Isi Makalah

31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Limbah mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan bahaya. Limbah ini dikenal dengan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Bahan ini dirumuskan sebagai bahan dalam jumlah relatif sedikit tapi mempunyai potensi mencemarkan/merusakkan lingkungan kehidupan dan sumber daya. Beberapa kriteria berbahaya dan beracun telah ditetapkan antara lain mudah terbakar, mudah meledak, korosif, oksidator dan reduktor, iritasi bukan radioaktif, mutagenik, patogenik, mudah membusuk dan lain-lain. Industri kain sasirangan dapat dijuluki sebagai penghasil utama limbah cair, hal ini disebabkan dari proses penyempurnaan tekstil yang memang selalu menggunakan air sebagai bahan pembantu utama dalam setiap tahapan prosesnya. Pencemaran air dari industri kain sasirangan dapat berasal dari : buangan air proses produksi, buangan bahan-bahan kimia sisa proses produksi, sampah potongan kain dan lainnya. Dalam jumlah tertentu

Transcript of Isi Makalah

Page 1: Isi Makalah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat

tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi.

Limbah mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan bahaya. Limbah ini

dikenal dengan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Bahan ini dirumuskan

sebagai bahan dalam jumlah relatif sedikit tapi mempunyai potensi

mencemarkan/merusakkan lingkungan kehidupan dan sumber daya.

Beberapa kriteria berbahaya dan beracun telah ditetapkan antara lain mudah

terbakar, mudah meledak, korosif, oksidator dan reduktor, iritasi bukan radioaktif,

mutagenik, patogenik, mudah membusuk dan lain-lain. Industri kain sasirangan

dapat dijuluki sebagai penghasil utama limbah cair, hal ini disebabkan dari proses

penyempurnaan tekstil yang memang selalu menggunakan air sebagai bahan

pembantu utama dalam setiap tahapan prosesnya. Pencemaran air dari industri kain

sasirangan dapat berasal dari : buangan air proses produksi, buangan bahan-bahan

kimia sisa proses produksi, sampah potongan kain dan lainnya. Dalam jumlah

tertentu dengan kadar tertentu, kehadirannya dapat merusakkan kesehatan bahkan

mematikan manusia atau kehidupan lainnya sehingga perlu ditetapkan batas-batas

yang diperkenankan dalam lingkungan pada waktu tertentu.

Adanya batasan kadar dan jumlah bahan beracun dan berbahaya pada suatu

ruang dan waktu tertentu dikenal dengan istilah nilai ambang batas, yang artinya

dalam jumlah demikian masih dapat ditoleransi oleh lingkungan sehingga tidak

membahayakan lingkungan ataupun pemakai. Karena itu untuk tiap jenis bahan

beracun dan berbahaya telah ditetapkan nilai ambang batasnya.

Page 2: Isi Makalah

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang ingin diajukan yaitu

sebagai berikut.

1. Apakah kain sasirangan itu?

2. Apa saja bahan untuk membuat kain sasirangan?

3. Bagaimana cara pembuatan kain sasirangan?

4. Apa saja bahan pencemar yang terdapat dalam industri kain sasirangan di

“Zahra Sasirangan”?

5. Apa saja dampak limbah dari industri kain sasirangan di “Zahra Sasirangan”?

6. Bagaimana teknik pengolahan limbah di industri “Zahra Sasirangan” dan

teknik penanganannya?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang kain sasirangan.

2. Mahasiswa dapat menjelaskan bahan-bahan untuk membuat kain sasirangan.

3. Mahasiswa dapat menjelaskan cara pembuatan kain sasirangan.

4. Mahasiswa dapat menjelaskan macam-macam bahan pencemar yang terdapat

dalam industri kain sasirangan khususnya di industri “Zahra Sasirangan”.

5. Mahasiswa dapat menjelaskan dampak yang terjadi dari limbah industri kain

sasirangan di “Zahra Sasirangan”.

6. Mahasiswa dapat menjelaskan teknik pengolahan limbah sasirangan dan

teknik penanganannya.

Page 3: Isi Makalah

BAB II

ISI

2.1 Sejarah Kain Sasirangan

Kain sasirangan adalah kain khas Kalimantan Selatan. Kain ini dipercaya

sebagai kain sakral warisan abad XII saat Lambung Mangkurat menjadi Patih Negara

Dipa yang sering dipergunakan dalam pengobatan (batatamba). Pada waktu dulu

tidak semua orang bisa menjadi pengrajin kain sasirangan, karena umumnya sebagai

keterampilan yang bersifat keturunan, sehingga keterampilan tersebut tidak mudah

dinalarkan kepada sembarang orang.

Berbeda dengan zaman dahulu, pembuatan kain sasirangan pada dewasa ini

bersifat terbuka. Artinya siapa saja dapat membikin kain khas Banjar tersebut,

asalkan ada memiliki keterampilan. Diperlukan adanya kesungguhan, ketelitian dan

kecermatan, sehingga menghasilkan selembar kain sasirangan yang baik, sempurna

dan bermutu.

Perkembangan zaman yang semakin maju dengan adanya sarana dan

prasarana sektor pendidikan dan kesehatan serta faktor agama Islam, sangat

berpengaruh terhadap tradisi masyarakat Banjar dengan cara batatamba (pengobatan)

dengan mempergunakan kain sasirangan ini.

2.2 Bahan untuk Membuat Kain Sasirangan

Untuk membuat kain sasirangan kita harus menyiapkan bahan yang digunakan

terlebih dahulu.

Bahan –bahan yang digunakan adalah sebagai berikut.

1. Kain

Bahan baku untuk membuat kain sasirangan adalah serat kapas (katun). Bahan

baku lain tidak hanya kapas, tetapi juga nonkapas seperti polyester, rayon, sutera

Page 4: Isi Makalah

dan lain-lain. Namun, karena saat ini sudah tersedia kain yang siap pakai jadi kita

tidak perlu lagi memulai dengan pemintalan kapas. Hanya saja kain yang dijual di

toko-toko itu sudah difinish atau di kanji. Padahal, kanji itu dapat menghalangi

penyerapan kain oleh zat pewarna. Oleh karena itu, kita harus menghilangkan

kanji tersebut dengan 3 (tiga) cara yaitu sebagai berikut.

a. Direndam dengan air

Kain yang hendak dibuat Sasirangan direndam dalam air selama satu atau dua

hari, kemudian dibilas. Namun cara ini tidak banyak disukai, karena

prosesnya terlalu lama dan ada kemungkinan timbul mikro organisme yang

dapat merusak kain.

b. Direndam dengan asam

Kain direndam dalam larutan asam sulfat atau asam chloridaselama satu

malam, atau hanya membutuhkan waktu dua jam jika larutan zat asam

tersebut dipanaskan pada suhu 350 C. Setelah itu, kain dibilas dengan air

sehingga kain terbebas dari zat asam.

c. Direndam dengan enzim

Bahan kain yang hendak dibuat Sasirangan dimasak dengan larutan enzim

(Rapidase, Novofermasol dan lain-lain) pada suhu sekitar 450 C selama 30 s/d

45 menit. Setelah itu, kain direndam dalam air panas dua kali masing-masing

5 menit, dan kemudian dicuci dengan air dingin sampai bersih.

Page 5: Isi Makalah

2. Pewarna

Yang harus diperhatikan dalam pengadaan pewarna kain adalah sebagai berikut.

a. Harus mempunyai warna sehingga dapat mengabsorbs cahaya

b. Dapat larut dalam air atau mudah dilarutkan

c. Zat warna harus mempunyai afinitas terhadap serat (dapat menempel), tidak

luntur, dan tahan terhadap sinar matahari.

d. Zat warna harus dapat berdifusi pada serat.

e. Zat warna harus mempunyai susunan yang stabil setelah meresap ke dalam

serat.

Alam lingkungan hidup sekitar rumah tangga memberikan kemudahan bagi

pengolah kain sasirangan untuk mengolah warna dalam berbagai corak, namun

tentu saja masih sangat terbatas. Pada umumnya warna-warna yang diperoleh dari

alam adalah warna-warna pokok saja, seperti :

1) Kuning berasal dari kunyit dan temulawak.

2) Merah berasal dari zat gambir buah mengkudu atau cabe merah.

3) Hijau berasal dari daun pudak atau jahe.

4) Hitam berasal dari kabuau atau uar.

5) Ungu berasal dari biji gandaria atau buah karamunting.

6) Coklat berasal dari uar atau kulit buah rambutan.

Dari enam macam warna pokok tersebut berdasarkan pengalaman yang sudah

turun temurun, dicampur dengan berbagai rempah-rempah, dengan tujuan untuk

mengawetkan warna, menajamkan warna atau mengubah warna menjadi lebih tua

atau lebih muda. Rerempahan yang dipergunakan pada waktu dahulu adalah

seperti garam, jintan, lada, pala, cengkeh, jeruk nipis, kapur, tawas, cuka atau

terusi.

Pada dewasa ini para pengrajin sasirangan tidak lagi bersusah payah meramu

reramuan alam untuk membikin warna guna mewarnai kain sasirangan. Dengan

Page 6: Isi Makalah

membanjirnya zat warna sintesis sebagai barang import ke Indonesia dari luar

negeri yaitu dari Eropa (Inggris, Jerman, Prancis, Swiss), jepang dan Cina RCC,

sekaligus menyingkirkan ramuan-ramuan warna tradisional dalam negeri,

termasuk daerah Kalimantan Selatan. Memang ada usaha-usaha untuk mengolah

zat pewarna secara alami dengan mempergunakan bahan-bahan dari alam sekitar

kehidupan kita. Namun prosesnya memerlukan waktu dan justru pula

memerlukan biaya lebih besar manakala dibandingkan dengan membeli zat warna

sintesis. Namun terdapat hal positif dari zat pewarna alami ini yaitu ramah

lingkungan, tidak berdampak yang merugikan dari limbahnya.

Zat warna sintesis produk industri luar negeri misalnya dari WLS, Willy dan

Son Chemical Industries yang diproduksi kaleng plastic. Isinya berupa bubuk

warna dalam berbagai warna seperti merah, merah muda, hijau, hijau muda,

kuning, coklat, krim, ungu, biru, biru tua, hitam dan lainnya.

Jenis - jenis zat warna yang dikenal antara lain :

    * Zat warna Direct

    * Zat warna Basis

    * Zat warna Asam

    * Zat warna Belerang

    * Zat warna Hydron

    * Zat warna Bejana

    * Zat warna Bejana Larut

    * Zat warna Napthol

    * Zat warna Dispersi

    * Zat warna reaktif

    * Zat warna Rapid

    * Zat warna Pigmen

    * Zat warna Oksidasi

Page 7: Isi Makalah

3. Perintang atau pengikat

Biasanya terbuat dari benang kapas, benang polyester, rafia, benang ban, serat

nanas dan lainnya.

Fungsi bahan perintang adalah untuk menjaga agar bagian-bagian tertentu dari

kain terjaga dari warna yang tidak diinginkan.Oleh karena itu, bahan perintang

harus mempunyai spesifikasi khusus, diantaranya adalah sebagai berikut.

a) Tidak dapat terwarnai oleh zat warna, sehingga mampu menjaga bagian-bagian

tertentu dari zat warna yang tidak diinginkan.

b) Mempunyai konstruksi anyaman maupun twist yang padat.

c) Mempunyai kekuatan tarik yang tinggi.

2.3 Cara Pembuatan Kain Sasirangan

Secara kronologis proses pembuatan kain sasirangan tersebut adalah sebagai

berikut.

1. Melukis atau Menggambar

Mula-mula pada kain putih dilukis suatu motif yang diinginkan. Kain yang akan

dilukis tersebut telah dipotong menurut ukuran yang diinginkan, misalnya 2 meter

Page 8: Isi Makalah

atau 3 meter. Kain putih ini bisa dari kain katun, shantung, balacu, kaci, king,

primasima, satin atau sutera, sesuai yang diinginkan. Melukis, cukup dengagn

mempergunakan pensil biasa asalkan hasil garis-garis lukisan tersebut tampak

dengan jelas. Pekerjaan melukis atau menggambar ini dapat dibedakan dalam dua

cara, yaitu :

a. Melukis atau menggambar dengan langsung dan bebas sesuai dengan lukisan

atau gambar apa yang diinginkan, misalnya melukis selembar daun, bunga,

bintang dan lain-lain.

b. Melukis atau menggambar dengan mempergunakan pola atau mal yang telah

ada. Lukisan atau gambar yang dihasilkan tentu saja telah terikat dengan pola

yang sudah ada. Pola atau mal yang telah berlubang-lubang seperti garis lurus,

garis lengkung, bundar, dan sebagainya. Pola atau mal itu diletakkan di atas

kain putih yang dilukis. Setelah selesai, pola atau mal itu diletakkan lagi ke

samping kain tersebut untuk mendapatkan gambar-gambar yang sama.

Pekerjaan disini sebenarnya bukan melukis atau menggambar, tetapi hanya

menggaris-garis dengan pensil menurut alur garis-garis sesuai pola yang

sudah ada.

Motif gambar yang dihasilkan di sini umumnya adalah untuk mendapatkan

kain sasirangan yang seragam motifnya dalam jumlah yang banyak.

Page 9: Isi Makalah

2. Menjahit atau Menjelujur

Setelah lukisan selesai tergambar pada lembaran kain putih tersebut, pekerjaan

berikutnya adalah menjahit. Dengan mempergunakan jarum tangan yang telah

diberi benang yang kuat. Kain tersebut dijahit (dijelujur) dengan cara mengikuti

garis-garis hasil lukisan. Kadang-kadang jahitan itu bisa saja berupa ikatan dengan

benang.Manakala jahitan (jel/ujur) dengan benang tersebut telah selesai untuk

selembar kain, maka benang-benang tersebut ditarik kuat (disisit), sehingga

tampak hasilnya, kain yang dijahit tersebut menjadi mengkerut.

3. Memberi warna

Baskom yang telah disediakan ditaburi bubuk warna yang diinginkan. Bubuk

warna yang digunakan adalah zat pewarna sintetik, seperti zat warna naphtol.

Bubuk warna itu dicairkan dengan air panas, kemudian diaduk dengan wancuh

sampai cairan warna itu benar-benar tampak telah merata. Setelah cairan warna

sudah agak dingin, kain yang telah dijahit (dijelujur) tadi dicelupkan ke dalam

baskom yang berisi cairan warna tersebut. Harus diingatkan, mencelupkan kain ke

dalam baskom tersebut, kedua belah tangan harus mempergunakan sarung tangan

dari karet tebal yang panjangnya sampai ke siku.

Kain yang diberi warna tersebut tidak sekedar dicelupkan begitu saja ke dalam

baskom. Tetapi kain tersebut harus diremas-remas, dibolak balik beberapa kali,

sehingga warna yang diinginkan benar-benar telah merata dengan baik pada kain

Page 10: Isi Makalah

tersebut. Pekerjaan memberi warna ini biasanya berlangsung antara 5 sampai 10

menit.

Setelah selesai memberi warna di dalam baskom tersebut kain itu kemudian

ditempatkan pada balok rentang guna dikeringkan, tetapi tidak dijemur langsung

kena cahaya matahari. Perendaman kain ke dalam baskom itu bisa beberapa kali,

sesuai dengan jumlah warna yang diinginkan. Kain yang telah diberi warna

tersebut dibiarkan (ditiriskan) lebih kurang 30 menit.

Setelah selesai ditiriskan, kemudian dilakukan penciciran terhadap kain

dengan menggunakan spoons. Setelah itu kain dicuci untuk menghilangkan aroma

dari zat pewarna yang dipakai. Kemudian kain yang telah dicuci tersebut ditiriskan

(dikeringkan).

Harus diingat pula, untuk memberi kain sasirangan ini, yaitu begitu selesai

pekerjaan mewarnai, hendaklah mencuci tangan bersih-bersih dengan sabun.

Lebih-lebih kalau akan memegang makanan, karena bubuk warna itu adalah bahan

kimia.

Page 11: Isi Makalah

4. Melepaskan Benang Jahitan

Apabila kain yang telah diberi warna tersebut sudah agak kering, selanjutnya

kain itu digelar di atas tikar purun, benang-benang jahitan atau ikatan pada kain

tersebut dilepaskan seluruhnya. Akan tampak kain tersebut telah berwarna sesuai

dengan warna yang diinginkan.

5. Dicuci dan Dikeringkan

Selanjutnya kain yang sudah selesai diberi warna dan cairan pengawet itu

dicuci dengan sabun dan dikeringkan. Mengeringkan kain tersebut dengan cara

digelar (dijemur) di tempat teduh dan tidak terkena cahaya matahari.

Page 12: Isi Makalah

6. Disetrika

Setelah kain tersebut benar-benar telah kering, selanjutnya disetrika agar kain

itu menjadi licin. Jadilah selembar kain sasirangan khas banjar.

2.4 Bahan Pencemar pada Industri Kain Sasirangan

Pencemaran yang ditimbulkan industri karena ada limbah keluar mengandung

bahan beracun dan berbahaya. Bahan pencemar keluar bersama bahan buangan

melalui media udara, air dan bahan padatan. Bahan buangan yang keluar dari pabrik

masuk dalam lingkungan dapat diidentifikasi sebagai sumber pencemar. Sebagai

sumber pencemar perlu diketahui jenis bahan pencemar yang keluar, jumlah dan

jangkauannya. Antara industri satu dengan yang lain berbeda jenis, dan jumlahnya

tergantung pada penggunaan bahan baku, sistem proses, dan cara kerja karyawan

dalam industri.

Page 13: Isi Makalah

Pencemaran terjadi akibat bahan beracun dan berbahaya dalam limbah lepas

masuk lingkungan hingga terjadi perubahan kualitas lingkungan. Sumber bahan

beracun dan berbahaya dapat diklasifikasikan:

1. Industri kimia organik maupun anorganik,

2. Penggunaan bahan beracun dan berbahaya sebagai bahan baku atau bahan

penolong dan

3. Peristiwa kimia, fisika, dan biologi dalam industri.

Limbah tersebut bisa berasal dari zat warna tekstil yang dipakai atau sisa zat

warna yang tidak terpakai, zat – zat pembantu, zat yang digunakan saat proses

preparasi dan limbah saat proses pencucian alat. Bila air limbah tersebut di tampung,

maka rata-rata akan mengandung 750 mg/l padatan tersuspensi dan 500 mg/l BOD.

Perbandingan COD : BOD adalah dalam kisaran 1,5 : 1 sampai 3 : 1.

Salah satu kandungan limbah industri yang dapat menimbulkan

dampak negatif adalah logam berat seperti timbal, tembaga, krom, cadmium, raksa

dan arsen. Kasus keracunan krom secara incidental cukup berbahaya bagi manusia,

yakni mengakibatkan kanker paru-paru, luka bernanah kronis dan merusak selaput

tipis hidung. Sumber pencemaran krom dilingkungan dapat dilacak dari air buangan

industri-industri pabrik tekstil. Sasirangan merupakan kain khas Kalimantan Selatan

yang dihasilkan dari pewarnaan tekstil secara jumput. Limbah cair pewarna industri

kain sasirangan yang mengandung logam berat krom, kebanyakan dibuang

ke perairan yang ada disekitarnya, yang merupakan lahan gambut.

Air gambut sebagai salah satu jenis air yang ada di Kalimantan Selatan yang

secara alamiah mengandung C-organik dan kebanyakan dikonsumsi masyarakat yang

ada disekitarnya.

Karakteristik air limbah dapat dibagi menjadi tiga yaitu:

Page 14: Isi Makalah

1. Karakteristik Fisika

Karakteristik fisika ini terdiri dari beberapa parameter, diantaranya

a) Total Solid (TS)

Merupakan padatan didalam air yang terdiri dari bahan organik

maupunanorganik yang larut, mengendap, atau tersuspensi dalam air.

b) Total Suspended Solid (TSS)

Merupakan jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada didalam

air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membrane berukuran

0,45mikron.

c) Warna

Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan

menigkatnya kondisi anaerob, warna limbah berubah dari yang abu-abu

menjadi kehitaman.

d) Kekeruhan

Kekeruhan disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat

organik maupun anorganik.

e) Temperatur 

Merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan efeknya terhadap

reaksi kimia, laju reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan air

untuk  berbagai aktivitas sehari ± hari.

f) Bau

Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi

atau penambahan substansi pada limbah. Pengendalian bau sangat penting

karenaterkait dengan masalah estetika.

2. Karateristik Kimia

a) Biological Oxygen Demand(BOD)

Page 15: Isi Makalah

Menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup

untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air.

b) Chemical Oxygen Demand(COD)

Merupakan jumlah kebutuhan oksigen dalam air untuk proses reaksi secara

kimia guna menguraikan unsur pencemar yang ada. COD dinyatakan

dalam ppm ( part per milion) atau ml O2/ liter.

c) Dissolved Oxygen(DO)

Adalah kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk respirasi aerob

mikroorganisme. DO di dalam air sangat tergantung pada temperature dan

salinitas.

d) Ammonia (NH3)

Ammonia adalah penyebab iritasi dan korosi, meningkatkan pertumbuhan

mikroorganisme dan mengganggu proses desinfeksi dengan chlor. Ammonia

terdapat dalam larutan dan dapat berupa senyawa ion ammonium atau

ammonia tergantung pada pH larutan.

e) Sulfida

Sulfat direduksi menjadi sulfida dalam sludge digester dan dapat

mengganggu proses pengolahan limbah secara biologi jika konsentrasinya

melebihi 200mg/L. Gas H2S bersifat korosif terhadap pipa dan dapat merusak

mesin.

f) Fenol

Fenol mudah masuk lewat kulit. Keracunan kronis menimbulkan gejalagastero

intestinal, sulit menelan, dan hipersalivasi, kerusakan ginjal dan hati,serta

dapat menimbulkan kematian.

g) Derajat keasaman( pH) 

pH dapat mempengaruhi kehidupan biologi dalam air. Bila terlalu rendah atau

terlalu tinggi dapat mematikan kehidupan mikroorganisme.Ph normal

untuk kehidupan air adalah 6-8.

Page 16: Isi Makalah

h) Logam Berat

Logam berat bila konsentrasinya berlebih dapat bersifat toksik sehingga

diperlukan pengukuran dan pengolahan limbah yang mengandung

logam berat.

3. Karakteristik Biologi

Karakteristik biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air

yang dikonsumsi sebagai air minum dan air bersih.Parameter yang biasa

digunakan adalah banyaknya mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah.

2.5 Dampak Limbah Kain Sasirangan

Industri tekstil termasuk industri kain sasirangan dapat dijuluki sebagai

penghasil utama limbah cair, hal ini disebabkan dari proses penyempurnaan tekstil

yang memang selalu menggunakan air sebagai bahan pembantu utama dalam setiap

tahapan prosesnya.

Pencemaran air dari industri kain sasirangan dapat berasal dari : buangan air

proses produksi, buangan bahan-bahan kimia sisa proses produksi, sampah potongan

kain dan lainnya. Pencemaran itu dapat mengganggu keseimbangan ekosistem sungai,

dapat merubah warna, bau bahkan mengakibatkan matinya makhluk-makhluk air

yang sangat penting bagi kehidupan manusia.

Timbulnya warna itu dikarenakan sisa-sisa zat warna yang tidak terpakai dan

kotoran-kotoran yang berasal dari sutera alam. Disamping dapat mengganggu

keindahan, mungkin juga dapat bersifat racun, serta biasanya sukar dihancurkan.

Genangan air yang berwarna, banyak menyerap oksigen dalam air, sehingga dalam

waktu lama akan membuat air berwarna hitam dan berbau.

Bau dari air buangan menandakan adanya pelepasan gas yang berbau seperti

hidrogen sulfida. Gas ini timbul dari hasil penguraian zat organik yang mengandung

belerang atau senyawa sulfat dalam kondisi kekurangan oksigen. Suhu air buangan

Page 17: Isi Makalah

biasanya lebih tinggi dari suhu air tempat pembuangannya. Pada suhu yang lebih

tinggi kandungan oksigen dalam air berkurang sehingga memungkinkan tumbuhnya

tanaman-tanaman air yang tidak diinginkan.

Pada industri “Zahra Sasirangan”, limbah yang dihasilkan yaitu berupa limbah

cair, limbah gas, dan limbah padat. Limbah cairnya yaitu berupa sisa buangan zat

pewarna, limbah gasnya berupa aroma dari zat pewarna yang dipakai, sedangkan

limbah padat yang dihasilkan yaitu dari benang-benang sisa bekas jahitan/jelujur serta

sisa dari potongan-potongan kain.

Limbah cair dari industri tersebut dibuang ke sungai tanpa melalui proses

pengolahan terlebih dahulu, yang mana limbah tersebut mengandung zat-zat kimia

berbahaya dari pewarna tekstil. Sedangkan aroma yang dihasilkan dari zat pewarna

tersebut sangat menyengat sehingga mengganggu masyarakat sekitar.

Masyarakat sekitar merasa terganggu akibat adanya limbah dari produksi kain

sasirangan tersebut. Terutama dengan air limbah yang dibuang langsung ke sungai

yang dapat mencemari perairan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan dengan kesimpulan dari

Analisis Pengujian Logam Berat di Perairan. Pemerintah Kota Banjarmasin

menjelaskan bahwa Sungai martapura di Banjarmasin telah terdapat kadar

pencemaran airnya yang berasal dari limbah zat pewarna sasirangan, limbah cuci

foto, dan limbah dari radiologi rumah sakit. Seperti yang kita tahu Banjarmasin

adalah kota seribu sungai, sangat sayang sekali apabila sungai-sungainya tercemar

diakibatkan oleh hal itu.

Pada beberapa Negara maju, termasuk di Indonesia telah ada peraturan

pemerintah yang mengatur tentang baku mutu bahan buangan yang diizinkan untuk

dibuang langsung ke dalam lingkungan. Dengan adanya peraturan tersebut, maka

industri tekstil termasuk industri kain sasirangan boleh membuang limbah cairnya

langsung ke lingkungan dengan ketentuan bahwa kandungan bahan kimia atau bahan

Page 18: Isi Makalah

lainnya dalam air buangannya tidak melebihi konsentrasi yang telah ditetapkan atau

dengan kata lain memenuhi persyaratan.

2.6 Teknik pengolahan limbah dan penanganannya

Untuk mencegah terjadinya pencemaran yang diakibatkan pembuangan

limbah kain sasirangan sembarangan ada beberapa teknik pengolahan limbah yang

dapat dilakukan yaitu sebagai berikut.

1. Dengan menggunakan zat pewarna alami

Menggunakan zat pewana alami memang memerlukan waktu dalam

pengolahannya, tetapi dengan zat pewarna alami, tidak akan mengganggu

kesehatan para pengrajin dan lingkungan sekitarnya.

2. Dengan melakukan pengolahan limbah

Ada 3 tahap dalam pengolahan limbah yaitu :

a. Pembentukan Inti Endapan

Pada tahap ini diperlukan zat koagulan yang berfungsi untuk penggabungan

antara koagulan dengan polutan yang ada dalam air limbah. Agar

penggabungan dapat berlangsung diperlukan pengadukan dan pengaturan pH

limbah. Pengadukan dilakukan pada kecepatan 60 s/d 100 rpm selama 1 s/d 3

menit, pengaturan pH tergantung dari jenis koagulan yang digunakan,

misalnya untuk :

  Alum  pH 6 s/d 8

 Fero Sulfat  pH 8 s/d 11

 Feri Sulfat  pH 5 s/d 9

 PAC  pH 6 s/d 9

b. Tahap Flokulasi

Pada tahap ini terjadi penggabungan inti-inti endapan sehingga menjadi

molekul yang lebih besar, pada tahap ini dilakukan pengadukan lambat

Page 19: Isi Makalah

dengan kecepatan 40 s/d 50 rpm selama 15 s/d 30 menit. Untuk mempercepat

terbentuknya flok dapat ditambahkan flokulan misalnya polielektrolit.

Polielektrolit digunakan secara luas, baik untuk pengolahan air proses maupun

untuk pengolahan air limbah industri. Polielektrolit dapat dibagi menjadi tiga

jenis yaitu non ionik, kationik dan anionik; biasanya bersifat larut air. Sifat

yang menguntungkan dari penggunaan polielektrolit adalah : volume lumpur

yang terbentuk relatif lebih kecil, mempunyai kemampuan untuk

menghilangkan warna, dan efisien untuk proses pemisahan air dari lumpur

(dewatering).

c. Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan

Flok yang terbentuk selanjutnya harus dipisahkan dengan cairannya, yaitu

dengan cara pengendapan atau pengapungan. Bila flok yang terbentuk

dipisahkan dengan cara pengendapan, maka dapat digunakan alat klarifier,

sedangkan bila flok yang terjadi diapungkan dengan menggunakan gelembung

udara, maka flok dapat diambil dengan menggunakan skimmer.

Gambar diagram air proses koagulasi dengan pengendapan adalah sebagai

berikut.

Klarifier berfungsi sebagai tempat pemisahan flok dari cairannya. Dalam

klarifier diharapkan lumpur benar-benar dapat diendapkan sehingga tidak

terbawa oleh aliran air limbah yang keluar dari klarifier, untuk itu diperlukan

Page 20: Isi Makalah

perencanaan pembuatan klarifier yang akurat. Kedalaman klarifier

dipengaruhi oleh diameter klarifier yang bersangkutan. Misalkan dibuat

klarifier dengan diameter lebih kecil dari 12 m, diperlukan kedalaman air

dalam klarifirer minimal sebesar 3,0 m dan disarankan.

Page 21: Isi Makalah

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan