Isi Makalah

download Isi Makalah

of 34

Transcript of Isi Makalah

RISET PEMASARAN

RISET PEMASARAN31

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangPembahasan mengenai riset pemasaran tak akan jauh dari penelaahan karakteristik konsumen dan pasar yang akan dimasuki. Salah satu yang menarik untuk diperhatikan adalahriset pemasaran mengenai pengaruh gaya hidup terhadap keputusan konsumen dalam memilih minimarket alfamart di Tangerang. perubahan perilaku konsumendalam berbelanja dari ritel tradisional ke ritel modern ( minimarket ) (studi fenomenologis pada ibu rumah tangga di kota Tangerang ). Bagaimana perilaku mereka dalam memutuskan pembelian sebuah produk? Apa saja faktor yang mempengaruhi keputusan tersebut?Tentu saja kegunaan utama dari riset pasar ini adalah untuk membaca sejauh mana sebuah produk akan diterima oleh masyarakat. Memang, hasil dari sebuah riset tidak sepenuhnya benar. Bisa jadi sebuah produk yang awalnya dinilai tidak laku di pasaran, malah menjadi produk yang laku keras. Dan sebaliknya, sebuah produk yang awalnya dianggap akan laku keras di pasar, malah sama sekali tidak laku atau mendapat sambutan minim dari masyarakat.Walaupun begitu kenyataannya, setidaknya riset pasar dapat digunakan sebagai acuan dalam mengeluarkan suatu produk. Tanpa riset pasar, tentu akan sangat mustahil untuk mengetahui keinginan dari masyarakat tentang produk apa yang mereka inginkan dan bagaimana produk tersebut bisa memenuhi keinginan dari masyarakat luas selaku konsumen. Berbicara mengenai perilaku konsumen, pada akhirnya akan sampai pada bagaimana implikasinya terhadap langkah-langkah strategi pemasaran. Dengan perkataan lain, mempelajari perilaku konsumen bertujuan untuk mengetahui dan memahami berbagai aspek yang ada pada konsumen, yang akan digunakan dalam menyusun strategi pemasaran yang berhasil.Dalam perkembangan konsep pemasaran mutakhir, konsumen ditempatkan sebagai sentral perhatian. Para praktisi maupun akademisi berusaha mengkaji aspek-aspek konsumen dalam rangka mengembangkan strategi pemasaran yang diharapkan mampu meraih pangsa pasar yang tersedia. Setidaknya ada dua alasan mengapa perilaku konsumen perlu dipelajari:Pertama, Konsumen sebagai titik sentral perhatian pemasaran. Misalnya saja ketika pemasar sebagian kecil saja dari suatu populasi, dan dengan karakteristik yang khusus, maka upaya-upaya pemasaran produk bisa diarahkan dan difokuskan pada kelompok tersebut.Kedua, perkembangan perdagangan pasa saat ini menunjukkan bahwa lebih banyak produk yang ditawarkan daripada permintaan. Kelebihan penawaran ini menyebabkan banyak produk yang tidak terjual atau tidak dikonsumsi oleh konsumen. Kelebihan penawawan tersebut bisa disebabkan oleh faktor seperti kualitas barang tidak layak, tidak memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen, atau mungkin juga karena konsumen tidak mengetahui keberadaan produk tersebut. Selain dua alasan diatas, mempelajari perilaku konsumen dan proses konsumsi yang dilakukan oleh konsumen memberikan beberapa mamfaat. Mowen (1995) mengemukakan mamfaat yang bisa diperoleh sebagai berikut:1. Membantu para manajer dalam pengambilan keputusan.2. Memberikan pengetahuan kepada para peneliti pemasaran dengan dasar pengetahuan analisis konsumen.3. Membantu legislator dan regulator dalam menciptakan hukum dan peraturan yang berkaitan dengan pembelian dan penjualan barang dan jasa.4. Membantu konsumen dalam pembuatan keputusan pembelian yang lebih baik.Perilaku konsumen dalam memilih dan membeli tidak lepas dari produk yang akan dibeli. Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan.Secara konseptual, produk adalah pemahaman subjektif dari produsen atas sesuatu untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompotensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar. Selain itu produk dapat pula didefenisikan sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil produksinya.Ritel Modern (Minimarket) mulai beroperasi di Indonesia sejak tahun 1988 dan sampai sekarang perkembangan pangsa pasarnya selalu meningkat setiap tahunnya. Sebaliknya pangsa pasar ritel tradisional semakin menurun setiap tahun (Maruf, 2005). Sampai kini persaingan antar-ritel berlangsung tajam dan ditandai dengan munculnya kecenderungan beralihnya selera belanja konsumen dari ritel tradisional ke minimarket yang meningkat (Maruf, 2005). Dari sudut pandang konsumen, maraknya perkembangan bisnis ritel yang didukung oleh jaringan pemodal kuat sangat menguntungkan, tetapi ritel tradisional dan kecil diduga akan kalah jika dibiarkan bebas bersaing dengan minimarket. Hal tersebut menjadi ironis sekali bagi ritel tradisional, karena keberadaannya menjadi salah satu motor penggerak perekonomian rakyat, tetapi potensinya cenderung menurun (Tadjudin Noersaid, dalam Harian Kompas, 24 Januari 2006).

Riset pemasaran tentang gaya hidup konsumen telah memberikan gambaran bahwa perilaku konsumen sangat kompleks dan faktor-faktor yang berperan dalam perilaku sangat banyak dan bahkan mengalami perubahan seiring dengan dinamika masyarakat. Survai yang dilakukan oleh MarkPlus & Co (2005) di 14 kota besar di Indonesia menyatakan bahwa para ibu ternyata menjadi pengambil keputusan dominan untuk pembelian beragam produk kebutuhan rumah tangga, sedangkan hasil survai Nielsen Media Research (2003) di sepuluh kota besar di Indonesia menunjukkan bahwa mayoritas wanita adalah ibu rumah tangga dan konsumen wanita memang memiliki peranan yang sangat strategis (Majalah CAKRAM edisi Mei 2004 : 9). Hasil penelitian menunjukkan; (1) perubahan konsumen dalam berbelanja dari ritel tradisional ke ritel modern (minimarket) disebabkan karena minimarket mampu menciptakan daya tarik konsumen melalui penerapan strategi bauran ritel (produk, harga, lokasi, promosi, personil, bukti fisik dan proses layanan) dan mempengaruhi perilaku konsumen untuk memutuskan belanja di minimarket; (2) konsumen yang membeli di minimarket mendapat manfaat yang lebih besar dari pada membeli di ritel tradisional. Manfaat tersebut meliputi waktu yang lebih efisien, harga yang lebih murah, status dan perasaan yang lebih meningkat; dan (3) purnapembelian di minimarket, konsumen merasakan puas dan ada inisiatif untuk membeli ulang di minimarket dengan potensi yang besar. Oleh karena itu, masalahnya adalah bagaimana model perilaku konsumen minimarket dikonstruksi oleh faktor-faktor yang kompleks dan berperan menjadi penyebab timbulnya perilaku konsumen (ibu rumah tangga) untuk memutuskan pembelian ke minimarket?B. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang tersebut, maka masalahnya akan dirumuskan secara terperinci untuk mempermudah dalam merumuskakn tujuan penulisan yang hendak dicapai. Adapun rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Keputusan Konsumen Dalam Memilih Minimarket Afamart di Tangerang2. Pengaruh Faktor Internal dan Faktor Eksternal Terhadap Keputusan Pembelian di Minimarket.C. Tujuan Penulisan Makalah

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai Tugas Kelompok Mata Kuliah Riset Pemasaran dan juga merupakan sebagai bahan bacaan yang bermanfaat khususnya yang berhubungan dengan riset pemasaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan .D. Metode Penulisan

Dalam menyusun makalah ini penyusun menggunakan metode study literatur yaitu dengan cara mengumpulkan, menganalisis bukti-bukti tertentu untuk memperoleh fakta dan kesimpulan yang kuat. Dimana pengumpulan data diperoleh dari berbagai macam sumber sebagai bahan untuk dijadikan suatu makalah.BAB IIPEMBAHASANA. Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Keputusan Konsumen Dalam Memilih Minimarket Afamart di TangerangFaktor perkembangan di era globalisasi dan informasi saat ini mendorong gaya hidup masyarakat yang berdampak pada perubahan struktur pasar konsumen. Perubahan gaya hidup, pergeseran kebutuhan konsumen, tentu tidak bisa dibendung sejalan dengan kenaikan daya beli mereka, yang disertai ketersediaan barang dan jasa yang dibutuhkan. Konsumen saat ini hidup dengan berbagai macam kebutuhan dan produsen akan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam upaya untuk memenangkan pasar, produsen dituntut untuk memahami perilaku konsumen. Salah satu faktor yang banyak mempengaruhi perilaku konsumen saat ini adalah gaya hidup. Gaya hidup merupakan salah satu indikator dari faktor pribadi yang turut berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Jika diartikan, gaya hidup merupakan pola hidup di dunia yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat seseorang.

Gaya hidup menggambarkan seseorang secara keseluruhan yang berinteraksi dengan lingkungan. Gaya hidup juga mencerminkan sesuatu di balik kelas sosial seseorang dan menggambarkan bagaimana mereka menghabiskan waktu dan uangnya. Gaya hidup pada prinsipnya adalah pola seseorang dalam mengelola waktu dan uangnya. Kotler&Keller (2009:175) mengemukakan bahwa sebagian gaya hidup terbentuk oleh keterbatasan uang atau keterbatasan waktu. Perusahaan yang bertujuan melayani konsumen dengan keuangan terbatas akan menciptakan produk dan jasa murah. Konsumen yang mengalami keterbatasan waktu cenderung multitugas (multitasking), melakukan dua atau lebih pekerjaan pada waktu yang sama. Mereka juga membayar orang lain untuk mengerjakan tugas karena waktu lebih penting dari pada uang. Perusahaan yang melayani mereka akan menciptakan produk dan jasa yang nyaman bagi kelompok ini. Gaya hidup mempengaruhi perilaku seseorang yang pada akhirnya menentukan pola konsumsi seseorang. Menurut Kotler dan Keller (2008:224) gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang terungkap pada aktivitas, minat, dan opininya.

Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya. Para pemasar mencari hubungan antara produk mereka dengan kelompok gaya hidup. Contohnya, perusahaan penghasil komputer mungkin mendapatkan bahwa sebagian besar pembeli komputer berorientasi pada pencapaian prestasi. Dengan demikian, para pemasar dapat lebih jelas mengarahkan mereknya ke gaya hidup orang yang berprestasi. Para pemasar selalu menyingkapkan tren baru dalam gaya hidup konsumen.

Peter&Olson (2000:142) mengemukakan bahwa gaya hidup diukur dengan bertanya pada konsumen tentang kegiatan mereka (pekerjaan, hobi, liburan), minat (keluarga, pekerjaan, komunitas), dan opini (tentang isu sosial, isu politik, bisnis). Menurut Kasali (1998), para peneliti pasar yang menganut pendekatan gaya hidup cenderung mengklasifikasikan konsumen berdasarkan variabel-variabel AIO, yaitu aktifitas, interest/minat, dan opini. Aktivitas meminta kepada konsumen untuk mengidentifikasikan apa yang mereka lakukan, apa yang mereka beli, dan bagaimana mereka menghabiskan waktu mereka. Dengan adanya aktivitas konsumen, perusahaan dapat mengetahui kegiatan apa saja yang dapat dilakukan oleh pasar sasarannya, sehingga mempermudah perusahaan untuk menciptakan strategi-strategi dari informasi yang didapatkan tersebut.

Aktivitas konsumen dapat diukur melalui indikator pekerjaan, hobi, dan liburan. Minat memfokuskan pada preferensi dan prioritas konsumen. Minat merupakan faktor pribadi konsumen dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Setiap perusahaan dituntut untuk selalu memahami minat dan hasrat para pelanggannya. Dengan memahami minat pelanggannya, dapat memudahkan perusahaan untuk menciptakan ide-ide guna mempengaruhi proses pembelian para pasar sasarannya. Indikator minat adalah keluarga, pekerjaan, dan komunitas. Opini merupakan pendapat dari setiap konsumen yang berasal dari pribadi mereka sendiri. Indikator opini adalah isu social, isu politik, dan bisnis. Isu politik dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Konsumen dalam negara yang sama biasanya memiliki lingkungan politik yang sama pula, tetapi lingkungan politik juga dapat mempengaruhi peluang bisnis perusahaan pada tingkat lokal maupun internasional.

Beberapa perusahaan bisnis telah menjadi sangat sukses dengan mempelajari lingkungan politik dan menyusun strategi yang memanfaatkan peluang yang terkait dengan perubahan dimensi politik. Gaya hidup berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Perilaku konsumen dibagi menjadi dua, yaitu perilaku pembelian dan perilaku konsumsi.Keduanya dipengaruhi oleh gaya hidup dan juga faktor-faktor yang mendukung gaya hidup. Pada perilaku konsumen pembelian, gaya hidup akan mempengaruhi bagaimana konsumen melakukan pembelian, kapan konsumen melakukan pembelian, dimana konsumen melakukan pembelian, apa yang dibeli oleh konsumen, dan dengan siapa konsumen melakukan pembelian.

Pada perilaku konsumsi, gaya hidup mempengaruhi dimana konsumsi dilakukan, bagaimana konsumsi dilakukan, kapan konsumsi dilakukan, dan apakah yang dikonsumsi. Tentunya hal-hal yang dilakukan oleh konsumen tersebut adalah hal-hal yang menunjang, mendukung, maupun meningkatkan konsep diri dan gaya hidup yang mereka punyai, sehingga dari perilaku konsumsi maupun pembeliannya, seseorang dapat dinilai seperti apakah pola hidup yang dijalankan dan konsep diri macam apa yang dimiliki. Masyarakat mulai beradaptasi dan mengikuti pola konsumsi di negara-negara maju. Kehidupan modern telah mendidik orang tak sekedar berusaha memenuhi kebutuhan, tetapi juga berusaha memenuhi gejolak keinginan. Banyak orang yang membeli suatu barang yang bukan kebutuhannya, melainkan hanya untuk memenuhi keinginan membeli produk tersebut. Sebagian besar orang rela mengeluarkan uang lebih banyak hanya untuk berbelanja di tempat yang memberikan prestige bagi mereka. Orang-orang mudah terpengaruh dengan kepintaran produsen dalam menarik minat konsumen melalui iklan yang sangat menarik. Orang-orang meniru gaya hidup selebriti yang glamour.Banyak orang biasa yang mengikuti gaya selebriti, baik dari segi busana, cara berpenampilan, bahkan cara selebriti berbicara. Manusia modern terus berusaha memenuhi kebutuhan yang tiada habisnya. Manusia modern memiliki hasrat yang terus berpacu mengejar citra, prestige, dan status sosial. Tentunya hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi pengusaha untuk memenuhi keinginan konsumen. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang maju dan berkembang pesat khususnya di kota-kota besar, telah terjadi perubahan di berbagai sektor, termasuk di bidang industri dan produksi serta pada kegiatan eceran di Indonesia yang telah berkembang menjadi usaha yang berskala besar.Perkembangan bisnis eceran yang pesat ini tidak lepas dari faktor meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan juga meningkatnya jumlah pendapatan perkapita penduduk Indonesia yang menyebabkan taraf hidup masyarakat Indonesia semakin meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan pendapatan per kapita Indonesia akhir tahun ini mencapai US$ 3.500-3.600, lebih tinggi dari tahun lalu US$ 3.005. Perkiraan itu didasarkan pada kinerja pertumbuhan ekonomi yang konsisten saat ini. Pada triwulan II-2011, pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 2,9% dibandingkan triwulan sebelumnya, sedangkan dibandingkan triwulan sama 2010 tumbuh 6,5%.

Hal ini membawa dampak kepada pola perilaku belanja seseorang, dimana semakin meningkatnya taraf hidup seseorang maka tuntutan akan tempat berbelanja yang nyaman dan dapat menyediakan segala kebutuhan konsumen dalam satu lokasi semakin dibutuhkan. Minimarket di Indonesia menjadi pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini disebabkan minimarket lebih dekat dengan masyarakat luas, sehingga tak mengherankan pertumbuhan gerai-gerai minimarket di berbagai daerah di Indonesia melonjak tajam. Tahun ini saja pertumbuhan minimarket diperkirakan akan sangat pesat. Menurut Direktur Eksekutif Nielsen Teguh Yunanto di acara jumpa pers di kantor Nielsen Selasa, 14 Maret 2011, minimarket meningkat sekitar 42% di tahun 2011 dibanding dengan 2010. Pertumbuhan yang terjadi pada minimarket justru berlawanan dengan kondisi hipermarket dan supermarket yang justru mengalami penurunan, misalnya turun 3% dari tahun 2009. Teguh menambahkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki karakter menyukai waktu belanja yang tidak lama. Dari perilaku ini, pilihan minimarket sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sangatlah tepat. Di hipermarket atau supermarket lebih banyak penawaran, jadi waktu untuk berbelanja juga banyak. Berdasarkan data Nielsen menyebutkan bahwa total minimarket pada tahun 2005 hanya mencapai 6.465 outlet, tahun 2006 bertambah menjadi 7.356 outlet, tahun 2007 sebanyak 8.889 outlet atau 0,5 % dari toko tradisional yang mencapai 1,9 juta toko. Sedangkan hingga Desember 2009 The Nielsen mencatat jumlah outlet Alfamart mencapai 3373 outlet naik dari tahun sebelumnya 2779 outlet. Untuk Alfamidi plus Alfa Express mencapai 141 outlet naik dari tahun sebelumnya 60 outlet. Alfamart dan Indomaret memiliki gerai yang tersebar di seluruh pelosok kecamatan di pulau Jawa. Konsumen lebih diuntungkan dengan adanya persaingan ketat di antara keduanya, karena dengan persaingan tersebut otomatis akan memicu perang harga, perang diskon, bahkan perang layanan akan terjadi. Semakin meningkatnya persaingan antar pusat perbelanjaan juga didukung dengan perubahan gaya hidup konsumen dan telah terjadi pergeseran dalam budaya berbelanja dimana transaksi jual beli yang biasa terjadi di pasar tradisional kini beralih ke pasar modern dikarenakan konsumen sekarang dengan daya beli yang meningkat membutuhkan kenyamanan dalam berbelanja. Jika dibandingkan dengan warung kelontong biasa, jelas ada perbedaan. Di antaranya adalah jenis barang dagangan yang lebih lengkap dan varian yang cukup banyak, sehingga konsumen mudah mendapatkan barang kebutuhan sehari hari. Berikutnya adalah kemudahan akses menjangkau lokasi minimarket. Biasanya minimarket terletak di jalan utama yang dilalui oleh kendaraan umum, angkot, taksi, dan lainnya. Jarak yang relatif dekat akan menghemat biaya transportasi. Kemudahan lainnya adalah pengelompokan jenis barang, sehingga akan memudahkan konsumen mencari dan memilih barang yang diinginkan, termasuk cara pembayaran, dikarenakan minimarket biasanya sudah dilengkapi dengan mesin debit dan kartu kredit, dimana pelanggan tidak harus membawa uang dalam bentuk cash apabila ingin berbelanja. Minimarket biasanya dilengkapi dengan pendingin ruangan yang memberikan kenyamanan pada saat pelanggan berbelanja. Desain dan tata letak yang artistik akan menarik pelanggan berbelanja. Di samping beberapa hal tersebut, biasanya untuk menarik minat berbelanja akan dibuat promo, paket belanja diskon, undian, dan lain-lain. Jika dibandingkan dengan toko tradisional, investasi untuk pembukaan minimarket lebih banyak. Minimal untuk ruko seluas 100 meter persegi diperkirakan akan menyerap dana sekitar 300 juta-an. Dikarenakan investasi tersebut adalah termasuk renovasi ruko, barang dagangan awal, komputerisasi, rak gondola/etalase, izin usaha, dan lain-lain. Tetapi jika menilik kepada prospek yang masih terbuka luas serta pencapaian target penjualan yang baik, usaha ini akan balik modal sekitar 2 tahun. Investasi yg cukup menjanjikan. Peluang usaha di bidang retail ini masih terbuka luas dengan melihat letak geografis Indonesia, kepadatan penduduk, pembangunan infrastruktur yang terus digalakkan pemerintah, kondisi ekonomi Indonesia yang terus membaik, serta tren perubahan pola berbelanja masyarakat yang kini menginginkan tempat berbelanja yang murah, lengkap, dan nyaman.

Dalam hitungan tahun, minimarket telah menyebar ke berbagai daerah seiring dengan perubahan orientasi konsumen dalam pola berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari. Dulu konsumen hanya mengejar harga murah, sekarang tidak hanya itu saja tetapi kenyamanan berbelanja pun menjadi daya tarik tersendiri. Bisnis minimarket melalui jejaring waralaba alias franchise berkembang biak sampai pelosok kota kecamatan kecil. Khususnya minimarket dengan brand Alfamart. Alfamart adalah merek milik perusahaan patungan antara Alfa Group dan PT. HM Sampoerna, Tbk. Dari sekian banyaknya minimarket di Indonesia, Alfamart untuk kelima kalinya dinobatkan sebagai minimarket terbaik versi Indonesia Best Brand Award (IBBA) Majalah SWAsembada. Gelar Platinum Brand 2012 kategori minimarket pun kembali disandangnya setelah hasil survei IBBA mencatat Alfamart di urutan teratas dalam kategori minimarket. Sebagai informasi, survei tahunan yang dilakukan oleh MARS Research Specialist tersebut tahun ini melibatkan lebih dari 5.000 responden yang tersebar di tujuh kota besar di Indonesia. Yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar dan Banjarmasin. Dalam hasil survei yang dirilis, rata-rata brand value yang diraih Alfamart berada di urutan pertama untuk ritel sejenis baik dari kategori minimarket, supermarket maupun hipermarket dan berhak menyabet Golden Brand 2012 karena telah lima kali berturut-turut berada di posisi teratas.

Terkait dengan dunia social media, Alfamart sebagai salah satu minimarket terkemuka di Indonesia juga tidak mau ketinggalan untuk menjadi netizen. Bahkan dengan dua fasilitas social media yakni facebook dan twitter, Alfamart telah memiliki lebih dari 120.000 netizen yakni 102.491 merupakan penggemar Alfamart di facebook (Alfamart Sahabat Indonesia) dan 20.012 netizen merupakan follower twitter Alfamart (@alfamartku). Bahkan untuk beberapa judul aktivitas Alfamart yang di-publish di social media mampu menembus trending topic baik Indonesia trending topic ataupun worldwide trending topic. Alfamart memahami betul bahwa social media memegang peranan cukup penting di dalam perkembangan Alfamart. Oleh karena itu, Alfamart akan terus mengembangkan hal tersebut dengan terus berkomitmen melakukan engagement, memberikan informasi yang bermanfaat, melakukan kontes dan promosi serta memperluas jaringan netizen. Atas segala prestasi dan perannya dalam masyarakat, Alfamart menerima berbagai penghargaan dari intitusi-institusi dengan reputasi terpercaya, di antaranya adalah: Top Brand Award Superbrands Indonesia Awards, Indonesias, Service Quality Award, Best Brand Award , Indonesias Most Admire Company , dan CSR Awards Alfamart juga berhasil mencapai Store Equity Index tertinggi berdasarkan Nielsen Research selama 5 tahun berturut-turut. Itulah alasan penyusun memilih minimarket Alfamart sebagai obyek riset pemasaran. Saat ini Alfamart merupakan salah satu yang terdepan dalam usaha ritel, dengan melayani lebih dari 2,1 juta pelanggan setiap harinya di hampir 6.000 gerai yang tersebar di Indonesia. Alfamart menyediakan barang-barang kebutuhan pokok dengan harga yang terjangkau, tempat belanja yang nyaman, serta lokasi yang mudah dijangkau. Didukung lebih dari 60.000 karyawan menjadikan Alfamart sebagai salah satu pembuka lapangan kerja terbesar di Indonesia. Perubahan gaya hidup konsumen dimana saat ini mengedepankan kenyamanan, kepraktisan, prestise, dan lokasi dalam berbelanja yang didukung dengan naiknya daya beli masyarakat telah mendorong munculnya banyak sekali minimarket dengan mereknya masing-masing, misalnya Indomaret, Alfamart, Yomart, dan lain-lain. Penyusun merasa bahwa diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh gaya hidup terhadap keputusan konsumen dalam memilih minimarket sebagai tempat berbelanja. Di antara sekian banyak minimarket tersebut penyusun memilih minimarket terbaik sebagai obyek penelitian, yaitu Alfamart yang telah lima kali berturut-turut dinobatkan sebagai peraih Indonesia Best Brand Award. Lokasi riset pemasaran berada di Alfamart, Jl. MH. Thamrin no. 9 Cikokol, Kota Tangerang dengan mempertimbangkan padatnya kendaraan yang berlalu-lalang serta letak Alfamart tersebut yang berada di daerah padat penduduk.Perilaku konsumen yang tidak dapat secara langsung dikendalikan oleh perusahaan perlu dicari informasinya semaksimal mungkin. Banyak pengertian perilaku konsumen yang dikemukakan oleh pada ahli, salah satunya yang didefenisikan oleh Angel dan kawan-kawan (1994) yang mengatakan bahwa perilaku konsumen sebagai suatu tindakan yang langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi serta menghabiskan produk barang dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan penyusuli tindakan tersebut.

B. Pengaruh Faktor Internal dan Faktor Eksternal Terhadap Keputusan Pembelian di Minimarket.Faktor utama yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen dapat dibedakan atas faktor eksternal dan faktor internal konsumen/pembeli (Kotler, 1997; Mowen dan Michael Minor, 2002). Faktor-faktor eksternal, terdiri atas rangsangan pemasaran dan rangsangan lain (makro). Rangsangan pemasaran yang dimaksud adalah bauran pemasaran, yang terdiri; produk, harga, tempat dan promosi. Jika terjadi pada usaha jasa, rangsangan pemasaran tidak hanya produk, harga, tempat dan promosi, tetapi ditambah dengan variabel personil, bukti fisik dan proses layanan. Sedangkan rangsangan lain yang mempengaruhi proses keputusan pembeli meliputi; ekonomi, teknologi, politik dan budaya. Faktor eksternal tersebut pada akhirnya membentuk kapasitas internal konsumen dalam wujud; budaya, sosial, kepribadian dan psikologis dan hal tersebut pada gilirannya mempengaruhi persepsi, motivasi, sikap, belajar dan kepribadian serta konsep diri konsumen. Akibat faktor eksternal dan faktor internal terjadilah proses pengambilan keputusan pembelian konsumen terhadap produk dengan karakteristik tertentu.

Konsep kepercayaan, sikap dan perilaku mempunyai hubungan yang erat dan merupakan uraian studi hubungan tentang pembentukan sikap konsumen (Mowen dan Michael Minor. 2002). Kepercayaan konsumen adalah semua pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat konsumen tentang obyek, atribut dan manfaatnya. Obyek, dapat berupa produk, orang, perusahaan dan segala sesuatu di mana seseorang memiliki kepercayaan dan sikap. Atribut adalah karakteristik atau fitur yang mungkin dimiliki atau tidak dimiliki oleh obyek. Manfaat adalah hasil positif yang diberikan atribut produk kepada konsumen. Sikap adalah sebagai afeksi atau perasaan untuk atau terhadap sebuah rangsangan.

Istilah sikap dan kepercayaan terhadap obyek dibedakan. Kepercayaan merupakan pengetahuan kognitif tentang sebuah obyek, sedangkan sikap merupakan tanggapan perasaan (afektif) terhadap obyek. Perilaku konsumen terdiri dari semua tindakan konsumen untuk memperoleh, menggunakan, dan membuang barang dan jasa. Definisi tersebut terdiri beberapa perilaku, yakni; membeli produk, memberikan informasi tentang produk kepada orang lain dari mulut ke mulut, membuang produk, dan mengumpulkan informasi sebelum melakukan pembelian.

Kepercayaan, sikap dan perilaku terbentuk dengan dua cara berbeda. Pertama, formasi langsung, di mana kepercayaan, sikap dan perilaku diciptakan tanpa terjadi keadaan lain sebelumnya. Artinya, perilaku terjadi tanpa pembentukan kepercayaan dan sikap konsumen terlebih dahulu terhadap obyek, di mana perilaku diarahkan. Kedua, apabila pembentukan sebuah keadaan (misal; kepercayaan) menimbulkan penciptaan keadaan lainnya (misal; sikap), maka pembentukan sikap secara tidak langsung terjadi. Faktor-faktor yang membentuk konsep perilaku konsumen tersebut seharusnya digunakan oleh peneliti, jika memerlukan pemahaman terhadap perilaku konsumen. Bahkan, analisis konsumen yang realistis hendaknya juga menganalisis proses-proses yang tidak dapat atau sulit diamati yang menyertai setiap pembelian, di mana hal tersebut merupakan cermin perilaku rasional konsumen (Kotler, 1997).

Perilaku konsumen dalam menanggapi bisnis ritel, dari ritel tradisional ke ritel modern mulai terjadi pergeseran, terutama dalam perilaku berbelanja. Perubahan perilaku tersebut seiring dengan berdirinya ritel modern (minimarket) di Indonesia sejak tahun 1988 dan sampai sekarang perkembangannya sangat pesat. Tren bisnis ritel yang cerah di Indonesia menarik minat pelaku bisnis ritel internasional Carrefour dan merealisirnya dengan cara mengakuisisi salah satu ritel domestik Alfa yang skalanya besar dan jaringannya luas dan kuat. Akibat maraknya bisnis ritel, implikasinya adalah persaingan antar-ritel berlangsung tajam dan ditandai dengan munculnya kecenderungan beralihnya selera belanja konsumen ke minimarket yang meningkat (Maruf, 2005). Akibat perubahan perilaku berbelanja tersebut menyebabkan pangsa pasar ritel tradisional semakin menurun setiap tahunnya (Maruf, 2005).

Dari sudut pandang konsumen, maraknya perkembangan bisnis ritel yang didukung oleh jaringan pemodal kuat sangat menguntungkan, tetapi ritel tradisional dan kecil bisa diduga akan kalah jika dibiarkan bebas bersaing dengan minimarket. Hal tersebut menjadi ironis sekali bagi ritel tradisional, karena keberadaannya menjadi salah satu motor penggerak perekonomian rakyat, tetapi potensinya cenderung menurun (Tadjudin Noersaid, dalam Harian Kompas, 24 Januari 2006).

Sebagai usaha jasa, fungsi bisnis ritel adalah memfasilitasi para pembeli melalui layanan pelanggan, personal selling, layanan transaksi berupa cara pembayaran yang mudah, layanan penjualan kredit, dan fasilitas lainnya, seperti; toilet, tempat mengganti pakaian bayi, food court, telepon umum dan sarana parkir (Maruf, 2005). Fungsi bisnis ritel bersama-sama bauran pemasaran ritel lainnya mempunyai fungsi memenuhi kebutuhan pembeli dalam berbelanja. Meskipun barang merupakan yang berwujud, tetapi aspek layanan ritel modern membuat berbeda rasa dibandingkan dengan ritel tradisional. Oleh karena itu, pelayanan menjadi salah satu unsur dalam suatu momen berbelanja seseorang atau suatu keluarga.

Terkait dengan usaha ritel, mengelola variabel yang mempengaruhi permintaan jasa ritel sangat penting-dalam rangka menuju kesuksesan melayani pasar yang pada umumnya didominasi oleh para ibu rumah tangga. Faktor-faktor yang menjadi kunci sukses jasa ritel meliputi: memperbaharui jasa yang ditawarkan, melokalisasi sistem point of service, menyelenggarakan kontrak layanan sebagai pengurang hambatan larinya konsumen. Contohnya: program smart shopping, menjadi anggota (member) dalam rangka memberikan fasilitas dan layanan (Lupiyoadi, 2001).

Keseluruhan kegiatan ritel pada akhirnya akan bermuara pada nilai atau kepuasan konsumen/pelanggan. Kepuasan merupakan tingkat perasaan, di mana seseorang menyatakan hasil perbandingan antara kinerja jasa yang diterima dengan yang diharapkan. Melayani konsumen dengan kepuasan yang tinggi merupakan harapan setiap ritel dalam rangka menjamin keberlangsungan bisnis. Faktor utama dalam menentukan kepuasan pelanggan, terdiri dari lima hal, yakni: kualitas produk, kualitas pelayanan, emosional, harga dan biaya (Lupiyoadi, 2001).

Konsekuensi tingkat kepuasan yang diterima pelanggan akan berpengaruh pada pola perilakunya. Menurut Suhartanto (2001), kepuasan pelanggan merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi perilaku konsumen, baik konsumen yang ada maupun konsumen potensial. Apabila pelanggan puas, maka besar kemungkinan akan berkata positif tentang jasa, membayar dengan harga tinggi, menjadi pelanggan setia, dan cenderung akan memberikan referensi kepada orang lain. Sebaliknya jika tidak puas, pelanggan akan berkata negatif tentang jasa, pindah ke perusahaan lain, dan komplain, yang pada akhirnya merusak citra perusahaan.

Tren perubahan bisnis ritel mengakibatkan perubahan perilaku konsumen. Konsekuensi perubahan tersebut harus bisa diantisipasi oleh pebisnis ritel maupun pengampu kebijakan publik. Untuk mengantisipasinya diperlukan pemahaman perilaku konsumen dalam berbelanja dan perubahannya secara komprehensif. Pengetahuan perilaku konsumen dapat membantu manajer untuk membuat strategi dan kebijakan sesuai bisnisnya, seperti; mendesain bauran pemasaran, mensegmen pasar, memposisikan dan mendeferensiasi produk, meningkatkan kualitas layanan serta mengembangkan studi riset pasar. Sedangkan bagi pengampu kebijakan publik dapat membantu pengembangan kebijakan publik, misalnya; pengembangan hukum dan peraturan yang mempengaruhi konsumen di dunia bisnis. Dengan demikian, tujuan harapan ideal bahwa pebisnis ritel tidak hanya dikuasai oleh ritel modern saja, tetapi ritel tradisional tetap jalan, sehingga keberadaan para pebisnis ritel bisa beriringan untuk menunjang perekonomian. Persoalannya, sejauh mana potret perilaku konsumen serta perubahannya dalam menanggapi keberadaan ritel, baik tradisional maupun yang modern dipahami oleh pebisnis ritel maupun pihak lainnya, sehingga informasi yang lengkap dapat menunjang pengambilan keputusan ?.

Hasil penelitian International Mass Retailing Association menyatakan bahwa peritel yang mengetahui tata letak yang paling baik, yang tidak menaruh barang di lorong jalan/gang, yang mempunyai perilaku karyawan yang baik, paling bersih, dan tampilan di dalamnya rapi dan menarik merupakan pilihan konsumen (Berman dan Evans dalam Maruf, 2005). Sedangkan AC Nielsen sebagai perusahaan penelitian memperoleh temuan bahwa alasan konsumen Inggris dalam memilih ritel dipengaruhi oleh kemanfaatan uang untuk belanja, lokasi nyaman, kemudahan parkir, harga rendah, banyak pilihan, gerai yang bersih dan tertata, mutu label, sayur dan buah (produk) yang bermutu, promosi di toko dan staf yang siap membantu (McGoldrick, 2002).Zulganef (2002) menemukan, bahwa bukti/lingkungan fisik (physical evidence) merupakan atribut yang paling menentukan frekuensi seseorang mengkonsumsi jasa. Menurut Irawan, B (2006), bauran pemasaran ritel (supermarket) yang terdiri atas variabel barang dagangan (merchandise), harga, promosi, fasilitas fisik, pelayanan dan personalia, signifikan memberi kontribusi terhadap kepuasan pelanggan, sedangkan variabel lokasi tidak signifikan. Megawati dan Adi Prasodjo (2008) menyatakan bahwa kualitas jasa yang terdiri variabel keandalan, daya tanggap, keyakinan, empati dan bukti fisik minimarket berpengaruh terhadap pengambilan keputusan pembelian.

Penelitian Suhartanto (2004) tentang pengaruh service quality perception terhadap purchase intentions dengan consumer satisfaction sebagai variabel moderating pada bisnis ritel didapatkan hasil bahwa; (1) service quality perception tidak berpengaruh terhadap purchase intentions, (2) variabel kepuasan tidak memoderasi pengaruh antara service quality perception terhadap purchase intentions, dan (3) variabel kepuasan merupakan variabel independen yang mempengaruhi terhadap purchase intentions. Hasil penelitian tersebut menunjukkan hasil yang berbeda dengan model yang dikemukakan Taylor dan Baker (1994) yang menyatakan bahwa variabel kepuasan memoderasi hubungan antara variabel service quality perception dan variabel purchase intentions (Suhartanto, 2004).

Keseluruhan kegiatan perusahaan pada akhirnya akan bermuara pada nilai atau kepuasan konsumen/pelanggan. Kepuasan merupakan tingkat perasaan, dimana seseorang menyatakan hasil perbandingan antara kinerja jasa yang diterima dengan yang diharapkan. Melayani pelanggan dengan kepuasan yang tinggi merupakan harapan setiap perusahaan dalam rangka menjamin keberadaan perusahaan. Faktor utama dalam menentukan kepuasan pelanggan (Lupiyoadi, 2001), terdiri dari lima, yakni : kualitas produk, kualitas pelayanan, emosional, harga dan biaya.

Konsekuensi tingkat kepuasan yang diterima pelanggan akan berpengaruh pada pola perilakunya. Menurut Suhartanto (2001), kepuasan pelanggan merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi perilaku konsumen, baik konsumen yang ada maupun konsumen potensial. Apabila pelanggan puas, maka besar kemungkinan akan berkata positif tentang jasa, membayar dengan harga tinggi, menjadi pelanggan setia, dan cenderung akan memberikan referensi kepada orang lain. Sebaliknya jika tidak puas, pelanggan akan berkata negatif tentang jasa, pindah ke perusahaan lain, dan komplain, yang pada akhirnya merusak citra perusahaan.

Mengukur tingkat kepuasan pelanggan, mengetahui faktor yang dominan dalam membangun kepuasan pelanggan, kemudian memperbaikinya merupakan tugas perusahaan dalam rangka untuk meminimalisir pelanggan yang tidak puas. Pencapaian kepuasan pelanggan melalui kualitas jasa, dapat ditingkatkan dengan beberapa pendekatan : (1) memperkecil kesenjangan yang terjadi antara pihak manajemen dan pelanggan. Hal ini bisa diatasi dengan cara menerapkan hasil penelitian persepsi konsumen terhadap pelayanan dan/atau pelaksanaan pelayanan yang dilakukan pegawai; (2) membangun komitmen pegawai untuk menciptakan perbaikan pelayanan, dengan melalui; perbaikan pola pikir, kemampuan, pengetahuan dan perilaku; (3) menerima keluhan pelanggan; dan (4) mengembangkan dan menerapkan; pemasaran bertanggungjawab, pemasaran proaktif, dan pemasaran partnership.

Untuk menunjang pendekatan tersebut diperlukan sistem informasi yang baik, antara lain mengadakan penelitian atau mendengarkan konsumen, baik konsumen eksternal, internal, maupun konsumen dari perusahaan pesaing. Di dalam mengembangkan sistem informasi, terdapat lima acuan, yakni : (1) pengukuran harapan pelayanan; (2) penekanan pada kualitas informasi; (3) menghimpun suara konsumen; (4) menyelaraskan kinerja pelayanan dengan kinerja bisnis; dan (5) menjangkau setiap pegawai.

Disinilah letak pentingnya perusahaan untuk membangun basis data pelanggan/konsumen, dalam rangka pengayaan informasi dan perencanaan pemasaran serta implementasi kualitas jasa. Salah satu bentuk untuk membangun basis data tersebut dapat diatasi dengan cara evaluasi maupun penelitian terhadap konsumen. Dengan penerapan konsep tersebut diharapkan ada peningkatan kualitas jasa dan pelayanannya, sehingga memberikan pengaruh positif bagi perusahaan dan pelanggan.

Di samping kepuasaan konsumen, membangun citra sangat diperlukan bagi setiap pebisnis. Pemilikan citra yang baik merupakan faktor penting bagi keberhasilan bisnis ritel. Pemilikan citra yang baik dapat mempengaruhi perilaku publik maupun konsumen, karena citra dibentuk dari pengalaman konsumen dalam berhubungan, baik langsung maupun tidak langsung terhadap bisnis ritel. Oleh karena itu menyediakan kualitas barang, pelayanan yang memadai dan aktivitas pemasaran lainnya serta dapat mengkomunikasikan kepada khalayak sasaran secara baik, pada gilirannya akan dapat membangun citra perusahaan.

Untuk dapat mewujudkan semua itu bukanlah sesuatu yang muda, akan tetapi harus memperhatikan perilaku konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli suatu produk yang ditawarkan oleh perusahaan.

Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Untuk barang berharga jual rendah proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi proses pengambilan keputusan dilakukan dengan dengan pertimbangan yang matang.Pengetahuan tentang produk, harga, promosi dan distribusi merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan mendorong seorang konsumen untuk membeli barang yang ditawarkan. Kebutuhan pengetahuan terhadap faktor-faktor bauran pemasaran juga semakin diakui oleh para pengusaha dalam menentukan keputusan beli suatu merek.

Terdapat 5 faktor internal yang relevan terhadap proses pembuatan keputusan pembelian:1. Motivasi (motivation) merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri manusia untuk mencapai tujuan tertentu.2. Persepsi (perception) merupakan hasil pemaknaan seseorang terhadap stimulus atau kejadian yang diterimanya berdasarkan informasi dan pengalamannya terhadap rangsangan tersebut.3. Pembentukan sikap (attitude formation) merupakan penilaian yang ada dalam diri seseorang yang mencerminkan sikap suka/tidak suka seseorang akan suatu hal.4. Integrasi (integration) merupakan kesatuan antara sikap dan tindakan. Integrasi merupakan respon atas sikap yang diambil. Perasaan suka akan mendorong seseorang untuk membeli dan perasaan tidak suka akan membulatkan tekad seseorang untuk tidak membeli produk tersebut.5. Pembelajaran (learning) merupakan proses belajar yang dilakukan seseorang setelah membeli produk tersebut dengan melihat apakah produk tersebut memiliki kegunaan dan akan dijadikan sebagai alternatif dalam pembelian selanjutnya.

Sebelum dan sesudah melakukan pembelian, seorang konsumen akan melakukan sejumlah proses yang mendasari pengambilan keputusan, yakni:a) Pengenalan masalah. Konsumen akan membeli suatu produk sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Tanpa adanya pengenalan masalah yang muncul, konsumen tidak dapat menentukan produk yang akan dibeli.b) Pencarianinformasi. Setelah memahami masalah yang ada, konsumen akan termotivasi untuk mencari informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada melalui pencarian informasi. Proses pencarian informasi dapat berasal dari dalam memori (internal) dan berdasarkan pengalaman orang lain (eksternal). Informasi yang biasa dicari adalah tentang harga, tempat membeli yang lebih murah ,dllc) Keputusan Pembelian. Setelah konsumen mengevaluasi beberapa alternatif strategis yang ada, konsumen akan membuat keputusan pembelian. Kadang waktu yang dibutuhkan antara membuat keputusan pembelian dengan menciptakan pembelian yang aktual tidak sama dikarenakan adanya hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan.d) Evaluasi pasca pembelian. Merupakan proses evaluasi yang dilakukan konsumen tidak hanya berakhir pada tahap pembuatan keputusan pembelian. Setelah membeli produk tersebut, konsumen akan melakukan evaluasi apakah produk tersebut sesuai dengan harapannya. Dalam hal ini, terjadi kepuasan dan ketidakpuasan konsumen. Konsumen akan puas jika produk tersebut sesuai dengan harapannya dan selanjutnya akan meningkatkan permintaan akan merek produk tersebut di masa depan. Sebaliknya, konsumen akan merasa tidak puas jika produk tersebut tidak sesuai dengan harapannya dan hal ini akan menurunkan permintaan konsumen di masa depan.

Beberapa ahli berpendapat, pembelian konsumen selalu diawali oleh perasaan. Perubahan kondisi pasar seperti dijelaskan di atas menimbulkan kecenderungan baru dalam pertimbangan para pembelian, konsumen lebih menekankan pada aspek-aspek afektif dan hedonis (Erna dalam Poiesz,1993). Akibatnya sering terjadi konsumen melakukan pembelian bukan karena kebutuhan namun karena emosi. Ahli-ahli ekonomi Smith, dkk (Erna, 2008) berpendapat bahwa semua tindakan ekonomi manusia merupakan tindakan yang rasional, tindakan yang didasarkan pada kepentingan pribadi. Namun sering dijumpai perilaku-perilaku konsumen yang sulit untuk dipahami secara rasional.

Studi-studi tentang perilaku konsumen telah memberikan gambaran bahwa perilaku konsumen bisa terbentuk secara langsung maupun tidak langsung, yakni melalui proses pembentukan kepercayaan dan sikap. Perilaku konsumen sangat kompleks dan faktor-faktor yang berperan dalam perilaku sangat banyak dan bahkan mengalami perubahan seiring dengan dinamika masyarakat atau perubahan lingkungan. Pemahaman perilaku konsumen ritel secara komprehensif belum ada, karena penelitian-penelitian yang telah dilakukan hanya mengkaji sebatas bidang tertentu atau tidak mengkaji faktor-faktor yang membentuk perilaku konsumen secara utuh. Penelitian yang akan dilakukan mengkaji secara komprehensif terhadap perilaku konsumen, sehingga kemanfaatannya lebih baik. Faktor-faktor yang dapat mengkonstruksi model perilaku konsumen minimarket dianalisis secara utuh, sehingga deskripsi sebab akibat perilaku konsumen dalam berbelanja di ritel modern (minimarket) menjadi jelas.Terdapat dua factor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu factor sosial budaya yang terdiri atas kebudayaan, budaya khusus, kelas sosial, kelompok sosial dan referensi serta keluarga. Faktor lain adalah factor psikologis yang terdiri atas motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan dan sikap.1. BudayaBudaya yang ada dalam sekelompok masyarakat merupakan seperangkat aturan dan cara-cara hidup. Dengan adanya aturan dan cara-cara hidup, anggota dituntut untuk menjalani kehidupan yang serasi. Masyarakat diperkenalkan pada adanya baik-buruk, benar-salah dan adanya harapan-harapan hidup. Dengan aturan seperti itu orang akan mempunyai pijakan bersikap dan bertindak.Budaya adalah dinamis. Budaya secara berkelanjutan berevolusi, meramu gagasan-gagasan lama dengan kemasan baru dan seterusnya. Suatu area budaya terdiri atas area-area fungsional sebagai berikut:a. Ekologi merupakan system beradaptasi pada habitat/lingkungan. Ekologi ini dibentuk oleh teknologi yang digunakan untuk memperoleh dan mendistribusikan sumber daya. Sebagai contoh Negara Jepang sangat ahli dalam mencanangkan produk yang efesien karena mereka dihadapkan pada luas wilayah yang sempit.b. Struktur Sosial Merupakan wilayah yang berfungsi sebagai penjaga ketertiban kehidupan sosial. Struktur sosial ini meliputi kelompok politik domestic yang dominan dalam budaya.\c. Ideology Merupakan karakteristik mental dari orang-orang dalam suatu masyarakat dan cara-cara mereka berhubungan dengan lingkungan dan kelompok sosial lainnya. Fungsi ideologi ini berkisar pada bagaimana anggota masyarakat memiliki pandangan yang umum pada dunia, seperti bagaimana prinsip-prinsip moral, etos kerja dan prinsip-prinsip estetik.2. Pengaruh KeluargaPengaruh keluarga sangat berperan penting dalam pengambilan keputusan dalam pembelian produk untuk kebutuhan keluarga. Kebutuhan keluarga didasarkan pada umur dan jenis kelamin anggota kelompok dalam keluarga. Dengan pertimbangan ini perlu memperhatikan siapa-siapa yang menjadi pengambilan keputusan dalam membeli keperluan rumaha tangga. Pengambil keputusan ini akan mempengaruhi:a. Iklan Ciri-ciri pembuatan keputusan keluarga mempengaruhi isi pesan iklan. Jika istri atau suami dalam pembuatan keputusan, pesan iklan harus diarahkan untuk memenuhi kelompok dominan tersebut. Masalah strategi yang lebih sulit muncul ketika keputusan dibuat bersama. Apakah seharusnya iklan diarahkan kepada suami atau istri, atau seharusnya satu iklan didesain untuk menarik kedua-duanya.b. Media - Pemilihan media seharusnya didasarkan pada siapa yang lebih terlibat dalam pengambilan keputusan. Jika misalnya istri lebih dominant dalam pengambilan keputusan, yang berarti dia lebih terlibat daripada suami, maka media untuk menampilkan iklan juga harus media yang berorientasi pada perempuan dewasa.c. Pengembangan Produk Persoalan yang muncul dalam masalah pengembangan produk adalah apakah produk yang dikembangkan hanya untuk satu anggota keluarga saja atau justru meliputi seluruh keluarga. Dalam pengembangan produk, terutama yang berkaitan dengan produk untuk anak-anak, seharusnya desain produk, terutama yang berkaitan dengan produk tidak berdasarkan pada selera si anak, (anak tidak/belum mempunyai pilihan yang tepat dan biasanya pengaruh ibu lebih besar) tetapi mendasarkan pada perspektif dan selera ibu.d. Penetapan Harga Strategi harga mungkin juga dipengaruhi oleh identifikasi pembuat keputusan. Artinya, harga yang ditentukan untuk suatu produk, harus mempertimbangkan tanggapan pengambil keputusan pembelian. Suami biasanya menentukan berapa jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk mobil, sedangkan istri lebih banyak menentukan dalam pembelian peralatan rumah tangga. Dengan demikian, pemasar dalam menetukan harga mobil atau harga peralatan rumah tangga harus memperhatikan tingkat sensivitas suami atau istri.e. Distribusi Sifat-sifat pembuatan keputusan keluarga mungkin juga mempengaruhi strategi distribusi. Jika keputusan dibuat secara bersama, toko-toko membutuhkan jam buka lebih lama untuk mengakomodasi suami atau istri. Orientasi produk untuk masing-masing anggota keluarga, membutuhkan peralatan display yang terpisah.3. Persepsi KonsumenCitra adalah realitas, oleh karena itu jika komunikasi pasar tidak cocok dengan realitas, secara normal realitas akan menang. Periklanan (secara lebih luas komunikasi) yang tidak didasarkan pada realitas hanya akan menciptakan harapan yang lebih tinggi daripada kenyataan yang dirasakan. Akibatnya ketidakpuasan akan muncul dan akhirnya konsumen mempunyai persepsi yang buruk terhadap citra organisasi. Yang penting disadari bahwa citra itu ada dalam realitas. Citra bukan apa yang dikomunikasikan, jika citra yang dikomunikasikan tidak sesuai dengan realitas. Ketika tidak ada konsistensi antara kinerja nyata dan citra yang dikomunikasikan, realitas akan menang. Komunikasi organisasi yang dirasakan tidak percaya, akan merusak citra bahwa mungkin lebih parah lagi. Jika terdapat masalah citra, manajemen harus menganalisis sifat-sifat masalah secara keseluruhan sebelum melakukan tindakan. Masalah komunikasi seharusnya diperbaiki dengan memperbaiki komunikasi. Bagaimanapun jika terdapat masalah yang nyata, misalnya jika citra yang buruk disebabkan kinerja yang jelek, citra hanya dapat diperbaiki dengan tidakan internal, yang bertujuan memperbaiki kinerja.4. Faktor PsikologisPilihan pembelian seseorang dipengaruhi oleh empat factor psikologis utama, yaitu:a. Motivasi Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu tertentu. Beberapa kebutuhan bersifat biogenis; kebutuhan tersebut muncul dari tekanan biologis seperti lapar, haus, tidak nyaman. Kebutuhan yang lain bersifat psikogenis; kebutuhan itu muncul dari tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan, atau rasa keanggotaan kelompok. Kebutuhan akan menjadi motif jika ia didorong hingga mencapai level intensitas yang memadai. Motif adalah kebutuhan yang memadai untuk mendorong seseorang bertindak.b. Persepsi Persepsi adalah proses yang digunakan individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasikan masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Seseorang mungkin menganggap wiraniaga yang berbicara dengan cepat sebagai orang yang agresif dan tidak tulus, yang lain mungkin menganggap orang yang sama sebagai orang yang pintar dan suka membantu.c. Pembelajaran Pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Sebagian besar perilaku manusia adalah hasil dari belajar. Ahli teori pembelajaran yakin bahwa pembelajran dihasilkan melalui perpaduan kerja antara pendorong, rangsangan, isyarat bertindak, tanggapan dan penguatan.d. Keyakinan dan Sikap Keyakinan (belief) adalah gambaran pemikiran yang dianut seseorang tentang gambaran sesuatu. Keyakinan orang tentang produk atau merek mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Para pemasar sangat tertarik pada keyakinan yang ada di dalam pikiran orang tentang produk dan merek mereka. Keyakinan merek ada dalam memori konsumen.5. Kepribadian dan gaya hidupUsaha untuk membeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Karaktristik tersebut meliputi usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri pembeli.a. Usia dan tahap siklus hidup orang membeli barang dan jasa yang berbeda-beda sepanjang hidupnya. Mereka makan makanan bayi selama tahun-tahun awal hidupnya, beragam makanan selama tahun-tahun pertumbuhan dan kedewasaan, serta diet khusus selama tahun-tahun berikutnya. Selera orang terhadap pakaian, perabot, dan rekreasi juga berhubungan dengan usia.b. Pekerjaan dan ekonomi Pekerjaan seseorang mempengaruhi pola konsumsinya. Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok pekerjaan yang memiliki minat di atas rata-rata atas produk dan jasa mereka.c. Gaya Hidup adalah pola hidup seseorang didunia yang terungkap pada aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya. Para pemasar mencari hubungan antara produk mereka dan kelompok gaya hidup.BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanKebutuhan konsumen akan jenis produk dan layanan akan berubah dari waktu ke waktu. Konsumen pada umumnya merasa tidak puas dan ingin mendapatkan produk dan layanan lebih dari apa yang selama ini mereka dapatkan. Jika mereka merasa tidak puas maka mudah sekali bagi mereka untuk mengalihkan pemakaian produk atau layanan yang dapat memenuhi kebutuhan dan memuaskan keinginan mereka.

Ritel Modern (Minimarket) mulai beroperasi di Indonesia sejak tahun 1988 dan sampai sekarang perkembangan pangsa pasarnya selalu meningkat setiap tahunnya. Sebaliknya pangsa pasar ritel tradisional semakin menurun setiap tahun sampai kini persaingan antar ritel berlangsung tajam dan ditandai dengan munculnya kecenderungan beralihnya selera belanja konsumen dari ritel tradisional ke minimarket yang meningkat dari sudut pandang konsumen, maraknya perkembangan bisnis ritel yang didukung oleh jaringan pemodal kuat sangat menguntungkan, tetapi ritel tradisional dan kecil diduga akan kalah jika dibiarkan bebas bersaing dengan minimarket. Hal tersebut menjadi ironis sekali bagi ritel tradisional, karena keberadaannya menjadi salah satu motor penggerak perekonomian rakyat, tetapi potensinya cenderung menurun (Tadjudin Noersaid, dalam Harian Kompas, 24 Januari 2006).

Pertumbuhan minimarket sangat pesat di wilayah Jawa sampai akhir tahun 2011 jumlah minimarket sebanyak 5950 minimarket. Jakarta yang merupakan ibu kota Indonesia terdapat 475 outlet minimarket hingga akhir tahun 2009. Sedangkan pada tahun 2010 jumlah outlet bertambah menjadi 525 outlet minimarket sehingga usaha minimarket yang berdekatan dengan kota Tangerang mengalami persaingan yang kompetetif. Perkembangan minimarket di Tangerang di pengaruhi beberapa faktor internal yang berupa gaya hidup modern yang menuntut konsumen untuk memenuhi kebutuhan yang serba instan. Konsumen menginginkan semua kebutuhannya terpenuhi dalam satu tempat dan dalam waktu yang singkat. (www.surabayapost.co.id, Mei 2012). Para wanita lebih memilih belanja di supermarket karena faktor eksternal berupa banyaknya diskon yang ditawarkan selain itu disebabkan kerena faktor gaya hidup yang terpengaruhi oleh teman-teman mereka(www.detik.com, Januari 2013) Hasil penelitian oleh Prasodjo, Adi dan Ika Barokah (2010) menyimpulkan (1) perubahan konsumen dalam berbelanja dari ritel tradisional ke ritel modern (minimarket) disebabkan karena minimarket mampu menciptakan daya tarik konsumen melalui penerapan strategi bauran ritel (produk, harga, lokasi, promosi, personil, bukti fisik dan proses layanan) dan mempengaruhi perilaku konsumen untuk memutuskan belanja di minimarket; (2) konsumen yang membeli di minimarket mendapat manfaat yang lebih besar dari pada membeli di ritel tradisional. Manfaat tersebut meliputi waktu yang lebih efisien, harga yang lebih murah, status dan perasaan yang lebih meningkat; dan (3) purna pembelian di minimarket, konsumen merasakan puas dan ada inisiatif untuk membeli ulang di minimarket dengan potensi yang besar dan menjadi penyebab timbulnya perilaku konsumen untuk memutuskan pembelian ke minimarket. Hasil penelitian Wahyu Hidayah (2007) menyimpulkan tingkat pendapatan keluarga mempengaruhi keputusan pembelian di Minimarket Alfamart di Cikokol Tangerang. Lia Natalia (2008) menyimpulkan faktor persepsi yang mempengaruhi keputusan pembelian untuk berbelanja di Alfamart adalah lokasi, kelengkapan prodak, kualitas prodak, harga, pelayanan, kenyamanan berbelanja dan promosi. Minimarket Alpamart Cikokol Tangerang merupakan Minimarket yang melakukan bisnis eceran dengan berhubungan langsung dengan konsumen akhir yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan total konsumen, yaitu tempat belanja terpadu yang menjual barangbarang dari barang kebutuhan sehari-hari sampai dengan barang eksklusif serta menjual berbagai jenis barang dengan volume transaksi besar. Barang-barang tersebut beraneka ragam, dari barang kebutuhan dapur, perabot rumah tangga, perabot kamar mandi, kosmetik, aksesoris, pakaian, sepatu, tas sampai pada barang elektronik. Berdasarkan hasil survey langsung di Minimarket Alpamart Cikokol Tangerang dengan menemui konsumen yang membeli produk di minimarket tersebut rata-rata karena dekat dengan lokasi minimarket, barangnya lengkap. harga yang murah dan banyak potongan harganya, Ketika penyusun amati, ada situasi menarik di minimarket Alpamart Cikokol yang ada di Tangerang yaitu banyaknya pengunjung (konsumen) yang berbelanja di minimarket tersebut dari pada di bisnis ritel yang lainnya dan mendapatkan data bahwa rata-rata jumlah pembeli di Minimarket indomaret adalah 50-100 orang perhari sedangkan di Minimarket Cikokol Tangerang sekitar 100-200 orang perhari. Berdasar faktor eksternal pelanggan Minimarket Alpamart Cikokol Tangerang yang terdorong untuk membeli produk disana karena mereka merasakan layanan yang sangat memuaskan selain itu mereka lebih merasa nyaman belanja di Alpamart di banding pasar tradisional karena suasana pasar yang becek dan ramai. Sedangkan faktor internal konsumen yang berbelanja di Minimarket kerena letaknya yang strategis, lengkap dan praktis. Dua faktor utama yang mempengaruhi konsumen, yaitu faktor sosial budaya dan faktor psikologis. Perilaku konsumen sangat menentukan dalam proses pengambilam keputusan membeli yang tahapnya dimulai dari pengenalan masalah yaitu berupa desakan yang membangkitkan tindakan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhan.Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan konsumen setelah membandingkan dengan harapannya. Seorang pelanggan jika terasa puas dengan nilai yang diberikannya oleh produk atau jasa masa sangat besar kemungkinannya untuk menjadi pelanggan dalam waktu yang lama.Kepuasan dibagi menjadi dua, yaitu kepuasan fungsional dan kepuasan psikologika. Kepuasan fungsional merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi suatu produk yang dimamfaatkan sedangkan kepuasan psikologikal merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut yang bersifat tidak berwujud dari produk.B. SaranUpaya-upaya untuk mempertahankan pelanggan: Menyulitkan pelanggan untuk mengganti pemasok. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara agar tidak berdampak pada pelanggannya untuk berganti pemasok. Memberikan kepuasan yang tinggi. Dengan cara ini maka akan sulit bagi pesaing untuk masuk walaupun dengan harga yang lebih murah atau rangsangan lain.

DAFTAR PUSTAKAPeter, Paul, J..dkk. 2000. Consumer Behavior (Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran) Jilid 2. Jakarta : Erlangga

Kotler, Peter. 1995. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Jakarta : PT Indeks Kelompok Gramedia

Tjiptono, Fandy. 1997. Strategi Pemasaran. Yogyakarta : Andi

Umar, Husein. 2005. Riset Pemasaran & Perilaku Konsumen. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Sutisna, SE, M. 2001. Perilaku Konsumen & Komunikasi Pemasaran. Bandung : Rosdakarya

Gunawan, Joni. Jurnal. Pengaruh Psikologis, Sosial, dan Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Rumah Tangga dalam Membeli Produk Semen. Malang : Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya

Suranto. Jurnal. Penentuan Strategi Pemasaran Berdarkan Perilaku Konsumen. Surakarta : Lab. Statistika dan Penelitian Operasional Teknik Industri UMS.

Sutrisna, SE. ME. 2001. Perilaku Konsumen & Komunikasi Pemasaran. Hal 4-5

Fandy Tjiptono. 1997. Strategi Pemasaran. Hal 95

Dalam Riset Pemasaran & Perilaku Konsumen. Oleh Husein Umar. Hal 49-50.