Isi Makalah
description
Transcript of Isi Makalah
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Edema paru akut merupakan kondisi di mana cairan terakumulasi di dalam
paru-paru, biasanya diakibatkan oleh ventrikel kiri jantung yang tidak memompa
secara adekuat. Edema paru akut terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari
darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran
cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik.(Ningrum, 2009).
Bertambahnya cairan dalam ruang di luar pembuluh darah paru-paru
disebut edema paru akut. Edema paru akut merupakan komplikasi yang biasa dari
penyakit jantung dan kebanyakan kasus dari kondisi ini dihubungkan dengan
kegagalan jantung. Edema paru akut dapat menjadi kondisi kronik atau dapat
berkembang dengan tiba-tiba dan dengan cepat menjadi ancaman hidup. Tipe
yang mengancam hidup dari edema paru terjadi ketika sejumlah besar cairan tiba-
tiba berpindah dari pembuluh darah paru ke dalam paru, dikarenakan masalah
paru, serangan jantung, trauma, atau bahan kimia toksik. Ini dapat juga menjadi
tanda awal dari penyakit jantung koroner. (Ningrum, 2009).
Angka kejadian penyakit ini adalah sekitar 14 diantara 100.000
orang/tahun. Angka kematian melebihi 40%. Tanpa pengobatan yang tepat, 90%
kasus berakhir dengan kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50%
penderita akan selamat. Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan,
biasanya akan sembuh total, dengan atau tanpa kelainan paru-paru jangka
panjang. (Ningrum, 2009).
Mengingat begitu berbahayanya edema paru akut bagi kesehatan maka
kelompok akan membahas mengenai edema paru akut dan asuhan keperawatan
yang diberikan. Diharapkan perawat mampu memberikan asuhan keperawatan
yang efektif dan mampu ikut serta dalam upaya penurunan angka insiden edema
paru akut melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. (Ningrum,
2009).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi acut lung oedem?
2. Bagaimana etiologi acut lung oedem?
3. Bagaimana klasifikasi acut lung oedem?
4. Bagaimana patofisiologi acut lung oedem?
5. Bagaimana manifestasi acut lung oedem?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang acut lung oedem?
7. Bagaimana komplikasi acut lung oedem?
8. Bagaimana penatalaksanaan kegawatdaruratan acut lung oedem?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah mengikuti proses pembelajaran diharapkan mahasiswa dapat
mengetahui dan menjelaskan tentang asuhan keperawatan kegawatdaruratan klien
dengan Acut Lung Oedem.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang definisi acut lung oedem.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang etiologi acut lung oedem.
3. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang klasifikasi acut lung oedem.
4. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang patofisiologi acut lung oedem.
5. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang manifestasi acut lung oedem.
6. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang pemeriksaan penunjang acut
lung oedem.
7. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang komplikasi acut lung oedem.
8. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang penatalaksanaan
kegawatdaruratan acut lung oedem.
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang definisi acut lung
oedem.
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang etiologi acut lung
oedem.
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang klasifikasi acut
lung oedem.
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang patofisiologi acut
lung oedem.
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang manifestasi acut
lung oedem.
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang pemeriksaan
penunjang acut lung oedem.
7. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang komplikasi acut
lung oedem.
8. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan tentang penatalaksanaan
kegawatdaruratan acut lung oedem.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Acut Lung Oedem
Edema Paru Akut (EPA) adalah akumulasi cairan paru-paru yang terjadi
secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskuler yang
tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membrane
kapiler (edema paru non kardiak) yang meningkatkan terjadinya ekstravasasi
cairan secara cepat. Pada sebagian besar edema paru secara klinis mempunyai
kedua aspek tersebut diatas, sebab sangat sulit terjadi gangguan permeabilitas
kapiler tanpa adanya gangguan tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya.
Walaupun demikian penting sekali untuk menetapkan factor mana yang dominan
dari kedua mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan. EPA adalah suatu
keadaan gawat darurat dengan tingkat mortalitas yang masih tinggi (Bambang S
ddk, 2006).
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat
peningkatan tekanan intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran
cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru,
melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik. Edema
paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru.
cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga
sulit untuk bernapas. Dalam kebanyakan kasus, masalah jantung menyebabkan
edema paru. Tapi cairan dapat menumpuk karena alasan lain, termasuk
pneumonia, paparan terhadap racun tertentu dan obat-obatan, dan olahraga atau
hidup pada ketinggian tinggi (Ningrum,2009).
Edema paru akut (kardiak) adalah akumulasi cairan di paru-paru secara
tiba-tiba akibat peningkatan tekanan intravaskular. Udem paru akut (UPA) adalah
terjadinya penumpukan cairan secara masif di rongga alveoliyang menyebabkan
pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan ancaman gagal nafas
(Ningrum,2009).
2.2 Etiologi Acut Lung Oedem
2.2.1 Ketidakseimbangan “Starling Force”
1) Peningkatan tekanan vena pulmonalis. Edema paru akan terjadi hanya
apabila tekanan osmotic koloid plasma, yang biasanya berkisar 28 mmHg
pada manusia. Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis
adalah antara 8-12 mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai
terjadinya edema paru tersebut. Etiologi dari keadaan ini antara lain : (1)
Tanpa gagal ventrikel kiri (mis: stenosis mitral), (2) Sekunder akibat gagal
ventrikel kiri, (3) Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder akibat
peningkatan tekanan arterial paru (sehingga disebut edema paru
overperfusi).
2) Penurunan tekanan onkotik plasma. Hipoalbuminaemia saja tidak
menimbulkan edema paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler
paru. Peningkatan tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia akan
menimbulkan edema paru. Hipoalbuminemia dapat menyebabkan
perubahan konduktivitas cairan rongga interstitial, sehingga cairan dapat
berpindah dengan lebih mudah diantara sistem kapiler dan limfatik.
3) Peningkatan negativitas dari tekanan interstitial. Edema paru dapat terjadi
akibat perpindahan yang cepat dari udara pleural. Keadaan yang sering
menjadi etiologi adalah : (1) Perpindahan yang cepat pada pengobatan
pneumothoraks dengan tekanan negative yang besar. Keadaan ini disebut
“edema paru re-ekspansi”. Edema biasanya terjadi unilateral dan sering
kali ditemukan dari gambaran radiologis dengan penemuan klinis yang
minimal. Jarang sekali kasus yang menjadikan “edema paru re-ekspansi”
ini berat dan membutuhkan tatalaksana yang cepat dan ekstensif. (2)
Tekanan negative pleura yang besar akibat obstruksi jalan napas akut dan
peningkatan volume ekspirasi akhir (misalnya pada asma bronchial)
(Bambang S dkk,2006).
2.2.2 Gangguan Permeabilitas Membran Kapiler Alveoli : (ARDS = Adult
Respiratory Distress Syndrome)
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara
kapiler dan alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun surgical tertentu yang
berhubungan dengan edema paru akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat
ketidakseimbangan “Starling Force”
1) Pneumonia (bakteri, virus, parasit)
2) Terisap toksin (NO, asap)
3) Bisa ular, endotoksin dalam sirkulasi
4) Aspirasi asam lambung
5) Pneumonitis akut akibat radiasi
6) Zat vasoaktif endogen (histamine, kinin)
7) G.Disseminated IntravascularCoagulation
8) Immunologi : pnemonitis hipersensitif
9) Shock-lung pada trauma non thoraks
10) Pankreatitis hemoragik akut (Bambang S dkk,2006)
2.2.3 Insuffisiensi Sistem Limfe
1) Pasca transplantasi paru
2) Karsinomatosis limfangitis
3) Limfangitis fibrotic (silikosis) (Bambang S dkk,2006)
2.2.4 Tidak Diketahui atau Belum Jelas Mekanismenya
1) A.”High altitude Pulmonary Edema”
2) Edema paru neurogenik
3) Over dosis obat narkotik
4) Emboli paru
5) Eklampsia
6) Pasca kardioversi
7) Pasca anastesi
8) Post cardiopulmonary bypass (Bambang S dkk,2006)
2.3 Klasifikasi Acut Lung Oedem
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik
dan non-kardiogenik. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah
Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut disebabkan
oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi,
dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik.
2.3.1 Cardiogenic pulmonary edema
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya
kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti
jantung memompa tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.
Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam
pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang
buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang
buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-
penyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-
klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi lebih dari jumlah
darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Pada
gilirannya, hal ini menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong
keluar ke alveoli ketika tekanan membesar (Ningrum,2009).
2.3.2 Non-cardiogenic pulmonary edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya
disebabkan oleh hal berikut :
1) Acute respiratory distress syndrome (ARDS). Pada ARDS, integritas dari
alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang
mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi
dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
2) Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang
parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru,
merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.
3) Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh
dapat menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah,
berakibat pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang
telah lanjut, dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan
tubuh.
4) High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan
yang cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
5) Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-
seizure yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada
akumulasi cairan di paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
6) Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-
expansion pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika
paru mengempis (pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan
sekeliling paru (pleural effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang
cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi
yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
7) Overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary
edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis
dapat menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang
mungkin menyebabkan pulmonary edema.
8) Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary
edema mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah
berjalan ke paru-paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi
atau transfusion-related acute lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi
virus, atau eclampsia pada wanita-wanita hamil (Ningrum, 2009).
2.4 Patofisiologi Acut Lung Oedem
Ruang interstisial paru terisi dengan cairan oleh karena beberapa sebab
baik berupa kelainan jantung, kelainan ginjal maupun oleh karena perubahan
permeabilitas paru itu sendiri.
Pada dua penyebab yang pertama biasanya berupa transudat dan pada yang
terakhir cairan dapat berupa plasma dan cairan koloid.
Hadirnya cairan di alveoli juga akan mengganggu fungsi surfaktan paru
sehingga akan terjadi kolaps pada kantong – kantong udara ini. Dengan
masuknya cairan ke dalam rongga interstisial/ alveoli akan berakibat timbulnya
gangguan difusi dan ventilasi oleh karena terjadi perubahan sifat membran
alveoli kapiler paru menjadi kaku dan complience menurun.
Pada “analisa gas darah” terdapat hipoksemia dan hipokapnea pada tingkat
yang lanjut dapat terjadi asidosis metabolik . bila keadaan ini berlangsung lama
dapat terjadi penyulit berupa endapan jaringan fibrin dan hialin pada permukaan
epitel alveoli yang akan memperburuk gangguan faal difusi yang sudah
terganggu.
Patofisiologi edema paru dengan adanya penyebab tekanan kapiler paru
akibat gagal ventrikel jantung kiri.
2.5 Manifestasi Klinis Acut Lung Oedem
Gejala-gejalanya dapat terdiri atas :
2.5.1 Gejala yang ditimbulkan akibat kegagalan jantung untuk memenuhi
oksigenisasi maka terjadi gejala-gejala hipoksemia serebri berupa
menurunnya kesadaran, hipoksemia miokard menimbulkan gejala-gejala
anginal dan hipoksemi renal berupa gejala kegagalan ginjal. Sedangkan
gejala-gejala edema paru sendiri adalah:
1) Kardiak Asma. Sesak terjadi secara tiba-tiba. Biasanya bersifat nocturnal
dan ortopne, berkeringat dingin, wheezing dapat didengar pada seluruh
paru. Batuk-batuk dengan ekspektorasi disebabkan oleh karena bendungan
paru. Kadang-kadang terdapat hemoptisis atau berupa bloody sputum.
2) Tanda-tanda serebral timbul oleh karena penurunan curah jantung (cardiac
output) sehingga timbul stupor, koma ataupun depresi mental.
3) Gejala-gejala kardiovaskuler dimana dapat terjadi sindroma shock
(Tabrani Rab,1998).
2.5.2 Mengumpulnya berbagai zat toksik oleh karena kegagalan fungsi
transportasi zat-zat sisa.
1) Berkurangnya subsrat yang dipengaruhi jaringan terutama glukosa
sehingga jaringan dalam hal ini mempergunakan sumber energy lainnya
misalnya lemak dan protein. Kekurangan subsrat ini hanya terjadi bila
akibat kegagalan aliran darah.
2) Pengangkutan zat sisa yang tidak dapat dilakukan tubuh yang disebabkan
oleh dua hal, yakni:
(1) Peranan mikrosirkulasi dan transportasi sisa-sisa bahan makanan tidak
sempurna.
(2) Fungsi ekskresi dari ginjal tidak sempurna (Tabrani Rab,1998).
Kedua hal ini disebabkan oleh karena gangguan himodinamik.
Gejala-gejala retensi dari zat sisa terjadi ialah tingginya kadar ureum darah
yang disebabkan oleh kegagalan ginjal prerenal.
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3
stadium:
1) Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi
gas CO. Keluhan pada stadium ini hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya
ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada
saat inspirasi (Ningrum).
2) Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis
menebal. Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial, akan lebih
memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh
gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat
takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri,
tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan
cairan interstisial diperlambat (Ningrum,2009).
3) Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu,
terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk
berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan
nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita
hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute
respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan dengan hati-hati
(Ningrum,2009).
2.6 Pemeriksaan Penunjang Dan Diagnostik Acut Lung Oedem
1) Pemeriksaan Fisik. Dapat ditemukan frekuensi napas yang meningkat,
dilatasi alae nasi, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan
fossa supraklavikula yang menunjukkan tekanan negative intrapleural
yang besar dibutuhkan pada saat inspirasi. Pemeriksaan pada paru akan
terdengar ronki basah kasar setengah lapangan paru atau lebih, sering
disertai wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan protodiastolik
gallop, bunyi jantung II pulmonal mengeras, dan tekanan darah dapat
meningkat (Bambang S dkk,2006).
2) Radiologis. Pada foto thorax menunjukkan hilus yang melebar dan
densitas meningkat disertai tanda bendungan paru, akibat edema interstitial
atau alveolar (Bambang S dkk, 2006).
3) Laboratorium. Kelainan pemeriksaan laboratorium sesuai dengan penyakit
dasar. Uji diagnostic yang dapat dipergunakan untuk membedakan dengan
penyakit lain misalnya asma bronchial adalah pemeriksaan kadar BNP
(Brain Natriuretic Peptide) plasma. Pemeriksaan ini dapat dilakukan
dengan cepat dan dapat menyingkirkan penyebab dyspneu lain seperti
asma bronchial akut. Pada kadar BNP plasma yang menengah atau sedang
dan gambaran radiologisyang tidak spsifik, harus dipikirkan penyebab lain
yang dapat mengakibatkan terjadinya gagal jantung tersebut, misalnya
restriksi pada aliran darah dikatup mitral yang harus di evaluasi dengan
pemeriksaan penunjang lain seperti ekokardiografi (Bambang S dkk,2006).
4) EKG. Pemeriksaan EKG bias normal atau seringkali didapatkan tanda-
tanda iskemia atau infark pada infark miokard akut dengan edema paru.
Pasien dengan krisis hipertensi gambaran elektrokardiografi biasanya
menunjukkan gambaran hipertrofi ventrikel kiri. Pasien dengan edema
paru kardiogenik tetapi yang non-iskemik biasanya menunjukkan
gambaran gelombang T negative yang lebar dengan QT memanjang yang
khas, dimana akan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil dan
menghilang dalam 1 minggu. Penyebab dari keadaan non-iskemik ini
belum diketahui tetapi ada beberapa keadaan yang dikatakan dapat
menjadi penyebab, antara lain: iskemia sub-endokardial yang berhubungan
dengan peningkatan tekanan pada dinding, peningkatan akut dari tonus
simpatis (Bambang S dkk,2006).
2.7 Komplikasi Acut Lung Oedem
Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin
timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab yang
mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat menyebabkan
pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah oleh paru-paru.
Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara potensial menjurus pada
pengantaran oksigen yang berkurang ke organ-organ tubuh yang berbeda, seperti
otak (Ningrum, 2009).
2.8 Penatalaksanaan Acut Lung Oedem
1) Posisi penderita didudukkan 60-90 untuk memperbaiki ventilasi walaupun
terdapat hipotensi (posisi ½ duduk)
2) Memberikan oksigen 6-8 liter/menit atau 100% O2 dengan masker.
3) Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2
tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran
tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan
edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan
ventilator.
4) Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
5) Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg
tiap 5 – 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
6) Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV
dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat,
dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan
darah sistolik 85 – 90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai
tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital.
7) Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg
(sebaiknya dihindari).
8) Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis
ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai
produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
9) Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5
ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau
keduanya.
10) Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
11) Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil
dengan oksigen.
12) Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel / corda tendinae (Ningrum, 2009).
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus Semu
Ny.Sinden (41 tahun) mengalami keluhan sesak nafas saat beraktivitas
sejak ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, batuk, mual muntah, berkeringat
dingin, merasa gelisah, dada berdebar-debar dan mengaku setiap harus tidur
menggunakan 2 bantal agar tidak sesak. Sesak napas memberat sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pada 18/03/2013 jam 07.15, pasien apneu kemudian
dilakukan RJPO selama ± 15 menit. Pasien di pindah ke ICCU.
3.2 Pengkajian
3.2.1 Primary Survey
1) Airway : Jalan nafas tidak paten,ada penumpukan sekret di jalan nafas,
nafas sesak, batuk (produkitf).
2) Breathing : 36x/menit, menggunakan otot bantu nafas, nafas dalam,
menggunakan pernafasan cuping hidung, terdengar stridor, ronkhi pada
lapang dada, penurunan tekanan ekspirasi.
3) Circulation: TD = 170/100 mmHg, nadi = 120x/menit, irregular, halus
teraba di arteri radialis, cepat, CRT > 3 detik.
4) Disability : Penurunan kesadaran, tingkat kesadaran apatis, GCS (E3
M4 V5), pasien gelisah.
5) Exposure : Tidak ada jejas seluruh tubuh.
3.2.2 Secondary Survey
1) Riwayat Kesehatan
(1) Keluhan utama : Pasien mengeluh sesak nafas saat beraktivitas,
batuk, mual muntah, berkeringat dingin, merasa gelisah, dan dada
berdebar-debar
(2) Riwayat kesehatan sekarang : Menurut keluarga pasien 3 hari
sebelum masuk rumah sakit klien sering mengeluh sesak. Sesak saat
beraktivitas, istirahat dan disertai keringat dingin. Hipertensi sejak ± 2
tahun, penyakit jantung tidak ada. Klien tidak merokok dan tidak
minum alcohol.
(3) Riwayat kesehatan dahulu : Klien mengatakan sebelumnya
pernah masuk rumah sakit bulan oktober 2012 karena keluhan yang
sama (sesak). Riwayat hipertensi sejak ± 2 tahun lalu. Pasien tidak
rutin control dan hanya datang berobat ke mantri hanya jika klien
merasa sesak yang berat. Klien tidak tahu nama obatnya. Riwayat DM
(-).
2) Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan umum : Klien tampak rapi dengan wajah pucat
TTV : TD : 170/100 mmHg Nadi : 120x/menit Suhu : 36o
RR : 36x/menit
(2) Pernafasan : 36x/menit, menggunakan otot bantu nafas, nafas
dalam, menggunakan pernafasan cuping hidung, terdengar stridor,
ronkhi pada lapang dada, penurunan tekanan ekspirasi.
(3) Kardiovaskuler : Hipertensi, TD :170/100, takikardia, Nadi :
120x/menit, berdebar-debar, berkeringat dingin, irregular, halus teraba
di arteri radialis, cepat, CRT > 3 detik.
(4) Persarafan: Kelemahan, penurunan kesadaran (apatis)
(5) Gastrointestinal : Mual dan muntah
(6) Integumen : Berkeringat dingin
(7) Muskuloskeletal : Kelelahan, kelemahan
(8) Integritas Ego : Gelisah, pucat
(9) Eliminasi : PU (+)400 cc/4 jam berwarna kuning jernih
(10)Selaputlendir : Hipersaliva
(11)Sensori : Mata mengecil/membesar, pupil miosis.
3.3 Analisa Data
No Data Etiologi MasalahKeperawatan1. DS:
- Pasien mengatakan Sesak nafas
- Pasien mengatakan batuk
- Pasien mengatakan mual muntah
DO:- RR 36 x / menit- TD 170/100
mmHg- Nadi 120x / menit- Kedalaman =
dalam- Takipnea- Bunyi nafas
Ronkhie- Irama = irregular- Pernapasan cuping
hidung- Penurunan tekanan
ekspirasi
Akumulasi cairan berlebih
Cairan menumpuk di rongga pleura
Penurunan ekspansi paru
Penurunan O2 keseluruh
jaringan
Ketidak efektifan pola nafas
2. DS:- Pasien mengatakan
sesak napas- Pasien mengatakan
cepat lelah- Pasien mengatakan
nyeri saat di lakukan palpasi
DO:- pH = 7,23
pCO2 = 67,6 mmHgpO2 = 65,8 mmHgHCO3 = 29,6 mmol/L
- RR = 36x/menit, dalam, irregular
- Hiperkapnia- Hipoksia- Napas cuping
hidung
Akumulasi cairan berlebih
Menumpuk di paru
Aveoli berisi cairan
Gagguan pertukran gas
Ganggun pertukaran gas
- Pasien tampak pucat, gelisah
- Apatis, GCS (E3 M4 V5)
- Hasil Rontgen tampak gambaran berkabut pada lapang paru
3. DS:- Pasien mengatakan
sesak nafas, batuk- Pasien mengatakan
jantungnya berdebar-debar
- Pasien mengeluh lemah, lelah, letih
DO:- Perubahan EKG- Takikardia- TD : 170/100
mmHg- Nadi 120x / menit- Edema ekstremitas- Pasien tampak
pucat, lelah, letih- CRT > 3 detik- Pembesaran vena
jugularis +- 3 cm- Pasien tampak
gelisah- Konjungtiva
anemis
Alveoli berisi cairan
Gangguan pertukaran gas O2
O2 ke jantung berkurang
Penurunan kontraktilitas miokardial
Penurunan curah hujan
Penurunan Curah Jantung
3.4 Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas
miokardial (penurunan).
3.5 Intervensi Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara
normal.
Kriteria Hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas
normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi
cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Intervensi Keperawatan :
No Intervensi Keperawatan Rasional
1 Identifikasi faktor penyebab Dengan mengidentifikasikan
penyebab, kita dapat mengambil
tindakan yang tepat.
2 Kaji kualitas, frekuensi dan
kedalaman pernafasan, laporkan
setiap perubahan yang terjadi.
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi
dan kedalaman pernafasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana perubahan
kondisi pasien.
3 Baringkan pasien dalam posisi
yang nyaman, dalam posisi
duduk, dengan kepala tempat
tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Penurunan diafragma memperluas
daerah dada sehingga ekspansi paru
bisa maksimal.
4 Observasi tanda-tanda vital (suhu,
nadi, tekanan darah, RR dan
respon pasien).
Peningkatan RR dan tachicardi
merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
5 Lakukan auskultasi suara nafas
tiap 2-4 jam.
Auskultasi dapat menentukan
kelainan suara nafas pada bagian
paru-paru.
6 Bantu dan ajarkan pasien untuk
batuk dan nafas dalam yang
efektif.
Menekan daerah yang nyeri ketika
batuk atau nafas dalam. Penekanan
otot-otot dada serta abdomen
membuat batuk lebih efektif.
7 Kolaborasi dengan tim medis lain
untuk pemberian O2 dan obat-
obatan serta foto thorax.
Pemberian oksigen dapat
menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis akibat
hiponia. Dengan foto thorax dapat
dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan kembalinya
daya kembang paru.
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli).
Tujuan : Pertukaran gas efektif
Kriteria Hasil: menunjukkan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang
adekuat pada jringan ditunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentang
normal dan bebas gejala distress pernafasan
Intervensi Keperawatan :
No Intervensi Keperawatan Rasional
1 Auskultasi suara nafas, catat
adanya krekels
Menunjukkan adanya bendungan
pulmonal/penumpukan secret yang
membutuhkan penanganan lebih
lanjut
2 Atur posisi fowler dan bed rest. merangsang pengembangan paru
secara maksimal
3 Pantau/gambarkan seri GDA, nadi
oksimetri
hipoksemia dapat menjadi berat
selama edema paru
4 Collaborative pemberian O2 sesuai
indikasi.
meningkatkan konsenterasi O2
alveolar yang akan mengurangi
hypoxemia jaringan
5 Collaborative pemberian obat
Diuretic
Mengurangi bendungan alveolar
sehingga meningkatkan pertukaran
gas
Bronkodilator
6 Bronkodilator Meningkatkan pemasukan O2
dengan jalan dilatasi saluran nafas
3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas
miokardial (penurunan)
Tujuan : Curah jantung tercukupi untuk kebutuhan individual
Kriteria Hasil : Menunjukkan tanda vital dalam batas normal dan bebas
gejala gagal jantung.
Intervensi Keperawatan :
No Intervensi Keperawatan Rasional
1 Catat suara jantung S1 dan S2 mungkin lemah karena
terdapat kelemahan dalam
memompa. Irama gallop sering
ada (S2 dan S3). Murmur
merupakan gambaran adanya
ketidaknormalan/stenosis dari
katup.
2 Monitor tekanan darah pada awal tekanan darah
meningkat karena peningkatan
SVR, lama kelamaan badan/body
jantung tidak bisa bertambah
panjang agar bisa untuk
kompensasi dan bisa terjadi
hipotensi berat
3 Palpasi denyut peripher Penurunan CO akan
menyebabkan kelemhn denyut
pada arteri radialis,
poplitea,dorsalis pedis dan
posttibial. Denyut dapat yang
cepat atau reguler dan mungkin
juga terdapat pulsus alternans
(denyut yang kuat di selingi
denyut yang lemah)
4 Lihat warna kulit,pucat,cyanosis Pucat menunjukkan berkurangnya
perfusi perifer sebagai akibat
sekunder dari ketidakadekuatnya
CO
5 Nilai perubahan tanggapan panca
indera seperti : lethargy,
kebingungan, disoientasi cemas
dan depresi
Menunjukkan tidak adekuatnya
perfusi cerebralsebagai akibat
sekunder dari penurunan CO
6 Collaborative dalam pemberian O2
lewat canul nasal/masker sesuai
indikasi.
meningkatnya persediaanya O2
untuk kebutuhan myokard untuk
menanggulangi efek
hypoxia/iskemia.
7 Collaborative pemberian diuretik Pengurangan preload penting
dalam pengobatan pada pasien
cardiac out put yang relative
normal yang di sertai oleh gejala-
gejala bendungan. Pemberian
loup diuretics akan mengurangi
reabsorbsi dari sodium dan air.
8 Collaborative pemberin digoxin meningkatkan kekuatan kontraksi
jantung dan melambatkan
kecepatan denyut jantung (heart
rate) dengan menurunkan
kecepatan konduksi dan
memperpanjng periode retrakter
dari AV junction untuk
meningkatkan efisiensi
jantung/cardiac out put.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sebagai mahasiswa keperawatan hendaknya kita dapat lebih spesifik
dalam menganalisa tingkat kegawat daruratan dan dapat menerapkan
menejemen ABCDE, serta lebih spesifik dalam menganalisa tingkat kegawat
daruratan pasien. Dalam penanganan akut lungs oedema, hal ini bertujuan agar
kita mampu memberikan pertolongan yang maksimal, cepat dan tepat dalam
pengambilan keputusan dan diagnosa. Penanganan pada ALO lebih kita
spesifikkan pada tingkat airway, breathing, circulation dan pengkajian pada
sistem respirasi hendaknya kita kaji lebih spesifik dan mendetail sesuai dengan
teori tentang penaganan pada kasus ALO.
4.2 SARAN
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat membantu mahasiswa dan
perawat untuk memahami tentang defenisi, etiologi, manifestasi klinis,
patofisiologi serta askep edema paru akut (EPA).
DAFTAR PUSTAKA
Michael Jay Bresler & George L.Sternbach. (2007). Kedokteran Darurat, Ed 6, Jakarta: EGC
NANDA I, Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.Jakarta: EGC
Rab Tabrani. (1998). Agenda Gawat Darurat, vol 2. Bandung: Alumni
Setiyohadi, B. (2006). Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam, Ed 4, vol 3. Jakarta
Wilkinson, J.M. (2007). Nursing Interventions Classification (NIC). Ed 7. Jakarta: EGC
Ningrum. 2009. Edema Paru Kardiogenik. http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/11/26/edema-paru-kardiogenik/trackback/. Diakses tanggal 16 Maret 2013. Pukul 09.01 WIB.