Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta...

90
Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta Pasta Temulawak pada Ransum terhadap Produksi dan Komposisi Kolesterol Serum Darah Sapi Bali (Siwitri Kadarsih) 1 – 10 Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging terhadap Kadar Kalsium dan Sifat Organoleptik Stik Keju (Yenni Okfrianti, Kamsiah, Yusma Hartati) 11 – 18 Analisis Model Integrasi Lebah dengan Kebun Kopi (Sinkolema) dalam Rangka Peningkatan Produksi Madu dan Biji Kopi (R. Saepudin, A. M. Fuah, C. Sumantri, L. Abdullah, S. Hadisoesilo) 19 – 32 Pengaruh Suplementasi Tepung Daun Indigofera Pada Tepung Gaplek Sebagai Sumber Energi Pengganti Jagung Kuning Dalam Ransum Puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica) Terhadap Produksi dan Warna Kuning Telur (Tris Akbarillah, Kususiyah, Hidayat) 33 – 40 Penggunaan Ekstrak Saropus androgynus untuk Meningkatkan Efisiensi Produksi dan Mutu Telur pada Peternakan Ayam Arab Petelur (Urip Santoso dan Suharyanto) 41 – 46 Pengaruh Aras Protein dan Ragi Tape terhadap Kualitas Karkas dan Deposisi Lemak pada Ayam Broiler (Farahdiba, Urip Santoso dan Kususiyah) 47– 54 Pengaruh Komposisi Genetik Hasil Persilangan Puyuh ( Coturnix-Coturnix Japonica) Tiga Daerah Asal Terhadap Performans Produksi Telur (Desia Kaharuddin and Kususiyah) 55 – 60 Effects of Feeding Kroto (Aerophylla smaragdina) , Kricket (Brachytrypes membranaceus) and Diet Combinations on Live Performance of Young Edible –Nest Swiftlet (Collocalia fuciphaga) (B. Brata, R. Saepudin, Sutriyono and Lindya) 61 – 66 Pengaruh Suplementasi Prekusor Karnitin (Niasin Dan FeSO4) dalam Ransum Berbasis Enkapsulasi Minyak Ikan Lemuru terhadap Perlemakan Darah Ayam Broiler (Yosi Fenita) 67 – 75

Transcript of Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta...

Page 1: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta Pasta Temulawak pada Ransum

terhadap Produksi dan Komposisi Kolesterol Serum Darah Sapi Bali (Siwitri Kadarsih)

1 – 10

Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging terhadap Kadar Kalsium dan

Sifat Organoleptik Stik Keju (Yenni Okfrianti, Kamsiah, Yusma Hartati) 11 – 18

Analisis Model Integrasi Lebah dengan Kebun Kopi (Sinkolema) dalam Rangka Peningkatan

Produksi Madu dan Biji Kopi (R. Saepudin, A. M. Fuah, C. Sumantri, L. Abdullah, S.

Hadisoesilo) 19 – 32

Pengaruh Suplementasi Tepung Daun Indigofera Pada Tepung Gaplek Sebagai Sumber

Energi Pengganti Jagung Kuning Dalam Ransum Puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica)

Terhadap Produksi dan Warna Kuning Telur (Tris Akbarillah, Kususiyah, Hidayat) 33 – 40

Penggunaan Ekstrak Saropus androgynus untuk Meningkatkan Efisiensi Produksi dan Mutu

Telur pada Peternakan Ayam Arab Petelur (Urip Santoso dan Suharyanto) 41 – 46

Pengaruh Aras Protein dan Ragi Tape terhadap Kualitas Karkas dan Deposisi Lemak pada

Ayam Broiler (Farahdiba, Urip Santoso dan Kususiyah) 47– 54

Pengaruh Komposisi Genetik Hasil Persilangan Puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica) Tiga

Daerah Asal Terhadap Performans Produksi Telur (Desia Kaharuddin and Kususiyah)

55 – 60

Effects of Feeding Kroto (Aerophylla smaragdina) , Kricket (Brachytrypes membranaceus) and

Diet Combinations on Live Performance of Young Edible –Nest Swiftlet (Collocalia

fuciphaga) (B. Brata, R. Saepudin, Sutriyono and Lindya) 61 – 66

Pengaruh Suplementasi Prekusor Karnitin (Niasin Dan FeSO4) dalam Ransum Berbasis

Enkapsulasi Minyak Ikan Lemuru terhadap Perlemakan Darah Ayam Broiler (Yosi Fenita)

67 – 75

Page 2: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

JURNAL SAIN PETERNAKAN INDONESIA

(Indonesia Animal Science Journal)

Dewan Redaksi

Ketua Suharyanto, S.Pt., M.Si.

Anggota Drh. Tatik Suteky, M.Sc.

Ir. Warnoto, M.P.

Ir. Desia Kaharuddin, M.P.

Ir. Hidayat, M.Sc.

Ir. Kususiyah, M.S.

Nurmeiliasari, S.Pt., M.Agr.Sc.

Penyunting Prof. Ir. Urip Santoso, M.Sc, Ph.D.

Ir. Dwatmadji, M.Sc., Ph.D.

Heri Dwi Putranto, S.Pt., M.Sc., Ph.D.

Ir. Endang Sulistyowati, M.Sc.

Ir. Siwitri Kadarsih, M.S.

Dr. Ir. Yosi Fenita, M.P.

Administrasi dan Distribusi Olfa Mega, S.Pt., M.Si.

Gema Pertiwi, S.E.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia adalah majalah ilmiah resmi yang dikeluarkan

Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, sebagai

sumbangannya kepada pengembangan ilmu Peternakan yang diterbitkan dalam

Bahasa Indonesia dan Inggris yang memuat hasil-hasil penelitian, telaah/tinjauan

pustaka, kasus lapang atau gagasan dalam bidang peternakan.

Jurnal Sain Peternakan Indonesia (ISSN 1978 – 3000) dalam satu tahun terbit dua

kali (Januari-Juni dan Juli -Desember). Edisi khusus dalam Bahasa Inggris dapat

diterbitkan apabila perlu. Redaksi menerima tulisan di bidang peternakan yang

belum pernah dipublikasikan.

Indonesia Animal Science Journal (ISSN 1978 - 3000) is published 2 x per year

(January-June and July - December). We receive original papers in Animal

Husbandry which are not published in other journals.

Alamat Redaksi : Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian UNIB.

Jalan W.R. Supratman Kandang Limun Bengkulu 38371A.

Telp (0736) 21170 pst 219.

e-mail : [email protected] dan [email protected]

Terbit Pertama Kali : Juni 2006

Harga langganan Rp. 200.000,- per tahun belum termasuk ongkos kirim

Page 3: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

EDITORIAL Salam Redaksi

Edisi kalo ini, JSPI menerbitkan kembali 9 (sembilan) artikel ilmiah hasil

penelitian. Kategori artikel dalam jurnal ini meliputi aspek produksi, teknologi hasil,

pakan dan nutrisi, aneka ternak, dan fisiologi nutrisi.

Artikel yang termasuk ke dalam kategori produksi diantaranya adalah

pemanfaatan minyak ikan lemuru tersabun untuk produksi sapi Bali, pengaruh

indigofera terhadap produksi puyuh dan kualitas telur, dan penggunaan ekstrak

daun katuk untuk produksi telur ayam arab. Aspek teknologi hasil menampilkan

artikel Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging terhadap

Kadar Kalsium dan Sifat Organoleptik Stik Keju. Aspek pakan dan nutrisi

menampilkan Pengaruh Aras Protein dan Ragi Tape terhadap Kualitas Karkas dan

Deposisi Lemak pada Ayam Broiler dan Pengaruh Suplementasi Prekusor Karnitin

(Niasin Dan FeSO4) dalam Ransum Berbasis Enkapsulasi Minyak Ikan Lemuru

terhadap Perlemakan Darah Ayam Broiler.

Aspek aneka ternak menampilkan artikel Analisis Model Integrasi Lebah

dengan Kebun Kopi (Sinkolema) dalam Rangka Peningkatan Produksi Madu dan Biji

Kopi dan Effects of Feeding Kroto (Aerophylla smaragdina) , Kricket (Brachytrypes

membranaceus) and Diet Combinations on Live Performance of Young Edible –Nest

Swiftlet (Collocalia fuciphaga). Sedangkan aspek genetik menampilkan artikel dengan

judul Pengaruh Komposisi Genetik Hasil Persilangan Puyuh (Coturnix-Coturnix

Japonica) Tiga Daerah Asal Terhadap Performans Produksi Telur.

Demikianlah, semoga dapat menambah khazanah perbendaharaan ilmiah di

dunia peternakan Indonesia.

Selamat membaca

Redaksi

Page 4: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta
Page 5: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

Jurnal Sain Peternakan Indonesia

(Indonesia Animal Science Journal)

Volume 6 No 1. Januari – Juni 2011 ISSN 1978 - 3000

DAFTAR ISI

Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta Pasta Temulawak pada

Ransum terhadap Produksi dan Komposisi Kolesterol Serum Darah Sapi Bali (Siwitri

Kadarsih) 1 – 10

Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging terhadap Kadar Kalsium

dan Sifat Organoleptik Stik Keju (Yenni Okfrianti, Kamsiah, Yusma Hartati) 11 – 18

Analisis Model Integrasi Lebah dengan Kebun Kopi (Sinkolema) dalam Rangka

Peningkatan Produksi Madu dan Biji Kopi (R. Saepudin, A. M. Fuah, C. Sumantri, L.

Abdullah, S. Hadisoesilo) 19 – 32

Pengaruh Suplementasi Tepung Daun Indigofera Pada Tepung Gaplek Sebagai Sumber

Energi Pengganti Jagung Kuning Dalam Ransum Puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica)

Terhadap Produksi dan Warna Kuning Telur (Tris Akbarillah, Kususiyah, Hidayat) 33 – 40

Penggunaan Ekstrak Saropus androgynus untuk Meningkatkan Efisiensi Produksi dan

Mutu Telur pada Peternakan Ayam Arab Petelur (Urip Santoso dan Suharyanto) 41 – 46

Pengaruh Aras Protein dan Ragi Tape terhadap Kualitas Karkas dan Deposisi Lemak pada

Ayam Broiler (Farahdiba, Urip Santoso dan Kususiyah) 47– 54

Pengaruh Komposisi Genetik Hasil Persilangan Puyuh (Coturnix-Coturnix Japonica) Tiga

Daerah Asal Terhadap Performans Produksi Telur (Desia Kaharuddin and Kususiyah)

55 – 60

Effects of Feeding Kroto (Aerophylla smaragdina) , Kricket (Brachytrypes membranaceus)

and Diet Combinations on Live Performance of Young Edible –Nest Swiftlet (Collocalia

fuciphaga) (B. Brata, R. Saepudin, Sutriyono and Lindya) 61 – 66

Pengaruh Suplementasi Prekusor Karnitin (Niasin Dan FeSO4) dalam Ransum Berbasis

Enkapsulasi Minyak Ikan Lemuru terhadap Perlemakan Darah Ayam Broiler (Yosi Fenita)

67 – 75

Page 6: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta
Page 7: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 1

Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta Pasta Temulawak

pada Ransum terhadap Produksi dan Komposisi Kolesterol Serum Darah

Sapi Bali

Introduction of Lemuru Oil Saponification, Olive Oil and Temulawak Ginger Paste in

Rations on Production and Composition of Bali Cattle Blood Serum

Siwitri Kadarsih

Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Jalan WR Supratman, Kandang Limun, Bengkulu

ABSTRACT

The research was aimed to reduce blood cholesterol. The research design used was completely randomized design with three treatment groups with four Bali cows in each treatment. The research was conducted for eight weeks. Temulawak paste was mixed into concentrate. The treatments were P0 (control group), P1 (6% lemuru fish oil, 1% olive oil, 37.3% rice brand, 62.7% corn meal, 7% layer concentrate, 200 grams temulawak paste) and P2 (8% lemuru fish oil, 2% olive oil, 37.3% rice brand, 62.7% corn meal, 7% layer concentrate, 200 grams temulawak paste). The concentrate was given 1% and 10% grass of body weight. Variables observed were production performance and blood cholesterol level. The collected data were statistically analysed by using Least Significance Different (LSD). Results showed that concentrate intake, water intake and pasture consumption were insignificantly different (P<0.05). However, there was a significant increase on body weight gain (P2, 0.270 kg/day/cow and P3, 0.258 kg/day/cow). Moreover, blood cholesterol level decreased significantly from 106.25±2.61 mg/dl to 70.25±1.835 mg/dl and gradually decreased to 58.50±3.293 mg/dl (P<0.05). Similarly, blood triglyceride level was also decreased significantly by 1.322 mg/dl (P<0.05). In contrast, HDL level increased significantly from 31.00±0.95 mg/dl to 58.50±1.393 mg/dl (P<0.05). LDL level decreased from 36.00±1.408 mg/dl to 20.50±1.558 mg/dl (P<0.05). Key words : temulawak paste, lemuru fish oil, olive oil, Bali cow, cholesterol composition.

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan sapi yang mempunyai komposisi kolesterol darah yang rendah. Rancangan penelitian menggunakan RAL dengan menggunakan 3 perlakuan, masing-masing perlakuan digunakan 4 ekor sapi Bali umur lebih kurang 2 tahun. Pengamatan dilakukan 8 minggu. Pasta temulawak disediakan dicampur dengan konsentrat. Po (tanpa minyak lemuru dan temulawak); P1 (minyak lemuru tersabun 6%, minyak zaitun 1%; dedak padi: 37,30%; Jagung: 62,70%; KLK: 7%, pasta temulawak:100 g) ; P2 (lemuru tersabun 8 %, minyak zaitun 2 %; dedak; 37,30; jagung: 62,70%; KLK: 7%, pasta temulawak: 200 g). Konsentrat diberikan pada pagi hari sebanyak 1 % dari berat ternak berdasarkan bahan kering, sedangkan rumput diberikan minimal 10 % dari bobot ternak Variabel pengamatan meliputi: Performans produksi, komposisi kolesterol serum darah. Data yang diperoleh dianalisis varian dengan menggunakan LSD pada tingkat kepercayaan 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi konsentrat, konsumsi minum dan konsumsi hijauan menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05). Namun demikian pertambahan berat badan perhari menunjukkan adanya pengaruh perlakuan secara nyata (P<0,05) yaitu pada P2 sebesar 0,270 kg/hr/ekor dan P3 sebesar 0,258 kg/hari/ekor. Kolesterol serum darah sapi Bali menunjukkan adanya penurunan secara nyata (P<0,05) dari 106,25 ± 2,61 mg/dl menjadi 70,25 ± 1,835 mg/dl dengan ditingkatkannya dosis perlakuan kandungan kolesterol serum darah menjadi 58,50 ± 3,293. mg/dl. Demikian juga kandungan trigliserida serum darah mengalami penurunan secara nyata (P<0,05) dari 33 ± 0,934 mg/dl menjadi 25,35 ± 2,02 mg/dl dan turun lagi menjadi 17,50 ± 1,322 mg/dl. Sedangkan kandungan HDL menunjukkan peningkatan secara nyata (P<0,05) dari 31,00 ± 0,95 mg/dl menjadi 48,50 ± 4,061 mg/dl dan 58,50 ± 1,393 mg/dl. Selanjutnya untuk kandungan LDL serum darah menunjukkan penurunan secara nyata (P<0,05) dari 36,00 ± 1,408 mg/dl menjadi 27,87 ± 1,558 mg/dl dan 20,50 ± 1,835 mg/d. Kata kunci : pasta temulawak, minyak lemuru, minyak zaitun, sapi bali, komposisi kolesterol.

Page 8: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Studi Minyak Lemuru Tersabun 2

PENDAHULUAN

Sampai saat ini kecukupan

konsumsi pangan hewani rakyat

Indonesia masih jauh dari konsumsi

negara berkembang lainnya.

Berdasarkan data dari Badan Pangan

Dunia (FAO) (2007), konsumsi daging

rakyat Indonesia/ tahun hanya 11,9 kg,

sementara konsumsi daging rakyat

Thailand sudah mencapai 23, 3 kg dan

china 59,8 kg. Hal ini seakan

memperkuat keterpurukan kualitas

pembangunan manusia (human

development index) Indonesia yang

hanya di urutan 107 dibawah Vietnam

dan angka melek huruf pada urutan 56

dibawah Sri Lanka (UNDP, 2007).

Sejatinya bahan pangan hewani sangat

berperan dalam menopang kesehatan,

kecerdasan dan pembangunan

sumberdaya manusia. Fakta tersebut

menunjukkan kualitas konsumsi pangan

yang masih jauh dari kondisi ideal.

Lagipula rendahnya konsumsi pangan

bergizi ini semakin diperparah dengan

tekanan ekonomi .Dalam upaya

peningkatan kualitas bahan pangan,

diversifikasi produk olahan pertanian

dan peternakan sudah menjadi

keharusan. Kelemahan ketrampilan

selama ini yang menjadi penghambat

peningkatan kualitas bahan pangan

sudah seharusnya mendorong bagi

pemerintah melalui lembaga penelitian

Universitas, departemen terkait dan

pemerintah daerah untuk bersatu padu

dalam penyebarluasan informasi dan

implementasi teknologi.

Namun demikian disisi lain dari

hasil survey Kesehatan Rumah Tangga

yang dilakukan Departemen Kesehatan

menunjukkan bahwa prevalensi

penyakit jantung di Indonesia dari tahun

ke tahun terus meningkat dan diikuti

dengan peningkatan jumlah kematian.

Peningkatan tersebut banyak terjadi di

Negara maju maupun Negara- Negara

berkembang, antara lain oleh

peningkatan taraf hidup yang langsung

maupun tidak langsung mengubah gaya

hidup maupun pola makan. Bahkan

menurut penilaian Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO) dan Departemen

Kesehatan saat ini mungkin tinggal 50 %

penduduk Indonesia yang masih

mengkonsumsi basic four food group

seperti buah dan sayuran, padi-padian

dan kacang-kacangan. Namun demikian

saat ini mengalami kecenderungan

mengkonsumsi golongan refined food,

atau popular disebut fast food yang

berlemak, namun gizinya kurang

seimbang serta rendah serat.

Peningkatan kadar lemak dalam

darah pada tubuh manusia pada akhir-

akhir ini mendapat perhatian luas

dikalangan masyarakat, terutama pada

orang-orang yang asupan lemak baik

melalui makan maupun minum cukup

tinggi. Berdasarkan penelitian di

berbagai Negara didapatkan hasil bahwa

dengan meningkatnya asupan lemak

menyebabkan meningkatnya kadar

kolesterol darah dan penelitian lain

membuktikan adanya hubungan antara

meningkatnya asupan lemak dengan

penyakit jantung koroner (PJK). Lemak

jenuh merupakan penyebab utama

meningkatnya kolesterol total dan

kolesterol LDL (kolesterol “jahat”) darah,

yang akhirnya menyebabkan

arterosklerosis dan penyakit jantung

koroner. Sebagai contoh lemak jenuh

antara lain: minyak goreng (minyak

kelapa), minyak kelapa yang telah

dipakai (jelantah), lemak yang

terhidrogenasi yang banyak terdapat

pada mentega dan margarine yang

berperan dalam meningkatkan kolesterol

LDL dan menurunkan kolesterol HDL

Page 9: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 3

(kolesterol baik) yang melindungi

jantung dan pembuluh darah.

Berdasarkan penelitian di

berbagai Negara didapatkan hasil bahwa

dengan meningkatnya asupan lemak

menyebabkan meningkatnya kadar

kolesterol darah dan penelitian lain

membuktikan adanya hubungan antara

meningkatnya asupan lemak dengan

penyakit jantung koroner (PJK). Lemak

jenuh merupakan penyebab utama

meningkatnya kolesterol total dan

kolesterol LDL (kolesterol “jahat”) darah,

yang akhirnya menyebabkan

arterosklerosis dan penyakit jantung

koroner. Sebagai contoh lemak jenuh

antara lain: minyak goreng (minyak

kelapa), minyak kelapa yang telah

dipakai (jelantah), lemak yang

terhidrogenasi yang banyak terdapat

pada mentega dan margarine yang

berperan dalam meningkatkan kolesterol

LDL dan menurunkan kolesterol HDL

(kolesterol baik) yang melindungi

jantung dan pembuluh darah. Omega 3

terdapat pada minyak ikan dan minyak

ikan ini telah lama digunakan serta

dikenal luas diseluruh dunia. Namun

dimasa lalu belum dikenal adanya

omega 3, khasiat serta mekanismenya

dalam meningkatkan kesehatan, tetapi

secara empiris dapat menyehatkan

tubuh.Sebagai contoh di Scotlandia

minyak ikan digunakan untuk

membantu pertumbuhan tulang

belakang dan perkembangan syaraf

pusat. Di Inggris,

Anonimous (2005) Kolesterol

merupakan bagian dari lemak yang

sangat sulit larut dalam air maupun

dalam darah kecuali lemak tersebut

berikatan dengan protein tertentu

sehingga lemak (lipid) dapat melayang-

layang didalam darah. Lemak sangat

dibutuhkan dalam tubuh dalam proses

pembuatan hormon dan dalam

pemeliharaan jaringan syaraf, akan tetapi

apabila kadar lemak dalam tubuh tinggi

maka dapat menyebabkan terjadinya

berbagai macam penyakit. Elemen lemak

terdiri dari kolesterol, trigliserida,

fosfolopid dan asam lemak bebas.

Didalam hati kolesterol, trigliserida

bergabung dengan protein tertentu akan

membentuk lemak HDL(High Density

Lipoprotein) dan LDL (Low Density

Lipoprotein).Sebagai gambaran bahwa

kadar normal lemak dalam darah

manusia adalah: kolesterol: < 200 mg/dl;

HDL > 50 mg/dl; LDL: < 150 mg/dl dan

trigliserida < 150 mg/dl. HDL dikenal

dengan sebagai kolesterol baik dan

sering disebut dengan K-

HDL dan LDL sebagai kolesterol jahat

atau sering disingkat dengan K-LDL.

Sudah banyak penelitian yang

menyimpulkan bahwa kolesterol

merupakan unsur terpenting yang

sangat mendasar pada proses

pengapuran dinding pembuluh darah

coroner (jantung) seperti pada penelitian

Framingham Heart Study, sebuah study

yang disponsori oleh Nasional Heart,

Lung and Blood Institute di Amerika

Serikat.

Produk akhir dari proses lipolisis

dan biohidrogenasi, sebagian ada yang

diserap melalui dinding rumen. Benerjee

(1978) menyebutkan bahwa seluruh

asam lemak rantai pendek dan VFA hasil

hidrolisis dan fermented lipid, diserap

melalui dinding rumen, sedangkan asam

lemak rantai panjang terus mengalir ke

abomasum. Bouchat (1993) menyatakan

bahwa didalam omasum digesti lipid

pasca rumen yang sebesar 70 % terdiri

asam lemak jenuh dan dari sintesa lemak

“de no vo” serta 10 % fosfolipid

microorganisme akan bergabung dengan

benda padat lainnya. Setelah dari

abomasum

campuran digesta akan mengalir ke

usus halus. Linder (1993) menyebutkan

bahwa didalam usus halus maka garam-

Page 10: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Studi Minyak Lemuru Tersabun 4

garam empedu akan mengemulsi lemak

dan diikuti dengan masuknya lipase.

Selanjutnya Linder (1993 ) menyatakan

bahwa lipase membawa zat-zat yang

diperlukan untuk mencerna lemak.

Lemak yang sebagian sudah dicerna,

terutama dalam bentuk yang larut dalam

air membentuk mixel-mixel yang stabil

(asam lemak rantai panjang,

monoglycerol dan asam-asam empedu)

yang berdifusi ke permukaan sel mukosa

usus halus dan melepaskan materi untuk

diserap.

Minyak zaitun, mengurangi

resiko kematian akibat penyakit jantung

dan kanker. Penelitian menunjukkan

serangan jantung di daerah Mediterania,

yang mengkonsumsi minyak zaitun,

hanya separuh dibanding di tempat lain.

Berdasarkan Studi epidemiologis pada

penduduk Mediterania yang banyak

mengkonsumsi asam oleat dari minyak

zaitun menyimpulkan efek positip oleat

bagi kesehatan jantung.

Temulawak (Curcuma

xanthorhiza) merupakan bahan obat-

obatan tradisional yang selama ini

dipergunakan manusia untuk menjaga

kesehatan, terutama untuk menambah

nafsu makan, obat panas dalam,menjaga

kesehatan fungsi hati. Hariana (2006)

menyebutkan bahwa kandungan kimia

temulawak sudah diketahui antara lain:

minyak atsiri, curcuma, amilum,

dammar, lemak, tannin, zat pahit,

saponin dan flavonoid.Tanaman ini

relative mudah, perlu cukup air dan

banyak tersedia di pedesaan atau

perkampungan. Bagian tanaman sangat

bermanfaat sebagai obat adalah

rimpangnya. Menurut Hadi (1985),

Nurjanah et al. (1994) dan Rukmana

(1995) yang menyebutkan bahwa

temulawak dipergunakan sebagai

tonikum, mengobati gangguan saluran

pencernaan, liver dan nafsu makan.

Selanjutnya Hadi (1985) menyatakan

bahwa kurkumin yang terkandung

didalam temulawak mempunyai fungsi

medis, farmakologis dan bersifat

antiseptik. Pada hewan percobaan

ternyata dosis kurkumin 30 mg/kg sama

dengan fenilbutazon 100 mg/kg sebagai

obat antiinflamasi, tidak toksik dan tidak

menyebabakan gangguan sel-sel darah.

Oleh karena itu peneliti tertarik

untuk mengevaluasi minyak lemuru

tersabun, minyak zaitun serta pasta

temulawak terhadap produksi ternak

serta komposisi kolesterol serum darah

sapi.

MATERI DAN METODE

Penelitian menggunakan

Rancangan Acak Lengkap pola searah

dengan menggunakan 3 perlakuan (tabel

1) dengan masing-masing perlakuan

diulang 4 ekor sapi Bali dengan rata-rata

umur 2 tahun.

Pengamatan dilakukan selama 8

minggu dengan variabel yang diambil

antara pertambahan bobot ternak,

Tabel 1. Komposisi Ransum percobaan yang diberikan /kg

No Nama Bahan Kontrol Perlakuan I Perlakuan II

1, Minyak ikan lemuru tersabun 0 % 6 % 8 %

2, Minyak zaitun 0 % 1 % 2 %

3, Dedak padi 37,30 % 37,30 % 37,30 %

4, Jagung giling 62,70% 62,70 % 62,70 %

5 KLK 7,00 % 7,00 % 7,00 %

6 Pasta Temulawak 100 g 200 g

Kandungan CP 14 % 14 % 14 %

Rumput Lapangan 10 % BB 10 % BB 10 % BB Keterangan: BB: Berat Badan

Page 11: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 5

konsumsi pakan, konsumsi minum,

komposisi kolesterol dalam serum darah.

Hasil pengamatan dianalisis varian dan

untuk antar perlakuan diuji dengan LSD

(least Significant Different) dengan

tingkat kepercayaan 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Pakan konsentrat

Konsumsi pakan konsentrat yang

dihabiskan sapi selama penelitian dapat

diperhatikan pada tabel 2.

Tingkat konsumsi (voluntary feed

intake) atau jumlah pakan yang

terkonsumsi oleh sapi bali selama

percobaan mendapatkan rata- rata

konsumsi pakan konsentrat pada

perlakuan satu (P1) menunjukkan 1,370

kg/hari dan 1,395 kg/hari pada P2 dan

1,225 kg/hari pada P3. Hasil analisis

variansi menunjukkan berbeda tidak

nyata (P>0,05) antara ketiga perlakuan

tersebut. Hal ini berarti bahwa dengan

adanya perlakuan palatabelitas sapi

masih cukup baik meskipun

menunjukkan angka lebih rendah

dibanding P1 tetapi belum cukup untuk

menunjukkan berbeda nyata. Konsumsi

pakan ini penting diketahui dan

diperhatikan karena merupakan faktor

essensial sebagai dasar untuk hidup dan

menentukan produksi dan ternak yang

mempunyai sifat dan kapasitas

konsumsi yang lebih tinggi, produksinya

pun akan relatip lebih tinggi dibanding

dengan ternak dengan kapasitas atau

sifat konsumsinya rendah. Hal ini selaras

dengan pendapat Kleiber, 1936 dalam

Tabel 2. Konsumsi pakan konsentrat sapi Bali selama penelitian

Keterangan Perlakuan 1 (P1) Perlakuan 2 (P2) Perlakuan 3 (P3)

P11 P12 P21 P22 P31 P32

Juni 38,20 39,95 38,85 35,50 38,50 35,50

Juli 41,60 40,00 43,40 44,00 38,40 33,50

Agustus 42,50 41,80 43,80 43,90 38,60 34,60

September 41,50 42,50 43,20 42,50 39,50 35,80

Total 163,80 164, 25 169,25 165,90 155,00 139,40

Rata-rata/bln 40,95 41, 56 42,312 41,47 38,75 34,85

Rata-rata/hari/ekor 1,36 1,38 1,410 1,38 1,29 1,16

Rata-rata/perlakuan 1,370 a 1,395a 1,225a Keterangan: Subcript yang sama pada lajur yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)

P1 : Konsentrat dan r, lapangan

P2: Konsentrat + lemuru tersabun 6% + minyak zaitun 1%+ t,lawak 100 g + r,lapangan

P3: Konsentrat + lemuru tersabun 8% + minyak zaitun 2% + t,lawak 200 g + r, lapangan

Tabel 3. Konsumsi minum sapi Bali selama penelitian

Keterangan Perlakuan 1 (P1) Perlakuan 2 (P2) Perlakuan 3 (P3)

Bulan P11 P1 2 P2 1 P22 P31 P32

Juni 15,00 16,00 17,00 16,00 14,00 15,00

Juli 16,00 18,00 16,50 15,00 16,00 15,00

Agustus 14,00 17,00 15,00 17,00 14,50 15,00

September 15,00 14,50 14,50 14,00 15,50 16,00

Total 60,00 65,50 63,00 62,00 60,00 61,00

Rata-rata/hr/ekor (cc) 0,50 0,545 0,525 0,516 0,500 0,508

Rata-rata/hr/ekor/plk (cc) 0,522 0,520 0,504 Keterangan: Subcript yang sama pada lajur yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)

P1 : Konsentrat dan r. lapangan

P2: Konsentrat + lemuru tersabun 6% + minyak zaitun 1%+ t,lawak 100 g + r. lapangan

P3: Konsentrat + lemuru tersabun 8% + minyak zaitun 2% + t,lawak 200 g + r. lapangan

Page 12: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Studi Minyak Lemuru Tersabun 6

Parakkasi (1999). Selanjutnya disebutkan

bahwa faktor yang mempengaruhi

tingkat konsumsi seekor sapi adalah

cukup komplek karena tergantung:

kondisi hewan itu sendiri, makanan

yang diberikan serta lingkungan tempat

ternak tersebut dipelihara.

Konsumsi minum

Konsumsi minum sapi Bali

selama penelitian dapat diperhatikan

pada tabel 3.

Konsumsi minum sapi Bali antara

perlakuan satu, dua dan tiga tidak terjadi

perbedaan secara nyata (P>0,05), hal ini

berarti bahwa kesanggupan minum sapi

Bali tidak mengalami perubahan dengan

adanya perlakuan yang diberikan.

Konsumsi hijauan pakan

Hijauan pakan yang diberikan

berupa rumput lapangan yang diambil

dari pematang sawah, ladang pangonan

maupun di daerah rawa-rawa. Adapun

konsumsi sapi Bali selama penelitian

dapat diperhatikan pada tabel 4.

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa rata-rata /hari/ekor konsumsi

hijauan sapi Bali untuk perlakuan satu

(P1) sebesar 8,382 kg dan untuk P2

sebesar 8,717 kg dan P3 sebesar 8,501 kg.

Bedasarkan analisis varian menunjukkan

berbeda tidak nyata (P>0,05), antara P1

dan P3 dan secara nyata (P<0,05) antara

P1 dan P2 .Dengan perlakuan dua (P2)

konsumsi hijauan mengalami

peningkatan sebesar 0,335 kg/hari/ekor.

Akan tetapi dengan semakin

ditingkatkannya dosis lemuru dan

temulawak konsumsi hijauan cenderung

menurun, namun jika dibandingkan

dengan kontrol menunjukkan berbeda

tidak nyata (P>0,05). Hal ini berarti

bahwa dengan perlakuan dua (P2)

mempengaruhi dalam mengkonsumsi

hijauan atau mengkonsumsi rumput

lapangan. Dengan kata lain secara umum

menunjukkan dengan semakin

ditingkatkan perlakuan maka

palatabelitas sapi terhadap hijauan

pakan tidak terpengaruh. Namun

demikian konsumsi hijauan kurang dari

10% dari bobot badannya. Hal ini

kemungkinan disebabkan ada beberapa

faktor selain rumput yang diberikan

kurang disukai oleh ternak dapat juga

terjadi karena faktor adaptasi dari ternak

tersebut, mengingat ternak sapi yang

dipergunakan adalah sapi-sapi yang

biasanya dilepas, meskipun sudah

diadaptasikan selama kurang lebih satu

bulan, tetapi dirasa masih kurang.

Namun yang terpenting adalah antara

perlakuan satu dan perlakuan tiga tidak

terjadi perbedaan sehingga dengan

perlakuan pemberian minyak lemuru

Tabel 4. Konsumsi hijauan Sapi Bali selama penelitian

Keterangan Perlakuan 1 (P1)

(kg)

Perlakuan 2 (P2)

(kg)

Perlakuan 3 (P3)

(kg)

P11 P1 2 P2 1 P22 P31 P32

Juni 250,40 249,00 259,50 258,60 257,00 253,20

Juli 253,90 248,90 259,90 259,20 254,80 252,50

Agustus 255,30 249,80 262,80 265,40 252,00 252,20

September 254,20 249,30 268,20 259,50 252,00 251,60

Total 1013,80 999,00 1050,40 1042,70 1018,80 1021,50

Rata-rata/bln 253,45 249,750 262,60 258,925 254,70 255,375

Rata-rata/hr/ekor 8,44 8,325 8,746 8,689 8,49 8,512

Rata-rata/hr/plk 8,382a 8,717b 8,501a

Keterangan: Subcript yang sama pada lajur yang tidak sama menunjukkan berbeda tidak nyata (P<0,05)

P1 : Konsentrat dan rumput lapangan

P2: Konsentrat + lemuru tersabun 6% + minyak zaitun 1%+ t,lawak 100 g + rmp lapangan

P3: Konsentrat + lemuru tersabun 8% + minyak zaitun 2% + t,lawak 200 g + rmp lapangan

Page 13: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 7

tersabun, minyak zaitun dan pasta

temulawak tidak mempengaruhi

palatabelitas pakan hijauan.

Pertambahan berat badan

Pertambahan berat badan ternak

sapi selama penelitian dapat

diperhatikan pada tabel 5.

Tabel 5 menunjukkan bahwa

pertambahan berat badan sapi Bali

antara perlakuan satu (P1) dan

perlakuan dua (P2) menunjukkan

berbeda nyata (P<0,05), dimana P2 lebih

berat dari pada P1 hal ini berarti bahwa

dengan pemberian minyak lemuru

tersabun, minyak zaitun dan temulawak

memberikan efek pada pertambahan

berat badan, hanya pada P3

menunjukkan penurunan berat badan

dibanding P2, namun secara statistik

menunjukkan berbeda tidak

nyata(P>0,05) dengan P1. Pada

perlakuan P2 dan P3 menunjukkan

kenaikan berat badan dibanding P1, hal

ini kemungkinan disebabkan adanya

temu lawak yang mempengaruhi

didalam pencernaan dan nafsu makan

ternak. Jika dilihat dari konsumsi hijauan

Tabel 5. Rata-rata pertambahan bobot badan Sapi Bali

Keterangan Sapi 1 Sapi 2 Sapi 3 Sapi 4 Rata-rata PBBH (kg/hr)

Perlakuan Kontrol (P1)

92,00

99,00

98 ,00

106,00

107,00

113,50

113,00

118,50

Peningkatan Berat Badan 7,00 8,00 6,50 5,50 0,216 a

Perlakuan 2 (P2) 90,50

99,00

97,50

108,50

106,00

114,00

114,50

122,00

Peningkatan Berat badan 8,50 8,50 8,00 7,50 0,270 b

Perlakuan 3 (P3) 91,50

99,00

96,50

104,50

105,00

113,00

113,00

121,50

Peningkatan berat badan 7,50 8,00 8,00 7,50 0,258b

Keterangan : Subscript yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) dan yang sama

menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05),

P1: konsentrat + r. lapangan

P2: konsentrat + r.lapangan + 1 % m,zaitun+ 6 % m,lemuru tersabun + 100 g t. lawak

P3: konsentrat + r. lapangan + 1% m,zaitun + 6 % m, Lemuru tersabun + 200 g t.lawak

PBBH: Pertambahan Bobot Badan Harian

Tabel 6. Kandungan kolesterol serum darah sapi Bali selama perlakuan

Perlakuan Sampel darah Kolesterol

Total ( mg/dl)

Trigliserida

(mg/dl)

HDL

(mg/dl)

LDL

(mg/dl)

P1 Sapi 1

Sapi 2

Sapi 3

Sapi 4

112

110

115

112

105

102

98

96

36

35

33

32

32

30

31

32

32

30

30

31

32

32

31

32

38

39

36

37

35

36

33

34

Rata-rata 106,25 ± 2,610a 33 ± 0,934 d 31,00 ± 0,957g 36,00 ± 1,408j

P2 Sapi 1

Sapi 2

Sapi 3

Sapi 4

76

72

74

73

70

74

59

61

29

30

31

28

23

24

20

18

43

49

45

47

45

48

55

56

30

32

31

30

28

24

23

25

Rata-rata 70,25 ± 1,835b 25,35 ± 2,021e 48,50 ± 4,061 h 27,87 ± 1,558k

P3 Sapi 1

Sapi 2

Sapi 3

Sapi 4

60

57

59

58

59

57

49

52

23

22

21

24

13

14

11

12

56

55

58

54

60

59

62

64

28

26

25

27

16

17

13

12

Rata-rata 58,50 ± 3.293c 17,50 ± 1.322f 58,50 ± 1,393 i 20,50 ± 1,835 l

Keterangan: HDL: Hight Density lipoprotein; LDL: Low Dencity Lipoprotein

Subcript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Page 14: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Studi Minyak Lemuru Tersabun 8

menunjukkan pada P2 cenderung

meningkat dibandingkan kontrol dan P3

Kandungan Kolesterol serum darah Sapi

Berdasarkan penelitian yang

telah dilakukan menunjukkan bahwa

kandungan kolesterol darah sapi pada

pemberian kolesterol dengan perlakuan

selama satu bulan menunjukkan data

seperti tabel 6.

Kandungan kolesterol serum

darah total sapi Bali selama percobaan

menunjukkan rata-rata 106,25 ± 2,610

mg/dl pada perlakuan P1; 70,25.00 ±

1,835 ml/dl pada perlakuan P2 dan 58,50

± 3,293 mg/dl pada P3. Hasil analisis

variansi menunjukkan bahwa faktor

perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05)

terhadap kandungan kolesterol serum

darah total sapi Bali . P1 berbeda nyata

(P<0,05) lebih tinggi kandungan

kolesterol dibanding dengan P2, dan P2

berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi

kandungan kolesterol total serum darah

dibanding dengan P3. Sedangkan P3

berbeda sangat nyata (P<0,01) dari P1.

Hal ini berarti bahwa semakin

ditingkatkan komposisi minyak zaitun,

minyak lemuru tersabun dan pasta

temulawak maka semakin menurun

kandungan kolesterol total serum darah

sapi Bali dan tingkat penurunannya

dapat mencapai: 33,88 % dan 44,94 %

dari perlakuan kontrol.Jika

dibandingkan dengan kandungan

kolesterol total pada domba, hasil

penelitian Kadarsih (2008) menunjukkan

bahwa dengan perlakuan minyak

lemuru 6 % dan niasin 800 ppm

kandungan kolesterol sebesar 98,291

mg/dl, maka pada perlakuan P2 dan P3

pada penelitian ini menunjukkan

kandungan kolesterol serum darah jauh

lebih rendah.

Kandungan triglyceride dalam

serum darah sapi Bali menunjukkan

bahwa pada P1: 33 ± 0,934 mg/dl; P2:

25,35 ± 2,020 mg/dl dan P3 sebesar: 17,50

± 1,322 mg/dl. Hasil analisis varian

menunjukkan bahwa Komposisi ini

menunjukkan kandungan triglyceride

dalam darah mengalami penurunan

secara nyata (P<0,05) setelah adanya

perlakuan. Kandungan trigliserida P3

lebih rendah dari P2 dan P2 lebih rendah

dari P1. Namun demikian jika

dibandingkan penelitian Kadarsih dkk

(2007) sebelumnya pada ternak domba

bahwa dengan pemberian lemuru 6 %

saja mampu menurunkan kandungan

trigliserida sebesar 117,17 ml/dl, pada

penelitian ini mampu lebih mampu

menurunkan kadar trigliserida darah

lebih banyak, jika dibandingkan dengan

kandungan trigliserida pada sapi Bali.

Kandungan HDL dalam darah

sapi Bali pada P1 adalah 31,00 ± 0,957

mg/dl; P2 sebanyak 48,50 ± 4,061 mg/dl

dan P3 sebanyak 58,50 ± 1,393 mg/dl.

Hasil analisis varian menunjukkan

bahwa perlakuan berpengaruh nyata

(P<0,05) terhadap kandungan HDL

serum darah sapi. Pada uji lanjut dengan

LSD menunjukkan bahwa P3 berbeda

nyata (P<0,05) lebih tinggi kandungan

HDL dibanding P2 dan P1 dan P2

berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi

dibanding P1.Dengan kata lain bahwa

dengan pemberian minyak zaitun,

minyak lemuru tersabun dan pasta

temulawak mampu meningkatkan

kandungan HDL dalam serum darah

sapi Bali. Hasil ini bila dibandingkan

dengan kandungan HDL pada domba,

hasil penelitian Kadarsih dkk, (2007)

menunjukkan bahwa dengan perlakuan

6 % lemuru dan niasin 800 ppm mampu

meningkatkan kandungan HDL sebesar

51,98 ml/dl dan hasil ini lebih tinggi dari

P2, namun masih lebih rendah dari P3.

Adapun kandungan LDL serum

darah sapi Bali menunjukkan bahwa

perlakuan memberikan pengaruh nyata

(P<0,05) terhadap kandungan LDL. Pada

Page 15: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 9

P1 kandungan LDL adalah 36,00 ± 1,408

mg/dl dan P2 kandungan LDL sebesar

27,87 ± 1,558 mg/dl dan P3 sebesar 20,50

± 1,835 mg/dl. Antara P1 menunjukkan

kandungan LDL serum darah lebih

tinggi berbeda nyata (P<0,05) dibanding

P2 dan P1 dengan P3 menunjukkan

berbeda sangat nyata (P<0,01) hal ini

berarti bahwa dengan pemberian minyak

zaitun , minyak lemuru tersabun dan

pasta temulawak mampu menurunkan

kadar LDL dalam serum darah sebanyak

27,53 % pada P2 dan 57,97 % pada P3

dibandingkan dengan perlakuan kontrol.

Bila dibandingkan dengan ternak

domba, hasil penelitian Kadarsih dkk,

(2007) bahwa kandungan LDL kolesterol

darah sebesar 72,699 mg/dl pada

pemberian lemuru 3 % dan 67,780 mg/dl

pada pemberian lemuru 6%. Dengan

demikian dengan perlakuan P2 (minyak

lemuru tersabun 6 %, minyak zaitun 1%

dan pasta temulawak 100 g) dan

perlakuan P3 (minyak lemuru tersabun

8%, minyak zaitun 2 % dan pasta

temulawak 200 g) mampu menurunkan

kandungan kolesterol LDL serum darah

sapi Bali jauh lebih rendah jika

dibandingkan dengan ternak domba.

SIMPULAN

Penelitian ini dapat disimpulkan

bahwa produktivitas ternak masih baik

dan kandungan kolesterol darah sapi

menurun selaras dengan peningkatan

dosis perlakuan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous, 2005. Fish oil.

http//www.ironmagazine.com/re

view 44 html 6 April 2005.

Benerjee.C.C., 1978. A Texbook of

Animal Nutrition. Oxford dan

OBH Publishing Co,

New Delhi

Bouchat ,1993. Fats, their positional

isomer and Platelete Function. J.

Med, Tech. 3(1) :24-27.

Hinds, A. and T.A.B. Sanders., l993. The

Effect of increasing level of

dietary fish oil rich In

eicosapentaenoic and

dokosaheksaenoic acid on

lymphocyte pospholipid fatty

Acid composition and cell

mediated immunity in the mouse.

Br. J. Nutr, 69: 423-429.

Horst, R.L; A. Timothi dan P.G. Jesse;

1989. Recent Progres on Mineral

Nutrition dan

Mineral Requierement in

Ruminant. Proceding

International Meeting on Mineral

Nutrition and Mineral

Requirement in Ruminant. Kyoto,

Japan, hlm: 3.

Jenkins, T.C. 1993. Lipids Metabolisme

inb the Rumen. In: Symposium

Advance Ruminasnt. Lipid

Metabolism. J. Dairy Sci, 76:

3851–3863.

Kunsman,J. and M. Keeney, 1964. Journal

Dairy Sci, 23: 682.

Kadarsih. 2005. Suplementasi minyak

ikan lemuru dan niasin pada

ransum terhadap Kandungan

kolesterol asam lemak daging

kambing lokal. (dalam proses

publikasi ke Jurnal Ilmu ilmu

Pertanian UNIB, tahun 2006)

Kadarsih., S; T. Suteky., Kuswady.E.

2006. Suplementasi minyak ikan

lemuru dan niasin Pada ransum

terhadap kandungan kolesterol

dan komposisi asam lemak serta

imunitas selular ternak

domba.(Hibah Bersaing XIV/

tahun 1).

Page 16: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Studi Minyak Lemuru Tersabun 10

Kadarsih, S. T. Suteky; Kuswady E. 2007.

Suplementasi minyak ikan

lemuru dan niasin pada ransum

terhadap kandubngan kolesterol

dan komposisi asam lemak serta

imunitas selluler ternak domba

(Hibah Bersaing XV/tahun II).

Linder, M.C., 1993. Biokimia Nutrisi dan

Metabolism. Universitas

Indonesia. Press Jakarta.

Page 17: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 11

Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging terhadap Kadar

Kalsium dan Sifat Organoleptik Stik Keju

Effect of Addition of Wheat Cartilage of Broiler Levels of Calcium and Organoleptic

Properties Cheese Stick

Yenni Okfrianti, Kamsiah, Yusma Hartati

Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Bengkulu

Jalan Indragiri No 3 Padang Harapan, Bengkulu, Telp (0736) 341212

ABSTRACT

This study aims were to determine the effect of adding bone meal broiler prone to calcium levels and

organoleptic properties (taste, color, texture) cheese sticks. This study used a complete randomized design

with limited treatment which includes: Cheese sticks with the addition of chicken cartilage powder 5, 10, and

15%. The results showed that increased concentrations of cartilage flour has also increased the levels of

calcium cheese stick (p <0.05). In the organoleptic characteristics of the addition of flour cartilage broiler does

not significantly affect the organoleptic characteristics of taste and color (p> 0.05) but significantly affect the

texture (p <0.05).

Key words: wheat cartilage bone meal, cheese sticks, taste, colour, and texture.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung tulang rawan ayam pedaging

terhadap kadar kalsium dan sifat organoleptik (rasa, warna, tekstur) stik keju. Penelitian ini menggunakan

rancangan acak lengkap dengan perlakuan terbatas yakni meliputi: Stik Keju dengan penambahan tepung

tulang rawan ayam 5, 10, dan 15 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi tepung

tulang rawan meningkatkan pula kadar kalsium stik keju (p< 0,05). Pada karakteristik organoleptik

penambahan tepung tulang rawan ayam pedaging tidak nyata berpengaruh terhadap karakteristik

organoleptik rasa dan warna (p >0,05) namun berpengaruh nyata terhadap tekstur (p<0,05).

Kata kunci: tepung tulang rawan, stik keju, rasa, teksture dan warna

PENDAHULUAN

Kalsium merupakan mineral

yang penting bagi manusia antara lain

untuk metabolisme tubuh, pembentukan

tulang dan gigi, penghubung antar

syaraf, kerja jantung, pergerakan otot,

serta pembekuan darah (Sandjaja dkk,

2009). Kalsium merupakan mineral yang

banyak terdapat didalam tubuh, yaitu

1,5 % - 2% dari berat orang dewasa atau

kurang lebih sebanyak 1 kg. Peningkatan

kebutuhan kalsium terjadi pada masa

pertumbuhan, kehamilan, menyusui,

defisiensi kalsium dan tingkat aktivitas

fisik yang meningkatkan densitas tulang

(Almatsier, 2003).

Kebutuhan kalsium berdasarkan

umur yaitu pada bayi (300-400 mg),

anak-anak (500 mg), remaja (600-700

mg), dewasa (500-800 mg), ibu menyusui

dan menyusui (+ 400 mg) (Almatsier,

2003). Asupan kalsium yang dianjurkan

adalah 1200 mg /hari bagi wanita hamil

yang berusia 25 tahun ke atas. Sumber

utama kalsium adalah susu dan

Page 18: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Rawan 12

olahannya seperti whole milk, yoghurt dan

keju (Arisman, 2002).

Keju adalah makanan padat

yang dibuat dari susu sapi, kambing,

dan mamalia lainnya. Keju dapat

bertahan lama dan memiliki kandungan

lemak, protein, fosfor dan kalsium yang

tinggi (Sandjaja dkk, 2009). Pemanfaatan

keju dapat dibuat dalam makanan

ringan. Makanan ringan adalah makanan

yang bukan merupakan menu utama

(makan pagi, makan siang atau makan

malam). Makanan ringan adalah sesuatu

yang dimakan untuk menghilangkan

rasa lapar untuk sementara waktu. Salah

satu makanan ringan yang sering

dikonsumsi adalah stik keju. Stik keju

adalah makanan yang mempunyai rasa

gurih dan memiliki warna putih agak

kecoklatan dan tekstur yang renyah.

Komposisi bahan stik keju adalah tepung

terigu, tepung tapioka, baking powder,

telur ayam, minyak dan keju.

Stik keju merupakan makanan

ringan yang sering dikonsumsi oleh ibu

hamil selain rasanya yang gurih juga

memiliki nilai gizi. Kandungan nilai gizi

per 100 g stik keju adalah kalori (371,17

kal), protein (13,45 g), lemak (10 g),

karbohidrat (52 g), kalsium (217 mg)

(DKBM, 2005). Berdasarkan sumbangan

kalsium pada 100 g stik keju masih

kurang untuk kebutuhan kalsium pada

ibu hamil yaitu 1200 mg per hari. Salah

satu alternatif untuk menambah

kandungan gizi terutama kandungan

kalsium pada stik keju yaitu dengan

jalan memodifikasi bahan baku dalam

pembuatannya. Bahan baku yang

ditambahkan dalam pembuatan stik keju

adalah penambahan tepung yang terbuat

dari tulang rawan ayam pedaging

(Agustin, 2003).

Tulang ayam pedaging adalah

bahan sisa pangan dari ayam yang

biasanya terbuang. Tulang rawan ayam

pedaging dengan umur potong yang

singkat berkisar 6 sampai dengan 8

minggu. Tulang rawan ayam pedaging

dari bagian paha diperoleh dari bagian

ujung tulang yang banyak mengandung

mineral dan protein. Pengolahan tulang

rawan menjadi tepung dapat

mempertahankan kandungan gizi di

dalamnya. Dalam 1 g tepung tulang

ayam mengandung kalsium sebesar

62,79 mg (Budhiarty, 2005). Tepung

tulang rawan dapat dimanfaatkan lebih

lanjut untuk pengolahan pangan lain

dengan harapan dapat meningkatkan

nilai gizi dari suatu produk pangan

(Agustin, 2003). Tujuan penelitian ini

adalah pengaruh penambahan tepung

tulang rawan ayam pedaging terhadap

kadar kalsium dan sifat organoleptik stik

keju.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di

laboratorium Kimia dan Ilmu Teknologi

Pangan Poltekkes Kemenkes Bengkulu,

dari bulan April sampai Juni 2010.

Penelitian ini meliputi tiga tahap yaitu

pada tahap satu pembuatan tepung

tulang rawan ayam pedaging dan tahap

kedua pembuatan stik keju dengan

penambahan tepung tulang rawan ayam

pedaging dan tahap ketiga uji kalsium

dan uji organoleptik.

Tahap 1. Pembuatan tepung tulang

rawan ayam pedaging.

Mula-mula tepung tulang rawan direbus

pada suhu 800 C selama 60 menit agar

protein tidak terdenaturasi.. Kemudian

dilakukan pelunakan pada suhu 120º C

dengan tekanan 2 atm selama 2 jam

untuk melunakan tulang rawan ayam

pedaging lalu penggilingan tulang

dengan menggunakan blender lalu

dikeringkan dengan Hot Air Oven

dengan suhu 60 º C selama 18 jam dan

Page 19: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 13

diayak dengan ayakan 60 mesh sehingga

didapatkan tepung tulang rawan ayam

pedaging (Gambar 1).

Tahap 2. Pembuatan stik keju.

Dalam proses pembuatan stik keju

diawali dengan pencampuran tepung

terigu, tepung sagu, garam, baking powder

dan telur aduk hingga homogen

kemudian tambahkan tepung tulang

rawan ayam pedaging sesuai perlakuan

yaitu penambahan sebanyak 5% (10 gr),

10% (20 gr) dan 15% (30 g) lalu aduk

kembali. Adonan dicetak dengan mesin

penggiling mi, lalu digoreng hingga

matang lalu dinginkan dan simpan pada

400 gr tulang rawan ayam pedaging

Perebusan

Suhu 60 °C selama 60 menit

Pencucian

Pelunakan dengan presto

Suhu 120 °C selama 120 menit

Penggilingan dengan blender

Pengeringan dengan hot air oven

Suhu 60 °C selama 18 jam

Pengayakan dengan ayakan 60 mesh

Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging

Air

150 ml Air

Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging

5 %, 10 %, 15 %

Pencetakan dengan mesin penggilingan mie

dengan ketebalan 2 – 4 mm

Pencampuran, pengadukan hingga homogen

Pencetakan dengan panjang 7 cm

Pengorengan

Suhu 80 – 90 selama 7 menit

Stik Keju

Bahan Stik

Keju

Uji Kalsium

Uji Organoleptik

Rasa, Warna, Tekstur

Gambar 1. Proses Pembuatan Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging Gambar 2 Alir Proses Pembuatan Stik Keju Gambar 1. Proses Pembuatan Tepung Tulang Rawan Ayam pedaging

Page 20: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Rawan 14

wadah tertutup (Gambar 2). Adapun

komposisi bahan stik keju dapat dilihat

pada Tabel 1. berikut ini.

Tabel 1. Bahan Stik Keju

Komposisi Stik Keju P1 P2 P3

Tepung tulang rawan (gr) 10 20 30

Tepung Terigu (gr) 190 180 170

Tepung Tapioka (gr) 50 50 50

Keju (gr) 100 100 100

Baking Powder (gr) 0.5 0.5 0.5

Garam (gr) 1 1 1

Tahap 3

Analisa kadar kalsium

menggunakan bahan : larutan amonium

oksalat jenuh 10 ml, indikator merah

metil 2 tetes, amonia encer, asam asetat,

aquadest, H2SO4, KmnO4.dan mutu

organoleptik (rasa, warna, tekstur).

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan

Rancangan Acak lengkap (RAL) tiga

perlakuan. RAL dipilih karena bahan

percobaan yang akan dipakai sebagai

400 gr tulang rawan ayam pedaging

Perebusan

Suhu 60 °C selama 60 menit

Pencucian

Pelunakan dengan presto

Suhu 120 °C selama 120 menit

Penggilingan dengan blender

Pengeringan dengan hot air oven

Suhu 60 °C selama 18 jam

Pengayakan dengan ayakan 60 mesh

Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging

Air

150 ml Air

Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging

5 %, 10 %, 15 %

Pencetakan dengan mesin penggilingan mie

dengan ketebalan 2 – 4 mm

Pencampuran, pengadukan hingga homogen

Pencetakan dengan panjang 7 cm

Pengorengan

Suhu 80 – 90 selama 7 menit

Stik Keju

Bahan Stik

Keju

Uji Kalsium

Uji Organoleptik

Rasa, Warna, Tekstur

Gambar 1. Proses Pembuatan Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging Gambar 2 Alir Proses Pembuatan Stik Keju

Gambar 2. Alir Proses pembuatan Stik keju

Page 21: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 15

unit percobaan homogen dan jumlah

perlakuan terbatas yakni meliputi:

P1 : Stik Keju dengan penambahan

tepung tulang rawan ayam(5% )

P2 : Stik Keju dengan penambahan

tepung tulang rawan ayam (10

P3 : Stik Keju dengan penambahan

tepung tulang rawan ayam (15%)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Kalsium

Hasil analisis ragam

menunjukkan bahwa penambahan

tepung tulang rawan ayam berpengaruh

nyata (ρ<0,05) terhadap kadar kalsium

stik keju. Hasil uji lanjut LSD antar

masing–masing perlakuan berbeda nyata

(ρ<0,05). Stik keju dengan penambahan

tepung tulang rawan ayam pedaging 15

% memiliki skor rata-rata Kadar Kalsium

paling tinggi yaitu 0,698 gr (Tabel 2).

Tabel 2. Rata-rata Kadar Kalsium Stik Keju

Konsentrasi Tepung

Tulang Rawan Ayam

Pedaging

Kadar Kalsium

dalam 100 gr

5 %

10 %

15 %

0,445a

0,575b

0,667c

Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan

perbedaan rata-rata yang signifikan (ρ<

0,05) menurut Uji LSD.

Menurut penelitian Hardianto

(2002) tepung tulang rawan ayam

pedaging mempunyai kandungan

protein 71,93 % BK, mineral khususnya

kalsium 3,14 % dan fosfor 1,86 %.

Tepung tulang rawan dapat

dimanfaatkan lebih lanjut dengan

harapan dapat meningkatkan nilai gizi

dari suatu produk pangan. Hasil

penelitian ini seiring dengan hasil

penelitian Agustin (2003) semakin

banyak penambahan tepung tulang

rawan ayam pedaging pada mie kering

maka nilai kadar kalsium semakin tinggi.

Karakteristik Organoleptik

Rasa

Adapun hasil uji organoleptik

atribut rasa pada stik keju dengan

metode uji kesukaan dengan 35 orang

panelis dapat dilihat pada Tabel 3. Rasa

stik keju dengan penambahan tepung

tulang rawan ayam pedaging 5 %, 21

panelis (60 %) mengatakan suka. Untuk

rasa stik keju dengan penambahan

tepung tulang rawan ayam pedaging 10

% diketahui bahwa 20 panelis (57,1 %)

mengatakan suka dan untuk rasa stik

keju dengan penambahan tepung tulang

rawan ayam pedaging 15% diketahui 21

panelis (60%) mengatakan suka.

Berdasarkan hasil uji Kruskal

Wallis penambahan tepung tulang rawan

ayam pedaging tidak nyata berpengaruh

terhadap rasa stik keju yang ditunjukkan

(ρ>0,05) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Penambahan Tepung Tulang

Rawan Ayam Pedaging Terhadap Mutu

Organoleptik (Rasa) Stik Keju

Penambahan Tepung

Tulang Rawan Ayam

Pedaging

Presentase

Tingkat

Kesukaan

UjiKruskall

Wallis

(ρ)

5 %

10 %

15 %

54,46 %

50,09 %

54,46 %

0,735

Keterangan: Huruf yang sama (a) pada keterangan

menunjukkan tidak ada perbedaan yang

nyata taraf 5 % menurut Uji Kruskall

Wallis (ρ)

Rasa merupakan faktor yang

sangat menentukan dalam keputusan

akhir konsumen untuk menerima atau

menolak suatu makanan. Menurut

Wijayanti (2003), rasa adalah

karakteristik dari suatu zat yang

disebabkan oleh adanya bagian zat

tersebut yang larut dalam air atau lemak

dan bersentuhan dengan indera

pencicipan (lidah dan rongga mulut),

Page 22: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Rawan 16

sehingga memberikan kesan tertentu.

Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi

dan interaksi dengan komponen rasa

lain. Pengaruh antara satu macam rasa

dengan macam rasa yang lain tergantung

pada konsentrasinya. Bila salah satu

komponen mempunyai konsentrasi yang

lebih tinggi dari pada komponen yang

lain maka ada kemungkinan timbul rasa

gabungan atau komponen tersebut dapat

dirasakan kesemuanya secara berurutan

(Kartika, 1998).

Warna

Tabel 4. menunjukkan bahwa

hasil uji organoleptik atribut warna pada

stik keju dengan metode uji kesukaan

dengan 35 orang panelis diketahui

bahwa untuk warna stik keju dengan

penambahan tepung tulang rawan ayam

pedaging 5 %, 18 panelis (51,4 % )

mengatakan suka. Untuk warna stik keju

dengan penambahan tepung tulang

rawan ayam pedaging 10 % diketahui

bahwa 18 panelis (51,4%) mengatakan

suka dan untuk rasa stik keju dengan

penambahan tepung tulang rawan ayam

pedaging 15 % diketahui 16 panelis (45,7

%) mengatakan suka.

Berdasarkan hasil uji Kruskal

Wallis penambahan tepung tulang rawan

ayam pedaging tidak nyata berpengaruh

terhadap rasa stik keju yang ditunjukkan

(ρ>0,05) dapat dilihat pada Tabel 4.

Hal ini dikarenakan intensitas

warna yang hampir sama antar produk.

Menurut Setiawan (1988), nilai warna

yang objektif dipengaruhi oleh

komposisi bahan baku yaitu warna awal

penyusunan. Warna awal tepung tulang

rawan coklat dan tepung terigu agak

bewarna krem, proses pencampuran

antara tepung terigu dengan tepung

tulang rawan ayam pedaging akan

membuat adonan bewarna kecoklatan

dan semakin bewarna coklat ketika

proses penggorengan.

Pada saat pencampuran adonan

tepung terigu dengan tepung tulang

rawan ayam pedaging akan bewarna

kecoklatan begitu juga saat

penggorengan. Proses penggorengan

yaitu suhu, cara dan penggorengan akan

mempengaruhi rasa, warna dan tekstur

produk yang dihasilkan serta

penambahan tepung tulang rawan ayam

pedaging yang digunakan tidak

berselisih jauh membuat panelis

memberikan penilaian yang sama.

Menurut Wijanti (2003) warna adalah

kesan yang dihasilkan oleh indra mata

terhadap cahaya yang dipantulkan oleh

benda tersebut. Jika dilihat dari

penerimaan panelis terhadap hasil uji

organoleptik atribut warna pada stik

keju bahwa warna stik keju dengan

konsentrasi penambahan tepung tulang

rawan ayam pedaging 5 % dan 10 %

paling disukai panelis. Menurut

Mudjayanto dan Yulianti (2007) proses

pencampuran yang tidak homogen akan

menghasilkan adonan yang tidak

homogen sehingga akan mempengaruhi

keseragaman rasa, tekstur dan rasa.

Tabel 4. Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging Terhadap Mutu organoleptik

(Warna) Stik Keju

Penambahan Tepung Tulang Rawan

Ayam Pedaging

Presentase Tingkat

Kesukaan

Uji Kruskall Wallis

(ρ)

5%

10 %

15 %

57.49 %

53,93 %

47,49 %

0,323

Keterangan : Huruf yang sama (a) pada keterangan menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata taraf 5 %

menurut Uji Kruskall Wallis (ρ)

Page 23: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 17

Tekstur

Adapun hasil uji organoleptik

atribut tekstur pada stik keju dengan

metode uji kesukaan dengan 35 orang

panelis dapat dilihat pada Tabel 5.

Diketahui bahwa untuk tekstur stik keju

dengan penambahan tepung tulang

rawan ayam pedaging 5 %, 19 panelis

(54,3 %) mengatakan suka. Untuk tekstur

stik keju dengan penambahan tepung

tulang rawan ayam pedaging 10 %

diketahui bahwa 20 panelis (57,1 %)

mengatakan suka dan untuk rasa stik

keju dengan penambahan tepung tulang

rawan ayam pedaging 15 % diketahui 20

panelis (57,1 %) mengatakan suka.

Berdasarkan hasil uji Kruskal

Wallis penambahan tepung tulang rawan

ayam pedaging tidak nyata berpengaruh

terhadap rasa stik keju yang ditunjukkan

(ρ< 0,05) dapat dilihat pada Tabel 5.

Hasil uji lanjut Mann Whitney

maka dapat dilihat perbandingan antar

produk yang dihasilkan panelis tidak

dapat membedakan tekstur antar produk

dengan penambahan tepung tulang

rawan ayam pedaging 15 % dan 10 %

dengan nilai ρ= 0,746 karena nilai ρ >0,05.

akan tetapi panelis dapat membedakan

tekstur antar produk dengan

penambahan tepung tulang rawan ayam

pedaging 5 % dan 10 % dengan nilai ρ=

0,008 karena nilai ρ< 0,05 dan panelis

dapat membedakan tekstur antar produk

dengan penambahan 5 % dan 15 %

dengan nilai ρ= 0,018 karena nilai ρ< 0,05.

Tekstur merupakan salah satu

parameter mutu yang penting karena

tekstur juga menentukan tingkat

penerimaan konsumen terhdap produk

yang dihasilkan. Tekstur merupakan

sifat penting dalam produk

pengorengan. Tingkat kehalusan tepung

tulang ayam pedaging merupakan faktor

penentu terhadap proses pengembangan

stik keju.

Semakin tinggi tingkat

konsentrasi penambahan tepung tulang

rawan ayam pedaging semakin

bertambah kesukaan panelis terhadap

tekstur stik keju. Hal ini terjadi karena

kandungan kolagen yang terdapat dalam

tepung tulang rawan ayam pedaging

yang berfungsi sebagai bahan pengikat ,

sehingga adonan lebih kohesif, kuat dan

tidak mudah putus (Agustin, 2003),

sehingga tekstur yang dihasilkan lebih

renyah.

SIMPULAN

1. Penambahan tepung tulang ayam

pedaging berpengaruh nyata

terhadap kadar kalsium stik keju.

2. Penambahan tepung tulang ayam

pedaging tidak berpengaruh nyata

terhadap karakteristik organoleptik

rasa dan warna, namun berpenaruh

nyata terhadap tekstur.

Tabel 5. Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging Terhadap Mutu organoleptik

(Tekstur) Stik Keju

Penambahan Tepung Tulang Rawan

Ayam Pedaging

Presentase Tingkat

Kesukaan

Uji Kruskall Wallis

(ρ)

5%

10 %

15 %

42,07b%

59,46a%

57,47a%

0,014

Keterangan : Huruf yang sama (a) pada keterangan menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata taraf 5 %

menurut Uji Kruskall Wallis (ρ).

Huruf yang berbeda (ab) pada keterangan menunjukkan ada perbedaan nyata pada taraf 5 %

menurut Uji Mann Whiney (ρ)

Page 24: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Rawan 18

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, L, S. 2003. Pembuatan Mie Kering

Dengan Fortifikasi Tepung Tulang

Rawan Ayam Pedaging. Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian

Bogor, Bogor

Almatsier, S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu

Gizi. PT Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta

Ariesi, W.2007. Kalsium. Dunia Wida,

Surabaya

Arisman, 2009. Gizi Dalam Daur

Kehidupan, PT Buku Kedokteran

egc. Jakarta

Budhiarty, Pujiani, 2005. Fortifikasi

Kalsium Pada Susu Kedelai Dengan

Pemanfaatan Tulang Ayam Yang

Telah Mengalami Deproteinasi .

Diakses dari

http://digilib.upi.edu/pasca/avalia

ble/etd-1223105-143348/

Hanum, Y.1998. Diktat Penilaian Indrawi.

Fakultas Pertanian.

Http://Smartsains..

Blogspot.com/2008/06/Petunjuk-

Pengujian-Organoleptik.Html .

Hardianto, V. 2002. Pembuatan Tepung

Tulang Rawan Ayam pedaging

menggunakan pengering drum

(drum dryer) dengan penambahan

bahan pemutih (bleaching agent).

Skripsi. Fakultas Peternakan.

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kristianto, Yohanes. 2005. Panduan

Penelitian Pangan Dan Gizi.

Politeknik Kesehatan Malang.

Malang.

PERSAGI. 2005. Daftar Komposisi Bahan

Makanan (DKBM). Jakarta

Pudjirahaju, A. 2001. Diktat ITP, Penilaian

Kualitas Makanan Secara

Organoleptik. Malang

Suwarjono, 2008. Kalsium Si Beton Dalam

Tulang.Viva News

Tejasari, 2005. Nilai Gizi Pangan. Edisi

Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta

______,2008. Resep Tepung Terigu, diakses

dari : http://id.Wikibooks.org

______, 2008. Resep Stik Keju, diakses

dari: http://id.sedapsekejap.blogspot.com

Page 25: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 19

Analisis Model Integrasi Lebah dengan Kebun Kopi (Sinkolema) dalam Rangka

Peningkatan Produksi Madu dan Biji Kopi

The Analisys of Honeybee-Coffee Plantation Integration Model on Improving the Honey

and Coffee Bean Product 1

R. Saepudin2, A. M. Fuah3, C. Sumantri4 , L. Abdullah5 , S. Hadisoesilo6

1. Bagian Disertasi di Sekolah Pasca Sarjana IPB

2. Mahasiswa Program Doktor pada Mayor Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, SPs.IPB

3. Dept. Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan FAPET-IPB. Ketua Komisi Pembimbing

4. Dept. Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan FAPET-IPB. Anggota Komisi Pembimbing

5. Dept. Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan FAPET-IPB. Anggota Komisi Pembimbing

6. Badan Litbang Kehutanan Bogor Anggota Komisi Pembimbing

ABSTRACT

The study of relationship between the honey productivity and honey bee-coffee plantation integration was conducted in Kepahiang, the Province of Bengkulu. The objective of this study was to evaluate the integration model on improving the honey and coffee bean product as well. The experiment was arranged in a completely randomized design with two treatments and ten replications where as the model was analysed with SWOT. The result showed that honey production was higher by 114% than that outside the plantation. Similar to the honey productionn, coffee been production at honeybee-coffee plantation integration was significantly higher by 10,55 % than that was unpollinated by Apis cerana, The honeybee colonies that were placed on coffee plantation spreadly produced honey significantly higher than those were placed with concentrated way. Other result was that based on SWOT analyses, the honeybee and coffee plantation integration are able to be developed agresively due to its higher strengths and higher opportunities than its weakensses and threats respectively. Key words: Honey, cerana, coffee, integration production

ABSTRAK

Penelitian tentang hubungan antara produksi madu pada integrasi lebah madu dan kebun kopi telah dilaksanakan di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu. Tujuan penelitian adalah menganalisa model integrasi kaitannya dengan penelingkatan produksi madu dan biji kopi. Metoda penelitian dirancang berdasarkan RAL dan model dianaalisis dengan menggunakan SWOT. Hasil penelitian menunjukan bahwa peroduksi lebah 114 % dan biji kopi 10,55 % lebih tinggi pada siatem integrasi dari pada di luar sistem integrasi. Setiap satu hektar kebun kopi di Kabupaten Kepahiang dapat mendukung 100 koloni lebah A cerana. Berdasarkan analisis SWOT integrasi lebah madu kebun kopi berada pada kuadran ke I, yang berarti pengembangan Siskolema dapat dilaksanakan secara progresif karena kekuatan dapat mengatasi kelemahan dan peluang lebih besar dari pada ancaman yang dihadapi. Kata kunci: madu, cerana, kopi, integrasi. Produks

PENDAHULUAN

Masalah utama peternakan lebah

madu yang berhasil diidentifikasi adalah

produksi dan kualitas madu yang

rendah (sekitar 1-3 kg/koloni/tahun lebih

rendah dari produksi ideal yaitu 5-10

kg/koloni/tahun), Untuk menjaga

kesinambungan usaha perlebahan dapat

dilakukan dengan mencari tanaman

sumber pakan yang memiliki hubungan

mutualisme dengan lebah madu.

Tanaman yang punya potensi di

Kepahiang adalah kopi dengan luasan 29

Page 26: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Analisis Model Integrasi Lebah dengan Kebun Kopi 20

ribu ha dari 35 ribu ha perkebunan

(Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kepahiang, 2009). Tanaman kopi

menyediakan nektar dan polen sebagai

pakan lebah Apis cerana untuk

menghasilkan jumlah dan madu yang

lebih tinggi. Department of Agriculture

and Food Western Australia (2009)

melaporkan bahwa Madu yang

dihasilkan lebah yang diberi pakan

nektar kopi memiliki frukrosa tinggi

(38%), berwarna amber dan aroma khas.

Salah satu upaya yang dapat

dilakukan adalah mengintegrasikan

tanaman kopi yang sudah berkembang

dengan lebah madu dan memiliki

hubungan mutualisme satu sama lain

yang selanjutnya disebut sinkolema.

Lebah madu yang mampu menghasilkan

madu pada saat kopi belum dipanen dan

membantu penyerbukan untuk

meningkatkan produksi kopi. Disisi lain

kopi mampu menyediakan nektar dan

pollen sebagai pakan dari lebah madu.

Integrasi lebah kopi, disampaing untuk

mengatasi permasalahan produktivitas

madu juga untuk mengatasi

permasalahan rendahnya produktivitas

kopi yang relatif rendah (0,970 ton/ha)

(Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kepahiang, 2009) dibandingkan dengan

produksi ideal sebesar 1,540 ton/ha

Penelitian integrasi lebah dengan

tanaman telah dilakukan oleh Kazuhiro

(2004) dan Biesmeijer dan Slaa (2004)

yang mengintegrasikan Stingless bee

dengan tanaman kacang-kacangan.

Penelitian yang serupa telah

dilaksanakan oleh Klein et al. (2003) pada

kopi, Kremen et al. (2002) pada pada

daerah pertanian hortikultura, Kakutani

et al. (1993), Maeta et al. (1992) dan

Katayama (1987) pada tanaman

strowberry. Namun demikian penelitian

masih difokuskan pada jasa lebah

sebagai polinator, sedangkan peranan

tanaman sebagai sumber penghasil

pakan lebah masih sangat sulit

didapatkan.

Pola integrasi kebun kopi lebah

madu (yang selanjutnya disebut

Sinkolema) belum banyak diterapkan di

Indonesia padahal potensinya terutama

di luar Jawa sangat tinggi dan peran

masing-masing sangat penting,

diantaranya adalah;

1. Lebah sebagai penyerbuk pada

tanaman kopi, sehingga diharapkan

produksi kopi semakin tinggi dan

kopi sebagai penghasil pakan yang

diharapkan mampu meningkatkan

produksi madu yang berkualitas

sehingga produktivitas dan efisiensi

lahan meningkat, pada gilirannya

kesejahteraan petani juga meningkat.

2. Madu sebagai sumber pendapatan

tambahan petani sehingga pada saat

usaha pertanian tidak berproduksi,

lebah madu mampu memberikan

penghasilan, sehingga biaya hidup

sehari-hari dan biaya untuk usaha

pertanian saat kopi tidak

berproduksi tetap terjamin.

Adanya hubungan saling

menguntungkan antara lebah madu dan

kopi maka diharapkan akan dapat

dimanfaatkan untuk meningkatkan

pendapatan petani dan sekaligus

melestarikan lebah madu asli Indonesia.

Untuk keperluan itu diperlukan kajian

budidaya, desain Sinkolema berbasis

wawasan.

Langkah-langkah yang harus

dirumuskan dalam pelaksanaan

Sinkolema untuk meningkatkan

perekonomian petani membutuhkan

kajian keberlanjutan sehingga kebijakan

dalam mengatasi permasalahan yang

diambil akan lebih tepat dan efektif.

Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis daya dukung integrasi

lebah-kebun kopi, produktivitas lebah

madu kebun kopi (Sinkolema) dan

pengembangan budidaya lebah madu

Page 27: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 21

berbasis potensi dan sumberdaya lokal

untuk peningkatan ekonomi peternak

lebah.

MATERI DAN METODE

Penelitianini yang dilaksanakan

pada bulan Januari s/d desember 2010

berlokasi di Kabupaten Kepahyang

Propinsi Bengkulu ini merupakan bagian

dari penelitian yang telah dilaporkan

sebelumnya yaitu 1. Identifikasi daya

dukung dan Potensi dan 2. Menganalisis

Keberlanjutan sinkolema. Jadi penelitian

tahap ini dilandasi oleh hasil penelitian

tahap I untuk menghasilkan model

budidaya lebah yang diintegrasikan

dengan tanaman kopi. Untuk dapat

menganalisis sinkolema dibutuhkan

atribut penentu keberhasilan

berdasarkan koefisien teknis peternakan

lebah. Model didesain dengan

didasarkan pada hal-hal berikut ini:

1. Perhitungan jumlah stup yang

dipelihara sesuai dengan daya

dukung wilayah.

2. Produksi madu per stup per tahun

3. Penerapan tata letak stup

4. Perhitungan produksi kopi/ ha/

tahun

5. Penyusunan strategi penerapan

sinkolema

Prosedur

Data lain yang akan

dikumpulkan adalah data sekunder dan

primer dengan menggunakan metode

survei melalui teknik wawancara dan

pengisian kuesioner yaitu:

1. Menghitung jumlah stup yang

dipelihara sesuai dengan daya

dukung wilayah.

2. Produksi madu dihitung

berdasarkan kali panen dan

dikonversikan ke produksi per

stup per tahun, dan akan

dibandingkan antara produksi

madu dengan sistem integrasi

dan tanpa integrasi. Sebagai

sampel akan dipilih secara acak

sebanyak masing-masing 10 stup

lebah yang dibudidayakan padan

sistem integrasi dan 10 stup

lainnya dari lebah yang

dibudidayakan bukan dengan

sistem integrasi.

3. Menentukan tata letak stup

didasarkan pada faktor lokasi,

pengelolaan, keamanan dan

pemanenan.

4. Produksi kopi per ha per tahun

dihitung berdasarkan hasil bobot

kering per tahun per ha dan akan

dibandingkan produksi kopi

madu dengan sistem integrasi

dan tanpa integrasi

5. Menyusun rekomendasi

pengembangan disusun

berdasarkan hasil analisis SWOT

berdasarkan data skunder dan

data primer yang diperoleh.

Penelitian tahapan ini

selanjutnya adalah membandingkan

produksi madu A. cerana yang dipelihara

melalui (1) sistem integrasi dengan kopi

dan (2) tanpa integrasi. Sedangkan

produksi kopi akan dibandingkan

dengan dan tanpa integrasi serta

menganalisis produksi madu dengan

penempatan tanpa stup.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebagian besar Kabupaten

Kepahyang (sekitar 75%) terletak pada

wilayah dengan ketinggian 500 – 1000 m

dpl, dan 12% terletak pada wilayah >

1000 m dpl. Curah hujan rata-rata

bulanan untuk sepuluh tahunan di

wilayah Kepahyang yaitu > 200 mm.

Suhu udara rata-rata 24,00C, dengan

suhu udara maksimum sebesar 29,90C

Page 28: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Analisis Model Integrasi Lebah dengan Kebun Kopi 22

dan suhu udara minimum sebesar

19,90C. Kelembaban nisbi rata-rata

bulanan > 80%. Ditinjau dari geografis

dan agroklimat Kabupaten Kepahyang,

komoditi tanaman hortikultura dan

perkebunan (terutama kopi dan teh)

sangat mungkin untuk

dikembangkan.Disamping itu potensi

pengembangan tanaman perkebunan

didukung juga oleh kedalaman dan jenis

tanah yang mendominasi wilayah ini

(tanah Andosol, Aluvial, Latosol,

Asosiasi Andosol-Latosol-Podsolik

Coklat-Podsolik Merah Kuning) yang

sangat baik untuk pengembangan

tanaman kopi (BPS, 2007).

Berdasarkan kondisi wilayah

Kabupaten Kepahyang maka salah satu

usaha peternakan yang potensial

dikembangkan adalah lebah yang

mampu menghasilkan madu pada saat

hasil pertanian belum dipanen dan

membantu penyerbukan untuk

meningkatkan produksi. Disisi lain

tumbuhan/tanaman mampu

menyediakan nektar dan polen sebagai

pakan lebah madu A. cerana yang

menjadi salah satu dari lebah komersil

lokal. A. cerana merupakan lebah asli

tropis Asia (termasuk Indonesia) yang

sudah beradaptasi baik dengan

lingkungan Indonesia termasuk

Kabupaten Kepahyang Propinsi

Bengkulu. Walaupun produksinya tidak

setinggi A. mellifera, A. cerana memeiliki

keunggulan yaitu tahan terhadap hama

utama lebah (varroa spp dan vespa spp.)

(Sihombing, 2005). Oleh karena itu, A.

cerana memungkinkan untuk

dibudidayakan sebagai penghasil madu

kopi secara organik. Penelitian tentang

pemanfaatan perkebunan kopi untuk

budidaya madu A. Cerana sangat

diperlukan dalam rangka optimalisasi

pemanfaatan lahan untuk peningkatan

efisiensi dan produktivitas lebah.

Daya Dukung Budidaya Lebah

Pakan lebah yang penting adalah

nektar dan polen. Nektar adalah cairan

manis yang dihasilkan oleh bunga

tanaman pangan, tanaman kehutanan,

tanaman perkebunan, tanaman

hortikultura (buah dan sayuran),

tanaman hias, rumput dan semak

belukar (Pusbahnas. 2008). Nektar

adalah senyawa kompleks yang

dihasilkan kelenjer nektar yang

merupakan hasil sekresi yang manis

dalam bentuk larutan gula dari tanaman.

Nektar terdapat pada bagian petal, sepal,

stamen dan stigma. Nektar mengandung

15-50% larutan gula dengan konsentrasi

bervariasi antara satu bunga tanaman

dengan bunga tanaman lain (Crane,

1990).

Husaeni (1986) menyatakan

bahwa nektar adalah pakan utama lebah

sehingga ketersediaannya sangat

mempengaruhi produksi madu.

Selanjutnya Husaeni (1986) menganalisis

tentang masalah utama budidaya lebah

yaitu ketersedian nektar secara

berkesinambungan.

Department of Agriculture and

Food Western Australia (2009)

melaporkan bahwa kopi adalah

penghasil polen dannektar yang tinggi

kadar sukrosanya (28%) sehingga

menghasilkan madu yang memiliki

kejernihan baik, bau dan rasa yang khas.

Data jumlah kuntum bunga per

tangkai dan jumlah tangkai bunga per

pohon selama delapan bulan, diolah

untuk mendapatan data produksi

kuntum bunga per pohon per hari. Hasil

pengumpulan dan pengolahan data

disajikan pada Tabel 1.

Produksi nektar diperoleh data

0,64 ml per 25 kuntum per hari, berarti

produksi nektar kebun kopi adalah 18,14

ml/pohon/hari. Selama petani menanam

kopi dengan kepadatan 2000 batang/ha

maka produksi nektar pada saat kopi

Page 29: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 23

berbungan adalah 36,27 l/ha/hari. Tabel 1

menunjukan perkembangan produksi

nektar kopi yang berfluktuasi dan rata-

rata tertinggi terjadi pada Bulan Juli. Hal

ini sesuai dengan yang dilaporkan

Perhutani (1994) bahwa puncak

pembungaan kopi di Indonesia terjadi

pada bulan Juli.

Produksi nektar kebun kopi rata-

rata per hari adalah 18,14 ml/pohon/hari,

berarti dengan kepadatan pohon kopi

2000 bohon/ha, rata-rata produksi per

hektar kopi adalah 36.286,08 ml/ha/hari.

Bila kebutuhan nektar lebah madu 145

ml/stup/hari (Husaini, 1986) maka daya

dukung kebun kopi adalah 250 koloni.

Ini artinya kalau tidak ada predator

lainnya (grazers), maka kebun kopi di

Kabupaten Kepahiang Propinsi

Bengkulu mampu mencukupi

peternakan lebah dengan skala usaha 250

koloni. Untuk mengantisipasi adanya

predator lain pengisap nektar kopi dan

cuaca yang buruk yang menyebabkan

bunga kopi menurun, yang dijadikan

patokan dalam menentukan jumlah

koloni adalah produksi nektar terendah

yaitu sekitar 9,49 liter/ha/hari, bila 25%

nektar diperkirakan dikonsumsi

serangga lain, berarti pada saat produksi

nektar minimal, kebun kopi diperkirakan

mampu mencukupi maka disarankan

untuk menyebarkan lebah sebanyak

sembilah puluh delapan koloni

dibulatkan keatas menjadi 100

stup/koloni per satu hektar kebun kopi.

Blesmeijer dan Slaa (2006)

menyatakan bahwa penerapan sistem

integrasi lebah madu dengan tanaman

perlu diperhatikan konsep-konsep

kompetisi baik interspesific competition

(kompetisi antar spesies) maupun

intraspesific competition (kompetisi dalam

satu spesies), sehingga tidak berdampak

pada kerusakan sumberdaya dan

habitatnya. Blesmeijer & Slaa (2006)

membagi lebah menjadi dua kelompok

yaitu (1) medium size non-aggressive

forager, contohnya A. mellifera dan (2)

super generalis aggressive forager,

contohnya A. trigona. Mencermati dua

kelompok lebah ini tergambar bahwa

kelompok medium size non-aggressive

forager tidak bias digabungkan dengan

kelompok super generalis aggressive

forager.

Nasution (2009) menyatakan

bahwa tidak seperti serangga lain

(misalnya kupu-kupu dan semut) lebah

menjalankan penyerbukan bunga

dengan tidak menimbulkan akibat

samping yang merugikan tanaman. Oleh

karena itu lebah bukan hama tanaman,

tapi malah membantu menaikkan

produksi. Menurut Sumoprastowo dan

Suprapto (1993), bahwa dengan bantuan

penyerbukan oleh lebah, produksi kebun

kapas, kebun buah-buahan, kebun bunga

matahari, dan kebun mentimun

mencapai kenaikan produksi berturut-

turut sebesar 25%, 25-50%, 50-60%, dan

62,5%.

Tabel 1. Produksi Nektar Kopi di Kabupaten Kepahiang

No Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nop Des

1 17,22 14,31 - - 18,48 26,60 35,89 25,20 - - 16,84 25,38

2 21,80 25,90 - - 23,60 32,40 38,60 35,70 - - 28,50 33,90

3 375,40 370,60 - - 436,10 861,90 1.385,50 899,80 - - 480,00 860,40

4 9,61 9,49 - - 11,16 22,06 35,47 23,03 - - 12,29 22,03

5 Rata-rata Produksi Nektar kopi per pohon per hari 18,14 ml/pohon/hari Keterangan

1. Rata-rata kuntum buna per tangkai

2. Rata-rata tangkai bunga per pohon

3. Produksi kuntum bunga per pohon

4. Produksi nektar per pohon (ml)

Page 30: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Analisis Model Integrasi Lebah dengan Kebun Kopi 24

Lebah merupakan serangga yang

berperan penting baik secara ekologis

(penyerbuk) maupun ekonomis

(penghargaan secara financial terhadap

jasanya sebagai penyerbuk (Byrne &

Fitzpatrick, 2009). Slaa et al. (2006)

membuktikan bahwa lebah berhasil

meningkatkan produksi pertanian dua

kali lipat. Hampir semua tanaman

pertanian/perkebunan yang tidak

melakukan penyerbukan sendiri

memerlukan bantuan serangga agar

menghasilkan biji/buah Polinasi adalah

proses kompleks dan sangat vital dalam

siklus hidup tanaman, terutama bagi

terjadinya fertilisasi, pembentukan buah

dan pembentukan biji (Slaa et al. 2006).

Lebah berperan sebagai polinator yang

lebih efektif dan efisien bagi

tanaman/perkebunan (O’toole, 1993,

Frietas and Faxton 1998, Heard, 1999;

Richards, 2001 dan Krement et al, 2002).

Memperhatikan hal tersebut

maka terlihat bahwa lebah menjadi

pollinator penting yang memindahkan

tepung sari ke kepala putik dalam

jumlah cukup.Aktivitas lebah tersebut

dilakukan secara tidak sengaja pada saat

pencarian nektar dan tepung sari sebagai

pakan untuk koloninya, bagian kaki

lebah madu yang penuh rambut tersebut

disebut pollen basket. Lebah memiliki

organ khusus untuk mengambil nektar,

yang disebut proboscis yang bentuknya

seperti belalai pada gajah dan berfungsi

untuk mengisap cairan nektar pada

bunga. Lebih lanjut. Nasution (2009)

menyatakan beberapa faktor yang harus

dipertimbangakan dalam menggunakan

lebah madu untuk tujuan membantu

penyerbukan tanaman, diantaranya

jumlah lebah per stup (strength of colony),

jumlah stup lebah (number of bee hives),

ketersediaan stup yang bias

dimanfaatkan (availability of bee hives) dan

penempatan stup (timing of the

introduction of hives).

Department of Agriculture and

Food Western Australia (2009)

melaporkan bahwa penyebaran koloni

lebah di areal pertanian tanaman pangan

di Australia dan di Brazil dapat

meningkatkan produksi pertaniannya

dan jumlah lebah yang disebarkan

bervariasi tergantung pada jenis

tanaman, tempat (lokasi), dan jenis

lebah. Oleh karena itu Department of

Agriculture and Food Western Australia

(2009) merekombinasikan bahwa untuk

meningkatkan proses polinasi tanaman

kopi (Coffea arabica, C. canephora, C.

liberica ) dapat ditempatkan 100 juta

lebah pekerja pada saat musim

berbunga. Dengan cara ini produksi kopi

dapat meningkat sekitar 22%.

Selanjutnya Nasution (2009) menjelaskan

juga bahwa lebah merupakan serangga

penyerbuk (polinator) tanaman yang

paling penting di alam dibandingkan

angin, air, dan serangga lainnya, dimana

lebah dapat meningkatkan produksi apel

sebesar 30-60%, jeruk 300-400%, dan

anggur 60-100%.

Madu yang dihasilkan dari lebah

yang diberi pakan nektar kopi memiliki

sukrosa (28%) dan berwarna amber

muda (light amber) dan aroma yang

khas (Department of Agriculture and

Food Western Australia, 2009).

Pusbahnas (2008) melaporkan bahwa

madu kopi (madu yang berasal dari

lebah yang diberi pakan nektar kopi)

berkhasiat dalam meningkatkan daya

tahan tubuh, membuat nyenyak tidur,

memperlancar fungsi otak dan dapat

menyembuhkan luka bakar.

Pengaruh Integrasi Terhadap Produksi

Madu dan Kopi

Produksi madu selama satu

tahun yang dipelihara dengan dan tanpa

integrasi dengan kebun kopi dapat

dilihat pada Gambar 1. Produksi madu

dari lebah yang dipelihara dengan sistem

Page 31: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 25

integrasi mencapai 3,335

kg/koloni/tahun. Produksi ini secara

signifikan lebih tinggi dari produksi

madu dari lebah yang dipelihara di luar

kawasan integrasi yang hanya mencapai

rata-rata 1,560 kg/koloni/tahun, artinya

bahwa produktivitas lebah madu dapat

ditingkatkan sekitar 114% melalui sistem

integrasi dengan kebun kopi.

Produksi madu dari peternakan

lebah dengan integrasi lebih tinggi

sejalan dengan perkembangan populasi

lebah dan ketersediaan nektar. Hasil ini

menunjukan bahwa produksi madu

sangat erat kaitannya dengan

ketersediaan nektar. Hasil penelitian ini

sesuai dengan penemuan Hidayat (1986)

yang melakukan penelitian tentang

hubungan kegiatan mencari makan lebah

madu (Apis cerana Fabr.) dengan volume

nektar dan perkembangan jumlah bunga

kaliandra (Calliandra callothyrsus Meissn.)

di desa Pager Wangi, Bandung pada

bulan Januari hingga Maret, 1986 dengan

kesimpulan bahwa terdapat hubungan

antara kegiatan lebah dengan

ketersediaan nektar di sekitar koloni.

Ada kondisi yang sangat menarik

adalah pada saat kopi tidak berbunga

pada bulan Maret, April, September dan

Oktober, produksi madu dan populasi

lebah menunjukan angka yang masih

tinggi di daerah Sinkolema, Hal ini

kemungkinan besar kebutuhan nektar

dan polen untuk keperluan tersebut

masih mampu disediakan pohon

pelindung (lamtoro), pohon lain seperti

kayu masis (pada Bulan Mei didapatkan

madu yang beraroma kayu manis),

semak-semak dan remput-rumputan

yang menutupi lahan di luar kebun kopi.

Rendahnya produksi madu dari

lebah di luar kebun kopi sebagai akibat

dari hijrahnya koloni lebah sebanyak 4

koloni atau 40%, sedangkan lebah di di

daerah kopi yang hijrah lebih sedikit

yaitu 2 koloni atau 20%. Teidentifikasi

ada dua penyebab utama hijrahnya

koloni lebah yaitu, 1. Kurang pakan

terlihat tidak ada madu pada sarangnya

dan 2. Kondisi stup/kotak yang kotor

karena tidak sempat dibersihkan

peternak.

Keberhasilan peternakan lebah

sangat ditentukan dengan ketersedian

sumber protein (pollen) dan nektar pada

suatu lokasi yang erat kaitannya dengan

tata letak koloni. Dalam menentukan

tata letak perlu dilakukan pendataan

untuk mengetahui jenis-jenis tanaman

penghasil nektar dan pollen, umur

tanaman kepadatan tanaman serta

kesuburannya.

Dalam penelitian yang telah

dilakukan tampak bahwa cara

penempatan koloni lebah (terpusat atau

tersebar) secara signifikan mepengaruhi

produksi madu. Dari hasil perhitungan,

Gambar 1. Grafik produksi madu yang di pelihara dengan dan tanpa integrasi

Page 32: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Analisis Model Integrasi Lebah dengan Kebun Kopi 26

produksi madu dari koloni lebah yang

ditempatkan secara menyebar di dalam

kebun kopi (4,08 kg/koloni/tahun) secara

nyata lebih tinggi dari koloni lebah yang

ditempatkan terpusat di tengah-tengah

kebun kopi (2,60 kg/koloni/tahun). Hal

ini terjadi akibat dari kompetisi

(intraspesific competition) berat baik

pakan maupun tempat terutama tempat

terjadinya perkawinan dan pakan.

Kompetisi yang terjadi menybabkan 2

koloni yang ditempatkan terpusat

hijrah. Hidayat (1986) menyatakan

bahwa lebah memanfaatkan nektar yang

berda paling dekat dengan koloninya,

artinya semakin padat pupulasi lebah

pada suatu tempat maka akan terjadi

persaingan yang semakin berat. Hal ini

tentunya akan menyebabkan turunnya

produksi atau terganggunya

keseimbangan populasi lebah dan akibat

yang paling tinggi akan terjadinya hijrah

(absconding). Gambar 2 menunjukan

perkembangan produksi lebah

berdasarkan tata letak.

Rataan produksi kopi di

perkebunan yang diintegrasikan dengan

lebah sebesar 1,31 ton/ha, sedangkan

rataan produksi kopi di luar wilayah

integrasi 1,18 ton/ha. Hal ini menujukan

bahwa sinkolema mampu meningkatkan

produksi kopi di Kabupaten Kepahiang

setinggi 10,55%. Lebah dalam melakukan

polinasi lebih efektif karena probostisnya

yang panjang lancip dilengkapi dengan

rambut tempat menempel tepungsari

dan pindah ke kepala putik kopi.

Analisis Swot

Setelah melakukan pengambilan data

dari lapangan dan dilanjutkan dengan

FGD (Focus Group Discussion) maka

dapat dirumskan bahwa kekuatan dan

kelemahan (faktor internal), peluang dan

ancaman (faktor eksternal) sebagai

berikut;

Kekuatan:

a. Ketersediaan lahan dan kebun

kopi dan tanaman perkebunan

lainnya yang luas (35.000 ha)

b. Budaya masyarakat yang sudah

biasa bertani berbagai macam

tanaman (perkrbunan dan

hortikultura).

c. Penyederhanaan penguasaan dan

penerapan inovasi dan teknologi

untuk pengembangan kopi dan

beternak lebah

d. Visi Pemda untuk menjadikan

Kabupaten Kepahiang sebagai

tujuan agrowisata

e. Letak geografis yang cocok untuk

untuk pengembangan perkrbuan

Gambar 2. Grafik perkembangan produksi madu berdasarkan tata letak

Page 33: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 27

kopi dan ternak lebah madu

(ktinggian tempat).

f. Aroklimat yang mendukung baik

terhadap budidaya tanaman

perkebunan kopi maupun

beternak lebah.

g. Tersedianya sarana dan

prasarana pendukung seperti air

bersih, pasar, jalan yang layak dll.

h. Terdapatnya kelompok

masyarakat pengelola lebah

madu (KUP)

i. Lokasi mudah dijangkau

Kelemahan:

a. Produksi lebah madu yang maih

rendah akibat dari kurangnya

nektar yang dikonsumsi lebah.

b. Masyarakat belum menguasai

budidaya lebah madu terutama

pemanfaatan potensi local untuk

meningkatkan produksi lebah.

c. Terbatasnya dukungan finansial

d. Sarana budidaya lebah yang

masih ninim

e. Kelembagaan di tingkat petani

yang masih tidak/kurang

berfungsi

f. Belum ada program yang disusun

pemda mengenai pengembangan

ternak lebah madu.

g. Beternak lebah yang masih

kurang menguntungkan

dibandingkan dengan usaha

lainnya.

h. Belum ada peraturan daerah

mengenai lebah madu

Peluang:

a. Kepercayaan masyarakat

Indonesia terhadap madu terus

meningkat tergambar dari

permitaan madu dan kebiasaan

minum madu terus meningkat

b. Madu adalah komoditi yang

dikonsumsi semua lapisan

masyarakat baik dalam maupun

luar negeri.

c. Adanya kepercayaan bahwa

minum madu secara rutin dapat

meningkatkan kebugaran dan

memperpanjang umur.

d. Terdapatnya lembaga perguruan

tinggi yang memiliki kopetensi

penerapan siskolema

e. Meningkatnya kebutuhan

pendidikan yang berwawasan

aplikatif seperti kebutuhan SMK

pertanian.

f. Jumlah penduduk terus

meningkat

Ancaman:

a. Tersebarnya produk madu yang

diproduksi dan diolah di daerah

lain.

b. Belum adanya peraturan yang

dapat melindungi peternak madu

c. Lembaga keuangan yang belum

memperhatikan petani kecil

d. Beberapa infrastruktur jalan dan

transportasi umum menuju lokasi

perlu ditingkatkan

e. Adanya alternatif tempat lokasi

lain di Luar Bengkulu

Posisi Strategi

Berdasarkan data faktor-faktor

internal dan eksternal didapatkan skor

pembobotan untuk faktor kekuatan =

1,93; faktor kelemahan = 0,86; faktor

peluang = 2,13 dan faktor ancaman =

0,58. Dari skor pembobotan di atas

selanjutnya diplotkan pada gambar

analisa diagram SWOT yang terdiri dari

4 kuadran yaitu : kuadran I (Agresif),

kuadran II (Investasi), kuadran III

(defensif) dan kuadran IV (Diversifikasi).

Adapun perhitungannya sebagai berikut:

Page 34: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Analisis Model Integrasi Lebah dengan Kebun Kopi 28

Skor pembobotan

- Faktor KEKUATAN : 1,70

- Faktor KELEMAHAN : 1,08 -

----------

P : 0,62 (sumbu x)

- Faktor PELUANG : 1,55

- Faktor ANCAMAN : 1,05 -

----------

Q : 0,50 (sumbu Y)

Dari perpotongan keempat garis

faktor kekuatan, kelemahan, peluang

dan ancaman, maka didapatkan

koordinat (0,62 ; 0,50 ) yang mana

koordinat ini masuk pada kuadran I,

yakni Strategi AGRESIF.

Dari perhitungan ordinat maka

skor-skor pembobotan terdapat pada

kuadran I ((Gambar 3) dimana termasuk

kuadran Agresif bukan kuadran II

(Investasi), kuadran III (defensif) dan

kuadran IV (Diversifikasi).

Penyusunan Strategi

Analisa SWOT ditujukan untuk

mengidentifikasi berbagai faktor untuk

merumuskan strategi. Dari berbagai

faktor internal dan eksternal terpilih,

disusun strategi untuk pengembangan

siskolema

Memanfaatkan peluang

mengoptimalkan Kekuatan

a. Optimalisasi pemanfaatan SDA

bekerjasama dengan Perguruan

Tinggi

b. Merealisasikan Visi dan Misi

dengan member bekal

pengetahan murid SMK

c. Peningkatan mutu dan produksi

madu untuk memenuhi

kebutuhan konsumen.

d. Pembenahan sarana dan

prasarana produksi untuk

memberikan layanan kebutuhan

madu dengan cepat dan bermutu.

Menanggulangi kelemahan dengan

memanfaatkan peluang)

a. Mendapat bimbingan PTN dalam

mendapatkan modal dari sumber

keuangan dan membentuk

kelembagaan yang kuat

b. Optimalisasi transfer teknologi

dari PT/PTN

c. Mengurangi mpenggunaan

pestisida untuk menghasilkan

madu yang aman dikinsumsi

Dibuat program pengembangan

ternal lebah bekerjasama engan SMK

Memakai kekuatan untuk

Mengantisipasi tantangan/ancaman)

a. Memanfaatkan fasilitas dan akses

yang yang dimiliki PEMDA untuk

ajang promosi

b. Pembenahan infrastruktur (jalan)

dan akselerasi pelaksanaan

terwujudnya Kabupaten

Kepahiang sebagai Kota tujuan

Arowisata

Gambar 3. Kuadran analisa SWOT Siskolema

Peluang

II. INVESTASI

INVESTASI

I. AGRESIF

Kelemahan Kekuatan

III. DEFENSIF IV. DIVERSIFIKASI

Ancaman

Page 35: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 29

Memperkecil kelemahan dan mengatasi

tantangan/ancaman) :

a. Menggalang kerjasama dengan

berbagai pihak untuk kegiatan

promosi

b. Pemanfaatan secara optimal

sumberdaya Pemda yang dimiliki

c. Kerjasama dengan berbagai pihak

(yang satu Misi) untuk perbaikan

dan penyediaan sarana dan

prasarana pendukung kegiatan

Siskolema

Rencana Aksi (Action Plan) Siskolema

Rencana aksi yang disusun dalam

tataran operasional perlu didasarkan

pada hasil analisisn SWOT di atas.

Dilihat dari kekuatan dan peluang yang

mendominasi maka rencana aksi ini

disusun agresif dan dibagi berdasarkan

jangka pendek, menengah dan panjang.

Aksi jangka pendek

1. Meningkatkan pengetahuan,

keterampilan dan wawasan

petani kopi melalui penyuluhan,

pelatihan dan magang.

2. Pembentukan dan penataan

kelompok-kelompok tani dan

lembaga lain yang tekait

3. Pengadaan lebah madu yang

berkualitas.

4. Perbaikan sarana dan prasarana

produksi untuk memberikan

layanan kebutuhan madu dengan

cepat dan bermutu.

5. Meningkatkan skala

pemeliharaan budidaya kopi dan

lebah madu untuk memenuhi

kebutuhan konsumen

6. Menjalin kerjasama terstruktur

dengan instansi terkait.

7. Melengkapi sarana edukasi

(brosur, juknis, poster, dll) untuk

diterapkan di SMK

8. Membuat daftar kegiatan (Utama

maupun pendukung)

berdasarkan skala prioritas dan

dilaporkan kepada decision maker

(Rektorat) untuk memperoleh

dukungan program

Aksi jangka menengah

1. Melakukan ajang promosi pada

tingkat regional, nasional bahkan

Internasional.

2. Didirikan beberapa rumah

Siskolema yang berfungsi

memasarkan dan sekaligus

tempat pusat informasi

permaduan dan perkopian di

Kepahiang

3. Mendidik kader-kader yang

memenuhi syarat untuk dididik

menjadi ahli madu

4. Melengkapi sarana edukasi dari

aspek budidaya satwa secara

keseluruhan dan aspek

prosesingnya (media elektronik,

tulisan dan perlengkapan

praktek)

5. Alokasi anggaran dari DIPA IPB

untuk membantu pembenahan

jalan menuju lokasi

6. Penyediaan sarana transportasi

yang ada dari IPB ketika ada

event kunjungan

Aksi jangka panjang

a. Menjadikan Kepahiang sebagai

kota kopi dan madu

b. Menjalin kerjasama dengan pihak

swasta yang tertarik di untuk

menanamkan investasi di bidang

kopi dan madu

c. Terciptanya beberapa kawasan

SISKOLEMA di Kabupaten

Kepahiang

SIMPULAN

1. Komoditas unggulan yang menjadi

fokus pengembangan kawasan

Page 36: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Analisis Model Integrasi Lebah dengan Kebun Kopi 30

peternakan adalah ternak lebah madu dan tanaman kopi.

2. Kegiatan agribisnis lebih ditekankan kepada komoditas madu selain kopi.

3. Model pendekatan kegiatan usahatani adalah intensifikasi diversifikasi dan dilakukan secara terpadu (terintegrasi) antara beberapa kegiatan sub sistem produksi dengan sentuhan inovasi teknologi.

4. Perkebunan kopi di Kepahiang mampu mendukung 100 koloni per hektar.

5. Integrasi lebah madu perkebunan kopi meningkatkan baik produktivitas madu sampai dengan 114% maupun produksi biji kopi hingga 10,55%.

6. Produktivitas lebah sangat tergantung dari ketersedian nektar dan polen secara alami maka pengelolaan lebah perlu didisain dalam kawasan yang lebih komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan. 2005. Aspek teknis

dalam strategi pemuliaan bibit lebah

madu A. cerana. Departemen

Kehutanan.

Biesmeijer, J. C. & E. J. Slaa. 2006. The

structure of eusocial bee

assemblages in Brazil. Apidologie

37: 240-258.

BPS. 2007. Kepahyang Dalam Angka.

Biro Pusat Statistik Kabupaten

Kepahyang, Bengkulu.

Byrne, A. & Ú. Fitzpatrick. 2009. Bee

conservation policy at the global,

regional & national levels

Apidologie 40 :194-210

Crane E. 1990. Bees & Beekeping. Science,

Practice & World Resources. Comstock

Publishing Associates a division of

Cornell University Press. Ithaca,

New York. Pp 364

Department of Agriculture & Food

Western Australia. 2009. Bee

pollination benefits for other crops.

http://wwwtest.agric.wa.

gov.au/PC_91812. html?s=0

Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Kepahyang. 2009.

Laporan Hasil Monitoring dan

Evaluasi Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Kabupaten Kepahyang.

Bengkulu

Erwan. 2006. Pemanfaatan nira aren dan

nira kelapa serta polen aren sebagai

pakan lebah madu untuk

meningkatkan produksi madu A.

cerana di Kabupaten Lombok Barat.

Disertasi Program Doktor. Sekolah

Pascasarjana IPB. Bogor.

FAO. 1989. Forestry & Food

Security.FAO Forestry Paper 90,

FAO, Rome.

Freitas, B. M., & R. J. Paxton. 1998. A

comparison of two pollinators: the

introduced honey bee (Apis mellifera)

& an indigenous bee (Centris tarsata)

on cashew (Anacardium occidentale)

in its native range of NE Brazil, J.

Appl. Ecol. 35: 109–121.

Gojmerac, W. L. 1983. Bees, Beekeeping,

Honey & Pollination. AVI

Publishing Company, Inc. WestPort,

Connecticut.

Hadisoesilo, S., R. Raffiudin, W. Susanti,

T. Atmowidi, C.Hepburn, S. E.

Radloff, S. Fuchs, & H. Hepburn.

2008. Morphometric analysis &

biogeography of Apis koschevnikovi

Enderlein. Apidologie 39 : 495–503

Heard, T.A. 1999. The role of stingless

bees in crop pollination, Annu. Rev.

Entomol 44: 183–206.

Herdiawan , I., A. Fanindi dan A. Semali.

2007. Karakteristik dan Pemanfaatan

Kali&ra (Callidra calothyrsus).

Lokakarya Nasional Tanaman Pakan

Page 37: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 31

Ternak Balai Penelitian Ternak, PO.

Box 221, Bogor 16002 Proceeding no.

1 : 141-148.

Husaeni, E. A. 1986. Potensi Produksi

Nektar dari Tegakan Kali&ra Bunga

Merah (Calli&ra calothyrsusMeissn).

Prosiding Lokakarya

Pembudidayaan Lebah Madu untuk

Peningkatan Kesejahteraan

Masyarakat. Perum Perhutani,

Jakarta

Kakutani T., T. Inoue, T. Tezuka. & Y.

Maeta. 1993. Pollination of

strawberry by the stingless bee,

Trigona minangkabau, & the honey

bee, Apis mellifera: an experimental

study of fertilization efficiency, Res.

Popul. Ecol. 35, 95–111.

Katayama E. 1987. Utilization of

honeybees as pollinators for

strawberries in plastic greenhouses,

Honeybee Sci. 8, 147–150 (in

Japanese).

Kazuhiro, A. 2004. Attempts to Introduce

Stingless Bees for the Pollination of

Crops under Greenhouse Conditions

in Japan. Laboratory of

ApicultureNational Institute of

Livestock & Grassl& Science

Tsukuba, Ibaraki 305-0901

Klein A.M., Steffan-Dewenter I.,

Tscharntke T. (2003) Fruit set of

highl& coffee increases with the

diversity of pollinating bees, Proc. R.

Soc. Lond. B 270, 955–961.

Kremen C., N. M. Williams & R.W.

Thorp. 2002. Crop pollination from

native bees at risk from agricultural

intensification, Proc. Natl Acad. Sci.

99, 16812–16816.

Maeta Y., T. Tezuka, H. Nadano, & K.

Suzuki. 1992. Utilization of the

Brazilian stingless bee, Nannotrigona

testaceicornis, as a pollinator of

strawberries, Honeybee Sci. 13, 71–

78

Mersyah, R. 2005. Disain System

Budidaya Sapi Potong Berkelanjutan

Untuk Mendukung Pelaksanaan

Otonomi Daerah di Kabupaten

Bengkulu Selatan. Disertasi Program

Doktor. Sekolah Pascasarjana IPB.

Nasution, A. S. 2009. Lebah madu untuk

penyerbukan tanaman.

http://www.wordPress.com.

Paterson, R.T., R.L Roothaert, O.Z.

Nyaata, E. Akyeampong & Hove.

1996. Experience with Calli&ra

calothyrsus as a feed for livestock in

Africa. In: D.O. Evans (ed).

Proceedings of International

Workshop in the Genus Calliandra.

Forest, Farm & Community Tree

Research Reports (Special Issue).

Winrock International, Morrilton

Arkansas USA.p 195-209.

Pemda Kalteng. 2005. Visi dan Misi

Gubernur Kalimantan Tengah.

Palangka Raya

Porter, Michael, The Competitive

Advantage of Nations, Cambridge,

1998.

Pusbahnas. 2008. Lebah Madu Cara

beternak dan Pemenfaatannya. PS.

Jakarta

Radloff, S. E., H. R. Hepburn, S. Fuchs,

G. W. Otis, S.Hadisoesilo, C.

Hepburna, & T. Ken. 2005.

Multivariate morphometric analysis

of the Apis cerana populations of

oceanic Asia. Apidologie 36: 475–492

Raffiudin, R., S. Hadisoesilo & T.

Atmowidi. 2004. Studi keragaman

Genetik dan Morfologi Lebah A.

koschevnicovi di Kalimantan Selatan.

Laporan Hibah Bersaing XII. Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Richards, A. J. 2001. Does low

biodiversity resulting from modern

agricultural practice affect crop

pollination & yield? Ann. Bot.

88:165–172.

Page 38: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Analisis Model Integrasi Lebah dengan Kebun Kopi 32

Ruttner F., L. Tassencourt & J. Louveaux.

1978. Biometrical-statistical analysis

of the geographical variability of

Apis mellifera L. Apidologie 9: 363–

381.

Sihombing, D.T.H. 2005. Ilmu Ternak

Lebah Madu. Cetakan ke 2. Gajah

Maja Univrsity Press. Jogjakarta.

Slaa, E, J., L. A. Shansezchaves, K. S.

Malagodi_Baraga & F. E. Hofstede.

2006. Stingless bees in applied

pollination: practice & perspectives.

Apidologie 37: 293–315 293

Soenarno. 2003. Pengembangan Kawasan

Agropolitan Dalam Rangka

Pengembangan Wilayah, Desertasi,

Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

Soesilohadi R. C. H. 2008. Hubungan

Kegiatan Mencari Makan Lebah

Madu (Apis cerana Fabr.) Dengan

Jumlah Bunga Dan Nektar Kaliandra

(Calliandra Callothyrsus MEISSN.)

Thesis. ITB. Bandung.

Tilde, A. C., S. Fuchs, N. Koeniger & C.

R. Cervancia. 2000. Morphometric

diversity of A. carana Fabr. Within

the Philippines. Apidologie 31: 249-

263.

Umaly, R. C. 2003. Sustainable

development, concept, paradigms &

strategies. Training Of Trainers

Community Leadership &

Entrepreneurship For Young Agri-

Graduates Of Asean. Bogor.

Winston, M. L. 1991. The Biology of the

Honey Bee. 3rd Ed. Harvard

University Press. Cambridge

Page 39: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 33

Pengaruh Suplementasi Tepung Daun Indigofera Pada Tepung Gaplek Sebagai

Sumber Energi Pengganti Jagung Kuning Dalam Ransum Puyuh (Coturnix-

Coturnix Japonica) Terhadap Produksi dan Warna Kuning Telur

The Effect of Cassava Meal Supplemented by Indigofera Leaf Meal as Source of Energy to

Replace Maize of Quail Ration on Egg Production and Yolk Color

Tris Akbarillah, Kususiyah, Hidayat

Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Jalan WR Supratman, Kandang Limun Bengkulu

Email: [email protected]

ABSTRACT

This research was conducted to evaluate cassava meal added indigofera leaf meal as replacement of maize in quail diet. Three hundred female quail (42 days old) were assigned in a completely randomized design in 6 treatments and 10 replicates. Energy feed resources were maize (M) and (or) cassava meal (C) added Indigofera leaf meal (ILM). The treatments were: T1 = 27.5% M + 0% C + 0% ILM, T2 = 27.5% M + 0% C + 10% ILM, T3 = 14% M + 13.5% C + 0% ILM, T4 = 14% M + 13.5% C + 10% ILM, T5 = 0% M + 27.5% C + 0% ILM, and T6 = 0% M + 27.5% C + 10% ILM, in each diet. Variables measured were feed consumption, egg production, egg weight, feed conversion, and yolk color. The average of egg production was significantly different (P<0.05). On the other hand, the average of egg weight and feed consumption were not significantly different. The quality of yolk as measured by Roche Yolk Color Fan were different (P<0.05) between treatment, the score were, T5 (1.56), T3 (2.97), T1 (4.58), T6 (6.82), T4 (7.44), and T2 (8.26)

Key words: Feed of energy resources, indigofera, quail

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tepung gaplek yang ditambah dengan tepung daun Indigo sebagai pengganti jagung kuning dalam pakan puyuh. Tiga ratus puyuh betina umur 42 hari dibagi secara acak menjadi 6 perlakuan, masing-masing perlakuan terdiri 10 ulangan dalam rancangan acak lengkap. Pakan sumber energi yang digunakan adalah jagung kuning giling (J) dan (atau) tepung gaplek (G) dengan atau tanpa suplementasi tepung daun indigofera (TDI). Perlakuan tersebut adalah: P1 = 27,5% J + 0% G + 0% TDI, P2 = 27,5% J + 0% G + 10% TDI, P3 = 14% J + 13,5% G + 0% TDI, P4 = 14% J + 13,5% G + 10% TDI, P5 = 0% J + 27,5% G + 0% TDI, dan P6 = 0% J + 27,5% G + 10% TDI, masing-masing dari total pakan. Variabel yang diukur adalah konsumsi pakan, produksi telur, berat telur, konversi pakan, dan warna kuning telur. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata produksi telur antar perlakuan menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Sebaliknya, rata-rata berat telur dan konversi pakan antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Kualitas kuning telur berdasarkan nilai Roche Yolk Colour Fan menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), dengan nilai rata-rata , P5 (1,56) ; P3 (2,97) ; P1 (4,58) ; P6 (6,82) ; P4 (7,44) ; dan P2 (8,26)

Kata kunci: pakan sumber energi, indigofera, puyuh

PENDAHULUAN

Jagung (Zea mays) merupakan

bahan pakan sumber energi yang paling

umum digunakan untuk pakan unggas.

Hal ini dikarenakan jagung sangat

palatable dan sangat besar kandungan

energinya. Nilai energi yang dapat

dimetabolis (metabolizable energy, ME)

yang terkandung dalam jagung

Page 40: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Suplementasi Tepung Daun Indigofera 34

digunakan sebagai standard terhadap

bahan pakan sumber energi lain.

(Ravindran and Blair, 1991). Kandungan

nutrisi jagung giling adalah 8,9% PK,

4,0% EE, 2,2 % SK, 1,7% Abu, dan 68,6%

BETN (Hartadi et al., 1997) serta ME 3,45

kkal/g (Ravindran and Blair, 1991).

Jagung kuning mempunyai kelebihan

adanya xanthophil yang memberikan

warna kuning pada produk-produk

ternak.

Gaplek atau ubi kayu kering

(Manihot esculenta) merupakan bahan

pakan sumber energi non-tradisional.

Gaplek merupakan bahan pakan yang

rendah kandungan serat kasarnya

namun tinggi kandungan patinya. Pati

gaplek dapat dicerna baik oleh unggas,

dengan kecernaannya sekitar 99%. (Vogt,

1966 disitasi oleh Ravindran and Blair,

1991). Nilai energi metabolisnya

dilaporkan sangat tinggi, sekitar 95-106

%, dibandingkan dengan energi

metabolis yang ada pada jagung

(Ravindran and Rajaguru, 1985 disitasi

oleh Ravindran and Blair, 1991).

Kendala yang paling utama

penggunaan gaplek sebagai bahan pakan

adalah kandungan cyanogenic glucosides

yang melepaskan asam cyanida (HCN)

apabila dihidrolisa oleh glucisidase yang

didapat dari dalam jaringan akar itu

sendiri. Pencacahan yang diikuti dengan

pengeringan ubi gaplek dapat menekan

kandungan HCN sampai 85%.

Penggunaan tepung gaplek untuk pakan

unggas dapat digunakan sampai batas

10-20%. Beberapa faktor yang membatasi

penggunaan tepung gaplek selain

kandungan HCN adalah kandungan

protein yang rendah (tidak lebih dari

3%), feed intake menjadi rendah karena

bersifat bulky dan berdebu (tepung) dan

tidak mengandung pigmen. Untuk dapat

digunakan sebagai pakan seperti halnya

jagung (menggantikannya), maka perlu

langkah-langkah yaitu: suplementasi

methionin, menyeimbangkan

kandungan protein, pembentukan pellet,

dan penambahan pigment (Ravindran

and Blair, 1991).

Tepung gaplek telah dicoba

untuk menggantikan jagung tanpa

suplementasi apapun untuk burung

puyuh dengan aras 0%, 25%, 50%, 75%,

dan 100% yang hasil produksi telur

hariannya berturut-turut adalah 84,14%,

81,35%, 76,47%, 70,14%, dan 62,00%

(Astuti, 1994).

Daun legum Indigofera seperti

legum yang lainnya mengandung

protein yang tinggi dan juga merupakan

sumber -caroten .dan xantophyl.

Tepung daun legum seperti lamtoro

(Leucaena leucocephala), glirisida

(Glirisidae sepium) dan kacang gude

(Cajanus cajan) yang diberikan pada

ayam dengan dosis yang meningkat

ternyata mempengaruhi Score Roche Yolk

Colour Fan (angka penunjuk pigmentasi

pada yolk) pada telur-telur yang

dihasilkan. Score Roche Yolk Colour Fan

telur semakin meningkat pada

penggunaan tepung daun leguminosa

yang meningkat (D’Mello,1995). Tepung

daun lamtoro yang digunakan sebagai

suplemen mencapai 15%, tepung daun

kacang merpati digunakan 10% dan

tepung daun Glirisida sebesar 7,5%.

Penggunaan tepung daun indigofera

dengan aras 0%, 2,5%, 5%, 7,5%, dan 10%

dalam ransum puyuh telah

meningkatkan rata-rata skala warna

kuning telur secara nyata berdasarkan

Score Roche Yolk Colour Fan berturut turut

adalah 6,35; 7,15; 7,73; 7,90; dan 8,31,

sedangkan produksi telur kumulatif

tidak menunjukkan perbedaan

(Akbarillah et al., 2008).

Kebutuhan nutrisi puyuh

(Coturnix coturnix japonica) fase starter

sampai grower ialah Protein Kasar (PK)

24%, energi metabolik (ME) sebesar 2900

kkal/kg pakan, lemak 1,8 %, Puyuh pada

Page 41: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 35

masa bertelur membutuhkan nutrisi

seperti Protein kasar sebesar 20% dan

energi metabolik (ME) sebesar 2900

kkal/kg pakan, lemak 1% (NRC, 1994).

Konsumsi pakan ialah jumlah

pakan yang diberikan dikurangi dengan

sisa pakannya. Konsumsi pakan dapat

ditampilkan dalam satuan waktu hari,

minggu, bulan . Setiap jenis ternak

mengkonsumsi pakan dalam jumlah

yang tidak sama. Konsumsi pakan

puyuh dipengaruhi oleh berbagai faktor

antara lain umur dan kondisi fisiologis

seperti pertumbuhan, reproduksi dan

produksi. Berdasarkan hal ini beberapa

ahli nutrisi membagi kebutuhan pakan

berdasarkan umur, fase pertumbuhan,

reproduksi dan produksi (Tillman et

al..,1991). Konsumsi pakan puyuh umur

7-10 minggu ialah 127-143 gram (Sabela,

2002).

Produksi telur sangat

dipengaruhi oleh fase produksi. Pada

awal fase produksi jumlah telur yang

dihasilkan masih rendah, kemudian

sejalan dengan waktu, produksi telur

meningkat dan sampai ke puncak

produksi dan akhirnya menurun. Puyuh

(Coturnix coturnix japonica) mampu

menghasilkan telur 250-300

butir/ekor/tahun. Puyuh betina mulai

bertelur pertama kali pada umur 35 hari.

(Listiyowati dan Roospitasari, 2000).

Produksi telur pada puyuh umur 7-10

minggu ialah rata-rata 5 butir/minggu

atau 20 butir/bulan dan berat telur

puyuh pada umur 7-10 minggu berkisar

8,83-10,04 gram/butir (Sabela, 2002).

Kebutuhan nutrisi puyuh

(Coturnix coturnix japonica) fase starter

sampai grower ialah PK sebesar 24% dan

ME sebesar 2900 kkal/kg, dan puyuh

pada masa bertelur membutuhkan

nutrisi PK sebesar 20% dan ME sebesar

2900 kkal/kg pakan (NRC, 1994).

Pigmentasi kuning telur

ditunjukkan dengan score warna kuning

telur. Tepung daun legum merupakan

sumber xantophyl, beta caroten dan

carophyl kuning yang berfungsi dalam

pigmentasi kuning telur. Tepung daun

legum seperti lamtoro (Leucaena

leucocephala, glirisida (Glirisidae sepium)

dan kacang gude (Cajanus cajan) yang

diberikan pada ayam dengan dosis

meningkat ternyata menaikkan Roche Fan

Score (angka penunjuk pigmentasi)

kuning telur (Yolk) pada telur-telur yang

dihasilkan (D’Mello,1995). Penggunaan

tepung daun lamtoro sampai dengan

15% dapat menaikkan RFS (Rooche Fan

Score) sampai dengan 12,2, tepung daun

kacang gude (Cajanus cajan) 10%

menaikkan SFC menjadfi 8. Penggunaan

tepung daun Indigofera diharapkan

dapat menaikkan SFC

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di

kandang Laboratorium Jurusan

Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Bengkulu. Rancangan

percobaan yang digunakan ialah

Rancangan Acak Lengkap (RAL)

berdasarkan Gomez & Gomez (1983).

Tiga ratus ekor puyuh betina umur 35

hari dibagi secara acak ke dalam 6

perlakuan, masing-masing perlakuan

terdiri dari 10 ulangan, masing-masing

ulangan (unit percobaan) terdiri dari 5

ekor puyuh. Perlakuan pakan yang

digunakan adalah bahan pakan sumber

energi jagung kuning (J) dan atau gaplek

(G) dengan atau tanpa suplementasi

tepung daun Indigofera (TDI). Perlakuan

tersebut adalah: P1 = 27,5% J + 0% G + 0%

TDI, P2 = 27,5% J + 0% G + 10% TDI, P3 =

14% J + 13,5% G + 0% TDI, P4 = 14% J +

13,5% G + 10% TDI, P5 = 0% J + 27,5% G +

0% TDI, dan P6 = 0% J + 27,5% G + 10%

TDI, masing-masing dari total pakan.

Susunan bahan pakan untuk masing-

Page 42: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Suplementasi Tepung Daun Indigofera 36

masing ransum perlakuan secara

lengkap tersaji dalam Tabel 2.

Tiga ratus ekor puyuh betina

umur 42 hari diperoleh dengan cara

penetasan dari sekitar 900 butir telur

tetas dengan asumsi sex rasio 50%:50%,

daya tetas 67%, dan mortalitas 15%.

Puyuh tersebut pada saat umur 1-42 hari

mendapatkan diet dengan kandungan

PK 24% dan ME 2900 kkal/kg (NRC,

1994).

Ransum/pakan

Tepung Indigofera diperoleh

dengan cara membuatnya yaitu panen

yang dilanjutkan dengan pengeringan

secara kering udara dan menggilingnya

dengan grinder. Kemudian tepung daun

Indigofera yang dihasilkan dimasukkan

kekantung agar tidak terjadi kerusakan.

Gaplek dibeli dari pasar, kemudian

digiling dan dikemas sebelum

digunakan. Bahan pakan yang lain

adalah jagung giling. dedak, minyak

sayur, sumber mineral, suplemen Top

Mix. Komposisi kimia dari beberapa

bahan pakan yang digunakan tersaji

dalam Tabel 1.

Bahan pakan tersebut

diformulasikan untuk mendapatkan

susunan ransum dengan kandungan PK

sebesar 20% dan ME sebesar 2900

kkal.kg (NRC, 1994). Formulasi ransum

tersebut menggunakan perangkat lunak

LINDO, dengan hasil seperti tarcantum

dalam Tabel 2.

Pakan diberikan secara ad libitum.

Pakan dan sisa pakan ditimbang setiap

hari. Air minum yang diberikan dan

sisanya juga ditimbang (g).

Setiap hari dilakukan

pengamatan suhu kandang (oC) dan

kelembaban kandang (%). Pengukuran

dilakukan pagi, siang dan sore hari.

Masing-masing menggunakan

termometer dan higrometer.

Penghitungan produksi telur

setiap hari, yang diamati setiap petak

Tabel 1. Kandungan nutrisi beberapa bahan pakan yang digunakan

Bahan Pakan PK (%) EE %) SK (%) ME (kkal/kg)

Jagung kuning gilinga 8,5 4,0 2,2 3500

Tepung Gaplek a 2,0 0,7 3,7 3500

Dedak a 11,0 3,7 11,6 1630

Konsentrat petelur komersial b 33,0 7,9 2,6 2900

Tepung daun indigofera c 27,0 9,96 19,94 1600

Sumber: a. Hartadi et al (1997)

b. Label Konsentrat Komersial

c. Hasil Analisis Laboratorium

1

Tabel 2. Susunan bahan pakan untuk masing-masing perlakuan

Bahan Bakan P1 P2 P3 P4 P5 P6

Jagung kuning giling 27,5 27,5 14 14 0 0

Dedak 27,5 25 23,5 20 18,5 16

Konsentrat petelur komersial 45 37,5 48,5 42 53 45,5

Tepung gaplek 0 0 13,5 13,5 27,5 27,5

Tepung daun Indigofera 0 10 0 10 0 10

Top Mix 0,5 0,5 1 1

Total 100 100 100 100 100 100

Protein 20,2125 20,1625 20,05 20,22 20,075 20,025

Page 43: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 37

(unit pecobaan). Produksi telur dalam

kurun waktu 24 jam (satu hari) dihitung

pada pukul 09.00 pagi. Berat telur

ditimbang setiap minggu yang diikuti

dengan pengamatan warna yolk

berdasarkan nilai yang ada dalam Roche

Yolk Colour Fan

Puyuh dipilih yang sehat. Namun

demikian untuk mengantisipasi

serangan penyakit disediakan obat-

obatan dan Vitamin.

Variabel utama yang diamati

meliputi konsumsi pakan, konsumsi air

minum, konsumsi protein kasar,

konsumsi energi, waktu bertelur

pertama, produksi telur, berat telur dan

warna yolk. Variabel pendukung yaitu

suhu lingkungan kandang dan

kelembabannya.

Variabel konsumsi pakan ialah

jumlah pakan yang disediakan dikurangi

dengan jumlah pakan yang tersisa.

Konsumsi protein ialah protein tersedia

dalam ransum dikurangi dengan protein

tersisa didalam sisa pakan. Konsumsi

energi dihitung dengan mengurangi

jumlah energi yang tersedia dalam pakan

dikurangi energi yang tersisa dalam sisa

pakan. Waktu bertelur pertama yaitu,

waktu pertama puyuh bertelur (waktu

dan jumlah ternak yang bertelur

pertama). Produksi telur dihitung jumlah

telur selama 6 minggu pertama. Variabel

berat telur yang dihasilkan didapatkan

dengan menimbang, sedangkan warna

yolk (kuning telur) menggunakan Roche

Yolk Colour Fan

Data yang diperoleh dianalisis

variansi dengan menggunakan

perangkat lunak Systat for Windows dan

apabila terdapat perbedaan dilakukan uji

lanjut dengan Duncan Multiple Range Test

(DMRT) (Gomez and Gomez ,1983)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seperti dikemukakan dalam

materi metoda, setiap satu flok (unit

percobaan) terdiri dari 5 ekor burung

puyuh betina dengan lama pengamatan

6 minggu. Data disajikan dalam nilai

rata-rata per unit percobaan atau

dikonversikan menjadi per ekor atau per

butir. Hasil penelitian ini meliputi berat

puyuh sebelum penelitian, produksi

telur, konsumsi pakan, efisiensi pakan

dan warna yolk dapat dilihat pada Tabel

3.

Berat burung puyuh.

Materi penelitian ini

menggunakan 300 ekor burung puyuh

yang terbagi secara acak menjadi 6

perlakuan dan 10 ulangan. Rata-rata

berat burung puyuh per unit percobaan

sesaat sebelum penelitian dimulai

menunjukkan tidak berbeda nyata

(P>0,05) dengan kisaran berat antara

636,40–678,00 g. Hal ini menunjukkan

bahwa materi penelitian yang

dipersiapkan mempunyai berat awal

yang tidak berbeda.

Tabel 3. Rata-rata hasil penelitian selama 6 minggu pengamatan

Variabel P1 P2 P3 P4 P5 P6 SE Ket

Berat puyuh (g/ 5ekor) 636,40 665,50 678,00 669,70 636,60 665,90 15,52 ns

Produksi telur (butir/5 ek/6 mgg) 151,00a 150,00a 172,10b 145,10a 158,50ab 139,80ac 5,84 *

Berat telur total (g/6 minggu) 1558,21a 1571,25a 1740,68ab 1480,15ac 1601,63ab 1392,25ac 69,42 *

Berat telur (g/butir) 10,23 10,44 10,15 10,20 10,10 9,96 0,20 ns

Konsumsi Pakan Total (g/5 ek/6 mgg) 5557,53 5587,55 5736,41 5670,98 5608,47 5557,34 81,81 ns

Konsumsi Pakan (g/ekor/hari) 26,46 27,32 27,32 27,01 26,72 26,46 0,39 ns

Konversi pakan 3,66a 3,60a 3,32ab 3,87acde 3,55abde 4,05cde 0,14 *

Efisiensi Pakan 0,28e 0,28e 0,30de 0,26ce 0,29bcde 0,25ac 0,01 *

Warna Yolk/e 4,58f 8,26e 2,97d 7,44c 1,56b 6,82a 0,08 * Keterangan

Ns: tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05) pada antar perlakuan

* : ada perbedaan yang nyata (P<0,05) pada antar perlakuan, subscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Page 44: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Suplementasi Tepung Daun Indigofera 38

Produksi telur puyuh

Penelitian ini menggunakan

burung puyuh betina umur 42 hari yang

kemudian diberi perlakuan pada umur

49 hari. Pada umur ini (awal penelitian)

burung puyuh sudah mulai bertelur,

walau masih dalam tahap belajar. Selama

6 minggu penelitian tercatat bahwa rata-

rata jumlah telur burung puyuh per unit

pecobaan dari P3 (172,1 butir) nyata lebih

tinggi (P<0,05) dari perlakuan lainnya.

Produksi telur untuk perlakuan kontrol

(P1) sebesar 151,8 butir menunjukkan

tidak berbeda nyata dengan perlakuan

P2 (150,0 butir), P4 (145,1 butir) P5 (158,5

butir), dan P6 (139,8 butir).

Artinya, dari semua perlakuan

(kecuali P3) dapat memberikan tampilan

seperti pakan kontrol. Penggunaan

tepung indigofera untuk setiap level

penggunaan jagung dan casava, terlihat

bahwa pada penambahan indigofera

sebanyak 10% pada level penggunaan

jagung 100% menunjukkan tidak

berbeda, sesuai dengan apa yang

dilaporkan oleh Akbarillah et al (2002).

Sementara Astuti (1994) melaporkan

bahwa penggunaan tepung gaplek untuk

menggantikan jagung sampai 50% dan

100% tanpa suplementasi menurunkan

produksi dari 84,14% menjadi 76,47%,

dan 62,00%. Dengan demikian,

penggunaan tepung gaplek sebagai

sumber energi dapat dilakukan dengan

penambahan methionin. Penambahan

indigofera sebagai sumber protein dan

carotinoid menunjukkan penurunan

yang nyata (P<0,05) baik pada

penggunaan tepung gaplek sebanyak

50% maupun 100%. Produksi telur

diukur dari total berat telur yang

dihasilkan selama penelitian (6 minggu)

mirip seperti produksi telur dalam butir,

hanya perlakuan P3 yang nyata lebih

tinggi dari perlakuan lainnya dalam

butir, hanya menunujukkan perbedaan

dengan perlakuan P4 dan P6. Namun,

rata-rata berat telur per butir yang

dihasilkan dari populasi burung puyuh

yang digunakan menunjukkan tidak

berbeda nyata (P>0,05) untuk setiap

perlakuan.

Konsumsi pakan

Konsumsi pakan, baik yang

diukur konsumsi total selama penelitian

atau yang telah dikonversikan menjadi

konsumsi per ekor per hari tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata

(P>0,05) dengan kisaran 5557,34 g –

5736,41 g per flok selama 6 minggu

percobaan atau setara 26,46 – 27,32

g/ekor/hari. Rata-rata konsumsi pakan

per ekor per hari terlihat jumlah

konsumsi harian yang relatif tinggi

dibandingkan dengan yang disampaikan

oleh Sabela (2002) yaitu 20,43

g/ekor/hari. Konsumsi pakan yang relatif

tinggi ini mungkin disebabkan

kandungan energi dalam pakan yang

relatif rendah.

Konversi dan Efisiensi Pakan

Konversi pakan dan efisiensi

pakan sering digunakan untuk pedoman

kasar dalam perhitungan ekonomis

usaha peternakan. Konversi pakan

merupakan gambaran jumlah pakan

yang dibutuhkan (dihabiskan) untuk

menghasilkan 1 unit (kg) produk ternak

(misalnya telur), atau efisiensi pakan

untuk mencerminkan berapa banyak

produk ternak yang dihasilkan dari 1 kg

pakan. Sehingga konversi pakan dan

efisiensi pakan adalah dua hal yang

sama yang diekspresikan dengan cara

yang berbeda. Percobaan menunjukkan

bahwa konversi pakan diantara 6

perlakuan, perlakuan kontrol (P1)

menunjukkan hasil yang tidak berbeda

nyata dengan perlakuan lainnya, kecuali

dengan P6 (P<0,05) yang menggunakan

100% tepung gaplek dan 10% tepung

daun indigofera. Membandingkan

Page 45: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 39

masing-masing perlakuan dengan level

sumber energi tepung gaplek 50% dan

100% tanpa tepung daun indigofera

dengan suplementasi tepung daun

indigofera menunjukkan perbedaan

yang nyata. Pada P3 (tepung gaplek

50%) menunjukkan konversi pakan

sebesar 3,32 yang secara nyata lebih

rendah dibandingkan P4 (tepung gaplek

50% + tepung daun indigofera 10%)

sebesar 3,87. Demikian juga P5 (tepung

gaplek 100%) menunjukkan konversi

pakan sebesar 3,55 yang secara nyata

lebih rendah dibandingkan P6 (tepung

gaplek 100% + tepung daun indigofera

10%) sebesar 4,05. Dengan demikian,

dapat diduga bahwa penggunaan

tepung daun indigofera sampai batas

10% untuk suplementasi protein dan

carotenoid mengarah pada kenaikan

konversi pakan atau penurunan efisiensi

pakan. Fenomena ini mungkin

dikarenakan tepung daun indigofera

mengandung sejumlah serat dan jumlah

serat dalam pakan secara akumulatif

manakala tepung daun indigofera

tersebut ditambahkan kedalam pakan

yang menggunakan tepung gaplek

sebagai bahan penyusunnya.

Warna Yolk (Kuning Telur)

Warna kuning telur biasanya

memberikan pengaruh terhadap

tampilan sehingga konsumen yang

memperhatikan tampilan telur akan

cenderung memilih telur yang warna

kuning telurnya tidak pucat. Untuk

mengukur tingkat kekuningan yolk

digunakan pembanding warna kuning

telur, yaitu Score Roche Yolk Colour Fan

(angka penunjuk pigmentasi pada yolk).

Rata-rata warna kuning telur ternyata

berbeda nyata (P<0,05) untuk setiap

antar perlakuan. Data menunjukkan

bahwa nilai terendah ke nilai yang

tinggi, berturut-turut adalah P5 (1,57), P3

(2,97), P1 (4,58), P6 (6,82), P4 (7,44), dan

P2 (8,26) (Gambar 1). Hasil ini sangat

jelas sekali bahwa tepung daun

indigofera memberikan kontribusi

pewarnaan kuning telur yang sangat

baik. Dari keenam perlakuan yang ada,

kontribusi pewarnaan kuning telur

sebagian besar berasal dari jagung

kuning dan tepung daun indigofera.

Superioritas tepung daun indigofera

dalam pewarnaan kuning telur

ditunjukkan dengan pemakaian sampai

batas 10% dari total pakan (P6)

menghasilkan nilai yang lebih tinggi di

bandingkan pakan kontrol yang

menggunakan jagung kuning (P1).

Sehingga akumulasi pemakaian tepung

daun indigofera dan jagung kuning akan

mengarah pada peningkatan nilai warna

kuning telur.

SIMPULAN

Hasil penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa penggunaan tepung

Gambar 1. Warna kuning telur Gambar 2. Roche Yolk Color Fan

untuk masing-masing perlakuan

Page 46: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Suplementasi Tepung Daun Indigofera 40

gaplek sebagai sumber energi pengganti

jagung dapat dilakukan dengan

penambahan atau koreksi pada

kandungan protein dan methionin yang

rendah. Sementara tepung daun

indigofera mempunyai superioritas

dalam kontribusi pewarnaan kuning

telur. Namun, sebagai bahan pakan yang

berasal dari hijauan yang kandungan

seratnya cukup tinggi, penggunaan

sampai batas 10% pada bahan pakan

yang mengandung tepung gaplek yang

juga mengandung serat yang tinggi

berdampak pada penurunan produksi

dan peningkatan konversi pakan.

DAFTAR PUSTAKA

Akbarillah, T., Kususiyah, D.

Kaharuddin, dan Hidayat. 2008.

Tepung Daun Indigofera Sebagai

Suplementasi Pakan Terhadap

Produksi dan Warna Yolk Puyuh

(Coturnix coturnix japonica). Jurnal

Sain Peternakan Indonesia. Vol. 3

No. 1.

Astuti. 1994. Pemanfaatan Tepung Ketela

Pohon Dalam Ransum Burung

Puyuh (Coturnix coturnix japonica).

Jurnal Kependidikan. No. 3. Tahun

XXIV.

D’Mello. J.P.F., 1995. Leguminous leaf

meals in non ruminant nutrition.

In: J.P.F D’Mello. and C. Devendra

(eds.): Tropical Legumes in Animal

Nutrition. CAB International. UK

Gomez K.A. and A.A.Gomez. 1983.

Statistical Procedures for

Agricultural Research. 2nd Edition

John Wiley & Sons. New York.

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, and

A.D. Tillman. 1997. Tabel

Komposisi Pakan Untuk Indonesia.

4th Edition. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta

Listiyowati, E dan K. Roospitasari. 2000.

Puyuh . Tatalaksana Budidaya

Secara Komersial. Penebar

Swadaya. Cetakan ke 11. Jakarta.

NRC. 1994 Nutrient Requirements of

Poultry. 9th Revised Edition.

National Academy Prees.

Washington, D.C.

Ravindran, V. And R. Blair. 1991. Feed

resources for poultry production in

Asia and the Pacific region. I.

Energy sources. World’s Poultry

Science Journal, Vol 47, pp 213-231

Sabela, R. 2002. Pengaruh Pemberian

Tepung Ampas Tahu Dalam Pakan

Terhadap Produktifitas Puyuh

(Coturnix coturnix japonica) Pada

Tiga Bulan Awal Produksi. Skripsi.

Jurusan Peternakan Universitas

Bengkulu.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S.

Reksohadiprodjo, S.

Prawirokusumo, S. Lebdosoekojo.

Ilmu Makanan Ternak Dasar.

Yogyakarta. Gadjah Mada

University Press. 1991

Page 47: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 41

Penggunaan Ekstrak Saropus androgynus untuk Meningkatkan Efisiensi

Produksi dan Mutu Telur pada Peternakan Ayam Arab Petelur

Usage of Sauropus androgynus Extract to Increase of Egg Production and Quality Efficiency

on Arab Chicken Layers

Urip Santoso dan Suharyanto

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu

Jalan Raya W.R. Supratman, Bengkulu

Telpon (0736) 21170, eks. 219; e-mail: [email protected]

ABSTRACT

The purpose of this study was to evaluate the effect of Sauropus androgynus extract (SAE) on production、egg

quality and cholesterol content in Arab chickens. Three level of extract supplementation was evaluated. One

group of layers was fed diet without SAE (control), other groups were fed diet with 4.5 g SAE/kg diet or 9 g

SAE/kg diet. Each group contained 8 birds which was kept in individual cage. Experimental results showed

that the SAE supplementation increased egg production. Yolk colour was increased in layer fed SAE. Egg

cholesterol content tended to be increased by SAE supplementation. In conclusion, SAE supplementation

improved egg production and quality.

Key words: Sauropus androgynus, egg production, egg quality, cholesterol

ABSTRAK

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh suplementasi ekstrak daun katuk (EDK) untuk

meningkatkan produksi dan mutu telur. Dua puluh empat ayam Arab didistrbusikan ke dalam 3 perlakuan.

Satu kelompok tidak diberi EDK (kontrol), sedangkan kelompok lainna diberi 4,5 g EDK/kg pakan atau 9 g

EDK/kg pakan. Setiap kelompok terdiri atas 8 ekor ayam Arab petelur yang dipelihara dalam kandang kawat

individu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam petelur yang diberi ekstrak daun katuk (4,5 g maupun 9

g/kg pakan) meningkatkan produksi telur. Warna kuning telur juga meningkat, dimana untuk kontrol

nilainya 4,38, untuk yang diberi 4,5 g ekstrak 4,75 dan yang diberi 9 g ekstrak 5,75. Sementara variabel

kualitas telur lain seperti tebal kerabang, indeks kuning telur, indeks putih telur dan HU tidak banyak

perubahan. Hasil analisis kolesterol menunjukkan bahwa pemberian EDK cenderung menurunkan kadar

kolesterol telur. Dapat disimpulkan bahwa suplementasi EDK memperbaiki produksi dan mutu telur.

Kata kunci: Katuk, mutu telur, produksi telur, kolesterol

PENDAHULUAN

Upaya peningkatan mutu sumber

daya manusia untuk menghadapi era

globalisasi tidak lepas dari upaya

peningkatan gizi masyarakat. Untuk

memenuhi target tersebut, diperlukan

peningkatan produksi protein hewani

seperti telur. Produksi telur di Propinsi

Bengkulu khususnya masih sangat

kurang jika dibandingkan dengan

kebutuhan masyarakat. Pemenuhan

kebutuhan telur di Propinsi Bengkulu

sangat strategis bagi peningkatan gizi

masyarakat. Hal ini dikarenakan harga

telur lebih murah jika dibandingkan

dengan produk ternak lainnya seperti

daging dan susu.

Untuk memenuhi kebutuhan

akan telur, maka peternakan ayam

Page 48: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Penggunaan Ekstrak Katuk pada Ayam Arab Petelur 42

petelur di Propinsi Bengkulu harus

ditingkatkan. Hasil pengamatan

menunjukkan bahwa peternakan ayam

petelur di Bengkulu dalam kondisi yang

tidak menguntungkan, karena biaya

produksi yang tidak sebanding dengan

harga telur. Salah satu sebab utama

tingginya biaya produksi adalah

tingginya harga pakan. Harga pakan

yang tinggi ini menjadi masalah utama

karena pada ayam petelur biaya pakan

menempati 60-80% dari biaya produksi.

Masalah lainnya yang tidak dapat

diabaikan adalah rendahnya efisiensi

produksi, produksi telur dan tingginya

angka kematian.

Disisi lain, konsumen dewasa ini

sudah mulai memperhatikan mutu telur

yang dikonsumsinya. Ada

kecenderungan bahwa konsumen lebih

suka mengkonsumsi telur rendah

kolesterol, bebas residu obat, bebas

mikrobia patogen dan bergizi tinggi.

Rasa, warna dan bau telur juga

merupakan kriteria yang tidak dapat

diabaikan. Kecenderungan ini sangat

beralasan, mengingat tingginya kadar

kolesterol dalam telur dan kontaminasi

mikrobia patogen akan sangat

berpengaruh terhadap kesehatan

manusia yang mengkonsumsinya. Selain

itu, dalam kaitannya dengan lingkungan

sekitar, maka peternakan ayam petelur

dituntut untuk mengurangi polusi udara

sebagai akibat tingginya produksi feses

dan gas-gas seperti amoniak.

Untuk memenuhi semua

tuntutan tersebut di atas, diperlukan

aplikasi teknologi tepat guna, murah,

mudah dan efisien. Penggunaan daun

katuk pada ayam petelur telah terbukti

mampu menurunkan kadar kolesterol

telur sebesar 40% (Santoso et al., 2005)

dan meningkatkan efisiensi produksi

sebanyak 20%. Santoso et al. (2002)

menemukan bahwa pemberian ekstrak

katuk sebanyak 9 g/kg pakan mampu

meningkatkan mutu telur seperti

meningkatkan HU, tebal kerabang dan

warna kuning telur, menurunkan

kontaminasi mikrobia patogen seperti

Escherichia coli, Salmonella sp. dan

Staphylococcus sp. Selanjutnya dinyatakan

bahwa suplementasi ekstrak daun katuk

menurunkan produksi feses dan kadar

nitrogen feses. Ini berarti bahwa ekstrak

daun katuk berpotensi untuk

menurunkan polusi udara. Hasil

penelitian Subekti (2003) pada ayam

kampung juga menunjukan bahwa

pemberian tepung daun katuk

meningkatkan mutu telur, kadar -

karotin telur serta menurunkan kadar

kolesterol telur. Selanjutnya Santoso et al.

(2003) menemukan bahwa pemberian

partisi alkaloid dari daun katuk

sebanyak 30 mg/kg pakan mampu

menurunkan kadar kolesterol telur

sebesar 26%, meningkatkan mutu telur

serta meningkatkan efisiensi produksi

pada ayam petelur. Berdasarkan hasil

penelitian tersebut, maka logislah jika

daun katuk dan ekstraknya sangat baik

untuk meningkatkan efisiensi produksi

dan mutu telur, menurunkan kadar

kolesterol. Berdasarkan uraian di atas,

maka tujuan penelitiaan ini adalah untuk

mengevaluasi pengaruh suplementasi

ekstrak daun katuk terhadap produksi

dan mutu telur serta kadar kolesterolnya

pada ayam Arab petelur.

MATERI DAN METODE

Daun katuk diekstraksi menurut

metode Santoso et al. (2002), yang

kemudian disimpan dalam kulkas

dengan suhu 4oC sebelum digunakan.

Sebanyak 24 ekor ayam Arab petelur

dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan.

Satu kelompok diberi pakan tanpa

penambahan ekstrak katuk sebagai

kontrol, dan dua kelompok perlakuan

Page 49: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 43

lainnya diberikan pakan yang

ditambahkan ekstrak katuk sebanyak 4,5

g/kg atau 9 g/kg pakan. Masing-masing

kelompok perlakuan terdiri dari 8 ekor

ayam yang dipelihara dalam kandang

kawat individu. Adapun susunan

ransum penelitian tertera pada Tabel 1.

Ayam Arab dipelihara selama 28

hari menurut standard pemeliharaan

yang berlaku. Konsumsi pakan diberikan

sebanyak 90 g/ekor/hari, sementara air

minum diberikan ad libitum. Berat telur

dikoleksi setiap hari dan kemudian

ditimbang. Produksi telur, konsumsi

pakan dan konversi pakan dihitung pada

akhir penelitian. Pada akhir penelitian, 4

butir telur untuk setiap kelompok

perlakuan dikoleksi, dan kemudian

dianallisis kadar kolesterol pada kuning

telur. Kadar kolesterol diukur dengan

menggunakan metode Liebermann-

Burchad yang dimodifikasi oleh Fenita

(2002). Untuk mengukur mutu telur

maka 4 butir telur untuk setiap

perlakuan dikoleksi pula. Variabel yang

diukur untuk mutu telur adalah berat

telur, HU, warna kuning telur, tebal

kerabang, indeks kuning telur dan tinggi

albumen. Data yang diperoleh dianalisis

secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian selama 28 hari

menunjukkan bahwa produksi telur

pada kontrol 14 butir, kelompok 4,5 g

sebanyak 19 butir dan kelompok 9 g/kg

pakan sebanyak 18 butir (Tabel 2). Dari

hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

ayam petelur yang diberi EDK

sebanyak4,5 g menghasilkan telur lebih

banyak dari kontrol sebanyak 36,4% dan

pada kelompok 9 g/kg pakan sebanyak

31,8%. Konversi pakan juga lebih baik

pada kelompok ayam petelur yang diberi

EDK. Konversi pakan adalah sebesar

4,08, 3,03 dan 3,18 untuk kelompok

kontrol, 4,5 g EDK dan 9 g EDK. Hasil

penelitian ini sesuai dengan hasil

penelitian Santoso et al. (2005). Putranto

et al. (2010) menemukan bahwa

suplementasi ekstrak daun katuk

meningkatkan konsentrasi hormon

1 Tabel 1. Susunan ransum untuk penelitian (g/kg pakan) 2 3 Bahan pakan 0 g EDK 4,5 g EDK 9 g EDK

Jagung kuning

Bungkil kedelai

Dedak

Tepung ikan

Minyak

Kalsium karbonat

Ekstrak katuk

Mineral mix

Premix

Jumlah

510

140

200

70

10

35

0

30

5

1.000

501

140

204,5

70

10

35

4,5

30

5

1.000

501

140

200

70

10

35

9

30

5

1.000

EDK = ekstrak daun katuk 4 5 1 Tabel 2. Pengaruh ekstrak daun katuk terhadap performans 2 3 Variabel 0 g EDK 4,5 g EDK 9 g EDK

Produksi telur (butir/ekor) 14 19 18

Produksi telur (%) 50 67,9 64,3

Produksi telur (g/ekor) 617,4 830,6 792,1

Konsumsi pakan (gram) 2520 2520 2520

Konversi pakan 4,08 3,03 3,18

EDK= ekstrak daun katuk 4

Page 50: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Penggunaan Ekstrak Katuk pada Ayam Arab Petelur 44

estradiol-17β (E2) dalam serum pada

ayam Burgo. Suprayogi (2000) dan

Suprayogi et al. (2001) menemukan

bahwa daun katuk mengandung

androstan-17-one,3-ethyl-3-hydroxy-5 alpha,

yang dapat dikonversikan menjadi

estradiol. Sementara Santoso et al (2005)

menyebutkan bahwa daun katuk kaya

akan asam benzoate dimana asam

tersebut dapat dikonversikan menjadi

estradiol benzoat yang mempunyai

peranan memperbaiki performans alat

reproduksi. Subekti et al. (2006)

menemukan bahwa turunnya kadar

kolesterol pada telur puyuh disebabkan

antara lain oleh fitosterol yang banyak

terdapat dalam daun katuk. Suprayogi et

al. (2007) menyatakan bahwa 3,4-

dimethyl-2-oxocyclopent-3-enylacetic acid

yang banyak terdapat dalam daun katuk

dapat dihidrolisis menjadi asetat dan

berperan dalam siklus asam sitra untuk

menghasilkan ATP. Ini dapat

menjelaskan tentang fenomena

membaiknya konversi pakan pada ayam

Arab petelur yang disuplementasi

ekstrak daun katuk.

Warna kuning telur juga

meningkat, dimana untuk kontrol

nilainya 4,38, untuk yang diberi 4,5 g

ekstrak 4,75 dan yang diberi 9 g ekstrak

5,75 (Tabel 3). Sementara variabel

kualitas telur lain seperti tebal kerabang,

indeks kuning telur, indeks putih telur

dan HU tidak banyak perubahan. Hasil

penelitian ini sesuai dengan hasil

penelitian Santoso et al. (2002, 2003, 2005)

yang menemukan bahwa pemberian

ekstrak daun katuk meningkatkan warna

kuning telur (Subekti, 2003).

Meningkatnya warna kuning telur

disebabkan oleh karena daun katuk dan

ekstraknya kaya akan β-karotin (Subekti,

2003).

Hasil analisis kolesterol

menunjukkan bahwa pemberian EDK

cenderung menurunkan kadar kolesterol

telur (Tabel 4). Ayam petelur yang diberi

EDK 4,5 g/kg pakan mempunyai kadar

kolesterol telur lebih rendah sebanyak

8,4% jika dibandingkan dengan kontrol.

Sementara ayam petelur yang diberi

EDK 9 g/kg pakan mempunyai kadar

kolesterol telur lebih rendah sebanyak

9,4% jika dibandingkan dengan kontrol.

Analisis kolesterol ini dilakukan pada 15

hari perlakuan. Oleh karena itu

diprediksi bahwa kadar kolesterol telur

akan lebih menurun jika EDK diberikan

dalam jangka waktu yang lebih lama.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil

penelitian Santoso et al. (2002, 2003, 2005,

2010; Subekti, 2003) yang menemukan

bahwa pemberian ekstrak daun katuk

menurunkan kadar kolesterol dalam

telur. Senyawa aktif yang berperan

dalam daun katuk telah ditemukan oleh

Agusta et al. (1997) dan Suprayogi (2000).

Santoso et al. (2003) menemukan bahwa

baik partisi non-alkaloid maupun

alkaloid dari daun katuk cukup efektif

dalam menurunkan kadar kolesterol

telur. Ini berarti bahwa senyawa aktif

yang berperan dalam penurunan

kolesterol telur lebih dari satu senyawa

aktif.

Ada kelemahan bahwa ayam

petelur yang diberi EDK cenderung

mempunyai putih telur yang kurang

kental. Hal ini ditandai oleh lebih

rendahnya indeks putih telur pada ayam

Arab yang diberi pakan yang

disuplementasi dengan 4,5 g EDK (Tabel

3). Akan tetapi ada kelebihannya yaitu

kuning telurnya mudah dipisahkan,

yang berarti mempunyai indikasi bahwa

kuning telurnya lebih banyak

mengandung asam lemak tak jenuh

rantai panjang (PUFA). Santoso et al.

(2010) menemukan bahwa suplementasi

ekstrak daun katuk meningkatkan kadar

asam linoleat, asam arakhidonat, EPA

dan DHA. Encernya putih telur menurut

Millis (Komunikasi pribadi, 2009) dapat

Page 51: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 45

diatasi dengan mengkombinasikan EDK

dengan daun kayu manis, sebab ia telah

membuktikan bahwa pemberian daun

kayu manis dapat memperkental putih

telur.

SIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pemberian ekstrak daun katuk

meningkatkan produksi telur dan warna

kuning telur serta menurunkan kadar

kolesterol dalam telur.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima

kasih kepada Dikti yang telah

memberikan dana pengabdian pada

masyarakat dengan nomor kontrak

010/SP2H/PPM/DP2M/2009 tertanggal 1

April 2009. Penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada Kelompok Peternak

Harapan Makmur yang telah

menyediakan tempat penelitian dan

ayam Arab.

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, A., M. Harapini dan Chairul.

1997. Analisis kandungan kimia

ekstrak daun katuk (Sauropus

androgynus (L) Merr dengan

GCMS. Warta Tumbuhan Obat

Indonesia 3 (3) : 31-33.

Fenita, Y. 2002. Suplementasi Lisin dan

Metionin serta Minyak Lemuru ke

dalam Ransum Berbasis Hidrolisat

Bulu Ayam terhadap Perlemakan

dan Pertumbuhan Ayam Ras

Pedaging. Program Pasca Sarjana-

IPB, Bogor.

Putranto, H. D., U. Santoso, Warnoto dan

Nurmeiliasari. 2010. Kajian

Konservasi: Populasi, Tampilan

Reproduksi dan Potensi

Domestifikasi Ayam Burgo Plasma

1 Tabel 3. Pengaruh pemberian ekstrak daun katuk terhadap mutu telur 2 3 Variabel 0 g EDK 4,5 g EDK 9 g EDK

Berat telur (g) 44,9 44,3 43,7

Tebal kerabang (mm) 0,58 0,58 0,59

Tinggi putih telur (mm) 0,813 0,67 0,805

Lebar putih telur (cm) 6,435 9,658 6,485

Panjang putih telur (cm) 9,023 8,958 8,248

Tinggi kuning telur (mm) 1,75 1,833 1,79

Diameter kuning telur (mm) 4,04 3,933 3,893

Berat kerabang (g) 5,625 5,70 5,975

Warna kuning telur 4,38 4,75 5,75

Indeks kuning telur

Indeks putih telur

0,433

0,105

0,466

0,072

0,460

0,109

H. U. 15,719 12,312 17,538 EDK= ekstrak daun katuk 4

1 Tabel 4. Pengaruh pemberian ekstrak daun katuk terhadap kolesterol telur (mg/100 mg) 2 3 Ulangan 0 g EDK 4,5 g EDK 9 g EDK

1 148,92 177,36 180,92

2 169,48 135,68 124,92

3 193,28 157,72 149,48

4 156,92 141,4 138,24

Rerata 167,13 153,04 148,39 EDK= ekstrak daun katuk 4

5

Page 52: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Penggunaan Ekstrak Katuk pada Ayam Arab Petelur 46

Nutfah Endemik Bengkulu.

Laporan Penelitian HKPSN Tahun

2. Jakarta.

Santoso, U., Kususiyah dan Y. Fenita.

2010. The effect of Sauropus

androgynus extract and lemuru oil

on fat deposition and fafty acid

composition of meat in broiler

chickens. J. Indonesian Trop. Anim.

Agric., 35: 48-54.

Santoso, U., J. Setianto dan T. Suteky.

2002. Penggunaan Ekstrak Daun

Katuk untuk Meningkatkan

Efisiensi Produksi dan Kualitas

Telur yang Ramah Lingkungan

pada Ayam Petelur. Laporan

Penelitian Hibah Bersaing Tahun 1.

Jakarta.

Santoso, U., Y. J. Setianto, T. Suteky dan

Y. Fenita. 2003. Penggunaan

Ekstrak Daun Katuk untuk

Meningkatkan Efisiensi Produksi

dan Kualitas Telur yang Ramah

Lingkungan pada Ayam Petelur.

Laporan Penelitian Hibah Bersaing

Tahun 2. Jakarta.

Santoso, U., J. Setianto dan T. Suteky.

2005. Effect of Sauropus androgynus

(katuk) extract on egg production

and lipid metabolism in layers.

Asian-Aust. J. Anim. Sci. 18: 364-

369.

Subekti, S. 2003. Kualitas telur dan

karkas ayam lokal yang diberi

tepung daun katuk dalam ransum.

Program Pasca sarjana IPB. Bogor.

Subekti, S. ; W. G. Piliang, W. ;Manulu,

B. T. Murdiati. 2006. Penggunaan

tepung daun katuk dan ekstark

daun katuk (Sauropus adrogynus

L. merr) sebagai subsitusi ransum

yang dapat menghasilkan produk

puyuh Jepang rendah kolesterol.

JITV, 11: 254-259.

Suprayogi, A. 2000. Studies on the

Biological Effets of Sauropus

androgynus (L.) Merr: Effects on

Milk Production and the

Possibilities of Induced Pulmonary

Disorder in Lactating Sheep.

Cuviller Verlag Gottingen.

Suprayogi, A., A. S. Satyaningtijas, N.

Kusumorini dan E. E. Pantina.

2007. The influence of fermented

and non-fermented Sauropus

androgynus (L.) merr. leaves extract

on the hematopoiesis in the

postnatal mice. the Six-

UniversityInternasional

Symposium, IPB, IICC-Bogor, 4-6

September 2007.

Suprayogi, A., U. ter Meulen, T. Ungerer,

and W. Manalu. 2001. Population

of secretory cells and synthetic

activities in mammary gland of

lactating sheep after consuming

Sauropus androgynus (L.) Merr.

leaves. Indon. J. Trop. Agric.

10(1):1-3.

Page 53: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 47

Pengaruh Aras Protein dan Ragi Tape terhadap Kualitas Karkas dan Deposisi

Lemak pada Ayam Broiler

Effect of Protein and Saccharomyces cereviciae culture Levels on Carcass Quality and Fat

Deposition in Broiler Chickens

Farahdiba, Urip Santoso dan Kususiyah

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu

Jalan Raya W. R. Supratman, Bengkulu 38371 A

e-mail: [email protected]

ABSTRACT

The present study was conducted to evaluate effect of level of protein and Saccharomyces cereviciae culture on carcass quality and fat deposition. One hundred and thirty three broilers were distributed to 9 treatment groups of 3 replicates each. Factorial Completely Randomized Experimental Design was used. Two factors used n the present study were three level of protein (15%, 18% and 21%) and three level of Saccharomyces cereviciae culture (0%, 0.5% and 1%). Expermental results showed that protein level of diet significantly affected Fatty Liver Score (P<0.05), leg, breast and abdominal fat weights (P<0.01), but it had no effect (P>0.05) on carcass, wing and back weight. Level of Saccharomyces cereviciae culture had no effect (P>0.05) on carcass, leg, wing weghts and Fatty Lver Score, but it significantly affected on breast, back and neck fat weight (P<0.05) abdominal fat weight (P<0.01). No interaction was found. In conclusion, higher protein level improved carcass quality and reduced fat deposition. In addition, supplementation of 0.5% Saccharomyces cereviciae culture was effective to improve carcass quality and to reduce fat deposition. Supplementation of Saccharomyces cereviciae culture to low protein diet did not improve carcass quality and fat deposition. Key words: Saccharomyces cereviciae, protein, carcass quality, fat deposition

ABSTRAK

Peneltian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh aras protein dan ragi tape terhadap mutu karkas dan deposisi lemak pada broiler. Sebanyak 135 ekor broiler dikelompokkan menjadi 9 kelompok perlakuan dengan 3 ulangan berupa kandang litter. Masing-masing ulangan berisi 5 ekor broiler. Racangan Acak Lengkap dengan 2 faktor digunakan dalam penelitian ini, yaitu tiga aras protein (15%, 18% dan 21%) dan tiga aras ragi (0%, 0,5% dan 1%). Hasil penelitan menunjukkan bahwa aras protein berpengaruh nyata terhadap Fatty Liver Score (P<0,05), paha, dada dan lemak abdomen (P<0,01), tetapi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap karkas, sayap dan punggung. Hasil peneltian menunjukkan bahwa aras ragi tape berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap karkas, paha, sayap dan Fatty Lver Score, tetapi berpengaruh nyata terhadap dada, punggung dan lemak leher (P<0,05) dan sangat nyata terhadap lemak abdominal (P<0,01). tdak terdapat interaksi antara aras protein dan aras ragi tape terhadap mutu karkas dan deposisi lemak. Dapat disimpulkan bahwa level protein yang lebih tinggi memperbaiki mutu karkas dan menurunkan deposisi lemak. Suplementasi ragi tape sebesar 0,5% efektif dalam memperbaiki mutu karkas dan menurunkan deposisi lemak. Suplementasi ragi tape ke dalam pakan berprotein rendah tidak memperbaiki mutu karkas dan tidak menurunkan deposisi lemak pada broiler.

Kata kunci: Ragi tape, protein, mutu karkas, deposisi lemak

Surat menyurat ditujukan kepada Urip Santoso

Page 54: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Aras Protein dan Ragi Tape 48

PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini ahli nutrisi

unggas banyak tertarik perhatiannya

untuk menurunkan kadar protein dalam

pakan broiler. Ada beberapa alasan,

yaitu: 1) pemberian pakan berprotein

rendah akan menurunkan biaya pakan

karena protein merupakan zat nutrisi

yang termahal dalam pakan broiler; 2)

pemberian pakan berprotein rendah

akan menurunkan tingkat pencemaran

akibat ekskresi nitrogen yang berlebihan

(El-Hakim et al., 2009). Ekskresi nitrogen

yang berlebihan akan dikonversikan

antara lain menjadi asam nitrat dan asam

nitrit serta gas amonia. Asam nitrat dan

asam nitrit dapat menurunkan pH tanah

dan air, sehingga merupakan bahan

pencemar tanah dan air. Gas amonia

dapat mencemari udara sekitar yang

dapat mengganggu kesehatan baik

ternak maupun manusia terutama

menyebabkan gangguan saluran

pernafasan. Keuntungan lain bahwa

terdapat bukti bahwa pemberian protein

rendah memberikan sumbangan

terhadap perbaikan toleransi panas pada

broiler (Furlan et al., 2004).

Namun demikian pemberian

protein rendah dalam pakan

menimbulkan beberapa kerugian. Pakan

berprotein rendah pada broiler dapat

meningkatkan deposisi lemak

(Labussiere et al., 2008; Wood et al., 2004),

menurunkan performans broiler,

konsumsi pakan dan efisiensi

penggunaan pakan (Bregendahl et al.,

2002; Djouvinov dan Mihaillov, 2005;

Jiang et al., 2005; Pearl, 2002; Pescatore

dan Gates, 2003), dan menurunkan hasil

karkas (Bregendahl et al, 2002). Swennen

et al. (2007a) menemukan bahwa

pemberian pakan berprotein rendah

menurunkan retensi protein pada

broiler. Hasil penelitian ini didukung

oleh hasil penelitianTesseraud et al.

(2003). Zhao et al. (2010) menemukan

bahwa pemberian pakan berprotein

tinggi menurunkan deposisi lemak yang

terutama dsebabkan oleh penurunan

ekspresi gen lipogenik.

Broiler yang diberi pakan

berprotein rendah menunjukkan retensi

energi dalam bentuk lemak sehingga

menghasilkan deposisi lemak abdominal

meningkat pula (Collin et al., 2003;

Swennen et al. (2004, 2006, 2007b). Yeh

dan Leveille (1969) menunjukkan bahwa

pemberian pakan berprotein rendah

meningkatkan sintesis asam lemak

dalam liver dan aktivitas malic enzyme.

Tanaka et al. (1983) menemukan bahwa

peningkatan level protein dalam pakan

menurunkan lipogenesis in vitro dalam

liver yang dibarengi oleh perubahan

aktivitas enzim lipogenik. Donaldson

(1985) menunjukkan bahwa lipogenesis

in vitro dan aktivitas enzim acetyl

coenzyme A carboxylase meningkat

dengan pemberian pakan dengan rasio

energi dan protein yang lebih tinggi

(yang artinya pakan rendah protein).

Beberapa penelitian juga menunjukkan

adanya pembesaran liver disebabkan

pemberian pakan berprotein rendah

(Suthama et al., 1991; Collin et al., 2003;

Swennen et al., 2005, 2006), yang diduga

merefleksikan deposisi lemak yang

tinggi dalam liver, sebagai organ utama

sintesis asam lemak pada ayam (Leveille

et al., 1975).

Oleh sebab itu, pemberian pakan

berprotein rendah pada broiler perlu

diimbangi oleh bahan pakan lain untuk

menghambat laju pertumbuhan lemak.

Santoso et al. (1995, 2001) menemukan

bahwa suplementasi mkroorganisme

efektf mampu menurunkan deposisi

lemak pada broler. Onifade et al. (1999)

menemukan bahwa suplementasi

Saccharomyces cereviciae (ragi tape)

memperbaiki performans, mutu karkas

dan lemak abdomnal. Penelitian ini

Page 55: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 49

bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh

ragi tape dan level protein terhadap

mutu karkas dan deposisi lemak pada

broiler. Sahin dan Yardimci (2009)

menemukan bahwa suplementasi kefr

memperbaiki karakteristik karkas angsa.

MATERI DAN METODE

Dua ratus ekor ayam broiler

(strain Arbor Acres) umur satu

dipelihara selama 1 minggu pada

kandang litter. Suhu kandang diatur +

32,5oC. Ketika broiler baru tiba, mereka

diberi air gula untuk mencegah stress.

Pada umur 8 hari, semua broiler

ditimbang dan diseleksi. Sebanyak 135

ekor broiler dikelompokkan menjadi 9

kelompok perlakuan dengan 3 ulangan

berupa kandang litter. Masing-masing

ulangan berisi 5 ekor broiler. Racangan

Acak Lengkap dengan 2 faktor

digunakan dalam penelitian ini, yaitu

tiga aras protein (15%, 18% dan 21%) dan

tiga aras ragi (0%, 0,5% dan 1%). Adapun

ke sembilan kelompok perlakuan

tersebut adalah sebagai berikut:

1) broiler diberi pakan berprotein

15% dan ragi tape 0%

2) broiler diberi pakan berprotein

15% dan ragi 0,5%

3) broiler diberi pakan berprotein

15% dan ragi 1%

4) broiler diberi pakan berprotein

18% dan ragi tape 0%

5) broiler diberi pakan berprotein

18% dan ragi tape 0,5%

6) broiler diberi pakan berprotein

18% dan ragi tape 1%

7) broiler diberi pakan berprotein

21% dan ragi tape 0%

8) broiler diberi pakan berprotein

21% dan ragi tape 0,5%

9) broiler diberi pakan berprotein

21% dan ragi tape 1%

Komposisi pakan yang digunakan tertera

dalam Tabel 1. Pakan dan air minum

diberikan ad libitum.

Pada umur 42 hari, 6 ekor broiler

untuk masing-masing kelompok

perlakuan diseleksi dan disembelih.

Karkas dan bagiannya dipisahkan dan

ditimbang. Selain itu, lemak leher dan

lemak abdominal dipisahkan dan

ditimbang. Fatty Liver Score dinilai

dengan membandingkan warna hati

dengan warna standard menurut

Santoso et al. (2004).

Semua data dianalisis varians dan

jika berbeda nyata diuji lanjut dengan

DMRT.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh aras protein terhadap

mutu karkas dan deposisi lemak pada

ayam broiler tertera pada Tabel 2. Hasil

penelitan menunjukkan bahwa aras

protein berpengaruh nyata terhadap

Fatty Liver Score (P<0,05), paha, dada

dan lemak abdomen (P<0,01), tetapi

berpengaruh tidak nyata (P>0,05)

1 Tabel 1. Komposisi Pakan Percobaa n 2

3 Bahan Pakan Aras Protein

15% 18% 21%

Jagung, % 59,44 55,69 52,00

Dedak halus, % 22,87 18,12 13,30

Tepung ikan, % 10,00 10,00 10,00

Bungkil kedelai , % 7,19 15,69 24,20

Tepung tulang, %

Komposisi Gizi Pakan

0,50 0,50 0,50

Protein, % 15 18 21

ME (kkal/kg) 2882,93 2883,05 2884,24

4

Page 56: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Aras Protein dan Ragi Tape 50

terhadap karkas, sayap dan punggung.

Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa aras

proten 15% mempunyai paha lebih berat

dari pada aras protein 21% (P<0,01). Aras

proten 21% mempunyai dada yang lebh

berat darpada aras protein 15% atau 18%

(P<0,01). Aras protein 21% mempunyai

lemak abdominal (P<0,01) dan Fatty

Liver Score (P<0,05) yang lebih rendah

jika dibandingkan dengan aras proten

15% ataupun 18%.

Hasil penelitian ini didukung

oleh Labussiere et al., 2008 danWood et

al., 2004 yang menemukan pakan

berprotein rendah pada broiler

meningkatkan deposisi lemak. dan

menurunkan hasil karkas (Bregendahl et

al., 2002). Swennen et al. (2007a)

menemukan bahwa pemberian pakan

berprotein rendah menurunkan retensi

protein pada broiler. Hasil penelitian ini

didukung oleh hasil penelitianTesseraud

et al. (2003). Nguyen et al. (2010) juga

menemukan bahwa pemberian pakan

berprotein lebih tinggi memperbaiki

mutu karkas pada ayam periode

tumbuh.

Broiler yang diberi pakan

berprotein rendah menunjukkan retensi

energi dalam bentuk lemak sehingga

menghasilkan deposisi lemak abdominal

meningkat pula (Collin et al., 2003;

Swennen et al. (2004, 2006, 2007b). Yeh

dan Leveille (1969) menunjukkan bahwa

pemberian pakan berprotein rendah

meningkatkan sintesis asam lemak

dalam liver dan aktivitas malic enzyme.

Tanaka et al. (1983) menemukan bahwa

peningkatan level protein dalam pakan

menurunkan lipogenesis in vitro dalam

liver yang dibarengi oleh perubahan

aktivitas enzim lipogenik. Donaldson

(1985) menunjukkan bahwa lipogenesis

in vitro dan aktivitas enzim acetyl

coenzyme A carboxylase yang

merupakan enzim pembatas bagi sintesis

asam lemak, meningkat dengan

pemberian pakan dengan rasio energi

dan protein yang lebih tinggi (yang

artinya pakan rendah protein). Beberapa

penelitian juga menunjukkan adanya

pembesaran liver disebabkan pemberian

pakan berprotein rendah (Suthama et al.,

1991; Collin et al., 2003; Swennen et al.,

2005, 2006), yang diduga merefleksikan

deposisi lemak yang tinggi dalam liver,

sebagai organ utama sintesis asam lemak

pada ayam. Nawaz et al. (2006)

melaporkan bahwa tidak terdapat

pengaruh level protein dan/atau energy

terhadap lemak abdominal pada broiler.

Namun, Jianlin et al. (2004) melaporkan

terdapatnya peningkatan lemak

abdominal sejalan dengan penurunan

level protein pakan.

Pengaruh aras ragi tape terhadap

mutu karkas dan deposisi lemak tertera

pada Tabel 3. Hasil peneltian

menunjukkan bahwa aras rag tape

berpengaruh tidak nyata (P>0,05)

terhadap karkas, paha, sayap dan Fatty

Lver Score, tetapi berpengaruh nyata

terhadap dada, punggung dan lemak

leher (P<0,05) dan sangat nyata terhadap

lemak abdominal (P<0,01). Uji lanjut

menunjukkan bahwa aras ragi 0%

Tabel 2. Pengaruh aras proten terhadap mutu karkas dan deposisi lemak pada broiler

Variabel 15% 18% 21% P

Karkas , % 55,79 60,12 61,05 ns

Paha, % 35,25b 33,87ab 31,79a **

Dada, % 24,77a 25,81a 30,25b **

Sayap, % 27,38 27,25 25,53 ns

Punggung, % 27,38 27,25 25,53 ns

Lemak abdomen, % 1,91c 1,65b 1,59a **

Lemak leher, % 0,59 0,33 0,44 ns

Fatty Liver Score 2,47b 2,25b 1,09a * Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata; *= P<0,05,

**= P<0,01, ns= non significant, P = probabilitas

Page 57: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 51

mempunyai dada yang lebih rendah

(P<0,05) dan lemak leher yang lebih

tinggi (P<0,05) jika dbandngkan dengan

0,5% atau 1% rag tape. Aras ragi tape 1%

mempunyai punggung (P<0,05) dan

lemak abdominal (P<0,01) yang lebh

rendah daripada aras 0% atau 0,5% ragi

tape.

Bidura et al. (2002) menemukan

bahwa ragi tape menurunkan lemak

abdominal dan kolesterol dalam daging

itik. Karaglu dan Durdag (2005)

menemukan bahwa suplementasi ragi

tape tidak memperbaiki mutu karkas

pada ayam broiler. Paryad dan

Mahmoudi (2008) menemukan bahwa

suplementasi ragi tape memperbaiki

mutu karkas pada ayam broiler.

Suplementasi Saccharomyces cerevisiae

meningkatkan pertumbuhan dan berat

karkas serta menuurunkan lemak

abdominal pada ayam broiler (Onifade et

al., 1999). Turunnya deposisi lemak oleh

ragi tape diduga disebabkan oleh

turunnya sintesis asam lemak. Santoso et

al. (1995, 2001) menunjukkan bahwa

turunnya deposisi lemak oleh kultur

Bacillus subtilis disebabkan antara lain

oleh turunnya aktivitas enzim Acetyl-

CoA carboxylase di hati, suatu enzim

pembatas pada sintesis asam lemak.

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa tidak terdapat interaksi antara

aras protein dan aras ragi tape terhadap

mutu karkas dan deposisi lemak (Tabel

4). Ini menunjukkan bahwa suplementasi

ragi tape ke dalam pakan berprotein

rendah tidak memperbaiki mutu karkas

dan tidak menurunkan deposisi lemak

pada ayam broiler.

SIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa level

protein yang lebih tinggi memperbaiki

mutu karkas dan menurunkan deposisi

lemak. Suplementasi ragi tape sebesar

0,5% efektif dalam memperbaiki mutu

karkas dan menurunkan deposisi lemak.

Suplementasi ragi tape ke dalam pakan

berprotein rendah tidak memperbaiki

mutu karkas dan tidak menurunkan

deposisi lemak pada broiler.

Tabel 3. Pengaruh aras ragi tape terhadap mutu karkas dan deposisi lemak pada broiler

Variabel 0% Ragi 0,5% Ragi 1% Ragi P

Karkas , % 57,16 58,59 59,76 ns

Paha, % 33,90 33,87 33,69 ns

Dada, % 25,20a 27,84b 27,84b *

Sayap, % 12,63 26,29 25,62 ns

Punggung, % 28,26b 26,29ab 25,62a *

Lemak abdomen, % 1,90b 1,88b 1,62a **

Lemak leher, % 0,69b 0,36a 0,38a *

Fatty Liver Score 2,44 2,14 2,06 ns Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata; *= P<0,05,

**= P<0,01, ns= non significant, P = probabilitas

Tabel 4. Pengaruh aras protein dan ragi tape terhadap mutu karkas dan deposisi lemak pada ayam broiler

Variabel 15% Protein 18% Protein 21% Protein P

0% Ragi 0,5%

Ragi

1% Ragi 0% Ragi 0,5%

Ragi

1% Ragi 0% Ragi 0,5%

Ragi

1% Ragi

Karkas, % 55,24 58,33 59,13 60,03 58,50 61,48 59,71 58,94 58,67 ns

Paha, % 35,10 34,65 35,99 34,23 36,01 32,23 31,72 30,95 32,72 ns

Dada, % 21,29 25,57 26,81 24,63 26,01 26,81 28,95 29,87 29,87 ns

Sayap, % 12,14 12,32 12,12 12,75 11,59 15,77 13,14 12,77 12,77 ns

Punggung, % 29,36 27,62 25,17 28,38 26,26 27,04 27,03 24,91 24,65 ns

Lemak abdomen,

%

2,81 2,07 2,06 1,93 1,79 1,81 1,99 1,01 1,76 ns

Lemak leher, % 0,85 0,51 0,42 0,51 0,17 0,30 0,49 0,41 0,43 ns

FLS 2,69 2,33 2,38 2,50 2,12 2,13 2,13 1,98 1,68 ns ns = non signfcant; FLS = fatty liver score

Page 58: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Aras Protein dan Ragi Tape 52

DAFTAR PUSTAKA

Bidura, . G. N. G. dan . I. G. P. B.

Suastina. 2002. Pengaruh

suplementas ragi tape dalam

ransum terhadap efisiensi

penggunaan ransum. Majalah

Ilmiah Peternakan, 5: 6-11.

Bregendahl, K. J., J. L. Sell and D. R.

Zimmersnan. 2002. Effect of low

protein diets on growth

performance and body

composition of broiler chicks.

Poultry Sci., 81: 1156-1167.

Collin, A., R. D. Malheiros, V. M. B.

Moraes, P. Van As, V. M. Darras,

M. Tauois, E. Decuypere and J.

Buyse. 2003. Effects of dietary

macronutrient content on energy

metabolism and uncoupling

protein mRNA expression in

broiler chickens. Bri. J. Nutr., 90:

261-269.

Djouvinov, D. and R. Mihailov. 2005.

Effect of low protein level on

performnace of growing and laying

Japanese quails (Coturnix coturnix

Japonica). Bulgarian J. Vet. Med., 8

(2) : 91-98.

Donaldson, W. E. 1985. Lipogenesis and

body fat in chicks: Effects of

calorie-protein ratio and dietary

fat. Poultry Sci., 64: 1191-1204.

El-Hakim, Abd A. S., G. Cherian and M.

N. Ali. 2009. Use of organic acid,

herbs and their combination to

improve the utilization of

commercial low protein broiler

diets. Int. J,. Poultry Sci., 8 (1) : 14-

20.

Furlan, R. L., F. Fiko De de, P. S. Rosa

and M. Macari. 2004. Does low-

protein diet improve broiler

performance under heat stress

condition? Brazilian J. Poultry Sci.,

6 (2) : 71-79.

Jiang, Q., P. W. Waldroup and C. A.

Fritts. 2005. Improving the

utilization of diets low in crude

protein for broiler chickens. 1.

Evaluation of special amino acid

supplementation to diets low in

crude protein. Int. J. Poultry Sci. 4

(3) : 115-122.

Jianlin, S.F., C.A. Fritts, D.J. Burnham

and P.W. Waldroup, 2004. Extent

to which crude protein may be

reduced in corn-soybean meal

broiler diets through amino acid

supplementation. Int. J. Poult. Sci.,

3: 46-50.

Karaglu, M. dan H. Durdag. 2005. The

influence of probiotic

(Saccharomyces cereviciae)

supplementation and different

slaughter age on the performance,

slaughter and carcass properties of

broilers. Int. J. Poult. Sci., 4: 309-

316.

Labussiere, E., S. Dubois, J. Van Milgen,

G. Bertrand and J. Noblet. 2008.

Effects of dietary crude protein on

protein and fat deposition in milk-

fed vel calces. J. dairy Sci., 91: 4741-

4754.

Nawaz, H., T. Mushtaq and M. Yaqoob,

2006. Effect of varying levels of

energy and protein on live

performance and carcass

characteristics of broiler chicks. J.

Poult. Sci., 43: 388-393.

Nguyen, T. V., C. Bunchasak, dan S.

Chantsavang. 2010. Effects of

dietary protein and energy on

growth performance and carcass

characteristics of Betong chickens

during growing period. Int. J.

Poult. Sci., 9: 468-472.

Onifade AA, Odunsi AA, Babatunde

GM, Olorede BR, Muma E. 1999.

Comparison of the supplemental

effects of Saccharomyces cerevisiae

and antibiotics in low-protein and

Page 59: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 53

high-fibre diets fed to broiler

chickens. Arch Tierernahr.

1999;52(1) :29-39

Paryad, A dan M. Mahmoudi. 2008.

Effect of different level of

supplemental yeast

(Saccharomyces cereviciae) on

performance, blood constituents

and carcass characteristics of

broiler chicks. African J. Agric.

Res., 3: 835-845.

Pearl, G. G. 2002. The future of animal

protein in poultry diets. Multi-State

Poultry Meeting. May 14-16, 2002.

Pescatore, A and R. gates. 2003. Reducing

the nitrogen load and emissions in

poultry houses. Multi-State

Meeting. May 20-23, 2003.

Sahin, E. H. dan M. Yardimci. 2009.

Effects of kefir as a probiotic on

growth performance and carcass

characteristics in geese (Anser

anser). J. Anim. Vet. Adv., 8: 562-

567 DOI:

10.3923/javaa.2009.562.567.

Santoso, U., K. Tanaka dan S. Ohtani.

1995. Effect of dried Bacillus

subtilis culture on growth, body

composition and hepatc lipogenic

enzyme activity in female broiler

chicks. Bri. J. Nutr., 74: 523-529.

Santoso, U., K. Tanaka, S. Ohtani dan M.

Sakaida. 2001. Effect of fermented

product from Bacillus subtlis on

feed conversion efficiency, lipid

accumulation and ammonia

production in broiler chicks. Asian-

Aust. J. anim. Sci., 14: 333-337.

Santoso, U., Y. Fenita dan W. Piliang.

2004. Penggunaan Ekstrak Daun

Katuk sebagai Feed Additive untuk

Memproduksi Meat Designer.

Laporan Penelitian Hibah Pekerti.

Universitas Bengkulu. Bengkulu.

Suthama, N., K. Hayashi, M. Toyomizu

and Y. Tomita. 1991. Interactions of

exogenous thyroxine and dietary

protein levels on growth, and

muscle protein metabolism in

broiler chcikens. Jpn. Poultry Sci.

28: 1-10.

Swennen, Q., G. P. J. Janssens, A. Collin,

E. Le Bihan-Duval, K. Verbeke, E.

Decuypere and J. Byuse. 2006. Diet-

induced thermogenesis and

glucose oxidation in broiler

chickens: Influence genotype and

diet composition. Poultry Sci., 85:

731-742.

Swennen, Q., G. P. J. Janssens, E.

Decuypere and J. Buyse. 2004.

Effects of substitution between fat

and protein on feed intake and its

regulatory mechanisms in broiler

chickens: energy and protein

metaboleism and diet-induced

thermogenesis. Poultry Sci., 83:

1997-2004.

Swennen, Q., G. P. J. Janssens, S. Millet,

G. Vansant, E. Decuypere and J.

Buyse. 2005. Effect of substitution

between fat and protein on food

intake and its regulatory

mechanism in broiler chickens:

Endocrine functioning and

intermediary metabolism. Poultry

Sci., 84: 1051-1057.

Swennen, Q., E. Decuypere and J. Buyse.

2007a. Implications of dietary

macronutrients for growth and

metabilsm in broiler chickens.

World’s Poultry Sci. 63: 541-556.

Swennen, Q., C. Laroye, G. P. J. Janssens,

K. Verbeke, E. Decuypere and J.

Buyse. 2007b. Rate of metabolic

decarboxylation of leucine as

assessed by a L[1-13C1] leusine

breath test combined with indirect

calorimetry of broiler chickens fed

isocaloric diets with different

protein:fat ratio. J. Anim. Physiol.

Anim. Nutr., 91 (7-8) : 347-354.

Tanaka, K., S. Ohtani and K. Shigeno.

1983. Effect of increasing dietary

Page 60: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Aras Protein dan Ragi Tape 54

energy on hepatic lipogenesis in

growing chickens. II. Increasing

energy by fat or protein

supplementation. Poultry Sci., 62:

452-458.

Tesseraud, S., R. A. E. Pym, E. Le Bihan-

Duval and M. J. Duclos.. 2003.

Respone of broilers selected on

carcass quality to dietary protein

supply: live performance, muscle

development and circulating

insuline-like growth factors (IGF-I

and –II). Poultry Sci., 82: 1011-1016.

Wood, J. D., G. R. Nute, R. I. Richardson,

F. M. Whittington, O. Southwood,

G. Plastow, R. Monsbridge, N. da

Costa and K. C. Chang. 2004.

Effects of breed, diet and muscle on

fat deposition and eating quality in

pigs. Meat Sci., 67 (4) : 651-667.

Yeh, Y. Y. and G. A. Leveille. 1969. Effect

of dietary protein on hepatic

lipogenesis in the growing chick. J.

Nutr., 98: 356-366.

Zhao, S., J. Wang, X. Song, X. Zhang, C.

Ge dan S. Gao. 2010. Impact of

dietary protein on lipid

metabolism-related gene

expression in porcine adipose

tissue. Nutrition & Metabolism

2010, 7:6doi:10.1186/1743-7075-7-6.

Page 61: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 55

Pengaruh Komposisi Genetik Hasil Persilangan Puyuh (Coturnix-Coturnix

Japonica) Tiga Daerah Asal Terhadap Performans Produksi Telur

The Effect of Quail (Coturnix-coturnix japonica) Genetic Composition as a Result of

Crossbreeding from Three Regions on Egg Production

Desia Kaharuddin dan Kususiyah

Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Jalan WR Supratman, kandang Limun Bengkulu

ABSTRACT

Inbreeding has been suggested as the cause of low egg production of quail in Bengkulu; hence crossing local

quail with those from other provinces might be sustainable way to gain heterosis and improve egg

productivity. An experiment was conducted to evaluate the effect of genetic composition obtained from

crossings of quail originated from Bengkulu (BB), Padang (PP) and Yogyakarta (YY) on their egg production

from sex maturity to unproductive stage. Treatments were six genetic compositions, i.e. (G1) 50%B 25 %P

25%Y, (G2) 25%B 50%P 25%Y, (G3) 25%B 25%P 50%Y, (G4) 100%B, (G5) 100%P, and (G6) 100%Y. Treatments

were arranged in a Complete Randomized Design with seven replications of four quails. The results

demonstrated that crossings from three provinces (G1, G2 and G3) improved (P<0.05) feed consumption, egg

number, single egg weight, and total egg weight, but did not affect time to sex maturity and feed conversion

as compared with those inbreeds, especially (G4 and G5). G1, G2 and G3 produced an average of 400 eggs per

quail, being greater than G4 and G5 (316 eggs per quail) with production period of 72 weeks, longer than

those from G4 and G5 (57 weeks). We conclude that crossing is important for improving egg production of

quail.

Key words: genetic composition, quail, egg production.

ABSTRAK

Penyediaan bibit sendiri yang dilakukan oleh peternak puyuh disinyalir telah meningkatkan terjadinya

inbreeding yang diketahui berdampak negatif. Penyilangan puyuh dengan memasukkan bibit dari luar atau

mempunyai hubungan kekerabatan lebih jauh merupakan cara yang dapat menekan inbreeding akibat

menurunnya gen-gen homozigot resesif serta menimbulkan dampak heterositas yang menguntungkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh komposisi genetik hasil persilangan puyuh tiga daerah

asal yaitu puyuh asal Bengkulu (BB), puyuh asal Padang (PP), dan puyuh asal Yogyakarta (YY) terhadap

performans produksi telur puyuh sejak dewasa kelamin sampai masa afkir. Penelitian ini menggunakan

rancangan acak lengkap enam perlakuan dan tujuh ulangan, masing-masing ulangan terdiri empat ekor.

Enam perlakuan komposisi genetik yang digunakan adalah : (G1 ) 50%B 25%P 25%Y; (G2) 25%B 50%P 25%Y;

(G3 ) 25%B 25%P 50%Y; (G4) 100%B; (G5) 100%P; dan (G6) 100%Y. Variabel yang diukur adalah : umur dewasa

kelamin , lama masa produksi, berat telur per butir, jumlah telur , total berat telur, konsumsi ransum, dan

konversi ransum. Data yang diperoleh dianalisis keragamannya. Bila perlakuan berpengaruh nyata,

dilakukan uji Duncans Multiple Range Test pada taraf 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi

genetik berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap konsumsi ransum, jumlah telur, berat per butir telur, dan berat

total telur, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap umur dewasa kelamin dan konversi ransum. Performans

produksi telur puyuh persilangan tiga daerah asal lebih baik dibanding puyuh murni. Puyuh dengan

komposisi genetik (G1) 50%B 25%P25%Y unggul pada lama masa produksi telur (73 minggu) sehingga

menghasilkan jumlah telur lebih banyak (407 butir ekor-1), sedangkan puyuh dengan komposisi genetik (G3)

25%B 25%P 50%Y unggul dalam menghasilkan berat telur per butir (11,49 g butir-1), berat total telur (4531 g

ekor-1), dan konversi ransum (2,6).

Kata kunci : komposisi genetik, puyuh, produksi telur.

Page 62: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Komposisi Genetik Hasil Persilangan Puyuh 56

PENDAHULUAN

Berbeda dengan ayam ras,

ketersediaan bibit puyuh di pasar kurang

mendapat perhatian. Hal ini membuat

peternak puyuh melakukan peremajaan

dengan menggunakan bibit puyuh yang

mereka miliki. Pada umumnya

pembibitan yang dilakukan oleh

peternak puyuh ini tidak dilandasi oleh

teori dan penanganan yang tepat

sehingga bibit yang dihasilkan tidak

terjamin kualitasnya. Hal ini terbukti

dengan munculnya cacat kaki pengkor,

fertilitas dan daya tetas yang rendah.

Promono (2004) melaporkan bahwa

kejadian cacat kaki pengkor pada

peternakan puyuh rakyat kota Bengkulu

mencapai 20 % dengan rataan fertilitas

dan daya tetas relative rendah, masing-

masing 61 % dan 67,2 %. Jeleknya hasil

penetasan ini disinyalir telah terjadi

perkawinan antara puyuh sekerabat

(inbreeding), disebabkan peternak puyuh

pada umumnya tidak pernah

mendatangkan puyuh dari luar.

Menurut Astuti et al. (1985) kaki pengkor

merupakan salah satu indikator akibat

dari tekanan silang dalam (inbreeding

depression). Pengaruh buruk pada

inbreeding tersebut merupakan akibat

bergabungnya gen-gen resesif yang

homozigot karena terjadi perkawinan

sekerabat pada kelompok ternak yang

digunakan sebagai bibit (Noor, 1996 dan

Warwick et al., 1990). Inbreeding pada

ayam dapat menyebabkan turunnya

fertilitas, meningkatnya mortalitas dan

menimbulkan terjadinya abnormalitas

kaki lemah, cripper, dan jari-jari

mencengkeram (crooked) sehingga ayam

sulit bertengger dan tidak dapat berjalan

secara normal (Rokimoto, 2002)

Menurut Sheridan (1986) dan

Warwick et al. (1990) persilangan adalah

satu alternative untuk membentuk

keturunan yang diharapkan akan

memunculkan efek komplementer

(pengaruh saling melengkapi). Selain

efek komplementer, persilangan akan

membentuk efek heterosis untuk

meningkatkan produktivitas (Falconer,

1981).

Kaharuddin dan Kususiyah

(2005a) telah melakukan persilangan

resiprokal (persilangan jantan betina

bolak balik) antar puyuh dari dua daerah

asal; yaitu antara puyuh asal Bengkulu

dengan Padang (BP), Bengkulu dengan

Yogyakarta (BY), dan Padang dengan

Yogyakarta (PY) dan menunjukkan

semua keturunan hasil persilangan

tersebut tidak ditemukan kaki pengkor

dan pertumbuhan hasil resiprokal nyata

lebih baik dibandingkan dengan puyuh

asli masing-masing daerah (Puyuh asal

Bengkulu (BB),Puyuh asal Padang (PP),

dan Puyuh asal Yogyakarta (YY).

Demikian juga produksi telur hasil

persilangan puyuh dari dua daerah asal

nyata lebih tinggi (P<0,05) dari produksi

telur puyuh asal daerah Bengkulu (BB),

Padang (PP) dan Yogyakarta (YY)

(Kaharuddin dan Kususiyah, 2005b).

Lebih lanjut Kaharuddin dan Kususiyah

(2006) melaporkan bahwa fertilitas

(86,33%) dan daya tetas telur (81,36%)

puyuh persilangan lebih baik dari puyuh

asli masing-masing daerah dengan

rataan fertilitas (79,87%) dan daya tetas

(75,71%).

Berdasar uraian tersebut di atas,

untuk mengevaluasi potensi genetik

puyuh-puyuh persilangan tersebut ,

maka penelitian ini dilakukan dengan

menggabungkan genetik puyuh

persilangan tiga daerah asal dengan cara

mengawinkan puyuh-puyuh hasil

persilangan (F1), yaitu BY (persilangan

puyuh Bengkulu dengan puyuh

Yogyakarta, PB (persilangan puyuh

Padang dengan puyuh Bengkulu, dan PY

(persilangan puyuh Padang dengan

puyuh Yogyakarta) untuk mengetahui

Page 63: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 57

performans produksi telur keturunan

mereka sejak dewasa kelamin hingga

afkir.

MATERI DAN METODE

Parent stock (tetua) pada

penelitian ini digunakan 90 ekor puyuh

pejantan yang terdiri dari puyuh asal

Bengkulu (BB), puyuh asal Padang (PP),

dan puyuh asal Yogyakarta (YY) masing-

masing 30 ekor dan 270 ekor puyuh

betina terdiri dari puyuh hasil

persilangan dari dua daerah yaitu PY,

BY, PB, dan puyuh BB, PP, dan YY

masing-masing 45 ekor. Hasil keturunan

persilangan parent stock yang diterapkan

sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.

digunakan sebagai materi penelitian ini.

Penelitian ini menggunakan

rancangan acak lengkap dengan enam

perlakuan dan tujuh ulangan, masing-

masing ulangan terdiri empat ekor.

Berdasarkan persilangan parent stock

pada Tabel 1. tersebut di atas maka

komposisi genetik keturunan dijadikan

perlakuan, sehingga didapat 6 macam

komposisi genetik sebagai berikut: (G1 )

50%B 25%P 25%Y; (G2) 25%B 50%P

25%Y; (G3 ) 25%B 25%P 50%Y; (G4)

100%B; (G5) 100%P; dan (G6) 100%Y.

Variabel yang diukur adalah : umur

dewasa kelamin , lama masa produksi,

berat telur per butir, jumlah telur , total

berat telur, konsumsi ransum, dan

konversi ransum. Data yang diperoleh

dianalisis keragamannya. Bila perlakuan

berpengaruh nyata, dilakukan uji

Duncans Multiple Range Test pada taraf

0,05.

Tabel 1. Genotipe Puyuh Hasil Persilangan Puyuh Asal Bengkulu (B), Padang (P), Yogyakarta (Y) yang

Digunakan dalam Penelitian

Genotipe Asal Tetua*) Komposisi Genetik Genotipe Keturunan yang Digunakan**)

Jantan Betina Bengkulu (B) Padang (P) Yogyakarta (Y)

G1 BB PY 50% 25% 25%

G2 PP BY 25% 50% 25%

G3 YY PB 25% 25% 50%

G4 BB BB 100%

G5 PP PP 100%

G6 YY YY 100%

Keterangan:

*) Tetua, setiap huruf mewakili 50% genotipe asal daerah

**) untuk genotype keturunan yang digunakan, setiap huruf mewakili 25% genotipe asal daerah

BB = Puyuh asal Bengkulu

PP = Puyuh asal Padang

YY = Puyuh asal Yogyakarta

PY = Persilangan Puyuh asal Padang dengan Puyuh asal Yogyakarta

BY = Persilangan Puyuh asal Bengkulu dengan Puyuh asal Yogyakarta

PB = Persilangan Puyuh asal Padang dengan Puyuh asal Bengkulu

Tabel 2. Umur dewasa kelamin dan lama masa produksi puyuh pada perlakuan komposisi genetik

Komposisi Genetik Umur dewasa kelamin (hari) Lama masa produksi (minggu)

G1 (50%B 25%P 25%Y) 43,17± 0,76 73

G2 (25%B 50%P25%Y) 43,00 ± 1,41 72

G3(25%B 25%P 50%Y) 42,29 ± 1,25 72

G4 (100%B) 42,57 ± 0,53 57

G5(100%P) 43,13 ± 0,90 57

G6(100%Y) 43,43 ± 0,79 71

Page 64: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Komposisi Genetik Hasil Persilangan Puyuh 58

HASIL DAN PEMBAHASAN

Umur dewasa kelamin dan lama

masa produksi pada masing-masing

perlakuan komposisi genetik disajikan

pada Tabel 2. Umur dewasa kelamin

adalah hari dimana puyuh dalam satu

petak kandang telah ada yang bertelur.

Sedangkan lama produksi adalah

lamanya puyuh berproduksi dihitung

sejak puyuh pertama kali bertelur hingga

afkir (produksi telur sudah turun hingga

dibawah 45% selama 2 minggu berturut-

turut).

Umur dewasa kelamin

Hasil analisis ragam

menunjukkan bahwa komposisi genetik

tidak berpengaruh nyata (P>0,05)

terhadap umur dewasa kelamin. Hal ini

menunjukkankan bahwa umur dewasa

kelamin tidak dipengaruhi komposisi

genetik. Secara umum dewasa kelamin

berkisar antara 42,29- 43,43 hari, adalah

tidak jauh berbeda dengan pernyataan

Listiyowati dan Roospitasari (2001)

bahwa dewasa kelamin puyuh adalah

umur 6 minggu (42 hari). Berbagai

informasi menunjukkan bahwa, pada

umumnya bila puyuh telah mulai

bertelur, persentase produksi akan

meningkat terus sampai mencapai

puncak produksi; setelah mencapai

puncak produksi, persentase produksi

akan turun secara perlahan hingga

memasuki masa afkir.

Lama Masa Produksi

Lama masa produksi dihitung

sejak puyuh dewasa kelamin sampai

masa afkir. Pada penelitian ini, puyuh

diafkir bila persentase produksi setiap

perlakuan telah menurun hingga

produksi telah menjadi di bawah 45 %

selama 2 minggu berturut-turut. Terlihat

dari Tabel 2. bahwa lama masa produksi

puyuh persilangan (G1, G2, G3) lebih lama

dibanding puyuh murni (G4, G5, G6).

Lebih lamanya masa produksi puyuh

persilangan dibanding puyuh murni ini

mengindikasikan adanya perbaikan

mutu genetik dengan meningkatnya

heterozigositas dan mengurangi gen

homozigot yang tidak menguntungkan.

Puyuh G1 dengan Komposisi genetik

50% Bengkulu 25% Padang 25%

Yogyakarta adalah yang paling lama

masa produksinya (73 minggu),

sedangkan yang paling singkat lama

masa produksinya adalah puyuh

Bengkulu murni (G4) 57 minggu dan

puyuh Padang murni (G5) 57 minggu .

Diantara puyuh murni, lama masa

produksi puyuh murni Yogyakarta (G6)

71 minggu adalah jauh lebih baik,

namun masih lebih rendah dibanding

puyuh persilangan (G1, G2, G3 ).

Rataan konsumsi ransum, berat

telur per butir, jumlah telur, berat total

telur dan konversi ransum puyuh

ditunjukkan pada Tabel 3.

Konsumsi Ransum

Konsumsi ransum dihitung mulai

puyuh umur 6 minggu sampai afkir.

Tabel 3. Konsumsi ransum, berat per butir telur, jumlah telur, berat total telur ,dan konversi ransum puyuh

Komposisi genetik Konsumsi

ransum (g)

Berat per butir

telur (g butir-1)

Jumlah telur

(butir ekor-1)

Berat total

telur (g)

Konversi

ransum

G1 (50%B 25%G25%Y) 11966± 70,11a 11,09± 0,05c 407,64 ±10,20a 4519 ±111a 2,66 ±0,06

G2 (25%B 50%G25%Y) 11643 ±154,91b 11,10± 0,07c 400,69±9,7a 4447± 91a 2,62 ±0,07

G3(25%B 25%P 50%Y) 11742 ±133,16ab 11,49± 0,10a 394,27± 5,87ab 4531± 65a 2,60 ±0,06

G4 (100% B) 9386 ±50,69c 11,21 ±0,09bc 316,56 ±4,86c 3549 ±50c 2,65± 0,04

G5(100% P) 9558± 37,22c 11,45± 0,10ab 315,92 ±3,96c 3616 ±52c 2,65 ±0,03

G6(100% Y) 11639±100,95b 11,17± 0,12c 377,82±10,46b 4217 ±86b 2,76±0,05

Page 65: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 59

Terlihat dari Tabel 3. bahwa komposisi

genetik berpengaruh nyata (P<0,05)

terhadap konsumsi ransum . Perbedaan

konsumsi ransum ini disebabkan oleh

perbedaan lama masa produksi.

Konsumsi ransum G1 nyata lebih tinggi

dibanding puyuh G2, tetapi tidak

berbeda nyata dibanding puyuh G3.

Selanjutnya konsumsi ransum puyuh G4

dan G5 merupakan yang terendah karena

lama masa produksinya yang paling

singkat. Secara umum bila dilihat

konsumsi hariannya, konsumsi ransum

persilangan (G1 23,40 g ekor -1hari-1, G2

23,1 g ekor -1hari-1, dan G3 23,30 g ekor -

1hari-1) relatif lebih rendah dibanding

puyuh murni (G4 23,52 g ekor -1hari-1, G5

23,96 g ekor -1hari-1, dan G6 23,42 g ekor -

1hari-1).

Berat per butir telur

Berat per butir telur diukur untuk

mengetahui ukuran telur. Hasil analisis

ragam menunjukkan bahwa komposisi

genetik berpengaruh nyata (P<0,05)

terhadap ukuran telur. Ukuran telur

puyuh G3 (11,49 g butir-1) dengan

komposisi genetik 25%B 25%P50%Y

nyata lebih besar dibanding komposisi

genetik G1 (11,09 g butir-1), G3 (11,10 g

butir-1) maupun puyuh murni G4 (11,21 g

butir-1 ), G5 (11,45 g butir-1),G6 (11,17 g

butir-1).

Jumlah Telur

Jumlah telur perlu diketahui

karena di sejumlah daerah penjualan

telur puyuh dengan satuan butir masih

laz pada umim digunakan. Hasil analisis

ragam menunjukkan bahwa komposisi

genetik berpengaruh nyata (P<0,05)

terhadap jumlah telur yang dihasilkan.

Secara umum jumlah telur puyuh

persilangan (G1 407,64 butir, G2 400,69

butir dan G3 394,27 butir) lebih banyak

dibanding puyuh murni (G4 316,56 butir,

G5 315,92 butir , G6 377,82 butir). Lebih

banyaknya jumlah telur yang dihasilkan

puyuh persilangan ini disebabkan puyuh

persilangan memiliki masa produksi

lebih lama dibanding puyuh murni.

Jumlah telur puyuh Bengkulu murni dan

puyuh Padang murni relatif lebih rendah

dibanding puyuh Yogyakarta murni.

Berat Total Telur

Komposisi genetik berpengaruh

nyata (P<0,05) terhadap berat total telur.

Sebagaimana jumlah telur yang

dihasilkan, maka berat total telur puyuh

persilangan juga lebih tinggi dibanding

puyuh murni. Selanjutnya, meskipun

tidak berbeda nyata diantara puyuh

persilangan, berat total telur puyuh G3

(4531 g) meskipun lama masa

produksinya lebih singkat dibanding G1

(4519 g) dan G2 (4447g ) adalah yang

paling tinggi, hal ini disebabkan oleh

ukuran telur yang dihasilkan paling

besar. Selanjutnya berat total telur puyuh

murni Bengkulu dan telur puyuh murni

Padang adalah yang paling rendah, dan

telur puyuh murni Yogyakarta paling

tinggi karena jumlah telur yang

dihasilkan lebih banyak sebagai akibat

lebih lamanya masa produksi.

Konversi ransum

Konversi ransum tidak

dipengaruhi secara nyata (P>0,05) oleh

komposisi genetik. Namun demikian

rataan konversi ransum puyuh G3 adalah

yang paling rendah dan hal ini

menunjukkan bahwa G3 adalah relatif

lebih efisien dalam menggunakan

ransum disbanding perlakuan lain.

SIMPULAN

Performans produksi telur puyuh

persilangan tiga daerah asal lebih baik

dibanding puyuh murni. Puyuh dengan

komposisi genetik (G1) 50%B 25%P25%Y

Page 66: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Komposisi Genetik Hasil Persilangan Puyuh 60

unggul pada lama masa produksi telur

sehingga menghasilkan jumlah telurlebih

banyak, sedangkan puyuh dengan

komposisi genetik (G3) 25%B 25%P 50%Y

unggul dalam menghasilkan berat telur

per butir, berat total telur dan konversi

ransum.

UCAPAN TERIMAKASIH

Kami mengucapkan terimakasih kepada

Sdr. Alex Cheris Rakawa, Sdr. Kusnan

Hadi, Sdr. Ahmad Mukhlis, serta Sdr.

Edwar Yusup atas partisipasinya selama

penelitian berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, M., T. A. Sucahyono, dan D. T.

Sulistiowati. Pengaruh silang

dalam terhadap daya tunas, daya

tetas, dan bobot badan pada

burung puyuh. Fakultas

Peternakan Universitas Gadjah

Mada. Yogyakarta.

Falconer, D. S. 1981. Introduction

Quantitative Genetics. 2nd Ed.

Longmans Group Ltd. London and

New York.

Kaharuddin, D., dan Kususiyah. 2005a.

Performans fenotipe dan genotype

hasil persilangan antara puyuh asal

Bengkulu, Padang dan Yogyakarta.

Laporan Penelitian. Hibah

Penelitian SP4 Batch 1 Jurusan

Peternakan Faperta UNIB.

Kaharuddin, D., dan Kususiyah. 2005b.

Pengaruh jantan dan betina

terhadap produksi, fertilisitas dan

daya tetas telur pada persilangan

antara puyuh asal Bengkulu,

Padang, dan Yogyakarta. Laporan

Penelitian Universitas Bengkulu.

Bengkulu.

Kaharuddin, D. , dan Kususiyah. 2006.

Fertilitas dan daya tetas telur hasil

persilangan antara puyuh,

Bengkulu, Padang dan Yogyakarta.

Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian

Uiversitas Bengkulu. (8) 1: 56-60.

Noor, R. R. 1996. Genetika Ternak.

Cetakan I. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Pramono, R. 2004. Performans

reproduksi dan munculnya kaki

pengkor pada puyuh di beberapa

peternakan puyuh Kota Bengkulu.

Skripsi Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas

Bengkulu.

Rokimoto. July3. 2002. Poultry

breeding/Genetics: inbreed Quail.

www.the.coop.org/wwwboard/dis

cuss/messages/15/6437/html-11k.

Sheridan, A.K. 1986. Selection for

heterosis from reciprocal cross

population: Estimation of the F1

heterosis and its mode of

inheritance. British Poultry Sci. 27:

541-550.

Warwick, E. J., Astuti J. M. dan W.

Hardjosubroto. 1983. Pemuliaan

Ternak. Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta.

Page 67: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 61

Effects of Feeding Kroto (Aerophylla smaragdina), Kricket (Brachytrypes

membranaceus) and Diet Combinations on Live Performance of Young Edible –

Nest Swiftlet (Collocalia fuciphaga)

B. Brata, R. Saepudin, Sutriyono and Lindya

Animal Science Department, Faculty of Agriculture, Bengkulu University

Jl. Raya Kandang Limun, Bengkulu 38371A-Indonesia

Corresponding E-mail: [email protected]

ABSTRACT

The aim of this research was to investigate the performance of young Edible-nest Swiftlet (Collocalia fuciphaga)

fed (Aerophylla smaragdina), cricket (Brachytrypes membranaceus) and diet combinations of 33% cricket, 34%

kroto and 33% of commercial diet/BR1. The observation was started from the bird hatches until it fledges.

Experiment design used was completely randomized design with three treatments and four replications; each

of the replications consists of ten young Edible-nest Swiftlet (Collocalia fuciphaga). The treatments were 100%

kroto, 100% cricket and diet combinations of of 33% cricket (Brachytrypes membranaceus), 34% kroto and 33% of

commercial diet/BR1. The variables measured were feed consumption, body weight, feed conversion and total

loss. Results showed that, there were insignificant effects of feeding kroto, cricket and diet combinations of

33% cricket, 34% kroto and 33% of commercial diet/BR1 on live performance of young Edible-nest Swiftlet,

observed from the bird hatches until it fledges. By the end of the observation, one young Edible-nest Swiftlet

(Collocalia fuciphaga) survived.

Keywords: young edible-nest swiftlet (Collocalia fuciphaga) , kroto and cricket.

INTRODUCTION

Indonesia is one of the biggest

producers for Edible-nest swiftlet

(Collocalia fuciphaga) with the total

production of approximately 105

tones. Two out of twelve species of

swiftlets are widely used; Collocalia

fuciphaga and Collocalia maxima

(Sawitri and Garsetiasih, 2000). The

farming of the Edible-nest Swiftlet

(Collocalia fuciphaga) for their nests is

an important industry for a number

of people all around Indonesia.

Mardiastuti et al. (1999), mentioned

that those species whose nests are

'white' shallow cups and made

almost purely of saliva are produced

by Collocalia fuciphaga.

In Bengkulu, nests of Edible-

nest Swiftlet (Collocalia fuciphaga) is

one of primary incomes in the society

as Edible-nest swiftlet (Collocalia

fuciphaga) annual production is 1.5

tones (Saepudin, 2007a) ; as well as

source of district own revenue

through tax collection. Moreover,

Saepudin (2006) mentioned that

Bengkulu is a potential area to

develop Edible Nest Swiftlet

(Collocalia fuciphaga) industry for its

environment factors.

There are some problems in

developing Edible Nest Swiftlet

(Collocalia fuciphaga) farming such as

inhabited buildings, a decrease of

young Edible Nest Swiftlet (Collocalia

fuciphaga) population and

unavailability of natural food.

According to Wibowo (1995), the

chicks are fed with food balls

Page 68: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Feeding of Young Edible – Nest Swiftlet (Collocalia fuciphaga) 62

regurgitated by mist-netted adults.

After hatching, the chicks are most

likely to have low live percentage;

even though there are numerous

researches on swiftlet diets.

In the wild life, the nestling

period lasts 45 days. Once they have

fledged, the young swiftlets are fully

independent and are no longer fed by

their parents. Furthermore, Wibowo

(1995) mentioned that swiftlets food

is mostly pests for the farmers. Food

for young swiftlets, which is called

Kroto (Aerophylla smaragdina), is

available at pet shop. According to

Widyaningrum et al. (2000), cricket

(Brachytrypes membranaceus) a

domesticated animal is a type of food

for singing birds. The finding of

Mardiastuti (1999) showed that

feeding diet combination of insect

and kroto showed a better weight

gain than single diet feeding.

Saepudin (2007b) revealed that

feeding edible-Nest Swiftlet

(Collocalia fuciphaga) nests given (15%)

on diet had better liveperformance

compared to 10% and 5% Edible Nest

Swiftlet (Collocalia fuciphaga) nests on

diet.

The aim of the research was to

find out the performance of young

Edible Nest Swiftlet (Collocalia

fuciphaga) fed kroto (Aerophylla

smaragdina), cricket (Brachytrypes

membranaceus) and diet combinations.

It was hypothesized that the feeding

treatments would be able to improve

live performance as well as survival

of the bird after hatching until it

fledges.

MATERIAL AND METHODS

The research was conducted in

bird nest building at Sukamerindu of

Sungai Serut district, Bengkulu and

Animal Science Laboratory started

from December, 2007 to January,

2008.

The young edible – Nest

Swiftlet and the diet were weighed

by using Oertling analytical balance

to the nearest 0.01 g. Artificial nests

were used to nestle young edible-

Nest Swiftlet. A modified humidifier

was made of fan and plastic. Foam

was used to put the hatched chicks,

forceps were to select and place feed

inside the mouth of the bird.

Termohygrometer was used to

measure the air temperature and

humidity. There were also lamps and

three units of electric hen hatch used.

Materials used were 120 young

edible-nest Swiftlet, kroto, cricket and

diet combinations of 33% cricket, 34%

Table 1. Nutritional value of the diet

Nutrient Kroto Cricket Combination

(100%) (100%) Cricket (33%) Kroto (34%) BRI(33%)

Protein

Energy

Crude fiber

Calcium

Phosphor

Crude fat

11.09*

3059.10*

2.06*

0.26

0.29

0.71*

60.47**

6172.88**

7.30**

2.20

0.62

8.20**

30.99

4073.74

4.76

1.94

0.94

6.20

Sources: * Mardiastuti (1999)

** Farida et al (2008)

Page 69: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 63

kroto and 33% of commercial

diet/BR1. Stimulant perfume made 1

g of edible-nest Swiftlets nests and 1

litter.of water. Besides this, another of

the material was 96% alcohol

(Rasemut and Rafiko (pesticides).

The electric hatch machine was

set up a day before the research to

stabilize the temperature. The ideal

temperature was maintained at 370C

and 70% of humidity, then the

machine is ready to use.

The birds were transferred

from the electric hen hatch to a

suitable sized box. . The rearing room

was sterilized by using pesticides

(Arcoa and Rasemut) and sprayed by

using 96% of alcohol. Rearing room

was then spayed with stimulant

perfume. The room was equipped

with brooder and the temperature

was set from 26 to 290C and 80 to 90%

of humidity. After two weeks, the

young edible-nest Swiftlet was

transferred to artificial nests attached

to the wall of the bird nest building.

Nutritional value of diet is

presented in Table 1. The young

edible-nest Swiftlets were fed with

kroto, cricket and diet combinations

of 33% cricket, 34% kroto and 33% of

commercial diet/BR1. Kroto was

sorted to separate the old ones and

made free of dirt, and then boiled for

fifteen minutes. The crickets were

removed for legs and heads and then

put under warm water and grinded

finely. The diets were then mixed.

Experiment design used was

completely randomized design with

three treatments and four

replications; each of the replications

consists of ten young Edible-nest

Swiftlet. The treatments were 100%

kroto, 100% cricket and diet

combinations of of 33% cricket, 34%

kroto and 33% of commercial

diet/BR1.

Collected data were analyzed

by using Analysis of variance

(ANOVA). Any significant difference

among treatments was tested by

using Duncan’s Multiple Range Test

(DMRT).

There were thirteen times of

feeding or whenever there was a sign

of hunger and feeding was stopped

when the young Edible-nest Swiftlet

closed its mouth.

Feed consumption of young

Edible-nest Swiftlet was the total feed

given minus the feed available at the

end of the day. The average feed

consumption was measured weekly

(gram/bird). Feed conversion was

measured as total feed consumption

divided by weight gain.

RESULTS AND DISCUSSION

Feed Consumption

The average of feed

consumption on day 1st to 21st is

shown in Table 2. The results showed

that the feeding treatments did not

significantly affect feed consumption

(P>0.05). However, the Table 2

showed that treatment of feeding diet

combinations gave the highest feed

consumption (25.65 g/bird) compared

to cricket (23.22 g/bird) and kroto

(20.68 g/bird).

The feed consumption of diet

combinations is the highest among

treatments. It indicated that the

Page 70: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Feeding of Young Edible – Nest Swiftlet (Collocalia fuciphaga) 64

variations of feed given affected the

amount of feed intake. Therefore, diet

combinations can be an alternative

method of feeding for young Edible-

nest Swiftlet. Moreover, the highest

feed consumption on combination

diet treatment group was due to a

balance energy and protein content

(Table 1)

Yangesa (1997) revealed that

young Edible-nest Swiftlet in wild life

obtains feed of feed balls regurgitated

by mist-netted adults, on average,

contained 1500 to 2000 tiny insects.

As insects, they have chitin which is

indigestible, it is digested by adult

saliva; which is not well developed in

young bird (Mardiastuti, 1999).

Body Weight Gain of Edible-nest

Swiftlet (Collocalia fuciphaga)

The average of weight gain on

day 1st to 21st is shown in Table 2. The

results of statistical analysis showed

that the feeding treatments did not

significantly affected average of

weight gain (P>0.05). Insignificance of

weight gain among feeding

treatments may be due to the diet

combinations. Saepudin (2007b)

revealed that feeding edible-Nest

Swiftlet (Collocalia fuciphaga) nests

(15%), which was mixed in diet gave

better live performance of young

edible Nest Swiftlet.

The combination of diet

treatment perform the highest body

weight gain (2.72g/bird), compared to

that of in cricket group (2.64 g/bird)

and kroto treatment group

(2.45g/bird) The highest weight gain

on combination diet treatment group

was due to a balance energy and

protein content (see Table 1).

Compare to energy and protein

contents in kroto and cricket, it is

clear that combination of kroto,

cricket and BR1 had more balance

energy and protein content.

Moreover, the balance calcium and

phosphor in combination diet

treatment (Table 1) might cause the

body weight gain compared to the

one in calcium and phosphor in kroto

and cricket.

Saepudin (2007c) stated

feeding diet combination of kroto

(50%) and feeding edible-Nest

Swiftlet (Collacalia fuchiphaga) (50%)

might cause body weight gain better

compared to kroto (100%) and

feeding edible-Nest Swiflet (Collacalia

fuchiphaga) (100%).

Feed Conversion

The average of feed conversion

is shown in Table 2. The results of

statistical analysis showed that the

feeding treatments did not

significantly affect feed conversion

(P>0.05). Insignificance of feed

conversion among feeding treatments

indicated that the diets may have

similar efficiency values. It is worth

Table 2. The average of feed consumption, weight gain, and feed conversion on day 1st to 21 st

Variable Average

Kroto Cricket Diet Combination

Feed Consumption 20.68 ±2.57a 23.22±1.04a 25.65±3.78a ns

Weight gain 2.45 ±0.26a 2.64±0.16a 2.72±0.15a ns

Feed conversion 8.43 ±0.30a 8.81±0.44a 9.45±1.40a ns Figures with different letters indicate the group mean is significantly different (P<0.005) The data are show as mean ±SEM

Page 71: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 65

noting that kroto had a lower feed

conversion (8.83) compared to cricket

(9.81).

Feed conversion indicates the

level of food utilization efficiency.

Kroto seemed to be the most efficient

diet for young edible-Nest Swiftlet

among the treatments groups. The

high efficiency of kroto was due to

the lowest feed consumption

contributed to better weight gain

(Table 2). This means that the

combination of low protein (11.09%)

and low energy (3059.10 kcal) made

this diet being the most efficient with

feed conversion was 8.43.

Live young edible-Nest Swiftlet

(Collocalia fuciphaga) that fledges

The number of live edible-nest

swiftlet that fledges is shown in Table

3. In the Table 3, showed that, there

are different numbers of live edible-

nest swiftlet until [fourth] week. In

kroto treatment group, there were 7

birds, in cricket treatment group were

4 birds and combination treatment

group were 6 birds. In the end of the

research period (week-8), there was

only one young edible-Nest Swiftlet

fledges; which was in cricket feeding

treatment group. Survival and

livability of young edible nest swiftlet

on cricket treatment group was the

best of all treatments at the end of the

research period. This might be caused

of the level of protein in cricket was

the most suitable to support live

(60.90%). According to Nugroho and

Sukma (2003), young Edible-nest

Swiftlet requires 55-60% protein to

grow well.

As a matter of fact, swifts are

insectivores. Adriana (1999) reported

that swifts frequently feed on

Hymenoptera, Dyptera, Hemiptera

and Hymenoptera. In Penang

Malaysia, 40.8% of 100-1200 insects

eaten by swifts are Hymenoptera.

Moreover, Nugroho et al. (1991)

revealed that edible-nest swiftlet

(Collocalia fuciphaga) requires 1000 to

5000 insects per day.

CONCLUSION

In conclusion, kroto, cricket

and combinations diet had a non

significant effect on feed

consumption, body weight gain, feed

consumption and the number of live

edible-nest swiftlet that fledges.

However, there was one live edible-

nest swiftlet that fledges in cricket

treatment group.

Table 3. The number of live edible-nest swiftlet that fledges

Week Number of edible-nest swiftlet that fledges

Kroto Cricket Diet combinations

1 25 21 21

2 17 10 15

3 11 7 11

4 7 4 6

5 1

6 1

7 1

8 1* *= live edible-nest swiftlet that fledges

Page 72: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Feeding of Young Edible – Nest Swiftlet (Collocalia fuciphaga) 66

ACKNOWLEDGEMENT

The author greatest thank to

Higher Education that has funded the

research through A2 Research Grant

2007 of Animal Science Department,

Faculty of Agriculture, University of

Bengkulu with contract No:

03/A2/JPT/2007 REFERENCES

Andriana, B. B. 1999. Makanan burung

wallet (Collocalia fuciphaga) rumahan di Kragilan Media Konservasi. Jurnal Ilmiah Bidang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Lingkungan. VI(2) :51-53

Farida, W. R., K. K. Wardani., A. S. Tjakradidjaja, and D. Diapari. 2008. Konsumsi dan penggunaan pakan pada Tarsius (Tarsius bancanus) Betina di Pengakaran. Biodiversitas. 9(2) : 148-151

Mardiastuti, A. 1999. An attempt artificially incubate and raise chicks of edible-nest swiftlets. Media Konservasi. Jurnal Ilmiah Bidang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Lingkungan. VI(2) : 45-49

Mardiastuti., A. Djanglot, Y. A. Mulyani, and A. Nugraha.1999. Pengelolaan pasca panen sarang burung wallet. Media Konsevasi. Jurnal Ilmiah Bidang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Lingkungan. VI(2) : 69-72

Nugroho, E. W. I., S.S Whendrato, and I.M. Madyana. 1991. Budidaya Walet di Malaysia. Eka Offset, Semarang.

Nugroho, H. K. and E. S. Sukma. 2003 Sarana Budidaya Walet. Penebar Swadaya, Jakarta.

Saepudin, R. 2006. Studi habitat makro burung walet (Collocalia sp) di Kota Bengkulu. Jurnal Peternakan Indonesia. 1(1) : 8-16

Saepudin, R. 2007a. Pengaruh kosentrasi larutan hidrogen peroksida (H2O2) terhadap derejat putih dan nilai gizi sarang burung walet sarang hitam (Collocalia maxima). Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 2 (1) : 40-44.

Saepudin, R. 2007b. Kajian tentang penetasan telur walet (Collocalia fuciphaga). Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 2 (2) : 73-78

Saepudin, R. 2007c. Penggunaan kroto dengan sarang walet sebagai pakan untuk meningkatkan daya tahan hidup anak walet (Collocalia fuciphaga). Jurnal Ilmu – Ilmu Pertanian. Edisi Khusus (2) : 235-240

Sawitri, R and R. Garsetiasih 2000. Studi populasi, habitat serta produktivitas burung walet putih (Collocalia fuciphaga) di Gombong Selatan Jawa Tengah. Buletin Penelitian Hutan Visi dan Misi P3H & KA. (620) : 37-49

Wibowo, S. 1995. Budidaya Sarang Walet. Penebar Swadaya, Jakarta.

Widiyaningrum, P., A. M. Fuah , D T H. Sihombing and A.

Djuhara. 2000. Pengaruh sex Rasio dan jenis pakan terhadap produksi dan daya tetas telur tiga jenis jangjrik lokal. Gryllus miratus Burn, Gryllus bimaculatus De Geer, dan Gryllus testaceus Walk (Orthoptera: Gryllide). Jurnal Ilmiah. Ilmu Perternakan, 24 (2) : 75-80.

Yangesa, I. 1997. Penetasan telur dan pemeliharaan anakan burung walet sarang putih (Collocolia fuchiphaga). Skripsi. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 73: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 67

Pengaruh Suplementasi Prekusor Karnitin (Niasin Dan FeSO4)

dalam Ransum Berbasis Enkapsulasi Minyak Ikan Lemuru terhadap

Perlemakan Darah Ayam Broiler

Effect of Supplementation of Carnitine Precursor (Niasin and FeSO4) into Rations as A

Lemuru Fish Oil Encapsulation on Broiler Blood Serum

Yosi Fenita

Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Jl WR Supratman Kandang Limun Bengkulu Telp 21170 ext 219

email: [email protected]

ABSTRACT

The aims of study was to evaluate the effect of supplementation of carnitine precursor (Niasin and FeSO4) into rations as a lemuru fish oil encapsulation to broiler blood serum. The experiment was using Random completely design with 6 treatment and 3 replicatin, each consist of 10 broiler. A level that used in the experiment was PO ; commerial ration, P1 : basal ration + 2% of lemuru fish oil encapsulation. P2 : basal ration + 2% lemuru fish oil encapsulation + 35 mg of niasin + 80 mg of FeSO4 , P3 : basal ration +2% of lemuru fish oil encapsulation + niasin 35 mg + FeSO4 160 mg, P4 : ransum basal + 2% of lemuru fish oil encapsulation + niasin 35 mg + FeSO4 160 mg. P5 : ransum basal + 2% of lemuru fish oil encapsulation + niasin 70 mg + FeSO4 160 mg. Blood serum broiler was taken from vena brachialis . The data that analyzed of variance (Anova), if there is a significant effect, it was tested by orthogonal contrast (Steel and torrie, 1993) some variable that observed were cholesterol. Trigliserida, LDL (Low density lipoprotein) and HDL (Hgh density lipoprotein) of broiler blood serum. The result shown that significant (P<0.01) to decrease cholesterol of blood serum but no significant (P>0.05) in decreasing triglyserida and LDL and also no significant (P>0.05) in increasing HDL of broiler blood serum. The conclution, supplementation of carnitine precursor can dereasing of blood serum but does not decreasing triglyserida and LDL of blood serum and also can not increasing HDL of broiler blood serum. Key word : precursor carnitine,cholesterol, triglyseride, LDL dan HDL blood serum broiler

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian prekusor karnitin (Niasin dan FeSO4)

dalam ransum yang berbasis enkapsulasi minyak ikan lemuru terhadap perlemakan darah ayam broiler..

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan. Masing-

masing ulangan terdiri dari 10 ekor ayam. Level yang digunakan pada penelitian ini adalah P0: ransum

komersial, P1: ransum basal + 2% enkapsulasi minyak ikan lemuru , P2: ransum basal +2% enkapsulasi

minyak ikan lemuru + Niasin 35mg + FeSO4 80 mg, P3 : ransum basal +2% enkapsulasi minyak ikan lemuru +

niasin 35 mg + FeSO4 160 mg, P4 : ransum basal +2% enkapsulasi minyak ikan lemuru + niasin 35 mg + FeSO4

160 mg. P5 : ransum basal +2% enkapsulasi minyak ikan lemuru + niasin 70 mg + FeSO4 160 mg Sampel darah

diambil melalui vena brachialis pada akhir penelitian. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam

(ANOVA), bila terdapat pengaruh yang nyata diuji dengan kontras orthogonal (Steel and Torrie, 1993).

Variabel yang diamati adalah kolesterol, trigliserida, LDL (Low Density Lipoprotein ) dan HDL (High Desity

Lipoprotein) serum darah ayam broiler. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi prekusor karnitin

(Niasin dan FeSO4) secara nyata (P<0,01) dapat menurunkan kolesterol serum darah broiler, tetapi berbeda

tidak nyata (P>0,05) menurunkan trigliserida dan LDL dan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05) untuk

meningkatkan HDL serum darah ayam broiler. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa suplementasi prekusor

karnitin (Niasin dan FeSO4) dapat menurunkan kolesterol serum darah tetapi tidak menurun trigliserida dan

LDL serum darah dan tidak dapat meningkatkan HDL serum darah ayam broiler. Kata kunci ; prekursor karnitin, Kolesterol, trigliserida, LDL dan HDL serum broiler

Page 74: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Suplementasi Prekusor Karnitin 68

PENDAHULUAN

Meningkatnya kesadaran

masyarakat akan gizi menyebabkan

semakin meningkatnya permintaan akan

produk daging dengan kualitas karkas

yang baik yaitu dengan kadar lemak

rendah, kadar kolesterol rendah, dan

kandungan asam lemak yang tinggi serta

kadar protein yang tinggi. Untuk

memenuhi permintaan akan daging yang

berkualitas dapat dilakukan dengan cara

memodifikasi pakan yang diberikan

pada ayam broiler. Minyak merupakan

salah satu sumber energi pendukung

pakan unggas. Suplementasi minyak

dalam pakan merupakan suatu metode

yang paling cocok untuk memenuhi

kebutuhan energi yang tinggi pada

pakan unggas. Minyak yang dapat

diberikan pada unggas berasal dari

minyak nabati (minyak kelapa, minyak

sawit, minyak jagung) dan minyak ikan

(diantaranya minyak ikan lemuru).

Pemberian minyak ikan lemuru dalam

ransum ayam broiler dapat

meningkatkan kandungan asam lemak

Omega-3 yaitu EPA (Eioksapentaenoat)

dan DHA (Dokosaheksaenoat) karena

minyak ikan lemuru kaya akan asam

lemak Omega-3 (Fenita et al 2005, Fenita

et al 2010, dan Fenita et al 2011 ; Sudibya,

1998). Hasil penelitian Supadmo (1997)

menunjukkan bahwa minyak ikan

lemuru mengandung EPA sebesar 23, 72

g/100g asam lemak dan DHA sebesar

6,09 g/100g asam lemak, sedangkan

Fenita (2010) memperoleh kisaran yang

hampir sama yaitu 24,05 g/100 g asam

lemak untuk EPA dan 8,46/100 g asam

lemak untuk EPA dan 8,46 g/100g asam

lemak untuk DHA. Supadmo (1997)

menyatakan bahwa pemberian minyak

ikan lemuru pada taraf 4% akan

meningkatkan asam lemak Omega-3

daging terutama EPA dan DHA

dibanding yang tidak diberikan,

sementara Fenita (2002) dengan

pemberian 3% ternyata mampu

meningkatan kadar EPA dan DHA

Enkapsulasi minyak ikan

merupakan metode yang tepat

digunakan untuk efisiensi pemanfaatan

minyak ikan karena sifat fisik minyak

ikan yang encer dan sulit tercampur

dengan pakan. Enkapsulasi bertujuan

untuk mencegah terjadinya kerusakan

lemak akibat proses oksidasi (Permadi et

al,.2002 ; Fenita et al 2010 dan Fenita et al,

2011). Pada ayam broiler kelebihan

energi karena konsumsi energi yang

lebih akan diubah menjadi lemak tubuh

(Wahyu, 1992). Untuk mengurangi

kandungan lemak dan kolesterol yang

tinggi dapat dilakukan dengan

menggunakan prekusor karnitin,

sehingga lemak dapat diubah menjadi

energi dan menurunkan kadar kolesterol

(Fenita, 2002).

Karnitin (β hidroksi –γ- N-

trimetil butirat) (CH3) 3N+ - CH2- CH(OH)

- CH2 - COO- merupakan senyawa yang

tersebar luas dan banyak dijumpai

dengan jumlah yang melimpah terutama

dalam otot, berperan sebagai zat

penghantar dalam transport asam lemak

jenuh berantai panjang dan menengah ke

dalam mitokondria, dioksidasi untuk

menghasilkan energi (Michalak dan

Qureshi, 1990). Tersedianya karnitin

dalam tubuh dapat disintesis dengan

menggunakan prekusor karnitin seperti

lisin, metionin, niasin, piridoksin dan

FeSO4. Feller dan Rudman (1998),

menyatakan bahwa sintesis karnitin

membutuhkan 4 atom karbon dari lisin

dan gugus metilnya berasal dari

metionin, juga mmbutuhkan ko-faktor

untuk aktifitas enzim yaitu Vitamin C,

folasin dan mineral Fe.

Kolesterol di dalam darah

terdapat bersama dengan trigliserida,

Page 75: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 69

fosfogliserida, fosfolipid dan apoprotein

membentuk lipoprotein. Menurut Piliang

dan Djojosebagio (1990) lemak dibawa

melalui plasma dalam bentuk

lipoprotein. Oleh karena plasma

merupakan media bersifat cair (aqueous),

maka lemak tidak dapat diangkut tanpa

adanya suatu zat perantara yaitu

kelompok protein yang mempunyai

kemampuan untuk mengikat lemak

seperti : chylomicrom, lipoprotein

dengan desintas sangat rendah (Very

Low Density Lipoprotein, VLDL),

lipoprotein dengan densitas tinggi (High

Density Lipoprotein, HDL).

Suplementasi metionin 0,08% dan

lisin 0,20 % ke dalam ransum ayam

broiler dapat menurunkan trigliserida

dan kolesterol serum darah (Supadmo,

1997). Fenita (2005) memperlihatkan

bahwa suplementasi metionin sebesar

0,75% dan lisin sebesar 2,2% dapat

menurunkan total lipid, kolesterol, LDL

trigliserida dan dapat meningkatkan

HDL serum darah ayam ras pedaging.

Suteky dan Fenita (2010)

memperlihatkan bahwa pemberian

niasin pada taraf 1000 mg pada ternak

puyuh dapat menurunkan trigliserida

sebesar 26,87%, kadar kolesterol sebesar

40,16%, LDL sebesar 45% dan dapat

meningkatkan HDL serum darah puyuh

sebesar 37,77%.

Level lisin 2,2 % dan metionin

0,75 % yang digunakan adalah

berdasarkan hasil penelitian Fenita

(2002), sedangkan untuk vitamin C

sebesar 250 mg adalah berdasarkan hasil

penelitian Supadmo (1997) menyatakan

bahwa pemberian vitamin C sebesar 250

mg dapat menurunkan trigliserida dan

kolesterol serum darah ayam ras

pedaging. Pada penelitian ini level niasin

dan FeSO4 yang digunakan berdasarkan

rekomendasi NRC (1994). Diharapkan

dalam penelitian ini diketemukan level

Niasin dan FeSO4 yang paling baik

sebagai prekusor karnitin untuk

mengoptimumkan oksidasi lemak

sehingga dapat menrunkan kadar lemak

dan kolesterol ayam pedaging.

Penelitian ini bertujuan untuk

melihat pengaruh pemberian prekusor

karnitin (Niasin dan FeSO4) dalam

ransum yang berbasis enkapsulasi

minyak ikan lemuru terhadap

perlemakan darah ayam broiler.

Suplementasi prekusor karnitin (Niasin

dan FeSO4) pada level 1x NRC (35mg, 80

mg) sampai 2x NRC (70 mg, 160 mg)

diharapkan dapat menurunkan

trigliserida, kolesterol dan LDL (Low

Density Lipoprotein) dan dapat

meningkatkan HDL (High Density

Lipoprotein ) serum darah ayam broiler.

MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di

kandang Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Bengkulu. Alat yang

digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

tempat pakan, tempat minum, ember,

brooding, kandang dengan lantai litter,

plastic, jarum suntik , label dan termos

es. Sedangkan bahan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah 180 ekor

ayam broiler, jagung tepung ikan,

bungkil kedelai, dedak padi, polard,

mineral mix, enkapsulasi minyak ikan

lemuru, metionin, lisin, vitamin C,

Niasin dan FeSO4.

Penelitian ini menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan

6 perlakuan dan ulangan, setiap unit

perlakuan menggunakan 10 ekor ayam.

Keenam perlakuan pakan tersebut, yaitu:

P0 = Ransum komersial (kontrol)

P1 = Ransum basal + enkapsulasi

minyak ikan 2%

P2 = Ransum basal + enkapsulasi

minyak ikan2% + niasin 35 mg +

FeSO4 80 mg

Page 76: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Suplementasi Prekusor Karnitin 70

P3 = Ransum basal + enkapsulasi

minyak ikan 2% + niasin 35 mg +

FeSO4 160 mg

P4 = Ransum basal + enkapsulasi

minyak ikan 2% + niasin 70 mg +

FeSO4 80 mg

P5 = Ransum basal + enkapsulasi

minyak ikan 2% + niasin 70 mg +

FeSO4 160 mg

Sebelum penelitian dimulai, kandang

dibersihkan terlebih dahulu dan

disanitasi dengan desinfektan. Sebelum

DOC datang dilakukan pengapuran dan

tempat pakan dan tempat minum

dibersihkan dengan menggunakan

disinfektan. Pembuatan enkapsulasi

menggunakan minyak ikan lemuru

sebagai bahan utama yang didapatkan

dari PT Bali Manyu Desa Nagara Bali

dan sebagai penyalut digunakan pollard,

dan pengelmulsi digunakan gelatin dan

tween 80. Pembuatan enkapsulasi

dilakukan dengan cara sebagai berikut :

bahan penyalut pollard 75% dan gelatin

25% dicampur dan diaduk sampai

merata, kemudian masukkan minyak

ikan sebanyak 25% aduk sampai

homogen. Kemudian tambahkan tween

80 sebanyak 10% dan minyak ikan dan

aduk sampai homogen. Setelah itu

dikeringkan dengan menggunakan hair

dryer. Ransum disusun dengan

imbangan protein 20-21% dan energi

metabolis 3000-3200 kkal/kg (Wahyu,

1992). Sumber minyak yang digunakan

adalah minyak ikan lemuru, 3%

enkapsulasi. Ayam yang digunakan

adalah broiler sebanyak 180 ekor. Pada

umur 1-3 minggu menggunakan pakan

komersial dan pada umur 3-6 minggu

menggunakan pakan perlakuan, yang

diberikan ad libitum. Enkapsulasi minyak

ikan lemuru dicampurkan kedalam

ransum basal dengan level 2 %.

Pengambilan sampel darah dilakukan

pada ayam berumur enam minggu.

Pengambilan sampel darah lewat vena

brachialis selanjutnya dianalisis kadar

kolesterol, trigliserida, HDL dan LDL

serum darah ayam. Data yang diperoleh

dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA)

bila berpengaruh nyata diuji lanjut

dengan kontras Ortogonal (Steel dan

Torrie, 1993). Penentuan kadar kolesterol darah

dilakukan dengan prosedur Enzymatic Endpoint Method, dengan satuan mg/dl.

Kadar trigliserida serum darah ayam broiler

Penentuan kadar trigliserida dengan menggunakan GPO-PAP satuan mg/dl.

Kadar HDL (High Density Lipoprotein) serum darah ayam broiler

Prosedur analasis HDL-Kolesterol juga menggunakan metode CHOD-PAP (Cholesterol axidase-p-aminophezone), satuan mg/dl.

Kadar LDL (Low Density lipoprotein) serum darah ayam broiler

Prosedur analisis LDL-Kolesterol menggunakan metode Fully Enzymatic, Calorimetric test, dengan satuan mg/dl.

Tabel 1. Komposisi nutrisi bahan penyusun ransum

Bahan pakan Protein (%) Energi (Kkal/kg) SK (%) Lemak

(%)

Ca (%) P (%)

Jagung 1)

Dedak1)

Tepung ikan 1)

B kedelai 1)

Min. supl2)

Enkapsulasi 3)

9,27

13,81

58,88

40,55

0

14,87

3340

1630

2728

2843

0

5273

2,82

5,49

3,15

5,65

0

0

3,90

4,85

8,15

1,92

0

22,475

0,06

0,1

3,1

0,21

32,50

0

0,29

0,94

2,15

0,11

10

0

sumber 1)Fenita (2005) 2)Label mineral suplemen 3) Fenita ( 2010)

Page 77: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 71

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rata-rata kadar kolesterol darah

ayam broiler pada setiap perlakuan akhir

penelitian disajikan pada Tabel 3.

Hasil sidik ragam menunjukkan

bahwa suplementasi Niasin dan FeSO4

dalam ransum berpengaruh sangat nyata

(P<0,01) terhadap kolesterol serum darah

ayam broiler. Berdasarkan uji lanjut

kontras orthogonal didapatkan bahwa

kolesterol serum darah P0 (ransum

komersial) sebagai control sangat nyata

(P>0,01) lebih tinggi perlakuan yang

diberikan enkapsulasi minyak ikan

lemuru. Hal ini menunjukkan bahwa

suplementasi prekusor karnitin yang

berbasis enkapsulasi minyak ikan

lemuru dapat menurunkan kadar

kolesterol serum darah ayam broiler. Hal

ini disebabkan oleh prekusor karnitin

yang mempunyai peran sebagai zat

penghantar dalam transport asam lemak

jenuh berantai panjang dan menengah ke

dalam mitokondria, dioksidasi guna

menghasilkan energy (Michalak dan

Qureshi, 1990). Hasil penelitian Suteky

dan Fenita (2010) menunjukkan bahwa

pemberian Niasin selama 14 minggu

dengan level 100mg/kg dapat

menurunkan kolesterol serum darah

ayam puyuh sebesar 39,83 mg/dl atau

34,05%. Pada P1 (ransum basal

+enkspsulasi 2%) tidak berbeda nyata

(P>0,05) dengan P2,P3,P4 dan P5 yang

diberikan suplementasi Niasin dan

FeSO4.

Menurut Harper (1995) kerja

Niasin akan menghambat proses

perubahan asam asetat dalam bentuk

KoA menjadi asam mevalonat sehingga

dapat menurunkan kadar kolesterol. Hal

Tabel 3. Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDl dan LDL darah ayam broiler pada akhir Penelitian

Peubah P0 P1 P2 P3 P4 P5 ket

Kolesterol 157,51a 130,77b 130,69b 130,67b 122,89b 117,45b **

Trigliserida 156,21 147,96 147,44 143,85 140,50 141,98 ns

HDL 38,38 37,45 37,71 35,73 37,32 37,17 ns

LDL 76,87 67,41 62,85 60,27 63,37 57,93 ns

Keterangan P0 = Ransum komersial (kontrol), P1 = Ransum basal + enkapsulasi minyak ikan 2%, P2 = Ransum basal + enkapsulasi minyak ikan2% + niasin 35 mg + FeSO4 80

mg, P3 = Ransum basal + enkapsulasi minyak ikan 2% + niasin 35 mg + FeSO4 160 mg, P4 = Ransum basal + enkapsulasi minyak ikan 2% + niasin 70 mg + FeSO4 80 mg, P5 =

Ransum basal + enkapsulasi minyak ikan 2% + niasin 70 mg + FeSO4 160 mg, superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata

(P<0,01)

Tabel 2. Susunan ransum dan kandungan nutrisi ransum penelitian

Komposisi

P0 P1 P2 P3 P4 P5

R. Komersil BR

Jagung - 67 67 67 67 67

Dedak - 3 3 3 3 3

Tepung ikan - 14 14 14 14 14

B kedelai - 12 12 12 12 12

Min. supl 2 2 2 2 2

Enkapsulasi 2 2 2 2 2

Total 100 100 100 100 100

Suplementasi

Lisin (%) - - 2,2 2,2 2,2 2,2

Metionin (%) 0,75 0,75 0,75 0,75

Vit C (mg) 250 250 250 250

Niasin (mg) 35 35 35 35

FeSO4 (mg) 80 80 80 80

Protein (%) 21,5 20,031 20,031 20,031 20,031 20,031

EM (kkal/kg) 3100 3115,24 3115,24 3115,24 3115,24 3115,24

Serat kasar (%) 3 3,173 3,173 3,173 3,173 3,173

Kalsium 0,9 1,152 1,152 1,152 1,152 1,152

Phospor 0,7 0,73 0,736 0,736 0,736 0,736

Lemak 4 4,727 4,727 4,727 4,727 4,727

Page 78: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Suplementasi Prekusor Karnitin 72

yang sama disampaikan oleh Bhagavan

(1992), niasin mampu menurunkan

kadar kolesterol melalui penghambatan

proses VLDL dari hati dan menekan

mobilisasi sinergis dan asam empedu

atau HMG-CoA. Demikian pula menurut

Linder (1992) bahwa salah satu fungsi

niasin adalah sebagai flushing

(menurrunkan kadar kolesterol serum).

Fungsi sentral zat besi dalam tubuh

adalah mengangkut oksigen pada

tingkat hemoglobin, myoglobin, system

cytochrome dan secara pasti dari enzim-

enzim oksidatif (Abbas, 2009).

Sedangkan Feller dan Rudman (1998),

menyatakan bahwa sintesis karnitin

membutuhkan 4 atom karbon dari lisin

dan gugus metilnya berasal dari

metionin, juga membutuhkan ko-faktor

untuk aktivitas enzim yaitu Vitamin C,

niasin, folasin dan mineral Fe.

Kadar Trigliserida Serum Darah ayam

Broiler

Rata-rata kadar trigliserida serum

darah ayam broiler pada setiap

perlakuan selama penelitian disajikan

pada Tabel 3. Hasil analisis ragam

menunjukkan bahwa suplementasi

Niasin dan FeSO4 dalam ransum tidak

nyata (P>0,05) menurunkan trigliserida

serum darah ayam broiler. Secara

kuantitatif menunjukkan bahwa

suplementasi niasin dengan level 30mg

sampai 70 mg dan FeSO4 dengan level

80mg sa,pai 160mg cenderung

menurunkan kadar trigliserida serum

darah ayam broiler.

Menurut Butler (1971) dalam

Abbas (2009) besi bertanggung jawab

untuk mengikat 02 pada hemoglobin dan

myoglobin, diintegrasikan dari enzim

dan koenzim yang terdapat pada krista

mitokondria, dan bertanggug jawab

pada tahap akhir dari oksidasi asam

lemak, karbohidrat, asam amino dan

menghasilkan energy yang dibutuhkan

oleh tubuh hewan dalam bentuk ATP.

Capuzzi et al. (2004) dan Morgan et al.

(2004) menyatakan pemberian niasin

pada dosis tertentu dapat menurunkan

kadar trigliserida sebesar 20-50%.

Sedangkan hasil penelitian Apriani

(2005) menujukkan bahwa pemberian

niasin selama 14 minggu pada level

100mg/kg dapat menurunkan kadar

trigliserida serum darah puyuh sebesar

40,17 mg/dl, sedangkan pada penelitian

ini walaupun secara statistik tidak

berbeda nyata tetapi pemberian niasin

dengan level 70 mg dan FeSO4 dengan

level 160 mg dapat menurunkan kadar

trigliserida serum darah ayam broiler

sebesar 15,17 mg/dl atau 11,18%.

Kadar HDL (high density lipoprotein)

serum darah ayam broiler

Hasil analisis ragam

menunjukkan bahwa pemberian niasin

dan FeSO4 dalam ransum berpengaruh

tidak nyata (P>0,05) terhadap HDL

kolesterol serum darah. Hasil rata-rata

HDL menunjukkan bahwa pemberian

prekusor karnitin yaitu niasin dan FeSO4

tidak meningkatkan kadar HDL, ini

dilihat pada Tabel 3. Bahwa hasil rataan

pada settiap perlakuan relative sama.

Hasil penelitian Wink et al. (2002),

menunjukkan bahwa pemberian niasin

sebanyak 790 mg/hari – 1500 mg/hari

pada ayam broiler dapat meningkatkan

kadar HDL sebesar 18%- 29%.

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian

Apriani (2005) menunjukkan bahwa

pemberian niasin 1000mg/kg pada

puyuh selama 14 minggu mampu

meningkatkan kadar HDL sebesar 13,97

mg/dl atau 37,77%.

Niasin dapat menimbulkan efek

terapeutik yang berasal dari inhibisi

terhadap pluksus asam lemak bebas dari

jaringan adipose, yang mengurangi

pembentuk lipoprotein pembawa

kolesterol, VLDL, IDL, LDL (Murray et

Page 79: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 73

al. 2003). Menurut Morgan et al. (2004)

adanya perbedaan formulasi niasin akan

mempengaruhhi penyebaran partikel

HDL, dimana partikel HDL akan

mengurangi konsentrasi kolesterol

bebas, kolesterol ester dan phospolipid.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

suplementasi niasin dengan level 35 mg

sampai 70 mg dan FeSO4 dengan level 80

mg samapi 160 mg cenderung

menurunkan kadar HDL serum darah

ayam broiler.

LDL (low density lipoprotein) serum

darah ayam Broiler

Hasil analisis ragam

menunjukkan bahwa pemberian niasin

dan FeSO4 dalam ransum berpengaruh

tidak nyata (P>0,05) terhadap LDL

kolesterol serum darah yam broiler.

Konsentrasi LDL yang paling rendah

terdapat pada P5 (Niasin 70 mg + FeSO4

160 mg) yaitu 57,93 mg/dl kemudian

diikuti oleh P3 (Niasin 70mg + FeSO4

80mg) sebesar 60,27 mg/dl, P2 (Niasin 35

mg + FeSO4 80 mg) sebesar 62, 85 mg/dl ,

P4 (Niasin 35 mg + FeSO4 160 mg)

sebesar 63,37 mg/dl, P1 (Ransum basal +

enkapsulasi 2%) sebesar 67,41 mg/dl dan

P0 (control) sebesar 76,87 mg/dl yang

secara statistic tidak berbeda nyata.

Meskipun secara statistic tidak berbeda

nyata namun suplementasi niasin

dengan level 30mg samapi 70 mg dan

FeSO4 dengan level 80mg sampai 160 mg

cenderung menurunkan kadar LDL

serum darah ayam broiler. Penelitian

Sudibya (1998) yang menunjukkan

bahwa pemberian minyak ikan lemuru

4% pada ransum basal ayam petelur

dapat menurunkan kadar LDL –

kolesterol darah dari 49,75 mg/dl

menjadi 32,15 mg/dl. Pada penelitian ini

walaupun secara statistic tidak berbeda

nyata tetapi pemberian prekusor karnitin

yaitu niasin 70 mg dan FeSO4 160 mg

dapat menurunkan LDL-kolesterol darah

sebesar 18,94 mg/dl atau 32,69%.

Hasil penelitian Wink et al. (2002),

menunjukkan bahwa pemberian niasin

1500 mg/kg dapat mengurangi LDL

kolesterol. Demikian pula hasil

penelitian Suteky dan apriani (2009)

menunjukkan bahwa pemberian niasin

1000 mg/kg pada puyuh selama 14

minggu dapat menurunkan kadar LDL

serum darah puyuh sebesar 38,95 mg/dl.

FeSO4 dalam tubuh manusia dan hewan

terdapat dalalm sel darah merah sebagai

komponen Hb (Hemoglobin) yakni

sebesar 2,0-2,5 gram. FeSO4 merupakan

mikromineral yang paling banyak

daklam tubuh baik manusia atau hewan

(Linder, 1992). Pada penelitian ini dapat

dilihat bahwa peranan niasin dan FeSO4

sebagai prekusor karnitin yang dapat

mengaktifkan enzim-enzim pembentuk

karnitin belum berfungsi dengan

optimal. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa pemberian niasin

dan FeSO4 pada lelevel 1x NRC (Niasin

35 mg, FeSO4 80 mg) dan 2x NRC (Niasin

dan FeSO4 160 mg) cenderung

menurunkan kadar LDL serum darah

ayam broiler.

SIMPULAN

Bedasarkan hasil dan

pembahasan dapat diambil kesimpulan

bahwa suplementasi niasin 35 mg, 70 mg

dan FeSO4 80 mh, 160 mg dapat

menurunkan kadar kolesterol darah

tetapi tidak menurunkan trigliserida,

LDL dan tidak meningkatkan kadar

HDL serum darah ayam broiler. Dan

disarankan untuk dilakukan lanjutan

dengan meningkatkan pemberian level

niasin dan FeSo4 untuk optimalisasi

pemberian prekursor karnitin terhadap

perlemakkan darah.

Page 80: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

| Pengaruh Suplementasi Prekusor Karnitin 74

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, H. M. 2009. Fisiologi

Pertumbuhan Ternak. Andalas

University Press. Cetakan I Padang

Capuzzi D.M.,J.M. Morgan, C.M. Carey,

c. Intenzo, T.Tulendo, D.kearney,

K.Walker, M.D.Creeman. 2004.

Resuvastation alone or with

extended-release niacin ; a new

therapeutic option for patients with

combined hyperlipidemia. Prev

Cardiol 7 (4) ; 176-181.

Feller A.G and d. Rudman. 1998. Role of

carnitin in human nutrition,

J.Nutr.118 ; 541-547

Fenita, Y. 2002. suplementasi lisin dan

metionin serta minyak ikan lemuru

ke dalam ransum berbasis

hidrolisat bulu ayam terhadap

perlemakkan dan pertumbuhan

ayam ras pedaging. Disertasi

Institut Pertanian Bogor, Bogor

Fenita, Y., I. Badarina dan E tamsar. 2005.

Uji kerusakkan ransum ayam

petelur yang menggunakan

minyak ikan lemuru (sardinella

longiceps) dengan penambahan

bawang putih sebagai antioksidan

alami selama penyimpanan. Jurnal

Ilmu-Ilmu Peternakan 8(4) : 279-

290.

Fenita, Y., U. Santoso, S. Winarsih, D.

Bahtiar, D. Silvia. 2010.

Pemanfaatan lumpur sawit

fermntasi tinggi b karaten dengan

suplementasi asam amino kritis

dan ankapsulasi minyak lemuru

terhadap performans produksi dan

kualitas telur. Laporan Penelitian

strategis nasional Universitas

Bengkulu. Bengkulu

Fenita, Y., B. Brata dan R. Dennis. 2011.

Pengaruh enkapsulasi minyak Ikan

lemuru dalam ransum berbasis

Lumpur sawit fermentasi

Terhadap upaya pengurangan

pencemaran lingkungan pada

usaha ayam petelur. Proseding

Seminar nasional dan rapat

tahunan dekan. Bidang ilmu-ilmu

Pertanian Badan Kerjasama

Perguruan tingi Negeri (BKS-PTN)

Wilayah Barat.

Harper. 2002. Biokimia (harpers Review

of biochemistry). Edisi 23

(Terjemahan I Darmawan).

Penerbit Buku kedokteraan. EGC.

Jakarta,

Linder, C. M. 1992. Biokimia Nutrisi dan

Metabolisme dengan pemakaian

secara klinis. Penerjemah A

prakasi. UI Press, Jakarta.

Michalak, A. And I.A.Qureshi. 1990.

Plasma and uninary levels of

hyperammonemia and the effect of

sodium benzoat treatmant.

Biochemical medicine and

Metabolic Biology 43 ; 163-174

Morgan, JM., C.M Carey, D.M.Capuzzi.

2004. The effect of niacin on

lipoprotein subclass distribution.

Prev cardiol 7 (94) : 182-187

Murray, R.K., K.G. darly, A.M. Peter and

W.R.Victor.2003. Biokimia Harper

(Harpers Review of Biochemistry)

Edisi 25. Penerbit buku

kedoktereran EGC, Jakarta

NRC. 1994. Nutrient Requirments of

Poultry 9 th. Rev. Edn. National

Academy Press. Washington, D.C.

Pilliang, W.G. dan S. Djojosoebagio 1990.

Fisiologi Nutrisi. Vol I.

Departement pendidikan dan

kebudayaan. Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi. Pusat Antar

Universitas Ilmu Hayat. Institut

Pertanian Bogor. Bogor

Permadi. A. Suwatjo, D.m Rasyid,

M.H.A., Suyana, I.N., Djazuli, N.,

Jatmiko, Y.A. B. 2002. Stabilitas

emulsi dan efesiensi enkapsulasi

minyak ikan lemuru (sardinellla

Page 81: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

ISSN 1978 - 3000

Jurnal Sain Peternakan Indonesia Vol. 6, No. 1. Januari – Juni 2011 | 75

longiceps) http://rudyet

tripod.com/sem 1 023/group b 123.

Htm 29 November 2002.

Steel, T.Y and Torrie. 1993. Prinsip dan

Prosedur Statistik Suatu

Pendekatan Biometrik. Pt

Gramedia Pustaka Utama,Jjakarta.

Sudibya. 1998. Manipulasi kadar

kolesterol dan asam lemak omega-

3 telur ayam melalui penggunaan

kepala udang dan minyak ikan

lemuru. Disertasi program Pasca

sarjana. IPB. Bogor

Sudibya. 2002. Penggunaan kepala

udang terhidrolisis dan minyak

ikan lemuru dalam ransum

terhadap kadar asam lemak

omega-3 dan kolesterol daging

ayam broiler. Majalah ilmiah

UNSoed.1 (28) : 35-46

Supadmo. 1997. Pengaruh sumber chitin

dan prekursor karnitin serta

minyak ikan lemuru terhadap

kadar lemak dan kolesterol serta

asam lemak omega-3 ayam broiler.

Program Pasca Sarjana, Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Suteky dan Y. Fenita. 2010. Thr effect of

niacin on egg production, egg yolk

cholesterol and color of janpanese

quail. Proceeding international

seminar on prospet and chalengges

of animal production in developing

Countries in the 21 st Century.

Malang, 23-25 March 2010. U Press

Malang. Indonesia.

Wahyu, J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas.

Gadjah mada university Press,

Yogyakarta.

Wink J., G. Giacoppe and J. King. 2002.

Effect of very low dose niasin on

high density lipoprotein in patient

under going long term statin

therapy. Am. Heart J 143 (3) ; 514-

518

Page 82: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta
Page 83: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

INDEKS PENULIS

VOLUME 6 NO 1, JANUARI – JUNI 2011

A. M. Fuah, 19

B. Brata, 61

C. Sumantri, 19

Desia Kaharuddin, 55

Farahdiba, 47

Hidayat, 33

Kamsiah, 11

Kususiyah, 33, 47, 55

L. Abdullah, 19

Lindya, 61

R. Saepudin, 19, 61

S. Hadisoesilo, 19

Siwitri Kadarsih, 1

Suharyanto, 41

Sutriyono, 61

Tris Akbarillah, 33

Urip Santoso, 41, 47

Yenni Okfrianti, 11

Yosi Fenita, 67

Yusma Hartati, 11

Page 84: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta
Page 85: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

INDEKS SUBJEK

VOLUME 6 NO 1, JANUARI – JUNI 2011

cerana, 19

deposisi lemak, 47

indigofera, 33

integrasi, 19

Katuk, 41

kolesterol, 41

Kolesterol, 67

komposisi genetik, 55

komposisi kolesterol, 1

kopi, 19

kroto and cricket, 61

madu, 19

minyak lemuru, 1

minyak zaitun, 1

mutu karkas, 47

mutu telur, 41

pakan sumber energi, 33

pasta temulawak, 1

prekursor karnitin, 67

produksi telur, 41

produksi telur., 55

protein, 47

puyuh, 33, 55

Ragi tape, 47

rasa, 11

sapi bali, 1

stik keju, 11

teksture dan warna, 11

tepung tulang rawan, 11

trigliserida, 67

young edible-nest swiftlet (Collocalia fuciphaga), 61

Page 86: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta
Page 87: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

JURNAL SAIN PETERNAKAN INDONESIA

(Indonesia Animal Science Journal) ISSN 1978 – 3000

Yang Bertanda Tangan dibawah ini:

Nama : …………………………………………………….....

Lembaga/Perguruan Tinggi : …………………………………………………….....

Alamat :……………………………………………………......

: …………………………………………………….....

Kabupaten/Kodia : …………………………………………………….....

Propinsi : …………………………………………………….....

Kode Pos : …………………………………………………….....

e- mail : …………………………………………………….....

Telepon/HP : ……………………………………………………….

Fax : ……………………………………………………….

Menyatakan untuk membeli/memesan/ berlangganan Jurnal Sain Peternakan Indonesia:

Volume : ………………………………………………………

Nomor : ………………………………………………………

Sebanyak : ………………………………………………………

Biaya Pembelian/pemesanan (ditambah ongkos kirim) sebesar ……………………………

Dibayar secara

(a) Langsung

(b) Transfer ke BNI 46 Cabang Bengkulu No Rek. 0121959902 a.n. Gema Pertiwi, S.E.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kirimkan formulir ini ke Redaksi Jurnal Sain Peternakan Indonesia, Jurusan Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Jl. Raya Kandang Limun Bengkulu 38371 A

Telp. (0736) 21170 psw. 219.

Atau melalui Email: [email protected] atau [email protected].

Page 88: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta
Page 89: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta

PETUNJUK PENULISAN NASKAH/ARTIKEL

JURNAL SAIN PETERNAKAN INDONESIA (Indonesia Animal Science Journal)

1. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, memuat tulisan/karya ilmiah dalam bidang Ilmu Peternakan.

Manuskrip dapat berupa hasil penelitian, telaah/tinjauan pustaka, kasus lapang dan gagasan. Naskah

harus asli (belum pernah diterbitkan) menggunakan Bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Jurnal ini

terbit 2 kali dalam setahun yaitu Januari – Juni dan Juli – Desember.

2. Naskah atau artikel dikirim bersama soft copy dan cetakan lengkap sebanyak 3 (tiga) eksemplar atau

melalui E-mail dengan menggunakan pengolah kata Microsoft Word, ataupun Open Office diketik

menggunakan kertas A4, fonta Times New Roman berukuran 11 kecuali abstrak dan tabel dengan

ukuran fonta 9, margin kiri dan kanan 2,5 cm, margin atas dan bawah 2,5 cm. Ditulis dalam spasi 2

dan jumlah halaman seluruhnya tidak lebih dari 15 halaman.

3. Naskah Asli/Artikel asli harus diselaraskan dalam judul (dalam bahasa Indonesia dan Inggris,

pendahuluan, materi dan metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan, ucapan terima kasih dan daftar

pustaka)

4. JUDUL ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris (jika artikel berbahasa Indonesia, jika

naskah dalam bahasa Inggris maka tidak perlu judul bahasa Indonesia), jumlah kata tidak melebihi

dari 15 (lima belas) kata. Nama penulis dan alamat, termasuk email penulis ditulis dibawah judul.

5. ABSTRACT, ditulis dalam bahasa Inggris, singkat dan padat serta dibawahnya dituliskan Key words

atau Kata kunci tidak lebih dari 5 9lima0 kata. Jumlah kata dalam Abstract tidak lebih dari 200 kata.

6. ABSTRAK, ditulis dalam bahasa Indonesia, singkat dan padat serta di bawahnya ditulis kata kunci.

Jumlah kata dalam Abstract tidak lebih dari 200 kata.

7. PENDAHULUAN, memuat latar belakang penelitian berdasarkan bahan pustaka yang relevan, tujuan

dan hipotesis penelitian (hipotesis tidak diperlukan dalam telaah/ tinjauan pustaka).

8. MATERI DAN METODE, memuat materi dan metode yang digunakan dalam kajian secara rinci dan

singkat serta analisis statistik yang digunakan.

9. HASIL DAN PEMBAHASAN, memuat hasil penelitian yang berupa ulasan, tabel atau grafik.

Pembahasan memuat diskusi hasil penelitian yang dirujuk dengan bahan pustaka yang relevan dan

telah termuat dalam pendahuluan.

10. SIMPULAN, memuat kesimpulan atas hasil dan pembahasan secara singkat dan padat dan tidak

boleh lebih dari satu alenia.

11. SARAN, memuat saran - saran atau masukan yang perlu disampaikan berdasarkan penelitian yang

telah dilakukan.

12. DAFTAR PUSTAKA, disusun dengan memuat nama berdasarkan abjad, tahun, judul, Penerbit, Kota,

halaman tanpa nomor urut. Memuat minimal 7 (tujuh) buah jurnal ilmiah.

Contoh penulisaan daftar pustaka:

Antalikova, J., M. Baranovska, I. Mravcova, V. Sabo dan P. Skrobanek. 2001. Different Influence of

Hypodynamy on Calcium and Phosphorus Levels in Bones of Male and Female Japanese Quails.

http://www.biomed.cas.cz/physiolres. 20 April 2001.

Fenita, Y., I. Badarina, dan E. Tamsar. 2005. Uji kerusakan lemak ransum ayam petelur yang

menggunakan minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) dengan penambahan bawang putih

sebagai antioksidan alami selama penyimpanan. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan, 8 (4) :45-48.

CATATAN: Tabel, Gambar, Grafik dan sejenisnya diletakkan di lembar terpisah (tidak masuk di

dalam teks), yaitu setelah Daftar Pustaka.

INFORMASI TAMBAHAN: Jurnal ini terbit dua kali dalam setahun (periode januari-Juni dan Juli – Desember). Naskah dapat dikirim

melalui email: [email protected] dan [email protected].

Page 90: Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta ...poltekkes-kemenkes-bengkulu.ac.id/files/jspi-vol-6-no-1-edisi-11...Introduksi Minyak Lemuru Tersabun, Minyak Zaitun serta