Isi Makalah

download Isi Makalah

of 31

Transcript of Isi Makalah

1

Bab I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang semakin meningkat. Pencegahan primer dan sekunder dari penyakit kardiovaskuler merupakan prioritas kesehatan masyarakat. Data yang substansial mengindikasikan bahwa penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang dimulai dengan evolusi faktor resiko dan kembali memberikan kontribusi terhadap terjadinya atherosklerosis klinis. Onset penyakit kardiovaskuler itu sendiri memperburuk prognosis dengan semakin besarnya resiko serangan ulang, morbiditas, dan mortalitas. Ia juga semakin jelas bahwa walaupun penilaian klinis merupakan kunci manajemen pasien, evaluasi itu memiliki keterbatasan. Dokter telah menggunakan alat tambahan untuk membantu penilaian klinis dan meningkatkan kemampuannya untuk mengidentifikasi pasien yang rentan untuk resiko penyakit kardiovaskuler, seperti yang disampaikan oleh National Institutes of Health (NIH) panel baru-baru ini. Biomarker merupakan salah satu alat tersebut untuk mengidentifikasi dengan lebih baik orang dengan resiko tinggi, untuk mendiagnosis kondisi penyakit dengan tepat dan akurat dan memprognosiskan secara efektif dan merawat pasien dengan penyakit kardiovaskuler. Pada akhir tahun 80-an kemajuan penting terjadi terhadap perkembangan pertanda baru yang jauh lebih spesifik dan sensitif dibandingkan dengan

2

enzim sebelumnya yaitu dengan penetapan kadar troponin T (TnT) yang merupakan suatu komponen protein kontraktil otot jantung sebagai ukuran kerusakan otot jantung. Selama lebih dari 20 tahun ini, standard emas untuk mendeteksi IMA (Infark Miocard Acute) adalah pengukuran creatine kinase isoenzyme MB (CK-MB) dalam serum. Peningkatan maupun penurunan CK-MB serial sangat berkaitan dengan IMA. Namun, petanda enzim ini tidak kardiospesifik, dapat meningkat pada trauma otot, tidak cukup sensitif untuk memprediksi IMA pada 0-4 jam setelah nyeri dada dan tidak mendeteksi jejas pada pasien dengan onset IMA yang lama. Di samping itu CK-MB juga tidak bisa mendeteksi adanya jejas miokard yang kecil, yang berisiko tinggi untuk IMA dan kematian jantung mendadak. Keterbatasan CK-MB membuat petanda biokimia yang banyak diteliti dan lebih disukai untuk mendeteksi adanya kerusakan otot jantung adalah troponin jantung (T atau I). Troponin jantung hampir spesifik absolut terhadap jaringan miokard dan mempunyai sensitivitas yang tinggi, bahkan dapat menunjukkan adanya nekrosis miokard yang kecil (microscopic zone). Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien dengan IMA non-Q atau ATS, troponin serum dapat digunakan untuk stratifikasi risiko mortalitas dan kejadian kardiak jangka pendek dan jangka lama. Penggunaan TnI/ TnT belum dipakai secara rutin di rumah sakit di Indonesia. Penelitian diluar negri menunjukan bahwa troponin T ini mempunyai sensitifitas 97% dan spesifitas 99% dalam deteksi kerusakan sel miokard. Bahkan disebutkan penanda ini dapat mendeteksi kerusakan sel miosit jantung yang sangan minimal (mikro infark), yang mana oleh penanda jantung yang lain, hal ini tidak ditemukan . Sehingga pada keadaan ini dikatakan sensitifitas dan spesitifitas troponin T lebih superior dibandingkan pemeriksaan enzim-enzim jantung lainnya. Penelitian

3

petanda biokimia ini banyak yang berfokus pada diagnosa dini dan juga untuk menilai prognostik, karena jika ditemukan dalam plasma, penanda ini dapat mengenali kelompok pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya serangan jantung baik saat dirawat di rumah sakit (fase akut) maupun sesudah keluar dari rumah sakit . Beberapa penelitian melaporkan dengan pengukuran troponin T, suatu protein yang dilepas dari kerusakan otot jantung, merupakan indikator terbaik yang dapat digunakan untuk menilai penderita yang mempunyai resiko kematian dari serangan jantung. Penelitian pada pusat kedokteran Universitas Duke di Amerika Serikat menyimpulkan pemeriksaan troponin T adalah indikator yang baik dari kerusakan otot jantung, terutama jika dipakai pada penderita yang dengan pemeriksaan CK-MB dan EKG tidak menunjukan suatu kerusakan otot jantung yang nyata. Dari laporan pertama Hamm dkk (1992) tentang penelitian troponin T yang meninggi pada populasi kecil dengan pasien angina pektoris tak stabil, disebutkan bahwa resiko kematian dan infark miokard selama dirawat di rumah sakit sangat meningkat, meskipun diberikan pengobatan yang adekuat . Hal yang sama pada studi FRISC, menyatakan nilai prognostik penderita sindroma koroner akut berhubungan erat dengan kadar absolut troponin T saat dirawat. Nilai troponin T yang tinggi dalam 24 jam pertama saat dirawat, merupakan petunjuk yang baik sebagai nilai prognostik bebas (independent). Dengan banyaknya penelitian yang telah mempublikasikan tentang penggunaan klinik pemeriksaan troponin T serum dalam mendeteksi kerusakan miokard, baik pada infark miokard akut, angina pektoris tak stabil maupun menilai secara dini keberhasilan reperfusi terapi trombolitik, strarifikasi resiko dan meramalkan serangan jantung serta

4

prediktor prognastik, sehingga pemeriksaan kwalitatif troponin T ini telah disetujui oleh Food and Drug Administration di Amerika untuk digunakan di klinik, dan saat ini telah dikembangkan alat generasi ke II (Troponin-T ELISA) dari alat ini yang dapat memeriksa troponin T secara kwantitaif yang lebih sensitif dari Boehringer Mannheim. Berdasarkan hal-hal di atas, maka penulis tertarik untuk membahas mengenai troponin khususnya dalam kaitannya dengan penyakit jantung koroner (IMA). B. Ruang Lingkup Pada tulisan ini akan dibahas mengenai troponin, sensitivitas dan spesifisitas troponin sebagai petanda biokimia diagnosis sindroma koroner akut (SKA), kegunaan troponin pada stratifikasi risiko dan kemampuannya dalam memprediksi kematian dan kejadian kardiak di kemudian hari serta implikasi terapi pada pasien dengan troponin positif. C. Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan mengenai troponin, baik dari aspek asalnya maupun dikaitkan dengan aspek klinisnya terutama yang berkaitan dengan penyakit jantung.

5

Bab II PEMBAHASAN

A. Struktur Troponin Troponin adalah suatu protein regulator yang terdapat pada filamen tipis aparatus kontraktil otot bergaris. Terdiri dari 3 subunit, yaitu troponin T (39 kDa), troponin I (26 kDa), dan troponin C (18 kDa). Tiap-tiap komponen troponin memainkan fungsi yang khusus. Troponin C mengikat Ca2+, troponin I menghambat aktivitas ATPase aktomiosin dan troponin T mengatur ikatan troponin pada tropomiosin. Setiap subunit troponin mempunyai berbagai isoform tergantung pada tipe otot dan dikode oleh sebuah gen yang berbeda. Isoform yang spesifik kardiak dan otot bergaris diekspresikan pada otot jantung dan otot bergaris pada dewasa. Struktur asam amino troponin T dan I yang ditemukan pada otot jantung berbeda dengan struktur troponin pada otot skeletal, sedangkan struktur troponin C pada otot jantung dan skeletal identik.

Gambar 1. Model filamen tipis otot jantung

6

Gambar 2. Struktur filamen tipis. A. Tulang punggung filamen tipis tampak pada pandangan longitudinal, F-actin yang terdiri dari 2 untai monomer aktin (rantai biru dan putih). Kompleks troponin yang tiap meolekulnya tersusun dari troponin C, I dan T tersebar dengan interval kirakira 400-A. Molekul tropomiosin berada diantara 2 untai aktin. B. Irisan melintang filamen tipis pada tempat komplek troponin menunjukkan kemungkinan hubungan antara aktin, tropomiosin dan 3 komponen dari kompleks troponin. Subunit troponin T (TnT) dan troponin I (TnI) mempunyai isoform jantung, slow and fast twitch skeletal. Susunan asam amino subunit TnT isoform fast twitch pada otot skeletal dan isoform jantung berbeda. Perbedaan isoform tersebut terletak pada residu asam amino 6-11. Sedangkan isoform slow twitch skeletal TnT diduga identik dengan isoform jantung, sehingga sering terjadi reaksi silang. TnI mempunyai 3 isoform yaitu 1 isoform jantung dan 2 isoform otot skeletal (masing-masing 1 isoform slow-twitch dan fast twitch otot skeletal). Ketiga bentuk isoform TnI tersebut dikode oleh 3 gen yang berbeda. Isoform otot jantung TnI menunjukkan perbedaan 40% dengan isoform TnI otot skeletal. Manusia mempunyai 31 gugus asam amino yang membentuk TnI dengan gugus terminal N-nya tidak ditemui pada isoform TnI otot skeletal. Perbedaan asam amino tersebut dipakai sebagai dasar untuk pembuatan reagen yang spesifik untuk otot jantung.

7

B. Subunit Troponin Otot serat lintang terutama terdiri dari dua tipe miofilamen, yaitu filamen tebal yang mengandung miosin dan filamen tipis yang terdiri dari aktin, tropomiosin dan troponin. Troponin yang berlokasi pada filamen tipis dan mengatur aktivasi kalsium untuk kontraksi otot secara teratur, merupakan suatu protein kompleks yang terdiri dari 3 subunit dengan struktur dan fungsi yang berbeda, yaitu : 1) Troponin T (TnT), 2) Troponin I (TnI) 3) Troponin C (TnC). Troponin merupakan serat protein tipis berbentuk filamen dari serat otot yang memegang peranan dalam kontraksi otot bersama dengan aktin dan tropomiosin. Ada tiga tipe Troponin yaitu I, T dan C yang terdapat pada segala jenis otot dan terlibat dalam kontraksi otot. Sedangkan untuk otot jantung terdapat Troponin I dan T dimana keduanya ini dapat dijadikan sebagai penanda apabila terjadinya kerusakan otot jantung yang selanjutnya dikenal dengan cTnI dan cTnT. Jika terjadi kerusakan otot jantung, troponin banyak dilepaskan ke dalam darah dan dapat diukur pada sirkulasi perifer sehingga troponin ini dapat digunakan sebagai marker . Troponin T spesifik untuk jantung dan struktur primernya berbeda dari otot skelet isoform. Demikian pula TnI untuk otot jantung dan dapat dibedakan dari otot skelet lainnya dengan cara imunologik. Sebaiknya TnC ditemukan pada otot jantung dan rangka. Kompleks troponin adalah suatu kelompok yang terdiri dari 3 subunit protein yang berlokasi pada filamen tipis dari apparatus kontraktil, yaitu : 1. Troponin C ( TnC), mengikat kalsium dan bertanggung jawab dalam proses pengaturan aktifasi filamen tipis selama kontraksi otot skelet dan jantung. Berat molekulnya adalah 18.000 Dalton.

8

2. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 24.000 Dalton merupakan subunit penghambat yang mencegah kontraksi otot tanpa adanya kalsium dan troponin. 3. Troponin T (TnT) berat molekulnya 37.000 Dalton bertanggung jawab dalam ikatan kompleks troponin terhadap tropomiosin. Troponin T kardiak, suatu polipeptida yang berlokasi pada filamen tipis merupakan protein kontraktil regular, pada orang sehat TnT tidak dapat dideteksi atau terdeteksi dalam kadar yang sangat rendah, tetapi terdapat dalam sitoplasma miosit jantung sebanyak 6% dan dalam bentuk ikatan sebanyak 94%. Troponin T lokasinya intraseluler, terikat pada kompleks troponin dan untaian molekul tropomision. Kompleks troponin merupakan suatu protein yang mengatur interaksi aktin dan miosin bersama-sama dengan kadar kalsium intra seluler. Pada otot jantung manusia, diperkirakan 6% dari total TnT miokardial ditemukan sebagai larutan pada sitoplasmik (fraksi bebas), yang mungkin berfungsi sebagai prekursor untuk sintesis kompleks troponin. TnT yang larut dalam cairan sitosol akan mencapai sirkulasi darah dengan cepat bila terjadi kerusakan miokard, sedangkan TnT yang terikat secara struktural sirkulasi darah lebih lambat karena harus memisahkan lebih dahulu (degradasi proteolitik) dari jaringan kontraktil. Karena pelepasan TnT terjadi dalam 2 tahap, maka perubahan kadar TnT serum pada IMA mempunyai 2 puncak (bifasik). Puncak pertama disebabkan oleh pelepasan TnT dari cairan sitosol dan puncak kedua karena pelepasan TnT yang terikat secara struktural. Sehingga pada kasus IMA, TnT kardiak akan masuk lebih dini kedalam sirkulasi darah dari pada CK-MB sehingga dalam waktu singkat kadarnya dalam darah sudah dapat diukur, sedangkan puncak kedua pelepasan TnT ini berlangsung lebih lama dibanding dengan CK-MB, sehingga disebut jendela diagnostik yang lebih besar dibanding dengan petanda jantung lainnya. Tampaknya pelepasan troponin T beberapa jam setelah infark miokard adalah berasal dari sitoplasma, sehingga akan mencapai sirkulasi darah

9

dengan cepat. Sedangkan pelepasan yang berkepanjangan akibat dari kerusakan struktur apparatus, sehingga untuk mencapai sirkulasi darah lebih lambat karena harus memisahkan lebih dahulu (degradasi proteolitik) dari jaringan kontraktil. Troponin T kardiak terdeteksi setelah 3-4 jam sesudah kerusakan miokard dan masih tinggi dalam serum selama 1-2 minggu. Dilaporkan troponin T merupakan pemeriksaan yang sangat bermanfaat terutama bila penderita IMA yang disertai dengan kerusakan otot skelet. Pelepasan troponin T sitolitik juga sensitif terhadap perubahan perfusi arteri koroner dan dapat digunakan dalam menilai keberhasilan terapi reperfusi. TnT kardiak merupakan protein spesifik miokard dan dapat dibedakan dari isoformnya yang terdapat pada otot lurik dengan teknik imunologi. 1. Troponin T Troponin T merupakan protein jantung yang di ketahui sebagai tanda paling spesifik dan sensitif pada saat ini. Troponin T dalam darah terdapat dalam dua bentuk yaitu bentuk bebas dan bentuk terikat. Karena berada dalam dua bentuk ini maka gambaran kadar troponin T setelah serangan IMA menjadi bifasik yaitu terdapat dua puncak pada grafik yang menggambarkan peningkatan kadar troponin T Puncak pertama disebabkan oleh troponin T yang bebas dalam sarkoplasma masuk dalam darah dan ketika fraksi bebas habis terjadi penurunan Troponin T plasma secara cepat. Sementara itu Troponin T yang terikat pada filamen aktin akan mengalami proses dissosiasi. Akibatnya terjadi pelepasan Troponin T dan masuk ke dalam darah sekali lagi. Karena konsentrasi Troponin T yang terikat pada filmen aktin jumlahnya jauh lebih besar dari Troponin T bebas maka penurunan kadar Troponin plasma sangat lambat. Kenaikan konsentrasi yang begitu lama sangat bermanfaat untuk pasien yang tidak periksa pada waktu permulaan Infark Miokard akut oleh karena pada waktu itu kadar aktifitas

10

enzim CK dan Enzim CKMB dalam plasma sudah menunjukan harga normal. Pada orang sehat TnT tidak dapat di deteksi atau terdeteksi dalam kadar yang sangat rendah dalam serum. Pada penelitian terhadap 112 orang sehat didapatkan 76% TnT serum tidak terditeksi, 20% TnT lebih kurang 0,05% ng/ml dan 4% TnT serum antara 0,05 ng/ml 0,1ng/ml. Oleh karena itu troponin T dalam sirkulasi merupakan pertanda yang sangat sensitif dan spesifik bila terdapat kerusakan sel miokard. Pada IMA TnT dalam serum mulai meningkat dalam 1 minggu sampai 10 jam (median 4 jam) setelah serangan IMA dan pada beberapa penderita kenaikan kadar ini dapat berlangsung lebih dari 3 minggu. Katus dkk, mendapat 5% dari penderita IMA menunjukan kadar Tnt terjadi 3 jam setelah serangan IMA dan peningkatan kadar TnT ini bertahan sampai lebih 130 jam. Murray pada penelitiannya mendapatkan bahwa TNT dapat di deteksi 3 4 jam setelah kerusakan miokard dan kadar TnT tetap meningkat dalam serum, 1 sampai 2 minggu. Karena peningkatan kadar IMA terjadi pada waktu yang cukup cepat dan peningkatan ini berlangsung cukup lama maka pemeriksaan kadar TnT merupakan metode yang sensitif dan spesifik untuk diagnosis dini IMA dan juga untuk diagnosis IMA pada penderita yang tidak di periksa pada waktu permulaan IMA. Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengukur kadar troponin plasma. Ada dua cara pengukuran kadar troponin T plasma yaitu secara Elisa (prinsip Biotin Streptavidin) dan secara Rapid Assay (yaitu trop T RA). Prinsip Pemeriksaan Troponin T Secara Elisa Pemeriksaan kadar TnT Elisa dengan prinsip Sandwich menggunakan teknik biotin Streptavidin. Pada tabung bagian dalamnya dilapisi streptavidin

11

dimasukan serum penderita dan larutan inkubasi yang antara lain mengandung anti berlabel biotin dan anti biotin TnT berlabel enzim. Biotin akan berikatan dengan streptavidin. Selanjutnya TnT yang terdapat pada serum penderita akan berikatan dengan anti TnT berlabel dengan anti TnT berlabel Biotin yang terikat streptavidin pada satu sel dan pada sisi lainnya berikatan dengan anti TnT berlabel enzim. Setelah itu tabung di cuci dengan larutan pencuci dan kemudian ditambahkan subtrat ABTS dan H2O2. Bila dalam serum penderita terdapat TnT yang dapat di baca dengan fotometer pada panjang gelombang 405 nm, pemeriksaan TnT Elisa menggunakan alat Automotik Elisa Analyzer ES 33. Setelah alat dinyalakan masukkan selang selang yang tersedia kedalam tabung tabung yang berisi reagensi menurut urutan yang ditunjukan pada layar monitor. Pipet masing masing 200 uL 6 standar, 2 kontrol Tnt dan sampel yang akan di periksa masing masing ke dalam tabung streptavidin. Selanjutnya alat akan bekerja secara otomatis sampai didapatkan hasil pada kertas printer berupa kadar TnT dalam satuan ng/mL. Lamanya waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan TnT secara Elisa ini minimal 2 jam.

Pemeriksaan TnT Kualitatif Secara Imuno Assay TnT RA Troponin T RA dilakukan dengan metode Elisa cara dry Chemistry, berdasarkan prinsip sandwich dan hasil dinyatakan secara kualitatif. Pada Trop- T RA terdapat dua monoclonal anti bodi spesifik yang berbeda label. Satu di antaranya berlabel emas dan yang lainnya berlabel biotin. Bila terdapat TnT dalam plasma akan berkaitan dengan kedua jenis monoklonal antibody tersebut membentuk kompleks sandwich. Kompleks sandwich itu akan melalui zona deteksi di mana biotin pada kompleks sandwich berikatan dengan sreptavidin yang terdapat pada garis signal dan tabel emas pada kompleks sandwich akan membentuk garis yang berwarna merah. Antibody berlabel emas yang berlebih akan berkaitan dengan TnT sintetik yang

12

terdapat pada garis kontrol dan memberikan warna merah. Ini membuktikan bahwa pemeriksaan berjalan baik. Prosedur pemeriksaan troponin T RA adalah ke dalam sumur sampel kit yang di letakan mendatar, lalu diteteskan darah Na2EDTA sebanyak 150 uL dengan pipet yang telah disediakan pada kit. Kemudian di tutup dengan stiker yang telah tersedia pula. Setelah 20 menit hasil pemeriksaan di baca. Adanya garis merah pada zona deteksi baik jelas maupun samar dinyatakan positif. Keabsahan dari pemeriksaan di tandai dengan adanya garis kontrol yang berwarna merah. Batas nilai ambang minimal untuk deteksi TnT menggunakan Troponin T RA adalah kadar TnT 0,3 ng. Fungsi Troponin-T Kompleks troponin menyebabkan aktifasi kalsium untuk kontraksi dan memodulasi fungsi kontraktil otot serat lintang. Oleh sebab itu troponin dan tropomiosin disebut sebagai protein pengatur. Meningkatnya kadar kalsium dalam sitosol dirangsang oleh depolarisasi membran sel akibat penempatan sisi bebas ikatan kalsium pada troponin C. Peningkatan kalsium pada troponin C menimbulkan perubahan pada kompleks troponin, sehingga terjadi pergeseran serat tropomiosin. Perubahan serat tropomiosin menjadi berbalik dan menghadapkan sisi ikatan miosin kearah molekul aktin, menyebabkan molekul dapat berikatan dengan molekul miosin. Gaya elektrostatik menyebabkan bagian kepala molekul miosin miring dan geseran itu menimbulkan kontraksi otot. Bilamana kalsium bebas tidak lagi yang dapat mengikat molekul TnC, maka akan terjadi perubahan bentuk TnC. Hasilnya TnI mengikat aktin dan menghambat aktifasi ATP-ase dari aktin- miosin, sehingga otot relaksasi. Berbagai tipe otot (otot skelet, otot jantung, otot polos) memiliki sifat kontraksi yang berbeda. Sebagian secara genetik ditentukan oleh perbedaan

13

dari struktur beberapa protein kontraktil dan protein pengaturnya. Sebagai contoh, troponin T jantung dan otot skelet berbeda pada komposisi asam aminonya sehingga dapat dibedakan secara imunologi. Perkembangan saat ini memungkinkan dilakukannya suatu pemeriksaan imunologi untuk mengatur kadar troponin T dalam plasma yang spesifik untuk jantung. Penglepasan Troponin T Berat dan lamanya iskemia miokard menentukan perubahan miokard yang reversible atau irreversible ( berupa kematian sel). Pada iskemia miokard, glikolisis anaerob dapat mencukupi kebutuhan fosfat energi tinggi dalam waktu relatif singkat. Penghambatan proses transportasi yang dipengaruhi ATP dalam membran sel menimbulkan pergeseran elektrolit, edema sel dan terakhir hilangnya integritas membran sel. Dalam hal kerusakan sel ini, mula- mula akan terjadi pelepasan protein yang terurai bebas dalam sitosol melalui transport vesikular. Setelah itu terjadi difusi bebas dari isi sel kedalam interstisium yang dimungkinkan oleh pecahnya seluruh membran sel. Peningkatan kadar laktat intra sel disebabkan proses glikolisis sehingga menurunkan pH yang diikuti oleh pelepasan dan aktifasi enzim-enzim proteolitik lisosom. Perubahan pH bersama-sama dengan aktifasi enzim proteolitik mengakibatkan terjadinya disintegrasi struktur intra seluler dan degradasi protein yang struktural terikat. Implikasi klinisnya adalah jika terjadi kerusakan miokard akibat iskemia, TnT dan CK-MB dari sitoplasma dilepas kedalam aliran darah. Lamanya kira -kira 30 jam terus menerus sampai persediaan TnT sitoplasma habis. Bila terjadi iskemia yang persisten, maka sel mengalami asidosis intraseluler dan terjadilah proteolisis yang melepaskan sejumlah besar TnT yang terikat ke dalam darah. Masa pelepasan TnT ini berlangsung 30-90 jam, lalu perlahan-lahan turun.

14

Sensitifitas dan Spesifitas Pemeriksaan Troponin T Wu dkk paa evaluasi klinik multisenter dalam menilai diagnosa infark miokard akut, melaporkan bahwa sensitifitas troponin T bervariasi menurut lamanya onset nyeri dada, sebagai tertera pada label 1. Antman dkk mendapatkan sensitifitas pemeriksaan troponin T meningkat secara bermakna antara 0-2 jam dan > 8 jam setelah onset nyeri dada. Hasil sensitifitas dan spesitifitas pemeriksaan troponin T meningkat secara bermakna antara 0-2 jam dan > 8 jam setelah onset nyeri dada, dapat dilihat pada tabel 2.

Perbandingan antara troponin T dengan petanda lainnya dalam mendeteksi kerusakan otot jantung dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini.

Troponin T ditemukan pada otot skeletal dan jantung selama pertumbuhan janin. Troponin T juga didapatkan selama jejas otot, pada penyakit otot (misal polimiositis), regenerasi otot, gagal ginjal kronik. Hal ini dapat

15

mengurangi spesifisitas troponin T terhadap jejas otot jantung. Setelah jejas miokard peningkatan kadar cTnT terdeteksi kira-kira bersamaan dengan CK-MB, dengan kadar yang dapat dideteksi 3 sampai 4 jam setelah IMA. Troponin T tetap meningkat kira-kira 4-5 kali lebih lama daripada CKMB, karena sustained release protein yang secara struktural berikatan dengan miofibril yang mengalami desintegrasi, dengan kadar yang masih dapat dideteksi hingga 240 jam setelah IMA. Peningkatan yang lama dari cTnT akan mengganggu diagnosis perluasan IMA atau adanya re-infark. Pemeriksaan kadar cTnT mempunyai sensitivitas sampai 100% terhadap kerusakan miokard dalam 4-6 jam setelah IMA. Spesifisitas cTnT dalam diagnosis IMA tinggi, tetapi terdapat faktor yang dapat mengurangi spesifisitasnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cTnT dilepas dari sel-sel miokard pada ATS, sehingga mengurangi spesifisitas untuk diagnosis IMA. Hal lain yang dapat mengurangi spesifisitasnya adalah gen untuk cTnT ditemukan pada otot skeletal selama pertumbuhan janin. Selama jejas otot dan regenerasinya, otot skeletal nampaknya kembali ke keadaan janin, yang melepas cTnT dalam darah. Peningkatan kadar cTnT ditemukan pada gagal ginjal kronik, kemungkinan disebabkan oleh myopati akibat gagal ginjal kronik. 2. Troponin I Troponin I merupakan isoform jantung yang mana sangat memungkinkan deteksi spesifik kerusakan myocardial. Isoform diproduksi cepat setelah terjadi acute myocardial infarction (AMI) dan dapat terdeteksi dalam darah antara 4 8 jam setelah timbul nyeri dada, dengan puncak antara 14 36 jam, konsentrasi dalam darah akan tetap tinggi selama 3 7 hari. Troponin I adalah biomarker pilihan untuk deteksi myocardial necrosis dan indikasi adanya serangan jantung yang lebih spesifik dan sensitive dibanding pemeriksaan klasik enzym jantung.

16

Pada tahun 2000 Asosiasi Kardiolog Eropa dan Kolese Jantung Amerika Serikat mengumumkan adanya peran penting dari suatu biomarker yang merupakan pedoman utama dalam diagnosis Miokard Infark Akut. Pada saat itu dinyatakan troponin I dan T diunggulkan sebagai analit jantung dibanding CKMB. Troponin merupakan biomarker pilihan untuk deteksi adanya perlukaan jantung. Bukti bukti ilmiah sekarang mengatakan dengan tehnik yang spesifik dan sensitif maka peningkatan kadar troponin sangat spesifik untuk adanya perlukaan jantung, sehingga pengobatan yang lebih awal dan lebih tepat dapat dilakukan. Metode : Troponin I Ultra merupakan pemeriksaan kuantitatif untuk penetapan human cardiac troponin I dalam darah dengan metode Enzyme Linked Fluorescent Assay. Persiapan Pasien : Pasien tidak perlu puasa. Sampel darah dapat diambil sewaktu waktu Sampel : Serum atau plasma lithium heparin 1 cc. Penyimpanan : 2 8 C stabil sampai 48 jam atau < 60 C stabil sampai 4 bulan. Batas Pengukuran : Batas pengukuran Ultra Troponin I mulai 0,01 sampai 30,00 g/L dengan sensitivitas 98,23% dan spesifisitas 95,29%. Nilai Rujukan : Kadar Troponin I Normal < 0,01 g/L Selesai Hasil : Setiap hari 4 Jam dari terima sampel

17

Troponin I hanya petanda terhadap jejas miokard, tidak ditemukan pada otot skeletal selama pertumbuhan janin, setelah trauma atau regenerasi otot skeletal. Troponin I sangat spesifik terhadap jaringan miokard, tidak terdeteksi dalam darah orang sehat dan menunjukkan peningkatan yang tinggi di atas batas atas pada pasien dengan IMA. Troponin I lebih banyak didapatkan pada otot jantung daripada CKMB dan sangat akurat dalam mendeteksi kerusakan jantung. Troponin I meningkat pada kondisi-kondisi seperti myokarditis, kontusio kardiak dan setelah pembedahan jantung. Adanya cTnI dalam serum menunjukkan telah terjadi kerusakan miokard. Troponin I mulai meningkat 3 sampai 5 jam setelah jejas miokard, mencapai puncak pada 14 sampai 18 jam dan tetap meningkat selama 5 sampai 7 hari. Troponin I mempunyai sensitivitas 100% pada 6 jam setelah IMA. Troponin I adalah petanda biokimia IMA yang ideal oleh karena sensitivitas dan spesifisitasnya serta mempunyai nilai prognostik pada ATS. Petanda biokimia ini tidak dipengaruhi oleh penyakit otot skeletal, trauma otot skeletal, penyakit ginjal atau pembedahan. Spesifisitas cTnI terutama sangat membantu dalam mendiagnosis pasien dengan problem fisik yang kompleks. Kekurangan cTnI adalah lama dalam serum, sehingga dapat menyulitkan adanya re-infark. Tetapi dari sudut lain adanya peningkatan yang lama ini, berguna untuk mendeteksi infark miokard jika pasien masuk rumah sakit beberapa hari setelah onset nyeri dada menggantikan peran isoenzim LDH. C. Troponin dan Regulasi Kontraksi Otot Pada tahun 1960-an telah dihipotesiskan bahwa kontraksi otot bergaris diatur oleh komplek protein khusus yang berlokasi pada filamen aktin yang disebut tropomiosin. Tropomiosin terdiri dari 2 bagian yaitu tropomiosin dan troponin.

18

Dalam setiap sel otot (miosit) terdapat ribuan elemen kontraktil yang disebut sarkomer. Sarkomer satu dengan yang lain dipisahkan oleh suatu pita gelap yang disebut pita Z. Tiap sarkomer mengandung protein aktin, miosin, troponin dan tropomiosin. Protein aktin adalah filamen tipis (struktur mirip benang) yang memanjang dari pita Z ke arah pusat sarkomer. Protein miosin adalah filamen tebal, dengan pusat sarkomer dan filamen aktin yang tumpang-tindih. Kontraksi otot terjadi saat filamen aktin terdorong kearah pusat filamen miosin. Ketika terjadi hal demikian, pita Z ditarik saling menutup satu dengan lainnya dan otot memendek. Proses kontraksi dikontrol oleh 2 protein, yaitu troponin komplek 3 protein dan tropomiosin yang menempel pada filamen aktin. Pada relaksasi sarkomer, tempat ikatan pada filamen aktin ditutup oleh tropomiosin, yang mengubahnya menjadi tidak aktif. Dengan adanya kalsium, troponin menggeser tropomiosin dari tempat ikatan aktin. Tempat ini berikatan dengan tonjolan (kepala miosin) dari molekul miosin. Setiap terjadi ikatan terbentuk jembatan silang. Kepala miosin dari jembatan silang dipakai dan dilepas dari tempat ikatan aktin. Kepala dimiringkan ke belakang dan seterusnya (power stroke) dan berjalan langkah demi langkah mendekati filamen aktin, menariknya ke arah pusat dari filamen miosin. Teori kontraksi Walk along berasal dari fenomena ini. Jembatan silang yang terbentuk lagi, akan memperbesar kekuatan kontraksi. D. Troponin sebagai Petanda Biokimia pada SKA Ketika terjadi iskemia miokard, maka membran sel menjadi lebih permeabel sehingga komponen intraseluler seperti troponin jantung merembes ke dalam interstitium dan ruang intravaskuler. Protein ini mempunyai ukuran molekul yang relatif kecil dan terdapat dalam 2 bentuk. Sebagian besar dalam bentuk troponin komplek yang secara struktural berikatan pada miofibril serta tipe sitosolik sekitar 6-8% pada cTnT dan 2,8-4,1% pada cTnI.

19

Ukuran molekul yang relatif kecil dan adanya bentuk troponin komplek dan bebas ini akan mempengaruhi kinetika pelepasannya. Akan terjadi pelepasan troponin dini segera setelah jejas iskemia, diikuti oleh pelepasan troponin miofibriler yang lebih lama, yang menyebabkan pola pelepasan bifasik yang terutama terjadi pada troponin T (cTnT). Sedangkan pada troponin I (cTnI) karena jumlah troponin sitosoliknya lebih kecil kemungkinan pelepasannya monofasik. Kadar cTnT mulai meningkat 3-5 jam setelah jejas dan tetap meningkat selama 14-21 hari. Kadar cTnI mulai meningkat 3 jam setelah terjadi jejas dan tetap meningkat selama 5-7 hari. Kadar kedua troponin mencapai puncak 12-24 jam setelah jejas. Troponin jantung dapat diukur sebagai unit bebas (misalnya cTnI atau cTnT) dan dilepas selama stadium dini IMA atau sebagai bagian dari komplek (misalnya sebagai komplek tersier cTnT-I-C atau komplek biner cTnI-C dan cTnT-I), karena secara struktural berikatan satu dengan lainnya. Sesuai dengan cara mendiagnosis IMA, ada 3 komponen yang harus ditemukan, yakni: (1) Sakit dada yang khas, Angina Pectoris Tak Stabil (APTS); (2) Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q patologik; (3) Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal), terutana CK-MB dan troponin-T /I, dimana troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila > 0,2 ng/dl. Serum CK-MB meningkat 3-6 jam setelah serangan nyeri dada, puncaknya pada 12-18 jam dan kembali ke level normal dalam waktu 3-4 hari. Troponin cardiac compleks merupakan komponen dasar dari contraksi otot otot miokardial. Troponon T dan I lebih sensitive terhadap kerusakan otot jantung dibandingkan troponin C.

20

Troponin T meningkat dalam waktu 3-6 jam setelah serangan nyeri dada dan bertahan sampai 14 sampai 21 jam hari. Pemeriksaan Troponin T ini lebih akurat daripada LDH. Troponin I meningkat dalam waktu 7 14 jam setelah serangan. Ini merupakan indicator yang sangat spesifik dan sensitive terhadap AMI dan tidak dipengaruhi oleh penyakit atau injuri selain otot cardiac. Peningkatan ini bertahan 5-7 hari. Troponin T/I mempunyai sensitivitas dan spesifisitas tinggi sebagai petanda kerusakan sel miokard dan prognosis. Perbandingan Troponin dengan Petanda Biokimia Lainnya Tabel 4. Keuntungan dan Kerugian Troponin Dibanding Petanda Biokimia Lainnya.

21

Tabel 5. Petanda Molekuler Nekrosis Miokard

22

Tabel 6. Efikasi Petanda Jantung

Cedera miosit merupakan akibat dari iskemia berat, tetapi juga dapat merupakan akibat dari stress pada miokardium seperti, inflamasi, stress oksidatif, dan neurohormonal aktivasi. Selama dua decade terakhir, protein myofibril-Troponin T dan I- telah timbul sebagai penanda sensitive dan spesifik untuk cedera miosit dan telah membantu dalam diagnosa, stratifikasi resiko, dan perawatan pasien dengan sindrom koroner akut. Kenaikan ringan dari cardiac troponin juga ditemua pada pasien dengan gagal jantung tanpa iskemia. Horwich dkk, melaporkan Troponin jantung I terdeteksi ( 0.04 ng per mililter ) dalam hampir setengah dari 240 pasien dengan gagal jantung kronis lanjuttanpa iskemia. Setelah penyesuaian dengan beberapa faktor yang berkaitan dengan prognosis yang buruk, keberadaan Troponin I tetap menjadi prediktor tunggal untuk kematian. Troponin T yang kadarnya lebih dari 0.02 ng per milliliter pada pasien dengan gagal jantung kronik dihubungkan dengan rasio kematian diatas 4. Peacock dkk, melaporkan pengukuran troponin merupaka predictor dari hasil akhir pasien yang di hospitalisasi dengan gagal jantung akut dekompensata. Latini dkk, menemukan dengan assay standard troponin T ditemukan pada 10% pasien dengan dengan gagal jantung kronis, tetapi dengan assay baru dengan sensitifitas tinggi dapat dideteksi pada 92%

23

pasien. Setelah penyesuaian denan variable dasar dan kadar BNP, deteksi dari troponin T dengan menggunakan assay dengan sensitifitas tinggi dihubungkan dengan naiknya resiko kematian. Studi ini menunjukkan bahwa kadar Troponin T memberikan informasi penting mengenai prognosis. Dengan berkembangnya sensitifitas dari analisa Troponin, maka biomarker ini akan dapat dideteksi pada seluruh populasi dan sejalan dengan natiuretik peptide dapat digunakan rutin unutk prognosis dan respon terapi pasien gagal jantung. Protein jantung yang lain seperti Miosin light chain 1,Heart fatty-acid binding protein, dan fraksi kretinin kinase MB- juga bersirkulasi pada pasien dengan gagal jantung severe. Seperti halnya Troponin T, keberadaan proten miokard dalam serum merupakan predictor akurat untuk kematian dan hospitalisasi pasien dengan gagal jantung. Selanjutnya perlu dibandingkan antara keduanya untuk membuktikan keakuratannya. E. Troponin untuk Memonitor Terapi Reperfusi Beberapa penelitian menunjukan cTnT dan cTnI tampaknya juga berguna dalam monitor respons pasien terhadap terapi reperfusi. Setelah angioplasti koroner atau trombolisis arteri koroner akan terjadi jejas miokard, sehingga dapat dimonitor dengan petanda jantung. Penelitian tahun 1994 pada 53 pasien yang mendapat terapi trombolitik, cTnT memprediksi reperfusi dengan efisiensi 96%. Penelitian lain menunjukkan kinetika pelepasan cTnT yang jelas berbeda antara trombolisis yang berhasil dengan yang tidak berhasil. Secara khusus, rasio kadar cTnT yang diukur pada 16 jam dan 32 jam pasca infark (rasio cTnT 16:32) menunjukkan, bahwa rasio >1,0 menunjukkan reperfusi yang sukses dengan efisiensi 94%. Penelitian lain melaporkan bahwa cTnT adalah 100% akurat dalam memprediksi suksesnya reperfusi setelah angioplasti koroner dan akurasi 92% pada pasien yang mendapat terapi trombolitik.

24

Penelitian lain menunjukkan cTnI juga petanda yang sensitif terhadap terapi reperfusi. F. Implikasi Terapi pada Pasien dengan Troponin Positif Adanya petanda yang sensitif dan spesifik yaitu troponin telah memberikan perubahan-perubahan baru. Pasien dengan kadar troponin positif mempunyai risiko tinggi untuk infark/re-infark atau kematian. Troponin positif nampaknya juga paling menguntungkan untuk mulai terapi dengan LMWH dan antagonis glikoprotein IIb/IIIa. Untuk hal itu perlu konfirmasi secara prospektif. Demikian juga perlu konfirmasi apakah pasien dengan troponin positif menguntungkan untuk angiografi koroner dini dan revaskularisasi. Beberapa penelitian besar menunjukkan efektivitas penghambat glikoprotein pada SKA. Theroux et al (PRISMPLUS) meneliti terapi tirofiban dengan heparin dibanding heparin saja. Angka kematian, infark dan iskemia refrakter pada 7 hari secara bermakna lebih rendah pada kelompok dengan terapi tirofiban dengan heparin, sedangkan komplikasi perdarahan berbeda tidak bermakna. Hahn et al meneliti kadar cTnI setelah pemberian tirofiban dengan heparin dibanding heparin saja. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penghambat glikoprotein IIb/IIIa secara bermakna dapat membatasi meningkatnya kadar cTnI. Penelitian lain Heeschen et al30 (PRISM) pada 2222 pasien SKA dengan terapi penghambat glikoprotein IIb/IIIa. Pada pasien dengan cTnI yang meningkat, tirofiban secara bermakna menurunkan kematian dan infark pada 30 hari dari 42 kasus menjadi 13 kasus. Sebaliknya pada pasien dengan cTnI negatif tidak tampak efek terapi. Jadi berdasar pada penelitian besar diatas, maka pada pasien dengan risiko tinggi yang ditandai oleh kadar troponin yang meningkat seharusnya diterapi dengan penghambat glikoprotein IIb/IIIa selain terapi rutin.

25

G. Metode Pemeriksaan Troponin Untuk menilai kemampuan diognostik suatu tes diperhatikan : Sensitifitas (S) adalah kemampuan suatu tes untuk mengindentifikasi Spesifisitas adalah kemampuan suatu tes untuk mengindentifikasi secara benar mereka yang berpenyakit. secara benar mereka yang tidak berpenyakit. Uji troponin bisa dilakukan secara kualitatif atau kuantitatif dengan metode yang beragam. Cara uji yang relatif simpel dan banyak digunakan adalah secara kualitatif dengan metode imunokromatografi. Contoh uji troponin adalah Tropospot-I, yaitu suatu uji imunokromatografi in vitro untuk menentukan secara kualitatif cTnI pada serum manusia sebagai alat bantu diagnosis IMA. Jika sampel serum ditambahkan pada sample pad, maka sampel serum akan bergerak melalui konjugasi dan menggerakkan konjugasi anticTnI emas yang melapisi pad konjugasi. Campuran bergerak di antara membran secara kapilari dan bereaksi dengan antibodi anti-cTnI yang dilapisi pada daerah uji. Kadar cTnI >1,0 ng/mL menyebabkan terbentuknya pita berwarna pada daerah uji. Tidak adanya cTnI dalam serum sampel membuat daerah tersebut tetap tak berwarna. Sampel terus bergerak ke arah kontrol dan membentuk warna pink sampai ungu, menunjukkan uji yang valid. Melakukan prosedur uji tersebut, peralatan dan spesimen harus pada suhu ruangan (sampel sebaiknya baru dan bila disimpan di pendingin, harus ditunggu sampai tercapai suhu ruangan). Sampel diteteskan secara vertikal pada sumur sampel sebanyak 2-3 tetes (100-150 ul). Hasil dibaca antara 5 sampai 15 menit. Interpretasi meliputi positif dan valid bila 2 pita warna tampak dalam 15 menit (hasil tes dapat dibaca segera setelah pita warna tampak pada area tes); negatif bila area tes tanpa pita warna dan area kontrol tampak pita warna dan invalid, jika tak terbentuk pita warna pada regio kontrol.

26

H. Kendala Pemeriksaan Troponin Sensitivitas dan spesifisitas uji troponin T dan I telah diteliti secara luas. Laporan tentang sensitivitas dan spesifisitas uji troponin sangat beragam. Tetapi secara umum uji troponin sebagai petanda adanya jejas miokard mempunyai Sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi dan lebih superior dibanding CK-MB. Bervariasinya laporan sensitivitas dan spesifisitas uji troponin untuk diagnosis IMA disebabkan belum adanya nilai acuan yang standar untuk cTnT dan cTnI karena perbedaan peralatan, kebijaksanaan institusi dan interpretasi dari penemuan riset. Acuan batas atas yang secara luas diterima yang menunjukkan IMA adalah kadar cTnT serum 0,1 sampai 0,2 ug/L atau kadar cTnI serum 1,5 sampai 3,1 g/L. Faktor lain yang berperan terhadap standarisasi batas acuan adalah adanya troponin yang ditemukan dalam sitoplasma seperti diuraikan diatas. Disamping itu masih menjadi bahan diskusi standarisasi pengukuran troponin dalam serum, apakah sebagai unit bebas (misal cTnT atau cTnI) atau bagian dari unit komplek (misal cTnT-C atau cTnT-I). I. Sensitivitas dan Spesifitas Uji Troponin Penelitian tentang sensitivitas dan spesifisitas cTnT dan cTnI untuk diagnosis IMA dan mendeteksi jejas miokard telah banyak dilakukan, dengan hasil yang bervariasi. Untuk diagnosis IMA, secara umum sensitivitas dan spesifisitas troponin dan CK-MB menunjukkan hasil yang mirip, sedangkan untuk mendeteksi jejas miokard troponin lebih sensitif dan spesifik dibanding CK-MB. Penelitian menunjukkan, CK-MB meningkat pada semua pasien dengan diagnosis IMA, sedangkan cTnT meningkat pada semua pasien IMA serta beberapa pasien ATS.6 Penelitian lain menunjukkan Sensitivitas cTnT untuk diagnosis IMA dalam 3 jam pertama nyeri dada mirip dengan CK-MB. Sensitivitas pemeriksaan troponin T meningkat (100%) dalam 4 sampai 6 jam setelah onset nyeri.

27

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa spesifisitas uji cTnI jauh lebih besar dibanding uji CK-MB. Uji cTnI lebih spesifik dan sama sensitifnya dengan uji CK-MB dalam diagnosis IMA dalam 7-14 jam setelah onset nyeri. Penelitian klinik lain telah menunjukkan perbaikan Sensitivitas dan spesifisitas terhadap troponin T dan I dibanding CK-MB. Mayr et al menunjukkan bahwa pasien dengan IMA didapatkan peningkatan cTnI yang lebih awal daripada CKMB. Penelitian lain mengevaluasi efek kardioversi pada kadar CK-MB dan cTnI dan menunjukkan peningkatan kadar CK-MB setelah kardioversi, sedangkan cTnI tidak terpengaruh. Pada penelitian yang melibatkan 170 pasien yang masuk RS dengan dugaan IMA, kemudian dilakukan pemeriksaan kadar troponin. Dengan menggunakan cut off untuk kedua troponin sebesar 0,1 g/L, didapatkan hasil, setelah 4-8 jam masuk RS sensitivitas cTnT dan cTnI berturut-turut adalah sebesar 99% dan 96% serta spesifisitasnya berturut-turut sebesar 78% dan 88%.15 Sedangkan Zimmerman et al meneliti 955 pasien dengan nyeri dada yang diduga nyeri iskemik, yaitu pasien dengan lama nyeri dada minimal 15 menit dan berusia >21 tahun. Dari total 955 pasien tersebut, didapatkan 119 pasien dengan diagnosis IMA (didasarkan pada gejala klinis dan hasil pemeriksaan CK-MB mass >7 ng/ mL dan rasio CK-MB mass : CK >2,5% pada >2 sampel dalam 24 jam pertama onset nyeri dada). Dengan menggunakan cut off untuk cTnT sebesar 0,1 ng/mL dan cTnI sebesar 1,5 ng/ mL, setelah onset gejala 10 jam, didapatkan nilai sensitivitas cTnT dan cTnI berturut-turut sebesar 87% dan 96%, sedangkan spesifisitasnya sebesar 93% untuk keduanya. Untuk mendeteksi adanya jejas miokard, troponin terbukti lebih spesifik dan sensitif dibanding CK-MB. Troponin secara konsisten tetap sebagai faktor risiko independen, meskipun gejala, perubahan EKG dan faktor risiko tradisional lain disertakan. Rekomendasi ACC/AHA 2001 untuk stratifikasi risiko dini

28

terfokus pada EKG dan petanda biokimia, menyatakan bahwa troponin spesifik jantung adalah preferrable sedangkan CK-MB acceptable. Juga direkomendasikan bahwa troponin berguna sebagai single test untuk diagnosis IMA non-Q dengan pengukuran EKG serial.

Bab III SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

29

1. Ada tiga tipe Troponin yaitu I, T dan C yang terdapat pada segala jenis otot dan terlibat dalam kontraksi otot. Sedangkan untuk otot jantung terdapat Troponin I dan T dimana keduanya ini dapat dijadikan sebagai penanda apabila terjadinya kerusakan otot jantung yang selanjutnya dikenal dengan cTnI dan cTnT. 2. cTnT dan cTnI meningkat setelah 4-6 jam serangan jantung terjadi, mencapai puncak setelah 18-24 jam, dan akan kembali normal kadarnya setelah 10 hari. 3. Pada penderita sindroma koroner akut dengan troponin T > 0,1 ng/ml dijumpai komplikasi yang lebih berat dan seluruh penderita sindroma koroner akut yang meninggal dijumpai nilai troponin T>0,1 ng/ml. 4. Pemeriksaan troponin (T dan I) lebih baik dari pada CKMB dalam menilai kerusakan mikro infark otot jantung penderita sindroma koroner akut atau sejenisnya. B. Rekomendasi Pada setiap penderita sindroma koroner akut harus diperiksa nilai troponin (T dan I) agar dokter dapat menstratifikasikan penderita selama dirawat sehingga dapat mencegah mortalitas yang akan timbul.

DAFTAR PUSTAKA

Samsu, Nur, dkk. 2007. Sensitivitas dan Spesifisitas Troponin T dan I pada Diagnosis Infark Miokard Akut. Malang : FK UNIBRAW. Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 10, Oktober 2007.

30

Nawawi, R.A., dkk. 2006. Nilai Troponin T (cTnT) Penderita Sindrom Koroner Akut (SKA). Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, Vol. 12, No. 3, Juli 2006: 123-126 Tarigan, Elias. 2003. Hubungan Kadar Troponin-T Dengan Gambaran Klinis Penderita Sindroma Koroner Akut. Medan : FK USU. 2003 Digitized by USU digital library. Prawira, Hardjo. 2007. Dipstick cardiac troponin I (cTnI) untuk diagnostik sindrom koroner akut. bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Anonim. 2002. Pemeriksaan Troponin T. Majalah Kedokteran Andalas No.1. Vol. 26. Januari Juni 2002. http://saifxs.blogspot.com/2009/08/biomarker-jantung.html http://suseloselo897gm.blogspot.com/2009/05/diagnosis-ska.html http://www.jantungku.com/2009/07/14/biomarker-dalam-gagal-jantung/ http://www.jantungku.com/tag/troponin-t/ http://www.jantungku.com/tag/troponini-i/ http://www.prospecbio.com/Cardiac_Troponin/ http://filzahazny.wordpress.com/2009/11/02/protein-protein-rekombinan/ http://www.pakarbiomedika.com/page/uji_troponin http://pramitautama.co.id/news/?p=91 (Troponin I Ultra)

31