isi kel.3 tera

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tujuan Pembelajaran TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU) Setelah selesai mengikuti modul ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui rasional tatalaksana diabetes melitus. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa diharapkan dapat : 1. Menjelaskan patofisiologi gejala-gejala dan penyakit- penyakit yang dialami pasien. 2. Menentukan diagnosis 3. Menentukan tujuan yang ingin dicapai dari terapi berdasarkan patofisiologu penyakit. 4. Menentukan kesesuaian terapi dengan kondisi pasien Membuat daftar golongan obat sesuai dengan tujuan terapi Membuat golongan obat dari daftar tersebut sesuai dengan tujuan terapi dan kondisi pasien (efikasi, keamanan, kecocokan dan biaya) Memilih bahan aktif, dosis, bentuk sediaan obat dan lama pengobatan 1

description

terapeutik

Transcript of isi kel.3 tera

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Tujuan Pembelajaran TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)Setelah selesai mengikuti modul ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui rasional tatalaksana diabetes melitus.TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)Setelah menyelesaikan modul ini mahasiswa diharapkan dapat :1. Menjelaskan patofisiologi gejala-gejala dan penyakit-penyakit yang dialami pasien.2. Menentukan diagnosis3. Menentukan tujuan yang ingin dicapai dari terapi berdasarkan patofisiologu penyakit.4. Menentukan kesesuaian terapi dengan kondisi pasien Membuat daftar golongan obat sesuai dengan tujuan terapi Membuat golongan obat dari daftar tersebut sesuai dengan tujuan terapi dan kondisi pasien (efikasi, keamanan, kecocokan dan biaya) Memilih bahan aktif, dosis, bentuk sediaan obat dan lama pengobatan Pendekatan terapi : informasi atau saran, terapi tanpa obat, terapi dengan obat, rujukan atau kombinasi5. Mahasiswa mampu memulai terapi Mahasiswa mampu memberikan saran dan penjelasan tentang terapi yang diberikan kepada pasien Mahasiswa mampu menulis resep dengan jelas6. Mahasiswa mampu memberikan informasi, instruksi dan peringatan kepada pasien7. Menetapkan, monitor efek terapi dan mengantisipasi efek samping obat.8. Mengevaluasi hasil pengobatanBAB IIPEMBAHASAN

2.1 Skenario Seorang perempuan berusia 48 tahun baru saja didiagnosis diabetes tipe 2 asimtomatik. Hasil pemeriksaan laboratorium dua bulan yang lalu, HbA1c 7,1 % dan kadar glukosa darah sewaktu 172 mg/dL, sejak itu ia memperbaiki diet dan mulai olahraga jalan 30 menit, dua kali seminggu. Kemudian ia dirujuk ke anda seorang dokter layanan primer. 2.2 Kata sulitHbA1c : suatu molekul haemoglobin yang terikat dengan glukosa. tes HbA1C merupakan cara yang paling baik untuk mengetahui apakah gula darah dalam batas kontrol yang baik.2.3 Kata kunci Perempuan 48 tahun DM tipe 2 2 bulan lalu, HbA1c 7,1 % GDS 172 mg/dl Memperbaiki diet Olahraga 30 menit dua kali seminggu

2.4 Informasi Tambahan BB = 161 lbs TB = 5 kaki 2 inch IMT = 29,43 LP = 38 inch TD = 138/82 mmHg Pekerjaan : Resepsionist GDP = 136 mg/dL Kolesterol total = 210 mg/dL LDL = 130 mg/dL HDL = 30 mg/dL Trigliserida = 240 mg/dL Kreatinin = 1,1 mg/dL BUN = 22 mg/dL AST = 42 ALT = 48 RPK = ibu DM dari usia 66 setelah infark miokard, ayah perokok dan hipertensi dari usia 70 setelah cerebrovaskuler, kakak laki-laki DM RPD = riwayat gula pada saat melahirkan anak ke 2 Jumlah anak 22.5 Pertanyaan1. Patomekanisme diabetes mellitus tipe 2 2. Klasifikasi DM 23. Kriteria diagnosis 4. Algoritma penatalaksanaan DM tipe 25. Klasifikasi hipertensi 6. Terapi dislipidemia7. Terapi obesitas

2.6 Pembahasan1. Patomekanisme diabetes mellitus tipe 2Mekanisme DM tipe 2 Diabetes Tipe IITerdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II.Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, pilidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.

2. Klasifikasi DMKlasifikasi DM menurut WHOKlasifikasi yang baru ini membagi diabetes melitus atas empat kelompok yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus bentuk khusus, dan diabetes melitus gestasional. Pembagian ini berdasarkan etiologi diabetes melitus.

Pada diabetesmelitus tipe 1 penyebab utamanya ialah terjadinya kekurangan hormon insulin pada proses penyerapan makanan. Fungsi utama hormon insulin dalam menurunkan kadar gula darah secara alami dengan cara meningkatkan jumlah gula yang disimpan di dalam hati, merangsang sel-sel tubuh agar menyerap gula, dan mencegah hati mengeluarkan terlalu banyak gula. Jika insulin berkurang, kadar gula di dalam darah akan meningkat. Gula dalam darah berasal dari makanan kita yang diolah secara kimiawi oleh hati. Sebagian gula disimpan dan sebagian lagi digunakan untuk tenaga. Disinilah fungsi hormon insulin sebagai stabilizer alami terhadap kadar glukosa dalam darah. Jika terjadi gangguan sekresi (produksi) hormon insulin ataupun terjadi gangguan pada proses penyerapan hormon insulin pada sel-sel darah, maka potensi terjadinyadiabetesmelitus sangat besar sekali.

Jika padadiabetesmelitus 1 penyebab utamanya adalah dari malfungsi kalenjar pankreas, padadiabetesmelitus tipe 2, gangguan utama justru terjadi pada volume reseptor (penerima) hormon insulin, yakni sel-sel darah. Dalam kondisi ini produktifitas hormon insulin bekerja dengan baik, namun tidak terdukung oleh kuantitas volume reseptor yang cukup pada sel darah, keadaan ini dikenal dengan resistensi insulin. Walau belum dapat dipastikan penyebab utama resistensi insulin, terdapat beberapa faktor-faktor yang memiliki berperan penting terjadinya hal tersebut yaitu obesitas, terutama yang besifat sentral (bentuk tubuh apel), diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan (olahraga), dan juga faktor keturunan (herediter).

Gestational diabetes melitus (GDM)melibatkan kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, menirukan jenis 2 kencing manis di beberapa pengakuan. Terjadi selama kehamilan dan dapat sembuh setelah melahirkan. GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 2050% dari wanita penderita GDM bertahan hidup. GDM terjadi di sekitar 25% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan secara penuh bisa perlakukan tetapi, tidak diperlakukan, boleh menyebabkan permasalahan dengan kehamilan, termasukmacrosomia(kelahiran yang tinggi menimbang), janin mengalami kecacatan dan menderita penyakit jantung sejak lahir. Penderita memerlukan pengawasan secara medis sepanjang kehamilan.

Maturity onset diabetes of the young(MODY) meliputi beberapa bentuk diabetes dengan cacat monogenetik fungsi -sel (sekresi insulin terganggu); biasanya mewujudkan sebagai hiperglikemia ringan di usia muda, dan biasanya diwariskan secara dominan autosom.11,12

Terdapat juga diabetes mellitus tipe lain yang penyebabnya adalah defek genetic fungsi sel beta, defek genetik sel kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, infeksi, diabetes mellitus yang terjadi karena obat atau zat kimia dan juga sindroma genetik lain yang berkaitan dengannya.

Kadar GlukosaDarahdalam mg/dl

Glukosa Plasma PuasaGlukosa Plasma 2 jam

DIABETES 126 200

IGT 126 200 - 200

NORMAL 126 200

Kadar GlukosaDarahdalam mg/dl

Puasa2 Jam setelahmakan

Diabetes 7,0 (126)-

IFG6,1-7,0 (110-126)-

Normal 6,1-

3. Kriteria diagnosis*Kriteria WHO Diabetes Melitus 1999

*Kriteria Diabetes Melitus (American Diabetes Asosiation)Kriteria Diagnosis Diabetes Melitusmenurut ADA 20101. HBA1c 6,5%2. FPG 126mg/dL (7mmol/L), puasadidefinisikantidakadanyaambilankalorisedikitnyaselama 8 jam3. 2 jam glukosa plasma 200mg/dL (11,1 mmol/L) selama OGTT denganasupanglukosasebandingdengan 75 glukosa anhydrous yang dilarutkan4. Pasiendengankeluhanklasikhiperglikemiataukrisishiperglikemidenganglukosadarahsewaktu 200mg /dL (11,1 mmol/L)

4. Algoritma penatalaksanaan DM tipe 2 Metformin Efek utama metformin adalah menurunkan hepatic glucose output dan menurunkan kadar glukosa puasa. Monoterapi dengan metformin dapat menurunkan A1C sebesar ~ 1,5%. Pada umumnya metformin dapat ditolerir oleh pasien. Efek yang tidak diinginkan yang paling sering dikeluhkan adalah keluhan gastrointestinal. Monoterapi metformin jarang disertai dengan hipoglikemia; dan metformin dapat digunakan secara aman tanpa menyebabkan hipoglikemia pada prediabetes. Efek nonglikemik yang penting dari metformin adalah tidak menyebabkan penambahan berat badan atau menyebabkan panurunan berat badan sedikit. Disfungsi ginjal merupakan kontraindikasi untuk pemakaian metformin karena akan meningkatkan risiko asidosis laktik ; komplikasi ini jarang terjadi tetapi fatal.Sulfonilurea Sulfonilurea menurunkan kadar glukosa darah dengan cara meningkatkan sekresi insulin.Dari segi efikasinya, sulfonylurea tidak berbeda dengan metformin, yaitu menurunkan A1C ~ 1,5%. Efek yang tidak diinginkan adalah hipoglikemia yang bisa berlangsung lama dan mengancam hidup. Episode hipoglikemia yang berat lebih sering terjadi pada orang tua. Risiko hipoglikemia lebih besar dengan chlorpropamide dan glibenklamid dibandingkan dengan sulfonylurea generasi kedua yang lain. Sulfonilurea sering menyebabkan penambahan berat badan ~ 2 kg. Kelebihan sulfonylurea dalam memperbaiki kadar glukosa darah sudah maksimal pada setengah dosis maksimal , dan dosis yang lebih tinggi sebaiknya dihindari.

Glinide Seperti halnya sulfonylurea, glinide menstimulasi sekresi insulin akan tetapi golongan ini memiliki waktu paruh dalam sirkulasi yang lebih pendek dari pada sulfonylurea dan harus diminum dalam frekuensi yang lebih sering. Golongan glinide dapat merunkan A1C sebesar ~ 1,5 % Risiko peningkatan berat badan pada glinide menyerupai sulfonylurea, akan tetapi risiko hipoglikemia nya lebih kecil.Penghambat -glukosidase Penghambat -glukosidase bekerja menghambat pemecahan polisakharida di usus halus sehingga monosakharida yang dapat diabsorpsi berkurang; dengan demikian peningkatan kadar glukosa postprandial dihambat. 18 Monoterapi dengan penghambat -glukosidase tidak mengakibatkan hipoglikemia. Golongan ini tidak seefektif metformin dan sulfonylurea dalam menurunkan kadar glukosa darah; A1C dapat turun sebesar 0,5 0,8 %. Meningkatnya karbohidrat di colon mengakibatkan meningkatnya produksi gas dan keluhan gastrointestinal. Pada penelitian klinik, 25-45% partisipan menghentikan pemakaian obat ini karena efek samping tersebut.Thiazolidinedione (TZD) TZD bekerja meningkatkan sensitivitas otot, lemak dan hepar terhadap insulin baik endogen maupun exogen. Data mengenai efek TZD dalam menurunkan kadar glukosa darah pada pemakaian monoterapi adalah penurunan A1C sebesar 0,5-1,4 %. Efek samping yang paling sering dikeluhkan adalah penambahan berat badan dan retensi cairan sehingga terjadi edema perifer dan peningkatan kejadian gagal jantung kongestif.Insulin Insulin merupakan obat tertua iuntuk diabetes, paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah. Bila digunakan dalam dosis adekuat, insulin dapat menurunkan setiap kadar A1C sampai mendekati target terapeutik. Tidak seperti obat antihiperglikemik lain, insulin tidak memiliki dosis maximal. Terapi insulin berkaitan dengan peningkatan berat badan dan hipoglikemiaDipeptidyl peptidase four inhibitor (DPP4 Inhibitor) DPP-4 merupakan protein membran yang diexpresikan pada berbagai jaringan termasuk sel imun.DPP-4 Inhibitor adalah molekul kecil yang meningkatkan efek GLP-1 dan GIP yaitu meningkatkan glucose- mediated insulin secretion dan mensupres sekresi glukagon. Penelitian klinik menunjukkan bahwa DPP-4 Inhibitor menurunkan A1C sebesar 0,6-0,9 %. Golongan obat ini tidak meninmbulkan hipoglikemia bila dipakai sebagai monoterapi.Algoritme pengelolaan Diabetes Mellitus tipe 2 menurut ADA/EASD Algoritme dibuat dengan memperhatikan karakteristik intervensi individual, sinergisme dan biaya. Tujuannya adalah untuk mencapai dan mempertahankan A1C < 7% dan mengubah intervensi secepat mungkin bila target glikekemik tidak tercapai. Tier 1 : well validated core therapy Intervensi ini merupakan cara yang terbaik dan paling efektif, serta merupakan strategi terapi yang cost-effective untuk mencapai target glikemik. Algoritme tier1 ini merupakan pilihan utama terapi pasien diabetes tipe 2. Langkah pertama : Intervensi pola hidup dan metformin. Berdasarkan bukti-bukti keuntungan jangka pendek dan jangka panjang bila berat badan turun dan aktivitas fisik yang ditingkatkan dapat tercapai dan dipertahankan serta cost effectiveness bila berhasil, maka konsensus ini 20 menyatakan bahwa intervensi pola hidup harus dilaksanakan sebagai langkah pertama pengobatan pasien diabetes tipe 2 yang baru. Intervensi pola hidup juga untuk memperbaiki tekanan darah, profil lipid, dan menurunkan berat badan atau setidaknya mencegah peningkatan berat badan, harus selalu mendasari pengelolaan pasien diabetes tipe 2., bahkan bila telah diberi obat-obatan. Untuk pasien yang tidak obes ataupun berat badan berlebih, modifikasi komposisi diet dan tingkat aktivitas fisik tetap berperan sebagai pendukung pengobatan. Para ahli membuktikan bahwa intervensi pola hidup saja sering gagal mencapai atau mempertahankan target metabolik karena kegagalan menurunkan berat badan atau berat badan naik kembali dan sifat penyakit ini yang progresif atau kombinasi faktor- faktor tersebut. Oleh sebab itu pada konsensus ini ditentukan bahwa terapi metformin harus dimulai bersamaan dengan intervensi pola hidup pada saat diagnosis. Metformin direkomendasikan sebagai terapi farmakologik awal , pada keadaan tidak ada kontraindikasi spesifik, karena efek langsungnya terhadap glikemia, tanpa penambahan berat badan dan hipoglikemia pada umumnya, efek samping yang sedikit, dapat diterima oleh pasien dan harga yang relatif murah. Penambahan obat penurun glukosa darah yang lain harus dipertimbangkan bila terdapat hiperglikemia simtomatik persisten. Langkah kedua : menambah obat kedua Bila dengan intervensi pola hidup dan metformin dosis maksimal yangdapat ditolerir target glikemik tidak tercapai atau tidak dapat dipertahankan, sebaiknya ditambah obat lain setelah 2-3 bulan memulai pengobatan atau setiap saat bila target A1C tidak tercapai. Bila terdapat kontraindikasi terhadap metformin atau pasien tidak dapat mentolerir metformin maka perlu diberikan obat lain. Konsensus menganjurkan penambahan insulin atau sulfonilurea . 21 Yang menentukan obat mana yang dipilih adalah nilai A1C. Pasien dengan A1C > 8,5% atau dengan gejala klinik hiperglikemia sebaiknya diberi insulin; dimulai dengan insulin basal (intermediate-acting atau long acting). Tetapi banyak juga pasien DM tipe 2 yang baru masih memberi respons terhadap obat oral. Langkah ketiga : penyesuaian lebih lajut Bila intervensi pola hidup, metformin dan sulfonilurea atau insulin basal tidak menghasilkan target glikemia, maka langkah selanjutnya adalah mengintesifkan terapi insulin. Intensifikasi terapi insulin biasanya berupa berupa suntikan short acting atau rapid acting yang diberikan sebelum makan. Bila suntikan-suntikan insulin dimulai maka sekretagog insulin harus dihentikan. Tier 2 : less well-validated therapies Pada kondisi-kondisi klinik tertentu algoritme tingkatan kedua ini dapat dipertimbangkan. Secara spesifik bila hipoglikemia sangat ditakuti (misalnya pada mereka yang melakukan pekerjaan yang berbahaya), maka penambahan exenatide atau pioglitazone dapat dipertimbangkan. Bila penurunan berat badan merupakan pertimbangan penting dan A1C mendekati target (