Isi Makalah

29
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Berdasarkan hasil pengumpulan data Rumah Sakit Pendidikan dr. Piringadi, para peneliti memperkirakan bahwa terdapat 3% kasus dengan penurunan kesadaran atau komadari 10% jumlah kasus kegawatdaruratan neurologi di Rumah Sakit dr. Piringadi Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer serebridan Ascending Reticular Activating System (ARAS) Jika terjadi kelainan pada kedua sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan.Ascending Reticular Activating System merupakan suatu rangkaian atau network system yang dari kaudal berasal dari medulla spinalismenuju rostral yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai lintasanARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke subthalamus,hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran. Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmiter kolinergik, monoaminergik dan gammaaminobutyric acid (GABA) Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan yang berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitif yang merupakan manifestasi rangkaianinti-inti di

Transcript of Isi Makalah

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1              Latar belakang

Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering dijumpai

dalam praktek sehari-hari. Berdasarkan hasil pengumpulan data Rumah Sakit Pendidikan dr.

Piringadi, para peneliti memperkirakan bahwa terdapat 3% kasus dengan penurunan kesadaran

atau komadari 10% jumlah kasus kegawatdaruratan neurologi di Rumah Sakit dr. Piringadi

Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer

serebridan  Ascending Reticular Activating System (ARAS) Jika terjadi kelainan pada kedua

sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan

terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan.Ascending Reticular Activating

System merupakan suatu rangkaian atau network system yang dari kaudal berasal dari medulla

spinalismenuju rostral yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang mengenai

lintasanARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke

subthalamus,hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran.

Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmiter kolinergik,

monoaminergik dan gammaaminobutyric acid (GABA) Respon gangguan kesadaran pada

kelainan di ARAS ini merupakan kelainan yang berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon

primitif yang merupakan manifestasi rangkaianinti-inti di batang otak dan serabut-serabut saraf

pada susunan saraf. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di

mana kedua korteks ini berperan dalamkesadaran akan diri terhadap lingkngan atau input-input

rangsangan sensoris, hal ini disebut jugasebagai awareness. Pada referat ini akan dibahas

mengenai definisi penurunan kesadaran, bahaya penurunankesadaran, patofisiologi , diagnosis

serta diagnosis penurunan kesadaran akibat metabolik danstruktural dan tatalaksana penurunan

kesadaran yang terbagi atas tatalaksana baik umum maupun khusus.             

2

1.2 Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian penurunan kesadaran?

2.      Apa Etiologi penurunan Kesadaran?

3.      Bagaimana Manifestasi klinis yang terjadi pada penurunan kesadaran?

4.      Bagaimana WOC penurunan kesadaran akibat trauma cedera kepala?

5.      Bagaimana Cara Penilaian Kesadaran?

6.      Bagai mana Pemeriksaan Penunjang?

7.      Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien dengan Penurunan Kesadaran?

1.3      Tujuan Penulisan

1.3.1.Tujuan Umum

Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dalam memahami dan mengetahui prosedur

tindakan pada pasien ketoasidosis diabetik

1.3.2.Tujuan Khusus

1.      Agar dapat mengerti definisi Penurunan Kesadaran

2.      Agar dapat mengerti Etiologi Penurunan Kesadaran

3.      Agar dapat mengerti Manifestasi klinis Penurunan Kesadaran

4.      Agar dapat mengerti WOC Penurunan Kesadaran

5.      Agar dapat mengerti Cara Penilaian Kesadaran

6.      Agar dapat mengerti Pemeriksaan penunjang pada pasien Penurunan Kesadaran

7.      Agar dapat mengerti Asuhan Kaperawatan Penurunan Kesadaran

3

BAB II

TINJAUAN TEORY

2.1 PENGERTIAN

Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu.( Corwin, 2001 )

Penurunan kesadaran adalah keadaan dimanapenderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga / tidak

terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap

stimulus.

Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang

mengenal /mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya. (Padmosantjojo, 2000 )

Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu :

1.      Kompos mentis

Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca indra

dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun dalam.

GCS Skor 14-15

2.   Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness

Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan perintah,

masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi

terhadap sekitarnya menurun.Skor 11-12 : somnolent

3. Stupor / Sopor

Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau

bersuara satu dua kata .Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang

nyeri.Skor 8-10 : stupor

4.      Soporokoma / Semikoma

Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat mengerang

tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.

5.      Koma

Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata,

bicara maupun reaksi motorik. . Skor < 5 : koma

( Harsono , 1996 )

4

2.2   ETIOLOGI

Untuk memudahkan mengingat dan menelusuri kemungkinan – kemungkinan penyebab

penurunan kesadaran dengan istilah “ SEMENITE “ yaitu :

1.      S : Sirkulasi

Meliputi stroke dan penyakit jantung, Syok (shock) adalah kondisi medis tubuh yang

mengancam jiwa yang diakibatkan oleh kegagalan sistem sirkulasi darah dalam mempertahankan

suplai darah yang memadai. Berkurangnya suplai darah mengakibatkan berkurangnya suplai

oksigen ke jaringan tubuh. Jika tidak teratasi maka dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ

penting yang dapat mengakibatkan kematian. Kegagalan  sistem sirkulasi dapat disebabkan oleh

Kegagalan jantung memompa darah, terjadi pada serangan jantung.

Berkurangnya cairan tubuh yang diedarkan. Tipe ini terjadi pada perdarahan besar

maupun perdarahan dalam, hilangnya cairan tubuh akibat diare berat, muntah maupun luka bakar

yang luas.

Shock bisa disebabkan oleh bermacam-macam masalah medis dan luka-luka traumatic,

tetapi dengan perkecualian cardiac tamponade dan pneumothorax, akibat dari shock yang paling

umum yang terjadi pada jam pertama setelah luka-luka tersebut adalah haemorrhage

(pendarahan).

Shock didefinasikan sebagai ‘cellular hypoperfusion’ dan menunjukan adanya

ketidakmampuan untuk memelihara keseimbangan antara pengadaan ‘cellular oxygen’ dan

tuntutan ‘oxygen’. Progress Shock mulai dari tahap luka hingga kematian cell, kegagalan organ,

dan pada akhirnya jika tidak diperbaiki, akan mengakibatkan kematian organ tubuh. Adanya

peredaran yang tidak cukup bisa cepat diketahui dengan memasang alat penerima

chemosensitive dan pressure-sensitive pada carotid artery. Hal ini, pada gilirannya dapat

mengaktivasi mekanisme yang membantu mengimbangi akibat dari efek negative, termasuk

pelepasan catecholamines (norepinephrine dan epinephrine) dikarenakan oleh hilangnya syaraf

sympathetic ganglionic; tachycardia, tekanan nadi yang menyempit dan hasil batasan disekeliling

pembuluh darah (peripheral vascular) dengan mendistribusi ulang aliran darah pada daerah

sekitar cutaneous, splanchnic dan muscular beds. Dengan demikian, tanda-tanda awal dari shock

5

tidak kentara dan mungkin yang tertunda hanyalah pemasukkan dari pengisian kapiler,

tachycardia yang relatip dan kegelisahan.

2.      E : Ensefalitis

Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sistemik / sepsis yang mungkin

melatarbelakanginya atau muncul secara bersamaan.

3.      M : Metabolik

Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, koma hepatikum

Etiologi hipoglikemia pada DM yaitu hipoglikemia pada DM stadium dini, hipoglikemia

dalm rangka pengobatan DM yang berupa penggunaan insulin, penggunaan sulfonil urea, bayi

yang lahir dari ibu pasien DM, dan penyebab lainnya adalah hipoglikemia yang tidak berkaitan

dengan DM berupa hiperinsulinisme alimenter pos gastrektomi, insulinoma, penyakit hati yang

berat, tumor ekstrapankreatik, hipopitiutarism

Gejala-gejala yang timbul akibat hipoglikemia terdiri atas 2 fase. Fase 1 yaitu gejala-

gejala yang timbul akibat aktivasi pusat autonom di hipotalamus sehingga dilepaskannya hormon

efinefrin. Gejalanya berupa palpitasi, keluar banyak keringat, tremor, ketakutan, rasa lapar dan

mual. gejala ini timbul bila kadar glukosa darah turun sampai 50% mg. Sedangkan Fase 2 yaitu

gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terjadinya gangguan fungsi otak , karena itu dinamakan

juga gejala neurologi. Gejalanya berupa pusing, pandang kabur, ketajam mental menurun,

hilangnya keterampilan motorik halus, penurunan kesadaran, kejang-kejang dan koma.gejala

neurologi biasanya muncul jika kadar glukosa darah turun mendekati 20% mg.

Pada pasien ini menurut gejalanya telah memasuki fase 2 karena telah terjadi gangguan

neurologik berupa penurunan kesadaran, pusing, dan penurunan kadar glukosa plasma mendekati

20 mg%.dan menurut stadiumnya pasien telah mengalami stadium gangguan otak karena

terdapat gangguan kesadaran.

Pada pasien DM yang mendapat insulin atau sulfonilurea diagnosis hipoglikemia dapat

ditegakan bila didapatkan gejala-gejala tersebut diatas. Keadaan tersebut dapat dikonfirmasikan

dengan pemeriksaan glukosa darah. Bila gejalanya meragukan sebaiknya ambil dulu darahnya

untuk pemeriksaan glukosa darah. Bila dengan pemberian suntik bolus dekstrosa pasien yang

semula tidak sadar kemudian menjadi sadar maka dapat dipastiakan koma hipogikemia.sebagai

dasar diagnosis dapat digunakan trias whipple, yaitu gejala yang konsisten dengan hipoglikemia,

kadar glukosa plasma rendah, gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat

6

Prognosis dari hipoglikemia jarang hingga menyebabkan kematian. Kematian dapat

terjadi  karena keterlambatan mendapatkan pengobatan, terlalu lama dalam keadaan koma

sehingga terjadi kerusakan jaringan otak.

4.      E : Elektrolit

Misalnya diare dan muntah yang berlebihan. Diare akut karena infeksi dapat disertai

muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat

paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian

akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa

asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan cairan akan merasa haus, berat

badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit

menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan oleh deplesi air yang

isotonik.

Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat

berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga

frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul). Gangguan

kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda

denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai

gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan kalium pada

diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan

perfusi ginjal menurun sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan

timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.

5.      N : Neoplasma

Tumor otak baik primer maupun metastasis, Muntah : gejala muntah terdapat pada 30%

kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior,

umumnya muntah bersifat proyektil dan tak disertai dengan mual. Kejang : bangkitan kejang

dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada

stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Bangkitan

kejang ditemui pada 70% tumor otak di korteks, 50% pasien dengan astrositoma, 40% pada

pasien meningioma, dan 25% pada glioblastoma.

7

Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial (TTIK) : berupa keluhan nyeri kepala di daerah

frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan

penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan papil udem.

6.      I : Intoksikasi

Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara

menyeluruhmisalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan

ARAS di batangotak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun

mesensefalon Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan

derajat(kuantitas, arousal wake f ulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness

alertness kesadaran). Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks

serebri, apakahlesi supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya

kesadaran.

Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat menyebabkan penurunan

kesadaran, Menentukan kelainan neurologi perlu untuk evaluasi dan manajemen penderita. Pada

penderita dengan penurunan kesadaran, dapat ditentukan apakah akibatkelainan struktur, toksik

atau metabolik. Pada koma akibat gangguan struktur mempengaruhi fungsi ARAS langsung atau

tidak langsung. ARAS merupakan kumpulanneuron polisinaptik yang terletak pada pusat

medulla, pons dan mesensefalon, sedangkan penurunan kesadaran karena kelainan metabolik

terjadi karena memengaruhi energi neuronal atau terputusnya aktivitas membran neuronal atau

multifaktor. Diagnosis banding dapat ditentukan melalui pemeriksaan pernafasan, pergerakan

spontan, evaluasisaraf kranial dan respons motorik terhadap stimuli.

7.      T : Trauma

Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural,

dapat pula trauma abdomen dan dada. Cedera pada dada dapat mengurangi oksigenasi dan

ventilasi walaupun terdapat airway yang paten. Dada pasien harus dalam keadaan terbuka sama

sekali untuk memastikan ada ventilasi cukup dan simetrik. Batang tenggorok (trachea) harus

diperiksa dengan melakukan rabaan untuk mengetahui adanya perbedaan dan jika terdapat

emphysema dibawah kulit. Lima kondisi yang mengancam jiwa secara sistematik harus

diidentifikasi atau ditiadakan (masing-masing akan didiskusikan secara rinci di Unit 6 - Trauma)

adalah tensi pneumothorax, pneumothorax terbuka, massive haemothorax, flail segment dan

cardiac tamponade. Tensi pneumothorax diturunkan dengan memasukkan suatu kateter dengan

8

ukuran 14 untuk mengetahui cairan atau obat yang dimasukkan kedalam urat darah halus melalui

jarum melalui ruang kedua yang berada diantara tulang iga pada baris mid-clavicular dibagian

yang terkena pengaruh. Jarum pengurang tekanan udara dan/atau menutupi luka yang terhisap

dapat memberi stabilisasi terhadap pasien untuk sementara waktu hingga memungkinkan untuk

melakukan intervensi yang lebih pasti. Jumlah resusitasi diperlukan untuk suatu jumlah

haemothorax yang lebih besar, tetapi kemungkinannya lebih tepat jika intervensi bedah

dilakukan lebih awal, jika hal tersebut sekunder terhadap penetrating trauma (lihat dibawah). Jika

personalia dibatasi melakukan chest tube thoracostomy dapat ditunda, tetapi jika pemasukkan

tidak menyebabkan penundaan transportasi ke perawatan yang definitif, lebih disarankan agar

hal tersebut diselesaikan sebelum metransportasi pasien.

8.      E : Epilepsi

Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat menyebabkan penurunan

kesadaran.

( Harsono , 1996 )

2.3   MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah :Penurunan kesadaran

secara kwalitatif, GCS kurang dari 13, Sakit kepala hebat, Muntah proyektil, Papil edema,

Asimetris pupil, Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negative, Demam, Gelisah,

Kejang, Retensi lendir / sputum di tenggorokan, Retensi atau inkontinensia urin, Hipertensi atau

hipotensi, Takikardi atau bradikardi, Takipnu atau dispnea, Edema lokal atau anasarka, Sianosis,

pucat dan sebagainya

9

2.4 WOC

10

2.5   Cara Penilaian Kesadaran

Penilaian statis kesadaran ada 2 yaitu penilaian secara kualitatif dan penilaian secara kuantita-tif.1.      Secara Kualitatif

Penilaian kesadaran secara kualitatif antara lain :

a.       Komposmentis (score 14 –15)Yaitu anak mengalami kesadaran penuh dengan memberikan respons

yang cukupterhadap stimulus yang diberikan.

b.      Apatis Yaitu anak mengalami acuh tak acuh terhadap kesadaran sekitanya.

c.       Sumnolen (score 11 – 13)Yaitu anak memiliki kesadaran yang lebih rendah ditandai dengan anak

tampak mengantuk, selalu ingin tidur, tidak responsit, terhadap rangsangan ringan danmasih memberikan

respons terhadap rangsangan yang kuat.

d.      Supor (score 8 –10 )Yaitu anak tidak memberikan respons ringan maupun sedang, tetapi

masihmemberikan respons sedikit terhadap rangsangan yang kuat dengan adanya refleks pupil terhadap

cahaya yang masih positif.

e.       Koma (score < 5)Yaitu anak tidak dapat bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan apapun

sehinggarefleks pupil terhadap cahaya tidak ada.

f.       DeliriumYaitu tingkat kesadaran yang paling bawah ditandai dengan dicorientasi yangsangat iriatif,

kacau dan salah persepsi terhadap rangsangan sensorik. 

2.      Secara Kuantitatif

Penilaian kesadaran secara kuantitatif dapat diukur melalui penilaian skalakoma (Glasgow) yang dinyatakan

dengan ecscelargow cumascale dengan nilaikoma dibawah 10, adapun penilaian sebagai berikut :

Penilaian pada Glasgow Coma Scale

1.         Respon motorik

Nillai 6 : Mampu mengikuti perintah sederhana seperti : mengangkat tangan,

menunjukkan jumlah jari-jari dari angka-angka yang disebutkan oleh pemeriksa, melepaskan

gangguan.

Nilai 5 : Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan seperti tekanan

pada sternum, cubitan pada M. Trapezius

Nilai 4 : Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan , tapi tidak mampu

menunjuk lokasi atau tempat rangsang dengan tangannya.

Nilai 3 : fleksi abnormal .

Bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah , fleksi pergelangan tangan dan tinju mengepal,

bila diberi rangsang nyeri ( decorticate rigidity )

Nilai 2 : ekstensi abnormal.

11

Bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan bawah, fleksi pergelangan tangan dan tinju

mengepal, bila diberi rangsang nyeri ( decerebrate rigidity )

Nilai 1 :Sama sekali tidak ada respon

Catatan :

-Rangsang nyeri yang diberikan harus kuat

-Tidak ada trauma spinal, bila hal ini ada hasilnya akan selalu negatif

2.         Respon verbal atau bicara

Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun). Pemeriksaan ini tidak berlaku bila

pasien :

Dispasia atau apasia, Mengalami trauma mulut, Dipasang intubasi trakhea (ETT)

Nilai 5 : pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara . orientasi waktu, tempat ,

orang, siapa dirinya , berada dimana, tanggal hari.

Nilai 4 : pasien “confuse” atau tidak orientasi penuh

Nilai 3 : bisa bicara , kata-kata yang diucapkan jelas dan baik tapi tidak menyambung

dengan apa yang sedang dibicarakan

Nilai 2 : bisa berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya (“ngrenyem”), suara-

suara tidak dapat dikenali makna katanya

Nilai 1 : tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri

3.    Respon membukanya mata :

Perikasalah rangsang minimum apa yang bisa membuka satu atau kedua matanya

Catatan:Mata tidak dalam keadaan terbalut atau edema kelopak mata.

Nilai 4 : Mata membuka spontan misalnya sesudah disentuh

Nilai 3 : Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama atau diperintahkan

membuka mata

Nilai 2 : Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri

Nilai 1 : Tidak membuka mata walaupaun dirangsang nyeri (Musrifatul, 2006 :160-161)

12

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Riwayat Kesehatana. Kapan cidera terjadi?b. Apa penyebab cidera?c. Apa objek yang membentur?d. Bagaimana proses terjadinya cidera pada kepala? Apakah klien jatuh?e. Apakah klien kehilangan kesadaran?f. Berapa lama durasi dari periode sadar?g. Dapatkah klien dibangunkan?

2. Riwayat tidak sadar atau anamnesis setelah cedera kepala menunjukkan derajat kerusakan otak yang berarti, di mana perubahan selanjutnya dapat menunjukkan pemulihan atau terjadinya kerusakan otak sekunder.

3. Tingkat kesadaran dan responsivitas dengan GCS.4. Tanda vital.5. Fungsi motorik.6. Komplikasi:

a. Edema serebral dan herniasi,b. Defisit neurologis,c. Infeksi sistemik (pneumonia, ISK, septikemia),d. Infeksi bedah neuro (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventrikulitis, abses

otak),e. Osifikasi heterotrofik (nyeri tulang pada sendi-sendi yang menunjang berat

badan).

3.2 Diagnosis Keperawatan

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.Ditandai dengan:DS: klien/keluarga mengatakan adanya kejang;DO: a. Perubahan tingkat kesadaran,b. Gangguan atau kehilangan memori,c. Defisit sensorik.d. Perubahan tanda vital,e. Perubahan pola istirahat,f. Nyeri akut atau kronik,g. Demam,

13

h. Mual,i. Muntah proyektil,j. Bradikardia,k. Perubahan pupil (ukuran),l. Pernapasan Cheyne-Strokes dan Kussmaul.

2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubunga dengan gangguan neurovaskular.Ditandai dengan:DS: klien mengatakan sulit untuk bergerak dan memerlukan bantuan untuk bergerak;DO:a. Kelemahan,b. Parestesia,c. Paralisis,d. Ketidakmampuan,e. Kerusakan koordinasi,f. Keterbatasan rentang gerak,g. Penurunan kekuatan otot.

14

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pengertian Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedara otak adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam.Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba,isekemia, dan pengaruh massa karena hemoragik, serta edema serebaral disekitar jaringan otak.

4.2 Jenis trauma kepala 4.2.1 Cedera kulit kepala

Luka pada kulit kepada merupakan tempat masuknya kuman yang dapat menyebabkan infeksi infeksi intrakranial.Trauma dapat menybabakan abrasi,kontusio,lasersi,atau avulasi.

4.2.2 Fraktur tengkorak

Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak yang disebabkan oleh trauma.ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak.adanya fraktur tengkorak dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat.fraktur tengkorak dapat terbuka atau tertutup.pada fraktur tengkorak terbuka terjadi kerusakan pada dura mater sedangkan pada fraktur tertutup keadaan dura mater tidak rusak.

4.2.3 Gejala klinis

Gejala-gejala yang timbul bergantung pada jumlah dan distribusi cedara otak.nyeri yang menetapa atau setempat,biasanya menunjukkan adanya fraktur.fraktur kubah kranial menyebabakan bengkak pada sekitar fraktur ,sehingga penegakkan diagnosis dapat dilakukan dangan pemeriksaan foto tengkorak.fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal sering terjadi dari hidung,faring ,atau telinga dan darah terlihat dibawah konjungtiva.suatu area ekimosis mungkin terlihat di atas mastoid.faktur dasar tengkorakan dicurigai ketika cairan serebrospinal (CSS) keluara dari telinga (otore serebrospinal).keluarnya CSS merupan masalah serius karean dapat menyebabkan infeksi seperti meningitis,,jika organisme masuk ke dalam basis kranis melalui hidung,telinga,atau sinus melalui robekan pada dura mater.lasserasi atau kontusio otak ditunjukkan oleh CSS yang mengandung darah.

Evaluasi diagnostik dapat dilakukan melalui pengkajian fisik,penkajian fisik,pengkajian fungsi neurologis,pemeriksaan CT-scan kepala,MRI, dan angiografi serebral.

4.3 Penatalaksanaan medisFraktur tulang impresi pada umumnya tidak memerlukan tindakan pembedahan,tetapi memerlukan observasi yang ketat.fraktur tanpa impresi memerlukan pembedahan.fraktur dasar tengkorak merupakan keadaan serius.

15

Karena biasanya terbuka (dan mengenai sinus paranasal atau telinga bagian tengah) dan dapat menyebabkan bocornya CSS. Tanda halo adalah kombinasi darah yang di kelilingi oleh noda berwarna kekuning-kuningan dan terlihat pada linear tempat tidur dan balutan kepala. Tanda ini merupakan kesan pasti adanya kebocoran CSS. Kebersihan nasofaring dan telinga tengah dapat di pertahankan dengan menempelkan kapas steril pada telinga atau lubang telinga untuk menampungcairan yang keluar. Klien yang sadar harus dianjurkan untuk menahan bersin dan menekan hidung. Tinggikan kepala klien 30 derajat untuk mengurangi tekanan intrakranial dan menahan keluarnya cairan yang bocor secara sepontan.

4.4 Cedera OtakPertimbangan paling penting pada cedera kepala manapun adalah apakah otak telah tidak mengalami cidera. Cidera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel otak membutuhkan supllai darah terus-menerus untuk mendapatkan nutrisi. Kerusakan otak bersifat irrefersible (permanen dan tidak dapat pulih) sel-sel otak yang mati diakibatkan karena aliran darah berhenti mengalir hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapan mengalami regenerasi.

Cedera otak serius dapat terjadi dengan/tanpa fraktur tengkorak, setelah pukulan atau cedeera pada kepala yang menimbulkan kontusio, leserasi, dan pendarahan (hemoragik) otak.

4.4.1 Komosio Serebri (cedera kepala ringan)Setelah cedera kepala ringan, akan terjadi kehilangan fungsi neurologis sementara dan tanpa kerusakan struktur. Komosio (commotio) umumnya meliputi suatu periode tidak sadar yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa menit. Keadaan komosio ditunjukkan dengan gejala pusing atau berkunang-kunang dan terjadi kehilangan tingkat kesadaran penuh sesaat. Jika jaringan otak frontal terkena, klien akan berperilaku sedikit aneh, sementara jika lobus frontal terkena, maka akan menimbulkan amnesia atau disorientasi.

Penatalaksanaan meliputi kegiatan mengobserfasi klien terhadap adanya sakit kepala, pusing, peningkatan kepekaan terhadap rangsang, dan cemas: dampakpascakomosio; melakukan keperawatan selama 24 jam ebelum klien kembali ke rumah sakit apabila ditemukan tanda-tanda sukar bangun, sukar bicara, konvulsi ( kejang), akit kepala berat, muntah, dan kelemahan pada salah satu sisi tubuh; menganjurkan klien untuk melakukan kegiatan normal secara bertahan dan bertahap.

4.4.2 Kontusio Serebri (Cedera kepala berat)

Kontusio serebri (cerebri kontusio) merupakan cedera kepala berat, di mana otak mengalami memar dengan memungkinkan adanya daerah yang mengalami perdarahan (hemoragik-hemorrhage). Klien berada pada periode tidak sadarkan diri. Gejala akan timbul dan lebih khas. Klien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernapasan dangkal,

16

kulit dingin dan pucat. Sering terjadi defekasi dan berkemih tanpa disadari. Klien dapat diusahakan bangun tetapi segera masuk kembali ke dalam keadaan tidak sadar. Tekanan darah dan suhu subnormal dan gambaran sama dengan syok.

Umumnya, individu yang mengalami cedera luas mengalami fungsi motorik abnormal, gerakan mata abnormal, dan peningkatan TIK yang merupakan prognosis buruk. Sebaliknya, klien dapat mengalami pemulihan kesadaran penuh dan mungkin melewati tahap peka rangsang serebral.

Dalam tahap peka rangsang serebral, klien adar tetapi sebaliknya mudah terganggu oleh suatu bentuk stimulasi suara, cahaya, dan bunyi-bunyian dan tubuh lainnya berangsur-angsur kembali normal walaupun pemulihan sering terjadi dan sering terlihat lambat. Sisa sakit kepala dan vertigo biasanya terjadi. Gangguan fungsi mental atau kejang sering terjadi akibat kerusakan serebral yang tidak dapat diperbaiki.

4.5 Hemoragik IntrakranialPenggumpalan darah (hematoma) yang terjadi di dalam kubah kranial adalah akibat

yang paling serius dari hemoragik cedera kepala. Penimbunan darah pada rongga epidural (epidural hematoma), subdural, atau intaserebral, bergantung pada lokasinya. Deteksi dan penanganan hematoma sering kali lambat dilakukan sehingga akhirnya hematoma tersebut cukup besar untuk menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta peningkatan TIK.

Tanda dan gejala dari iskemik serebral yang diakibatkan oleh kompresi karena hematoma bervariasi dan bergantung di mana daerah vital pada otak terganggu. Umumnya, hematoma kecil yang terbentuk dengan cepat akan menjadi fatal sedangkan hematoma yang terbentuk secara lambat akan memungkinkan klien untuk beradaptasi.

4.5.1 Hematoma epidural (hematoma ekstradural atau hemoragik)

Setelah cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) di antara tengkorak dan dura mater. Keadaan ini sering diakibatkan karena terjadi fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi) di mana arteri ini berada dura mater dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang temporal dan terjadi hemoragik sehingga menyebabkan penenkanan pada otak.

Geala klinis yang timbul akibat perluasan hematoma cukup luas. Biasanya terlihat adanya kehilangan kesadran sebentar pada saat cedera, diikuti dengan pemulihan yang nyata secara perlahan-lahan (interval yang jelas). Hal ini penting untuk diperhatikan, walaupun interval nyata merupakan karakteristik dari hematoma epidural, hal ini terjadi pada kira-kira 15% dari klien yang mengalami lesi tersebut. Selama interval tertentu kompensasi terhadap hematoma luas terjadi melalui absorbsi cepat CSS dan penurunan volume intravaskular, yang mempertahankan TIK normal. Ketika mekanisme ini tidak dapat mengompensasi lagi, bahkan peningkatan volume bekuan darah meningkatkan TIK yang nyata. Kemudian, sering secara tiba-tiba, tanda kompensasi timbul (biasanya penyimpangan kesadaran dan tanda

17

defisit neurologi fokal seperti dilatasidan fiksasi pupil dan paralisis ekstremitas), dan klien menunjukkan penurunan status kesehatan dengan cepat.

Penatalaksanaan untuk hematoma aidular dipertimbangkan sebagai keadaan darurat yang ekstrem, dimana defisit neurologi atau berhentinya pernapasan dapat terjadi dalam beberapa menit. Tndakan yang dilakukan tediri atas membuat lubang pada tulang tengkorak (burr), mengangkat bekuan, dan mengontrol titikk pendarahan.

4.5.2 Hematoma Subdural

Hematoma subdura adalah pengumpulan darah pada ruang diantara durameter dan dasar otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hematoma subdura paling sering disebabkan karena trauma, tetapi dapat jufga terjadi karena kecenderunngan pendarahan yang serius dan aneurisma. Hematoma subdura lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat dari putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdura.

Hematoma subdura dapat terjadi akut, subakut, atau kronis, bergantung pada pembuluh darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang terjadi. Hematoma subdura akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio atau laserasi. Biasanya klien dalam keadaan koma atau mempunyai tanda klinis yang sama dengan hematoma epidural, tekanan darah meningkatkan frekuensi nadi lambat dan pernapasan cepat sesuai dengan hematoma yang cepat.

Hematoma subdural dan subakut adalah sekuel dari kontusio sedikit berat dan dicurigai pada klien dengan kegagalan untuk meningkatkan kesadaran seteelah trauma kepala. Tanda yang timbul sama seperti pada hematoma subdural akut.

Angka kematian untuk klien hematoma subdural akut dan subakut cukup tinggi karena sering dihubungkan dengan kerusakan otak. Jia klien dapat diipindahkan dengan cepat kerumah sakit, kraniotomi (craniotomy) segera dilakukan untuk membuka dura meter, yang memungkinkan pengangkatan bekuan padat pada subdura. Hasil yang baik bergantung pada kontrol TIK dan pemantauan cepat terhadap fingsi pernapasan.

Hematoma subdural kronik tampaknya dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terlihat paling sering pada lansia. Lansia cenderung mengalami cedera kapala tipe ini akibat atrofi otak, yang diperkirakan akibat penuaan.Tampaknya cedara kepala minor dapat diakaibatkan dampak yang cukup untuk menggeser isi otak secara abnormal dengan sekuela (sequela) negatif.waktu di antara cedera dan serangan (onset) gejal mungkin lama (masalahnya dalam beberapa bulan),sehingga akibat aktual mungkin terlupakan.gejala dapat tampak beberapa minggu setelah cedara minor.

Hematoma subdural kronis menyerupai kondisi lain dan mungkin dianggap sebagai stroke.perdarahan sedikit menyebabkan kompresi pada isi intrakranial.darah dalam otak mengalami perubahan karakter dalam 2-4 hari, menjadi menjadi lebih kental dan lebih gelap.dalam beberapa minggu, bekuan mengalami pemecahan dan memiliki warna serta konsistensi seperti minyak mobil.akibatnya, terjadi kalsifikasi atau osifikasi bekuan. Otak beradaptasi pada invasi benda asing ini, tanda serta gejala klinis klien berfluktuasi seperti

18

mungkin terdapat sakit kepala hebat, yang cenderung timbul dan hilang; tanda neurologis fokal yang bergantian; perubahan kepribadian; penyimpangan mental; dan kejang fokal. Sering kali klien mungkin dianggap neurosis atau psikosis bila penyebab gejala tidak ditemukan. Tindakan terhadap hematom subdural kronis terdiri atas bedah pengangkatan bekuan dengan menggunakan pengisap dan pengirigasian area tersebut. Proses ini dapat dilakukan melalui pembuatan lubang (burr) ganda atau kraniotomi yang dilakukan untuk lesi massa subdural yang cukup besar yang tidak dapat dilakukan melalui pembuatan lubang (burr).

4.5.3 Hemoragik intraserebral dan hematoma

Hemoragik intraserebral adalah perdarahan ke dalam substansia otak. Hemoragik ini biasanya terjadi pada cedera kepala di mana tekanan mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cedera peluru atau luka tembak; cedera tumpul). Hemoragik ini di dalam otak mungkin juga diakibatkan oleh hipertensi sistemik yang menyebabkan degenerasi dan ruptur pembuluh darah; ruptur kantong aneurisma; anomali vaskular; tumor intrakranial; penyebab sistemik termasuk gangguan perdarahan seperti leukemia, hemofilia, anemia aplastik, dan trombositopenia; dan komplikasi terapi antikoagulan. Mungkin ada serangan (onset) defisit neurologis yang diikuti sakit kepala. Terapi medis meliputi pemberian cairan dan elektrolit yang cermat, medikasi antihipertensi, kontrol TIK, dan perawatan pendukug. Intervensi pembedahan dengan kraniotomi atau kraniektomi memungkinkan pengangkatan bekuan darah dan kontrol hemoragik tetapi tidak mungkin baik karena lokasi perdarahan yang tidak dapat diakses atau kurang jelasnya batas sel darah yang dapat diangkat. Tetapi fisik biasanya diperlukan untuk rehabilitas optimal pada klien dengan hemoragik intraserebral dan semua klien cedera kepala.

4.6 Gejala Klinis Gejala klinis yang timbul dapat berupa gangguan kesadran, konfusi, abnormalitas

pupil, serangan (onset) tiba-tiba berupa defisit neurologism perubahan tanda vital, gangguan penglihatan, disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan, kejang, dan syok akibat cedera multisistem.

4.7 Pemeriksaan DiagnostikPemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada trauma kepala, yaitu :

1. Pengkajian neurologi2. Pemeriksaan CT-scan

19

4.8 Penatalaksanaan Medis1. Angkat klien dengan papar datar untuk mempertahankan posisi kepala dan leher

sejajar.2. Traksi ringan pada kepala3. Kolar servikal4. Terapi untuk mempertahankan homeostasis otak dan mencegah kerusakan otak

sekunder seperti stabilitas sistem kardiovaskuler dan fungsi pernapasan untuk mempertahankan perfusi serebral yang adekuat.

5. Tindakan terhadap peningkatan TIK dengan melakukan pemantauan TIK.6. Tindakan perawatan pendukung yang lain yaitu pemantauan ventilasi dan pencegahan

kejang serta pemantauan cairan, elektrolit, dan keseimbangan nutrisi. Lakukan intubasi dan ventilasi mekanik (ventilator) bila klien koma berat untuk mengontrol jalan napas. Hiperventilasi terkontrol mencakup hipokapnia, pencegahan vasodilatasi, penurunan volume darah serebral dan penurunan TIK.

20

BAB V

PENUTUP

5.1 KesimpulanPenurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat yang sering dijumpai

dalam praktek sehari-hari. Berdasarkan hasil pengumpulan data Rumah Sakit Pendidikan dr.

Piringadi, para peneliti memperkirakan bahwa terdapat 3% kasus dengan penurunan

kesadaran atau komadari 10% jumlah kasus kegawatdaruratan neurologi di Rumah Sakit dr.

Piringadi

Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang

mengenal /mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya. (Padmosantjojo, 2000 )

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisa data penulis menyarankan sebagai berikut:

1. Bagi InstitusiUntuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, khususnya kemampuan dalam menilai kesadaran manusia dengan baik. Institusi diharapkan memilih kurikulum dan strategi pembelajaran yang tepat. Dengan kata lain institusi mampu menyusun strategi dan tujuan pembelajaran yang baik terkhusus pada dosen pengajar agar mampu mengajar teori dan tindakan prosedur dengan tepat pada mahasiswanya dengan ditunjang alat peraga dan media serta pembekalan ilmu pengetahuan dalam bentuk teori dan pelaksanaan tindakan.

2. Bagi Mahasiswa KeperawatanSetelah memahami teori yang telah diajarkan seharusnya kita sebagai mahasiswa, khususnya mahasiswa keperawatan menerapkan inti serta nilai-nilai dari makalah ini serta megaplikasikannya pada tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan kelak. Serta dapat menetapkan pengkajian diagnosis dan perancanaan yang baik dan benar.