Peran TGF B Dalam Regulasi Invasi Trofoblas - Imun Privilege
INVASI SPESIES ALIEN DAN DAMPAKNYA TERHADAP …
Transcript of INVASI SPESIES ALIEN DAN DAMPAKNYA TERHADAP …
i
INVASI SPESIES ALIEN DAN DAMPAKNYA TERHADAP
EKOSISTEM LAUT
OLEH
I NYOMAN GIRI PUTRA
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
karya tulis yang berjudul “Invasi Spesies Alien dan Dampaknya terhadap
Ekosistem Laut”. Untuk itu penulis sampaikan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuannya.
Tidak ada yang dapat penulis berikan kepada mereka selain iringan do’a yang
tulus dan ikhlas semoga amal baik mereka diterima dan mendapat balasan yang
lebih baik dari Tuhan Yang Maha Esa. Tidak lupa saran dan kritik yang
konstruktif sangat penulis harapkan dari pembaca demi kesempurnaan laporan
karya ilmiah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
II. SPESIES ALIEN INVASIF ............................................................................... 2
III. MEKANISME PENYEBARAN SPESIES ALIEN ........................................... 3
IV. CONTOH-CONTOH SPESIES ALIEN INVASIF ............................................ 5
a) MAKROALGA ..................................................................................... 5
b) IKAN ...................................................................................................... 13
c) INVERTEBRATA .................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 24
iv
DAFTAR TABEL
I. Tabel 1 Kelas, Spesies, Asal, & Daerah Invasi .......................................... 8
v
DAFTAR GAMBAR
NO
Halaman
1. Organisme fouling ............................................................................................ 3
2. Terusan Suez ................................................................................................... 4
3. Pengujian Kebiasaan Makan ............................................................................ 7
4. Contoh makroalga invasif ................................................................................ 9
5. Rata-rata kelimpahan mikrofauna .................................................................... 11
6. Lionfish .......................................................................................................... 14
7. Invasi lionfish ................................................................................................... 15
8. Ikan baronang invasif ....................................................................................... 17
9. Sea Lamprey..................................................................................................... 18
10. Udang pembunuh ............................................................................................. 20
11. Chinese mitten crab .......................................................................................... 21
1
I. Pendahuluan
Sebelum tahun 1990, isu tentang spesies alien relatif belum banyak
diperhatikan di dunia. Akan tetapi seiring dengan meningkatnya kesadaran
dan kepedulian tentang invasi alien species, pada akhir tahun 1990
berbagai penelitian dilakukan untuk mengetahui mekanisme dan
dampaknya terhadap ekosistem (Daisie, 2009). Invasi spesies alien tidak
hanya terjadi di darat tetapi juga di laut. Laut merupakan suatu ekosistem
yang tidak memiliki batas-batas geografis sehingga potensi invasi biota
laut cukup tinggi.
Kesuksesan invasi spesies alien ditentukan oleh faktor biotik
maupun abiotik. Paonganan (2008) menyatakan bahwa nutrien, cahaya dan
laju sedimentasi memiliki peran penting dalam mempengaruhi invasi
makroalga ke koloni karang hidup. Kondisi lingkungan yang optimal akan
memicu invasi tetapi adanya predator dan kompetisi dengan biota lokal
dapat menghambat terjadinya invasi (Tomas et al., 2011; Scheibling dan
Gagnon, 2006). Oleh sebab itu kombinasi antara faktor biotik dan abiotik
berperan penting dalam proses invasi alien species.
Invasi spesies alien seperti makroalga dapat mengubah ekosistem
misalnya dengan menggantikan populasi fitobentik seperti lamun dan
makroalga (Piazzi, et al 2001;Sanchez et al., 2005; Scheibling et al., 2006
). Perubahan komunitas fitobentik akan menyebabkan perubahan
komposisi spesies dan rantai makanan. Terjadinya perubahan struktur
komunitas ini diduga dapat memicu terjadinya kepunahan spesies dan
penurunan keanekaragaman hayati (Galil, 2007). Akan tetapi bukti-bukti
tentang peran alien macroalga dalam kepunahan spesies masih sedikit
yang bisa dibuktikan. Penelitian-penelitian lain ternyata menemukan
bahwa alien macroalga memiliki dampak positif dengan meningkatkan
2
keanekaragaman invertebrata dalam suatu ekosistem (Irigoyen et al.,
2011). Saat ini, berbagai spesies biota laut diketahui telah menginvasi
wilayah diluar habitat alaminya. Spesies-spesies tersebut sangat beragam
mulai dari kelompok makroalga, spons, Echinodermata, crustacea, ikan
dan lain sebagainya. Oleh sebab itu artikel berikut akan membahas tentang
beberapa spesies invasive dan dampak yang ditimbulkannya terhadap
lingkungan yang baru.
II. Spesies Alien Invasif (Alien invasive species, AIS)
Spesies invasif adalah spesies yang bukan spesies asli tempat
tersebut (hewan ataupun tumbuhan), yang secara luas memengaruhi
habitat yang mereka invasi. Makna lain dari spesies invasif adalah spesies,
baik spesies asli maupun bukan, yang mengkolonisasi suatu habitat secara
masif. Sementara itu, menurut IUCN Red List spesies alien invasif adalah
tumbuhan atau hewan yang diperkenalkan oleh manusia, secara tidak
sengaja atau sengaja, di luar jangkauan geografis alami mereka ke dalam
area di mana mereka tidak secara alami ada. Mereka sering diperkenalkan
sebagai hasil dari globalisasi ekonomi, misalnya dengan perdagangan
melalui kapal, pengiriman produk kayu yang dipenuhi serangga, atau
pengangkutan tanaman hias yang kemudian memantapkan diri ke alam liar
dan menyebar.
Spesies alien invasif (IAS) dapat memicu berbagai efek pada
lingkungan baru. Banyak spesies asing menjadi invasif, bersaing melawan
atau memangsa spesies asli, yang dapat menyebabkan kepunahan dan
kehancuran ekologis akhirnya. Spesies asing mungkin tidak memiliki
predator alami di lingkungan baru mereka, memungkinkan mereka
berkembang biak dengan cepat dan menyebar tanpa batas untuk akhirnya
mengambil alih area alami. Mereka dapat mengangkut penyakit, bersaing
dengan spesies asli, mengubah rantai makanan, mengurangi
keanekaragaman hayati, dan bahkan mengubah ekosistem dengan
mengubah komposisi tanah atau menciptakan habitat yang mendorong
kebakaran hutan.
3
III. Mekanisme Penyebaran Spesies Alien
Vektor-vektor yang memfasilitasi sampainya spesies alien invasif
ke habitat baru adalah sebagai berikut:
1) Kapal Laut
Sejarah terjadinya invasi spesies asing sepertinya dimulai ketika
berkembangnya perdagangan dunia melalui jalur laut yaitu sekitar abad
ke-16. Penyebaran berbagai macam makroalga bisa terjadi secara internal
melalui fragmen-fragmen yang terdapat pada ballast kapal atau menempel
pada badan kapal sebagai fouling (Glardon et al., 2008). Makroalga yang
ada pada kapal dapat terbawa dan menyebar dalam jarak yang jauh.
Sampai saat ini kapal laut memegang peranan penting dalam perdagangan
dunia sehingga memberikan kesempatan bagi berbagai macam spesies laut
menginvasi habitat baru.
Gambar 1. Organisme fouling yang menempel pada kapal
4
2) Kanal
Kanal dapat menjadi agen introduksi berbagai spesies asing dari
wilayah geografis yang berbeda melalui kapal atau organisme tersebut
secara langsung (Gollasch et al., 2006). Berbagai organisme laut
dilaporkan telah menyebar dari laut Merah ke Laut Mediterania melalui
terusan Suez. Terusan Panama juga menyebabkan terjadinya transfer
organisme laut antara laut Karibia dan Pasifik Timur (Minchin et al.,
2009).
Gambar 2. Terusan Suez
3) Akuakultur
Pertanian rumput laut secara akuakultur berpotensi mengintroduksi
spesies-spesies rumput laut asing. Bibit rumput laut yang digunakan
kebanyakan adalah rumput laut impor yang memiliki ketahanan hidup
lebih tinggi dibandingkan dengan spesies lokal. Larva dari rumput laut
yang dibudidayakan dapat saja menghuni habitat baru dan bersaing dengan
rumput laut lokal. Tersebarnya rumput laut juga dapat terjadi karena
kecelakaan kapal yang membawa bibit rumput laut tersebut.
5
Gambar 3. Budidaya makroalga
4) Akuarium
Makroalga untuk hiasan pada akuarium secara rutin diimpor dan
dan didistribusikan ke toko dan pasar di sejumlah negara. Pembuangan
sisa-sisa akuarium secara langsung ke laut berpotensi mengintroduksi
spesies-spesies asing. Contohnya adalah alga hijau Caulerpa taxifolia di
laut Mediterania dan California yang diperkirakan berasal dari buangan
akuarium (Glardon et al., 2008).
6
Gambar 4. Caulerpa taxifolia yang sering digunakan sebagai hiasan dalam
akuarium
5) Penelitian dan Pendidikan
Sisa-sisa bahan penelitian yang tidak ditangani dengan baik dan
langsung dibuang ke saluran air berpotensi mengandung fragmen maupun
spora alga yang masih hidup. Apabila fragmen atau spora ini menemukan
tempat yang cocok maka alga ini akan segara tumbuh dan menyebar.
Penyebaran makroalga juga dapat terjadi melalui eksperimen penanaman
di laut lepas (Minchin et al., 2009).
IV. Contoh-Contoh Spesies Alien Invasif
1) Makroalga
Makroalga adalah tumbuhan tidak berpembuluh yang tumbuh melekat
pada substrat di dasaran laut. Tumbuhan tersebut tidak memiliki akar, batang,
daun, bunga, buah dan biji sejati (Jana, 2006). Makroalga memiliki nilai
ekonomi yang cukup penting sehingga banyak diintroduksi ke berbagai
negara melalui budidaya. Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi apakah
7
suatu makroalga yang diintroduksi akan bersifat invasif atau tidak. Apabila
kondisi lingkungan optimal, makroalga dapat dengan cepat menginvasi
habitat baru. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi invasi makroalga
dapat dibedakan menjadi faktor abiotik dan biotik.
A. Faktor Abiotik
Unsur-unsur abiotik yang mempengaruhi invasi makroalga asing
adalah nutrien, jenis substrat, suhu, salinitas, dan gelombang. Apabila faktor-
faktor abiotik tersebut optimal untuk pertumbuhan makroalga maka
kemungkinan akan terjadi invasi oleh makroalga tersebut. Lingkungan yang
kaya nutrien akan mempercepat pertumbuhan makroalga. Paonganan (2008)
menyatakan bahwa fosfat merupakan nutrien yang paling mempengaruhi
invasi makroalga ke koloni karang karang hidup. Akan tetapi beberapa
makroalaga seperti Caulerpa taxifolia mampu hidup pada lingkungan dengan
nutrien rendah sehingga alga ini sangat invasif.
Substrat merupakan tempat bagi makroalga untuk menempel dan
bertahan dari terjangan gelombang. Makroalga seperti Caulerpa racemosa
tidak mampu tumbuh baik pada substrat berbatu tetapi lebih cenderung hidup
pada substrat yang tersusun dari dead matte lamun Posidonia oceanica
(Piazzi, et al 2001).
Tiap-tiap makroalga memiliki toleransi terhadap suhu dan salinitas
yang berbeda-beda. Spesies invasif seperti Caulerpa taxifolia memiliki
temperatur lethal yang lebih rendah dibandingkan dengan komunitas alga
lokal yaitu berkisar dari 7-140 C (Glardon et al., 2008). Oleh sebab itu, alga
ini lebih tahan terhadap variasi perubahan suhu laut.
Gelombang yang terlalu besar dapat merusak thalus makroalga.
Makroalga pada umumnya hidup pada daerah-daerah yang terlindungi seperti
laguna, padang lamun dan terumbu karang sehingga ekosistem tersebut
merupakan ekosistem yang paling rentan terhadap invasi makroalga (Glardon
et al., 2008).
B. Faktor Biotik
8
Unsur biotik yang mempengaruhi kemampuan invasi makroalga asing
adalah ada atau tidaknya predator dan kompetisi dengan komunitas lokal.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan kolonisasi alien
macroalga disebabkan oleh tidak adanya predator alami di ekosistem
tersebut. Tomas et al. (2011) melakukan suatu percobaan untuk mengetahui
kebiasaan makan landak laut terhadap 4 alien macroalga yaitu alga hijau
Caulerpa racemosa var. cylindracea dan alga merah Lophocladia
lallemandii, Acrothamnion preissii, and Womersleyella setacea pada
ekosistem padang lamun Posidonea oceanica.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 3 dari 4 alien macroalga yaitu
Lophocladia lallemandii, Acrothamnion preissii, and Womersleyella setacea
dihindari oleh landak laut sedangkan Caulerpa racemosa var. cylindracea
termasuk diminati sebagai sumber makanan (gambar 3). Herbivor pada
umumnya menghindari alien makroalga karena makroalga tersebut
menghasilkan beberapa metabolit yang beracun bagi herbivor seperti senyawa-
senyawa alkaloid dan halogen (Tomas et al., 2011). Caulerpa racemosa var.
cylindracea sebenarnya menghasilkan metabolit caulerpenyne yang berfungsi
untuk melindungi diri dari predator. Oleh sebab itu mekanisme pemangsaan C.
racemosa belum sepenuhnya dipahami. Akan tetapi konsumsi C. racemosa
ternyata dapat menurunkan performance landak laut. Dengan demikian,
ketiadaan predator alami ini menyebabkan alien macroalga dapat berkembang
dengan cepat dan invasif.
Kompetisi adalah suatu bentuk interaksi dua spesies atau lebih yang
memanfaatkan sumberdaya yang sama. Sanchez et al. (2005) menemukan
bahwa invasi Sargassum muticum dibatasi oleh ketersediaan ruang sehingga
semakin rapat komunitas alga semakin kecil peluang invasi oleh S. muticum.
Hal ini didukung juga oleh Mineur et al. (2008) yang menyatakan bahwa
semakin kompleks suatu komunitas semakin kecil kemungkinan terjadinya
invasi oleh spesies asing.
9
Gambar 5. Pengujian kebiasaan makan pada landak laut dengan lamun P.
oceanica (hitam) dan 4 alien macroalgae (putih). n = jumlah pengulangan,
p = nilai peluang, z = statistik wilcoxon
Sumber: Tomas et al., (2011)
Penelitian tentang kompetisi antara alien macroalga dan alga lokal
juga dilakukan oleh Scheibling dan Gagnon (2006) yang menyatakan bahwa
pertumbuhan alien macroalgae Codium fragile ssp. tomentosoides dihambat
oleh kanopi yang dibentuk populasi kelp (Laminaria, Desmarestia). Akan
tetapi jika alga ini mendapatkan kesempatan untuk tumbuh maka kolonisasi
oleh kelp akan sulit terjadi. Hal ini disebabkan karena C. fragile membentuk
tutupan yang rapat dan tebal sehingga meningkatkan sedimentasi yang
menyulitkan kolonisasi kembali oleh kelp (Scheibling dan Gagnon, 2006).
10
Berbagai kasus invasi alien macroalga yang sudah diteliti adalah
makroalga yang bersifat invasif karena kemampuan makroalga ini mengubah
ekosistem yang ditempati. Beberapa alien macroalga invasif disajikan pada
tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Kelas, spesies, asal, daerah invasi dan sumber literatur dari
beberapa contoh alien macroalga yang bersifat invasif
Kelas Spesies Asal Lokasi Invasi Literatur
Alga Coklat
(Phaeophyta)
Undaria
pinnatifida
Asia Timur
Laut (Jepang,
Korea dan
China)
Argentina,
Tasmania
Irigoyen
et al.
(2011)
Alga Merah
(Rhodophyta)
Sargassum
muticum
Jepang Spanyol, Inggris Critchley et al.
(1999)
Womersleyella
setacea
Tidak
diketahui
Prancis, Italia,
Spanyol
Algaebase
(www.algaebase.org)
Acrothamnion
preissii
Australia Jepang, Afrika
Selatan, Eropa:
Pulau Balearic
Flora Base Western
Australia
(http://florabase.dec.
wa.gov.au)
Gracilaria
vermiculophylla
Pasifik Barat Timur Pasifik dan
Atlantik Barat
Thomsen (2010)
Alga Hijau
(Chlorophyta)
Caulerpa
taxifolia
Hawai Laut Mediterania,
California dan
Australia,
Glardon et al. (2008)
Caulerpa
racemosa
Laut Merah Laut Mediterania Piazzi et al. (2001)
Caulerpa
racemosa var
cylindrika
Australia Barat Laut Mediterania:
dari Spanyol,
Turki, Prancis,
Cyprus; dan
samudra Atlantik:
Kepulauan
Canary
Ceccherelli et al.
(2005)
Codium
fragile ssp.
tomentosoides
Jepang Amerika Utara,
Kanada
Scheibling et al.
(2006)
Contoh-contoh spesies makroalga invasif diperlihatkan pada gambar
berikut.
11
A B
C D
Gambar 6 Contoh-contoh spesies makroalga alien invasif. Undaria pinnatifida
(A), Caulerpa racemosa (B), Sargassum muticum (C), Gracilaria vermiculophylla
(D).
Berdasarkan kajian dari beberapa literatur, dampak invasi alien
macroalga terhadap ekosistem laut dapat dibedakan menjadi dampak positif
dan negatif.
A. Dampak positif
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa invasi alien macroalga
memberikan dampak positif terhadap ekosistem laut. Alien macroalgae
berperan penting dalam meningkatkan keanekaragaman dan kekayaan
makrofauna bentik. Alien macroalgae seperti Undaria pinnatifolia dan
12
Gracilaria vermiculophylla membentuk suatu habitat kompleks yang
menyediakan berbagai sumber makanan dan tempat bernaung bagi berbagai
jenis biota laut (Irigoyen et al., 2011; Thomsen, 2010. Alga ini berperan dalam
melindungi makrofauna bentik dari pemangsa dan menyediakan tempat untuk
menempel (Thomsen, 2010). Adapun fauna bentik yang sering dijumpai
menempel pada alga adalah kelompok bivalvia dan gastropoda (Thomsen,
2010).
Komunitas Undaria memiliki kelimpahan udang-udangan, kepiting,
landak laut, nemertina dan berbagai cacing polichaeta yang lebih tinggi
dibandingkan dengan komunitas tanpa Undaria (Irigoyen et al., 2011) (gambar
5). Sementara itu kelimpahan kerang dan kiton rendah karena kelompok ini
hidup pada substrat keras. Spesies-spesies ini merupakan makanan bagi
pemangsa-pemangsa yang lebih besar sehingga terbentuk suatu jaring-jaring
makanan yang kompleks dalam ekosistem.
Makroalga juga berperan penting dalam siklus nutrien ekosistem laut.
Alga yang telah mati akan segera terdekomposisi membentuk nutrien yang
dapat dimanfaatkan tumbuhan sekitar maupun diekspor keluar dari ekosistem
tersebut. Suplai nutrien dari komunitas ini berlangsung cepat. Pada alga merah
Gracilaria vermiculophylla, 40% biomassa terdekomposisi hanya dalam waktu
satu minggu (Thomsen et al., 2009).
13
14
Gambar 7. Rata-rata kelimpahan makrofauna bentik dengan Undaria
(putih) dan tanpa Undaria (abu-abu)
Sumber: Irigoyen et al., (2011)
B. Dampak negatif
Dampak negatif yang disebabkan oleh invasi alien macroalga telah
banyak didokumentasikan. Dampak negatif tersebut seperti perubahan pada
struktur komunitas makroalga. Caulerpa racemosa merupakan alga hijau
daerah tropis yang bersifat invasif. C. racemosa berhasil menutupi wilayah
baru hanya dalam waktu 6 bulan. Kecepatan pemanjangan stolon C.racemosa
mencapai 2 cm d-1 yang menyebabkan alga ini secara cepat mendominasi
populasi alga lokal. Introduksi alga ini di laut Mediterania menyebabkan
terjadinya perubahan pada struktur komunitas alga yaitu penurunan tutupan
dan jumlah spesies alga lokal (Piazzi et al., 2001). C. racemosa
berkembangbiak dengan cepat dan membentuk suatu kanopi yang
menyebabkan alga-alga kecil lebih rentan terhadap invasi C. racemosa (Piazzi
et al., 2001).
Spesies invasif lainnya yaitu Caulerpa taxifolia dilaporkan
menimbulkan kerusakan pada padang lamun khususnya pada Posidonia
oceanica L. Molenaar et al., (2009) mengungkapkan bahwa terjadi penurunan
jumlah tutupan Posidonia saat C. taxifolia mencapai pertumbuhan maksimum.
Alga ini membentuk hamparan dalam komunitas lamun sehingga
meningkatkan terjadinya sedimentasi. Sedimentasi menimbulkan kondisi
anoksik sehingga dapat menyebabkan kematian pada padang lamun (Molenaar
et al., 2009). Kematian lamun akan mempercepat kolonisasi alga karena alga
berkembangbiak dengan cepat sedangkan pertumbuhan lamun berlangsung
lambat.
Kerusakan padang lamun menyebabkan terjadinya perubahan struktur
komunitas pada hewan-hewan nekton, makrobentos dan meiofauna yang
berasosiasi dengan padang lamun (Argyrou et al., 1999; Harmelin-Vivien et
al., 1999; Carriglio et al., 2003). Lamun merupakan tempat untuk mencari
makan, memijah dan tempat asuhan bagi berbagai juvenil hewan laut sehingga
15
perubahan kerapatan maupun kualitas padang lamun akan berdampak terhadap
hewan yang berasosiasi dengan lamun tersebut. Harmelin-Vivien et al. (1999)
menyatakan bahwa total keanekaragaman, kerapatan dan biomassa ikan lebih
rendah pada lamun Posidonia oceanica yang diinvasi oleh C.taxifolia.
Perubahan pada struktur makrobentik dilaporkan oleh Argyrou et al.
(1999) yang menemukan bahwa terjadi penurunan jumlah gastropoda dan
krustacea sementara itu terjadi peningkatan jumlah polichaeta, bivalvia dan
ekinodermata pada ekosistem lamun Posidonia oceanica setelah invasi C.
racemosa. Argyrou et al. (1999) menyimpulkan bahwa pertumbuhan yang
cepat dari C. racemosa mempengaruhi terjadinya perubahan pada struktur
komunitas makrobentik di ekosistem lamun Posidonia oceanica. Penelitian
pada meiofauna pada P. oceanica yang diinvasi oleh C. racemosa var
cylindrica menunjukkan terjadi penurunan keanekaragaman meiofauna dan
perubahan komposisi kelompok krustasea (Carriglio et al., 2003).
Dengan demikian, dampak positif maupun negatif yang disebabkan oleh
introduksi alien macrolaga sangat tergantung dari spesies yang diintroduksi,
kelimpahan spesies dan ada tidaknya predator. Spesies-spesies invasif seperti
C. racemosa dan C. taxifolia memang dilaporkan banyak menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan karena spesies ini berkompetisi dengan
komunitas fitobentik (Argyrou et al., 1999; Harmelin-Vivien et al., 1999;
Carriglio et al., 2003; Molenaar et al., 2009). Dalam jumlah yang sedikit
makroalga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan tetapi
apabila jumlah spesies meningkat kemungkinan makroalga akan invasif dan
merugikan. Predator memegang peranan penting dalam mengendalikan
populasi alien macroalga (Tomas et al., 2011). Apabila tidak terdapat predator,
alien macroalga kemungkinan akan invasif dan merugikan.
2) Ikan
Beberapa ikan juga diketahui bersifat invasif diantaranya lionfish
(ikan singa), killifish, Siganus (baronang) dan Goatfish.
a) Lionfish
16
Nama umum "lionfish" merujuk pada dua spesies yang hampir saling
berhubungan dan hampir tidak dapat dibedakan yang bersifat invasif di
perairan Amerika (Gambar 6) Lionfish, yang berasal dari Indo-Pasifik,
pertama kali terdeteksi di sepanjang pantai Florida pada pertengahan 1980-
an, tetapi populasi mereka telah membengkak secara dramatis dalam 15
tahun terakhir. Lionfish sangat populer di kalangan aquarists, sehingga
pelepasan dari akuarium adalah penyebab invasi. Lionfish sekarang
mendiami terumbu karang, bangkai kapal, dan tipe habitat lainnya di
perairan laut hangat Atlantik.
Gambar 8. Salah satu spesies lionfish (Pterois volitans) yang bersifat
invasif
Lionfish terus berkembang dengan kecepatan yang menakjubkan dan
merusak ekosistem terumbu karang asli di Atlantik, Teluk Meksiko, dan
Karibia. Ahli biologi menduga bahwa populasi lionfish belum mencapai
puncaknya di Teluk Meksiko (gambar 7) yang berarti bahwa permintaan
mereka akan mangsa asli akan terus meningkat. Penelitian baru-baru ini
17
juga mengungkapkan bahwa lionfish dapat mentolerir zona pantai payau,
sehingga habitat mangrove dan muara juga berisiko mengalami invasi.
Gambar 9. Invasi lionfish di laut Karibia dan Teluk Meksiko
Dampak terhadap Ikan Asli dan terumbu karang
Ikan singa dewasa terutama pemakan ikan dan memiliki sangat
sedikit predator di luar daerah jelajah mereka. Para peneliti telah
menemukan bahwa seekor singa yang berada di terumbu karang dapat
mengurangi rekrutmen ikan karang asli hingga 79 persen (Albins and
Hixon, 2008). Karena lionfish memakan mangsa yang biasanya
dikonsumsi oleh kakap, kerapu, dan spesies asli lain yang penting secara
komersial, keberadaan mereka dapat secara negatif mempengaruhi
kesejahteraan perikanan komersial dan rekreasi yang berharga.
Seiring pertambahan populasi ikan lionfish, mereka memberikan
tekanan tambahan pada terumbu karang yang sudah berjuang dari efek
18
perubahan iklim, polusi, penyakit, penangkapan ikan berlebihan,
sedimentasi, dan pemicu stres lainnya yang telah mengarah pada daftar
tujuh spesies karang di daerah yang dipenuhi ikan singa. Misalnya, lionfish
memakan herbivora dan herbivora memakan alga dari terumbu karang.
Tanpa herbivora, pertumbuhan alga tidak terkendali, yang dapat merusak
kesehatan terumbu karang.
b) Siganus (Baronang)
Dua spesies ikan siganid, Siganus rivulatus dan S. luridus yang masuk
Mediterania dari Laut Merah melalui Kanal Suez pertama kali dicatat lepas di
pantai Israel pada tahun 1924 (Steinitz,1927) dan 1955 (Ben-Tuvia, 1964).
Kedua spesies ini dapat ditemukan di Selatan Laut Adriatik, Sisily dan Tunisia
(Azzurro and Andaloro, 2004). Ikan Baronang termasuk ke dalam ikan
herbivore dengan cakupan habitat yang cukup luas.
Habitat alami dari S. rivulatus ditemukan sepanjang Afrika Timur dari
Afrika Selatan sampai Laut Merah, termasuk Comoros, Madagascar dan
Seychelles. S. rivulatus dapat ditemukan di perairan dangkal di atas substrat
yang ditutupi alga, termasuk substrat berbatu dan berpasir serta daerah di mana
alga tumbuh di antara rumput laut pada kedalaman kurang dari 15 m. Biasanya
ditemukan membentuk kumpulan ikan (Schooling) 50 sampai beberapa ratus
ikan. Ikan ini diketahui merupakan inang dari beberapa parasite seperti:
Cliophoran Balantidium sigani; Copepod Bomolochus parvulus (nomen
dubium); Cacing pipih Tetrancistrum strophosolenus, Tetrancistrum suezicum,
Glyphidohaptor plectocirra dan Hexangium saudii serta acanthocephalan
Sclerocollum saudii.
Larva ikan yang baru menetas pemakan planktonik dan diatom kecil,
saat mereka tumbuh mereka juga memakan zooplankton seperti copepoda. Ikan
dewasa kebanyakan herbivora, yang memakann alga termasuk Polysiphonia
spp dan Sphacelaria spp. Akan tetapi, penelitian juga menunjukkan ikan ini
juga memakan ctenophores dan scyphozoans pada musim semi dan awal
musim panas di Laut Merah utara.
19
S. luridus adalah spesies rabbitfish (Siganidae) yang asli berasal dari
Samudra Hindia barat, Laut Merah dan Teluk Persia. Spesies ini telah
menyebar ke Laut Mediterania karena Terusan Suez (migrasi Lessepsian).
Spesies ini juga membentuk kelompok-kelompok kecil yang memakan alga
bentik di air dangkal dengan substrat pasir. Duri sirip punggung dan sirip
duburnya mengandung racun yang tidak begitu membahayakan bagi manusia.
Setelah spesies ini menginvasi laut Mediterania terjadi beberapa
perubahan dalam jarring-jaring makanan di lokasi tersebut. Kedua spesies
memakan alga dalam jumlah yang banyak sehingga menyediakan cukup ruang
bagi spesies invasif lainnya (kerang Erythrean) untuk berkembang dengan
cepat dan mendominasi kawasan tersebut. Penelian lainnya juga menunjukkan
bahwa preferensi kedua spesies ikan terhadap jenis alga tertentu juga
menyebabkan hampir punahnya beberapa spesies alga di lokasi tersebut
(Lundberg et al., 2004).
A B
Gambar 10. Ikan baronang yang bersifat invasif. S. rivulatus (A), S. luridus (B).
c) Lamprey Laut (Petromyzon marinus)
Lamprey laut adalah ikan primitif, seperti belut yang berasal dari utara
Samudra Atlantik dan Baltik, Mediterania barat dan lautan Adriatik yang
kemudian mnginvasi Great Lakes pada awal abad ke-20. Di daerah asalnya,
sebagian daur hidup lamprey di air asin, tetapi mereka mampu menyesuaikan
diri sepenuhnya di air tawar di Great Lakes. Saat dewasa mereka bertelur di
sungai. Telur menetas menjadi larva yang hidup dari bahan organic dalam
20
aliran bawah sampai mereka berubah menjadi parasit yang bermigrasi ke hilir
lalu menuju ke danau. Lamprey dewasa menghabiskan 12 sampai 20 bulan
memakan darah ikan penghuni danau lainnya, sampai mereka siap melakukan
perjalanan hulu untuk bertelur. Siklus hidup lengkap biasanya berlangsung
lima sampai sembilan tahun.
Distribusi alami lamprey laut termasuk pantai Atlantik Utara Amerika
dari Newfoundland hingga Florida utara, pantai Atlantik Eropa, Baltik, barat
Laut Mediterania dan Laut Adriatik. Saat ini lamprey laut juga ditemukan di
semua wilayah di Great Lakes. Larva lamprey laut hidup di anak sungai Great
Lakes yang memiliki habitat yang cocok sampai mereka menjadi remaja.
Dampak buruk yang ditimbulkan oleh lamprey laut pada perikanan
komersial di Great Lakes pada tahun 1940-an dan 50-an memicu Kanada dan
Amerika Serikat membentuk Komisi Perikanan Great Lakes pada tahun 1955.
Sejak itu, komisi ini telah melakukan pengendalian spesies lamprey pada tiap
tahapan yang berbeda dari siklus hidupnya. Termasuk di dalamnya penggunaan
bahan kimia yang membunuh larva lamprey secara selektif, hambatan dan
perangkap yang mencegah lamprey dewasa pindah ke hulu dan bertelur.
Lamprey laut menggunakan mulut pengisapnya, gigi tajam dan
lidah untuk menempelkan dirinya ke tubuh ikan dan menghisap
darah ikan. Ikan yang selamat dari serangan dibiarkan dengan luka
terbuka besar yang bisa terinfeksi dan sering menyebabkan
kematian.
Selama fase parasit, satu lamprey laut dapat menghancurkan rata-
rata 18 kilogram ikan.
Sedikitnya satu dari tujuh ikan mungkin selamat dari serangan
lamprey laut. Serangan telah mengurangi stok ikan trout, salmon,
bandeng, cisco dan burbot di Great Lakes.
21
Gambar 11. Sea Lamprey (Petromyzon marinus)
3) Invertebrata
a) Udang Pembunuh (Dikerogammarus villosus)
Tersebar luas di bagian hilir Sungai Danube di wilayah Eropa Timur /
Ukraina (Mordukhai-Boltowskoi 1969, Nesemann et al. 1995). Distribusi
aslinya terbatas pada Danube bagian bawah oleh lembah sempit Dunakanyar
di dekat pertemuan Sungai Danube dan Ipoly (Nesemann et al. 1995).
Dikerogammarus villosus mendiami air tawar / payau, danau, sungai, dan
kanal di daerah dengan kecepatan arus rendah (Devin dan Beisel 2006).
Udang ini dapat beradaptasi dengan berbagai macam substrat serta berbagai
tingkat suhu, salinitas, dan oksigen. Spesies ini menempel pada tepian yang
diikat, dinding lembaran, dan ganggang permukaan dan dapat menghuni
substrat apa pun kecuali pasir (Krosier dan Malloy 2006, Devin dan Beisel
2006). Spesies Ini juga dapat hidup di dalam kolam batuan yang dalam dan di
bawah batu berpori (Nesemann et al. 1995). Di Rhine bagian bawah, spesies
ini mencapai kepadatan tertinggi pada substrat keras, terutama batu-batu
22
besar, batu, dan kerikil dalam 3 meter dari garis pantai (Kelleher et al. 1998,
Platvoet et al. 2009). Kelas ukuran individu yang berbeda cenderung terpisah
secara spasial, dengan individu terkecil biasanya ditemukan pada akar atau
makrofita dan individu yang lebih besar ditemukan pada batu bulat (Mayer et
al. 2008). Di bagian sungai dengan kompleksitas habitat yang tinggi, D.
villosus mampu hidup berdampingan dengan spesies gammari lainnya (Kley
dan Maier 2005).
Dikerogammarus villosus adalah predator omnivora dari banyak
makroinvertebrata, termasuk gammarids dan juga mampu memakan detritus
dan menyaring alga yang tersuspensi (Mayer et al. 2008). Spesies ini juga
menunjukkan sifat kanibalistik dengan sesekali makan larva yang baru
ditetaskan (Dick dan Platvoet 2000, Dick et al. 2002). Selain itu, D. villosus
telah diamati membunuh atau melukai mangsa potensial tanpa
mengkonsumsinya (Dick et al. 2002).
Dikerogammarus villosus adalah predator ganas dan pesaing unggul.
Kemampuannya untuk makan dan menggantikan amphipod lain telah
menyebabkan prediksi penurunan besar dalam keanekaragaman amphipod
jika diperkenalkan pada berbagai habitat air tawar Amerika Utara (Dick dan
Platvoet 2000). Di Belanda, D. villosus telah menggantikan banyak populasi
spesies amphipod asli Eropa, Gammarus duebeni, serta menyerang populasi
G. tigrinus di Amerika Utara (Dick dan Platvoet 2000). Dikerogammarus
villosus telah menggantikan D. haemobaphes di beberapa bagian sungai
Danube dan Rhine (Mueller et al. 2002). Spesies ini juga mengkonsumsi telur
atau ikan kecil pada tahap remaja, yang berpotensi menimbulkan penurunan
populasi ikan buruan jika diintroduksi ke Great Lakes (Devin dan Beisel
2006).
Waktu generasi yang pendek, tingkat pertumbuhan yang cepat,
kematangan seksual awal, fekunditas tinggi, rasio jenis kelamin betina, dan
ukuran besar D. villosus dibandingkan dengan spesies terkait lainnya
menjadikannya spesies yang kompetitif terhadap spesies asli (bij de Vaate et
al. 2002). Dikerogammarus villosus juga telah diprediksi memiliki efek
23
lingkungan negatif langsung dan tidak langsung yang serius jika diintroduksi
ke ekosistem Great Lakes (Dick et al. 2002).
Dikerogammarus villosus adalah inang bagi beberapa parasit
microsporidian yang dapat menjadi penyakit yang muncul pada krustasea lain
setelah introduksi inang (Bacela-Spychalska et al. 2012, Ovcharenko et al.
2010). Selain itu, banyak amphipoda air tawar juga berfungsi sebagai inang
perantara bagi cacing acanthocephalan (parasit dengan burung dan ikan
sebagai inang akhir).
Gambar 12. Udang pembunuh, D. villosus
b) Chinese Mitten Crab (Eriocheir sinensis)
Kepiting mitten menghabiskan sebagian besar hidupnya di air tawar
dan kembali ke laut untuk berkembangbiak. Selama tahun keempat atau
kelima mereka di akhir musim panas, krustasea ini bermigrasi ke hilir dan
mencapai kematangan seksual di muara sungai. Setelah kawin, betina lalu
menuju laut, melewati musim dingin di perairan yang lebih dalam. Mereka
kembali ke air payau di musim semi untuk menetaskan telur mereka. Setelah
berkembang sebagai larva, kepiting muda secara bertahap pindah ke hulu ke
air tawar.Kepiting ini bergerak dari habitat air tawar ke habitat air asin setelah
24
mencapai kematangan reproduksi. Jenis-jenis muara yang cocok untuk
kepiting mitten adalah air payau untuk perkembangan larva, dan perairan
dangkal yang besar untuk pertumbuhan kepiting remaja (Herborg et al., 2003)
Chinese mitten crab berasal dari Hong Kong sampai perbatasan
Korea. Kepiting ini lebih memilih daerah pantai. Di Yangtze, sungai terbesar
di daerah asalnya, kepiting mitten telah tercatat ditemukan hingga 1.400 km
(870 mil) di hulu (Veilleux and de Lafontaine, 2007). Dikenal menetap di
sawah di tepi laut dan sungai.
Gambar 13. Chinese Mitten Crab (Eriocheir sinensis)
Spesies ini telah menyebar dengan cepat dari Asia (Cina dan Korea)
ke Amerika Utara dan Eropa, meningkatkan kekhawatiran tentang
kemungkinan spesies ini bersaing dengan spesies lokal. Kepiting ini sering
merusak tanggul dan menyumbat sistem drainase. Kepiting mitten dapat
melakukan migrasi darat yang signifikan. Dilaporkan pada tahun 1995 bahwa
penduduk Greenwich melihat kepiting mitten Cina keluar dari Sungai
Thames, dan pada tahun 2014 ditemukan kepiting di Clyde, di Skotlandia
(BBC News, 2014). Di beberapa tempat, kepiting telah ditemukan ratusan mil
dari jauhnya dari laut. Ada kekhawatiran di daerah-daerah dengan perikanan
kepiting asli yang besar, seperti Teluk Chesapeake di Maryland dan Sungai
Hudson di New York. Dampak dari dari invasi oleh spesies ini pada populasi
asli tidak diketahui.
25
Amerika saat ini sudah melarang aktivitas impor, mengangkut, atau
memiliki kepiting mitten karena pelepasan yang tidak disengaja atau risiko
lepas dari penyebaran kepiting ini cukup besar. Selain itu, beberapa negara
juga telah membatasi impor kepiting mitten. Kepiting mitten telah
diintroduksi ke Great Lakes beberapa kali, tetapi belum dapat membentuk
populasi permanen.
Kepiting mitten juga menginvasi perairan Jerman, tempat mereka
menghancurkan jaring ikan, melukai spesies ikan asli dan merusak
bendungan lokal, menyebabkan kerusakan hingga 80 juta Euro. Kepiting-
kepiting ini bermigrasi dari Tiongkok ke Eropa pada awal tahun 1900 dan
pertama kali didokumentasikan oleh laporan resmi Jerman pada tahun 1912
dari Sungai Aller. Setelah diselidiki oleh para ilmuwan Jerman pada tahun
1933, diperkirakan bahwa kepiting bermigrasi ke Eropa melalui air ballast di
kapal komersial. Kepiting ini adalah satu-satunya spesies kepiting air tawar di
Jerman, dan kecenderungan mereka untuk menggali lubang telah
menyebabkan kerusakan pada infrastruktur industri dan bendungan.
Pertama kali kepiting ini dibawa ke Eropa kemungkinan besar oleh
kapal komersial. Kapal-kapal harus mengisi tangki air ballast mereka dan
pada saat itu kemungkinan larva kepiting secara tidak sengaja terangkut ke
dalam air ballast. Larva kepiting mitten berukuran 1,7 mm hingga 5mm
sehingga akan sangat mudah bagi bagi larva tersebut ikut masuk ke dalam
tangki air ballast. Begitu kapal mencapai Eropa dan mengosongkan tangki,
larva kepiting dilepaskan. Seiring waktu, pengulangan ini akan
memungkinkan populasi kepiting mitten yang melonjak di Eropa. Kepiting
mitten telah menyebar dan dapat ditemukan di Benua Eropa, Prancis Selatan,
Amerika Serikat (Teluk San Francisco), dan Inggris.
26
DAFTAR PUSTAKA
Airoldi L, Rindi F, Cinelli F (1995) Structure, seasonal dynamics and
reproductive phenology of a filamentous turf assemblage on a sediment
influenced, rocky subtidal shore. Bot Mar. 38:227–237
Algaebase. Womersleyella setacea. diakses pada tanggal 27 April 2013
(www.algaebase.org)
Argyrou M, Demetropoulous M, Hadjichristophorou M. 1999. Expansion of the
macroalga Caulerpa racemosa and changes in softbottom macrofaunal
assemblages in Moni Bay, Cyprus. Oceanologica Acta. 22(5): 517–528
Carriglio D, Sandulli R, Deastis S, Gall D’Addabbo M, Grimaldi de Zio S. 2003.
Caulerpa racemosa spread effects on the meiofauna of the Gulf of
Taranto. Biol. Mar. Medit. 10:509–511
Ceccherelli G, Piazzi L .2005. Exploring the success of manual eradication of
Caulerpa racemosa var. Cylindracea (Caulerpales, Chlorophyta): the
effect of habitat. Cryptogamie Algologie. 26:319-328
Critchley AT, Farnham WF, Yoshida T, Norton TA (1990) A bibliography of the
invasive alga Sargassum muticum (Yendo) Fensholt (Fucales,
Sargassaceae). Bot Mar. 33:551–562
DAISIE, 2009. Handbook of Alien Species in Europe. Springer-Verlag
Florabase Western Australia. Acrothamnion preissii. diakses pada tanggal 27
April 2013. (http://florabase.dec.wa.gov.au)
Glardon CG, Walters LJ, Quintana-Ascencio PF, McCauley LA, Stam WT, Olsen
JL. 2008. Predicting risks of invasion macroalgae Caulerpa in Florida. Biol
Invasions.10:1147-1157
Gollasch S (2002) The importance of ship hull fouling as a vector of species
introductions into the North Sea. Biofouling. 18:105–121
Harmelin-Vivien M, Francour P, Harmelin, JG. 1999. Impact of Caulerpa taxifolia
on Mediterranean fish assemblages: a six year study In: Proceedings of the
Workshop on Invasive Caulerpa in the Mediterranean; MAP Tech. Rep.
Ser. 125, 127–138. Athens: UNEP
27
Irigoyen AJ, Trobbiani M, Sgarlatta MP, Raffo MP. 2011. Effects of the alien
algae Undaria pinnatifida (Phaeophyceae, Laminariales) on the diversity
and abundance of benthic macrofauna in Golfo Nuevo (Patagonia,
Argentina): potential implications for local food webs. Biol Invasions
.13:1521–1532
Minchin D, Gollasch S, Cohen AN, Hewitt CL, Olenin S. 2009. Biological
Invasions in Marine Ecosystems. Rilov G dan Crooks JA, editor. Berlin:
Springer- Verlag
Mineur F, Johnson MP, Maggs CA. 2008. Non-indigenous marine macroalgae in
native communities: a case study in the British Isles. Journal of the Marine
Biological Association of the United Kingdom.88(4):693–698
Molenaar H, Meinesz A, Thibaut T. 2009. Alterations of the structure of
Posidonia oceanica beds due to the introduced alga Caulerpa taxifolia.
Scienta Marina. 72(2):329-335
Paonganan, Y. 2008. Analisis Invasi Makroalgae ke Koloni Karang Hidup
Kaitannya dengan konsentrasi nutrien dan laju sedimentasi di Pulau Bokor,
Pari dan Payung, DKI Jakarta. Disertasi. Institut Pertanian Bogor.
Piazzi L, Ceccherelli G, Cinelli. 2001. Threat to macroalgal diversity: effects of
the introduced green algae Caulerpa racemosa in the Mediteranian Sea.
Mar Ecol Prog Ser.210:149-159
Sanchez I, Fernandez C. 2005. Impact of the invasive seaweed Sargassum
muticum (phaeophyta) on an intertidal macroalgal assemblage. J. Phycol.
41:923–930
Scheibling RE, Gagnon P. 2006. Competitive interactions between the invasive
green alga Codium fragile ssp. tomentosoides and native canopy-forming
seaweeds in Nova Scotia (Canada). Mar Ecol Prog Ser. 325:1-14
Thomsen MS, McGlathery KJ, Schwarzschild A, Silliman BR. 2009. Distribution
and ecological role of the non-native macroalga Gracilaria
vermiculophylla in Virginia salt marshes. Biol Invasions. 11:2303–2316
Thomsen MS. 2010. Experimental evidencefor positive effects of invasive
seaweed on native invertebrates via habitat-formation in a seagrass bed.
Aquatic Invasions.5(4):341-346
28
Tomas F, Antonio B, Jorge T. 2011. Effects of invasive seaweeds on feeding
preference and performance of a keystone Mediterranean herbivore.
Biological Invasions. 13(7):1559-1570.
Albin MA and Hixon MA. 2008. Invasive Indo-Pacific lionfish Pterois volitans
reduce recruitment of Atlantic coral-reef fishes. Marine Ecological
Progress Series. 267: 233-238
Ben-Tuvia, A., 1964. Two siganid fishes of Red Sea origin in the eastern
Mediterranean. Bull. Sea Fisheries Res. Sta., Haifa 37, 1–9.
Lundberg B, Ogorek R, Galil BS, Goren M. 2004. Dietary choices of
siganid fish at Shiqmona reef, Israel. Isr. J. Zool. 50, 39–53.
Azzurro E, Andaloro F. 2004. A new settled population of the lessepsian migrant
Siganus luridus (Pisces: Siganidae) in Linosa Island –Sicily Strait. J. Mar.
Biol. UK 84, 819–821.
Devin S, Beisel JN, Bachmann V, Moreteau JC. 2001. Dikerogammarus villosus
(Amphipoda: Gammaridae): another invasive species newly established in
the Moselle River and French hydrosystems. Annals of Limnology 37: 21-
27.
Dedyu II. 1980. Amphipods of fresh and salt waters of the South-West part of the
USSR. Shtiintsa Publishers, Kishivev, Moldova. 220 pp.
Devin S, Piscart C, Beisel JN, Moreteau JC. 2003. Ecological traits of the
amphipod invader Dikerogammarus villosus on a mesohabitat scale.
Archiv für Hydrobiologie 158(1): 43-56.
Devin S, Piscart C, Beisel JN, Moreteau JC. 2004. Life history of the invader
Dikerogammarus villosus (Crustacea: Amphipoda) in the Moselle River,
France. Internationale Revue der gesamten Hydrobiologie 89: 21-34.
Devin S and Beisel JN. 2006. Dikerogammarus villosus. Delivering Invasive
Alien Species Inventories for Europe (DAISIE).
http://www.europealiens.org/pdf/Dikerogammarus_villosus.pdf Accessed
May 17, 2011.
Dick JTA, and Platvoet D. 2000. Invading predatory crustacean Dikerogammarus
villosus eliminates both native and exotic species. Proceedings of the
Royal Society of London B 267: 977-983.
29
Dick JTA, and Platvoet D. 2001. Predicting future aquatic invaders; the case of
Dikerogammarus villosus. Aquatic Nuisance Species 4: 25-27.
Dick JTA, and Platvoet D, and Kelly DW. 2002. Predatory impact of the
freshwater invader Dikerogammarus villosus (Crustacea: Amphipoda).
Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 59: 1078-1084.
Grigorovich IA, MacIsaac HJ, Shadrin NV, and Mills EL. 2002. Patterns and
mechanisms of aquatic invertebrate introductions in the Ponto-Caspian
region. Canadian Journal of Fisheries Aquatic Sciences 59: 1189-1208.
Grigorovich IA, Colautti RI, Mills EL, et al. 2003. Ballast-mediated animal
introductions in the Laurentian Great Lakes: retrospective and prospective
analyses. Canadian Journal of Fisheries Aquatic Sciences 60: 740-756.
Kelleher B, Bergers PJM, Van den Brink FWB, Giller FWB, van der Velde G,
and bij de Vaate A. 1998. Effects of exotic amphipod invasions on fish
diet in the Lower Rhine. Archiv für Hydrobiologie 143: 363-382.
Kley A, and Maier G. 2003. Life history characteristics of the invasive freshwater
gammarids Dikerogammarus villosus and Echinogammarus ischnus in the
river Main and the Main-Donau canal. Archiv für Hydrobiologie 156: 457-
469.
Kley A, and Maier G. 2005. An example of niche partitioning between
Dikerogammarus villosus and other invasive and native gammarids: a field
study. Journal of Limnology 64: 85-88.
Kley A, and Maier G. 2006. Reproductive characteristics of invasive gammarids
in the Rhine-Main-Danube catchment, South Germany. Limnologica 36:
79-90.
Müller J, Schramm S, and Seitz A. 2002. Genetic and morphological
differentiation of Dikerogammarus invaders and their invasion history in
Central Europe. Freshwater Biology 47: 2039-2048.
Bacela-Spychalska K, Wattier RA, Genton C, and Rigaud T. 2012.
Microsporidian disease of the invasive amphipod Dikerogammarus
villosus and the potential for its transfer to local invertebrate fauna.
Biological Invasions 14:1831-1842.
30
Gollasch, Stephan (3 August 2009). "Eriocheir sinensis (Crustacean)". Global
Invasive Species Database.
Herborg L, Rushton S, Clare A, and Bentley M. 2003. Spread of the Chinese
mitten crab (Eriocheir sinensis H. Milne Edwards) in Continental Europe:
analysis of a historical data set. Hydrobiologia, 503(1-3), 21-28.
Veilleux É; and de Lafontaine Y. 2007. Biological Synopsis of the Chinese Mitten
Crab (Eriocheir sinensis). Canadian Manuscript Report of Fisheries and
Aquatic Sciences 2812.
Elizabeth Williamson; David A. Fahrenthold (August 8, 2006). "Discovery of
second invasive mitten crab raises worries". Washington Post. Invasion
warning on Scotland's rivers, BBC News, 25 September 2014