ISI DRAINASE
-
Upload
-aan-safwandi-screamo -
Category
Documents
-
view
1.108 -
download
3
Transcript of ISI DRAINASE
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Drainase yang meliputi jenis, system, dan permasalahannya:
Drainase merupakan salah satu factor pengembangan irigasi yang
berkaitan dalam pengolahan banjir (float protection), sedangkan irigasi bertujuan
untuk memberikan suplai air pada tanaman . Drainase dapat juga diartikan sebagai
usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas.
a) Jenis – jenis drainase :
• Menurut sejarah terbentuknya :
1. Drainase alamiah (natural drainage)
Terbentuk secara alamiah , tidak terdapat bangunan penunjang
2. Drainase buatan (artificial drainage)
Dibuat dengan tujuan tertentu, memerlukan bangunan khusus
• Menurut letak bangunan :
1. Drainase permukaan tanah (surface drainage)
Suatu system pembuangan air untuk menyalurkan air dipermukaan tanah. Hal ini
berguna untuk mencegah adanya genangan.
2. Drainase bawah permukaan tanah (subsurface drainage) Suatu sistem
pembuangan untuk mengalirkan kelebihan air dibawah tanah. Pada jenis
tanaman tertentu drainase juga bermanfaat untuk mengurangi ketinggian muka
air tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.
• Menurut fungsi :
1. Single purpose Suatu jenis air buangan : air hujan, limbah domestic, limbah
industri dll
2. Multi purpose
Beberapa jenis air buangan tercampur
• Menurut kontruksi :
1. Saluran terbuka
2. Saluran tertutup
1
Untuk air kotor disaluran yang terbentuk di tengah kota.
b) Sistem dan permasalahan drainase
Sistem drainase dibagi menjadi:
1. tersier drainage
2. secondary drainage
3. main drainage
4. sea drainage
Permasalahan drainase:
Permasalah drainase perkotaan bukanlah hal yang sederhana. Banyak
faktor yang mempengaruhi dan pertimbangan yang matang dalam perencanaan,
antara lain :
1. Peningkatan debit
manajemen sampah yang kurang baik memberi kontribusi percepatan
pendangkalan /penyempitan saluran dan sungai. Kapasitas sungai dan saluran
drainase menjadi berkurang, sehingga tidak mampu menampung debit yang
terjadi, air meluap dan terjadilah genangan.
2. Peningkatan jumlah penduduk
Meningkatnya jumlah penduduk perkotaan yang sangat cepat, akibat dari
pertumbuhan maupun urbanisasi. Peningkayan jumlah penduduk selalu diikuti
oleh penambahn infrastruktur perkotaan, disamping itu peningkatn penduduk juga
selalu diikuti oleh peningkatan limbah, baik limbah cair maupun pada sampah.
3. Amblesan tanah
Disebabkan oleh pengambilan air tanah yang berlebihan, mengakibatkan
beberapa bagian kota berada dibawah muka air laut pasang.
4. Penyempitan dan pendangkalan saluran
5. reklamasi
6. limbah sampah dan pasang surut
c) Penanganan drainase perkotaan :
1. Diadakan penyuluhan akan pentingnya kesadaran membuang sampah
2. Dibuat bak pengontrol serta saringan agar sampah yang masuk ke drainase
dapat dibuang dengan cepat agar tidak mengendap
2
3. pemberian sanksi kepada siapapun yang melanggar aturan terutama
pembuangan sampah sembarangan agar masyarakat mengetahui pentingnya
melanggar drainase.
4. Peningkatan daya guna air, meminimalkan kerugian serta memperbaiki
konservasi lingkungn.
5. Mengelola limpasan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan
air hujan, menyimpan air hujan maupun pembuatan fasilitas resapan.
B. Drainase Jalan Raya
Drainase jalan raya dibedakan untuk perkotaan dan luar kota.Umumnya di
perkotaan dan luar perkotaan,drainase jalan raya selalu mempergunakan drainase
muka tanah (Surface drainage). Di perkotaan saluran muka tanah selalu ditutup
sebagai bahu jalan atau trotoar. Walaupun juga sebagaiman diluar perkotaan, ada
juga saluran drainase muka tanah tidak tertutup (terbuka lebar), dengan sisi atas
saluran rata dengan muka jalan sehingga air dapat masuk dengan bebas. Drainase
jalan raya pi perkotaan elevasi sisi atas selalu lebih tinggi dari sisi atas muka
jalan .Air masuk ke saluran melalui inflet. Inflet yang ada dapat berupa inflet
tegak ataupun inflet horizontal. Untuk jalan raya yang lurus, kemungkinan letak
saluran pada sisi kiri dan sisi kanan jalan. Jika jalan ke arah lebar miring ke arah
tepi, maka saluran akan terdapat pada sisi tepi jalan atau pada bahu jalan,
sedangkan jika kemiringan arah lebar jalan kea rah median jalan maka saluran
akan terdapat pada median jalan tersebut. Jika jalan tidak lurus ,menikung, maka
kemiringan jalan satu arah , tidak dua arah seperti jalan yang lurus. Kemiringan
satu arah pada jalan menikung ini menyebabkan saluran hanya pada satu sisi jalan
yaitu sisi yang rendah. Untuk menyalurkan air pada saluran ini pada jarak
tertentu,direncanakan adanya pipa nol yang diposisikan dibawah badan jalan
untuk mengalirkan air dari saluran.
C.. Drainase Lapangan Terbang
Drainase lapangan terbang pembahasannya difokuskan pada draibase area
run way dan shoulder karena runway dan shoulder merupakan area yang sulit
3
diresapi , maka analisis kapasitas / debit hujan memepergunakan formola drainase
muka tanah atau surface drainage.
Kemiringan keadan melintang untuk runway umumnya lebih kecil atau
samadengan 1,50 % , kemiringan shoulder ditentukan antara 2,50 % sampai 5
%.Kemiringan kea rah memanjang ditentukan sebesar lebih kecil atau sama
dengan 0,10 % ,ketentuan dari FAA. Amerika Serikat , genangan air di
permukaan runway maksimum 14 cm, dan harus segera dialirkan.
Di sekeliling pelabuhan udara terutama di sekeliling runway dan shoulder , harus
ada saluran terbuka untuk drainase mengalirkan air (Interception ditch) dari sis
luar lapangan terbang.
D. Drainase Lapangan Olahraga
Drainase lapangan olahraga direncanakan berdasarkan infiltrasi atau
resapan air hujan pada lapisan tanah, tidak run of pada muka tanah (sub surface
drainage) tidak boleh terjadi genangan dan tidak boleh tererosi.Kemiringan
lapangan harus lebih kecil atau sama dengan 0,007. Rumput di lapangan
sepakbola harus tumbuh dan terpelihara dengan baik. Batas antara keliling
lapangan sepakbola dengan lapangan jalur atletik harus ada collector drain.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengembangan Konstruksi Jalan Di Lahan Gambut
Daerah gambut di Indonesia sangat luas dan tersebar di pulau besar
maupun kecil. Pada mulanya daerah tanah gambut kurang diperhatikan dan tidak
menarik secara ekonomi, tetapi karena pertumbuhan penduduk dan perkembangan
teknologi memaksa orang membangun di atas tanah gambut. Hal ini sejalan
dengan program pemerintah untuk membuka daerah terisolir dengan
pembangunan ruas jalan baru karena banyak ditemuinya potensi alam di bawah
lahan tanah gambut. Penggunaan lahan gambut sebagai areal pembangunan baik
pertanian, hunian, maupun infrastruktur, termasuk jalan, akhir-akhir ini terlihat
semakin menggejala. Sementara selama ini orang membuat jalan di atas gambut
dengan menggunakan alas rangkaian kayu gelondongan, untuk memperbaiki daya
dukung gambut dan menyeragamkan penurunan, sehingga memerlukan
pembabatan hutan. Sebagian dari aktivitas itu berada di atas lahan tanah gambut
dengan ketebalan yang bervariasi dan memiliki daya dukung yang sangat rendah
(extremely low bearing capacity). Akibatnya banyak menimbulkan masalah bagi
konstruksi yang harus dibangun di atas lapisan tanah gambut. Umumnya
diakibatkan oleh rendahnya daya dukung, sifat permeabilitas yang tinggi dan sifat
pemampatan (konsolidasi) yang sangat tinggi, terutama kompresi sekunder yang
memakan waktu lama. Tidak sedikit kerusakan jalan yang terjadi dalam waktu
yang relatif lebih cepat dari umur rencana dan seringkali memerlukan biaya yang
cukup besar dalam rangka pembinaan jalan pada lokasi tersebut.
Gambut adalah tanah lunak, organik dan sangat sulit dipindahkan, serta
mempunyai daya dukung yang sangat rendah. Secara teknis tanah gambut tidak
baik sebagai landasan karena memiliki kompresibilitasnya tinggi. Gambut
mengandung bahan organik lebih dari 30 %, sedangkan lahan gambut adalah
lahan yang ketebalan gambutnya lebih dari 50 cm. Lahan yang ketebalan
gambutnya kurang daripada 50 cm disebut lahan bergambut. Gambut terbentuk
dari hasil dekomposisi bahan2 organik seperti dedaunan, ranting serta semak
5
belukar yang berlangsung dalam kecepatan yang lambat dan dalam keadaan
anaerob.
Berdasarkan ketebalannya, gambut dibedakan menjadi empat tipe :
1. Gambut Dangkal, dengan ketebalan 0.5 - 1.0 m
2. Gambut Sedang, memiliki ketebalan 1.0 - 2.0 m
3. Gambut Dalam, dengan ketebalan 2.0 - 3.0 m
4. Gambut Sangat Dalam, yang memiliki ketebalan melebihi 3.0 m
Selanjutnya berdasarkan kematangannya, gambut dibedakan menjadi tiga jenis,
yaitu :
1. Fibrik, digolongkan demikian apabila bahan vegetatif aslinya masih dapat
diidentifikasikan atau telah sedikit mengalami dekomposisi.
2. Hemik, disebut demikian apabila tingkat dekomposisinya sedang.
3. Saprik, merupakan penggolongan terakhir yang apabila telah mengalami
tingkat dekomposisi lanjut.
Tanah Gambut secara umumnya memiliki kadar pH yang rendah, memiliki
kapasitas tukar kation yang tinggi, kejenuhan basa rendah, memiliki kandungan
unsur K, Ca, Mg, P yang rendah dan juga memiliki kandungan unsur mikro
(seperti Cu, Zn, Mn serta B) yang rendah pula.
Pembangunan di daerah gambut, untuk mendapatkan stabilitas tanah yang baik
membutuhkan waktu yang relative lama (cara konvensional), yaitu dengan pre-
loading. Salah satu alternatifnya dengan membuat aliran vertical atau horizontal
drainase pada tanah gambut itu sendiri selama proses pre-loading berlangsung.
Pre-loading dengan drainase ini dimaksudkan atau ditujukan air yang
termampatkan selama proses konsolidasi lebih cepat teralirkan sebagai akibatnya
tanah akan mengalami penurunan (settlement). Penurunan akibat pre-loading ini
diharapkan dapat mengurangi penurunan bangunan nantinya.
Besarnya pre-loading ini tergantung pada pembebanan bangunan yang
akan diterima tanah nantinya serta penurunan bangunan yang diizinkan tentunya.
Proses drainase dapat dibantu dengan pembuatan sumuran-sumuran yang berisi
material sangat permeable (kerikil, pasir kasar, kerakal) atau dengan bahan sintetis
yang telah banyak digunakan. Diharapkan dengan proses drainase seperti ini maka
6
tanah akan cepat lebih stabil dan settlement yang akan datang tidak melebihi
batas-batas yang telah ditentukan.
Untuk konstruksi jalan diperlukan penelitian terhadap sifat-sifat teknik
gambut yang mencangkup daya dukung, besar dan waktu penurunan, ketebalan
serta jenis tanah yang berada dibawahnya. Indonesia memiliki lahan gambut
seluas 27.000.000 ha terpusat di Pulau-pulau : Kalimantan, Sumatera dan Irian
Jaya.
B. Analisa dan Pembahasan
Masalah utama di areal gambut (peat) yang utama adalah sifatnya yang
sangat compressible dimana lapisannya akan memiliki potensi settlement
(penurunan) yang sangat besar ketika dibebani di atasnya. Semakin tebal lapisan
gambutnya, semakin besar settlement yang dapat terjadi.
Gambut di Indonesia (contoh Kalimantan) merupakan salah satu daerah
yang memiliki lapisan gambut yang besar di dunia (s.d 15-20m). Metode aplikatif
yang dapat diterapkan berkaitan dengan konstruksi suatu struktur di atasnya akan
sangat bergantung pada beberapa aspek, misalnya tebal gambut, daya dukung
lapisan tanah di bawah gambut, sifat konstruksi di atasnya, dan tentu saja
properties dari gambut (peat) itu sendiri.
Jika lapisan gambutnya cukup tipis, 0-2m, cara yang paling gampang
adalah dengan membuang atau mengupas lapisan gambut tersebut dan
menggantinya dengan material yang lebih baik. Jika kedalamannya tidak terlalu
dalam (3-4m), konstruksi dengan menggunakan cerucuk kayu (dolken atau
curdoray) dapat pula menjadi pilihan. Sedangkan jika lapisan gambutnya sangat
dalam atau tebal, maka konstruksi dengan tiang pancang maupun dengan
menggunakan material alternatif yang ringan seperti EPS (expanded
polyesthyrine) dapat menjadi pilihan. Namun tentu kita harus pula
memperhitungkan segi biayanya pula.
Settlement pada gambut dapat pula di percepat dengan melakukan
preloading ataupun dengan menggunakan system vertical drain (PVD, sand drain,
etc.). Metode aplikatif dapat dipilih jika masalahnya sesuai dan telah melakukan
analisis mendalam berdasarkan soil investigation yang baik serta dengan
7
menggunakan pendekatan yang tepat. Saat ini telah banyak software yang
dikembangkan untuk dapat memperhitungkan besarnya dan lamanya settelemnt
yang akan terjadi berdasarkan karakteristik lapisan gambut setempat
Untuk areal gambut luas yang akan dijadikan konstruksi jalan, biasanya dengan
cara memperbaiki areal tersebut dengan cara dikupas atau digali kemudian galian
tersebut diisi dengan lapisan tanah atau pasir yang lebih baik, dimana tanah yang
telah diganti tersebut dipampatkan dengan diberi beban diatasnya berupa
tumpukan pasir atau tanah selama jangka waktu tertentu.
Untuk mempercepat pemampatan lapisan tanah, ada beberapa cara yang
dilakukan yaitu ada yang menggunakan tiang pasir (vertical sand drain, contohnya
pada proyek EXOR I di Balongan) yang dipasang pada setiap jarak tertentu dan
ada juga yang menggunakan sejenis bahan sintetis yang dipasang vertical juga
yang jaraknya tergantung kebutuhan (biasanya sekitar 1 ) yang dikenal dengan
nama vertical wick drain.
Penggunaan vertical wick drain ada juga yang ditambah dengan bantuan
pompa vakum untuk mempercepat proses pemampatan tanah. Semua hal ini
dilakukan untuk mengeluarkan air dan udara yang mengisi pori-pori pada lapisan
tanah. Proses pemampatan tanah ini ada juga yang menggunakan sistem yang
disebut dynamic consolidation yaitu dengan cara menjatuhkan beban yang berat
kelapisan tanah yang akan dipampatkan (system ini contohnya dipakai pada
proyek Kansai airport di Jepang dan Nice airport di Perancis yang mana arealnya
berupa areal reklamasi).
Untuk areal yang tidak luas, pondasi untuk equipment, ada yang langsung
membangun pondasinya (contohnya pondasi cakar ayam), yang mana setelah
pondasinya terpasang baru kemudian diberi beban diatasnya berupa tumpukan
pasir atau tanah supaya terjadi pemampatan sampai yang diinginkan baru
kemudian dibangun konstruksi jalan yang ingin dipasang diatasnya. Cara yang
murah adalah dengan memakai dolken atau bambu berukuran diameter sekitar 8
cm dan panjang antara 4 s.d 6 meter yang dipancang dengan jarak tergantung
kebutuhan (biasanya sekitar 30-40cm).
Sistem Pondasi untuk tanah lunak menggunakan metoda raft foundation
(Pondasi Rakit) yaitu Pondasi Sarang Laba-Laba. Pondasi sarang laba-laba ini
8
pada dasarnya bertujuan untuk memperlakukan sistem pondasi itu sendiri dalam
berinteraksi dengan tanah pendukungnya.
Semakin fleksibel suatu pondasi (Pondasi Dangkal), maka semakin tidak
merata stress tanah yang timbul, sehingga terjadi konsentrasi tegangan di daerah
beban terpusat. Sebaliknya semakin kaku pondasi tersebut, maka akan semakin
terdistribusi merata tegangan tanah yang terjadi yang dengan sendirinya effective
contact area pondasi tersebut akan semakin besar dan tegangannya akan semakin
kecil.
Pondasi sarang laba-laba ini memiliki kedalaman antara 1 s/d 1.5 meter,
dan terdiri dari pelat rib vertical yang berbentuk segitiga satu sama lainnya. Di
antara ruang segitiga tersebut akan diisi material tanah pasir yang dipadatkan (bisa
sirtu). Selanjutnya di atas pelat tersebut akan di cor pelat beton dengan tebal 150 s
atau d 200 mm. Konstruksinya cukup sederhana dan cepat dilaksanakan serta
ekonomis.
Cara lain yang selama ini dipakai pada pembuatan jalan adalah pemakaian
kanoppel atau galar kayu sebagai perkuatan tanah dasar pada pembuatan jalan
diatas tanah gambut cukup besar. Banyaknya pembangunan jalan yang selama ini
dikerjakan dengan memakai kanoppel tidak lepas dari pertimbangan ekonomis
mengingat fungsi jalan raya selalu berkaitan dengan dimensi panjang yang
melibatkan bahan perkerasan dengan jumlah yang cukup banyak.
Adanya alternatif lain untuk meningkatkan perkuatan tanah dasar yaitu dengan
pemakaian geotextile dapat memberikan pertimbangan lain secara ekonomis dan
struktur. Geotextile merupakan suatu bahan geosintetik yang berupa lembaran
serat sintetis tenunan dan tambahan bahan anti ultraviolet. Geotextile ini
mempunyai berat sendiri yang relatif ringan dan dapat diabaikan, akan tetapi
mempunyai kekuatan tarik yang cukup besar untuk menerima beban diatasnya.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan atas kajian dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut Drainase merupakan salah satu factor pengembangan
irigasi yang berkaitan dalam pengolahan banjir (float protection), sedangkan
irigasi bertujuan untuk memberikan suplai air pada tanaman . Drainase dapat juga
diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya
dengan salinitas.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan sebelumnya, ada beberapa
hal yang dapat disarankan pembahasannya difokuskan pada draibase area run way
dan shoulder karena runway dan shoulder merupakan area yang sulit diresapi ,
maka analisis kapasitas / debit hujan memepergunakan formola drainase muka
tanah atau surface drainage.
10
DAFTAR PUSTAKA
Anonim (1986), Standard Perencanaan Irigasi, Kriteria Perencanaan Bagian
Bangunan , Dirjen Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, Galang Persada,
Bandung.
Anonim (1996), Pedoman Pengendalian Banjir, Volume III, Pedoman
Perencanaan dan Pelaksanaan, Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Pengairan,
Jakarta.
Anonim (2000), Laporan Akhir Surabaya Drainage Master Plan (SDMP) 2018, Jilid
2 Annex , Juni 2000, Bappeko Kota Surabaya, Surabaya.
Anonim (2002), Modul Bidang Air Bersih, Standar Teknis Prasarana dan Sarana Air
Bersih, Dinas Permukiman Propinsi Jawa Timur, Surabaya.
11