ISBN: 978-979-18885-0-7 BUDAYA ORGANISASIisbn: 978-979-18885-0-7 budaya organisasi dr. drs. budi...
Transcript of ISBN: 978-979-18885-0-7 BUDAYA ORGANISASIisbn: 978-979-18885-0-7 budaya organisasi dr. drs. budi...
ISBN: 978-979-18885-0-7
BUDAYA
ORGANISASI
DR. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi
PENERBIT CV. MEDIA BRILIAN
MB
A
T
A
BUDAYA ORGANISASI
©CV.MEDIA BRILIAN
All Right reserved
Author Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi
Desain Cover
Lilik Hariawan
Cetakan Pertama: 26 Februari 2016
Cetakan Ke Dua : 20 Juli 2018
Penerbit :CV. Media Brilian
MB
A
T
A
P
E
N
BUDAYA ORGANISASI
Judul Buku : BUDAYA ORGANISASI
Penulis : Dr. Drs. Budi SUpriyatno, MM., MSi
Jumlah Halaman : v+93
Penerbitan Pertama: 26 Februari 2016
Penerbitan Kedua : 20 Juli 2018
Penerbit : CV Media Brilian
Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)
Cover Desain : Lilik Hariawan.
Cover Type: Hard Cover
Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan (KTD)
ISBN: 978-979-18885-0-7
Ukuran Buku: 14.5. X21 Cm
Penerbitan dlam bahasa Indonesia
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
Dilarang memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku ini tanpa izin dari
penerbit.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.MSi. BUDAYA ORGANISASI
i
KATA PENGANTAR
Bismilahirohmanirohim, Puji syukur punulis
panjatkan kepada Tuhan Yang maha Kuasa bahwa
penulis bisa menyelesaikan buku Budaya Organisasi ini.
Budaya organisasi menurut penulis merupakan sebuah
sistem bersama yang dipercayai dan nilai yang
dikembangkan bersama dalam organisasi dan dianut
oleh para anggota yang menuntun perilaku dari anggota
organisasi itu sendiri. Sistem bersama ini adalah
sekumpulan karakteristik yang terikat dalam perilaku
budaya yang dijunjung tinggi oleh organisasi. Dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari
ikatan budaya yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta
oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam
keluarga, organisasi, masyarakat,bisnis maupun bangsa.
Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain
dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan
suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok
masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang
menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak.
Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti
terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan
manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas
organisasi secara keseluruhan.
Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana
karyawan atau pegawai memahami karakteristik budaya
suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah
karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak.
Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki
pengaruh besar terhadap budaya awal organisasi
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.MSi. BUDAYA ORGANISASI
ii
tersebut. Pendiri organisasi tidak memiliki kendala
karena kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran
kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih
jauh memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada
seluruh anggota organisasi. Sumber yang paling pokok
dan awal dalam menciptakan budaya, adalah para
pendirinya.
Oleh karena itu dalam organisasi komitmen
manajemen puncak yang diperagakan amat menentukan
implementasi perubahan budaya organisasi. Wujudnya
dapat berupa penetapan keputusan yang terkait dengan
pembentukan budaya baru, tindakan dan keterlibatan
pimpinan puncak dan besarnya dukungan sumber daya
yang dialokasikan. Kegiatan manajemen ini menjadi
semakin penting karena dipandang sebagai aktivitas
yang bertanggungjawab atas penciptaan, pertumbuhan
dan kelangsungan organisasi.
Buku Budaya Organisasi ini berisi Bab 1
Pendahuluan yang membahas tentang Sumber Budaya
Organisasi, Proses Pembentukan Budaya Organisasi,
Menciptakan Budaya Organisasi, Pengertian Budaya
Organisasi, dan Tingkatan Budaya Organisasi.
Bab 2 berisi Pengaruah Dan Fungsi
Budaya Organisasi membahas tentang Pengaruh Budaya
Organisasi, Fungsi Budaya Organisasi, Peran Budaya
Organisasi, Memelihara Budaya Organisasi, Penerapan
Budaya Organisasi, Hambatan Untuk Perubahan.
Bab 3 membahas Pentingnya Budaya Organisasi
berisi tentang Pentingnya Budaya Organisasi, Dimensi
Budaya Organisasi dan Performa Komunikatif.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.MSi. BUDAYA ORGANISASI
iii
Bab 4 membahas Model Karakteristik berisi
Model karakteristik, Tipe Budaya Organisasi, dan Nilai
Karakteristik Budaya Organisasi. Bab 5 Membahas
Perilaku Organisasi berisi Pandangan Ilmuan,
Pengertian Perilaku Organisasi, Tujuan Perilaku
Organisasi dan Manfaat Perilaku.
Baba terakhir yaitu Bab 6 membahas
Membangun Budaya Organisasi berisi Indonesia Belum
berhasil Dalam Reformasi, Membangun Budaya
organisasi, Perspektif dan Metodologi, Penerapan Pada
Pemerintah, Kekuatan Budaya Organisasi, Dimensi
Budaya Organissi, Menjaga Budaya Tetap Hidup,
Budaya Ditularkan ke Karyawan dan Keefektifan
Budaya Organisasi.
Demikian buku ini, penulis menyadari bahwa
buku ini kurang sempurna oleh karena itu ktitik dan
saran yang bersifat membangun penulis terima dengan
senanng hati. Dan ucapan terima kasih kepada CV.
Media Brilian. Dan juga terima kasih kepada semua
pihak yang membantu penerbitan buku ini.
Salam Penulis
Dr. Drs. Budi Supriyatno, MM.,MSi
¤¤¤¤¤
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.MSi. BUDAYA ORGANISASI
iv
DAFTAR ISI 1. KATA PENGANTAR………………………...
2. DAFTAR ISI………………………………….
3. BAB 1 PENDAHULUAN………..................
1.1.Sumber Budaya Organisasi…........
1.2.Proses Pembentukan Budaya
Organisasi………………………...
1.3.Menciptakan Budaya Organisasi…
1.4.Pengertian Budaya Organisasi…...
1.5.Tingkatan Budaya Organisasi……
4. BAB 2 PENGARUAH DAN FUNGSI
BUDAYA ORGANISASI…………..
2.1. Pengaruh Budaya Organisasi…….
2.2. Fungsi Budaya Organisasi……….
2.3. Peran Budaya Organisasi………...
2.4. Memelihara Budaya Organisasi….
2.5. Penerapan Budaya Organisasi……
2.6. Hambatan Untuk Perubahan……..
5. BAB 3 PENTINGNYA BUDAYA
ORGANISASI……………………….
3.1. Pentingnya Budaya Organisasi….
3.2. Dimensi Budaya Organisasi.........
3.3. Performa Komuniskatif……. …..
i
iv
1
1
5
15
20
21
26
26
30
33
35
36
37
38
38
40
42
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.MSi. BUDAYA ORGANISASI
v
6. BAB 4 MODEL KARAKTERISTIK……..
1.1. Model karakteristik………………
1.2. Tipe Budaya Organisasi………….
1.3. Nilai Karakteristik Budaya
Organisasi………………………...
7. BAB 5 PERILAKU ORGANISASI………
5.1. Pandangan Ilmuan……………….
5.2.Pengertian Perilaku Organisasi..…
5.3.Tujuan Perilaku Organisasi……....
5.4.Manfaat Perilaku…………………
6. BAB 6 MEMBANGUN BUDAYA
ORGANISASI………………………
6.1 Indonesia Belum berhasil Dalam
Reformasi………..........................
6.2. Membangun Budaya organisasi...
6.3. Perspektif dan Metodologi……...
6.4. Penerapan Pada Pemerintah ……
6.5. Kekuatan Budaya Organisasi…...
6.6. Dimensi Budaya Organissi……...
6.7. Menjaga Budaya Tetap Hidup…..
6.8. Budaya Ditularkan ke Karyawan..
6.9. Keefektifan Budaya Organisasi…
6. DAFTAR PUSTAKA………………………...
7. INDEX………………………………………...
¤¤¤¤¤
45
45
50
52
57
57
58
61
62
64
64
67
68
69
71
75
76
78
80
85
90
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.MSi. BUDAYA ORGANISASI
vi
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Sumber Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah sebuah sistem
bersama yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan
bersama dalam organisasi dan dianut oleh para anggota
yang menuntun perilaku dari anggota organisasi itu
sendiri. Sistem bersama ini adalah sekumpulan
karakteristik yang terikat dalam perilaku budaya yang
dijunjung tinggi oleh organisasi. Dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya
yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat
yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi,
masyarakat,bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan
masyarakat satu dengan yang lain dalam cara
berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu
pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok
masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang
menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak.
Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti
terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
2
manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas
organisasi secara keseluruhan.
Budaya organisasi berkaitan dengan bagaimana
karyawan memahami karakteristik budaya suatu
organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan
menyukai karakteristik itu atau tidak. Robin mengatakan,
budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan
seperti kepuasan kerja yang lebih bersifat evaluatif.[1]
Suatu budaya organisasi tidak muncul begitu
saja. Ingvar Kamprad, pendiri IKEA. Sumber dari
budaya organisasi yang tumbuh di IKEA adalah
pendirinya. Kebiasaan, tradisi, dan cara umum dalam
melakukan segala sesuatu yang ada di sebuah organisasi
saat ini merupakan hasil atau akibat dari yang telah
dilakukan sebelumnya dan seberapa besar kesuksesan
yang telah diraihnya di masa lalu.[2]
Hal ini mengarah
pada sumber tertinggi budaya sebuah organisasi: para
pendirinya.[3]
Bila sudah terbentuk mantap, budaya tidak akan
menghilang begitu saja. Budaya awal berasal dari
filosofi pendiri organisasi. Hal ini selanjutnya sangat
mempengaruhi Kriteria yang digunakan dalam proses
penerimaan karyawan baru. Para pendiri organisasi
[1] Robbins, S. P. and Judge, Timothy A. (2007) Organizational
Behaviour. 12th Edition. USA: Pearson Education International
Press.
[2] Bartlett, Christopher A., and Ashish Nanda. "Ingvar
Kamprad Harvard Business School Case 390-132, May 1990.
(Revised July 1996.).
[3] Schein, E. Hthe (1996). Role Of The Founder In Creating
Organizational Culture, The Leader of the Future, San fransisco:
Jossey Bass, 1996,page. 61-62.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
3
secara tradisional memiliki pengaruh yang dominan
dalam membentuk budaya awal.
Dikarenakan para pendiri tersebut memiliki ide
yang masih asli, mereka biasanya juga memiliki bias
tentang cara bagaimana ide-ide tersebut bisa terpenuhi.
Budaya organisasi dihasilkan dari interaksi antara bias
dan asumsi para pendiri dengan apa yang dipelajari
selanjutnya oleh anggota awal organisasi, dari
pengalaman mereka sendiri.
Secara tradisional, pendiri organisasi memiliki
pengaruh besar terhadap budaya awal organisasi
tersebut.[4]
Pendiri organisasi tidak memiliki kendala
karena kebiasaan atau ideologi sebelumnya. Ukuran
kecil yang biasanya mencirikan organisasi baru lebih
jauh memudahkan pendiri memaksakan visi mereka pada
seluruh anggota organisasi. Proses penyiptaan budaya
terjadi dalam tiga cara.[5]
Pertama, pendiri hanya
merekrut dan mempertahankan karyawan yang sepikiran
dan seperasaan dengan mereka. Kedua, pendiri
melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara pikir
dan berperilakunya kepada karyawan. Terakhir, perilaku
pendiri sendiri bertindak sebagai model peran yang
mendorong karyawan untuk mengidentifikasi diri dan,
dengan demikian, menginternalisasi keyakinan, nilai,
dan asumsi pendiri tersebut.[6]
Apabila organisasi
mencapai kesuksesan, visi pendiri lalu dipandang
sebagai faktor penentu utama keberhasilan itu. Di titik
[4] Op.cit, Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy.
[5] Schein, E. H "the Role of the Founder in Creating
Organizational Culture," The Leader of the Future, San fransisco:
Jossey Bass, 1996, hal. 61-62.
[6] Ibid. Schein, E. H. 62.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
4
ini, seluruh kepribadian para pendiri jadi melekat dalam
budaya organisasi.
Sumber yang paling pokok dan awal dalam
menciptakan budaya, adalah para pendirinya.
Langkahnya harus dimulai dari:
1. Berbagi pengetahuan.
2. Praktek atau amalkan pengetahuannya.
3. Kembangkan keterampilan dan kemampuan yang
sesuai.
4. Miliki sikap yang konsisten dalam menanggapi
berbagai hal.
5. Pupuk kebiasaan.
6. Tampilkan karakter sesuai kebiasaan pada
berbagai kesempatan.
Selanjutnya diseleksi orang yang memiliki
pengetahuan, keterampilan kepemimpinan dan
keteladanan untuk melanjutkan pelaksanaan kegiatan
sesuai dengan kaidah dan norma dari para pendirinya.
Komitmen manajemen puncak yang diperagakan
amat menentukan implementasi perubahan budaya
organisasi. Wujudnya dapat berupa penetapan keputusan
yang terkait dengan pembentukan budaya baru, tindakan
dan keterlibatan pimpinan puncak dan besarnya
dukungan sumber daya yang dialokasikan. Kegiatan
manajemen ini menjadi semakin penting karena
dipandang sebagai aktivitas yang bertanggungjawab atas
penciptaan, pertumbuhan dan kelangsungan organisasi.
Organisasi agar selalu mensosialisasikan program
kegiatan dengan berbagai metode sosialisasi dan sesuai
dengan tata nilai budaya, selama karir bekerja dari
anggotanya.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
5
Metode sosialisasi ini diperlukan untuk
penyebarluasan kepada para anggota organisasi dan
internalisasi diri kepada individu yang bersangkutan,
misalnya dengan ceramah berulangkali. Pembentukan
budaya digambarkan seperti terlihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1. Bagaimana Organisasi Membentuk Budaya
1.2. Proses Pembentukan Budaya
Organisasi
Proses terbentuknya budaya organisasi bisa
bermula dari mana pun, dari perorangan atau kelompok,
dari tingkat bawah atau puncak. Taliziduhu Ndraha
(1997) menginventarisir sumber-sumber pembentuk
budaya organisasi, diantaranya:(1) pendiri organisasi; (2)
pemilik organisasi; (3) Sumber daya manusia asing; (4)
luar organisasi; (4) orang yang berkepentingan dengan
organisasi (stake holder); dan (6) masyarakat.[7]
Selanjutnya dikemukakan pula bahwa proses
budaya dapat terjadi dengan cara: (1) kontak budaya; (2)
benturan budaya; dan (3) penggalian budaya.
Pembentukan budaya tidak dapat dilakukan dalam waktu
yang sekejap, namun memerlukan waktu dan bahkan
[7] Taliziduhu Ndraha (1997). Budaya Organisasi. Rineka Cipta.
Jakarta.
Filosopi Para
Pendiri Organisasi Kriteria
Seleksi
Manajemen
Puncak
Sosialisasi
Budaya
Organisasi
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
6
biaya yang tidak sedikit untuk dapat menerima nilai-nilai
baru dalam organisasi. Lebih jelasnya, proses
pembentukan budaya ini dapat diragakan dalam bagan
1.2. berikut ini.
GAMBAR 1.2 . POLA UMUM MUNCULNYA BUDAYA
ORGANISASI[8]
[8] John P. Kotter. & James L. Heskett, 1998. Corporate Culture and
Performance. (terjemahan, Benyamin Molan). Jakarta: PT
Prehalindo, h.9
Manajemen Puncak
Seorang atau para manajer puncak dalam
organisasi yang masih baru atau muda
mengembangkan dan berusaha untuk
mengimplementasikan suatu visi, filosofi dan
berusaha untuk mengimplementasikan suatu visi,
filosofi dan atau strategi Perilaku Organisasi.
Perilaku Organisasi
Karya-karya implementasi. Orang berperilaku
melalui cara yang dipandu oleh visi, filosofi dan
strategi.
Hasil.
Dipandang dari berbagai segi, organisasi itu
berhasil dan keberhasilan itu terus
berkesinambungan selama bertahun.
Budaya
Suatu budaya muncul, mencerminkan visi dan
strategi serta pengalaman yang dimiliki orang
dalam mengimplementasikannya.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
7
Setelah mapan, budaya organisasi sering
mengabadikan dirinya dalam sejumlah hal. Calon
anggota kelompok mungkin akan disaring berdasarkan
kesesuaian nilai dan perilakunya dengan budaya
organisasi. Kepada anggota organisasi yang baru terpilih
bisa diajarkan gaya kelompok secara eksplisit. Kisah-
kisah atau legenda-legenda historis bisa diceritakan terus
menerus untuk mengingatkan setiap orang tentang nilai-
nilai kelompok dan apa yang dimaksudkan dengannya.
Para manajer bisa secara eksplisit berusaha
bertindak sesuai dengan contoh budaya dan gagasan
budaya tersebut. Begitu juga, anggota senior bisa
mengkomunikasikan nilai-nilai pokok mereka secara
terus menerus dalam percakapan sehari-hari atau melalui
ritual dan perayaan -perayaan khusus.
Orang-orang yang berhasil mencapai gagasan-
gagasan yang tertanam dalam budaya ini dapat terkenal
dan dijadikan pahlawan. Proses alamiah dalam
identifikasi diri dapat mendorong anggota muda untuk
mengambil alih nilai dan gaya mentor mereka.
Barangkali yang paling mendasar, orang yang mengikuti
norma-norma budaya akan diberi imbalan (reward)
sedangkan yang tidak, akan mendapat sanksi
(punishment). Imbalan (reward) bisa berupa materi atau
pun promosi jabatan dalam organisasi tertentu sedangkan
untuk sanksi (punishment) tidak hanya diberikan
berdasar pada aturan organisasi yang ada semata, namun
juga bisa berbentuk sanksi sosial.
Dalam arti, anggota tersebut menjadi isolated di
lingkungan organisasinya. Dalam suatu organisasi
sesungguhnya tidak ada budaya yang “baik” atau
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
8
“buruk”, yang ada hanyalah budaya yang “cocok” atau
“tidak cocok” .
Jika dalam suatu organisasi memiliki budaya
yang cocok, maka manajemennya lebih berfokus pada
upaya pemeliharaan nilai - nilai yang ada dan perubahan
tidak perlu dilakukan. Namun jika terjadi kesalahan
dalam memberikan asumsi dasar yang berdampak
terhadap rendahnya kualitas kinerja, maka perubahan
budaya mungkin diperlukan. Karena budaya ini telah
berevolusi selama bertahun-tahun melalui sejumlah
proses belajar yang telah berakar, maka mungkin saja
sulit untuk diubah. Kebiasaan lama akan sulit
dihilangkan. Walaupun demikian, Howard Schwartz
dan Stanley Davis dalam bukunya Matching Corporate
Culture and Business Strategy mengemukakan empat
alternatif pendekatan terhadap manajemen budaya
organisasi, yaitu: (1) lupakan kultur; (2) kendalikan
disekitarnya; (3) upayakan untuk mengubah unsur-unsur
kultur agar cocok dengan strategi; dan (4) ubah
strategi.[9]
Ada beberapa unsur yang berpengaruh terhadap
pembentukan budaya organisasi. Deal & Kennedy dalam
bukunya Corporate Culture: The Roles and Ritual of
Corporate, membagi lima unsur sebagai berikut :[10]
1. Lingkungan usaha. Kelangsungan hidup
organisasi ditentukan oleh kemampuan organisasi
memberi tanggapan yang tepat terhadap peluang
[9] Howard Schwartz dan Stanley Davis. Matching Corporate
Culture and Business Strategy. Organizational Dynamics. Volueme
31-40 (2002-20011)
[10] Terry Deal and Allan Kennedy, 2000. Corporate Culture:
The Roles and Ritual of Corporate. Paperback – May 15, 2000.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
9
dan tantangan lingkungan. Lingkungan usaha
merupakan unsur yang menentukan terhadap apa
yang harus dilakukan organisasi agar bisa
berhasil. Lingkungan usaha yang terpengaruh
antara lain meliputi produk yang dihasilkan,
pesaing, pelanggan, pemasok, teknologi,
kebijakan pemerintah, dan lain-lain. Maka dari
itu, organisasi harus melakukan tindakan-
tindakan untuk mengatasi lingkungan tersebut
antara lain seperti kebijakan penjualan penemuan
baru, atau pengelolaan biaya dalam menghadapi
realitas pasar yang berbeda dengan lingkungan
usahanya.
2. Nilai-nilai. Nilai-nilai adalah keyakinan dasar
yang dianut oleh sebuah organisasi. Setiap
organisasi mempunyai nilai-nilai inti sebagai
pedoman berfikir dan bertindak bagi semua
warga dalam mencapai tujuan atau misi
organisasi. Nilai-nilai inti yang dianut bersama
oleh anggota organisasi antara lain dapat berupa
slogan atau motto yang dapat berfungsi sebagai
jati diri bagi orang yang berada dalam organisasi
karena adanya rasa istimewa yang berbeda
dengan organisasi lainnya, dan dapat dijadikan
harapan konsumen terhadap perusahaan untuk
memperoleh kualitas produk dan pelayanan yang
baik.
3. Pahlawan. Pahlawan adalah tokoh panutan yang
dipandang berhasil mewujudkan nilai-nilai
budaya dalam kehidupan nyata. Pahlawan
tersebut bisa berasal dari pendiri perusahaan,
manajer, kelompok organisasi atau perorangan
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
10
yang berhasil menciptakan nilai-nilai organisasi.
Pahlawan ini bisa menumbuhkan idealisme,
semangat dan tempat mencari petunjauk bila
terjadi kesulitan atau dalam masalah organisasi.
4. Ritual. Ritual merupakan deretan berulang dari
kegiatan yang mengungkapkan dan memperkuat
nilai-nilai utama organisasi itu, tujuan apakah
yang penting, orang-orang manakah yang penting
dan mana yang dapat dikorbankan. Acara-acara
rutin ini diselenggarakan oleh organisasi-
organisasi setiap tahunnya dalam rangka
memberikan pengharagaan bagi anggotanya.
Contohnya, seperti karyawan yang tidak pernah
absen,pemberi saran yang membangun,
pelayanan terbaik, dan sebagainya.
5. Jaringan budaya. Jaringan budaya adalah
jaringan komunikasi informal yang pada
dasarnya merupakan saluran komunilasi primer.
Fungsinya menyalurkan informasi dan memberi
interpretasi terhadap informasi. Melalui jaringan
informal, kehebatan organisasi diceritakan dari
waktu ke waktu.
Selanjutnya Kennedy mengemukakan bahwa jika
tidak ada satu pun alasan yang cocok dengan di atas,
jangan lakukan perubahan. Analisisnya terhadap sepuluh
kasus usaha mengubah budaya menunjukkan bahwa hal
ini akan memakan biaya antara 5 sampai 10 persen dari
yang telah dihabiskan untuk mengubah perilaku orang.
Meskipun demikian mungkin hanya akan
didapatkan setengah perbaikan dari yang diinginkan. Dia
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
11
mengingatkan bahwa hal itu akan memakan biaya lebih
banyak lagi dalam bentuk waktu, usaha dan uang.
Bagaimana mengubah budaya organisasi Peter
Bijur (2001) menganggap syarat yang paling utama
untuk menjamin keberhasilan upaya perubahan budaya
organisasi adalah kepemimpinan yang kuat (strong
leadership) baik dalam kemampuan memimpin maupun
dalam ketajaman visinya.[11]
Dalam hal mengubah budaya maka pimpinan
harus mampu mengubah dirinya terlebih dahulu.
Pimpinan organisasi harus mau menerima tanggung
jawab dalam rangka perubahan budaya. Perubahan
budaya tidak mungkin dilakukan dalam sekejap waktu
tetapi terjadi secara bertahap dan memerlukan waktu.
Pemimpin jangan membuat suatu kesalahan dalam
tahapan pelaksanaan program budaya kerja, karena bila
hal tersebut terjadi maka dapat melemahkan semangat
dan menurunkan kepercayaan bawahan terhadap
pimpinan.
Dalam budaya organisasi dan kinerja, menurut
Susanto, dalam bukunya Budaya Perusahaan, untuk
menjadikan budaya suatu perusahaan kuat, ditentukan
oleh dua faktor utama yaitu: [12]
1. Penyebaran nilai-nilai budaya. Tujuan
dilakukannya penyebaran nilai-nilai budaya
tersebut yaitu dengan maksud agar seluruh
sumber daya yang terdapat dalam perusahaan itu
[11] Bijur, Peter. L. (2001). Changing the Corporate Culture: A
Competitive Imperative [on-line]. Available: http://www. Worl
denergy source.com/texart.html.
[12] Susanto, A.B. 1997. Budaya Perusahaan Manajemen dan
Persaingan Bisnis. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
12
mengetahui secara jelas tentang nilai-nilai yang
terdapat didalam budaya perusahaan tersebut.
Cara penyebaran nilai-nilai budaya tersebut dapat
dilakuan dengan melalui orientasi tugas dan
penghargaan terhadap prestasi kerja karyawan.
2. Tingkat komitmen anggota organisasi terhadap
inti dari nilai-nilai yang ada (core values);
Komitmen karyawan terhadap nilai-nilai inti dari
budaya perusahaan dapat berkembang bersamaan
dengan penghargaan yang diberikan kepada
karyawan.
Penghargaan oleh perusahaan tersebut dapat
berupa peningkatan gaji, promosi atau jenis-jenis
penghargaan lainnya. Ada kesepakatan umum bahwa
tidak mudah untuk menetapkan dalam hal yang
bagaimana suatu budaya dapat dikatakan baik serta dapat
berfungsi baik didalam keseluruhan organisasi
dimanapun.
Suatu budaya dapat dikatakan baik jika cocok
dengan konteksnya baik berupa kondisi obyektif dari
industrinya, segmen industri perusahaan, atau strategi
bisnis itu sendiri. Dengan demikian semakin besar
kecocokan budaya organisasi dengan konteksnya, akan
semakin baik kinerjanya, dan semakin kurang
kecocokannya maka akan semakin buruk kinerjanya.
Hal ini berbeda dengan budaya organisasi
dikalangan pegawai pemerintah yang mempunyai
karakteristik pada umumnya budaya yang tidak adaptif
bersifat birokratis. Para pegawai kurang kreatif, tidak
berani mengambil risiko dan bersifat reaktif, tidak
proaktif. Karena hambatan birokrasi maka informasi
yang masuk tidak lancar dan mengalir dengan mudah
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
13
dalam sendi-sendi organisasi. Motivasi dan inovasi tidak
dapat dimaksimalkan karena adanya kontrol yang ketat
dan luas. Sebaliknya, budaya yang adaptif di lingkungan
pegawai perusahan dengan cara pendekatan yang
dilakukan adalah proaktif, mau menanggung risiko,
penuh kepercayaan dan saling mendukung diantara
anggota organisasi dalam memecahkan masalah, dan
mau menerima terhadap perubahan dan inovasi dalam
organisasi. Selain itu tipe budaya adaptif ini juga
menghargai dan mendorong kewiraswastaan, yang
membantu suatu perusahaan menyesuaikan diri dengan
lingkungan yang berubah serta berusaha mencari
peluang-peluang dan tantangan-tantangan baru.
Selanjutnya menurut Sofian Effendi (2005), ada lima
faktor yang penting untuk mensukseskan perubahan
budaya organisasi yaitu: [13]
1. Nilai-nilai yang mendukung pencapaian visi yang
telah ditetapkan;
2. Motivasi yang mampu memobiliasi dukungan
untuk perubahan;
3. Ide dan Strategi yang tepat untuk menciptakan
lingkungan yang mampu menyuburkan
kebersamaan dalam perumusan ide-ide dan
strategi untuk mendorong perubahan;
4. Tujuan yang jelas serta selalu dikomunikasikan
kepada para anggota organisasi;
5. Etik kinerja yang ditumbuhkan dengan sistem
remunerasi dan penghargaan yang tepat.
[13] Sofian Effendi (2005) Membangun Budaya Birokrasi Untuk
Good Governance Lokakarya Nasional Reformasi Birokrasi
Diselenggarakan Kantor Menteri Negara PAN 22 September 2005.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
14
Perubahan budaya organisasi adalah ibarat
perjalanan panjang yang melelahkan dan merupakan
upaya yang bersifat incremental, tidak bisa dicapat
melalui gebrakan revolusioner. Budaya organisiasi
paternalisitik dan sentralistik, misalnya, tidak serta merta
berhasil berubah dengan menjungkir balikkan
pemerintah yang berkuasa, seperti yang sedang kita
alami selama beberapa tahun ini.
Organisasi yang ingin merubah budayanya harus
berani menempuh jalan yang tidak selalu lurus, dari
kondisi stabil, melalui turbulence atau bahkan chaos,
untuk mencapai penyesua ian dengan nilai - nilai, norma
-norma, perilaku dan simbol-simbol budaya baru.
Organisasi harus disipkan untuk selalu adaptif terehadap
perubahan -perubahan, harus berani bereksperimen,
harus berani gagal dan harus dapat menyesuaikan diri
dengan unsur-unsur budaya baru, yang diputuskan oleh
pimpinan organisasi.
Walaupun sudah dilakukan dengan komitmen
yang tinggi serta program yang benar, selalu ada resiko
perubahan budaya organisasi tidak berjalan seperti
diharapkan, atau dalam kasus ekstrim bertentangan
dengan arah yang diinginkan. Perubahan budaya
organisasi adalah proses panjang dan mahal yang tidak
ada jaminan akan sukses. Minimal diperlukan waktu 5
sampai 10 tahun untuk merubah budaya organisasi
dengan sekala seperti Republik Indonesia atau
pemerintah provinsi, kabuaten dan kota. Karena itu
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
15
strategi yang diajurkan oleh para ahli adalah perubahan
secara bertahap dan gradual. [14]
Kebijakan yang diambil pimpinan organisasi
kadangkala kurang populer, kurang revolusioner, kurang
radikal tetapi lebih aman.
1.3. Menciptakan Budaya Organisasi
Para pendiri suatu organisasi secara tradisional
mempunyai dampak yang besar pada pembentukan
budaya organisasi. Para pendiri mempunyai suatu visi
mengenai bagaimana seharusnya organisasi itu. Para
pendiri tidak dikendalikan oleh kebiasaan ataupun
ideologi sebelumnya. Proses pembetukan budaya terjadi
dalam tiga cara yaitu:
1. Para pendiri hanya mempekerjakan dan menjaga
anggota yang berpikir dan merasakan cara yang
mereka tempuh.
2. Para pendiri mengindoktrinasikan dan
mensosialisasikan para anggota dengan cara
berpikir dan merasa mereka.
3. Akhirnya perilaku pendiri sendiri bertindak
sebagai satu model peran yang mendorong
pegawai untuk mengidentifikasikan diri dengan
mereka dan oleh karenanya menginternalisasi kan
keyakinan, nilai, dan asumsi-asumsi mereka.
[14] Morgan, 2006. Organizational culture in Brazilian public
organizations. Rev. Adm. Publica Vol.40 No.1. rioa de Jenerio. Jan.
Fev.2006.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
16
Bila organisasi yang berhasil, visi pendiri
menjadi terlihat sebagai satu penentu utama keberhasilan
organisasi. Pada titik ini, keseluruhan kepribadian
pendiri menjadi tertanam dalam budaya organisasi.
Isu dan kekuatan suatu budaya memengaruhi
suasana etis sebuah organisasi dan perilaku etis para
anggotanya. Budaya sebuah organisasi yang punya
kemungkinan paling besar untuk membentuk standar dan
etika tinggi adalah budaya yang tinggi toleransinya
terhadap risiko tinggi, sedang, sampai rendah dalam hal
keagresifan, dan fokus pada sarana selain itu juga
hasil. Manajemen dapat melakukan beberapa hal dalam
menciptakan budaya yang lebih etis, yaitu:
1. Model peran yang visible. Karyawan akan
melihat sikap dan perilaku manajemen puncak
(Top Manajemen) sebagai acuan atau landasan
standar untuk menentukan perilaku dan tidakan -
tindakan yang semestinya diambil.
2. Komunikasi harapan etis. Ambiguitas etika
dapat diminimalisir dengan menciptakan dan
mengkomunikasikan kode etik organisasi.
3. Pelatihan etis. Pelatihan etis digunakan untuk
memperkuat standar, tuntunan organisasi,
menjelaskan praktik yang diperbolehkan dan
yang tidak, dan menangani dilema etika yang
mungkin muncul.
Mempertahankan Budaya Organisasi Sekali suatu budaya terbentuk, praktik-praktik di
dalam organisasi bertindak mempertahankan budaya
dengan memberikan kepada para pegawai seperangkat
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
17
pengalaman yang serupa. Tiga kekuatan merupakan
bagian yang sangat penting dalam mempertahankan
suatu budaya yaitu:
1. Praktik Seleksi : Tujuan utama dari proses
seleksi adalah mengidentifikasi dan
mempekerjakan individu-individu yang
mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan
sukses di dalam suatu organisasi. Proses seleksi
memberikan informasi kepada para pelamar
mengenai organisasi itu. Para calon belajar
mengenai organisasi yang akan dimasuki, dan
jika mereka merasakan suatu konflik antara nilai
mereka dengan nilai organisasi, maka mereka
dapat menyeleksi diri keluar dari kumpulan
pelamar. Oleh karena itu, seleksi menjadi jalan
dua-arah, dengan memungkinkan pemberi kerja
atau pelamar untuk memutuskan kehendak hati
mereka jika tampaknya terdapat kecocokan.
2. Manajemen Puncak : Tindakan manajemen
puncak juga mempunyai dampak besar pada
budaya organisasi. Lewat apa yang mereka
katakan dan bagaimana mereka berperilaku,
eksekutif senior menegakkan norma-norma yang
mengalir ke bawah sepanjang organisasi,
misalnya apakah pengambilan risiko diinginkan,
berapa banyak kebebasan seharusnya diberikan
oleh para manajer kepada bawahan mereka,
pakaian apakah yang pantas dan tindakan apakah
akan dihargai dalam kenaikan upah, promosi, dan
ganjaran lain.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
18
3. Sosialisasi : Tidak peduli betapa baik yang telah
dilakukan suatu organisasi dalam perekrutan dan
seleksi, pegawai baru tidak sepenuhnya
diindoktrinasi dalam budaya organisasi itu. Yang
paling penting, karena para pegawai baru tersebut
tidak mengenal baik budaya organisasi yang ada.
Oleh karena itu, organisasi tampaknya akan
berpotensi membantu anggota baru
menyesuaikan diri dengan budayanya. Proses
penyesuaian ini disebut sosialisasi. Sosialisasi
dapat dikonsepkan sebagai suatu proses yang
terdiri atas tiga tahap yaitu :
1) Tahap prakedatangan : yaitu periode
pembelajaran di mana proses sosialisasi
yang dilaku kan sebelum karyawan baru
bergabung dalam organisasi.
2) Tahap perjumpaan : yaitu tahap dalam
proses sosialisasi di mana karyawan baru
melihat apa yang sesungguhnya organisasi
itu dan persimpangan yang mungkin dan
kenyataan yang ada.
3) Tahap metamorfosis : yaitu tahap dalam
proses sosialisasi di mana pegawai baru
berubah dan menyesuaikan pekerjaan
kelompok kerja dan organisasi.
Nilai Dominan Dan Subbudaya Organisasi
Budaya organisasi mewakili sebuah persepsi
yang sama dari para anggota organisasi atau dengan kata
lain, budaya adalah sebuah sistem makna bersama.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
19
Karena itu, harapan yang dibangun dari sini adalah
bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang
yang berbeda atau berada di tingkatan yang tidak sama
dalam organisasi akan memahami budaya organisasi
dengan pengertian yang serupa.[15]
Sebagian besar organisasi memiliki budaya
dominan dan banyak subbudayas. Sebuah budaya
dominan mengungkapkan nilai-nilai inti yang dimiliki
bersama oleh mayoritas anggota organisasi.[16]
Ketika
berbicara tentang budaya sebuah organisasi, hal tersebut
merujuk pada budaya dominannya, jadi inilah pandangan
makro terhadap budaya yang memberikan kepribadian
tersendiri dalam organisasi.[17]
Subbudaya cenderung
berkembang di dalam organisasi besar untuk
merefleksikan masalah, situasi, atau pengalaman yang
sama yang dihadapi para anggota. Subbudaya mencakup
nilai-nilai inti dari budaya dominan ditambah nilai-nilai
tambahan yang unik.[18]
Jika organisasi tidak memiliki budaya dominan
dan hanya tersusun atas banyak subbudaya, nilai budaya
organisasi sebagai sebuah variabel independen akan
berkurang secara signifikan karena tidak akan ada
keseragaman penafsiran mengenai apa yang merupakan
perilaku semestinya dan perilaku yang tidak semestinya.
Aspek makna bersama dari budaya inilah yang
[15] Meyerson, D;Martin, J. "Cultural Change: An Integration of
Three Different Views," Journal of Management Studies, 1987,
page623-647.
[16] Ibid. Meyerson, D;Martin, J. "Cultural Change”.
[17] Roberts, J. L. "Striking a Hot Match," Newsweek, 24 Januari
2005page. 54-55..
[18] Op.cit. Meyerson, D;Martin, J. "Cultural Change”..
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
20
menjadikannya sebagai alat potensial untuk menuntun
dan membentuk perilaku.[19]
Itulah yang memungkinkan
seseorang untuk mengatakan, misalnya, bahwa budaya
Microsoft menghargai keagresifan dan pengambilan
risiko dan selanjutnya menggunakan informasi tersebut
untuk lebih memahami perilaku dari para eksekutif dan
karyawan Microsoft.[20]
Tetapi, kenyataan yang tidak
dapat diabaikan adalah banyak organisasi juga memiliki
berbagai subbudaya yang bisa memengaruhi perilaku
anggotanya.
1.4. Pengertian Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna
bersama yang dianut oleh para anggota yang
membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi
lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan
karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Budaya Organisasi Menurut Para Pakar sebagai berikut :
1. Menurut Wood, Wallace, Zeffane,
Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001), budaya
organisasi adalah sistem yang dipercayai dan
nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana
hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi
itu sendiri.[21]
[19] Op.cit, Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. (2008).
[20] Hamm, S "No Letup-and No Apologies," Business Week, 26
Oktober 1998, page. 58-64.
[21] Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn. 2001.
Organisational Behaviour: a global
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
21
2. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll, budaya organisasi
adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan
bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada
dalam organisasi atau yang ada pada bagian-
bagian organisasi.[22]
3. Menurut Robbins, budaya organisasi adalah
suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-
anggota organisasi itu.[23]
4. Menurut Schein, budaya organisasi adalah pola
dasar yang diterima oleh organisasi untuk
bertindak dan memecahkan masalah, membentuk
karyawan yang mampu beradaptasi dengan
lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota
organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada
anggota termasuk anggota yang baru sebagai
suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir
dan merasakan masalah yang dihadapi.[24]
5. Menurut Cushway dan Lodge, budaya organisasi
merupakan sistem nilai organisasi dan akan
mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara
para karyawan berperilaku.[25]
Sedangkan menurut penulis seperti yang
dikemukakan dilatarbelakang Budaya organisasi adalah
sebuah sistem bersama yang dipercayai dan nilai yang
dikembangkan bersama dalam organisasi dan dianut
[22] Henry L.Tosi, John R. Rizzo, Stephen. J. Carroll. 1986
.Managing Organization Behavior. Pitman, 1 January 1986.
[23] Op.cit, Robin.
[24] Ibid. Schein. page, 12.
[25] Barry Cushway and Derek Lodge. 1993. Organisational
Behaviour and Design, Perilaku dan Desain Organisasi. Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
22
oleh para anggota yang menuntun perilaku dari anggota
organisasi itu sendiri.
1.5. Tingkatan Budaya Organisasi
Dalam mempelajari budaya organisasi ada
beberapa tingkatan budaya dalam sebuah organisasi, dari
yang terlihat dalam perilaku (puncak) sampai pada yang
tersembunyi. Tingkatan budaya organisasi yang
dimaksud merupakan tingkatan fenomena budaya yang
tampak bagi yang mengamatinya dan hal ini dapat
berwujud mulai dari tingkatan yang paling nyata
sehingga dapat dilihat dan dirasakan sampai kepada
tingkatan yang tertanam sebagai asumsi yang tidak
disadari sebagai hakikat budaya. Schein
mengklasifikasikan budaya organisasi dalam tiga
tingkatan, antara lain:[26]
1. Artefak. Artefak merupakan aspek-aspek budaya
yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik
dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi.
2. Nilai-nilai yang mendukung. Nilai adalah dasar
titik berangka evaluasi yag dipergunakan anggota
organisasi untuk menilai organisasi, perbuatan,
situasi dan hal-hal lain yag ada dalam organisasi.
3. Asumsi dasar. Adalah keyakinan yang dimiliki
anggota organisasi tentang diri mereka sendiri,
tentang orang lain dan hubungan mereka dengan
orang lain serta hakekat organisasi mereka
[26] Op.cit,Schein, p. 215.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
23
Sementara Lundberg dalam studinya yang
melanjutkan penelitian, tingkatan budaya organisasi
sebagai topik utama mengklasifikasikan budaya
organisasi dalam empat kelas, yaitu : [27]
1. Artefak. Artefak merupakan aspek-aspek budaya
yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik
dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi.
2. Perspektif. Perspektif adalah aturan-aturan dan
norma yag dapat diaplikasikan dalam konteks
tertentu, misalnya untuk menyelesaikan masalah-
masalah yang dihadapi, cara anggota organisasi
mendefinisikan situasi-siatuasi yang muncul.
Biasanya anggota menyadari perspektif ini.
3. Nilai. Nilai ini lebih abstrak dibanding
perspektif, walaupun sering diungkap dalam
filsafat organisasi dalam menjalankan misinya.
4. Asumsi. Asumsi ini seringkali tidak disadari
lebih dalam dari artefak, perspektif dan nilai.
Lebih jelasnya, Sweeney & McFarlin, (2002)
mengilustrasikan Gamabra 1.3. Tingkatan budaya
organisasi ini terdiri atas tiga tingkat atau level sebagai
berikut: [28]
1. Artifacts (artefak). Berkaitan dengan simbol-
simbol, cerita, ritual, dan sebagainya.
[27] P. Fros, L. Moore, MM. Louis C Lundberg & J. Martin (Eds)
1991, Reframing Organozational Culture. Newbury Parka, CA:
SaGE , pp. 225-270.
[28] Op.cit. Sweeney & McFarlin, page 336.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
24
2. Values (nilai-nilai). Berkaitan dengan apa yang
seharusnya, apa yang tidak seharusnya, dan nilai-
nilai atau keyakinan yang mendukung.
3. Assumptions (asumsi-asumsi). Berkaitan dengan
keyakinan mendasar tentang orang-orang atau
individu-individu, pandangan mengenai sifat
dasar manusia, dan sebagainya.
Artefak merupakan peninggalan yang dapat
dilihat dan didengar berdasarkan nilai-nilai dan asumsi-
asumsi suatu budaya. Nilai-nilai (values) merupakan
prinsip sosial, tujuan dan standar yang dianut dalam
suatu budaya. Sedangkan asumsi menunjukkan apa yang
diyakini oleh individu dan mempengaruhi persepsi, cara
berpikir dan merasakan sesuatu.
Gambar 1.3. Level Of Organizational Culture
By Sweeney & McFarlin
Artefacts
Symbols
Stories
Ritual
Policies
Interaktion Styles Values
Value
What “should” be
What “shouldn’t” be
Espoused values/beliefs
Assumtions
Basic beliefs about people/
Employees
Views of human nature
Basic notions of time,
space and ealty.
Visible, but not
necessarily undestandable
Taken for granted/rarely
questioned
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
25
Teori budaya organisasi merupakan sebuah teori
komunikasi yang mencakup semua sinbol komunikasi
(tindakan, rutinitas, dan percakapan) dan makna yang
dilekatkan orang terhadap simbol tersebut.[29]
Dalam
konteks perusahaan, budaya organisasi diangap sebagai
alah satu strategi dari perusahaan dalam meraih tujuan
serta kekuasaan.
¤¤¤¤¤
[29] West, Richard dan Turner, Lynn H. 2008. Pengantar Teori
Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta: PT. Salemba Humanika.
Bab 7.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
26
BAB 2
PENGARUH DAN FUNGSI
BUDAYA ORGANISASI
2.1. Pengaruh Budaya Organisasi
Pembentukan budaya organisasi terjadi ketika
anggota organisasi belajar menghadapi masalah, baik
masalah-masalah yang menyangkut perubahan eksternal
maupun masalah internal yang menyangkut persatuan
dan keutuhan organisasi.
Pembentukan budaya akademisi dalam organisasi
diawali oleh para pendiri (founder) institusi melalui
tahapan-tahapan sebagai berikut: Seseorang mempunyai
gagasan untuk mendirikan organisasi. Langkah
selanjutnya menggali dan mengarahkan sumber-sumber
baik orang yang sepaham dan setujuan dengan dia
(SDM), biaya dan teknologi. Kemudian meletakan dasar
organisasi berupa susunan organisasi dan tata kerja.
Menurut Vijay Sathe dengan melihat asumsi
dasar yang diterapkan dalam suatu organisasi yang
membagi “Sharing Assumption.” Sharing berarti
berbagi nilai yang sama atau nilai yang sama dianut oleh
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
27
sebanyak mungkin warga organisasi.[30]
Asumsi nilai
yang berlaku sama ini dianggap sebagai faktor-faktor
yang membentuk budaya organisasi yang dapat dibagi
menjadi: Share things, misalnya pakaian seragam
seperti pakaian Korp Pegawai Republik Indonesia
(Korpri) untuk Apratur Sipil Negara (ASN) yang dulu
Pegawai Negeri Sipil (PNS), pakian batik Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGRI) yang menjadi ciri khas
organisasi tersebut. Share sayings, misalnya ungkapan-
ungkapan bersayap, ungkapan slogan, pemeo seperti
didunia pendidikan terdapat istilah Ing ngarso asung
tulodo, Ing madya mengun karso, Tut wuri handayani.
Share doing, misalnya pertemuan, kerja bakti,
kegiatan sosial sebagai bentuk aktifitas rutin yang
menjadi ciri khas suatu organisasi seperti istilah mapalus
di Sulawesi, nguopin di Bali. Share feeling, turut bela
sungkawa, aniversary, ucapan selamat, acara wisuda
mahasiswa dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut pendapat dari Bennet
Silalahi bahwa budaya organisasi harus diarahkan pada
penciptaan nilai (Values) yang pada intinya faktor yang
terkandung dalam budaya organisasi harus mencakup
faktor-faktor antara lain: keyakinan, nilai, norma, gaya,
kredo dan keyakinan terhadap kemampuan pekerja.[31]
Untuk mewujudkan tertanamnya budaya
organisasi tersebut harus didahului oleh adanya integrasi
[30] Vijay Sathe ,“Sharing Assumption.” Indian Journal of
Industrial Relations, Shri Ram Centre for Industrial Relations,
2000.Volume 36.
[31] Silalahi, Bennett N.B, 1994, Perencanaan Pembinaan Tenaga
Kerja Perusahaan, Jakarta : PT Pustaka Binaman Pressindo.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
28
atau kesatuan pandangan barulah pendekatan manajerial
yang bisa dilaksanakan antara lain berupa :
2. Menciptakan bahasa yang sama dan warna
konsep yang muncul.
3. Menentukan batas-batas antar kelompok.
4. Distribusi wewenang dan status.
5. Mengembangkan syariat, tharekat dan ma’rifat
yang mendukung norma kebersamaan.
6. Menentukan imbalan dan ganjaran.
7. Menjelaskan perbedaan agama dan ideologi.
Selain share assumption dari Sathe, faktor value
dan integrasi dari Bennet ada beberapa faktor pembentuk
budaya organisasi lainnya dari hasil penelitian David
Drennan selama sepuluh tahun telah ditemukan dua
belas faktor pembentuk budaya organisasi /perusahaan/
budaya kerja/budaya akdemis yaitu :[32]
1. Pengaruh dari pimpinan /pihak yayasan yang
dominan.
2. Sejarah dan tradisi organisasi yang cukup lama.
3. Teknologi, produksi dan jasa Industri dan
kompetisinya/ persaingan.
4. Pelanggan/stakehoulder akademis.
5. Harapan perusahaan/organisasi.
6. Sistem informasi dan control.
7. Peraturan dan lingkungan perusahaan.
8. Prosedur dan kebijakan.
9. Sistem imbalan dan pengukuran.
10. Organisasi dan sumber daya.
[32] David Drennan. 1992. Transforming Company Culture: Getting
Your Company from Where You Are Now to Where You Want to Be.
Hardcover – July, 1992. Publ ished by Mcgraw-Hill (July 1992).
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
29
11. Tujuan, nilai dan motto.
Tosi, Rizzo, Carroll (1994) mengatakan bahwa
budaya organisasi dipengaruhi oleh empat faktor,
yaitu:[33]
1. Pengaruh eksternal yang luas. (Broad external
influences). Mencakup faktor-faktor yang tidak
dapat dikedalikan oleh organisasi, seperti
lingkungan alam (adanya empat musim atau
iklim tropis saja) dan kejadian-kejadian
bersejarah yang membentuk masyarakat (sejarah
raja-raja dengan nilai-nilai feudal).
2. Nilai-nilai budaya dan budaya nasional
(societal values and national culture). Keyakinan dan nilai-nilai yang dominan dari
masyarakat luas (misalnya kebebasan individu,
kolektivisme, kesopan-santunan, kebersihan, dan
sebagainya).
3. Unsur-unsur khas dari organisasi (organization
specifis elements). Organisasi selalu berinteraksi
dengan lingkungannya. Dalam usaha mengatasi
baik masalah eksternal maupun internal
organisasi akan mendapatkan penyelesaian-
penyelesaian yang berhasil. Penyelesaian yang
merupakan ungakapan dari nilai-nilai dan
keyakinan-keyakinan. Keberhasilan mengatasi
masalah tersebut merupakan dasar bagi
[33] Henry Tosi and, Stephen Carroll (1994) Managing
Organizational Behavior. Paperback –Publisher: Wiley: 3 edition
(August 15, 1994).
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
30
tumbuhnya budaya organisasi. Misalnya masalah
menghadapi kesulitan usaha, biaya produksi
terlalu tinggi, pemasaran biayanya tinggi juga,
maka dicari jalan bagaimana penghematan di
segala bidang dapat dilakukan. Jika ternyata
upayanya berhasil, biaya produksi dapat
diturunkan demikian juga biaya pemasaran, maka
nilai untuk bekerja hemat (efisien) menjadi nilai
utama dalam perusahaan. Dalam sumber budaya
yang ketiga di atas, unsur-unsur khas dari
organisasi, kita temukan konsep budaya
organisasi dari Schein.
2.2. Fungsi Budaya Organisasi
Budaya menampilkan “perekat sosial” dan
menghasilkan “perasaan kekamian” sehingga
meniadakan proses pembedaan yang merupakan bagian
dari kehidupan organisasi yang tidak dapat dihindari.
Budaya organisasi menawarkan suatu sistem bersama
mengenai arti, dimana menjadi dasar untuk komunikasi
dan pemahaman bersama. Jika fungsi ini tidak
direalisasikan dalam suatu cara yang layak, budaya
mungkin secara signifikan mengurangi efisiensi kerja
organisasi.
Budaya menjalankan sejumlah fungsi di dalam
sebuah organisasi yaitu:
1. Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal
batas, yang artinya budaya menciptakan
pembedaan yang jelas antara satu organisasi
dengan organisasi yang lain.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
31
2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi
anggota-anggota organisasi.
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada
sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan
pribadi seseorang.
4. Budaya memantapkan sistem social, yang artinya
merupakan perekat sosial yang membantu
mempersatukan suatu organisasi dengan
memberikan standar-standar yang tepat untuk apa
yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para
anggotanya.
5. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat
makna dan kendali yang memandu dan membentuk
sikap serta perilaku para anggotanya.
Fungsi terakhir inilah yang paling menarik.
Sebagaimana dijelaskan oleh kutipan berikut, budaya
mendefinisikan aturan main: Dalam definisinya, bersifat
samar, tanmaujud, implisit, dan begitu adanya. Secara
alami budaya sukar dipahami, tidak berwujud, implisit
dan dianggap biasa saja. Tetapi semua organisasi
mengembangkan seperangkat inti pengandaian,
pemahaman, dan aturan implisit yang mengatur perilaku
sehari-hari dalam tempat kerja. Peran budaya dalam
mempengaruhi perilaku anggotanya semakin penting
bagi organisasi.
Dengan dilebarkannya rentang kendali,
didatarkannya struktur, diperkenalkannya tim-tim,
dikuranginya formalisasi, dan diberdayakannya pegawai
oleh organisasi, makna bersama yang diberikan oleh
suatu budaya yang kuat memastikan bahwa semua
pegawai diarahkan kearah yang sama. Pada akhirnya
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
32
budaya merupakan perekat sosial yang membantu
mempersatukan organisasi.
Tetapi, setiap organisasi mengembangkan
sekumpulan inti yang berisi asumsi, pemahaman, dan
aturan-aturan implisit yang mengatur perilaku sehari-hari
di tempat kerja, sehingga para pendatang baru
mempelajari aturan, bila mereka tidak diterima sebagai
anggota penuh organisasi, biasanya terjadi pelanggaran
aturan oleh pihak eksekutif tinggi atau karyawan lini
depan membuat publik luas tidak senang dan memberi
mereka hukuman yang berat. Ketaatan pada aturan
menjadi basis utama bagi pemberian imbalan dan
mobilitas ke atas”.[34]
Menurut Robbins, fungsi budaya
organisasi sebagai berikut :[35]
1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara
satu organisasi dan yang lain.
2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi
anggota-anggota organisasi.
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada
sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri
individual seseorang.
4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu
mempersatukan organisasi itu dengan memberikan
standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh
karyawan.
5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan
kendali yang memandu dan membentuk sikap serta
perilaku karyawan.
[34] Deal, T. E. Culture: A New Look Through Old Lenses,"
Journal of Applied Behavioral Science, November 1996,page. 50.
[35] Op.cit. Robbins. 294.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
33
Pendapat lainnya yang mengemukakan adanya
fungsi budaya organisasi adalah Daft, yang memberikan
dua fungsi, yaitu:[36]
8. Integrasi internal adalah bahwa para anggota
organisasi mengembangkan bersama identitas, dan
selain itu mereka juga mengetahui bagaimana cara
bekerjasama secara efektif. Jadi budaya akan
menjadi pedoman didalam membina hubungan
kerja dari hari ke hari dan menentukan bagaimana
cara berkomunikasi di dalam organisasi,
menentukan perilaku mana yang diterima dan
mana yang ditolak.
9. Adaptasi eksternal yaitu bagaimana organisasi
mempertemukan tujuannya dan membuat
kesepakatan dengan pihak di luar organisasi.
Budaya membantu mengarahkan aktivitas pegawai
untuk mencapai tujuan. Budaya dapat membantu
untuk merespon secara cepat perubahan yang
terjadi di lingkungan luar.
2.3. Peran Budaya
Di dalam suatu organisasi peran budaya dalam
mempengaruhi perilaku karyawan tampaknya semakin
penting. Budaya organisasi dapat tercermin diantaranya
dari sistem yang meliputi besar kecilnya kesempatan
berinovasi dan berkreasi bagi karyawan, pembentukan
tim-tim kerja, juga kepemimpinan yang transparan dan
[36] Daft, R.L. (1998). Organization Theory and Design, South-
Western College, Publishing, Cincinnati, Ohio. Page. 369.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
34
tidak terlalu birokratis. Karakteristik tersebut yang
dipersepsi oleh karyawan sebagai budaya organisasi,
diharapkan dapat berfungsi dalam memberikan kepuasan
kerja dan kinerja yang optimal dalam upaya mencapai
tujuan organisasi.
Budaya organisasi memiliki peran yang sangat
strategis untuk mendorong dan meningkatkan efektifitas
kinerja organisasi, khususnya kinerja pemeritnahan,
manajemen dan ekonomi, baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Peran budaya organisasi adalah
sebagai alat untuk menentukan arah organisasi,
mengarahkan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak
boleh dilakukan, bagaimana mengalokasikan sumber
daya dan mengelola sumber daya organisasional, dan
juga sebagai alat untuk menghadapi masalah dan
peluang dari lingkungan internal dan eksternal.
Budaya secara umum mempunyai berbagai peran
sebagaimana dikemukakan oleh Dressler and Carns
sebagai berikut:[37]
1. Budaya memungkinkan kita untuk berkomunikasi
dengan orang lain melalui bahasa yang kita miliki.
2. Budaya memungkinkan untuk mengantisipasi
bagaimana lainnya dalam masyarakat yang
cenderung untuk merespon suatu tindakan.
3. Budaya dapat membedakan antara apa yang benar
atau salah, indah atau jelek, wajar atau wajar.
4. Budaya memberikan pengetahuan dan
keterampilan untuk memenuhi kebutuhan.
[37] David Dressler, and Donald E. Carns (1973). Sociology: The
Study of Human Interaction.Publishied : A. A. Knopf..
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
35
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
melalui budaya dapat terjalin komunikasi dengan orang
lain melalui bahasa yang telah dipelajari dan digunakan
bersama-sama. Melalui budaya pula, akan sangat
memungkinkan bagi seseorang untuk mengantisipasi
bagaimana reaksi orang-orang disekitarnya terhadap
perilaku yang bersangkutan. Disamping itu, melalui
budaya dapat diperoleh standar yang dapat membedakan
diantaranya mengenai hal yang benar atau salah, baik
atau buruk, hal yang masuk akal atau sebaliknya. Pada
akhirnya, budaya dapat meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan yang diperlukan untuk memenuhi berbagai
kebutuhan.
2.4. Memelihara Budaya Organisasi
Melihat banyak fungsi dan peran yang dapat
diperoleh dari adanya budaya organisasi sebagaimana
yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat dipastikan
bahwa budaya organisasi perlu dipelihara dengan alasan
bahwa budaya organisasi:
1. Merupakan corporate vision sehingga berfungsi
sebagai sarana pemersatu langkah prakaryawan
dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan organisasi.
2. Merupakan shared values;
3. Merupakan company’s personality yang akan
mencerminkan citra organisasi.
Untuk memelihara budaya organisasi tersebut,
banyak upaya yang dapat dilakukan oleh seorang
pimpinan organisasi. Misalnya melalui pemberian
motivasi kepada para bawahannya untuk menerapkan
budaya organisasi dalam setiap peristiwa yang dianggap
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
36
penting. Hal lainnya, seorang pimpinan harus memberi
contoh teladan, terutama dalam lingkungan yang berisfat
paternalistik, yaitu yang memposisikan pimpinan sebagai
figur utama.
Upaya lainnya yang bisa dilakukan dalam
memelihara budaya organisasi adalah dimana organisasi
harus menghargai dan bersifat adaptif terhadap
subcultures yang ada dan turut serta memperkaya
budaya kuatnya (dominant culture) dalam organisasi
tersebut selama tidak bertentangan. Selain itu, sebaiknya
pimpinan senantiasa memberikan penjelasan dan
menekankan bahwa budaya organisasi yang dimiliki
akan semakin kaya dan kuat karena dibangun melalui
keterpaduan di antara anak-anak budaya (subcultures).
2.5. Penerapan Budaya Organisasi
Budaya organisasi melibatkan ekspektasi, nilai,
dan sikap bersama, hal tersebut memberikan pengaruh
pada individu, kelompok, dan proses organisasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dampak dari budaya
terhadap pegawai menunjukkan bahwa budaya
menyediakan dan mendorong suatu bentuk stabilitas.
Terdapat perasaan stabilitas, selain perasaan
identitas organisasi yang disediakan oleh budaya
organisasi. Organisasi yang memiliki budaya yang kuat
dicirikan oleh adanya pegawai yang memiliki nilai inti
bersama. Semakin banyak pegawai yang berbagi dan
menerima nilai inti, semakin kuat budaya, dan semakin
besar pengaruhnya terhadap perilaku. Dalam suatu
budaya kuat, nilai inti organisasi dipegang secara intensif
dan dianut bersama secara meluas.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
37
Semakin banyak anggota organisasi yang
menerima nilai-nilai inti dan semakin besar komitmen
mereka terhadap komitmen-komitmen tersebut, maka
makin kuat budaya tersebut. Suatu budaya kuat akan
mempunyai pengaruh yang besar pada perilaku-perilaku
anggota organisasi karena tingginya tingkat kebersamaan
dan intensitas menciptakan suatu iklim internal dari
kendali perilaku yang tinggi.
2.6. Hambatan Untuk Perubahan
Budaya menjadi kendala manakala nilai-nilai
yang dimiliki bersama tidak sejalan dengan nilai-nilai
yang dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Hal ini
paling mungkin terjadi bila lingkungan sebuah organisasi
bersifat dinamis, hambatan tersebut antara lain:
1 Hambatan Bagi Keragaman. Merekrut
karyawan baru yang, karena faktor ras, usia, jenis
kelamin, ketidakmampuan, atau perbedaan-
perbedaan lain, tidak sama dengan mayoritas
anggota organisasi lain akan menciptakan sebuah
paradoks.[38]
2 Hambatan Bagi Akuisisi Dan Merger. Secara
historis, faktor kunci yang diperhatikan
manajemen ketika membuat keputusan akuisisi
atau merger terkait dengan isu keuntungan
finansial atau sinergi produk. Belakangan ini,
kesesuaian budaya juga menjadi fokus utama.
¤¤¤¤¤
[38] Deal, T. E. “Culture: A New Look Through Old Lenses,"
Journal of Applied Behavioral Science, November 1996, page. 50.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
38
BAB 3
PENTINGNYA BUDAYA
ORGANISASI
3.1. Pentingnya Budaya Organisasi
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya
bahwa pengkajian terhadap budaya organisasi tidak
dapat dilepaskan dari konteks perilaku organisasi secara
keseluruhan. Studi perilaku organisasi adalah pengkajian
sistematis sikap dan tindakan yang ditunjukkan individu-
individu dalam suatu organisasi, konstruksi ilmunya
merupakan ilmu terapan yang terbentuk dari berbagai
disiplin ilmu tentang perilaku, seperti psikologi,
sosiologi, antropologi, komunikasi, pemerintahan dan
sebagainya.
Oleh karena itu, pengkajian terhadap budaya
organisasi sebagai salah satu aspek dari perilaku
organisasi, secara keilmuan memilki arti penting, karena
dapat turut membangun konstruksi perilaku organisasi
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
39
secara keseluruhan sebagai suatu ilmu terapan, misalnya
dengan memetakan budaya organisasi dalam suatu
model penelitian, sehingga dari variabel-variabel yang
dikaji dan dianalisis dapat diperoleh gambaran yang
lebih jelas atau dapat lebih menggambarkan fenomena-
fenomena yang ada dalam realitasnya.
Pentingnya kajian terhadap budaya organisasi ini
juga secara pragmatis dapat dilihat dari peranannya.
Veithzal R. mengemukakan bahwa budaya organisasi
berperan dalam:[39]
1. Menetapkan tapal batas, dalam arti menciptakan
perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan
organisasi lainnya.
2. Memberikan ciri identitas bagi anggota organisasi.
3. Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih
luas daripada kepentingan individu.
4. Meningkatkan kemantapan sistem sosial.
5. Memandu dan membentuk sikap anggota
organisasi (budaya sebagai mekanisme pembuat
makna dan kendali).
Dalam konteks di atas maka budaya organisasi
merupakan kerangka kerja yang menjadi pedoman
tingkah laku dan pembuatan keputusan anggota
organisasi serta mengarahkan tindakan mereka untuk
mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian jelas
bahwa pengkajian budaya organisasi ini memiliki arti
penting baik dilihat dari segi kepentingan keilmuan
maupun dari segi pragmatisnya.
[39] Veithzal Rivai. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia
Untuk Perusahaan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.p.234.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
40
3.2. Dimensi Budaya Organisasi
Pada bagian sebelumnya sepintas dikemukakan
pengertian budaya organisasi, menyatakan budaya
organisasi mengacu kepada cara hidup (way of life)
organisasi. Berbagai pengertian lainnya ada yang lebih
menekankan pada sistem nilai bersama (sharing values),
yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah organisasi,
yang dijadikan acuan seluruh anggota sebuah organisasi
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkannya.
Pengertian bersama, shared meaning, anggota-anggota
organisasi untuk berperilaku sama baik di dalam maupun
di luar organisasi merupakan inti dari budaya organisasi.
Dari berbagai pengertian budaya organisasi yang telah
dikemukakan, kemudian muncul pertanyaan, bagaimana
budaya organisasi terbentuk? Jawaban atas pertanyaan
tersebut secara skematis dapat dilihat dalam gambar 1
berikut ini. Terbentuknya budaya organisasi
sebagaimana dideskripsikan dalam gambar 1 di atas,
menurut Robbins berawal dari filsafat pendiri organisasi
(mereka mempunyai visi mengenai bagaimana
seharusnya organisasi itu), budaya asli diturunkan dari
filsafat pendirinya, yang kemudian berpengaruh terhadap
criteria yang digunakan dalam mempekerjakan anggota/
karyawannya.[40]
Tindakan manajemen puncak juga mempunyai
dampak besar dalam pembentukan budaya organisasi
(melalui apa yang mereka katakan dan lakukan) dan
[40] Op.cit. Robbins.page 262.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
41
seringkali menentukan iklim umum dari perilaku yang
dapat diterima dan yang tidak.
Bagaimana anggota/karyawan harus
disosialisasikan akan tergantung, baik pada tingkat
sukses yang dicapai dalam mencocokan nilai-nilai
anggota/karyawan baru dengan nilai-nilai organisasi
dalam proses seleksi maupun pada preferensi manajemen
puncak akan metode-metode sosialisasi.
Sejalan dengan apa yang telah diuraikan di atas,
masalah nilai dan karakteristik budaya organisasi, akan
penulis paparkan dalam bagian-bagian berikut ini.
Gambar 1. Terbentuknya Budaya Organisasi by Robbins
Terbentuknya budaya organisasi sebagaimana
dideskripsikan dalam gambar 1 di atas, menurut
Robbins, berawal dari filsafat pendiri organisasi (mereka
mempunyai visi mengenai bagaimana seharusnya
organisasi itu), budaya asli diturunkan dari filsafat
pendirinya, yang kemudian berpengaruh terhadap criteria
yang digunakan dalam mempekerjakan anggota/
karyawannya.[41]
Tindakan manajemen puncak juga
mempunyai dampak besar dalam pembentukan budaya
organisasi (melalui apa yang mereka katakan dan
[41] Ibid. Robbins.page 262.
Filsafat dari
Pendiri
organisasi
Kriteria
seleksi
Manajemen
Puncak
Sosialisasi
Budaya
Organisasi
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
42
lakukan) dan seringkali menentukan iklim umum dari
perilaku yang dapat diterima dan yang tidak.
Bagaimana anggota atau karyawan harus
disosialisasikan akan tergantung, baik pada tingkat
sukses yang dicapai dalam mencocokan nilai-nilai
anggota/karyawan baru dengan nilai-nilai organisasi
dalam proses seleksi maupun pada preferensi manajemen
puncak akan metode-metode sosialisasi Asumsi.
Teori budaya organisasi memiliki beberapa
asumsi dasar:[42]
1. Anggota-anggota organisasi menciptakan dan
mempertahankan perasaan yang dimiliki bersama
mengenai realitas organisasi, yang berakibat pada
pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai
sebuah organisasi. Inti dari asumsi ini adalah
nilai yang dimiliki organisasi. Nilai merupakan
standard dan prinsip-prinsip yang terdapat dalam
sebuah budaya.
2. Penggunaan dan interpretasi simbol sangat
penting dalam budaya organisasi. Ketika
seseorang dapat memahami simbol tersebut,
maka seseorang akan mampu bertindak menurut
budaya organisasinya.
Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi
yang berbeda, dan interpretasi tindakan dalam budaya ini
juga beragam. Setiap organisasi memiliki budaya yang
berbeda-beda dan setiap individu dalam organisasi
tersebut menafsirkan budaya tersebut secara berbeda.
[42] Ibid, West, Richard dan Turner, Lynn H. 2008.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
43
Terkadang, perbedaan budaya dalam organisasi justru
menjadi kekuatan dari organisasi sejenis lainnya.[43]
3.3. Performa Komunikatif Performa adalah metafora yang menggambarkan
proses simbolik pemahaman akan perilaku manusia
dalam sebuah organisasi. Performa komunikatif
dibedakan menjadi performa ritual, performa hasrat,
performa sosial, performa politis, dan performa
enkulturasi. Performa ritual merupakan semua performa
komunikasi yang terjadi secara teratur dan berulang.
Ritual terdairi atas empat jenis, yakni personal, tugas,
sosial, dan organisasi.[44]
Ritual personal merupakan rutinitas yang
dilakukan di tempat kerja setiap hari. Ritual tugas
merupakan rutinitas yang dilakukan dengan pekerjaan
tertentu di tempat kerja. Ritual sosial merupakan
rutinitas yang melibatkan hubungan dengan orang lain di
tempat kerja, Ritual organisasi merupakan rutinitas yang
berkaitan dengan organisasi secara keseluruhan.
Sedangkan, performa hasrat merupakan kisah-
kisah mengenai organisasi yang seringkali diceritakan
secara antusias oleh para anggota organisasi dengan
orang lain. Performa sosial merupakan perpanjangan
[43] Pearce, Robinson. Strategic Management. Jakarta: Penerbit
Salemba. Hal 490-491. ISBN 9796914638, 978979691463.
[44] West, Richard dan Turner, Lynn H. 2008. Pengantar Teori
Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta: PT. Salemba Humanika.
Bab 7.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
44
sikap santun dan kesopanan untuk mendorong kerja
sama di antara anggota organisasi. Performa politis
merupakan perilaku organisasi yang mendemonstrasikan
kekuasaan atau kontrol. Dan, performa enkulturasi
mencakup perilaku organisasi yang membantu para
karyawan dalam menemukan makna dari menjadi
anggota suatu organisasi.
¤¤¤¤¤
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
45
BAB 4
MODEL KARAKTERISTIK
BUDAYA ORGANISASI
4.1. Model Karakteristik
Hofstede, melalui penelitiannya berhasil
mengidentifikasi lima model karakteristik untuk menilai
sebuah culture di masyarakat lintas negara. Dengan
mengambil sampel di 40 negara, Hofstede menemukan
bahwa manager dan karyawan memiliki lima dimensi
nilai kultur nasional yang berbeda-beda. Kelima culture
tersebut adalah : [45]
1. Jarak kekuasaan. Merupakan sifat culture
nasional yang mendeskripsikan tingkatan dimana
masyarakat menerima kekuatan dalam institusi
dan organisasi didistribusikan tidak sama.
2. Individualisme/Kolektivisme. Individualisme
merupakan sifat culture nasional yang
mendeskripsikan tingkatan dimana orang lebih
[45] Hofstede .1980.Dimensionalizing Cultures: The Hofstede
Model in Context Geert Hofstede Universities of Maastricht and
Tilburg, The Netherlands, [email protected].
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
46
suka bertindak sebagai individu daripada sebagai
kelompok. Kolektivisme menunjukkan sifat
culture nasional yang mendeskripsikan kerangka
social yang kuat dimana individu mengharap
orang lain dalam kelompok mereka untuk
menjaga dan melindungi mereka.
3. Maskulinitas-Feminimitas, merupakan tingkatan
dimana culture lebih menyukai peran-peran
maskulin tradisional seperti pencapaian,
kekuatan, dan pengendalian versus kultur yang
memandang pria dan wanita memiliki posisi
sejajar. Penilaian maskulinitas yang tinggi
menunjukkan bahwa terdapat peran yang terpisah
untuk pria dan waniya, dengan pria yang
mendominasi masyarakat.
4. Penghindaran ketidakpastian merupakan
tingkatan dimaan individu dalam suatu negara
lebih memilih situasi terstruktur dibandingkan
tidak tersetruktur.
5. Orientasi jangka panjang merupakan tipologi
terbaru dari Hofstede. Poin ini berfokus pada
tingkatan ketaatan jangka panjang masyarakat
terhadap nilai-nilai tradisional. Individu dalam
culture orientasi jangka panjang melihat bahwa
ke masa depan dan menghargai penghematan,
ketekunan dan tradisi.
Penelitian lain dari O'Reilly; Chatman, J.
Caldwell, D. F menunjukkan bahwa ada tujuh
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
47
karakteristik utama yang secara keseluruhan, merupakan
hakikat budaya organisasi.[46]
1. Inovasi dan keberanian mengambil risiko.
Sejauh mana karyawan didorong untuk bersikap
inovatif dan berani mengambil risiko.
2. Perhatian pada hal-hal rinci. Sejauh mana
karyawan diharapkan menjalankan presisi,
analisis, d perhatian pada hal-hal detail.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen
berfokus lebih pada hasil ketimbang pada teknik
dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil
tersebut.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan-
keputusan manajemen mempertimbangkan efek
dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam
organisasi.
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan
kerja di organisasi pada tim ketimbang pada
indvidu-individu.
6. Keagresifan. Sejauh mana orang bersikap agresif
dan kompetitif ketimbang santai.
7. Stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan
organisasi menekankan dipertahankannya status
quo dalam perbandingannya dengan
pertumbuhan.
Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh
karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari
[46] O'Reilly; Chatman, J; Caldwell, D. F. “People and
Organizational Culture: A Profile Comparison Approach to
Assessing Person-Organization Fit," Academy of Management
Journal, page. 487-516.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
48
budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk
perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para
anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan
diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota
berperilaku.
Sedangkan menurut Stepen P. Robbins yang
bukunya berjudul “Budaya Organisasi dan
Peningkatan Kinerja Perusahaan”, menyatakan bahwa
terdapat 10 karakteristik budaya organisasi,
diantaranya:[47]
1. Inisiatif Individual. Inisiatif individual adalah
tingkat tanggung jawab, kebebasan atau
indepedensi yang dipunyai setiap anggota
organisasi dalam mengemukakan pendapat.
Inisiatif individual tersebut perlu dihargai oleh
kelompok atau pimpinan suatu organisasi
sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan
mengembangkan organisasi/perusahaan.
2. Toleransi terhadap tindakan beresiko. Suatu
budaya organisasi dikatakan baik apabila dapat
memberikan toleransi kepada anggota/para
pegawai agar dapat bertindak agresif dan inovatif
untuk memajukan organisasi/perusahaan serta
berani mengambil resiko terhadap apa yang
dilakukannya.
3. Pengarahan. Pengarahan dimaksudkan sejauh
mana suatu organisasi/perusahaan dapat
menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan
yang diinginkan. Sasaran dan harapan tersebut
jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan
[47] Op.cit. P. Robbins.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
49
organisasi. Kondisi ini dapat berpengaruh
terhadap kinerja organisasi/perusahaan.
4. Integrasi. Integrasi dimaksudkan sejauh mana
organisasi/perusahaan dapat mendorong unit-unit
organisasi untuk bekerja dengan cara yang
terkoordinasi. Kekompakan unit-unit tersebut
dapat mendorong kualitas dan kuantitas
pekerjaan yang dihasilkan.
5. Dukungan manajemen. Dukungan manajemen
dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat
memberikan komunikasi atau arahan, bantuan
serta dukungan yang jelas terhadap bawahan.
6. Kontrol. Alat kontrol yang dapat dipakai adalah
peraturan-peraturan atau norma-norma yang
berlaku di dalam suatu organisasi atau
perusahaan.
7. Identitas. Identitas dimaksudkan untuk sejauh
mana para anggota suatu organisasi/perusahaan
dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu
kesatuan dalam perusahaan dan bukan sebagai
kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional
tertentu.
8. Sistem imbalan. Sistem imbalan dimaksudkan
sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji,
promosi dan sebagainya) didasarkan atas prestasi
kerja pegawai, bukan didasarkan atas senioritas,
sikap pilih kasih, dan sebagainya.
9. Toleransi terhadap konflik. Sejauh mana para
pegawai/karyawan di dorong untuk
mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka.
Perbedaan pendapat merupakan fenomena yang
sering terjadi dalam suatu organisasi/ perusahaan.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
50
Namun, perbedaan pendapat dan kritik tersebut
bisa digunakan untuk melakukan perbaikan atau
perubahan strategi untuk mencapai tujuan
organisasi/perusahaan.
10. Pola komunikasi. Sejauh mana komunikasi
dibatasi oleh hirarki kewenangan yang formal.
Kadang kadang hierarki kewenangan dapat
menghambat terjadinya pola komunikasi antara
atasan dan bawahan atau antar karyawan itu
sendiri.
4.2. Tipe Budaya Organisasi Ada beberapa tipologi budaya organisasi, Kotter
dan Heskett, mengkategorisasi jenis budaya organisasi
menjadi tiga yaitu budaya kuat dan budaya lemah,
budaya yang memiliki kecocokan strategik, dan budaya
adaptif. Organisasi yang berbudaya kuat biasanya dapat
dilihat oleh orang luar sebagai memilih suatu gaya
tertentu. Dalam budaya organisasi yang kuat ini nilai-
nilai yang dianut bersama itu dikonstruksi ke dalam
semacam pernyataan misi dan secara serius mendorong
para manajer untuk mengikutinya. Karena akar-akarnya
sudah mendalam, gaya dan nilai budaya yang kuat
cenderung tidak banyak berubah walaupun ada
pergantian pimpinan.[48]
Sejalan dengan itu, Robbins mengemukakan
bahwa yang dimaksud dengan budaya yang kuat adalah
budaya di mana nilai-nilai inti dipegang secara intensif
dan dianut bersama secara meluas. Makin banyak
[48] Kotter, John P dan James L. Heskett.1998. Corporate Culture
and Performance, Pearson Education Asia Pte. Ltd
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
51
anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar
komitmen mereka pada nilai-nilai itu, maka makin kuat
pula budaya tersebut. Sebaliknya organisasi yang
berbudaya lemah, nilai-nilai yang dianut tidak begitu
kuat sehingga jatidiri organisasi tidak begitu menonjol
dan kemungkinan besar nilai-nilai yang dianut pun
berubah setiap pergantian pimpinan atau sesuai dengan
kebijakan pimpinan yang baru.[49]
Tipopologi yang lain dikemukakan oleh Deal and
Kennedy yang memilah budaya organisasi kedalam
empat kategori budaya berdasarkan dua faktor utama,
yaitu : Derajat resiko dalam kegiatan bisnis, kecepatan
perusahaan atau manajemen dalam mendapatkan umpan
balik atas keputusan atau strategi. Ke empat kategori
budaya tersebut adalah : (1) The tough-guy, Macho
Culture. (2). The work hard culture. (3). The bet-your
company culture. (4).The process culture.[50]
Sesungguhnya budaya organisasi mempunyai beberapa
tipe antara lain:
1. Budaya kekuatan : merupakan sumber kekuatan
inti yang menjalankan control.
2. Budaya peran: pekerjaan dikontrol oleh prosedur
dan peraturan serta peran atau deskrip si jabatan.
3. Budaya tugas: tujuannya membawa bersama
orang yang tepat dan membiarkan mereka
melakukan tugas.
4. Budaya orang : individu adalah titik utama.
[49] Op.cit. ERobbin.
[50] Deal & Kennedy. Terrence E. Deal, Allan A.
Kennedy, Corporate Cultures, Perseusn, 2000
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
52
Sedangkan menurut Sonnenfeld, ada empat tipe
budaya organisasi :[51]
1. Akademi. Perusahaan suka merekrut para lulusan
muda universitas, memberi mereka pelatihan
istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka
dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan
lebih menyukai karyawan yang lebih cermat,
teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan
memecahkan suatu masalah.
2. Kelab. Perusahaan lebih condong ke arah
orientasi orang dan orientasi tim dimana
perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan
yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem
organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan
yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi
serta mengutamakan kerja sama tim.
3. Tim Bisbol. Perusahaan berorientasi bagi para
pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga
berorientasi pada hasil yang dicapai oleh
karyawan, perusahaan juga lebih menyukai
karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung
untuk mencari orang-orang berbakat dari segala
usia dan pengalaman, perusahaan juga
menawarkan insentif finansial yang sangat besar
dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat
berprestasi.
4. Benteng. Perusahaan condong untuk
mempertahankan budaya yang sudah baik.
[51] Sonnenfeld, J. (1983) Commentary: Academic Learning,
Worker Learning, and the Hawthorne Studies. Social Forces, Vol.
61, No. 3. [online]. Available at: [10 December 2007].
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
53
Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak
dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu
dari empat kategori karena merek memiliki suatu
paduan budaya atau karena perusahaan berada
dalam masa peralihan.
4.3. Nilai dan Karakteristik Budaya
Organisasi
Nilai dapat diartikan sebagai sesuatu yang
menjadi acuan ideal bagi individu-individu dalam
berperilaku atau bertindak. Nilai merupakan konsepsi-
konsepsi yang ada dalam alam pikiran masyarakat atau
organisasi mengenai hal-hal yang dianggap berarti dalam
hidup.[52]
Dalam konteks nilai budaya organisasi, hal ini
berarti pedoman atau kepercayaan yang dijadikan acuan
dalam menjalankan tugas organisasi. Nilai budaya
organisasi terkait dengan masalah pencapaian suatu
organisasi, termasuk ke dalam nilai adalah ideologi, cita-
cita, keyakinan. Namun di satu sisi, sebagaimana
diungkapkan Robbins, budaya juga dapat menjadi salah
satu faktor penghambat dalam menghadapi berbagai
perubahan.[53]
Dinyatakannya pula bahwa budaya organisasi
pada hakikatnya merupakan sistem makna bersama atau
dengan kata lain berkaitan dengan masalah nilai-nilai
yang dianut bersama. Sistem makna bersama ini, bila
dicermati secara lebih seksama merupakan seperangkat
karakteristik utama yang dihargai oleh organisasi.
[52] Ibid. Robbins.page 262.
[53] Ibid. Robbins.page 262.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
54
Sebuah penelitian mengemukakan karakteristik-
karakteristik utama yang secara bersama-sama
menangkap esensi dari budaya organisasi, sebagai
berikut:
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Karakteristik
ini berkaitan dengan sejauh mana para
karyawan/anggota organisasi didorong untuk
inovatif dan mengambil resiko.
2. Perhatian ke rincian. Karakteristik ini berkaitan
dengan sejauh mana para karyawan/anggota
organisasi diharapkan memperlihatkan
kecermatan, analisis, dan perhatian kepada
rincian.
3. Orientasi hasil. Karakteristik ini berkaitan
dengan sejauh mana manajemen memusatkan
perhatian pada hasil bukan pada teknik dan
proses yang digunakan untuk mencapai hasil
tersebut.
4. Orientasi orang. Karakteristik ini berkaitan
dengan sejauh mana keputusan manajemen
memperhitungkan efek hasil-hasil kepada orang-
orang di dalam rganisasi.
5. Orientasi tim. Karakteristik ini berkaitan dengan
sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan
sekitar tim-tim, bukannya individu-individu.
6. Keagresifan. Karakteristik ini berkaitan dengan
sejauh mana individu-individu dalam organisasi
memiliki keagresifan dan sikap kompetitif.
7. Kemantapan. Karakteristik ini berkaitan dengan
sejauh mana kegiatan organisasi yang melibatkan
invidu-individu di dalamnya mempertahankan
status quo dibandingkan dengan pertumbuhan.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
55
Berbagai karakteristik tersebut berlangsung pada
suatu kontinum dari rendah ke tinggi. Gambaran yang
cukup komprehensif mengenai organisasi antara lain
dapat diperoleh dengan melakukan penilaian berdasarkan
karakteristik tersebut. Dengan demikian, hal tersebut
dapat dijadikan dasar bagi pemahaman bersama dari
anggota-anggota organisasi, dasar bagi penyelesaian
urusan di dalam organisasi, serta cara berperilaku
anggota-anggota organisasi.[54]
Dengan melihat bagaimana awalnya suatu
budaya organisasi terbentuk, sampai kepada proses
sosialisasinya, persoalannya tentu tidak akan berhenti
pada apakah budaya organisasi yang ada disukai atau
tidak. Namun diharapkan setelah nilai-nilai dan
karakteristik budaya organisasi tersebut terinternalisasi,
pengaruhnya akan tampak lebih signifikan antara lain
kepada kepuasan kerja ataupun kinerja dari para anggota
organisasi. Robbins mendeskripsikan bagaimana nilai-
nilai atau karateristik dari budaya organisasi
mempengaruhi kinerja dan kepuasan dalam gambar 1.2
berikut ini. Gambar 4.1. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Dan Kepuasan[55]
[54] Ibid. Robbins, page 247-248).
[55] Ibid. Robbins, page 247-248).
Faktor objektif
Inovasi &
Pengambilan Resiko.
Perhatian ke rincian
Orientasi hasil
Orientasi Orang
Orientasi Tim
Keagresifan
Kemantapan
Budaya
Organisasi
Tinggi
Rendah
Kinerja
Kepuasan
Dipersiapkan sebagai Kekuatan
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
56
Gambar 4.1. Dapat dikatakan, mendeskripsikan
budaya organisasi sebagai suatu variabel. Anggota-
anggota organisasi membentuk suatu persepsi subjektif
keseluruhan mengenai organisasi berdasarkan kepada
faktor-faktor seperti toleransi resiko, tekanan pada tim,
dukungan orang, dan sebagainya. Persepsi yang
terbentuk itu sebenarnya merupakan budaya atau
kepribadian dari organisasi yang bersangkutan.
Dukungan atau penolakan sebagaimana bentukan
persepsinya, mempengaruhi kinerja dan kepuasan
anggota-anggota organisasi, atau dampak yang lebih
besar adalah kepada terbentuknya budaya yang lebih
kuat.
¤¤¤¤¤
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
57
BAB 5
PERILAKU ORGANISASI
5.1. Pandangan Ilmuan Memahami perilaku orang dalam organisasi kini
dianggap penting karena perhatian manajemen seperti
produktivitas karyawan, kualitas kehidupan kerja,
tekanan pekerjaan, dan kemajuan karir terus menjadi
berita utama.
Pandangan ilmuan dari perilaku organisasi
mengilustrasikan sejumlah poin penting. Pertama,
perilaku organisasi merupakan suatu cara berpikir.
Perilaku dipandang beroperasi pada tingkat individu,
kelompok, dan organisasi. Pendekatan ini menyarankan
bahwa ketika kita mempelajari perilaku organisasi, kita
harus mengidentifikasikan dengan jelas tingkat analisis
yang digunakan individu, kelompok, atau organisasi.
Kedua, perilaku organisasi adalah multidisiplin. Ini
berarti bahwa ilmu ini menggunakan prinsip, model,
teori, dan metode dari berbagai disiplin yang lain.
Ketiga, terdapat orientasi humanistik yang tampak jelas
dalam perilaku organisasi. Orang dan sikap, persepsi,
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
58
kapasitas pembelajaran, perasaan, dan tujuan mereka
merupakan hal yang penting bagi organisasi. Keempat,
bidang perilaku organisasi berorientasi pada kinerja.
Kelima, karena bidang perilaku organisasi sangat
bergantung pada disiplin yang diakui, peran metode
ilmiah dalam mempelajari variabel dan hubungan
dianggap penting. Karena metode ilmiah digunakan
dalam penelitian mengenai perilaku organisasi,
serangkaian prinsip dan petunjuk mengenai apa yang
membentuk penelitian yang baik telah muncul. Keenam,
bidang perilaku organisasi memiliki orientasi penerapan
yang jelas, bidang ini berkaitan dengan pencarian akan
jawaban yang berguna bagi pertanyaan yang muncul
dalam konteks pengelolaan organisasi.
5.2. Pengertian Perilaku Organisasi
Menurut penulis perilaku organisasi adalah suatu
studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku
manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok
tertentu. Menurut Larry L Cummings bahwa perilaku
organisasi adalah suatu cara berpikir, suatu cara untuk
memahami persoalan-persoalan dan menjelaskan secara
nyata hasil-hasil penemuan berikut tindakan-tindakan
pemecahan.[56]
Sedangkan menurut Joe Kelly bahwa perilaku
organisasi dapat dirumuskan sebagai suatu sistem studi
dari sifat organisasi, seperti misalnya: bagaimana
organisasi dimulai, tumbuh dan berkembang, dan
[56] Larry L. Cummings .1997. Research in Organizational
Behaviour, Volume 19. Published March 25th (first published 1997)
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
59
bagaimana pengaruhnya terhadap anggota-anggota
sebagai individu, kelompok-kelompok pemilih,
organisasi-organisasi lainnya dan institusi-institusi yang
lebih besar.[57]
Pengertian tentang perilaku organisasi selalu titik
awal pemberangkatannya dimulai dari perilaku manusia
dan atau lebih banyak menekankan pada aspek-aspek
psikologi dari tingkah laku individu.
Hal-hal lain yang kiranya bisa dipertimbangkan,
seperti yang dijelaskan oleh Duncan, antara lain:[58]
1. Studi perilaku organisasi termasuk di dalamnya
bagian-bagian yang relevan dari semua ilmu
tingkah laku yang berusaha menjelaskan
tindakan-tindakan manusia di dalam organisasi.
2. Perilaku organisasi sebagaimana suatu disiplin
mengenal bahwa individu dipengaruhi oleh
bagaimana pekerjaan diatur dan siapa yang
bertanggung jawab untuk pelaksanaannya.
Walaupun dikenal adanya keunikan pada
individu, namun perilaku organisasi masih memusatkan
pada kebutuhan manajer untuk menjamin bahwa
keseluruhan pekerjaan bisa dijalankan.
Larry L Cummings memberikan suatu analisis
perbedaan antara perilaku organisasi dengan disiplin lain
yang erat hubungannya dengan ilmu perilaku. Menurut
[57] Joe Kelly Reviewed Work: Organizational Behavior.
Administrative Science Quarterly, Vol. 15, No. 1 (Mar., 1970), pp.
126-128
[58] Op.cit.Duncan.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
60
Cummings perbedaan yang dimaksud adalah sebagai
berikut :[59]
1. Perbedaan antara perilaku organisasi dengan
psikologi organisasi, antara lain: psikologi
organisasi membatasi konstruksi penjelasannya
pada tingkat psikologi saja, akan tetapi perilaku
organisasi konstruksi penjelasannya berasal dari
multi disiplin. Kesamaan keduanya adalah kedua
bidang tersebut menjelaskan perilaku orang-
orang di dalam suatu organisasi.
2. Perbedaan antara perilaku organisasi dengan
teori organisasi didasarkan pada dua perbedaan
antaranya unit analisisnya dan pusat variabel tak
bebas. Perilaku organisasi dirumuskan sebagai
suatu studi dari tingkah laku individu dan
kelompok di dalam suatu organisasi dan
penerapan dari ilmu pengetahuan tertentu. Teori
organisasi adalah studi tentang susunan, proses,
dan hasil-hasil dari organisasi itu sendiri.
3. Perbedaan antara perilaku organisasi dengan
personnel dan Human Resources adalah bahwa
perilaku organisasi lebih menekankan pada
orientasi konsep, sedangkan personnel dan
human resources menekankan pada teknik dan
teknologi. Perilaku organisasi dapat dipahami
lewat suatu penelaahan dari bagaimana organisasi
itu dimulai, tumbuh, dan berkembang, dan
bagaimana pula suatu struktur, proses, dan nilai
[59] Larry L. Cummings .1997. Research in Organizational
Behaviour, Volume 19. Published March 25th (first published 1997)
.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
61
dari suatu sistem tumbuh bersama-sama yang
memungkinkan mereka dipelajari dan
disesuaikan pada lingkungan.
5.3. Tujuan Perilaku Organisasi Tujuan dari perilaku organisasi adalah untuk
membantu menjelaskan, meramalkan, dan
mengendalikan perilaku manusia. Dengan pemahaman
sebagai berikut:
1. Penjelasan. Ketika kita mencari jawaban dari
mengapa seseorang atau sekelompok orang
melakukan sesuatu, kita sebenarnya sedang
mencari penjelasan mengenai tujuannya. Dari
sudut pandang manajemen, tujuan ini dipandang
kurang begitu penting dibandingkan dengan dua
sasaran lainnya, karena sasaran tersebut terjadi
setelah adanya fakta. Namun, jika kita ingin
memahami sebuah fenomena, kita harus memulai
dengan mencoba menjelaskannya. Selanjutnya,
kita dapat menggunakan pemahaman ini untuk
menentukan penyebabnya.
2. Prediksi. Tujuan dari melakukan prediksi adalah
untuk memfokuskan diri pada kejadian di masa
mendatang. Prediksi berusaha menentukan hasil
apa yang akan didapatkan dari suatu tindakan
tertentu. Seorang manajer sebuah dari pabrik
kecil yang berusaha memperkirakan bagaimana
reaksi para karyawan terhadap pemasangan
peralatan robot baru, telah melakukan prediksi.
Berdasarkan ilmu perilaku organisasi, manajer
tersebut dapat meramalkan reaksi perilaku
terhadap perubahan. Tentu saja terdapat berbagai
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
62
cara untuk mengimplementasikan perubahan
besar tersebut. Jadi manajer dapat
memperkirakan tanggapan para karyawan
terhadap beberapa intervensi perubahan. Dengan
cara ini manajer dapat mengantisipasi pendekatan
mana yang akan menghasilkan tingkat resistensi
karyawan yang paling rendah dan menggunakan
informasi ini dalam pengambilan.
3. Pengendalian. Tujuan perilaku organisasi adalah
menggunakan ilmu perilaku organisasi untuk
mengendalikan perilaku untuk meningkatkan
efektivitas pekerjaan mereka.
5.4. Manfaat Perilaku Organisasi
Seperti halnya dengan semua ilmu lainnya
perilaku organisasi berusaha untuk mengontrol,
memprediksikan, dan menjelaskan. Namun ada sejumlah
kontroversi mengenai dampak etis dari pemusatan
perhatian terhadap perilaku pekerja. Perilaku Organisasi
dapat memainkan peranan penting dalam perkembangan
organisasi dan keberhasilan kerja seperti:
1. Mempelajari suatu organisasi dengan lebih
menggunakan pendekatan-pendekatan yang lebih
ilmiah.
2. Mempelajari sifat dan budaya dari suatu
organisasi atau lingkungan tempat kita bernaung
atau yang akan kita masuki.
3. Mengenal sedikit ilmu psikologi.
4. Melatih kemampuan analisa, kerja sama tim ,ama
public speaking.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
63
Pengetahuan yang diperoleh dengan
mempelajari perilaku organisasi adalah membantu
seorang manajer untuk mengidentifikasi permasalahan,
menentukan bagaimana cara memperbaiki (koreksi) dan
mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi.
Kaitan manajemen dengan perilaku organisasi
mengungkap permasalahan dan dapat menentukan
keputusan untuk mencapai tujuan organisasi.
Manajemen adalah suatu usaha mencapai tujuan
organisasi dengan bantuan orang lain. Manajemen
merupakan pendayagunaan sumber daya manusia
dengan cara cara yang baik untuk mencapai tujuan
organisasi.
¤¤¤¤¤
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
64
BAB 6
MEMBANGUN
BUDAYA ORGANISASI
6.1. Indonesia Belum Berhasil dalam Reformasi
Pada tahun 2004 Asian Development Bank dan
Kemitraan untuk Reformasi Tata Pemerintahan di
Indonesia menyimpulkan, bahwa terdapat tiga tujuan
reformasi yakni, reformasi keuangan Negara ditandai
dengan terbitnya Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-
undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara.[60]
Desentralisasi pemerintahan Undang-Undang
Nomor 9 tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah dan
UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah serta Penataan struktur pemerintahan
Negara (Pusat dan Daerah). Untuk di daerah ditandai
dengan terbitnya PP 41 Tahun 2007 tentang tata
[60] Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
65
organisasi pemerintahan di daerah dan kesemuanya telah
berjalan cukup lancar tetapi belum berhasil sebagaimana
yang diharapkan. Sesungguhnya skala reformasi yang
dijalankan oleh Pemerintah Indonesia dinilai cukup luas
cakupannya, bahkan dipandang terlalu luas dan terlalu
cepat dari yang pernah dijalankan oleh banyak Negara -
negara di dunia. Indonesia juga dipandang telah
melakukan perubahan radikal dalam tata hubungan
antara pusat dan daerah melalui program desentralisasi
pemerintahan yang belum pernah ditempuh oleh negara
mana pun di dunia.
Tetapi mengapa reformasi pemerintahan negara
yang demikian luas jangkauannya dan begitu radikal
perubahannya belum berhasil menciptakan good
governance yang mampu membawa Indonesia keluar
dari multi krisis yang sudah melanda bangsa ini sejak
1998.
Mengapa kita belum seberhasil negara tetangga
seperti Muangthai dan Korea Selatan yang telah mampu
keluar dari krisis ekonomi yang sebenarnya lebih parah.
Ada beberapa faktor penyebab, yang paling utama
adalah:
1. Karena Pemerintah Indonesia sejak
Pemerintahan Orde Baru melaksanakan
reformasi birokrasi hanya setengah hati.
Reformasi gaji, pegawai pemerintah misalnya,
hanya secara parsial dengan hanya menaikkan 5-
10 persen dari gaji pokok, tanpa kerangka
konseptual yang solid, dengan mengaitkan gaji
dengan kinerja serta dengan memperbadingkan
dengan skala gaji sektor swasta.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
66
2. Perubahan budaya organisasi juga kurang
mendapat perhatian serius, padahal tanpa
perubahan budaya organisasi, tidak mungkin tata
pemerintahan negara yang amanah dapat
dikembangkan.
Dari kedua argumentasi yang dikemukakan
diatas bukti emperis dilapangan masih sering kita
dengar:
1. Walaupun di beberapa kementerian/lembaga
remunerasi dinaikkan namun kinerja pegawai
pemerintah tersebut masih belum optimal.
Terbukti ada keengganan para pejabat pemerintah
untuk ditunjuk sebagai pejabat pengelola
keuangan dan panitia pengadaan barang/jasa
karena takut dengan KPK/aparat pemeriksa
lainnya bahkan dengan masyarakat penyedia
barang/jasa.
2. Adanya perilaku pegawai yang tidak terlepas
dengan budaya organisasi disekitar pegawai
tersebut bekerja (faktor lingkungan) dalam
artian belum siap menerima perubahan,
khususnya di tingkat menengah kebawah tidak
ada inovasi, senang statusquo, tidak profesional
dan lain sebagainya. Sementara di tingkat
manajer (eselon menengah) masing-masing tidak
berani mengambil resiko dan saling melempar
tanggung -jawab.
Para pakar di bidang perilaku organisasi yang
mengatakan terdapat perbedaan antara budaya organisasi
publik dan budaya organisasi perusahaan atau privat/
Corporat. Bagaimana dengan istilah budaya Corporat?
Apakah ada perbedaan antara budaya Corporat dengan
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
67
budaya organisasi publik. Perlu dilakukan penelitan
lebih mendalam.
Faktor lainnya adanya kegagalan perubahan
budaya organisasi karena para pegawai pemerintah tidak
melihat urgensi perubahan, tidak punya visi, kurang
implementatif dan tidak melihat tantangan dan tuntutan
baru. Sementara itu untuk menuju pada keadaan yang
diinginkan bahwa pengetahuan dan kepekaan tentang
budaya dari suatu organisasi akan dapat:
1. Membantu manajemen dalam mengembangkan
elemen-elemen produktif dan kohesif dari suatu
organisasi dan memperluas kemampuan anggota.
2. Membantu manajemen dalam memperkenalkan
suatu perubahan dengan cara-cara yang tidak
menimbulkan suatu penolakan yang keras.
3. Membantu gaya manajemen akan menjadi lebih
effektif apabila seirama dengan budaya
organisasi. Dengan dilandasi fakta-fakta
(keadaan sebenarnya) dan suatu keadaan yang
dinginkan seperti tersebut diatas maka akan
sangat menarik apabila para akdemisi melakukan
penelitian dan melakukan analisis dari
argumentasi yang ke-dua yaitu membangun
budaya organisasi dalam upaya menuju
perubahan di lingkungan pegawai pemerintah.
6.2. Membangun Budaya Organisasi
Seorang pemimpin efektif dalam membangun
budaya organisasi yang dipimpinnya harus berperan
menjadi sosok dari budaya yang akan dibangunnya,
pemimpin harus mampu membantu bawahan untuk
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
68
menciptakan rasa memiliki jati diri bagi para pekerjanya,
seorang pemimpin harus mampu mengembangkan
keikatan pribadi antara karyawan dengan institusi
dimana mereka bekerja, rasa memiliki merupakan modal
dasar bagi seorang pemimpin dalam mendorong
karyawan untuk mencapai misi dan tujuan dari
organisasi, tanpa adanya ikatan pribadi (rasa memiliki)
karyawan terhadap organisasi, seorang pemimpin akan
kesulitan untuk menterjemahkan visi, misi dan tujuannya
dalam memimpin organisasi. Pemimpin juga harus dapat
membatu menciptakan stabilisasi organisasi sebagai
suatu sistem sosial, dimana orang-orang yang ada
didalam organisasi merupakan satu kesatuan sosial yang
utuh dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Seorang pemimpin juga harus mampu menjadi
pedoman perilaku, sebagai hasil dari norma-norma
perilaku yang sudah terbentuk. Pada dasarnya, untuk
membangun budaya organisasi yang kuat memerlukan
waktu yang cukup lama dan bertahap, boleh jadi dalam
perjalanannya akan mengalami pasang surut yang
berbeda dari waktu ke waktu. Budaya organisasi yang
kuat memiliki beberapa tujuan, salah satunya adalah
mendapatkan usaha-usaha produktif karyawan dan
membantu setiap orang untuk bekerja mencapai tujuan-
tujuan yang sama.
6.3. Perspektif dan Metodologi
Robbins menilai bahwa budaya organisasi dapat
dikuantifikasi, ia melakukan penilaian budaya organisasi
melalui metodologi kuantitatif dengan metode survey.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
69
Survey dilakukan dengan mengukur ke tujuh elemen
budaya organisasi. Pemilik dan pimpinan organisasi
dapat merumuskan dulu sejauhmana kondisi dari setiap
elemennya. Misalnya, pemilik menginginkan organisasi
yang agresif dan dinamis maka tingkat agresifitas
organisasi diharapkan tinggi dan stabilitas rendah, nilai
ini kemudian diukurkan kepada anggota organisasi,
apakah sesuai dengan harapan pemilik dan pimpinan.[61]
Ke tujuh elemen di atas dituangkan dalam
berbagai pernyataan di dalam questioner dengan
menggunakan skala Likert dengan skor 5 untuk sangat
setuju sampai pada skor 1 untuk sangat tidak setuju.
Penilaian budaya organisasi dengan menggunakan
elemen-elemen dari Robbins ini bertujuan untuk
mengetahui orientasi dari pimpinan organisasi dan
persepsi dari anggota terhadap budaya organisasinya.
Hasil yang diperoleh dapat menjadi acuan untuk
perubahan yang diinginkan dan dapat mengetahui
karakteristik dari organisasi.
Menurut Robbins, kekuatan dan isi dari suatu
budaya mempengaruhi iklim etik dan perilaku etis dari
anggota-anggotanya. Organisasi yang memiliki dan
membentuk standar etik yang tinggi biasanya memiliki
karakteristik toleransi tinggi terhadap resiko, agresifitas
rendah, dan berorientasi pada hasil.[62]
[61] Ibid. Robbins.
[62] Ibid. Robbins.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
70
6.4. Penerapannya Pada Pemerintah
Pemerintah adalah salah satu organisasi
pemegang kekuasaan dan pelaksana program kegiatan
dengan menggunakan anggaran. Pelaksanaan Budaya
organisasi melalui proses sosialisasi yang baik dapat
mempengaruhi keseluruhan karakter pegawaian.
Berdasarkan hasil analisis terhadap dua teori
budaya organisasi, teori yang dikemukakan oleh Schein
lebih berorientasi pada ethnografi dengan menggali
dengan mendalam keseluruhan elemen budaya yang ada
pada suatu organisasi.[63]
Teori ini terlihat merupakan
penggabungan dari konsep dan elemen-elemen tampilan
budaya (performances) yang dikemukakan oleh
Pacanowsky dan O’Donnell-Trujillo,[64]
dengan konsep-
konsep budaya yang dikemukakan oleh Edward T.
Hall.[65]
Elemen tampilan budaya Pacanowsky dan
O’Donnell-Trujillo yang “disadur” oleh Schein adalah
ritual, passion dan sociality. Sedangkan elemen budaya
organisasi yang “disadur” dari Hall adalah konsep
individualistic-kolektivistik dan konsep terhadap ruang-
waktu.
Penulis menilai, bila pemerintah atau penguasa
ingin melakukan penilaian terhadap budaya
organisasinya, langkah pertama yang sebaiknya
dilakukan adalah dilakukan penelitian dengan
[63] Op.cit. Schein.
[64] Pacanowsky,M., & O'Donnell-Trujillo, N. (1983). Organi-
zational communication as cultural performance. Communication
Monographs 50, 127-147.
[65] Edward T. Hall 1976. Beyond Culture Paperback. Published by
Anchor Books.Edition December 7, 1976.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
71
menggunakan konsep dan metode yang dikemukakan
oleh Schein. Karena untuk menggali nilai-nilai budaya
yang implicit, intangible dan tacit tidak mungkin dapat
dilakukan dengan menggunakan survey dan ukuran-
ukuran yang dikemukakan oleh Robbins. Konsep dan
metode Schein dapat mengurai dan melihat kekuatan
dan kedalaman (strength and depth) sebuah budaya
organisasi. Kekuatan dan kedalaman sebuah budaya
organisasi merefleksikan (1) kekuatan dan dan
kejernihan pendiri dan pemimpin organisasi; (2) jumlah
dan intensitas pengalaman bersama yang anggota
organisasi memiliki, (3) tingkat keberhasilan yang
organisasi memiliki.[66]
Pimpinan lembaga kementerian para dirjen,
direktur adalah para agen pembangun budaya. Metode
yang dikemukakan oleh Schein memungkinkan para
agen pembangun budaya ini melakukan self-analysis
ketika mengkaji menilai budaya yang ada dalam
pemerintahan. Apakah karakter, kebiasaan, nilai dan
keyakinan mereka masing-masing sudah menunjukkan
hal yang positif yang dapat ditiru dan dipelajari oleh
siswa dan anggota organisasi lainnya.
Selanjutnya, untuk mengetahui persepsi anggota
organisasi, dinamika organisasi dan orientasi pimpinan,
dapat dilakukan penelitian dengan menggunakan
elemen-elemen budaya organisasi yang dikemukakan
oleh Robbins. Persepsi bawahan terhadap atasan,
persepsi anggota organisasi terhadap bagaimana
organisasi dijalankan, orientasi mereka terhadap hasil,
inovasi, resiko, dan lain-lain sangat penting untuk
[66] Op.cit. Schein, 2009.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
72
diketahui agar pimpinan dan pemilik dapat menilai
seberapa kuat budaya yang telah mereka “tanamkan” ke
dalam organisasi. Sekaligus dapat diketahui seberapa
jauh antara harapan dan kenyataan yang ada.
6.5. Kekuatan Budaya Organisasi
Menurut S.P Robbins mendefinisikan budaya
organisasi kuat adalah budaya di mana nilai-nilai inti
organisasi dipegang secara intensif dan dianut bersama
secara meluas oleh anggota organisasi. Sedangkan
menurut Vijay Sathe, budaya organisasi kuat adalah
budaya organisasi yang ideal di mana kekuatan budaya
mempengaruhi intensitas perilaku.[67]
Dalam menentukan kekuatan budaya organisasi,
terdapat dua faktor di dalamnya yaitu, kebersamaan dan
identitas. Kebersamaan dapat ditunjukan dengan
besarnya derajat kesamaan yang dimiliki oleh para
anggota organisasi tentang nilai-nilai inti yang dianut
secara bersama. Sedangkan intensitas adalah derajat
komitmen para anggota organisasi terhadap nilai-nilai
inti budaya organisasi.
Pada organisasi yang memiliki budaya organisasi
yang kuat memiliki ciri-ciri seperti , anggota-anggota
organisasi loyal kepada organisasi, tahu dan jelas apa
tujuan organisasi serta mengerti perilaku mana yang
dipandang baik dan tidak baik.
Pedoman bertingkah laku bagi orang-orang di
dalam perusahaan digariskan dengan jelas, dimengerti
dan dipatuhi. Nilai-nilai yang dianut organisasi tidak
[67] Op.cit. Vijay Sathe.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
73
hanya berhenti pada slogan, tetapi dihayati dan
dinyatakan dalam tingkah laku sehari-hari secara
konsisten oleh orang-orang yang bekerja dalam
perusahaan.
Organisasi/perusahaan memberikan tempat
khusus kepada pahlawan-pahlawan yang menjadi teladan
perusahaan. Banyak ritualmulai yang sederhana sampai
yang mewah. Memiliki jaringan yang kultural yang
menampung cerita-cerita tentang kehebatan para
Karyawan teladan. Jadi, budaya organisasi yang kuat
membantu perusahaan memberikan kepastian kepada
seluruh individu yang ada dalam organisasi untuk
berkembang bersama perusahaan dan bersama-sama
meningkatkan kegiatan usaha dalam menghadapi
persaingan.
Beberapa langkah kegiatan yang dapat dilakukan oleh
pemimpin organisasi (pendiri, pemimpin puncak, dan
para manajer) untuk memperkuat budaya organisasi,
diantaranya :
1. Memantapkan nilai-nilai dasar budaya
organisasi. Pimpinan organisasi perlu
memantapkan nilai-nilai dasar tersebut agar dapat
dipakai sebagai pedoman berperilaku bagi
karyawan. Dalam nilai-nilai budaya perlu
dijelaskan apa yang merupakan perintah atau
anjuran, mana yang merupakan larangan,
kegiatan apa yang bisa mendapatkan
penghargaan dan kegiatan yang bisa
mendapatkan hukuman, dan sebagainya.
2. Melakukan pembinaan terhadap anggota
organisasi. Pembinaan terhadap anggota
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
74
organisasi dapat dilakukan melalui bimbingan
dan pelatihan.
3. Memberikan contoh atau teladan. Dalam
menanamkan dan memperkuat nilai-nilai budaya
organisasi kepada seluruh anggota organisasi,
seorang pimpinan organisasi perlu memberikan
keteladanan dan kejujuran dalam berperilaku
dengan berpedoman pada nilai-nilai budaya yang
telah ditetapkan. Pemberian contoh atau teladan
berpengaruh dan dapat mempercepat penanaman
dan perkuatan budaya organisasi kepada seluruh
anggota organisasi.
4. Membuat acara-acara rutinitas. Berbagai acara-
acara rutinitas seperti rapat, rekreasi bersama,
olah raga, malam keakraban, dapat memberikan
motivasi kepada anggota-anggota organisasi
dengan keyakinan bahwa dia adalah bagian dari
keluarga besar organisasi.
5. Memberikan penilaian dan penghargaan.
Pemberian penghargaan kepada anggota-anggota
organisasi yang berprestasi dalam penanaman
nilai-nilai budaya organisasi secara berkala
adalah hal utama, seperti kenaikan
pangkat/jabatan, gaji, pemberian gelar, hadiah
dan sebagainya.
6. Tanggap terhadap masalah eksternal dan
internal. Masalah-masalah eksternal seperti
persaingan, pelanggan, penguasaan pasar,
peraturan pemerintah dan masalah-masalah
internal seperti tuntutan pegawai atau karyawan,
konflik dalam organisasi perlu diantisipasi dan
ditanggapi melalui budaya organisasi.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
75
7. Koordinasi dan control. Koordinasi dapat
dilakukan melalui rapat -rapat resmi, atau
koordinasi antar pejabat secara berjenjang. Dan
untuk mengetahui perilaku anggota-anggota
organisasi perlu dilakukan pengontrolan dan
pengawasan secara berkala.
Dari penjelasan tersebut maka budaya organisasi
akan membantu mengarahkan sumber daya manusia
pada pencapaian visi, misi, nilai dan tujuan organisasi.
Budaya organisasi juga akan meningkatkan solidaritas
dan keakraban tim antar departemen, divisi atau unit
dalam organisasi sehingga mampu menciptakan suasana
yang nyaman dan menyenangkan dalam suatu
organisasi.
6.6. Dimensi Budaya Organisasi
Banyak pendapat tentang dimensi udaya sebagai
nilai bersaing, yang dikemukakan oleh para pakar atau
ahli, ataupun praktisi dalam menentukan indikator yang
mempengaruhi keefektifan organisasi. Umumnya
dimensi budaya merupakan hasil dari penelitian yang
mereka lakukan atau yang mereka hadirkan dengan tetap
mempertimbangkan hasil-hasil riset yang telah dilakukan
oleh peneliti lain sebelumnya.
Menurut Stephen P. Robbins. Ada tujuh dimensi
budaya, yaitu sebagai berikut: [68]
1. Inovasi dan Pengambilan Resiko. (Innovation
and Risk Taking) Tingkat seberapa jauh para
[68] Ibid. S.P Robbins.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
76
anggota organisasi didorong menjadi inovatif dan
pengambilan resiko guna terwujudnya visi.
2. Perhatian pada Detil (Attention to Detail).
Tingkat seberapa jauh para anggota organisasi
diharapkan untuk memperlihatkan presisi,
analisis dan perhatian untuk detil.
3. Orientasi Hasil (Outcome Orientation). Tingkat
seberapa jauh manajemen fokus pada hasil
daripada teknik dan proses yang dipakai untuk
mencapai hasil-hasilnya.
4. Orientasi kepada Para Individu. (People
Orientation) Tingkat seberapa jauh keputusan
manajemen memperhitungkan dampaknya pada
para individu di dalam organisasi.
5. Orientasi Tim (Team Orientation). Tingkat
seberapa jauh aktivitas pekerjaan diorganisasikan
kepada tim daripada individual.
6. Keagresifan (Aggressiveness). Tingkat seberapa
jauh para individu agresif dan kompetitif dari
pada “easy going”.
7. Stabilitas (Stability). Tingkat sejauh mana
kegiatan organisasi menekankan posisi status quo
daripada perubahan organisasi.
6.7. Menjaga Budaya Tetap Hidup
Untuk mempertahankan budaya sedikitnya
terdapat Tiga kekuatan memainkan suatu peran penting,
yaitu:
1. Tindakan dan keterlibatan manajemen puncak.
Komitmen manajemen puncak yang diperagakan
amat menentukan implementasi perubahan
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
77
budaya organisasi. Wujudnya dapat berupa
penetapan keputusan yang terkait dengan
pembentukan budaya baru, tindakan &
keterlibatan pimpinan puncak dan besarnya
dukungan sumber daya yang dialokasikan.
2. Praktek Seleksi. Direkrut dan diseleksi orang
yang memiliki pengetahuan, keterampilan
kepemimpinan dan keteladanan untuk
mempertahankan budaya sesuai dengan kaidah
dan norma dari tata nilai dari budaya organisasi.
3. Metode dan keefektifan penerapan sosialisasi.
Bagaimana bagusnya pelaksanaan penerimaan
dan penyeleksian pegawai baru yang dilakukan
suatu organisasi, karyawan-karyawan baru tidak
sepenuhnya terdoktrin dengan budaya organisasi
tersebut. Dikarenakan tidak terbiasa dengan
budaya organisasi tersebut, karyawan-karyawan
baru memiliki kecenderungan untuk mengganggu
kepercayaan dan kebiasaan yang sudah berlaku.
Dengan demikian, organisasi perlu membantu
karyawan-karyawan baru tersebut dalam
beradaptasi dengan budaya mereka. Proses
adaptasi ini disebut sosialisasi. Organisasi agar
selalu mensosialisasikan program kegiatan
dengan berbagai metode sosialisasi dan sesuai
dengan tata nilai budaya.
Sosialisasi dapat dikonsepkan sebagai suatu
proses yang terdiri dari tiga tahap: kedatangan, orientasi
dan metamorfosis. Tahap pertama, mengarah pada
semua pembelajaran yang dilakukan sebelum karyawan
baru bergabung dengan organisasi. pada tahap kedua, ,
karyawan baru berusaha mencari seperti apa organisasi
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
78
tersebut membandingkan keadaan yang yang diharapkan
dengan realita yang mungkin saja berada.pada tahap
ketiga, muncul dan berlaku perubahan yang relatife
bertahan lama.
Karyawan-karyawan baru menguasai
keterampilan yang diperlukan untuk pekerjaan yang
mereka lakukan, berhasil kedatangan orientasi
metamorphosis.
6.8. Budaya Ditularkan Kepada Karyawan
Budaya ditularkan kepada karyawan dengan
menggunakan beberapa bentuk, yang paling banyak
digunakan adalah : cerita, kegiatan ritual, simbol materi,
Bahasa “kondisi-kondisi umum” bagaimana yang dapat
mempermudah untuk mengubah suatu budaya?
perubahan budaya dapat dilakukan bila semua atau
hampir semua kondisi-kondisi berikut:
1. Krisis Yang Dramatis. Kondisi yang paling
disepakati secara universal ada sebelum budaya
dapat diubah krisis yang dirasakan secara luas
oleh anggota organisasi, inilah Shock (rasa kaget)
yang merusak status quo tersebut, kondisi ini
mempertanyakan praktek-praktek yang saat itu
berlaku dan membuka pintu ke-arah penerimaan
sejumlah nilai yang akan dapat lebih menanggapi
krisis tersebut,
2. Penggantian Pemimpin. Karena manajemen
puncak merupakan factor yang penting dalam
penyebarluasan budaya, maka perubahan posisi
kepemimpinan yang penting membantu
penerapan nilai-nilai yang baru. pemimpin yang
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
79
baru harus mempunyai visi alternatife yang jelas
mengenai apa organisasi itu;harus ada rasa
hormat terhadap kemampuan dari kepemimpinan
tersebut; dan para pemimpin yang baru harus
mempunyai kekuasaan untuk memberlakukan
visi alternatife mereka. penggantian
kepemimpinan harus mencakup eksekutif
tertinggi (chif executive) organisasi. tetapi itu
tidak terbatas hanya pada posisi tersebut bergerak
ke-arah perubahan budaya biasanya akan
bertambah jika dilakukan pembersihan posisi
manajemen utama.
3. Tahap Daur Hidup. perubahan budaya lebih
mudah dilaksanakan jika organisasi tersebut
berada dalam transisi dari tahap pembentukan ke
tahap pertumbuhan, dan dari kedewasaan ke
munduran. sementara organisasi tersebut
bergerak kea rah pertumbuhan diperlukan adanya
perubahan penting.Umur organisasi bersangkutan
diluar dari tahap daur hidupnya, makin muda
umur organisasi, maka akan makin kurang
berakar pula nilai-nilainya. Oleh karena itu kita
dapat meramalkan bahwa perubahan budaya
kemungkinan akan lebih diterima pada suatu
organisasi yang hanya berumur lima tahun dari
pada yang sudah berumur lima puluh tahun.
4. Ukuran organisasi itu. kita menyatakan bahwa
perubahan budaya akan lebih mudah untuk
dilaksanakan dalam organisasi yang
kecil.mengapa ? dalam organisasi yang demikian,
lebih mudah bagi manajemen untuk berhubungan
dengan para pegawai. Komunikasi lebih jelas,
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
80
dan model tentang peran lebih terlihat pada suatu
organisasi kecilsehingga mempertinggi peluang
untuk menyebarluaskan nilai-nilai yang baru.
5. Kekuatan dari budaya yang berlalu. makin luas
suatu budaya dianut dan makin tinggi kesetujuan
diantara para anggota mengenai nilai-nilai
budaya itu, maka makin sukar pula untuk
menggantikannya. Sebaliknya, budaya yang
lemah lebih dapat disesuaikan dengan perubahan
daripada budaya yang kuat.
6. Tidak adanya sub-budaya. Heterogenitas
meningkatkan perhatian para anggota untuk
melindungi kepentingan pribadi mereka dan
untuk menentang perubahan. Oleh karena itu,kita
dapat memperkirakan bahwa makin banyak sub-
budaya,maka makin besar pula tantangan
terhadap perubahan budaya yang dominan. Tesis
ini dapat juga dihubungkan dengan ukuran
organisasi.organisasi yang lebih besar akan
mempunyai daya tahan terhadap perubahan
budaya karena organisasi demikian cenderung
memiliki lebih banyak sub-budaya.
6.9. Keefektifan Budaya Organisasi Budaya yang kuat dicirikan oleh nilai inti dari
organisasi yang dianut dengan kuat, diatur dengan baik,
dan dirasakan bersama secara luas. Makin banyak
anggota yang menerima nilai-nilai inti, menyetujui
jajaran tingkat kepentingannya, dan merasa sangat
terikat kepadanya, maka makin kuat budaya tersebut.
Nilai-nilai inti adalah jenis budaya atau disebut juga
kuadran budaya yang dibentuk dari dua dimensi utama
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
81
(dimensi pertama dan kedua), yang dirasakan atau
dikehendaki dan diyakini mempengaruhi keefektifan
organisai dan kinerja sesuai tantangan perubahan
lingkungan. Dua dimensi utama tersebut bersama-sama
membentuk 4 kuadran budaya atau disebut juga jenis
budaya.
Dimensi utama merupakan indikator keefektifan
organisasi. Dimensi pertama membedakan kriteria
keefektifan yang menekankan fleksibilitas, keleluasaan
(discretion) dan dinamis, dengan/dari kriteria keefektifan
yang menekankan stabilitas, tatanan dan kontrol.
Dimensi kedua membedakan kriteria keefektifan
yang menekankan pada orientasi internal, integrasi dan
kesatuan dengan/dari kriteria keefektifan yang
menekankan pada orientasi eksternal, diferensiasi
(pembedaan) dan pesaingan.Organisasi yang muda atau
yang turn over anggotanya konstan, mempunyai budaya
yang lemah karena para aggota tidak mempunyai
pengertian yang sama dan pengalaman yang diterima
bersama. Ini jangan diartikan bahwa semua organisasi
yang sudah matang dengan anggota yang stabil akan
mempunyai budaya yang kuat. Nilai intinya juga dianut
dan dijunjung kuat.
Organisasi agama, kebathinan, dan perusahaan
jepang merupakan contoh organisasi yang mempunyai
budaya yang kuat. Perilaku para anggota organisasi yang
mempunyai budaya yang kuat akan mempengaruhi
peningkatan keektifan organisasi dan kinerjanya. “The
strategic serources are ideas and information that come
out of our minds and determined by the quality of our
thought ”.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
82
Sukses tidaknya seseorang amat bergantung pada
cara berfikir orang tersebut, terlebih sumber daya
strategis berasal dari gagasan dan informasi yang keluar
dari pikiran kita. Belajar bagaimana proses berfikir,
berfikir dan belajar akan menyelamatkan manusia dari
lebah kehancuran dan mampu mendorong manusia pada
kemajuan peradaban. Apapun karya manusia selalu
melalui proses perubahan perilaku dan awalnya tercipta
melalui proses berpikir dalam alam pikiran, lalu
dikembangkan dan diwujudkan pada alam nyata.
Perilaku manusia dan perubahannya dibentuk
oleh perpaduan dari aspek cognitive (terkait dengan
berpikir), psychomotor (terkait dengan bertindak) dan
affective (terkait dengan bersikap) dan dipengaruhi oleh
karakteristik dasar lainnya. Ketiga aspek tersebut sering
dikenal sebagai faktor KSA (Knowledge/berpikir,
Skill/keterampilan, Attitude/sikap). KSA amat
dipengaruhi oleh Values and Beliefs yang telah tertanam
pada diri yang bersangkutan. Dipandang dari
keterampilan berinteraksi, setiap individu atau manusia
dapat pula diklasifikasikan kemampuannya menurut:
1. Interpersonal Skill; yaitu keterampilan
berinteraksi antar personal.
2. Intra Personal Skill; keterampilan berinteraksi
di dalam diri setiap manusia yang paling dalam.
Sedangkan peran implementasi adalah peran
yang dimainkan oleh setiap individu yang berinteraksi
dengan individu lainnya dalam kelompok atau organisasi
yang dapat mengubah perilakunya, dalam melaksanakan
tujuan bersama guna memaksimumkan kepuasan
(produktivitas). Jika perpaduan ketiga aspek cognitive,
psychomotor, dan affective telah mengalami
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
83
internalisasi atau sosialisasi dan telah terjadi
penghayatan yang mendalam bagi diri dan kepentingan
yang bersangkutan, itu berarti telah terjadi perubahan
bersikap, berpikir dan bertindak. Tentunya perubahan
sikap, perubahan cara berpikir dan bertindak akan
mempengaruhi perubahan perilaku. Sedangkan
perubahan perilaku akan mempengaruhi peningkatan
keefektifan organisasi dan kinerjanya.
Jika terjadi proses pembiasaan bagi para anggota
organisasi atas perubahan tersebut, itu berarti
membentuk suatu kebiasaan yang diyakini secara luas
oleh para anggota organisasi. Kebiasaan yang diyakini
secara luas dan merasa terikat kepadanya,sebagai sumber
kekuatan penting dan berharga, megakibatkan terjadinya
perubahan dan pembentukan budaya. Dengan demikian
terjadinya perubahan budaya berarti mempengaruhi
keefektifan organisasi dan kinerjanya untuk tumbuh dan
berkembang. Menggerakkan perubahan organisasi
menurut David Firth (2000) mencakup the leadership
dominant, the changing team dominant, the employee
dominant.[69]
Mengingat penataan organisasi berhadapan
dengan berbagai jenis perubahan, keefektifan organisasi
menurut Verma (1997) bergantung pada 4 faktor utama
yaitu people factors, structural factor, technological
factor dan teamwork. [70]
Setiap penerapan suatu sistem atau tindakan yang
akan mempengaruhi kesuksesan organisasi,
[69] David Firth (2000). Der Kuhandel (Barbican and BBC Radio.
[70] Verma R, et al. (1997). Phosphorylation Of Sic1p By G1 Cdk
Required For Its Degradation And Entry Into S Phase. Science
278(5337):455-60
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
84
memecahkan dan menyelesaikan persoalan yag dihadapi,
berarti menghadirkan perubahan perilaku. Umumnya
sebagian besar orang setuju dengan suatu perubahan
terlebih untuk ke arah yang lebih baik, namun sering
tidak setju dengan proses perubahannya. Dalam
menumbuh kembangkan organisasi perlu dimiliki
keunggulan bersaing yang dapat meningkatkan
keefektifan organisasi dan kinerjanya.
Peningkatan keefektifan organisasi dengan
kinerjanya dipengaruhi oleh perilaku para
anggotanya. Jika perilaku tersebut mengakibatkan
terjadinya proses internalisasi diri (penghayatan yang
akan membentuk keyakinan di alam pikiran alam bawah
sadar), maka terjadilah pembentukan budaya sesuai
perilaku yang dianut, karena telah terjadi perubahan
sikap, cara berfikir dan bertindak.
¤¤¤¤¤
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
85
DAFTAR PUSTAKA
1. Bartlett, Christopher A., and Ashish Nanda
"Ingvar Kamprad Harvard Business School Case
390-132, May 1990. (Revised July 1996.).
2. Bijur, Peter. L. (2001). Changing the Corporate
Culture: A Competitive Imperative [on-line].
Available: http://www.worldenergysource.com/
texart.html.
3. Cummings, Larry L. .1997. Research in
Organizational Behaviour, Volume 19. Published
March 25th (first published 1997)
4. Daft, R.L. (1998). Organization Theory and
Design,South-Western College, Publishing,
Cincinnati, Ohio. Page. 369.
5. Deal & Kennedy. Terrence E. Deal, Allan A.
Kennedy, Corporate Cultures, Perseusn, 2000
6. Deal, T. E. “Culture: A New Look Through Old
Lenses," Journal of Applied Behavioral Science,
November 1996, page. 50.
7. Deal, T. E. Culture: A New Look Through Old
Lenses," Journal of Applied Behavioral Science,
November 1996,page. 50.
8. Deal, Terry and Kennedy, Allan. 2000.
Corporate Culture: The Roles and Ritual of
Corporate. Paperback – May 15, 2000.
9. Drennan, David . 1992. Transforming Company
Culture: Getting Your Company from Where You
Are Now to Where You Want to Be. Hardcover –
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
86
July, 1992. Publ ished by Mcgraw-Hill (July
1992).
10. Dressler, David and Carns, Donald E. (1973).
Sociology: The Study of Human Interaction.
Publishied : A. A. Knopf..
11. Effendi, Sofian (2005) Membangun Budaya
Birokrasi Untuk Good Governance Lokakarya
Nasional Reformasi Birokrasi Diselenggarakan
Kantor Menteri Negara PAN 22 September 2005.
12. Firth, David (2000). Der Kuhandel (Barbican
and BBC Radio.
13. Hall, Edward T. 1976. Beyond Culture
Paperback. Published by Anchor Books.Edition
December 7, 1976.
14. Hamm, S "No Letup-and No Apologies,"
Business Week, 26 Oktober 1998, page. 58-64.
15. Hofstede .1980.Dimensionalizing Cultures: The
Hofstede Model in Context Geert Hofstede
Universities of Maastricht and Tilburg, The
Netherlands, [email protected].
16. Joe Kelly Reviewed Work: Organizational
Behavior. Administrative Science Quarterly,
Vol. 15, No. 1 (Mar., 1970), pp. 126-128
17. John P. Kotter. & James L. Heskett, 1998.
Corporate Culture and Performance. (terjemahan,
Benyamin Molan). Jakarta: PT Prehalindo, h.9
18. Kennedy, Alan. 2000. Corporate Cultures: The
Rites and Rituals of Corporate Life. Paperback –
May 15, 2000
19. Kotter, John P dan James L. Heskett.1998.
Corporate Culture and Performance, Pearson
Education Asia Pte. Ltd
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
87
20. Larry L. Cummings .1997. Research in
Organizational Behaviour, Volume 19. Published
March 25th (first published 1997)
21. Meyerson, D;Martin, J. "Cultural Change: An
Integration of Three Different Views," Journal of
Management Studies, 1987, page623-647.
22. Morgan, 1996. Organizational culture in
Brazilian public organizations.
23. Ndraha, Taliziduhu (1997). Budaya organisasi.
Rinekka Cipta Jakarta.
24. O'Reilly; Chatman, J; Caldwell, D. F. “People
and Organizational Culture: A Profile
Comparison Approach to Assessing Person-
Organization Fit," Academy of Management
Journal, page. 487-516.
25. P.Fros, L. Moore, MM. Louis C Lundberg & J.
Martin (Eds) 1991, Reframing Organozational
Culture. Newbury Parka, CA: SaGE , pp. 225-
270.
26. Pacanowsky, M., & O'Donnell-Trujillo, N.
(1983). Organizational communication as
cultural performance. Communication Mono-
graphs 50, 127-147.
27. Pearce, Robinson. Strategic Management.
Jakarta: Penerbit Salemba. Hal 490-491. ISBN
9796914638, 978979691463.
28. Robbins, S. P. and Judge, Timothy A. (2007)
Organizational Behaviour. 12th Edition. USA:
Pearson Education International Press.
29. Roberts, J. L. "Striking a Hot Match,"
Newsweek, 24 Januari 2005page. 54-55..
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
88
30. Sathe,Vijay “Sharing Assumption.” Indian
Journal of Industrial Relations, Shri Ram Centre
for Industrial Relations, 2000.Volume 36.
31. Schein, E. Hthe (1996). Role Of The Founder In
Creating Organizational Culture, The Leader of
the Future, San fransisco: Jossey Bass, 1996,
page. 61-62.
32. Schwartz, Howard dan Davis, Stanley Matching
Corporate Culture and Business Strategy.
Organizational Dynamics. Volueme 31-40
(2002-20011)
33. Silalahi, Bennett N.B, 1994, Perencanaan
Pembinaan Tenaga Kerja Perusahaan, Jakarta :
PT Pustaka Binaman Pressindo.
34. Sonnenfeld, J. (1983) Commentary: Academic
Learning, Worker Learning, and the Hawthorne
Studies. Social Forces, Vol. 61, No. 3. [online].
Available at: [10 December 2007].
35. Supriyatno, Budi. 2009. Manajemen
Pemerintahan (Puls Dua Belas Langkah
Strategi).
36. edia Brilian. Susanto, A.B. 1997. Budaya
Perusahaan Manajemen dan Persaingan Bisnis.
Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
37. Taliziduhu Ndraha (1997).
38. Tosi, Henry and, Carroll, Stephen (1994)
Managing Organizational Behavior. Paperback –
Publisher: Wiley: 3 edition (August 15, 1994).
39. Tosi, Henry L. Rizzo,John R. Stephen. Carroll, J.
1986. Managing Organization Behavior. Pitman,
1 January 1986.
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
89
40. Veithzal Rivai. 2004. Manajemen Sumber Daya
Manusia Untuk Perusahaan. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.p.234.
41. Verma R, et al. (1997). Phosphorylation Of Sic1p
By G1 Cdk Required For Its Degradation And
Entry Into S Phase. Science 278(5337):455-60
42. West, Richard dan Turner, Lynn H. 2008.
Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan
Aplikasi. Jakarta: PT. Salemba Humanika. Bab 7.
43. West, Richard dan Turner, Lynn H. 2008.
Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan
Aplikasi. Jakarta: PT. Salemba Humanika. Bab 7.
44. Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt,
Osborn. 2001. Organisational Behaviour: a
global.
PERATURAN PERUNDANGAN
45. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab
Keuangan Negara.
46. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara.
47. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara,.
48. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab
Keuangan Negara.
¤¤¤¤¤
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
90
INDEX
A
Adaptasi, 29
Alamiah, 7
Alternatif, 8
Aniversary, 22
Artefak, 17, 19
Assumption, 22, 94
Asumsi, 17, 18, 22, 44
Asumsi Dasar, 17
Asung Tulodo, 22
B
Beresiko, 50
Berfokus, 8, 48, 49
Berinteraksi, 1, 25, 88,
89
Bertindak, 1, 4, 7, 15,
33, 34, 45, 47, 50, 55,
76, 88, 89, 90
Bisnis, 1, 11, 53
Budaya Organisasi, 1,
2, 3, 14, 16, 26, 29,
32, 37, 71, 73, 80, 93
Business Strategy, 8, 9,
95
C
Caldwell, 48, 94
Carns, 30, 92
Carroll, 15, 24, 95
Chaos, 13
Chatman, 48, 94
Cocok, 8, 9, 11
Company’s Personality,
31
Corporate Vision, 31
Cushway, 16
D
David Drennan, 23
Davis, 8, 9, 94
Dianut, 1, 14, 15, 16,
19, 22, 32, 52, 53, 56,
76, 77, 78, 86, 87, 90
Dipercayai, 1, 15, 16
Dominant Culture, 32
Dressler, 30, 92
Eksternal, 21, 24, 25,
29, 30, 80, 87
E
Etis, 34, 65, 72
F
Feminimitas, 47
Founder, 21
G
Gaji, 11, 51, 68, 80
H
Hambatan, 38, 39
Heskett, 6, 52, 93
Hofstede, 46, 47, 48, 93
Howard, 8, 9, 94
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
91
Hunt, 15, 96
I
Identifikasi, 7
Ideologi, 3, 23, 33, 55
Implementasi, 4, 82, 89
Indoktrinasi, 3
Ing Madya, 22
Ing Ngarso, 22
Ingvar Kamprad, 2, 91
Inovasi, 48, 56, 81
Integrasi, 28, 50
Internal, 21, 25, 28, 30,
33, 80, 87
K
Karakteristik, 1, 2, 12,
14, 43, 46, 48, 49, 50,
56, 57, 72, 88
Keagresifan., 49, 57
Keberhasilan, 4, 10, 33,
65, 74
Kebiasaan, 3, 4, 33, 74,
83, 89
Kecepatan, 9, 53
Kecocokan, 12, 35, 52
Kekamian, 26
Kelompok, 1, 5, 7, 23,
32, 36, 47, 50, 51, 60,
61, 62, 76, 89
Kembangkan, 4
Kennedy, 9, 53, 75, 92,
93
Keragaman., 38
Keseragaman, 2, 38
Kinerja, 49, 58
Komitmen, 4, 11, 82
Komunikasi, 20, 34, 45,
85, 96
Konsisten, 4, 39, 78
Kotter, 6, 52, 93
Kredo, 23
Kriteria, 3
Kultur, 9, 47
L
Leadership, 10, 89
Lodge,, 16
Lundberg, 17, 94
M
Mahasiswa, 22
Manajer, 7, 35, 51, 52,
62, 64, 65, 69, 76, 78
Maskulinitas, 47
Mekanisme, 26, 28, 41
Melekat, 4
Memandu, 41
Menciptakan, 1, 4, 13,
26, 28, 33, 34, 39, 41,
44, 50, 68, 70, 76, 80
Menginternalisasi, 4, 33
Mengun Karso, 22
Merger., 39
Metode, 5, 74, 83
Model, 4, 33, 41, 46, 60,
85
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
92
Model, 34, 46, 47, 93
Motto, 24, 76
N
Nguopin, 22
Nilai-Nilai, 6, 7, 9, 11,
18, 19, 25, 32, 37, 38,
43, 44, 48, 52, 53, 56,
57, 73, 76, 77, 78, 79,
80, 84, 86
O
O'Reilly, 48, 94
Orientasi, 48, 49, 56,
81, 82
Osborn, 15, 96
P
Pelatihan, 34
Pendirinya, 2, 4, 43, 44
Pengetahuan, 4, 30, 31,
35, 63, 70, 82
Penghindaran, 48
Penyiptaan, 3
Percakapan, 7, 20
Perekat Sosial, 26, 27,
28
Perspektif, 18, 71
Perubahan, 5, 8, 9, 10,
12, 13, 14, 21, 29, 51,
55, 64, 65, 67, 68, 69,
70, 72, 82, 83, 84, 85,
86, 87, 88, 89, 90
Peter Bijur, 10
Populer, 14
Praktek, 4, 82
Produksi, 24, 25
Provinsi, 14
Puncak, 35
Punishment, 8
Pupuk, 4
R
Remunerasi, 13, 69
Reward, 8
Ritual, 45, 75, 76, 92
Rizzo, 15, 24, 95
Robin, 2, 15
S
Sathe, 21, 22, 23, 77, 94
Schein, 2, 3, 4, 15, 16,
17, 25, 73, 74, 94
Schermerhorn, 15, 96
Schwartz, 8, 9, 94
Seleksi, 35, 82
Shared Meaning, 42
Sharing, 21, 22, 94
Sistem, 1, 13, 14, 15, 16,
26, 29, 37, 41, 42, 54,
55, 61, 63, 71, 90
Sonnenfeld, 54, 95
Sosialisasi, 36, 83
Specifis, 25
Stabilitas, 49, 82
Stake Holder, 6
Stanley, 8, 9, 94
Subcultures, 31
Sweeney, 18, 19
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
93
Syariat, 23
T
Taliziduhu Ndraha, 5, 6,
95
Tanmaujud, 27
Terlepas, 1, 69
Tipopologi, 53
Toleransi, 50, 51
Tosi, 15, 24, 95
Tradisi, 2, 24, 48
V
Values, 18, 22, 88
Veithzal R, 41
Vijay, 21, 22, 77, 94
Visi, 3, 13, 33, 42, 44,
50, 69, 71, 80, 81, 84
Visible, 34
W
Wallace, 14, 15, 96
Warga, 22, 76
Warna, 23
Wood, 14, 15, 96
Z
Zeffane, 14, 15, 96
¤¤¤¤¤
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
94
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Dr. Drs. H. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi
Assosiate Profesor. Lahir di Sragen, Jawa Tengah.
Indonesia, 6 Oktober 1959. Trah Mojopahit,
Keturunan Joko Tingkir, Anak dari Almarhum
Sersan Mayor Dakir Santoso, Veteran/Pejuang
Kemerdekaan 1945 dan Ibu Moeniroh.
PENDIDIKAN :
1 Universitas Sebelas Maret Surakarta 1980.
2 Lulus Sarjana Administrasi Negara di Universitas
Krisnadwipayana Jakarta pada 1988.
3 Lulus Magister Manajemen STIE Jakarta pada 1998.
4 Lulus Magister-Doktor Ilmu Manajemen Pemerintahan
Universitas Satyagama Indonesia pada 2005.
PENDIKAN PELATIHAN/TRAINING/ KURSUS:
1 Manajemen Proyek di Jakarta (1987).
2 Pelaksanaan Teknis Penanganan Proyek di Jakarta
(1988).
3 Pejabat Inti Proyek di Jakarta (1989).
4 Urban Planning di Manila (1994).
5 Sewage Works Engineering di Jepang (1995).
6 Environmental Training Institute States di New York
Amerika (1996).
7 Standar Kualifikasi Ketrampilan Bidang Manajemen
Jakarta (1997).
8 Manajemen Proyek Jakarta (1998).
9 Manajemen Communication Skill di Singapura (1999).
10 Pelatihan Teknik Kehumasan di Bandung (1999).
11 Pelatihan Teknis Jabatan Fungsional Jakarta (2000)
PEKERJAAN :
1 Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah, Direktorat
Jenderal Cipta Karya, Departemen PU (1982-1986).
2 Proyek Pemanfaatan dan Pengendalian Ruang, Cipta
Karya (1986-1990).
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
95
3 Pembinaan Perencanaan Tata Ruang Perkotaan, Cipta
Karya (1990-1994).
4 Proyek Perencanaan Tata Ruang Propinsi, Cipta
Karya (1994-1996).
5 Direktorat Bina Teknik, Cipta Karya (1996-2000).
6 Deputi Meneg PU Bidang Sarana dan Prasarana
Kawasan Terbangun (2000-2001).
7 Biro Kepegawaian dan Organisasi Tata Laksana,
Sekertaris Jenderal Kementerian PU (2001-2010).
8 Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan,
Kementerian PU (2007-2010).
9 Pusat Penelitan dan Pengembangan Permukiman
Bandung (2010-Sampai 2013).
10 Calon Anggota Legislatif Daerah Pemilihan Jawa
Tengah (Sragen, Karanganyar, Wonogiri Tahun
2014).
DOSEN :
1 Dosen Universitas Krisnadwipayana (1992-2005).
2 Dosen Pasca Sarjana Universitas Satyagama Jakarta,
(2005-sekarang).
3 Dosen Universitas Jakarta (2010-sampai sekarang)
SEMINAR/SIMPOSIUM:
1 Studi Management Case di Kualalumpur Malaysia
(1993).
2 Urban Manajemen di Bangkok Thailand (1994).
3 Project Management Singapore (1995).
4 Institutional Development Manila (1998).
BUKU YANG SUDAH DITERBITKAN:
1 Tata Ruang dalam Pembangunan Nasional, Suatu
Strategi dan Pemikiran (1996).
2 Manajemen Pemerintahan (Plus Duabelas langkah
Strategis) (2009).
Dr. Drs. BUDI SUPRIYATNO, MM.,MSi. BUDAYA ORGANISASI.
96
3 Manajemen Tata Ruang. (2009)
4 Korupsi (2009).
5 Budaya Kerja Birokrasi (2010).
6 Sang Pmimpian Sejati (2013).
7 Job Analyisis (2013).
8 Human Resource Planing (2013).
9 Manajemen Sumber Daya Manusia (2013).
10 Human Resource Development (2014)
11 Career Management (2014).
12 Employee Promotion (2014).
13 Performance Evaluation (2014).
14 Employee Relation (2014).
15 Compensation (2014).
16 Human Resource Management (2014).
17 Filafat dan Etika Pemerintahan (2014).
18 Teori Pembangunan Dalam Pemerintahan (2015).
19 Civic Education (2015)
20 Pendidikan Kewarganegaraan (2015)
21 Teknik Supervisi (2016).
22 Government Management (2018) Cambridge Scholars
Publishing. London.
23 Juga Aktif meneliti dan menulis di Journal
Internasional.
¤¤¤¤¤