Isi Hemoptisis (1)

40
BAB I TINJAUAN PUSTAKA A. Hemoptisis 1. Definisi Hemoptisis (batuk darah) merupakan suatu gejala atau tanda dari suatu penyakit infeksi. Secara umum, pengertian hemoptisis adalah membatukkan darah dari paru atau ekspektorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang keluar melalui saluran napas bawah laring (Davey, 2002; Rasin, 2009). 2. Etiologi dan Faktor Risiko Ada banyak masalah potensial yang menjadi penyebab hemoptisis. Berikut adalah etiologi hemoptisis berdasarkan frekuensinya (Web MD, 2013; Davey, 2002): a. Sangat sering (> 5%) 1) Bronkitis (akut atau kronis), merupakan penyebab utama tersering dari hemoptisis, biasanya tidak mengancam jiwa. 2) Pneumonia 3) Tuberkulosis b. Sering (1-4%) 1) Bronkiektasis

description

hh

Transcript of Isi Hemoptisis (1)

Page 1: Isi Hemoptisis (1)

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hemoptisis

1. Definisi

Hemoptisis (batuk darah) merupakan suatu gejala atau tanda dari

suatu penyakit infeksi. Secara umum, pengertian hemoptisis adalah

membatukkan darah dari paru atau ekspektorasi darah akibat perdarahan

pada saluran napas di bawah laring, atau perdarahan yang keluar melalui

saluran napas bawah laring (Davey, 2002; Rasin, 2009).

2. Etiologi dan Faktor Risiko

Ada banyak masalah potensial yang menjadi penyebab hemoptisis.

Berikut adalah etiologi hemoptisis berdasarkan frekuensinya (Web MD,

2013; Davey, 2002):

a. Sangat sering (> 5%)

1) Bronkitis (akut atau kronis), merupakan penyebab utama tersering

dari hemoptisis, biasanya tidak mengancam jiwa.

2) Pneumonia

3) Tuberkulosis

b. Sering (1-4%)

1) Bronkiektasis

2) Kanker paru atau tumor paru non-maligna, terutama karsinoma

bronkus

3) Emboli paru

4) Hemoptisis palsu (mimisan, penyakit mulut, hematemesis).

Perdarahan hidung yang berat atau muntahan darah dari lambung

dapat menyebabkan masuknya darah ke trakea. Darah kemudian

dibatukkan dan muncul sebagai hemoptisis.

c. Jarang (< 1%)

1) Gagal jantung kongestif, terutama karena stenosis mitral

2) Malformasi arteriovenosus pulmonar

Page 2: Isi Hemoptisis (1)

3) Penggunaan antikoagulan

4) Kondisi inflamasi atau autoimun (lupus, Wegener’s

granulomatosis, microscopic polyangitis, Churg-Strauss

syndrome)

5) Trauma, seperti pada luka tembakan atau kecelakaan.

Faktor risiko hemoptisis adalah riwayat merokok dan usia lebih

dari 40 tahun (Mason et al., 2010).

3. Patofisiologi

Asal anatomis perdarahan dan patofisiologi hemoptisis berbeda tiap

proses patologik tertentu (Rasin, 2009):

a. Bronkitis akibat pecahnya pembuluh darah superfisial di mukosa.

b. Tuberkulosis paru akibat robekan atau ruptur aneurisma arteri

pulmoner (dinding kaviti “aneurisma Rassmussen”) atau akibat

pecahnya anastomosis bronkopulmoner atau proses erosif pada arteri

bronkialis.

c. Infeksi kronik akibat inflamasi sehingga terjadi pembesaran &

proliferasi arteri bronchial misal: bronkiektasis, aspergilosis atau

fibrosis kistik.

d. Kanker paru akibat pembuluh darah yg terbentuk rapuh sehingga

mudah berdarah.

4. Klasifikasi

Banyaknya jumlah batuk darah yang dikeluarkan sangat penting

diketahui untuk menentukan klasifikasi hemoptisis nonmasif atau masif.

a. Batuk darah ringan apabila jumlah darah yang dikeluarkan kurang dari

25 ml/24 jam.

b. Batuk darah sedang apabila jumlah darah 25-250 ml/24 jam.

c. Batuk darah masif bila:

Batuk darah > 600 ml/24 jam dan dalam pengamatan batuk darah

tidak berhenti.

Page 3: Isi Hemoptisis (1)

Batuk darah < 600 ml/24 jam tetapi > 250 ml/24 jam dan pada

pemeriksaan hemoglobin < 10 gr% sedang batuk darah masih

berlangsung.

Batuk darah < 600 ml/24 jam tetapi > 250 ml/24 jam dan pada

pemeriksaan hemoglobin >10 gr% dan pada pengamatan selama 48

jam dengan pengobatan konservatif, batuk darah masih

berlangsung.

Pseudohemoptisis adalah batuk darah dari struktur saluran napas

bagian atas (di atas laring) atau dari saluran cerna atas (gastrointestinal)

atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan (factitious) (Marleen et al.,

2009).

5. Diagnosis Banding

Diagnosis banding penyebab hemoptisis sangat banyak,

sebagaimana telah disebutkan dalam etiologi. Berikut ini penjelasan

mengenai penyebab hemoptisis tersering dan yang terjadi pada pasien

dalam kasus ini.

a. Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan

adanya dilatasi dan distorsi bronkus lokal patologis dan berjalan

kronik, persisten, dan ireversibel. Kelainan tersebut disebabkan oleh

perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi

elemen-elemen elastik, otot polos bronkus, tulang rawan, dan

pembuluh darah. Bronkus yang terkena pada umumnya adalah

bronkus kecil, sedangkan bronkus besar umumnya jarang

(Rahmatullah, 2007).

b. Bronkitis

Bronkitis adalah inflamasi dari pembuluh bronkus yang

menyebabkan bengkak pada permukaannya, mempersempit pembuluh

dan menimbulkan sekresi dan cairan inflamasi.

Bronkitis akut adalah batuk yang tiba-tiba terjadi karena

infeksi virus yang melibatkan jalan napas yang besar. Bronkitis akut

Page 4: Isi Hemoptisis (1)

pada umumnya ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari sampai

beberapa minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, namun

adakalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada

terasa berat, dan batuk berkepanjangan.

Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif

yang belangsung 3 bulan dalam 1 tahun selama 2 tahun berturut-turut.

Diagnosis bronkitis kronis biasanya terkait dengan riwayat merokok

(Marleen et al., 2009).

c. Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Mycobacterium tuberculosis complex yang ditandai dengan

pembentukan granuloa pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium

tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di

paru atau berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi.

Penyakit tuberkulosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat

menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal,

tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah

pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena

gangguan atau ketidakefektifan respon imun (PDPI, 2011).

d. Pneumonia

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu

peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri,

virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan

paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,

aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,

yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa.

Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh

masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif,

sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram

Page 5: Isi Hemoptisis (1)

negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri

anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia

menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak

penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif (PDPI,

2003).

6. Penegakan Diagnosis

a. Anamnesis

Petunjuk pasien sangat berguna untuk membedakan hemoptisis

dari hematemesis (Bidwell & Pachner, 2005). Yang perlu ditanyakan

saat anamnesis antara lain: jumlah dan warna darah yang dibatukkan,

lamanya perdarahan, bersifat produktif atau tidak, batuk terjadi

sebelum atau sesudah perdarahan, adanya nyeri dada, nyeri substernal

atau nyeri pleuritik dan riwayat penyakit jantung (Pitoyo, 2006).

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui perkiraan

penyebab penyakit.

1) Demam: merupakan tanda peradangan

2) Auskultasi: kemungkinan menonjolkan lokasi, ronki menetap,

wheezing lokal, kemungkinan penyumbatan oleh Ca atau bekuan

darah.

3) Friction rub: emboli paru atau infark paru.

4) Clubbing: bronkiektasis, neoplasma (PAPDI, 2006).

c. Pemeriksaan Penunjang

1) Darah rutin: terutama digunakan untuk melihat kadar hemoglobin

untuk mengetahui ada tidaknya anemia akibat hemoptisis (Davey,

2002).

2) Foto polos toraks: adanya gambaran opasitas pada foto toraks

posisi PA dan lateral menunjukkan tempat perdarahannya (Pitoyo,

2006).

3) Bronkoskopi

Page 6: Isi Hemoptisis (1)

Pada hemoptisis masif, bronkoskopi memungkinkan

identifikasi dan terapi lokal pada titik perdarahan (Davey, 2002).

4) Pemeriksaan dahak

 Pemeriksaan dahak baik secara bakteriologi maupun

sitologi (bahan dapat diambil dari dahak dengan

pemeriksaan bronkoskopi atau dahak langsung) (Pitoyo, 2006;

PAPDI, 2006).

7. Tatalaksana

Kunci tatalaksana hemoptisis adalah menemukan diagnosis

penyakit dasar dan memberi terapi yang tepat, atau menyingkirkan

penyakit lain yang serius. Sebagian besar hemoptisis terjadi minor atau

bisa sembuh sendiri, walaupun kadang-kadang perdarahan bisa menjadi

berat dan tidak terkendali. Saat ini tatalaksana hemoptisis meliputi

konservatif, pembedahan, dan embolisasi arteri bronkialis (Marleen et al.,

2009).

a. Konservatif

1) Proteksi jalan napas dan stabilisasi pasien: mempertahankan jalan

napas yang adekuat, pemberian suplementasi oksigen, koreksi tiap

koagulopati.

2) Lokalisasi sumber perdarahan dan penyebab perdarahan: setelah

pasien dalam keadaan stabil perlu dilakukan pemeriksaan lebih

lanjut mencari sumber dan penyebab perdarahan.

3) Terapi spesifik: menghentikan perdarahan dan mencegah

perdarahan berulang. Tahap ini dapat dilakukan dengan 2 cara:

Dengan bronkoskop: bilasan garam fisiologis, epinefrin,

pemberian trombin fibrinogen, tamponade dengan balon.

Tanpa bronkoskop: pemberian obat dan antifibrinolitik,

pengobatan penyakit primernya (Davey, 2002; Rasin, 2009).

b. Pembedahan

Terapi definitif hemoptisis adalah pembedahan. Tindakan bedah

dilakukan bila pasien memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Page 7: Isi Hemoptisis (1)

1) diketahui jelas sumber perdarahan

2) tidak ada kontra indikasi medik

3) setelah dilakukan pembedahan sisa paru masih mempunyai fungsi

yang adekuat (faal paru adekuat)

4) pasien bersedia dilakukan tindakan bedah (Rasin, 2009; Marleen et

al., 2009).

c. Embolisasi arteri bronkialis

Teknik ini adalah melakukan oklusi pembuluh darah yang

menjadi sumber perdarahan dengan embolisasi transkateter.

Embolisasi ini dapat dilakukan pada arteri bronkialis dan sirkulasi

pulmoner. Teknik ini terutama dipilih untuk penderita dengan kelaina

paru bilateral, fungsi paru sisa yang minimal, menolak operasi

ataupun memiliki kontraindikasi tindakan operasi. Terapi ini dapat

diulang beberapa kali untuk mengontrol perdarahan. Embolisasi

memiliki angka keberhasilan dalam mengontrol perdarahan (jangka

pendek) antara 64-100% (Rasin, 2009; Marleen et al., 2009).

B. Bronkiektasis

1. Definisi

Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari

pelebaran bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan

komponen elastis dan muskular dinding bronkus (O’Regan, 2004).

2. Etiologi

Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun,

diduga bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.

a. Kelainan kongenital

Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam

kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan

perkembangan memegang peranan penting. Bronkiektasis yang timbul

kongenital biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada

satu atau kedua bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya

Page 8: Isi Hemoptisis (1)

menyertai penyakit-penyakit kongenital seperti fibrosis kistik,

sindrom kartagener, sindrom William-Campbell, sindrom Mounier-

Kuhn, dan lain-lain.

b. Kelainan didapat

Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan

kebanyakan merupakan proses berikut:

1) Infeksi: campak, pertusis, infeksi adenovirus, infeksi bakteri

(Klebsiella, Staphylococcus, Pseudomonas), influenza, tuberkulosa,

dan infeksi mikoplasma.

2) Penyumbatan bronkus: benda asing, pembesaran kelenjar getah

bening, tumor paru, sumbatan oleh lendir.

3) Cedera penghirupan: cedera karena asap, gas atau partikel beracun,

aspirasi getah lambung dan partikel makanan.

4) Kelainan imonologi: disfungsi sel darah putih, defisiensi

komplemen, infeksi HIV, kelainan autoimun

5) Keadaan lain: penyalahgunaan obat (narkotika) (O’Regan, 2004;

Rahmatullah, 2007).

3. Patogenesis

Patogenesis bronkiektasis tergantung penyebabnya. Apabila timbul

secara kongenital, patogenesisnya tidak diketahui, diduga erat

berhubungan dengan factor genetik serta factor pertumbuhan dan

perkembangan fetus dalam kandungan. Pada bronkiektasis yang didapat,

patogenesisnya diduga melalui beberapa mekanisme. Ada beberapa

mekanisme yang diduga ikut berperan, antara lain: 1) faktor obstruksi

bronkus, 2) faktor infeksi pada bronkus atau paru, 3) faktor adanya

beberapa penyakit tertentu seperti fibrosis paru, asthmatic pulmonary

eosinophilia, dan 4) faktor intrinsik dalam bronkus atau paru.

Patogenesis pada kebanyakan bronkiektasis yang didapat, diduga

melalui dua mekanisme dasar.

a. Permulaannya didahului adanya faktor infeksi bakterial

Page 9: Isi Hemoptisis (1)

Mula-mula karena infeksi pada bronkus atau paru, kemudian timbul

bronkiektasis. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa infeksi pada

bronkus atau paru, akan diikuti destruksi dinding bronkus daerah

infeksi dan kemudian timbul bronkiektasis.

b. Permulaannya didahului adanya obstruksi bronkus

Adanya obstruksi bronkus oleh beberapa penyebab akan diikuti

terbentuknya bronkiektasis. Pada bagian distal obstruksi biasanya

terjadi infeksi dan destruksi bronkus.

Bronkiektasis merupakan penyakit paru yang mengenai bronkus

dan sifatnya kronik. Keluhan-keluhan yang timbul juga berlangsung

kronik dan menetap. Keluhan-keluhan yang timbul berhubungan erat

dengan: 1) luas atau banyaknya bronkus yang terkena, 2) tingkatan

beratnya penyakit, 3) lokasi bronkus yang terkena, dan 4) ada atau tidak

adanya komplikasi lebih lanjut.

Pada bronkiektasis, keluhan-keluhan timbul umumnya sebagai

berikut akibat adanya beberapa hal seperti adanya kerusakan dinding

bronkus, adanya kerusakan fungsi bronkus, adanya akibat lanjut

bronkiektasis. Kerusakan dinding bronkus berupa dilatasi dan distorsi

dinding bronkus, kerusakan elemen elastis, tulang rawan, otot-otot polos,

mukosa dan silia, kerusakan tersebut akan menimbulkan stasis sputum,

gangguan ekspektoransi, gangguan refleks batuk, dan sesak nafas

(Rahmatullah, 2007).

Mengenai infeksi dan hubugannya dengan patogenesis, dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a. Infeksi pertama (primer).

Tiap bronkiektasis, kejadiannya didahului oleh infeksi bronkus

maupun jaringan paru. Infeksi yang mendahului bronkiektasis adalah

infeksi bacterial, yaitu mikroorganisme penyebab pneumonia atau

bronchitis yang mendahuluinya. Dikatakan bahwa hanya infeksi

bakteri saja yang dapat menyebabkan bronkiektasis, sedangkan infeksi

virus tidak dapat. Boleh jadi, pneumonia atau bronchitis uang

Page 10: Isi Hemoptisis (1)

mendahului bronkiektasis tadi didahului oleh infeksi virus (misalnya

adenovirus tipe 21, virus influenza, campak, dan sebagainya).

b. Infeksi sekunder

Tiap pasien bronkiektasis tidak selalu disertai infeksi sekunder

pada lesi (daerah bronkiektasis). Apabila sputum pasien bersifat

mukoid dan putih jernih menandakan belum ada infeksi sekunder.

Sebaliknya apabila sputum berubah warna menjadi kekuningan atau

kehijauan atau berbau busuk berarti telah terjadi infeksi sekunder.

Untuk menentukan jenis kumannya bisa dilakukan pemeriksaan

mikrobiologis.

Hemoptisis terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa

bronkus yang mengenai pembuluh darah (pecah) dan timbul

perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi, mulai yang paling

ringan (streaks of blood) sampai perdarahan yang cukup banyak

(masif) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau

terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (daerah

berasal dari peredaran darah sistemik).

Pada dry bronchiectasis, hemoptisis justru merupakan gejala

satu-satunya, karena bronkiektasis jenis ini letaknya di lobus atas

paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang

menimbulkan refleks batuk. Pasien tanpa batuk atau batuknya

minimal (Rahmatullah, 2007).

d. Manifestasi Klinis

Gejala sering dimulai pada saat anak-anak, 60% gejala timbul sejak

pasien berusia 10 tahun. Gejala yang timbul tergantung dari luas, berat,

lokasi, serta ada atau tidaknya komplikasi. Gejala tersering adalah batuk

kronik dengan sputum yang banyak. Batuk dan pengeluaran sputum

dialami paling sering pada pagi hari, setelah tiduran atau berbaring pada

posisi yang berlawanan dengan sisi yang mengandung kelainan

bronkiektasis (O’Regan, 2004).

Page 11: Isi Hemoptisis (1)

Pada bronkektasis ringan atau yang hanya mengenai satu lobus

saja, mungkin tidak terdapat gejala. Kalaupun ada biasanya batuk

bersputum yang menyertai batuk-pilek selama 1-2 minggu. Komplikasi

pneumonia jarang dan progresivitasnya lambat (Alsagaff & Mukty, 2002;

Rahmatullah, 2007).

Pada bronkiektasis berat, pasien mengalami batuk terus-menerus

dengan sputum yang banyak (200-300 ml) yang bertambah berat bila

terjadi infeksi saluran napas atas. Biasanya dapat diikuti dengan demam,

nafsu makan berkurang, berat badan turun, anemia, nyeri pleura, malaise.

Sesak napas dan sianosis timbul pada kelainan yang luas. Hemoptisis

mungkin merupakan satu-satunya gejala, sehingga bronkiektasis harus

dipikirkan bila terdapat hemoptisis yang tidak jelas sebabnya. Clubbing

Finger didapatkan pada 30-50% kasus. Pada kasus yang berat mungkin

terdapat sianosis dan tanda kor pulmonal. (Alsagaff & Mukty, 2002;

Rahmatullah, 2007).

e. Penegakan Diagnosis

Oleh karena pasien bronkiektasis umumnya memberikan gambaran

klinis yang dapat dikenal, penegakkan diagnosis bronkiektasis dapat

ditempuh melewati proses diagnosis yang lazim dikerjakan di bidang

kedokteran, meliputi : 1) anamnesis, 2) pemeriksaan fisik, 3) pemeriksaan

penunjang, terutama pemeriksaan radiologik.

Pemeriksaan radiologi yang bisa dilakukan adalah foto thoraks PA

dan lateral, bronkografi, dan CT Scan. Pada foto thoraks PA/lateral akan

tampak infiltrat pada paru bagian basal dengan daerah radiolusen yang

multipel menyerupai sarang lebah (honey comb appearance). Jika

didapatkan bronkiektasis terinfeksi, maka akan didapatkan juga infiltrat di

sekitar lesi.

Diagnosis pasti bronkiektasis dapat ditegakkan apabila telah

ditemukan adanya dilatasi dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur

pemeriksaan bronkografi, melihat bronkogram yang didapatkan dan CT

Scan.

Page 12: Isi Hemoptisis (1)

Bronkoskopi juga bisa dikerjakan pada pasien bronkiektasis.

Namun, tidak digunakan untuk melihat ektasis. Akan tetapi, dapat untuk

mengetahui adanya tumor atau benda asing, sumber batuk darah, sputum,

dan perdarahan.

Pemeriksaan faal paru digunkan untuk melihat akibatnya, yaitu

kelainan restriksi dan/atau obstruksi. Pemeriksaan laboratorium darah

tidak khas pada pasien bronkiektasis. Hb dapat rendah (anemia), dapat

pula tnggi sebagai akibat dari insufisiensi paru. Leukositosis dengan laju

endap darah yang tinggi sering dijumpai bila ada infeksi sekunder

(Alsagaff dan Mukty, 2002).

f. Diagnosis Banding

a. Bronkitis Kronis

Bronkitis kronis menunjukkan gambaran bronkus yang normal

pada pemeriksaan bronkografi.

b. Tuberkulosis paru

Pada tuberkulosis paru tampak gambaran radiologis yang

berbeda dengan gambaran bronkiektasis, terlebih lagi bila dijumpai

basil tuberculosis dalam sputum. Akan tetapi, perlu diingat bahwa

bronkiektasis dapat merupakan peyulit dari tuberculosis paru.

c. Abses Paru

Pada radiologis tampak gambaran abses yang dapat dibedakan

dari gambaran bronkiektasis.

d. Tumor paru

Tampak gambaran massa padat pada paru, bila proses keganasan

member gambaran infiltrat maka perlu dibedakan dengan proses

pneumonia (Alsagaff & Mukty, 2002).

g. Tatalaksana

Tatalaksana pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu:

1) Konservatif

Pengelolaan umum:

Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien

Page 13: Isi Hemoptisis (1)

Memperbaiki drainase sekret bronkus

Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian

antibiotik.

Pengelolaan khusus:

Kemoterapi pada bronkiektasis

Drainase sekret dengan bronkoskopi

2) Simtomatik

Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat

bronkodilator.

Pengobatan hipoksia, dengan pemberaian oksigen.

Pengobatan hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik.

Pengobatan demam, dengan pemberian antibiotik dan antipiretik.

3) Pembedahan

Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi)

segmen atau lobus yang terkena. Indikasinya pada pasien

bronkiektasis yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon

terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat, selain itu juga

pada pasien bronkiektasis terbatas, tetapi sering mengalami infeksi

berulang atau hemoptisis yang berasal dari daerah tersebut. Pasien

dengan hemoptisis masif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi

(Rahmatullah, 2007).

h. Prognosis

1) Kelangsungan Hidup

Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-

ringannya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali.

Pemilihan pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan)

dapat memperbaiki prognosis penyakit. Pada kasus-kasus yang berat

dan tidak diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih

dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia,

empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan lain-lain. Pada kasus-

Page 14: Isi Hemoptisis (1)

kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan difus biasanya

disabilitasnya ringan (O’Regan, 2004; Rahmatullah, 2007).

2) Kelangsungan Organ

Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus

dengan ukuran sedang. Adanya peradangan dapat menyebabkan

destruksi lapisan muscular dan elastis dari bronkus serta dapat pula

menyebabkan kerusakan daerah peribronchial. Kerusakan ini biasanya

akan menyebabkan timbulnya daerah fibrosis terutama pada daerah

peribronkial (Rahmatullah, 2007).

Page 15: Isi Hemoptisis (1)

BAB II

STATUS PASIEN

A. Identitas

Nama : Tn. M

Umur : 40 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Tukang Parkir

Alamat : Jebres, Surakarta

No. RM : 01199706

Masuk RS : 5 Juni 2013

Pemeriksaan : 5 Juni 2013

B. Data Dasar

Anamnesis (Autoanamnesis, tanggal 5 Juni 2013)

1. Keluhan Utama

Batuk darah

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh batuk darah ± 1 jam SMRS. Batuk darah terjadi 3x,

sekali batuk ± 3 sendok makan. Darah berwarna merah segar. Batuk

darah yang seperti ini sudah pernah terjadi 2x dalam ± 1 tahun ini. Pasien

mengaku sering batuk dengan dahak campur darah sudah ± 25 tahun,

muncul jarang ± 6 bulan-1 tahun 1 kali terutama bila kecapaian, darah

muncul bercak-bercak. Namun dalam 1 tahun terakhir ini darah muncul

lebih banyak. Bila pasien tidak batuk dahak campur darah, maka biasanya

dahak berwarna kekuningan terutama muncul di pagi hari dan saat

bangun tidur. ±1 minggu ini dahak berwarna kuning kehijauan. Sesak

nafas (-), nyeri dada (-), demam (-), keringat malam (-), nafsu makan

menurun (-), berat badan turun (-), mual/muntah (-), BAK dan BAB (+)

normal.

Page 16: Isi Hemoptisis (1)

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Asma : (-) disangkal

Riwayat Alergi : (-) disangkal

Riwayat DM : (-) disangkal

Riwayat Hipertensi : (-) disangkal

Riwayat OAT : (-) disangkal

Riwayat Mondok : (-)

Riwayat Pengobatan : Selama ini pasien minum obat tradisional/herbal

untuk batuknya.

Batuk darah 1 tahun yang lalu pernah periksa ke puskesmas periksa

dahak 1x hasil (-)

Pernah periksa ke Jajar 1x difoto rontgen, tidak dicek dahaknya

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Asma : disangkal

Riwayat Alergi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

5. Riwayat Kebiasaan

Riwayat Merokok : (+) 13 tahun yang lalu x 3 = 39 (IB ringan)

6. Riwayat Sosial dan Ekonomi

Pasien adalah seorang laki-laki berusia 40 tahun dengan pekerjaan tukang

parkir. Pasien dirawat di RSUD Dr. Moewardi dengan fasilitas

Jamkesmas.

7. Riwayat Gizi

Sebelum sakit, pasien makan teratur 3-4 kali sehari, sebanyak masing-

masing 1 piring nasi sayur dengan lauk tempe, tahu, jarang dengan daging

atau ikan.

C. Anamnesis Sistemik

Keluhan utama : Batuk darah

Page 17: Isi Hemoptisis (1)

Kulit : Sawo matang, kering (-), pucat (-), menebal (-), gatal

(-), luka (-), kuning (-).

Kepala : Sakit kepala (-), pusing (-), rambut mudah dicabut

(-), rambut mudah rontok (-)

Mata : Pandangan kabur (-/-), pandangan dobel (-/-),

pandangan berputar-putar (-/-), berkunang-kunang

(-/-).

Hidung : Pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-), gatal (-).

Telinga : Berdenging (-), keluar cairan (-), darah (-).

Mulut : Terasa kering (-), bibir biru (-), pucat (-), sariawan

(-), gusi berdarah (-), gigi berlubang (-), bibir pecah-

pecah (-), luka pada sudut bibir (-).

Tenggorokan : Sakit menelan (-), gatal (-).

Sistem Respirasi : Sesak nafas (-), batuk darah (+), dahak (-),

mengi (-).

Sistem Cardiovaskuler : Nyeri dada (-), terasa tertekan (-), rasa berdebar (-),

sesak nafas karena aktivitas (+)

Sistem Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun (-), BAB

(+) normal, perut sebah (-), nyeri ulu hati (-),

mbeseseg (-), kembung (-), tinja warna kuning.

Sistem Genitourinaria : Nyeri saat BAK (-), panas (-), darah (-), nanah (-),

anyang-anyangan(-), sering menahan kencing (-),

BAK warna seperti teh(-).

Sistem Muskuloskeletal : Lemas (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-), bengkak

sendi (-).

Ekstremitas : Atas Kanan/ Kiri: Luka (-), nyeri (-), tremor (-),

kesemutan (-), bengkak (-), ujung jari dingin (-).

Bawah Kanan/Kiri: Luka (-), nyeri (-), tremor (-),

kesemutan (-), bengkak (-), ujung jari dingin (-).

Neuropsikiatri : Kejang (-), emosi tidak stabil (-), kesemutan (-),

lumpuh (-), gelisah (-), mengigau(-).

Page 18: Isi Hemoptisis (1)

D. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 5 Juni 2013

Keadaan umun : sakit sedang, compos mentis, gizi kesan gizi normal

Status gizi : BB = 65 kg

TB = 165 cm

BMI = 23,87

Kesan: Normal

Vital Sign : Tensi : 130/80 mmHg

Nadi : 80x/menit

Respiratory rate : 20x/menit

Temperatur : 36,7 oC

SaO2 : 98% (tanpa O2)

Mata : Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher : JVP ≠ meningkat, pembesaran limfonodi servikal (-), leher

kaku (-).

Thorax : Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal (-), spider

nevi (-), pernafasan thorakoabdominal, sela iga melebar

(-), pembesaran KGB axilla (-/-).

Cor : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo : I: Statis : Pengembangan dada kanan = kiri

Dinamis : Pengembangan dada kanan = kiri

P: Fremitus raba kanan = kiri

P: Sonor/sonor

A: SDV (+/+), suara nafas tambahan (-/-)

Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien ≠ teraba

Extremitas : Akral dingin - -

- -

Page 19: Isi Hemoptisis (1)

Oedema

Clubbing finger

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium Darah

05/06/2013 Satuan Nilai Rujukan

Hb 15,6 Gr/dl 12,0-15,6

Hematokrit ↑ 47 % 33-45

AE (uL) 5,39 106/uL 4,10-5,10

AL 5,5 103/uL 4,5-11

AT 224 103/Ul 150-450

Gol darah B

PT 13,8 Detik 10,0-15,0

APTT 29,0 Detik 20,0-40,0

INR 1,130

GDS 110 Mg/dL 60-140

Ureum 32 Mg/Dl <50

Kreatinin 1,0 Mg/Dl 0,6-1,1

Na+ 136 mmol/L 136-145

K+ 3,6 mmol/L 3,5-5,1

Cl 104 mmol/L 98-106

HbsAg Nonreaktif

SGOT 26 UI/L 0-35

SGPT 20 UI/L 0-45

- -

- -

- -

- -

Page 20: Isi Hemoptisis (1)

Pemeriksaan Foto Thorax PA/Lateral

Identitas : Tn.M

Tanggal : 5 Juni 2013

Proyeksi Foto PA/Lateral

Kekerasan cukup

Simetris

Inspirasi cukup

Trakea di tengah

Sinus costophrenicus kanan kiri tajam

Hemidiafraghma kanan kiri normal

CTR < 50%

Pulmo hiperinflasi, tampak gambaran honeycomb appearance di

paracardial kanan kiri.

ICS melebar dan mendatar

Retrocardial dan retrosternal space dalam batas normal

Page 21: Isi Hemoptisis (1)

Pemeriksaan EKG (5 Juni 2013)

Page 22: Isi Hemoptisis (1)

Sinus rhytme 69 x/menit

Normoaxis

F. Resume

Pasien datang, seorang laki-laki berusia 40 tahun, dengan keluhan batuk

darah sejak ± 1 jam SMRS. Batuk darah terjadi 3x, sekali batuk ± 3 sendok

makan. Darah berwarna merah segar. Batuk darah yang seperti ini sudah

pernah terjadi 2x dalam ± 1 tahun ini. Pasien mengaku sering batuk dengan

dahak campur darah sudah ± 25 tahun, muncul jarang ± 6 bulan-1 tahun 1 kali

terutama bila kecapaian, darah muncul bercak-bercak. Namun dalam 1 tahun

terakhir ini darah muncul lebih banyak. Bila pasien tidak batuk dahak campur

darah, maka biasanya dahak berwarna kekuningan terutama muncul di pagi

hari dan saat bangun tidur. ±1 minggu ini dahak berwarna kuning kehijauan.

Sesak nafas (-), nyeri dada (-), demam (-), keringat malam (-), nafsu makan

menurun (-), berat badan turun (-), mual/muntah (-), BAK dan BAB (+)

normal.

Pada pemeriksaan fisik tanggal 5 Juni 2013 didapatkan keadaan umum

pasien tampak sakit sedang, compos mentis, gizi kesan normal. TD: 130/80

mmHg, N: 80x/menit, RR: 20x/menit, t: 36,7°C per axillar, SaO2: 98% (tanpa

O2). Pada pemeriksaan paru didapatkan dalam batas normal.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hematokrit 47% (nilai

rujukan: 33-45%).

Page 23: Isi Hemoptisis (1)

Abnormalitas

Anamnesis:

1. Batuk darah timbul bila kelelahan

2. Bila pasien tidak batuk dahak campur darah, maka biasanya dahak

berwarna kekuningan terutama muncul di pagi hari dan saat bangun

tidur.

3. Sejak 1 minggu yang lalu dahak berwarna kuning kehijauan.

Pemeriksaan fisik:

1. Tampak sakit sedang

2. TD= 130/80 mmHg

3. N= 80 x/menit

4. RR= 20 x/menit

5. t= 36,7 °C per axillar

6. SaO2 = 98% (tanpa O2)

Pemeriksaan Penunjang:

1. Hematrokrit = 47%

G. Diagnosis

Bronkiektasis terinfeksi DD bronkitis kronis dengan masalah hemoptisis.

H. Terapi

O2 2-3 lpm

Infus RL 16 tpm

Injeksi Asam traneksamat 500 mg/8 jam

Injeksi vitamin K 1 ampul/8 jam

Injeksi Ciprofloxacin 2 x 2 (skin test +), ganti Ceftazidim 1 g/12 jam (skin

test +), ganti Ceftriaxon 2 g/24 jam (skin test -)

Dextrometrophan 3 x 1

Vitamin C 3 x 1

Page 24: Isi Hemoptisis (1)

I. Planning

Edukasi batuk darah

Sputum tampung, sputum Mo/G/K/R

Bronkoskopi

Konsul jantung bila perlu bronkoskopi

J. Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad bonam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

FOLLOW UP

6 Juni 2013

S : batuk darah (+) 1cc

O : sakit sedang, compos mentis

VS : T= 140/80mmHg N=88x/mnt Rr=20x/mnt t=36,2oC

Mata : conjuntiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Leher : JVP ≠ meningkat, KGB ≠ membesar

Thorax : retraksi (-)

Cor : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Pulmo : I: pengembangan dada kanan = kiri

P: fremitus raba kanan = kiri

P: sonor/sonor

A: SDV (+/+), suara tambahan (-/-)

Abdomen: supel, nyeri tekan (-), hepar/lien ≠ teraba

W/D : bronkiektasis terinfeksi dd bronkitis kronis dengan masalah

hemoptisis

Terapi : O2 2-3 lpm

Infus RL 16 tpm

Injeksi Ceftriaxon 2 g/24 jam

Vit B kompleks 3 x 1

Page 25: Isi Hemoptisis (1)

Vit C 3 x 1

DMP 3 x 1

Plan : Sputum tampung Mo/G/K/R

Edukasi batuk

Bronkoskopi evaluasi batuk dulu

Konsul jantung bila perlu bronkoskopi

Pasien pulang APS tanggal 6 Juni 2013

RESUME PULANG

1. Alasan masuk/keluhan utama: batuk darah

2. Riwayat singkat dan penemuan fisik

a. RPS : batuk darah (+) + 1 jam SMRS

b. RPD : Riwayat OAT (-)

c. Riwayat sosial ekonomi : pekerjaan tukang parkir

d. Penemuan fisik yang relevan :

I : Pengembangan dada kanan = kiri

P : fremitus raba kanan = kiri

P : sonor/sonor

A : SDV (+/+), ST (-/-)

3. Diagnosis masuk: Bronkiektasis terinfeksi

4. Diagnosis lain: hemoptisis

5. Diagnosis banding: bronkitis kronis

6. Diagnosis akhir: bronkiektasis terinfeksi

7. Diagnosis komplikasi: hemoptisis

8. Operasi dan prosedur khusus: -

9. Tindakan medis lainnya (non operatif): Nebulisasi

10. Penemuan yang penting:

a. Lab : Hb = 15,6; Ht = 47%; AL = 5,5; AT = 224; AE = 5,39

b. Radiologi : kesan honeycomb appearance

11. Riwayat pemberian obat di rumah sakit:

Page 26: Isi Hemoptisis (1)

Obat yang diberikan: Ceftriaxon 2g/24 jam, DMP 3 x 1, Vit C 3 x 1, Vit B

kompleks 3 x 1

a. Reaksi obat : Alergi inj Ciprofloxacin, inj ceftazidim

b. Kondisi waktu keluar RS: dalam perbaikan

12. Perintah waktu pulang:

a. Tindak lanjut : kontrol ke poli paru

b. Kontrol kembali : 10 Juni 2013

c. Pemeriksaan penunjang : DR 3

13. Prognosis: dubia ad bonam

14. Obat yang dibawa pulang pasien:

1. Cefixim 2 x 500 mg No X

2. Vit B kompleks 3 x 1 No X

3. Vit C 3 x 1 No X

4. DMP 3 x 1 No X

Page 27: Isi Hemoptisis (1)

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff H, Mukty A. 2002. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga Press

Bidwell JL, Pachner RW. 2005. Hemoptysis: Diagnosis and management. Am Fam Physician; 72(7):1253-60

Davey P. 2002. Sesak napas, batuk, dan hemoptisis, dalam: At a glance medicine. Jakarta, Erlangga Medical Series; pp: 23

Marleen FS, Swidarmoko B, Rogayah R, Pandelaki J. 2009. Embolisasi arteri bronkial pada hemoptisis. http://jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/Refserlyt.pdf - diunduh pada Juni 2013

Mason RJ, Broaddus VC, Martin TR, King TE, Schraufnagel DE, Murray JF, Nadel JA. 2010. Murray & Nadel’s textbook of respiratory medicine. 5th Ed. USA: Elsevier

O’Regan AW. 2004. Baum’s Textbook of Pulmonary Disease 7 th Edition. Editor James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. pp: 255-274

PAPDI. 2006.  Hemoptisis. Dalam: Rani Aziz, Sugondo Sidartawan, Nasir Anna U.Z., Wijaya Ika Prasetya, Nafrialdi, Mansyur Arif. Panduan pelayanan medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

PDPI. 2003. Pneumonia komuniti: Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia

PDPI. 2011. Tuberkulosis: Pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia.

Pitoyo CW. 2006.  Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid II,edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Rahmatullah. 2007. Ilmu penyakit dalam: Bronkiektasis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Rasmin M. 2009. Hemoptisis. http://jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/HEMOPTISIS%20editorial.pdf – diunduh Juni 2013

Web MD. 2013. Coughing up blood (hemoptysis). http://www.webmd.com/lung/coughing-up-blood - diunduh Juni 2013