan antibiotik
topikal pada area sekitar,
secara tepat.
.
3.5 Evaluasi
DIAGNOSA I
Masalah kep/kolaboratif
Tgl/jam Catatan perkembangan Paraf
Kerusakan
integritas kulit
25 Mei
2015
Pukul
15.00 WIB
S : Ibu klien masih mengeluh
anaknya masih panas, tapi
sudah agak mendingan.
O : Tanda- tanda Vital
- Suhu : 380 C
- Nadi : 125 x/menit
41
- RR : 48 x/menit
- BB : 9,5 kg
- TB : 80 cm
A : Hipertemi teratasi
sebagian.
P : lanjutkan intervensi 1-6
DIAGNOSA II
Masalah kep/kolaboratif
Tgl/jam Catatan perkembangan Paraf
Kerusakan
integritas kulit
25 Mei
2015
Pukul
15.00 WIB
S : Klien masih mengeluh
gatal-gatal
O : Tanda- tanda Vital
- Suhu : 390 C
- Nadi : 125 x/menit
- RR : 48 x/menit
- BB : 9,5 kg
- TB : 80 cm
- Terdapat bercak koplik
berwarna putih kelabu
sebesar ujung jarum
dan dikelilingi oleh
eritema.
A : kerusakan integritas kulit
belum teratasi.
P : lanjutkan intervensi 1-6
42
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular, secara
epidemiologi penyebab utama kematian terbesar pada anak. Menurut
etiologinya campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae,
genus Morbillivirus, yang ditularkan secara droplet. Gejala klinis campak
terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadium
43
konvalesensi. Campak dapat dicegah dengan melakukan imunisasi secara
aktif, pasif dan isolasi penderita. Insidens Rate Campak dari data rutin selama
tahun 1992 – 1998 di Indonesia cenderung menurun untuk semua kelompok
umur. Penurunan paling tajam pada kelompok umur kejadian luar biasa
(KLB)
4.2 Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua
pembaca agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah terulis dalam
makalah ini sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca.
Disamping itu kami juga mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca
sehinga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Maldonado, Y. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC.
Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu KEsehatan Anak
FKUI. Jakarta: _______
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
44
Anonim, 2008. Measles. http://dermnetnz.org/viral/morbilli.html. diakses pada
tanggal 26 Mei 2015 pukul 15.55 WIB.
Depkes, R.I. 2004. Campak di Indonesia. http://www.penyakitmenular.info.
Diakses pada tanggal 26 Mei 2015 pukul 15.35 WIB.
Imunisasi, vaksinasi. 2008. http://www.sidenreng.com diakses pada tanggal 25
Mei 2015 pukul 14.25 WIB.
Ika. 2009. Ilmu Kesehatan Anak. http://www.wordpress.com diakses pada tanggal
25 Mei 2015 pukul 14. 00 WIB.
45