INTISARI -...

159
xv INTISARI Peningkatan mutu pembelajaran klinik pendidikan keperawatan gigi dilakukan antara lain dengan menyediakan media ajar yang memadai, media ajar sebagai alat simulasi dapat digunakan dalam proses penilaian pencapaian kompetensi klinis. Pembelajaran dengan simulasi memberi kesempatan mahasiswa untuk mempersiapkan diri sebelum menghadapi pasien sesungguhnya. Pengembangan media ajar untuk praktik skaling dilakukan karena media ajar yang saat ini digunakan sering menyulitkan mahasiswa dan pembimbing praktik terutama dalam menampilkan tanda-tanda adanya kalkulus/karang gigi, cara menghilangkan kalkulus, dan penentuan indeks kebersihan gigi dan mulut. Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi experiment dengan rancang pretest-posttest control group design. Lokasi penelitian adalah Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta dan waktu penelitian bulan April 2011 sampai dengan Oktober 2012. Sampel adalah mahasiswa semester 3 dan 5, teknik pengambilan sampel secara simple random sampling dan jumlah sampel sebanyak 140 mahasiswa. Kriteria sampel adalah: a) mahasiswa yang akan atau sudah selesai mengikuti praktik klinik, b) bersedia ikut serta dalam penelitian dengan mengisi informed consent. Penelitian ini menghasilkan suatu media ajar dalam bentuk model gigi (typodont) dengan kalkulus artifisial yang dilengkapi alat penyangga. Hasil analisis pengaruh intervensi media ajar terhadap prestasi mahasiwa menunjukkan bahwa berdasarkan analisis uji t-test ada perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara nilai pretest dan nilai posttest (nilai kognitif) baik pada mahasiswa semester 3 maupun 5, namun selisih rata-rata kedua kelompok tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik (p>0,05). Ada perbedaan yang signifikan (p<0,05) nilai keterampilan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, namun demikian selisih rata-rata nilai keterampilan kedua kelompok tidak bermakna secara statistik (p>0,05). Analisis multivariat menggunakan regresi linier menunjukkan bahwa nilai kognitif berkontribusi sebesar 2,7% terhadap peningkatan nilai keterampilan. Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) tersedianya unit model gigi dengan kalkulus artifisial sebagai media ajar yang memadai untuk praktik skaling sebagai salah satu upaya tindak lanjut peningkatan mutu pembelajaran klinik, (2) ada pengaruh intervensi menggunakan media ajar yang dikembangkan pada praktik skaling terhadap prestasi mahasiswa, yaitu: (a) ada perbedaan yang signifikan nilai kognitif mahasiswa antara sebelum dan setelah intervensi menggunakan media ajar pada praktik skaling, (b) ada perbedaan yang signifikan nilai keterampilan mahasiswa antara sebelum dan setelah intervensi menggunakan media ajar pada praktik skaling. Kata kunci: mutu pembelajaran klinik, skaling, media ajar, simulasi, model gigi

Transcript of INTISARI -...

Page 1: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

xv

 

INTISARI

Peningkatan mutu pembelajaran klinik pendidikan keperawatan gigi dilakukan antara lain dengan menyediakan media ajar yang memadai, media ajar sebagai alat simulasi dapat digunakan dalam proses penilaian pencapaian kompetensi klinis. Pembelajaran dengan simulasi memberi kesempatan mahasiswa untuk mempersiapkan diri sebelum menghadapi pasien sesungguhnya. Pengembangan media ajar untuk praktik skaling dilakukan karena media ajar yang saat ini digunakan sering menyulitkan mahasiswa dan pembimbing praktik terutama dalam menampilkan tanda-tanda adanya kalkulus/karang gigi, cara menghilangkan kalkulus, dan penentuan indeks kebersihan gigi dan mulut.

Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi experiment dengan rancang pretest-posttest control group design. Lokasi penelitian adalah Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta dan waktu penelitian bulan April 2011 sampai dengan Oktober 2012. Sampel adalah mahasiswa semester 3 dan 5, teknik pengambilan sampel secara simple random sampling dan jumlah sampel sebanyak 140 mahasiswa. Kriteria sampel adalah: a) mahasiswa yang akan atau sudah selesai mengikuti praktik klinik, b) bersedia ikut serta dalam penelitian dengan mengisi informed consent.

Penelitian ini menghasilkan suatu media ajar dalam bentuk model gigi (typodont) dengan kalkulus artifisial yang dilengkapi alat penyangga. Hasil analisis pengaruh intervensi media ajar terhadap prestasi mahasiwa menunjukkan bahwa berdasarkan analisis uji t-test ada perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara nilai pretest dan nilai posttest (nilai kognitif) baik pada mahasiswa semester 3 maupun 5, namun selisih rata-rata kedua kelompok tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik (p>0,05). Ada perbedaan yang signifikan (p<0,05) nilai keterampilan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, namun demikian selisih rata-rata nilai keterampilan kedua kelompok tidak bermakna secara statistik (p>0,05). Analisis multivariat menggunakan regresi linier menunjukkan bahwa nilai kognitif berkontribusi sebesar 2,7% terhadap peningkatan nilai keterampilan.

Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) tersedianya unit model gigi dengan kalkulus artifisial sebagai media ajar yang memadai untuk praktik skaling sebagai salah satu upaya tindak lanjut peningkatan mutu pembelajaran klinik, (2) ada pengaruh intervensi menggunakan media ajar yang dikembangkan pada praktik skaling terhadap prestasi mahasiswa, yaitu: (a) ada perbedaan yang signifikan nilai kognitif mahasiswa antara sebelum dan setelah intervensi menggunakan media ajar pada praktik skaling, (b) ada perbedaan yang signifikan nilai keterampilan mahasiswa antara sebelum dan setelah intervensi menggunakan media ajar pada praktik skaling.

Kata kunci: mutu pembelajaran klinik, skaling, media ajar, simulasi, model gigi

Page 2: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

xvi

 

ABSTRACT

Improving the skills learning quality of dental nursing education is conducted by, among others, providing adequate learning media; learning media can be used as a simulation tool in the assessment process of the achievement of clinical competence. Learning with simulations provides students opportunity to prepare before facing real patients. Development of learning media to practice scaling is done because the current learning media are often difficult for students and practice tutors primarily in showing signs of calculus/tartar, procedures to remove calculus, and the determination of dental and oral hygiene index.

This was a quasi experiment study with a pretest-posttest control group research design. The research location was in Dental Nursing Department of Health Polytechnic of Yogyakarta conducted from April 2011 to October 2012. Samples were students in semester 3 and 5, taken with simple random sampling and the sample size was finally 140 students. Sample criteria were: a) students who would take or had already completed a clinical practice, b) students who were willing to participate in the study by completing an informed consent.

This study produced a teaching medium in the form of dental model (typodont) with artificial calculus equipped with a buffer. The results of analysis of the effect of learning media interventions on student achievement showed that, based on t-test analysis, there was a significant difference (p<0,05) between the pretest and posttest values (cognitive value) in both semester 3 and 5 students; however, the mean difference of both groups did not show any statistically significant difference (p>0,05). There was a significant difference (p<0,05) in skills score between the experimental group and the control group; however, the mean difference in both groups was not statistically significant (p>0,05). Multivariate analysis using linear regression showed that cognitive scores accounted for 2.7% of the increase in the skills score.

The conclusions of this study are: (1) there is an availability of adequate learning media in the form of dental models and artificial calculus equipped with a buffer for scaling practices, (2) there is an effect of intervention using learning media in the scaling practice on a student achievement, namely: (a) a significant difference in cognitive value of scaling practices on students before and after learning media intervention, (b) a significant difference in the score of scaling practice skills students before and after learning media intervention. Keywords: quality of clinical learning, scaling, learning media, simulations,

dental models

Page 3: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui

Asean Free Trade Area (AFTA) menuntut peningkatan mutu calon pekerja di

negara-negara Asean, seperti Indonesia. Peningkatan mutu tersebut dapat dicapai

antara lain dengan perbaikan mutu pendidikan sehingga para lulusan kompeten

di bidangnya. Di Inggris dan Australia, mutu perguruan tinggi dikaitkan dengan

kebijakan dan sistem institusional, aktivitas, serta kinerja perguruan tinggi,

bahkan pada tahun 2004 kebijakan publik di Inggris telah mendefinisikan

tentang standar mutu perguruan tinggi (Westerheijden et al., 2007).

Pada kompetisi pasar global, mutu merupakan faktor tunggal yang sangat

menentukan kesuksesan. Juran dan Godfrey (1999) mengatakan bahwa abad 20

adalah abad produktivitas, sedangkan abad 21 adalah abad kualitas/mutu.

Manajemen mutu menjadi isu kompetitif pada beberapa organisasi seperti di

Amerika Serikat bahkan mutu menjadi bagian dari agenda nasional.

Reformasi pendidikan vokasional di Romania dilakukan dalam

mengembangkan kerangka penjaminan mutu di tingkat nasional (Hart dan

Rogojinaru, 2007). Gvaramadze (2008) memprakarsai penjaminan mutu dengan

melakukan analisis tentang peningkatan mutu dan implikasi budaya mutu

perguruan tinggi di Eropa. Dieter (2009) mengembangkan suatu program

reformasi dalam ilmu-ilmu dasar, penelitian klinis, dan pelayanan pasien untuk

meningkatkan mutu output pada pendidikan kedokteran di Jerman.

Page 4: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

2

Tuntutan reformasi pendidikan juga menyangkut pembaruan sistem di

berbagai bidang pendidikan. Hal lain yang juga penting adalah upaya

peningkatan mutu pendidikan perguruan tinggi sehingga mewujudkan

pendidikan yang bermutu, relevan dengan kebutuhan stakeholders, dan berdaya

saing dalam kehidupan global.

Paradigma baru manajemen pendidikan tinggi di Indonesia yaitu

peningkatan mutu secara berkelanjutan, otonomi, akuntabilitas, akreditasi dan

evaluasi perlu dicapai (Depdiknas, 2003). Penerapan sistem penjaminan mutu

(quality assurance) di suatu lembaga pendidikan tinggi sangat diperlukan

sehingga para lulusan mampu bersaing di pasar global dengan mutu yang baik

(Hadi, 2005).

Pemahaman beberapa pendapat di atas menegaskan bahwa tujuan utama

paradigma baru manajemen perguruan tinggi saat ini adalah terwujudnya suatu

sistem yang lebih dinamis dan efektif, sehingga menjamin terjadinya

peningkatan mutu secara berkesinambungan agar menghasilkan produk yang

selaras dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat pengguna. Perguruan tinggi

perlu melaksanakan sistem penjaminan mutu untuk menjamin agar mutu

pendidikan perguruan tinggi dapat dipertahankan dan ditingkatkan sesuai dengan

yang direncanakan/dijanjikan.

Mutu pembelajaran di perguruan tinggi merupakan sebuah isu strategis

karena hal tersebut merupakan faktor determinan bagi tercapainya tujuan

pembelajaran (Morley, 2003 cit. Hoecht, 2006). Namun demikian, banyak faktor

masih menghambat pelaksanaan pencapaian mutu pembelajaran yang baik.

Page 5: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

3

Salah satu dari faktor-faktor tersebut adalah belum optimalnya mutu dalam

proses pembelajaran. Manajemen mutu pendidikan dapat dilakukan antara lain

dengan mengevaluasi pengaruh mutu pendidikan terhadap prestasi mahasiswa

setelah proses pembelajaran (Fry et al., 2009). Berdasarkan pengertian ini,

perguruan tinggi memiliki peran dalam mempersiapkan lulusan yang bermutu

untuk dapat dipertanggungjawabkan di dalam masyarakat.

Pengelolaan pendidikan tenaga kesehatan (Diknakes) merupakan

tantangan dalam rangka menghasilkan lulusan tenaga kesehatan yang

profesional, mandiri dan berdaya saing secara efisien dan efektif (Depkes,

2009b). Pengelolaan penjaminan mutu institusi di lingkungan Diknakes

dikembangkan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

secara kebijakan dibawah pimpinan institusi Diknakes, secara teknis fungsional

dibina oleh pembantu pimpinan bidang akademik dan secara operasional

dilaksanakan oleh unit penjaminan mutu (Kemenkes, 2010a).

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan (Poltekkes Kemenkes)

merupakan sebuah Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Kementerian

Kesehatan. Keputusan Menkes RI Nomor OT.01.01.2.4.0375 tahun 2003 tentang

Pedoman Organisasi dan Tata Laksana Poltekkes menyebutkan bahwa Poltekkes

mempunyai tugas melaksanakan pendidikan yang bersifat vokasional dengan

jenjang D I, II, III dan/atau D IV, sesuai keputusan UU yang berlaku (Depkes,

2009a). Jurusan yang ditawarkan dalam lingkup Poltekkes Kemenkes adalah

jurusan Gizi, Analis Kesehatan, Kebidanan, Keperawatan, Kesehatan

Lingkungan, serta Keperawatan Gigi. Penyelenggaraan Jurusan Keperawatan

Page 6: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

4

Gigi (JKG) diatur dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1035/Menkes/SK/IX/1998.

Kompetensi lulusan pendidikan keperawatan gigi dihasilkan melalui

proses pendidikan di institusi Pendidikan Diploma Keperawatan Gigi yang

diharapkan dapat berperan serta dalam upaya-upaya kesehatan gigi dan mulut

untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Depkes, 2009c).

Kompetensi perawat gigi Indonesia terdiri dari domain, kompetensi utama,

kompetensi penunjang, dan kemampuan dasar (Kemenkes, 2010b). Pendidikan

keperawatan gigi dituntut untuk mempunyai suatu kurikulum yang membantu

mahasiswa mencapai kompetensi yang diharapkan.

Proses pembelajaran di klinik adalah proses inti dalam pendidikan tenaga

kesehatan, oleh karena itu keberadaan standar kompetensi lulusan menjadi

sangat mutlak dan sifatnya strategis (Wellard et al., 2009). Pembelajaran klinik

selaras dengan pendidikan keperawatan gigi yang mengutamakan pembelajaran

praktik daripada teori. Schweek dan Gebbie, 1996 cit. Depkes, 2004

menyebutkan bahwa praktik klinik merupakan unsur utama dari perencanaan

kurikulum (the heart of the total curriculum plan).

Pembelajaran klinik menjadi faktor utama yang mendukung proses belajar

mengajar pada pendidikan keperawatan gigi untuk menghasilkan mutu lulusan

yang kompeten di bidangnya, hal ini sesuai pendapat Papp et al. (2003) bahwa

pembelajaran klinik adalah salah satu cara untuk meningkatkan kompetensi

profesional mahasiswa keperawatan. Mahasiswa diharapkan mempunyai

kompetensi yang menyeluruh berdasarkan pengetahuan, keterampilan, dan

Page 7: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

5

pengalaman klinik yang sudah mereka dapatkan selama pendidikan. Tujuan

pembelajaran klinik pendidikan keperawatan gigi adalah menciptakan ahli

madya keperawatan gigi yang kompeten yaitu mampu mengelola pelayanan

asuhan kesehatan gigi dan mulut. Kemampuan dan keterampilan dasar yang

diberikan dalam pendidikan difokuskan dalam bidang promotif, preventif, dan

kuratif terbatas (Depkes, 2004).

Peningkatan mutu pembelajaran klinik pada pendidikan keperawatan gigi

menjadi faktor utama yang mendukung proses pendidikan vokasi untuk

meningkatkan kualitas lulusannya. Pengalaman pembelajaran praktik klinik

penting untuk mempersiapkan mahasiswa ke arah penerapan pengetahuan, sikap,

dan keterampilan profesional dengan memberi kesempatan mahasiswa melalui

proses pembelajaran dalam situasi nyata.

Pencapaian tujuan pembelajaran perlu didukung adanya sarana prasarana

yang memadai serta waktu yang cukup untuk pembelajaran (Lake dan Ryan,

2006). Stark et al. (2003) menyatakan pentingnya pembimbing klinik sebagai

role models, dan upaya peningkatan mutu pembelajaran klinik perlu dukungan

dana serta pelatihan keterampilan mengajar. Proses pembelajaran yang efektif

membutuhkan penyediaan sarana prasarana yang memadai termasuk media ajar

yang sesuai dengan kebutuhan.

Penggunaan media ajar dalam pembelajaran praktik klinik untuk

melengkapi dan membantu pembimbing dalam menyampaikan materi atau

informasi, adanya media ajar yang tepat diharapkan terjadi interaksi antara

Page 8: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

6

pembimbing dengan mahasiswa dan antar mahasiswa secara maksimal sehingga

dapat mencapai hasil belajar sesuai tujuan pembelajaran.

Studi pendahuluan tentang implementasi model penjaminan mutu PDCA

(Plan, Do, Check, dan Act) pada pembelajaran klinik Jurusan Keperawatan Gigi

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta (lampiran 3) menunjukkan bahwa berdasarkan

pemetaan posisi mutu menggunakan diagram Kartesius maka upaya tindak lanjut

(follow up) yang menjadi prioritas utama program peningkatan mutu

pembelajaran klinik adalah pada indikator mutu aspek evaluasi (check) yaitu

penyediaan sarana prasarana yang memadai, khususnya kebutuhan media ajar

sebagai alat simulasi pada pembelajaran praktik skaling.

B. Rumusan Masalah

Penguasaan keterampilan praktik merupakan faktor yang penting dalam

menghasilkan tenaga perawat gigi yang berkualitas dan salah satu upaya yang

diperlukan adalah penyediaan media ajar yang memadai. Penggunaan media ajar

pada pembelajaran klinik penting karena keadaan mahasiswa sangat heterogen,

media ajar sebagai simulator membantu pembimbing klinik dalam

menyampaikan pesan-pesan atau materi pembelajaran praktik kepada mahasiswa

supaya lebih mudah dimengerti, lebih menarik, dan lebih menyenangkan

sehingga menambah motivasi dan lebih merangsang minat mahasiswa untuk

belajar.

Pembelajaran praktik skaling dilakukan dengan cara simulasi untuk

mencapai tingkat kompetensi shows hows (Dent dan Harden, 2009), yaitu

mahasiswa dapat melakukan atau mendemonstrasikan sebuah keterampilan pada

Page 9: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

7

situasi yang terkendali. Simulasi pada praktik skaling merupakan usaha

menciptakan pengalaman menggunakan media ajar sebelum mahasiswa

menghadapi pasien sesungguhnya. Media ajar dalam bentuk model gigi yang

saat ini digunakan belum mirip dengan keadaan nyata pada pasien, model tidak

menampilkan tanda-tanda kelainan kalkulus, juga tidak dapat diatur posisinya

sesuai kebutuhan operator sehingga sering menyulitkan mahasiswa maupun

pembimbing praktik, hal ini menyebabkan pembelajaran praktik skaling menjadi

tidak efektif dan target pencapaian kompetensi mahasiswa menjadi tidak tuntas.

Media ajar praktik skaling yang realistik dibutuhkan supaya penyampaian

informasi yang berkaitan dengan keterampilan skaling lebih mudah dipahami,

menambah motivasi belajar mahasiswa, meningkatkan interaksi antar mahasiswa

maupun pembimbing dengan mahasiswa, sehingga meningkatkan mutu proses

dan produk pembelajaran. Berdasarkan latar belakang tersebut dirumuskan

masalah: Apakah pengembangan media ajar pada proses pembelajaran praktik

skaling berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum:

Untuk mengembangkan media ajar yang memadai pada pembelajaran

praktik skaling.

2. Tujuan Khusus:

Untuk mengetahui pengaruh intervensi menggunakan media ajar yang

dikembangkan pada praktik skaling terhadap prestasi mahasiswa dilihat dari

nilai kognitif dan nilai keterampilan.

Page 10: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

8

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat untuk Pembangunan Pendidikan:

Pengembangan media ajar sebagai alat simulasi praktik mahasiswa

menjadi salah satu strategi dalam upaya penjaminan mutu pendidikan tenaga

kesehatan di Indonesia, khususnya pada pendidikan keperawatan gigi.

2. Manfaat bagi Pengembangan Ilmu:

Penelitian ini menambah penguatan mengenai prinsip-prinsip dan

langkah-langkah pembelajaran klinik pada pendidikan keperawatan gigi

sehingga menghasilkan tenaga perawat gigi yang kompeten di bidangnya.

E. Keaslian Penelitian

Fokus penelitian yang akan dilakukan berbeda dengan penelitian terdahulu

yaitu peningkatan mutu pendidikan keperawatan gigi melalui pengembangan

media ajar praktik skaling berbasis implementasi model penjaminan mutu

PDCA pada pembelajaran klinik. Beberapa penelitian terdahulu mengenai

peningkatan mutu pembelajaran klinik di perguruan tinggi adalah sebagai

berikut:

Penelitian Snell et al. (2000) yang mendiskusikan pentingnya evaluasi

pembelajaran klinik bagi institusi perguruan tinggi (dosen dan program studi).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model evaluasi dapat digunakan untuk

mengetahui hubungan antara proses pembelajaran dengan peran pembimbing,

selain itu dapat menjadi dasar untuk penelitian tentang hubungan antara mutu

pembelajaran dengan hasil yang diharapkan, perbaikan sistem pembelajaran,

serta nilai praktik klinik. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan

Page 11: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

9

adalah mengevaluasi pembelajaran klinik, sedangkan perbedaannya adalah

konteks penelitian yang akan dilakukan adalah tindak lanjut evaluasi mutu

pembelajaran klinik keperawatan gigi.

Papp et al. (2002) menggambarkan pendapat mahasiswa keperawatan

mengenai pengalaman pembelajaran klinik. Metode penelitian yang digunakan

adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dari Colaizzi. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran klinik merupakan salah satu cara

untuk meningkatkan kompetensi profesional seorang perawat. Keseluruhan

responden (16 mahasiswa) menyatakan terciptanya lingkungan pembelajaran

klinik yang baik karena didukung adanya kerjasama antara institusi dengan staf

klinik. Persamaan dengan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan

yaitu menggunakan pendapat mahasiswa tentang pengalaman pembelajaran

klinik. Perbedaannya adalah penelitian yang akan dilakukan untuk mengetahui

mutu pembelajaran klinik sekaligus mengkaji pengaruh upaya tindak lanjut

peningkatan mutu pembelajaran klinik terhadap output proses pembelajaran.

Stark (2003) meneliti tentang persepsi mahasiswa kedokteran dan

pembimbing klinik tentang mutu proses pembelajaran klinik. Metode penelitian

yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan data

dilakukan dengan wawancara semistruktur. Hasil penelitian menunjukkan

pentingnya pembimbing klinik sebagai role models, dan upaya peningkatan

mutu pembelajaran klinik perlu dukungan dana serta pelatihan keterampilan

mengajar. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan

Page 12: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

10

adalah konteks pembelajaran klinik perawat gigi dan metode penelitian yang

digunakan yaitu pendekatan kuantitatif.

Penelitian Stokroos et al. (2003) untuk mengetahui efektivitas

pembelajaran klinik sebuah fakultas kedokteran di Amsterdam. Metode

penelitian yang digunakan adalah studi kualitatif, responden terdiri dari 19

mahasiswa yang dibagi dalam 2 kelompok. Penelitian ini menyatakan bahwa

supervisi pembimbing dan umpan balik (feedback) yang konstruktif merupakan

kunci utama efektivitas pembelajaran klinik dan merekomendasi upaya

peningkatan mutu pada komponen-komponen pembelajaran klinik meliputi

mahasiswa, pembimbing, lingkungan, serta cara pembelajaran mandiri.

Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah melihat efektivitas

pembelajaran klinik berdasarkan persepsi mahasiswa, sedangkan perbedaannya

adalah rekomendasi-rekomendasi yang diberikan dalam rangka program

peningkatan mutu pembelajaran klinik.

Varma et al. (2005) membahas tentang pentingnya umpan balik

mahasiswa terhadap perubahan kurikulum baru pada delapan rumah sakit

pendidikan di Inggris. Metode penelitian yaitu penggunaan kuisioner DREEM

untuk mengukur educational environment pada 206 mahasiswa setelah

mengikuti modul pembelajaran. Kesimpulan penelitian ini adalah skor DREEM

mahasiswa tidak ada perbedaan yang bermakna (p=0.811) walaupun mahasiswa

berasal dari institusi pendidikan yang berbeda-beda. Persamaan dengan

penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian ini juga menggunakan

inventory DREEM sebagai salah satu acuan pembuatan instrumen evaluasi mutu

Page 13: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

11

pembelajaran klinik keperawatan gigi dan perbedaannya adalah pada bentuk

intervensi yang dilakukan untuk meningkatakan mutu pembelajaran klinik.

Walasek et al. (2011) menyajikan model penjaminan mutu PDCA dalam

proyek E-learning pada fakultas Teknik Universitas Czestochowa untuk

menjamin mutu implementasi pembelajaran secara on line. Hasil penelitian

menunjukkan model PDCA dapat menjamin dan meningkatkan mutu proses

pembelajaran secara on line. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang

akan dilakukan adalah penggunaan model penjaminan mutu PDCA sebagai

indikator mutu pembelajaran klinik, sedangkan perbedaannya adalah bahwa

aspek-aspek PDCA kontennya disesuaikan pendidikan keperawatan gigi dan

pada metode penelitian yang digunakan.

 

Page 14: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Klinik Pendidikan Keperawatan Gigi

1. Pengertian

Kegiatan belajar dari keseluruhan proses pendidikan merupakan

kegiatan yang paling pokok dan memegang peranan yang sangat penting. Hal

ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung

pada proses belajar yang dialami individu yang belajar, di samping adanya

faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar tersebut. Belajar adalah

proses alami yang menghasilkan perubahan apa yang ingin diketahui, apa

yang dapat dikerjakan, dan bagaimana melakukannya (Gagne et al., 1992).

Hamalik (2009) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses dan

bukan suatu hasil, belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan

menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan,

sedangkan menurut Notoatmodjo (2007) bahwa dalam proses belajar terdapat

tiga persoalan yang fundamental yaitu masukan (input), proses (process), dan

keluaran (output).

Ormrod (2009) mendefinisikan belajar sebagai perkembangan mental

dalam jangka waktu yang panjang atau sebagai hasil dari pengalaman, dan

belajar yang efektif adalah melalui pengalaman. Proses belajar terjadi apabila

seseorang berinteraksi langsung dengan obyek belajar dengan menggunakan

semua alat indera. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan

bahwa pengertian belajar adalah uatu proses interaksi individu dengan

Page 15: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

13

lingkungannya, menghasilkan perubahan-perubahan dalam sikap,

pengetahuan, dan keterampilan.

Teori belajar yang sesuai dengan pembelajaran di klinik adalah

penggabungan antara teori sosial kognitif dan konstruktivistik yang

dilaksanakan dalam lingkungan pekerjaan nyata. Teori sosial kognitif

menyatakan bahwa perilaku individu dalam proses belajar tidak semata-mata

karena refleks otomatis dari stimulus, tetapi juga akibat adanya interaksi

timbal balik dengan tingkah laku individu lain disekitarnya. Teori sosial

kognitif merupakan gabungan teori behavioristik dengan reinforcement dan

teori kognitif yang menekankan fungsi kognitif. Pembelajaran terjadi dengan

cara mengamati (observasi), peniruan (imitasi), dan contoh (modelling) dan

menganggap pentingnya faktor penguat (reinforcement) untuk mendapatkan

hasil pembelajaran yang dikehendaki (Bandura, 1989 cit. Ormrod, 2009).

Teori konstruktivistik atau kognitif menekankan pada proses internal

pembelajaran yang terjadi di dalam akal (mind) meliputi ingatan, retensi,

pengolahan informasi, emosi dan faktor lain. Teori ini berkembang dari hasil

penelitian Piaget, teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi. Proses

belajar tidak terjadi secara tiba-tiba tetapi dibangun sedikit demi sedikit dan

diperluas melalui konteks yang terbatas. Teori ini menyatakan bahwa dalam

belajar, manusia harus mengkonstruksi pengetahuan, menemukan sendiri, dan

mentransformasikan informasi kompleks, serta memberi makna melalui

pengalaman nyata (Ormrod, 2009).

Page 16: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

14

Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan

pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (pasal 1 UU RI

No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Jihad dan Haris (2010)

mengatakan pembelajaran merupakan proses komunikasi antara peserta didik

dengan pendidik serta antar peserta didik dalam rangka perubahan sikap.

Pembelajaran adalah inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dan

pendidik memegang peranan utama.

Pembelajaran praktik klinik adalah proses interaksi peserta didik

dengan pasien di bawah bimbingan dan supervisi yang dilakukan

pembimbing/instruktur klinik. Proses pembelajaran klinik bersifat

menyeluruh dan terpadu sesuai kompetensi yang akan dicapai, dengan

pendekatan student centered learning akan memudahkan mahasiswa

mencapai kompetensi yang ditetapkan kurikulum (Harsono, 2008). Proses

pembelajaran keterampilan praktik klinik memberikan pengalaman klinis

bagi mahasiswa yaitu langsung berhadapan dengan pasien selama proses

pembelajaran, mahasiswa secara langsung melakukan kontak dengan pasien

dengan kasus klinis yang sesungguhnya (Collin dan Harden, 1998).

Pada pembelajaran klinik, mahasiswa akan menemukan tanda dan

gejala klinis yang nyata pada pasien yang kadang-kadang tidak dapat

ditemukan pada teknik simulasi dan laboratorium, mahasiswa juga lebih

mempunyai motivasi untuk mempelajari kasus-kasus pasien yang ditemukan

dan mendapatkan pengalaman klinis. Pada saat yang sama, mahasiswa juga

melihat dosen atau instruktur pembimbing klinik melakukan penatalaksanaan

Page 17: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

15

terhadap pasien, sehingga pengalaman ini akan dijadikan sebagai contoh (role

model) secara profesional (Dimoliatis et al., 2010; Dornan et al., 2003;

Hutchinson, 2003).

Pembelajaran klinik memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk

mendapatkan pengalaman nyata dalam mencapai kompetensi yang

dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu. Kolb (1984) dalam

experiental learning theory mengatakan bahwa pembelajaran akan lebih

efektif ketika didasarkan pada pengalaman. Dalam proses pembelajaran

klinik, mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan tanggung jawab

profesi, berpikir secara kritis, mempunyai kreativitas, hubungan interpersonal,

pemahaman terhadap profesi dan aspek sosial budaya, serta mengaplikasikan

teori ke dalam praktik klinik (Depkes, 2009c). Nursalam (2007) mengatakan

pembelajaran klinik merupakan suatu proses sosialisasi mahasiswa dalam

mendapatkan pengalaman nyata untuk mencapai keterampilan profesional,

intelektual, sikap dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien.

Proses pembelajaran dilaksanakan dengan berbagai strategi dan teknik

yang mendorong mahasiswa untuk berpikir kritis, bereksplorasi dan berkreasi

memanfaatkan berbagai sumber pembelajaran. Knowles et al. ( 2005)

mengatakan bahwa pembelajaran klinik mengikuti kaidah pembelajaran pada

orang dewasa (andragogi) sebagai berikut: a) orang dewasa mampu

menentukan kebutuhan pembelajaran dan mengetahui cara untuk

mendapatkannya dan mampu mengarahkan diri sendiri, b) orang dewasa

mempunyai pengalaman yang beragam, c) orang dewasa siap belajar secara

Page 18: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

16

efektif, d) orientasi belajar orang dewasa bersifat problem centered atau

performance centered, e) motivasi belajar orang dewasa timbul dari diri

sendiri daripada pengaruh dari luar (external motivation).

2. Kompetensi Klinik

Pengertian kompetensi menurut Kepmendiknas 045/U/2002 adalah

seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang

sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan

tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Kompetensi klinik merupakan

kompetensi dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan klinis yang

berhubungan dengan proses penegakan diagnosis dan perawatan pasien.

Tujuan pembelajaran merupakan rumusan yang luas mengenai hasil-

hasil pendidikan yang diinginkan atau target pembelajaran yaitu tercapainya

hasil yang optimal terhadap kognitif, psikomotorik, dan afektif (Hamalik,

2009). Tujuan pembelajaran klinik adalah membentuk kompetensi

profesional, yaitu kemampuan dan kecakapan melakukan berbagai aspek

mulai dari melakukan komunikasi dan anamnesis, pemeriksaan fisik,

mendiagnosis, merencanakan dan melakukan penatalaksanaan tindak lanjut

terhadap kasus yang ditangani, serta berbagai tindakan lain bila dibutuhkan.

Seorang mahasiswa baru bisa menyelesaikan pendidikannya apabila

telah mempunyai kompetensi sesuai dengan standar minimal yang telah

ditentukan (Nursalam, 2007). Pencapaian kompetensi pembelajaran klinis

adalah hasil proses pembelajaran selama pendidikan dan berkembang

Page 19: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

17

sepanjang waktu, hal ini sangat tergantung juga dengan peran pembimbing

klinik, peer group, dan lingkungan pembelajaran (Leach, 2004).

Kompetensi para lulusan menjadi sangat penting karena adanya isu

pendaftaran ijin praktik, perlindungan publik, lapangan kerja dan karir. Pihak

penyedia lapangan kerja dan pihak yang berwenang lainnya mengharapkan

layanan dari profesional kesehatan yang kompeten (Emilia, 2008).

Pemahaman dari beberapa pendapat mengenai kompetensi yaitu kompetensi

dapat digambarkan sebagai kemampuan mahasiswa membangun

pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang didasarkan pada pengalaman dan

pembelajaran. Kompetensi lulusan merupakan modal untuk bersaing di

tingkat global. Pembelajaran di lingkungan klinik sangat penting untuk

mengembangkan kompetensi mahasiswa (Wimmers et al., 2006).

Pendidikan Diploma III Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes

menghasilkan Ahli Madya Keperawatan Gigi menerapkan kurikulum berbasis

kompetensi yang tertuang dalam standar kompetensi perawat gigi yang

mencakup kualifikasi kemampuan meliputi sikap, pengetahuan, dan

keterampilan yang harus dimiliki oleh lulusan pendidikan perawat gigi

(Kemenkes, 2010b).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Pembelajaran

Mahasiswa keperawatan menghargai praktik klinik dan kemungkinan-

kemungkinan yang ditawarkan dalam proses tumbuh menjadi seorang

perawat dan seorang profesional. Program studi seharusnya mampu

menyediakan lingkungan pembelajaran klinik yang sesuai dengan waktu yang

Page 20: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

18

direncanakan, sehingga teori dan praktik akan saling melengkapi (Papp et al.,

2003).

Proses pembelajaran yang efektif dan strategi pembelajaran

berhubungan dengan prestasi belajar mahasiswa (Buchel dan Edwards, 2005).

Aspek-aspek lain yang juga berperan dalam keberhasilan suatu pembelajaran

di antaranya adalah situasi pembelajaran, motivasi, jenis kelamin, strategi

pembelajaran, serta latar belakang budaya (Sari et al., 2008). Syah (2010)

menyatakan bahwa keberhasilan mahasiswa dalam belajar dipengaruhi faktor

internal dan faktor eksternal, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Faktor Internal

Faktor internal pada hakekatnya adalah faktor psikologis seseorang

yaitu berasal dari dalam diri manusia dan mendorong manusia untuk

berbuat sesuatu. Faktor internal meliputi:

1) Sikap

Azwar (2008) menyatakan bahwa sikap mempunyai 3 komponen

yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif berisi persepsi

dan kepercayaan individu mengenai sesuatu. Komponen afektif

merupakan perasaan individu terhadap obyek sikap baik positif maupun

negatif. Komponen konatif disebut juga komponen perilaku, yaitu

komponen sikap yang berkaitan dengan tendensi atau kecenderungan

bertindak terhadap obyek sikap yang dihadapinya.

Menurut Syah (2010) sikap adalah gejala internal yang

berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau

Page 21: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

19

merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap obyek baik secara

positif maupun negatif.

2) Minat dan Bakat

Menurut Syah (2010) minat adalah interest, berarti

kecenderungan dan kegairahan yang tinggi terhadap suatu obyek. Minat

dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar karena pemusatan

perhatian yang intensif memungkinkan peserta didik belajar lebih giat

untuk mencapai apa yang diinginkannya, sedangkan Slameto (2010)

mengatakan minat adalah suatu rasa lebih suka atau rasa keterikatan

pada suatu hal atau aktivitas. Minat besar sekali pengaruhnya terhadap

kegiatan seseorang, minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu

hubungan antara dirinya dengan sesuatu di luar dirinya. Semakin kuat

atau semakin dekat hubungan itu berarti minatnya semakin besar.

Djamarah (2008) menyatakan minat belajar yang besar cenderung

menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat belajar yang

kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah. Bakat atau aptitude

seseorang menunjukkan sesuatu yang bersifat potensial daripada suatu

kemampuan untuk belajar maupun bekerja. Setiap individu pasti

memiliki bakat atau berpotensi mencapai prestasi dan bakat dapat

mempengaruhi besarnya pencapaian prestasi tersebut (Semiawan,

2009).

Page 22: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

20

3) Motivasi

Sumiati dan Asra (2007) menyatakan motivasi dapat memberi

semangat terhadap seseorang untuk berperilaku dan memberi arah

dalam belajar. Motivasi merupakan keinginan yang ingin dipenuhi dan

timbul jika ada rangsangan baik karena adanya kebutuhan maupun

minat terhadap sesuatu. Menurut Santrock (2009) motivasi merupakan

kekuatan, energi atau dorongan seseorang yang dapat menimbulkan

keinginan untuk melakukan suatu kegiatan, baik yang berasal dari

dalam diri (motivasi internal) maupun dari luar (motivasi eksternal).

Pada pembelajaran klinik mahasiswa menjadi termotivasi oleh

proses yang relevan dan partisipasi aktif karena pembelajaran klinik

berpusat pada masalah yang nyata dalam konteks praktik profesional

(Spencer, 2003). Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat

dikatakan bahwa motivasi lebih ditekankan pada proses daripada

produk yang dihasilkan.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri

manusia meliputi:

1) Dukungan Orang Tua dan Keluarga

Syah (2010) mengatakan bahwa lingkungan sosial yang lebih

banyak memepengaruhi keberhasilan belajar adalah orang tua dan

keluarga peserta didik itu sendiri. Orang tua yang mampu mendidik

dengan baik, mampu berkomunikasi dan penuh perhatian terhadap

Page 23: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

21

anak, mengetahui kebutuhan dan kesulitan yang dihadapi anak, serta

mampu menciptakan hubungan baik dengan anak-anaknya berpengaruh

besar terhadap keberhasilan belajar anak atau sebaliknya (Sunaryo,

2004).

2) Tenaga Pengajar/Pembimbing

Penguasaan keterampilan praktik merupakan elemen penting dari

mutu lulusan tenaga kesehatan. Peran pengajar/pembimbing dalam

proses pembelajaran sangat penting karena pengajar berfungsi sebagai

perencana pembelajaran, pembimbing, pengelola, maupun penilai hasil

belajar (Slameto, 2010).

Peran pembimbing klinik menurut Mandriawati (1998) adalah

sebagai: a) konselor atau sebagai problem solver, yaitu membantu

peserta didik memecahkan masalah-masalah yang ditemukan khususnya

dalam mencapai tujuan pembelajaran, b) manajer, yaitu mempunyai

tugas dan tanggung jawab dalam perencanaan, pengelolaan, dan proses

penyelenggaraan pembelajaran klinik, c) pembimbing, yaitu

membimbing peserta didik dalam mengaplikasikan teori sesuai kasus-

kasus yang ditemukan dan melatih keterampilan peserta didik dalam

mengelola pasien, d) fasilitator, yaitu membantu peserta didik dalam

melengkapi fasilitas yang diperlukan dalam proses pembelajaran klinik.

Kinerja pembimbing klinik harus baik, pembimbing harus

menginformasikan jadual kegiatan praktik, memberi penilaian dan

Page 24: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

22

umpan balik, serta mempunyai waktu yang cukup untuk membimbing

mahasiswa.

3) Sarana dan Prasarana

Proses pembelajaran akan semakin berhasil bila ditunjang dengan

sarana prasarana pendidikan yang memadai. Sarana pendidikan adalah

peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan untuk

menunjang proses pembelajaran seperti gedung, alat-alat/media

pembelajaran, dan lain-lain. Prasarana pendidikan adalah fasilitas yang

secara tidak langsung menunjang proses pembelajaran seperti halaman,

taman, asrama, dan lain-lain (Slameto, 2010).

Menurut Arikunto (2002) sarana atau alat pendidikan antara lain

alat peraga, alat praktikum, alat media pembelajaran seperti over head

proyector (OHP), white board, dan lain sebagainya. Fasilitas pada skills

lab untuk membangun sebuah fondasi dalam berbagai keterampilan

yang kemudian diasah dan diperkaya melalui pengalaman belajar yang

dilakukan dalam praktik klinik (Bradley dan Postlethwaite, 2003).

Model gigi adalah salah satu media ajar sebagai alat simulasi yang

digunakan pada pembelajaran praktik di skills lab/preklinik

keperawatan gigi.

B. Pengembangan Media Ajar pada Praktik Skaling

1. Pengertian Media Ajar

Media adalah segala bentuk atau saluran yang dipergunakan untuk

proses penyaluran informasi. Media pembelajaran dapat dipahami sebagai

Page 25: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

23

segala sesuatu bisa berupa orang, bahan, peralatan atau kegiatan yang

digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran,

perasaan, perhatian, dan kemauan peserta didik sehingga mendorong

keinginan untuk belajar pada dirinya.

Kedudukan media ajar sejajar dengan metode pembelajaran, karena

metode yang dipakai dalam suatu proses pembelajaran akan menuntut jenis

media yang digunakan sehingga bisa diintegrasikan dan diadaptasikan dengan

kondisi yang dihadapi. Paradigma pembelajaran adalah suatu proses transfer

pengetahuan, keterampilan/psikomotorik dari pendidik kepada peserta didik,

maka posisi media ajar digambarkan dan disejajarkan dengan proses

komunikasi atau proses pembelajaran (Depdiknas, 2008b).

Peran media ajar pada proses pembelajaran menurut Arsyad (2006) ada

2 (dua) teori yaitu: a) teori Brunner yang menyebutkan bahwa ada tiga

tingkatan modus utama belajar yaitu belajar melalui pengalaman langsung,

melalui gambar/piktorial, melalui pengalaman abstrak (simbolik). Ketiga

tingkatan tersebut saling berinteraksi untuk membangun pengetahuan,

keterampilan dan sikap seseorang, b) teori Dale yang membuat 12 tingkatan

pengalaman belajar/ kerucut pengalaman Dale (Dale’s Cone of Experience).

Kerucut Dale (Gambar 1) disusun berdasarkan tingkat keabstrakan,

yaitu dari tingkatan paling kongkrit sampai paling abstrak. Menurut teori

Dale, proses belajar merupakan proses komunikasi, dalam hal ini tugas

pengajar adalah menyampaikan pesan. Pesan disampaikan melalui lambang-

lambang (coding) yang diterima dan ditafsirkan mahasiswa sebagai pesan

Page 26: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

24

(decoding), proses ini sangat dipengaruhi indera yang digunakan mahasiswa,

semakin banyak indera yang digunakan maka semakin banyak hasil belajar

yang diperoleh.

Gambar 1. Kerucut Dale

Mappin et al., 2002 cit. Yoyo, 2007 mengelompokkan media ajar

menjadi dua jenis, yaitu: a) berdasarkan karakteristik fisik yaitu media cetak

(teks), gambar mati (foto, gambar), gambar hidup (film, video), audio (tape,

rekaman) dan obyek nyata (demonstrasi), b) berdasarkan kanal sensoris yaitu

audio (suara dosen), visual (gambar, tulisan kapur tulis), audio visual (video

tape) dan taktil/kinestetik (model kerja).

2. Syarat-syarat Media Ajar

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam rancangan instruksional media

ajar adalah media ajar harus mampu menarik perhatian dan memberi

rangsangan kepada mahasiswa, dapat menjelaskan tujuan pembelajaran,

memfasilitasi pengetahuan awal mahasiswa sesuai materi yang sedang

dipelajari, menyajikan materi yang dapat dan mudah diingat, memberi

kesempatan kepada mahasiswa untuk berlatih, memberikan tanggapan

KONGKRITKONGKRIT

ABSTRAKABSTRAK

PENGALAMAN LANGSUNGPENGALAMAN LANGSUNGPENGALAMAN TIRUANPENGALAMAN TIRUAN

PENGALAMAN DRAMATAISASIPENGALAMAN DRAMATAISASI

DARMAWISATADARMAWISATA

PERCONTOHANPERCONTOHAN

PAMERANPAMERAN

AUDIO VISUALAUDIO VISUAL

GBR HIDUPGBR HIDUP

L.VISUALL.VISUAL

L.AUDIOL.AUDIO

RASIONAL PENGGUNAAN MEDIA

KERUCUT PENGALAMAN  Gambar 1. Kerucut Dale

Page 27: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

25

(feedback) terhadap mahasiswa, menilai kemampuan mahasiswa,

memberikan situasi yang mirip dengan kenyataan, serta memberi latihan bagi

mahasiswa (Gagne et al., 1992).

Pemilihan media ajar juga harus memperhatikan beberapa faktor yaitu:

a) rancangan instruksional, b) tujuan yang ingin dicapai, c) karakteristik

mahasiswa, dan d) kepraktisan media (Arsyad, 2006). Kepraktisan media

menjadi dasar pertimbangan pemilihan media yang dikaitkan dengan: a)

media itu sendiri yaitu kelebihan dan kekurangan media, b) pengguna media

yaitu kemampuan/kenyamanan pengguna, biaya pembuatan, ketersediaan alat

untuk menggunakan, luas dan interior ruangan yang diperlukan (Gagne et al.,

1992; Yoyo, 2007).

Dent dan Harden (2009) menyatakan simulasi adalah seseorang,

seperangkat peralatan, atau pengaturan kondisi yang mencoba untuk

mengemukakan masalah pasien secara nyata. Sikap profesional praktisi

kesehatan yang mampu menerapkan keterampilan klinik dalam menangani

masalah pasien pada situasi nyata dapat diprediksi melalui pengamatan ketika

melakukan simulasi pada clinical setting. Clinical setting membutuhkan

simulator, antara lain model anatomi/model fisiologik. Model anatomi yang

tidak realistik membuat simulasi menjadi tidak realistik juga, dan lebih

memprihatinkan bila simulasi tanpa model maka pembelajaran dapat menjadi

lebih mahal dan banyak intervensi langsung kepada pasien (Kyle dan Murray,

2008).

Page 28: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

26

Simulasi dapat dikategorikan sebagai berikut: a) cases studies dan role-

plays yaitu bentuk simulasi yang sangat sederhana. Alat yang dibutuhkan

cukup kertas dan pensil atau bahan lainnya yang murah. Simulasi ini lebih ke

arah peningkatan pengetahuan dan sikap peserta didik, b) part-task trainers,

bentuk simulasi ini ada beberapa macam mulai dari manikin sampai pasien

simulasi yang standar, bermanfaat meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan klinik. Alat yang digunakan disesuaikan dengan metode

pembelajaran, biaya lebih murah dibandingkan menggunakan pasien simulasi,

c) full mission simulation, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,

keterampilan, dan sikap peserta didik. Pembiayaannya cukup variatif, mulai

dari sedang sampai mahal (Kyle dan Murray, 2008).

Pemahaman dari beberapa pendapat di atas bahwa syarat-syarat

pemilihan media ajar antara lain harus mempertimbangkan faktor ekonomis,

praktis dan sederhana, mudah diperoleh, bersifat fleksibel, dan komponen-

komponen media ajar sesuai dengan tujuan pembelajaran.

3. Penggunaan Media Ajar pada Praktik Skaling

Prasyarat mahasiswa keperawatan gigi sebelum mengikuti

pembelajaran klinik adalah mahasiswa harus lulus pembelajaran

preklinik/skills lab terlebih dahulu. Pusat keterampilan klinik (skills

lab/preklinik) memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar dan

berlatih keterampilan pada model sebelum mempraktikkan pada situasi yang

sesungguhnya (Jones, 2005). Keterampilan mahasiswa dikembangkan untuk

Page 29: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

27

mencapai tujuan pendidikan diantaranya adalah keterampilan pada pusat

keterampilan klinik (Dent, 2001).

Skills lab adalah sebuah lingkungan yang aman, tidak memberikan

ancaman, fasilitas pembelajaran preklinik/skills lab dapat digunakan untuk

pengembangan berbagai keterampilan, dukungan formal melalui pengawasan

dan umpan balik pembimbing, serta memberi kesempatan mahasiswa untuk

belajar praktik mandiri (Bradley dan Postlethwaite, 2003; Bradley et al.,

2006). Pembelajaran praktik di skills lab perlu dilengkapi media ajar sebagai

alat simulasi untuk melatih keterampilan mahasiswa sebelum menangani

pasien sesungguhnya. Hal-hal yang mendukung pentingnya pembelajaran

berbasis simulasi antara lain: mahasiswa memperoleh kemampuan teknis

yaitu keterampilan psikomotor, teori pembelajaran, pentingnya review,

asistensi, serta pembelajaran dalam konteks profesional (Kneebone dan

Nestel, 2005).

Pembelajaran praktik skills lab di JKG dilaksanakan di laboratorium

yang memungkinkan mahasiswa memperoleh pengalaman, pengetahuan, dan

keterampilan yang diperoleh melalui metode simulasi, demonstrasi, role play

dan/atau dental unit/chair side teaching/practice. Kegiatan praktik meliputi

praktik anatomi gigi, konservasi gigi, skaling, dan fissure sealant (Kemenkes,

2011). Situasi belajar untuk mencapai suatu kompetensi, terkait dengan

keterampilan tertentu memerlukan peralatan sesungguhnya atau simulasi

misalnya pada praktik skaling atau pembersihan karang gigi diperlukan media

ajar berupa suatu model gigi sebagai alat simulasi.

Page 30: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

28

Tujuan pembelajaran praktik skaling meliputi 3 domain yaitu

pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Praktik skaling dalam domain

pengetahuan (knowledge) dapat menggunakan berbagai jenis media ajar.

Domain keterampilan (skills) media ajar yang dipilih adalah media yang lebih

kongkrit, yaitu demonstrasi, simulasi, dan pengalaman langsung. Domain

sikap (afektif), media ajar paling sederhana yang dapat dipilih untuk domain

ini adalah pengajar dan hasil pembelajaran akan menjadi lebih baik jika

sejak awal mahasiswa mendapatkan pengalaman yang lebih nyata.

Peran media ajar pada pembelajaran keterampilan di skills lab sangat

penting dan harus dipersiapkan dalam merancang suatu pengajaran (Yoyo,

2007). Media ajar mempunyai manfaat untuk memperjelas pesan dan

informasi yang ingin disampaikan kepada mahasiswa sehingga mampu

meningkatkan proses dan hasil belajar, meningkatkan dan mengarahkan

perhatian mahasiswa sehingga dapat meningkatkan motivasi dan interaksi

antar mahasiswa, mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, serta memberikan

kesamaan belajar kepada seluruh mahasiswa (Arsyad, 2006).

C. Sistem Penjaminan Mutu pada Pendidikan Keperawatan Gigi

1. Mutu dan Penjaminan Mutu di Perguruan Tinggi

a. Pengertian

Pengertian mutu (quality) antara lain adalah sebagai berikut: 1)

kesesuaian dengan standar, harapan stakeholders, atau pemenuhan janji

yang telah diberikan (UGM, 2006), 2) suatu keadaan dari hasil atau jasa

yang sesuai atau melebihi harapan konsumen (Suyudi, 1995), 3) unggulan,

Page 31: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

29

sesuai dengan tujuan, usaha mencapai kesuksesan, bentuk dasar keputusan

akreditasi, untuk menambah nilai, dan fokus mutu adalah efisiensi yang

berhubungan dengan akuntabilitas, dan kepuasan konsumen (Green, 1994

cit. AUN-QA, 2006), 4) pencapaian tujuan pendidikan dan kompetensi

lulusan yang telah ditetapkan dalam rencana strategis institusi atau

kesesuaian dengan standar yang telah ditentukan (Sallis, 2003), 5) tingkat

keunggulan suatu produk baik berupa barang maupun jasa, baik tangible

maupun intangible (Umaedi, 1999).

Mutu dapat dilihat sebagai bagian dari suatu produk atau pelayanan,

yang menjadi obyek utama (seperti mutu pendidikan), atau tergantung dari

persepsi konsumen (kepuasan mahasiswa) sebagai subyek utama (Gaalen,

2010). Mutu merupakan tanggungjawab perguruan tinggi. Mutu perguruan

tinggi adalah pencapaian tujuan pendidikan dan kompetensi lulusan yang

telah ditetapkan oleh institusi perguruan tinggi atau kesesuaian dengan

standar yang telah ditentukan.

Pengertian penjaminan mutu (quality assurance) pada perguruan

tinggi antara lain sebagai berikut: 1) proses yang didesain untuk

mengidentifikasi, menganalisis, dan mengeliminasi variasi atau dampak

dalam proses dan keluaran (Donabedian, 1988 cit. Leahy et al., 2009), 2)

fenomena yang sangat kompleks sesuai kebutuhan stakeholders

(Kohoutek, 2009), 3) proses penetapan dan pemenuhan standar mutu

pengelolaan pendidikan tinggi secara konsisten dan berkelanjutan,

sehingga stakeholders (mahasiswa, orang tua, dunia kerja, pemerintah,

Page 32: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

30

dosen, tenaga penunjang, serta pihak lain yang berkepentingan) akan

memperoleh kepuasan (Depdiknas, 2003), 4) semua kegiatan yang

bertujuan menjamin mutu pendidikan yang meliputi: pengumpulan data

tentang mutu, penggunaan data untuk mencapai kesepakatan dalam

mengatasi kesenjangan antara harapan dan kenyataan, cara meningkatkan

mutu, serta mendiskusikan cara pencapaian mutu pendidikan sesuai

harapan (Visscher, 2009); 5) semua kegiatan yang sistematis dan

direncanakan untuk menyajikan kepercayaan yang adekuat sehingga

produk atau pelayanan yang diberikan kepada konsumen sesuai dengan

standar mutu yang telah ditetapkan (Brown, 2004).

Tingkatan-tingkatan penjaminan mutu pada perguruan tinggi yaitu

sebagai berikut:

Tabel 1. Tingkatan penjaminan mutu pada perguruan tinggi (Gaalen, 2010)

Tingkatan Contoh fokus mutu Subsidi dan program internasional Kriteria dengan belajar sepanjang

hidup Kebijakan nasional Kriteria untuk aplikasi pendanaan Institusi perguruan tinggi Akreditasi/proses mutu Program studi Akreditasi/proses mutu Pengajaran dan pembelajaran Tujuan pembelajaran Mahasiswa Mutu pelayanan

Laffel dan Blumenthal, 1989 cit. Leahy et al., 2009 mengatakan

bahwa proses penjaminan mutu merupakan subyek dari suatu kegiatan

evaluasi dan obyek dari proses peningkatan mutu yang berkelanjutan

untuk memenuhi kebutuhan, harapan, serta kepuasan konsumen. Tujuan

penjaminan mutu adalah memelihara dan meningkatkan mutu pendidikan

Page 33: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

31

tinggi secara berkelanjutan, yang dijalankan oleh suatu perguruan tinggi

secara internal untuk mewujudkan visi dan misinya serta untuk memenuhi

kebutuhan stakeholders melalui penyelenggaraan Tridharma Perguruan

Tinggi (Kemenkes, 2009).

Pemahaman dari beberapa pengertian penjaminan mutu adalah

penjaminan mutu merupakan proses penetapan dan pemenuhan standar

mutu pengelolaan perguruan tinggi yang dilaksanakan secara konsisten

dan berkelanjutan, sehingga semua pemangku kepentingan memperoleh

kepuasan. Dalam menjalankan suatu proses penjaminan mutu, diperlukan

suatu proses evaluasi yang komprehensif dan tindakan korektif terhadap

keseluruhan proses.

Tabel 2. Alasan dan strategi peningkatan mutu suatu perguruan tinggi (Gaalen, 2010)

Tujuan

internasionalisasi Instrumen dan Strategi

Keluaran/efek

Makro Perdamaian dunia Beasiswa Intergrasi sosial Internasional Pertumbuhan ekonomi

Keserasian antara sistem pendidikan dan QA

Kompetisi sistem perguruan tinggi pada dunia pendidikan

Nasional Kualitas tenaga kerja

Rekruitmen internasional

Pendidikan/peningkatan keterampilan tenaga kerja

Meso Institusi Kemampuan dan

kualitas mahasiswa dan staf

Kesepakatan dengan partner internasional

Membangun reputasi

Mikro Program studi Peningkatan mutu

pendidikan Internasionalisasi dalam negeri

Kepuasan mahasiswa dan pengguna/industri, membangun reputasi

Mahasiswa Pengalaman pembelajaran yang menarik

Belajar ke luar negeri, kerjasama internasional, dll

Kemampuan diri dan kesempatan kerja yang lebih baik

Page 34: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

32

Yunus (2007) mengatakan bahwa prinsip-prinsip untuk peningkatan

mutu perguruan tinggi antara lain adanya kepemimpinan yang baik,

memberdayakan dan melibatkan semua unsur perguruan tinggi,

memberikan kepuasan kepada mahasiswa, orang tua dan masyarakat.

Proses pencapaian mutu memerlukan partisipasi dari semua pihak baik

internal maupun eksternal dan mutu hanya dapat diukur menggunakan

suatu produk (Eggertsson, 1990 cit. Westerheijden et al., 2007).

b. Model Penjaminan Mutu di Perguruan Tinggi

Di beberapa Negara, perguruan tinggi memiliki tanggungjawab

untuk menanggung dan menjamin mutu perguruan tinggi, oleh karena itu

sangatlah penting bagi setiap perguruan tinggi untuk mengembangkan

sistem Internal Quality Assurance (IQA) yang efisien. Perguruan tinggi

bebas memutuskan model penjaminan mutu yang tepat digunakan pada

institusinya, namun demikian tetap ada beberapa persyaratan dasar yang

harus dipenuhi oleh perguruan tinggi tersebut. Beberapa model

penjaminan mutu pada perguruan tinggi antara lain:

1) Model Logika (Logic Models)

Model Logika sangat bermanfaat bagi suatu perguruan tinggi

karena model ini dapat digunakan sebagai pedoman mengevaluasi dan

memahami suatu program atau proses yang dirancang oleh perguruan

tinggi untuk mengatasi suatu masalah, dan mengidentifikasi hasil

kinerja yang diharapkan. Pada model logika, evaluator biasanya

menginterpretasikan melalui praktik dalam konteks adanya

Page 35: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

33

klien/konsumen dan mempertimbangkan potensi serta dampak dari

pelayanan jangka pendek, menengah, dan panjang (McLaughlin dan

Jordan, 2004).

Model logika membedakan antara output (layanan diberikan) dan

hasil (konsekuensi dari output) melalui perluasan dampak pengukuran

atau memperluas pengukuran dari dampak pelayanan pada tingkat

kebutuhan yang diharapkan klien. Hasil jangka panjang ditujukan

untuk kepuasan klien serta kebutuhan efisiensi dan efektifitas perguruan

tinggi.

Penggunaan model logika untuk perbaikan mutu perguruan tinggi

membutuhkan waktu yang cukup lama dan usaha yang besar, tetapi

tidak bersifat opsional bagi profesi tertentu. Model ini memberikan

alasan untuk mewujudkan eksistensi suatu profesi dan sebagai patokan

program perbaikan perguruan tinggi baik dalam teori maupun praktik

(McLaughlin & Jordan, 2004).

2) Model Penjaminan Mutu (Quality Assurance/QA) untuk Pembelajaran

Model QA untuk pembelajaran tingkat program studi dapat

digunakan untuk melakukan evaluasi diri (self assesment) bagi suatu

perguruan tinggi. Model QA pembelajaran tingkat program studi pada

perguruan tinggi meliputi empat tahap yaitu: a) penjabaran tujuan

pembelajaran yang diharapkan, spesifikasi program, struktur dan isi

program, strategi pembelajaran, serta penilaian hasil pembelajaran

mahasiswa, b) input meliputi staf, mahasiswa, dan fasilitas pendukung

Page 36: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

34

proses pembelajaran, c) proses penjaminan mutu (quality assurance)

pembelajaran, kegiatan pengembangan staf, serta umpanbalik dari

stakeholders, dan d) outcome proses pembelajaran (AUN-QA, 2010).

Model penjaminan mutu pada proses pembelajaran di tingkat

program studi suatu perguruan tinggi (Gambar 2) sebagai berikut:

Gambar 2. Model QA untuk pembelajaran tingkat program studi pada perguruan tinggi (AUN-QA, 2010)

3) Model PDCA (Plan-Do-Check-Act)

Shewhart mengembangkan siklus PDCA pada sekitar tahun 1920

dan Deming membuat siklus tersebut menjadi terkenal pada tahun 1980,

meskipun Deming memodifikasi siklus PDCA (Plan, Do, Check, dan

Act) menjadi PDSA (Plan, Do, Study, dan Act). Keempat unsur PDCA

adalah mempunyai kedudukan yang sama yaitu merupakan empat

bagian dari sebuah proses. Penerapan model penjaminan mutu PDCA

telah terbukti lebih efektif dari pendekatan the right first time, dengan

Kepuasan stakeholders

Spesifikasi program

Struktur dan isi program

Strategi embelajaran Evaluasi peserta didik

Mutu staf akademik

Dukungan mutu staf

Mutu peserta didik

Bimbingan dan dukungan peserta

didik

Fasilitas dan infrastuktur

QA pembelajaran Kegiatan

pengembangan staf Umpanbalik stakeholders

Tujuan pembelj. yg diharapkan

Profil lulusan Rata-rata kelulusan

Rata-rata drop out

Lama studi Lapangan pekerjaan

P R E S T A S I

Quality Assurance and (inter)national benchmarking

Page 37: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

35

menggunakan model PDCA berarti secara berkelanjutan mencari

metode peningkatan mutu perguruan tinggi yang lebih baik.

Model PDCA memungkinkan dua jenis tindakan korektif yaitu

bersifat sementara dan permanen. Tindakan korektif sementara

bertujuan untuk menemukan dan memperbaiki suatu masalah,

sedangkan tindakan korektif permanen untuk melakukan penyelesaian

dan penghapusan akar penyebab suatu masalah sehingga target

penjaminan mutu perguruan tinggi adalah proses peningkatan mutu

yang berkelanjutan (Leahy et al., 2009).

Model PDCA bukan hanya sekedar alat pengukur mutu pada

perguruan tinggi, model penjaminan mutu ini merupakan sebuah

konsep dasar dari suatu proses peningkatan mutu yang terus menerus

yang melekat pada budaya organisasi perguruan tinggi. Model PDCA

mudah untuk dipahami dan semestinya digunakan oleh semua

perguruan tinggi. Aspek terpenting dari model PDCA terletak pada

tahap evaluasi (check) setelah penyelesaian suatu kegiatan, ketika siklus

selanjutnya akan dimulai lagi untuk program peningkatan mutu

perguruan tinggi selanjutnya (Sokovic et al., 2010).

Aspek-aspek dalam model penjaminan mutu PDCA dapat

dijelaskan sebagai berikut: a) perencanaan (plan) adalah

mengidentifikasi target untuk perbaikan mutu dengan memprioritaskan

pada keuntungan terbaik atas investasi yang diharapkan dengan

menerapkan proses perencanaan strategis berdasarkan best practice, b)

Page 38: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

36

pelaksanaan (do) adalah melaksanakan perencanaan yang telah

ditetapkan dengan langkah-langkah seperti pengumpulan data dan

identifikasi masalah dengan menggunakan kriteria atau standar tertentu,

c) evaluasi (check) adalah mengevaluasi hasil dari pelaksanaan program

perbaikan mutu, hal ini merupakan langkah penting dalam siklus

PDCA. Hasil analisis check digunakan oleh sebagian besar perguruan

tinggi dalam upaya peningkatan mutu perguruan tinggi tersebut (Gupta,

2005; Leahy et al., 2009), d) tindakan (act) adalah tindak lanjut yang

dilakukan untuk memutuskan dalam mengadopsi, mengeliminasi, atau

merevisi inovasi/perbaikan yang dilakukan, serta merencanakan

program peningkatan mutu selanjutnya.

Langkah act telah menyebabkan interpretasi yang berbeda, bagi

sebagian orang berpendapat bahwa act menyiratkan standarisasi,

sedangkan sebagian orang lain berpendapat bahwa act berarti

peningkatan atau perbaikan. Pengertian act yang paling dikenal adalah

sebagai koreksi proses melalui tindakan korektif dan pencegahan dari

terulangnya kembali suatu masalah. Masukan atau input untuk aspek

act berasal dari kegiatan pada aspek check yang telah dilakukan.

Tindakan (act) dilakukan dengan memberikan umpan balik ketika

hasil evaluasi suatu program tidak memadai atau tidak memuaskan.

Siklus PDCA (Gambar 3) adalah model QA yang dinamis, akhir dari

satu siklus adalah awal dari siklus berikutnya. Setiap siklus dipelajari

Page 39: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

37

dan dievaluasi untuk proses peningkatan mutu yang berkelanjutan.

Siklus PDCA digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3. Siklus PDCA (siklus Shewhart/ siklus Deming) pada

Quality Assurance (Leahy et al., 2009)

Beberapa prinsip yang melandasi pola pikir dan pola tindak

semua pelaku manajemen kendali mutu berbasis model PDCA adalah

prinsip Kaizen yaitu: a) quality first, semua pikiran dan tindakan

pengelola pendidikan tinggi harus memprioritaskan mutu, b)

stakeholder-in, semua pikiran dan tindakan pengelola pendidikan harus

ditujukan pada kepuasan stakeholders, c) the next process is our

stakeholders, setiap orang yang melaksanakan tugas dalam proses

pendidikan tinggi, harus menganggap orang lain yang menggunakan

hasil pelaksanaan tugasnya sebagai stakeholder-nya yang harus

dipuaskan, d) speak with data, setiap pelaksana pendidikan tinggi harus

melakukan tindakan dan mengambil keputusan berdasarkan analisis

data yang telah diperolehnya terlebih dahulu, bukan berdasarkan

pengandaian atau rekayasa, dan e) upstream management, semua

Page 40: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

38

pengambilan keputusan di dalam proses pendidikan tinggi dilakukan

secara partisipasif, bukan otoritatif (Depdiknas, 2003).

Model PDCA dengan prinsip peningkatan mutu berkelanjutan

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4. Siklus PDCA dalam proses peningkatan mutu berkelanjutan (Sokovic et al., 2010)

Gambar 4 menunjukkan bahwa model PDCA ini menitikberatkan

kegiatan penjaminan mutu pada aspek perbaikan/peningkatan mutu

secara terus menerus atau continuous quality improvement (Sokovic et

al., 2010). Beberapa prasyarat yang harus dipenuhi agar pelaksanaan

penjaminan mutu perguruan tinggi dapat mencapai tujuannyaadalah

adanya komitmen, sikap mental pelaku proses, serta pengorganisasian

penjaminan mutu.

Model penjaminan mutu PDCA pada pembelajaran klinik yang

dikemukakan oleh Walasek et al. (2011) sebagai berikut: a) plan

meliputi pelatihan, silabus, dan format penilaian, b) do meliputi

pengetahuan dan interaksi mahasiswa dan pembimbing, c) check

meliputi proses review, dan evaluasi, d) act meliputi implementasi dan

skenario.

Page 41: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

39

Tujuan utama penjaminan mutu pada Jurusan Keperawatan Gigi

(JKG) Poltekkes Kemenkes adalah menghasilkan tenaga perawat gigi yang

bermutu. Upaya peningkatan mutu JKG Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

menggunakan model penjaminan mutu PDCA sebagai dasar proses

peningkatan mutu pendidikan (Kemenkes, 20010a).

Implementasi model penjaminan mutu PDCA pada JKG Poltekkes

Kemenkes Yogyakarta diharapkan dapat menumbuhkan budaya mutu

mulai dari menetapkan, melaksanakan, mengevaluasi, dan secara

berkelanjutan berupaya meningkatkan standar mutu. Pola PDCA sudah

sejak lama berjalan dengan cara yang sederhana walaupun belum

terintegrasi menyeluruh. Usaha yang telah dilakukan institusi ini adalah

pembentukan tim penjaminan mutu yang bertanggungjawab langsung

kepada direktur Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. Mekanisme penjaminan

mutu pada proses penyelenggaraan pendidikan JKG adalah sebagai

berikut:

a) Perencanaan (Plan)

Perencanaan disusun setiap tahun sekali, di dalam perencanaan

disusun rencana kegiatan dan sasaran yang akan dicapai setidaknya

untuk satu tahun ke depan. Perencanaan mutu meliputi penetapan

kebijakan mutu, tujuan mutu serta indikator pencapaiannya, serta

prosedur untuk pencapaian tujuan tersebut. Kebijakan mutu JKG

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta yaitu menghasilkan perawat gigi yang

kompeten sesuai kebutuhan stakeholders. Berdasarkan kebijakan mutu

Page 42: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

40

JKG, maka tujuan mutu JKG adalah: 1) mahasiswa memperoleh

kualifikasi yang diinginkan yaitu mahasiswa D3 lulus dalam waktu 3

tahun, 2) lulusan bisa bekerja segera setelah lulus.

b) Pelaksanaan (Do)

Pelaksanaan merupakan kegiatan yang bersifat rutin dilakukan.

Pelaksanaan proses penjaminan mutu pendidikan termasuk pelayanan

administrasi dilaksanakan sesuai dengan Standar Operating Procedure

(SOP) (Depkes, 2009b). Ketua Jurusan bertanggungjawab dalam

mengendalikan seluruh proses pendidikan, memantau pelaksanaannya,

serta memberikan umpan balik kepada pihak-pihak yang terkait dalam

proses pendidikan seperti dosen, tenaga penunjang, dan mahasiswa.

Pelaksanaan penjaminan mutu ini menuntut komitmen dari seluruh

komponen pada tugas dan fungsinya masing-masing.

c) Evaluasi (Check)

Evaluasi adalah kegiatan untuk melakukan pemeriksaan terhadap

kegiatan yang telah berjalan. Evaluasi proses pendidikan dilakukan

secara internal dan eksternal. Evaluasi internal dilakukan dengan

melakukan evaluasi diri, menyusun rencana perbaikan, dan menyusun

laporan pelaksanaan pendidikan kepada Direktur Poltekkes Kemenkes.

Evaluasi eksternal dilakukan oleh BANPT (Badan Akreditasi Nasional

Perguruan Tinggi) (Depdikanas, 2008a). Hasil evaluasi dibahas dan

didiskusikan untuk bersama-sama merencanakan upaya tindak lanjut

untuk perbaikan berkelanjutan.

Page 43: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

41

d) Tindakan (Act)

Tindakan adalah kegiatan yang dilakukan sebagai implikasi dari

hasil evaluasi bertujuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran,

kegiatan yang dilakukan adalah rapat koordinasi antar bagian

(akademis, keuangan, dan kemahasiswaan) secara periodik untuk

menyusun rekomendasi-rekomendasi program yang akan dilakukan.

2. Benchmarking

Proses peningkatan mutu memerlukan komitmen untuk perbaikan yang

melibatkan secara seimbang aspek manusia dan teknologi. Ada dua macam

peningkatan mutu yaitu: a) untuk mencapai standar mutu yang ditetapkan dan

b) dalam konteks peningkatan standar mutu yang dicapai yaitu melalui

benchmarking.

Benchmarking adalah upaya membandingkan standar baik antar bagian

internal organisasi maupun dengan standar eksternal dengan tujuan untuk

peningkatan mutu (Depkes, 2009c). Hal ini sesuai juga dengan pernyataan

Gaspersz (2005) bahwa salah satu pendekatan yang dapat digunakan oleh

stakeholders untuk melakukan peningkatan mutu adalah dengan menerapkan

benchmarking dalam praktik penyelenggaraan perguruan tinggi yang

dilakukan terus menerus dengan menggunakan perguruan tinggi lain sebagai

pembanding.

Upaya peningkatan mutu akan menjadi optimal apabila penerapan

benchmarking dipadukan dengan filsafat kaizen yaitu perbaikan yang

dilakukan secara terus menerus (Richardson, 2005). Suatu rangkaian

Page 44: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

42

peningkatan yang terus-menerus didefinisikan sebagai suatu nilai dan proses

yang berulang-ulang untuk mencapai keberhasilan yang sempurna (Leahy et

al., 2009).

Benchmark biasanya digunakan untuk berbagai tujuan, terutama sebagai

sumber referensi ketika merancang dan mengembangkan program-program

baru. Benchmark merupakan panduan umum untuk mengartikulasikan hasil

pembelajaran yang terkait dengan program tetapi tidak spesifikasi pada suatu

kurikulum. Benchmark mendorong adanya inovasi dalam kerangka

konseptual secara keseluruhan, juga memberikan dukungan dalam jaminan

mutu internal dan memungkinkan adanya hasil pembelajaran yang ditentukan

program untuk ditinjau dan dinilai terhadap harapan dan kesesuaian dengan

standar (QAA for Higher Education, 2005).

Program benchmarking tentang pembelajaran dan pelatihan klinik

sebuah perguruan tinggi keperawatan gigi di United Kingdom menunjukkan

bahwa pada akhir program mahasiswa akan memperoleh pengetahuan dan

pemahaman dalam: a) mengidentifikasi dan membahas kewajiban hukum dan

etika yang tertuang pada Dewan Konsil Gigi, b) menerapkan teori-teori

pembelajaran dan strategi yang mendukung pengembangan kepribadian dan

efektivitas praktik, c) menerapkan pembelajaran akademik dan prinsip-prinsip

di lingkungan kerja, d) penerapan pengetahuan teoritis di tempat kerja, e)

mengidentifikasi kebutuhan belajar, pengembangan kepribadian, akademik

dan profesional, serta f) pemahaman tentang hukum, politik dan sosial

ekonomi di masyarakat (QAA for Higher Education, 2004).

Page 45: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

43

Tujuan program sertifikasi pendidikan keperawatan gigi di Universitas

Tesside adalah: a) memberikan lingkungan belajar yang efektif agar

mahasiswa memenuhi persyaratan dari Konsil Kedokteran Gigi sehingga

layak mendaftar sebagai seorang perawat gigi, b) menciptakan pengalaman

belajar supaya mahasiswa berkembang secara personal dan profesional, serta

mampu merefleksikan kesiapan mereka dalam melakukan praktik, c)

memfasilitasi perkembangan mahasiswa sebagai seorang pembelajar seumur

hidup sehingga sebagai seorang perawat gigi dapat berfungsi sebagai anggota

dari tim pelayanan kesehatan, d) mengembangkan keterampilan kognitif,

afektif dan psikomotorik mahasiswa dalam kaitannya dengan praktik

keperawatan gigi (Baird, 2010).

Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta melakukan

usaha-usaha dalam upaya proses benchmarking antara lain: a)

menyelenggarakan evaluasi diri, b) menentukan target yang akan dicapai,

serta c) menyusun rencana-rencana tindakan (act) yang akan dilakukan

sehubungan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan, serta melakukan

studi banding dengan beberapa pendidikan keperawatan gigi baik di dalam

maupun di luar negeri.

3. Evaluasi Mutu Proses Pembelajaran

Evaluasi adalah membandingkan pelaksanaan kinerja program saat ini

dengan standar kinerja program yang diharapkan, dan menyimpulkan tentang

efektivitas program. Kesimpulan dari hasil evaluasi dapat dijadikan sebagai

Page 46: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

44

penentu kebijakan program, dan sebagai alat ukur keberhasilan maupun

kegagalan suatu program (Shadish et al., 1991).

Arikunto dan Jabar (2009) mengatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan

untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, dan selanjutnya

informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam

mengambil sebuah keputusan. Konteks evaluasi adalah menguji kekuatan,

kelemahan, dan perubahan-perubahan yang dapat membuat produksi (output)

menjadi lebih baik (Stufflebeam dan Shinkfield, 2007).

Kirkpatrick dan Kirkpatrick (2006) mengemukakan bahwa evaluasi

program terdiri dari 4 tingkat, yaitu: a) tingkat 1: reaksi (reaction) yaitu

evaluasi yang mengukur reaksi mahasiswa/peserta didik dan dosen mengenai

suatu program, evaluasi ini dinamakan pengukuran kepuasan pengguna

(peserta didik dan dosen), b) tingkat 2: pembelajaran (learning) yaitu

evaluasi perubahan perilaku peserta didik/staf seperti peningkatan

pengetahuan, dan/atau keterampilan setelah mengikuti suatu program, c)

tingkat 3: perilaku (behavior) yaitu evaluasi peserta didik dalam penerapan

pengetahuan dan keterampilan suatu program, d) tingkat 4: hasil (results)

yaitu evaluasi untuk mengetahui dampak program bagi institusi dan

masyarakat.

Evaluasi mutu dapat diartikan sebagai setiap kegiatan terstruktur yang

mengarah pada proses penjaminan mutu (quality assurance) yang

digambarkan sebagai proses yang berkelanjutan, terstruktur dan sistematis

dalam kaitannya dengan menjaga dan memperbaiki mutu. Perhatian pada

Page 47: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

45

mutu yang berkelanjutan (continuous improvement) merupakan sine qua non

pada penjaminan mutu pembelajaran dan/atau penelitian, baik evaluasi yang

dilakukan mandiri maupun dilakukan oleh pihak luar (AUN-QA, 2010).

Evaluasi QA pada pendidikan keperawatan ada 2 metode yaitu evaluasi

internal dan evaluasi external. Evaluasi internal menggunakan assessment

formal dan kesepakatan dengan komite QA institusi untuk melihat

perencanaan, implementasi, serta evaluasi program pendidikan, sedangkan

evaluasi eksternal dilakukan oleh pihak lain di luar institusi (WHO, 2010).

Evaluasi mutu perguruan tinggi diperlukan untuk mendapatkan umpan balik

tentang kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman sebagai landasan untuk

melakukan upaya peningkatan mutu secara berkelanjutan.

Evaluasi mutu suatu jasa atau produk hampir sama dengan pengukuran

kepuasan konsumen, yaitu ditentukan oleh variabel harapan dan kenyataan

yang dirasakan. Harapan konsumen merupakan keyakinan konsumen sebelum

mencoba suatu produk atau jasa. Apabila produk atau jasa sesuai dengan yang

diharapkan maka mutu diinterpretasikan baik, tetapi apabila tidak sesuai

maka mutu diinterpretasikan buruk (Tjiptiono, 1997).

Kegiatan evaluasi mempunyai peranan penting dalam pendidikan,

begitu pula dalam proses pembelajaran klinik. Evaluasi dilakukan untuk

mengidentifikasi proses pembelajaran klinik yang telah dilaksanakan

berdasarkan perencanaan, dan pelaporan dilakukan sebagai bentuk

penyampaian hasil evaluasi, sedangkan tindak lanjut/umpan balik adalah

Page 48: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

46

program yang perlu dikembangkan sebagai implikasi hasil evaluasi (Depkes,

2009b).

Salah satu kendala yang dihadapi dalam evaluasi mutu pendidikan saat

ini adalah pemberian umpan balik (feedback) yang belum memadai bagi

program studi untuk melakukan perbaikan mutu yang berkelanjutan

(Bornmann et al., 2006). Evaluasi dan umpan balik bagi program studi yang

dilakukan oleh mahasiswa sebagai konsumen pendidikan, bertujuan agar

program studi mengevaluasi kembali penyelenggaraan pendidikan yang sudah

diterapkan kepada para mahasiswanya.

Penyelenggaraan pendidikan dapat dikatakan bermutu ketika proses

pembelajaran dilaksanakan secara interaktif dan inspiratif dalam suasana

yang menyenangkan, menantang, dan memotivasi mahasiswa untuk

berpartisipasi aktif, kreatif, dan mandiri sesuai dengan bakat dan minat

mereka (Depkes, 2009c). Evaluasi mutu pendidikan mencakup semua ranah

pembelajaran yang dilakukan secara obyektif, transparan, dan akuntabel.

Evaluasi mutu pendidikan dapat berfungsi untuk mengukur pencapaian

akademis mahasiswa, kebutuhan akan remedial, serta memberikan masukan

untuk meningkatkan mutu pembelajaran.

Penyediaan tenaga kerja kesehatan berkaitan dengan mutu lulusan

pendidikan tenaga kesehatan (Diknakes), oleh karena itu harus bisa

dipertanggungjawabkan baik kepada masyarakat maupun profesi. Lulusan

Diknakes harus mampu menunjukkan kemampuannya kepada masyarakat

secara umum dan secara khusus kepada profesinya, tanggung jawab lulusan

Page 49: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

47

tersebut dapat ditunjukkan dengan sikap dan moral serta mutu pelayanan

yang baik yang diberikan kepada konsumen kesehatan (Emilia, 2008). Hal ini

ditegaskan juga oleh Dalt et al. (2010) bahwa isu tentang penjaminan mutu

dan mutu berkelanjutan dalam pendidikan kesehatan berkaitan dengan mutu

pelayanan yang diberikan.

Pedoman untuk evaluasi proses pembelajaran menurut Kirkpatrick dan

Kirkpatrick (2006) meliputi: a) adanya kelompok kontrol dan perlakuan, b)

melakukan evaluasi pengetahuan, keterampilan, dan/atau sikap sebelum dan

sesudah pembelajaran, c) tes tertulis digunakan untuk mengukur pengetahuan

dan sikap, d) penilaian kinerja digunakan untuk mengukur keterampilan, dan

e) mendapat respon 100%.

Evaluasi kepuasan mahasiswa dapat dipakai untuk melakukan penilaian

tentang mutu pembelajaran, dengan demikian mahasiswa bebas

mengemukakan pendapat tentang mutu pembelajaran dan kepuasan

mahasiswa sebagai klien, konsumen, atau pelanggan (Gatfield et al., 1999 cit.

Anderson, 2006). Evaluasi diri (self assessment) pada tingkat mahasiswa

penting untuk menganalisis kegiatan utama pada proses belajar mengajar

karena dapat mengetahui mutu kurikulum dan program studi.

Faktor utama yang dapat mempengaruhi mutu pelayanan perguruan

tinggi yaitu harapan dan persepsi mahasiswa tentang mutu perguruan tinggi,

sehingga baik buruknya mutu perguruan tinggi berdasarkan penilaian

kepuasan mahasiswa tergantung pada kemampuan perguruan tinggi dalam

memenuhi harapan mahasiswa (Tjiptiono, 2005). Gaalen (2010) menyatakan

Page 50: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

48

ada dua perspektif tentang kesenjangan/gap antara mutu yang diharapkan dan

kenyataan mutu yang diterima. Mutu yang diharapkan dan mutu yang

didesain diukur sebelum penggunaan produk, sedangkan mutu yang diterima

(kenyataan) dan mutu yang diberikan diukur setelah produk diberikan dan

digunakan (Tabel 3).

Tabel 3. Gap antara Harapan dan Kenyataan (Gaalen, 2010)

Subyektif Obyektif Sebelum Mutu yang

diharapkan (Expected quality)

GAP Desain mutu (Designed quality)

GAP GAP Sesudah Mutu pada

kenyataan (Perceived quality)

GAP Mutu yang diberikan (Supplied quality)

Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang atau masyarakat setelah

membandingkan hasil yang dirasakan dengan harapannya. Apabila hasilnya

sama atau melebihi dari harapan maka akan timbul perasaan puas, sebaliknya

akan timbul ketidakpuasan jika hasil yang dirasakan tidak sesuai dengan yang

diharapkan. Kepuasan setiap orang tidak sama/berbeda, hal ini disebabkan

perbedaan pengalaman, perasaan, latar belakang kesukuan, tingkat sosial,

serta pendidikan (Pohan, 2003). Salah satu penentu faktor kepuasan

konsumen adalah persepsi mengenai mutu produk, harga, dan faktor-faktor

yang bersifat pribadi dan sesaat (Rangkuti, 2002).

Kepuasan mahasiswa pada model penjaminan mutu di tingkat program

studi adalah penilaian mahasiswa tentang perencanaan, proses pembelajaran,

pencapaian hasil belajar, evaluasi, serta umpanbalik (AUN-QA, 2006). Mutu

pada perguruan tinggi adalah mutu sebagai satisfaction of the client

Page 51: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

49

(kepuasan konsumen), mutu dihubungkan dengan pemenuhan standar untuk

memenuhi kepuasan konsumen. Mahasiswa adalah konsumen, sehingga mutu

adalah kepuasan mahasiswa (Ellis, 1993 cit. Prihatiningsih, 2003; Green,

1994 cit. AUN-QA, 2006). Evaluasi mutu pembelajaran klinik yang

dilakukan adalah evaluasi program tingkat 1 menurut Kirkpatrick-Kirkpatrick

(2006) yaitu evaluasi tentang kepuasan pengguna/mahasiswa mengenai mutu

pembelajaran klinik. Pemahaman dari beberapa pengertian di atas, penulis

berpendapat bahwa kepuasan sangat subyektif, tingkat kepuasan seseorang

terhadap suatu obyek sangat bervariasi mulai dari sangat puas, puas, kurang

puas, bahkan sangat tidak puas.

4 Pembelajaran Klinik Pendidikan Keperawatan Gigi berbasis Model Penjaminan Mutu PDCA

Kegiatan penjaminan mutu dilakukan untuk mengatasi kesenjangan

antara harapan dan kenyataan yang diterima mahasiswa (Vissher, 2009).

Kesenjangan yang ada sangat memungkinkan dapat menghambat pencapaian

kompetensi, oleh karena itu pengukuran mutu pembelajaran klinik adalah

bersifat sangat kompleks dan membutuhkan beberapa pendekatan seperti

Inventory DREEM (a Dundee Ready Education Environment) yang dapat

digunakan untuk menjamin dan menjaga mutu pendidikan (Varma et al.,

2005; Hays, 2006).

Roff (2005) mengembangkan a Dundee Ready Education Environment

Measure (DREEM) sebuah instrumen berskala internasional dan generik,

instrumen ini dapat memberi gambaran tentang kelebihan dan kekurangan

dari sebuah lembaga pendidikan. Instrumen ini juga dapat digunakan untuk

Page 52: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

50

menilai hubungan antara lingkungan pendidikan dengan prestasi akademik

mahasiswa, serta dapat berfungsi sebagai alat untuk memprediksi dan

mengidentifikasi mahasiswa yang berprestasi dan tidak berprestasi

(Dimoliatis et al., 2010).

Efektivitas pembelajaran klinik dipengaruhi oleh hal-hal seperti kerja

sama yang baik antara staf, mahasiswa, sarana prasarana, dan suasana klinik

yang menyenangkan. Efektivitas pembelajaran klinik dapat diketahui dengan

mengevaluasi mutu pembelajaran klinik dilihat dari level mikro yaitu

kepuasan mahasiswa terhadap proses pembelajaran klinik (Gaalen, 2010).

Ruiz dan Lozano (2000) mengatakan bahwa pengetahuan, keterampilan dan

pengalaman di klinik menjadi kunci yang menentukan mutu pembelajaran

klinik. Efektivitas pembelajaran klinik dapat diketahui dengan mengevaluasi

mutu pembelajaran klinik menggunakan model penjaminan mutu PDCA.

Obyek evaluasi mutu pembelajaran klinik mencakup aspek perencanaan

(plan), pelaksanaan (do), evaluasi (check), dan umpan balik (act).

Dalam kaitannya dengan pendidikan tenaga kesehatan, institusi ini

mengaplikasikan model penjaminan mutu PDCA. JKG Poltekkes Kemenkes

Yogyakarta juga menggunakan model PDCA walaupun belum terlaksana

dengan baik. JKG belum secara rutin melakukan evaluasi untuk mengukur

mutu pembelajaran klinik karena belum tersedianya suatu instrumen yang

dapat digunakan untuk mengevaluasi mutu pada level mikro yaitu evaluasi

mutu proses pembelajaran menurut penilaian kepuasan mahasiswa.

Page 53: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

51

Aspek-aspek mutu pada pembelajaran klinik sebagai implementasi

model PDCA adalah sebagai berikut:

a. Perencanaan (Plan):

Dent dan Harden (2009) mengemukakan tentang pentingnya

penjelasan mengenai rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan

kepada mahasiswa meliputi tujuan pembelajaran, konten pembelajaran,

desain/ strategi pembelajaran, evaluasi, serta umpan balik, demikian juga

pembelajaran klinik di JKG dilaksanakan dengan perencanaan sesuai

dengan tujuan pembelajaran, ranah belajar dan hierarkinya.

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) klinik JKG berisi

rancangan kegiatan pembelajaran klinik yang akan dilakukan oleh

mahasiswa dan pembimbing klinik dalam mencapai kompetensi praktik

klinik. RPP memuat tujuan pembelajaran, standar kompetensi, materi

pokok, langkah pembelajaran dan dilengkapi dengan bahan ajar

(Kemenkes, 2010b). Perencanaan proses pembelajaran klinik di JKG

selain silabus dan pedoman praktik klinik, dilengkapi juga dengan

kerangka acuan praktik klinik, buku pencapaian target kompetensi, dan

buku pegangan instruktur. Pada tahap perencanaan, dosen pembimbing

klinik merumuskan tujuan pembelajaran, kompetensi yang harus dicapai,

serta persiapan diri bagi mahasiswa sebelum melakukan praktik.

b. Pelaksanaan (Do)

Pada tahap pelaksanaan pembelajaran klinik terjadi interaksi antara

mahasiswa dan dosen untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pencapaian

Page 54: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

52

kompetensi pembelajaran klinik adalah hasil proses pembelajaran

sepanjang pendidikan dan berkembang sejalan dengan waktu, hal ini

sangat tergantung peran pembimbing klinik, peer group, dan lingkungan

pembelajaran (Leach, 2004).

Stark (2003) mengemukakan pentingnya pembimbing klinik sebagai

role models, dan untuk meningkatkan mutu pembelajaran klinik juga perlu

dukungan sarana prasarana, dana, serta pelatihan keterampilan mengajar.

Kemampuan pembimbing klinik harus mempunyai 3 (tiga) kriteria yaitu:

1) kompetensi khusus (doing the right thing), 2) pendekatan khusus (doing

the thing right), dan 3) profesionalisme (the right person doing it) (Harden

et al., 1999).

Pelaksanaan pembelajaran klinik keperawatan gigi dibimbing oleh

dosen dan instruktur klinik. Kompetensi yang harus dicapai mahasiswa

JKG pada pembelajaran klinik adalah: 1) mahasiswa mampu melakukan

asuhan keperawatan gigi (promotif, preventif, dan kuratif sederhana), 2)

mahasiswa mampu melaksanakan tindakan kegawatdaruratan gigi sebagai

hasil kolaborasi, 3) mahasiswa mampu melakukan tindakan pencabutan

gigi dengan kasus-kasus tertentu, 4) mahasiswa mampu melakukan

tindakan konservasi gigi dengan kasus-kasus tertentu (Kemenkes, 2010b).

Pembelajaran klinik JKG dilakukan dengan menghadirkan pasien,

selain melatih keterampilan klinis, pembelajaran juga mengajarkan

komunikasi terapeutik dengan pasien, dan etika menghadapi pasien. Cox

(1993) menyatakan keuntungan pembelajaran dengan menghadirkan

Page 55: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

53

pasien adalah pembimbing klinik dapat memberikan professional role

model kepada mahasiswa, mengamati keterampilan mahasiswa, dan

memberikan feedback langsung. Pasien yang dihadirkan adalah pasien

rawat jalan dan mahasiswa dapat langsung belajar berdasarkan kasus.

c. Evaluasi (Check)

Evaluasi hasil pembelajaran adalah proses sistematis untuk mencapai

tingkat pencapaian tujuan pembelajaran yang terdiri atas kegiatan

mengukur dan menilai. Mengukur adalah kegiatan mengamati penampilan

peserta didik berdasarkan indikator yang telah ditetapkan dengan

menggunakan metode dan alat pengukuran tertentu. Menilai adalah

membandingkan hasil pengukuran penampilan peserta didik dengan

kriteria keberhasilan yang ditetapkan (Nursalam, 2007). Mardapi (2008)

mengatakan bahwa evaluasi pembelajaran merupakan salah satu

komponen dalam sistem pembelajaran dan fokus evaluasi adalah pada

hasil pelaksanaan (output) proses pembelajaran.

Kegiatan evaluasi mempunyai peranan penting dalam pendidikan,

begitu pula dalam proses pembelajaran klinik. Evaluasi dilakukan untuk

mengidentifikasi proses pembelajaran klinik telah dilaksanakan

berdasarkan rencana, dan pelaporan dilakukan sebagai bentuk

penyampaian hasil evaluasi. Pencapaian target klinik dilakukan melalui

kegiatan evaluasi hasil pembelajaran di klinik (Nursalam, 2007; Depkes,

2009b).

Page 56: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

54

Assessment adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk

mengukur prestasi belajar (achievement) siswa sebagai hasil dari suatu

program instruksional. Hasil assessment terhadap peserta didik dapat

digunakan sebagai bukti yang patut dipertimbangkan dalam rangka

evaluasi pembelajaran. Assessment tidak hanya menilai peserta didik

melainkan sangat fungsional untuk menilai sistem pembelajaran itu sendiri

(Hamalik, 2009).

Metode penilaian yang dipilih harus sesuai dengan tujuan

pembelajaran, dapat dimungkinkan untuk menggunakan lebih dari satu

metode penilaian. Penilaian formatif untuk memperbaiki kekurangan

peserta didik dalam proses pembelajaran, sedangkan penilaian sumatif

untuk menentukan pencapaian kompetensi yang telah ditentukan.

Jenis-jenis penilaian yang dilakukan harus mampu mengungkap

kompetensi peserta didik, jenis penilaian yang biasa dilakukan selama ini

melalui tes obyektif dan uraian (Sudjana dan Ibrahim, 2007), terdapat jenis

penilaian lain yang berorientasi pada pengungkapan kompetensi peserta

didik, yaitu portofolio, dan penilaian yang berbasis pada karya peserta

didik. Prosedur penilaian harus valid, reliabel, praktis, fair dan berguna

(Azwar, 2009). Hancock (2007) mengatakan ada pengaruh performance

assessment terhadap prestasi belajar dan motivasi mahasiswa.

Hasil belajar nampak dalam suatu prestasi yang diberikan oleh

individu yang belajar, maka setiap prestasi yang tepat merupakan suatu

kenyataan perbuatan belajar atau performance (Ormrod, 2009). Adanya

Page 57: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

55

kenyataan bahwa proses belajar dapat terlaksana melalui berbagai kegiatan

belajar yang masing-masing mempunyai kekhususan, maka hasil belajar

pun akan nampak pada adanya perubahan tingkah laku yang berbeda-beda

yang diwujudkan dalam prestasi-prestasi tertentu. Faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar dapat berasal dari dalam diri individu

maupun dari luar (Arikunto dan Jabar, 2009).

Pemilihan instrumen penilaian harus selaras dengan tujuan

pembelajaran. Secara umum penilaian mengacu pada piramida pencapaian

kompetensi Miller yaitu Knows-Knows how-Shows how-Does (Harden et

al., 1999). Standar penilaian pembelajaran klinik diknakes meliputi: 1)

instrumen penilaian dalam bentuk cheklist/lembar observasi yang mengacu

pada perencanaan pembelajaran, 2) instrumen penilaian harus mengandung

aspek pengetahuan, sikap dan ketrampilan dengan memfokuskan pada

aspek keterampilan, 3) indikator penilaian harus dikomunikasikan kepada

peserta didik, 4) harus diberikan feedback/umpan balik hasil penilaian

kepada peserta didik, 5) hasil penilaian harus berorientasi kepada

kompetensi dasar, 6) penilaian dapat diulang sampai peserta didik

kompeten, 7) standar nilai kelulusan menggunakan sistem Penilaian

Standar Mutlak atau Penilaian Acuan Patokan (PAP) dengan batas lulus

2,75 (Kemenkes, 2010c).

Penilaian atau evaluasi hasil belajar setiap mata praktik pada JKG

meliputi penggabungan dari penilaian formatif, sumatif, dan komprehensif.

Penilaian formatif untuk memperbaiki kekurangan mahasiswa dalam

Page 58: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

56

proses pembelajaran meliputi laporan praktik dan tugas-tugas, sedangkan

penilaian sumatif untuk menentukan pencapaian kompetensi yang telah

ditentukan yaitu ujian praktik keterampilan akhir semester, sedangkan

penilaian komprehensif meliputi ujian praktik akhir semester dan uji

penilaian pencapaian kompetensi.

Aspek-aspek yang dinilai dari pencapaian kompetensi meliputi

kognitif, afektif, dan psikomotor. Penilaian aspek-aspek tersebut

disesuaikan dengan target kompetensi yang harus dicapai mahasiswa.

Penilaian hasil belajar juga memperhatikan hal-hal seperti bobot penilaian

dan nilai akhir. Standar penilaian yang dilakukan untuk mendapatkan nilai

akhir adalah mahasiswa mendapat nilai huruf mutu, kemudian nilai huruf

mutu dikonversi menjadi angka mutu (Kemenkes, 2010b).

d. Tindakan (Act)

Tindakan adalah semua bentuk informasi yang dikomunikasikan

kepada mahasiswa dengan tujuan memperbaiki hasil pembelajaran dapat

berupa umpan balik (feedback). Umpan balik merupakan kunci utama

keberhasilan proses pembelajaran, membantu mahasiswa berpikir reflektif

sesuai kaidah pembelajaran arahan sendiri pada orang dewasa (Nicol dan

Dick, 2006). Keberhasilan umpan balik dipengaruhi beberapa faktor

seperti jenis umpan balik, struktur umpan balik, waktu umpan balik

diberikan, serta karakteristik mahasiswa dan dosen (Archer, 2010).

Umpan balik dan refleksi merupakan bagian dari metode

pembelajaran yang biasa dilakukan di klinik, namun kedua hal tersebut

Page 59: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

57

umumnya kurang dimanfaatkan (Branch dan Paranjape, 2002). Pemberian

umpan balik akan mendorong mahasiswa untuk berpikir atau melakukan

refleksi, supervisor (pembimbing klinik) dapat memiliki pengaruh yang

positif pada pembelajaran. Peran pembimbing klinik adalah sebagai

pemberi umpan balik, kolega, asesor, peran reflektif, coach, role model

profesional (Irby dan Bowen, 2004).

Umpan balik yang dilakukan pada pembelajaran klinik JKG antara

lain dengan melakukan diskusi baik antar mahasiswa maupun dengan

pembimbing klinik mengenai pengalaman klinik, kesulitan yang dihadapi,

atau kasus-kasus yang tidak dapat diselesaikan oleh mahasiswa. Dalam

memberikan feedback, pembimbing harus menjelaskan dengan tepat,

sesering mungkin, fokus pada hal-hal tertentu saja dan menghubungkan

dengan target kompetensi yang harus dicapai mahasiswa. Pembimbing

dapat juga memberikan tugas yang bisa direspon cepat oleh mahasiswa.

D. Landasan Teori

Proses pembelajaran di klinik adalah proses inti dalam pendidikan tenaga

kesehatan, keberadaan standar kompetensi lulusan menjadi sangat mutlak dan

sifatnya strategis. Tujuan pendidikan diploma keperawatan gigi adalah

menghasilkan ahli madya keperawatan gigi yang kompeten di bidangnya.

Pembelajaran klinik adalah selaras dengan pendidikan keperawatan gigi yang

mengutamakan pembelajaran praktik daripada teori. Penguasaan keterampilan

klinik merupakan elemen yang penting dari mutu lulusan tenaga kesehatan

Page 60: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

58

termasuk perawat gigi, dan upaya peningkatan mutu pembelajaran adalah untuk

menghasilkan output yang baik.

Media ajar adalah alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan

isi materi dalam proses pembelajaran, media ajar dapat memperjelas pesan dan

informasi yang ingin disampaikan kepada mahasiswa. Keterampilan klinik

memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk belajar dan berlatih keterampilan

menggunakan media ajar dalam bentuk alat simulasi sebelum mempraktikkan

pada situasi yang sesungguhnya, clinical setting membutuhkan simulator antara

lain model anatomi/model fisiologik.

Model anatomi yang tidak realistik membuat simulasi menjadi tidak

realistik juga, dan lebih memprihatinkan bila simulasi tanpa model maka

pembelajaran dapat menjadi lebih mahal dan banyak intervensi langsung kepada

pasien. Pengembangan media ajar pada praktik skaling sebagai tindak lanjut

dari evaluasi implementasi model penjaminan mutu PDCA (Plan, Do, Check,

dan Act) pada pembelajaran klinik, hal ini dilakukan sebagai upaya untuk

meningkatkan kualitas perawat gigi sehingga mampu bersaing di pasar global.

Media ajar yang dikembangkan dalam bentuk model gigi sebagai alat

simulasi karena model gigi yang ada saat ini belum memadai, model gigi tidak

dapat digerakkan sesuai kebutuhan operator dan tidak menyerupai kondisi pasien

sesungguhnya sehingga pembelajaran praktik skaling menjadi tidak optimal dan

hal ini menyebabkan pula pencapaian target mahasiswa sering tidak tuntas.

Metode simulasi praktik skaling dilakukan untuk mencapai kompetensi show

hows yaitu mahasiswa dapat melakukan sebuah keterampilan pada situasi

Page 61: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

59

terkendali. Kualitas pembimbing klinik pada penggunaan media ajar juga

menjadi hal yang menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran,

pembimbing dituntut mempunyai kompetensi dalam memberikan bimbingannya,

pembimbing harus menguasai keterampilan teknis dan juga keterampilan

hubungan antar manusia.

E. Kerangka Teori

Berdasarkan kajian pustaka maka kerangka teori dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Gambar 5. Kerangka Teori (modifikasi Notoatmodjo, 2007)

Proses pembelajaran menurut Notoatmodjo (2007) dinyatakan dalam

model analisis sistem terdiri dari input (masukan), process (proses), serta output

(keluaran). Proses pembelajaran tergantung juga pada faktor internal dan

eksternal yang dapat mempengaruhi hasil pembelajaran. Keluaran dari proses

pembelajaran adalah hasil pembelajaran berupa prestasi mahasiswa yang

berkaitan dengan kompetensi yang harus dicapai mahasiswa.

Pembelajaran klinik model PDCA

Prestasi Mahasiswa a. Nilai kognitif b. Nilai keterampilan praktik

Upaya peningkatan mutu praktik skaling

instrumen eval. mutu

Kepuasan mahasiswa

area yg diteliti

input process output

1. faktor internal (sikap, minat dan bakat, motivasi)

2. faktor eksternal (dukungan orang tua/keluarga, pengajar/pembimbing, sarana prasarana)

Page 62: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

60

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 6. Kerangka Konsep Keterangan: --------- tidak diteliti

Gambar 6 menunjukkan proses pembelajaran praktik skaling dilakukan

intervensi media ajar yang akan dikembangkan dalam penelitian. Faktor-faktor

internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi hasil pembelajaran mahasiswa

tidak dikendalikan dalam penelitian ini.

G. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis primer:

Ada pengaruh intervensi menggunakan media ajar yang dikembangkan

pada praktik skaling terhadap prestasi mahasiswa.

2. Hipotesis sekunder:

a. Ada perbedaan nilai kognitif mahasiswa sebelum dan setelah intervensi

menggunakan media ajar pada praktik skaling.

b. Ada perbedaan nilai keterampilan mahasiswa sebelum dan setelah

intervensi menggunakan media ajar pada praktik skaling.

Pembelajaran Praktik skaling

Variabel bebas

Variabel terikat

Prestasi Mahasiswa a. Nilai kognitif b. Nilai keterampilan praktik

1. faktor internal (sikap, minat dan bakat, motivasi)

2. faktor eksternal (dukungan orang tua/keluarga, pengajar/pembimbing, sarana prasarana)

Media ajar yg dikembangkan

Page 63: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

61

BAB III 

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancang Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental semu (quasi

experiment) dengan rancang penelitian pretest-posttest control group design.

Sampel pada desain penelitian ini terdiri dari dua kelompok: kelompok

eksperimen adalah kelompok yang diberi perlakuan sedangkan kelompok yang

tidak diberi perlakuan adalah kelompok kontrol (Sugiyono, 2010b; Johnson dan

Christensen, 2008). Pretest dilakukan untuk mengetahui keadaan awal kelompok

kontrol dan kelompok eksperimen. Pengaruh perlakuan dianalisis dengan uji

statistik, jika ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol maka perlakuan yang diberikan berpengaruh secara signifikan

(Fraenkel dan Wallen, 2009). Desain penelitian adalah sebagai berikut:

R O1 X O2

R O3 O4

Gambar 7. Desain penelitian

Keterangan: O1 : pretest kelompok eksperimen O2 : posttest kelompok eksperimen O3 : pretest kelompok kontrol O4: posttest kelompok kontrol X: perlakuan R: random

Page 64: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

62

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Prodi Diploma III Jurusan Keperawatan Gigi

(JKG) Poltekkes Kemenkes, Jl. Kyai Mojo 56 Pingit, Yogyakarta. Waktu

penelitian bulan April 2011 s.d. Oktober 2012.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah mahasiswa diploma III Jurusan Keperawatan Gigi.

Sampel penelitian adalah mahasiswa semester 3 dan 5, dengan kriteria inklusi

sebagai berikut:

1. Mahasiswa yang akan atau sudah selesai mengikuti praktik skaling.

2. Bersedia ikut serta dalam penelitian (mengisi informed consent).

Kriteria eksklusi: mahasiswa yang sedang menjalani cuti akademik,

mengundurkan diri atau tidak aktif selama penelitian dilakukan.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah simple random sampling, pengambilan

sampel dilakukan secara acak (Sugiyono, 2010a). Ukuran sampel ditentukan

dengan rumus sebagai berikut

Keterangan:

λ² = dk = 1, taraf kesalahan 5% P = Q = 0,5 d = 0,05 s = jumlah sampel N = 235 Jumlah sampel penelitian sebanyak 140 mahasiswa.

s = λ².N.P.Q d2 (N-1)+ λ².P.Q

Page 65: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

63

E. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Pembelajaran praktik skaling

a. kelompok kontrol

b. kelompok eksperimen

2. Variabel terikat : Prestasi mahasiswa

a. nilai kognitif

b. nilai keterampilan praktik

F. Definisi Operasional Variabel

1. Pembelajaran praktik skaling adalah pembelajaran pembersihan karang

gigi/kalkulus yang dilakukan mahasiswa, dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:

a. Kelompok kontrol yaitu kelompok mahasiswa yang menggunakan media

ajar standar sebagai alat simulasi praktik. Skala: ordinal.

b. Kelompok eksperimen yaitu kelompok mahasiswa yang menggunakan

media ajar yang dikembangkan sebagai alat simulasi praktik. Skala:

ordinal.

2. Prestasi mahasiswa adalah nilai yang diperoleh mahasiswa setelah melakukan

praktik, terdiri dari:

a. Nilai kognitif yaitu nilai praktik dari aspek pengetahuan mahasiswa yang

diperoleh sebelum dan setelah intervensi media ajar, diukur menggunakan

lembar tes praktik skaling. Skala: interval.

b. Nilai keterampilan yaitu nilai praktik dari aspek psikomotor/keterampilan

mahasiswa yang sebelum dan setelah intervensi media ajar, diukur

Page 66: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

64

menggunakan lembar penilaian keterampilan praktik skaling. Skala:

interval.

G. Instrumen Penelitian

1. Lembar penilaian keterampilan praktik skaling.

2. Lembar tes praktik skaling.

3. Media ajar yang dikembangkan.

4. Media ajar standar.

5. Alat-alat praktik skaling.

H. Cara Pengumpulan Data

1. Studi literatur, konsultasi pakar, dan diskusi kelompok terarah (Focus Group

Discussion) dilakukan pada saat pembuatan rancangan nstrumen rancangan

media ajar yang akan dikembangkan.

2. Nilai kognitif diukur menggunakan lembar tes praktik skaling mahasiswa.

3. Nilai keterampilan diukur dengan menggunakan lembar penilaian praktik

skaling mahasiswa.

I. Jalannya Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:

1. Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui hasil evaluasi

implementasi model penjaminan mutu PDCA pembelajaran klinik sehingga

dapat disusun rekomendasi-rekomendasi program yang perlu mendapat

prioritas dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran klinik pendidikan

keperawatan gigi (lampiran 3).

Page 67: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

65

2. Pengembangan Media Ajar untuk Praktik Skaling

Pengembangan media ajar berupa alat simulasi pada praktik skaling

dilakukan sebagai upaya tindak lanjut (follow up) yaitu menyediakan fasilitas

pembelajaran praktik yang memadai, karena pembelajaran skills lab

dilakukan sebagai prasyarat sebelum mahasiswa praktik klinik. Salah satu

keterampilan yang harus dikuasai dan termasuk tugas pokok seorang perawat

gigi yaitu praktik skaling atau pembersihan karang gigi (Depkes, 2010).

Keterampilan skaling dibutuhkan untuk mengidentifikasi kelainan-kelainan

jaringan periodontal sehingga mahasiswa diharapkan mampu untuk

melakukan pencegahan penyakit gigi dan mulut sedini mungkin.

Praktik skaling di JKG memerlukan media ajar sebagai alat simulasi

yang memadai berupa model gigi (typodont), yang menyerupai keadaan

rongga mulut pasien sesungguhnya, sehingga lebih memudahkan mahasiswa

mengikuti pembelajaran praktik skaling, menarik perhatian dan menambah

motivasi mahasiswa. Penggunaan model gigi dengan kalkulus artifisial dan

dilengkapi alat penyangga untuk memudahkan pemasangan pada meja kerja

dan kenyamanan operator.

Langkah-langkah pengembangan media ajar sebagai berikut:

a. Pembuatan rancangan media ajar (Sugiyono, 2010b; Azwar, 2009)

Media ajar yang dikembangkan adalah unit model gigi dengan kalkulus

artifisial.

b. Konsultasi pakar tentang rancangan media ajar yang dikembangkan

(Patton, 2009; Moleong, 2010):

Page 68: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

66

Rancangan model gigi dikonsultasikan dulu pada pakar untuk

melihat validitas alat. Pakar yang diikutsertakan dalam penelitian ini

adalah ahli di bidang Ilmu Pencegahan Penyakit Gigi dan Mulut

(Periodontologi) dari Fakultas Kedokteran Gigi UGM berjumlah 3 orang.

Konsultasi mengenai rancangan media ajar yang berupa model gigi

dilakukan dengan meminta pendapat pakar untuk mengisi lembar

pernyataan berupa kuisioner yang berisi pernyataan-pernyataan mengenai

model gigi dengan kalkulus artifisial (Sugiyono, 2010a).

Uji kesepakatan pakar (judgment experts) dilakukan dengan

measuring agreement menggunakan Cohen’s kappa statistic (Woodward,

1999).

Rumus Kappa: k = PO - PE 1 - PE

Keterangan:

k = Kappa

PO = proporsi jumlah yang diobservasi

PE = proporsi jumlah ekspektasi

Hasil kesepakatan kappa (Fleiss, 1991 cit. Woodward,1999) adalah

sebagai berikut:

Excellent agreement jika k ≥ 0,75

Good agreement jika 0,4<k<0,75

Poor agreement jika k≤0,4

Page 69: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

67

3. Demonstrasi Model Gigi dengan Kalkulus Artifisial

Model gigi dengan kalkulus artifisial yang akan dijadikan alat simulasi

praktik skaling terlebih dahulu dilakukan demonstrasi cara penggunaannya

pada mahasiswa. Demonstrasi dilakukan untuk menyamakan persepsi antara

dosen/instruktur pembimbing praktik dengan mahasiswa tentang cara

penggunaan model gigi. Lokasi dilakukan di skills lab JKG Poltekkes

Kemenkes Yogyakarta, demonstrasi diadakan pada tanggal 11 dan 12

Oktober 2012.

Demonstrasi diikuti oleh mahasiswa semester 3 dan 5, dilakukan oleh

dokter gigi pembimbing praktik skaling. Mahasiswa diberi penjelasan cara

melakukan skaling dengan benar, cara menilai kebersihan mulut pasien, serta

posisi saat melakukan skaling pada pasien.

3. Pengukuran Pengaruh Intervensi Model Gigi dengan Kalkulus Artifisial terhadap Prestasi Mahasiswa dilihat dari Nilai Kognitif dan Nilai Keterampilan Praktik Skaling

Setelah dilakukan demonstrasi penggunaan model gigi, kemudian

dilakukan aplikasi model gigi dengan kalkulus artifisial pada praktik skaling,

baik pada mahasiswa semester 3 maupun 5. Mahasiswa dibagi 2 kelompok

yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok kontrol

menggunakan model gigi standar sebagai alat simulasi, sedangkan kelompok

eksperimen menggunakan model gigi dengan kalkulus artifisial.

Pada kedua kelompok terlebih dahulu dilakukan uji normalitas untuk

menentukan penggunaan parameter (Soegiyono, 2010b). Secara skematik

Page 70: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

68

jalannya penelitian terdiri dari 4 tahap yang ditunjukkan pada Gambar 8

sebagai berikut:

Gambar 8. Skema jalannya penelitian

J. Teknis Analisis Data

Teknik analisis statistik untuk mengetahui pengaruh intervensi media ajar

dalam bentuk model gigi dengan kalkulus artifisial terhadap prestasi mahasiswa

dilihat dari nilai kognitif dan nilai keterampilan praktik skaling menggunakan

program SPSS for windows versi 16.00 yang berlisensi.

K. Etika Penelitian

Penelitian ini dinilai kelayakannya oleh Komisi Etik Penelitian FK UGM

untuk mendapatkan ethical clearance. Subyek penelitian terlebih dulu diberi

penjelasan maksud, tujuan, manfaat, serta prosedur penelitian. Semua informasi

III. Demonstrasi model gigi dengan kalkulus artifisial

IV. Pengukuran pengaruh intervensi model gigi dengan kalkulus artifisial terhadap

prestasi mahasiswa dilihat dari nilai kognitif dan nilai keterampilan praktik

skaling.

II. Pengembangan Media ajar untuk Praktik Skaling

I. Studi Pendahuluan

Page 71: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

69

dan data yang diperoleh hanya digunakan untuk keperluan penelitian dan dijaga

kerahasiaannya. Apabila responden bersedia diikutsertakan dalam penelitian

maka responden diminta menandatangani lembar persetujuan (informed

consent).

Pengukuran nilai kognitif dan nilai keterampilan praktik mahasiswa pada

penelitian ini tidak berkontribusi terhadap nilai akhir mahasiswa. Setelah

pengumpulan data selesai, mahasiswa kelompok kontrol juga mendapat

kesempatan melakukan praktik menggunakan media ajar yang dikembangkan,

hal ini bertujuan untuk melengkapi pemahaman mahasiswa dalam melakukan

praktik skaling dengan benar.

Page 72: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

70

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian

1. Pengembangan Media Ajar untuk Praktik Skaling

Model gigi (typodont) standar yang digunakan sebagai alat simulasi

praktik skaling saat ini belum menggambarkan keadaan rongga mulut pasien

sesungguhnya, model tidak mendukung pencapaian salah satu kompetensi

yang harus dicapai mahasiswa yaitu mahasiswa mampu melakukan tindakan

skaling dengan benar yang merupakan salah satu tugas pokok seorang

perawat gigi. Model gigi standar yang saat ini digunakan mahasiswa sebagai

alat simulasi praktik skaling dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 9. Model gigi standar

Model gigi standar (Gambar 9) berupa satu unit rahang atas dan rahang

bawah tanpa ada gambaran kalkulus pada pasien, model ini hanya dilengkapi

pengait sehingga bisa dibuka. Model juga tanpa alat penyangga sehingga

kurang efektif dalam penggunaannya. Pengembangan model gigi agar

mahasiswa lebih memahami cara melakukan praktik skaling secara benar,

model memperhatikan segi kenyamanan yaitu posisi mahasiswa sebagai

operator dengan posisi pasien saat melakukan tindakan skaling, untuk itu

Page 73: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

71

model gigi perlu dilengkapi dengan alat penyangga yang dapat diatur

posisinya sesuai kebutuhan operator.

Unit model gigi yang dikembangkan adalah model yang mendekati

kondisi pasien sebenarnya. Unit ini terdiri dari dua bagian yaitu: a) model gigi

dengan kalkulus artifisial dan b) alat penyangga. Model gigi dapat diatur

sedemikian rupa sehingga model dapat dibuka sesuai kebutuhan operator,

sedangkan alat penyangga dapat diatur posisinya seperti posisi pasien.

Unit model gigi ini terdiri dari beberapa komponen yaitu: pipa stainles

steel (tiang penyangga), gear, clamp, pengunci (pulir), clamp cayel, model

gigi, dan kalkulus artifisial. Sketsa unit model gigi dengan kalkulus artifisial

(Gambar 10) sebagai berikut:

Gambar 10. Sketsa media ajar yang dikembangkan dalam bentuk unit model gigi dengan alat penyangga

Keterangan:

(1) Pipa stainless steel:

Pipa stainless steel berfungsi sebagai tiang penyangga serta

penghubung antara clamp dengan model gigi, pipa ini memiliki diameter

12 mm dengan panjang 50 cm. Pemasangan pipa stainless steel

Page 74: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

72

dihubungkan dengan gear dengan cara menempatkan pipa yang pada

bagian ujung bawahnya dibuat membulat sehingga membuat pergerakan

pipa pada gear bisa bergerak ke atas dan ke bawah sesuai kebutuhan

operator.

(2) Gear

Gear berfungsi sebagai poros dari pergerakan stainless steel, gear

ini memiliki diamater 30 mm dengan panjang 6 cm. Pemasangan gear

dihubungkan dengan clamp dan pipa stainless steel, gear merupakan

poros yang menggerakkan stainless steel ke atas, ke bawah, dan rotasi

dengan menggunakan putaran roda gigi sehingga mampu mengatur

gerakan dari alat penyangga dengan baik.

(3) Clamp

Clamp merupakan satu kesatuan dengan pengunci (pulir) yang

dihubungkan juga dengan gear. Pemasangan clamp ditempatkan pada

meja kerja dengan sistem pengunciannya yaitu dengan cara memutar

pengunci (pulir) sampai mencengkeram meja kerja. Clamp memiliki

panjang 7 cm dengan tinggi 10 cm.

(4) Pengunci (pulir)

Pengunci (pulir) merupakan bagian dari clamp yang posisinya

terletak diantara clamp, berfungsi mengunci clamp pada meja kerja.

Pengunci (pulir) memiliki panjang 9.5 cm.

(5) Clamp cayel

Clamp cayel terdiri dari 2 buah, masing-masing dihubungkan

Page 75: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

73

dengan model gigi baik pada rahang atas maupun rahang bawah. Pada

masing-masing clamp cayel terdapat pengunci yang berfungsi sebagai

penahan model gigi pada alat penyangga (pipa stainless steel). Clamp

cayel berfungsi untuk menyangga model gigi serta mengatur pembukaan

dan penutupan rahang pada model gigi sehingga memudahkan operator

untuk mengatur pembukaan dan penutupan rahang. Clamp cayel

memiliki panjang 4 cm.

(6) Model Gigi

Model gigi yang digunakan adalah model gigi Hero Dental

Products Japan.

(7) Kalkulus artifisial

Kalkulus dibuat dari campuran resin dan hardener dalam jumlah

yang sama, aduk hingga merata kemudian diberi acrylic colour sampai

diperoleh warna seperti kalkulus sesungguhnya.

Model gigi dengan kalkulus artifisial lebih mendekati kondisi nyata

pasien, lebih mudah bagi pembimbing praktik dalam menyampaikan

informasi tentang teknik skaling. Model dilengkapi dengan alat penyangga

dan kalkulus artifisial sehingga lebih membantu melatih keterampilan praktik

skaling dan menambah motivasi mahasiswa. Model ini efektif dan efisien

karena alat penyangga dapat dipasang di meja kerja dan posisinya diatur

sesuai kebutuhan operator/mahasiswa, praktis dan ekonomis, dapat digunakan

kembali untuk praktik berikutnya.

Model yang dikembangkan (Gambar 11) adalah sebagai berikut:

Page 76: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

74

Gambar 11. Model gigi dengan kalkulus artifisial dan alat penyangga

Perbedaan model gigi standar dengan model gigi yang dikembangkan

adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Perbedaan model gigi standar dan model gigi yang dikembangkan

No Model gigi standar Model gigi yang dikembangkan 1 Model belum dapat melatih aspek keterampilan

skaling mahasiswa dengan cukup memadai. Model sudah dapat melatih aspek keterampilan skaling dengan cukup memadai.

2 Model tidak memberikan gambaran klinis keadaan pasien sesungguhnya.

Model sudah memberikan gambaran klinis keadaan pasien sesungguhnya.

3 Posisi model tidak dapat diatur sesuai kebutuhan operator.

Posisi model dapat diatur sesuai kebutuhan operator.

4 Tidak ada kalkulus artifisial sehingga mahasiswa sulit menggambarkan kelainan kalkulus.

Ada kalkulus artifisial yang mempunyai perlekatan dan warna menyerupai kalkulus sesungguhnya sehingga membantu mahasiswa dalam praktik skaling.

5 Tidak ada alat penyangga sehingga tidak praktis karena harus dipegang sendiri oleh mahasiswa.

Dilengkapi alat penyangga model yang dapat dipasang di meja kerja.

Data yang diperoleh dari para pakar kemudian dihitung kesepakatannya

menggunakan uji kesepakatan Cronbach Alpha. Hasil uji kesepakatan ketiga

pakar diperoleh nilai Kappa (k) ≥0,671 artinya terdapat kesepakatan yang

baik antara ketiga pakar mengenai rancangan model gigi tersebut. Hasil

perhitungan kesepakatan pakar ditunjukkan pada Tabel 5 sebagai berikut:

Page 77: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

75

Tabel 5. Hasil perhitungan kesepakatan pakar

Pakar Kappa’s

Value Approx

Sig. Keterangan

Pakar A_B 0.800 0.005 Excellent agreement

Pakar B_C 0.750 0.007 Excellent agreement

Pakar A_C 0.671 0.028 Good agreement

Tabel 6. Hasil uji kesepakatan Kappa berdasarkan frequency table

Pakar Persentasi kesepakatan (%)

Pakar A_B 91,7

Pakar B_C 83,3

Pakar A_C 91,7

Hasil perhitungan kesepakatan pakar berdasarkan diperoleh nilai kappa

(k) ≥0,671, sedangkan berdasarkan tabel frekuensi persentasi kesepakatan

antar pakar >80% (Tabel 5 dan 6). Hal ini berarti telah terjadi kesepakatan

yang baik antar pakar sehubungan dengan model gigi dengan kalkulus

artifisial sehingga model gigi tersebut layak dijadikan instrumen penelitian.

Responden pada penelitian ini adalah mahasiswa semester 3 dan 5

pendidikan diploma III Keperawatan Gigi. Karakteristik responden menurut

jenis kelamin adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Karakteristik responden menurut jenis kelamin

No Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%) 1 Laki-laki 43 30,71 2 Perempuan 97 69,29 Jumlah 140 100

Page 78: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

76

2. Pengukuran Pengaruh Intervensi Model Gigi dengan Kalkulus Artifisial terhadap Prestasi Mahasiswa dilihat dari Nilai Kognitif dan Nilai Keterampilan Praktik Skaling

Tabel 8. Uji normalitas data (one sample kolmogorov smirnov-test)

Kelompok Pretest kog sm3

Posttest kog. sm3

Pretest kog sm3

Posttest kog. sm3

Ketrp. sm3

Ketrp. sm5

0,487 0,522 0,640 0,406 0,285 0,113 Eksperimen p-value Kontrol p- value 0,610 0,665 0,312 0,836 0,139 0,311

Hasil uji normalitas menunjukkan masing-masing data mempunyai nilai

p>0,05 artinya data pada penelitian ini berdistribusi normal (Tabel 8).

Tabel 9. Hasil analisis paired t-test nilai kognitif kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada semester 3 dan 5

Pretest Posttest Variabel

Mean±SD Mean±SD Δ Mean p 95%CI

Semester 3 Eksperimen Kontrol Semester 5 Eksperimen Kontrol

45,4±9,6 42,4±8,9

51,3±11,2 54,6±10,0

64±10,9 62±10,4

70,4±10,7 68,5±10,6

18,6 19,6

19,1 13,9

0,001 0,001

0,001 0,001

14,49 – 22,70 15,19 – 24,00

15,03 – 23,25 9,68 – 18,25

Hasil analisis paired t-test nilai kognitif mahasiswa semester 3

menunjukkan rata-rata nilai pretest kelompok eksperimen sebesar 45,4 dan

posttest sebesar 64, sedangkan rata-rata pretest kelompok kontrol sebesar

42,4 dan posttest sebesar 62 artinya ada perbedaan yang signifikan (p=0,001)

antara rata-rata nilai pretest dan posttest pada kelompok eksperimen maupun

kelompok kontrol. Pada mahasiswa semester 5, rata-rata nilai pretest

kelompok eksperimen sebesar 51,3 dan posttest sebesar 68,5 sedangkan rata-

rata pretest kelompok kontrol sebesar 54,6 dan posttest sebesar 68,5 artinya

setelah intervensi model gigi ada perbedaan yang bermakna (p=0,001) antara

Page 79: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

77

rata-rata nilai pretest dan posttest pada kelompok eksperimen maupun

kelompok kontrol (Tabel 9).

Tabel 10. Hasil analisis independent t-test perbedaan selisih nilai kognitif kelompok eksperimen dan kontrol pada semester 3 dan 5

Variabel Mean±SD Δ Mean p 95%CI

Semester 3 Eksperimen Kontrol Semester 5 Eksperimen Kontrol

18,6±11,9 19,6±12,8

19,1±11,9 13,9±12,4

-1

5,2

0,73

0,08

-6,91 – 4,91

-0,65 – 10,99

Hasil analisis perbedaan selisih rata-rata nilai kognitif kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol pada Tabel 9 menunjukkan pada

mahasiswa semester 3 ada selisih rata-rata nilai antara kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol sebesar -1 dengan p=0,73. Demikian juga untuk

mahasiswa semester 5 selisih rata-rata nilai kognitif antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol sebesar 5,2 dengan p=0,08; hal ini berarti

baik pada mahasiswa semester 3 maupun semester 5 setelah intervensi model

gigi walaupun ada peningkatan rata-rata nilai kognitif kedua kelompok,

namun tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik.

Tabel 11. Hasil analisis paired t-test nilai keterampilan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol semester 3 dan 5

Sem 3 Sem 5

Variabel Mean±SD Mean±SD

Δ Mean p 95%CI

Jenis perlakuan Eksperimen Kontrol

87,5±7,6 76,5±10,1

91,1±4,9 77,9±7,1

3,7 1,5

0,006 0,530

1,16 – 6,21 -3,20 – 6,12

Tabel 11 memperlihatkan bahwa rata-rata nilai keterampilan mahasiswa

kelompok eksperimen semester 3 sebesar 87,5 dan semester 5 sebesar 91,1.

Page 80: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

78

Rata-rata nilai keterampilan mahasiwa semester 5 lebih tinggi dibandingkan

semester 3, namun demikian tidak ada perbedaan yang signifikan secara

statistik nilai keterampilan pada kelompok eksperimen (p=0,006). Rata-rata

nilai keterampilan mahasiswa kelompok kontrol semester 3 sebesar 76,5 dan

semester 5 sebesar 77,9. Rata-rata nilai keterampilan kelompok kontrol

mahasiswa semester 5 lebih tinggi dibandingkan semester 3, namun tidak ada

perbedaan yang signifikan secara statistik (p=0,53).

Tabel 12. Hasil analisis independent t-test perbedaan selisih nilai keterampilan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol semester 3 dan 5

Variabel Mean±SD Δ Mean p 95%CI

Jenis perlakuan Eksperimen Kontrol

3,7±7,4

1,5±13,5

2,2

0,397

-3,01 – 7,46

 

Hasil analisis perbedaan selisih rata-rata nilai keterampilan kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol antara mahasiswa semester 3 dan 5 pada

Tabel 12 menunjukkan bahwa ada selisih rata-rata nilai sebesar 2,2 dengan

p=0,397. Hal ini berarti baik pada mahasiswa semester 3 maupun semester 5

setelah intervensi model gigi walaupun ada peningkatan rata-rata nilai

keterampilan kedua kelompok, namun tidak ada perbedaan yang bermakna

secara statistik.

Tabel 13. Hasil analisis multivariat menggunakan regresi linier nilai kognitif terhadap nilai keterampilan semester 3 dan 5

Variabel Koef. p 95%CI constanta R2

Kognitif semester 3 Kognitif semester 5

0,012 0,143

0,915 0,182

-0,202 – 0,225 -0,069 – 0,355

-0,018 0,027

Page 81: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

79

Pada analisis multivariat menggunakan analisis regresi linier, yaitu

menguji secara bersama-sama selisih rata-rata nilai kognitif pada semester 3

dan 5 dengan selisih rata-rata nilai keterampilan semester 3 dan 5 (Tabel 13).

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai koefisien kognitif semester 3 sebesar

0,012 sedangkan semester 5 sebesar 0,143 dengan p=0,915. Nilai ini

menunjukkan bahwa setiap peningkatan nilai kognitif semester 3 akan

meningkatkan nilai keterampilan sebesar 0,012 setelah dikontrol dengan nilai

kognitif semester 5. Kenaikan rata-rata nilai kognitif semester 5 akan

meningkatkan nilai keterampilan sebesar 0,143 setelah dikontrol dengan nilai

kognitif semester 3. Nilai koefisien determinan (R2)=0,027 yang berarti

bahwa nilai kognitif semester 3 dan 5 memprediksi terhadap peningkatan

nilai keterampilan sebesar 2,7 %.

B. Pembahasan

Uji normalitas menunjukkan masing-masing data mempunyai nilai

p>0,05 artinya data pada penelitian ini berdistribusi normal, sehingga

pengujian hipotesis menggunakan uji parametrik (Tabel 8). Hasil analisis

paired t-test rata-rata nilai pretest lebih rendah dibandingkan posttest baik

pada mahasiswa semester 3 maupun 5 baik pada kelompok eksperimen

maupun kontrol dengan nilai p=0,001 artinya ada perbedaan yang signifikan

secara statistik (Tabel 9), hal ini karena posttest dilakukan setelah mahasiswa

melakukan praktik skaling sehingga sudah mendapat pengalaman hal-hal

yang berkaitan dengan praktik.

Page 82: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

80

Prestasi mahasiswa dapat dilihat dari sisi kognitif yaitu untuk melihat

penguasaan pengetahuan sebagai ukuran pencapaian hasil belajar (Sudjana

dan Ibrahim, 2007), sesuai juga dengan pernyataan Kolb (1984) dan

Harsono (2008) bahwa pembelajaran akan lebih efektif ketika didasarkan

pada pengalaman sehingga akan lebih memudahkan mahasiswa mencapai

kompetensi yang ditetapkan kurikulum.

Hasil analisis independent t-test pada Tabel 10 menunjukkan bahwa

mahasiswa semester 3 ada perbedaan selisih rata-rata nilai antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol sebesar -1 dengan p=0,73. Demikian juga

untuk mahasiswa semester 5 sebesar 5,2 dengan p=0,08; hal ini berarti baik

pada mahasiswa semester 3 maupun semester 5 setelah intervensi model gigi

ada peningkatan rata-rata nilai kognitif kedua kelompok, namun tidak ada

perbedaan yang signifikan secara statistik.

Kekuatan media ajar berupa alat simulasi pada proses penilaian

keterampilan yang didemonstrasikan mahasiswa adalah model dapat

meminimalisir variabilitas situasi yang dapat menimbulkan bias pada proses

penilaian, hal ini sangat penting dalam pencapaian target kompetensi

mahasiswa. Pernyataan ini sejalan dengan Scalese et al., 2007 bahwa media

ajar berupa alat simulasi dapat digunakan dalam proses penilaian kompetensi

klinik mahasiswa.

Mahasiswa dapat melakukan keterampilan praktik sesuai teori sehingga

meningkatkan motivasi dan hasil belajar mahasiswa. Pendapat ini didukung

oleh penelitian Ismahmudi (2007) ada hubungan antara minat dan motivasi

Page 83: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

81

pembelajaran terhadap target keterampilan praktik mahasiswa, serta

pernyataan Niemantsverdriet et al. (2005) dan Reid (2006) bahwa faktor-

faktor yang mempengaruhi hasil proses pembelajaran antara lain adalah

lingkungan, keinginan, dan motivasi mahasiswa.

Tabel 11 memperlihatkan bahwa rata-rata nilai keterampilan mahasiswa

semester 5 lebih tinggi daripada semester 3, namun secara statistik tidak ada

perbedaan yang signifikan baik kelompok eksperimen (p=0,006) maupun

kelompok kontrol (p=0,53). Penguasaan keterampilan praktik merupakan

unsur penting dari mutu lulusan perawat gigi dan penyediaan media ajar

berupa model gigi sesuai kondisi nyata pasien adalah salah satu upaya

peningkatan mutu pembelajaran klinik.

Penggunaan alat simulasi dapat meningkatkan keterampilan klinik

mahasiswa (Gerner et al., 2010). Model dapat melatih kemampuan

mahasiswa dalam berpikir analitis dan penelusuran masalah yang dihadapi

mahasiswa. Hal ini diperkuat pernyataan bahwa model berupa alat simulasi

pembelajaran merupakan sebuah usaha menciptakan pengalaman

menghadapi pasien tanpa menimbulkan hal-hal yang dapat merugikan pasien

(Waxman dan Telles, 2009).

Mutu proses pembelajaran juga ditentukan oleh input dari pembelajaran

misalnya kualitas calon mahasiswa JKG yang rendah menyebabkan motivasi

belajar yang rendah, masih ditemukan juga mahasiswa yang tidak

berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran. Sumiati dan Asra

(2007) mengatakan bahwa motivasi memberi semangat seseorang untuk

Page 84: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

82

berperilaku dan memberi arah dalam belajar, hal ini ditegaskan juga oleh

Snell et al. (2000) dan Ormrod (2009) bahwa ada hubungan antara mutu

pembelajaran dengan output dari upaya peningkatan mutu pembelajaran

yaitu prestasi mahasiswa.

Hasil analisis independent t-test perbedaan selisih rata-rata nilai

keterampilan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol antara mahasiswa

semester 3 dan 5 pada Tabel 12 menunjukkan bahwa baik pada mahasiswa

semester 3 maupun semester 5 setelah intervensi model gigi walaupun ada

peningkatan rata-rata nilai keterampilan kedua kelompok, namun tidak ada

perbedaan yang bermakna secara statistik (p=0,397).

Kedudukan media ajar berupa model gigi adalah alat simulasi untuk

menyalurkan pesan/informasi hal-hal yang berkaitan dengan praktik skaling.

Latihan penggunaan model yang kurang sehingga kesempatan mahasiswa

mempraktikkan model menjadi lebih sedikit menyebabkan pembelajaran

belum secara maksimal. Proses untuk mencapai keterampilan di klinik

memerlukan perencanaan secara sistematik sehingga target kompetensi

mahasiswa bisa tercapai, selain itu dibutuhkan peran pembimbing. Wimmers

(2006) menyatakan bahwa peran pembimbing sangat penting untuk

meningkatkan kompetensi peserta didik. Mandriawati (1998) juga

menegaskan bahwa peran pembimbing praktik adalah membimbing

mahasiswa mengaplikasikan teori ke dalam praktik, melatih keterampilan,

serta sebagai fasilitator.

Page 85: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

83

Pada analisis regresi linier yaitu menguji secara bersama-sama selisih

rata-rata nilai kognitif dengan selisih rata-rata nilai keterampilan semester 3

dan 5 (Tabel 13) menunjukkan bahwa nilai koefisien determinan (R2)=0,027

yang berarti nilai kognitif semester 3 dan 5 memprediksi terhadap

peningkatan nilai keterampilan sebesar 2,7%, nilai kognitif berkontribusi

2,7% terhadap peningkatan nilai keterampilan, sedangkan peningkatan

sebesar 97,3% disebabkan faktor-faktor lain.

Pengembangan media ajar hanyalah salah satu sarana pendidikan dari

beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi hasil pembelajaran, masih

banyak faktor internal dan eksternal lain yang dapat mempengaruhi hasil

pembelajaran mahasiswa yang tidak dikendalikan pada penelitian ini,

pernyataan ini didukung oleh Syah (2010). Keterbatasan media ajar yang

dikembangkan, kurangnya peran pembimbing dalam memberikan

pemahaman maupun umpan balik kepada mahasiswa, serta waktu

pembelajaran yang kurang, berkontribusi rendah terhadap peningkatan

keterampilan mahasiswa pada penelitian ini.

C. Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian

1. Kelebihan Penelitian

Kelebihan penelitian ini adalah:

a. Permasalahan pada penelitian ini digali dengan menggunakan instrumen

evaluasi model penjaminan mutu PDCA pada pembelajaran klinik.

Page 86: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

84

b. Instrumen evaluasi mutu pembelajaran klinik yang dihasilkan pada

penelitian ini sangat mudah diterapkan, praktis, tidak memerlukan tenaga

dan biaya yang besar.

c. Instrumen evaluasi mutu pembelajaran klinik bermanfaat sebagai salah

satu acuan untuk melakukan evaluasi diri (self-assessment) dalam rangka

peningkatan mutu pendidikan keperawatan gigi maupun program studi lain

di lingkungan Politeknik Kesehatan Kemenkes.

d. Penelitian ini menghasilkan media ajar berupa unit model gigi dengan

kalkulus artifisial dilengkapi alat penyangga yang sederhana, memenuhi

kebutuhan operator, mudah direplikasi, aman, dan harganya terjangkau.

e. Penggunaan unit model gigi dengan kalkulus artifisial dapat dilakukan

kapan saja dan memungkinkan peniruan berbagai kondisi pasien untuk

praktik skaling sesuai kebutuhan .

f. Penelitian ini menghasilkan panduan pelaksanaan penilaian mutu

pembelajaran klinik pendidikan keperawatan gigi Poltekkes Kemenkes.

g. Penelitian ini menghasilkan panduan penggunaan model gigi dengan

kalkulus artifisial sebagai alat simulasi praktik skaling pada pendidikan

diploma keperawatan gigi.

2. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah:

a. Implementasi evaluasi model penjaminan mutu PDCA ini hanya dilakukan

untuk menemukan masalah potensial pada pembelajaran klinik pendidikan

keperawatan gigi.

Page 87: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

85

b. Model gigi hanya digunakan untuk kebutuhan praktik skaling.

c. Model gigi belum dikalibrasi.

d. Penelitian ini tidak dilakukan pengendalian faktor-faktor determinan yang

bisa mempengaruhi hasil pembelajaran mahasiswa.

Page 88: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

86

BAB V 

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tersedianya unit model gigi dengan kalkulus artifisial sebagai media ajar

yang memadai untuk praktik skaling yang merupakan salah satu upaya tindak

lanjut (follow up) untuk meningkatkan mutu pembelajaran klinik.

2. Ada pengaruh intervensi menggunakan media ajar yang dikembangkan pada

praktik skaling terhadap prestasi mahasiswa, yaitu:

a. Ada perbedaan yang signifikan nilai kognitif mahasiswa antara sebelum

dan setelah intervensi menggunakan media ajar pada praktik skaling.

b. Ada perbedaan yang signifikan nilai keterampilan mahasiswa antara

sebelum dan setelah intervensi menggunakan media ajar pada praktik

skaling.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian maka saran yang diajukan adalah

sebagai berikut:

1. Implementasi model penjaminan mutu PDCA sebaiknya dilakukan secara

berkelanjutan dan tidak hanya satu siklus PDCA.

2. Instrumen evaluasi model penjaminan mutu PDCA sebaiknya dikembangkan

pada level yang lebih luas (program studi/institusi) dan diaplikasikan pada

Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes yang lain atau jurusan lain di

lingkungan Politeknik Kesehatan.

Page 89: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

87

3. Model gigi (typodont) perlu disempurnakan lagi sehingga tidak terbatas

digunakan untuk praktik skaling tetapi juga sebagai media ajar praktik yang

lain seperti oral diagnose, promosi kesehatan gigi dan mulut, konservasi gigi,

dan lain-lain.

4. Perlunya kalibrasi model gigi.

5. Penelitian lebih lanjut tentang intervensi media ajar dilakukan dengan

memperhatikan faktor-faktor lain seperti sikap, minat dan bakat, serta

motivasi, dan lain-lainnya yang dapat mempengaruhi hasil pembelajaran

mahasiswa.

Page 90: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

88

RINGKASAN

Paradigma baru manajemen pendidikan tinggi di Indonesia yaitu

peningkatan mutu secara berkelanjutan, otonomi, akuntabilitas, akreditasi dan

evaluasi perlu dicapai (Depdiknas, 2003). Penerapan sistem penjaminan mutu

(quality assurance) di suatu lembaga pendidikan tinggi sangat diperlukan

sehingga para lulusan mampu bersaing di pasar global dengan mutu yang baik

(Hadi, 2005). Perguruan tinggi perlu melaksanakan sistem penjaminan mutu

untuk menjamin agar mutu pendidikan perguruan tinggi dapat dipertahankan dan

ditingkatkan sesuai dengan yang direncanakan/dijanjikan.

Mutu pembelajaran di perguruan tinggi merupakan sebuah isu strategis

karena hal tersebut merupakan faktor determinan bagi tercapainya tujuan

pembelajaran (Morley, 2003 cit. Hoecht, 2006). Berdasarkan pengertian ini,

perguruan tinggi memiliki peran strategis dalam mempersiapkan mahasiswa

untuk bertanggung jawab di dalam masyarakat.

Proses pembelajaran di klinik adalah proses inti dalam pendidikan tenaga

kesehatan, oleh karena itu keberadaan standar kompetensi lulusan menjadi

sangat mutlak dan sifatnya strategis (Wellard et al., 2009). Pembelajaran klinik

selaras dengan pendidikan keperawatan gigi yang mengutamakan pembelajaran

praktik daripada teori. Pendidikan keperawatan gigi dituntut untuk menghasilkan

sebuah kurikulum yang membantu mahasiswa mencapai kompetensi yang

diharapkan, hal ini sesuai pendapat Papp et al. (2003) yang menyatakan bahwa

pembelajaran klinik adalah salah satu cara untuk meningkatkan kompetensi

profesional mahasiswa keperawatan.

Page 91: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

89

Pembelajaran klinik menjadi faktor utama yang mendukung proses

pendidikan keperawatan gigi untuk menghasilkan mutu lulusan yang kompeten

di bidangnya, hal ini sesuai pendapat Papp et al. (2003) bahwa pembelajaran

klinik adalah salah satu cara untuk meningkatkan kompetensi profesional

mahasiswa keperawatan. Mahasiswa diharapkan mempunyai kompetensi yang

menyeluruh berdasarkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman klinik

yang sudah mereka dapatkan selama pendidikan.

Tujuan pembelajaran klinik Jurusan Keperawatan Gigi (JKG) adalah

menciptakan ahli madya keperawatan gigi yang kompeten yaitu mampu

mengelola pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut. Kemampuan dan

keterampilan dasar yang diberikan dalam pendidikan difokuskan dalam bidang

promotif, preventif, dan kuratif terbatas (Depkes, 2004). Peningkatan mutu

pembelajaran klinik pada pendidikan keperawatan gigi menjadi faktor utama

yang mendukung proses pendidikan vokasi untuk meningkatkan kualitas

lulusannya. Pengalaman pembelajaran praktik klinik penting untuk

mempersiapkan mahasiswa ke arah penerapan pengetahuan, sikap, dan

keterampilan profesional dengan memberi kesempatan mahasiswa melalui

proses pembelajaran dalam situasi nyata.

Hasil analisis studi pendahuluan tentang implementasi model PDCA pada

pembelajaran klinik di JKG menunjukkan bahwa kebutuhan media ajar berupa

model gigi (typodont) yang digunakan sebagai alat simulasi praktik skaling.

Model gigi standar yang saat ini digunakan belum menyerupai keadaan

sesungguhnya pada pasien sehingga pembelajaran praktik skaling menjadi tidak

Page 92: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

90

efektif, hal ini menyebabkan target pencapaian kompetensi mahasiswa sering

menjadi tidak tuntas. Media ajar praktik skaling yang realistik dibutuhkan

supaya penyampaian informasi yang berkaitan dengan keterampilan skaling

lebih mudah dipahami, menambah motivasi belajar mahasiswa, meningkatkan

interaksi antar mahasiswa maupun pembimbing dengan mahasiswa, sehingga

meningkatkan mutu proses dan produk pembelajaran. Berdasarkan latar

belakang tersebut dirumuskan masalah: Apakah pengembangan media ajar pada

proses pembelajaran praktik skaling berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa?

Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mengembangkan media ajar yang

memadai untuk pembelajaran praktik skaling, 2) untuk mengetahui pengaruh

intervensi menggunakan media ajar yang dikembangkan pada praktik skaling

terhadap prestasi mahasiswa dilihat dari nilai kognitif dan nilai keterampilan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental semu (quasi

experiment) dengan rancang penelitian pretest-posttest control group design.

Teknik pengambilan sampel adalah simple random sampling, Jumlah sampel

140 mahasiswa terdiri dari mahasiswa semester 3 dan 5. Kriteria inklusi adalah

1) mahasiswa akan atau sudah selesai mengikuti praktik skaling, 2) bersedia ikut

serta dalam penelitian (mengisi informed consent). Kriteria eksklusi: mahasiswa

yang sedang menjalani cuti akademik, mengundurkan diri atau tidak aktif selama

penelitian dilakukan. Analisis data secara statistik dilakukan untuk mengetahui

pengaruh intervensi media ajar terhadap prestasi mahasiswa pada praktik skaling

dilihat dari nilai kognitif dan keterampilan praktik.

Page 93: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

91

Dasar pemikiran pengembangan model ini antara lain model gigi standar

yang saat ini digunakan belum menggambarkan kondisi rongga mulut pasien

sesungguhnya sehingga pembelajaran praktik mahasiswa menjadi tidak efektif.

Model gigi standar tidak mendukung pencapaian salah satu kompetensi yang

harus dicapai mahasiswa yaitu mahasiswa mampu melakukan tindakan skaling

dengan benar yang merupakan salah satu tugas pokok seorang perawat gigi.

Langkah-langkah pengembangan model gigi meliputi: 1) pembuatan rancangan

model, 2) konsultasi pakar, 3) demonstrasi penggunaan model yang

dikembangkan, 4) aplikasi model pada praktik skaling.

Pembuatan rancangan model meliputi pembuatan sketsa model gigi, unit

model gigi yang dikembangkan terdiri dari dua bagian yaitu: (1) model gigi

dengan kalkulus artifisial dan (2) alat penyangga. Model gigi dapat diatur

sedemikian rupa sehingga model dapat dibuka sesuai kebutuhan operator,

sedangkan alat penyangga dapat diatur posisinya seperti posisi pasien. Unit

model gigi ini terdiri dari komponen-komponen yaitu: pipa stainles steel (tiang

penyangga), gear, clamp, pengunci (pulir), clamp cayel, model gigi, dan

kalkulus artifisial. Alat penyangga dapat digerakkan ke atas, ke bawah, atau

gerakan rotasi agar posisi antara operator dan model dapat diatur sesuai

kebutuhan operator sehingga mahasiswa merasa nyaman pada waktu praktik

skaling.

Hasil uji kesepakatan ketiga pakar diperoleh nilai Kappa (k) ≥0,671 artinya

terdapat kesepakatan yang baik antara ketiga pakar mengenai rancangan model

gigi tersebut sehingga model gigi layak dijadikan instrumen penelitian.

Page 94: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

92

Demonstrasi penggunaan model terlebih dahulu supaya ada kesamaam

persepsi antara pembimbing klinik dengan mahasiswa, selanjutnya dilakukan

aplikasi model pada praktik skaling. Aplikasi model gigi dengan kalkulus

artifisial dilakukan pada mahasiswa JKG. Jumlah responden 140 mahasiswa,

yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Hasil uji normalitas menunjukkan masing-masing data mempunyai

nilai p>0,05 artinya data pada penelitian ini berdistribusi normal, sehingga

pengujian hipotesis menggunakan uji parametrik.

Hasil penelitian menunjukkan uji analisis paired t-test rata-rata nilai

pretest lebih rendah dibandingkan posttest baik pada mahasiswa semester 3

maupun 5 baik pada kelompok eksperimen maupun kontrol dengan nilai

p=0,001 artinya ada perbedaan yang signifikan secara statistik, hal ini karena

posttest dilakukan setelah mahasiswa melakukan praktik skaling sehingga sudah

mendapat pengalaman hal-hal yang berkaitan dengan praktik. Prestasi

mahasiswa dapat dilihat dari sisi kognitif yaitu untuk melihat penguasaan

pengetahuan sebagai ukuran pencapaian hasil belajar (Sudjana dan Ibrahim,

2007), sesuai juga dengan pernyataan Kolb (1984) dan Harsono (2008) bahwa

pembelajaran akan lebih efektif ketika didasarkan pada pengalaman sehingga

akan lebih memudahkan mahasiswa mencapai kompetensi yang ditetapkan

kurikulum.

Hasil analisis independent t-test menunjukkan bahwa mahasiswa semester

3 ada perbedaan selisih rata-rata nilai antara kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol sebesar -1 dengan p=0,73. Demikian juga untuk mahasiswa

Page 95: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

93

semester 5 sebesar 5,2 dengan p=0,08; hal ini berarti baik pada mahasiswa

semester 3 maupun semester 5 setelah intervensi model gigi ada peningkatan

rata-rata nilai kognitif kedua kelompok, namun tidak ada perbedaan yang

signifikan secara statistik. Kekuatan media ajar berupa alat simulasi pada proses

penilaian keterampilan yang didemonstrasikan mahasiswa adalah model dapat

meminimalisir variabilitas situasi yang dapat menimbulkan bias pada proses

penilaian, hal ini sangat penting dalam pencapaian target kompetensi

mahasiswa. Pernyataan ini sejalan dengan Scalese et al., 2007 bahwa media ajar

berupa alat simulasi dapat digunakan dalam proses penilaian kompetensi klinik

mahasiswa.

Mahasiswa dapat melakukan keterampilan praktik sesuai teori sehingga

meningkatkan motivasi dan hasil belajar mahasiswa. Pendapat ini didukung oleh

penelitian Ismahmudi (2007) ada hubungan antara minat dan motivasi

pembelajaran terhadap target keterampilan praktik mahasiswa, serta pernyataan

Niemantsverdriet et al. (2005) dan Reid (2006) bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil proses pembelajaran antara lain adalah lingkungan,

keinginan, dan motivasi mahasiswa.

Rata-rata nilai keterampilan mahasiswa semester 5 lebih tinggi daripada

semester 3, namun secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan baik

kelompok eksperimen (p=0,006) maupun kelompok kontrol (p=0,53).

Penguasaan keterampilan praktik merupakan unsur penting dari mutu lulusan

perawat gigi dan penyediaan media ajar berupa model gigi sesuai kondisi nyata

pasien adalah salah satu upaya peningkatan mutu pembelajaran klinik.

Page 96: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

94

Penggunaan alat simulasi dapat meningkatkan keterampilan klinik mahasiswa

(Gerner et al., 2010). Model dapat melatih kemampuan mahasiswa dalam

berpikir analitis dan penelusuran masalah yang dihadapi mahasiswa. Hal ini

diperkuat pernyataan bahwa model berupa alat simulasi pembelajaran

merupakan sebuah usaha menciptakan pengalaman menghadapi pasien tanpa

menimbulkan hal-hal yang dapat merugikan pasien (Waxman dan Telles, 2009).

Mutu proses pembelajaran juga ditentukan oleh input dari pembelajaran

misalnya kualitas calon mahasiswa JKG yang rendah menyebabkan motivasi

belajar yang rendah, masih ditemukan juga mahasiswa yang tidak berpartisipasi

secara aktif dalam proses pembelajaran. Sumiati dan Asra (2007) mengatakan

bahwa motivasi memberi semangat seseorang untuk berperilaku dan memberi

arah dalam belajar, hal ini ditegaskan juga oleh Snell et al. (2000) dan Ormrod

(2009) bahwa ada hubungan antara mutu pembelajaran dengan output dari upaya

peningkatan mutu pembelajaran yaitu prestasi mahasiswa.

Hasil analisis independent t-test perbedaan selisih rata-rata nilai

keterampilan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol antara mahasiswa

semester 3 dan 5 menunjukkan bahwa baik pada mahasiswa semester 3 maupun

semester 5 setelah intervensi model gigi walaupun ada peningkatan rata-rata

nilai keterampilan kedua kelompok, namun tidak ada perbedaan yang bermakna

secara statistik (p=0,397).

Kedudukan media ajar berupa model gigi adalah alat simulasi untuk

menyalurkan pesan/informasi hal-hal yang berkaitan dengan praktik skaling.

Latihan penggunaan model yang kurang sehingga kesempatan mahasiswa

Page 97: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

95

mempraktikkan model menjadi lebih sedikit menyebabkan pembelajaran belum

secara maksimal. Proses untuk mencapai keterampilan di klinik memerlukan

perencanaan secara sistematik sehingga target kompetensi mahasiswa bisa

tercapai, selain itu dibutuhkan peran pembimbing. Wimmers (2006)

menyatakan bahwa peran pembimbing sangat penting untuk meningkatkan

kompetensi peserta didik. Mandriawati (1998) juga menegaskan bahwa peran

pembimbing praktik adalah membimbing mahasiswa mengaplikasikan teori ke

dalam praktik, melatih keterampilan, serta sebagai fasilitator.

Pada analisis regresi linier yaitu menguji secara bersama-sama selisih rata-

rata nilai kognitif dengan selisih rata-rata nilai keterampilan semester 3 dan 5

diperoleh nilai koefisien determinan (R2)=0,027 yang berarti nilai kognitif

semester 3 dan 5 memprediksi terhadap peningkatan nilai keterampilan sebesar

2,7%, nilai kognitif berkontribusi 2,7% terhadap peningkatan nilai keterampilan,

sedangkan peningkatan sebesar 97,3% disebabkan faktor-faktor lain.

Pengembangan media ajar hanyalah salah satu sarana pendidikan dari

beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi hasil pembelajaran, masih banyak

faktor internal dan eksternal lain yang dapat mempengaruhi hasil pembelajaran

mahasiswa yang tidak dikendalikan pada penelitian ini, pernyataan ini didukung

oleh Syah (2010). Keterbatasan media ajar yang dikembangkan, kurangnya

peran pembimbing dalam memberikan pemahaman maupun umpan balik kepada

mahasiswa, serta waktu pembelajaran yang kurang, berkontribusi rendah

terhadap peningkatan keterampilan mahasiswa pada penelitian ini.

Page 98: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

96

Kelebihan penelitian ini adalah: 1) permasalahan pada penelitian ini digali

dengan menggunakan instrumen evaluasi model penjaminan mutu PDCA pada

pembelajaran klinik, 2) instrumen evaluasi mutu pembelajaran klinik yang

dihasilkan pada penelitian ini sangat mudah diterapkan, praktis, tidak

memerlukan tenaga dan biaya yang besar, 3) instrumen evaluasi mutu

pembelajaran klinik bermanfaat sebagai salah satu acuan untuk melakukan

evaluasi diri (self-assessment) dalam rangka peningkatan mutu pendidikan

keperawatan gigi maupun program studi lain di lingkungan politeknik

kesehatan., 4) penelitian ini menghasilkan media ajar berupa unit model gigi

dengan kalkulus artifisial dilengkapi alat penyangga yang sederhana, memenuhi

kebutuhan operator, mudah direplikasi, aman, dan harganya terjangkau, 5)

penggunaan unit model gigi dengan kalkulus artifisial dapat dilakukan kapan

saja dan memungkinkan peniruan berbagai kondisi pasien untuk praktik skaling

sesuai kebutuhan, 6) penelitian ini menghasilkan panduan pelaksanaan penilaian

mutu pembelajaran klinik Pendidikan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes,

7) penelitian ini menghasilkan panduan penggunaan model gigi dengan kalkulus

artifisial sebagai alat simulasi praktik skaling pada pendidikan diploma

keperawatan gigi.

Keterbatasan penelitian ini adalah: 1) implementasi evaluasi model

penjaminan mutu PDCA ini hanya dilakukan untuk menemukan masalah

potensial pada pembelajaran klinik pendidikan keperawatan gigi, 2) model gigi

hanya digunakan untuk kebutuhan praktik skaling, 3) model gigi belum

Page 99: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

97

dikalibrasi, 4) penelitian ini tidak dilakukan pengendalian faktor-faktor

determinan yang bisa mempengaruhi hasil pembelajaran mahasiswa.

Kesimpulan pada penelitian ini adalah: 1) tersedianya unit model gigi

dengan kalkulus artifisial sebagai media ajar yang memadai untuk praktik

skaling yang merupakan salah satu upaya tindak lanjut (follow up) untuk

peningkatan mutu pembelajaran klinik, 2) ada pengaruh intervensi menggunakan

media ajar yang dikembangkan pada praktik skaling terhadap prestasi

mahasiswa, yaitu: a) ada perbedaan yang signifikan nilai kognitif mahasiswa

antara sebelum dan setelah intervensi menggunakan media ajar pada praktik

skaling, b) ada perbedaan yang signifikan nilai keterampilan mahasiswa antara

sebelum dan setelah intervensi menggunakan media ajar pada praktik skaling.

Saran yang diajukan adalah sebagai berikut: 1) implementasi model

penjaminan mutu PDCA sebaiknya dilakukan secara berkelanjutan dan tidak

hanya satu siklus PDCA, 2) instrumen evaluasi model penjaminan mutu PDCA

sebaiknya dikembangkan pada level yang lebih luas (program studi/institusi) dan

diaplikasikan pada JKG Poltekkes Kemenkes yang lain atau jurusan lain di

lingkungan politeknik kesehatan, 3) model gigi (typodont) perlu disempurnakan

lagi sehingga tidak terbatas digunakan untuk praktik skaling tetapi juga sebagai

media ajar praktik yang lain seperti oral diagnose, promosi kesehatan gigi dan

mulut, konservasi gigi, dan lain-lain, 4) perlunya kalibrasi model gigi, 5)

penelitian lebih lanjut tentang intervensi media ajar dilakukan dengan

memperhatikan faktor-faktor lain seperti sikap, minat dan bakat, serta motivasi,

dan lain-lainnya yang dapat mempengaruhi hasil pembelajaran mahasiswa.

Page 100: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

98

SUMMARY

New paradigm of higher education management in Indonesia is the

continuous quality improvement, autonomy, accountability, accreditation and

evaluation that needs to be achieved (Ministry of Education, 2003).

Implementation of quality assurance system in a higher education institution is

needed so that the graduates are able to compete in the global market based on

their good quality (Hadi, 2005). Universities need to implement the quality

assurance system to guarantee the quality of a higher education institution that

can be maintained and enhanced periodically.

Quality of learning in higher education is a strategic issue because it is a

determinant factor for the achievement of learning goals (Morley, 2003 cit.

Hoecht, 2006). Based on this understanding, the university must have a strategic

role in preparing students to be responsible in the community.

Learning process in the clinic is the core process in health education;

therefore, the existence of competency standards becomes very absolute and

strategic (Wellard et al., 2009). Clinical learning is in line with dental nursing

education that promotes learning practice rather than theory. Dental Nursing

Education is required to produce a curriculum that helps students achieve

expected competency; this is consistent with the opinion by Papp et al. (2003)

which states that clinical learning is one way to improve the professional

competence of nursing students.

Clinical learning are key factors supporting the process of dental nursing

education to produce quality graduates who are competent in their field; it is

Page 101: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

99

consistent with an opinion of Papp et al. (2003) that clinical learning is one way

to improve the professional competence of nursing students. Students are

expected to have a thorough competence based on knowledge, skills, and

experience.

The objective of clinical learning of Dental Nursing is creating dental

experts who are competent to manage the care of oral health. Basic abilities and

skills given in education is focused on the areas of promotive, preventive, and

limited curative (MOH, 2004). Improving the quality of clinical learning in

dental nursing education becomes key factors in the process of vocational

education to improve the quality of its graduates. Learning experience on

clinical practice is important to prepare students towards the application of

knowledge, attitudes, and professional skills by allowing students through the

learning process in a real situation.

The analysis results of preliminary study on the PDCA model

implementation of clinical learning in dental nursing education indicated that

learning media needed a dental model (typodont) used as a simulation tool of

scaling practices. Standard dental models that were currently used did not

resemble the actual state of the patient so that scaling practice learning became

not effective; this led to the incomplete achievement of student competence.

Realistic learning media of scaling practices were needed in order to deliver

information related to scaling skill which was more easily understood, enhanced

the motivation of students, and improved the interaction between students and

tutors thus the media improved the quality of processes and products of learning.

Page 102: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

100

Based on the background, the formulated problem was “does the development of

learning media in the learning process of scaling practices affect student

achievement?”

The objectives of this study were: 1) to develope appropriate forms of

learning media on learning scaling practices, and 2) to determine the effect of

media intervention were developed in the scaling practice on student

achievement.

This was a quasi-experimental study with a research design of pretest-

posttest control group. Sampling technique was simple random sampling and the

sample size consisted of 140 students sitting in semester 3 and 5. The inclusion

criteria were 1) the student would take or had completed a scaling practice and

2) the student was willing to participate in the research by filling informed

consent. The exclusion criteria were the students undertaking an academic leave,

resigning or being inactive when the research was being conducted. Statistical

analysis of the data was done to determine the effect of media intervention on

student achievement in the scaling practice seen from the score of cognitive and

practical skills.

The rationale for the development of this model included standard dental

models that were currently used did not describe the condition of the oral cavity

so that the student actual practice became ineffective. Standard dental models

did not support the achievement of one of the competencies that students must

achieve to act scaling properly which is one of the main duties of a dental nurse.

Step-by- step development of dental models included: 1) making the design of

Page 103: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

101

the model, 2) expert consultation, 3) demonstration of the use of the model

developed, and 4) application of the model in practice scaling.

Drafting of the models included sketching dental models and dental

models unit developed consisted of two parts: (1) model of artificial teeth with

calculus and (2) buffer. Dental models could be arranged so that the model could

be opened as the operator needed, while a buffer could be positioned as the

patient's position. The unit dental model consisted of components, stainless steel

pipe (poles), gear, clamp, lock, clamp cayel, dental models, and artificial

calculus. A buffer could be moved up, down, or the rotational position so that

the movement between the operator and the model could be adjusted as needed;

thus, students felt comfortable at the time in scaling practices.

Test results by the three experts obtained an agreement of Kappa value

(k) of ≥ 0.671, meaning that there was a good agreement among the three experts

about the design of the model that dental model deserved to be the instrument of

research.

Demonstration of the use of models was done in advance so that there

was the same perception between clinical instructor and the student; then model

application to the scaling practice was made. Application of the dental model

with artificial calculus was done to the students of dental nursing education.

Number of respondents was 140 students, who were divided into 2 groups: the

experimental group and the control group. The test results indicated each data

had a value of p> 0.05, meaning that the data in this study were normally

distributed so that hypothesis testing used parametric test.

Page 104: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

102

Paired t-test analysis showed that the mean value of pretest was lower

than that in the posttest in the third and fifth semester students both in the

experimental group and in the control with p of 0.001, meaning that there was a

statistically significant difference; it was because the posttest was conducted

after the students practiced scaling so that they had got experience relating to the

practice. Student achievement can be seen from the cognitive side to see the

acquisition of knowledge as a measure of achievement of learning outcomes

(Sudjana and Ibrahim, 2007), which was also consistent with the statement of

Kolb (1984) and Harsono (2008) that learning is more effective when it is based

on experience that will facilitate students to achieve competencies set within

curriculum.

Results of independent t-test showed that there was a difference in

students of the third semester in the mean difference between the experimental

group and the control group at -1 with p = 0.73. Similarly, for the fifth semester

students was at 5.2 with p = 0.08; this means either the 3rd or 5th semester student

after intervention of dental model had an increase in the mean cognitive scores

in both groups, but not statistically and significantly different. The strength of

simulation tools in the form of learning media in assessment skills demonstrated

by the students was that the model could minimize situations variability that

could lead to bias in the assessment process; it was very important in achieving

the target of student competence. This statement was in line with Scalese et al.,

2007, that learning media in form of simulation tools could be used in student

clinical competency assessment process.

Page 105: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

103

Students could practice skills according to the theory that this increased

student motivation and learning outcomes. This view was supported by a

research by Ismahmudi (2007) that there was a relationship between learning

interest and motivation and learning targets in practice skills and a statement by

Niemantsverdriet et al (2005) and Reid (2006) that the factors that influenced

learning outcomes included environment, desire, and motivation of students.

The mean value of skills of the 5th semester student was higher than that

of the 3rd semesters students, but statistically there was no significant difference

in either the experimental group (p = 0.006) and in the control group (p = 0.53).

Mastery of practical skills is an important element of quality dental nurse

graduates and provides learning media in the form of dental models resembling

the real conditions of the patient. This is one of the efforts to improve the quality

of clinical learning. The use of simulation tools can improve the clinical skills of

students (Gerner et al., 2010). Models can train students' ability to think

analytically and search problems faced by students. This reinforced the assertion

that a model of simulation tools is an effort to create a learning experience to

face the real patient without causing the things that may harm the patient

(Waxman and Telles, 2009).

Quality of the learning process was also determined by the input of

learning, for example, the quality low of prospective students caused low

motivation; it was also found students who did not participate actively in the

learning process. Sumiati and Asra (2007) say that motivation encourages

someone to behave and give direction in learning; it is confirmed also by Snell et

Page 106: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

104

al (2000) and Ormrod (2009) that there is a relationship between the quality of

learning and output by improving the quality of the learning, which is student

achievement.

The results of independent t -test showed the mean difference value skills

of the experimental group and the control group between the students of

semester 3 and 5. There was an increased mean value of the skills in both

groups; however, the difference was statistically significant (p = 0.397).

The learning media in the form of dental models was as a simulation tool

to funnel messages/information relating to the practice of scaling. Lack of model

use practice resulted in fewer opportunities for students to practice the model

causing learning. Process to achieve skills in the clinic requires systematic

planning that the targets on student competence can be achieved, but it takes the

role of mentors. Wimmers (2006) states that the role of the mentor is crucial to

improve the competence of learners. Mandriawati (1998) also confirms that the

role of the mentor is to guide students to practice applying the theory and skills

and to be the facilitator.

In the linear regression analysis which was tested simultaneously, the

mean difference in cognitive value with the mean difference values of skills in

semesters 3 and 5 acquired determinant coefficient (R2) = 0.027, which means

the cognitive score of semester 3 and 5 predicted the increase in the value of

skills by 2.7 %; cognitive scores contributed 2.7 % to the increase in the value of

skills, whereas an increase of 97.3 % was due to other factors.

Page 107: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

105

Development of learning media is just one educational facility of several

external factors that affect learning outcomes; there are many other internal and

external factors that can affect student learning outcomes that are were

controlled in this study. This statement was supported by Syah (2010). Limited

learning media Developed, lack of understanding of the role of mentors in

providing feedback to students, and less learning time contributed to improving

the skills of students in this study.

The advantages of this study are: 1) problems on this study of this

excavated using evaluate the implementation of the PDCA model of quality

assurance in learning clinical dental nursing education, 2) instrument of clinical

learning quality assessment produced in this study is very easy to implement,

practical, not requiring a huge effort and cost, 3) this instrument is very useful as

a reference for other study programs to conduct self-assessment in order to

improve the quality of polytechnic education in health environment, 4) this study

also produces learning media in the form of dental models with artificial

calculus and a simple buffer, easily replicated, safe, and affordable, 5) The use

of this model can be done anytime and allow impersonation on various patient

conditions to practice scaling as needed, 6) this study produced instruments to

evaluate the implementation of the PDCA model of quality assurance guide in

learning clinical dental nursing education in health polytechnic, 7) this study

produced in deployment guide dental models with artificial calculus and a

simple buffer as a means of simulating in practice scaling of dental nursing

education.

Page 108: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

106

Limitations of this study are: 1) the implementation of PDCA quality

assurance assessment model just made to find potential problems at the learning

clinic dental nursing education, 2) dental models are used only for the needs of

the practice of scaling, 3) dental model has not been calibrated, and 4) this study

does not consider other determinant factors that can affect student learning

outcomes.

The conclusions of this research are: 1) there is an availability of

adequate learning media in the form of dental models and artificial calculus

equipped with a buffer for scaling practices, 2) there is an effect of intervention

using learning media in the scaling practice on a student achievement, namely:

a) a significant difference in cognitive value of scaling practices on students

before and after learning media intervention, b) a significant difference in the

score of scaling practice skills students before and after learning media

intervention.

The recommendations are as follows: 1) the implementation of the

PDCA model of quality assurance should be conducted on an ongoing basis and

not just in the PDCA cycle, 2) instrument on PDCA model of quality assurance

assessment should be developed on a broader level (study program/institution)

and applied to the dental nursing education of other health polytechnics or other

majors in health polytechnic environment, 3) dental models (typodont) needs to

be refined further so that the practice is not limited for scaling but also as a

medium of teaching practices such as oral diagnosis, oral health promotion,

dental conservation, and others, 4) there is a need for calibration of dental

Page 109: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

107

model, 5) further research on learning media interventions should be made by

taking into account other factors such as attitudes, interests and talents,

motivations, and others that can affect student learning outcomes.

Page 110: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

108

DAFTAR PUSTAKA

Anderson G., 2006. Assuring Quality/Resisting Quality Assurance: Academics’ responses to ‘quality’ in some Australian universities, Quality in Higher Educ., 12(2): 161-173.

Archer J.C., 2010. State of Science in Health Professional Education: Effective feedback. Med Educ., 44: 101-108.

Arikunto S., 2002. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi Revisi, Bumi Aksara, Jakarta.

Arikunto S., dan Jabar C.S.A., 2009. Evaluasi Program Pendidikan, Ed. 2, Cet. 3, Bumi Aksara, Jakarta.

Arsyad A., 2006. Media Pembelajaran, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Asean University Network Quality Assurance, 2006. Manual for The

Implementation of The Guidelines, HRK German Rectors’ Conference. _____, 2010. Guide to AUN Actual Quality Assessment at Programme Level,

Version No. 2.0, Aun Secretariat, Bangkok, Thailand. Azwar S., 2004. Reliabilitas dan Validitas, Cetakan V, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta. _____, 2008. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Cetakan 2, Pustaka

Pelajar, Yogyakarta. _____, 2009. Dasar-Dasar Psikometri, Cetakan VIII, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta. _____, 2010a. Metode Penelitian, Cetakan X, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. _____, 2010b. Penyusunan Skala Psikologi, Cetakan XIII, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, 2008. Pedoman Akreditasi

Perguruan Tinggi, BAN-PT, Jakarta. _____, 2009. Akreditasi Program Studi Diploma, Buku Borang IIIA Borang

Program Studi, edisi 7 Januari 2010, BAN-PT, Jakarta. Baird I., 2010. Programme Specification Document for Certificate Higher

Education Dental Nurse Practice, Tesside University, p.1-15. Bornmann L., Mittag S., and Daniel H.D., 2006. Quality Assurance in higher

education: meta evaluation of multi-stage evaluation procedures in Germany, Higher Educ., 52: 687-709.

Bradley P., and Postlethwaite K., 2003. Setting up a clinical skills learning facility, Med Educ., 37(Suppl. 1): 6–13.

Bradley P., Bond V., and Bradley P. 2006. A questionnare survey of students’perceptions of nurse tutor teaching in a clinical skills learning programme, Med Teach., 28(1): 49-52.

Branc W.T., and Paranjape A., 2002. Feedback and reflection: Teaching methods for clinical settings. Acad Med., 77(12): 1185-1188.

Brown R., 2004. Quality Assurance in Higher Education The UK Experience since 1992, RoutledgeFalmer, London and New York.

Buchel T.L., and Edwards F.D., 2005. Characteristics of Effective Clinical Teachers, Fam Med., 37(1): 30-5.

Page 111: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

109

Carranza F.A., 2006. Carranza’s Clinical Periodontology, 9thEd., W.B. Saunders Co., Philadelphia, p.631-632.

Coates H., 2005. The Value of Student Engagement for Higher Education Quality Assurance, Quality in Higher Educ., 11(1): 25-36.

Collin J.P., and Harden R.M., 1998. AMEE medical education guideno. 13: Real patients, simulated patients and simulators in clinical examinations. Med Teach.,  20(6): 508-515.

Cox K., 1993. Planning bedside teaching. MJA, 158: 493-495. Daelmans H.E.M., Hoogenboom R.J.I., Donker A.J.M., Scherpbier A.J.J.A.,

Stehouwer C.D.A., and van der Vleuten C., 2004. Effectiveness of clinical rotations as a learning environment for achieving competence, Med Teach.,  26(4): 305-312.

Dalt D.L., Callegaro S., Mazzi A., Scipioni A., Lago P., Chiozza M.L., Zacchello F., and Perilongo G., 2010. A model of quality assurance and quality improvement for postgraduate medical education in Europe, Med Teach.,  32: e57-e64

Dent J.A., 2001. Current trends and future implications in the developing role of clinical skills centers, Med Teach., 23(5): 483-489.

Dent J.A., dan Harden R.M., 2009. A Practical Guide For Medical Teachers, Third Edition, Churchill Livingstone, Toronto.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003. Kurikulum Pendidikan Diploma III Kesehatan Gigi, Jakarta.

_____, 2004. Panduan Pembelajaran Klinik DIII Kesehatan, Badan PPSDM Kesehatan, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, Jakarta.

_____, 2009a. Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tenaga Kesehatan, Badan PPSDM, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, Jakarta.

_____, 2009b. Standar Proses Pembelajaran Pendidikan Tenaga Kesehatan, Badan PPSDM Kesehatan, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, Jakarta.

_____, 2009c. Pedoman Penjaminan Mutu Pendidikan Tenaga Kesehatan, Badan PPSDM Kesehatan, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan, Jakarta.

Departemen Pendidikan Nasional, 2003. Pedoman Penjaminan Mutu (Quality Assurance), Dirjen Dikti, Jakarta.

_____, 2008a. Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi SPM-PT, Dirjen Dikti, Jakarta.

_____, 2008b. Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran, Direktorat tenaga Kependidikan, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Jakarta.

Dieter P.E., 2009. A Faculty Development Program can result in an improvement of the quality and output in medical education, basic sciences and clinical research and patient care, Med Teach., 31: 655-659.

Dimoliatis IDK., Vasilaki E., Anastassopoulos P., Ionannidis J.P.A., Roff S., 2010. Validation of the Greek Translation of the Dundee Ready Education Environment Measure (DREEM), Education for Health, http://www.educationfotrhealth.net/

Djamarah S.B., 2008. Psikologi Belajar, PT Asdi Mahasatya, Jakarta.

Page 112: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

110

Dornan T., Scherpbier A., and Boshuizen H., 2003. Toward valid measures of self directed learning, Med Educ., 37: 983-91.

Emilia O., 2003. The Relationship between The Clinical Learning Environment and The Approaches to Learning of Medical Students, Thesis, Medical Education School of Public Health and Community Medicine, Faculty of Medicine The University of New South Wales.

_____, 2008. Kompetensi Dokter dan Lingkungan Belajar Klinik di Rumah Sakit, Cetakan pertama, Gadjah Mada University Press, UGM, Yogyakarta.

Fraenkel J.R. and Wallen N.E., 2009. How to Design and Evaluate Research in Education, McGraw-Hill Co, Inc., New York.

Fry H., Ketteridge S., and Marshall S., 2009. A Handbook for Teaching and Learning in Higher Education Enhancing Academic Practice, Third Edition, Routledge, New York and London.

Gaalen A.V., 2010. EAIE Professional Development Series for International Educators 4: Internationalisation and Quality Assurance, European Association for International Education (EAIE), Amsterdam, The Netherlands.

Gagne R.M., Briggs L.J., and Wager W.W., 1992. Principles of Instructional Design, Harcourt Brace Jobanovich College Publisher, Florida.

Gaspersz V., 2005. Total Quality Management, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gerner B., Sanci L., Cahill H., Ukoumunne O.C., Gold L., Rogers L., McCallum Z., and Wake M., 2010. Using simulated patients to develop doctors' skills in facilitating behaviour change: addressing childhood obesity, Med Educ., 44: 706-715.

Gordon J., 2006. ABC of learning and teaching in medicine: One to one teaching and feedback, BMJ, Vol.326: 543-545.

Gupta P., 2005. From PDCA to PPPP: The four P’s of process management lead to quality success, Quality Digest, QCI International.

Gvaramadze I., 2008. From Quality Assurance to Quality Enhancement in the European Higher Education Area, European Journal of Educ., 43(4): 443-467.

Hadi P., 2005. Strategi Peningkatan Mutu Madrasah Tsanawiyah (Penelitian Kualitatif pada Strategi Peningkatan Mutu MTsN di kab Jember, Jawa Timur), Disertasi, PPS, UPI, Bandung.

Hall J.E., and Altmaier E.M., 2008. Global Promise Quality Assurance and Accountability in Professional Psychology, Oxford University Press.

Hamalik O., 2009. Proses Belajar Mengajar, Cetakan kesembilan, Bumi Aksara, Jakarta.

Hancock D.R., 2007. Effect of performance assessment on the achiement and motivation of graduate students, Active Learning in Higher Educ., 8: 219-231.

Harden R.M., Crosby J.R., and Davis M.H., 1999. AMEE Guide no 14. Outcome-based education:Part 1. An Introducton to Outcome-Based Education, Med Teach.,  21(1): 7-14.

Page 113: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

111

Harsono, 2008. Student-Centered Learning di Perguruan Tinggi, Jur. Pend. KPKI, 3(1): 4-8.

Hart J., and Rogojinaru A., 2007. The Development of National Qualifications and Quality Assurance Frameworks in the Contex of the TVET Reform in Romania, European Journal of Educ., 42(4): 549-572.

Hays R., 2006. Teaching and Learning in Clinical Settings, Radcliffe Publishing Ltd, United Kingdom.

Hoecht A., 2006. Quality Assurance in UK Higher Education: Issues of trust, control, professional autonomy and accountability, Higher Educ., 51: 541-563.

Hutchinson L., 2003. ABC learning & teaching: Educational environment, BMJ, 326:810-812.

Irby D., and Bowen J.L., 2004. Time-efficient strategies for learning and performance, The Clin Teach., 1(1): 23-28.

Issa N., Mayer R.E., Schuller M., Wang E., Shapiro M.B., and DaRosa D.A., 2013. Teaching for understanding medical classrooms using multimedia design principles, Med Educ., 47: 388-396.

Ismahmudi R., 2007. Hubungan antara Minat dan Motivasi Mahasiswa mengikuti Pembelajaran Klinik Keperawatan dengan Pencapaian Target Keterampilan Klinik di Akper Muhammadiyah Samarinda, Tesis, Ilmu Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Samarinda, Kalimantan Timur.

Jacoeb T.Z., Soewondo P., dan Kurniawan A., 2005. Pedoman Penjaminan Mutu Pendidikan Kedokteran Dasar, Unit Penjaminan Mutu Akademik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UPMA-FKUI), Jakarta.

Jihad A., dan Haris A., 2010. Evaluasi Pembelajaran, Multi Pressindo, Yogyakarta.

Johnson B., and Christensen L., 2008. Educational Research: Quantitative, Qualitative, and Mixed Approaches, 3rd Ed., Sage Publications Inc., California.

Jones G.L., 2005. Beyond tomorrow’s doctors’ a review of basic medical education in the UK, Annals of Tropical Paediatrics, pp.71-78.

Juran J.M., and Godfrey A.B., 1999. Juran’s Quality Handbook, 5thed., McGraw-Hill Co., New York.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010a. Standar Pengelolaan Pendidikan Tenaga Kesehatan, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, Kemenkes, Jakarta.

_____, 2010b. Kurikulum Inti Pendidikan Diploma III Keperawatan Gigi, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, Kemenkes, Jakarta.

_____, 2010c. Standar Penilaian Pendidikan Tenaga Kesehatan, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, Kemenkes, Jakarta.

_____, 2011. Pedoman Implementasi Kurikulum Inti Pendidikan Diploma III Keperawatan Gigi, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM

Page 114: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

112

Kesehatan, Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan, Kemenkes, Jakarta.

Kirkpatrick D.L., and Kirkpatrick J.D., 2006. Evaluating Training Programs: The Four Levels, Third Edition, Berrett-Koehler Publishers, Inc, San Fransisco.

Klaus H., Rateitschak E.M., Wolf H.E., and Hassel T.M., 1989. Color Atlas of Dental Medicine 1: Periodontology, 2nd Revised and Expanded Ed., Thieme Medical Publishers, Inc., New York.

Kneebone R. and Nestel D., 2005. Learning clinical skills-the place of and simulation feedback. London: Blackwell Publishing Ltd., The Clin Teach., 2(2): 86-90.

Knowles M.S., Holton E., and Swanson R.A., 2005. The Adult Learner: The Definitive Classic in Adult Education and Human Resource Development, Amsterdam, Elsevier.

Kohoutek J., 2009. Studies on Higher Education. Unesco Cepes, Bucharest. Kolb D.A., 1984. Experiental Learning: Experience as The Source of Learning

and Development, Prentice Hall, New Jersey. Kyle R.R., and Murray W.B., 2008. Clinical Simulation: Operation,

Engineering, and Management, Elsevier, Amsterdam. Lake F.R., and Ryan G., 2006. Teaching on the run tips 12: planning for learning

during clinical attachments, MJA, 184(5): 238-239. Leach D.C., 2004. Profesionalism: the formation of physician, Am J Bioeth., 4,

p.11-12. Leahy M.J., Thielsen V.A., Millington M.J., Austin B., and Fleming A., 2009.

Quality Assurance and Program Evaluation: Terms, models, and Applications, JRA, 33(2): 69-82.

Manson J.D., dan Eley B.M., 1989. Buku Ajar Periodonti (Outline of Periodontics), Edisi 2, Penerbit Hipokrates, Jakarta.

Mandriawati G.A., 1998. Hubungan Manajemen Pembelajaran Klinik dengan Kinerja Lulusan Bidan SPK di Jawa dan Bali, Tesis, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, UGM, Yogyakarta.

Mardapi D., 2008. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes, Cetakan I, Mitra Cendikia, Yogyakarta.

McAlister L., Lincoln M., McLeod S., and Maloney D., 1997. Facilitating Learning in Clinical Settings, School of Communication Disorders The University of Sidney, Stanley Thornes (publisher) Ltd, Australia.

McLaughlin J.A., dan Jordan, G.B., 2004. Using logic models dalam Wholey J.S., Hatry H.P. dan Newcomber K.E., Handbook of practical program evaluation, Hoboken, 2nd Ed., NJ: John Wiley and Sons, p.7-32.

Moleong L.J., 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.

Nicol D.J., and Macfarlande-Dick D., 2006. Formative assessment and self-regulated learning: A model and seven principles of good feedback practice, Studies in Higher Educ., 31: 199-218.

Page 115: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

113

Niemantsverdriet S., Vleuten C.V.P.M., Majoor G.R., and Scherpbier A.J.J.A., 2005. An explorative study into learning on international trainesships: experiental learning processes dominate. Med Educ., 39: 1236-1242.

Notoatmodjo S., 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, PT Rineka Cipta, Jakarta.

Nursalam, 2007. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktek Keperawatan Profesional, Salemba Medika, Jakarta.

O’Neill P.A., Owen A.G., McArdle P., and Duffy K., 2006. Views, behaviours and perceived staff development needs of doctors and surgeons regarding learners in outpatient clinics, Med Educ., 40: 348-354.

Ormrod J.E., 2009. Human Learning, Fifth Edition, Pearson Prentice Hall, New Jersey.

Papp I., Markkanen M., and Bonsdorff M.V., 2003. Clinical environment as a learning environment: student nurses’perceptions concerning clinical learning experiences, Nurse Educ. Today, 23:262-268.

Pattison G.L., and Pattison A.M., 1996. Principles of Periodontal Instrumentation, in: Carranza F.A. Jr and Newman M.G. (ed.), Clinical Periodontology, 8th Ed., Philadelphia, W.B. Saunders Co., p.451-465.

Patton M.Q., 2009. Metode Evaluasi Kualitatif, Cetakan II, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Pohan I.S., 2003. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan, Kesain Blanc, Bekasi, Indonesia.

Politeknik Kesehatan Departemen Kesehatan Yogyakarta, 2008. Self Assesment Awal Kesiapan Dokumen Akreditasi, Poltekkes Depkes, Yogyakarta.

Phinney D.J., and Halstead J.H., 2004. Delmar’s Dental Assisting A Comprehensive Approach, 2ndEd., Thomson, Delmar Learning, Australia.

Prihatiningsih T.S., 2003. Quality Assurance in Undergraduate Medical Education: A Multiple Case Study in Bangladesh, Thailand and Indonesia, Thesis, University of Dundee.

_____, 2007. Strategi Analisis Data Kualitatif untuk Penelitian Pendidikan dan Profesi Kesehatan, Jur. Pend. KPKI, 2(1): 31-35.

Quality Assurance Agency for Higher Education, 2004. Programme Specification for a Programme leading to an Award if Foundation Degree Science (FdSc) Dental Nursing, The University of Northampton, p.1-14.

_____, 2005. Dental care profeesions Benchmark statement: Health care programmes, phase 2, The QAA for Higher Education, Southgate House, Southgate street, Gloucester.

Rangkuti F., 2002. Measuring Customer Satisfaction: Teknik Mengukur Kepuasan Pelanggan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Reed C.S., and Brown R.E., 2001. Outcome-asset impact model: Linking outcomes and assets, Evaluation and Program Planning, 24: 287-295.

Reid G., 2006. Learning Styles and Inclusion, Paul Chapman Publishing, A Sage Publications Inc., California.

Reilly O., dan Obermann M., 2002. Pengajaran Klinik dalam Pendidikan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Page 116: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

114

Richardson W.G., 2005. Kaizen: Japanese concept of continuous improvement, http//witiger.com.

Roff S., 2005. The Dundee Ready Educational Environment Measure (DREEM): a generic instrument for measuring student’s perceptions of undergraduate health professions curricula, Med Teach., 27(4): 322-325.

Ruiz J.G., and Lozano J.M., 2000. Clinical Epidemiological Principles in Bedside Teaching, Indian Journal of Pediatrics, 67(1): 43-47.

Sallis E., 2003. Total Quality Management in Education, 3rd ed. London: Kogan Page.

Santrock J.W., 2009. Educational Psychology, 4th ed., McGraw-Hill, Boston. Sari D.N., Wasistyastuti W., dan Suwono, 2008. Tingkat Persepsi Mahasiswa

Program Studi Pendidikan Dokter FK UGM terhadap Situasi Pembelajaran Studi Berdasarkan DREEM: Kajian Berdasarkan Persepsi Mahasiswa Angkatan 2007 Sebelum dan Sesudah Terpapar Kegiatan Belajar, Jur. Pend. KPKI, 3(4): 145-151.

Satori D., dan Komariah A., 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, Cetakan ke-2., Penerbit Alfabeta, Bandung.

Scalese R.J., Obeso V.T., and Issenberg S.B., 2007. Simulation Technology for Skill Training and Competency Assessment in Medical Educ., J. Gen Inter Med., 23(suppl. 1): 46-49.

Semiawan C.R., 2009. Kreativitas Keberbakatan: Mengapa, Apa dan Bagaimana, Indeks, Jakarta.

Shadish W.R., Cook T.D., and Leviton L.C., 1991. Foundations of Program Evaluation, Theories of Practice, Sage Publications, The International Professional Publishers, Newburry Park, London, New Delhi.

Slameto, 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, PT Rineka Cipta, Jakarta.

Snell L., Tallett S., Haist S., Hays, R, Norcini J., Prince K., Rothman A., and Rowe R., 2000. A review of the evaluation of clinical teaching: new perspectives and challenges, Med Educ.,34: 862-870.

Sokolowski J.A., and Banks C.M., 2011. Modeling and Simulation in the Medical and Health Sciences. In Principles of Modeling and Simulation: A Multidisciplinary Approach. A John Wiley & Sons, Inc., Publication, Hoboken, New Jersey.

Sokovic M., Pavletic D., and Kern Pipan K., 2010. Quality Improvement Methodologies-PDCA cycle, RADAR matric, DMAIC and DFSS, Journal of Achiements in Materials and Manufacturing Engineery, Vol. 43, Issue I, p.476-483.

Spencer J., 2003. ABC of learning and teaching in medicine: Learning and teaching in the clinical environment, BMJ, 326: 591-326.

Stark P., 2003. Teaching and learning in the clinical setting: a qualitative study of the perceptions of students and teachers, Med Educ., 37: 975-982.

Stockhausen L., 1994. The Clinical Learning Spiral: a model to develop reflective practitioners, Nurse Educ. Today, 14, p.363-371.

Stokroos H.H.V., Daelmans H.E.M., Van Der Vleuten C.P.M., Haarman H.J.TH.M., Scherpbier A.J.J.A., 2003. Med Teach., 25(2): 120-126.

Page 117: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

115

Stufflebeam D. L., and Shinkfield A. J., 2007. CIPP model for evaluation: An improvement/accountability approach. In D. Stufflebeam (Ed.), Evaluation theory, models, and applications, San Francisco: Jossey-Bass, p.325-365.

Sudjana, N. dan Ibrahim, 2007. Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Cetakan keempat, Sinar Baru Algensindo, Bandung.

Sugiyono, 2010a. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), Alfabeta, Bandung.

_____, 2010b. Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung Sumiati dan Asra, 2007. Metode Pembelajaran, Wacana Prima, Bandung. Sunaryo, 2004. Psikologi untuk Keperawatan, EGC, Jakarta. Supranto J., 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan: untuk menaikkan

pangsa pasar, Rineka Cipta, Jakarta. Suryadi E. 2008. Pendidikan di Laboratorium Keterampilan Klinik, Fakultas

Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Suyudi A., 1995. Pengendalian Mutu, Modul MMR, UGM, Yogyakarta. Syah M., 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Cetakan 9,

Remaja Rosdakarya, Bandung Tjiptono F., 1997. Prinsip-prinsip Total Quality Service, Penerbit Andy,

Yogyakarta. _____, 2005. Manajemen Jasa, Ed. IV, Penerbit Andy, Yogyakarta. Umaedi, 1999. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Sebuah

pendekatan baru dalam pengelolaan sekolah, Dirjen Dikdasmen, Depdiknas, Jakarta.

Umar H., 2010. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, Cetakan kelima, Gramedia Pustaka Utama bekerjasama dengan Jakarta Business Research Center (JBRC), Jakarta.

Universitas Gadjah Mada, 2006. Panduan Pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi Universitas Gadjah Mada, KJM, UGM, Yogyakarta.

Varma R., Tiyagi E., and Gupta J.K., 2005. Determining the quality of educational climate across multiple undergraduate teaching sites using the DREEM inventory, BMC Med Educ., 5(8): 1-4.

Visscher A.J., 2009. Improving Quality Assurance in European Vocational Education and Training: Factors Influencing the Use of Quality Assurance Findings, Springer, The Netherlands.

Walasek T.A., Kucharczyk Z., and Morawska-Walasek D., 2011. Assuring quality of e-learning project through the PDCA approach, International Scientific Journal, 48(1): 56-61.

Waxman K.T., and Telles C.L., 2009. The Use of Benner's Framework in High Fidelity Simulation Faculty Development the Bay Area Simulation Collaborative Model, Clinical Simulation in Nursing, 5; 231-235.

Wellard S.J., Solvoll B.A., and Heggen K.M., 2009. Picture of Norwegian clinical learning laboratories for undergraduate nursing students, Nurse Education in Practice, 9, p.228-235.

Page 118: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

116

Westerheijden D.F., Stensaker B., and Rosa M.J., 2007. Quality Assurance in Higher Education: Trends in Regulation, Translation and Transformation, Vol. 20, Springer, The Netherland.

Wimmers P.F., Schmidt H.G., and Splinter T.A.W., 2006. Influence of Clerkship Experiences on Cinical Competence, Backwell Publishing Ltd., Med Educ., 40(5): 450-458.

Woodward M., 1999. Epidemiology: Study Design and Data Analysis, Chapman&Hall/CRC, Washington D.C., p.88-92.

World Health Organizatin Regional Office for South East Asia, 2010. Guidelines on Quality Assurance and Accreditation of Nursing and Midwifery Educational Institutions, Indraprastha Estate, Mahatma Gandhi Marg, New Delhi, India.

Yoyo S., 2007. Media Ajar Pendidikan Bioetika, Jur. Pend. KPKI, 2(3): 100-106 Yunus F., 2007. Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan,

http://www.duniaguru.com

Page 119: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

117

lampiran  

 

Page 120: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

118

Lampiran 1. Surat ijin penelitian dari Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Page 121: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

119

Lampiran 2. Surat keterangan kelaikan etik (ethical clearance) dari Komisi Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM

Page 122: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

120

Lampiran 3. Studi pendahuluan pada Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

STUDI PENDAHULUAN

Penerapan sistem penjaminan mutu (quality assurance) di perguruan tinggi

merupakan sebuah tuntutan yang harus dipenuhi untuk mendukung tercapainya

mutu proses dan produk agar mampu bersaing di pasar global. Mutu

pembelajaran di perguruan tinggi merupakan isu strategis karena hal tersebut

menjadi faktor determinan bagi tercapainya tujuan pembelajaran (Morley, 2003

cit. Hoecht, 2006), demikian pula peningkatan mutu pembelajaran pada

pendidikan keperawatan gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes harus terus

dilakukan untuk menghasilkan tenaga perawat gigi yang berkualitas dan mampu

bersaing di pasar global.  

I. Tujuan

Tujuan studi pendahuluan adalah untuk mengetahui mutu pembelajaran

klinik pendidikan keperawatan gigi berdasarkan kepuasan mahasiswa.

Kegiatan studi pendahuluan meliputi:

1. Pengembangan instrumen untuk evaluasi model penjaminan mutu PDCA

(Plan, Do, Check, dan Act) pembelajaran klinik pendidikan keperawatan

gigi pada level mikro.

2. Pengukuran mutu pembelajaran klinik keperawatan gigi.

3. Penyusunan rekomendasi-rekomendasi program yang akan

direncanakan/dilakukan sebagai upaya tindak lanjut (follow up) untuk

peningkatan mutu pembelajaran klinik.

Page 123: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

121

II. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan

Lokasi adalah Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes, Jalan

Kyai Mojo 56 Pingit Yogyakarta. Waktu pelaksanaan yaitu bulan Februari

2011 sampai dengan bulan Juli 2011.

III. Jalannya Studi Pendahuluan

A. Pengembangan Instrumen untuk Evaluasi Model Penjaminan Mutu PDCA (Plan, Do, Check, dan Act) Pembelajaran klinik Pendidikan Keperawatan Gigi pada Level Mikro

1. Pembuatan Kisi-kisi Instrumen (Sugiyono, 2010b; Azwar, 2009)

Evaluasi mutu proses pembelajaran klinik yang akan dilakukan

adalah evaluasi level 1 Kirkpatrick-Kirkpatrick (2006) tentang reaksi

mahasiswa (student satisfaction index) terhadap proses pembelajaran

klinik. Indikator mutu pembelajaran klinik menggunakan model

penjaminan mutu PDCA yaitu perencanaan (Plan), pelaksanaan (Do),

evaluasi (Check), dan umpan balik (Act) (Depkes, 2009b; AUNQA,

2010).

Acuan yang digunakan dalam pembuatan kisi-kisi instrumen

adalah sebagai berikut: a) instrumen evaluasi mutu proses belajar

mengajar pada tingkat prodi menurut pendapat mahasiswa (AUN-QA,

2010), b) standar proses pembelajaran pendidikan tenaga kesehatan

(Depkes, 2009b), c) DREEM (Dundee Ready Education Environment

Measure) (Roff, 2005; Dimoliatis et al., 2010) serta d) instrumen

tentang pengalaman belajar klinik mahasiswa kedokteran UGM

Page 124: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

122

(Emilia, 2003). Instrumen-instrumen di atas diadopsi dan kontennya

disesuaikan dengan pembelajaran klinik keperawatan gigi.

2. Konsultasi Pakar dan FGD tentang Draft Instrumen (Patton, 2009; Moleong, 2010)

Pakar sebagai sumber data pada tahap penelitian ini adalah

orang yang berkompeten terhadap pembelajaran klinik kesehatan gigi

dan mulut khususnya pada poltekkes kemenkes. Para pakar diminta

pendapatnya tentang instrumen yang telah disusun, jumlah pakar

minimal 3 orang dengan latar belakang pendidikan minimal bergelar

pascasarjana/doktor sesuai dengan lingkup yang diteliti (Sugiyono,

2010a).

Uji kesepakatan pakar (judgment experts) dilakukan dengan

measuring agreement menggunakan Cohen’s kappa statistic

(Woodward, 1999).

Rumus Kappa:

k = PO - PE 1 - PE

Keterangan:

k = Kappa PO = proporsi jumlah yang diobservasi PE = proporsi jumlah ekspektasi Hasil kesepakatan kappa (Fleiss, 1991 cit. Woodward,1999) adalah

sebagai berikut:

Excellent agreement jika k ≥ 0,75 Good agreement jika 0,4<k<0,75 Poor agreement jika k≤0,4

Page 125: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

123

Responden FGD adalah dosen/instruktur pembimbing klinik

JKG, tujuan FGD adalah mendiskusikan rancangan/draft instrumen

evaluasi mutu supaya kontennya sesuai dengan kompetensi perawat

gigi yang harus dicapai melalui pembelajaran klinik, selanjutnya

instrumen siap untuk diujicoba.

3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Instrumen yang digunakan untuk penilaian mutu pembelajaran

klinik harus valid, reliabel, praktis, dan mudah penggunaannya untuk

memperoleh hasil penilaian yang benar dan tepat, sehingga sebelum

kuisioner digunakan sebagai alat ukur terlebih dahulu dilakukan uji

coba. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman

responden terhadap kuisioner serta untuk menguji validitas dan

reliabilitas dari kuisioner tersebut.

Sesuai dengan persyaratan uji coba minimal maka ujicoba

dilakukan terhadap 30 responden. Uji validitas dilakukan untuk

mendapatkan alat ukur yang valid artinya instrumen tersebut dapat

digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono,

2010a; Azwar, 2010a). Validitas konstruk dilakukan dengan

mengkorelasikan skor yang diperoleh masing-masing pernyataan

dengan skor total, dalam penelitian ini digunakan teknik product

moment (Azwar, 2004; Azwar, 2010b).

Page 126: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

124

Rumus yang digunakan untuk uji validitas instrumen adalah

sebagai berikut:

( )( )[ ] ( )( )[ ]2222

)()(

∑∑∑ ∑∑ ∑ ∑

−−

−=

YYNXXN

YXXYNrxy

Keterangan :

rxy : Koefisien korelasi N : banyaknya sampel ∑X : Jumlah skor butir (X) ∑Y : Jumlah variabel (Y) ∑X2 : Jumlah skor butir (X) kuadrat ∑Y2 : Jumlah variabel (Y) kuadrat ∑XY: Jumlah perkalian skor butir (X) dan skor variabel (Y) Pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05), maka dari perhitungan

tersebut akan diperoleh r tabel, jika nilai butir-butir pernyataan kurang

dari r tabel (<r tabel) maka item pernyataan tersebut dinyatakan gugur

(tidak valid).

Uji reliabilitas (reliability, kepercayaan) menunjukkan bahwa sebuah

instrumen dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari

waktu ke waktu. Pengukuran reliabilitas ini menggunakan rumus

Alpha Cronbach yaitu pengukuran reliabilitas dengan pendekatan

internal consistency untuk skala multi item yang merupakan indikasi

homogenitas item. Pengukuran dinyatakan reliabel jika nilai r yang

diperoleh (r hitung) ≥ 0,60 (Soegiyono, 2010b).

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

( ) ⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡−⎥

⎤⎢⎣

⎡−

= ∑2

2

11 11 i

b

kkr

σσ

Keterangan :

Page 127: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

125

r = koefisien reliabilitas k = jumlah butir pernyataan (soal) σb

2 = varians butir pernyataan (soal) σi

2 = varians skor tes

B. Pengukuran Mutu Pembelajaran Klinik

Langkah-langkah yang dilakukan yaitu: a) memberi penjelasan

maksud dan tujuan penelitian, b) responden diberi lembar informed

consent untuk menyatakan kesediaannya ikutserta dalam penelitian,

c) membagikan instrumen yang berbentuk kuisioner kepada responden,

d) menjelaskan cara pengisian kuisioner, e) pengumpulan data, dan f)

analisis data.

C. Penyusunan Rekomendasi-rekomendasi Program yang akan direncanakan/dilakukan sebagai Upaya Tindak Lanjut (follow up):

Pada langkah ini dilakukan FGD untuk menyusun rekomendasi-

rekomendasi program peningkatan mutu pembelajaran klinik

berdasarkan hasil evaluasi mutu pembelajaran klinik.

IV. Teknis Analisis

Teknis analisis yang berkaitan dengan pengembangan instrumen

evaluasi model penjaminan mutu PDCA dilakukan melalui uji kesepakatan

pakar, sedangkan hasil FGD melalui tahapan-tahapan seperti reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Satori dan Komariah, 2010;

Moleong, 2010). Gambaran mutu pembelajaran klinik pendidikan

keperawatan gigi dilihat dari implementasi model penjaminan mutu PDCA

berdasarkan kepuasan mahasiswa dilakukan dengan membuat pemetaan

Page 128: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

126

mutu menggunakan diagram Kartesius yang diadopsi dan dimodifikasi dari

Umar (2010).

Umar (2010) mendefinisikan diagram Kartesius adalah alat untuk

mengukur dua dimensi yaitu harapan dan kenyataan. Diagram Kartesius

adalah suatu bangunan yang terdiri atas 4 bagian yang dibatasi oleh dua

garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik X dan Y. Titik X

merupakan rata-rata dari skor kenyataan yang diterima mahasiswa,

sedangkan titik Y merupakan rata-rata dari skor harapan.

Data dari kuisioner evaluasi mutu diplot nilai-nilainya pada diagram

kartesius, bila plot nilai-nilainya berada di kuadran A, B, C, dan D maka

indikator yang ditanyakan memiliki arti masing-masing, dengan demikian

informasi ini dapat digunakan untuk mengambil keputusan hal-hal yang

perlu segera ditindaklanjuti (kuadran A), dipertahankan (kuadran B),

dikurangi (kuadran C) dan dipertahankan/dikurangi karena kurang

dibutuhkan (kuadran D) seperti berikut ini:

Harapan

A (Attributes to

Improve)

B (Main Performance)

C (Attributes to

Maintain)

D

(Attributes to de-emphasize)

Kenyataan Gambar 1. Diagram Kartesius (Umar, 2010)

Page 129: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

127

Keterangan:

Kuadran A: prioritas utama (attributes to improves)

Pada posisi ini jika dilihat dari kepentingan mahasiswa, indikator mutu

berada pada tingkat tinggi, jika dilihat dari kepuasannya mahasiswa

merasakan tingkat yang rendah sehingga mahasiswa menuntut adanya

perbaikan tersebut, prodi hendaknya melakukan usaha untuk meningkatkan

kepuasan mahasiswa yang berarti pula komponen-komponen pada indikator

mutu perlu disesuaikan agar kepuasan mahasiswa dapat meningkat.

Kuadran B: dipertahankan (main performance)

Pada posisi ini jika dilihat dari kepentingan mahasiswa, indikator mutu

berada pada tingkat tinggi dan dilihat dari kepuasan mahasiswa pada tingkat

tinggi juga. Hal ini menuntut prodi untuk dapat mempertahankan posisinya

karena indikator mutu inilah telah menarik mahasiswa untuk memanfaatkan

pembelajaran klinik.

Kuadran C: prioritas rendah (attributes to maintain)

Pada posisi ini jika dilihat dari kepentingan mahasiswa, indikator-indikator

mutu kurang dianggap penting tetapi jika dilihat dari tingkat kepuasan

mahasiswa cukup baik namun mahasiswa mengabaikan indikator mutu yang

terletak pada posisi ini.

Kuadran D: berlebihan (attributes to de emphasize)

Pada posisi ini jika dilihat dari kepentingan mahasiswa, indikator-indikator

mutu kurang dianggap penting tetapi jika dilihat dari tingkat kepuasannya

mahasiswa merasa sangat puas.

Page 130: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

128

Indeks kepuasan diperoleh dari selisih skor kenyataan dan harapan,

sebagai berikut (Supranto, 2011):

Indeks kepuasan = skor kenyataan – skor harapan

V. Hasil Studi Pendahuluan dan Pembahasan:

A. Hasil Studi Pendahuluan

1. Pembuatan Kisi-kisi Instrumen

Rancangan/draft instrumen yang mengacu pada beberapa

instrumen yang berhubungan dengan proses pembelajaran klinik. Skala

pengukuran yang digunakan pada instrumen ini adalah skala Likert

dengan 5 (lima) alternatif jawaban yaitu sangat puas (SP), puas (P),

ragu-ragu (R), tidak puas (TP), dan sangat tidak puas (STP).

Hasil pembuatan kisi-kisi instrumen adalah penetapan aspek-

aspek yang dinilai dan indikator-indikatornya sebagai berikut:

Tabel 1. Aspek-aspek yang dinilai dalam penilaian mutu pembelajaran klinik

No Aspek yang dinilai Indikator-indikator 1 Perencanaan (Plan) a. Jadual kegiatan pembelajaran

b. Tujuan pembelajaran c. Orientasi d. Penjelasan kompetensi klinik

2 Pelaksanaan (Do) a. Suasana pembelajaran b. Kerjasama di klinik c. Pengembangan kompetensi d. Kesempatan belajar dan praktik berbagai

prosedur klinik e. Aplikasi keterampilan praktik klinik dalam

kehidupan sehari-hari f. Belajar dan berlatih secara konsisten g. Tugas lain di luar tugas klinik h. Pengembangan kepercayaan diri mahasiswa

3 Evaluasi (Check) a. Waktu pembelajaran b. Sarana prasarana klinik c. Cara penilaian praktik klinik

4 Tindakan (Act) a. Diskusi antara pembimbing dan mahasiswa b. Peran pembimbing c. Akses pembimbingan

Page 131: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

129

2. Konsultasi Pakar dan FGD tentang Draft Instrumen

Konsultasi pakar dilaksanakan pada bulan Mei 2011. Pakar terdiri

4 orang yang berkompeten terhadap pembelajaran klinik di lingkungan

Poltekkes Kemenkes. Hasil pengukuran uji kesepakatan pakar

(measuring agreement) menggunakan Cohen’s Kappa Statistic adalah

sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil pengukuran kesepakatan pakar (nilai Kappa)

Pakar Kappa’s Value Approx Sig. Keterangan Pakar A_B 0.862 0.001 Excellent

agreement Pakar A_C 0.784 0.001 Excellent

agreement Pakar A_D 0.814 0.001 Excellent

agreement Pakar B_C 0.760 0.001 Excellent

agreement Pakar B_D 0.801 0.001 Excellent

agreement Pakar C_D 0.726 0.001 Good agreement

Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil pengukuran kesepakatan (measuring

agreement) dari pakar diperoleh hasil nilai Kappa (k) ≥ 0.726 artinya

terdapat kesepakatan yang baik antara keempat pakar (Fleiss, 1991 cit.

Woodward,1999)

Tabel 3. Hasil uji kesepakatan Kappa berdasarkan frequency table

Pakar Persentasi kesepakatan (%)

Pakar A_B 95,6

Pakar A_C 93,3

Pakar A_D 93,3

Pakar B_C 93,3

Pakar B_D 93,3

Pakar C_D 91,1

Page 132: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

130

Selanjutnya dilakukan FGD pada tanggal 27 Mei 2011 untuk

merevisi rancangan instrumen yang telah disepakati pakar sehingga

kontennya sesuai dengan pembelajaran klinik pendidikan Keperawatan

Gigi.

Tabel 4 menunjukkan hasil FGD tentang draft instrumen sebagai

berikut:

Tabel 4. Hasil FGD tentang draft instrumen evaluasi mutu

No Kategori Masukan Kesimpulan 1. Item pernyataan a. Item pernyataan yang nilainya

0 dikeluarkan (FR2.b4p1) b. Ada 9 item yang dikeluarkan

(FR3.b2p2)

Jumlah item pada kuisioner yang semula 45, di drop out 9, sehingga jumlah item pernyatan sekarang 36.

2. Konten kuisioner

a. Kalimat terlalu umum/kurang spesifik (FR2.b6p1)

b. Item saranaprasarana lebih diperjelas (FR5.b2p4)

a. Kalimat yang terlalu umum diganti/dikeluarkan.

b. Saranaprasarana antara lain: ruang tunggu, dental unit, sarana promosi, ruang sterilisasi, perpustakaan.

3. Teknis pelaksanaan

Pemberitahuan cara pengisian kuisioner (FR4.b2p6)

Perlunya petunjuk cara pengisian kuisioner

Rincian jumlah item kuisioner evaluasi model penjaminan mutu

PDCA pada pembelajaran klinik pendidikan keperawatan gigi sebagai

berikut:

Tabel 5. Jumlah item kuisioner evaluasi model penajaminan mutu PDCA pembelajaran klinik

Pernyataan Aspek yang dinilai

Harapan Kenyataan

Jumlah total

item

I Perencanaan (Plan) 4 4 8

II Pelaksanaan (Do) 8 8 16

III Evaluasi (Check) 3 3 6

IV Tindakan (Act) 3 3 6

Jumlah total 18 18 36

Page 133: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

131

3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Uji coba kuisioner dilakukan untuk mengetahui validitas dan

reliabilitas instrumen. Uji coba dilakukan pada mahasiswa semester VI,

jumlah responden adalah 30 mahasiswa (n=30) dengan tingkat

kepercayaan 95% (α = 0,05) dan derajat kebebasan (df = 28) diperoleh r

tabel sebesar 0,374.

Uji validitas dan reliabilitas instrumen dilakukan dengan uji

analisis Cronbach’s Alpha menggunakan program SPSS for windows

versi 16.00 dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 6. Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen evaluasi mutu

Harapan Kenyataan No

Item r hitung Keterangan No Item r hitung Keterangan

1 0.592 valid 19 0.617 valid 2 0.547 valid 20 0.680 valid 3 0.699 valid 21 0.619 valid 4 0.632 valid 22 0.617 valid 5 0.564 valid 23 0.736 valid 6 0.698 valid 24 0.610 valid 7 0.694 valid 25 0.758 valid 8 0.729 valid 26 0.716 valid 9 0.551 valid 27 0.477 valid

10 0.690 valid 28 0.695 valid 11 0.601 valid 29 0.651 valid 12 0.488 valid 30 0.735 valid 13 0.475 valid 31 0.618 valid 14 0.646 valid 32 0.455 valid 15 0.452 valid 33 0.404 valid 16 0.535 valid 34 0.490 valid 17 0.418 valid 35 0.785 valid 18 0.567 valid 36 0.691 valid

Cronbach’s Alpha Instrumen Part 1 Part 2 Keterangan

Harapan 0.877 0.844 reliabel Kenyataan 0.865 0.853 reliabel

  

Page 134: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

132

Hasil uji validitas dan reliabilitas diperoleh bahwa 36 item

pernyataan adalah valid (r hitung > r tabel 0,374 ) dan reliabel (α > 0,6)

sehingga seluruh item pernyataan tersebut layak untuk dijadikan

instrumen penelitian (Tabel 6).

4. Pengukuran Mutu Pembelajaran Klinik berdasarkan Implementasi Evaluasi Model Penjaminan Mutu PDCA

Sampel penelitian adalah mahasiswa semester VI sebanyak adalah

37 mahasiswa. Hasil evaluasi implementasi model penjaminan mutu

PDCA pada pembelajaran klinik JKG Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

menurut kepuasan mahasiswa sebagai berikut:

Tabel 7. Indeks kepuasan mahasiswa berdasarkan skor kenyataan dan harapan tentang mutu pembelajaran klinik

Rata-rata skor Aspek

mutu No Item

Kenyataan Harapan Indeks kepuasan

mahasiswa 1 3.703 3.676 0.027 2 3.730 3.811 -0.081 3 3.919 3.892 0.027

Plan

4 3.946 3.892 0.054 Rata-rata 3.842 3.818 0.007

5 3.892 3.595 0.297 6 3.865 3.297 0.568 7 3.892 3.405 0.486 8 4.000 3.378 0.622 9 3.838 3.351 0.486

10 3.811 3.378 0.432 11 3.838 3.649 0.189

Do

12 3.757 3.135 0.622 Rata-rata 3.861 3.399 0.463

13 3.486 3.595 -0.108 14 3.054 3.622 -0.568

Check*)

15 3.243 3.784 -0.541 Rata-rata 3.261 3.667 -0.405

16 3.324 3.270 0.054 17 2.919 2.811 0.108

Act

18 3.162 3.027 0.135 Rata-rata 3.135 3.036 0.099

Page 135: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

133

Hasil perhitungan kepuasan mahasiswa dilihat dari 2 dimensi yaitu

harapan dan kenyataan menunjukkan indikator perencanaan (plan) item ke

indeks kepuasan -0,081. Secara keseluruhan dilihat dari aspek

perencanaan pembelajaran klinik mahasiswa sudah puas dengan indeks

kepuasan 0,007 (Tabel 7).

Hasil pemetaan posisi mutu pembelajaran klinik JKG Poltekkes

Kemenkes Yogyakarta berdasarkan diagram Kartesius (Umar, 2010)

adalah sebagai berikut:

Gambar2. Diagram Kartesius pemetaan posisi mutu pembelajaran klinik JKG Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Berdasarkan pemetaan mutu pembelajaran klinik menurut kepuasan

mahasiswa maka yang menjadi prioritas utama upaya perbaikan mutu

pembelajaran klinik adalah pada item-item pernyataan dalam kuisioner

dengan nilai yang rendah. Nilai indikator kepuasan mahasiswa yang

Plan; 3.824; 3.818

Do; 3.861; 3.399

Check; 3.261; 3.667

Act; 3.135; 3.036

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

1.000 2.000 3.000 4.000 5.000

Matrix Harapan ‐ KenyataanMAHASISWA YOGYAKARTA

Plan Do Check Act Kenyataan

Harapan

Attributes to Maintaince

Attributes to De‐emphasize

Attributes to Improve

Main Performance

Page 136: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

134

paling rendah adalah tentang penyediaan sarana prasarana pembelajaran

klinik yang belum memadai. Hasil pelaksanaan FGD dibuat rangkuman

berdasarkan kategori (Prihatiningsih, 2007) sebagai berikut:

Tabel 8. Rangkuman hasil FGD kelompok I

No Kategori Masukan Kode 1 Prioritas utama Kuadran A yaitu pada indikator

mutu ‘check’ menjadi prioritas utama peningkatan mutu

F1P1.b1p1; F1P1.b3p1

2 Kepuasan mahasiswa Adanya ketidakpuasan mahasiswa terhadap sarana prasarana pembelajaran klinik

F1P1.b4p1; F1P2.b3p2

3 Keterampilan praktik skaling preklinik/skills lab

Praktik preklinik/skills lab perlu mendapat perhatian karena pengalaman pembelajaran di skills lab melatih keterampilan mahasiswa sebelum menangani pasien sesungguhnya

F1P2.b2p3 F1P2.b5p3 FiP2.b7p3 F1P5.b3p6

4 Sarana prasarana Dibutuhkannya media ajar pada praktik skaling skills lab yang berupa model gigi dengan kalkulus tiruan

F1.P1.b5p1; F1P2.b2p2; F1P4.b4p4; F1P2.b1p5; F1P6.b1p7; FiP3.b2p8; F1P1.b2p9

Tabel 9. Rangkuman hasil FGD kelompok II

No Kategori Masukan Kode 1 Prioritas utama Indikator evaluasi/check

menjadi prioritas program peningkatan mutu

F2S1.b2p1

2 Kepuasan mahasiswa

a. Mahasiswa merasa tidak nyaman dengan kondisi di skills lab

b. Persepsi antara pembimbing dan mahasiswa harus sama

F2S3.b2p10; F2S1.b2p12

3 Keterampilan praktik skaling preklinik/skills lab

a. Kelulusan praktik skills lab menjadi prasyarat yang harus dipenuhi mahasiswa sebelum masuk klinik

b. Praktik skaling masih ada kendala sehingga nilai skaling mahasiswa masih ada yang rendah

c. Pelaksanaan praktik skaling harus memperhatikan posisi operator dan pasien

F2S4.b2p2 F2S2.b1p3 F2S4.b2p4 F2S5.b1p5 F2S4.b1p6 F2S1.b1p7 F2S2.b1p9 F2S3.b1p10 F2S4.b2p14

4 Sarana prasarana Perlunya model gigi yang memadai, yang dilengkapi dengan kalkulus artifisial

F2S1.b5p1 F2S1.b3p7 F2S5.b1p8 F2S5.b1p11 F2S2.b1p13

Page 137: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

135

Kesimpulan FGD Kelompok I dan II adalah prioritas utama program

peningkatan mutu berdasarkan kepuasan mahasiswa adalah pada indikator

evaluasi (check), khususnya sarana prasarana pembelajaran harus lebih

diperhatikan. Salah satu kebutuhan sarana prasarana saat ini adalah media ajar

praktik skaling di skills lab berupa suatu model gigi yang dilengkapi dengan

kalkulus artifisial.

B. Pembahasan

1. Pengembangan Instrumen Evaluasi Model Penjaminan Mutu PDCA pada Pembelajaran Klinik Pendidikan Keperawatan Gigi

Pada tahap pengembangan instrumen, kegiatan-kegiatan yang dilakukan

adalah pembuatan kisi-kisi instrumen, konsultasi pakar dan FGD, serta uji

validitas dan reliabilitas instrumen. Hasil pengukuran kesepakatan pakar

tentang draft instrumen (Tabel 3) menunjukkan bahwa nilai Kappa ≥0,726

berarti ada kesepakatan yang baik antara keempat pakar, hal ini diperkuat

juga dengan hasil uji kesepakatan pakar menggunakan tabel frekuensi (Tabel

4) yaitu persentasi kesepakatan >90%, selanjutnya dilakukan FGD untuk

meninjau kembali rancangan instrumen hasil kesepakatan pakar disesuaikan

dengan kondisi klinik JKG.

Hasil pelaksanaan FGD (Tabel 4) adalah instrumen evaluasi mutu

pembelajaran klinik berbentuk kuisioner dengan 4 (empat) aspek yang dinilai

dalam evaluasi model penjaminan mutu PDCA yaitu perencanaan (plan),

pelaksanaan (do), evaluasi (check), dan tindakan (act). Indikator-indikator

terdiri dari pernyataan kepuasan mahasiswa yang dilihat dari 2 (dua) dimensi

Page 138: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

136

yaitu harapan dan kenyataan yang diterima yang diukur menggunakan skala

Likert.

Jumlah item pernyataan dalam kuisioner ada 36 item yang terdiri dari

18 item kenyataan dan 18 item harapan mahasiswa mengenai pembelajaran

klinik (Tabel 5). Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen (Tabel 6)

diperoleh bahwa 36 item valid (r hitung>0,374) dan reliabel (α> 0,6) sehingga

instrumen layak digunakan dalam penelitian ini.

2. Pengukuran Mutu Pembelajaran Klinik berdasarkan Implementasi Evaluasi Model Penjaminan Mutu PDCA

Tabel 7 memperlihatkan bahwa indikator-indikator pada aspek evaluasi

(check) masih perlu harus dilakukan peningkatan mutu sedangkan pada aspek

pelaksanaan (do) dan tindakan (act) diperoleh rata-rata mahasiswa merasa

puas dengan mutu pada kedua aspek tersebut. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Sokovic et al. (2010) bahwa aspek terpenting dari PDCA terletak

pada tahap evaluasi (check) setelah penyelesaian suatu kegiatan dan ketika

putaran selanjutnya akan dimulai lagi untuk melakukan perbaikan suatu

program.

Secara keseluruhan kenyataan yang diberikan pada pembelajaran klinik

sudah lebih baik daripada harapan yang diinginkan mahasiswa, sehingga

mahasiswa merasa puas (Tabel 7). Hal ini diperkuat oleh pernyataan Gaalen

(2010) bahwa mutu bisa dilihat dari persepsi mahasiswa yaitu kepuasan

terhadap hasil atau pelayanan dalam pendidikan dan dipertegas juga oleh

penyataan Umar (2010) bahwa mutu dapat diukur karena adanya kesenjangan

antara harapan dan kenyataan yang diterima mahasiswa.

Page 139: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

137

Hasil pengukuran mutu pembelajaran klinik JKG ditunjukkan dengan

diagram kartesius pemetaan mutu (Gambar 2) sebagai berikut: aspek evaluasi

(check) berada pada kuadran A (attribute to improve) artinya pada posisi ini

jika dilihat dari kepentingan mahasiswa, mutu aspek check berada pada

tingkat tinggi, sedangkan jika dilihat dari kepuasan mahasiswa pada tingkat

yang rendah sehingga mahasiswa menuntut adanya perbaikan mutu pada

indikator-indikator aspek evaluasi. Program studi hendaknya melakukan

usaha-usaha untuk meningkatkan kepuasan mahasiswa yang berarti pula

perbaikan komponen-komponen pada indikator mutu aspek evaluasi misalnya

tersedianya waktu yang cukup sehingga target kompetensi yang harus dicapai

mahasiswa dapat diselesaikan/tuntas, penyediaan sarana prasarana praktik

yang memadai, dan penjelasan yang lengkap tentang prinsip-prinsip

pembelajaran klinik.

Pada aspek evaluasi (check), indikator yang berkaitan dengan sarana

dan prasarana pembelajaran klinik yang belum memadai memperoleh skor

kenyataan paling rendah yaitu 3,054. Hal ini diperkuat oleh penemuan pada

studi pendahuluan bahwa nilai praktik klinik ada yang masih rendah (30%

mahasiswa belum tuntas), juga media ajar khususnya alat simulasi praktik

skaling yang saat digunakan ini belum memadai karena belum

menggambarkan kondisi mulut yang hampir sama dengan pasien

sesungguhnya sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif sehingga akan

berpengaruh pada nilai praktik mahasiswa. Omrod (2009) mengatakan bahwa

Page 140: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

138

pembelajaran yang efektif dan strategi pembelajaran berhubungan dengan

prestasi belajar mahasiswa.

Jones (2005) menyatakan bahwa penguasaan keterampilan klinik

merupakan elemen yang penting dari mutu lulusan, skills lab memberi

kesempatan mahasiswa belajar dan berlatih keterampilan sebelum

mempraktikkan pada situasi yang sesungguhnya. Penggunaan model yang

tidak realistis menyebabkan pembelajaran menjadi tidak realistik juga, dan

yang lebih memprihatinkan pembelajaran tanpa model simulasi menjadi lebih

mahal dan banyak intervensi pada pasien (Kyle dan Murray, 2009).

Hasil FGD menunjukkan bahwa penyediaan sarana prasarana skills lab

antara lain media ajar yang memadai juga perlu dilakukan, mengingat

kompetensi yang dilaksanakan pada pembelajaran di skills lab menjadi

prasyarat memasuki pembelajaran klinik. Stark (2003) dan Suryadi (2008)

bahwa keberhasilan pembelajaran klinik perlu didukung antara lain dengan

tersedianya model pembelajaran yang memadai sebagai media ajar atau alat

simulasi untuk meningkatkan keterampilan praktik mahasiswa.

Aspek perencanaan (plan) pembelajaran klinik terletak pada kuadran B

(main performance), jika dilihat dari kepentingan mahasiswa, pada posisi ini

aspek mutu perencanaan berada pada tingkat tinggi dan jika dilihat dari

kepuasan mahasiswa pada tingkat tinggi juga. Hal ini menuntut program studi

untuk dapat mempertahankan posisinya karena perencanaan pembelajaran

yang baik di JKG telah menarik perhatian dan memotivasi mahasiswa untuk

memanfaatkan pembelajaran klinik. Perencanaan pembelajaran klinik JKG

Page 141: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

139

sudah mencakup tujuan pembelajaran, jadual kegiatan praktik klinik,

persiapan mahasiswa dengan melakukan orientasi sebelum masuk klinik,

serta penjelasan kompetensi yang harus dicapai mahasiswa.

Indikator pada aspek perencanaan yang berkaitan dengan “Pembimbing

klinik telah menjelaskan kepada mahasiswa tentang kompetensi praktik klinik

yang harus dicapai” diperoleh skor kenyataan tertinggi (3,946). Perencanaan

pembelajaran dilengkapi dengan silabus dan rencana program pembelajaran

sehingga pelaksanaan pembelajaran lebih terarah untuk mencapai kompetensi

yang diharapkan.

Lake dan Ryan (2006) bahwa tujuan pembelajaran klinik harus

dinyatakan secara jelas, serta tersedianya waktu yang cukup untuk

pembelajaran. Indikator perencanaan menyediakan proses, metode, alat, dan

teknik untuk menutupi setiap kesenjangan komponen ini dan dengan

demikian memastikan bahwa kesenjangan antara mutu yang diharapkan dan

mutu yang diterima mahasiswa menjadi berkurang (Juran dan Godbrey,

1999).

Kuadran C (attributes to maintain) terdapat aspek tindakan (act), jika

dilihat dari kepentingan mahasiswa pada posisi ini maka indikator-indikator

pada aspek umpan balik dianggap kurang penting tetapi jika dilihat dari

tingkat kepuasan mahasiswa cukup baik. Mahasiswa mengabaikan aspek

mutu yang terletak pada posisi ini, hal ini disampaikan juga oleh Bornmann et

al. (2006), Branch dan Paranjape (2002) menyatakan bahwa aspek umpan

balik (feedback) pada proses evaluasi mutu pendidikan saat ini belum banyak

Page 142: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

140

dimanfaatkan oleh program studi untuk melakukan perbaikan mutu

pembelajaran.

Indikator yang berkaitan dengan “Pembimbing klinik aktif dan

mendorong peran aktif mahasiswa” diperoleh skor harapan paling rendah

(2,881) artinya mahasiswa kurang puas dengan hal ini. Keadaan ini mungkin

karena pembimbing klinik mempunyai banyak tugas lain di luar pembelajaran

klinik sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif, karena kondisi sekarang

banyak dosen/instruktur pembimbing klinik sedang melaksanakan tugas

belajar sehingga rasio antara pembimbing klinik dan mahasiswa menjadi

tidak ideal (BAN-PT, 2009). Hal ini sesuai juga dengan pendapat Reilly dan

Obermann (2002) bahwa metode pembelajaran disamping dipengaruhi

karakteristik peserta didik, mutu dan keterampilan pembimbing, juga harus

mempertimbangkan rasio antara pembimbing dan peserta didik.

Stokroos et al. (2003) menyatakan bahwa untuk meningkatkan

efektivitas pembelajaran klinik, maka komponen-komponen pembelajaran

klinik perlu diperhatikan diantaranya adalah peran pembimbing klinik sebagai

salah satu penentu keberhasilan pembelajaran. Pembelajaran klinik

memerlukan dukungan pembimbing klinik agar mahasiswa mampu

mengembangkan penalaran klinik dan profesionalismenya karena proses

bimbingan harus dilaksanakan terencana dan terus menerus (Spencer, 2003).

Aspek pelaksanaan (do) terdapat pada kuadran D (attributes to de

emphasize. Pada posisi ini jika dilihat dari kepentingan mahasiswa, indikator-

indikator mutu aspek pelaksanaan pembelajaran klinik kurang dianggap

Page 143: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

141

penting tetapi jika dilihat dari tingkat kepuasannya, mahasiswa merasa sangat

puas. Hal ini sesuai pernyataan Snell et al. (2000) dan Fry et al. (2009)

bahwa ada hubungan antara mutu pembelajaran klinik dengan output

pembelajaran yaitu peningkatan prestasi mahasiswa, dalam hal ini adalah

nilai praktik klinik.

Indikator yang berkaitan dengan “Pembelajaran klinik memberi

kesempatan belajar dan mempraktikkan berbagai prosedur” diperoleh skor

kenyataan tertinggi (4,000). Hal ini ditegaskan juga oleh Ruiz dan Lozano

(2000) bahwa pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman pembelajaran di

klinik menjadi kunci yang menentukan mutu pembelajaran.

Kegiatan belajar mengajar baik teori maupun praktik perlu didukung

dengan sarana prasarana yang baik. Unsur penunjang seperti laboratorium,

skills lab, perpustakaan dan sarana lain seperti tersedianya media ajar yang

memadai sangat membantu mahasiswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Adanya komponen-komponen tersebut, mahasiswa diharapkan mempunyai

kompetensi yang menyeluruh berdasarkan pengetahuan, keterampilan dan

pengalaman klinik yang sudah mereka dapatkan selama studi.

3. Upaya Tindak Lanjut (Follow up) untuk Perbaikan Mutu Pembelajaran Klinik

Kesimpulan FGD Kelompok I dan II adalah prioritas utama program

peningkatan mutu berdasarkan kepuasan mahasiswa adalah pada indikator

evaluasi (check), khususnya sarana prasarana pembelajaran harus lebih

diperhatikan. Salah satu kebutuhan sarana prasarana saat ini adalah media ajar

praktik skaling di skills lab berupa suatu model gigi yang dilengkapi dengan

Page 144: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

142

kalkulus artifisial. Model gigi ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan

dan keterampilan praktik skaling pada mahasiswa, model gigi juga harus

memperhatikan kenyamanan mahasiswa yaitu posisi operator dengan pasien,

sehingga kondisinya hampir sama dengan pasien sesungguhnya.

Kesepakatan, komitmen, serta kerjasama segenap pihak yang terkait

dalam proses pembelajaran klinik, termasuk mahasiswa, dosen, tenaga

penunjang, dan unsur manajemen serta dukungan pengambil kebijakan di

lingkungan pendidikan keperawatan gigi menjadi syarat mutlak bagi

terselenggaranya model penjaminan mutu PDCA

VI. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan pada studi pendahuluan ini adalah sebagai berikut:

1. Adanya instrumen yang valid dan relibel (r hitung>0.374; α>0.6) untuk

melakukan evaluasi implementasi model penjaminan mutu PDCA

pembelajaran klinik pendidikan keperawatan gigi pada level mikro.

2. Mutu pembelajaran klinik keperawatan gigi adalah baik, berdasarkan

implementasi model penjaminan mutu PDCA menurut kepuasan

mahasiswa.

3. Belum tersedianya model gigi sebagai media ajar yang memadai untuk

praktik skaling.

Saran yang diajukan pada studi pendahuluan ini adalah sebagai

berikut:

1. Implementasi model penjaminan mutu PDCA sebaiknya dilakukan secara

berkelanjutan dan tidak hanya terbatas pada pembelajaran klinik

Page 145: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

143

sehingga dihasilkan tindak lanjut (follow up) yang lain dalam rangka

perbaikan mutu pendidikan keperawatan gigi.

2. Instrumen evaluasi model penjaminan mutu PDCA sebaiknya

dikembangkan pada level yang lebih luas (program studi/institusi) dan

diaplikasikan pada Jurusan Kperewatan Gigi Poltekkes Kemenkes yang

lain atau jurusan lain di lingkungan Politeknik Kesehatan.

3. Perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan media ajar dalam

bentuk model gigi yang memadai pada praktik skaling.

Page 146: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

144

Lampiran 4. Panduan konsultasi narasumber/pakar/expert tentang draft instrumen evaluasi mutu pembelajaran klinik keperawatan gigi

Panduan Konsultasi Narasumber/Pakar/Expert

I. Persiapan Konsultasi:

1. Menghubungi narasumber untuk meminta kesediaannya, menentukan waktu dan tempat konsultasi.

2. Mempersiapkan alat-alat (tape recorder, alat dokumentasi, alat tulis menulis), materi, buku catatan.

II. Pelaksanaan Konsultasi: 1. Memperkenalkan diri. 2. Menyampaikan maksud dan tujuan konsultasi. 3. Meminta kesediaan pakar untuk mengisi daftar pernyataan sehubungan

dengan instrumen yang dikembangkan. 4. Meminta ijin untuk membuat dokumentasi konsultasi.

III. Penutup:

Menyampaikan terimakasih dan akan mengkonfirmasi bila ada hal-hal yang belum jelas.

IV. Pengolahan hasil konsultasi: 1. Mengumpulkan data hasil pengisian lembar pernyataan pakar. 2. Membuat kesepakatan pakar (kesepakatan Kappa/measuring

agreement). 3. Menginterpretasikan hasil perhitungan kesepakatan pakar. 4. Membuat kesimpulan.

Page 147: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

145

Lampiran 5. Daftar pakar pada pembuatan instrumen evaluasi model penjaminan mutu PDCA pada pembelajaran klinik keperawatan gigi

No Nama Pakar Jabatan Instansi

1 Drs Suherman, M.Kes Kabid. Pendidikan dan Pelatihan

BPPSDM Pusdiklatnakes Kementerian Kesehatan, Jakarta

2 Dr.drg.H.Supriyana,M.Pd Pudir I Bidang Akademik Poltekkes Kemenkes Semarang, Jawa Tengah

3 Drg Farida, M.Kes,Sp.KG Dosen Pembimbing Klinik Yansuh Kesgilut/Kabag. Pengabdian Masyarakat

Jurusan Kesehatan Gigi, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

4 Prof.drg Niken Widiyanti Sriyono,MDSc.

Dosen Luar Biasa Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat, FKG, UGM, Yogyakarta

Page 148: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

146

Lampiran 6. Bukti fisik konsultasi pakar tentang instrumen evaluasi model penjaminan mutu PDCA pada pembelajaran klinik keperawatan gigi

BUKTI FISIK

1. Nama : Drs Suherman, M.Kes

2. NIP : 196508121986031004

3. Pangkat/Gol. : Pembina/IVa

4. Jabatan : Kabid. Pendidikan dan Pelatihan

5. Instansi : Pusdiklatnakes, BPPSDM Kemenkes RI

6. Alamat instansi : Jl Hang Jebat III Blok F3 Kebayoran Baru, Jakarta

Hari/tanggal : Senin, 16 Mei 2011

Kegiatan : Konsultasi instrumen evaluasi mutu pembelajaran klinik pendidikan diploma III Kesehatan Gigi

Saran: 1. Draft instrumen sudah baik dan layak untuk

diujicobakan. 2. Setelah ujicoba disarankan membuat laporan

untuk pusdiknakes.

Jakarta, 16 Mei 2011 Mengetahui,

Drs Suherman, M.Kes NIP.196508121986031004

Page 149: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

147

BUKTI FISIK

1. Nama : Dr. drg. Supriyana, MPd.

2. NIP : 196606141993021001

3. Pangkat/Gol. : Pembina/IVA

4. Jabatan : Pembantu Direktur I Bidang Akademik

5. Instansi : Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang

6. Alamat instansi : Jl. Tirto Agung, Pedalangan, Banyumanik, Semarang

Hari/tanggal : Rabu, 18 Mei 2011

Kegiatan : Konsultasi instrumen evaluasi mutu pembelajaran klinik pendidikan diploma III Kesehatan Gigi

Saran: a. Alternatif jawaban item pertanyaan pada

kuisioner evaluasi mutu pembelajaran klinik sebaiknya ada 5 (lima) pilihan untuk lebih memudahkan dalam uji validitas dan reliabilitas instrumen.

b. Selain mahasiswa, pihak yang terkait dengan pembelajaran klinik agar dilibatkan dalam kegiatan penelitian ini (kajur, kaprodi, dan pengelola klinik).

Semarang, 18 Mei 2011 Mengetahui,

(Dr. drg. Supriyana, MPd.) NIP.196606141993021001

Page 150: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

148

BUKTI FISIK

1. Nama : Drg Farida, M.Kes, SpKG

2. NIP : 195508011981032001

3. Pangkat/Gol. : Pembina/IVA

4. Jabatan : Dosen Pembimbing Klinik Yansuh Kesgilut/Ka Bag. Pengabdian Masyarakat

5. Instansi : Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta

6. Alamat instansi : Jl Kyai Mojo 56 Pingit, Yogyakarta

Hari/tanggal : Senin, 23 Mei 2011

Kegiatan : Konsultasi instrumen evaluasi mutu pembelajaran klinik pendidikan diploma III Kesehatan Gigi

Saran:

a. Pada tahap perencanaan ditambah tentang perlunya dilakukan simulasi/demonstrasi sebelum pembelajaran klinik pada pasien sesungguhnya.

b. Pada tahap pelaksanaan ditambahkan tentang adanya buku catatan kegiatan mahasiswa selama pembelajaran klinik.

Yogyakarta, 23 Mei 2011 Mengetahui,

(drg Farida, M.Kes., Sp.KG) NIP. 195508011981032001

Page 151: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

149

BUKTI FISIK

1. Nama : Prof.drg. Niken Widyanti Sriyono, MDSc.

2. Jabatan : Dosen Luar Biasa

3. Instansi : Fakultas Kedokteran Gigi, UGM

4. Alamat instansi : Jl. Denta, Sekip Utara, Bulaksumur, Yogyakarta

Hari/tanggal : Selasa, 24 Mei 2011

Kegiatan : Konsultasi instrumen evaluasi mutu pendidikan diploma III Kesehatan Gigi

Rincian kegiatan : 1. Masukan pada item pernyataan pada kuisioner evaluasi mutu pada: variabel perencanaan item no. 4,19,20,21; variabel pelaksanaan item no.6,7,8,23,24,27; variabel evaluasi item no.31,32 serta variabel umpan balik item no.16,17,35.

2. Kuisioner masih terlalu umum, sebaiknya disesuaikan dengan tujuan pembelajaran klinik.

3. Saran: setelah draft instrumen direvisi, dilanjutkan dengan FGD dengan pembimbing klinik di Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Kemenkes, kemudian dilakukan ujicoba instrumen.

Yogyakarta, 24 Mei 2011 Mengetahui,

(Prof.drg. Niken Widyanti Sriyono, MDSc.)

Page 152: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

150

Lampiran 7. Data pendapat pakar mengenai instrumen instrumen evaluasi model penjaminan mutu PDCA pada pembelajaran klinik keperawatan gigi

item    PAKAR 

    A  B  C  D PERENCANAAN  1  1  1  1  1 

  2  1  1  1  1   3  1  1  1  1   4  1  1  1  0   5  1  1  1  1   6  1  1  1  1   7  1  1  1  0   8  1  1  1  1 

PELAKSANAAN  9  1  1  1  1   10  1  1  1  1   11  1  1  1  1   12  1  1  1  1   13  0  0  1  0   14  1  1  1  1   15  1  1  1  1   16  1  1  1  1   17  0  0  1  0   18  1  1  1  1   19  0  1  1  1   20  0  0  0  0   21  0  1  0  0   22  1  1  1  1   23  1  1  1  1   24  1  1  1  1   25  0  0  0  0   26  1  1  1  1   27  1  1  1  1 

EVALUASI  28  1  1  1  1   29  1  1  1  1   30  1  1  1  1   31  1  1  1  1   32  1  1  1  1   33  0  0  0  0   34  1  1  1  1   35  0  0  0  0   36  1  1  1  1   37  1  1  1  1 

TINDAKAN  38  1  1  1  1   39  1  1  1  1   40  1  1  1  1   41  1  1  1  1   42  1  1  1  1   43  0  0  0  0   44  0  0  0  0   45  1  1  1  1 

Keterangan: 1 = setuju 0 = tidak setuju

Page 153: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

151

Lampiran 8. Hasil perhitungan measuring agreement (Cohen’s kappa) statistik Crosstabs

Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Pakar_A * Pakar_B 45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

Pakar_A * Pakar_B Crosstabulation Pakar_B Tidak Sesuai Sesuai Total

Count 7 2 9Tidak Sesuai Expected Count 1.4 7.6 9.0Count 0 36 36Sesuai Expected Count 5.6 30.4 36.0Count 7 38 45

Pakar_A

Total Expected Count 7.0 38.0 45.0

Symmetric Measures

Value Asymp.

Std. Errora Approx. Tb Approx.

Sig. Kappa .848 .104 5.758 .001Measure of

Agreement N of Valid Cases 45

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Page 154: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

152

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Pakar_A * Pakar_C 45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

Pakar_A * Pakar_C Crosstabulation Pakar_C Tidak Sesuai Sesuai Total

Count 6 3 9Tidak Sesuai Expected Count 1.2 7.8 9.0Count 0 36 36Sesuai Expected Count 4.8 31.2 36.0Count 6 39 45

Pakar_A

Total Expected Count 6.0 39.0 45.0

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. Tb Approx.

Sig. Kappa .762 .129 5.262 .001Measure of

Agreement N of Valid Cases 45 a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Page 155: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

153

Crosstabs

Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Pakar_A * Pakar_D 45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

Pakar_A * Pakar_D Crosstabulation Pakar_D Tidak Sesuai Sesuai Total

Count 8 1 9Tidak Sesuai Expected Count 2.0 7.0 9.0Count 2 34 36Sesuai Expected Count 8.0 28.0 36.0Count 10 35 45

Pakar_A

Total Expected Count 10.0 35.0 45.0

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx.

Tb Approx. Sig.

Kappa .800 .111 5.379 .001Measure of Agreement N of Valid Cases 45 a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Page 156: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

154

Crosstabs

Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Pakar_B * Pakar_C 45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

Pakar_B * Pakar_C Crosstabulation Pakar_C Tidak Sesuai Sesuai Total

Count 5 2 7Tidak Sesuai Expected Count .9 6.1 7.0Count 1 37 38Sesuai Expected Count 5.1 32.9 38.0Count 6 39 45

Pakar_B

Total Expected Count 6.0 39.0 45.0

Symmetric Measures

Value Asymp.

Std. ErroraApprox.

Tb Approx.

Sig. Kappa .731 .147 4.920 .001Measure of

Agreement N of Valid Cases 45

a. Not assuming the nul hypothesis b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Page 157: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

155

Crosstabs

Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Pakar_B * Pakar_D 45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

Pakar_B * Pakar_D Crosstabulation Pakar_D Tidak Sesuai Sesuai Total

Count 7 0 7Tidak Sesuai Expected Count 1.6 5.4 7.0Count 3 35 38Sesuai Expected Count 8.4 29.6 38.0Count 10 35 45

Pakar_B

Total Expected Count 10.0 35.0 45.0

Symmetric Measures

Value Asymp.

Std. ErroraApprox.

Tb Approx.

Sig. Kappa .784 .118 5.386 .001Measure of

Agreement N of Valid Cases 45

a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Page 158: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

156

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Pakar_C * Pakar_D 45 100.0% 0 .0% 45 100.0%

Pakar_C * Pakar_D Crosstabulation Pakar_D Tidak Sesuai Sesuai Total

Count 6 0 6Tidak Sesuai Expected Count 1.3 4.7 6.0Count 4 35 39Sesuai Expected Count 8.7 30.3 39.0Count 10 35 45

Pakar_C

Total Expected Count 10.0 35.0 45.0

Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx.

Tb Approx.

Sig. Kappa .700 .137 4.922 .001Measure of

Agreement N of Valid Cases 45 a. Not assuming the null hypothesis. b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Page 159: INTISARI - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63431/potongan/S3-2013... · Era globalisasi dan perdagangan bebas yang dimulai tahun 2003 melalui Asean Free

157

Frequency Table

Diference_1 (Pakar A & B)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

-1 2 4.4 4.4 4.4 0 43 95.6 95.6 100.0

Valid

Total 45 100.0 100.0

Diference_2 (Pakar A & C)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent -1 3 6.7 6.7 6.7 0 42 93.3 93.3 100.0

Valid

Total 45 100.0 100.0

Diference_3 (Pakar A & D)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent -1 1 2.2 2.2 2.2 0 42 93.3 93.3 95.6 1 2 4.4 4.4 100.0

Valid

Total 45 100.0 100.0

Diference_4 (Pakar B & C)

Frequency Percent Valid PercentCumulative

Percent -1 2 4.4 4.4 4.4 0 42 93.3 93.3 97.8 1 1 2.2 2.2 100.0

Valid

Total 45 100.0 100.0