Isi Lapres F

31
1 ANALISIS VOLUMETRI I. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan dari percobaan ini adalah : 1. Menentukan konsentrasi larutan standar NaOH dengan titrasi asidimetri-alkalimetri. 2. Menentukan konsentrasi larutan standar Na2S2O3 dengan titrasi iodometri. II. DASAR TEORI Analisis volumetri merupakan suatu percobaan analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan mengukur volume larutan standar yang dapat mengalami reaksi sempurna dengan suatu senyawa di dalam larutan yang akan ditentukan normalitasnya. Analisis tersebut dilakukan dengan cara titrasi, yaitu menambahkan larutan standar tetes demi tetes melalui buret ke dalam erlenmeyer yang berisi larutan yang akan ditentukan normalitasnya. Saat reaksi sempurna tercapai ialah saat dimana telah tercapai titik ekivalen, titrasi dihentikan. Untuk memperjelas telah tercapainya titik ekivalen dapat diketahui dengan menggunakan indikator yang sesuai yaitu yang memberikan perubahan (warna) yang jelas meskipun kemungkinan juga dapat diketahui dengan adanya perubahan pada larutan yang dititrasi seperti adanya endapan atau terbentuknya senyawa kompleks. Dengan begitu, titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi harusnya sama dengan titik ekivalen. Larutan standar adalah larutan yang normalitasnya telah diketahui secara pasti. Normalitas menyatakan banyaknya gram ekivalen zat terlarut dalam tiap liter larutan. Larutan yang mempunyai bahan dengan kemurnian yang tinggi dan berat ekivalen yang tinggi serta stabil, dimana beratnya dapat diketahui dengan pasti dan juga mudah larut dalam air maupun pelarut lainnya dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Contohnya antara lain H2C2O4, K2Cr2O7, Na2B4O7.

description

F

Transcript of Isi Lapres F

Page 1: Isi Lapres F

1

ANALISIS VOLUMETRI

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan dari percobaan ini adalah :

1. Menentukan konsentrasi larutan standar NaOH dengan titrasi

asidimetri-alkalimetri.

2. Menentukan konsentrasi larutan standar Na2S2O3 dengan titrasi

iodometri.

II. DASAR TEORI

Analisis volumetri merupakan suatu percobaan analisis kimia

kuantitatif yang dilakukan dengan mengukur volume larutan standar

yang dapat mengalami reaksi sempurna dengan suatu senyawa di dalam

larutan yang akan ditentukan normalitasnya. Analisis tersebut dilakukan

dengan cara titrasi, yaitu menambahkan larutan standar tetes demi tetes

melalui buret ke dalam erlenmeyer yang berisi larutan yang akan

ditentukan normalitasnya. Saat reaksi sempurna tercapai ialah saat

dimana telah tercapai titik ekivalen, titrasi dihentikan. Untuk

memperjelas telah tercapainya titik ekivalen dapat diketahui dengan

menggunakan indikator yang sesuai yaitu yang memberikan perubahan

(warna) yang jelas meskipun kemungkinan juga dapat diketahui dengan

adanya perubahan pada larutan yang dititrasi seperti adanya endapan

atau terbentuknya senyawa kompleks. Dengan begitu, titik akhir titrasi

dapat diketahui. Titik akhir titrasi harusnya sama dengan titik ekivalen.

Larutan standar adalah larutan yang normalitasnya telah diketahui

secara pasti. Normalitas menyatakan banyaknya gram ekivalen zat

terlarut dalam tiap liter larutan. Larutan yang mempunyai bahan dengan

kemurnian yang tinggi dan berat ekivalen yang tinggi serta stabil,

dimana beratnya dapat diketahui dengan pasti dan juga mudah larut

dalam air maupun pelarut lainnya dapat digunakan sebagai larutan

standar primer. Contohnya antara lain H2C2O4, K2Cr2O7, Na2B4O7.

Page 2: Isi Lapres F

2

Larutan standar primer dapat langsung digunakan untuk titrasi tanpa

harus distandarisasi terlebih dahulu. Sedangkan larutan standar

sekunder, misalnya HCl dan Na2S2O3 harus distandarisasi dengan

larutan standar primer terlebih dulu agar dapat digunakan untuk

menentukan moralitas suatu larutan.

Analisis volumetri berdasarkan reaksi yang terjadi dalam proses

titrasi dibedakan menjadi empat, yaitu :

1. Asidimetri-alkalimetri (netralisasi)

2. Oksidimetri-reduksimetri (redoks)

3. Pengendapan

4. Pembentukan kompleks

Pada praktikum percobaan analisis volumetri ini yang dipraktikkan

hanya asidimetri-alkalimetri dan oksidimetri-reduksimetri (redoks).

1. Titrasi Asidimetri-Alkalimetri

Asidimetri adalah titrasi terhadap suatu larutan garam terhidrolisis

yang berasal dari suatu asam lemah dan basa kuat atau suatu basa bebas

dengan larutan standar asam kuat. Sedangkan alkalimetri adalah titrasi

terhadap suatu larutan garam terhidrolisis yang berasal dari suatu basa

lemah dan asam kuat atau suatu larutan asam bebas dengan larutan

standar basa kuat. Larutan standar HCl digunakan untuk menentukan

konsentrasi larutan NaOH dengan titrasi asidimetri. Dalam hal ini,

konsentrasi HCl tersebut distandarisasi dengan larutan boraks yang

merupakan larutan standar primer. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:

Na2B4O7(aq) + 5H2O(l) + 2HCl(aq) 2NaCl(aq) + 4H3BO3(aq) (1)

Pada titik akhir titrasi pH larutan kurang dari 7 dikarenakan adanya

asam lemah H3BO3 yang terbentuk. Maka dari itu diperlukan indikator

methyl orange yang memiliki trayek pH 3,1 – 4,4. Perubahan warna

yang terjadi pada indikator ini menunjukkan perubahan warna dari

orange menjadi merah bata pada saat titik ekivalen tercapai. Konsentrasi

HCl dapat diketahui melalui titrasi berdasarkan berat (yang tepat) Na

boraks yang dilarutkan dan volume HCl (yang tepat) yang diperlukan

Page 3: Isi Lapres F

3

sampai terjadi perubahan warna. Selanjutnya larutan standar HCl (yang

telah diketahui konsentrasinya) tersebut digunakan untuk menentukan

konsentrasi larutan NaOH. Seluruh NaOH bereaksi sempurna dengan

HCl membentuk garam NaCl pada saat titik ekivalen dengan reaksi

berikut:

NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2O(l) (2)

Pada titik ekuivalen pH larutan sekitar 7 dikarenakan NaCl

merupakan garam netral sehingga indikator yang digunakan adalah

phenolphtalein yang memiliki trayek pH 8,3 – 10. Perubahan warna

yang diberikan dari merah muda menjadi tidak berwarna.

2. Titrasi Redoks

Titrasi redoks merupakan metode dengan reaksi utamanya adalah

reaksi oksidasi dan reduksi dengan penentuan kuantitatif. Reaksi ini

hanya dapat berlangsung jika ada senyawayang bersifat oksidator dan

yang bersifat reduktor yang saling berinteraksi. Jadi, jika larutan

standarnya reduktor, maka analit harus bersifat oksidator atau

sebaliknya. Berdasarkan jenis oksidatornya, titrasi redoks digolongkan

menjadi: Permanganometri (KMnO4 sebagai larutan standar primer),

Dikhrometri (K2Cr2O7 digunakan sebagai larutan standar primer),

Iodometri (larutan standar primer I2 langsung atau tidak langsung).

Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri

adalah natrium thiosulfat yang berbentuk pentahidrat Na2S2O3.5H2O.

Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama sehingga

konsentrasi yang tepat harus distandarisasi dengan larutan standar

primer I2. Pada praktikum ini, konsentrasi larutan standar Na2S2O3

ditentukan dengan titrasi Iodometri tidak langsung yaitu dengan

menggunakan larutan standar I2 yang dibebaskan dari reaksi oksidasi KI

dengan K2Cr2O7 dalam suasana asam dengan penambahanasam kuat

seperti HCl ataupun H2SO4. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:

Cr2O72-

(aq)+6I-(aq)+14H+

(aq)2Cr3+(aq)+3I2(g)+7H2O(l) (3)

Page 4: Isi Lapres F

4

Pada reaksi ini, KI berlebih sehingga semua Cr2O72- bereaksi dan

sisa KI digunakan untuk melarutkan I2 yang terbentuk (I2 sangat sedikit

atau tidak larut dalam air akan tetapi mudah larut dalam larutan yang

mengandung ion iodida atau KI dengan membentuk kompleks Iodida :

I2+ I- I3

- yang mudah larut dalam air). Kemudian iodium (I2) yang ada

dititrasi dengan larutan standar natrium thiosulfat (Na2S2O3).

Pati/amilium adalah indikator yang digunakan dalam titrasi

Na2S2O3, karena amilum dapat membentuk kompleks dengan I2

sehingga menimbulkan warna biru tua meskipun masih terdapat sedikit

I2. Iodida yang terikat akan hilang sehingga warna biru akan pudar dan

perubahan warna dapat diamati pada titik ekivalen. Penambahan

amilum dilakukan pada saat titik akhir titrasi hampir tercapai yaitu saat

iodium yang tersisa dalam larutan tersisa sedikit, yang ditandai dengan

adanya warna coklat pada larutan. Hal tersebut dilakukan agar amilum

tidak membungkus iodium, yang menyebabkan warna biru tua sulit

hilang dan berakibat pada titik akhir titrasi yang tidak dapat diamati.

Perubahan warna yang dapat diamati selama iodometri

berlangsung:

a. Pada saat penambahan K2Cr2O7 pada larutan yang didalamnya

terdapat Na2CO3, KI, dan HCl pekat akan terjadi perubahan warna

dari tidak berwarna menjadi coklat pekat/gelap. Perubahan warna ini

menunjukkan terjadinya reaksi antara ion kromat pada K2Cr2O7

dengan ion iodium.

b. Pada saat titrasi larutan campuran Na2CO3, KI, HCl dan K2Cr2O7

dengan menggunakan larutan Na2S2O3, terjadi perubahan warna dari

coklat gelap menjadi coklat bening dengan persamaan reaksi:

2S2O32-(aq)+I2(g) S4O6

2-(aq)+2I-(aq) (4)

c. Terjadi perubahan warna dari coklat bening menjadi biru kehitaman/

gelap setelah ditetesi amilum. Hal ini disebabkan oleh amilum yang

berikatan dengan iodium menjadi iodamilum sehingga terjadi

perubahan warna.

Page 5: Isi Lapres F

5

d. Pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari biru gelap

menjadi hijau kebiruan pada saat Na2S2O3 kembali ditambahkan ion

tio sulfat sehingga dapat bereaksi dengan sisa iodium yang sudah

terikat pada amilum.

Page 6: Isi Lapres F

6

III. PELAKSANAAN PERCOBAAN

A. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

1. Asam Klorida (HCl) 0,1 N

2. Aquadest

3. Boraks (Na2B4O7.10 H2O)

4. Natrium hidroksida (NaOH)

5. Indikator methyl orange (m.o)

6. Indikator phenolpthalein (p.p)

7. Kalium dikromat (K2Cr2O7) 0.1 N

8. Natrium thiosulfat pentahidrat (Na2S2O3.5H2O)

9. Natrium karbonat (Na2CO3)

10. Kalium Iodida (KI)

11. Pati

B. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah alat-alat

gelas dan rangkaian alat yang ditunjukkan pada gambar 1:

Gambar 1. Rangkaian Alat Titrasi

Keterangan :

1. Statif

2. Klem

3. Buret 50 mL

4. Kran Buret

5. Erlenmeyer 250 mL

Page 7: Isi Lapres F

7

C. Cara Percobaan

Asidimetri – Alkalimetri

1. Standarisasi larutan standar HCl 0,1 N

Sebanyak 0,2 gram boraks ditimbang dalam gelas arloji

dengan neraca analitis digital. Boraks dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 mL dengan bantuan corong gelas. Sisa – sisa

boraks yang menempel pada gelas arloji dibersihkan dengan

disemprot aquadest sehingga semua boraks masuk ke dalam

erlenmeyer. Aquadest ditambahkan hingga volumenya 30 mL.

Erlenmeyer digoyang – goyang hingga larutan homogen.

Sebanyak 3 – 5 tetes methyl orange ditambahkan. Buret diisi

dengan larutan standar HCL 0,1 N sampai tanda batas nol.

Larutan boraks dititrasi hingga titik ekivalen tercapai, dan

dicatat volume larutan HCL yang diperlukan. Percobaan

diulangi dua kali lagi.

2. Pembuatan larutan NaOH 0,1 N

Sebanyak 10 mL aquadest disiapkan dalam gelas beker

100 mL. Sebanyak 0,4 gram NaOH ditimbang dengan botol

timbang. Natrium hidroksida dimasukkan ke dalam gelas

beker tersebut, lalu diaduk hingga homogen. Larutan NaOH

dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL, dan aquadest

ditambahkan hingga tanda batas dan digojog hingga homogen.

3. Penentuan konsentrasi larutan NaOH 0, 1 N

Sebanyak 10 mL larutan NaOH 0,1 N diambil dengan

pipet volume 10 mL, lalu dituang ke dalam Erlenmyer 125 mL.

Indikator phenolpthalein ditambahkan sebanyak tiga tetes.

Buret diisi dengan larutan standar HCl 0,1 N sampai tanda

batas nol. Larutan NaOH dititrasi sampai titik ekivalen dan

volume larutan HCl yang diperlukan dicatat. Percobaan

diulangi dua kali lagi.

Page 8: Isi Lapres F

8

4. Penentuan konsentrasi larutan NaOH X N

Sebanyak 10 mL larutan NaOH X N diambil dengan

pipet volume 10 mL lalu dituang ke dalam erlenmeyer 125 mL.

Indikator phenolpthalein ditambahkan sebanyak tiga tetes.

Buret diisi dengan larutan standar HCl 0,1 N sampai tanda

batas nol. Larutan NaOH dititrasi sampai titik ekivalen dari

warna ungu menjadi bening. Volume larutan HCl yang

diperlukan dicatat. Percobaan diulangi dua kali lagi.

Iodometri

1. Pembuatan larutan standar Na2S2O3

Sebanyak 2,5 gram Na2S2O3 ditimbang dalam gelas

arloji menggunakan neraca analitis digital. Natrium thiosulfat

dimasukkan ke dalam gelas beker 250 mL yang berisi

aquadest 50 mL, lalu diaduk sampai larut. Larutan disaring

menggunakan kertas saring dan dituang ke dalam labu ukur

100 mL. Aquadest ditambahkan hingga tanda batas dan

digojog hingga homogen.

2. Pembuatan indikator pati

Sebanyak 0,1 gram pati ditimbang dalam gelas arloji

dengan neraca analitis digital. Pati dimasukkan ke dalam gelas

beker 250 mL. Aquadest ditambahkan sampai volume Β± 50

mL. Larutan pati dipanaskan sambil diaduk hingga mendidih.

3. Peneraan larutan Na2S2O3

Sebanyak 3 gram KI dan 1 gram Na2CO3 ditimbang

dalam gelas arloji menggunakan neraca analitis digital.

Kalium iodida dan natrium karbonat dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 250 mL bertutup yang berisi 50 mL aquadest.

Erlenmeyer digoyang-goyang hingga larutan homogen, lalu

ditambahkan HCl 1:1 sebanyak Β± 5 mL dengan pipet volume

5 mL sambil digoyang pelan. Larutan K2Cr2O7 yang telah

Page 9: Isi Lapres F

9

disediakan ditambahkan dengan pipet volume 25 mL dan

digoyang hingga homogen. Erlenmeyer ditutup dengan gelas

arloji dan disimpan di tempat gelap selama Β± 10 menit. Buret

diisi larutan Na2S2O3 sampai batas tanda nol. Larutan K2Cr2O7

dalam erlenmeyer tadi dititrasi sampai berwarna coklat muda.

Indikator pati ditambahkan hingga larutan berubah warna

menjadi biru kehitaman dan titrasi dilanjutkan hingga larutan

berubah warna menjadi hijau kebiruan. Volume larutan

Na2S2O3 yang diperlukan dicatat dan percobaan diulangi dua

kali lagi.

D. Analisis Data

1. Standarisasi HCl dengan boraks

a) Menghitung normalitas HCl teoretis

NHCl = 10 VHCl1 n K ρ

VHCl2 Mr (5)

dengan, N HCl = normalitas HCl, mgrek/mL

VHCl 1 = volume HCl pekat, mL

n = jumlah H+ dalam molekul HCl

K = kadar HCl pekat, %

ρ = massa jenis HCl, g/mL

VHCl 2 = volume HCl setelah pengenceran, mL

Mr = massa molekul relatif HCl = 36,5 g/mol

b) Normalitas HCl yang sebenarnya :

NHCl = mboraks

VHClMrboraks (6)

dengan, N HCl = normalitas HCl yang sebenarnya,

mgrek/mL

m boraks = massa boraks, mg

Mr boraks = massa molekul relatif boraks

= 382 mg/mmol

V HCl = volume HCl untuk titrasi, mL

Page 10: Isi Lapres F

10

2. Standarisasi NaOH dengan HCl

a) Normalitas NaOH teoretis :

NNaOH = m n

VNaOH Mr (7)

dengan, N NaOH = normalitas NaOH, mgrek/mL

m = massa NaOH, mg

n = jumlah OH- dalam molekul NaOH =

1

Mr = massa molekul relative NaOH

= 40 mg/ mmol

V NaOH = volume larutan NaOH, mL

b) Normalitas NaOH sebenarnya :

NHCl = NHClVHCl

VNaOH (8)

dengan, N NaOH = normalitas NaOH sebenarnya,

mgrek/mL

V NaOH = volume NaOH yang dititrasi, mL

N HCl = normalitas HCl sebenarnya

untuk titrasi, mgrek/mL

V HCl = volume HCl untuk titrasi, mL

3. Standarisasi larutan NaOH X N dengan HCl

Normalitas NaOH X N dihitung dengan persamaan

berikut:

NNaOH X N = NHClVHCl

VNaOH X N (9)

dengan, NNaOH X N = normalitas NaOH X N, mgrek/mL

VNaOH X N = volume NaOH X N yang dititrasi,

mL

NHC = normalitas HCl sebenarnya untuk

titrasi, N

VHCl = volume HCI untuk titrasi, mL

4. Standarisasi Na2S2O3

a) Normalitas Na2S2O3 teoretis :

Page 11: Isi Lapres F

11

NNa2S2O3=

m Na2S2O3

Mr Na2S2O3 V Na2S2O3

(10)

dengan, NNa2S2O3 = normalitas laru tan Na2S2O3,

mgrek/mL

mNa2S2O3 = massa Na2S2O3, mg

MrNa2S2O3 = massa molekul relatif

Na2S2O3.5H2O

= 248 mg/mmol

VNa2S2O3 = volume larutan Na2S2O3, mL

b) Normalitas K2Cr2O7 sebenarnya :

NK2Cr2O7=

6 mK2Cr2O7

MrK2Cr2O7 VK2Cr2O7

(11)

dengan, N K2Cr2O7 = normalitas larutan K2Cr2O7

sebenarnya, mgrek/mL

m K2Cr2O7 = massa K2Cr2O7, mg

Mr K2Cr2O7 = massa molekul relative K2Cr2O7

= 294 mg/mmol

V K2Cr2O7 = volume larutan K2Cr2O7, mL

c) Normalitas Na2S2O3 sebenarnya :

π‘π‘π‘Ž2𝑆2𝑂3=

𝑉𝐾2πΆπ‘Ÿ2𝑂7 𝑁𝐾2πΆπ‘Ÿ2𝑂7

π‘‰π‘π‘Ž2𝑆2𝑂3

(12)

dengan, NNa2S2O3 = normalitas larutan Na2S2O3

sebenarnya, mgrek/mL

VNa2S2O3 = volume larutan Na2S2O3, mL

V K2Cr2O7 = volume larutan K2Cr2O7, mL

N K2Cr2O7 = normalitas larutan K2Cr2O7

sebenarnya, mgrek/mL

5. Menghitung rata –rata normalitas suatu larutan

π‘π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž βˆ’ π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž = βˆ‘ 𝑁

𝑛 (13)

dengan, Nrata – rata = normalitas rata – rata, mgrek/mL

Page 12: Isi Lapres F

12

βˆ‘N = jumlah normalitas data hasil percobaan,

mgrek/mL

n = jumlah data (3)

Page 13: Isi Lapres F

13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis volumetri adalah salah satu analisis kimia secara kuantitatif

dengan mengukur volume larutan standar yang diperlukan saat tepat

bereaksi dengan suatu senyawa dalam larutan yang akan ditentukan

konsentrasinya. Di dalam analisis volumetri di percobaan ini, terdapat dua

jenis larutan standar, yaitu larutan standar primer, dimana larutan standar

yang kemurnian dan kestabilannya tinggi, serta konsentrasinya telah

diketahui secara pasti, misalnya K2Cr2O7 dan Na2B4O7, dan larutan

standar sekunder, dimana larutan standar yang kemurnian dan

kestabilannya rendah, serta konsentrasinya belum diketahui secara pasti,

misalnya HCl dan Na2S2O3 .

Dalam percobaan analisis volumetri ini, digunakan metode

asidimetri – alkalimetri dan oksidimetri (dalam percobaan ini digunakan

metode iodometri). Berikut adalah hasil dan pembahasan percobaan dari

masing-masing metode yang digunakan.

A. Asidimetri dan Alkalimetri

Salah satu tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan

konsentrasi larutan standar NaOH dengan titrasi asidimetri-

alkalimetri.

1. Standarisasi HCl

Larutan HCl harus distandarisasi terlebih dahulu dengan

boraks untuk menentukan normalitas HCl. Hasil penimbangan

boraks, volume HCl yang diperlukan untuk titrasi, dan hasil

perhitungan normalitas HCl dapat dilihat pada daftar I.

Page 14: Isi Lapres F

14

Daftar I. Hasil Perhitungan Normalitas HCl

No Massa boraks, gram VHCl, mL NHCl, N

1 0,2006 11,60 0,0837

2 0,2090 11,50 0,0848

3 0,2010 11,40 0,0857

Dalam titrasi larutan HCl dengan larutan boraks, terdapat

perubahan warna dari orange menuju merah bata, dimana

perubahan warna tersebut menunjukkan bahwa titik ekivalen

telah tercapai.

Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh normalitas HCl,

yaitu 0,0927 N. Sementara dari hasil perhitungan dengan asumsi

kadar HCl 37%, didapatkan normalitas HCl, yaitu 0,0989 N.

Perbedaan normalitas HCl percobaan dan normalitas HCl

teoretis menunjukkan bahwa kadar HCl berdasarkan data hasil

perhitungan dari data tersebut kurang dari 37%. Selain itu,

semakin banyak zat yang akan dititrasi maka semakin banyak

volume zat titran yang diperlukan.

Penyebab adanya perbedaan normalitas HCl teoretis dan

normalitas HCl hasil percobaan, sebagai berikut.

1. Ketidaktepatan menentukan titik akhir titrasi sebagai titik

ekivalen. Sehingga antara satu sampel dan yang lain

diperoleh normalitas yang berbeda.

2. Tingkat kemurnian dari HCl yang tidak tepat atau tidak

sama dengan 37%.

Page 15: Isi Lapres F

15

2. Standarisasi NaOH

Hasil NaOH dan pembacaan volume HCl pada buret yang

diperlukan untuk titrasi NaOH dapat dilihat pada daftar II.

Daftar II. Hasil Perhitungan Normalitas NaOH

No Volume NaOH, mL Volume HCl

0,0927N, mL

Normalitas NaOH, N

1 10,00 9,20 0,0905

2 10,00 9,10 0,0952

3 10,00 9,30 0,0923

Dalam titrasi larutan NaOH dengan larutan HCl, terjadi

perubahan warna dari merah muda menjadi tidak berwarna,

dimana perubahan warna tersebut menunjukkan bahwa titik

ekivalen telah tercapai.

Dari hasil percobaan, didapatkan normalitas NaOH sebesar

0,1323 N. Sedangkan dari hasil perhitungan, diperoleh

normalitas NaOH sebesar 0,1245 N.

Ada beberapa penyebab perbedaan normalitas NaOH

teoretis dan normalitas NaOH hasil percobaan, sebagai berikut.

1. Tingkat kemurnian HCl tidak tepat 37%.

2. Kesalahan dalam pengukuran atau penentuan volume

HCl. Hal ini disebabkan pembacaan volume HCl dilakukan

pada saat titik ekivalen sudah tercapai atau belum tercapai,

dan pembacaan volume HCl pada buret tidak tepat.

Page 16: Isi Lapres F

16

3. Standarisasi NaOH X N

Percobaan standarisasi larutan NaOH X N dengan larutan

HCl menghasilkan data yang dapat dilihat pada daftar III.

Daftar III. Hasil Perhitungan Normalitas NaOH X N

No Volume NaOH, mL

Volume HCl

0,0927 N,

mL

Normalitas NaOH X N,

N

1 10,00 7,30 0,0677

2 10,00 7,10 0,0658

3 10,00 7,30 0,0677

Tiap sampel menggunakan volume larutan NaOH X N yang

sama sehingga volume larutan HCl yang diperlukan untuk

pentitrasian seharusnya sama semua. Kenyataannya volume

larutan HCl berbeda semua yang disebabkan oleh kesalahan

penetuan titik ekivalen. Berdasarkan daftar tersebut, didapat

normalitas NaOH X N sebesar 0,0671 N.

B. Iodometri

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan

konsentrasi larutan standar Na2S2O3 dengan titrasi iodometri. Pada

percobaan ini, ditentukan larutan standar Na2S2O3 melalui jumlah

Na2S2O3 yang bereaksi dengan senyawa KI, Na2CO3, HCl, dan

K2Cr2O7. Pada titrasi oksidimetri, terjadi reaksi – reaksi seperti

persamaan (4) dan (5). Percobaan ini menggunkan tempat gelap

untuk menghindari larutan dari sinar matahari, yang merupakan

katalis, agar I2 yang terbentuk dari persamaan (4) tidak berubah

Page 17: Isi Lapres F

17

menjadi I-. Jika I2 telah berubah menjadi I- maka indikator pati tidak

akan berfungsi.

Hasil pengukuran volume larutan K2Cr2O7 dan volume larutan

Na2S2O3 yang diperlukan untuk titrasi dapat dilihat pada daftar IV.

Daftar IV. Hasil Perhitungan Normalitas Na2S2O3

No Vk, mL VNa2S2O3,mL Nk, N NNa2S2O3, N

1 25,00 21,40 0,0818 0,0956

2 25,00 21,30 0,0818 0,0960

3 25,00 21,40 0,0818 0,0956

Semua sampel menggunakan volume larutan K2Cr2O7 yang

sama sehingga volume larutan Na2S2O3 untuk titrasi seharusnya

sama. Akan tetapi, terdapat satu perbedaan dari tiga data yang

diperoleh. Hal ini disebabkan penentuan titik akhir titrasi yang tidak

tepat.

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh normalitas larutan

Na2S2O3 sebesar 0,1012 N dan normalitas larutan K2Cr2O7 sebesar

0,0818 N. Sementara dari hasil percobaan, diperoleh moralitas

larutan Na2S2O3 sebesar 0,0957 N.

Perbedaan normalitas Na2S2O3 teoretis dan normalitas

Na2S2O3 hasil percobaan ini disebabkan oleh beberapa hal.

Pemberian amilum ke dalam campuran larutan pada waktu yang

belum tepat. Bila jumlah iodida masih banyak, amilum akan

membungkus iodida dan akan sulit menguraikannya (warna hijau

kebiruan muncul lebih lama) sehingga titik akhir titrasi bergeser dan

volume Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk titrasi menjadi berbeda.

Reaksi dalam campuran KI, Na2CO3, HCl, dan K2Cr2O7 untuk

Page 18: Isi Lapres F

18

menghasilkan I- dan I2 harus berlangsung di tempat yang gelap. Bila

ada cahaya, reaksi yang terjadi tidak seperti yang diinginkan, karena

cahaya dapat mengkatalis reaksi oksidasi ion-ion I- menjadi I2.

Sehingga I2 yang dapat berikatan dengan I- menjadi lebih sedikit,

karena jumlah ion-ion I- yang semakin sedikit. Hal ini menyebabkan

volume Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi juga semakin sedikit

dan diperoleh adanya perbedaan normalitas Na2S2O3 percobaan

dengan normalitas Na2S2O3 teoretis.

Page 19: Isi Lapres F

19

V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah:

1. Larutan standar sekunder, seperti HCl, NaOH, dan Na2S2O3 harus

distandarisasi dengan larutan standar primer sebelum digunakan

dalam proses titrasi.

2. Larutan boraks sebagai larutan standar primer untuk standarisasi

larutan HCl harus dibuat dengan cermat.

3. Pada titrasi asidimetri, indikator yang digunakan adalah methyl

orange dengan perubahan warna dari orange menjadi merah bata.

Pada titrasi alkalimetri, indikator yang digunakan adalah

phenolphthalein dengan perubahan warna dari merah muda menjadi

tidak berwarna. Pada titrasi iodometri, indikator yang digunakan

adalah pati dengan perubahan warna dari coklat bening menjadi biru

kehitaman. Indikator tersebut berfungsi untuk memperjelas dalam

menentukan titik ekivalen atau titik akhir titrasi dengan adanya

perubahan warna yang jelas.

4. Hasil percobaan

a. Asidi – alkalimetri:

Daftar V. Hasil Perhitungan dan Percobaan Normalitas

Larutan dengan Metode Asidi-Alkalimetri

No Nama Senyawa

Normalitas, mgrek/mL

Percobaan Teoretis

1 HCl 0,0927 0,0989

2 NaOH 0,1245 0,1323

3 NaOH X N 0,0671 -

Page 20: Isi Lapres F

20

b. Iodometri

Daftar VI. Hasil Perhitungan dan Percobaan Normalitas

Larutan dengan Metode Iodometri

No Nama Senyawa

Normalitas, mgrek/mL

Percobaan Teoretis

1 K2Cr2O7 - 0,0818

2 Na2S2O3 0,0957 0,1012

Page 21: Isi Lapres F

21

VI. DAFTAR PUSTAKA

Day, R. A. and Underwood, A. L., β€œQuantitative Analysis”, pp. 43-51,

Prentice-Hall International, New Jersey.

Perry, R. H. and Green, D. W., 1950, β€œPerry’s Chemical Engineer’s

Handbook”, 6ed., pp. 3-14, 3-19, 3-22, McGraw-Hill Bok Company

Inc., New York.

Skoog, A.D., West, D.M., and Holler, F.J., 1994, β€œAnalytical Chemistry

An Introduction”, 6ed., pp. 150-153, Sounders College Publishing,

Orlando.

Vogel, A. I, 1958, β€œText Book of Quantitative Inorganic Analysis”, 2ed.,

pp. 43-45, 52, 150-160, 229-233, Longman, Green and Co., London.

Page 22: Isi Lapres F

22

VII. LAMPIRAN

A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia

1. Proses

a. Titrasi larutan standar NaOH dengan HCl dan larutan

standar Na2S2O3 dengan K2Cr2O7

Potensi bahaya proses ini adalah terjadinya luka iritasi

dan korosi pada kulit dan mata praktikan. Penyebabnya

adalah percikan larutan HCl dan K2Cr2O7 saat

penuangan lartan ini ke dalam buret.

b. Penimbangan bahan solid

Terdapat beberapa bahan yang perlu ditimbang dalam

praktikum ini yaitu, KI, Na2CO3 dan Na2S2O3, serta

NaOH . Zat-zat tersebut dapat menyebabkan iritasi dan

korosif pada kulit (NaOH). Iritasi dan korosif dapat

terjadi jika praktikan tidak hati-hati dalam pemindahan

bahan dalam gelas arloji, saat penimbangan ataupun

pemindahan ke gelas beker sehingga mengenai kulit

atau bagian tubuh lain dari praktikan.

c. Pemanasan indikator pati

Pati perlu dilarutkan dangan aquadest dan dipanaskan

hingga mendididh agar dapat digunakan sebagai

indikator. Hazard dalam proses ini adalah praktikan

dapat terkena alat panas berupa kompor listrik dan

asbesnya serta bahan panas berupa larutan pati dan

uapnya sehingga menyebabkan luka bakar.

d. Pengambilan HCl di lemari asam

Pada proses ini, praktikan dapat mengalami luka iritasi

dan korosif yang sangat berbahaya pada kulit. Luka

iritasi dan korosif dapat diakibatkan karena terkena

larutan asam saat pengambilan di lemari asam. Larutan

Page 23: Isi Lapres F

23

asam tersebut berupa larutan HCl pekat dengan

perbandingan 1:1.

e. Pengambilan larutan K2Cr2O7 dengan pipet volume

Jika praktikan terkena percikan larutan K2Cr2O7 0,1 N

dapat mengakibatan luka iritasi dan korosif. Percikan

larutan dapat mengenai praktikan karena

ketidakcermatan saat pemindahan ke dalam

erlenmeyer.

2. Alat

Penggunaan kompor listrik dapat menyebabkan luka

bakar pada praktikan. Hazard lainnya adalah luka iritasi dan

korosif karena tidak rapatnya tutup labu ukur sehingga saat

pengocokan terdapat larutan yang keluar dan mengenai kulit

praktikan.

3. Bahan kimia

a. Aquadest

Aquadest tidak berbahaya.

b. Asam Klorida (HCl)

Asam Klorida sangat korosif dan bersifat iritan pada

kulit dan mata. Asam Klorida beracun jika terhirup

maupun tertelan.

c. Boraks (Na2B4O7.10H2O)

Boraks dapat bersifat iritan pada kulit.

d. Natrium Hidroksida (NaOH)

Natrium Hidroksida bersifat iritan pada kulit dan mata.

Natrium Hidroksida juga bersifat higroskopis.

e. Indikator Phenolphtalein

Phenolphtalein bersifat iritan pada kulit dan mata.

Phenolpthalein juga mudah terbakar.

Page 24: Isi Lapres F

24

f. Indikator Methyl Orange

Methyl Orange bersifat iritan pada kulit dan mata. Selain

itu, Methyl Orange juga beracun.

g. Natrium Karbonat (Na2CO3)

Natrium Karbonat bersifat iritan pada kulit dan mata,

serta bersifat higroskopis.

h. Kalium Dikromat (K2Cr2O7)

Kalium Dikromat merupakan oksidator kuat. Zat ini

merupakan zat beracun dan sangat korosif serta dapat

mengakibatkan iritasi pada kulit dan mata.

i. Natrium Tiosulfat Pentahidrat (Na2S2O3.5H2O)

Natrium Tiosulfat Pentahidrat bersifat iritan pada kulit

dan mata.

j. Kalium Iodida (KI)

Kalium Iodida bersifat iritan pada kulit dan mata, serta

bersifat korosif.

k. Pati

Pati bersifat iritan pada kulit dan mata.

B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri

1. Jas laboratorium lengan panjang

Jas laboratorium dapat melindungi bagian lengan dan badan

praktikan dari percikan bahan-bahan kimia berbahaya dan alat

panas berupa kompor listrik dan asbesnya.

2. Masker

Praktikum ini mengharuskan praktikan berhadapan dengan

bermacam-macam zat kimia yang berbahaya bagi tubuh.

Untuk mengurangi bahaya yang ditimbulkan dari terhirupnya

uap dari zat-zat tersebut, maka praktikan perlu menggunakan

masker saat melakukan percobaan. Sehingga dapat

mengurangi risiko bahaya sekecil mungkin.

Page 25: Isi Lapres F

25

3. Goggles

Fungsi goggles adalah untuk melindungi mata dari percikan

larutan atau butiran senyawa bahan kimia yang masuk ke

dalam mata. Contohnya; saat penimbangan bahan, menitrasi

larutan (baik HCl dengan NaOH maupun K2Cr2O7 dengan

Na2S2O3) serta saat mengambil asam di lemari asam.

4. Sarung tangan

Alat perlindungan diri ini berfungsi untuk menghindarkan

kontak langsung kulit dengan bahan-bahan kimia berbahaya

dan alat-alat bersuhu tinggi.

5. Sepatu tertutup

Percobaan ini meiliki banyak bahan cair dengan wadah

sebagian besar berbahan gelas. Akan sangat berbahaya jika

praktikan tidak sengaja menumpahkan zat cair dengan

wadahnya. Sepatu tertutup dapat melindungi kaki praktikan

dari tumpahan cairan dan pecahan gelas dari wadah zat –zat

cair tersebut.

C. Manajemen Limbah

1. Masker dan sarung tangan buang di tempat sampah.

2. Pada titrasi antara NaOH dan HCL 0,1 N dihasilkan NaCl dan

H2O. Hasil titrasi ini mengandng khlor sehingga harus

dibuang ke penampung limbah halogenik.

3. Pada titrasi iodometri antara campuran (KI, Na2CO3, HCl 1:1

dan aquadest) dan Na2S2O3 serta pati dihasilkan bermacam –

macam senyawa dan terdapat pula senyawa halogenik

sehingga harus dibuang ke penampung limbah halogenik.

4. Sisa HCl 0,1 N yang berlebih dalam gelas beker dapat

dikembalikan ke wadah semula.

5. Larutan indikator pati dan Na2S2O3 sisa dan tidak dipakai lagi

dapat dibuang ke limbah non-halogenik. Karena kedua

Page 26: Isi Lapres F

26

senyawa dari larutan tersebut tidak mengandung unsur

halogenik (F, Cl, Br, I).

D. Data Percobaan

1. Alkalimetri dan Asidimetri

Rapat massa HCl pekat : 1,19 g/mL

Kadar HCl pekat : 37,00 %

Volume HCl pekat : 8,20 mL

Volume HCl encer : 1000 mL

a. Peneraan larutan HCl

Daftar VII . Hasil Percobaan Peneraan Larutan HCl

No Berat Boraks, gram Volume HCl untuk titrasi, mL

1 0,2006 11,60

2 0,2090 11,50

3 0,2010 11,40

b. Peneraan larutan NaOH

Massa NaOH : 0,4980 gram

Volume NaOH : 100,00 mL

Daftar VIII . Hasil Percobaan Peneraan NaOH

No Volume NaOH, mL Volume HCl untuk titrasi, mL

1 10,00 14,30

2 10,00 14,20

3 10,00 14,30

Page 27: Isi Lapres F

27

c. Peneraan larutan NaOH X N

Daftar IX . Hasil Percobaan Peneraan NaOH X N

No Volume NaOH, mL Volume HCl untuk titrasi, mL

1 10,00 7,30

2 10,00 7,10

3 10,00 7,30

2. Iodometri

Massa Na2S2O3 : 2,5106 gram

Volume larutan Na2S2O3 : 100,00 mL

Massa K2Cr2O7 : 2,0036 gram

Volume larutan K2Cr2O7 : 500 mL

Massa pati : 0,1075 gram

Massa KI I : 3,0166 gram

Massa Na2CO3 I : 1,0174 gram

Massa KI II : 3,0035 gram

Massa Na2CO3 II : 1,0084 gram

Massa KI III : 3,0064 gram

Massa Na2CO3 III : 1,0006 gram

Daftar X . Hasil Percobaan Oksidimetri

No Volume K2Cr2O7 , mL Volume Na2S2O3 , mL

1 25,00 21,40

2 25,00 21,30

2 25,00 21,40

Page 28: Isi Lapres F

28

E. Perhitungan

1. Alkalimetri – Asidimetri

a. Perhitungan normalitas HCl

Normalitas HCl dapat ditentukan dengan persamaan (6).

𝑁 = 10. (8,20 mL). (1). (37,00 %). (1,19 g/mL)

(1000 mL). (36,5 g/moL)

𝑁 = 0,0989 mgrek/mL

b. Standarisasi HCl dengan boraks

Normalitas HCl sebenarnya dapat diperoleh dari

persamaan (5).

Contoh perhitungan diambil dari data 1 pada daftar VII.

𝑁 = 2. (200,60 mg)

11,60 mL. 382 mg/mmol

𝑁 = 0,0905 mgrek/mL

Dengan cara yang sama diperoleh data pada daftar XI.

Daftar XI . Hasil Perhitungan Normalitas HCl

No Massa boraks, gram VHCl, mL NHCl, mgrek/mL

1 0,2006 11,60 0,0905

2 0,2090 11,50 0,0952

3 0,2010 11,40 0,0923

Dari data pada daftar XI dapat diperoleh normalitas HCl

rata-rata dengan persamaan (13).

𝑁 = (0,0905) + (0,0952) + (0,0923)

3

𝑁 = 0,0927 mgrek/mL

Page 29: Isi Lapres F

29

c. Standarisasi NaOH dengan HCl

Normalitas NaOH teoretis dapat diperoleh dengan

persamaan (7).

𝑁 = (498,00 mg)(1)

(40mg

mmol) (100,00 mL)

𝑁 = 0,1245 mgrek/mL

Normalitas NaOH sebenarnya dapat diperoleh dengan

persamaan (8). Contoh perhitungan diambil dari data 1

daftar VIII.

𝑁2 = (0,0927 N)(14,30 mL)

(10,00 mL)

N2 = 0,1326 mgrek/mL

Dengan cara yang sama diperoleh data pada daftar XII.

Daftar XII. Hasil Perhitungan Normalitas NaOH

No Volume NaOH, mL Volume HCl

0,0927N, mL

Normalitas NaOH,

mgrek/Mo

1 10,00 14,30 0,1326

2 10,00 14,20 0,1316

3 10,00 14,30 0,1326

Normalitas NaOH rata-rata diperoleh dari persamaan

(13).

𝑁 π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž βˆ’ π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž = (0,1326) + (0,1316) + (0,1326)

3

𝑁 π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž βˆ’ π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž π‘π‘Žπ‘‚π» = 0,1323 mgrek/mL

Page 30: Isi Lapres F

30

d. Perhitungan Standarisasi NaOH X N dengan larutan HCl

Normalitas NaOH X N dapat diperoleh dengan

menggunakan persamaan (9). Contoh perhitungan

diambil dari data 1 daftar IX.

𝑁2 = (0,0927 N)(7,30 mL)

(10,00 mL)

𝑁2 = 0,0677 mgrek/mL

Dengan cara yang sama diperoleh data pada daftar XIII.

Daftar XIII. Hasil Perhitungan Normalitas NaOH X N

No Volume NaOH, mL

Volume HCl

0,0927 N,

mL

Normalitas NaOH X N,

mgrek/Mo

1 10,00 7,30 0,0677

2 10,00 7,10 0,0658

3 10,00 7,30 0,0677

Normalitas NaOH rata-rata diperoleh dari persamaan

(13).

𝑁 π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž βˆ’ π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž = (0,0677) + (0,0658) + (0,0677)

3

𝑁 π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž βˆ’ π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž π‘π‘Žπ‘‚π» = 0,0671 mgrek/mL

2. Iodometri

a. Perhitungan normalitas Na2S2O3 teoretis

Normalitas Na2S2O3 teoretis dapat diperoleh dari

persamaan (10).

Page 31: Isi Lapres F

31

𝑁 = (2510,60 π‘šπ‘”)

(248π‘šπ‘”

π‘šπ‘šπ‘œπ‘™) (100,00 π‘šπΏ)

𝑁 = 0,1012 mgrek/mL

b. Perhitungan normalitas K2Cr2O7 sebenarnya

Normalitas K2Cr2O7 sebenarnya diperoleh dari

persamaan (11).

π‘π‘˜ = 6. (2003,6 π‘šπ‘”)

(294π‘šπ‘”

π‘šπ‘šπ‘œπ‘™) (500,00 π‘šπΏ)

π‘π‘˜ = 0,0818 mgrek/mL

c. Perhitungan normalitas Na2S2O3 sebenarnya

Normalitas Na2S2O3 sebenarnya diperoleh dari

persamaan (12). Contoh perhitungan dapat diperoleh

dari data 1 pada daftar X.

𝑁 = (0,0818 N)(25,00 mL)

(21,40 mL)

𝑁 = 0,0956 mgrek/mL

Dengan cara yang sama diperoleh data pada daftar XIV.

Daftar XIV. Hasil Perhitungan Normalitas Na2S2O3

No Vk, mL VNa2S2O3,Mo Nk, N NNa2S2O3, N

1 25,00 21,40 0,0818 0,0956

2 25,00 21,30 0,0818 0,0960

3 25,00 21,40 0,0818 0,0956

Normalitas rata-rata Na2S2O3 diperoleh dari persamaan

(13).

π‘π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž βˆ’ π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž = (0,0956) + (0,0960) + (0,0956)

3

π‘π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž βˆ’ π‘Ÿπ‘Žπ‘‘π‘Ž = 0,0957 mgrek/mL