Isi Makalah
Click here to load reader
-
Upload
noviani-wikiandy -
Category
Documents
-
view
137 -
download
3
Transcript of Isi Makalah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekotoksikologi terdiri dari dua kata yaitu ekologi dan toksikologi. Dimana ekologi
mempunyai arti sebagai ilmu komunikasi dan interaksi dengan dan terhadap lingkungan,
sedangkan toksikologi adalah kajian mengenai pengaruh-pengaruh bahan kimia yang
merugikan bagi organisme hidup.
Dalam toksikologi dikenal ada yang dinamakan toksik dan toksisitas atau pencemar
dan pencemaran. Pengertian dari pencemar adalah kontaminasi yang aktivitasnya
menyebabkan suatu lingkungan khususnya perairan menjadi tercemar. Sedangkan
pencemaran mempunyai pengertian masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat,
energi, dsb kedalan lingkunag (perairan) baik secra langsung maupun tidak langsung akibat
dari aktivitas manusia yang sehingga menyebabkan kulaitas lingkungan(perairan) tersebut
menjadi tidak sesuai dengan baku mutu peruntukanya.
Mengacu pada penegrtian pencemaran, pencemaran perairan dewasa ini khusunya di
indonesia telah tercemari oleh berbagai bahan toksik seperti loham berat, radio aktif, bahan
organi persisten dan juga hidrokarbon yang berasal dari indusstri. Dalam penjelasan atas
Undang-Undang nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan
bahwa arah pembangunan jangka panjang Indonesia adalah pembangunan ekonomi dengan
bertumpukan pada pembangunan industri yang diantaranya menggunakan berbagai jenis
bahan kimia dan zat radioaktif. Disamping menghasilkan produk yang bermanfaat bagi
masyarakat, industrialisasi juga menimbulkan ekses, antara lain dihasilkannya limbah yang
apabila dibuang kelingkungan seperti akan dapat mengancam lingkungan hidup itu sendiri,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Salah satu pencemaran oleh limbah
sering terjadi di laut baik sengaja maupun tidak sengaja.
Laut merupakan lahan yang kaya dengan sumber daya alam termasuk
keanekaragaman sumber daya hayati yang semuanya dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran
dan kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa 70 % permukaan bumi ditutup
oleh perairan atau lautan, dan lebih dari 90 % kehidupan biomassa planet bumi hidup di laut
(UNEP, 2004). Oleh karena itu lautan merupakan bagian penting bagi kelangsungan hidup
1
manusia, bayangkan jika lautan tersebut tercemar dan rusak akibat berbagai jenis polutan,
maka dapat dipastikan sebagian biomassa tersebut juga akan ikut tercemar.
Pencemaran yang diakibatkan oleh tumpahan minyak di laut, terutama dalam skala
besar, akan menimbulkan masalah lingkungan yang mengganggu ekosistem laut yang
berdampak negatif pada produksi perikanan serta mengurangi nilai estetika perairan pantai.
Gerakan dan penyebaran minyak di laut sangat dipengaruhi oleh angin dan arus laut
disamping sifat-sifat minyak itu sendiri. Dalam gerakannya mengikuti arus laut, konsentrasi
minyak akan mengalami pengurangan akibat proses kimiawi dan proses biologis.
Polusi dari tumpahan minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut yang selalu
menjadi fokus perhatian dari masyarakat sekitar pantai dan sangat signifikan merusak
kehidupan makhluk hidup di sekitar pantai tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh (Clark R.
B, 2003) Badan Dunia Grup of Expert on Scientific Aspect of Marine Pollution (GESAMP)
mencatat sekitar 6,44 juta ton per tahun masuk kandungan hidrokarbon ke dalam perairan laut
dunia. Polutan tersebut antara lain bersumber dari transfortasi laut laut sebesar 4, 63 juta
ton/tahun, instalasi pengeboran lepas pantai sebesar 0, 18 juta ton/tahun, dan sumber lain
termasuk industeri dan pemukiman sebesar 1,38 juta ton/tahun.
Untuk pencemaran oleh hidrokarbon khususnya tumpahan minyak akan kami bahasa
pada makalah ini, tentang dari mana sumbernya, bagai mana mekanisme masuk kedalam
perairan, seberapa besar tingkat pencermaranya, kemudian bagaimana cara penaggulanganna,
juga tentang regulasi yang ada mengenai perairan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini diharapkan kami dan teman-teman
mahasiswa lainya mampu memahimi lebih spesifik mengenai pencemaranakibat hidrokarbon
yang terjadi di perairanyang meliputi,
1. Darimana sumber pencemaran
2. Bagaimana mekanisme masuknya kedalam badan air
3. Seberapa parask toksisitas yang di timbulkan
4. Bagaimana cara penanggulanganannya
5. Dan regulasi apa yeng sudah ada
2
BAB II
TIJAUAN UMUM
Hidrokarbon adalah sebuah senyawa yang terdiri dari unsur atom karbon (C) dan
atom hidrogen(H). Seluruh hidrokarbon memiliki rantai karbon dan atom-atom hidrogen
yang berikatan dengan rantai tersebut.
Sebagai contoh, metana (gas rawa) adalah hidrokarbon dengan satu atom karbon dan
empat atom hidrogen: CH4. Etana adalah hidrokarbon (lebih terperinci, sebuah alkana) yang
terdiri dari dua atom karbon bersatu dengan sebuah ikatan tunggal, masing-masing mengikat
tiga atom karbon: C2H6. Propana memiliki tiga atom C (C3H8) dan seterusnya (CnH2·n+2).
Senyawa hidrokarbon senyawa ini merupakan senyawa karbon paling sederhana yang
terdiri dari atom karbon (C) dan atom hidrogen (H), sampai saat ini terdapat lebih kurang 2
juta senyawa hidrokarbon. Sifat senyawa-senyawa hidrokarbon ditentukan oleh struktur dan
jenis ikatan koevalen antar atom karbon, oleh karena itu untuk memudahkan mempelajari
senyawa hidrokarbon yang begitu banyak, para ahli melakukan penggolongan hidrokarbon
berdasarkan strukturnya, dan jenis ikatan kovalen antar atom karbon.
Berdasarkan bentuk rantai karbon, hidrokarbon digolongkan menjadi tiga, yakni :
Hidrokarbon alifatik
Alkana
Alkena
Alkuna
Hidrokarbon alisiklik
Hidrokarbon aroma
Berdasarkan jenis ikatan antar atom, yakni :
Hidrokarbon jenuh
Hidrokarbon tak jenuh
Dulu ilmu kimia karbon disebut kimia organik, karena senyawa-senyawanya dianggap
hanya dapat diperoleh dari tubuh makhluk hidup dan tidak dapat disintesis dalam pabrik.
Akan tetapi sejak Friedrich Wohler pada tahun 1928 berhasil mensintesis urea (suatu
3
senyawa yang terdapat dalam air seni) dari senyawa anorganik, amonium sianat dengan jalan
memanaskan amonium sianat tersebut.
Begitu keberhasilan Wohler diketahui, banyaklah sarjana lain yang mencoba
membuat senyawa karbon dari senyawa anorganik. Lambat laun teori tentang daya hidup
hilang dan orang hanya menggunakan kimia organik sebagai nama saja tanpa disesuaikan
dengan arti yang sesungguhnya. Sejaka saat itu banyak senyawa karbon berhasil disintesis
dan hingga sekarang lebih dari 2 juta senyawa karbon dikenal orang dan terus bertambah
setiap harinya.
Selain perbedaan jumlah yang sangat mencolok yang menyebabkan kimia karbon
dibicarakan secara tersendiri , karena memang terdapat perbedaan yang sangat besar antara
senyawa karbon dan senyawa anorganik seperti yang dituliskan berikut ini.
Senyawa karbon Senyawa anorganik
membentuk ikatan kovalen
dapat membentuk rantai karbon
non elektrolit
reaksi berlangsung lambat
titik didih dan titik lebur rendah
larut dalam pelarut organik
membentuk ikatan ion
tidak dapat membentuk rantai karbon
elektrolit
reaksi berlangsung cepat
titik didih dan titik lebur tinggi
larut dalam pelarut pengion
Senyawa hidrokarbon aromatik adalah senyawa yang memiliki cincin benzen yang
mempunyai enam atom karbon dengan satu atom hidrogen pada setiap karbon. Keadaan ini
menyebabkan satu elektron tersisa untuk membentuk ikatan ganda.
Senyawa ini sering disebut juga sebagai senyawa hidrokarbon aromatik karena
senyawa ini memiliki aroma yang khas dan harum. Senyawa ini termasuk senyawa yang tidak
jenuh. Ikatan ganda pada cincin benzen tidak hanya berada pada satu posisi saja, namun
selalu berpindah-pindah. Peristiwa ini sering dikenal dengan istilah resonansi. Keadaan inilah
yang menyebabkan senyawa aromatik sukar didegradasi dan lebih tahan terhadap beberapa
reaksi kimia (Wilbraham & Matta, 1992).
Senyawa aromatik mengandung berbagai senyawa aromatik lainnya seperti PAH
(Polycyclic Aromatic Hydrocarbon) yakni senyawa aromatik yang mengandung lebih dari
4
dua cincin benzen. PAH bersifat toksik. Kadar PAH yang relatif tinggi, ditemukan oleh
beberapa peneliti dalam sedimen yang lokasinya berdekatan dengan perkotaan (Marsaoli,
2004). Menurut Connel & Miller (1981), PAH dapat berasal dari air buangan, seperti
buangan rumah tangga dan industri, sampah, dan aliran buangan kota serta dari pembakaran
bahan bakar fosil. Menurut Clark & Macleod (1977), hidrokarbon alifatik dan aromatik
terdapat diseluruh estuary, daerah pantai, dan lingkungan samudera dengan kadar tertinggi di
daerah estuary dan habitat intertidal.
PAH yang larut pada konsentrasi 0,1-0,5 ppm dapat menyebabkan keracunan pada
makhluk hidup (Connel & Miller, 1981). Sedangkan PAH dalam kadar rendah dapat
menurunkan laju pertumbuhan, perkembangan makhluk yang hidup di perairan seperti ikan,
hewan berkulit keras dan moluska. Selain itu hidrokarbon minyak bumi yang terserap ke
dalam tubuh biota menimbulkan rasa yang menyengat dan memerlukan waktu tertentu untuk
dapat hilang (Neff, 1979 dalam Marsaoli, 2004).
Salah satu contoh senyawa PAH yang paling sederhana adalah naftalen yang hanya
memiliki dua cincin benzen dan paling mudah larut dibanding dengan senyawa PAH yang
lain (Goyal & Zylstra, 1997). Naftalen merupakan salah satu senyawa hidrokarbon aromatik
polisiklik (HAP) yang banyak dijumpai dalam minyak bumi, batu bara dan hasil alam
lainnya. Meskipun bukan senyawa xenobiotik, naftalen dapat menjadi persoalan yang serius
karena penggunannya yang luas dan penanganan yang tidak hati-hati. Naftalen diketahui
bersifat mutagenik. Naftalen diklasifikasikan sebagai bahan beracun dan berbahaya menurut
PPRI No. 18/1999 jo. PPM No. 85/1999. Kontaminasi lingkungan oleh naftalen berasal dari
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan industri perminyakan, produk-produk pestisida
dan warna (Sri, 2001).
5
Hidrokarbon merupakan segolongan senyawa yang banyak terdapat di alam sebagai
minyak bumi. Indonesia banyak menghasilkan minyak bumi yang mempunyai nilai ekonomi
tinggi, diolah menjadi bahan bakar motor, minyak pelumas, dan aspal.
Sebagai bahan pencemar, Hidrokarbon dapat berasal dari proses industri. Kegiatan
industri yang berpotensi menimbulkan cemaran dalam bentuk HC adalah industri plastik,
resin, pigmen, zat warna, pestisida dan pemrosesan karet. Diperkirakan emisi industri sebesar
10 % berupa HC.
Pencemaran yang terjadi di perairan salah satunya disebabkan oleh hidrokarbon
juga, dan biasanya banyak terjadi di perairan laut. Pencemaran hidrokarbon di perairan
kebanyakan berasal dari banyaknya bahan bakar yang tercecer akibat dari aktivitas
pencucian kapal serta aktivitas pengisian bahan bakar. Selain itu, terjadinya oil spill
atau tumpahan minyak akibat tenggelamnya kapal tanker juga menjadi salah satu penyebab
terjadinya pencemaran hidrokarbon di perairan seperti yang pernah terjadi pada kapal
Torrey Canyon (Mitchell, 1972).
Dampak yang ditimbulkan oleh adanya pencemaran hidrokarbon adalah matinya
organisme laut baik hewan maupun tumbuhan. Hidrokarbon yang menutupi permukaan
perairan akan menghambat masuknya cahaya ke dalam air, sehingga fitoplankton serta
tumbuhan yang ada di perairan tidak mampu melakukan fotosintesis. Akibatnya, kadar
6
oksigen serna kin berkurang dan organisme laut akan rnengalami kekurangan oksigen
yang akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Minyak mentah dan minyak olahan adalah senyawa kompleks hidrokarbon yang
mempunyai ribuan variasi senyawa. Minyak mentah mengandung senyawa hidrokarbon
sekitar 50–98 % dan selebihnya senyawa non-hidrokarbon (sulfur, nitrogen, oksigen, dan
beberapa logam berat). Selanjutnya minyak diklasifikasikan berdasarkan kelarutan dalam
pelarut organik, yaitu:
1. Hidrokarbon jenuh
Termasuk dalam kelas ini adalah alkana. Hidrokarbon jenuh ini merupakan
kandungan terbanyak dalam minyak mentah.
2. Hidrokarbon aromatik
Termasuk dalam kelas ini adalah monosiklik aromatik (BTEX) dan polisiklik
aromatik hidrokarbon (PAH: naphtalene, anthracene, dan phenanthrene).
3. Resin
Termasuk di sini adalah senyawa polar berkandungan nitrogen, sulfur, oksigen
(pyridines dan thiophenes), sehingga disebut pula sebagai senyawa NSO.
4. Asphalt
Termasuk di sini adalah senyawa dengan berat molekul besar dan logam berat nikel,
vanadium, dan besi.
Biodegradasi Senyawa Hidrokarbon Aromatik
Lingkungan secara alami memiliki kemampuan untuk mendegradasi senyawasenyawa
pencemar melalui proses biologis dan kimiawi. Namun, seringkali beban pencemaran di
lingkungan lebih besar dibandingkan dengan kecepatan proses degradasi. Akibatnya, zat
pencemar akan terakumulasi sehingga dibutuhkan tindakan dan teknologi yang tepat untuk
mengatasi pencemaran tersebut (Nugroho, 2006).
7
Berbeda dengan proses fisik kimia sebagai perpindahan massa antar media
lingkungan, proses biodegradasi adalah proses perpindahan massa dari media lingkungan ke
dalam massa mikroba (menjadi bentuk terikat dalam massa mikroba) sehingga minyak hilang
dari air. Hasil proses biodegradasi adalah umumnya karbondioksida dan metana yang kurang
berbahaya dibanding minyak pada besaran konsentrasi yang sama (Mangkoedihardjo, 2005).
Bakteri yang memiliki kemampuan mendegradasi senyawa hidrokarbon untuk keperluan
metabolisme dan perkembangbiakannya disebut kelompok bakteri hidrokarbonoklastik
(Nugroho, 2006).
Minyak bumi dan hidrokarbon polisiklik aromatik merupakan senyawa yang bersifat
karsinogen dan mutagen. Proses pendegradasiannya lambat karena kelarutannya dalam air
rendah. Beberapa contoh bakteri yang dapat mendegradasi senyawa hidrokarbon polisiklik
aromatik adalah Pseudomonas, Archromoacter, Arthrobacter, Mycobacterium,
Flavobacterium, Coneybacterium, Aeromonas, Anthrobacter, Rhodoccus, Acinetobacter.
Selain itu, ada beberapa jenis jamur yang dapat mendegradasi senyawa hidrokarbon seperti
Phanerochaete, Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sporobolomyces, Cladosporium.
Biodegradasi merupakan salah satu upaya untuk mengurangi bahan pencemar dengan
bantuan organisme. Biodegradasi hidrokarbon oleh mikroorganisme (bakteri dan jamur) telah
diketahui sebagai mekanisme utama dalam proses eliminasi senyawa hidrokarbon di laut
(Ni’matuzahroh, 1999 dalam Fatimah, 2007).
8
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sumber Pencemar
Laut merupakan lahan yang kaya dengan sumber daya alam termasuk
keanekaragaman sumber daya hayati yang semuanya dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran
dan kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa 70 % permukaan bumi ditutup
oleh perairan atau lautan, dan lebih dari 90 % kehidupan biomassa planet bumi hidup di laut (
UNEP, 2004). Oleh karena itu lautan merupakan bagian penting bagi kelangsungan hidup
manusia, bayangkan jika lautan tersebut tercemar dan rusak akibat berbagai jenis polutan,
maka dapat dipastikan sebagian biomassa tersebut juga akan ikut tercemas.
Pencemaran laut dapat diartikan sebagai adanya kotoran atau hasil buangan aktivitas
makhluk hidup yang masuk ke daerah laut. Sumber dari pencemaran laut ini antara lain
adalah dari tumpahan minyak, buangan dan proses di kapal, buangan industry ke laut, peruses
pengeboran minyak di laut, dan lain sebagainya. Namun sumber utama pencemaran laut
adalah berasal dari tumpahan minyak baik dari proses di kapal, pengeboran lepas pantai,
maupun akibat kecelakaan kapal.
Polusi dari tumpahan minyak di laut merupakan sumber pencemaran laut yang selalu
menjadi fokus perhatian dari masyarakat sekitar pantai dan sangat signifikan merusak
kehidupan makhluk hidup di sekitar pantai tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh (Clark R.
B, 2003) Badan Dunia Grup of Expert on Scientific Aspect of Marine Pollution (GESAMP)
mencatat sekitar 6,44 juta ton per tahun masuk kandungan hidrokarbon ke dalam perairan laut
dunia. Polutan tersebut antara lain bersumber dari transfortasi laut laut sebesar 4, 63 juta
ton/tahun, instalasi pengeboran lepas pantai sebesar 0, 18 juta ton/tahun, dan sumber lain
termasuk industeri dan pemukiman sebesar 1,38 juta ton/tahun.
Minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon dalam kondisi tekanan
dan temperature atmosfer berupa fasa cair maupun padat, termasuk aspal, lilin mineral di
dalam kegiatan produksi minyak bumi selain menghasilkan produksi minyak mentah juga
menghasilkan limbah minyak bumi. Limbah minyak bumi adalah sisa atau residu minyak
yang terbentuk dari proses pengumpulan dan pengendapan kontaminan minyak yang terdiri
atas kontaminan yang sudah ada di dalam minyak mapupun kontaminan yang terkumpul dan
9
terbemtuk dalam penanganan suatu proses dan tidak dapat digunakan kembali. Limbah
minyak bumi tersebut mengandung kadar air hidrokarbon yang relative tinggi. Limbah
minyak yang berasal dari minyak mentah (crude oil) terdiri dari ribuan konstituen pembentuk
yang secara struktur kimia dapat dibagi menjadi lima famili:
1. Hidrokarbon jenuh (saturated hydrocarbons), merupakan kelompok minyak yang
dicirikan dengan adanya rantai atom karbon (bercabang atau tidak bercabang atau
membentuk siklik) berikatan dengan atom hidrogen, dan merupakan rantai atom jenuh
(tidak memiliki ikatan ganda). Termasuk dalam kelompok ini adalah golongan alkana
(paraffin), yang mewakili 10-40 % komposisi minyak mentah. Senyawa alkana
bercabang (branched alkanes) biasanya terdiri dari alkana bercabang satu ataupun
bercabang banyak (isoprenoid), contoh dari senyawa ini adlah pristana, phytana yang
terbentuk dari sisa-sisa pigment chlorofil dari tumbuhan. Kelompok terakhir dari famili
ini adalah napthana (Napthenes) atau disebut juga cycloalkanes atau cycloparaffin.
Kelompok ini secara umum disusun oleh siklopentana dan siklohexana yang masanya
mewakili 30-50% dari massa total minyak mentah.
2. Aromatik (Aromatics). Kelompok minyak ini adalah kelas hidrokarbon dengan
karakteritik cincin yang tersusun dari enam atom karbon. Kelompok ini terdiri dari
benzene beserta turunannya (monoaromatik dan polyalkil), naphtalena (2 ring aromatik),
phenanthren (3 ring), pyren, benzanthracen, chrysen (4 ring) serta senyawa lain dengan
5-6 ring aromatic. Aromatik ini merupakan komponen minyak mentah yang paling
beracun, dan bisa memberi dampak kronik (menahun, berjangka lama) dan karsinogenik
(menyebabkan kanker). Hampir kebanyakan aromatik bermassa rendah (low-weight
aromatics), dapat larut dalam air sehingga meningkatkan bioavaibilitas yang dapat
menyebabkan terpaparnya organisma didalam matrik tanah ataupun pada badan air.
Jumlah relative hidrokarbon aromatic didalam mnyak mentah bervariasi dari 10-30 %.
3. Asphalten dan Resin. Selain empat komponen utama penyusun minyak tersebut di atas,
minyak juga dikarakterisasikan oleh adanya komponen-komponen lain seperti aspal
(asphalt) dan resin (5-20 %) yang merupakan komponen berat dengan struktur kimia
yang kompleks berupa siklik aromatic terkondensasi dengan lebih dari lima ring
aromatic dan napthenoaromatik dengan gugus-gugus fungsional sehingga senyawa-
senyawa tersebut memiliki polaritas yang tinggi.
4. Komponen non-hidrokarbon. Kelompok senyawa non-hidrokarbon terdapat dalam
jumlah yang relative kecil, kecuali untuk jenis petrol berat (heavy crude). Komponen
10
non-hidrokarbon adalah nitrogen, sulfur, dan oksigen, yang biasanya disingkat sebagai
NSO. Biasanya sulphur lebih dominant disbanding nitrogen dan oxygen, sebaga contoh,
minyak mentah dari Erika tanker mengandung kadar S, N dn O berturut-turut sebesar
2.5, 1.7, dan 0.4 % (Baars, 2002).
5. Porphyrine. Senyawa ini berasal dari degradasi klorofil yang berbentuk komplek
Vanadium (V) dan Nikel (Ni).
3.2 Mekanisme Limbah Minyak Diperairan
Yang dimaksud dengan mekanisme limbah minyak diperairan adalah bagaimana
proses atau cara masuknya limbah minyak masuk ke badan air dan kemudian mencemari
organime periran didalamnya. Adapun alur pencemaran perairan oleh tumpahan minyak
dapat dijabarkan melalui diagram alir dibawah ini:
11
Tumpahan Minyak Ke Perairan
Tumpahan minyak dari alat transfortasi
laut
Tumpahan minyak dari instalasi pengeboran
lepas pantai
Tumpahan minyak dari industri dan
pemukiman
Terakumulasi diperairan
Melapuk (Mengendap)Terurai (terdegradasi)
Perairan mengalami penurunan kualitas air:
- Timbul bau
- Terjadi kekeruhan disertai perubahan warna
- Kandungan hara menurun ( seperti O2)
- perairan beralih sifat karena mengandung zat yang bersifat toksik
untuk organisme di perairan tersebut
- menimbulkan kematian dan kerusakan pada biota di sekitar
perairan tercemar (yang memanfaatkan perairan .
Gambar 1. Alur Tumpahan minyak di perairan
Dari bagan alir tersebut dapat dijelaskan bahwa:
1. Tumpahan minyak berasal dari tiga kegiatan utama yaitu Transfortasi laut (bongkar
muat kapal tanker, Kecelakaan tanker, dan lain-lain) istalasi pengeboran lepas pantai
(kebocoran pipa saluran pengeboran minyak, kecelakaan kegiatan pengeboran, dan lain-
lain), kegiatan industri pemukiman warga ( limbah buangan sisa-sisa air ballats mesin
pabrik yang mengandung bahan bakar kerap kali dialirkan ke sungai dan kemudian
bermuara di laut).
2. Tumpahan minyak selanjutnya terakumulasi di perairan dengan rentan waktu yang
berbeda-beda, bisa cepat bisa juga lambat, tergantung besarnya tumpahan minyak yang
mencemari perairan. Jumlahnya dapat dilihat dengan mengamati panjang hamparan
minyak yang tergenang di permukaan badan perairan.
3. Tumpahan minyak yang terakumulasi akan mengalami serangkaian perubahan/pelapukan
(weathering) atas sifat fisik dan kimiawi. Sebagian perubahan tersebut mengarah pada
hilangnya beberapa fraksi minyak dari permukaan laut, sementara perubahan lainnya
berlangung dengan masih terdapatnya bagian material minyak di permukaan laut.
Meskipun minyak yang tumpah pada akhirnya akan terurai/terasimilisi oleh lingkungan
laut, namun waktu yang dibutuhkan untuk itu tergantung pada karakteristik awal fisik
dan kimiawi minyak dan proses peluruhan (weathering) minyak secara alamiah.
Beberapa faktor utama yang mempengaruhi perubahan sifat minyak adalah:
- Karaterisik fisika minyak, khususnya gravitasi spesifik, viskositas dan rentang didih;
- Komposisi dan karakteristik kimiawi minyak;
- Kondisi meteorologi (sinar matahari (fotooksidasi), kondisi oseanograpi dan temperatur
udara); dan
- Karakteristik air laut (pH, gravitasi spesifik, arus, temperatur, keberadaan bakteri,
nutrien, dan oksigen terlaut serta padatan tersuspensi).
- Adapun beberapa proses fisika-kimia yang bertanggungjawab didalam transformasi
hidrokarbon minyak bumi antara lain adalah : penyebaran (spreading), penguapan
(evaporation), disperse (dispersion), emulsifikasi (emulsification), disolusi, sedimentasi,
dan oksidasi.
4. Masuknya minyak bumi, mengakibatkan terjadinya proses penurunan kualitas perairan.
Hal ini terjadi karena perairan tersebut sudah terkontaminasi oleh sifat fisik kimia
12
minyak tersebut, sehingga kadar abang batas untuk berbagai parameter kualitas air
tersebut menurun dengan ditandai oleh :
- Terjadi kekeruhan disertai perubahan warna
- Kandungan hara menurun ( seperti O2)
- perairan beralih sifat karena mengandung zat yang bersifat toksik untuk organisme di
perairan tersebut
- menimbulkan kematian dan kerusakan pada biota di sekitar perairan tercemar.
3.3 Toksisitas dan Dampak Limbah Tumpahan Minyak
Beberapa dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran minyak antara lain:
1. Efek langsung terhadap organisme
Efek lethal (kematian)
Di perairan lepas pantai efek tumpahan minyak sebagai B3 sering disebabkan oleh
kecelakaan kapal tanker, kegiatan off-shore atau oleh rembesan alami minyak bumi dari dasar
laut (oil seep), sampai saat ini belum ada laporan tentang kegiatan industri di darat yang
melakukan pembuangan limbah jauh kearah perairan oseanik. Untuk kasus oil spill
(tumpahan minyak), di perairan terbuka, konsentrasi minyak dibawah slick biasanya sangat
rendah, dan maksimum akan berada dalam kisaran 0.1 ppm sehingga tidak menyebabkan
kematian masal organisma terutama ikan-ikan akibat tumpahan minyak di perairan lepas
pantai. Permasalahannya, kebanyakan kasus tumpahan minyak terjadi di perairan pantai
ataupun perairan dalam (inshore). Pernah dilaporkan pada kecelakaan kapal tanker Amono
Cadiz tahun 1978 di Perairan Inggris dan Perancis, populasi ikan-ikan dari jenis Pleurenectes
platessa dan Solea vulgaris dilaporkan mengalami kematian massal. Resiko kematian masal
akan lebih besar lagi bagi ikan-ikan di tambak ataupun di keramba serta jenis kerang-
kerangan yang kemampuan migrasi untuk menghindari spill sangat rendah (Davis et al.,
1984).
Efek sub-lethal
Berbeda dengan efek lethal yang dapat dikuantifikasi dengan mudah dilapangan, efek
sublethal akan lebih akurat jika dibuktikan di laboratorium. Uji laboratorium menunjukan
bahwa reproduksi dan tingkah laku ikan dan kerang-kerangan dipengaruhi oleh konsentrasi
minyak di air. Dengan konsentrasi yang relatif rendah (‹ 0.1 ppm), kemampuan tetas telur,
tingkat kelulusan hidup, jumlah larva cacat, penutupan cangkang (pada kerang) dipengaruhi
secara signifikan. Banyak jenis udang dan kepiting membangun sistem penciuman yang
13
tajam untuk mengarahkan banyak aktifitasnya, akibatnya eksposure terhadap bahan B3
menyebabkan udang dan kepiting mengalami gangguan didalam tingkah lakunya seperti
kemampuan mencari, memakan, dan kawin (GESAMP, 1993).
2. Efek terhadap plankton
Stadium planktonik dari telur dan larva ikan, moluska dan crustaceae memiliki
kerentanan yang tinggi dari kontak secara langsung dengan B3. Pada kasus yang ekstim
seperti oil spill yang terjadi saat perang Teluk (1991-1992), 75 % stock udang menurun.
Kondisi ini akan menjadi lebih buruk jika spillage bertepatan dengan periode memijah
(spawning) dan lokasi yang terkena dampak adalah daerah asuhan (nursery ground). Dampak
terhadap stadia planktonik dari organisma juga akan semakin tinggi ketika bersamaan
waktunya dengan peride pemijahan serta masuknya spesies yang peruraya ke daerah
tertutup/semi tertutup seperti teluk yang tercemar.
3. Efek terhadap ikan migrasi
Secara umum, ikan akan dapat menhindari bahan pencemar dan efek jangka panjang
terhadap populasi lokal dapat dihindari. Uniknya beberapa jenis ikan yang bersifat teritorial,
ikan akan harus kembali kedaerah asal untuk mencari makan dan berkembang biak
kendatipun daerah yang dituju adalah daerah yang terkontaminasi minyak. Hal ini akan
meningkatkan resiko terhadap ikan migrasi.
4. Efek langsung terhadap kegiatan perikanan
Tainting (bau lantung)
Tainting dapat terjadi pada jenis-jenis ikan keramba dan tambak serta jerang-
kerangan yang tidak memiliki kemampuan bergerak menjauhi bahan pencemar sehingga
menjadi unfit untuk dijual karena organisma yang tercemar oleh B3 jenis minyak akan
menghasilkan bau dan rasa yang tidak enak ataupun perubahan warna pada jaringannya.
Biasanya, spesies dengan kandungan lemak tinggi akan lebih mudah menjadi tainted
dibanding ikan dengan lean-muscle species. Bau dan rasa lantung pada organisma akan
hilang melalui proses metabolisme (depuration) dengan kecepatan yang berbeda untuk setiap
jenis limbah, spesies dan kondisi optimal hidup bagi spesies tersebut (Baker et al., 1990).
14
Budidaya
Untuk ukuran kecil dari suatu spillage ( ex. 50 ton), dampak terhadap kegiatan
budidaya akan sangat besar, selain dari organisma yang dibudidayakan akan terkena dampak
langsung, beberapa peralatan terkait dengan kegiatan budidaya seperti jaring dan temali
menjadi tidak dapat digunakan lagi. Selain itu stock juga dapat dipengaruhi jika ada intake air
laut yang digunakan mensupplai kebutuhan stock.
5. Efek terhadap ekosistem
Ekosistem pesisir dan laut (mangrove, delta sungai, estuari, padang lamun, dan
terumbu karang) memiliki fungsi dan peran yang penting secara ekologis, ekonomi dan juga
sosial budaya. Secara ekologi, ekosistem tersebut merupakan daerah perkembangbiakan,
penyedia habitat dan makanan untuk organisma dewasa serta mendukung jejaring makanan
(ex. Input nutrient dari daun-daun mati) bagi ekosistem ataupun habitat lain disekitarnya.
Tekanan dari masuknya limbah minyak akan mempengaruhi peruntukan sistem-sistem
tersebut, ditambah lagi vulnerabilitas dari ekosistem ekosistem tersebut sangat tinggi
terhadap bahan beracun berbahaya disamping natural attenuation (dispertion and dilution)
pada beberapa ekosistem seperti mangrove, estuari, padang lamun dan daerah dangkal di
pantai relatif lebih lambat (IUNC, 1993).
3.4 Penanganan Limbah Tumpahan Minyak di Perairan
Penangana dapat dilakuak secara fisika dan kimia. Contoh penanganan yang
dilakukan dengan penanganan secara fisika, yaitu perlakuan pertama dengan cara
melokalisasi tumpahan minyak menggunakan pelampung pembatas (oil booms), yang
kemudian akan ditransfer dengan perangkat pemompa (oil skimmers) ke sebuah fasilitas
penerima "reservoar" baik dalam bentuk tangki ataupun balon. Salah satu kelemahan dari
metoda adalah hanya dapat dipakai secara efektif di perairan yang memiliki hidrodinamika
air yang rendah (arus, pasang-surut, ombak, dll) dan cuaca yang tidak ekstrem. Aplikasi
metode ini juga sulit dilakukan di pelabuhan karena dapat mengganggu aktivitas keluar dan
masuk kapal-kapal dari dan menuju pelabuhan. Kendala lain juga dijumpai karena belum
seluruh pelabuhan di Indonesia memiliki Local Cotingency Plan for Oil Pollution, semacam
manajemen penanggulangan bahaya tumpahan minyak. Teknik lain (secara fisika) yang lazim
15
digunakan adalah pembakaran yang dari sudut pandang ekologis hanya memindahkan
masalah pencemaran ke udara.
Penanganan secara kimia, awalnya penggunaan metode ini kurang dikehendaki,
aplikasinya untuk menangani tumpahan minyak Torrey Canyon di perairan Inggris tahun
1967 dianggap menimbulkan kerusakan lingkungan terutama dikarenakan dispersan, nama
agen kimia yang digunakan untuk penanganan tumpahan minyak, maupun produk yang
terbentuk dari pencampuran minyak dan dispersan, bersifat racun yang lebih berbahaya dari
minyak mentah yang tersebar di perairan itu sendiri. Untungnya, dalam kurun waktu lebih
dari 30 tahun, pengembangan riset agen dispersan menunjukkan hasil yang sangat
menggembirakan, salah satu contoh dari dispersan ini adalah COREXIT 9500 yang
diproduksi oleh Exxon Energy Chemical yang sukses diaplikasikan untuk membersihkan
tumpahan minyak tabrakan kapal tanker Evoikos dan Orapin Global di Selat Malaka.
Selanjutnya ada pengolahan limbah jenis minyak sebagai senyawa B3 dengan
bioremediasi umumnya menggunakan mikroorganisme (khamir, fungi, dan bakteri) sebagai
agen bioremediator. Pendekatan umum yang dilakukan untuk meningkatkan kecepatan
biotransformasi ataupun biodegradasi adalah dengan cara:
1. seeding, atau mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi
instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi) dan
2. feeding, atau dengan memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi
(biostimulasi) dan aerasi (bioventing).
Penanganan bioremediasi dapat dilakukan secara in situ ataupun ex situ, faktor-faktor
penting untuk menjamin kondisi mikroorganisma dapat tumbuh dan berkembangbiak adalah
ketersediaan oksigen, kandungan nutrisi, pH dan kelembaban. Kelebihan spesifik dari
senyawa hidrokarbon dibanding bahan pencemar lain (ex. Logam berat) adalah
penggunaannya sebagai sumber karbon sebagai pembentuk biomassa dan sumber energi
untuk melangsungkan metabolisme oleh mikroorganisma. Nitrogen dan Phosphore adalah
nutrisi utama bagi organisme dan didalam air laut kedua unsur ini adalah faktor pembatas
pertumbuhan mikroorganisma.
16
3.5 Regulasi Yang Ada
1. Undang-Undang 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 dan No. 27 Tahun 1999 Tentang :
Analisis Dampak Lingkungan Hidup.
3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-42/MENLH/10/1996
tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas Serta Panas Bumi.
Diperbaharui menjadi Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun
2007 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Minyak Dan Gas
Serta Panas Bumi.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi.
5. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.128 tahun 2003 tentang tatacara dan
persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh
minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis
(Bioremidiasi).
6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2006 Tentang
Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak Di Laut.
7. Peratuarn pemerintah tentang pengendalian pencemaran dan atau perusak laut , bab 1
Ketentuan Umum
Pasal 1
Da1am Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan :
1) Ruang wilayah lautan yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur
terkait padanya yang batas dansistemnya ditentukan berdasarkan aspek
fungsiona1;
2) Pencemaran laut ada1ah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan/atau komponen lain keda1am lingkungan laut oleh kegiatan manusia
sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya;
3) Baku mutu air laut ada1ah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,
atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya di da1am air laut;
17
4) Perusakan laut ada1ah tindakan yang menimbu1kan perubahan langsung atau
tidak 1angsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang me1ampaui kriteria
baku kerusakan laut;
5) Kerusakan laut ada1ah perubahan fisik dan/atau hayati laut yang me1ewati
kriteria baku kerusakan laut; Kriteria baku kerusakan 1aut ada1ah ukuran batas
perubahan sifat fisik dan/atau hayati lingkungan laut yang dapat ditenggang;
6) Status mutu 1aut ada1ah tingkatan mutu laut pada lokasi dan waktu tertentu yang
dinilai berdasarkan baku mutu air laut dan/atau kriteria baku kerusakan 1aut;
7) Perlindungan mutu laut adalah setiap upaya atau kegiatan yang dilakukan agar
mutu laut tetap baik;
8) Pengendalian pencemaran dan/atau perusakan laut adalah setiap upaya atau
kegiatan pencegahan dan/atau penanggulangan dan/atau pencemaran dan/atau
perusakan laut;
9) Pembuangan (Dumping) adalah pembuangan limbah sebagai residu suatu usaha
dan/atau kegiatan dan/atau benda lain yang tidak terpakai atau daluwarsa ke laut;
Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan;
10) Limbah cair adalah sisa dari proses usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair;
11) Limbah padat adalah sisa atau hasil samping dari suatu usaha dan/atau kegiatan
yang berwujud padat termasuk sampah;
12) Orang adalah orang perseorangan, dan/atau kelompok orang, dan/atau badan
hukum;
13) Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang bertanggung jawab di
bidang pengendalian dampak lingkungan;
14) Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup;
18
Pasal 2
Perlindungan mutu laut meliputi upaya atau kegiatan pengendalian pencemaran
dan/atau perusakan laut bertujuan untuk mencegah atau mengurangi turunnya mutu laut
dan/atau rusaknya sumber daya laut.
8. Penaggulanganan Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut, Pasal 15
1) Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan
pencemaran dari/atau perusakan laut wajib me1akukan penanggu1angan
pencemaran dan/atau perusakan laut yang diakibatkan olehkegiatannya.
2) Pedoman mengenai pennggulangan pencemaran dan/atau perusakan laut
sebagaimana dimaksud ayat (1)ditetapkan oleh Kepala instansi yang
bertanggungjawab.
19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Polusi tumpahan minyak bumi di laut merupakan sumber pencemaran yang secara
signifikan merusak kehidupan makhluk hidup di sekitar pantai.
Sumber pencemaran di laut diakibatkan dari tumpahan minyak, buangan dan proses di
kapal, buangan industry ke laut, peruses pengeboran minyak di laut, dan lain
sebagainya. Sedangkan sumber utama pencemaran laut berasal dari tumpahan minyak
baik dari proses di kapal, pengeboran lepas pantai, maupun akibat kecelakaan kapal.
Polutan masuk ke dalam badan air melalui 3 cara yaitu, dari alat transportasi laut, dari
instalasi pengeboran lepas pantai serta di akibatkan dari industri dan pemukiman.
Effek yang ditimbulkan akibat pencemaran limbah minyak bumi yaitu, Efek yang
berakibat langsung terhadap organisme, Efek terhadap plankton, Efek terhadap ikan
migrasi, Efek langsung terhadap kegiatan perikanan, dan Efek terhadap ekosistem
perairan.
Penanggulangan dilakukan baik secara fisika dan kimia. secara fisika menggunakan oil
booms dan oil skimmers selanjutnya di masukan ke dalam reservoar, sedangkan
penanggulangan secara kimia dengan menggunakan Dispersan.
Regulasi mengenai pencemaran perairan dan hal-hal yang terkait didalamnya sudah
banyak di buat secara tertulis dalam perundang-undangan baik atas nama pemerintah,
kepresidenan, menrtri lingkungan hidup sejak tahun 1997.
20