Ipd Pneumotoraks EDITED

102
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pleura adalah membran tipis terdiridari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkhialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. 1 Normalnya, terdapat sekitar 10-20 ml cairan yang bening yang bekerja sebagai pelumas antara lapisan-lapisan ini. Cairan ini secara terus menerus diserap dan digantikan, terutama melaui lapisan bagian luar dari pleura. Tekanan didalam pleura adalah negatif (seperti dalam penghisapan) dan menjadi bahkan lebih negatif selama proses inspirasi. Tekanan menjadi kurang negatif selama ekspirasi. Oleh karena itu, ruang diantara dua lapisan dari pleura selalu mempunyai tekanan negatif. Tekanan dari udara (tekanan positif) yang meningkat ke dalam ruang paru-paru akan berakibat pada mengembangnya paru-paru dan sebaliknya pada 1

description

yugwqugdiuytiufgewiyyyyyyyyyyyyyylllllllllllatfewiuturftgwajgefwauttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttttfeyrewoooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooo

Transcript of Ipd Pneumotoraks EDITED

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pleura adalah membran tipis terdiridari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkhialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening.1 Normalnya, terdapat sekitar 10-20 ml cairan yang bening yang bekerja sebagai pelumas antara lapisan-lapisan ini. Cairan ini secara terus menerus diserap dan digantikan, terutama melaui lapisan bagian luar dari pleura. Tekanan didalam pleura adalah negatif (seperti dalam penghisapan) dan menjadi bahkan lebih negatif selama proses inspirasi. Tekanan menjadi kurang negatif selama ekspirasi. Oleh karena itu, ruang diantara dua lapisan dari pleura selalu mempunyai tekanan negatif. Tekanan dari udara (tekanan positif) yang meningkat ke dalam ruang paru-paru akan berakibat pada mengembangnya paru-paru dan sebaliknya pada saat tekanan udara menurun akan menyababkan mengempisnya paru-paru.1

Pelura seringkali mengalami patogenesis seperti terjadinya efusi cairan, misalnya hidrotoraks dan pleuritis eksudativa karena infeksi, hemotoraks bila bila rongga pleura berisi darah, kilotoraks (cairan limfe), piotoraks atau empiema bila berisi nanah, pneumotoraks bila berisi udara.1

Penyebab dari kelainan patologi rongga pleura bermacam-macam, terutama karena infeksi tuberkulosis non tuberkulosis, keganasan, trauma dan lain-lain.1BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

PNEUMOTORAKSA. DEFINISI

Pneumotoraks merupakan suatu keadaan adanya penimbunan udara dalam rongga pleura, sehingga menyebabkan jaringan paru menjadi kollaps (total atau parsial). (5)

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura, dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada. (1)

Pneumotoraks adalah akumulasi udara ekstra pulmonal dalam dada. Pneumotoraks adalah penimbunan udara/akumulasi udara atau gas ekstra pulmonal ke dalam rongga pleura. Sedangkan rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan rongga dada.(2,7)

Gambar 1. Rongga Pleura(7)

Gambar 2. Pneumotoraks (7)

B. ETIOLOGI

Seringkali pada orang muda dengan keadaan umum yang masih baik didapatkan pneumotoraks spontan tanpa tanda-tanda adanya TB paru. Khususnya untuk indonesia (dan tentunya juga untuk negara-negara lain dimana TB masih merupakan penyakit rakyat), keadaan ini harus dianggap sebagai salah satu manifestasi TB paru dan penderita diberikan pengobatan lengkap untuk TB paru (dalam hal ini biasanya akan diperoleh hasil yang memuaskan). Diperkirakan bahwa dalam hal ini proses TB-nya begitu kecil sehingga tak tampak pada foto paru biasa. (1)

Pada penderita dengan emfisema paru, secara kasar dapat dikatakan bahwa udara tertimbun dalam paru, sehingga tekanan udara intrapulmonal meningkat dengan akibat difragma tertekan ke bawah (diafragma letak rendah) dan jaringan paru disamping menipis juga akan sangat teregang (tentunya juga termasuk alveolus-alveolus maupun pleura). Akibat akhirnya ialah kecenderungan dinding alveolus maupun pleura untuk robek. Kecenderungan ini semakin meningkat bilamana sudah ada bula-bula yang terbentuk karena beberapa pembatas antar alveolus pecah dan rongga beberapa alveolus menyatu. (1,10,15)

Table 1. Clasification Of Pneumothorax According To Cause. (11)

C. EPIDEMIOLOGI

Insiden pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui, pria lebih banyak dari pada wanita dengan perbandingan 5 : 1. Pneumotoraks spontan primer sering pula dijumpai pada individu sehat, tanpa riwayat penyakit paru sebelumnya. Seaton dkk, melaporkan bahwa pasien tuberkulosis aktif mengalami komplikasi pneumotoraks sekitar 1,4 % dan jika ada kavitas paru komplikasi pneumotoraks meningkat lebih dari 90 %. (1)

Di Olmested Country, Minnesota, Amerika, Melton et al melakukan penelitian selama 25 tahun (tahun 1950-1974) pada pasien yang terdiagnosis sebagai pneumotoraks atau pneumomediastinum, didapatkan 75 % pasien karena trauma, 102 pasien karena iatrogenik, dan sisanya 141 pasien karena pneumotoraks spontan. Dari 141 pasien pneumotoraks spontan tersebut 77 pasien pneumotoraks spontan primer dan 64 pasien pneumotoraks spontan sekunder. Pada pasien-pasien pneumotoraks spontsn didapatkan angka insiden sebagai berikut : pneumotoraks spontan primer terjadi pada 7,4/100.000 per tahun untuk pria dan 1,2/100.000 per tahun untuk wanita; sedangkan insiden pneumotoraks spontan sekunder 6,3/100.000 per tahun untuk pria dan 2,0/100.000 per tahun untuk wanita. Penelitian epidemiologi pada 15.204 orang yang bertempat tinggal di kota Stockholm, Swedia mendapatkan insiden pneumotoraks spontan sebesar 18/100.000 untuk pria dan 6/100.000 untuk wanita. Dilaporkan adanya pneumotoraks spontan familial dalam suatu keluarga (23 anggota keluarga), 6 diantaranya mengalami serangan pneumotoraks dan ternyata insiden tersebut berhubungan dengan dijumpainya HLA haplotype A2, B40 dan alpha-I-antitrypsin phenotype M1M2. Pneumotoraks familial sering menimbulkan pneumotoraks spontan dan terbanyak didapatkan justru pada wanita dari pada pria. (1)D. PATOGENESIS Pleura secara anatomis merupakan satu lapis sel mesotelial, ditunjang oleh jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. Rongga pleura dibatasi oleh 2 lapis tipis sel mesotelial, terdiri atas pleura parietalis dan pleura visceralis. Pleura parietalis melapisi otot-otot dinding dada, tulang, dan kartilago, diafragma, dan mediastinum, sangat sensitif terhadap nyeri. Pleura visceralis melapisi paru dan menyusup ke dalam semua fisura dan tidak sensitif terhadap nyeri. Rongga pleura individu sehat terisi cairan (10-20 ml) dan berfungsi sebagai pelumas diantara kedua lapisan pleura(1)

Jika udara masuk kedalam rongga pleura, salah satunya udara berasal dari luar rongga dada (open pneumothorax), bisa juga berasal dari paru-paru (closed pneumothorax). (8,11)

Patogenesis pneumotoraks spontan sampai sekarang belum jelas.

Pneumotoraks Spontan Primer (PSP)(1,12,15)

PSP terjadi karena robeknya suatu kantong udara dekat pleura visceralis. Penelitian secara patologis membuktikan bahwa pasien pneumotoraks spontan yang parunya direseksi tampak adanya satu atau dua ruang berisi udara dalam bentuk bleb atau bulla. Bulla merupakan suatu kantong yang dibatasi sebagian oleh pleura fibrotik yang menebal, sebagian lagi oleh jaringan paru emfisematous. Bleb terbentuk dari suatu alveoli yang pecah melalui jaringan interstisial kedalam lapisan fibrosa tipis pleura visceralis yang kemudian berkumpul dalam bentuk kista. Mekanisme terjadinya bulla atau bleb belum jelas, banyak pendapat menyatakan terjadinya kerusakan bagian apeks paru berhubungan dengan iskemia atau peningkatan distensi pada alveoli daerah apeks paru akibat tekanan pleura yang lebih negatif. Apabila dilihat secara patologis dan radiologis pada pneumotoraks spontan sering didapatkan bulla diapeks paru. Observasi klinis yang dilakukan pada pasien PSP ternyata angka kejadian lebih banyak dijumpai pada pasien pria yang berbadan tinggi dan kurus. Kelainan intrinsik jaringan konektif seperti pada sindrom marfan, prolaps katub mitral, kelainan bentuk tubuh mempunyai kecenderungan terbentuknya bleb atau bulla. Belum ada hubungan yang jelas antara aktivitas yang berlebihan dengan pecahnya bleb atau bulla karena pada keadaan tanpa aktivitas (istirahat) juga dapat terjadi pneumotoraks. Pecahnya alveoli berhubungan dengan obstruksi check-valve pada saluran napas kecil sehingga timbul distensi ruang udara dibagian distalnya. Obstruksi jalan napas bisa diakibatkan oleh penumpukan mukus dalam bronkioli baik oleh karena infeksi atau bukan infeksi.

Bayi aterm mampu menampung tekanan pleura antara -40 sampai -100 cmH20. Apabila tekanan udara melebihi nilai ambang tersebut dapat menimbulkan pecahnya alveoli, misalnya akibat aspirasi mekonium. Penelitian pada 11 pasien bukan perokok yang sembuah dari pneumotoraks spontan, dengan ventilation perfusion scintigraphy ternyata didapatkan gambaran obstruksi saluran napas.

Pneumotoraks Spontan Sekunder (PSS)(1,15)PSS terjadi karena pecahnya bleb visceralis atau bulla subpleura dan sering berhubungan dengan penyakit paru yang mendasarinya. Patogenesis PSS multifaktorial, umumnya terjadi akibat komplikasi penyakit PPOK (penyakit paru obstruktif kronik), asma, fibrosis kistik, tuberkulosis paru, penyakit-penyakit paru infiltratif lainnya, (misalnya pneumonia supuratif dan termasuk pneumonia P. Carinii). PSS umumnya lebih serius keadaannya daripada PSP, karena pada PSS terdapat penyakit paru yang mendasarinya. Pneumotoraks katamenial (endometriosis pada pleura) adalah bentuk lain dari PSS yang timbulnya berhubungan dengan menstruasi pada wanita dan sering berulang. Artritis rheumatoid juga dapat menyebabkan pneumotoraks spontan karena terbentuknya nodul rheumatoid pada paru.Akibat utama dari pneumotoraks bagi tubuh adalah berkurangnya kapasitas vital dan berkurangnya PaO2. Pada sebagian besar penderita pneumotoraks terjadi penurunan PaO2 dan terjadi peningkatan tekanan alveolus. Penurunan PaO2 disebabkan karena terjadi penurunan ventilasi-perfusi paru yang terkena, defek pertukaran gas, hipoventilasi alveolus, complien paru menurun, hipoksemia, dan terjadi restriksi pernafasan. (1,5)E. PEMBAGIAN

Ada beberapa jenis pneumotoraks, sesuai dengan klasifikasi sebagai berikut: (1,4,5,10,11)1. Klasifikasi menurut etiologi :

Pneumotoraks spontan

Pneumotoraks spontan (nontrauma) dapat terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura viseral, sementara pada suatu saat terjadi peninggian tekanan dijalan napas oleh suatu sebab sehingga alveolus dan pleura yang menutupnya pecah. Ini terjadi misalnya pada penderita infeksi paru dengan batuk-batuk keras, pada penggunaan kortikosteroid yang lama, dan pada penderita penyakit menahun. Penyebab lain ialah bula paru yang tidak disadari karena tidak bergejala yang dapat saja pada suatu waktu pecah.

Pneumotoraks primer

Terjadi pada orang yang sebelumnya sehat, tidak diketahui sebabnya, tetapi biasanya terdapat bleb pada permukaan paru (dibawah pleura visceralis). Timbul akibat ruptur bulla kecil (12 cm) subpleural atau bleb yang pecah yang kemudian membentuk lubang terutama di bagian puncak paru. Pneumotoraks sekunder

Sebagai komplikasi penyakit-penyakit paru yang mendasarinya. Tersering pada pasien bronkitis dan emfisema yang mengalami ruptur emfisema subpleura atau bulla. Penyakit dasar lain: Tb paru, asma lanjut, pneumonia, abses paru atau Ca paru. Pneumotoraks berhubungan dengan peningkatan tekanan intrapulmoner yang meluas sampai ke rongga udara subpleura dan permukaan pleura karena adanya obstruksi jalan nafas, alveoli yang besar, kista paru atau bulla.

Table 2. Causes Of Secondary Spontaneous pneumothorax. (11)

Pneumotoraks traumatik

A. Pneumotoraks artifisial, yaitu sengaja dibuat sebagai suatu tindakan atau kepentingan :

Untuk tujuan diagnostik.

Untuk tujuan pengobatan (collaps therapy)

B. Pneumotoraks traumatik (tidak disengaja)

Pada kecelakaan, dan terdapat trauma dada.

Trauma akibat dari :

FNA (fine needle aspiration)

Transbrochial biopsy

Biopsi pleura

Sebagai akibat tindakan : CRP.

2. Menurut letak pneumotoraks :

Pneumotoraks lateral

Pneumotoraks mediastinal

Pneumotoraks basal

Pneumotoraks bilateral

3. Menurut tingkatan kollaps paru yang terjadi :

Pneumotoraks totalis (100%)

Pneumotoraks parsial (paru yang kollaps berapa %)

1. derajat ringan : kurang dari 20 %

2. derajat sedang : 20-50 %

3. derajat berat : lebih dari 50 %

4. Menurut kejadian pneumotoraks :

Pneumotoraks akut

Pneumotoraks kronik (persisten)

Pneumotoraks kambuh (recurrens)

5. Menurut bentuk dan keadaan fistulanya :

a. Pneumotoraks terbuka

Terdapat hubungan antara rongga pleura dengan dunia luar atau dengan bronkus. Udara masih leluasa masuk rongga pleura saat inspirasi dan keluar saat ekspirasi, sehingga tekanan intrapleura sama dengan tekanan barometrik (tekanan atmosfer). Lubang pada pleura viseralis tetap terbuka.

b. Pneumotoraks tertutup

Dalam hal ini sudah tidak ada lagi hubungan antara rongga pleura dengan dunia luar atau bronkus. Fistula yang menimbulkan pneumotoraks sudah menutup.

Besarnya tekanan dalam rongga pleura :

Dapat lebih besar tekanan atmosfer

Dapat lebih kecil tekanan atmosfer

Sama dengan tekanan atmosfer

c. Pneumotoraks ventil (valvular)

Bila udara berasal dari paru melalui suatu robekan yang berupa katup (ventil), maka tiap kali menarik nafas sebagian udara yang masuk kedalam rongga pleura tidak dapat keluar lagi, kejadian ini bila lama akan menyebabkan semakin banyak udara terkumpul dalam rongga pleura sehingga kantong udara pleura mendesak mediastinum dan paru yang sehat (herniasi). Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang disebut tension pneumothorax yang harus segera diatasi, kalau tidak akan berakibat fatal. (15)

Di sini fistulanya bersifat ventil, artinya udara yang masuk kedalam rongga pleura saat inspirasi tidak dapat keluar lagi saat ekspirasi, sehingga jumlah udara dan tekanannya dalam rongga pleura semakin besar, dan disebut tension pneumothorax. Terjadi peningkatan progresif tekanan intrapleural yang menimbulkan kolaps paru yang progresif dan diikuti pendorongan mediastinal dan kompresi paru kontralateral. Pada pneumotoraks berat terjadi penurunan ventilasi dan AV shunt diikuti hipoksemi. Hal ini lebih berat dan cepat terjadi pada pneumotoraks sekunder yang disertai penyakit paru lain. (15)

6. Variasi pneumotoraks lainnya :

Yaitu pneumohidrotoraks : pneumotoraks yang disertai adanya timbunan cairan dalam rongga pleura yang berisi udara, sehingga cairan dan udara berada bersama dalam rongga pleura. Pada bayi baru lahir kadang-kadang ditemukan pneumotoraks akibat teknik resusitasi yang kurang baik.

F. GAMBARAN KLINIS

Pada anak besar sering didapatkan rasa nyeri yang sekonyong-konyong disisi torak yang terkena, yang kemudian disusul oleh dispnu. Gejala ini sering dikira suatu serangan angina pektoris. Pada sebagian penderita kadang-kadang ditemukan faktor pencetus berupa batuk, bersin, atau latihan jasmani yang berat. Namun, kadang-kadang pneumotorak dapat terjadi pada waktu tidur. (2)

Gambaran klinis yang terdapat pada pneumotoraks meliputi : (1,4,5,14)1. Keluhan

Penderita (mungkin) mengeluh berupa rasa nyeri dada, suatu nyeri pleura :

Datang mendadak.

Rasa sakit dijalarkan kebahu atau lengan pada sisi yang terkena.

Sesak nafas.

Batuk-batuk.

Pada pneumotoraks ventil : keluhan sesak nafas yang makin lama makin hebat, sering disertai shock.

Dapat pula keluhan timbul didahului oleh faktor-faktor pencetus, berupa :

Batuk-batuk hebat.

Bersin-bersin hebat.

Aktivitas berat.

Kadang-kadang pada pneumotoraks spontan tidak disertai adanya keluhan (pneumotoraks parsial) dan biasanya pneumotoraks ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan kesehatan umum (general check up)

2. Kelainan fisik.

Inspeksi : Mungkin penderita tampak sesak nafas.

Pergerakan dada daerah yang terkena relatif berkurang.

Tampak penderita batuk-batuk, sianosis, atau tampak lemah.

Iktus cordis bergeser kedaerah yang sehat.

Kadang-kadang penderita tampak kesakitan hebat (tanda permulaan).

Hemitoraks yang terkena tampak mencembung dan sela iga melebar.

Palpasi : Dada daerah yang terkena sela iga melebar.

Vokal fremitus melemah sampai hilang.

Trakea mengalami deviasi kearah bagian yang sehat.

Iktus cordis teraba dan bergeser letaknya kearah bagian yang sehat.

Perkusi : Pada daerah yang terkena suara perkusi hypersonor, atau mungkin tympani pada pneumotoraks ventil.

Apabila terdapat pneumohidrotoraks (karena ada udara dan cairan bersama dalam suatu rongga), maka ditemui suara perkusi pekak dibagian bawah dan sonor/hipersonor di bagian atas, dengan batas daerah perkusi sonor/hipersonor dengan daerah perkusi pekak, berupa garis mendatar.

Auskultasi : Dijumpai suara nafas melemah/menghilang pada daerah yang terkena.

Dijumpai bronkofoni yang melemah/menghilang pada daerah yang terkena.

Pada akhir inspirasi sering dijumpai suara metallic tinkling sound.

Suara nafas dapat berupa suara amforik.

Bila fistulanya masih terbuka dapat terdengar water whistle mur-mur.

Bila terdapat pneumohidrotoraks akan ditemukan fenomena hippocratic succution, (bila dada penderita dikocok).3. Kelainan radiologik.(4)Gambaran radiologik (rontgen foto toraks), merupakan penentu diagnostik bila dibuat dengan baik.

Gambaran radiologi dari pneumotoraks :

Garis atau gambaran pleura visceralis tampak dimedia terhadap pleura parietalis.

Paru (akan) mengalami retraksi ke arah medial (kollaps).

Gambaran paru yang kollaps ke arah hilus dengan radiolusen ke sebelah perifer.Gambaran ini akan membesar pada posisi ekspirasi. Singkirkan kemungkinan bulla yang besar, emfisema paru, kista paru, kaverne yang besar.

Selain itu gambaran radiologik dapat berupa bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan batas paru berupa garis radioopak tipis berasal dari pleura visceralis. Jika pneumotoraks luas, akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru menjadi kuncup/kollaps didaerah hilus dan mendorong mediastinum kearah kontralateral. Selain itu sela iga menjadi lebih lebar.4. Faal paru.

Terdapat defek :

Restriksi pernafasan.

Bila dilakuan pemeriksaan faal paru dengan spirometer akan dapat dilihat adanya suatu gangguan restriksi dengan berkurangnya kapasitas vital yang lebih dari 20 % dari yang diprediksi, makin parah keadaan penderita tentunya kemunduran ini akan semakin besar pula. Bila diperiksa dengan peak flow meter maka tentunya akan ada pula kemunduran peak flow meter. (5)

Complience paru menurun.

Defek pertukaran gas.

Pada fase akut pneumotoraks, bila pneumotoraks (paru kollaps lebih dari 50 %), akan terjadi:

1. hipoksemia.

2. perfusi paru yang terkena menurun.

Pada pneumotoraks ventil, bila tekanan intrapleura lebih atau sama dengan satu atmosfer, maka ventilasi paru kontralateral terganggu sehingga bisa menimbulkan severe respiratory dystress.

5.Pemeriksaan Penunjang(1,8,11)

Analisis gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada sebuah penelitian didapatkan 17% dengan PO2 < 55 mmHg, 4% dengan PO2 < 45mmHg, 16% dengan PCO2 > 50 mmHg dan 4% dengan PCO2 > 60 mmHg. Pada pasien PPOK lebih mudah terjadi pneumotoraks spontan. Dalam sebuah penelitian 51 dari 171 pasien PPOK (30%) dengan FEV1 < 1,0 liter dan 33% dengan FEV1/FVC < 40% prediksi (Light,2003). Penelitian lain menyebutkan bahwa gagal nafas yang berat (PO2 < 50 mmHg dan PCO2 > 50 mmHg, atau disertai dengan syok) terdapat pada 16% pasien dan secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

Pneumotoraks paru kiri sering menimbulkan perubahan aksis QRS dan gelombang T prekordial pada rekaman elektrokardiografi (EKG) dan dapat ditafsirkan sebagai infark miokard akut (IMA).

Pemeriksaan Computed Tomography (CT-scan) mungkin diperlukan apabila dengan pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan.

Pemeriksaan ini lebih spesifik untuk membedakan emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer atau sekunder. Sensitivitas pemeriksaan CT-scan untuk mendiagnosis emfisema subpleura yang bisa menimbulkan pneumotaks spontan primer antara 80-90%.

Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan invasif, tetapi memiliki sensitifitas yang lebih besar dibandingkan pemeriksaan CT-scan. Menurut swierenga dan vanderschueren, berdasarkan analisa dari 126 kasus pada 1990, hasil pemeriksaan endoskopi dapat dibagi menjadi 4 derajat yaitu:

Derajat I: pneumotoraks dengan gambaran paru yang mendekanormal (40%) .

Derajat II: pneumotoraks dengan perlengketan disertai hemotoraks (12%)

Derajat III: pneumotoraks dengan diameter bleb atau bulla < 2 cm (31%)

Derajat IV: pneumotaraks dengan banyak bulla yang besar, diameter > 2 cm (17%), (Loddenkemper, 2003)

Gambar 3. Chest X-ray of Left-sided Tension Pneumothorax(8)

Gambar 4. Left-sided pneumothorax (on the right side of the image) on CT scan of the chest. A chest tube is in place--side of chest, the lumen (black) can be seen adjacent to the pleural cavity (black) and ribs (white). The heart can be seen in the centre.(8)

G. DIAGNOSIS. (1,5,12)Pneumotoraks sering ditemukan secara kebetulan pada check up kesehatan, sedang penderita tidak ada keluhan.

Diagnosis ditegakkan atas dasar :

1. Anamnesis.

Riwayat trauma.

Riwayat penyakit paru.

Perlu ditanyakan adanya penyakit paru atau pleura lain yang mendasari pneumotoraks, dan menyingkirkan adanya penyakit jantung. Keluhan :

Rasa nyeri dada (pada awal penyakit).

Sesak nafas (pada pneumotoraks ventil, sesaknya makin lama makin berat), disertai nyeri dada yang terkadang dirasakan menjalar ke bahu.

Batuk-batuk, dan terkadang disertai hemoptisis.

Riwayat faktor pencetus sebelumnya :

Batuk-batuk hebat.

Bersin-bersin hebat.

Aktivitas/angkat berat.

2. Pemeriksaan fisik.

Keadaan umum : sesak nafas, sianosis, lemah, batuk-batuk, gelisah, atau kesakitan hebat.

Tanda vital :

RR meningkat.

Takikardi.

Hipotensi, syok (gangguan hemodinamik pada pneumotoraks ventil).

Abnormalitas pada pemeriksaan dada :

Dada daerah yang terkena lebih mencembung dibanding yang sehat, dengan pergerakan dada yang relatif berkurang. Daerah yang terkena sela iga melebar, vokal fremitus melemah sampai hilang. Trakea deviasi kearah bagian yang sehat dan iktus cordis bergeser kearah bagian dada yang sehat. Suara perkusi hipersonor atau timpani pada daerah yang terkena. Auskultasi pada daerah yang terkena suara nafas melemah atau menghilang. Adanya pneumotoraks disertai timbunanan cairan dalam rongga pleura dapat dibuktikan secara fisik dan adanya nomena succution hippocratic. (15)

3. Pemeriksaan penunjang.

Rontgen foto toraks PA.(1,15)Bila ada kecurigaan komplikasi emfisema mediastinalis, perlu dilakukan Rontgen foto toraks lateral. Apabila dari gambaran rontgen foto toraks tampak gambaran pneumotoraks, harus ditentukan berapa persentase kollaps paru.

Cara menentukan ukuran (persentase) pneumotoraks :

Volume paru dan hemitoraks dihitung sebagai diameter kubus. Jumlah (isi) paru yang kollaps ditentukan dengan rata-rata diameter kubus paru dan toraks sebagai nilai perbandingan (rasio). Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks 10 cm dan diameter kubus rata-rata paru yang kollaps 8 cm, maka rasio diameter kubus adalah 83/103 = 512/1.000, sehingga diperkirakan ukuran pneumotoraksnya 50 %.

CT scanning dada, USG (tidak rutin).

Analisa gas darah arteri memberikan gambaran hipoksemia meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan.

EKG : pneumotoraks primer paru kiri sering menimbulkan perubahan aksis QRS dan gelombang T prekordial, dan dapat ditafsirkan sebagai infark miokard akut (IMA).

H. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding pneumotoraks : (1,5,8,15) Emfisema paru.

Kavitas paru besar.

Bulla besar.

Kista paru / kista bronkogenik.

Abses paru.

Nyeri pleuritik.

Hematotoraks.

Acute myocardial infarction

I. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi akibat pneumotoraks: (1,4,5) Pneumotoraks tension dengan gejala dispnu yang makin berat, sianosis, gelisah. Pada pemeriksaan foto rontgen tampak medistinum dan jantung terdorong kesisi yang sehat, sela iga tampak melebar, diafragma sisi yang terkena rendah.

Pembentukan eksudat (infeksi sekunder) : pleuritis, mediastinitis, dan lain-lain.

Timbulnya infeksi sekunder pada pungsi toraks darurat maupun sebagai akibat pemasangan WSD sangat ditakutkan. Infeksi akan dapat berupa empiema, suatu abses paru, pleuritis, mediastinitis, dan lain-lain.

Hemopneumotoraks. Di samping gejala dispnu dan sianosis, disertai pula gejala akibat kehilangan darah seperti anemia, renjatan dan lain-lain.

Emfisema kutis dan mediastinal.

Karena tekanan tinggi dirongga pleura, udara ditekan masuk ke jaringan lunak melalui luka dan naik ke wajah. Leher dan wajah membengkak seperti pada udem hebat. Pada perabaan terdapat krepitasi yang mungkin meluas kejaringan subkutis toraks.

Pneumomediastinum. Fistel bronkopleural. Empiema (pyopneumotoraks). Atelektasis (paru yang kollaps tidak mau mengembang). Kegagalan pernafasan. Recurrent pneumothoraxJ. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya semua penderita pneumotaraks harus dirawat dirumah sakit, mengingat setiap saat dapat timbul komplikasi. Penderita diberi obat sedatif untuk mengurangi rasa nyeri dan untuk menenangkan (morfin atau petidin). Batuk perlu dicegah (misalnya dengan kodein) dan sedapat-dapatnya faktor etiologi dihilangkan. Anak dengan pneumotoraks spontanea diobati secara konservatif, karena pada umumnya resorpsi udara dan pengembangan kembali jaringan paru berjalan cepat. Namun bila didapatkan pneumotoraks tension segera dilakukan pungsi rongga pleura yang bersangkutan, dengan jarum dan kemudian dilakukan water sealed drainage. Pada pneumotoraks yang terjadi berulang-ulang dapat diberikan suntikan larutan glukosa 50% kedalam rongga pleura untuk menimbulkan pleuritis secara kimiawi sehingga terjadi perlekatan antara pleura visceralis dan parietalis. (1,4,5)

Gambar 5. Primary Spontaneous Pneumothorax Summary Management Algorithm. (13)

Gambar 6. Secondary Spontaneous Pneumothorax Summary Management Algorithm. (13)

Video-assisted thoracoscopic surgery (VATS) dapat digunakan untuk melihat rongga pleura pada reseksi bulla dan pleurodesis (table 3). Kompikasi yang dapat ditumbulkan karena Video-assisted thoracoscopic surgery lebih besar terjadi pada pasien secondary pneumothorax disbanding dengan pasien primary pneumothorax. (11).

Untuk mengidentifikasi faktor resiko operasi pembedahan pada pneumotoraks spontan, Lund University Hospital mengadakan penelitian pada bulan Januari 1996 dan Desember 2003. Penelitian tersebut menggunakan metode retrospektif pada 240 pasien pneumotoraks spontan. Pada hasil penelitian tersebut akan disusun dalam bentuk tabel dan laporan operasi. Pada penelitian tersebut diamati tentang factor resiko selama 54 bulan. Hasilnya Video-assisted thoracoscopic surgery (VATS), digunakan pada 93% pasien pada operasi bullectomi dengan atau tanpa pleurodesis/ pleurectomi. Pada operasi anterolateral thoracotomy terdapat 6 kasus (2,3%). Angka kematian ( 15.000 / mm3dan protein > 3 gr/ dL.

B. ETIOLOGISebelum antibiotik berkembang, pneumokokus (Streptococus pneumoniae) danStreptococus b hemolyticus(Sterptococus pyogenes) adalah penyebab empiema yang terbesar di bandingkan sekarang. Basil gram negatif sepertiEscherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Proteus speciesdanKlebsiella pneumoniaemerupakan grup yang terbesar dan hampir 30 % dijumpai pada hasil isolasi setelah berkurangnya kejadian empiema sebagai komplikasi pneumonia pneumokokus. (1,21,30)Staphylococcus aureusmerupakan organisme penyebab infeksi yang paling sering menyebabkan empiema pada anak-anak, terutama pada bayi sekitar 92 % empiema pada anak-anak di bawah 2 tahun. Bakteri gram negatif yang lainHaemophilus influenzaeadalah penyebab empiema pada anak-anak. (1,21,26,27)Empiema juga dapat disebabkan organisme yang lain seperti empiema tuberkulosis yang sekarang jarang dijumpai pada negara berkembang. Empiema jarang disebabkan oleh jamur, terutama pada penderita yang mengalami penurunan daya tahan tubuh (Immunocompromised).Aspergillus speciesdapat menginfeksi rongga pleura dan dapat menyebabkan empiema dan ini terkadang terjadi pada penderita yang mengalami penurunan daya tahan tubuh yang dapat menyebabkan penyakit paru-paru dan pleura yang serius walaupun jarang. (21,26,27)Untuk terjadinya infeksi paru-paru, kuman pathogen harus dapat melewati saluran pernapasan bawah. Kebanyakan orang dewasa telah memiliki antibodi untuk beberapa jenis virus yang umum, dan kebanyakan infeksi virus bersifat ringan. (1,21,26,27,28)C. PATOFISIOLOGIInfeksi paru dapat menyebabkan terjadinya empiema. Infeksi adalah komplikasi yang paling sering terjadi. Sumber infeksi yang paling jarang termasuk sepsis abdomen, yang mana pertama sekali dapat membentuk abses subfrenik sebelum menyebar ke rongga pleura melalui aliran getah bening. Abses hati yang disebabkanEntamoeba histolyticamungkin juga terlibat dan infeksi pada faring, tulang thoraks atau dinding thoraks dapat menyebar ke pleura, baik secara langsung maupun melalui jaringan mediastinum. (27,28)Pleura dan rongga pleura dapat menjadi tempat sejumlah gangguan yang dapat menghambat pengembangan paru atau alveolus atau keduanya. Reaksi ini dapat disebabkan oleh penekanan pada paru akibat penimbunan udara, cairan, darah atau nanah dalam rongga pleura. Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat peningkatan permeabelitas kapiler atau gangguan absorbsi getah bening. Eksudat dan transudat dibedakan dari kadar protein yang dikandungnya dan berat jenis. Transudat mempunyai berat jenis