Intoksikasi Organofosfat

5
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama (insekta, jamur, dan gulma) sehingga pestisida dikelompokkan menjadi insektisida (pembunuh insekta), fungisida (pembunuh jamur), dan herbisida (pembunuh tanaman pengganggu atau gulma). Pestisida secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan di rumah tangga untuk memberantas nyamuk, kepinding, kecoa, dan berbagai serangga pengganggu lainnya. Di lain pihak pestisida juga sering menyebabkan keracunan pada manusia, karena kecelakaan saat penggunaan hingga penyalahgunaan (seperti pada kasus suicide). Di Indonesia didapatkan data bahwa penggunaan pestisida tidak setinggi negara maju seperti Amerika Serikat (45%), Eropa Barat (25%), Jepang (12%), dan negara berkembang lainnya sebanyak 18%. Bila dihubungkan dengan pelestarian lingkungan maka penggunaan pestisida perlu diwaspadai karena akan membahayakan kesehatan. BAB II A. PENGERTIAN Racun adalah zat atau bahan yang bila teringesti ke dalam tubuh manusia melalui mulut, hidung, suntikan, dan absorbs melalui kulit atau digunakan terhadap organisme hidup dengan dosis relative kecil akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius fungsi hati atau lebih organ atau jaringan. Intoksikasi adalah masuknya zat racun ke dalam tubuh baik melalui saluran pencernaan, saluran pernafasan, atau melalui kulit dan atau mukosa yang menimbulkan gejala klinis. Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga. Organofosfat adalah insektisida paling toksik di antara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada manusia. Bila tertelan, biarpun dalam jumlah sedikit dapat menyebabkan kematian. Organofosfat menghambat aksi pseudokolinesterase dalam plasma dan kolinesterase dalam

description

Intoksikasi Organofosfat (Tinjauan Pustaka) portofolio internship 2015

Transcript of Intoksikasi Organofosfat

Page 1: Intoksikasi Organofosfat

BAB IPENDAHULUAN

Latar BelakangPestisida adalah bahan kimia untuk membunuh hama (insekta, jamur, dan gulma) sehingga pestisida dikelompokkan menjadi insektisida (pembunuh insekta), fungisida (pembunuh jamur), dan herbisida (pembunuh tanaman pengganggu atau gulma). Pestisida secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan di rumah tangga untuk memberantas nyamuk, kepinding, kecoa, dan berbagai serangga pengganggu lainnya. Di lain pihak pestisida juga sering menyebabkan keracunan pada manusia, karena kecelakaan saat penggunaan hingga penyalahgunaan (seperti pada kasus suicide). Di Indonesia didapatkan data bahwa penggunaan pestisida tidak setinggi negara maju seperti Amerika Serikat (45%), Eropa Barat (25%), Jepang (12%), dan negara berkembang lainnya sebanyak 18%. Bila dihubungkan dengan pelestarian lingkungan maka penggunaan pestisida perlu diwaspadai karena akan membahayakan kesehatan.

BAB IIA. PENGERTIAN

Racun adalah zat atau bahan yang bila teringesti ke dalam tubuh manusia melalui mulut, hidung, suntikan, dan absorbs melalui kulit atau digunakan terhadap organisme hidup dengan dosis relative kecil akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius fungsi hati atau lebih organ atau jaringan. Intoksikasi adalah masuknya zat racun ke dalam tubuh baik melalui saluran pencernaan, saluran pernafasan, atau melalui kulit dan atau mukosa yang menimbulkan gejala klinis. Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga. Organofosfat adalah insektisida paling toksik di antara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada manusia. Bila tertelan, biarpun dalam jumlah sedikit dapat menyebabkan kematian. Organofosfat menghambat aksi pseudokolinesterase dalam plasma dan kolinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis astilkolin menjadi asetat dan kolin. Pada saat enzim dihambat mengakibatkan jumlah asetilkolin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf pusat (SSP) dan perifer. Hal ini menyebabkan gejala keracunan organofosfat berpengaruh pada seluruh tubuh.

B. ETIOLOGISumber racun bermacam-macam seperti polusi limbah industri yang mengandung logam berat, bahan makanan yang terkontaminasi Salmonella, Clostridium botulinum, dan lain-lain. Keracunan organofosfat lebih sering dijumpai karena penggunaannya yang cukup sering. Organofosfat sering dicampur dengan bahan pelarut minyak tanah. Dengan demikian pada keracunan ini juga harus diperhatikan adanya tanda-tanda keracunan minyak tanah selain akibat organofosfat itu sendiri.

C. PATOFISIOLOGI

Page 2: Intoksikasi Organofosfat

Mekanisme organofosfat di dalam tubuh adalah dengan menghambat aktivasienzim asetilkolinesterase. Asetilkolinesterase terdapat di dalam sel-sel darah merah, sinaps nikotinik, dan reseptor muskarinik di dalam jaringan saraf, otot, serta grey matter pada otak. Asetilkolinesterase pada plasma ditemukan di dalam white matter SSP, pancreas, dan jantung. Penurunan asetilkolinesterase pada plasma menghasilkan penurunan aktivitas kolinesterase pada SSP dan sistem saraf otonom. Hambatan aktivitas enzim ini menghasilkan akumulasi asetilkolin pada ujung saraf (Lamber, 2005).Akumulasi asetilkolin memberi empat stimulasi meliputi:

1) perluasan stimulasi muskarinik reseptor asetilkolin ke sistem saraf parasimpatis.

2) perluasan stimulasi nikotinik reseptor asetilkolin pada sistem saraf simpatis.

3) stimulasi nikotinik dan muskarinik asetilkolin pada sistem saraf pusat.4) stimulasi asetilkolin pada neuromuscular junction.

D. GEJALA DAN TANDAGejala keracunan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

1. Gejala muskarinik (DUMBELS)- Tanda-tanda ini berlangsung lebih awal, kira-kira 12-24 jam setelah

ingestiD – DiareU – UrinasiM – MiosisB – Bronchorrhoe / bronkospasme / bradikardiE – EmesisL – LacrimasiS – Salivasi dan Hipotensi

2. Gejala nikotinikFasikulasi otot lurik dan kelemahan otot. Ditemukan pula gejala sentral seperti gelisah, ketakutan, gangguan pernafasan, gangguan sirkulasi, dan tremor hingga kejang.

E. KOMPLIKASIKomplikasi keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan Organophosporus Induced Delayed Neuropathy (OPIDN). Sindrom ini berkembang dalam 8 sampai 35 hari sesudah pajanan. Kelemahan progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal, kelemahan pada jari dan kaki berupa foot drop. Kehilangan sensori sedikit terjadi serta reflex tendon terhambat.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan laboratorium dengan pemeriksaan lengkap (darah lengkap, analisa gas darah, urin, gula darah, cairan lambung, osmolalitas serum, elektrolit, blood urea nitrogen, kreatinin, glukosa darah, serta transaminase hati), EKG, foto thoraks atau abdomen, skrining toksikologi untuk kelebihan dosis obat, serta tes toksikologi kuantitatif.

G. TATALAKSANA

Page 3: Intoksikasi Organofosfat

Pertolongan Pertama1. Mencegah atau menghentikan penyerapan racun

- Mengencerkan racun dengan air, susu, atau norit- Kosongkan lambung (efektif bila racun tertelan dalam kurang dari 4 jam)

dengan cara :1) Dimuntahkan. Kontraindikasinya tidak boleh dilakukan pada

keracunan zat korosif (asam basa kuat, minyak tanah, bensin), kesadaran menurun, dan pada penderita kejang.

2) Bilas lambung. Pemasangan NGT dengan posisi kepala dan bahu lebih rendah, menggunakan air, Natrium bicarbonate 5%, atau asam asetat 5%. Pembilasan bias sampai 20x. Kontraindikasinya adalah pada keracunan zat korosif dan pada pasien kejang.

3) Bilas usus besar. Pembilasan dilakukan dengan pencahar.

2. Mengeluarkan racun yang telah diserap- Diuretic- Dialisa- Transfusi tukar (exchange transfusion)

3. Pengobatan spesifik dan antidotum- Gejala : mual, muntah, nyeri perut, hipersalivasi, nyeri kepala, miosis,

kekacauan mental, bronkokonstriksi, hipotensi, depresi pernafasan, dan kejang.

- Tatalaksana :1) Atropinisasi : Menggunakan atropine 2mg tiap 15 menit hingga terjadi

pupil dilatasi. Atropine berfungsi untuk menghentikan efek asetilkolin pada reseptor muskarinik, tapi tidak bias menghentikan efek nikotinik. Pada usia kurang dari 12 tahun dosis atropine : 0,05 mg/kgBB IV pelan dilanjutkan dengan 0,02 – 0,05 mg/kgBB IV setiap 5 – 20 menit sampai atropinisasi sudah adekuat. Pada anak di atas 12 tahun dosis atropine : 1 – 2 mg IV dan disesuaikan dengan respon penderita. Atropiniasi dihentikan bila kulit sudah hangat atau kemerahan, dilatasi pupil, mukosa mulut kering, heart rate meningkat. Maintenance dilanjutkan sesuai dengan keadaan klinis penderita, atropine diteruskan selama 24 jam kemudian diturunkan secara bertahap.Meskipun atropine sudah diberikan masih bias terjadi gagal napas karena atropine tidak memiliki pengaruh terhadap efek nikotinik organofosfat.

2) Antiemetik : Zat-zat yang digunakan untuk menghambat muntah antara lain : antagonis reseptor 5-hydroxy-tryptamine yang menghambat reseptor serotonin di sistem susunan saraf pusat dan saluran pencernaan. Obat ini dapat digunakan untuk pengobatan post-operasi dan mual-muntah akibat keracunan.

4. PENGOBATAN SUPORTIFTujuan dari terapi suportif adalah mempertahankan homeostasis fisiologis sampai terjadi detoksifikasi lengkapa dan untuk mencegah serta mengobati komplikasi sekunder seperti aspirasi, ulkus decubitus, edema

Page 4: Intoksikasi Organofosfat

otak, edema paru, rhabdomiolisis, gagal ginjal, sepsis, dan disfungsi organ menyeluruh.