ishak.pdf
-
Upload
tobermardain -
Category
Documents
-
view
15 -
download
0
description
Transcript of ishak.pdf
BAB II
URAIAN TEORITIS
II.1 Komunikasi Antarbudaya
II.1.1 Pengertian Komunikasi Antarbudaya
Terdapat beberapa pengertian komunikasi antarbudaya yang telah
diuraikan oleh beberapa ahli, diantaranya Fred. E. Jandt yang mengartikan
komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka diantara orang yang
berbeda-beda budaya. Komunikasi antarbudaya merupakan bagian dari
komunikasi multikultural. Colliers dan Thomas mengartikan komunikasi
antarbudaya sebagai komunikasi yang terjadi diantara orang yang memiliki
perbedaan budaya. Stephen Dahl sendiri mengartikan komunikasi antarbudaya
secara spesifik, yaitu komunikasi yang terjadi didalam masyarakat yang berasal
dari dua ataupun lebih kebangsaan yang berbeda, seperti perbedaan rasial dan
latar belakang etnik. Definisi lain tentang komunikasi antarbudaya dikemukakan
oleh Stuward L. Tubbs. Beliau mendefinisikan komunikasi antarbudaya sebagai
komunikasi yang terjadi diantara dua anggota yang berasal dari latar belakang
budaya yang berbeda baik secara rasial, etnik maupun sosial-ekonomi. Dari
definisi yang telah diuraikan oleh beberapa ahli, maka dikemukakan kesimpulan
definisi komunikasi antarbudaya, yaitu suatu tindak komunikasi dimana para
partisipan berbeda latar belakang budayanya (Purwasito, 2003:122-124).
Hal yang membedakan komunikasi antarbudaya dengan studi komunikasi
lainnya yaitu perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar antara para
komunikator yang berbeda latar belakang kebudayaan. Perbedaan kebudayaan di-
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
antara pelaku komunikasi menjadi permasalahan yang inheren dalam proses
komunikasi manusia. Komunikasi antarbudaya memiliki dua aspek, yaitu
komunikasi intrabudaya dan komunikasi lintas budaya (Senjaya. 2007: 7.10-7.11).
Sitaram dan Cogdell (1976) mengidentifikasi komunikasi intrabudaya
sebagai komunikasi yang berlangsung antara para anggota kebudayaan yang sama
namun tetap menekankan pada sejauh mana perbedaan pemahaman dan penerapan
nilai-nilai budaya yang mereka miliki bersama. Analisis komunikasi intrabudaya
selalu dimulai dengan mengulas keberadaan kelompok/subbudaya dalam satu
kebudayaan, juga tentang nilai subbudaya yang dianut. Jadi, studi intrabudaya
memusatkan perhatian pada komunikasi antara para anggota subbudaya dalam
satu kebudayaan. Komunikasi intrabudaya pun dapat dijadikan sebagai indikator
untuk mengukur tingkat efektivitas pengiriman, penerimaan dan pemahaman
bersama atas nilai yang ditukar diantara partisipan komunikasi yang
kebudayaannya homogeny (Liliweri, 2001:9).
Setiap hubungan antarmanusia dalam satu budaya selalu diatur dengan
sosialisasi indoktrinasi dan instruksi-instruksi nilai. Perlu diketahui bahwa
komunikasi intrabudaya merupakan suatu gejala yang selalu ada dalam konteks
kebudayaan tertentu. Hubungan intrabudaya selalu didasarkan pada sikap
diskriminasi geopolitik dan lain-lain (Liliweri. 2001:11-13).
Komunikasi lintas budaya didefinisikan sebagai analisis perbandingan
dengan mengutamankan hubungan didalam kegiatan kebudayaan. Hubungan
antara komunikasi lintas budaya dengan komunikasi multicultural yaitu terfokus
pada hubungan antarbangsa tanpa membentuk kultur baru (Purwasito, 2003:125).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini, penulis menggunakan komunikasi intrabudaya sebagai teori
dasar pada penelitian, karena sesuai dengan permasalahan penelitian.
II.1.2 Hakikat Proses Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi merupakan proses yang menghubungkan manusia melalui
sekumpulan tindakan yang terus menerus diperbaharui. Komunikasi melibatkan
pertukaran tanda-tanda melalui suara, kata-kata, atau suara dan kata-kata. Pada
hakikatnya proses komunikasi antarbudaya sama dengan proses komunikasi
lainnya, yakni suatu proses yang interaktif, transaksional dan dinamis.
Komunikasi antarbudaya yang interaktif yaitu dilakukan oleh komunikator dengan
komunikan dalam dua arah/timbal balik (two ways communication). Komunikasi
transaksional meliputi 3 unsur, yaitu keterlibatan emosi yang tinggi yang
berkesinambungan atas pertukaran pesan, berkatitan dengan masa lalu, kini dan
yang akan datang dan berpartisipasi dalam komunikasi antarbudaya untuk
menjalankan suatu peranan (Liliweri, 2004:24-25).
II.1.3 Unsur-Unsur Proses Komunikasi Antarbudaya
Unsur pertama dalam proses komunikasi antarbudaya adalah komunikator.
Komunikator dalam komunikasi antarbudaya merupakan pihak yang mengawali
proses pengiriman pesan terhadap komunikan. Baik komunikator maupun
komunikan ditentukan oleh faktor-faktor makro seperti penggunaan bahasa
minoritas dan pengelolaan etnis, pandangan tentang pentingnya sebuah
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
percakapan dalam konteks budaya, orientasi terhadap konsep individualitas dan
kolektivitas dari suatu masyarakat, orientasi terhadap ruang dan waktu. Sedangkan
faktor mikronya adalah komunikasi dalam konteks yang segera, masalah
subjektivitas dan objektivitas dalam komunikasi antarbudaya, kebiasaan
percakapan dalam bentuk dialek dan aksen, dan nilai serta sikap yang menjadi
identitas sebuah etnik (Liliweri, 2004: 25-26).
Unsur kedua dalam proses komunikasi antarbudaya adalah komunikan.
Komunikan merupakan penerima pesan yang disampaikan oleh komunikator.
Dalam komunikasi antarbudaya, komunikan merupakan seorang yang berbeda
latar belakang dengan komunikator. Tujuan komunikasi yang diharapkan ketika
komunikan menerima pesan dari komunikator adalah memperhatikan dan
menerima secara menyeluruh. Ketika komunikan memperhatikan dan memahami
isi pesan, tergantung oleh tiga bentuk pemahaman, yaitu kognitif, afektif dan overt
action. Kognitif yaitu penerimaan pesan oleh komunikan sebagai sesuatu yang
benar, kemudian afektif merupakan kepercayaan komunikan bahwa pesan tidak
hanya benar namun baik dan disukai, sedangkan overt action merupakan tindakan
yang nyata, yaitu kepercayaan terhadap pesan yang benar dan baik sehingga
mendorong suatu tindakan yang tepat (Liliweri, 2004:26-27).
Unsur yang ketiga adalah pesan atau simbol. Pesan berisi pikiran, ide atau
gagasan, dan perasaan yang berbentuk simbol. Simbol merupakan sesuatu yang
digunakan untuk mewakili maksud tertentu seperti kata-kata verbal dan simbol
nonverbal. Pesan memiliki dua aspek utama, yaitu content (isi) dan treatment
(perlakuan). Pilihan terhadap isi dan perlakuan terhadap pesan tergantung dari
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
keterampilan komunikasi, sikap, tingkat pengetahuan, posisi dalam sistem sosial
dan kebudayaan (Liliweri, 2004: 27-28).
Unsur keempat yaitu media. Dalam proses komunikasi antarbudaya, media
merupakan saluran yang dilalui oleh pesan atau simbol. Terdapat dua tipe saluran
yang disepakati para ilmuwan sosial, yaitu sory channel, yakni saluran yang
memindahkan pesan sehingga akan ditangkap oleh lima indera manusia. Lima
saluran dalam channel ini yaitu cahaya, bunyi, tangan, hidung dan lidah. Saluran
kedua yaitu institutionalized channel yaitu saluran yang sudah sangat dikenal
manusia seperti percakapan tatap muka, material percetakan dan media elektronik.
Para ilmuwan sosial menyimpulkan bahwa komunikan akan lebih menyukai pesan
yang disampaikan melalui kombinasi dua atau lebuh saluran sensoris (Liliweri,
2004:28-29).
Unsur proses komunikasi antarbudaya yang kelima adalah efek atau umpan
balik. Tujuan manusia berkomunikasi adalah agar tujuan dan fungsi komunikasi
dapat tercapai. Tujuan dan fungsi komunikasi antarbudaya, antara lain
memberikan informasi, menerangkan tentang sesuatu, memberikan hiburan dan
mengubah sikap atau perilaku komunikan. Didalam proses tersebut, diharapkan
adanya reaksi atau tanggapan dari komunikan dan hal inilah yang disebut umpan
balik. Tanpa adanya umpan balik terhadap pesan-pesan dalam proses komunikasi
antarbudaya, maka komunikator dan komunikan sulit untuk memahami pikiran
dan ide atau gagasan yang terkandung didalam pesan yang disampaikan. Unsur
keenam dalam proses komunikasi antarbudaya adalah suasana. Suasana
merupakan salah satu dari 3 faktor penting (waktu, tempat dan suasana) didalam
komunikasi antarbudaya (Liliweri, 2004:29-30).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
Unsur ketujuh dalam proses komunikasi antarbudaya adalah gangguan.
Gangguan didalam komunikasi antarbudaya merupakan segala sesuatu yang
menghambat laju pesan yang ditukar antara komunikator dan komunikan dan
dapat juga mengurangi makna pesan antarbudaya. Gangguan tersebut
menghambat penerimaan pesan dan sumber pesan. Gangguan yang berasal dari
komunikator bersumber akibat perbedaan status sosial dan budaya, latar belakang
pendidikan dan keterampilan berkomunikasi. Gangguan yang berasal dari pesan
disebabkan oleh perbedaan pemberian makna pesan yang disampaikan secara
verbal dan perbedaan tafsir atas pesan non verbal. Sedangkan gangguan yang
berasal dari media, yaitu karena kesalahan pemilihan media yang tidak sesuai
dengan konteks komunikasi sehingga kurang mendukung komunikasi
antarbudaya. De Vito (1997) menggolongkan tiga macam gangguan, yaitu fisik,
psikologis dan semantik. Gangguan fisik berupa interfensi dengan transmisi fisik
isyarat atau pesan lain, gangguan psikologis berupa interfensi kognitif atau
mental, sedangkan gangguan semantik berupa pembicara dan pendengar memiliki
arti yang berlainan (Liliweri, 2004:30-31).
II.1.4 Asumsi-Asumsi Komunikasi Antarbudaya
Komunikasi antarbudaya merupakan salah satu kajian ilmu komunikasi.
Hammer (1995) mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya telah memenuhi
syarat untuk dijadikan sebagai salah satu kajian dalam ilmu komunikasi. Hal ini
dikarenakan sebagai berikut :
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
1. secara teoritis memindahkan fokus dari satu kebudayaan kepada kebudayaan yang dibandingkan.
2. membawa konsep aras makro kebudayaan ke aras mikro kebudayaan. 3. menghubungkan kebudayaan dengan proses komunikasi. 4. membawa perhatian kita kepada peranan kebudayaan yang mempengaruhi
perilaku (Liliweri, 2004:14). Asumsi teori komunikasi antarbudaya merupakan seperangkat pernyataan
yang menggambarkan sebuah lingkungan tempat yang valid dimana teori-teori
komunikasi antarbudaya itu dapat diterapkan. Dalam rangka memahami kajian
komunikasi antarbudaya maka dikenal beberapa asumsi, yaitu :
1. komunikasi antarbudaya dimulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan.
2. dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antarpribadi. 3. gaya personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi. 4. komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian. 5. komunikasi berpusat pada kebudayaan. 6. efektivitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya
(Liliweri, 2004:15).
II.1.5 Dimensi-Dimensi Komunikasi Antarbudaya
Dalam mencari kejelasan dan mengintegrasi berbagaii konsep kebudayaan
dalam komunikasi antarbudaya, terdapat tiga dimensi yang perlu diperhatikan,
yaitu tingkat masyarakat kelompok budaya dari para partisipan, konteks sosial
dimana terjadinya proses komunikasi antarbudaya, dan saluran yang dilalui oleh
pesan-pesan komunikasi antarbudaya baik secara verbal dan nonverbal. Dimensi
pertama dalam komunikasi antarbudaya merujuk pada bermacam tingkatan
lingkup dan kompleksitas organisasi sosial. Dimensi kedua dalam komunikasi
antarbudaya merujuk pada konteks sosial komunikasi antarbudaya yang meliputi
organisasi, pendidikan, akulturasi imigran, difusi inovasi, dan lain sebagainya.
Pada dasarnya komunikasi didalam semua konteks sosial memiliki persamaan
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
dalam unsur-unsur dasar dan proses komunikasi, namun dengan pengaruh
kebudayaan yang tercakup dalam latar belakang pengalaman individu membentuk
pola persepsi, pemikiran, penggunaan pesan verbal dan perilaku nonverbal dan
hubungan yang ada didalamnya. Pada dimensi ketiga berkaitan dengan saluran
komunikasi. Saluran tersebut dibagi atas saluran antarpribadi/perorangan dan
media massa. Bersama dengan dua dimensi sebelumnya, dimensi ketiga ini
mempengaruhi proses dari hasil keseluruhan proses komunikasi antarbudaya.
Ketiga dimensi ini dapat digunakan secara terpisah maupun bersamaan (Senjaya,
2007:7.12-7.14).
II.2. Identitas Etnis
II.2.1 Pengertian Identitas Etnis
Alasan utama manusia cenderung untuk bereaksi daripada merespon
adalah karena melihat kesamaan absolut atau disebut juga dengan identitas.
Identitas berkaitan dengan dua konstruk didalam teori general semanticsi, yaitu
nonallness yang berarti bahwa manusia tidak dapat mengatakan sesuatu secara
tentang segala hal dan nonadditivity memberikan gambaran bahwa terdapat hal-
hal yang tidak diketahui tentang sesuatu pada saat berbicara (Senjaya, 2007:6.43-
6.44).
Identitas merupakan suatu konsep abstrak, kompleks dan dinamis.
Identitas memiliki banyak gambaran oleh ahli komunikasi, karena identitas tidak
mudan untuk diartikan. Gardiner dan Kosmitzki melihat identitas sebagai suatu
definisi dari seseorang sebagai individu berbeda dan terpisah baik perilaku,
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
kepercayaan dan sikap. Ting Tomey beranggapan bahwa identitas merupakan
gambaran seorang individu atau konsep diri individu yang direfleksikan. Pada
dasarnya identitas merujuk kepada pandangan refletif tentang diri sendiri maupun
persepsi orang lain tentang gambara diri kita. Bagi Matthews, identitas
didefinisikan sebagai bagaimana kita melihat diri kita sendiri. Fong menjelaskan
identitas budaya sebagai berikut :
“Identitas komunikasi dari sistem perilaku simbolis verbal dan non-verbal yang memiliki arti dan yang dibagikan di antara anggota kelompok yang memiliki rasa saling memiliki dan yang membagi tradisi, warisan, bahasa, dan norma-norma yang sama. Identitas budaya merupakan konstruksi sosial” (Samovar,dkk , 2010:184).
Identitas adalah suatu hal yang dinamis dan beragam, yang berarti bahwa
identitas bukan merupakan suatu yang yang statis, tetapi berubah menurut
pengalaman hidup manusia. Identitas sosial merupakan perwakilan dari kelompok
dimana seseorang bergabung, misalnya etnisitas, ras, umur, pekerjaan, kampung
halaman dan kehidupan dimana seseorang berada. Masyarakat menggambarkan
identitas mereka didalam suatu lingkungan secara pribadi. Identitas etnis atau
disebut juga etnisitas, berasal dari sejarah, tradisi, warisan, nilai, kesamaan
perilaku, asal daerah dan bahasa yang sama. Masyarakat yang memiliki etnis yang
sama didaerah tempat perpindahan akan membentuk komunitas etnisnya sendiri.
Pada komunitas etnis ini, identitas etnis cenderung tetap kuat, hal ini dikarenakan
praktik, kepercayaan, dan bahasa dari bahasa tradisional yang dipertahankan dan
dipelihara (Samovar, dkk, 2010:189). Identitas etnis merupakan bentuk spesifik
dari identitas budaya. Ting Toomey mendefinisikan identitas kultural sebagai
perasaan (emotional significance) dari seseorang untuk turut memiliki (sense of
belonging) atau berafiliasi terhadap kultur tertentu (Rahardjo, 2005:1-2).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
II.2.2 Pendekatan Objektif dan Subjektif terhadap Identitas Etnis
Terdapat dua pendekatan didalam identitas etnis, yaitu pendekatan objektif
(struktural) dan pendekatan subjektif (fenomenologis). Pendekatan objektif
melihat sebuah kelompok etnis sebagai kelompok yang dapat dibedakan dari
kelompok lainnya berasarkan ciri-ciri budaya seperti bahasa, agama maupun asal
usul kebangsaan. Sedangkan pendekatan subjektif merumuskan identitas etnis
sebagai proses orang-orang menjadi bagian dari suatu kelompok etnis dan
memusatkan perhatiannya kepada kelompok etnis yang diteliti (Mulyana &
Jalaludin, 2005:152).
Pendekatan subjektif (fenomenologis) mengkritik pendekatan positivistik
dalam arti bahwa ia membatasi kemungkinan perilaku manusia dapat dipelajari.
Menurut Barth, ciri-ciri penting dari suatu kelompok etnis adalah atribusi yang
diberikan oleh kelompok internal dan kelompok eksternal (Mulyana & Jalaludin,
2005:156). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan subjektif
sebagai dasar teori karena sesuai dengan penelitian.
II.3 Interaksi Simbolik
II.3.1 Pengertian Teori Interaksi Simbolik
Didalam proses manusia berkomunikasi, simbol merupakan ekspresi yang
mewakili suatu hal yang lain. Salah satu dari karakteristik simbol adalah bahwa
simbol tidak memiliki hubungan langsung dengan yang diwakilinya. Simbol dapat
berbentuk suara, tanda pada kertas, gerakan dan lain sebagainya. Manusia
menggunakan simbol tidak hanya sebagai alat untuk berinteraksi, namun simbol
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
digunakan dalam menyampaikan suatu budaya dari generasi ke generasi. Menurut
Gudykunst dan Kim, hal yang penting yang harus diingat yaitu simbol dijadikan
ketika orang sepakat untuk menjadikannya suatu simbol (Samovar, dkk: 2010:18-
20).
Partisipan komunikasi menyampaikan pesan dengan menggunakan
simbol-simbol dan lambang-lambang yang dibentuk berdasarkan kesepakatan
bersama. Pesan diartikan sebagai isi, pikiran, idea tau gagasan yang dikirim
kepada penerima dengan tujuan mempengaruhi pikiran dan gagasan orang lain.
Pesan diwujudkan dalam bentuk pesan verbal dan perilaku nonverbal.
Komunikasi juga merupakan suatu sistem simbolik, karena disepakati bersama
sebagai wahana pertukaran pesan. Bahasa merupakan alat utama berkomunikasi
dalam mengungkapkan pikiran, idea tau gagasan, pengalaman-pengalaman, tujuan
agar komunikasi berjalan secara alami. De Saussure menyatakan bahasa sebagai
simbol-simbol komunikasi dengan sebuah tanda. Tanda merupakan representasi
abstrak yang berubah-ubah, bersifat bebas dan didefinisikan sebagai sesuatu yang
ambigu dan memiliki makna sesuai latar budaya. Bahasa tidak saja berinteraksi
antarsesama sebagai alat komunikasi, tetapi digunakan juga sebagai alat untuk
menggalang kekuasaan, ideologi, hegemoni dan imperialisme (Purwasito,
2003:206-208).
Kebudayaan adalah suatu sistem simbolik yang mempunyai makna. Para
sosiolog seperti Mead, Cooley, Thomas member premis sebagai landasan teori
sebagai berikut: “Manusia melakukan berbagai hal atas dasar makna yang
diberikan oleh berbagai hal kepada mereka”. Dengan premis ini orang-orang yang
berinteraksi selalu didasarkan atas dasar makna yang terkandung dalam berbagai
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
hal itu. Premis kedua, mengutip Blumer (1969), adalah interaksionisme simbolik
yang mengatakan bahwa “makna berbagai hal itu berasal dari, atau muncul dari
interaksi sosial seseorang dengan orang lain”. Dengan kata lain, kebudayaan
merupakan sistem makna yang dimiliki bersama, dipelajari, diperbaiki,
dipertahankan dan didefinisikan dalam konteks orang yang berkomunikasi.
Premis ketiga, dari interaksionisme simbolik tersebut “makna digunakan dan
dimodifikasi melalui proses penafsiran yang dirangsang oleh persoalan yang
dihadapi” (Purwasito, 2003:208,210).
Proses dimana manusia secara arbiter menjadikan hal-hal tertentu untuk
mewakili hal-hal lainnya disebut dengan proses simbolik. Kebebasan untuk
menciptakan simbol-simbol dengan nilai-nilai tertentu menciptakan simbol-
simbol bagi simbol-simbol lainnya penting bagi proses simbolik. Proses simbolik
menembus kehidupan manusia dalam tingkatan paling primitif dan tingkat paling
beradab (Mulyana dan Rahmat, 2005:101-102).
II.3.2 Pesan Verbal, Perilaku Non Verbal dan Bahasa
II.3.2.1 Pesan Verbal
Komunikasi verbal yaitu penyampaian pesan yang disampaikan secara
oral/ lisan serta dalam bentuk tertulis. Terdapat beberapa teori didalam
komunikasi verbal, yaitu pendekatan natural (nature approach), pendekatan
nurtural (nurture approach) dan teori fungsional tentang bahasa (general
semantics). Pada teori pendekatan natural terdapat tiga struktur dalam sebuah
bahasa, yaitu hubungan antara subjek dan predikat, hubungan antara kata kerja
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
dengan objek yang mengekspresikan hubungan sebab akibat dan modifikasi yang
menunjukan pertautan kelas. Pada teori pendekatan nurtural, Edward Sapir dan
Benyamin Whorf mengemukakan bahwa teori ini menentang teori pendekatan
alamiah. Pusat kajian teori ini adalah makna dari kata suatu teori kultural
mengenai bahasa. Sedangkan pada teori fungsional tentang bahasa hanya
difokuskan pada makna dari kata dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi
perilaku manusia. Dalam teori ini, harus dipahami sifat-sifat dari simbol dan
bagaimana menggunakan simbol tersebut (Senjaya, 2007:6.38-6.41).
II.3.2.2 Perilaku Non Verbal
Yang dimaksud dengan komunikasi non verbal, yaitu :
1. Komunikasi non verbal merupakan tindakan dan atribusi (lebih dari penggunaan kata-kata) yang dilakukan seseorang kepada orang lain bagi pertukaran makna, yang selalu dikirimkan dan diterima secara sadar oleh dan untuk mencapai umpan balik atau tujuan tertentu. (Burgoon and Saine 1978).
2. Komunikasi non verbal meliputi ekspresi wajah, nada suara, gerakkan anggota tubuh, kontak mata, rancangan ruangan, pola-pola peradaban, gerakan ekspresif, perbedaan budaya dan tindakan tindakan non verbal lain yang tak menggunakan kata-kata. Pelbagai penelitian menunjukkan bahwa komunikasi non verbal itu sangat penting untuk memahami perilaku antarmanusia daripada memahami kata-kata verbal yang diucapkan atau yang ditulis, pesan-pesan non verbal memperkuat apa yang disampaikan secara verbal.
3. Studi tersendiri untuk menggambarkan bagaimana orang berkomunikasi melalui perilaku fisik, tanda-tanda vokal dan relasi ruang atau jarak. Akibatnya penelitian tentang komunikasi non verbal acapkali menekankan pada dimensi beberapa aspek tertentu dari bahasa. (Terrence A. [email protected] June 20, 2001 00:59:56).
4. Komunikasi non verbal merujuk pada variasi bentuk-bentuk komunikasi yang meliputi bahasa. Bagaimana seorang itu berpakaian, bagaimana seseorang melindungi dirinya, menampilkan eskpresi wajah, gerakan tubuh, suara, nada dan kontak mata dll. (Eugene Matusov-Email: [email protected], University of California at Santa Cruz-1996).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
5. Komunikasi non verbal meliputi semua stimuli non verbal dalam setting komunikatif digeneralisasikan oleh individu dan lingkungan yang memakainya.
6. Komunikasi non verbal meliputi pesan non verbal yang memiliki tujuan ataupun tidak memiliki tujuan tertentu (Purwasito, 2003:138-139).
Dari definisi diatas disimpulkan bahwa komunikasi non verbal merupakan
cara berkomuikasi melalui pernyataan wajah, nada suara, isyarat-isyarat, kontak
mata, dan lain-lain (Purwasito, 2003:140). Menyangkut kepada interaksi non
verbal, Beamer dan Varnet menyatakan bahwa komunikasi non verbal
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah latar belakang budaya,
latar belakang sosial ekonomi, pendidikan, gender, usia, kecenderungan pribadi
dan indionkrasi. Banyak perilaku non verbal manusia dilaksanakan secara tidak
sadar dan spontan. Kesamaan budaya dan perilaku non verbal yaitu keduanya
dikerjakan melalui naluri dan dipelajari. Dengan memahami budaya dalam perilau
non verbal, manusia dapat memahami pesan dalam proses interaksi dan
mengumpulkan petunjuk mengenai tindakan serta nilai yang disadarinya.
Komunikasi non verbal terkadang menunjukkan sifat dasar suatu budaya
(Samovar, dkk, 2010:296-298).
III.3.2.3 Bahasa
Bahasa setiap hari digunakan oleh manusia di seluruh dunia. Tanpa
bahasa, manusia tidak dapat berkomunikasi. Bahasa berperan penting secara
langsung sebagi bentuk pernyataan dan pertukaran pemikiran ataupun pandangan
mengenai orang lain. Penggunaan bahasa berperan untuk mengatur manusia
sesuai dengan faktor-faktor usia, jenis kelamin dan bahkan sosial-ekonomi.
Bahasa adalah sejumlah simbol atau tanda yang disetujui untuk digunakan oleh
sekelompok orang untuk mengahasilkan suatu arti atau makna (Samovar,
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
2010:268). Bahasa merupakan medium untuk menyatakan kesadaran dalam suatu
konteks sosial. Dalam komunikasi antarmanusia sehari-hari kita diperkenalkan
oleh istilah-istilah seperti bahasa lisan, bahasa tulisan, bahasa isyarat, bahasa jarak
dan lain sebagainya (Liliweri, 2004:130).
Ohoiwutun (1997) menulis dalam bukunya yang berjudul Sosio-Linguistik,
Memahami Bahasa dalam Konteks Masyarakat dan Kebudayaan, bahwa bahasa
dipelajari dua dimensi, yaitu dimensi penggunaan dan dimensi struktur. Dimensi
penggunaan menjadi kepedulia berbagai bidang studi, salah satunya komunikasi.
Dalam kajian penggunaan dimensi ini yaitu yang dimaksudkan dengan yang
dituturkan oleh mereka. Bahasa merupakan cara khusus kata-kata diseleksi dan
digabung menjadi ciri khas seseorang, satu kelompok atau masyarakat tertentu.
Sedangkan dimensi struktur, bahasa diberi definisi dan tergantung pendekatan
yang dilakukan. Didalam studi kebudayaan, bahasa ditempatkan sebagai unsur
penting seperti sistem pengetahuan, mata pencaharian, adat istiadat, kesenian,
sistem peralatan hidup, dan lain sebagainya. Bahasa digunakan sebagai unsur
kebudayaan yang berbentuk non material selain nilai, norma, dan kepercayaan
(Liliweri, 2004:132-133).
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara