isi anggaran
-
Upload
surya-sriyama -
Category
Documents
-
view
466 -
download
0
Transcript of isi anggaran
![Page 1: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang
memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun
anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan
Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Pemerintah mengajukan Rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang
APBN kepada DPR. Setelah melalui pembahasan, DPR menetapkan Undang-
Undang tentang APBN selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran
dilaksanakan. Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan
APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan
perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat
mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus
mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.
Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat
melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya. Selambatnya 6
bulan setelah tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan keuangan
yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dibentuk dan ditentukan
komposisinya setelh melalui jalur yang rumit dan membutuhkan waktu yang
banyak karena harus menampung semua aspirasi rakyat. Jika dibandingkan
dengan sebuah perusahaan Dalam penyusunan anggaran (budget) yang
berwenang dan bertanggung jawab atas penyusunan anggaran serta kegiatan
penganggaran lainnya adalah di tangan pimpinan tertinggi perusahaan. Hal
tersebut disebakan karena pimpinan tertinggi perusahaanlah yang paling
berwenang dan bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan secara keseluruhan.
Namun dalam menyiapkan dan menyusun anggaran (budget) serta
kegiatan-kegiatan penganggaran lainnya tidak harus ditangani sendiri oleh
1
![Page 2: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/2.jpg)
pimpinan tertinggi perusahaan, melainkan dapat didelegasikan kepada bagian
lain dalam perusahaan.
Dan dalam sebuah perusahaan isi anggaran secara garis besar terdiri
atas :
1. Anggaran taksiran, yaitu anggaran yang berisi taksiran-taksiran kegiatan
perusahaan dalam periode tertentu di masa yang akan datang. Serta
taksiran-taksiran tentang keadaan atau posisi finansial perusahaan pada
suatu saat tertentu di masa yang akan datang.
2. Anggaran variabel, yaitu anggaran yang berisi tingkat perubahan biaya atau
tingkat variabilitas biaya, khususnya biaya semi variabel, sehubungan
dengan adanya perubahan produktivitas perusahaan.
3. Analisis statistika dan matematika pembantu, yaitu analisis yang
dipergunakan untuk membuat taksiran-taksiran serta yang dipergunakan
untuk mengadakan penelitian dalam rangka megadakan pengawasan kerja.
4. Laporan anggaran, yaitu tentang realisasi pelaksanaan anggaran yang
dilengkapi dengan berbagai analisis perbandingan antara anggaran dengan
realisasinya, sehingga dapat diketahui sebab-sebab terjadinya
penyimpangan, baik yang bersifat menguntungkan maupun yang bersifat
merugikan, sehingga dapat ditarik kesimpulan dan beberapa tindak lanjut
yang segera perlu dilakukan.
Dalam hal ini penulis mencoba membahas bagaimana bentuk dan isi
anggaran dalam sebuah APBN yang dalam penyusuanannya membutuhkan
waktu dan partisipan yang banyak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
1. Apa pengertian dan fungsi APBN?
2. Bagaimana isi APBN?
2
![Page 3: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/3.jpg)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Fungsi APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang
memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun
anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan
Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan alat
utama pemerintah untuk mensejahterakan rakyatnya dan sekaligus alat
pemerintah untuk mengelola perekonomian negara. Sebagai alat pemerintah,
APBN bukan hanya menyangkut keputusan ekonomi, namun juga menyangkut
keputusan politik. Dalam konteks ini, DPR dengan hak legislasi, penganggaran,
dan pengawasan yang dimilikinya perlu lebih berperan dalam mengawal APBN
sehingga APBN benar-benar dapat secara efektif menjadi instrumen untuk
mensejahterakan rakyat dan mengelola perekonomian negara dengan baik.
Dalam rangka mewujudkan good governance dalam penyelenggaraan
pemerintahan negara, sejak beberapa tahun yang lalu telah diintrodusir
Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah. Reformasi tersebut mendapatkan
landasan hukum yang kuat dengan telah disahkannya UU No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan
pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan
pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan
menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran
yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan
3
![Page 4: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/4.jpg)
dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
1. Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara mjenjadi dasar
untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang
bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat
dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
2. Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaranj negara dapat
menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun
tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, majka
negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan
tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun
proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah
dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa
berjalan dengan lancar.
3. Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk
menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat
untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara
untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
4. Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk
mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta
meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat
untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian.
Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga,
yaitu:
1. Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
2. Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
3. Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan
penuntutan denda.
4
![Page 5: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/5.jpg)
Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN
adalah:
1. Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
2. Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
3. Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan
memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan
Rakyat. (Pasal 1 angka 7, UU No. 17/2003). Merujuk Pasal 12 UU No. 1/2004
tentang Perbendaharaan Negara, APBN dalam satu tahun anggaran meliputi: a.
Hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih b.
Kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih c. Penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang
akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun
pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Semua penerimaan dan pengeluaran negara dilakukan melalui rekening
kas umum negara. (Pasal 12 ayat (2) UU No. 1/2004) Tahun anggaran adalah
periode pelaksanaan APBN selama 12 bulan. Sejak tahun 2000, Indonesia
menggunakan tahun kalender sebagai tahun anggaran, yaitu dari tanggal 1
Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Sebelumnya, tahun anggaran
dimulai tanggal 1 April sampai dengan 31 Maret tahun berikutnya. Penggunaan
tahun kalender sebagai tahun anggaran ini kemudian dikukuhkan dalam UU
Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara (Pasal 4 UU No. 17/2003 dan
Pasal 11 UU No. 1/2004). Sebagaimana ditegaskan dalam Bagian Penjelasan UU
No. 17/2003, anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan
ekonomi. Sebagai fungsi akuntabilitas, pengeluaran anggaran hendaknya dapat
dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan hasil (result) berupa outcome
atau setidaknya output dari dibelanjakannya dana-dana publik tersebut.
Sebagai alat manajemen, sistem penganggaran selayaknya dapat membantu
aktivitas berkelanjutan untuk memperbaiki efektifitas dan efisiensi program
pemerintah. Sedangkan sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran
berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta
pemerataan 13 pendapatan dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Tabel
2.3. di bawah menyajikan struktur APBN. Struktur APBN terdiri dari
5
![Page 6: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/6.jpg)
pendapatan negara dan hibah, belanja negara, keseimbangan primer,
surplus/defisit, dan pembiayaan. Sejak TA 2000, Indonesia telah mengubah
komposisi APBN dari T-account menjadi I-account sesuai dengan standar
statistik keuangan pemerintah, Government Finance Statistics (GFS).
Pendapatan Negara dan Hibah. Penerimaan APBN diperoleh dari
berbagai sumber. Secara umum yaitu penerimaan pajak yang meliputi pajak
penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan Pajak
lainnya, serta Pajak Perdagangan (bea masuk dan pajak/pungutan ekspor)
merupakan sumber penerimaan utama dari APBN. Selain itu, penerimaan
negara bukan pajak (PNBP) meliputi penerimaan dari sumber daya alam,
setoran laba BUMN, dan penerimaan bukan pajak lainnya, walaupun
memberikan kontribusi yang lebih kecil terhadap total penerimaan anggaran,
jumlahnya semakin meningkat secara signifikan tiap tahunnya.
Belanja Negara. Belanja negara terdiri atas anggaran belanja
pemerintah pusat, dana perimbangan, serta dana otonomi khusus dan dana
penyeimbang. Dana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi
umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK). Sementara itu, dana otonomi
khusus dialokasikan untuk provinsi Daerah Istimewa Aceh dan provinsi Papua.
Defisit dan Surplus. Defisit atau surplus merupakan selisih antara penerimaan
dan pengeluaran. Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut defisit;
sebaliknya, penerimaan yang melebihi pengeluaran disebut surplus. Dalam
tampilan APBN, dikenal dua istilah defisit anggaran, yaitu: keseimbangan
primer (primary balance) dan keseimbangan umum (overall balance).
Keseimbangan primer adalah total penerimaan dikurangi belanja tidak
termasuk pembayaran bunga. Keseimbangan umum adalah total penerimaan
dikurangi belanja termasuk pembayaran bunga. Pembiayaan. Pembiayaan
diperlukan untuk menutup defisit anggaran. Beberapa sumber pembiayaan
yang penting saat ini adalah: pembiayaan dalam negeri (perbankan dan non
perbankan) serta pembiayaan luar negeri (netto) yang merupakan selisih
antara penarikan utang luar negeri (bruto) dengan pembayaran cicilan pokok
utang luar negeri.
B. Isi Anggaran APBN
6
![Page 7: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/7.jpg)
Isi anggaran yang menyeluruh (Comprehensive Budget) secara garis
besar terdiri dari :
1. Forecasting budget (anggaran taksiran) yaitu anggaran yang berisi taksiran
(forecast) tentang kegiatan dalam jangka waktu (periode) tertentu yang
akan datang, serta taksiran (forecast) tentang keadaan atau posisi finansial
pada suatu saat tertentu yang akan datang
2. Variabel budget yaitu anggaran yang berisi tentang tingkat perubahan biaya
atau tingkat variabilitas biaya, khususnya biaya-biaya yang termasuk
kelompok biaya “semi variabel”, sehubungan dengan adanya perubahan
produktivitas.
3. Analisis statistika dan matematika pembantu, yaitu analisis statistika dan
matematika yang dipergunakan untuk membuat taksiran (forecast) serta
yang dipergunakan untuk mengadakan penilaian (evaluasi) dalam rangka
mengadakan pengawasan kerja.
4. Budget Report yaitu laporan tentang realisasi pelaksanaan anggaran, yang
dilengkapi dengan berbagai analisis perbandingan antara anggaran dengan
realisasinya sehingga dapat diketahui penyimpangan yang terjadi, baik
penyimpangan positif (menguntungkan) maupun negatif (merugikan).
Selain itu dapat diketahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan, sehingga
dapat ditarik kesimpulan dan beberapa tindak lanjut (follow up) yang
segera perlu dilakukan.
Dalam APBN pun harus memuat unsur di atas sehingga dapat tercipta
APBN yang baik dan mewakilkan seluruh aspirasi rakyak.
1. Forecasting budget (anggaran taksiran) dalam APBN
Salah satu perangkat yang dapat digunakan oleh Pemerintah untuk
mencapai sasaran pembangunan di atas adalah kebijakan fiskal. Kebijakan
fiskal mempunyai tiga fungsi utama, yaitu alokasi anggaran untuk tujuan
pembangunan, distribusi pendapatan dan subsidi dalam upaya peningkatan
kesejahteraan rakyat, dan stabilisasi ekonomi makro di dalam upaya
peningkatan pertumbuhan ekonomi. Seperti disebut diatas, peran ini
menjadi sangat penting saat ini dimana peran dari investasi swasta dan
ekspor sedikit banyak terpengaruh oleh kondisi perekonomian global.
Dalam kondisi perekonomian yang lesu, pengeluaran Pemerintah yang
bersifat autonomous, khususnya belanja barang dan jasa serta belanja
7
![Page 8: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/8.jpg)
modal, dapat memberi stimulus kepada perekonomian untuk tumbuh.
Sebaliknya, dalam kondisi ekonomi yang memanas akibat terlalu tingginya
permintaan agregat, kebijakan fiskal dapat berperan melalui kebijakan yang
kontraktif untuk menyeimbangkan kondisi permintaan dan penyediaan
sumber-sumber perekonomian. Oleh karena itu, kebijakan fiskal memiliki
fungsi strategis di dalam memengaruhi perekonomian dan mencapai
sasaran pembangunan.
Sejalan dengan tema pembangunan nasional yaitu “Peningkatan
Kesejahteraan Rakyat Dan Pengurangan Kemiskinan”, kebijakan alokasi
anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam tahun 2009 diarahkan kepada
upaya mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan,
menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Di samping hal
tersebut di atas, kebijakan alokasi anggaran akan tetap menjaga stabilitas
nasional, kelancaran kegiatan penyelenggaraan operasional pemerintahan,
dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Alokasi anggaran
dalam tahun 2009 diletakkan pada: (1) belanja investasi, terutama di bidang
infrastruktur dasar untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional; (2)
bantuan sosial, terutama untuk menyediakan pelayanan dasar kepada
masyarakat, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan, dan
pemberdayaan masyarakat (PNPM); (3) perbaikan penghasilan dan
kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan; (4) peningkatan kualitas
pelayanan dan efisiensi penyelenggaraan kegiatan perasional
pemerintahan; (5) penyediaan subsidi untuk membantu menstabilkan harga
barang dan jasa pada tingkat yang terjangkau masyarakat; serta (6)
pemenuhan kewajiban pembayaranbunga utang.
Berdasarkan arah dan strategi kebijakan fiskal di atas, maka postur
APBN tahun 2009 akan meliputi pokok-pokok besaran sebagai berikut.
a. Pendapatan Negara dan Hibah ditetapkan sebesar Rp985,7 triliun
(18,5 persen terhadap PDB), yang terinci dalam penerimaan perpajakan
sebesar Rp725,8 triliun (13,6 persen terhadap PDB), penerimaan negara
bukan pajak sebesar Rp258,9 triliun (4,9 persen terhadap PDB), dan
hibah sebesar Rp0,9 triliun.
8
![Page 9: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/9.jpg)
b. Total Belanja Negara ditetapkan sebesar Rp1.037,1 triliun (19,5 persen
terhadap PDB), yang terinci dalam belanja Pemerintah Pusat sebesar
Rp716,4 triliun (13,4 persen terhadap PDB), dan transfer ke daerah
sebesar Rp320,7 triliun (6,0 persen terhadap PDB).
c. Keseimbangan Primer (primary balance) ditetapkan sebesar Rp50,3
triliun (0,9 persen terhadap PDB), sedangkan secara keseluruhan APBN
tahun 2009 diperkirakan mengalami defisit sebesar Rp51,3 triliun (1,0
persen terhadap PDB).
d. Pembiayaan Defisit dalam APBN tahun 2009 bersumber dari
pembiayaan dalam negeri sebesar Rp60,8 triliun (1,1 persen terhadap
PDB), dan pembiayaan luar negeri (neto) sebesar negatif Rp9,4 triliun
(0,2 persen terhadap PDB).
Dampak dari kebijakan fiskal pada perekonomian pada tahun 2009 dapat
dilihat ari dampak APBN tahun 2009 terhadap tiga besaran pokok adalah
sebagai berikut.
(1)Dampak terhadap sektor riil (permintaan agregat).
Dalam APBN tahun 2009, komponen konsumsi Pemerintah mencapai
Rp517,4 triliun atau sekitar 9,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB). Sedangkan komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB)
mencapai Rp168,5 triliun atau sekitar 3,2 persen terhadap PDB. Oleh
karena itu, sejalan dengan peran fiskal dalam memacu perekonomian
nasional, maka total dampak APBN tahun 2009 pada sektor riil
diperkirakan mencapai Rp685,8 triliun (12,8 persen terhadap PDB), atau
meningkat 22,6 persen dari perkiraan realisasi tahun 2008. Dengan
stimulus belanja barang dan jasa serta PMTB, maka perekonomian dapat
dipacu lebih tinggi.
(2)Dampak terhadap sektor moneter.
Secara total, transaksi keuangan Pemerintah dalam APBN tahun 2009
diperkirakan berdampak ekspansif, yaitu sebesar Rp196,3 triliun (3,7
persen terhadap PDB). Tingkat ekspansi rupiah pada tahun 2009
tersebut menunjukkan penurunan 19,8 persen dari tingkat ekspansi
rupiah dalam perkiraan realisasi tahun 2008.
(3)Dampak Neraca Pembayaran (Cadangan Devisa).
9
![Page 10: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/10.jpg)
Secara keseluruhan, dampak APBN tahun 2009 terhadap neraca
pembayaran diperkirakan dapat meningkatkan cadangan devisa
nasional sebesar Rp110,3 triliun (2,0 persen PDB), atau mengalami
penurunan 27,2 persen dari kinerja yang sama dalam perkiraan realisasi
tahun 2008.
Perlu dicatat, seperti juga yang terjadi di negara-negara lain, dewasa
ini kebijakan fiskal masih sangat penting, tapi perannya sebagai sumber
pertumbuhan (source of growth) cenderung berkurang apabila
dibandingkan dengan peran sektor swasta yang memang diharapkan akan
semakin meningkat. Dewasa ini dan di masa depan, peran Pemerintah lebih
difokuskan sebagai regulator.
2. Variabel budget dalam APBN
Sasaran kebijakan fiskal ditetapkan secara konsisten berdasarkan
pada target ekonomi makro yang hendak dicapai dalam kurun waktu
tertentu. Selanjutnya, dengan mempertimbangkan kondisi terkini disusun
kebijakan operasional untuk mencapai target-target yang hendak dicapai
tersebut. Kerangka ekonomi makro disusun oleh Pemerintah untuk
selanjutnya dibahas bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR). Pembahasan difokuskan pada kebijakan umum yang hendak
ditempuh oleh Pemerintah dan prioritas-prioritas kegiatan yang hendak
dilakukan oleh kementerian negara/lembaga untuk mendorong sasaran
makro dimaksud, yang diterjemahkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah
dan diwujudkan melalui rencana belanja negara. Rencana belanja negara
disusun dengan memerhatikan kemampuan Pemerintah untuk
menghimpun seluruh potensi penerimaan negara. Dalam hal terjadi
kekurangan akibat belanja negara melampaui penerimaan negara, maka
Pemerintah harus mencari sumber-sumber pembiayaan defisit. Pencarian
sumber pembiayaan tersebut dilakukan dengan terlebih dahulu
memperhitungkan seluruh kewajiban Pemerintah di sisi pembiayaan yang
mengikat dan tidak mungkin ditangguhkan. Agar kesinambungan fiskal
tetap terjaga, maka besarnya sasaran defisit ditetapkan pada tingkat yang
terkendali dalam jangka panjang. Penyusunan perkiraan penerimaan,
pemilihan kegiatan prioritas, dan penentuan sumber pembiayaan dalam hal
terjadi defisit merupakan proses yang dinamis dan diperhitungkan secara
10
![Page 11: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/11.jpg)
cermat, sehingga dicapai suatu keseimbangan dan kombinasi yang optimal
diantara ketiga komponen tersebut, yang pada akhirnya PBN dapat secara
obyektif mencerminkan upaya pencapaian target. Dalam penentuan besaran
pembiayaan defisit dan identifikasi sumber-sumber pembiayaan,
Pemerintah harus senantiasa mempertimbangkan batasan-batasan risiko
yang dihadapi karena besaran defisit yang tidak terkendali dapat
mengganggu kesinambungan fiskal.
Indikator kesinambungan fiskal antara lain dapat diukur dari rasio
defisit terhadap kemampuan perekonomian secara keseluruhan (rasio
defisit terhadap PDB) yang berada pada tingkat yang cukup terkendali. Di
samping itu, kesinambungan fiskal juga ditunjukkan oleh rasio besarnya
jumlah utang terhadap kemampuan perekonomian secara nasional (rasio
utang terhadap PDB) yang harus menunjukkan penurunan. Rasio utang
menjadi indikator yang lazim digunakan untuk mengukur kesinambungan
fiskal mengingat utang sebagai sumber pembiayaan defisit pada waktu yang
telah diperjanjikan harus dibayar kembali.
Dengan demikian, apabila kemampuan utang untuk menutup defisit
dan kemampuan membayar kembali tidak diperhitungkan, dikhawatirkan
dapat mengganggu fungsi kebijakan fiskal dalam mendorong perekonomian
dan menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan umum pembiayaan anggaran sebagai sasaran kebijakan
fiskal yang ditetapkan oleh Pemerintah bersama-sama dengan DPR
menunjukkan arah kebijakan defisit. Kebijakan pembiayaan defisit APBN,
dalam kurun waktu delapan tahun terakhir menunjukkan pergeseran
kebijakan yang cukup signifikan, terutama ditunjukkan oleh tren
penggunaan sumber pembiayaan defisit yang dilakukan. Pemilihan terhadap
sumber pembiayaan tersebut merefleksikan ketersediaan sumber
pembiayaan yang semula berasal dari nonutang, seperti penjualan aset dan
privatisasi BUMN, menjadi berasal dari utang.
Dalam beberapa tahun terakhir ini juga muncul beberapa kebutuhan
pengeluaran pembiayaan dengan jumlah yang cenderung meningkat.
Pengeluaran pembiayaan tersebut perlu dilakukan terutama untuk investasi
pemerintah pada kegiatan pembangunan infrastruktur yang melibatkan
peran swasta dalam kerangka kerja sama (public private partnership, PPP),
11
![Page 12: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/12.jpg)
penjaminan terhadap kewajiban PT Perusahaan Listrik Negara (PT PLN)
untuk menambah kapasitas dalam menjalankan fungsi publik, dan
penyertaan modal negara pada BUMN sektor-sektor tertentu.
Dari waktu ke waktu, arah kebijakan defisit anggaran dapat
mengalami perubahan prioritas, dari konsolidasi fiskal menjadi stimulus
fiskal maupun sebaliknya, tergantung dari kondisi keuangan dan prioritas
Rencana Kerja Pemerintah. Arah kebijakan defisit melalui konsolidasi fiskal
telah dilakukan Pemerintah pada tahun 2001–2005, yang ditunjukkan oleh
penurunan defisit dari sebesar 2,4 persen terhadap PDB pada tahun 2001
menjadi 0,5 persen terhadap PDB pada tahun 2005. Pada tahun 2006, dalam
rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, arah kebijakan defisit
mengalami perubahan orientasi menjadi stimulus fiskal melalui
peningkatan target defisit menjadi 0,9 persen terhadap PDB. Pada tahun
2007, stimulus fiskal kembali dilanjutkan melalui peningkatan defisit
menjadi 1,5 persen terhadap PDB walaupun dalam realisasinya hanya
mencapai 1,3 persen terhadap PDB. Meskipun terjadi penurunan defisit
dalam realisasi tahun 2007 tersebut, namun realisasi pertumbuhan ekonomi
yang dicapai relatif sesuai dengan target yang ditetapkan semula yaitu 6,3
persen terhadap PDB.
Pada APBN Tahun 2008, defisit tetap diarahkan untuk stimulus fiskal
sebesar 1,6 persen terhadap PDB dalam mendukung pencapaian target
pembangunan ekonomi nasional jangka panjang. Penetapan defisit ini akan
tetap dijaga pada tingkat yang masih dapat memberikan peluang bagi
Pemerintah untuk secara kredibel mempertahankan stabilitas ekonomi
makro guna menjaga momentum peningkatan kinerja perekonomian dalam
jangka panjang.
Penetapan defisit tersebut disusun berdasarkan proyeksi kondisi
makro ekonomi yang mengacu pada kondisi paruh pertama tahun 2007
yang masih relatif stabil. Namun dalam perkembangan selanjutnya,
perubahan ekonomi dunia menunjukkan tanda-tanda pelambatan yang
dipicu oleh krisis subprime mortgage dan kecenderungan peningkatan harga
komoditas dunia terutama minyak, yang memicu peningkatan ekspektasi
inflasi baik di tingkat global maupun lokal. Perubahan tersebut secara cukup
signifikan telah memengaruhi asumsi makro yang telah ditetapkan semula
12
![Page 13: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/13.jpg)
sehingga mendorong Pemerintah untuk melakukan perubahan APBN. Tidak
sebagaimana biasanya, Pemerintah dan DPR telah melakukan perubahan
APBN pada awal triwulan kedua. Perubahan cukup besar terjadi di dalam
APBN-P Tahun 2008 yang melonggarkan defisit anggaran hingga menjadi
sebesar 2,1 persen terhadap PDB untuk mengakomodir perkembangan
kondisi ekonomi. Peningkatan defisit tersebut berdampak pada
penambahan pembiayaan yang terutama akan dibiayai dari utang, baik
dalam bentuk pinjaman luar negeri melalui pinjaman program, maupun
penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Sebagaimana tahun sebelumnya,
dalam tahun 2008, Pemerintah masih memiliki beberapa sumber
pembiayaan anggaran dari nonutang yaitu melalui rekening Pemerintah,
privatisasi badan usaha milik negara (BUMN), dan penjualan aset negara
melalui PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA) dan Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara (DJKN). Namun dalam kapasitas untuk membiayai defisit,
sumber-sumber tersebut tidak cukup memadai, mengingat adanya
kebutuhan pembiayaan nonutang yang juga harus dipenuhi, seperti untuk
penyertaan modal negara, pembiayaan infrastuktur dan penjaminan
Pemerintah, serta adanya kebutuhan untuk menjaga rekening pemerintah
berada pada tingkat yang aman pada akhir tahun untuk membiayai
kebutuhan awal tahun anggaran yang akan datang. Untuk itu, pembiayaan
utang secara neto diharapkan dapat memenuhi seluruh kekurangan
pembiayaan tersebut. Dari kebutuhan pembiayaan defisit sebesar 2,1
persen terhadap PDB, maka jumlah pembiayaan bersih utang (neto) yang
harus dilakukan dalam tahun 2008 mencapai sebesar 2,3 persen terhadap
PDB.
3. Analisis statistika dan matematika pembantu dalam APBN
Salah satu sumber pandapatan APBN adalah pajak, pajak dianggap
mampu menyumbangkan input APBN yang besar. Maka penulis mencoba
mengambil contoh pengolaan statistikan dari pajak.
Dalam periode 2005–2007, penerimaan perpajakan mengalami
pertumbuhan yang sangat pesat, yaitu dari Rp347,0 triliun pada tahun 2005
menjadi Rp409,2 triliun pada tahun 2006, dan Rp491,0 triliun pada tahun
2007. Secara rata-rata, dalam kurun waktu tiga tahun tersebut, penerimaan
perpajakan meningkat sebesar 18,9 persen. Dengan semakin meningkatnya
13
![Page 14: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/14.jpg)
penerimaan perpajakan, maka peranan perpajakan sebagai salah satu
sumber pendapatan negara menjadi semakin penting. Hal ini dapat
ditunjukkan dari besarnya kontribusi penerimaan perpajakan terhadap
pendapatan negara dan hibah yang dalam periode 2005–2007 rata-rata
mencapai 68,0 persen. Sejalan dengan itu, kemampuan Pemerintah dalam
memungut pajak juga menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari
semakin besarnya rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB (tax ratio).
Pada tahun 2005 tax ratio mencapai sekitar 12,5 persen, kemudian
ditargetkan meningkat menjadi 13,4 persen dalam tahun 2008.
Perkembangan tax ratio selama periode 2005–2007 dan perkiraan tahun
2008 dapat dilihat pada Grafik III.1.
Selanjutnya, apabila dilihat dari komponen penyumbangnya,
penerimaan perpajakan terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak
perdagangan internasional. Dalam periode 2005-2007, pajak dalam negeri
berhasil memberikan kontribusi sebesar 96,0 persen terhadap total
penerimaan pajak selama tiga tahun, sedangkan pajak perdagangan
internasional memberikan kontribusi sebesar 4,0 persen.
Sementara itu, dari realisasi penerimaan perpajakan sebesar
Rp491,0 triliun dalam tahun 2007, Rp470,1 triliun atau 95,7 persen dari
jumlah tersebut merupakan kontribusi dari pajak dalam negeri, sisanya
Rp20,9 triliun atau 4,3 persen merupakan kontribusi dari pajak
14
![Page 15: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/15.jpg)
perdagangan internasional. Jika dibandingkan dengan realisasi tahun 2006
yang mencapai Rp409,2 triliun, penerimaan perpajakan pada tahun 2007
meningkat sebesar Rp81,8 triliun atau 20,0 persen.
Meningkatnya penerimaan perpajakan ini didukung oleh
meningkatnya penerimaan pajak dalam negeri sebesar 18,7 persen dan
pajak perdagangan internasional sebesar 58,2 persen.
Dalam tahun 2008, penerimaan perpajakan diperkirakan mencapai
Rp633,8 triliun atau 104,0 persen dari target APBN-P. Secara umum, lebih
tingginya penerimaan perpajakan dalam tahun 2008 tersebut didukung oleh
keberhasilan dari pelaksanaan kebijakan perpajakan dan reformasi sistem
administrasi perpajakan yang telah dilakukan secara intensif dan adanya
perkembangan dari beberapa asumsi ekonomi makro. Salah satu kebijakan
perpajakan yang dinilai berhasil adalah kebijakan intensifikasi yang
dilakukan melalui kegiatan penggalian potensi perpajakan. Kegiatan
penggalian potensi perpajakan ini dilakukan melalui pembuatan mapping,
profiling, benchmarking WP penentu penerimaan di setiap kantor pelayanan
pajak (KPP), dan penggalian secara sektoral, khususnya pada sektor-sektor
yang booming, yaitu industri kelapa sawit dan batubara. Sementara itu, di
sisi perkembangan ekonomi makro, tingginya inflasi dan melemahnya nilai
tukar rupiah membawa dampak positif bagi penerimaan perpajakan.
Tingginya inflasi menyebabkan harga-harga di pasar domestik naik dan
selanjutnya meningkatkan nilai dari transaksi bisnis yang pada gilirannya
meningkatkan penerimaan PPN dan PPnBM. Di sisi lain, nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat yang diperkirakan akan terdepresiasi atau
lebih rendah dari asumsi dalam APBN-P 2008, menyebabkan penerimaan
bea masuk dan bea keluar akan meningkat.
4. Budget Report dalam APBN
Ada empat perkembangan penting atau perubahan cukup mendasar,
yang membedakan pelaksanaan anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam
periode 2005—2008, dengan pelaksanaan anggaran belanja negara pada
tahun-tahun sebelumnya. Pertama, anggaran belanja Pemerintah Pusat
dalam periode 2005–2008, disusun, dilaksanakan, dan
dipertanggungjawabkan dalam kerangka pelaksanaan pembaharuan
(reformasi) keuangan negara, sebagaimana diamanatkan dalam tiga
15
![Page 16: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/16.jpg)
Undang-Undang (UU) di bidang keuangan negara. Ketiga UU di bidang
keuangan negara, sebagai tonggak pembaharuan fiskal (fiscal reform), yang
mengamanatkan berbagai perubahan cukup mendasar dalam pengelolaan
keuangan negara tersebut, adalah: (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003; (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara; dan (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Perubahan cukup mendasar yang diamanatkan oleh Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003, yang menjadi acuan (pedoman) dalam penyusunan
dan pelaksanaan anggaran belanja Pemerintah Pusat selama empat tahun
pelaksanaan RPJMN 2004—2009, antara lain berkaitan dengan tiga pilar
dalam penganggaran belanja negara, yaitu meliputi: (1) penganggaran
terpadu (unified budget); (2) penganggaran berbasis kinerja (performance
based budget); dan (3) kerangka pengeluaran jangka menengah (medium
term expenditure framework). Implikasi dari pendekatan penganggaran
terpadu (unified budget) dalam pembaharuan sistem penganggaran belanja
negara, menyebabkan sejak tahun 2005, penyusunan dan pelaksanaan
anggaran belanja Pemerintah Pusat, berbeda dengan penyusunan dan
pelaksanaan anggaran belanja pusat pada masa-masa sebelum tahun 2005,
tidak lagi memisahkan anggaran belanja rutin (current expenditures) dengan
anggaran belanja pembangunan (development expenditures). Namun,
penyusunan anggaran dilakukan secara terintegrasi
antarprogram/antarkegiatan dan jenis belanja pada kementerian
negara/lembaga beserta seluruh satuan kerja yang bertanggungjawab
terhadap aset dan kewajiban yang dimilikinya. Dengan pendekatan sistem
pengganggaran terpadu seperti itu, maka berbeda dengan periode-periode
sebelumnya, satuan kerja ditempatkan sebagai business unit yang menjadi
titik sentral dari seluruh proses siklus anggaran (budget cycle), mulai dari
tahap perencanaan dan penganggaran hingga tahap pelaksanaan dan
pertanggungjawaban APBN dilaksanakan.
Sebagai konsekuensi dari dijadikannya satuan kerja sebagai business
unit terkecil, maka satuan kerja harus menyusun dan menyampaikan
rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga (RKA-KL) secara
berjenjang kepada Menteri/Pimpinan lembaga untuk selanjutnya
16
![Page 17: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/17.jpg)
disampaikan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan
Pembangunan Negara/Ketua Bappenas. RKA-KL merupakan dokumen
penganggaran yang akan menjadi bahan penyusunan NK & RAPBN.
Selanjutnya, untuk dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah
tertuang dalam RKA-KL, sejak tahun 2005 diperkenalkan adanya dokumen
baru, yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Apabila dalam periode-
periode sebelum tahun 2005 terdapat dua dokumen pelaksanaan anggaran
yang terpisah, yaitu daftar isian kegiatan (DIK) untuk anggaran belanja
rutin, dan daftar isian proyek (DIP) untuk anggaran belanja pembangunan
(belanja modal), maka sejak tahun 2005 dokumen pelaksanaan tersebut
digabung menjadi satu, dalam bentuk daftar isian pelaksanaan anggaran
(DIPA). Sementara itu, implikasi dari pelaksanaan anggaran berbasis
kinerja, dalam kerangka pembaharuan sistem penganggaran,
mengakibatkan penyusunan anggaran belanja dari setiap satuan kerja pada
semua kementerian negara/lembaga Pemerintah Pusat harus dilakukan
dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan (input) dengan
keluaran (output) dan/atau hasil (outcome) yang diharapkan, termasuk
efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
Selanjutnya, implikasi dari pemberlakuan konsep kerangka
pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework),
menyebabkan perencanaan penganggaran belanja dari setiap satuan kerja
pada semua kementerian negara/lembaga seharusnya dilakukan dengan
memperhitungkan kebutuhan anggaran dalam perspektif lebih dari satu
tahun.
Kedua, penyusunan dan pelaksanaan anggaran belanja Pemerintah
Pusat selama periode 2005–2008 dilakukan dengan mengikuti perubahan
struktur dan format belanja negara baru, sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003. Berdasarkan pada ketentuan tersebut, alokasi anggaran
belanja negara, termasuk anggaran belanja Pemerintah Pusat dirinci
menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Rincian belanja negara
menurut organisasi dalam setiap tahun anggaran, disesuaikan dengan
susunan kementerian negara/lembaga Pemerintah Pusat, yang dibentuk
untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi tertentu dari pemerintah
17
![Page 18: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/18.jpg)
berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 dan peraturan perundangan yang
berlaku.
Sementara itu, rincian belanja Pemerintah Pusat menurut jenis,
dalam format yang baru diperluas dari 6 jenis menjadi 8 jenis. Kedelapan
jenis belanja dalam penganggaran belanja Pemerintah Pusat tersebut,
terdiri dari: (1) belanja pegawai; (2) belanja barang; (3) belanja modal; (4)
pembayaran bunga utang; (5) subsidi; (6) belanja hibah; (7) bantuan sosial;
dan (8) belanja lain-lain. Selanjutnya, rincian belanja negara juga berubah
dari pendekatan sektor, subsektor, program dan kegiatan/proyek menjadi
pendekatan berdasarkan fungsi, subfungsi, program dan kegiatan.
Ketiga, anggaran belanja Pemerintah Pusat, dalam kerangka
pembaharuan istem demokrasi, ditempatkan sebagai ujung tombak dari
bentuk kerangka intervensi anggaran secara langsung oleh pemerintah
dalam membiayai berbagai program pembangunan yang mencerminkan
platform Presiden terpilih hasil pemilihan Presiden yang dilakukan secara
langsung, umum, bebas dan rahasia.
Keempat, adanya perubahan orientasi kebijakan alokasi anggaran
belanja Pemerintah Pusat dalam periode 2005—2008 yang lebih diarahkan
untuk mendukung langkah-langkah stimulasi terhadap perekonomian dari
sisi fiskal (pro-growth), dalam rangka memperluas penciptaan lapangan
kerja produktif (pro-job), dan mengentaskan kemiskinan (pro-poor).
Berbagai pembaharuan dalam sistem penganggaran, serta perubahan
orientasi kebijakan alokasi anggaran belanja negara, dan kebijakan fiskal
terkait lainnya, yang ditempuh pemerintah dalam kurun waktu 2005—
2008, membawa konsekuensi pada perkembangan kinerja belanja
Pemerintah Pusat dalam periode tersebut. Di samping itu, perkembangan
pelaksanaan anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam kurun waktu 4
tahun terakhir, juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan berbagai
indikator ekonomi makro, baik internal maupun eksternal, yang dalam
periode tersebut bergerak sangat dinamis.
Dengan perkembangan berbagai faktor internal maupun eksternal,
langkah-langkah pembaharuan sistem penganggaran, dan perubahan dalam
orientasi kebijakan belanja dan kebijakan fiskal lainnya yang terkait, maka
sejalan dengan bertambah besarnya kebutuhan anggaran bagi
18
![Page 19: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/19.jpg)
penyelenggaraan kegiatan operasional pemerintahan, pemberian pelayanan
publik, pemberian stimulus fiskal dalam upaya peningkatan kesejahteraan
rakyat, penyediaan subsidi dalam upaya pengendalian dan stabilisasi harga
barang-barang kebutuhan pokok, serta pemenuhan kewajiban pembayaran
bunga utang, dalam kurun waktu 2005–2008, realisasi anggaran belanja
Pemerintah Pusat mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Apabila dalam tahun 2005, realisasi anggaran belanja Pemerintah
Pusat baru mencapai Rp361,2 triliun (13,0 persen terhadap PDB), maka
pada tahun 2008, realisasi anggaran belanja Pemerintah Pusat tersebut
diperkirakan akan mencapai sebesar Rp729,1 triliun (15,4 persen terhadap
PDB), atau secara nominal meningkat dengan rata-rata 26,4 persen per
tahun.
19
![Page 20: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/20.jpg)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melihat pembahasan di atas, penulis menyimpulkan :
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci
yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu
tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan
Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang
serta harus berisikan aspirasi rakyat dan sesuai dengan Akuntansi
Pemerintah Pusat (SAPP).
2. APBN kita telah memuat isi anggaran yang tepat dan menyamai isi anggara
sebuah perusahaan akan tetapi proses perumusan APBN masih cukup rumit.
3. Fungsi-fungsi dalam APBN yaitu :
a) Fungsi otorisasi,
b) Fungsi perencanaan,
c) Fungsi pengawasan,
d) Fungsi alokasi,
e) Fungsi distribusi,
f) Fungsi stabilisasi.
4. Isi anggaran yang menyeluruh (Comprehensive Budget) secara garis besar
terdiri dari :
1. Forecasting budget (anggaran taksiran) yaitu anggaran yang berisi
taksiran (forecast) tentang kegiatan dalam jangka waktu (periode)
tertentu yang akan datang, serta taksiran (forecast) tentang keadaan
atau posisi finansial pada suatu saat tertentu yang akan datang
2. Variabel budget yaitu anggaran yang berisi tentang tingkat perubahan
biaya atau tingkat variabilitas biaya, khususnya biaya-biaya yang
termasuk kelompok biaya “semi variabel”, sehubungan dengan adanya
perubahan produktivitas.
3. Analisis statistika dan matematika pembantu, yaitu analisis statistika
dan matematika yang dipergunakan untuk membuat taksiran (forecast)
20
![Page 21: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/21.jpg)
serta yang dipergunakan untuk mengadakan penilaian (evaluasi) dalam
rangka mengadakan pengawasan kerja.
4. Budget Report yaitu laporan tentang realisasi pelaksanaan anggaran,
yang dilengkapi dengan berbagai analisis perbandingan antara anggaran
dengan realisasinya sehingga dapat diketahui penyimpangan yang
terjadi, baik penyimpangan positif (menguntungkan) maupun negatif
(merugikan). Selain itu dapat diketahui sebab-sebab terjadinya
penyimpangan, sehingga dapat ditarik kesimpulan dan beberapa tindak
lanjut (follow up) yang segera perlu dilakukan.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan penulis menyarankan :
1. Perlunya mempelajari isi anggaran dan bagi pihak intitusi pendidikan untuk
memperbanyak buku dan artikel menganai isi anggaran.
2. Pelaksanaan APBN telah memuat isi anggaran yang signifikan, akan tetapi
masih perlu pengawasan oleh rakyak.
3. APBN adalah gambaran untuk membangun dan mengokohkan bangsa dari
segi manapun hingga butuh kepercayaan dari rakyat agar pemerintah lebih
baik dalam pelaksanaannya.
21
![Page 22: isi anggaran](https://reader035.fdokumen.com/reader035/viewer/2022081419/5571fa47497959916991bda4/html5/thumbnails/22.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2009
Suminto.2004.Pengelolaan APBN dalam sistem Manajemen Keuangan Negara.Ditjen
Anggaran Depkeu.
LePMA-LPBP. Perencanaan Keuangan Perusahaan Terpadu Workshop. 2009
www.wikimedia.com
22