Intertekstual Calon Arang

73
TINJAUAN DAN ANALISIS INTERTEKSTUAL CERITA CALON ARANG KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER DAN CERITA RAKYAT BALI CALON ARANG KARYA YULIADI SOEKARDI & U. SYAHBUDIN MAKALAH diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Kajian Prosa Fiksi (IN408) dari dosen pembimbing Halimah, M.Pd. disusun oleh: Adhia Azkapradhani NIM 0807268 Eka Malinda R NIM 0807266 Muhamad Akbar NIM 0808461 Siti Hamidah NIM 0807259 Wuri Pangastuti N NIM 0807232 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2009

description

Intertekstual Cerita Calon arang

Transcript of Intertekstual Calon Arang

Page 1: Intertekstual Calon Arang

TINJAUAN DAN ANALISIS INTERTEKSTUAL

CERITA CALON ARANG KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

DAN CERITA RAKYAT BALI CALON ARANG

KARYA YULIADI SOEKARDI & U. SYAHBUDIN

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Kajian Prosa Fiksi (IN408)

dari dosen pembimbing Halimah, M.Pd.

disusun oleh:

Adhia Azkapradhani NIM 0807268

Eka Malinda R NIM 0807266

Muhamad Akbar NIM 0808461

Siti Hamidah NIM 0807259

Wuri Pangastuti N NIM 0807232

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2009

Page 2: Intertekstual Calon Arang

KATA PENGANTAR

Makalah yang diberi judul “Tinjauan Dan Analisis Intertekstual Cerita

Calon Arang Karya Pramoedya Ananta Toer Dan Cerita Rakyat Bali Calon

Arang Karya Yuliadi Soekardi & U. Syahbudin” ini kami susun, sebagai sebuah

bentuk konkret dari subbagian kegiatan perkuliahan pada matakuliah Kajian Prosa

Fiksi (IN408) dosen pengampu Halimah, M.Pd.

Dalam kesempatan ini kami menyampaikan Puji dan Syukur kehadirat

Allah Swt, yang senantiasa memberkati, merahmati, dan mengizinkan kami

menyusun hingga menyelesaikan makalah ini, semoga ini menjadi amal serta

pengampunan menuju rida-Nya. Serta terima kasih yang tidak terhingga kepada

seluruh pihak yang telah membantu dan terlibat dalam pembuatan, penyusunan

hingga penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Secara hormat kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua kami yang selalu mendukung moril maupun materil, orang tua

kami yang tidak pernah lelah medoakan kami, memberi dukungan moril

dan materil untuk kami, para putra dan putrinya yang masih bergantung

kepada dukungan orang tua kami tercinta;

2. Dosen pembimbing matakuliah kajian prosa fiksi yang menjadi alasan

utama pembuatan makalah kajian ini dan telah memberi bantuan dalam

penyusunan makalah ini;

3. Serta tidak lupa kepada seluruh rekan-rekan yang terlibat baik secara

langsung dan tidak langsung dalam proses penyusunanan makalah ini.

Akhir kata kami ucapakan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

pembaca umumnya dan bagi kami penyusun pada khususnya. Segala kritik dan

saran akan kami terima dan kami harapkan agar dapat menjadi sumber motivasi

untuk perbaikan dalam diri kami. Semua itu diharapkan mampu meminimalisir

segala kekurangan kami di kemudian hari. Semoga segala amal baik kita menjadi

amal soleh dan mendapat pahala rida dari Allah Subhanahu Wata’ala. Amien.

Bandung, Desember 2009

Penyusun,

Page 3: Intertekstual Calon Arang

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

A. Pendahuluan .................................................................................................... 1

1. Latar Belakang ............................................................................................. 2

2. Kajian Pustaka ........................................................................................... 3

2.1 Intertekstual Karya Sastra ................................................................ 3

2.2 Tujuan Intertekstual Karya Sastra .................................................... 6

3. Metode Pengkajian ..................................................................................... 7

4. Tinjauan terhadap Cerita Calon Arang (Sinopsis Cerita) ............................ 8

B. Analisis Aspek Sintaksis Cerita Calon Arang Karya Pramoedya ............. 11

1. Analisis Alur Cerita Calon Arang karya Pramoedya ................................. 11

1.1 Analisis Fungsi Utama ................................................................... 11

1.2 Deskripsi Fungsi ............................................................................ 15

2. Analisis Pengaluran Cerita Calon Arang karya Pramoedya ..................... 18

2.1 Pengaluran Cerita Calon Arang karya Pramoedya ........................ 18

2.2 Deskripsi Sekuen ........................................................................... 23

C. Analisis Aspek Semantis Cerita Calon Arang Karya Pramoedya ........... 27

1. Analisis Tokoh Cerita Calon Arang karya Pramoedya ................................ 27

1.1 Jenis-jenis Tokoh ........................................................................... 27

1.2 Deskripsi Tokoh ............................................................................. 30

2. Analisis Latar Cerita Calon Arang karya Pramoedya .................................. 35

D. Analisis Aspek Verbal Cerita Calon Arang Karya Pramoedya .............. 41

1. Gaya Penceritaan ......................................................................................... 41

2. Waktu dan Kala ......................................................................................... 43

3. Sudut Pandang ............................................................................................ 44

E. Analisis Intertekstual Cerita Calon Arang Karya Pramoedya Dan Calon

Arang “Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali ......................................... 45

1. Interteks Alur Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan Calon Arang

“Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali .............................................. 45

Page 4: Intertekstual Calon Arang

2. Interteks Tokoh dan Penokohan Cerita Calon Arang karya Pramoedya

dan Calon Arang “Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali ................. 53

3. Interteks Latar Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan Calon Arang

“Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali ............................................. 65

4. Interteks Tema Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan Calon Arang

“Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali ............................................. 67

F. Simpulan ......................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA

Page 5: Intertekstual Calon Arang

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Eksitensi sebuah karya sastra erat kaitannya dengan sejarah antara karya

sastra yang lahir sesudah atau sebelumnya. Hubungan sejarah ini baik berupa

persamaan atau perbedaan. Dengan hal demikian ini, sebaiknya membicarakan

karya sastra itu dalam hubungannya dengan karya sezaman, sebelum atau

sesudahnya. (Pradopo, 2003:167). Sehingga sebuah karya sastra terlahir

dengan keberadaan karya-karya yang lain yang ikut mempengaruhi kehadiran

karya baru. Mengenai hubungan kesejarahan ini diperkuat pula oleh pendapat

Riffaterre (dalam Pradopo, 2003: 167) bahwa sajak baru bermakna penuh

dalam hubungannya dengan sajak lain.

Karya sastra yang ditulis lebih kemudian, biasanya, mendasarkan diri

pada karya-karya lain yang telah ada sebelumnya, baik secara langsung

maupun tidak langsung, baik dengan cara meneruskan maupun menyimpangi

(menolak, memutarbalikkan esensi) konvensi. Riffaterre (lewat Teeuw, 1983 :

64-5) mengatakan bahwa karya sastra selalu merupakan tantangan, tantangan

yang terkandung dalam perkembangan sastra sebelumnya, yang secara

konkret mungkin berupa sebuah atau sejumlah karya. Hal ini menunjukan

keterikatan suatu karya dari karya-karya lain yang melatarbelakanginya.

(Nurgiyantoro.1995:51).

Menurut Sitanggang (2003:81) kelahiran suatu karya sastra tidak dapat

dipisahkan dari keberadaan karya-karya sastra yang mendahuluinya, yang

pernah diserap oleh sastrawan. Pengarang pada dasarnya tidak hanya sebagai

produktor, namun pengarang terlebih dahulu juga sebagai reseptor. Karya

sastra terlahir dari hasil resepsi pembaca yang memberikan tanggapan, reaksi

dan respon terhadap karya-karya yang telah ada. Sehingga dalam proses

produksi terdapat proses resepsi terhadap karya sastra dimana ”pembaca”

memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya sehingga dapat

memberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya. Tanggapan itu mungkin

bersifat pasif, yaitu bagaimana seorang pembaca dapat memahami karya itu,

Page 6: Intertekstual Calon Arang

atau dapat melihat hakikat estetika yang ada di dalamnya. Atau mungkin juga

bersifat aktif, yaitu bagaimana ia ”merealisasikan”nya. Karena itu resepsi sastra

mempunyai lapangan yang luas, dengan berbagai kemungkinan penggunaan

(Junus, 1985:1).

Dari proses resepsi sastra ada anggapan bahwa suatu arti atau makna

tertentu dalam karya sastra yang muncul pada suatu masa dan lokasi tertentu.

Ini disebabkan oleh adanya suatu latar belakang pemikiran tertentu pada masa

itu yang menjadi pedoman bagi orang yang memahaminya. Dengan begitu,

suatu karya akan punya nilai lampau dan makna kini (past significance dan

present meaning). Karya sastra kapan pun ditulis tidak mungkin lahir dari

situasi kekosongan budaya (Teeuw, 1983:63). Jadi, pengarang tidak berangkat

dari kekosongan. Melalui karya terdahulu, ia menggulumi konvesi sastranya,

konvensi estetiknya, gagasan yang tertuang dalam karya itu, kemudian

mentransformasikannya ke dalam suatu karangan, karyanya sendiri

(Sitanggang, 2003:81).

Pada dasarnya pembacalah yang menentukan ada atau tidaknya kaitan

antara teks yang satu dengan teks yang lain itu, unsur-unsur hipogram itu,

berdasarkan persepsi, pemahaman, pengetahuan dan pengalamannya membaca

teks-teks lain sebelumnya, Penunjukan adanya unsur hipogram pada suatu

karya dari karya-karya lain pada hakikatnya merupakan penerimaan atau

reaksi pembaca. (Nurgiyantoro,1995 :54).

Kajian resepsi sastra yang dilakukan dalam mengkaji prosa fiksi di

sini adalah bagaimana suatu teks direspons/diresepsi oleh seorang

pengarang pada teks lainnya. Ini dikenal dengan teori intertekstual. Teori

Intertekstual memandang bahwa sebuah teks yang ditulis lebih kemudian

mendasarkan diri pada teks-teks lain yang telah ditulis orang sebelumnya.

Tidak ada sebuah teks pun yang sungguh-sungguh mandiri, dalam arti

penciptaannya dengan konsekuensi pembacanya juga, dilakukan tanpa

Page 7: Intertekstual Calon Arang

sama sekali berhubungan teks lain yang dijadikan semacam contoh,

teladan, kerangka, atau acuan (Teeuw, 2003: 145).

Cerita calon arang karya Pramdoedya Ananta Toer merupakan hasil

tranformasi dari Cerita Rakyat Bali Calon Arang yang mengangkat tema

kejahatan akan segera dimusnakan oleh cahaya kebaikan. Dalam

pengkajian ini akan diangkat unsur-unsur intertekstualitas yang mengalami

proses tranformasi dalam dua karya tersebut. Pengkajian ini dilakukan

dengan mengacu pada tataran penelitian diakronis, yang mencoba melakukan

penelitian terhadap karya-karya lama yang dihubungkan dengan karya baru.

2. Kajian Pustaka

2.1 Intertekstual Karya Sastra

Secara luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu

teks dengan teks yang lain. Lebih dari itu, teks itu sendiri secara

etimologis (textus, bahasa latin) berarti tenunan, anyaman, penggabungan,

susunan, dan jalinan. Produksi makna terjadi dalam interteks yaitu melalui

proses proposisi, permutasi, dan transformasi. Penelitian dilakukan dengan

cara mencari hubungan-hubungan bermakna diantara dua teks atau lebih.

Teks-teks yang dikerangkakan sebagai interteks tidak terbatas sebagai

persamaan genre, interteks memberikan kemungkinan yang seluas-luasnya

bagi peneliti untuk menemukan hypogram. Interteks dapat dilakukan

antara novel dengan novel, novel dengan puisi, novel dengan mitos.

Hubungan yang dimaksudkan tidak semata-mata sebagai persamaan,

melainkan juga sebaliknya pertentangan, baik sebagai parodi maupun

negasi. (Ratna, 2004 : 173)

Teks-teks yang dikerangkakan sebagai interteks akan mengalami

gejala-gejala tranformasi secara umum. Dimana tranformasi sebagai wujud

resepsi pembaca terhadap suatu karya sastra, seorang sastrawan yang

meresepsi sebuah karya sastra dengan respon aktif yang meralisasikan

dengan memproduksi karya sastra dalam wujud lain.

Page 8: Intertekstual Calon Arang

Halimah dalam tulisannya Tinjauan Intertekstual dalam Cerita

Maling Kundang menjelaskan setiap teks itu mengambil hal-hal menarik

yang kemudian diolah kembali dalam karyanya, atau ditulis setelah

melihat, meresapi, menyerap hal yang menarik, baik sadar maupun tidak

sadar. Setelah menanggapi teks lain dan menyerap konvensi sastra, konsep

estetik, atau pikiran-pikirannya, kemudian mentransformasikannya ke

dalam karya sendiri dengan gagasan dan konsep estetik sendiri sehingga

terjadi perpaduan yang baru. Konvensi dan gagasan yang diserap itu dapat

dikenali apabila kita membandingkan teks yang menjadi hipogramnya

dengan teks baru, yakni teks transformasi.

Tranformasi adalah perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, dsb)

(KUBI, 2002). Wujud transformasi: terjemahan, salinan, alih huruf,

sahajaan, parafrase, dan adaptasi/saduran (Sudjiman, 1993). Transformasi

dilakukan dengan melihat hubungan intertekstual dalam teks yang kita

kaji, Hubungan intertekstual antara teks dengan hipogram/teks dasarnya

dapat berupa Ekpansi, Konversi, Modifikasi, dan Ekserp (Sardjono dalam

Pudentia, 1992).

Hubungan intertekstual antara teks dengan hipogram/teks dasarnya

mengalami gejala-gejala tranformasi yang berupa Ekpansi, Konversi,

Modifikasi, dan Ekserp yakni :

1. Ekspansi, menurut Rifaterre (Pudentia, 1992:72-73), ekspansi

mengubah unsur-unsur pokok matrik kalimat menjadi bentuk yang

lebih kompleks. Dalam kebanyakan kasus, ekspansi lebih lebih dari

sekedar repetisi, tetapi juga mencakup perubahan gramatikal, misalnya

perubahan jenis kata (Riffaterre, 1978:\48—63). Secara sederhana

ekspansi dapat diartikan sebagai perluasan atau pengembangan

(Pradotokusumo, 1986:62).

2. Konversi, menurut Riffaterre (Pudentia, 1992) konversi mengubah

unsur-unsur kalimat matrik dengan memodifikasikannya dengan

Page 9: Intertekstual Calon Arang

sejumlah faktor yang sama (Riffaterre, 1978:63-64). Konversi tampak

nyata dalam tataran morfologi dan fonologi. Menurut Pradotokusumo

(1986:63). Konversi adalah pemutarbalikan hipogram atau matriksnya.

3. Modifikasi atau pengubahan biasanya merupakan manipulasi pada

tataran linguistic, yaitu manipulasi kata atau urutan kata dalam

kalimat; pada tataran kesastraan, yaitu manipulasi tokoh (protagonist)

atau alur. (Pudentia, 1992:72)

4. Ekserp diartikan semacam intisari suatu unsur atau episode dari

hipogram (Pudentia, 1992:73).

Kajian intertekstual dimaksudkan sebagai kajian terhadap sejumlah

teks, yang diduga mempunyai bentuk-bentuk hubungan tertentu, misalnya

untuk menemukan adanya hubungan unsur-unsur instrinsik seperti ide,

gagasan, peristiwa, plot, penokohan, (gaya) bahasa, dan lain-lain, di antara

teks-teks yang dikaji. Secara lebih khusus dapat dikatakan bahwa kajian

interteks berusaha menemukan aspek-aspek tertentu yang telah ada pada

karya-karya sebelumnya pada karya yang muncul lebih kemudian. Tujuan

kajian interteks itu sendiri adalah untuk memberikan makna secara lebih

penuh terhadap karya tersebut. Penulisan dan atau pemunculan sebuah

karya sering ada kaitannya dengan unsur kesejarahannya sehingga

pemberian makna itu akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan unsur

kesejarahan itu (Teeuw, 1983 : 63-5).

Mengenai keberadaan suatu hypogram dalam interteks, selanjutnya

Riffaterre (dalam Ratna, 2005:222) mendifinisikan hipogram sebagai

struktur prateks, generator teks puitika lebih lanjut, Hutomo (dalam

Sudikan, 2001:118) merumuskan hipogram sebagai unsur cerita (baik

berupa ide, kalimat, ungkapan, peristiwa dan lain-lain) yang terdapat

dalam suatu teks sastra pendahulu yang kemudian teks sastra yang

dipengaruhinya.

Page 10: Intertekstual Calon Arang

Menurut teori interteks, pembacaan yang berhasil justru apabila

didasarkan atas pemahaman terhadap karya-karya terdahulu. Dalam

interteks, sesuai dengan hakikat teori-teori pasca strukturalis, pembaca

bukan lagi merupakan konsumen, melainkan produsen, teks tidak dapat

ditentukan secara pasti sebab merupakan struktur dari struktur, setiap teks

menunjuk kembali secara berbeda-beda kepada lautan karya yang telah

ditulis dan tanpa batas, sebagai teks jamak.

Dalam resepsi sastra ada anggapan bahwa ada suatu arti/makna

tertentu dalam karya sastra yang muncul pada suatu masa dan lokasi

tertentu. Ini disebabkan oleh adanya suatu latar belakang pemikiran

tertentu pada masa itu yang menjadi pedoman bagi orang yang

memahaminya. Dengan begitu, suatu karya akan punya nilai lampau dan

makna kini (past significance dan present meaning). Adanya fenomena ini

memungkinkan kita untuk menciptakan suatu suasana penerimaan tertentu

berdasarkan ideologi tertentu, suatu penerimaan model (Junus , 1985: 122-

123).

2.2 Tujuan Intertekstual Karya Sastra

Tujuan kajian intertekstual itu sendiri adalah untuk memberikan

makna secara lebih penuh terhadap karya tersebut. Penulisan sebuah karya

sering ada kaitannya dengan unsur kesejarahannya sehingga pemberian

makna akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan unsur kesejarahan

tersebut (Nurgiyantoro, 1998:15).

Frow (dalam Endraswara, 2003:131), mengemukakan interteks

berdasarkan pada asumsi kritis. Asumsi tersebut yakni:

1. Konsep interteks menuntut peneliti untuk memahami teks tidak hanya

sebagai isi, melainkan aspek perbedaan sejarah teks;

2. Teks tidak hanya struktur yang ada, tetapi satu sama lain juga saling

memburu, sehingga terjadi perulangan atau transformasi teks;

Page 11: Intertekstual Calon Arang

3. Ketidakhadiran struktur teks dalam rentang teks yang lain namun hadir

juga dalam teks tertentu yang ditentukan oleh proses waktu;

4. Bentuk kehadiran struktur teks merupakan rentangan dari yang

eksplisit sampai implisit;

5. Hubungan teks satu dengan teks yang lain boleh dalam rentang waktu

lama, hubungan tersebut dapat secara abstrak dan juga sering terdapat

penghilangan-penghilangan bagian tertentu;

6. Pengaruh mediasi dalam interteks sering berpengaruh terhadap

penghilangan gaya maupun norma-norma sastra;

7. Dalam melakukan identifikasi interteks diperlukan proses interpretasi,

dan;

8. Analisis interteks berbeda dengan melakukan kritik, melainkan lebih

terfokus pada pengaruh.

Kehadiran suatu teks lain dalam suatu teks yang dibaca akan

memberikan suatu warna tertentu kepada teks itu. Ada beberapa

pertanyaan yang dapat muncul: a. apakah fungsi teks “asing” itu dalam

teks itu yang menyebabkan teks itu dimasukkan/ Yang pasti ia dapat

menolong kita untuk memahami teks itu, sehingga ia mesti dianggap

punya hubungan struktural dengan unsur-unsur lain dalam teks itu; b.

bagaimana seorang penulis memperlakukan teks itu? Mengekalkan

sebagaimana adanya, mengubahnya pada tempat-tempat tertentu, atau

merombak/menentangnya. Pemilihan salah satu dari ketiga cara itu

tentunya melibatkan suatu ideologi, suatu proses signifikasi, yang

menentukan bagaimana ia menginterpretasikannya, dan bagaimana ia

menggunaknnya untuk kepentingan teks yang ditulisnya (Junus, 1985: 87-

89).

3. Metode Pengkajian

Pengkajian ini menggunakan pendekatan intertekstual dengan langkah-

langkah pengkajian Cerita Calon Arang ini mengikuti proses pendekatan

intertekstual, yaitu dengan cara membandingkan, menjajarkan, dan

Page 12: Intertekstual Calon Arang

mengkontraskan sebuah teks sastra yang dianggap sebagai hipogram atau

teks dasar dengan teks hasil tranformasi. Sehingga menghasilkan analisis

perbedaan dan persamaan serta kutipan-kutipan yang menandakan

mengapa perbedaan dan persamaan struktur tersebut ada.

Berikut adalah tabel tentang aspek intertekstual yang dianalisis

berdasarkan teks sumber, sudut pandang, analisis, dan hasil analisis

intertekstual dalam teks “Cerita Calon Arang” karya Pramoedya Anata

Toer, dan Calon Arang Cerita Rakyat Bali “Penyebaran Bencana” karya

Yuliadi Soekardi dan U. Syahbudin.

Tabel 1.1 Kajian Analisis Intertestual

4. Tinjauan terhadap Cerita Calon Arang (Sinopsis Cerita)

Setting cerita adalah Jawa timur sekitar tahun 1100. Ada sebuah kerajaan

bernama Kediri (dulu Daha) yang diperintah oleh Prabu Erlangga. Di bawah

pemerintahan Erlangga rakyat hidup makmur sejahtera sampai ke desa-desa.

Tidak ada kejahatan terjadi karena tiap orang hidup makmur, cukup makan

No Aspek yang

dianalisis Sudut pandang analisis Hasil analisis

1. Alur Intertekstual

Gambaran perbandingan

struktur

“Cerita Calon Arang” karya

Pramoedya Anata Toer, dan

Calon Arang Cerita Rakyat

Bali “Penyebaran Bencana”

karya Yuliadi Soekardi dan U.

Syahbudin

Persamaan dan perbedaan

struktur cerpen

“Cerita Calon Arang” karya

Pramoedya Anata Toer, dan

Calon Arang Cerita Rakyat Bali

“Penyebaran Bencana” karya

Yuliadi Soekardi dan U.

Syahbudin.

2. Pengaluran

3. Tokoh

4. Penokohan

5. Tema

Page 13: Intertekstual Calon Arang

dan cukup pakaian. Akan tetapi keadaan sentosa segera berubah dan

keamanan terancam. Penyakit menular tak bisa disembuhkan.

Di desa Girah ada seorang janda bernama Calon Arang. Dia memiliki

seorang anak perempuan cantik bernama Ratna Manggali yang berumur lebih

25 tahun. Calon Arang adalah seorang dukun yang terkenal sakti tapi jahat

sehingga dia ditakuti oleh masyarakat. Ia senang menganiaya sesama manusia,

membunuh, merampas, dan menyakiti sesama. Anak semata wayangnya

sangat disayangi dan tidak jahat sepertinya namun karena ibunya jahat

membuat orang disekelilingnya tidak berani berteman dengannya.

Usia Ratna Manggali yang sudah cukup untuk menikah tapi karena tidak

ada yang berani mendekatinya maka tidak ada laki-laki yang melamarnya. Itu

membuat orang sekitar membicarakannya. Karena itu sampai usia patut kawin

Ratna Manggali belum dilamar orang. Akibatnya Calon Arang menjadi marah

kepada masyarakat dan bertekad membalas dendam. Suatu hari dia memuja

Batari Durga untuk meminta agar dia bisa menyebarkan penyakit kepada

masyarakat untuk membunuh sebanyak-banyaknya orang. Batari Durga setuju

asal jangan sampai mengenai ibu kota. Tenung disebarkan menjadi wabah

penyakit yang menelan banyak korban. Kematian terjadi di mana mana.

Keganasan Calon Arang semakin meluas akibatnya rakyat makin takut dan

sengsara. Akhirnya berita buruk itu sampai kepada raja. Beliau lalu

memutuskan mengirim pasukan untuk menumpas Calon Arang di Girah.

Calon Arang sedang tidur, Prajurit Erlangga merasa dapat menangkap Calon

Arang, ia lalu memegang Calon Arang. Calon Arang menyemburkan api dari

mulutnya sehingga prajurit Erlangga hangus. Pasukan Erlangga kabur. Ketika

pemimpin pasukan raja hendak menangkap Calon Arang di rumahnya, Calon

Arang berbalik membunuh pemimpin pasukan. Melihat hal tersebut para awak

pasukan yang lain langsung lari meninggalkan Dusun Girah. Serangan Raja

Erlangga membuat Calon Arang semakin marah dan meneluh warga di dalam

ibu kota. Teluh semakin membuat warga resah.

Page 14: Intertekstual Calon Arang

Raja lantas memanggil para penasehatnya. Pendeta penasehat mengatakan

bahwa hanya ada satu orang yang mampu mengatasi masalah ini yaitu Empu

Baradah yang tinggal di desa Lemah Tulis. Dia adalah seorang pendeta

berilmu tinggi dan penolong. Dia menyanggupi perintah raja untuk

memadamkan wabah dan menaklukkan Calon Arang.

Setelah mengetahui alasan Calon Arang meneluh Warga, Empu Baradah

menyarankan agar Ratna Manggali dikawinkan dengan muridnya yang

bernama Empu Bahula. Empu Bahula lantas melamar Ratna Manggali.

Mendengar lamaran Empu Bahula, Calon Arang sangat girang dan langsung

menerima lamaran Empu Bahula. Pesta pernikahan Ratna Manggali dan Empu

Baradah dibuat Calon Arang sangat meriah dan mewah. Semua warga

diundangnya dan dihidangan makanan yang sangat banyak dan mahal. Karena

kejahatannya tamu pun tak banyak yang datang. Setelah menikah Empu

Bahula mulai menyelidiki kelemahan Calon Arang. Ratna Manggali

mengungkapkan bahwa ibunya punya sebuah kitab rahasia sumber

kesaktiannya.

Ketika Calon Arang lengah kitab itu diambil lalu diserahkan kepada Empu

Baradah. Sebenarnya kalau Calon Arang melaksanakan ilmunya dengan benar

dia akan sangat berjasa kepada masyarakat dengan ilmunya. Setelah

mempelajarinya Empu Baradah menemukan penawar teluh. Pergilah Empu

Baradah ke Dusun Girah untuh menyembuhkan warga yang terkena teluh dan

orang mati yang belum busuk. Orang mati itu disentuh dan diperciki air oleh

Empu Baradah.

Akhirnya Empu Baradah bertemu dengan Calon Arang. Bentrokan terjadi

dan Calon Arang mati. Murid Calon Arang minta disucikan sifat jahatnya

pada Empu Baradah. Sebelum dibunuh oleh Empu Baradah, Calon Arang

minta disucikan oleh Empu Baradah tetapi Empu Baradah menolaknya dan

langsung membunuhnya. Maka Calon Arang dihidupkan lagi dan disucikan

lagi lalu dibunuh lagi. Setelah menyelesaikan tugasnya Empu Baradah

Page 15: Intertekstual Calon Arang

kembali lagi ke Lemah Tulis. Sedangkan di Istana, Baginda Raja membagi 2

wilayahnya. Yaitu yang sebelah dinamai Kediri yang dipimipin oleh putra

sulungnya, yang sebelah lagi dinamai Jenggala yang dipimpin oleh putra

bungsunya.

B. Analisis Aspek Sintaksis Cerita Calon Arang karya Pramoedya

1. Analisis Alur Cerita Calon Arang karya Pramoedya.

1.1 Analisis Fungsi

F1: Kerajaan Daha yang damai di Zaman Erlangga.

F2: Calon Arang seorang janda yang sangat jahat. Mempunyai anak

bernama Ratna Manggali.

F3: Tidak ada pria yang mau melamar Ratna Manggali karena takut

kepada ibunya yang jahat.

F4: Warga mulai membicarakan Ratna Manggali yang tak kunjung

memiliki suami.

F5: Calon Arang sakit hati dan memohon kepada Dewi Durga agar

diizinkan untuk meneluh warga di pinggiran kota.

F6: Empu Baradah seorang yang sakti memiliki istri yang baik hati dan

seorang anak yang bernama Wedawati.

F7: Istri Empu Baradah jatuh sakit dan akhirnya meninggal.

F8: Wedawati merasa kehilangan dan memohon untuk meninggal juga

namun tidak dikabulkan.

F9: Empu Baradah menikah lagi dan mempunyai seorang anak laki-

laki dari istri barunya.

F10: Wedawati adalah seorang anak yang cerdas, baik hati, suka

menolong, dan ramah pada semua orang.

F11: Ibu tiri Wedawati tidak suka kepada Wedawati.

F12: Ibu tiri Wedawati memarahi Wedawati.

F13: Wedawati pergi dari asrama Lemah Tulis menuju pemakaman

ibunya.

Page 16: Intertekstual Calon Arang

F14: Empu Baradah membujuk Wedawati untuk pulang, akhirnya

Wedawati pun menuruti permintaan ayahnya.

F15: Raja mengetahui kejahatan Calon Arang.

F16: Raja memerintahkan prajurit untuk membunuh Calon Arang.

F17: Para prajurit datang ke rumah Calon Arang lalu mencoba

membunuhnya, tetapi gagal para prajurit terbunuh dan terbakar.

F18: Mengetahui kegagalan para prajurit, raja kecewa kemudian ia

memerintahkan para pendeta untuk berdoa kepada dewa agar diberi

petujuk.

F19: Calon Arang semakin ganas, ia mulai meneluh warga ibu kota.

F20: Dewa memberi petunjuk bahwa hanya Empu Baradah lah yang

mampu mengalahkan Calon Arang.

F21: Para prajurit mendatangi Empu Baradah dan meminta kesediaanya

untuk mengalahkan Calon Arang.

F22: Empu Baradah pun bersedia dan memerintahkan Empu Bahula

untuk menikahi Ratna Manggali dengan biaya ditanggung raja.

F23: Empu Bahula menikahi Ratna Manggali dan Calon Arang pun

merasa sangat bahagia.

F24: Ibu tiri Wedawati kembali memarahi Wedawati dan mengusirnya

dari asrama.

F25: Empu Baradah membujuk Wedawati untuk pulang, namun gagal.

F26: Empu Baradah meminta bantuan warga membuatkan rumah di

dekat makam untuk Wedawati tinggal.

F27: Empu Bahula merasa curiga karena setiap sore Calon Arang pergi

membawa kitab dan pulang ketika malam telah larut.

F28: Ratna Manggali menceritakan semua rahasia Calon Arang kepada

Empu Bahula.

F29: Ratna Manggali memberikan kitab tersebut kepada Empu Bahula.

F30: Empu Bahula pergi menuju Lemah Tulis.

F31: Setelah membaca isi kitab tersebut Empu Baradah pergi ke Dusun

Girah.

Page 17: Intertekstual Calon Arang

F32: Empu baradah menemui Calon Arang.

F33: Calon Arang memohon pada Empu Baradah agar mau menyucikan

dirinya namun Empu Baradah menolak.

F34: Terjadi perhelatan antara Calon Arang dan Empu Baradah. Calon

Arang pun kalah dan meninggal.

F35: Empu Baradah menghidupkan kembali Calon Arang untuk

menyucikan Calon Arang.

F36: Calon Arang kemudian hidup lagi.

F37: Setelah Calon Arang disucikan Empu Baradah membunuh kembali

Calon Arang.

F38: Empu Baradah kembali di Dusun Girah.

F39: Empu Baradah menyuruh Empu Bahula menghadap baginda untuk

mengabarkan kematian Calon Arang.

F40: Baginda sangat senang mendengar berita kematian Calon Arang.

F41: Baginda Erlangga berangkat ke Dusun Girah.

F42: Sri Baginda memohon agar Sang Maha Pendeta sudi mengajarinya

ilmu budi pekerti.

F43: Setelah tamat pelajaran Sri Baginda kembali ke Daha.

F44: Dengan ilmunya Sri Paduka memperbaiki keadaan rakyat.

F45: Sawah dan ladang diolah lagi panen yang bagus tidak

berkeputusan, demikian Kerajaan Daha setelah Calon Arang mati.

F46: Sri Baginda ingin meninggalkan kerajaan dan menjadi pendeta.

F47: Sri Baginda bingung membagi kerajaan kepada kedua anaknya.

F48: Sri Baginda mengangkat anak sulungnya untuk menggantikan

posisinya sebagai raja sedangkan anak kedua diangkat menjadi

Raja Bali.

F49: Sri Baginda meminta nasihat kepada Sang Maha Pendeta Baradah.

F50: Kanduruhan pergi ke Lemah Tulis.

F51: Sang Pendeta akan menemui Empu Kuturan.

F52: Kanduruhan kembali ke Daha.

F53: Sebelum ke Bali, Empu Baradah pergi ke pertapaan Wedawati.

Page 18: Intertekstual Calon Arang

F54: Empu Baradah meminta Wedawati untuk menunggu dirinya

pulang sebelum berpergian kembali.

F55: Sesampainya Empu Baradah di Bali, Empu Kuturan sedang

bersemedi dengan sangat khusyu dan lama.

F56: Empu Baradah yang telah lama menunggu merasa kesal hingga

membuat banjir agar Empu Kuturan terganggu.

F57: Empu Kuturan tidak merasa terganggu dan terus bersemedi.

F58: Selesai bersemedi Empu Kuturan menemui tamunya.

F59: Empu Kuturan marah mendengar maksud Empu Baradah karena

cucunya telah menjadi raja di Bali.

F60: Empu Baradah pun marah kepada Empu Kuturan dan

meninggalkannya tanpa pamit.

F61: Empu Baradah tidak dapat pergi karena daun nangka terus

tenggelam.

F62: Empu Baradah kembali ke tempat Empu Kuturan dan meminta izin

untuk pulang.

F63: Empu Baradah kembali ke Jawa.

F64: Empu Baradah menceritakan pengalamannya kepada Sri Baginda.

F65: Empu Baradah menyarankan untuk membagi dua kerajaan.

F66: Sri Baginda meninggalkan istana dan menjadi pertapa.

F67: Empu Baradah kembali ke pertapaan.

F68: Terjadi peperangan antar kedua kerajaan.

F69: Empu Baradah membagi kerajaan dengan batas-batas yang jelas.

F70: Untuk jasanya Empu Baradah diberi harta yang banyak oleh Sri

Baginda.

F71: Empu Baradah memberikan semua hartanya kepada anak

lelakinya.

F72: Empu Baradah menemui Wedawati dan mengajaknya pergi jauh.

Page 19: Intertekstual Calon Arang

1.2 Deskripsi Fungsi

Cerita diawali saat Kerajaan Daha yang dipimpin oleh Raja Erlangga

masih tentram dan damai (F1).

Di Dusun Girah yang merupakan bagian dari Negara Daha, hiduplah

seorang janda yang bernama Calon Arang dengan putri cantiknya bernama

Ratna Manggali (F2). Calon Arang adalah orang yang jahat, oleh karena

itu tidak ada yang mau mendekati Ratna Manggali (F3). Lama kelamaan

warga mulai membicarakan Ratna Manggali yang kunjung tidak memiliki

suami (F4). Mengetahui hal tersebut, Calon Arang marah dan memohon

pada Dewi Durga agar dapat meneluh penduduk di pinggiran ibukota (F5).

Di Dusun Lemah Tulis yang masih bagian dari Negara Daha,

hiduplah seorang petapa sakti bernama Empu Baradah yang memiliki

seorang anak bernama Wedawati dan seorang istri yang baik hati (F6).

Istri Empu Baradah jatuh sakit dan tidak dapat disembuhkan hingga ajal

menjemput (F7), Wedawati merasa sangat kehilangan dan memohon untuk

meninggal juga bersama ibunya namun tidak dikabulkan (F8). Empu

Baradah menikah lagi dan memiliki seorang anak laki-laki (F9). Wedawati

adalah seorang anak yang cerdas, baik hati dan suka menolong seperti

ayahnya, ia disukai warga desa (F10). Karena Wedawati sangat disayangi

ayahnya, ibu tiri Wedawati tidak menyukai Wedawati (F11) sehingga ia

seringkali memarahi Wedawati tanpa sebab yang jelas (F12). Tidak tahan

dengan hal itu, dengan berat hati ia meninggalkan asrama Lemah Tulis dan

pergi ke pemakaman ibunya sambil menangis (F13). Mengetahui putri

kesayangannya tidak ada di rumah Empu Baradah mencarinya, hingga

sampailah ia di makam ibu kandung Wedawati, ia lalu membujuk

Wedawati untuk pulang dan berhasil (F14).

Raja Erlangga mengetahui kejahatan Calon Arang (F15). Lalu Raja

memerintahkan prajurit untuk membunuh Calon Arang (F16). Para prajurit

pun langsung pergi ke rumah Calon Arang, namun naas sekali nasib para

Page 20: Intertekstual Calon Arang

prajurit tersebut, bukannya membunuh Calon Arang tapi mereka yang

dibunuh oleh Calon Arang (F17). Mengetahui hal tersebut, raja merasa

kecewa, lalu ia memerintahkan para pendeta untuk berdoa kepada Dewa

Agung agar diberi petunjuk (F18). Calon Arang semakin ganas, ia mulai

meneluh warga ibukota (F19).

Dewa memberi petunjuk bahawa Empu Baradah lah yang dapat

menaklukan Calon Arang (F20). Para prajurit mendatangi Empu Baradah

dan meminta kesediaanya untuk mengalahkan Calon Arang (F21) setelah

mendengar kisahnya Empu Baradah pun bersedia dan memerintahkan

Empu Bahula untuk menikahi Ratna Manggali dengan biaya ditanggung

raja (F22). Empu Bahula menikahi Ratna Manggali dan Calon Arang pun

merasa sangat bahagia (F23).

Ibu tiri Wedawati kembali memarahi Wedawati dan mengusirnya

dari asrama (F24). Empu Baradah kembali mencari Wedawati dan

akhirnya menemukannya kembali di makam ibu kandungnya, namun kali

ini Wedawati tetap tidak ingin pulang walaupun dibujuk ayahnya (F25).

Karena Wedawati tetap tidak ingin pulang maka Empu Baradah pun

meminta bantuan warga membuatkan rumah di dekat makam untuk

Wedawati tinggal, rumah itupun dirawatnya dengan baik (F26).

Empu Bahula merasa curiga karena setiap sore Calon Arang pergi

membawa kitab dan pulang ketika malam telah larut (F27). Ratna

Manggali menceritakan semua rahasia Calon Arang kepada Empu Bahula

dan mengatakan bahwa kitab yang dibawa oleh Calon Arang itu sangat

bertuah (F28). Ratna Manggali memberikan kitab tersebut kepada Empu

Bahula (F29) cepat-cepat Empu Bahula pergi menuju Lemah Tulis untuk

memberikan kitab tersebut kepada Empu Baradah (F30). Setelah membaca

isi kitab tersebut Empu Baradah pergi ke Dusun Girah dan mengobati

penduduk yang sakit serta menghidupkan kembali mayat yang baru saja

meninggal dengan tuah mantra (F31). Setelah itu Empu Baradah menemui

Page 21: Intertekstual Calon Arang

Calon Arang di pekuburan tempatnya memuja (F32). Calon Arang

memohon kepada Empu Baradah untuk menyucikan dirinya namun Empu

Baradah menolak (F33), Calon Arang yang sakit hati mencoba

menaklukan Empu Baradah maka terjadilah pertempuran yang cukup

sengit diantara keduanya namun Calon Arang kalah sakti hingga akhirnya

ia pun mati dan tergolek di tanah (F34). Empu Baradah menghidupkan

kembali Calon Arang dan menyucikannya (F35) lalu Calon Arang pun

hidup kembali (F36). Setelah menyucikan Calon Arang, Empu Baradah

lalu membunuhnya kembali (F37).

Setelah selesai melaksanakan tugasnya, Empu Baradah menuju Dusun

Girah (F38) ia bertemu Empu Bahula dan menceritakan kekalahan Calon

Arang, Empu Baradah meminta Empu Bahula menghadap Baginda dan

mengabarkan kematian Calon Arang (F39). Baginda sangat senang

mendengar kabar tersebut (F40) lalu Baginda pergi ke Dusun Girah

menemui Sang Maha Pendeta (F41) ia memohon agar Sang Maha Pendeta

sudi mengajarinya ilmu budi pekerti (F42). Setelah tamat pelajaran, Sri

Baginda kembali ke Daha (F43) dengan ilmu yang telah ia dapat, ia

memperbaiki keadaan rakyat (F44). Sawah dan ladang pun kini diolah

kembali, panen yang bagus tidak berkeputusan (F45). Setelah kerajaannya

makmur kembali, Baginda ingin meninggalkan istana dan menjadi petapa

(F46). Namun Sri Baginda bingung bagaimana membagi kerajaan kepada

kedua anaknya (F47). Setelah melalui pemikiran yang sangat panjang, Sri

Baginda memutuskan untuk memberikan kerajaan kepada anak sulungnya

sedangkan anak bungsunya menjadi raja di Bali (F48).

Sebelum melaksanakan rencananya, Sri Baginda meminta nasihat

kepada Sang Maha Pendeta terlebih dahulu (F49) maka pergilah

Kanduruhan ke Lemah Tulis (F50). Empu Baradah akan ke Bali untuk

menemui Empu Kuturan (F51) maka kembalilah Kanduruhan ke Daha

(F52). Sebelum pergi ke Bali, Empu Baradah menemui Wedawati (F53)

dan berpesan untuk menunggunya kembali dari Bali sebelum bepergian

Page 22: Intertekstual Calon Arang

jauh (F54). Sesampainya di Bali, Empu Kuturan sedang bersemedi dengan

sangat khusyu (F55). Karena terlalu lama menunggu, Empu Baradah pun

merasa kesal dan mulai mengeluarkan kesaktiannya untuk mengganggu

Empu Kuturan (F56) namun Empu Kuturan tidak merasa terganggu dan

terus bersemedi (F57). Setelah selesai bersemedi, barulah Empu Kuturan

menemui tamunya (F58).

Mendengar maksud kedatangan Empu Baradah, marahlah Empu

Kuturan karena cucunya telah menjadi raja di Bali (F59). Empu Baradah

yang merasa tersinggung langsung pergi tanpa pamitan (F60) namun daun

nangka yang ia gunakan terus tenggelam (F61). Menyadari

ketidaksopanannya, Empu Baradah kembali ke tempat Empu Kuturan

untuk berpamitan (F62). Empu Baradah kembali ke Jawa (F63), ia

menceritakan pengalamannya kepada Sri Baginda (F64) lalu ia

menyarankan agar kerajaan dibagi menjadi dua saja (F65), Sri Baginda

pun menyetujuinya lalu Sri Baginda meninggalkan kerajaan dan menjadi

petapa (F66) begitu pula dengan Empu Baradah yang kembali ke

pertapaanya (F67). Lalu terjadilah peperangan antara kedua kerajaan

tersebut (F68), Empu Baradahlah yang kemudian menengahi perang

tersebut dan membagi kedua kerajaan dengan batas-batas yang jelas (F69).

Atas jasanya tersebut, Empu Baradah dihadiahi banyak sekali harta benda

berharga (F70) yang kemudian ia berikan semuanya kepada anak lelakinya

(F71). Setelah itu Empu Baradah pergi menemui Wedawati dan

mengajaknya pergi jauh (F72).

2. Analisis Pengaluran Cerita Calon Arang karya Pramoedya

2.1 Pengaluran Cerita Calon Arang karya Pramoedya

Bab 1 : Pengaluran Linier

Kerajaan Daha di Zaman Erlangga

“Negara Daha termasyhur aman. Tak ada kejahatan terjadi,

karena setiap orang hidup makmur, cukup makan dan cukup pakaian.

Page 23: Intertekstual Calon Arang

Karena makmurnya itu makanan penduduk teratur, dan karena itu pula

tak ada penyakit berjangkit”. (Pramoedya, 2003:8)

“Yang memerintah negara itu ialah seorang raja. Erlangga

namanya. Baginda terkenal bijaksana dan berbudi. Pendeta-pendeta yang

membuka pertapaan dan asrama sampai jauh di gunung-gunung

mendapat perlindungsn belaka”. (Pramoedya, 2003:8)

Bab 2: Pengaluran Linier

Calon Arang

“Calon Arang seorang perempuan setengah tua. Ia mempunyai

anak perawan yang berumur lebih dari 25 tahun. Ratna Manggali

namanya. Bukan main cantik gadis itu. Sekalipun demikian tak

seorangpun pemuda datang meminang, karena takut kepada ibunya,

Calon Arang. ia senang menganiaya sesama manusia, membunuh,

merampas, dan menyakiti. Calon Arang berkuasa. Ia tukang teluh dan

punya banyak ilmu ajaib untuk membunuh orang”. (Pramoedya, 2003:11).

Bab 3: Pengaluran Linier Dan Flashback

Empu Baradah

“Menurut cerita orang tua-tua: pada waktu itu ada seorang

pertapa. Ia bergelar Empu. Empu artinya guru. Ia bernama baradah.

Orang-orang menyebutnya Empu Baradah. Empu Baradah orang yang

saleh dan taat benar pada agamanya. Ia selalu bertaqwa pada dewanya.

Sudah lama ia berasrama di Lemah Tulis, dan di sana pula ia tinggal”.

(Pramoedya, 2003:15)

Bab 4: Pengaluran Linier& Pengaluran Flashback

Calon arang Mulai Mengganas

Penduduk desa tahu belaka, bila Calon Arang dan murid-

muridnya pulang dengan girangnya dari Candi Durga pasti ada orang

Page 24: Intertekstual Calon Arang

yang akan menemui ajalnya. Kegirangan Calon Arang dan murid-

muridnya berarti ketakutan buat orang banyak”. (Pramoedya, 2003:23)

Bab 5: Pengaluran Linier Dan Flashback

Calon Arang Mengusir Pasukan Raja

“Tukang sihir itupun bangunlah dari tidurnya. Melihat ketiga

prajurit itu meluaplah amarahnya. Matanya merah. Sebentar kemudian

menyemburkan api dari matanya itu. Juga hidung, kuping, dan mulutnya

merah padam mengeluarkan api yang menjilat-jilat. Terbakarlah ketiga

prajurit itu. Terbakar sampai hangus dan mati di situ juga”.(linier)

(Pramoedya, 2003:32)

“Sunyi-senyaplah ruangan bangsal itu. Dan prajurit itu

meneruskan ceritanya: “Kepala pasukan menjambak rambut Calon

Arang. Dua orang prajurit mengamangkan pedang terhunus di atas tubuh

janda itu. Ampun paduka Baginda...patik lihat tangan ketiga prajurit itu

jadi kejang-kaku tak dapat bergerak. Patik lihat sendiri tanpa ketakutan

mereka itu. Patik bersama pasukan datang di waktu tengah malam.

Pasukan kami mendapati Calon Arang di rumahnya. Sedang ia tidur

waktu itu. Waktu bangun, keluar api besar yang menjilat-jilat ke sana-ke

mari. Kepala pasukan beserta dua orang prajurit yang hendak

menangkapnya terbakar hangus sama sekali. Karena itu patik bersama

sisa pasukan segera mundur dan kembali ke kota. Hemat patik si janda

Calon Arang tak dapat dilawan dengan senjata.”(flashback) (Pramoedya,

2003:34)

Bab 6: Pengaluran Linier

Gerombolan Tukang Sihir yang Semakin Nekat

“Para prajurit yang mati itu dilemparkan oleh murid-murid Calon

Arang ke kali. Bukan main amarah tukang sihir itu. Dendam mengamuk

dalam hatinya. Mukanya dan matanya merah. Bibirnya merengut. Ia tak

dapat diam. Berjam-jam lamanya ia mondar-mandir di serambi rumah

karena kemarahannya.” (Pramoedya, 2003:37)

Page 25: Intertekstual Calon Arang

Bab 7: Pengaluran Linier

Wedawati Kembali

“Wedawati telah pulang. Lama ia tak keluar-keluar dari asrama.

Jarang benar ia mengunjungi rumah kawan-kawannnya. Tidak seperti

dahulu. Tetapi kalau kawan-kawannya datang ia tak menolak mereka.

Ditemuinya mereka itu dengan senang hati.” (Pramoedya, 2003:50)

Bab 8: Pengaluran Linier

Raja Membutuhkan Bantuan Sang Pertapa

“Segera Sri Baginda Raja memerintahkan Kanduruan. Banyak ia

menasihati Kanduruan agar bersikap hormat pada Empu Baradah dan

menghadap benar-benar agar pendeta yang mulia itu segera sudi turun

tangan menghancurkan seluruh penyakit.” (Pramoedya, 2003:56)

“Berita tentang kesanggupan Empu Baradah disambut dengan

sorak kegirangan di mana-mana. Di alun-alun Daha, utusan itu disambut

dengan seruan gagap gempita. Para prajurit membunyikan sangkakala

dan segala tabuh-tabuhan.” (Pramoedya, 2003:58)

Bab 9: Pengaluran Linier Dan Flashback

Wedawati Jadi Gadis Pertapa

“Saban hari Sang Pendeta datang membawa Weda-Weda dan

mengajarkan pada anaknya berbagai ilmu yang patut diketahui oleh tiap

orang. Dan bila berhadapan dengan ayahnya, tak perbah gadis itu

bertanya tentang ibu, tentang asrama.” (Pramoedya, 2003:67)

Page 26: Intertekstual Calon Arang

“Dalam waktu sebentar saja telah tersiar ke seluruh dusun itu

kebagusan taman pekuburan. Kabar itu pun tersiar keluar dusun lainnya.

Dengan demikian. Tambah lama makin banyak orang datang melihat.

Tetapi tak ada yang berani masuk. Menunjuklah orang bila melihat

Wedawati. Mereka anggap gadis itu telah jadi pertapa pula”.

(Pramoedya, 2003:68)

Bab 10: Pengaluran Linier

Rahasia Calon Arang Terbongkar

““Kitab ibu sangat bertuah. Kitab itu berisi segala macam ilmu.

Karena itu tak pernah ketinggalan. Barang ke mana ia pergi dibawanya

serta. Tuanku, ini rahasia. Ini berul-betul rahasia. Bukankah Tuanku

takkan bercerita pada orang lain?” “Tentu saja tidak, Manggali!”, Empu

bahula berjanji.” (Pramoedya, 2003:73)

“Setelah mengetahui rahasia kitab suci itu, Empu Baradah pergi

ke tempat-tempat yang diamuk oleh penyakit. Tiga orang di antara murid-

muridnya yang terkemuka mengiringkan.” (Pramoedya, 2003:75)

Bab 11: Pengaluran Linier

Daha Terlepas Sihir Calon Arang

“Sekarang Calon Arang tergolek di tanah. Tak bergerak-gerak ia.

Wesirsa dan Mahisa Wadana memandangi bekas gurunya dengan sangat

kagum dan kaget. Kedua orang tadinya mengira, bahwa Calon Aranglah

satu-satunya orang yang paling manjur sihir dan tuahnya. Rupa-rupanya

ia dengan gampang saja dilawan oleh Empu Baradah.” (Pramoedya,

2003:83-84)

Bab 12: Pengaluran Linier

Kisah Terakhir Kerajaan Daha dan Empu Baradah

Page 27: Intertekstual Calon Arang

”Tuanku, baiklah kerajaan ini diparoh dua. Yang sebelah dinamai

Kediri dan diperintah oleh putra sulung. Yang sebelah lagi dinamai

Jenggala dan diperintah oleh putra bungsu.” (Pramoedya, 2003:91)

“Sesampai di asramanya sendiri, segala kekayaan itu diserahkan

kepada anak yang lelaki. Setelah menyerahkan semua harta bendanya,

pergilah ia ke tempat Wedawati bertapa. Diajaknya anaknya yang

dicintainya itu pergi jauh, jauh sekali.” (Pramoedya, 2003:92)

2.2 Deskripsi Sekuen

Baginda Erlangga selalu memperhatikan dan memeriksa seluruh

negara, mulai dari pelosok hingga seluruh daerah (linier), namun keadaan

sentosa berubah menjadi terancam karena tersiar kabar ada musuh akan

datang, dan musuh itu adalah penyakit (linier). Hal itu disebabkan karena

Calon Arang marah, Ratna Manggali, putri Calon Arang tak ada yang

berani datang meminangnya karena takut terhadap Calon Arang (linier).

Jika Ratna Manggali berjalan-jalan, biasanya orang-orang menundukkan

kepala bila melihatnya (linier). Marahlah Calon Arang karena tak ada yang

mau melamar anaknya, ia hendak membunuh orang sebanyak-banyaknya

(linier). Lalu, Calon Arang pergi ke tempat pemujaan Dewi Durga (linier).

Di lain tempat diceritakan Wedawati adalah anak Empu Baradah, ia cantik

dan baik terhadap semua orang seperti ayahnya (linier). Semua tingkah

laku Wedawati menjadi percakapan dan dibuat contoh oleh gadis-gadis di

seluruh Lemah Tulis (flashback). Namun pada suatu hari ibu Wedawati

jatuh sakit, lama-kelamaan sakitnya menjadi parah (linier). Beberapa hari

kemudian ibu Wedawati meninggal dunia, Wedawati menangis ditinggal

mati oleh ibunya (linier). Segera mayat ibu Wedawati disucikan, dan

dibawa ke kuburan untuk ditanam (linier). Empu baradah menikah lagi

setelah beberapa waktu istrinya meninggal (linier).

Empu Baradah pergi ke pertapaan Wisamuka untuk mengajar

murud-muridnya (linier). Di Lemah Tulis Wedawati sibuk bekerja, ia

Page 28: Intertekstual Calon Arang

gadis yang suka bekerja (linier). Ibu tiri Wedawati memarahi Wedawati

dengan semau-maunya (linier). Akhirnya, Wedawati pergi meninggalkan

asrama dan pergi menuju kuburan ibunya (linier). Wedawati pergi ke

kuburan mendiang ibunya. Saat matahari condong ke barat, Wedawati

tetap tak mau bangkit dari kuburan ibunya (linier).

Calon Arang merasa berbahagia bila telah menyakiti dan

menewaskan orang-orang yang dibencinya (flashback). Tiap-tiap waktu

murid Calon Arang dipaksa berkeramas dengan darah manusia (flashback

& linier). Dahulu tanah lapang dusun Girah adalah tempat bermain-main

anak-anak kecil, tetapi sekarang sunyi saja tanah lapang dusun itu

(flashback). Malam itu, Calon arang beserta murid-muridnya keluar dari

rumah untuk pergi ke tempat pemujaan Dewi durga (linier). Sampai di

perempatan jalan mereka menanamkan teluh di tengah-tengah perempatan

(linier). Penduduk negara Daha kian lama kian sedikit, banyak prajurit dari

luar ibukota meninggal (linier). Penyakit panas dingin yang diteluhkan

Calon Arang sudah tidak bisa dicegah lagi (linier). Berita tentang

meluasnya teluh Calon Arang telah dilaporkan Pada Sri Baginda Erlangga

(linier).

Pada suatu hari dipanggillah semua menteri menghadap raja (linier).

Alun-alun dipenuhi oleh penduduk yang ingin mendengar putusan baginda

(linier). Berita tentang putusan Sri Baginda itu dalam waktu sebentar saja

telah tersiar ke mana-mana (linier). Pasukan balatentara raja yang berkuda

itu melaju menuju ke desa Girah (linier). Pada suatu malam sampailah

mereka di desa Girah, gelap dan orang-orang masih tertidur (linier).

Kepala pasukan bersama dua orang pembantunya masuk ke dalam rumah

janda tukang sihir itu, didapatinya Calon Arang sedang tidur nyenyak

(linier). Calon Arang pun bangun dari tidurnya, melihat prajurit tersebut

Calon Arang marah (linier). Dalam perjalanan pulang Pasukan Balatentara

Raja dielu-elukan oleh penduduk, namun setelah mendengar kegagalan

mereka lenyaplah harapan penduduk (linier).

Page 29: Intertekstual Calon Arang

Prajurit itu menceritakan bahwa kepala pasukan menjambak rambut

Calon Arang, dua orang prajurit mengamangkan pedang terhunus di atas

tubuh janda itu, namun tangan prajurit itu jadi kaku kejang-kejang tak

dapat bergerak (flashback). Seluruh negeri berkabung mendengar berita

kekalahan pasukan balatentara raja yang terkenal gagah berani itu (linier).

Setelah sidang dibubarkan, raja segera masuk ke sanggar pemujaan, dan

seorang diri berjalan-jalan di sana (linier).

Di asrama tempat Wedawati tinggal, ia selalu dimaki-maki oleh ibu

tirinya. Ibu tiri Wedawati mengusir Wedawati. Melihat Wedawati pergi,

hati ibu tirinya girang bukan main (linier). Lalu, Empu Baradah pergi

mencari Wedawati (linier). Wedawati duduk terpengkur di samping

kuburan mendiang ibunya (linier). Empu Baradah mengajak Wedawati

pulang ke Lemah Tulis, dan Wedawati tidak menolak (linier). Wedawati

sudah pulang ke asrama, ia jarang sekali mengunjungi rumah kawan-

kawannya (linier). Wedawati tinggal di asrama mempelajari berpuluh-

puluh kitab (linier).

Penyakit semakin meluas, ratusan orang mati tiap hari (linier). Bukan

Main marahnya sang Baginda melihat kesengsaraan rakyatnya (linier).

Dari sana sini orang mendengar murid-murid Calon Arang mengembara

ke seluruh negeri (linier). Penyakit tambah menghebat, tak berkurang

sedikitpun (linier). Pada suatu hari sang Baginda mengadakan sidang lagi

(linier). Setelah sidang selesai, para pendeta yang hadir berbarengan

menuju candi (linier). Di candi, para pendeta bersemedi memohon

petunjuk (linier). Datanglah Dewa Guru melalui Asap pedupaan (linier).

Dewa Guru mengatakan bahwa ada seorang yang mampu melawan teluh

Calon Arang, yaitu Empu Baradah (linier). Baginda segera memerintahkan

Kanduruan menemui Empu Baradah (linier).

Ibu tiri Wedawati memarahi Wedawati lagi, dan akhirnya Wedawati

diusir dari asrama kembali (linier). Diam-diam Wedawati duduk di

Page 30: Intertekstual Calon Arang

samping kuburan mendiang ibunya, tapi ia tak menangis. Ia memuja ibu

dan para dewanya (linier). Empu Baradah kembali ke Lemah Tulis, dan

mencari-cari Wedawati (linier). Empu Baradah sampai di kuburan

mendiang istrinya, dan memang benar Wedawati ada di sana (linier).

Wedawati dibujuk untuk pulang, namun Wedawati menolak (linier). Empu

Baradah membuatkan rumah untuk Wedawati di dekat kuburan mendiang

istrinya (linier). Sekarang Wedawati tinggal di pekarangan pekuburan

(linier). Setiap hari Empu Baradah datang membawa Weda-Weda dan

mengajarkan kepada Wedawati (linier & flashback). Dalam waktu

sebentar saja pekuburan itu menjadi taman yang indah, dan namanya

tersiar keluar dusun lainnya (linier).

Empu Bahula melamar Ratna Manggali, Sang Baginda Raja sangat

senang mendengar berita yang dilaporkan Kanduruan padanya (linier).

Setelah Sang Baginda ,menghadiahkan barang-barang berharga dan uang

untuk emas kawin serta upacara pernikahan, berangkatlah Empu Baradah

ke Dusun Girah (linier). Bukan main senang hati Calon Arang karena kini

anaknya tak akan dipergunjingkan orang-orang lagi (linier). Perhelatan

perkawinan itu dibuat besar-besaran oleh Calon Arang (linier). Berhari-

hari pesta diadakan, di mana-mana orang datang (linier).

Calon Arang pergi ke luar untuk memuja dewi Durga (linier).

Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Empu Bahula. Ratna Manggali

mengambil Kitab suci ibunya secara diam-diam untuk diperlihatkan

kepada Empu Bahula (linier). Empu Bahula pergi menemui Empu Baradah

dengan membawa Kitab Suci Calon Arang (linier). Setelah mengetahui

rahasia kitab Calon Arang, Empu Baradah pergi ke tempat-tempat yang

diamuk oleh penyakit (linier). Di sebuah pekuburan lainnya sang pendeta

menemui dua orang lelaki, yaitu Mahisa Wadana dan Weksirsa (linier).

Mereka ingin bertobat, dan memohon ampun tujuh turunan pada Empu

Baradah (linier).

Page 31: Intertekstual Calon Arang

Pada suatu hari Calon Arang pergi memuja Dewi Durga, dan Dewi

Durga memberinya peringatan untuk berhati-hati (linier). Sekarang Calon

Arang merasa ketakutan (linier). Calon Arang bertemu dengan Empu

Baradah dan tiba-tiba Calon Arang memohon ampun kepadanya (linier).

Terjadi pertarungan antara Calon Arang dengan Empu Baradah (linier).

Sekarang Calon Arang tergolek di tanah, ia mati (linier). Empu baradah

menghidupkan Calon Arang untuk disucikan trelebih dahulu, kemudian

mematikannya lagi (linier).

Keesokan harinya Sri Baginda Erlangga berangkatlah ke Dusun Girah,

ribuan Balatentara turut juga (linier). Sri Baginda memohon kepada Empu

Baradah untuk sudi mengajarinya ilmu budi pekerti (linier). Sawah dan

ladang diolah lagi, panen yang bagus tidak berkeputusan (linier). Setelah

sekian lama memerintah, Sri Baginda berhasrat untuk meninggalkan

Kerajaan (linier). Empu Baradah pergi menemui Empu Kuturan, namun

Empu Kuturan sedang bersemedi (linier). Segala pengalaman di Bali

diceritakan Empu Baradah kepada Baginda Raja (linier). Di asrama, segala

kekayaan Empu Baradah diberikannya kepada anak lelakinya (linier).

Empu Baradah pergi meninggalkan asrama bersama Wedawati (linier).

C. Analisis Aspek Semantis Cerita Calon Arang karya Pramoedya

1. Analisis Tokoh Cerita Calon Arang karya Pramoedya

1.1 Jenis-jenis Tokoh

a. Tokoh Protagonis Cerita Calon Arang karya Pramoedya:

No Nama Tokoh Protagonis

Cerita Calon Arang karya Pramoedya

1. Empu Baradah

2. Empu Bahula

3. Raja Erlangga

4. Wedawati

5. Ibu Kandung Wedawati

Page 32: Intertekstual Calon Arang

6. Ratna Manggali

Tabel 1.2 Tokoh Protagonis

b. Tokoh Antagonis Cerita Calon Arang karya Pramoedya:

No Nama Tokoh Antagonis

Cerita Calon Arang karya Pramoedya

1. Calon Arang

2. Gandi

3. Lendi

4. Larung

5. Weksirsa

6. Mahisa Wadana

7. Ibu Tiri Wedawati

Tabel 1.3 Tokoh Antagonis

c. Tokoh Berkembang Cerita Calon Arang karya Pramoedya:

No Nama Tokoh Berkembang

Cerita Calon Arang “Pramoedya

1. Calon Arang

2. Larung

3. Lendi

4. Mahisa Wadana

5. Weksirsa

6. Ibu Tiri Wedawati

Tabel 1.4 Tokoh Berkembang

d. Tokoh Statis Cerita Calon Arang “Pramoedya:

No Nama Tokoh Statis

Cerita Calon Arang “Pramoedya

1. Wedawati

Page 33: Intertekstual Calon Arang

2. Empu Baradah

3. Empu Bahula

4. Raja Airlangga

5. Ibu Kandung Wedawati

6. Ratna Manggali

Tabel 1.5 Tokoh Statis

e. Tokoh Tambahan Cerita Calon Arang “Pramoedya:

No Nama Tokoh Tambahan

Cerita Calon Arang “Pramoedya

1. Wedawati

2. Ibu Kandung Wedawati

3. Ibu Tiri Wedawati

4. Adik Tiri Wedawati

5. Ratna Manggali

6. Dewi Durga

7. Mahisa Wadana

8. Weksirsa

9. Lendesi

10. Larung

11. Guyung

12. Gandi

Tabel 1.6 Tokoh Tambahan

f. Tokoh Utama Cerita Calon Arang “Pramoedya:

No Nama Tokoh Utama

Cerita Calon Arang “Pramoedya

1. Empu Baradah

Page 34: Intertekstual Calon Arang

2. Calon Arang

3. Raja Airlangga

Tabel 1.7 Tokoh Utama

1.2 Deskripsi Tokoh

a. Fisik Biologis

1. Calon Arang: Perempuan setengah tua berumur sekitar 40

tahun, memiliki rupa yang tidak terlalu cantik tapi tidak jelek

juga. Memiliki rambut yang lengket dan tebal karena sering

dikeramas menggunakan darah manusia.

“Calon arang seorang perempuan setengah tua. Ia mempunyai

anak perawan berumur lebih 25 tahun. Ratna Manggali

namanya.“ (Pramoedya, 2009:11)

“Aku kira si Calon Arang itu perempuan tua yang buruk

rupanya,” bisik kepala pasukan kepada pembantunya. “Rupa-

rupanya tidaklah demikian, ”Pembantunya berbisik

menyambungi. “Tidak buruk sekalipun tidak bagus.”

(Pramoedya, 2009:32)

2. Empu Baradah: jika berjalan sangat cepat dan selalu

mengenakan jubah, terompah dan selendang penutup leher.

“Segera istrinya menyediakan jubah Sang Empu. Selain jubah

juga terompah dan selendang penutup leher” (Pramoedya,

2009:59)

3. Wedawati: cantik dan masih remaja

Page 35: Intertekstual Calon Arang

“Empu Baradah punya istri dan seorang putri yang cantik.

Sedang remaja putrinya, gadis itu Wedawati namanya.”

(Pramoedya, 2009:16)

4. Raja Erlangga: Tidak dideskripsikan

5. Empu Bahula: Tidak dideskripsikan

6. Ratna Manggali: berumur sekitar 25 tahun, memiliki rupa yang

sangat cantik.

“Ratna Manggali namanya. Bukan main cantik gadis itu.”

(Pramoedya, 2009:11)

7. Dewi Durga: Memiliki rupa yang sangat cantik dan sempurna.

“…Melalui asap pedupaan itulah Dewi Durga datang. Kian

lama kian nyata rupanya. Ia adalah dewi yang luar biasa

cantik dan bagusnya. Tak sedikit pun cacat pada tubuhnya.”

(Pramoedya, 2009:13)

b. Hubungan dengan tokoh lain:

1. Calon Arang: ibu dari Ratna Manggali, ia sangat sayang kepada

anak satu-satunya itu, namun ia tidak segan-segan membunuh

orang lain yang jahat pada dia dan anaknya. Itulah yang

menyebabkan dia dibenci oleh kebanyakan orang.

“Ratna Manggali adalah anak tunggal. Karena itu sangat

disayangi ibunya. Walaupun sang ibu seorang perempuan

jahat, kepada anaknya sayang juga ia.” (Pramoedya, 2009:12)

“Nama Calon Arang disebut oleh tiap orang. Ia dikutuki oleh

semua orang.” (Pramoedya, 2009:28)

Page 36: Intertekstual Calon Arang

2. Empu Baradah: bapak dari Wedawati, ia sangat sayang pada

anaknya. Dia juga memiliki hubungan baik dengan orang-orang

yang ada disekitarnya karena keramahan, kesopanan dan

kebaikan yang ia miliki. Dia juga sangat peduli pada apa yang

terjadi di lingkungan sekitarnya, ia bersedia untuk menolong

jika ia mampu sehingga penduduk Dusun Lemah Tulis

menganggap ia sederajat denngan dewa-dewa.

“Karena Sang Empu sangat taat pada agamanya, penduduk

dusun sujud pula padanya. Lagipula ia selalu ramah, senang

menolong orang sengsara dan tak pernah menolak bila orang

datang minta tolong.” (Pramoedya, 2009:15)

3. Wedawati: Anak Empu Baradah ini sangat sayang kepada

ibunya, ia juga ramah, sopan, dan baik hati seperti ayahnya. Ia

tak mau merugikan orang lain, ia ingin membahagiakan semua

manusia. Selain itu dia juga penolong, oleh karena itulah ia

dihormati oleh penduduk di sekitar asrama Lemah Tulis.

”Wedawati jadi bunga yang semerbak di Lemah Tulis. Bukan

karena kecantikannya saja. Ia pun dihormati oleh penduduk

selingkungan asrama, di kampung, dan di sawah serta di

ladang, di hutan dan di lapangan-lapangan tempat anak-anak

menggembala binatangnya.” (Pramoedya, 2009:16)

4. Raja Erlangga: raja dari Kerajaan Daha ini sangat sayang pada

rakyatnya. Ia selalu berusaha agar rakyatnya tidak sengsara.

Ramah kepada semua rakyatnya. Oleh karena itulah ia sangat

disayangi dan disegani oleh rakyat.

Page 37: Intertekstual Calon Arang

“Karena ramah-tamah dan sering memperlihatkan diri kepada

rakyat, maka Baginda pun dicintai oleh mereka.” (Pramoedya,

2009:10)

5. Empu Bahula : Murid kepercayaan Empu Baradah

6. Ratna Manggali: ramah kepada orang lain, namun ditakuti oleh

masyarakat Dusun Girah karena sifat ibunya yang jahat

sehingga tidak ada yang mau mendekatinya dan ia pun tidak

punya teman.

“Dan karena itu pulalah gadis itu dijauhi oleh gadis-gadis

lainnya, sehingga kawan biasa pun ia tak punya, jangankan

lagi kawan yang karib. Bila ia menyapa seseorang, orang yang

ditegur itu hanya mengangguk atau menggeleng. Tak ada yang

mau bicara dengan dia. Karena kalau salah mulut, mungkin

Calon Arang marah dan celakalah orang yang menimbulkan

amarahnya.” (Pramoedya, 2009:12)

7. Dewi Durga: Calon arang dan murid-muridnya sangat memuja

Dewi Durga. Dan Dewi Durga pun sangat menyayangi Calon

Arang.

“Tidak lama kemudian datanglah dewi yang mereka puja itu,

Dewi Durga!

Semua yang ada di candi berjongkok. Kemudian kepala

mereka ditundukkan hingga ke tanah…”(Pramoedya, 2009:13)

c. Karakter psikologis:

1. Calon Arang: Jahat, pendengki, pedendam, kejam, senang

menganiaya sesama manusia, membunuh, merampas,

Page 38: Intertekstual Calon Arang

menyakiti, dan senang meneluh. Namun ia sangat menyayangi

anaknya.

“Calon Arang ini memang buruk kelakuannya. Ia senang

menganiaya sesama manusia, membunuh, merampas, dan

menyakiti. Ia tukang teluh dan banyak memilki ilmu ajaib untuk

membunuh orang.” (Pramoedya, 2009:11)

“Ratna Manggali adalah anak tunggal. Karena itu sangat

disayangi ibunya. Walaupun sang ibu seorang perempuan

jahat, kepada anaknya sayang juga ia. Akan tetapi karena

Calon Arang jahat, pendengki, dan kejam maka tak adalah

orang yang berani mendekati anaknya.” (Pramoedya, 2009:12)

2. Empu Baradah: Soleh, bertakwa, taat, baik hati, jujur, pintar,

penolong, ramah, sopan, memiliki budi pekerti yang baik,

sangat menyanggi anaknya.

“Empu Baradah orang yang saleh dan taat benar pada

agamanya. Ia selalu bertakwa pada dewanya.” (Pramoedya,

2009:15)

3. Wedawati: pintar, baik hati, ramah, suka menolong, cekatan,

penyabar, penyayang, dan memiliki budi pekerti yang baik.

“Selain molek ia pun ramah seperti ayahnya. Tak mau ia

merugikan orang lain. Tak mau ia menyedihkan sesama

manusia. Malah ia ingin membahagiakan semua orang, besar-

kecil, tua-muda, tidak ada kecualinya.” (Pramoedya, 2009:16)

“Wedawati adalah gadis yang cantik, penolong dan saleh.”

(Pramoedya, 2009:11)

Page 39: Intertekstual Calon Arang

4. Raja Erlangga: penyabar, penolong, baik hati, bijaksana,

ramah, sopan.

5. Empu Bahula: penurut, pintar, baik hati.

6. Ratna Manggali: ramah.

“Bila ia menyapa seseorang, orang yang ditegur itu hanya

mengangguk atau menggeleng.” (Pramoedya, 2009:11)

7. Dewi Durga: jahat, karena dialah dewi yang menghendaki

kehancuran yang dipuja oleh Calon Arang dan muridnya.

“Durga yang juga disebut Bagawati adalah dewi yang

menghendaki kehancuran.”

“Jangan kau kuatirkan sesuatu apapun. Aku izinkan engkau

membangkitkan penyakit. Dan banyak sekali orang akan mati

karenanya.” (Pramoedya, 2009:11)

2. Analisis Latar Cerita Calon Arang “Pramoedya”

1. BAB I

Latar Tempat: Negara Daha

“Adalah sebuah Negara. Daha namanya. Daha yang dahulu itu

kini bernama Kediri. Negara itu berpenduduk banyak. Dan rata-

rata penduduk makmur.” (Pramoedya, 2009:9)

2. BAB II :

Latar Tempat:

1) Dusun Girah

“Menurut riwayat adalah sebuah dusun dalam negara Daha.

Girah namanya.” (Pramoedya,2009:13)

Page 40: Intertekstual Calon Arang

2) Candi Dewi Durga

“Dengan tak banyak pertimbangan berangkatlah mereka ke Candi

Durga.” (Pramoedya,2009:19)

3. BAB III :

Latar Tempat :

1) Dusun Lemah Tulis,

“Sudah lama ia berasrama di Lemah Tulis,dan disana pula ia

tinggal.” (Pramoedya, 2009:17)

2) Makam Ibu Wedawati

“Lama Wedawati duduk disamping kuburan itu.” (Pramoedya,

2009:23)

3) Pertapaan Wisamuka

“Pada suatu hari sang Empu Baradah pergi ke pertapaan

Wisamuka untuk mengajak murid-muridnya mengikuti upacara

bersesaji pada para dewa.” (Pramoedya, 2009:20)

4. BAB IV :

Latar Tempat

1) Dusun Girah

“Lama kelamaan tak adalah orang yang berumah di dekat rumah

Calon Arang. Mereka lebih suka menjauhi agar bisa hidup aman.

Dusun Girah tambah lama tambah sepi.” (Pramoedya, 2009:26)

2) Rumah Kepala Dusun

“Calon Arang dan beberapa orang muridnya datang kerumah

kepala dusun itu.di sana mereka tak mengobati anak yang celaka

itu.” (Pramoedya, 2009:27)

Page 41: Intertekstual Calon Arang

5. BAB V :

Latar Tempat

1) Alun-alun:

“Alun-Alun penuh oleh penduduk yang ingin mendengar putusan

Sri Baginda.” (Pramoedya, 2009:31)

2) Bangsal kerajaan

“Mereka yang hadir di Bangsal diam merenung-renung menunggu

putusan Raja.” (Pramoedya, 2009:32)

3) Dusun Girah :

“sepasukan bala tentara raja yang berkuda itu laju menuju kedesa

girah.” (Pramoedya, 2009:33)

4) Rumah Calon Arang :

“segera kepala pasukan bersama dua orang pembantunya masuk

ke rumah Janda tukang sihir itu.” (Pramoedya, 2009:34)

5) Sanggar pemujaan raja

“setelah sidang di bubarkan, segera sri baginda erlangga masuk

ke sanggar pemujaan.” (Pramoedya, 2009:37)

6) Taman kerajaan :

“dengan hati sedih ditinggalkan sanggar pemujaan itu dan

seorang diri berjalan-jalan di taman.” (Pramoedya, 2009:37)

6. BAB VI :

Latar Tempat

1) Tempat Perundingan Calon Arang

“Sampailah mereka di kuburan yang dituju.seorang demi seorang

duduklah di tanah berumput.di sinilah tempat perundingan

Page 42: Intertekstual Calon Arang

mereka. Calon Arang duduk ditengah-tengah bersandar pada

pohon kayu yang besar lagi tua.” (Pramoedya,2009:40)

2) Candi Dewi Durga

“asap peduapaan mengepul-ngepul dikaki arca sang Dewi Durga

atau Dewi Bagawati.” (Pramoedya, 2009:46)

7. BAB VII :

Latar Tempat

1) Asrama Lemah Tulis

“setelah mengajar dan memberi wejangan kepada murid-

muridnya, kembalilah Sang Empu ke asrama Lemah Tulis.”

(Pramoedya, 2009:49)

2) Padang Rumput

“sampai di padang rumput Sang Empu sekarang. anak-anak

gembala masih banyak disana” (Pramoedya, 2009:50)

3) Makam Ibu Wedawati

“kemudian terlihat olehnya Wedawati duduk terpekur ditanah

disamping kuburan mendiang ibunya”. (Pramoedya, 2009:51)

8. BAB VIII :

Latar Tempat

1) Kerajaan Daha

“mayat tergolek-golek di sepanjang jalan,di dalam rumah,di

sawah,bahkan didekat-dekat istana demikian pula” (Pramoedya,

2009:55)

Page 43: Intertekstual Calon Arang

2) Candi Kerajaan

“ramailah candi kerajaan waktu itu.penduduk pun datang

menyaksikan dari luar candi” (Pramoedya, 2009:57)

3) Bangsal persidangan

“Pada suatu hari sri Baginda mengadakan Siding lagi.penuhlah

bangsal persidangan” (Pramoedya, 2009:56)

4) Asrama Lemah Tulis

“Waktu sampai didepan asrama sang empu kuda-kuda lantas di

cencang” (Pramoedya, 2009:17)

9. BAB IX:

Latar Tempat

1) Pertapaan Wisamuka

“Setelah lama tidak mengajar dan mewejang di pertapaan

Wisamuka, pada suatu hari berkatalah Sang Empu pada istrinya:

“Hari ini aku akan turun ke pertapaan.” (Pramoedya, 2009:61)

2) Asrama Lemah Tulis

“Setelah Sang Empu pergi, Wedawati mengerjakan pekerjaan

rumah seperti biasa. Walaupun banyak bujang di rumah, ia sendiri

menyapu dan mencuci piring serta pakaian adiknya.” (Pramoedya,

2009:62)

3) Makam Ibu Wedawati “

“Diam-diam ia duduk di samping kuburan mendiang ibunya. Tetapi

ia tidak menangis seperti dahulu. Ia memuja ibunya dan dewa-dewa

yang disembahnya.” (Pramoedya, 2009:63)

Page 44: Intertekstual Calon Arang

10. BAB X :

Latar Tempat:

1) Dusun Girah

“Setelah Sang Baginda menghadiahkan barang-barang berharga

dan uang untuk emas kawin serta upacara pernikahan,

berangkatlah Empu Bahula ke Dusun Girah. (Pramoedya, 2009:71)

2) Rumah Calon Arang

Pendeknya iring-iringan itu sampailah sudah di dusun Girah. Empu

Bahula segera duduk di ruangan tamu menunggu Calon Arang

keluar. (Pramoedya, 2009:71)

3) Asrama Lemah Tulis

“di Lemah Tulis ia bertemu dengan gurunya.kitab segera

diserahkan.kagum mpu baradah membaca kitab itu” (Pramoedya,

2009:77)

4) Makam rakyat

“Mpu Baradah masuk kepekarangan kuburan itu. Dilihatnya

banyak sekali mayat manusia di situ” (Pramoedya, 2009:80)

11. BAB XI :

1) Candi Durga

“pada suatu hari sedang ia memuja di candi durga,datanglah dewi

durga padanya melalui asap pedupaan” (Pramoedya, 2009:81)

2) Pekuburan

“demikianlah ia seorang diri di bawah pohon beringin tua di

pekuburan.” (Pramoedya, 2009:82)

3) Dusun Girah

Page 45: Intertekstual Calon Arang

“di dusun girah itu Sang Baradah bertemu dengan muridnya Empu

Bahula” (Pramoedya, 2009:87)

4) Kerajaan Daha

“Sawah dan Ladang di olah lagi. Panen yang bagus tidak

berkeputusan. Tak seorang pun yang takut akan kelaparan.

Demikianlah keadaan Kerajaan Daha setelah Calon Arang mati”

(Pramoedya, 2009:89)

12. BAB XII :

1) Kerajaan Daha

“Setelah lama memerintah, Sri Baginda berhasrat untuk

meninggalkan kerajaan.” (Pramoedya, 2009:91)

2) Lemah Tulis

“Segera Sri Baginda memerintahkan Kanduruhan pergi ke Lemah

Tulis” (Pramoedya, 2009:91)

3) Pertapaan Wedawati

“Sebelum berangkat ke Bali, Empu Baradah pergi ke pertapaan

Wedawati“ (Pramoedya, 2009:91)

4) Pulau Bali dan pertapaan Empu Kuturan

“Setelah sampai di Bali, langsung saja ia ke pertapaan Empu

Kuturan.” (Pramoedya, 2009:9)

D. Analisis Aspek Verbal Cerita Calon Arang Karya Pramoedya

1. Gaya Penceritaan

a. Kehadiran Pencerita

Dilihat dari kehadiran pencerita Cerita Calon Arang karya Pramoedya

ini bersifat Ekstern yakni pencerita tidak hadir dalam teks namun berada

diluar teks dan menyebutkan tokoh-tokoh dengan kata ganti orang ketiga

Page 46: Intertekstual Calon Arang

atau menyebutkan nama bukan menggunakan tokoh “aku”. Pencerita

bersifat mahatahu.

“…Calon Arang ini memang buruk kelakukannya. Ia senang

menganiaya sesama manusia, membunuh, merampas, dan

menyakiti.“. (Pramodoeya, 2003:11).

“Empu Baradah orang yang saleh dan taat benar pada agamanya .Ia

selalu bertakwa pada dewanya “. (Pramodoeya, 2003:15).

“Alun-alun penuh oleh penduduk yang ingin mendengarkan putusan

Sir Baginda. Mereka mengharap-harap agar Sir Baginda menitahkan

balatentara memusnahkan Calon Arang dan semua muridnya “.

(Pramodoeya, 2003:29).

“Wedawati jadi bunga yang semerbak di Lemah Tulis. Bukan karena

kecantikannya saja. Ia pun dihormati oleh penduduk……“.

(Pramodoeya, 2003:16).

Pada kutiapan diatas telihat jelas penulis menceritakan seorang tokoh

dengan menggunakan sebutan nama “Calon Arang”,”Empu Baradah”, “Sri

Baginda”, dan “Wedawati” serta menggunakan kata ganti orang ketiga

“…ia senang menganiaya..”.” Ia selalu bertakwa..”, “Mereka

mengharap-harap…”. “Ia pun dihormati…”

b. Tipe Penceritaan

1) Modus atau Ujaran

Cerita Calon Arang Karya Pramoedya ini memiliki beberapa

modus atau ujaran. Diantaranya:

a) Wicara yang dilaporkan

Page 47: Intertekstual Calon Arang

Wicara yang dilaporkan yaitu, wicara dalam penceritaan yang

langsung diujarkan oleh tokoh dalam bentuk dialog.

“Izinkanlah hambamu memohon kasih dari paduka Dewi.”

“Katakan maksudmu, anaku.”

“Ya, paduka Dewi, berikanlah hamba izin untuk membangkitkan

penyakit buat menumpas orang banyak-banyak.”

“Itulah maksudmu anakku?” kata Dewi Durga.

“Demikianlah, paduka Dewi.” Ujar Calon Arang.

“Jangan kau kuatirkan sesuatu apapun. Aku izinkan engkau

membangkitkan penyakit. Dan banyak sekali orang akan mati

karenanya.” (Pramodoeya, 2003:14).

b) Wicara yang dinarasikan

Wicara yang dinarasikan yaitu, wicara yang disajikan dengan

pengungkapan bahasa dan kata-kata yang menggunakan jalan

cerita sendiri.

Tiap-tiap sore anak-anak muda berlatih keprajuritan di alun-alun.

Dan ada kalanya diadakan pertandingan antara seorang bakal

perwira dengan seekor banteng yang digalakkan. Ribuan rakyat

menonton pertandingan itu. Kalau bakal perwira yang menang

diangkatlah ia menjadi perwira. (Pramodoeya, 2003:9).

2) Waktu atau Kala

a) Waktu Dunia

Waktu dunia adalah tipe penceritaan yang menunjukkan latar

waktu dimana latar yang berhubungan dengan saat terjadinya

peristiwa cerita secara langsung.

“Adalah sebuah negara. Daha Namanya….” (Pramodoeya,

2003:9).

Page 48: Intertekstual Calon Arang

“…Berasrama di Lemah Tulis…”(Pramodoeya, 2003:15).

“…Menurut riwayat adalah sebua dusun di negeri Daha.

Girah namanya….” (Pramodoeya, 2003:11).

b) Waktu wacana

Waktu wacana adalah tipe penceritaan yang menunjukkan latar

waktu dimana pencerita tersebut menampilkan cerita tertentu

secara berulang-ulang dalam waktu yang berbeda.

“….Empu Baradah pergi ke pertapaan Wisamuka untuk

mengajar murid-muridnya mengikuti upacara bersesaji pada

para dewa…” (Pramodoeya, 2003:18).

“ Setelah Empu Baradah di pertapaan, segera Sang Empu

membakar pedupaan…”(Pramodoeya, 2003:60).

3) Sudut Pandang (point of view)

Dalam kaitan dengan tipe penceritaan, sudut pandang (point of

view), yakni dilihat dari sudut mana pengarang bercerita. Pencerita

dalam Cerita Calon Arang karya Pramoedya ini termasuk

penceritaan orang ketiga, karena pencerita tidak hadir secara

langsung dalam cerita sebagai tokoh. Tetapi pencerita hadir

sebagai orang yang mengetahui jalan cerita secara keseluruhan.

Page 49: Intertekstual Calon Arang

E. Analisis Intertekstual Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan Calon

Arang “Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali.

1. Interteks Alur Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan Calon

Arang “Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali

Pengaluran Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan Calon Arang

“Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali.

Cerita Calon Arang Pram Cerita Rakyat Bali “Calon

Arang”

• Kerajaan Daha

• Calon Arang

• Empu Baradah

• Candi Dewi Durga

• Calon Arang Mengusir Pasukan

Raja

• Gerombolan Tukang Sihir

• Wedawati Kembali

• Raja Membutuhkan Bantuan Petapa

• Wedawati jadi Gagis Petapa

• Rahasia Calon Arang

• Daha Terlepas Dari Sihir

• Kisah Terakhir Kerajaan Daha

• Desa Girah yang Resah

• Melapor pada Raja Airlangga

• Perjalanan Empu Baradah

• Misi yang Gagal

• Siasat Mengalahkan Nyai

Calon Arang

• Rahasia Kitab Calon Arang

• Tanda Kehancuran Calon

Arang

• Hancurnya Calon Arang

• Kehidupan Baru Di Desa

Girah

• Tugas Terakhir Empu Baradah

Dari tabel tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa alur penceritaan Cerita

Calon Arang pada kedua sumber tersebut mengalami ekspansi dimana ada

peluasan ide cerita yang sebelumnya mungkin tidak muncul seperti penceritaan

keadaan Kerajaan Daha pada awal penceritaan pada Cerita Calon Arang karya

Pramoedya yang sebelumnya sudah terangkum dalam Cerita Rakyat Bali “Calon

Arang” yang tidak diberikan pengaluran dan penceritaan secara khusus mengenai

keadaan kerajaan daha melainkan diceritakan terlebih dahulu desa girah yang

Page 50: Intertekstual Calon Arang

sudah resah yang merangkup bahwa sebelumnya keadaan Desa Girah yang

tentram yang merupakan bagian dari Kerajaan Daha.

Selain ekpansi terdapat juga konversi dimana cerita kepergian Empu Baradah

ke Bali terjadi pada awal penceritaan di dalam Cerita Rakyat Bali “Calon Arang”

sedangkan pada Cerita Calon Arang karya Pramoedya cerita kepergian Empu

Baradah ke Bali merupakan bagian akhir penceritaan. Selain konversi dan

ekspansi Cerita Calon Arang karya Pramoedya pun mengalami berbagai

modifikasi dan ekserp dimana terdapat cerita-cerita yang murni hasil dari resepsi

Pramoedya dalam mendekontrusi Cerita Calon Arang yang sebelumnya

merupakan cerita rakyat.

Dalam analisis alur dan pengaluran Cerita Calon Arang ini kami membagi

menjadi tiga bagian utama sebagai gambaran keseluruhan alur antara Cerita Calon

Arang dan Cerita Rakyat sebagai hipogramnya :

1) Awal Cerita

• Persamaan

Pada bagian awal cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer dan

cerita rakyat Calon Arang sama-sama menceritakan Calon Arang yang

menyebarkan teluh karena sakit hati anaknya, Ratna Manggali

dipergunjingkan karena tidak ada yang berani melamar. Padahal Ratna

Manggali adalah gadis yang sangat cantik dan baik budinya. Sifat jahat Calon

Arang tidak menurun pada Ratna Manggali. Setiap pemuda tentu terpikat oleh

sosok mempesona Ratna Manggali, tetapi mereka tidak berani mendekatinya

karena Ibu Ratna Manggali yaitu Calon Araang adalah wanita jahat dan

bengis. Mereka takut bila mendekati apalagi berani melamar anak Calon

Arang, mereka akan terkena teluh. Niat hati mencari jodoh, salah-salah malah

mati konyol.

Dikarenakan hal itulah para tetangga mempergunjingkan Ratna Manggali.

Ratna Manggali di umurnya yang sudah 25 tahun belum ada satupun lelaki

Page 51: Intertekstual Calon Arang

yang melamarnya. Ini menjadi pergunjingan karena pada zaman itu, gadis

berumur 25 tahun sudah memiliki suami dan anak. Pergunjingan tetangga itu

sampai ke telinga Calon Arang, maka murkalah Calon Arang. Setelah itu dia

mulai meneluh para tetangganya.

Ternyata, keadaan putrinya itu tidak menyadarkan Calon Arang dari

kekeliruanya. Sebaliknya, ia malah menyusun rencana untuk membalas

sakit hatinya kepada masyarakat Girah yang dianggap telah mengucilkan

dirinya dan putri satu-satunya itu.(Yuliadi, 2004:8)

Lama-lama marahlah Calon Arang karena tak banyak orang yang suka

padanya. Dari murid-muridnya itu banyak mendengar bahwa anaknya

jadi buah percakapan, karena tak juga diperistri orang. Bukan main

marahnya. Sifatnya yang jahat pun tumbuhlah. Ia hendak membunuh

orang sebanyak-banyaknya, supaya puaslah hatinya. (Pramoedya,

2007:12)

• Perbedaan

Calon Arang versi Rakyat Bali menceritakan bahwa selain marah karena

anaknya, Ratna Manggali belum ada yang meminang, Calon Arang juga

menyimpan dendam atas kematian suaminya yang dibunuh pada saat

peperangan melawan Raja Kahuripan. Suami Calon Arang meninggal akibat

bertarung melawan Raja Kahuripan yaitu Raja Airlangga yang sekarang

memimpin kerajaan yang Calon Arang tinggali. Jadi sebenarnya Calon Arang

tidak hanya benci kepada rakyat desa Girah tetapi pada seluruh rakyat

kerajaan yang dia tinggali itu.

Sedangkan dalam Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer, Calon

Arang murni murka memang karena anak gadisnya tidak ada yang melamar.

Tidak diceritakan perihal Calon Arang yang menyimpan dendam atas

kematian suaminya.

Page 52: Intertekstual Calon Arang

Ratna tahu, dendam Ibunya itu bukan karena sakit hatinya karena dibenci

oleh masyarakat Girah, melainkan karena dendam atas kematian ayahnya

saat bertempur melawan Raja Kahuripan, Raja Airlangga. (Yuliadi,

2004:14)

Lama-lama marahlah Calon Arang karena tak banyak orang yang suka

padanya. Dari murid-muridnya itu banyak mendengarkan bahwa anaknya

jadi buah percakapan, karena tak juga diperistri orang. Bukan main

marahnya. Sifatnya yang jahat pun tumbuhlah. Ia hendak membunuh

orang sebanyak-banyaknya, supaya puaslah hatinya. (Pramoedya,

2003:12)

2) Konflik Cerita

• Persamaan

Pada kedua cerita sama-sama diceritakan sosok Wedawati.

Wedawati jadi bunga yang semerbak di Lemah Tulis. Bukan karena

kecantikanya saja. Ia pun dihormati oleh penduduk selingkungan asrama,

di kampong, dan di sawah serta di ladang, di hutan dan di lapangan-

lapangan tempat anak-anak menggembala binatangnya.(Pramoedya,

2007:16)

“Namaku Empu Baradah. Siapa namamu?”

“Widawati, Tuan” jawab gadis kecil itu. (Yuliadi, 2004:26)

Kemudian diceritakan pula, pada kedua cerita tokoh Empu Bahula, yaitu

murid Empu Baradah menikahi Ratna Manggali untuk bersiasat mengungkap

rahasia Calon Arang. Empu baradah memerintahkan murid kesayanganya itu

untuk menikahi Ratna Manggali kemudian lewat Ratna Manggali Empu

Bahula mengorek informasi dan kelemahan mertuanya itu. Kemudian Empu

Baradah membunuh Calon Arang setelah mengetahui rahasianya

Page 53: Intertekstual Calon Arang

Empu Baradah pun menceritakan seluruh rencananya kepada Bahula

dengan hati-hati. Ia tidak ingin rencannya ini terdengar oleh siapapun,

kecuali oleh Bahula.

“Jadi hamba harus meminang dan menikahi Ratna Manggali, putri Nyai

Calon Arang yang sesat iu?” Tanya Bahula dengan sedikit terkejut. (Yuliadi,

2004:45)

“…Dengarkanlah baik-baik, priyayi! Aku punya murid, Empu Bahula

namanya. Sekarang ia juga disini. Kawinkanlah dia dengan Ratna Manggali.

Segala ongkos upacara perkawinan dan emas kawin baiklah Sri Baginda yang

memikirkan. Aku harap itu dikerjakan dahulu sampai beres sama sekali.

Jangan tidak, priyayi! Jangan sampai Sri Baginda terlampau sedikit

menyediakan harta benda untuk itu.”(Pramoedya, 2007:58)

• Perbedaan

Pada novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer tokoh Wedawati

diceritakan sebagai anak kandung Empu Bahula dari istri pertamanya.

Sedangkan pada cerita rakyat Calon Arang versi rakyat Bali, Wedawati

adalah anak dan murid Empu Baradah, Empu Baradah bertemu Wedawati

pada saat perjalananya menuju Bali. Wedawati sebatang kara karena

orangtuanya telah meninggal terkena teluh Calon Arang.

“Kalau kau mau, kau bisa belajar ilmu agama di padepokanku di Lemah

Tulis. Kami akan menerimamu dengan senang hati. Saat ini aku sedang

dalam perjalanan menuju Bali. Jadi, kalau kau mau belajar di padepokanku,

aku akan menjemputmu di sini sepulang dari Bali”

“Tentu saja aku mau Tuan. Aku akan menunggu hingga Tuan kembali lagi

kemari” ucap Wedawati dengan gembira. (Yuliadi, 2004:26)

Empu Baradah punya istri dan seorang putri yang cantik. Sedang remaja

putrinya, gadis itu Wedawati namanya. (Pramoedya, 2007:16)

Page 54: Intertekstual Calon Arang

Kemudian dalam cerita Calon Arang versi rakyat Bali diceritakan

perjalanan Empu Baradah untuk menyembuhkan rakyat Girah yang terkena

teluh bersama murid-murid andalanya dari Padepokan Lemah Tulis

sedangkan pada Calon Arang karya Pramoedya diceritakan bahwa Empu

Baradah menyembuhkan rakyat yang terkena teluh seorang diri.

Keesokan harinya, Empu Baradah berangkat menuju Desa Girah bersama

keempat muridnya itu dengan berjalan kaki. Ketika tujuan semakin dekat,

mereka mendapati desa-desa lain yang juga terkena bencana akibat ilmu

tenung Calon Arang. (Yuliadi, 2004:62)

Setelah mengetahui rahasia kitab itu, Empu Baradah pergi ke tempat-tempat

yang diamuk oleh penyakit. (Pramoedya, 2009:74)

Cerita Calon Arang karya Pramoedya diceritakan bahwa Calon Arang

dihidupkan kembali oleh Empu Baradah, setelah sebelumnya dibunuh, untuk

disucikan atau dibersihkan doasanya lalu dimatikan kembali sedangkan

dalam cerita rakyat Calon Arang versi rakyat Bali tidak diceritakan demikian.

Empu Baradah kemudian memerintahkan murid-muridnya untuk

menguburkan Calon Arang dengan cara yang baik. Mayat itu tidak

berdaya apapun, selain bergantung pada nyawa yang membawanya.

Nyawalah yang membawa raga manusia pada kebaikan atau kebatilan.

(Yuliadi, 2004:83)

“Ini tidak baik. Tidak ada gunanya kalau ia mati begitu saja sebelum

jiwanya dibersihkan. Ini artinya pembunuhan”

Setelah berkata pada diri sendiri ditiupnya mayat itu pelan-pelan. Segera

Calon Arang bangun kembali.(Pramoedya, 2007:84)

Page 55: Intertekstual Calon Arang

3) Ending Cerita

• Persamaan

Pada akhir cerita, cerita Calon Arang versi rakyat Bali maupun Calon

Arang karya Pramoedya sama-sama menceritakan bahwa Empu Baradah

mampu menyelesaikan konflik di Desa Girah dengan baik. Kemudian tugas

Empu Baradah selanjutnya adalah membagi kerajaan Daha menjadi 2 tetapi

gagal.

“Begitu?” tanya Empu Kuturan.”Aku tak mengijinkan putra bungsu Sri

Baginda Erlangga merajai Pulau Bali. Cucuku sendiri telah jadi Raja

disini. Banyak sudah raja yang takluk padanya.”(Pramoedya, 2007:91)

Setelah menenangkan diri, Empu Baradah lalu memutuskan untuk pergi

meninggalkan Kahuripan dan Padepokan Lemah Tulis. Ia sangat malu

karena tidak dapat menyelesaikan tugasnya. Empu Baradah terus berjalan

kearah timur menjauhi wilayah Kahuripan. (Yuliadi, 2004:101).

Page 56: Intertekstual Calon Arang

• Perbedaan

Pada cerita Calon Arang versi rakyat Bali tugas Empu Baradah dalam

tugasnya membagi kerajaan menjadi 2 diceritakan di awal penceritaan hingga

dia bertemu Wedawati dan diangkat menjadi murid, kemudian karena Empu

Baradah gagal membagi 2 kerajaan lalu menghilang begitu saja.

Setelah menenangkan diri, Empu Baradah lalu memutuskan untuk pergi

meninggalkan Kahuripan dan Padepokan Lemah Tulis. Ia sangat malu

karena tidak dapat menyelesaikan tugasnya. Empu Baradah terus berjalan

kea rah timur menjauhi wilayah Kahuripan.(Yuliadi, 2004:101)

Pada akhir cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer diceritakan

Empu Baradah pergi merantau bersama Wedawati untuk bertapa dan sejak

saat itu masyarakat tidak pernah bertemu Empu Baradah dan Wedawati lagi.

Sesampai di asramanya sendiri, segala kekayaan itu diserahkanya kepada

anak yang lelaki.Setelah menyerahkan harta bendanya, pergilah ia ke

tempat Wedawati bertapa. Diajaknya anak yang dicintai itu pergi jauh,

jauh sekali.

Maka nampaklah kedua orang itu berjalan bersama-sama, naik gunung.

Tambah lama tambah kecil kelihatanya. Akhirnya tak kelihatan sama

sekali. Sejak itu tak pernah orang mendengar berita di mana mereka

berdua.(Pramoedya, 2009:92)

Page 57: Intertekstual Calon Arang

2. Interteks Tokoh dan Penokohan Cerita Calon Arang karya

Pramoedya dan Calon Arang “Penyebar Bencana” Cerita Rakyat

Bali.

Analisis Penokohan Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan

Calon Arang “Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali

Cerita Calon Arang Pram Cerita Rakyat Bali “Calon Arang”

• Calon Arang

• Empu Baradah

• Empu Bahula

• Ratna Manggali

• Wedawati

• Raja Erlangga

• Empu Kuturan

• Ibu Tiri Wedawati

• Dewi Durga

• Murid Calon Arang:Weksirsa,

Mahisa Wadana, Lendesi,

Guyung, Larung, Gandi

• Calon Arang

• Empu Baradah

• Empu Bahula

• Ratna Manggali

• Widawati

• Raja Airlangga

• Empu Kuturan

• Lurah Ki Pitana

• Patih Narotama ,panglima

Yudanegara

• Murid Calon Arang:Wokirsa,

Mahisawadana, Lande, Guyang,

Lurung, Gandi

1. Empu Baradah

• Persamaan :

Pada kedua cerita Empu Baradah diceritakan sebagai pertapa kemudian

tinggal di Lemah Tulis kemudian bersifat baik hati,suka menolong dan

selalu ramah kepada setiap orang.

Empu Baradah orang yang saleh dan taat benar pada agamanya.ia

selalu bertakwa pada dewanya.

Page 58: Intertekstual Calon Arang

Sudah lama ia berasrama di lemah tulis dan disana pula ia

tinggal.(Pramoedya, 2007:15)

Salah seorang tokoh agama yang sangat dikagumi dan terkenal karena

ilmu-ilmu yang dikuasainya pada masa kerajaan Kahuripan adalah

Empu Baradah. Ia memiliki padepokan di Lemah Tulis yang

mengajarkan agama dan ilmu kanuragan dengan jumlah murid yang

tidak sedikit.(Yuliadi, 2004:23).

• Perbedaan :

Pada novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer diceritakan

bahwa Empu Baradah menikah dan memiliki anak yang bernama

Wedawati. Pramoedya menggambarkan sosok Empu Baradah lebih

“manusia”, karena Empu Baradah pada novel Pramoedya diceritakan

mempunyai anak dan memiliki istri. Malahan Empu Baradah menikah lagi

dan mempunyai anak dari istri keduanya itu. Pramoedya menggambarkan

Empu Baradah sebagai manusia yang berilmu tinggi.

Empu Baradah punya istri dan seorang putrid yang cantik. Sedang

remaja putrinya, gadis itu Wedawati namanya.(Pramoedya, 2007:16)

Beberapa waktu setelah istrinya meninggal. Empu Baradah beristri

lagi. Dari ibunya yang baru Wedawati memperoleh adik laki-laki

seorang.(Pramoedya, 2007:18)

Sedangkan dalam cerita Calon Arang yang asli Empu Baradah adalah

manusia setengah dewa. Empu Baradah mampu melayang dan berlari

secepat angin. Ia tidak mempunyai istri apalagi anak.

Kawan-kawan Gomar yang lain yang juga tampak terkejut lalu

menghampiri Empu Baradah sambil menghunuskan golok mereka.

Namun, mereka pun terkejut tatkala melihat golok yang mereka pegang

Page 59: Intertekstual Calon Arang

sudah berubah menjadi ular yang mendesis ke arah mereka. Mereka

pun segera melemparkan ular-ular itu dan berlari ketakutan

meninggalkan Gomar.(Yuliadi, 2007:29).

2. Calon Arang

• Persamaan :

Pada kedua cerita diceritakan bahwa Calon Arang adalah seorang janda

yang memiliki anak bernama Ratna Manggali. Diceritakan pula bahwa dia

adalah wanita jahat dan pendendam.

Calon Arang seorang perempuan setengah tua. Ia mempunyai anak

perawan yang berumur lebih 25 tahun. Ratna Manggali namanya.

Bukan main cantik gadis itu.

Sekalipun demikian tak seorang pemuda pun datang meminang, karena

takut pada ibunya, Calon Arang. Calon Arang ini memang buruk

kelakuanya. Ia senang menganiaya sesama manusia, membunuh,

merampas dan menyakiti. Ia tukang teluh dan punya banyak ilmu ajaib

untuk membunuh orang.(Pramoedya, 2007:11).

Calon Arang mulai dikenal sebagai wanita perkasa yang keras dan

kasar. Ia sangat menginginkan murid-muridnya menjadi jagoan yang

sulit dikalahkan. Ia pun tak segan-segan mengeluarkan semua ilmu

yang dimilikinya untuk mewujudkan keinginanya.(Yuliadi, 2004:7).

Page 60: Intertekstual Calon Arang

• Perbedaan

Dalam cerita rakyat Bali yang asli Calon Arang diceritakan sebagai

wanita jahat tetapi memilki wajah yang rupawan. Sedangkan dalam novel

Calon Arang karya Pramoedya tokoh Calon Arang diceritakan sebagai

tokoh wanita yang jahat dan tidak memiliki wajah yang rupawan.

Pramoedya pun menggambarkan Calon Arang sebagai sosok yang bengis

dan sangat jahat.

“Aku kira si Calon Arang itu perempuan tua yang buruk rupanya”

bisik kepala pasukan kepada pembantunya

“Rupa-rupanya tidaklah demikian” pembantunya berbisik

menyambungi “Tidak buruk sekaligus tidak bagus”(Pramoedya,

2007:32)

Calon Arang merasa berbahagia bila telah menyakiti dan menewaskan

orang-orang yang dibencinya. Dan kalau orang-orang yang dibencinya

telah mati mereka bersenang-senang merayakan kemenangan.

Tiap-tiap waktu murid-murid harus berkeramas. Yang dipergunakan

mengeramasi rambut adalah darah. Darah itu adalah darah manusia

juga.(Pramoedya, 2007:23)

Sedangkan dalam cerita Calon Arang yang asli diceritakan Calon Arang

sebenarnya adalah wanita yang baik hati tetapi karena dia memendam

dendan atas kematian suaminya,dan juga dia lupa mengajarkan moral dan

ilmu tata krama pada murid-muridnya.

Kemudian samar-samar tampak seorang perempuan setengah baya.

Garis-garis wajahnya masih menyisakan kecantikanya yang

memudar.(Yuliadi, 2007:8).

Page 61: Intertekstual Calon Arang

Calon Arang mulai dikenal sebagai wanita perkasa yang keras dan

kasar. Ia sangat menginginkan murid-muridnya menjadi jagoan yang

sulit dikalahkan. Ia pun tak segan-segan mengeluarkan semua ilmu

yang dimilikinya untuk mewujudkan keinginanya.Namun, ada satu ilmu

yang di lupakan oleh wanita itu,yakni ilmu tata krama. Keadaan itulah

yang menyebabkan murid calon arang menjadi jagoan yang kasar dan

tidak manusiawi. Mereka menggunakan ilmu mereka untuk

mendapatkan segala keinginan mereka dengan cara yang tidak pantas.

Mencuri memeras dan bertindak kasar kepada masyarakat mereka

lakukan terang-terangan. .(Yuliadi, 2004:7).

Ratna tahu, dendam Ibunya itu bukan karena sakit hatinya karena

dibenci oleh masyarakat Girah, melainkan karena dendam atas

kematian ayahnya saat bertempur melawan Raja Kahuripan, Raja

Airlangga.(Yuliadi, 2004:14).

3. Dewi Durga

• Persamaan :

Pada kedua cerita Dewi Durga adalah dewi kegelapan yang disembah

Calon Arang. Dewi Durga adalah Dewi Kejahatan yang disembah setiap

manusia yang akan melakukan kejahatan. Dengan kata lain Dewi Durga

adalah Dewi yang jahat

Wahai dewi kegelapan penguasa dunia kegelapan

Kami yang duduk disini dan mempersembahkan dupa wangi

Mohon ampun di bawah Paduka Dewi Kegelapan yang gaib

Yang senantiasa menjadi tujuan semedi kami

Yang berada di tengah kegaiban tengah malam

Yang bersemayam di kehampaan hati

(Yuliadi, 2004 :11)

Page 62: Intertekstual Calon Arang

Di dalam candi inilah Calon Arang memuja dewinya. Diucapkan

segala mantra dan maksudnya hendak membunuh orang banyak-

banyak.(Pramoedya, 2009:13)

• Perbedaan :

Dalam cerita Calon Arang yang asli, Dewi Durga memilki

keterbatasan. Masih ada lagi zat yang lebih agung daripada Dewi Durga

yaitu Gusti Yang Maha Agung. Dan Dewi Durga takut kepada Gusti Yang

Maha Agung.

Aku mengerti. namun,ketahuilah calon arang,kemampuanku untuk

menenung tidak dapat digunakan terus menerus apalagi untuk

menghancurkan umat manusia hal itu. Akan mengundang murka gusti

Yang Maha Agung.(Yuliadi, 2004 : 84)

Sedangkan dalam Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer

Dewi Durga adalah Dewi yang jahat dan tidak terbatas kekuatanya.

Jangan kau kuatirkan sesuatu. Aku izinkan engkau membangkitkan

penyakit dan banyak sekali orang mati karenanya.(Pramoedya,

2007 :76)

4. Wedawati

• Persamaan

Wedawati dalam Calon Arang karya Pramoedya maupun versi cerita

rakyat Calon Arang adalah pertapa yang alim. Gadis alim yang rupawan

dan suka berbuat baik kepada semua orang.

Wedawati jadi bunga yang semerbak di Lemah Tulis. Bukan karena

kecantikanya saja. Ia pun dihormati oleh penduduk selingkungan

asrama, di kampong, dan di sawah serta di ladang, di hutan dan di

lapangan-lapangan tempat anak-anak menggembala

binatangnya.(Pramoedya, 2007:16)

Page 63: Intertekstual Calon Arang

Selanjutnya, penyembuhan dilakukan oleh Wedawati seorang.

Sementara yang lain lebih banyak mempersiapkan diri untuk

menghadapi Calon Arang. Nama Wedawati pun menjadi terkenal

sebagai wanita penyembuh bagi masyarakat Girah.(Yuliadi, 2004:73)

• Perbedaan

Wedawati dalam Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer adalah

anak dari Empu Baradah dari istri pertama.

Empu Baradah punya istri dan seorang putri yang cantik. Sedang

remaja putrinya, gadis itu Wedawati namanya.(Pramoedya, 2007:16)

Sedangkan dalam cerita Calon Arang versi rakyat Bali Wedawati

adalah murid kesayangan Empu Baradah.

Wedawati sangat senang menjadi murid Padepokan Empu Baradah.

Dengan cepat, ia menyesuaikan diri dengan suasana Padepokan.

Berbagai macam ilmu dipelajarinya, mulai dari kitab suci sampai

berbagai ilmu kanuragan.(Yuliadi, 2004:41)

5. Ibu Tiri Wedawati

Dalam novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer terdapat

tokoh Ibu tiri Wedawati, istri kedua Empu Baradah. Ibu tiri Wedawati ini

tidak suka pada Wedawati, dia kerap menyiksa dan menuduh Wedawati

atas perbuatan yang tidak dilakukan Wedawati.

Ibu tiri Wedawati sangat sayang pada anaknya. Berbeda sungguh

sikapnya terhadap Wedawati. Ia tak suka padanya.(Pramoedya,

2007:18)

Page 64: Intertekstual Calon Arang

Sudah lama ibu tirinya ingin agar ia pergi dari rumah. Ia ingin agar

kasih Sang Empu jatuh padanya dan anaknya lelaki. Karena itu dicari-

carinya alasan untuk memarahi Wedawati.

Sebentar kemudian ributlah dalam asrama itu. Ibu tirinya memarahi

semau-maunya. Bukan main bingung Wedawati mendapat marah yang

hebat itu. Ia tak merasa bersalah. Tetapi dilabrak terus. Pada para

tetangga ibunya bercerita yang bukan-bukan tentang

dirinya.(Pramoedya, 2007:19)

6. Adik Tiri Wedawati

Adik tiri Wedawati yang berjenis kelamin laki-laki ini adalah saudara

seayah dengan Wedawati tokoh ini hanya ada pada Calon Arang karya

Pramoedya Ananta Toer. Wedawati sangat sayang dengan adik semata

wayangnya itu. Karena selama ini Wedawati tidak mempunyai saudara.

Begitupun dengan saudara laki-lakinya sangat menyayangi Wedawati.

Beberapa waktu setelah istrinya meninggal. Empu Baradah beristri

lagi. Dari ibunya yang baru Wedawati memperoleh adik laki-laki

seorang. Sekarang ia ada kawan bermain di rumah atau di taman. Ia

tak ingat lagi pada ibunya yang telah meninggal(Pramoedya, 2007:18)

7. Empu Bahula

Tokoh Empu Bahula ada pada kedua cerita. Secara garis besar Empu

Bahula pada kedua cerita bersifat sama yaitu pintar,gagah,kuat dan bisa

diandalkan. Tidak begitu banyak perbedaan sifat pada tokoh Empu

Bahula. Diceritakan Empu Bahula sebagai murid andalan Empu Baradah

atau bisa dibilang tangan kanan Empu Baradah. Malah dalam cerita rakyat

Calon Arang versi rakyat Bali Empu Baradah akhirnya memberikan titah

untuk mendirikan pedepokan di Desa Girah. Ini mebuktikan bahwa Empu

Baradah sangat percaya pada kemampuan Empu Bahula. Empu Baradah

Page 65: Intertekstual Calon Arang

pun mewasiatkan tugas rahasia pada Empu Bahula yaitu menikahi Ratna

Manggali sekaligus mengorek informasi dan mencari kelemahan Calon

Arang.

“…Dengarkanlah baik-baik, priyayi! Aku punya murid, Empu Bahula

namanya. Sekarang ia juga disini. Kawinkanlah dia dengan Ratna

Manggali. Segala ongkos upacara perkawinan dan emas kawin baiklah

Sri Baginda yang memikirkan. Aku harap itu dikerjakan dahulu sampai

beres sama sekali. Jangan tidak, priyayi! Jangan sampai Sri Baginda

terlampau sedikit menyediakan harta benda untuk itu.”(Pramoedya,

2007:58)

Empu Baradah mempunyai seorang murid yang selalu mendapat

perhatianya. Nama muridnya itu Bahula. Ia seorang pemuda yang

pandai, jujur dan setia. Karena itulah, Empu Baradah sering

mengandalkan Bahula untuk menggantikanya bila ia tidak dapat

mengajar di padepokanya.(Yuliadi, 2004:23)

8. Ratna Manggali

Tidak ada perbedaan pada kedua cerita mengenai tokoh Ratna

Manggali. Ratna Manggali diceritakan sebagai tokoh wanita anak Calon

Arang yang baik hati, mempesona dan menurut pada Ibunya. Ratna

Manggali pada kedua cerita pun sama–sama diceritakan menikahi Empu

Bahula dan membantu suaminya membongkar rahasia Calon Arang untuk

menghentikan kejahatan ibunya.

Di balik itu semua, Calon Arang juga merupakan seorang ibu dari

seorang putri bernama Ratna Manggali. Berbeda dengan ibunya yang

kasar dan keras, Ratna Manggali seorang gadis yang lembut dan

ramah. Namun, karena sifat dan sikap keras ibunya, tak seorang pun

berani mendekatinya.(Yuliadi, 2004:8)

Page 66: Intertekstual Calon Arang

Berhari-hari pesta itu diadakan. Dari mana-mana orang datang.

Pendek kata sekarang Ratna Manggali bersuamikan Empu

Bahula.(Pramoedya, 2007:71)

9. Raja Airlangga

Raja Airlangga diceritakan sebagai raja bijaksana, peduli pada rakyat,

murah hati, gagah berani dan hampir tidak ada cela dalam pemerintahanya

memimpin rakyat. Pada kedua cerita, Raja Airlangga sama-sama

diceritakan menitah Empu Baradah untuk menghentikan kejahatan Calon

Arang. Raja Airlangga memikirkan berbagai trik untuk menghentikan

kejahatan Calon Arang. Trik yang pertama adalah memerintahkan para

prajuritnya untuk membunuh Calon Arang tetapi gagal.

Yang memerintah negara itu ialah seorang raja. Airlangga namanya.

Baginda terkenal bijaksana dan berbudi. Pendeta-pendeta yang

membuka pertapaan dan asrama sampai jauh di gunung-gunung

mendapat perlindungan belaka.(Pramoedya, 2007:9)

10. Empu Kuturan

Tokoh Empu Kuturan ada pada kedua cerita. Empu kuturan adalah

sahabat karib Empu Baradah yang mempunyai ilmu sama tingginya

dengan Empu Baradah. Empu Baradah pun mempunyai padepokan sama

seperti Empu Baradah. Tetapi terdapat sedikit ketegangan anatara Empu

Baradah dan Empu Bahula ketika Empu Baradah menyampaikan titah

Raja Airlangga untuk meminta Kerajaan Bali, tetapi pada novel Calon

Arang karya Pramoedya tokoh Empu Kuturan diceritakan sebagai tokoh

yang sedikit emosional. Ia marah ketika Empu Baradah menyampaikan

titah Raja Airlangga. Ia langsung menyerang Empu Baradah. Sedangkan

Empu Kuturan dalam cerita rakyat Calon Arang versi rakyat Bali

diceritakan sebagai sahabat Empu Baradah yang bijakasana. Pada cerita

rakyat Calon Arang versi Bali Empu Kuturan memang bertarung dengan

Page 67: Intertekstual Calon Arang

Empu Baradah tetapi pertarungan itu adalah pertarungan persahabatan

yang bertujuan untuk menguji kemampuan ilmu mereka.

Waktu Empu Kuturan habis bersamadi, baru ia menemui tamunya.

Baradah menerangkan apa yang jadi maksudnya. Marah benar

Kuturan mendengar berita Baradah itu.(Pramoedya, 2007:90)

Ketika tiba di tempat latihan Kanuragan, Empu Kuturan tiba-tiba

mengajak Empu Baradah untuk mengadu ilmu sebagai tanda

persahabatan dianatara keduanya.(Yuliadi, 2004:37)

11. Lurah Ki Pitana

Pada kedua cerita diceritakan tokoh lurah tetapi dalam novel Calon

Arang tidak disebutkan nama lurahnya sedangkan dalam cerita rakyat

Calon Arang versi rakyat Bali disebutkan namanya yaitu Lurah Pitana.

Pada Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer lurah ini disebut

Kepala Desa. Dia dan kelurganya terkena teluh Calon Arang. Suatu ketika

anak Kepala Desa tidak sengaja menyenggol murid Calon Arang lalu

murid Calon Arang marah dan membuat anak Kepala Desa itu menjadi

botak rambutnya dan lumpuh. Kemudian Calon Arang bersama murid-

muridnya datang mengunjungi Kepala Desa untuk mengejek kemalangan

keluarga Kepala Desa. Padahal Kepala Desa sudah memohon dan

menyembah kepada Calon Arang, tetapi dia tidak menyembuhkan. Kepala

Desa marah pada Calon Arang dan menyerang Calon Arang. Calon Arang

marah lalu mebunuh Kepala Desa dan istrinya. Lengkaplah penderitaan

keluarga Kepala Desa. Begitulah diceritakan kehidupan Kepala Desa

dalam Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer.

Sedangkan dalam cerita rakyat Calon Arang versi rakyat Bali Kepala

Desa atau dikenal dengan nama Lurah Ki Pitana diceritakan sebagai

pemimpin desa yang memikirkan rakyat. Dia jauh-jauh datang ke Kerajaan

Page 68: Intertekstual Calon Arang

Daha dan melaporkan kejahatan Calon Arang. Itu dilakukanya karena Ki

Pitana berusaha melindungi rakyat dan desanya.

Setelah menempuh perjalanan selama beberapa hari, tibalah Lurah

Pitana di Istana Kahuripan, yang tampak asri dengan pepohonan yang

rindang di sekitarnya. Ki Pitana datang ke istana dengan maksud

menemui Raja Airlangga untuk menyampaikan kejahatan Calon

Arang.(Yuliadi, 2004:15)

Calon Arang dan beberapa orang muridnya datang ke rumah kepala

dusun itu. Disana mereka tak mengobati anak yang celaka itu. Tidak.

Mereka malah tertawa-tawa senang melihat anak celaka itu.(

Pramoedya, 2007:25)

12. Patih Narotama dan Panglima Yudanegara

Mereka adalah tokoh yang ada dalam cerita rakyat Calon Arang versi

rakyat Bali. Mereka adalah pimpinan pasukan Kerajaan Daha yang

dititahkan Raja untuk menyelidiki kehidupan Calon Arang ke Desa Girah.

Patih Narotama dan Panglima Yudanegara segera menyusun

rencana sebelum pergi ke Desa Girah. Mereka sepakat untuk

menyelesaikan persoalan Girah, yang sebenarnya tidak mudah

karena tidak hanya menyangkut persoalan keamanan rakyat tetapi

juga masalah agama.(Yuliadi, 2004:18).

13. Murid Calon Arang:Weksirsa, Mahisa Wadana, Lendesi,

Guyung, Larung, Gandi

Mereka adalah murid-murid Calon Arang yang menuntut ilmu di

Padepokan Calon Arang di desa Girah. Sebenarnya murid Calon Arang

tidak hanya mereka tetapi murid-murid yang paling setia berada di

samping Calon Arang. Pada cerita Calon Arang versi rakyat Bali dan

Page 69: Intertekstual Calon Arang

Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer terdapat kelima tokoh ini,

tetapi dalam cerita rakyat namanya sedikit berbeda yaitu Wokirsa,

Mahisawadana, Lande, Guyang, Lurung, Gandi.

Keesokan harinya, Calon Arang memanggil keenam murid utamanya,

yaitu Wokirsa, Mahisawadana, Lande, Guyang, Lurung dan Gandi

untuk membicarakan kembali rencana mereka memanggil Dewi

Kegelapan.(Yuliadi, 2004:10).

Setelah niatnya pasti, dipanggil semua muridnya. Diantara murid-

muridnya yang terkemuka ialah Weksirsa, Mahisa Wadana, Lendesi,

Larung, Guyung dan Gandi. Semua muridnya meyetujui

maksudnya.(Pramoedya, 2007:13).

3. Interteks Latar Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan Calon

Arang “Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali.

Hampir semua latar tempat antara cerita Calon Arang versi rakyat Bali

dengan Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer sama tetapi ada beberapa

latar tempat pada kedua cerita tersebut berbeda. Berikut akan disebutkan latar

tempat yang berbeda.

1. Sanggar pemujaan raja: di dalamnya terdapat arca Dewa Guru, jika raja

sedang memanggilnya bau harum ratus dan rupa memenuhi ruangan.

“Dengan sedihnya kembali ia masuk ke sanggar pemujaan. Seorang

dayang menyalakan pedupaan. Bau harum ratus dan rupa memenuhi

ruangan. Segera Sang Baginda sujud di depan arca Dewa Guru.”

Pada cerita Calon Arang versi rakyat Bali tidak terdapat sanggar pemujaan

Raja. Tidak diceritakan bahwa Raja Airlangga harus menyembah memanggil

para dewa untuk meminta petunjuk menghentikan kejahatan Calon Arang.

Page 70: Intertekstual Calon Arang

2. Taman kerajaan : di tengah-tengah taman tersebut terdapat kali kecil yang

banyak ikannya.

“Lambat-lambat ia melangkah ke kali kecil yang mengalir di tengah-

tengah taman. Ikan yang senang berenang-renang di air jernih itu pun tak

menarik perhatiannya.”

Pada cerita rakyat Calon Arang versi rakyat Bali tidak terdapat taman

kerajaan tempat Raja memikirkan cara mengalahkan Calon Arang, tetapi tentu

saja setiap istana memiliki taman yang indah. Namun, dalam cerita rakyat

tidak diceritakan adanya taman dalam istana.

3. Sanggar pemujaan Calon Arang: di sebuah kuburan yang menyeramkan

terdapat pohon tua yang besar dan banyak tumbuhan yang merambat.

Tampak gelap dan banyak ular sehingga kuburan ini tidak terurus karena

orang pun takut untuk berkunjung.

“Sampailah mereka di kuburan yang dituju. Seorang demi seorang

duduklah di tanah berumput. Di sinilah tempat perundingan mereka.

Calon Arang duduk di tengah-tengah bersandar pada pohon kayu yang

besar lagi tua. Tumbuh-tumbuhan rambatan berjuluran dari cabang-

cabang sampai di tanah.”

Berbeda dengan tempat pemujaan Calon Arang dalam novel karya

Pramoedya yang mencekam dan tersembunyi, tempat pemujaan Calon Arang

versi rakyat Bali terletak di sebuah tanah lapang terbuka yang bisa dilihat

orang banyak.

“Pada suatu malam di sebuah tanah lapang berkumpulah sekelompok

orang. Terdengar pula irama gendang yang ditabuh perlahan-lahan

hingga menghasilkan suara yang merdu mendayu-dayu. Suasana di tanah

lapang itu sungguh temaram. Di tengahnya menyala sebuah obor yang

cukup besar. Apinya tampak bergoyang ke sana ke mari ditiup angin”.

Page 71: Intertekstual Calon Arang

4. Pemakaman ibu kandung Wedawati: di dekat kuburan tersebut terdapat

pohon beringin yang rindang. Kuburan tersebut lebih menyerupai taman

karena Wedawati begitu rajin mengurusnya.

“Kuburan itu masih sunyi-senyap seperti tadinya juga. Pohon-pohon

besar dan rindang menggeleng-gelengkan tajuknya bila angin datang

meniup. Burung bernyanyi bersahutan. Di pucuk pohon beringin beberapa

ekor gagak meraung-raung.”

Latar tempat pemakaman Ibu Kandung Wedawati ini hanya terdapat pada

novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer karena cerita rakyat

Calon Arang versi rakyat Bali diceritakan bahwa Wedawati adalah murid

Empu Baradah bukan anak Empu Baradah yang suka menangis di atas

makam ibunya.

Untuk latar waktu, latar suasana dan latar sosial pada kedua cerita ini sama.

4. Interteks Tema Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan Calon

Arang “Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali.

Tema yang diangkat pada cerita Calon Arang versi rakyat Bali adalah

moral. Siapa yagn menanam maka dia yang akan menuai. Sama seperti Calon

Arang yang menanam kejahatan maka pada akhirnya pun dialah yang menuai

kejahatan lagi. Dia akhirnya dikhianati oleh murid-muridnya. Mereka lebih

memilih bertobat dan berguru pada Empu Baradah ketimbang dibunuh

bersama Calon Arang

Tema yang diangkat pada novel Calon Arang karya Pramoedya Ananta

Toer adalah kemanusiaan. Bahwa setiap manusia bersaudara satu sama lain.

Karena itu tiap orang yang membutuhkan pertolongan harus memperolaeh

pertolongan. Tiap orang keluar dari satu turunan, karena itu satu sama lain

adalah saudara

Page 72: Intertekstual Calon Arang

F. Simpulan

a) Cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta merupakan bentuk

transformasi dari cerita rakyat bali Calon Arang.

b) Alur Cerita Calon Arang karya Pramoedya mengalami ekspansi dan

ekserp dari hiprogramnya penceritaan mengenai kehidupan keluarga

Empu Baradah yang beristri dan beranak serta alur terjadinya pernikahan

kedua hingga memiliki anak laki-laki merupakan perluasaan ide

penceritaan yang merupakan episode tambahan hasil resepsi pengarang

dalam karya Cerita Calon Arang. Selain ekspansi dan ekserp, alur juga

mengalami konversi dimana cerita mengenai kepergian Empu Baradah ke

Bali diceritakan pada pra ending story alur dan pengaluran sedangkan

pada teks hipogramnya terjadi pada start story alur dan pengaluran.

c) Tokoh cerita dalam Cerita Calon Arang karya Pramoedya mengalami

banyak modifikasi, banyak tokoh yang dihilangkan dan juga ada tokoh

yang sebelumnya tidak ada dimunculkan dalam ide penceritaan yang

dilakukan oleh pramoedya. Modifikasi tokoh ini merupakan bentuk

tranformasi dari bentuk dasar. Seperti adanya tokoh ibu tiri dan adik tiri.

d) Latar cerita dalam Cerita Calon Arang karya Pramoedya tidak

mengalami perubahan atau perbedaan yang significant, sebagian latarnya

sama secara keseluruhan penceritaan.

e) Tema yang diusung pada Cerita Calon Arang karya Pramoedya dan Calon

Arang “Penyebar Bencana” Cerita Rakyat Bali dalam cakupan luas

adalah sama yaitu kebaikan akan mengalahkan kejahatan. Namun ada

satu pesan yang merupakan hasil ekserp dan modifikasi tema yang

dilakukan pengarang sebagai ide murni yang hanya diangkat oleh

Pramodeya yakni: “Semua manusia bersaudara satu sama lain. Karena itu

tiap orang yang membutuhkan pertolongan harus memperoleh

Page 73: Intertekstual Calon Arang

pertolongan. Tiap orang keluar dari satu turunan, karena itu satu sama

lain adalah saudara.” –Pramoedya Ananta Toer.