inventory control tools

22
135070301111005 Gizi A2/30

description

food service management

Transcript of inventory control tools

Page 1: inventory control tools

135070301111005Gizi A2/30

Page 2: inventory control tools

1. The “ABC” Method

Klasifikasi ABC atau sering juga disebut sebagai analisis ABC merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material dalam susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan material itu per periode waktu (harga per unit dikalikan volume penggunaan dari material itu selama periode tertentu). Periode waktu yang umum digunakan adalah satu tahun. Analisis ABC disebut juga sebagai analisis Pareto atau hukum Pareto 80/20 adalah salah satu metode yang digunakan dalam manajemen logistik untuk membagi kelompok barang menjadi tiga yaitu A, B dan C. Kelompok A merupakan barang dengan jumlah item sekitar 20% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 80% dari nilai investasi total, kelompok B merupakan barang dengan jumlah item sekitar 30% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 15% dari nilai investasi total, sedangkan kelompok C merupakan barang dengan jumlah item sekitar 50% tapi mempunyai nilai investasi sekitar 5% dari nilai investasi total. Dengan pengelompokan tersebut maka cara pengelolaan masing-masing akan lebih mudah, sehingga perencanaan, pengendalian fisik, keandalan pemasok dan pengurangan besar stok pengaman dapat menjadi lebih baik (Wong, 2004).

Analisis ABC juga dapat ditetapkan menggunakan kriteria lain bukan semata-mata berdasarkan kriteria biaya tergantung pada faktor-faktor penting apa yang menentukan material tersebut. Klasifikasi ABC umum dipergunakan dalam pengendalian inventory (inventory control). Beberapa contoh penerapan seperti ; pengendalian inventory material pada pabrik, inventori produk akhir pada gudang barang jadi, inventory obat-obatan pada apotek, inventory suku cadang pada bengkel atau toko, inventory produk pada supermarket atau toko serba ada (roserba) , dan lain – lain .

Aturan ini akan membantu seseorang untuk bekerja lebih fokus pada elemen-elemen yang bernilai tinggi (grup A) dan memberikan kontrol yg secukupnya untuk elemen-elemen yg bernilai rendah (B dan C). Prinsip ABC ini bisa digunakan dalam pengelolaan pembelian, inventori, penjualan, dokumen, asset, dan lain-lain. Analisis berbagai jenis barang/item yang memiliki berbagai kepentingan dan harus ditangani atau dikontrol secara berbeda. Ini adalah bentuk analisis Pareto di mana barang-barang (seperti kegiatan, pelanggan, dokumen, persediaan barang, penjualan wilayah) dikelompokkan menjadi tiga kategori (A, B, dan C)dalam rangka kepentingan ini item tersebut diperkirakan. 'Item A' adalah sangat penting, 'itemB' yang penting, 'item C' yang sedikit penting.

Pada bidang Inventory, pendekatan Hukum Pareto ini menjelaskan : 20 % dari produk yang dihasilkan perusahaan menghasilkan 80% pendapatan bagi perusahaan. Ketika ditelaahlebih ke dalam, fakta bisa 10% produk menghasilkan 70% penjualan dan ini diklasifikasikan ke A. Kemudian 80% dari jumlah produk menghasilkan 20% penjualan (masuk kelompok C) dan10% dari jumlah produk menghasilkan 10% penjualan (masuk kelompok B) Padahal dari segi biaya pergudangan dan administrasi yang ditimbulkannya, bisa terjadi kelompok C menimbulkan biaya 80%, karena terlalu banyak penumpukan, retur, dan administrasi yang bolak-balik. Di sini hasil dari ABC analysis memberikan rekomendasi tindakan untuk meminimumkan resiko pergudangan dan pada saat yang sama meningkatkan fokus pada produk- produk kriteria A dan B.

Page 3: inventory control tools

Kelompok A adalah kelompok yang sangat kritis sehingga perlu pengontrolan secara ketat, dibandingkan kelompok B yang kurang kritis, sedangkan kelompok C mempunyai dampak yang kecil terhadap aktivitas gudang dan keuangan. Terhadap persediaan di IFRS maka yang dimaksud kelompok A adalah kelompok obat yang harganya mahal, maka harus dikendalikan secara ketat yaitu dengan membuat laporan penggunaan dan sisanya secara rinci agar dapat dilakukan monitoring secara terus menerus. Oleh karena itu disimpan secara rapat agar tidak mudah dicuri bila perlu dalam persediaan pengadaannya sedikit atau tidak ada sama sekali sehingga tidak ada dalam penyimpanan. Sedangkan pengendalian obat untuk kelompok B tidak seketat kelompok A. Meskipun demikian laporan penggunaan dan sisa obatnya dilaporkan secara rinci untuk dilakukan monitoring secara berkala pada setiap 1-3 bulan sekali. Cara penyimpanannya disesuaikan dengan jenis obat dan perlakuannya. Pengendalian obat untuk kelompok C dapat lebih longgar pencatatan dan pelaporannya tidak sesering kelompok B dengan sekali-kali dilakukan monitoring dan persediaan dapat dilakukan untuk 2-6 bulandengan penyimpanan biasa sesuai dengan jenis perlakuan obat.

Prinsip ABC ini dapat diterapkan dalam pengelolaan pembelian, inventori, penjualan dan sebagainya. Dalam organisasi penjualan, analisis ini dapat memberikan informasi terhadap produk-produk utama yang memberikan revenue terbesar bagi perusahaan. Pihak manajemendapat meneruskan konsentrasi terhadap produk ini, sambil mencari strategi untuk mendongkrak penjualan kelompok B.

Menurut Noerbiant (2009:5) metode analisis ABC mengakui adanya fakta bahwa beberapa item persediaan lebih penting dari lainnya. Item kelompok A adalah kritis, item kelompok B adalah penting, item kelompok C tidak penting, kalau diukur dengan nilai uang per tahun.

Page 4: inventory control tools

.

Gambar. Metode analisis ABC. Rangkuti (2007:20)Gambar di atas menjelaskan bentuk kurva ABC dengan cara engklasifikasikan kelas

masing-masing kelompok jenis barang berdasarkan hasil penjualan dengan sisa persediaan yang masih ada dalam stok. Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa 20% jenis barang merupakan wakil dari 80% dari nilai total penjualan.

Rangkuti (2007) mengemukakan metode analisis ABC dengan cara mengelompokkannya menjadi tiga bagian:a. Kelompok A, yaitu kelompok volume terbanyak nilai penjualannyab. Kelompok C, yaitu kelompok volume terendah nilai penjualannya c. Kelompok B, yaitu kelompok yang berada ditengahnya

Penggunaan Analisis ABC adalah untuk menentapkan : a. Frekwensi perhitungan inventori (cycle inventory),dimana material-material kelas A

harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan inventory dibandingkan material-material kelas B atau C.

b. Prioritas rekayasa (engineering), dimana material-material kelas A dan B memberikan petunjuk pada bagian Rekayasa dalam peningkatan program reduksi biaya ketika mencari material-material tertentu yang perlu difokuskan.

c. Prioritas pembelian (perolehan), dimana aktivitas pembelian seharusnya difokuskan pada bahan-bahan baku bernilai tinggi (high usage). Fokus pada material-material kelas A untuk pemasokan(sourcing) dan negoisasi.

d. Keamanan : meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan nilai penggunaan (usage value), namun analisis ABC boleh digunakan sebagai indikator dari material-material mana (kelas A dan B) yang seharusnya aman disimpan dalam ruangan terkunci untuk mencegah kehilangan, kerusakan, atau pencurian.

e. Sistem pengisian kembali (replenishment systems), dimana klasifikasi ABC akan membantu mengidentifikasi metode pengendalian yang digunakan. Akan lebih ekonomis apabila mengendalikan material-material kelas C dengan simple two - bin

Page 5: inventory control tools

system of replenishment (synonim ; bin reserve system or visual review system) dan metode-metode yang lebih canggih untuk material-material kelas A dan B.

f. Keputusan investasi : karena material-material kelas A menggambarkan investasi yang lebih besar dalam inventory, maka perlu lebih berhati-hati dalam membuat keputusan tentang kuantitas pesanan dan stock pengaman material-material kelas A dibandingkan terhadap material-material kelas B dan C.

Terdapat sejumlah prosedur untuk mengelompokkan material-material inventory kedalam kelas A, B dan C, antara lain :a. Tentukan penggunaan volume per periode waktu ( biasanya pertahun ) dari material-

material yang ingin di klasifikasikan.b. Gandakan (kalikan ) volume penggunaan per periode waktu (pertahun) dari setiap

material dengan biaya per unitnya guna memperoleh nilai total penggunaan biaya per periode waktu (pertahun) untuk setiap material itu.

c. Jumlahkan nilai total penggunaan biaya dari semua material inventory itu untuk memperoleh nilai total penggunaan biaya agregat (keseluruhan).

d. Bagi nilai total penggunaan biaya dari setiap biaya inventory itudengan nilai total penggunaan biaya agregat, untuk menentukan persentase nilai total penggunaan biaya dari setiap material inventory itu.

e. Daftarkan material – material itu dalam rank persentase nilai total penggunaan biaya dengan urutan menurun dari terbesar sampai terkecil.

f. Klasifikasikan material – material inventory itu ke dalam kelas A, B dan C dengan kriteria 20% dari jenis material diklasifikasikan ke dalam kelas A. 30% dari jenis material diklasifikasikan ke dalam kelas B, dan 50% jenis material diklasifikasikan ke dalam kelas C.

Page 6: inventory control tools

Adapun contoh aplikasi dari Klasifikasi ABC adalah sebagai berikut:Tabel. Perhitungan klasifikasi ABC dari inventori perusahaan

microchips

Grafik. Pengelompokkan inventory PT. Microchips berdasarkan klasifikasi ABC

Setelah material-material inventori itu dikelompokkan ke dalam kelas A, B, C, selanjutnya pihak manajemen pembelian perlu memfokuskan perhatian pada material-material kelas A dengan merumuskan kebijaksanaan JIT dalam pembelian material-material kelas A itu. Pihak manajeman industri juga dapat memanfaatkan klasifikasi ABC ini untuk merumuskan sistem manajemen inventory material, seperti ditunjukkan pada tabel dibawah ini :

Page 7: inventory control tools

Tabel. Pengelompokkan inventori berdasarkan klasifikasi ABC

2. Fixed Item Inventorya. Sistem persediaan dengan ukuran pemesanan tetap (fixed order size system)

Sistem persediaan dengan ukuran pemesanan tetap adalah jumlah pesanan yang paling ekonomis, dan pemesanan dilakukan apabila jumlah persediaan menunjukan saat harus melakukan pemesanan kembali (reorder point), selain itu perusahaan harus menentukan persedian pengaman (safety stock). Konsekuensinya, penggunaan ini adalah adanya jangka waktu antara dua pemesanan yang tidak sama.

Gambar. Sistem persediaan dengan ukuran pemesanan tetap

Keterangan gambar : Q : tingkat persediaan yang maksimum RP (Reorder Point) : titik dimana dilakukan pemesanan kembali SS (Safety Stock) : titik persediaan pengaman T : waktu Sistem ini dapat digunakan apabila memenuhi ciri-ciri sebagai berikut : a. Pesanan

atau pembelian persediaan selalu dilakukan apabila jumlah persediaan telah mencapai tingkat pemesanan kembali. b. Besarnya pemesanan sesuai dengan jumlah yang

Page 8: inventory control tools

ekonomis. c. Jarak antara dua pemesanan tidak sama (T1 ≠ T2 ≠ T 3). d. Terdapat persediaan pengaman (safety stock). Sistem penyediaan persediaan dengan ukuran pemesanan tetap ini, biasanya digunakan oleh perusahaan dengan skala besar, karena pada perusahaan besar investasi untuk persediaan bahan bakunya telah disediakan dan persediaan bahan baku sangat memerlukan pengelolaan yang baik agar proses produksi dapat berjalan lancar.

b. Sistem persediaan dengan jangka waktu tetap (fixed order interval system) Sistem pesanan ini bertumpu pada pemeriksaan persediaan pada interval waktu

yang teratur, dan mengakibatkan kuantitas pesanan selalu berubah.

Gambar. Sistem persediaan dengan jangka waktu tetap

Keterangan gambar : Q : tingkat persediaan rata-rata SS (safety stock) : titik persediaan pengaman T1 = T2 = T3 : selang waktu antara setiap pesanan yang dilakukan adalah sama Sistem ini dapat digunakan apabila memenuhi ciri-ciri sebagai berikut : Jumlah yang dipesan atau dibeli setiap kali tidak sama. Selang waktu antara dua pemesanan adalah tetap Tidak ada titik pemesanan kembali, sehingga titik pemesanan kembali sama

dengan selang waktu pemesanan Terdapat persediaan yang akan digunakan untuk menghadapi adanya perubahan

permintaan selama waktu pemesanan.3. Par Stock System

Par stock adalah standart jumlah stok yang telah ditentukan jumlah maksimum dan minimumnya. Par bisa didefinisikan sebagai jumlah barang yang harus ada (required on-hand). Stok barang adalah jarang, jika ada, pada par tertentu, ketika terjadi pengeluaran barang maka jumlahnya akan berkurang dan setiap pembelian akan menambah jumlah barang tersebut. Par stock adalah jumlah barang yang sudah ditentukan untuk setiap jenisnyayang harus dipunyai. Jadi, Par stock dapat didefinisikan sebagai jumlah normal yang dibutuhkan untuk operasional, ditambah faktor keamanan untuk menutupi kebutuhan barang jika terjadiketerlambatan pengiriman. Contoh: barang A telah ditentukan par stock sejumlah 10 buah. Atinya bahwa idealnya barang A yang harus

Page 9: inventory control tools

dimiliki sejumla 10 buah. Jika barang A tersebut tinggal 4 buah maka harus menambah 6 buah lagi untuk disesuaikan dengan jumlah par stock yang telah ditentukan.

Par Stock System mensyaratkan bahwa tingkat jumlah tertentu ditetapkan untuk setiap item yang harus disimpan untuk memenuhi kebutuhan menu yang direncanakan dan setiap kondisi yang tidak terduga yang mungkin terjadi. Perintah ditempatkan di interval agar tetap teratur selama jangka waktu tertentu. Setiap kali tanggal pemesanan datang, saham yang cukup kemudian dibeli untuk mengisi pasokan yang ditentukan. Tingkat penggunaan setiap item harus hati-hati dalam merencanakan antara tanggal pemesanan.

Par stock adalah standar perhitungan jumlah persediaan meterials dan supplies untuk menunjang jalannya operasional di housekeeping department. Adapun manfaat par stock antara lain : a. Untuk mengetahui seberapa besar jumlah materials & supplies yang dibutuhkan untuk

operasional housekeeping departmentb. Sebagai alat kontrol dalam operasional sehari-haric. Untuk menjamin perputaran materials & supplies dalam operasional housekeeping.

Di housekeeping sendiri terdapat beberapa inventarisasi yang dilakukan terhadap beberapa materials & supplies baik itu recycled inventory maupun non recycled inventory. Materials dan supplies yang diadakan inventarisasi tersebut antara lain : a. Linensb. Uniformsc. Guest Loan Itemsd. Machines & Equipmente. Cleaning Suppliesf. Guest Supplies

Diharapkan dengan penggunaan sistem ini dapat mengeliminasi risiko kelebihan stok dan kekurangan stok yang berpengaruh pada tinggi rendahnya biaya inventarisasi.

4. “Mini-Max” System

Mini-Max meupakan sebuah sistem pengendalian persediaan yang lebih canggih saat ini. Mini-Max Sistem digunakan untuk mempertahankan tingkat persediaan semua item atau item yang dipilih. Dengan sistem Mini-Max ini dapat menentukan tingkatan persediaan minimum dan maksimum suatu item. Sistem ini melibatkan pra-penentuan dua tingkat persediaan untuk setiap produk. Tingkat pertama melibatkan pembentukan nilai maksimum (metric maksimum) produk yang dimiliki di gudang, mirip dengan par stock sistem yang merefleksikan jumlah unit persediaan yang tidak boleh terlewati. Sedangkan tingkat kedua (minimum metric) ditentukan berdasarkan waktu pemesanan dan waktu pengiriman pemasok tersebut. Bagi perusahaan yang menghadapi permintaan siklikal dan musiman, sistem mini-max dapat dijadikan sebuah pilihan. Sementara perusahaan tahu bahwa mereka akan mendapatkan pesanan dalam jangka waktu tertentu, katakanlah seperempat, mereka tidak benar-benar yakin kapan, mereka harus mempertahankan jumlah minimum produk untuk menarik penjualan orang- orang. Namun, pertanyaan bagi kebanyakan perusahaan adalah bagaimana nilai-nilai dalam sistem mini-max. Sistem mini-max masih sebuah sistem yang layak dan berguna dari manajemen persediaan. Meskipun ada biaya tambahan yang dipegang dari bulan ke

Page 10: inventory control tools

bulan, dan perusahaan melakukan kerusakan resiko untuk menginventarisasi lagi yang dimiliki, secara keseluruhan biaya-biaya tersebut dapat diimbangi dengan sediaan perusahaan menggunakan skala ekonomisnya untuk mengamankan biaya pengangkutan yang lebih rendah, dan harga yang lebih rendah, pada bagian-bagian yang masuk .

The Min/Max system simply states that:

MIN = Reorder Point

MAX = Reorder Quantity + Inventory On Hand + Inventory On Order

Contoh: Jika perusahaan menjual rata-rata 3000 unit yang terjual per bulan, dan lead time untuk penambahan saham adalah sekitar 3-4 minggu, maka relatif aman ambang batas minimal persediaan akan menutupi 3000 unit ini, ditambah 50% dari nilai ini untuk menjelaskan setiap lonjakan yang tiba-tiba dalam permintaan. Jadi, dalam hal ini, tingkat persediaan minimal mungkin 4.500 unit, dan tingkat maksimum bisa setinggi 10.000 untuk menutupi kebutuhan kuartal seluruh anggota.

Cara kerja Min-Max System ini yaitu apabila persediaan telah melewati batas – batas minimum dan mendekati batsa safety stock maka re-order harus dilakukan. Jadi batas minimum stock merupakan batas re-order level. Batas maksimum adalah batas kesediaaan perusahaan atau manajemen untuk menginvestasikan uangnya dalam bentuk persediaan bahan baku. Jadi dalam hal ini yang terpenting adalah batas minimum dan maximum untuk dapat menentukan order quantity. Pada data yang bersifat stochastic metode ini mempunyai beberapa persamaan dalam perhitungannya sebagai berikut :

Page 11: inventory control tools

Dalam inventory control, dasar reorder dengan parameter:

a. Average monthly consumption (CA) b. Suplier lead time (LT) c. Procurement period, time until the next order will be place (PP) d. Stock on hand in inventory (S1) e. Stock now on order from supplier but not yet received (S0) f. Quantity of stock back-ordered to lower levels (SB)

Rumus mathemetic Smin dan Smax

Safety Stock (SS) SS = (LT x CA)

Smin (Stok minimum)Smin = (LT x CA) + SS = 2 SS

Smax (stok maksimum)Smax = Smin + (PP x CA)

An example of minimum –maximum level calculations is a case in which in the lead time for tetracyclin capsules is two months, the average monthly consumption is 1,000 capsules, and additional safety stock allocated is 2,000 capsules. For a procurement period of six months, the Smin & Smax quantity would be set:

Page 12: inventory control tools

Smin = (2 x 1,000) + 2,000 = 4,000 capsules

Smax = 4,000 + (6 x 1,000) = 10,000 capsules

Jika kondisi stok dibawah stok level minimum, maka perhitungan order quantity dirumuskan:

Qo = (Smax + SB)-(S1+So)

Sebagai contoh diatas, tetracyclin yang tersedia di stok 3,000 dan pesanan yg belum datang 2,000, dan tidak ada permintaan dari pelayanan, maka

Qo = (10,000 + 0) – (3,000 + 2,000)

Qo = 5,000

5. Economic Order QuantityMetode ini pertama kali dicetuskan oleh Ford Harris pada tahun 1915, tetapi lebih

dikenal dengan nama metode Wilson karena dikembangkan oleh Wilson pada tahun 1934. EOQ (Economic Order Quantity) adalah kuantitas bahan yang dibeli pada setiap kali pembelian dengan biaya yang paling minimal (Sutrisno, 2001). Menurut Rangkuti (2007:11) menyatakan Economic Order Quantity (EOQ) merupakan jumlah pembelian bahan mentah pada setiap kali pesan dengan biaya yang paling rendah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Herjanto (2008:248) bahwa EOQ, yaitu jumlah pemesanan yang memberikan biaya total persediaan terendah.

Menurut Handoko (2000:339), metode Economic Order Quantity (EOQ) atau Economic Lot Size (ELS) dapat digunakan untuk barang-barang yang dibeli maupun yang diproduksi sendiri. Perbedaan pokoknya adalah EOQ merupakan nama yang biasa digunakan untuk barang-barang internal, sedangkan ELS adalah biaya pemesanan meliputi biaya penyiapan pesanan untuk dikirimkan ke pabrik dan biaya mesin-mesin yang diperlukan untuk mengerjakan pesanan. Menurut Yamit (2005:246), metode EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan biaya langsung penyimpanan persediaan dan biaya pemesanan persediaan.

Page 13: inventory control tools

Gambar: biaya total sebagai fungsi dari kuantitas pemesananBerdasarkan gambar tersebut, biaya pemesanan variabel dan biaya penyimpanan

variabel mempunyai hubungan terbalik yaitu semakin tinggi frekuensi pemesanan, maka semakin rendah biaya penyimpanan variabel. Dapat dilihat bahwa tingkat pemesanan optimal terjadi pada saat biaya penyimpanan sama dengan biaya pemesanan Agar biaya pemesanan variabel dan biaya penyimpanan variabel dapat ditekan serendah mungkin, maka perlu dicari jumlah pembelian yang paling ekonomis, yaitu dengan rumus sebagai berikut:

EOQ = √ 2 SDH

Dimana: EOQ = Kuantitas pembelian optimal S = Biaya pemesanan setiap kali pesan D = Penggunaan bahan baku per tahun H = Biaya penyimpanan per unit

Persoalan sebenarnya dalam EOQ, yaitu: (1) Berapa jumlah yang harus dipesan. (2)

Berapa lama waktu interval antara pesanan pertama dengan pesanan berikutnya yang

akan mendatangkan biaya minimal. Menurut Handoko (2000:341) menyebutkan bahwa

model EOQ dapat diterapkan bila anggapa-anggapan berikut ini dipenuhi:

a. Permintaan akan produk adalah konstan, seragam dan diketahui (deterministik)b. Harga per-unit produk adalah konstanc. Biaya penyimpanan per-unit per-tahun (H) adalah konstand. Biaya pemesanan pe-pemasanan (S) adalah konstane. Waktu antara pesanan dilakukan dan barang-barang diterima (lead time-L) adalah

konstanf. Tidak terjadi kekurangan barang atau back order

Menurut Ahyari (1995), untuk dapat mencapai tujuan tersebut maka perusahaan harus memenuhi beberapa faktor tentang persediaan bahan baku. Adapun faktor-faktor tersebut adalah: a. Perkiraan penggunaan

Sebelum kegiatan pembelian bahan baku di- laksanakan, maka manajemen harus dapat mem- buat perkiraan bahan baku yang akan diperguna- kan didalam proses produksi pada suatu periode. Perkiraan bahan baku ini merupakan perkiraan tentang berapa besar jumlahnya bahan baku yang akan dipergunakan oleh perusahaan untuk keper- luan produksi pada periode yang akan datang.

b. Harga dari bahan Harga bahan baku yang akan dibeli menjadi salah satu faktor penentu pula dalam kebijaksa- naan persediaan bahan. Harga bahan baku ini me- rupakan dasar penyusunan perhitungan berapa be- sar dana perusahaan yang harus disediakan untuk

Page 14: inventory control tools

investasi dalam persediaan bahan baku tersebut. Sehubungan dengan masalah ini, maka biaya mod- al (cost of capital) yang dipergunakan dalam per- sediaan bahan baku tersebut harus pula diperhi- tungkan.

c. Biaya-biaya persediaan Biaya-biaya untuk menyelenggarakan perse- diaan bahan baku ini sudah selayaknya diperhi- tungkan pula didalam penentuan besarnya perse- diaan bahan baku. Dalam hubungannya dengan biaya-biaya persediaan ini, maka digunakan data biaya persediaan yaitu: Biaya penyimpanan (holding cost/ carrying cost) Biaya pemesanan atau pembelian (ordering cost/procurement cost)

d. Pemakaian senyatanya Pemakaian/penggunaan bahan baku senyatanya dari periode-periode yang lalu (actual demand) merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan karena untuk keperluan proses produksi akan dipergunakan sebagai salah satu dasar per- timbangan dalam pengadaan bahan baku pada periode berikutnya. Seberapa besar penyerapan bahan baku oleh proses produksi perusahaan serta bagaimana hubungannya dengan perkiraan penggunaan yang sudah disusun harus senantiasa dianalisa.

e. Waktu tunggu Waktu tunggu (lead time) adalah tenggang waktu yang diperlukan (yang terjadi) antara saat pemesanan bahan baku dengan datangnya bahan baku itu sendiri. Waktu tunggu ini perlu diperhati- kan karena sangat erat hubungannya dengan penentuan saat pemesanan kembali (reorder point). Dengan waktu tunggu yang tepat maka perusahaan akan dapat membeli pada saat yang tepat pula, sehingga resiko penumpukan persediaan atau kekurangan persediaan dapat ditekan seminimal mungkin.

f. Persediaan pengaman (safety stock) Persediaan pengaman merupakan suatu persediaan yang dicadangankan sebagai pengaman dari kelangsungan proses produksi perusahaan. Persediaan pengaman diperlukan karena dalam kenyataannya jumlah bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi tidak selalu tepat seperti yang direncanakan. Perhitungan safety stock adalah sebagai berikut (Rangkuti dalam Indrayati, 2007):

Dimana: q = Kuadrat eror X = Penggunaan bahan baku senyatanya Y = Perkiraan penggunaan bahan baku

g. Pemesanan kembali (reorder point) Reoder point adalah saat atau waktu tertentu perusahaan harus mengadakan pemesanan bahan dasar kembali, sehingga datangnya pesanan tersebut tepat dengan habisnya bahan dasar yang dibeli, khususnya dengan metode EOQ (Gitosudarmo, 2002). Perhitungan ROP adalah sebagai berikut:

ROP = Safety Stok + (Lead Time x Q) Dimana:

Page 15: inventory control tools

ROP = Reorder point Lead time = Waktu tunggu Q = Penggunaan bahan baku rata- rata per hari

Formulasi dalam Economic Order Quantity

Ket: D = jumlah demand / permintaan

S = biaya pemesanan

H = biaya simpan perunit/tahun

h = % biaya simpan

c = harga barang / unit

F = frekwensi pemesanan

T = jarak tiap pesanan

d = permintaan perhari

EOQ (Q) = kuantitas ekonomis

TC = total biaya persediaan

RoP = Reorder point

EOQ (Q) = √ 2 S DH

= √ 2 S Dh × c

F = DEOQ

T = hari kerja tiap tahunF

d = Djumlah hari kerja

TC = H . Q

2 +

S . DQ

RoP = d × L

Page 16: inventory control tools

Contoh:

Diketahui

Demand (D) = 250.000 unit, hari kerja = 250 hari

Biaya penyimpanan (H) = Rp. 50,-/komp/th

Biaya pemesanan (S) = Rp. 25.000,-/ pesan

L = 10 hari

Tentukan EOQ, Reorder point, dan total biaya persediaannya!

Jawab

Contoh : Instalasi farmasi rumah sakit ABC menggunakan Halothane 250 cc sejumlah 1200 botol per tahun. Harga perbotolnya RP. 900.000,- Rumah sakit memperkirakan Carryng Cost Interest Rate = 20% dan biaya pemesanan = Rp.50.000,-/order. Kepala instalasi Farmasi ingin mengetahui berapa banyak Halothane yang harus dipesan setiap kali pemesanan. Buat Fixed period system jika diketahui lead time nya 2 hari! Jawab : EOQ = √ 2 x 50.000 x 1200/0.2 x 900.000 = √ 120.000.000/180.000 = √ 666.67 = 25.8 ≈ 26 botol Ini berarti bahwa persediaan yang harus dibangun adalah 26 botol.

Ruauw Eyverson. 2011. Pengendalian Persediaan Bahan Baku. Ase – Volume 7 Nomor 1. Online. Diakses tanggal 13 Oktober 2014. http://repo.unsrat.ac.id/6/1/PENGENDALIAN_PERSEDIAAN_BAHAN_BAKU.pdf.

EOQ = √2 S DH

= √(2 × 35 .000 × 250.00050

= √17 .500 .000 .00050

= √350 .000 .000 = 18 .708 unit

RoP = d × L = 1000 × 10 = 10 . 000 unit

d =Dhari kerja

=250 . 000250

= 1000 unit/hari

TC = H .Q2

+S . DQ

= 50 × 18.7082

+ 35 .000×250 .00018 .708

= Rp. 935 .414

Page 17: inventory control tools

Wahyuningsih Restu. 2011. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku pada PT. Dagsap Endura Eatore di Kawasan Industri Sentul Bogor. Skripsi. Online. Diakses tanggal 13 Oktober 2014. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/2705

https://id.scribd.com/doc/112059687/Inventory-Control-Tools