Isi Makalah

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan ternak ruminansia di negara- negara tropis pada umumnya lebih banyak menekankan pada sistem peternakan yang tidak menimbulkan persaingan dalam penggunaan lahan dan kebutuhan pangan. Oleh karena itu, ternak ruminansia memainkan peranan yang penting karena kemampuannya mengkonversi bahan pakan yang tidak digunakan oleh ternak monogastrik, menjadi daging dan susu, serta tenaga olah tanah dan pengangkutan. Namun, kekurangan hijauan pakan yang selalu terjadi terutama di musim kemarau mengharuskan penggunaan pakan inkonvensional, seperti jerami serealia atau kacang-kacangan dan limbah lain dari perkebunan atau industri hasil pertanian/perkebunan. Indonesia pernah memproduksi tebu terbesar ke-5 di dunia (Wahid dkk., 1999) dan secara nasional areal perkebunan tebu diperluas. Perkebunan tebu di Indonesia yang hampir seluruhnya dikuasai perusahaan besar pernah mengalami penurunan areal tanam sejak tahun 2000 (388.500 ha) hingga tahun 2003 (340.300 ha), lalu diperluas kembali sampai ke luar Jawa hingga 358.000 ha pada tahun 2005 yang berhasil menaikkan produksi gula 8,17% dibandingkan dengan tahun 2003, tetapi poduktivitas gula tahun 2005 (6,02 1

description

Pemanfaatan daun tebu sebagai pakan ternak

Transcript of Isi Makalah

Page 1: Isi Makalah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan ternak ruminansia di negara- negara tropis pada umumnya

lebih banyak menekankan pada sistem peternakan yang tidak menimbulkan

persaingan dalam penggunaan lahan dan kebutuhan pangan. Oleh karena itu,

ternak ruminansia memainkan peranan yang penting karena kemampuannya

mengkonversi bahan pakan yang tidak digunakan oleh ternak monogastrik,

menjadi daging dan susu, serta tenaga olah tanah dan pengangkutan. Namun,

kekurangan hijauan pakan yang selalu terjadi terutama di musim kemarau

mengharuskan penggunaan pakan inkonvensional, seperti jerami serealia atau

kacang-kacangan dan limbah lain dari perkebunan atau industri hasil

pertanian/perkebunan.

Indonesia pernah memproduksi tebu terbesar ke-5 di dunia (Wahid dkk.,

1999) dan secara nasional areal perkebunan tebu diperluas. Perkebunan

tebu di Indonesia yang hampir seluruhnya dikuasai perusahaan besar pernah

mengalami penurunan areal tanam sejak tahun 2000 (388.500 ha) hingga tahun

2003 (340.300 ha), lalu diperluas kembali sampai ke luar Jawa hingga 358.000

ha pada tahun 2005 yang berhasil menaikkan produksi gula 8,17% dibandingkan

dengan tahun 2003, tetapi poduktivitas gula tahun 2005 (6,02 ton/ha) lebih

rendah dari tahun 2004 (6,28 ton/ha) (BPS, 2006). Melimpahnya limbah

perkebunan tebu dan hasil samping industri gula terutama pada bulan-bulan

Mei – Oktober, adalah bersamaan dengan musim kemarau dimana ketersediaan

hijauan pakan pada umumnya sangat terbatas. Seandainya perluasan areal

pengembangan tebu dilakukan dengan sistem yang ada seperti Tebu Rakyat

Intensifikasi (TRI) atau bentuk lain dikaitkan dengan agribisnis peternakan

ruminansia, maka industri perkebunan dapat mengatasi kendala menumpuknya

limbah; sebaliknya pengembangan ternak ruminansia dapat mendasarkan

usahanya pada pemanfaatan limbah tersebut sebagai pakan.

1

Page 2: Isi Makalah

Pemanfaatan serat limbah tebu di Indonesia masih terbatas pada pucuk

tebu, itupun belum secara meluas (Zulbardi dkk., 1999). Salah satu

keterbatasan dari serat limbah tebu dan industri gula adalah kecernaannya yang

rendah dan daya konsumsi oleh ternak tidak sebanyak pada rumput .Musofie

(1987) melaporkan bahwa pucuk tebu hanya mampu dikonsumsi oleh sapi

sebanyak kurang dari 1% dari bobot hidup (dalam hitungan bahan kering). Oleh

karena itu, limbah perkebunan ini perlu diproses dulu sebelum diberikan pada

ternak, sedangkan untuk optimasi produksi ternak, perlu suplementasi zat

tertentu, dan suplementasi substrat dari bahan pakan yang akan tersedia di usus

halus.

Pucuk tebu dapat dimanfaatkan untuk pakan sapi dan kerbau. Ferreiro dan

Preston dkk .(1976) dalam menggemukkan sapi dengan batang tebu

cacahan tanpa batas, menghasilkan pertambahan bobot hidup 0,7 kg/hari.

Mungkin karena batang tebu mengandung banyak energi dari gula yang

dikandungnya. Angka yang sama dicapai pada pemberian pucuk tebu yang

ditambah urea dan 1 kg katul/hari, tetapi konsumsi pakan meningkat, sehingga

efisiensinya sedikit berkurang. Dalam hal ini banyaknya urea yang

ditambahkan tidak disebutkan.

Adanya pucuk tebu yang berlimpah di musim kemarau diharapkan dapat

mengurangi ketergantungan ternak akan rumput yang sangat tidak mencukupi.

Hal ini memungkinkan karena mutu pucuk tebu tidak kalah dengan rumput

Gajah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut

:

1. Bagaimana perbandingan kandungan nutrisi pada daun tebu kering

sebelum dan sesudah di fermentasi ?

2. Bagaimana cara membuat pakan ternak hasil fermentasi daun tebu kering ?

3. Bagaimana pengaruh ragi S.cereviseae yang digunakan dalam proses

pembuatan daun tebu kering sebagai pakan ternak?

2

Page 3: Isi Makalah

1.3 Batasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan dan untuk menghindari adanya salah

pengertian, maka pembatasan dalam masalah ini adalah :

1. Daun tebu kering diperoleh dari perkebunan tebu kecamatan sawit sebrang

kab.Langkat

2. Jenis ragi yang digunakan adalah ragi untuk roti atau tape yaitu

Saccharomycess Cereviseae.

3. Parameter yang dianalisis dari kadar abu,serat kasar, protein dan lemak.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh jenis ragi, pH , dan suhu terhadap proses

fermentasi.

2. Mengetahui kadar nutrisi yang dihasilkan setelah daun tebu

difermentasikan.

3

Page 4: Isi Makalah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tebu (Saccharum officinarum L.) dan Limbahnya

Tanaman tebu tumbuh di daerah tropika dan subtropika sampai batas

garis isotherm 20oC yaitu antara 19oLU sampai 35oLS. Tanaman tebu

dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah seperti alluvial, grumusol, latosol,

dan regosol dengan ketinggian antara 0 sampai 1400 m di atas permukaan laut

(Indrawanto dkk., 2010). Hal ini sangat mendukung dalam upaya perluasan area

pertanaman tebu untuk memenuhi kebutuhan gula yang terus meningkat. Total

perkebunan tebu yang ada di Indonesia terdiri atas 50% perkebunan rakyat,

30% perkebunan swasta, dan hanya 20% perkebunan negara .

Proses pemanenan tebu dihasilkan limbah berupa daun kering yang

disebut klenthekan atau daduk, pucuk tebu, dan sogolan (pangkal tebu).

Sedangkan dalam proses pengolahan gula di pabrik gula (PG) menghasilkan

kurang lebih 5% gula .Sedangkan ampas tebu (bagas) yang dihasilkan adalah

15%, tetes (molasse) 3%, sisanya adalah blotong, abu, dan air (Gambar 1).

Banyaknya limbah yang dihasilkan dari pertanian tebu maupun proses pengolahan

gula menjadikan tanaman tebu prospektif untuk dijadikan alternatif pemenuhan

sumber bahan baku pakan ternak.

Gambar 1. Komponen tanaman tebu dan limbahnya (Murni dkk., 2008)

4

Page 5: Isi Makalah

Limbah tebu yang dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak adalah pucuk, daun, bagas,

dan molasse, sedangkan limbah lain seperti abu dan blotong dapat dimanfaatkan sebagai pupuk

organik Jumlah terbanyak limbah yang tersedia adalah daun dan pucuk tebu sebesar 13,6 juta ton

per tahun dan jumlah limbah molasse lebih sedikit sekitar 615.933 ton per tahun (Tabel 1). Limbah

berupa daun, pucuk, dan bagas belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan ternak.Dengan

demikian dibutuhkan banyak inovasi dan teknologi tepat guna dalam pemanfaatan limbah tebu

untuk pakan ternak,sehingga diharapkan dapat tercapai system pertanian zero waste yaitu limbah

dapat dimanfaatkan semua tanpa ada yang terbuang dan mencemari lingkungan.

Tabel 1. Produksi tebu nasional 2010 dan limbahnya

Uraian Jumlah

Luas lahan (ha) 418.259

Produksi tebu (ton) 34.218.549

Limbah pucuk tebu :

-Pucuk/daun(ton) 13.687.420

-Bagas(ton) 3.079.669

-Molasse (ton) 615.933

Sumber: Ditjenbun (2011); Murni dkk. (2008)

Pucuk tebu dan daun sangat potensial dimanfaatkan untuk pakan, di samping jumlahnya

yang banyak juga memiliki total kecernaan yang relatif tinggi sesuai dengan standar pakan, tetapi

mempunyai kandungan protein rendah. Bagas berkadar protein rendah, sebesar 2,7% dan berkadar

serat kasar tinggi sebesar 43% (Tabel 2). Sifat-sifat limbah tebu tersebut perlu diproses dengan

teknologi ramah lingkungan untuk meningkatkan nilai nutrisi dan daya cerna pakan berbahan baku

bagas atau daun/ pucuk tebu dengan pembuatan pakan probiotik.

Tabel 2.Kandungan nutrisi komponen tebu

Komponen Pucuk Molasses Bagas Kisaran standar pakan

Protein(%) 5,5 4,5 2,7 12-15

Serat(%) 35 0 43 15-21

Lemak(%) 1,4 0 2,2 2-3

Kadar abu (%) 5,3 7,3 0 -

Total

Kecernaan(%)

43-62 80 33 58-65

Sumber: Foulkes (1986); Musofie (1987); Indraningsih dkk., (2006)

5

Page 6: Isi Makalah

2.2 Pakan Ternak

Ternak ruminansia berperan penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional,

khususnya dalam penyediaan daging untuk mewujudkan program swasembada daging tahun 2014.

Selain itu, ternak ruminansia bersifat komplementer dan suplementer dalam sistem usaha tani

karena berfungsi dan berperan dalam penyediaan tenaga kerja, sumber pendapatan, dan pupuk

organik. Ternak ruminansia, khususnya sapi, memberi kontribusi daging sebesar 71% terhadap

kebutuhan daging masyarakat Indonesia, dan sisanya (29%) berasal dari impor. Sebaliknya,

kebutuhan susu sapi sebagian besar (75%) dipenuhi dari impor, dan sisanya (25%) dari produksi

dalam negeri. Oleh karena itu, upaya meningkatkan produktivitas ternak ruminansia perlu

mendapat prioritas dalam upaya pemenuhan kebutuhan daging dan susu (Kuswadi,2011).

Produksi daging dalam negeri pada tahun 2011 sebesar 2.468.220 ton, sebagian besar

(66,56%) berasal dari ternak unggas dan selebihnya (33,43%) dari herbivora yang didominasi oleh

ruminansia. Rendahnya kontribusi daging ternak ruminansia disebabkan oleh lambatnya laju

kenaikan populasi dan produksi dibanding ternak unggas karena kurangnya pakan, baik kuantitas

maupun kualitasnya (Ditjennak, 2011). Oleh karena itu, limbah dari tanaman perkebunan

berpeluang besar untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak melalui inovasi teknologi pakan.

Ternak ruminansia mengonsumsi pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan

kebutuhannya (Tabel 3).

Tabel 3.Kebutuhan nutrien sapi

Zat Nutrisi Rata-rata Konsumsi (g/ekor/hari)

Sapi jantan Sapi dara

Berat badan (kg) 300 300

Pertambahan bobot badan harian(kg) 0,5 0,5

Bahan kering (Kg) 7,0 7,1

Energi metabolism (Mcal) 13,4 3,8

Total nutrient dicerna (kg) 3,7 13,8

Protein kasar (g) 679,0 423,0

Kalsium (g) 19,0 14,0

Fosfor (g) 14,0 14,0

Sumber: Umiyasih dan Anggraeny (2007)

6

Page 7: Isi Makalah

Sejalan dengan pertumbuhan, perkembangan kondisi, serta tingkat produksi ternak,

konsumsi pakan juga akan meningkat. Ternak akan mengonsumsi jumlah pakan tertentu sesuai

dengan konsentrasi gizi dalam pakannya terutama kandungan energinya. Selain itu konsumsi pakan

antara lain dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, umur, kesehatan, tingkat produksi, bentuk pakan,

palatabilitas, dan kepadatan. Tinggi rendah konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat

dipengaruhi oleh faktor eksternal yang terdiri atas temperatur lingkungan, palatabilitas, konsentrasi

nutrisi, bentuk pakan, dan faktor internal yang terdiri dari selera, status fisiologi, bobot tubuh, dan

produksi .Kualitas pakan ternak tergantung pada komposisi nutrisi yang terkandung di dalamnya

terutama pada bahan kering, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan tingkat kecernaan. Pakan

utama sapi terdiri atas hijauan, limbah tanaman pertanian atau perkebunan, kacang-kacangan, dan

konsentrat.

Produktivitas sapi potong tergantung pada pakan yang diberikan, oleh karena itu pakan

ternak harus memperhatikan mutu, jumlah, dan ketersediaan. Hijauan pakan umumnya berupa

rumput dan semak. Pada musim hujan, ketersediaan hijauan tersebut berlimpah, namun pada

musim kemarau jumlahnya terbatas. Dengan menyimpannya dalam bentuk kering, hijauan tersebut

dapat dimanfaatkan pada musim kemarau. Limbah daun tebu ketika musim panen tersedia

melimpah sehingga dibutuhkan proses pengolahan, baik melalui pembuatan silase dengan proses

fermentasi maupun dalam bentuk bahan baku konsentrat untuk meningkatkan nilai nutrisi dan daya

simpan lebih lama. Menurut Rusdi (1992), proses fermentasi pakan dapat meningkatkan protein,

palatable, dan daya simpan. Di samping itu, pembuatan pakan fermentasi dapat diperkaya dengan

mikroba probiotik yang dapat meningkatkan daya cerna pakan dan memperbaiki sistem pencernaan

sapi.

Pemanfaatan Limbah Tebu Sebagai Pakan

Perkebunan tebu menghasilkan limbah yang cukup banyak berupa bagas dan daun tebu

(pucuk tebu dan daun klenthekan). Menurut Tarmidi dan Hidayat (2004) salah satu alternatif yang

dapat dilakukan untuk menyediakan pakan yang memadai sebagai pengganti hijauan konvensional

adalah dengan memanfaatkan ampas tebu (bagas). Bagas mengandung dua komponen yaitu kulit

batang yang disebut rind dan bagian dalam berupa serat berwarna putih yang disebut pith. Kedua

limbah ini bercampur menjadi satu ketika proses penggilingan tebu di pabrik gula. Bagas dapat

dijadikan sebagai bahan pakan terutama untuk sapi perah. Namun ampas tebu tergolong pakan

serat berkualitas rendah karena kandungan protein, lemak kasar, abu, serat kasar, dan kecernaan

yang masih rendah.

7

Page 8: Isi Makalah

Limbah pucuk tebu biasanya diberikan kepada ternak dalam keadaan segar, dikeringkan

atau dijadikan silase. Sedangkan daun klenthekan yang kering dan mudah terbakar biasanya oleh

masyarakat dimanfaatkan untuk bahan bakar meskipun dapat juga dimanfaatkan sebagai pakan

dengan nilai nutrisi yang rendah dibandingkan pucuk tebu. Pucuk tebu segar mampu memenuhi

kebutuhan zat makanan untuk hidup pokok ternak sapi tetapi untuk produksi harus ditambahkan

konsentrat sumber protein.

Menurut Indraningsih dkk. (2006) kisaran standar pakan adalah: kadar protein 12– 15%,

serat kasar 15–21%, kadar abu 2–3%, kadar lemak 0%, dan tingkat kecernaan 58–65%. Dengan

demikian, kandungan nutrisi bagas dan pucuk tebu masih belum memenuhi standar pakan

sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan nilai nutrisi dari limbah tersebut dengan proses

fermentasi yang relative mudah dan ramah lingkungan.

Pakan Ternak Fermentasi

Kendala utama pemanfaatan limbah pertanian dan perkebunan untuk pakan ternak adalah

nilai nutrisi dan kecernaan yang rendah. Kecernaan pakan diperbaiki melalui perlakuan fisik,

kimiawi, biologis, dan suplementasi bahan pakan bergizi tinggi untuk mengurangi beban kerja

rumen dalam mencerna pakan. Lignin secara fisik dan kimia merupakan faktor utama penyebab

ketidakmampuan ternak mencerna bahan pakan. Lignin secara kimia berikatan dengan

komponen karbohidrat struktural dan secara fisik bertindak sebagai penghalang proses

perombakan dinding sel oleh mikroba rumen (Murni dkk., 2008). Upaya pemanfaatan bakteri

selulolitik, hemiselulolitik, dan lignolitik pada pembuatan pakan fermentasi dari limbah tebu

diharapkan dapat meningkatkan nilai nutrisi dan daya cerna pakan ternak.

Di Indonesia Saccharomyces cereviseae sebagai khamir telah dimanfaatkan oleh

masyarakat untuk keperluan pembuatan roti dan tape singkong. Selain untuk keperluan

pembuatan roti juga telah dilakukan berbagai usaha penelitian untuk ternak. Menurut Ahmad

(2005) khamir dipakai untuk meningkatkan kesehatan ternak yaitu sebagai probiotik dan

imunostimulan dalam bentuk feed additive (pakan tambahan). Ternak yang dapat mengonsumsi

S. cereviseae adalah golongan ikan, ruminansia, dan unggas. Keuntungan penggunaan S.

cereviseae sebagai probiotik adalah tidak membunuh mikroba bahkan menambah jumlah

mikroba yang menguntungkan. Imunostimulan berfungsi untuk meningkatkan kesehatan tubuh

dengan cara meningkatkan sistem pertahanan terhadap penyakit yang disebabkan bakteri,

8

Page 9: Isi Makalah

cendawan, dan virus. Saccharomyces cereviseae dapat dimanfaatkan dalam formulasi pakan

fermentasi dari limbah tebu untuk meningkatkan nilai tambah dan memberikan kesehatan pada

tubuh ternak. Pemberian Saccharomyces cereviseae pada ternak ruminansia dapat meningkatkan

produksi susu rata-rata sebesar 4,3% dan pertambahan bobot badan rata-rata sebesar 8,7% .

2.3 Saccharomyces Cereviseae

S. cereviseae merupakan khamir sejati tergolong eukariot yang secara morfologi hanya

membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong, silindris, oval atau bulat telur yang dipengaruhi

oleh strainnya. Dapat berkembang biak dengan membelah diri melalui "budding cell" .

Reproduksinya dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta jumlah nutrisi yang tersedia

bagi pertumbuhan sel . Penampilan makroskopik mempunyai koloni berbentuk bulat, warna

kuning muda, permukaan berkilau, licin, tekstur lunak dan memiliki sel bulat dengan askospora

1-8 buah. Taksonomi Saccharomyces spp. menurut SANGER (2004), sebagai berikut :

Super Kingdom : Eukaryota

Phylum : Fungi

Subphylum : Ascomycota

Class : Saccharomycetes

Order : Saccharomycetales

Family : Saccharomycetaceae

Genus : Saccharomyces

Species : Saccharomyces cereviseae

Khamir dapat berkembang biak dalam gula sederhana seperti glukosa, maupun gula

kompleks disakarida yaitu sukrosa. Selain itu untuk menunjang kebutuhan hidup diperlukan

oksigen, karbohidrat, dan nitrogen .Pada uji fermentasi gula- gula mempunyai reaksi positif pada

gula dekstrosa, galaktosa, sukrosa, maltosa, raffinosa, trehalosa, dan negatif pada gula laktosa.

Saccharomyces Cereviseae sebagai probiotik

Menurut definisi probiotik adalah imbuhan pakan berbentuk mikroba hidup yang

menguntungkan dan mempengaruhi induk semang melalui perbaikan keseimbangan

mikroorganisme dalam saluran pencernaan. Sedangkan prebiotik adalah bahan makanan yang

tidak tercerna dan memberikan keuntungan pada inang melalui simulasi yang selektif terhadap

9

Page 10: Isi Makalah

pertumbuhan aktivitas dari satu atau sejumlah bakteri yang terdapat di dalam kolon . Di bidang

peternakan penggunaan probiotik bermanfaat untuk kesehatan, produksi dan pencegahan

penyakit . Selanjutnya Soeharsono (1994) mengemukakan bahwa mikroba yang termasuk dalam

kelompok probiotik bila mempunyai ciri sebagai berikut yaitu : dapat diproduksi dalam skala

industri, jika disimpan di lapangan akan stabil dalam jangka waktu yang lama, mikroorganisme

harus dapat hidup kembali di dalam saluran pencernaan, dan memberikan manfaat pada induk

semang . Cole (1991) menyatakan probiotik merupakan salah satu pilihan pakan tambahan pada

ternak yang sehat dan aman bagi lingkungan .

Shin dkk. (1989) menyatakan bahwa S. cereviseae termasuk salah satu mikroba yang

umum dipakai untuk ternak sebagai probiotik, bersama-sama dengan bakteri dan cendawan

lainnya seperti Aspergillus niger, A. oryzae, Bacillus pumilus, B. centuss, Lactobacillus

acidophilus, Saccharomyces crimers, Streptococcus lactis dan S. termophilus . Pengujian

terhadap S. cereviseae yang dipakai sebagai feed additive dalam bentuk probiotik terlebih dahulu

diuji secara in vitro dengan melakukan uji kemampuan daya hidup terhadap asam-asam organik,

garam empedu, dan pH rendah . Tedesco dkk. (1994) mendapatkan korelasi dari pemberian S.

cereviseae terhadap bakteri pada kelinci, yaitu dengan cara mengurangi jumlah bakteri pathogen

dan meningkatkan jumlah bakteri aerob, anaerob yang menguntungkan di dalam usus.

Kumprecht dkk. (1994) memberikan campuran S. cereviseae dengan Streptococcus faecum pada

ayam broiler sehingga jumlah kuman Eschericha coli berkurang sebesar 50% di dalam

sekumnya. Selanjutnya Kompiang (2002) menggunakan "khamir (ragi) laut" dengan S.

cereviseae di dalam pakan ayam dan mendapatkan hasil yang positif yaitu meningkatnya bobot

badan setelah pemberian S. cereviseae. Selanjutnya Kumprechtova dkk. (2000) memberi S.

cereviseae 47 dengan dosis 200 g/100 kg pakan untuk meningkatkan penampilan daging dan

mengurangi bau amonia nitrogen pada feses ayam . Hasil lain dari pemberian S. cereviseae ialah

meningkatkan penampilan bobot ayam dan secara in vitro mampu menekan pertumbuhan S.

typhimurium meski secara in vivo tidak memberikan hasil yang signifikan.

Pemberian S. cereviseae pada ternak ruminansia akan meningkatkan bakteri selulolitik

dan asam laktat pada saluran pencernaan . Meski tidak semua memberikan respon positif

terhadap pemberian pakan imbuhan ini namun pada sapi dapat meningkatkan produksi susu rata-

rata sebesar 4,3% dan pertambahan bobot badan rata-rata sebesar 8,7%. ada ternak domba

dilakukan pencampuran S cereviseae dengan Bioplus di dalam ransum untuk mendapatkan

10

Page 11: Isi Makalah

peningkatan bobot badan serta menurunkan konversi pakan dan basil yang diperoleh

menunjukkan korelasi yang positif yaitu dengan dosis 4 g/hari (1 g S. cereviseae ekivalen

mengandung 14 x 1010 koloni) menghasilkan konversi pakan sebesar 6 kg/kg pertambahan

bobot badan . Namun tidak semua isolat S.cereviseae dapat digunakan sebagai probiotik, karena

harus melalui beberapa macam seleksi dan dari sejumlah khamir tersebut hanya sedikit yang

dapat digunakan, misalnya seperti yang diteliti oleh Agarwal dkk. (2000), dari 9 isolat yang diuji

hanya 1 yang dapat digunakan sebagai probiotik . Melihat keberhasilan penelitian-penelitian di

atas maka S. cereviseae dapat digunakan sebagai probiotik namun beberapa faktor harus

diperhatikan sebagai bahan pertimbangan seperti ekonomi, pengaruh buruk terhadap ternak, zat

khasiat yang terkandung di dalamnya .

Dari segi ekonomi harus diperhitungkan ongkos produksi dalam skala besar

dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh . Perlu dipertimbangkan pengaruh buruk jika

pemberian secara berlebihan akan mengganggu keseimbangan microflora di dalam tubuh

sehingga mengakibatkan terjadinya pengaruh patogen pada ternak yaitu penyakit

"Saccharomikosis " . Bila zat khasiatnya dapat diolah berupa prebiotik mungkin akan lebih baik

dan efisien seperti Beta D-glukan untuk imunostimulan yang diperoleh dari dinding sel

S.cereviseae.

2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Pembuatan Pakan Ternak Hasil Fermentasi

1.Suhu

Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi aktifitas mikroorganisme.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa suhu yang optimal untuk biodigester adalah 30-35ºC,

kisaran suhu ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan mikroorganisme dan

produksi nutrisi di dalam biodigester dengan lama proses yang pendek. Jika suhu turun menjadi

10ºC, produksi akan terhenti. Apabila mikroorganisme bekerja pada suhu 40ºC produksi akan

berjalan dengan cepat hanya beberapa jam dan untuk selanjutnya akan berjalan perlahan-lahan.

11

Page 12: Isi Makalah

2.pH

Pada awal proses perombakan, derajat keasaman akan selalu turun karena sejumlah

mikroorganisme tertentu akan mengubah sampah organik menjadi asam organik. Dalam proses

selanjutnya, mikroorganisme jenis lainnya akan memakan asam organik yang akan

menyebabkan pH menjadi naik kembali mendekati netral. pH yang ideal dalam proses

perombakan adalah antara 6-8 dengan tingkat masih diterima adalah pH 5 (minimum) dan pH

12 (maksimum). pH pada proses perombakan anaerob biasa berlangsung antara 6,6 - 7,6.

Saccharomyces cereviseae dapat tumbuh dengan baik pada kondisi aerob, tetapi untuk

melakukan proses fermentasi alkohol, dibutuhkan kondisi anaerob.

12

Page 13: Isi Makalah

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat Penelitian

Pengujian kandungan nutrisi hasil fermentasi dilakukan di Laboratorium Kimia

Universitas Negeri Medan, Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate, 20221. Proses

pembuatan pakan ternak fermentasi dilakukan di perkebunan tebu kecamatan sawit sebrang

kab.Langkat

3.2. Alat dan Bahan

1. Alat :

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

- Pisau - Kertas saring whatman

- Digester - Corong Buchner

- Pengaduk - labu kjehdal

- Ember - Cawan porselen

- Alat titrasi - Erlenmeyer 500 mL

- pH meter - Pemanas Bunsen

- Termometer 100 °C - alat destilasi

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

- Urea - indikator Fenolftalein

- H2SO4 1,25 %

- Ragi (saccharomycess Cereviseae)

- etanol 96 %

- Air

- Daun tebu kering

- Amonia 6%

- NaOH 4%

- Dedak

13

Page 14: Isi Makalah

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Tahap Preparasi daun Tebu kering

Daun tebu yang sudah kering dikumpulkan dan dicacah dengan mesin pencacah menjadi potong-

potongan yang kecil.

3.3.2 Tahap Pembuatan Silase dengan Fermentasi

Silase adalah bahan pangan (pakan) hasil olahan yang disimpan untuk persediaan makanan

ternak.Adapun prosedur Fermentasinya adalah :

1. Daun tebu yang sudah dicacah dimasukkan dalam tabung digester ukuran 3,5 m2

2. Menambahkan air sampai daun tebu tenggelam

3. Ditambahkan starter dedak sebagai sumber protein tambahan, dengan

perbandingan 1:3 dengan daun tebu kering lalu diaduk sampai semua bahan

berbentuk bubur

4. Campuran kemudian ditambahkan Urea sebanyak 3% dari dari bahan daun tebu

5. Ditambahkan ragi Saccharomycess Cereviseae sebanyak 6 % dari total campuran

6. Setelah semua bahan dicampurkan,dimulai proses fermentasi secara anaerob

selama 4 hari.

7. Ke dalam silase hasil fermentasi ditambahkan NaOH 4 % sebanyak 2 % dari total

hasil.

14

Page 15: Isi Makalah

3.3.3. Parameter yang diukur sesuai dengan SNI-01-2891-1992.

1. Serat Kasar

Cara kerja :

- Timbang dengan seksama 2 g- 4 g sampel. Bebaskan lemaknya dengan cara ekstraksi

dengan cara soklet atau dengan cara mengaduk sampel dalam pelarut etanol sebanyak 3 x

.Keringkan sampel dalam Erlenmeyer 500 mL.

- Tambahkan 50 mL H2SO4 1,25 %, kemudian didihkan selama 30 menit .

- Tambahkan 50 mL NaOH 3,25 % dan didihkan lagi selama 30 menit.

- Dalam keadaan panas ,saring dengan Buchner yang berisi kertas saring Whatman 54,51

yang telah dikeringkan dan di ketahui bobotnya.

- Cuci endapan yang terdapat pada kertas saring berturut-turut dengan H2SO4 1,25 %, dan

etanol 96 %

- Angkat kertas saring beserta isinya,masukkan ke dalam kotak timbang yang telah

diketahui bobotnya,keringkan pada suhu 105°C,dinginkan sampai bobot tetap.

[3.1]

2.Bahan Kering

Jumlah bahan kering yang hilang selama fermentasi dapat dihitung :

[3.2]

Keterangan :

A = Berat sampel sebelum fermentasi (g)

B = Berat sampel setelah fermentasi (g)

BK0= Bahan kering sebelum fermentasi (%)

BK 1 = Bahan kering setelah fermentasi (%)

15

Page 16: Isi Makalah

3.Kadar Abu

Cara Kerja :

- Timbang dengan seksama 2 g-3 g sampel kedalam sebuah cawan porselen yang telah

diketahui bobotnya,untuk cairan uapkan diatas penangas air sampai kering

- Arangkan diatas nyala pembakar ,lalu abukan dalm tanur listrik pada suhu maksimum

550°C sampai pengabuan sempurna.

- Dinginkan dalam desikator,lalu timbang sampai bobot tetap

Kadar abu dapat dihitung dengan persamaan :

[3.3]

Keterangan :

Z=berat total setelah diabukan

X=berat cawan porselen

Y=berat sampel

4. Kadar Protein :

- Timbang 1 gr cuplikan,masukkan kedalam labu kjehdal 100 mL

- Tambahkan 2 g campuran pereaksi selen dan 25 mL H2SO4 pekat

- Panaskan diatas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan larutan menjadi

jernih kehijau-hijauan sekitar 2 jam.

- Biarkan dingin,kemudian encerkan dan masukkan kedalam labu ukur 100 mL

- Pipet 5 mL larutan dan masukkan kedalam alat penyuling destilasi tambahkan 5 mL

NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP .

- Sulingkan selama kurang lebih 10 menit,sebagai penampung gunakan 10 mL larutan

asam borat 2 % yang telah dicampur indikator

- Bilas ujung pendingin dengan air suling.

- Titrasi dengan larutan HCl 0,01 N

16

Page 17: Isi Makalah

- Kerjakan untuk penetapan blanko.

Perhitungan kadar protein :

[3.4]

Dimana : W adalah Berat sampel

V1 adalah volume HCl 0,01 N yang dipergunakan penitran sampel

V2 adalah Volume HCl yang dipergunakan penitran blanko

N adalah Normalitas HCl

Fk adalah protein dari : - makanan secara umum 6,25

-susu dan hasil olahannya 6,38

-Minyak kacang 5,46

Fp adalah faktor pengenceran.

5. Kadar lemak

Cara kerja : Metode ekstraksi

- Timbang 1 g- 2 g sampel,masukkan kedalam selongsong kertas yang dialasi dengan

kapas

- Sumbat selongsong kertas berisi sampel dengan kapas,keringkan dalam oven pada suhu

tidak lebih 80°C selama 1 jam,kemudian masukkan dalam alat soklet yang telah dengan

labu berisi batu didih yang dikeringkan dan diketahui bobotnya

- Ekstrak dengan heksana atau pelarut lainnya selama 6 jam.

- Sulingkan heksana dan keringkan ekstrak lemak dalam oven pada suhu 105°C.

- Dinginkan dan timbang. Ulangi pengeringan sampai tercapai bobot tetap.

17

Page 18: Isi Makalah

Perhitungan :

[3.5]

Dimana : W adalah bobot sampel (g)

W1 adalah bobot lemak sebelum di ekstraksi (g)

W2 adalah bobot lemak setelah di ekstraksi (g)

18

Page 19: Isi Makalah

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembuatan Pakan Fermentasi dengan Penambahan NaOH 4%

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pucuk tebu yang direaksikan dengan NaOH (4%)

menaikkan konsumsi dan kecernaan bahan kering, yang juga dalam penggunaannya ditambah

bahan pakan sumber protein dan pati yang lolos dari pencernaan di rumen, seperti dedak. Dengan

kata lain penambahan NaOH pada pakan akan melembutkan struktur pakan tersebut sehingga

mudah untuk dicerna oleh ternak .Praperlakuan maupun penambahan konsentrat atau 2 hijauan

bergizi tinggi dapat menaikkan kecernaan dan konsumsi pakan, pertambahan bobot hidup,

produksi dan kualitas susu. Perlakuan amoniasi dengan urea juga telah terbukti mempunyai

pengaruh yang baik untuk pakan. Proses amoniasi lebih lanjut juga akan memberikan

keuntungan yaitu meningkatkan kecernaan pakan. Setelah terurai menjadi NH3 molekul air NH3

dan CO akan mengalami hidrolisis. Dengan demikian amoniasi akan serupa dengan perlakuan

alkali. Amoniasi dapat menurunkan kadar zat makanan yang sukar bahkan tidak dicerna oleh

ternak. Yang berakibat meningkatkan kecernaan pakan lebih jauh.

4.2 Pengaruh Pemberian Saccharomycess Cereviseae Pada daun tebu Kering

Komposisi kimia S. cereviseae terdiri atas : protein kasar 50-52%, karbohidrat ; 30-37%;

lemase 4-5%; dan mineral 7-8% .

Tabel 4.Komposisi sel khamir S. cereviseae

Senyawa Jumlah(%)

Abu 5,0-9,5

Asam Nukleat 6,0-12,0

Lemak 2,0-6,0

Nitrogen 7,5-6,5

Sumber : Suriawiria (1990)

19

Page 20: Isi Makalah

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pemberian S. cereviseae pada ternak ruminansia

akan meningkatkan bakteri selulolitik dan asam laktat pada saluran pencernaan . Meski tidak

semua memberikan respon positif terhadap pemberian pakan imbuhan ini namun pada sapi dapat

meningkatkan produksi susu rata-rata sebesar 4,3% dan pertambahan bobot badan rata-rata

sebesar 8,7%. Selain itu pemberian sel khamir ini meningkatkan kandungan nutrisi pada pakan

ternak hasil fermentasi daun tebu kering.

4.3 Hasil Analisis kandungan nutrisi

Hasil penelitian berdasarkan cara pengujian SNI-01-2891-1992 menunjukkan bahwa

penggunaan silase pucuk tebu dalam makanan ternak lebih baik daripada pucuk tebu segar.

Penambahan dedak pada pucuk tebu dalam ransum kambing dan domba dapat meningkatkan

konsumsi dan koefisien cerna zat zat makanan dan pemberian pakan ternak fermentasi pada sapi

Bali jantan meningkatkan konsumsi ballan kering dan tidak mempengaruhi kandungan gizi

produksi dagingnya. Pernberian pakan ternak fermentasi pada pedet sapi perah lebih

meningkatkan pertambahan bobot badan, akan tetapi berdampak penurunan produksi bila

diberikan kepada sapi perah laktasi.

Hasil percobaan analisis kandungan nutrisi dapat dilihat dalam tabel 5 dibawah ini.

Adapun reaksi uji kadar protein adalah sebagai berikut :

Tahap destruksi

Tahap destilasi

Tahap titrasi

20

Page 21: Isi Makalah

Kemudian kadar kandungan protein dapat dihitung melalui persamaan [3.4]

Tabel 5. Perbandingan kandungan nutrisi pucuk tebu segar dengan pakan hasil fermentasi.

Zat Nutrisi

Makanan

Pucuk Tebu SNI 3148-2:2009

Kering/silase (%) Fermentasi (%)

Protein 4,48 5,31 12-14 %

Serat Kasar 46,99 33,76 15-21 %

Abu 12,56 7,95 Max 12 %

Lemak 1,04 1,21 2-3 %

Bahan Kering 33,69 91,61 -

Sumber : Musofie,dkk (1985)

Keterangan : kandungan nutrisi pakan ternak ditetapkan pada SNI 3148-2:2009

Melihat kandungan nutrisi yang dapat dicerna dari pucuk tebu kering yang relatif rendah

dari hasil fermentasi maka dapat dikatakan pemanfaatan proses fermentasi pucuk daun tebu

kering lebih bernilai tinggi dan baik untuk pemeliharaan ternak .

Suplementasi pakan kaya protein dan energi juga telah dilaporkan pada sapi yang diberi

pucuk tebu dalam bentuk silase. Deville dkk (1979) melaporkan, pucuk tebu fermentasi masing-

masing diberikan sebanyak 3% dari bobot hidup dan dedak padi pada sapi menghasilkan

pertambahan bobot hidup (PBHH) 0,580 – 0,751 kg/ekor/hari jika pucuk tebu dalam bentuk

segar, dan PBHH sedikit lebih rendah (0,566 – 0,671 kg/ekor/hari) jika dalam bentuk silase.

21

Page 22: Isi Makalah

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah :

1. Hasil fermentasi pada daun tebu kering dapat meningkatkan kandungan nutrisi yang

tinggi bagi pakan ternak jika dibandingkan dengan silase pada biasanya.

2. Pemberian sel khamir S.cereviseae yang tepat meningkatkan produksi gizi tambahan

pada daun tebu saat fermentasi.

3. Dalam proses fermentasi factor suhu,pH dan konsentrasi substrat yang berpengaruh

terhadap keberhasilan pengolahan pakan ternak dari daun tebu kering.

4. Pemberian pakan ternak hasil fermentasi dapat meningkatkan pertambahan bobot hidup

pada ternak peliharaan.

5. Penambahan NaOH 4 % membuat pakan menjadi lebih halus dan mudah dicerna.

5.2 Saran

Saran yang disampaikan untuk pembaca :

1. Selama proses fermentasi supaya diperhatikan factor-faktor yang dapat menyebabkan

kegagalan fermentasi.

2. Sebaiknya daun tebu yang kering ,dijadikan silase terlebih dahulu untuk menurunkan

kadar abu dan serat kasar.

3. Sebaiknya untuk uji kualitas kandungan nutrisi pakan ternak dilakukan sesuai ketentuan

SNI-01-2891-1992

22

Page 23: Isi Makalah

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R.Z. 2005. Pemanfaatan khamir Saccharomyces cereviseae untuk ternak. Wartazoa

15(1):45–55.

Dhiaul Khuluq, Ahmad.2012. Potensi Pemanfaatan Limbah Tebu sebagai Pakan Fermentasi

Probiotik . Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 4(1), April 2012:37-45

ISSN: 2085-6717.Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Jln. Raya Karangploso,

Kotak Pos 199, Malang

Ditjenbun. 2011. Swasembada gula nasional. Bimbingan teknis tebu. Direktorat Tanaman

Semusim, Direktorat Jenderal Perkebunan: Jakarta.

Ditjennak (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan). 2011. Production livestockin

Indonesia, 2007–2011. Ditjennak:Jakarta

Foulkes, D. 1986. Practical feeding sytems for roughages based on sugarcane and its

byproducts. IDP–ADAB.Canberra.p.:11–26.

Galina ,M.A., F. Perez-Gil , R.M.A Ortiz , J.D. Hummel , R.E. Ørskov.2003. E ffect of slow

release urea supplementation on fattening of steers fed sugar cane tops (Saccharum

officinarum) and maize (Zea mays): ruminal fermentation, feed intake and digestibility. ´

Livestock Production Science 83 (2003) 1–11. Facultad de Estudios Superiores

Cuautitlan, Departamento de Ciencias Pecuarias, Campo 4, Universidad Nacional

Autonoma ´Mexico. ´:Instituto Nacional de Nutricion Salvador Zubiran, Tlalpan, Mexico

Universidad de Colima, Colima, Mexico

Kuswadi. 2011. Teknologi pemanfaatan pakan local untuk menunjang peningkatan produksi

ternak ruminansia. Puslitbangnak. Pengembangan Inovasi Pertanian 4(3):189–204 Balai

Penelitian Ternak :Bogor Indonesia

M .Zulbardi., Tatit Sugiarti, N. Hidayati, Dan Abdurrays Ambarkarto.1999. Peluang

Pemanfaatan Limbah Tanaman Tebu Untuk Penggemukan Sapi Potong Di Lahan

Kering. Wartazoa Vol. 8 No. 2 Th. 1999 .Balai Penelitian Ternak .Bogor Indonesia

Musofie, A., N.K. Wardhani., S.Tedjowahjono. 1983. Penggunaan pucuk tebu pada sapi bali

jantan muda.Proseding Seminar Penelitian Peternakan: Bogor.

23

Page 24: Isi Makalah

Sandi ,Sofia.Asep Indra M. Ali, dan Nugroho Arianto.2012. Kualitas Nutrisi Silase Pucuk Tebu

(Saccaharum officinarum) dengan Penambahan Inokulan Effective Microorganisme–4

(EM-4) VOL.1 NO.1 Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas

Sriwijaya.Palembang

SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman

SNI 3148-2:2009. Pakan Konsentrat – Sapi Potong.

24