Isi Kep. Jiwa

39
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkonstribusi pada fungsi yang terintegrasi. Pasien atau sistem klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American Nurses Association) mendefinisikan keperawatan kesehatan jiwa sebagai suatu bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan menggunakan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya (Stuart, 2002 ). Faktor psikososial merupakan faktor utama yang berpengaruh dalam kehidupan seseorang (anak, remaja, dan dewasa). Yang mana akan menyebabkan perubahan dalam kehidupan sehingga memaksakan untuk mengikuti dan mengadakan adaptasi untuk menanggulangi stressor yang timbul. Ketidakmampuan menanggulangi stressor itulah yang akan memunculkan gangguan kejiwaan. Kemiskinan dan impitan ekonomi juga menjadi penyebab banyaknya masyarakat menderita sakit jiwa. Banyak orang rentan terhadap stres dan kecemasan yang

description

Keperawatan Jiwa

Transcript of Isi Kep. Jiwa

Page 1: Isi Kep. Jiwa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkonstribusi pada fungsi

yang terintegrasi. Pasien atau sistem klien dapat berupa individu, keluarga,

kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American Nurses Association)

mendefinisikan keperawatan kesehatan jiwa sebagai suatu bidang spesialisasi

praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya

dan menggunakan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya (Stuart, 2002 ).

Faktor psikososial merupakan faktor utama yang berpengaruh dalam

kehidupan seseorang (anak, remaja, dan dewasa). Yang mana akan menyebabkan

perubahan dalam kehidupan sehingga memaksakan untuk mengikuti dan

mengadakan adaptasi untuk menanggulangi stressor yang timbul.

Ketidakmampuan menanggulangi stressor itulah yang akan memunculkan

gangguan kejiwaan. Kemiskinan dan impitan ekonomi juga menjadi penyebab

banyaknya masyarakat menderita sakit jiwa. Banyak orang rentan terhadap stres

dan kecemasan yang mengakibatkan gangguan jiwa. Meskipun sekarang ini

belum menjadi perhatian banyak orang, masalah gangguan kejiwaan tak bisa

dipandang sebelah mata. Kondisi ini berpengaruh pada kualitas sumber daya

manusia (SDM).

Berdasarkan Hasil Survei Kesehatan Mental Rumah Tangga (SKMRT) tahun

1995 menunjukkan adanya gejala gangguan kesehatan jiwa pada penduduk rumah

tangga dewasa di Indonesia, yaitu 185 kasus per 1.000 penduduk. Hasil SKMRT

juga menyebutkan, gangguan mental emosional pada usia 15 tahun keatas

mencapai 140 kasus per 1.000 penduduk, sedangkan pada rentang usia 5 - 14

tahun ditemukan 104 kasus per 1.000 penduduk. Hasil studi Badan Kesehatan

Dunia (World Health Organization/WHO) menyebutkan dalam kurun waktu

Page 2: Isi Kep. Jiwa

hanya tiga tahun, sejak 2005 hingga 2007, diketahui sedikitnya ada 50.000 orang

Indonesia bunuh diri. Studi tersebut menyebutkan, kemiskinan dan impitan

ekonomi merupakan penyebab tingginya jumlah orang yang mengakhiri hidupnya

sendiri. Sedangkan data yang diperoleh dari RSJ di seluruh Indonesia

menyebutkan hingga saat ini jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5

juta jiwa (Syafii, 2009).

Salah satu dari masalah kesehatan mental tersebut diatas yaitu terjadinya

perilaku kekerasan. Perilaku kekerasan adalah kondisi maladaptif seseorang

dalam merespon terhadap marah. Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat

menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon melawan dan

menentang. Respon melawan dan menentang merupakan respon maladaptive

yaitu agresif kekerasan.

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai

atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku

tersebut (Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan Laraia (1998), perilaku kekerasan

dapat dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri, peningkatan

mobilitas tubuh), psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung, dan

menentang), spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral). Perilaku

kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia akut yang

tidak lebih dari satu persen (Purba dkk, 2008).

Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon terhadap

kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman individu. Pengungkapan kemarahan

dengan langsung dan konstruksif pada saat terjadi dapat melegakan individu dan

membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya sehingga individu

tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa bersalah dan bahkan merusak diri

sendiri, orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini, peran serta keluarga sangat

penting, namun perawatan merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan

jiwa.

Page 3: Isi Kep. Jiwa

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Setelah membahas kasus ini diharapkan mahasiswa mampu memahami dan

mengaplikasikan secara langsung pemberian terapi aktivitas kelompok

stimulasi persepsi perilaku kekerasan.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mahasiswa dapat mengetahui tujuan pemberian terapi aktivitas kelompok

stimulasi persepsi perilaku kekerasan.

2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan perilaku

kekerasan.

3. Mahasiwa mampu membuat perencanaan untuk terapi aktivitas kelompok

stimulasi persepsi perilaku kekerasan.

4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi untuk terapi aktivitas

kelompok stimulasi persepsi perilaku kekerasan.

5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada klien dengan perilaku

kekerasan.

Page 4: Isi Kep. Jiwa

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Marah

Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap

kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996). Kemarahan yang

ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu

hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan

konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain

untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula

mengetahui tentang respons kemarahan sesorang dan fungsi positif marah.

Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak

enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang

mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri,

kebutuhan akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.

1. Frustasi: sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai

tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia

merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu

dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya

misalnya dengan kekerasan.

2. Hilangnya harga diri:  pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang

sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu

tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas

tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.

3. Kebutuhan akan status dan prestise: Manusia pada umumnya mempunyai

keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui

statusnya.

Page 5: Isi Kep. Jiwa

Tanda dan Gejala:

1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap

penyakit (rambut botak karena terapi)

2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)

3. Gangguan hubungan sosial (menarik diri)

4. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)

5. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang

suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya. (Budiana Keliat, 1999)

2.2 Pengertian Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk

melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993).

Berdasarkan defenisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi

perilaku kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et al, 1995). Sedangkan marah

tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada suatu

perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan

marah (Berkowitz, 1993).

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi

mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu

tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan

lingkungan.

Tanda dan Gejala :

1. Memperlihatkan permusuhan

2. Mendekati orang lain dengan ancaman

3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai

4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan

5. Mempunyai rencana untuk melukai

Page 6: Isi Kep. Jiwa

2.3 Rentang Respons Marah

Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif.

Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997).

1. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan

orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.

2. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau

keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.

Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.

3. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan

yang dialami.

4. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat

dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak

orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk

mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama

dari orang lain.

5. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan

kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun

terhadap orang lain.

2.4 Faktor Predisposisi

1. Faktor psikologis

a. Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan

mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotifasi PK.

b. Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang

tidak menyenangkan

c. Frustasi.

d. Kekerasan dalam rumah atau keluarga.

Page 7: Isi Kep. Jiwa

2.5 Faktor Presipitasi

Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa

injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus

perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.

1) Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang

penuh agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.

2) Interaksi  : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik,

merasa terancam, baik internal dari perusahaan diri klien sendiri maupun

eksternal dari lingkungan.

3) Lingkungan : panas, padat, dan bising.

1. Tanda dan gejala

1) Fisik

2) Mata melotot

3) Pandangan tajam

4) Tangan mengepal

5) Rahang mengatup

6) Wajah memerah

7) Postur tubuh kaku

2. Verbal

1) Mengancam

2) Mengumpat dengan kata-kata kotor

3) Suara keras

4) Bicara kasar, ketus

3. Perilaku

1) Menyerang orang

2) Melukai diri sendiri/orang lain

3) Merusak lingkungan

Page 8: Isi Kep. Jiwa

4) Amuk/agresif

2.6 Proses Marah

Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus

dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang

menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat

menimbulkan kemarahan.

2.7 Gejala Marah

Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan

pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala atau

perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya

adalah:

1. Perubahan fisiologik : Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan

pernapasan meningkat, tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang

air besar meningkat, kadang-kadang konstipasi, refleks tendon tinggi.

2. Perubahan emosional : Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi,

ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan kontrol

diri.

3. Perubahan perilaku : Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis,

curiga, mengamuk, nada suara keras dan kasar.

2.8 Perilaku Kekerasan

Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain:

1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)

Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom

beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan darah

meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl meningkat,

peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat,

konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot, seperti

Page 9: Isi Kep. Jiwa

rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang

cepat.

2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan

kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku asertif

adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena individu dapat

mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara fisik

maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk

pengembangan diri klien.

3. Memberontak (acting out)

Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out”

untuk menarik perhatian orang lain.

4. Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain

maupun lingkungan.

2.9 Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan

stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan

yang digunakan untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998 hal 33).

Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya

ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk

melindungi diri antara lain:

1. Sublimasi

Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat

untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara

normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya

pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan

sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa

marah.

Page 10: Isi Kep. Jiwa

2. Proyeksi

Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang

tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia

mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh

bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.

3. Represi

Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam

sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang

tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya

sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan

dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia

dapat melupakannya.

4. Reaksi formasi

Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-

lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai

rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan

memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

5. Displacement

Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek

yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan

emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja

mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya.

Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

2.10 Terapi Aktivitas Kelompok

2.10.1 Pengertian

Kelompok adalah kumpulan individu yang memilik hubungan satu

dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang

sama(struart & Laraia , 2001). Anggota kelompok mungkin datang

dari berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan

Page 11: Isi Kep. Jiwa

keadaanya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan,

ketidaksamaan, kesukaan dan menarik (Yalom, 1995 dalam Struart &

Laraia). Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok ,

ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik yang

berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok.

2.10.2 Jenis Terapi Kelompok

Beberapa ahli membedakan kegiatan kelompok sebagai tindakan

keperawatan pada kelompok dan terapi kelompok. Stuart dan Laraia

(2001) menguraikan beberapa kelompok yang dapat dipimpin dan

digunakan perawat sebagai tindakan keperawatan bagi klien,

misalnya task group, supportive group, brief therapy groups, intensive

problem-solving groups, medication groups, activity therapy, dan peer

support groups. Wilson dan Kneisl (1992) menyampaikan beberapa

terapi kelompok seperti, analytic group psycho therapi, psychodrama,

self-help groups, remotivation, reedukasi dan client government

groups. Terapi aktivitas kelompok Rawlins, Williams, dan Beck

(1993) membagi kelompok menjadi tiga, yaitu terapi kelompok,

kelompok terapeutik, dan terapi aktivitas kelompok.

1. Terapi Kelompok

Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui

dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi

persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok adalah membuat sadar

diri (self-awereness), peningkatan hubungan interpersonal,

membuat perubahan atau ketiganya.

2. Kelompok Terapeutik

Kelompok terapeutik membantu mengatasi stres emosi, penyakit

fisik krisis, tumbuh-kembang, atau penyesuaian sosial, misalnya,

Page 12: Isi Kep. Jiwa

kelompok wanita hamil yang akan menjadi ibu, individu yang

kehilangan, dan penyakit terminal. Banyak kelompok terapeutik

yang dikembangkan menjadi self-help-group. Tujuan dari

kelompok ini adalah sebagai berikut :

a. Mencegah masalah kesehatan

b. Mendidik dan mengembangkan potensi anggota kelompok

c. Meningkatkan kualitas kelompok. Antara anggota kelompok

saling membantu dalam menyelesaikan masalah.

3. Terapi Aktivitas Kelompok

Kelompok dibagi sesuai kebutuhan yaitu, stimulasi persepsi,

stimulasi sensoris, orientasi realita, dan sosialisasi.

Tabel 1-2  Tujuan, tipe, dan aktivitas dari terapi aktivitas

kelompok (Sumber : Rawlins, Williams, dan Beck, 1993)

Tujuan Tipe Aktivitas

1.Mengembangkan

stimulasi persepsi

Bibliotherapy Menggunakan artikel,

buku, sajak, puisi, surat

kabar untuk merangsang

atau menstimulasi berpikir

dan mengembangkan

hubungan dengan orang

lain.

Stimulus dapat berbagai

hal yang tujuannya melatih

persepsi.

2.Mengembangkan

stimulasi sensoris

Musik, seni, menari Menyediakan kegiatan

mengekspresikan perasaan

Page 13: Isi Kep. Jiwa

Relaksasi Belajar teknik relaksasi

dengan cara nafas dalam,

relaksasi otot, imajinasi

3.Mengembangkan

orientasi realitas

Kelompok orientasi

realitas, kelompok validasi

Fokus pada orientasi

waktu, tempat dan orang;

benar dan salah; bantu

memenuhi kebutuhan

4.Mengembangkan

sosialisasi

Kelompok remotivasi

Kelompok mengingatkan

Mengorientasikan diri dan

regresi pada klien menarik

realitas dalam berinteraksi

atau sosialisasi

Fokus pada mengingat

Terapi aktivitas kelompok sering dipakai sebagai terapi tambahan.

Sejalan dengan hal tersebut, maka Lancester mengemukakan

beberapa aktivitas yang digunakan pada TAK, yaitu menggambar,

membaca puisi, mendengarkan musik, mempersiapkan meja

makan, dan kegiatan sehari-hari yang lain. Wilson dan Kneisl

(1992) menyatakan bahwa TAK adalah manual, rekreasi dan

teknik kreatif untuk memfasilitasi pengalaman seseorang serta

meninkatkan respon sosial dan harga diri. Aktivitas yang

digunakan sebagai terapi di dalam kelompok, yaitu membaca puisi,

seni, musik, menari dan literatur.

Dari uraian tentang terapi aktivitas kelompok yang dikemukakan

oleh Wilson, Kneisl, dan Lancester ditemukan kesamaan dengan

terapi kelompok tambahan yang disampaikan oleh Rawlins,

Williams, dan Beck. Oleh karena itu, akan diuraikan kombinasi

keduanya menjadi terapi aktivitas kelompok.

2.10.3 Terapi Aktivitas Kelompok

Page 14: Isi Kep. Jiwa

Terapi aktivitas kelompok bibagi empat, yaitu terapi aktivitas

kelompok stimulasi kognitif / persepsi, terapi aktivitas kelompok

stimulasi sensori, terapi aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas

kelompok sosialisasi.

1. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif / Persepsi

Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau

stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien

dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi. Dengan proses ini,

diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam

kehidupan menjadi adaptif.

Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan:

baca artikel / majalah / buku / puisi, menonton acara TV (ini

merupakan stimulus yang disediakan); stimulus dari pengalaman

masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang

maladaptif atau distruktif, misalnya kemarahan, kebencian, putus

hubungan, pandangan negatif pada orang lain, dan halusinasi.

Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus.

2. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensoris

Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensoris klien.

Kemudian diobservasi reaksi sensoris klien terhadap stimulus yang

disediakan, berupa ekspresi perasaan ssecara nonverbal (ekspresi

wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak mau

mengungkapkan komunikasi verbal akan terstimulasi emosi dan

perasaannya, serta menampilkan respons. Aktivitas yang

digunakan sebagai stimulus adalah: musik, seni, menyanyi,

menari. Jika hobi klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai

sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat digunakan

sebagai stimulus.

Page 15: Isi Kep. Jiwa

3. Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realitas

Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien, yaitu

diri sendiri, orang lain yang ada disekeliling klien atau orang yang

dekat dengan klien dan lingkungan yang pernah mempunyai

hubungan dengan klien. Demikian pula dengan orientasi waktu

saat ini, waktu yang lalu, dan rencana kedepan. Aktivitas dapat

berupa: orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada disekitar,

dan semua kondisi nyata.

2.11 Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar

klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal (satu

dan satu), kelompok, dan massa. Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi

dalam kelompok.

2.12 Kualifikasi Terapis

Rawlins, Williams, dan Beck (1993) mengidentifikasi tiga area yang perlu

dipersiapkan untuk menjadi terapis atau pemimpin terapi kelompok, yaitu

persiapan teoritis melalui pendidikan formal, literatur, bacaan, dan lokakarya;

praktik yang disupervisi pada saat berperan sebagai pemimpin kelompok;

pengalaman mengikuti terapi kelompok.

Perawat diperkenankan memimpin terapi kelompok jira telah dipersiapkan

secara profesional. American Nurses ‘ Association (ANA) menetapkan pada

praktik keperawatan psikiatri dan klinikal spesialis dapat berfungsi sebagai

terapis kelompok. Sertifikat dari ANA sebagai spesialis klinik dalam

keperawatan psikiatri-kesehatan jira menjamin perawat mahir dan competen

sebagai terapis kelompok.The American Group Pshycotherapy Association

(AGPA) sebagai badan akreditasi terapis kelompok menetapkan anggotanya

minimal berpendidikan master.

Page 16: Isi Kep. Jiwa

Perawat yang memimpin kelompok terapeutik dan kelompok tambahan (TAK),

persyaratannya harus mempunyai pengetahuan tentang masalah klien dan

mengetahui metode yang dipakai untuk kelompok khusus serta terampil

berperan sebagai pemimpin.

2.13 Metode TAK

1. TAK Stimulasi Kognitif / Persepsi

Klien dilatih mempersepsikan stimulus, yang disediakan atau yang pernah

dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap

sesi. Dengan proses ini diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus

dalam kehidupan menjadi adaptif.

2. Stimulasi Sensoris

Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien, kemudian

diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan berupa

ekspresi perasaan secar non-verbal.

3. TAK Orientasi Realitas

Klien diorientasikan kepada kenyataan yang ada disekitarnya (diri sendiri,

orang lain disekelilingnya, orang yang dekat dengan klien, dan lingkunan

yang mempunyai hubungan dengan klien).

Demikian pula dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu dan rencana

kedepan, aktivitas dapat berupa orientasi orang, waktu, tempat, benda yang

ada disekitar dan semua kondisi nyata.

4. TAK Sosialisasi

Merupakan suatu upaya untuk memfasilitasi kemampuan sosialisasi

sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Tujuan umum dari terapi

ini ialah klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam kelompok secara

bertahap. Sosialisasi dapat juga dilakukan secara bertahap dari interpersonal,

Page 17: Isi Kep. Jiwa

kelompok dan massa. Aktifitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam

kelompok.

2.14 Tindakan keperawatan pada klien perilaku kekerasan

Keliat dkk. (2002) mengemukakan cara khusus yang dapat dilakukan keluarga

dalam mengatasi marah klien yaitu :

1. Tindakan Keperawatan

a. Berteriak, menjerit, dan memukul.

Terima marah klien, diam sebentar, arahkan klien untuk memukul

barang yang tidak mudah rusak seperti bantal, kasur

b. Cari gara-gara.

Bantu klien latihan relaksasi misalnya latihan fisik maupun olahraga,

Latihan pernafasan 2X/ hari, tiap kali 10 kali tarikan dan hembusan

nafas.

c. Bantu melalui humor.

Jaga humor tidak menyakiti orang, observasi ekspresi muka orang

yangmenjadi sasaran dan diskusi cara umum yang sesuai.

2. Terapi Medis

Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan

untukmengurangi atau menghilangkan gejala gangguan jiwa.

Page 18: Isi Kep. Jiwa

BAB III

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

Stimulasi Sesi 1: Risiko Perilaku Kekerasan

3.1 Klien

3.1.1 Karakteristik/Kriteria Pasien

1. Klien yang tidak terlalu gelisah.

2. Klien yang bisa kooperatif dan tidak mengganggu berlangsungnya

Terapi Aktifitas Kelompok

3. Klien tindak kekerasan yang sudah sampai tahap mampu berinteraksi

dalam kelompok kecil

4. Klien  tenang dan kooperatif

5. Kondisi fisik dalam keadaan baik

6. Mau mengikuti kegiatan terapi aktivitas

7. Klien yang dapat memegang alat tulis

8. Klien yang panca inderanya masih memungkinkan

3.1.2 Proses Seleksi

Uraian Seleksi Kelompok :

1. Hari/Tanggal :

2. Tempat pertemuan :

3. Waktu : 09.00 s/d selesai

4. Lamanya : 45 menit

5. Kegiatan :Terapi Aktivitas Kelompok Perilaku kekerasan

6. Jumlah Anggota : 7-10 Orang

7. Jenis TAK : Perilaku kekerasan

Page 19: Isi Kep. Jiwa

3.2 Pengorganisasian

1. Leader

Bertugas :

a. Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan

jalanmenciptakan situasi dan suasana yang memungkinkan klien

termotivasi untuk mengekspresikan perasaannya

b. Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau

mendominasi

c. Koordinator, Mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian tujuan

dengan cara memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam

kegiatan

2. Co Leader

Bertugas :

a. Mendampingi leader jika terjadi blocking

b. Mengkoreksi dan mengingatkan leader jika terjadi kesalahan

c. Bersama leader memecahkan penyelesaian masalah

3. Fasilitator

Bertugas :

a. Menfasilitasi anggota / peserta TAK untuk berperan

b. Ikut serta menjadi anggota dalam pelaksanaan TAK

c. Mengikuti arahan dari leader dalam mengikuto TAK

d. Memberikan motivasi pada peserta untuk berpartisipasi aktif dalam TAK

4. Observer

Bertugas :

a. Mengobservasi setiap respon klien.

b. Mencatat semua proses yg terjadi dan semua perubahan perilaku klien.

c. Memberikan umpan balik pd kelompok

Page 20: Isi Kep. Jiwa

5. Anggota/Klien

Bertugas :

a. Menjalankan dan mengikuti kegiatan terapi

3.3 Proses Pelaksanaan

Sesi 1 : Mengenal Perilaku Kekerasan yang Biasa Dilakukan

1. Tujuan

a. Klien dapat menyebutkan stimulus penyebab kemarahan.

b. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda dan

gejala marah).

c. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku

kekerasan).

d. Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan.

e. Klien dapat mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan

cara fisik(dengan latihan nafas dalam).

2. Setting

a. Terapis dan klien duduk bersama

b. Ruangan nyaman dan tenang

3. Alat

a. Kertas

b. Spidol

c. Buku catatan dan pulpen

d. Jadwal kegiatan klien

e. Bola

4. Metode

a. Dinamika kelompok

Page 21: Isi Kep. Jiwa

b. Diskusi dan tanya jawab

c. Permainan

5. Langkah Kegiatan

a. Pre-Orientasi

1) Memilih klien perilaku kekerasan yang sudah kooperatif

2) Membuat kontrak dengan klien

3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

b. Orientasi

1) Salam terapeutik

a) Salam dari terapis kepada klien.

b) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama )

c) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)

2) Evaluasi validasi

a) Menanyakan perasaan klien saat ini

b) Menanyakan masalah yang dirasakan.

3) Kontrak

a) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenalkan kelompok, harus

minta izin pada terapis.

b) Menjelaskan aturan main berikut :

1. Jika klien ada yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta

izin pada terapis.

2. Lama kegiatan 45 menit.

3. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir.

c. Tahap kerja

1) Leader membacakan aturan permainan :

a. Salah satu peserta TAK memegang bola, sambil operator

memainkan musik.

Page 22: Isi Kep. Jiwa

b. Bila musik berhenti, dan ada salah satu peserta TAK yang

memegang bola berarti, ia harus menyebutkan penyebab perilaku

kekerasan, tanda gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang

pernah dilakukan, akibat, serta mempraktekkan cara mengontrol

PK dengan latihan fisik (cara nafas dalam).

2) Permainan dimulai. Sampai ditemukan peserta yang tetap berjoget saat

musik berhenti.

3) Klien dan terapis mendiskusikan penyebab masalah perilaku kekerasan

a. Tanyakan pengalaman tiap klien

b. Tulis di kertas

4) Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar

oleh penyebab marah sebelum perilaku kekerasan terjadi.

a. Tanyakan perasaan tiap klien saat terpapar oleh penyebab  (tanda

dan gejala)

b. Tulis di kertas

5) Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan klien

(verbal, merusak lingkungan, mencederai, memukul, orang lain, dan

memukul diri sendiri)

a. Tanyakan perilaku yang dilakukan saat marah

b. Tulis di kertas

6) Mendiskusiksan dampak/akibat perilaku kekerasan.

a. Tanyakan akibat perilaku kekerasan.

b. Tulis di papan tulis di kertas

7) Meminta pasien mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan

dengan cara fisik (latihan nafas dalam)

8) Menanyakan perasaan klien setelah selesai bermain paran/stimulasi.

9) Memberikan reinforcement pada peran serta klien.

10) Dalam menjalankan kegiatan TAK upayakan semua klien terlibat.

11) Observer memberi kesimpulan/evaluasi tentang jalannya TAK,

mengenai jawaban klien tentang penyebab, tanda dan gejala, perilaku

Page 23: Isi Kep. Jiwa

kekerasan, dan akibat perilaku kekerasan. Selanjutnya observer

memberikan pujian atas peran serta klien dalam pelaksanaan TAK

serta memberi motivasi pada klien untuk meningkatkan

kemampuannya dalam berlatih cara mengontrol perilaku kemarahan.

12) Menanyakan kesediaan klien untuk mempelajari cara baru yang sehat

menghadapi kemarahan.

d. Tahap Terminasi

1) Evaluasi

a) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.

b) Memberikan reinformennt positif terhadap perilaku klien positif.

2) Tindak Lanjut

a) Menganjurkan klien menilai dan mengevaluasi jika terjadi

penyebab marah, yaitu tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang

terjadi, serta akibat perilaku kekerasan.

b) Menganjurkan klien mengingat penyebab, tanda dan gejala,

perilaku kekerasan dan akibat yang belum diceritakan.

3) Kontrak yang akan datang

a) Menyepakati belajar cara baru yang sehat untuk mencegah

perilaku kekerasan.

b) Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.

e. Evaluasi dan Dokumentasi

1) Evaluasi

Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada

tahap kerja.Aspek yang dievaluasi adalah kemempuan klien dengan

tujuan TAK.Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 1,

kemampuan yang diharapkan adalah mengetahui perilaku, mengenal

tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat

perilaku kekerasan. Formulir evaluasi sebagai berikut :

Page 24: Isi Kep. Jiwa

Sesi 1 TAK

Stimulasi Perilaku Kekerasan

Kemampuan Psikologi

No.Nama

klien

Penyebab

PK

Memberi Tanggapan Tentang

Tanda &

gejala PK

Perilaku

kekerasan

Akibat

PK

Mempraktekkan cara

mengontrol PK

dengan nafas dalam

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Petunjuk :

a. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama

klien.

b. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengetahui

penyebab perilaku kekerasan, tanda dan gejala yang dirasakan,

perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat perilaku kekerasan,

serta mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan

nafas dalam. Beri tanda + jika mampu dan beri tanda - jika tidak

mampu.

2) Dokumentasi

Dokumentasikan kemempuyan yang dimiliki klien saat TAK pada

catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh: Klien mengikuti Sesi 1,

TAK stimulus persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu

Page 25: Isi Kep. Jiwa

menyebutkan penyebab perilaku kekerasannya( disalahkan dan tidak

diberi uang), mengenal tanda dan gejala yang dirasakan (”gregeten”

dan ”deg-degan”), perilaku kekerasan yang dilakukan (memukul

meja), akibat yang dirasakan (tangan sakit dan dibawa ke rumah sakit

jiwa), dan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan latihan tarik

nafas dalam. Anjurkan klien mengingat dan menyampaikan jika semua

dirasakan selama di rumah sakit.

Page 26: Isi Kep. Jiwa

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

PK (perilaku kekerasan) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat memebahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri

maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol.

Perilaku kekerasan juga bisa dicegah dengan berbagai cara, seperti adanya

simulasi persepsi.

3.2 Saran

Dari pemaparan diatas, penulis memberikan saran agar dalam ilmu kesehatan jiwa

penting sekali memahami beberapa tanda dan gejala mengenai perilaku

kekerasaan, agar kedepannya perilaku kekerasaan dapat dikurangi dengan

diadakannya cara-cara untuk meredam perilaku kekerasaan.