INTISARI - fk.uii.ac.idfk.uii.ac.id/upload/HUBUNGAN ANTARA TOLERENASI STRESS DENGAN INDEKS... · Di...
Transcript of INTISARI - fk.uii.ac.idfk.uii.ac.id/upload/HUBUNGAN ANTARA TOLERENASI STRESS DENGAN INDEKS... · Di...
ix
INTISARI
Stres merupakan suatu gejala psikologis yang sering kita temui dalam kehidupan
kita sehari-hari, dimana setiap individu pasti pernah mengalaminya. Namun gejala stress
yang di derita oleh tiap orang tidaklah sama. Berat atau ringannya gejala stress yang di
derita oleh seseorang tergantung dari kemampuannya untuk cepat beradaptasi
Di era Globalisasi ini dengan semakin tingginya tingkat persaingan dalam
kehidupan sehari-hari dan semakin maju serta berkembangnya kemampuan teknologi,
kita di tuntut untuk dapat beradaptasi dengan cepat sekaligus mampu untuk ikut bersaing
dengan individu lainnya.
Mahasiswa sebagai tonggak keberhasilan suatu bangsa di tuntut untuk mampu
beradaptasi dengan lingkungan secara cepat. Namun tidak semua dari mereka yang
mampu beradaptasi atau mempunyai toleransi yang baik dan tidak sedikit yang akhirnya
mengalami stress sehingga menghadapi kendala dalam meraih prestasi terutama di bidang
akademik.
Pada penelitian ini, penulis bertujuan untuk mengetahui hubungan antara toleransi
terhadap dengan indeks prestasi pada mahasiswa serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Metode Penelitian yang digunakan adalah non eksperimental jenis
cross sectional, subyek penelitian adalah mahasiswa baru Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia Semester II Angkatan 2004. Digunakan instrument kuesioner
untuk menilai Toleransi Terhadap Stres yang di ukur dengan MSRS-ST (Miller Smith
Rating Scale for Stress Tolerance) dan Indeks Prestasi yang dipakai adalah Indeks
Prestasi pada semester satu (1). Uji statistik yang digunakan adalah Kolmogrov-Smirnov
dan analisis data dikerjakan dengan bantuan program Windows SPSS 11.0.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara Toleransi Terhadap
Stres dengan Indeks Prestasi pada 63 orang Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Indonesia Semester II Angkatan 2004. Sebagai hasil tambahan juga didapati tidak
ada hubungan antara jenis kelamin, posisi anak dalam keluarga, serta lokasi tempat
tinggal dengan Indeks Prestasi.
Kata Kunci : toleransi stres, indeks prestasi, jenis kelamin, posisi anak dalam keluarga,
tempat tinggal.
ABSTRACT
Stress is one of the psychological symptoms we frequently encountered in
our daily life never undergone by other individuals. The stress-related symptoms
are undergone by each individual, but they are not the same. The hardness of the
stress among them largely depends on their capability to adapt it quickly.
In recent globalization era, as competition levels in daily life increases and
technological capacities progress and develop, we will be increasingly demanded
to adapt more quickly as well as to involve in competing with other individuals.
Students as a success foundation for a nation are increasingly demanded to
be able in adapting with environment quickly. However, not all of them can do or
have a good stress tolerance and then undergo it when encounter problems to gain
achievement, especially in academic field.
From the fact, the purpose of this study is to find out a correlation between
Stress Tolerance and Achievement Index among students and factors influencing
it. The study uses a non-experimental and cross sectional method, and the subjects
are new students in Medicine Faculty, Islamic University of Indonesia at Semester
II of 2004. It uses a questionnaire as an instrument to assess the Stress Tolerance
measured by using the Miller Smith Rating Scale for Stress Tolerance (MSRS-
ST) and the Achievement Index used is an index at Semester I. A statistic test is
conducted by using the Kolmogrov-Smirnov test, while data analysis is conducted
by using the SPSS of version 11.0 for Windows Program.
The result of the study indicates that there is no correlation between the
Stress Tolerance and the Achievement Index among all 63 students in Medicine
Faculty, Islamic University of Indonesia at the Semester II of 2004. Moreover, it
indicates also that there is no correlation between sex, position in family as well as
residence and the Achievement Index.
Keywords: stress tolerance, achievement index, sex, position in family, residence
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Manusia modern menyimpan segudang masalah. Mereka yang bisa
mengelola berbagai pengalaman dalam hidupnya sejak masa anak-anak, remaja
hingga menjadi orang dewasa baik, akan selamat menjalani kehidupan sehari-hari
yang selalu terjadi pasang surut dari keadaan yang menyenangkan ke keadaan
yang tidak menyenangkan. Dalam kehidupannya manusia mengalami berbagai
konflik, frustasi dan kegagalan yang pada waktunya dapat menjelma menjadi
cemas, stres dan depresi.
Masalah-masalah yang akan selalu datang suka tidak suka harus kita
hadapi sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah Al-Quran surat Al-Baqarah
ayat 155 yang artinya sebagai berikut; “Dan sesungguhnya kami akan mengujimu
dengan suatu cobaan seperti kelaparan, ketakutan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan, namun kabar gembiralah bagi orang-orang yang sabar”.
Di saat ini kalangan masyarakat kita tengah terjadi peralihan perubahan
sosial dan budaya dari masyarakat yang agraris menuju masyarakat industri, hal
ini dapat kita lihat dengan semakin banyaknya didirikan perusahaan-perusahaan
besar dan sebaliknya semakin sempitnya lahan-lahan pertanian. Akibat peralihan
budaya ini, terjadi pula perubahan dikalangan masyarakat, sehingga untuk dapat
bertahan kita harus mampu bersaing dengan orang lain. Persaingan yang terjadi
tidak hanya di dunia industri, perdagangan, komunikasi, dan lain-lain, tetapi juga
2
muncul di dunia pendidikan untuk menjadi yang terbaik, baik itu didalam
perolehan nilai maupun di dalam pergaulan tempat mereka menuntut ilmu.
(Kartono, 2000)
Akibat terjadinya pergeseran nilai-nilai yang berlaku (baik itu didalam
keluarga, lingkungan belajar dan masyarakat umum) yang diiringi dengan
tuntutan-tuntutan hidup yang semakin kompleks sering kali menyebabkan
seseorang menemui hambatan-hambatan yang dapat menjadi suatu konflik bagi
dirinya dan pada gilirannya dapat menimbulkan stres yang nantinya berpengaruh
terhadap prestasi belajar dan pergaulannya sehari-hari (Bahar, 1995).
Hal ini juga dialami oleh mahasiswa, apalagi jika mahasiswa itu adalah
mahasiswa baru yang harus beradaptasi dengan lingkungan kampus yang berbeda
dengan lingkungan sebelumnya.
Mahasiswa baru mengalami berbagai perubahan mental dan emosional
dituntut untuk cepat melakukan adaptasi. Sebagai mahasiswa, mereka merupakan
tumpuan harapan bagi keluarga dan negara karena mereka merupakan generasi
penerus. Di lingkungan perguruan tinggi, mereka akan menemui situasi yang
berbeda yaitu tanggung jawab yang lebih besar untuk menentukan kehidupan atau
keputusan sendiri serta lingkungan pergaulan yang lebih luas dan bebas. Untuk itu
mereka dituntut untuk dapat bersikap bijak dan bertanggungjawab, namun tidak
semua dari mereka yang siap menerima penghentian status ketergantungan serta
persaingan akademik dan sosial yang lebih ketat sehingga hasil belajar yang
mereka terima tidak tercermin dari nilai ataupun indeks prestasi yang mereka
inginkan akibat stress yang mereka alami.
3
Menurut Budiman (2002), stres merupakan bagian kehidupan manusia
sehingga tidak perlu ditakuti dan dihindari. Selain itu dikatakan juga bahwa setiap
saat stres dapat muncul dan mengganggu aktivitas kehidupan, untuk itu yang perlu
dikembangkan adalah kemampuan manusia dalam menghadapi berbagai masalah
sehingga dalam kehidupan didapat kebahagiaan dan kepuasan.
Menurut Prawirohusodo (1988), stres adalah suatu pengalaman hidup atau
perubahan lingkungan individu yang cukup bermakna sebagai akibat ketimpangan
antara tuntutan hidup dan kemampuan penyesuaian individu. Stres menuntut
penyesuaian psikologi dan sosial individu hingga mengganggu kehidupan
rutinnya, apabila penyesuaian individu gagal, dapat berakibat penyakit badan,
penyakit jiwa, penyakit psikosomatik atau penyakit kepribadian, disamping itu
terjadi kehilangan, dan penambahan posisi individu.
Menurut pemahaman kesehatan jiwa, seseorang dikatakan sakit apabila ia
tidak lagi mampu berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-harinya, baik di
rumah, di sekolah, di tempat kerjanya atau di lingkungan sosialnya. Seseorang
yang mengalami stres akan terganggu fungsi kehidupannya sehari-hari. Hal ini
dapat mengakibatkan menurunnya produktifitas. (Hawari, 1999).
Stres merupakan respon dari setiap perubahan lingkungan yang selalu
terjadi, maka tak ada manusia yang bebas dari stres. Karena itu satu-satunya
pilihan yang tersedia adalah beradaptasi. Setiap orang mempunyai toleransi yang
bervariasi terhadap stres, sehingga terdapat tingkatan yang berbeda dalam
beradaptasi (Bahar, 1995).
4
Hal ini juga ditegaskan Maramis (1998) yang menyatakan bahwa seberapa
besar kemampuan individu dalam menghadapi stres inilah yang disebut toleransi
stres yang menggambarkan daya tahan terhadap stres atau nilai ambang frustasi.
Masing-masing individu memiliki tingkat toleransi terhadap stres yang
berbeda, dari yang rendah hingga yang tinggi (Atkinson et.al., 1991). Stressor
yang datang akan membuat individu aktif dan selanjutnya menimbulkan reaksi
yang beraneka ragam, jika individu mampu menggerakan kekuatan mengatasi
stressor, maka ia mempunyai toleransi yang baik, dan sebaliknya jika ia
menyerah, maka ia mempunyai toleransi terhadap stres yang kurang baik pula.
(Crow, L. D., dan Crow, A., 1974).
Berdasarkan hal di atas, maka di lakukan penelitian apakah individu
dengan toleransi stres yang rendah mempunyai prestasi akademik lebih rendah
dibandingkan dengan individu yang mempunyai toleransi terhadap stres yang
lebih tinggi.
I.2. Perumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran indeks prestasi pada mahasiswa baru fakultas
kedokteran Universitas Islam Indonesia semester dua (II) angkatan 2004.
2. Bagaimana gambaran Toleransi Stres pada mahasiswa baru fakultas
kedokteran Universitas Islam Indonesia semester dua (II) angkatan 2004.
3. Benarkah ada hubungan antara toleransi terhadap stres dengan indeks prestasi
pada mahasiswa baru fakultas kedokteran semester II Universitas Islam
Indonesia.
5
I.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui indeks prestasi mahasiswa baru Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Indonesia semester dua (II) angkatan 2004.
2. Mengetahui toleransi terhadap stres pada mahasiswa baru Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Indonesia semester dua (II) angkatan 2004.
3. Mengetahui hubungan antara toleransi terhadap stres dengan indeks prestasi
pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia semester
dua (II) angkatan 2004.
I.4. Keaslian Penelitian
Menurut pustaka yang ada, peneliti menemukan beberapa penelitian yang
mengangkat masalah toleransi terhadap stress yang dilihat dari indeks prestasi.
Penelitian tersebut diantaranya adalah :
1. Penelitian Mada Brata P tahun 1997 yang berjudul Hubungan Antara
Ketahanan Terhadap Stres Dengan Indeks Prestasi Pada Mahasiswa semester
enam (VI) Tahun Ajaran 1996/1997. Penelitian ini menggunakan metode
cros-sectional dengan uji statistik Chi Square yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara ketahanan terhadap stress dengan indeks prestasi
mahasiswa Fakultas Kedokteran tahun 1996/1997 dengan hasil yang diperoleh
adalah terdapat hubungan yang bermakna antar kedua variabel.
2. Penelitian Andy Aprianto tahun 1998 yang berjudul Perbandingan Tingkat
Kekebalan Stress Dan Derajat Stres Mahasiswa Fakultas Kedokteran dengan
6
mahasiswa Fakultas Ekonomi di Universitas Gadjah Mada dengan
menggunakan instrument penelitian Skala Holmes. Penelitian ini
menggunakan metode cros-sectional observasi dengan uji statistik Student T
Test yang bertujuan untuk menggambarkan perbedaan tingkat kekebalan
terhadap stres dan derajat stress psikososial antara mahasiswa fakultas
kedokteran dan mahasiswa fakultas ekonomi UGM dengan hasil yang
diperoleh adalah terdapat perbedaan tingkat kekebalan terhadap stress pada
kedua populasi yang diteliti.
Pada penelitian ini, peneliti mempunyai persamaan dengan penelitian
sebelumnya dimana sama-sama meneliti tentang stress yang terjadi pada
mahasiswa. Adapun perbedaan yang terdapat pada penelitian yang di lakukan oleh
peneliti dengan penelitian terdahulu adalah peneliti menggunakan tempat dan
sampel yang berbeda, dan menitik beratkan penelitian terhadap sejauh mana
korelasi yang ada antara toleransi stres dengan indeks prestasi pada sampel yang
akan diteliti yaitu : jenis kelamin dengan IP, posisi anak dalam keluarga dengan
IP, tempat tinggal dengan IP dengan menggunakan analisis korelasi Spearman.
I.5. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Sebagai salah satu sumber informasi tentang stres dan kaitannya dengan
indeks prestasi.
7
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak
universitas khususnya fakultas kedokteran dalam memberikan perhatian
dan penanganan terhadap masalah stres terutama bagi mahasiswa dengan
kecenderungan lebih mudah untuk terkena stres.
b. Bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
tentang stres, toleransi terhadap stres serta hubungannya dengan prestasi
belajar sehingga dapat mempersiapkan diri untuk beradaptasi dengan lebih
baik dan cepat terhadap faktor-faktor pencetus stres.
c. Masyarakat
Untuk masyarakat diharapkan dapat menambah wawasan tentang stres dan
apa saja faktor pencetusnya terutama bagi orang tua yang mempunyai anak
usia sekolah sehingga dapat membantu memberi dukungan dan membantu
menyelesaikan apabila anak menghadapi masalah yang dapat
menimbulkan stres.
d. Peneliti
Selain untuk menyelesaikan salah satu syarat kelulusan, penelitian ini juga
diharapkan dapat memperdalam pengetahuan peneliti mengenai stres dan
permasalahan yang ada pada mahasiswa.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perkembangan Manusia
Setiap manusia yang lahir ke dunia ini melalui beberapa tahapan, sebagai
mana Firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Mu’minun ayat 12, 13, 14 yang
berbunyi; “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah, kemudian kami jadikan saripati itu air mani (disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim), kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah,
lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu
kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan
daging, kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain”.
Setelah melewati proses di dalam rahim ibunya seorang manusia yang
lahir ke dunia ini, kembali akan melewati beberapa fase kehidupan lagi, yaitu:
Seorang manusia terlahir ke dunia dari rahim ibunya, dalam wujud seorang
bayi yang di harapkan lahir dalam kondisi sehat jasmaniah. Setelah bayi lahir
maka ia akan mendapat curahan kasih sayang dan perhatian dari ke dua orang
tuanya dan dari orang-orang di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhannya (makan
atau minum susu dan kasih sayang) sampai kelak ia dapat memenuhi kebutuhan
sendiri (dapat makan dan minum sendiri) pada usia anak-anak. Setelah melewati
masa anak-anak maka ia akan memasuki masa remaja dengan segala
problematikanya, dimana peran orang tua di harapkan terus di berikan dan dapat
membantu si anak melewati masa remaja sampai ia beranjak dewasa dimana ia
9
telah dapat mengambil keputusan yang terkait dengan segala kebutuhan diri
sendiri (pribadi) untuk masa depannya kelak. Kemudian seseorang yang telah
melewati usia dewasa ia akan menghadapi hari tuanya di mana ia telah
menghadapi berbagai persoalan hidupnya sebagai seorang manusia yang
merupakan makhluk sosial, kemudian setiap perjalanan hidupnya manusia akan
berakhir dengan kematian.
Adapun tahap-tahap perkembangan kepribadian menurut Erickson cit.
Siswowijoto, (1990) dikelompokkan menjadi beberapa tahap, yaitu :
1. Masa anak-anak (0-12 tahun)
Tahap ini anak-anak dikelompokkan lagi menjadi :
a. Tahap kanak-kanak
Anak-anak yang berumur 0 – 7 tahun termasuk kedalam golongan kanak-
kanak di dalam proses pembinaannya ia dididik oleh kedua orang tuanya
untuk membantu membentuk dasar kepribadian si anak.
b. Tahap laten atau masa sekolah
Pada tahap ini kanak-kanak yang masuk ke dalam golongan ini adalah
kanak-kanak yang berumur 7-12 tahun, dimana anak-anak dididik oleh
kedua orang tuanya namun sudah dibantu oleh lingkungan karena anak-
anak sudah mulai bersosialisasi. Pada tahap ini anak-anak mulai diajari
kepandaian yang mendasar seperti mambaca, menghitung, menulis dan
lain-lain.
2. Masa Remaja
10
Yang termasuk ke dalam kelompok usia remaja adalah mereka (laki-laki dan
perempuan) yang berusia antara 12-20 tahun. Pada tahap ini remaja sudah
mempunyai pendapat, pemikiran, perasaan serta keyakinan sendiri. Adapun
ciri-ciri anak remaja adalah memiliki rasa ingin tahu, ingin mencoba yang
besar namun belum mempunyai cukup tanggung jawab.
3. Masa Dewasa
Pada tahap ini kategori dewasa dibagi menjadi 2 tahap yang berbeda, yaitu:
a. Dewasa muda
Yang termasuk ke dalam kategori ini adalah mereka (laki-laki dan
perempuan) yang berusia antara 20-25 s/d 35-40 tahun, dimana mereka
tidak lagi dibimbing oleh orang tua atau dengan kata lain mereka sudah
dapat hidup mandiri namun tetap dibantu oleh lingkungan.
b. Dewasa penuh
Yang masuk ke dalam kategori ini adalah mereka dengan rentang
usia antara 35-40 s/d 60-63 tahun.
c. Masa tua
Yang termasuk ke dalam usia ini adalah mereka (laki-laki &
perempuan) yang berusia antara 60-63 tahun ke atas.
Pada permulaan kehidupannya seorang anak sama sekali bergantung pada
lingkungannya. Lingkungannya harus memenuhi segala kebutuhannya dan bila itu
tidak terlaksana maka ia akan mati, namun apabila kebutuhannya terpenuhi maka
setapak demi setapak ia akan tumbuh dewasa menjadi manusia yang siap
11
mengembangkan pikiran dan tenaganya kepada keluarga, bangsa dan negaranya
(Humaris, 1986).
Dalam tiap fase kehidupan ini setiap orang melalui berbagai cobaan dan
masalah yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang besar dan dapat berakhir
dengan gangguan pada fisik dan mentalnya. Namun cobaan dan masalah ini tidak
dapat dihindari, yang penting adalah mengusahakan supaya masalah tersebut
jangan sampai mengganggu aktivitas kita sehari-hari (Humaris, 1986).
Erikson cit. Siswowijoto, (1990) juga menjelaskan didalam tiap fase
kehidupan akan muncul berbagai masalah yang menyertai dan dapat memacu
timbulnya stress. Adapun fase-fase tersebut adalah :
Pada fase I yaitu usia 0-7 tahun, terjadi tahap kepercayaan dasar yang
bertentangan dengan kecurigaan dasar. Seorang bayi yang baru lahir tidak
mempunyai kemampuan untuk menghadapi dunia luar, ia mutlak bergantung pada
orang lain untuk beradaptasi dengan lingkungan sehingga merasa aman. Hal ini
bisa didapat dari keluarga terdekatnya terutama ibunya. Jadi apabila si anak
misalkan dipisahkan dari sang ibu ia akan merasa kehilangan orang yang dapat
dipercaya, yang nantinya dapat menimbulkan tekanan pada si anak yang berupa
rasa takut dan cemas. Hal ini dapat dinilai sebagai stres.
Pada fase II yaitu usia 7-12 tahun, terjadi tahap rajin dan usaha yang
bertentangan dengan rasa rendah diri. Pada tahap ini rasa untuk berinisiatif mulai
timbul dan menguasai anak, hal ini karena si anak mulai dituntut untuk menjalani
tugas tertentu seperti mengerjakan pekerjaan rumah, dan menjaga kebersihan.
Dengan adanya tuntutan ini dalam diri seorang anak mulai timbul perasaan apakah
12
ia mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik atau tidak. Akibatnya mulai
muncul rasa rendah diri, ketidakpuasan sehingga anak mulai menarik diri,
penurunan prestasi. Hal ini merupakan gejala bahwa si anak mengalami stres.
Pada fase III yaitu usia 12 – 20 tahun, terjadi tahap identitas yang
bertentangan dengan kebingungan identitas. Pada tahap ini si anak mulai
mengalami pendewasaan diri, ia diharapkan dapat meneliti serta menghayati nilai-
nilai yang berlaku dalam masyarakat. Pada fase ini mulai terjadi krisis identitas
ringan, harga diri yang tinggi dan interaksi dengan lingkungan semakin
berpengaruh. Dengan semakin luasnya pergaulan dan interaksi dengan pihak luar
semakin besar pula tuntutan yang ada. Akibatnya tak jarang mengakibatkan
timbulnya stress pada diri seorang remaja, misalnya temannya mempunyai ponsel
terbaru, ia juga ingin punya ponsel model yang sama karena harga diri yang tinggi
pada usia remaja, saat kebutuhan ini tidak terpenuhi maka ia menjadi stress.
Pada fase IV yaitu usia 20-60 tahun, terjadi tahap generativitas (mencipta)
yang bertentangan dengan stagnasi. Pada fase ini dimana seseorang dituntut sudah
harus mandiri dan mapan baik dari segi sosial maupun ekonomi. Apabila ia tidak
dapat mempertahankan kemampuannya maka ia akan mengalami tekanan baik
dari segi sosial maupun individu, contohnya seseorang yang baru mengalami
pemutusan hubungan kerja, selain akan mengalami masalah keuangan ia akan
mengalami masalah lain seperti kehilangan aktivitas, rasa percaya diri sehingga ia
akan lebih mudah terkena stres.
Pada fase V yaitu usia 60 tahun ke atas, terjadi tahap integritas yang
bertentangan dengan habis harapan. Pada fase ini setiap orang mengalami
13
penurunan fungsinya baik secara biologis (kesehatan) maupun mental (jiwa).
Seseorang yang sudah lanjut usia (diatas 60 tahun), dia akan kembali bersifat
seperti anak-anak, sehingga harus diperlakukan layaknya anak kecil. Lansia ini
butuh kasih sayang dan perhatian yang lebih karena mereka merasa tidak
produktif atau berguna lagi sehingga apabila ia merasa tidak diperhatikan ia akan
mudah merasa sedih, kesepian dan menderita stres.
2.2. Mahasiswa dan Permasalahannya
Yang dimaksud dengan mahasiswa adalah orang yang terdaftar dan
menjalani pendidikan pada perguruan tinggi (Balai pustaka nasional, 2001).
Menurut Dibyosuhardjo cit. Moetrarsi et al, (1988), pada umumnya umur
mahasiswa berkisar antara 18-30 tahun.
Berdasarkan penggolongan perkembangan kepribadian manusia yang
diklasifikasikan oleh Erikson cit. Siswowijoto (1990), maka mahasiswa termasuk
dalam kategori remaja akhir dan dewasa muda.
Dalam proses belajar mengajar, banyak faktor yang mempengaruhi antara
lain faktor yang bersifat akademik maupun non akademik, baik yang berasal dari
dalam diri mahasiswa yang bersangkutan maupun dari luar (Moetrarsi et al,
1988).
Mahasiswa baru mengalami berbagai perubahan mental dan emosional
dituntut untuk cepat melakukan adaptasi. Sebagai mahasiswa mereka merupakan
tumpuan harapan bagi keluarga dan negara karena mereka merupakan generasi
penerus. Dalam lingkungan perguruan tinggi mereka akan menemui situasi yang
14
berbeda yaitu tanggung jawab yang lebih besar untuk menentukan kehidupan atau
keputusan sendiri serta lingkungan pergaulan yang lebih luas dan bebas. Untuk itu
mereka dituntut untuk dapat bersikap bijak dan bertanggung jawab, namun tidak
semua dari mereka yang siap menerima penghentian status ketergantungan serta
persaingan akademik dan sosial yang lebih ketat.
2.3. Stres
2.3.1. Pengertian Stres
Sebenarnya stres mempunyai banyak definisi, namun secara umum
menurut Hans Selye adalah respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap
tuntutan yang dikenakan padanya kata lain istilah stres dapat digunakan untuk
menunjukkan suatu perubahan fisik yang luas yang disebabkan oleh berbagai
faktor psikologis atau faktor fisik atau kombinasi faktor-faktor tersebut
(Prawitasari, 1988).
Maramis (1998), berpendapat stres adalah segala masalah atau tuntutan
penyesuaian diri dan sesuatu yang mengganggu keseimbangan kita.
Selain para tokoh diatas masih banyak tokoh lain yang memberikan
definisi tentang stres antara lain menurut Asdie (1988) stres adalah respon non
spesifik seseorang terhadap faktor pencetus stres.
Soewadi (1999) menyatakan bahwa stres merupakan ketimpangan dalam
menyesuaikan antara tuntutan lingkungan dengan kapasitas respon individu.
Apabila seseorang tidak dapat beradaptasi dengan baik maka akan menimbulkan
gangguan baik fisik, mental, sosial maupun spiritual.
15
Sedangkan stres menurut Prawirohusodo (1988) adalah suatu pengalaman
hidup atau perubahan lingkungan individu yang cukup bermakna sebagai akibat
ketimpangan antar tuntutan hidup dan kemampuan penyesuaian individu. Stres
menuntut penyesuaian psikologi dan sosial individu gagal, dapat berakibat
penyakit badan, penyakit jiwa, penyakit kepribadian disamping itu terjadi
kehilangan, dan penambahan posisi individu.
Sedangkan stres menurut Atkinson, R.L., Hilgard, E. R., (1991) adalah
suatu peristiwa yang dirasakan sebagai ancaman kesehatan fisik atau
psikologisnya.
Adapun stres menurut Sehnert, (1981) cit. Prawitrasari (1988) adalah
respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya,
jadi stres tidak hanya kondisi ysng menekan seseorang, ataupun keadaan fisik
ataupun psikologis seseorang, maupun reaksinya terhadap tekanan tadi, akan
tetapi stres adalah keterkaitan antara ketiga hal tersebut.
2.3.2. Sumber-sumber Stres
Ada beberapa sumber-sumber yang dapat mencetuskan timbulnya stres,
yaitu :
1. Tekanan
Tekanan dapat datang dari dalam, seperti cita-cita yang terlalu tinggi
yang kita tetapkan untuk diri pribadi. Sedangkan tekanan dari luar dapat
datang dari tuntutan orang tua atau orang-orang di sekitar kita (Maramis,
1998). Semakin besar tekanan yang dirasakan semakin besar kemungkinan ia
menderita stres.
16
2. Krisis
Krisis adalah keadaan yang mendadak menimbulkan stres pada
seseorang atau sekelompok orang, seperti kematian, masuk sekolah pertama
kali, namun tidak semua orang yang mengalami peristiwa-peristiwa di atas
akan mengalami stres karena tiap orang mempunyai tingkat adaptasi yang
berbeda (Maramis, 1998).
3. Frustasi
Frustasi dapat timbul apabila ada hal yang menghalangi kita dengan
tujuan yang ingin kita raih, hal-hal ini dapat berasal dari dalam seperti cacat
badaniah, sedangkan faktor luar dapat berupa kemalangan (Maramis, 1998).
Apabila seseorang sudah merasa frustasi maka dapat mencetuskan terjadinya
stres.
4. Konflik
Konflik dapat timbul jika kita dihadapkan kepada dua pilihan sehingga
kita menjadi bingung dan pusing untuk menentukan pilihan dan membuat kita
menjadi stres (Maramis, 1998).
5. Kepribadian
Semakin lentur kepribadian seseorang dan semakin tinggi harapan
seseorang akan hidup (optimis), semakin jauh dari stres dan semakin ringan
stres baginya (Darmono, 1985).
6. Kesehatan
Semakin sehat seseorang semakin jarang ia terkena stres, dan sebaliknya
stres dan sakit raga merupakan dua kejadian yang saling memberatkan.
17
Semakin sakit maka akan semakin stres, semakin stres maka akan semakin
parah sakitnya, dan begitupun sebaliknya (Darmono, 1985).
7. Kebutuhan biologik
Misalnya kurang istirahat, beban kerja yang berlebihan (Soewadi, 1987).
8. Kebutuhan aktualisasi diri dan rasa dihargai
Misalnya kurangnya kesempatan dan sarana mengembangkan diri atau
kurangnya penghargaan atas prestasi yang telah dicapai (Soewadi, 1987).
9. Toleransi
Kemampuan seseorang dalam mensikapi hal-hal yang dapat
menimbulkan stres ikut berperan dalam menentukan tingkah laku penyesuaian
individu dalam menghadapi stres (Carson dan Butcher, 1992).
10. Peristiwa traumatik
Sumber stres paling jelas adalah peristiwa traumatik yang merupakan
situasi bahaya yang berada di luar rentang pengalaman manusia yang lazim,
misalnya bencana alam dan kecelakaan (Atkinson et al, 1991).
11. Peristiwa yang tidak dapat dikendalikan
Semakin suatu peristiwa tidak dapat dikendalikan, semakin besar
kemungkinan dianggap stres, contohnya adalah kematian orang yang dicintai,
dan pemecatan (Atkinson, et al, 1991).
12. Menentang batas manusia
Beberapa kondisi dapat diprediksi dan dikendalikan, tetapi masih
dialami sebagai peristiwa yang menimbulkan stres karena dapat memaksa kita
18
sampai batas kemampuan dan pandangan terhadap diri sendiri, misalnya hari-
hari ujian akhir (Atkinson, et al, 1991).
2.4. Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan ketrampilan terhadap mata
pelajaran yang dibuktikan melalui hasil tes (Balai Pustaka Nasional, 2001). Setiap
mahasiswa atau mahasiswi mempunyai tujuan yang ingin dicapai selama ia
menuntut ilmu disebuah lembaga pendidikan, baik itu memperoleh nilai yang
baik, menambah pengetahuan dan memperluas lingkungan pergaulan atau hanya
sekedar ingin mendapat gelar sarjana saja.
Mahasiswa atau mahasiswi yang mempunyai tujuan untuk memperoleh
nilai yang baik maka ia akan berusaha untuk meningkatkan prestasi akademiknya.
Adapun yang dimaksud dengan prestasi akademik sendiri adalah nilai yang
diperoleh dari kegiatan persekolahan atau perkuliahan yang bersifat kognitif
(Pengetahuan dan kecakapan intelektual) dan ditentukan melalui penilaian (Balai
Pustaka Nasional, 2001).
Mahasiswa atau mahasiswi yang mempunyai tujuan nilai biasanya juga
menetapkan target kapan harus menyelesaikan kuliah dan berapa nilai yang ingin
dicapai.
Dalam lingkungan kampus nilai yang didapat biasanya dikenal dengan
istilah indeks Prestasi (IP) yang dapat dilihat tiap akhir semester yang telah
dilalui. Adapun pengertian dari indeks prestasi sendiri adalah angka yang
19
memperlihatkan pencapaian seseorang dalam belajar atau bekerja selama jangka
waktu tertentu (Balai Pustaka Nasional, 2001).
Menurut Dalyono (2001) berhasil tidaknya seseorang dalam belajar
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Faktor internal (yang berasal dalam diri) yaitu:
a. Kesehatan
Kesehatan jasmani dan rohani sangat berpengaruh terhadap kemampuan
belajar. Bila seseorang sakit dapat mengakibatkan seseorang menjadi tidak
bergairah untuk belajar. Demikian juga bila seseorang mengalami
gangguan kejiwaan atau kesehatan rohani dapat mengganggu atau
mengurangi semangat belajar seseorang.
b. Intelegensi dan bakat
Seseorang dengan intelegensi yang baik (IQ tinggi) umumnya mudah
belajar dan hasilnya pun cenderung baik. Sebaliknya seseorang dengan
intelegensi rendah, cenderung sukar dalam belajar, lambat berpikir
sehingga prestasinya pun rendah. Selain itu bakat juga berpengaruh dalam
prestasi belajar.
c. Minat dan motivasi
Minat dapat timbul karena daya tarik dari luar dan juga datang dari hati
sanubari. Minat yang besar merupakan modal awal untuk mencapai
tujuannya. Dengan adanya minat mendorong timbulnya motivasi. Motivasi
sendiri adalah pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan. Motivasi
dapat berasal dari dalam diri maupun dari luar. Kuat atau lemahnya minat
20
dan motivasi seseorang dalam belajar dapat berpengaruh terhadap
prestasinya.
d. Cara belajar
Cara belajar dapat berpengaruh terhadap prestasi karena tanpa
memperhatikan teknik dan faktor fisiologi, psikologis, dan ilmu kesehatan
akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan. Setiap orang mempunyai
teknik belajar berbeda-beda namun yang perlu diperhatikan adalah;
bagaimana cara membaca, mencatat, menggaris bawahi, meringkas dan
lain-lain. Selain itu waktu, tempat, fasilitas, serta penggunaan media
pengajaran dan penyesuaian bahan pelajaran juga ikut mempengaruhi
prestasi belajar.
2. Faktor Eksternal (yang berasal dari luar diri)
a. Keluarga
Tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar kecilnya penghasilan, cukup
atau kurangnya perhatian serta rukun tidaknya orang tua dan kedekatan
orang tua dengan anaknya ikut mempengaruhi prestasi anak.
b. Sekolah
Kualitas guru, metode mengajar, kesesuaian kurikulum dengan
kemampuan anak, fasilitas peraturan yang berlaku di lingkungan tempat
menutut ilmu ikut mempengaruhi.
c. Masyarakat
21
Masyarakat ikut berpengaruh karena jika di sekitar masyarakat disekitar
tempat tinggal berpendidikan, terutama anak-anaknya bersekolah tinggi
maka akan mendorong agar lebih giat beajar.
d. Lingkungan Sekitar
Apabila keadaan lingkungan tidak mendukung misalnya ; lokasi yang
terlalu bising, rumah yang rapat dan panas ikut mempengaruhi hasil
belajar.
2.5. Toleransi Terhadap Stres
Berdasarkan definisi stres, seberapa besar kemampuan individu di dalam
menghadapi stres inilah yang disebut sebagai toleransi terhadap stres. Maramis
(1998) menyebutkan toleransi terhadap stres sebagai daya tahan terhadap stres
atau nilai ambang frustasi.
Sejalan dengan pendapat diatas Carson et al, (1992) menyebutkan bahwa
istilah toleransi terhadap stres ini mengacu pada kemampuan individu untuk
bertahan dalam menghadapi stres tanpa mengakibatkan gangguan yang berarti dan
toleransi terhadap stres sangat berperan dalam menentukan tingkah laku
penyesuaian individu dalam menghadapi stres.
Toleransi terhadap stres adalah tingkat dan durasi stres yang dapat
ditoleransi individu tanpa menjadi kacau dan irrasional, dengan kata lain
merupakan ambang batas sebelum terjadinya perilaku yang tidak efisien dan
pikiran yang tidak rasional. Stressor yang datang akan membuat individu aktif dan
selanjutnya menimbulkan reaksi yang beraneka ragam, jika individu mampu
22
menggerakan kekuatan mengatasi stressor, maka ia mempunyai toleransi yang
baik, dan sebaliknya jika ia menyerah, maka ia mempunyai toleransi terhadap
stres yang kurang baik pula. (Crow, L. D., dan Crow, A., 1974).
Hasil studi Naidu and Verma (Petonjee, 1992) menunjukan bahwa
toleransi terhadap stres merupakan variabel yang menentukan tingkat dalam
merasakan stres, subjek yang memiliki toleransi terhadap stres yang kurang baik
akan merasakan stres, yag lebih dibandingkan dengan subjek yang bertolerasi baik
terhadap stres. Dalam situasi yang sama, subjek yang mempunyai toleransi yang
baik terhadap stres menunjukan respon yang mengarah pada pemecahan masalah,
sedangkan individu yang memiliki toleransi yang kurang baik terhadap stres
menunjukan sikap mempertahankan dari.
2.6. Hubungan Antara Toleransi Terhadap Stres Dengan Proses Kognitif
Pada dasarnya toleransi terhadap stres berbeda pada setiap orang. Karena
persepsi setiap orang terhadap peristiwa sekitarnya berbeda yang pada akhirnya
menimbulkan reaksi yang berbeda pula oleh karena itu maka stres bersifat
individu.
Menurut Sheridan dan Radmacher (1992) cara merespon stressor dan tipe
stres pada tiap individu bergantung pada proses kognitifnya.
Sedangkan Sarafino (1990) mengemukakan bahwa bagaimana cara
merespon stresor dan tipe stres serta apa yang dialami individu tergantung dari
23
proses kognitifnya. Proses kognitif merupakan proses mental dalam menilai
stressor serta menilai kemampuan diri dalam mengalami stres.
2.7. Hubungan Antara Toleransi Stres dengan Indeks Prestasi
Belajar adalah suatu proses yang pada akhirnya akan membuahkan suatu
hasil yang di sebut prestasi, yang tercermin dalam bentuk Indeks Prestasi (IP) di
lingkungan Universitas.
Menurut Dalyono (2001) Keberhasilan dalam meraih indeks prestasi yang
baik di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a. Faktor internal : kesehatan, intelegensia dan bakat, minat,
motivasi serta cara belajar.
b. Faktor eksternal : keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan
sekitar.
Menurut Haditono (1972) cit. Bantolo, S., (2003) sebab-sebab kesukaran
dalam belajar di bagi ke dalam faktor endogen dan faktor eksogen. Faktor
endogen adalah faktor biologis (kesehatan badan) dan faktor psikologis (IQ, minat
dan bakat). Sedangkan faktor eksogen meliputi : keluarga, sekolah serta
masyarakat. Sehingga jika seseorang mendapat tekanan atau stressor dari faktor-
faktor tersebut yang melebihi kemampuannya untuk menoleransi maka akan
berakibat terganggunya proses belajar seseorang yang tercermin dari Indeks
Prestasinya.
24
2.8. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Toleransi Terhadap Stres
Masing-masing individu memiliki tingkat toleransi terhadap stres yang
berbeda, dari yang rendah hingga yang tinggi (Atkinson et al, 1991). Adapun
yang mempengaruhi tingkat toleransi terhadap stres adalah :
a. Kepercayaan individu
Kepercayaan diri individu atas kemampuannya menanggulangi situasi
yang mengakibatkan stres (Atkinson et al, 1991). Cofer and Apply (1964)
mengatakan bahwa makin tinggi optimisme dan kemauan individu, maka
toleransi terhadap stres akan semakin tinggi.
b. Dukungan sosial.
Dukungan emosional dan adanya perhatian dari orang lain dapat membuat
orang tahan menghadapi stres. Orang-orang yang banyak berhubungan dengan
masyarakat cenderung hidup lebih lama dan cenderung terkena penyakit yang
berhubugan dengan stres dibandingkan orang yang kurang dalam berhubungan
sosial dengan orang lain (Atkinson et al, 1991).
c. Penyesuaian diri
Penyesuaian diri merupakan proses untuk mencoba mempertemukan diri
dengan lingkungan. Keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan diri tidak
hanya bergantung pada bagaimana cara tersebut digunakan dan dilakukan.
Jadi semakin efektif cara yang digunakan individu maka akan semakin tinggi
toleransi terhadap stres (Sheridan and Radmacher, 1992).
d. Kontrol diri
25
Dengan adanya kontrol diri yang kuat maka diyakini bahwa ia juga
memiliki toleransi terhadap stres yang tinggi (Sarafino, 1992)
e. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan dan toleransi terhadap stres sangatlah berhubungan,
hal ini dibuktikan dengan penelitian Soewandi cit. Chaerani, (1995) yang
mengatakan bahwa pendidikan salah satu faktor yang mempengaruhi daya
tahan individu terhadap stres, juga dikatakan pendidikan yang rendah
menyebabkan toleransi terhadap stres juga rendah.
f. Penerimaan diri
Individu yang dapat menerima dirinya apa adanya, maka ia akan mamiliki
toleransi yang lebih baik atau tinggi dari pada mereka yang kurang bisa
menerima keadaan sebagaimana apa adanya (Hjelle and Ziegler, 1981).
2.9. Respon Terhadap Stres
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, setiap individu memang mengalami
suatu pola stres yang khas karena proses kognitif setiap individu yang
menentukan reaksi terhadap stres memang berbeda.
Selye cit. Atamimi dan Sanmustari (1988) menggambarkan reaksi individu
dalam keadaan stres adalah adanya reaksi awal berupa rasa terkejut dan disertai
rasa takut dan cemas saat ia menyadari bahwa kejadian buruk tersebut benar-benar
mengenai dirinya, setelah itu ia akan berusaha untuk mengatasinya, namun
apabila ia mengalami kegagalan maka akan timbul rasa lelah dan hampa karena
merasa tidak ada jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapinya.
26
Seringkali tuntutan datang baik dari dalam maupun dari luar diri, dan itu
melebihi kemampuan kita untuk beradaptasi, sehingga tuntutan itu dirasakan
sebagai suatu beban, akibatnya muncullah reaksi stres.
Adapun reaksi stres yang dapat muncul antara lain tegang atau cemas,
gelisah, sedih dan depresi serta masih banyak gejala lainnya (Asdie, 1988).
Adapun ciri-ciri individu yang memiliki kepribadian yang tahan terhadap
stres adalah : (a) Ia dapat bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya, (b)
mampu mengontrol perasaan dan perilakunya terhadap situasi yang penuh tekanan
atau stres dengan menganggap bahwa perubahan yang terjadi dalam hidup
merupakan suatu kewajaran sekaligus kesempatan untuk berkembang (atkinson et
al,1991)
2.10. Derajat Stres
Stres dapat mengenai semua orang dalam usia. Menurut Hawari (1999)
stress timbul secara lambat dan tidak disadari kapan munculnya. Adapun derajat
stres menurut Hawari (1999) dibagi kedalam 6 tingkatan, yaitu :
1. Stres tingkat I
Merupakan tahap ringan, biasanya disertai semangat yang besar,
penglihatan tajam tidak seperti biasanya, gugup yang berlebihan. Pada tahap
ini biasanya menyenangkan namun tanpa disadari cadangan energinya
menipis.
27
2. Stres tingkat II
Pada tahap ini mulai muncul keluhan karena cadangan energi tidak
cukup lagi untuk sepanjang hari. Keluhannya antara lain letih pada waktu pagi
hari, lelah setelah makan siang dan menjelang sore serta ada gangguan otot
dan pencernaan
3. Stres tingkat III
Tahap ini gejala semakin terasa dan mulai mengalami gangguan tidur,
dan rasa ingin pingsan. Pada tahap ini sebaiknya penderita berkonsultasi
dengan dokter.
4. Stres tingkat IV
Tahap ini keadaan semakin memburuk yang ditunjukkan oleh kegiatan
yang semula menyenangkan kini terasa sulit, konsentrasi menurun, sulit tidur,
dan ada rasa takut yang tak terdefinisikan.
5. Stres tingkat V
Keadaan ini merupakan kelanjutan dari tahap IV, gejala yang muncul
makin berat.
6. Stres tingkat VI
Pada tahap ini penderita harus dibawa ke ICCU, karena gejalanya
sangat membahayakan seperti jantung berdebar sangat keras karena zat
adrenalin yang dihasilkan karena stres cukup tinggi, sesak nafas, badan
gemetar, tubuh dingin dan berkeringat, tenaga tidak ada sama sekali bahkan
tak jarang pingsan.
28
2.11. Tanda dan Gejala Stres
Saat seorang merasakan adanya tekanan batin, ia akan menunjukkan tanda dan
gejala berupa :
1. Tegang, gelisah, mudah marah atau sebaliknya menjadi pendiam, susah
tidur, dan nafsu makan menurun (Darmono, 1985).
2. Keringat dingin, mulut kering, berdebar-debar, tangan atau kaki pucat atau
kemerahan, nafas cepat, tekanan darah meninggi, dan sering kencing
(Darmono, 1985).
3. Takut, kecemasan, sedih dan depresi (Asdie, 1988)
2.12. Hipotesis
Adapun hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :
1. Adanya hubungan antara toleransi terhadap stres dengan indeks prestasi.
2. Semakin baik toleransi stres, maka semakin bagus indeks prestasi.
29
2.12.Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan landasan teori di atas, kerangka konsep penelitian yang akan
diteliti, dapat disajikan dalam bagan di bawah ini.
Stressor
Toleransi stress Mahasiswa kedokteran Universitas Islam Indonesia
• Baik • Kurang baik
IP
• Dengan pujian • Sangat memuaskan • Memuaskan • Kurang memuaskan
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan menggunakan rancangan penelitian non
eksperimental dengan pendekatan cross sectional.
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah semua mahasiswa/i fakultas kedokteran
Universitas Islam Indonesia angkatan 2004 dengan kriteria :
1. Mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Islam Indonesai semester II
angkatan 2004.
2. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
3.3. Variabel Penelitian
Terdiri atas variabel bebas dan terikat :
1. Variabel bebas adalah toleransi terhadap stres.
2. Variabel terikat adalah indeks prestasi
3.4. Definisi Operasional
1. Indeks Prestasi (IP) adalah angka yang memperlihatkan pencapaian seseorang
dalam belajar atau bekerja selama jangka waktu tertentu. Pada penelitian ini IP
yang digunakan adalah IP pada semester 1, dengan interpretasi :
31
a. Kurang Memuaskan : dengan IP < 2,00
b. Memuaskan : dengan IP 2,00 – 2,75
c. Sangat Memuaskan : dengan IP 2,76 – 3,51
d. Dengan Pujian : dengan IP 3,51 – 4,00
2. Toleransi terhadap Stress adalah kemampuan individu untuk bertahan dalam
menghadapi stres tanpa mengakibatkan gangguan yang berarti, yang
digolongkan menjadi baik dan kurang baik. Adapun instrumen yang
dipergunakan adalah MSRS-ST (Miller Smith Scale for Stres Tolerance).
Instrumen ini telah diuji oleh Brodjonegoro (1988) dengan nilai batas pemisah
43. Individu dengan nilai toleransi stress < 43 dinyatakan sebagai individu
dengan toleransi sress yang baik, individu dengan nilai toleransi stress ≥ 43
dinyatakan sebagai individu dengan toleransi stress yang kurang baik.
3.5. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah melalui kuesioner yang dibagikan kepada setiap
mahasiswa kedokteran Universitas Islam Indonesia semester II angkatan 2004
yang berisi kuesioner identitas, L-MMPI (Lie Minnesota Multiphasic Personaliti
Inventori), MSRS-ST (Miller-Smith Rating Scale for Stress Tolerance) yang harus
diisi tanpa bantuan orang lain dan perolehan indeks prestasi yang diminta dari
pihak akademik fakultas kedokteran Universitas Islam Indonesia.
32
3.6. Instrumen Penelitian
1. Identitas responden meliputi umur, nomor mahasiswa, jenis kelamin.
2. MSRS-ST (Miller-Smith Rating Scale for Stress Tolerance)
Untuk mengetahui taraf toleransi terhadap stres di gunakan instrumen
dari Miller dan Smith, dimana pada instrumen ini terdapat 20 item yang
masing-masing item diberi skor 1-5. Selanjutnya untuk memperoleh nilai
toleransi terhadap stres dilakukan penjumlahan nilai skor sehingga secara
keseluruhan mempunyai nilai total antara 20-100.
Instrumen ini telah di uji validitasnya oleh Brojdonegoro (1988)
dengan nilai batas pemisah 43. Individu dengan nilai toleransi stres MSRS-ST
<43 dinyatakan sebagai individu dengan nilai toleransi stres yang baik, dan
individu dengan nilai toleransi stres MSRS-ST ≥ 43 memiliki toleransi stres
yang kurang
3. Indeks Prestasi
Yang dimaksud dengan indeks prestasi adalah angka yang
memperlihatkan pencapaian seseorang dalam belajar atau bekerja selama
jangka waktu tertentu. Pada penelitian ini IP yang dipakai adalah IP semester
I.
4. L-MMPI (Lie Minnessota Multiphasic Personality Inventory).
Instrumen ini berisi 15 butir pernyataan untuk menilai kejujuran dalam
mengisi jawaban-jawaban instrumen yang diberikan. Minimal jawaban tidak
berjumlah 10 dari 15 butir pernyataan.
33
3.7. Tahap Penelitian
Sept 04
Okt 04
Jan 05
Feb 05
Mar 05
Juni 05
Juni 05
Sept 07
Sept 07
Okt 07
1. Pemilihan judul X X 2. Penulisan Proposal X X X 3. Seminar Proposal
Karya Tulis Ilmiah X
4. Revisi Proposal Karya Tulis Ilmiah
X
5. Pengumpulan Data X X 6. Pengolahan Data dan
Pembuatan BAB IV & V
X
X
7. Seminar Hasil Karya Tulis Ilmiah
X
3.8. Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah dengan Uji
Kolmogrov-Smirnov yang merupakan uji alternative dari Chi Square, dengan taraf
kemaknaan P >0,05% yang berarti tidak terdapat hubungan antara ke dua variable.
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan program SPSS
11.0.
No Parameter Nilai Interpretasi
1. Kekuatan Korelasi 0,00 – 0,199 Sangat Lemah
0,20 – 0,399 Lemah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
34
0,80 – 1,000 Sangat Kuat
2. Nilai P P < 0,05 Terdapat korelasi yang
bermakna antara dua
variabel yang diuji
P > 0,05 Tidak terdapat korelasi
yang bermakna antara 2
variabel yang diuji
(Sopiyudin, 2004)
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Subjek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa/i Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia angkatan 2004 semester II dan bersedia menjadi
responden dalam penelitian ini. Dari 114 mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Indonesia angkatan 2004 semua bersedia mengisi kuesioner
yang dibagikan. Terdapat 51 kuesioner yang tidak lengkap, maka data populasi
yang digunakan berjumlah 63 data. Gambaran karakteristik responden bervariasi.
Dari 63 responden diperoleh data jenis kelamin, anak keberapa, tempat tinggal,
toleransi terhadap stress dan indeks prestasi.
a. Gambaran distribusi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia angkatan 2004 Berdasarkan Jenis Kelamin.
Jenis kelamin para responden dalam penelitian ini penting untuk menjadi
bahan pertimbangan faktor yang menyebabkan meningkatnya toleransi terhadap
stress dan kejadian stress pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia angkatan 2004.
Mahasiswa Fakultas kedokteran Angkatan 2004 yang menjadi responden
kebanyakan berjenis kelamin perempuan yaitu, 60,3 % (38 responden) dan yang
berjenis kelamin laki-laki terdapat 39,7 % (25 responden).
36
Gambar 1. Distribusi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia angkatan 2004 Berdasarkan jenis kelamin
b. Gambaran distribusi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia angkatan 2004 Berdasarkan Posisi Anak Dalam Keluarga.
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universias Islam Indonesia Angkatan 2004
terbanyak merupakan anak pertama dalam keluarga yaitu sebanyak 31,7 % (20
responden), responden yang merupakan anak ke dua 27 % (17 responden), yang
merupakan anak ke tiga 25,4 % (16 responden), yang merupakan anak ke empat
11,1% (7 responden), dan yang merupakan anak ke lima, tujuh dan ke delapan
masing-masing ada 1,6 % (1 responden).
Di dalam sebuah keluarga terdiri dari ayah, ibi dan anak-anak. Sehingga jika
terjadi gangguan di dalam berinteraksi dan berkomunikasi antara orang tua dan
anak-anak hal ini dapat menyebabkan munculnya gangguan penyesuaian diri dari
laki-laki prempuan
Jenis Kelamin
0
10
20
30
40
50
60
70
Per
cen
t
Jenis Kelamin
37
1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 7,00 8,00
anak ke berapa
0
10
20
30
Perc
ent
anak ke berapa
anak. Sikap orang tua terhadap kehadiran dan pemeliharaan anak berhubungan
dengan urutan kelahiran ( Maramis cit Liska, 1997).
Dalam suatu keluarga anak menduduki posisi tertentu, yaitu : anak pertama,
kedua dan seterusnya, anak bungsu atau anak tunggal. Menurut Hurlock cit Liska,
1997 posisi di dalam keluarga membangun suatu aturan permainan tertentu di
dalam keluarga. Sehingga mempengaruhi sikap anak terhadap diri sendiri dan
lingkungan sekitar.
Gambar 2. Distribusi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia angkatan 2004 Berdasarkan Posisi anak Dalam Keluarga.
c. Gambaran distribusi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia angkatan 2004 Berdasarkan Tempat Tinggal
38
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia angkatan 2004
yang tinggal dirumah selama masa kuliah ada 19 % (12 responden) dan 81 % (51
responden) tinggal di kos selama masa kuliah.
Soewadi (1999) menyatakan bahwa stres merupakan ketimpangan dalam
menyesuaikan antara tuntutan lingkungan dengan kapasitas respon individu.
Apabila seseorang tidak dapat beradaptasi dengan baik maka akan menimbulkan
gangguan baik fisik, mental, sosial maupun spiritual. Sehingga mahasiswa yang
secara tiba-tiba harus hidup terpisah dari kedua orang tuanya (kos) jika ia tidak
dapat beradaptasi dengan cepat di lingkungan tempat tinggalnya yang baru maka
ia dapat mengalami stres. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang di lakukan
oleh Seligman et all, (1974) cit Nuhriawangsa, (1984), bahwa sebanyak 36,4%
remaja dari 85 orang remaja mengalami gangguan psikiatrik akibat kehilangan
atau perpisahan dengan orang tuanya.
39
rumah kos
Tempat tingal
0
20
40
60
80
100
Perc
ent
Tempat tingal
Gambar 3. Distribusi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia angkatan 2004 Berdasarkan Tempat Tinggal
d. Gambaran distribusi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia angkatan 2004 Berdasarkan Toleransi Terhadap Stres
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia angkatan 2004
banyak yang mempunyai toleransi terhadap stres yang baik yaitu sebanyak 90,5 %
(57 responden) dan hanya 9,5 % (6 responden) yang mempunyai toleransi
terhadap stres yang kurang.
Tempat tinggal
40
Toleransi terhadap stres baik Toleransi terhadap stres kurang
Toleransi Stress
0
20
40
60
80
100
Perc
ent
Toleransi Stress
Gambar 4. Distribusi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia angkatan 2004 Berdasarkan Toleransi Terhadap Stres
e. Gambaran distribusi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia angkatan 2004 Berdasarkan Indeks Prestasi
Distribusi indeks prestasi mahasiswa Fakultas kedokteran Universitas Islam
Indonesia angkatan 2004 memiliki indeks prestasi 9,5 % (6 responden) memiliki
indeks prestasi kurang memuaskan atau dibawah 2,00, 30,2 % (19 responden)
memiliki indeks prestasi memuaskan atau indeks prestasinya berkisar antara 2,00-
2,75, indeks prestasi terbanyak adalah sangat memuaskan sebanyak 47,6 % (30
responden) dengan indeks prestasi berkisar antara 2,76-3,50, sedangkan 12,7 % (8
responden) memiliki indeks prestasi dengan pujian atau indeks prestasi 3,51-4,00.
41
kurang memuaskan < 2,00
memuaskan 2,00-2,75 sangat memuaskan 2,76-3,50
dengan pujian 3,51-4,00
Indeks Prestasi
0
10
20
30
40
50
Perc
ent
Indeks Prestasi
Gambar 5. Distribusi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia angkatan
2004 Berdasarkan Indeks Prestasi
Data hasil perhitungan skor toleransi terhadap stres dengan Miller Smith
Scale for Stres Tolerance (MSRS-ST) dan indeks prestasi disajikan dibawah
ini dalam bentuk tabel.
Tabel 1. Frekuensi Toleransi Stres dan Indeks Prestasi Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Angkatan 2004
Indeks prestasi
Kurang memuaskan
< 2,00
Memuaskan 2,00-2,75
Sangat memuaskan 2,76-3,50
Dengan pujian
3,51-4,00
Toleransi terhadap stres
F % F % F % F % Baik 5 7,9 18 28,6 27 42,8 7 11,1
Kurang 1 1,6 1 1,6 3 4,8 1 1,6
Total 6 9,5 19 30,2 30 47,6 8 12,7
42
Tabel 1 diatas menunjukkan 7,9 % (5 responden) termasuk kelompok
dengan indeks prestasi kurang memuaskan tetapi toleransi terhadap stres baik,
28,6 % (18 responden) memiliki indeks prestasi memuaskan dengan toleransi
terhadap stres baik, 42,8 % (27 responden) termasuk dalam kelompok dengan
indeks prestasi sangat memuaskan, sedangkan sebanyak 11,1 % (7 responden)
memiliki indeks prestasi dengan pujian denan toleransi terhadap stres baik.
Terdapat masing-masing 1,6 % (1 responden) yang memiliki indeks
prestasi kurang memuaskan dan memuaskan dengan toleransi terhadap stres
kurang, 4,8 % (3 responden) memiliki indeks prestasi sangat memuaskan
dengan toleransi terhadap stres kurang, dan 1,6 (1 responden) memiliki indeks
prestasi dengan pujian dengan toleransi terhadap stres kurang.
Hasil data pada tabel 1 tidak dapat dilakukan uji Chi Square karena tidak
memenuhi syarat uji Chi Square yaitu nilai expected pada 4 cell kurang dari 5.
Oleh karena itu dilakukan uji Kolmogrov-Smirnov yang merupakan uji
alternative dari Chi Square.
Uji Kolmogrov-Smirnov merupakan jenis uji tabel 2 X K, dan bila tidak
memenuhi syarat uji Chi Square. Dari hasil pengolahan data dengan uji
Kolmogrov-Smirnov dengan SPSS didapatkan p value sebesar 1,000 yaitu
lebih dari 0.05 maka berarti tidak ada hubungan antara toleransi terhadap stres
dengan indeks prestasi pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Islam
Indonesia angkatan 2004.
43
4.2. Pembahasan
Stres dapat digunakan untuk menunjukkan suatu perubahan fisik yang luas
yang disebabkan oleh berbagai faktor psikologis atau faktor fisik atau
kombinasi faktor-faktor tersebut (Prawitasari, 1988). Toleransi merupakan
kemampuan seseorang dalam mensikapi hal-hal yang dapat menimbulkan
stres, ikut berperan dalam menentukan tingkah laku penyesuaian individu
dalam menghadapi stres (Carson dan Butcher, 1992).
Penelitian ini menggambarkan berbagai karakteristik yang terdapat pada
responden seperti jenis kelamin, posisi anak dalam keluarga, tempat tinggal,
toleransi terhadap stres dan indeks prestasi. Kebanyakan dari karakteristik ini
memperberat stressor sehingga toleransi terhadap stres akan berkurang atau
menurun.
Saat pengolahan data yang didapat dari responden, didapati bahwa semua
responden tidak lulus tes LMMPI yang telah di sebarkan oleh peneliti sebagai
salah satu kriteria responden yang dapat di pakai sebagai sampel penelitian.
Namun akibat keterbatasan waktu dan jumlah responden, maka peneliti tidak
mempergunakan Tes LMMPI sebagai syarat untuk menyaring responden dan
peneliti tidak melakukan penggantian jenis kuisioner untuk menggantikan Tes
LMMPI, sehingga hal ini mungkin mempengaruhi hasil dari penelitian yang
telah dilakukan.
Pada penelitian ini didapati bahwa tidak ada hubungan antara posisi anak
dalam keluarga dengan indeks prestasi. Dari penelitian sebelumnya yang
44
meneliti tentang perbedaan tingkat kecemasan antara mahasiswa FK UGM
yang tinggal bersama orang tua dan yang mondok di dapati bahwa angka
kecemasan lebih banyak di temukan pada kelompok mahasiswa yang mondok
di banding yang tinggal bersama orang tua, karena mahasiswa yang mondok
menghadapi masalah yang lebih kompleks. Menurut Moetrarsi (1986) cit..
Kusbandono, F., (1995) terdapat korelasi kuat antara problema dengan
gangguan jiwa. Adanya perbedaan hasil penelitian yang dilakukan peneliti
dengan penelitian terdahulu dapat disebabkan beberapa faktor, diantaranya :
tidak adanya pengawasan saat pengisian data oleh responden, perbedaan
waktu, tempat dan suasana responden (mood, kondisi lingkungan saat
pengisian data).
Peneliti juga mendapati bahwa tidak ada hubungan antara posisi anak
dalam keluarga dengan indeks prestasi pada responden penelitian. Hasil ini
sesuai dengan hasil yang di peroleh dari penelitian yang di lakukan oleh Liska,
Y., (1997) bahwa tidak adanya perbedaan posisi anak dalam keluarga dengan
indeks prestasi yang di peroleh. Hal ini dapat di sebabkan oleh bebrapa faktor,
diantaranya adalah perbedaan tipe kepribadian tiap anak.
Selain itu juga di dapati bahwa tidak ada hubungan antara toleransi stress
dengan indeks prestasi pada mahasisiwa FK UII semester dua angkatan 2004.
Hasil ini berbeda dari hasil penelitian terdahulu yang di laksanakan olah
Mada, Brata., (1997) bahwa di peroleh hubungan yang bermakna antara
ingkat ketahanan stress dengan indeks prestasi. Pada mahasisiwa baru FK
UGM angkatan 1996/1997. Perbedaan hasil penelitian yang di lakukan
45
peneliti dengan penelitian terdahulu mungkin dapat di sebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya, yaitu : waktu dan tempat penelitian, suasana responden
(mood, ketenangan di lokasi pengisian data), metode dan kurikulum
pembelajaran.
Hasil penelitian ini dengan uji Kolmogrov-Smirnov dengan SPSS
didapatkan p value sebesar 1,000 yaitu lebih dari 0.05 maka berarti tidak ada
hubungan antara toleransi terhadap stres dengan indeks prestasi pada
mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Islam Indonesia angkatan 2004.
4.3. Keterbatasan Penelitian
1. Pada penelitian ini tidak ada pengawasan yang baik terhadap
responden oleh peneliti saat pengisian data sehingga ada kemungkinan
jawaban yang di berikan merupakan hasil diskusi dengan teman yang
sama-sama menjadi responden
2. Pada penelitian ini tes LMMPI (Lie Minnesota Multiphasic
Personality Interventory) tidak digunakan dalam penilaian karena tidak
adanya keseragaman dalam pengisian dan keterbatasan jumlah
responden.
3. Keterbatasan dalam mengendalikan variabel-variabel yang tidak
terdeteksi yang mempengaruhi hasil penelitian.
4. Pembagian Kuisioner dilakukan setelah responden menyelesaikan
Quiz.
46
5. Hasil penelitian ini terbatas dalam populasi yang diambil
6. Belum ada penelitian tentang psikiatri di lokasi penelitian sehingga
tidak ada hasil penelitian yang mendukung penelitian ini sesuai dengan
kondisi geografis maupun sosiokulturalnya.
47
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Islam Indonesia angkatan
2004 mempunyai beberapa karakteristik yang dapat digali dalam
penelitian ini yaitu, jenis kelamin, posisi anak dalam keluarga, tempat
tinggal, toleransi terhadap stres dan indeks prestasi.
2. Frekuensi toleransi terhadap stres pada mahasiswa fakultas kedokteran
Universitas Islam Indonesia angkatan 2004 ada 90,5 % baik dan
sisanya 9,5 % toleransi terhadap stres kurang.
3. Frekuensi indeks prestasi pada mahasiswa fakultas kedokteran
Universitas Islam Indonesia angkatan 2004 terdapat 9,5 % kuang
memuaskan, 30,2 % memuaskan, 47,6 % sangat memuaskan dan 12,7
% dengan pujian.
4. Tidak terdapat hubungan antara toleransi terhadap stres dengan indeks
prestasi pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Islam
Indonesia angkatan 2004.
48
5.2. Saran
1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang toleransi terhadap stres
dan faktor-faktor yang berperan dalam menimbulkan stres pada pada
mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Islam Indonesia.
2. Peran aktif dari berbagai pihak untuk meminimalkan tingkat stres
sehingga toleransi terhadap stres baik, dan diikuti dengan peningkatan
indeks prestasi.
3. Pemantauan secara berkala indeks prestasi mahasiswa sehingga bila
terjadi penurunan indeks dapat ditentukan penyebab penurunan.
4. Diharapkan di masa yang akan datang dapat di lakukan penelitian lebih
lanjut apakah anak ke 2 (dua), anak ke 3 mempunyai toleransi stres
yang lebih rendah bila di banding dengan anak 1 (pertama).
5. Diharapkan pada penelitian yang akan datang metode pengambilan
data agar lebih bervariasi dengan menggunakan metode wawancara
yang lebih mendalam terhadap masing-masing responden.