Isi Makalah
-
Upload
sari-yuliana-sihombing -
Category
Documents
-
view
6 -
download
3
description
Transcript of Isi Makalah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang sering terkait, baik secara substansial
maupun hisfories karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peran filsafat, sebaliknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadapan flsafat. Kelahiran Filsafat di Yunani
menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari pandangan mitologi akhirnya lenyap dan
pada gilirannya rasio lah yang lebih domain. Fillsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia
merupakan kata serapan dari bahasa arab. Yang juga diambil dari bahasa Yunani,
philosophia. Kata ini berasal dari dua kata philodan sophia. Philo = ilmu atau cinta dan
Sophia = kebijaksaan. Sehingga arti harafiahnya adalah ilmu tentang kebijaksanaan
ataupun seseorang yang cintanya kebijaksanaan.
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah falsafi pula. Tetapi, paling
tidak bisa dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena
kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis. (Irmayanti Meliono, dkk.2007). terlepas
dari berbagai definisi yang berusaha menerjemahkan Filsafat secara global. Pada dasarnya
Filsafat selain membahas dan menyimpulkan sesuatu yang menjadi dasar. Filsafat adalah
ibu dari segala ilmu yang hadir dibumi ini. Logika dan perasaan meliputi segenap ruang
filsafat, sehingga memerlukan konsentrasi yang lebih untuk memahaminya lebih dan
sekedar sebuah ilmu biasa.
Dengan Filsafat, pola pikir yang selalu tergantung pada rasio kejadian seperti
gerhana tidak lagi diannggap sebagai kegiatan dewa yang tertidur, tetapi merupakan
kejadian alam yang desebabkan ole matahari, bulan dan bumi berada pada garis yang
sejajar. Sehingga bayang-bayang bulan menimpa sebagian permukaan bumi.
Perubahan pada pola pikir mite- mite kerasio membawa implikasi yang tidak kecil,
perubahan yang mendasar adalah ditemukannya hukum alam dan teori-teori ilmiah. Yang
menjelaskan perubahan yang terjadi, baik alm semesta maupun manusia sendiri. Dari
penilitian alam semesta dan manusia, muncullah ilmu-ilmu astronomi, kosmoologi, fisika,
kimia, biologi, psikologi, sosiologi, dan lainnya. Ilmu-ilmu tersebut kemudian menjadi
lebih terspesialisasi dalam bentuk dan lebih khusus lagi dan sekaligus semakin aplikatif
dan terasa manfaatnya.
1
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik.
Karenanya pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan,
organis, dinamis, guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan, melalui filsafat kependidikan.
Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah
pendidikan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat pendidikan ?
2. Apa saja ruang lingkup filsafat pendidikan ?
3. Bagaimana hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan ?
4. Mengapa harus berfilsafat ?
1.3. Tujuan Penulisan Makalah
1. Mengetahui pengertian filsafat pendidikan
2. Mengetahui ruang lingkup filsafat pendidikan
3. Mengetahui hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan
4. Mengetahui alasan seseorang harus berfilsafat
1.4. Manfaat
1. Mahasiswa dapat memahami secara menyeluruh mengenai Filsafat Pendidikan
2. Sebagai bekal mahasiswa untuk menjadi seorang pendidik agar dapat menghadapi
masalah dalam pendidikan
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Filsafat.
Pengertian tentang arti istilah ”filsafat” dapat juga dibedakan menjadi yaitu secara
etimologis dan secara terminologis. Adapun penjelasaannya sebagai berikut :
A. Secara Etimologis.
Menurut penyelidikan Dr.Oemar Hoesin istilah filsafat tidak berakar dalam bahasa
Arab. Pengertian filsafat dalam bahasa Arab menggunakan istilah “hikmah-hikmah dan
bijaksana”. Istilah filsafat menurut Dr. A.C. Ewing timbul dalam aslinya dari ucapan
Pitagoras menjadi ragu-ragu. Sehubungan dengan uraian dari Dr. A.C. Ewing, Dagohert D.
Runes menerangkan bahwa filsafat berasal dari kata bahasa Yunani “philein” dan “sophia”.
Philein artinya mencintai, sedangkan sophia berarti bijaksana. Oleh karena itu, filsafat
bukan kebijaksanaan itu sendiri tapi cinta akan kebijaksanaan. Dari uraian tersebut maka
kami dapat menyimpulkan bahwa ditinjau secara etimologis filsafat berasal dari bahasa
Yunani, philein dan sophia artinya cinta kebijaksanaan. Cinta menunjukkan suatu suatu
sikap tahan uji dan tak mau menyerah, selalu berusaha demi tercapainya suatu maksud.
Sedangkan kebijaksanaan adalah suatu kondisi dimana orang mungkin bertindak secara
komprehensif dan radikal.
B. Secara Terminologis
Secara terminologis istilah filsafat diartikan sebagai (1) azas atau pendirian hidup,
dan (2) ilmu pengetahuan yang terdalam filsafat sebagai “azas atau pendirian hidup”
adalah merupakan dasar bagi pedoman danb sikap tingkah laku manusia dalam kehidupan
mereka sehari-hari. Sebab filsafat dipandang sebagai azas atau pemberian hidup yang
kebenarannya telah diterima dan diyakini untuk dijadikan landasan dasar dalam
menyelesaikan masalah-masalah hidup. Sikap dan tingkah laku serta perbuatan dan cara
hidup seseorang merupakan pencerminan dari filsafat hidupnya, namun dengan uraian
diatas filsafat menurut pengertian terminology nya juga beragam hal ini terlihat dari
penjelasan para filsuf yang merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan
pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa filsafat adalah
pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan
muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi
kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika,
3
ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa
filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang
sebenarnya (Pudjo Sumedi,2012).
Berikut ini disajikan beberapa pengertian Filsafat menurut beberapa para ahli:
1. Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
2. Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan
asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas
penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
3. Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni“ ( the mother of
all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )
4. Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari
ilmu-ilmu, yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu
bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis
ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
5. Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak
menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang
sama, yang memikul sekaliannya .
6. Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok
dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
1. Apakah yang dapat kita kerjakan? (jawabannya metafisika )
2. Apakah yang seharusnya kita kerjakan? (jawabannya Etika )
3. Sampai dimanakah harapan kita? (jawabannya Agama )
4. Apakah yang dinamakan manusia? (jawabannya Antropologi )
7. Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang
mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
8. Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-
sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya
sampai “mengapa yang penghabisan “.
4
9. Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran ,
tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan
universal.
10. Harold H. Titus (1979 ): (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap
kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu
proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2)
Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3)
Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian
( konsep ); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan
yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
11. Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah
mencapai pengetahuan itu.
12. Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia
menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
13. Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. : Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan
akal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis sistematis,
fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan
kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.
14. Bertrand Russel: Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi
dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai
masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak
bisa dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia
daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.
Dari semua pengertian filsafat secara terminologis di atas, dapat ditegaskan bahwa
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan memikirkan segala sesuatunya
secara mendalam dan sungguh-sungguh, serta radikal sehingga mencapai hakikat segala
situasi tersebut (Surajiyo,2005).
C. Tujuan dan Ciri-ciri Pikiran Kefilsafatan
1. Tujuan
5
Filsafat bertujuan untuk mencari hakikat dari suatu gejala atau fenomena secara
mendalam. Ilmu pengetahuan empiris hanya membicarakan gejala-gejala fenomena
saja. Jadi dalam filsafat harus refleksi, radikal, dan integral. Refleksi berarti manusia
menangkap objeknya secara intensional dan sebagai hasil dari proses tersebut adalah
keseluruhan nilai dan makna yang diungkapkan dari objek-objek yang dihadapinya.
Radikal berasal dari kata ‘radix’ berarti akar; jadi filsafat berarti mencari pengetahuan
sedalam-dalamnya atau sampai ke akar-akarnya. Filsafat ingin menembus hingga ke
inti masalah dengan mencari manakah faktor-faktor yang fundamental yang
membentuk adanya sesuatu. Namun hal ini dibatasi oleh sejauh kemampuan manusia
dapat menemukannya, sebab filsafat tidak akan membicarakan yang jelas berada diluar
jangkauan akal budi yang sehat. Sedangkan filsafat itu integral berarti mempunyai
kecenderungan untuk memperoleh pengetahuan yang utuh sebagai suatu keseluruhan.
Jadi filsafat ingin memandang objeknya secara keseluruhan (Surajiyo dalam Edward
dan Yusnadi, 2015:5-6).
2. Ciri-ciri Pikiran Kefilsafatan
Kegiatan berfilsafat atau berpikir secara kefilsafatan itu memounyai ciri-ciri antara lain
sebagai berikut : (1) kritis, yaitu selalu mempertanyakan segala sesuatu secara cermat
dan terus meningkat; (2) konseptual, yaitu berupaya menyusun suatu kerangka
pengertian-pengertian yang bersifat konsep; (3) koheren, yaitu pemikiran secara runtut
dan ada saling hubungan antar bagian yang satu dengan bagian yang lain; (4) rasional,
yaitu ada hubungan yang logis antara bagian yang satu dengan bagian yang lain; (5)
sistematis, yaitu kesatuan dari bagian-bagian yang masing-masing memiliki fungsi
sendiri-sendiri namun satu sama lain saling berhubungan, guna mencapai tujuan
bersama; (6) bebas, yaitu adanya keleluasaan tanpa pengaruh, tekanan, paksaan dan
atau hambatan apapun (Buha dan Ramsul, 2011).
D. Alasan Berfilsafat
Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat yakni; keheranan,
kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan. Ketiga hal inilah sebagai faktor pendorong
bagi manusia untuk mempertanyakan, memikirkan dan menyelidiki sesuatu.
1. Keheranan
Banyak filsuf berpendapat bahwa awal mulanya filsafat adalah timbulnya rasa heran
atau kagum pada manusia. Misalnya Plato mengatakan ; mata kita memberikan
6
pengamatan bintang-bintang, matahari dan langit. Pengamatan ini memberikan
dorongan untuk menyelidiki. Dari penyelidikan inilah berasal filsafat.
2. Kesangsian
Filsuf-filsuf seperti Augustinus (254 - 430 sm) dan Rene Descartes (1596 – 1650 m)
berpendapat bahwa kesangsian itu merupakan sumber utama pemikiran atau
penyelidikan. Pada saat manusia melihat atau berhadapan dengan sesuatu yang baru,
maka akan timbul rasa heran dengan keragu-raguan atau rasa sangsi. Rene Descartes
sangat terkenal dengan ucapan yang dia katakan; ‘cogito ergo sum’ yang berarti ‘saya
berpikir maka saya ada’. Akan tetapi yang dimaksudkan Descartes dengan berpikir
adalah ‘menyadari’. Jika saya sangsikan, maka saya menyadari bahwa saya sangsikan.
Manusia heran, tetapi ia kemudian ragu-ragu; apakah ia tidak ditipu oleh panca
inderanya kalau ia heran? Apakah yang kita lihat itu benar sebagaimana adanya? Sikap
ragu-ragu atau menyangsikan merupakan awal timbulnya dorongan untuk menemukan
agar keragu-raguan dan kesangsian dapat terjawab.
3. Kesadaran akan keterbatasan
Manusia mulai berfisafat jika ia menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah
terutama bila dibandingkan dengan alam sekelilingnya. Manusia merasa bahwa ia
sangat terbatas dan terikat terutama pada waktu mengalami penderitaan atau
kegagalan. Dengan kesadaran akan keterbatasan dirinya manusia mulai berfilsafat. Ia
mulai memikirkan bahwa di luar dirinya yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak
terbatas. Manusia menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi dan yang ada pasti ada
penyebabnya, dan dengan demikian mulailah ia berpikir abstrak, dan akhirnya
menemukan bahwa ada penyebab yang tidak disebabkan apa-apa. Itulah yang disebut
dengan Causa Prima, Pencipta yang menjadikan segala sesuatu dari yang tidak ada
menjadi ada (Edward dan Yusnadi, 2015:6-7).
E. Peranan Filsafat
Filsafat memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Filsafat
telah memerankan tiga peran utama dalam sejarah pemikiran manusia. Ketiga peran
tersebut adalah pendobrak, pembebas, dan pembimbing.
1. Pendobrak
7
Berabad-abad lamanya intelektual manusia terkurung dalam tradisi dan kebiasaan.
Manusia terlena dalam alam mistik yang penuh dengan hal-hal yang serba rahasia.
Yang terungkap melalui berbagai mitos dan mite. Pikiran manusia terbuai dengan
hanya menerima begitu saja segala penuturan dongeng takhayul tanpa mempersoalkan
lebih lanjut. Pada umumnya orang beranggapan bahwa segala dongeng dan takhayul
merupakan bagian yang hakiki dari warisan tradisi nenek moyang, sedang tradisi itu
diterima besar dan tidak dapat diganggu gugat, maka dongeng dan takhayul itu pasti
benar dan tidak boleh diganggu gugat. Orang Yunani yang dikatakan memiliki suatu
rasionalitas yang luar biasa, pernah percaya kepada dongeng dan takhayul. Keadaan
ini berlangsung cukup lama.
Kehadiran filsafat telah mendobrak pintu dan tembok tradisi yang begitu sacral dan
selama itu tidak boleh tidak diterima. Pendobrakan itu memiliki waktu yang cukup
lama atau panjang namun telah membuahkan hasil yang mencengankan, yakni terjadi
perubahan dalam pandangan dan sikap manusia tentang sesuatu.
2. Pembebas
Kehadiran pendapat bukan hanya sekedar pintu palang yang mempertahankan tradisi
dan kebiasaan yang penuh dengan berbagai mitos dan mite itu, melainkan juga
merenggut manusia keluar dari dalam kungkungan tersebut. Filsafat membebaskan
manusia dari belenggu cara berpikir yang mistis dan mite dari ketidaktahuan dan
kebodohannya. Filsafat telah, sedang, dan akan terus berupaya membebaskan manusia
dari kekurangan dan kemiskinan pengetahuan yang menyebabkan manusia menjadi
picik dan dangkal. Filsafat membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak teratur
dan tidak jernih, cara berpikir tidak kritis yang memuat manusia mudah menerima
berbagai kebenaran semu yang menyesatkan. Jelasnya dapat diketahui bahwa, filsafat
membebaskan manusia dari segala jenis ‘penjara’ yang hendak mempesempit ruang
gerak akal budi manusia.
3. Pembimbing
Filsafat berperan sebagai pembimbing terhadap keluarnya manusia dari kurungan yang
membelenggu manusia yang hendak mempersempit ruang gerak akal budinya.
Filsafat membimbing manusia dari cara berpikir yang:
1. mistis dan mite dengan membimbing manusia untuk berpikir secara rasional.
8
2. picik dan dangkal dengan membimbing manusia untuk berpikir secara luas dan
mendalam, yakni berpikir secara universal sambil berupaya mencapai ‘radix’ dan
menemukan esensi suatu permasalahan.
3. tidak teratur dan tidak jernih dengan membimbing manusia untuk berpikir secara
sistematis dan logis.
4. utuh dan begitu fragmentaris dengan membimbing manusia untuk berpikir secara
integral dan koheren.
2.2.Pengertian Filsafat Pendidikan
A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik
baik potensi fisik, potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan
dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan
universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan.
organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.
B. Pengertian Filsafat Pendidikan
Berfikir merupakan subjek dari filsafat pendidkan akan tetapi tidak semua berfikir
berarti berfilsafat. Subjek filsafat pendidikan adalah seseorang yang berfikir/ memikirkan
hakekat sesuatu dengan sungguh dan mendalam tentang bagaimanan memperbaiki
pendidikan.
Filsafat pendidikan adalah studi, hakikat, dan isi yang ideal dari pendidikan. Peran
filsafat dalam dunia pendidikan ialah memberi kerangka acuan bidang filsafat pendikan,
guna mewujudkan cita-cita pendidikan yang diharapkan oleh suatu masyarakat dan bangsa.
Filsafat pendidikan dapat didefinisikan sebagai teori yang mendasari alam pikiran
pendidikan atau suatu kegiatan pendidikan.
Landasan filsafat menalaah sesautu secara radikal, menyeluruh, dan konseptual
tentang religi dan etika yang bertumpu pada penalaran. Oleh karena itu antara filsafat
dengan pendidikan sangat erat kaitannya, dimana filsafat mencoba merumuskan citra
tentang manusia dan masyarkaat sedangkan pendidikan berusahan mewujudkan citra
tersebut.
Beberapa hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan, yaitu:
9
1. Filsafat mempuyai objek lebih luas, sifatnya universal. Sedangkan filsafat
pendidikan objeknya terbatas dalam dunia filsafat pendidikan saja.
2. Filsafat hendak memberikan pengetahuan/ pendidikan atau pemahaman yang lebih
mendalam dan menunjukkan sebab-akibat.
3. Filsafat memberikan sintesis kepada filsafat pendidikan yang khusus,
mempersatukan dan mengkoordinasikannya.
4. Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan filsafat pendidikan tetapi sudut
pandangannya berlainan.
C. Macam-Macam Filsafat Pendidikan
1. Progressivisme
Progressivisme berasal dari kata progresip yang diserap dari kosakata Bahasa Inggris
progressive yang mendapat akhiran isme. Progress dalam bahasa Inggris bermakna
kemajuan atau maju, sedangkan progressive artinya orang yang progresip. Dalam
bahasa sepakbola, progresip artinya bergerak cepat. Sehingga progressivisme adalah
faham tentang bergerak cepat, berkenaan dengan pemikiran, tindakan, antisipasi atau
yang lainnya. Sedangkan Menurut Zuhairini, Progressivisme dapat diartikan sebagai
pandangan hidup yang bersifat fleksibel, toleran, curious, dan open-minded. Fleksibel
artinya tidak kaku, lentur, dan tidak rumit. Curious artinya ingin tahu, aneh,, dan heran.
Sedangkan open-mind artinya berpandangan terbuka, tanpa prasangka. Jadi
progressivisme adalah suatu faham yang ia bebas, terbuka, tidak tertutup, tidak terikat
dengan apapun. Sehingga progressivisme sebagai aliran dalam filsafat pendidikan
adalah sebagai aliran yang pemikirannya bebas, tidak terikat oleh apapun, terbuka,
tidak tertutup.
2. Esensialisme
Esensialisme berasal dari kosakata Bahasa Inggris essentials yang artinya hal-hal yang
perlu, barang-barang yang perlu, dan sifat-sifat dasar yang mendapat akhiran isme,
Sehingga esensialisme dapat diartikan faham/aliran yang memiliki karakteristik
mendasar, yang perlu, mengenai hakikatnya sebagai manusia. Bahwasannya yang
dimaksud dengan sifat mendasar manusia adalah fitrah manusia itu sendiri. Secara
fitrah, manusia adalah lemah dan terbatas, ia tidak mengetahui hakikat dirinya dan
alam sekitarnya yang ia tidak bisa menjangkaunya dengan akal, sehingga ia
membutuhkan informasi dari yang Maha Tahu.
10
Esensialisme dalam konteks pendidikan adalah aliran/faham pemikiran dalam bidang
pendidikan yang terikat dengan aturan-aturan, tidak memberikan sepenuhnya kepada
akal manusia untuk mencari pengetahuan. Aliran ini adalah lawan dari progressivisme
karena esensialisme tidak memberikan dasar berpijak mengenai pendidikan yang penuh
fleksibilitas, dimana serba terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan
dengan doktrin tertentu, sehingga mudah goyah dan kurang terarah, sehingga aliran ini
memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan
dan tahan lama, sehingga memberikan arah yang jelas.
3. Perennialisme
Perennialisme berasal dari kosakata Bahasa Inggris perennial yang artinya tumbuh-
tumbuhan abadi, kekal, dan bertahun-tahun yang mendapat akhiran -isme. Menurut
Zuhairini, perenialisme adalah kepercayaan filsafat yang berpegang pada nilai-nilai dan
norma-norma yang bersifat kekal abadi, dan pendidikan yang berpijak pada aliran ini
berperan untuk mengembalikan keadaan manusia zaman modern sekarang ini kepada
kebudayaan lama karena krisis kehidupan umat sekarang telah tidak bercermin pada
kesuksesan zaman dahulu.
Dari penjelasan di atas dapat dikembangkan bahwa aliran ini melihat ada yang salah
pada cara berpikir masyarakat terhadap kehidupan sekarang ini. Ada yang salah pada
pendidikan zaman sekarang sehingga menghasilkan orang-orang yang justru
menyebabkan berbagi problem kehidupan. Aliran ini memandang penyebabnya adalah
karena telah meninggalkan cara berpikir orang-orang dulu. Sehingga mereka hendak
menjadikan penddikan ini seperti masa-masa Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquinas
yang memiliki tujuan pendidikan untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri
manusia.
4. Rekonstruksionalisme
Rekonstruksionalisme sebagaimana aliran-aliran sebelumnya juga berasal dari kosakata
bahasa Inggris construction yang artinya pembangunan, bangunan, dan tafsiran yang
mendapat imbuhan re dan isme. Re berarti kembali, isme adalah faham. Jadi
rekonstruksionalisme adalah sebuah faham yang bertujuan untuk membangun kembali
sesuatu yang menjadi topik bahasannya. Sedangkan dalam konteks pendidikan, aliran
ini bertjuan hendak membina suatu konsensus yang paling luas dan paling mungkin
tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia, dengan merombak
11
kembali tata susunan pendidikan lama dengan tata susunan pendidikan yang sama
sekali baru.
Aliran ini memiliki kesamaan dengan perenialisme dalam hal yang melatarbelakangi
munculnya teori tentang pendidikan. Berbagai kerusakan yang terjadi dalam sendi
kehidupan mengharuskan adanya perubahan total terhadap pendidikan. Perubahan yang
dimaksud dengan merujuk pada pengertian rekonstruksionalisme di atas adalah
perubahan hingga ke akar-akarnya. Perubahan yang dikehendaki adalah berubah sama
sekali baru.
5. Eksistensialisme
Eksistensialisme berasal dari kosakata Bahasa Inggris exist yang artinya ada dan hidup
yang mendapat imbuhan isme. Dari pengertian secara bahasa dapat diartikan bahwa
eksistensialisme adalah aliran yang berpandangan bahwa sesuatu diakui karena
keberadaannya, sehingga hal-hal yang tidak ada faktanya tidak diakui keberadannya.
Dalam konteks pendidikan, aliran ini tidak menjadikan sejarah sebagai disiplin ilmu,
Karena para pengusung aliran ini mengatakan sejarah bersifat spekulatif dan faktanya
tidak bisa diketahui langsung. Aliran ini tidak banyak dibicrakan di dalam filsafat
pendidikan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik
baik potensi fisik, potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan
dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Subjek filsafat pendidikan adalah seseorang
12
yang berfikir/ memikirkan hakekat sesuatu dengan sungguh dan mendalam tentang
bagaimanan memperbaiki pendidikan.
Ada beberapa macam aliran filsafat pendidikan yaitu, Eksistensialisme,
Rekonstruk-sionalisme, Perennialisme, Esensialisme, dan Progressivisme.
3.2 Saran
Dengan pemahaman mengenai pengertian dan tujuan filsafat terutama filsafat
pendidikan, sebaiknya para pendidik terlebih lagi calon pendidik semakin berusaha keras
untuk berfilsafat demi memajukan pendidikan nasional Indonesia menuju tercapainya cita-
cita pendidikan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Purba, E., dan Yusnadi, (2015), Filsafat Pendidikan, Unimed Press, Medan.
Simamora B., dan Nababan R., (2011), Filsafat Pancasila, Unimed Press, Medan.
Sumedi, P., (2012), Filsafat Pendidikan, artikel perkuliahan, UPI Press, Bandung.
Surajiyo, (2005), Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, PT Bumi Aksara, Jakarta.
13
14