international taxation - BUT

41
BENTUK USAHA TETAP Ramadhan Wisnu / 13130210067 Indrajati Dano / 13130210071 Ignatius Dwito / 13130210074

description

BUT

Transcript of international taxation - BUT

Page 1: international taxation - BUT

BENTUK USAHA TETAPRamadhan Wisnu / 13130210067Indrajati Dano / 13130210071Ignatius Dwito / 13130210074

Page 2: international taxation - BUT

Tujuan Pembahasan Diharapkan mahasiswa dapat mengidentifikasikan Subjek dan Objek Pajak Penghasilan terkait dengan pajak internasional, khususnya Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Page 3: international taxation - BUT

Latar Belakang

Era Globalisasi

Perdagangan Bebas

Investasi Internasion

al

BUT

Page 4: international taxation - BUT

Latar Belakang Era Globalisasi menimbulkan adanya kebutuhan untuk melakukan

perdagangan bebas antar negara dan kegiatan berinvestasi ke suatu negara lain

Kegiatan tersebut menimbulkan permasalahan mengenai hak pemajakan atas penghasilan yang diterima di negara sumber (ex : Indonesia) oleh WPLN (ex: Malaysia)

Terdapat prinsip dalam pajak internasional dasar bahwa negara sumber tidak berhak memajaki laba usaha WPLN bila tidak dalam bentuk BUT di negara sumber

Maka BUT diperlukan untuk dapat memajaki WPLN atas laba usahanya yang diperoleh dari negara sumber

Page 5: international taxation - BUT

International Taxation

Extra teritorial

Domestic Tax

International Taxation

income

residencyResident Non resident

Domestic

Foreign

2

3

4

1

Taxing the foreigner

Page 6: international taxation - BUT

Pengenalan BUTIndonesia berhak untuk memungut pajak atas

penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diperoleh WPLN yang menurut UU No.36 Tahun

2008 (UU PPh) tentang pemajakan atas WPLN dikelompokkan menjadi

• Berusaha dan berada di Indonesia• Tidak berada di Indonesia namun memperoleh

penghasilan di Indonesia

Page 7: international taxation - BUT

Berusaha dan berada di Indonesia• Apabila tidak ada tax treaty atau P3B, PPh yang terutang

mengacu ketentuan Ps. 5 UU PPh tentang BUT, dan apabila tidak memenuhi syarat BUT, pengenaan PPh yang terutang mengacu ketentuan Ps. 26 UU PPh

• Apabila ada P3B, pemajakannya mengacu pada ketentuan BUT menurut P3B. Apabila tidak memenuhi syarat BUT sesuai ketentuan P3B, Indonesia tidak berhak memungut pajak atas usaha WPLN tersebut (tidak berhak memungut PPh Ps. 26)

• Pengenaan PPh BUT dianggap sebagai WP Badan Dalam Negeri

Page 8: international taxation - BUT

Tidak berada di Indonesia namun memperoleh penghasilan di Indonesia• Apabila tidak ada P3B, PPh terutang mengacu pada ketentuan Pasal 26

UU PPh• Apabila ada P3B, pemajakannya mengacu pada ketentuan P3B. Apabila

Indonesia berhak memungut, PPh yang terutang dipungut Pasal 26 dengan tarif sesuai P3B

Page 9: international taxation - BUT

BUT menurut UU PPh Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh

Subjek Pajak Luar Negeri untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. (Pasal 2 ayat (5) UU PPh)

BUT dikelompokkan menurut Pasal 2 ayat (5) UU PPh, yaitu:1. BUT Fisik2. BUT Aktifitas3. BUT Keagenan4. BUT Perusahaan Asuransi

Page 10: international taxation - BUT

• Menentukannya dilihat dari adanya fasilitas fisik atau aset yang merupakan tempat untuk menjalankan usaha atau kegiatan WPLN di Indonesia

• Jenis BUT ini dimulai pada saat adanya kegiatan usaha di tempat tersebut, meliputi • Tempat kedudukan manajemen• Cabang perusahaan• Kantor perwakilan• Gedung kantor• Pabrik• Bengkel• Gudang• Ruang untuk promosi dan penjualan• Pertambangan dan penggalian SDA• Wilayah kerja pengeboran yang digunakan untuk eksplorisasi

pertambangan• Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, dan kehutanan

BUT Fisik

Page 11: international taxation - BUT

• Proyek konstruksi, instalasi, perakitan.

• Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh peggawai atau oleh orang lain sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan

BUT Aktifitas

Page 12: international taxation - BUT

BUT Keagenan, meliputi orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas (dependent agent)

BUT Perusahaan asuransi meliputi agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia

Page 13: international taxation - BUT

Cakupan Penghasilan BUTSesuai Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, diatur mengenai cakupan penghasilan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia yaitu:

(i) Attribution Rule, penghasilan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia adalah penghasilan yang berasal dari kegiatan usahanya di Indonesia. Misalnya, apabila BUT perusahaan asing tersebut bergerak dibidang perdagangan, maka penghasilannya di Indonesia adalah penghasilan yang berasal dari kegitan usaha perdagangannya di Indonesia;

(ii) Force of Attraction Rule, penghasilan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia adalah termasuk penghasilan kantor pusatnya dari Indonesia yang diperolehnya dari kegiatan usaha yang sejenis dengan kegiatan BUT nya di Indonesia. Dengan demikian, penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor pusatnya dianggap sebagai penghasilan BUT nya di Indonesia.;

(iii) Effectively-Connected Rule, penghasilan pasif (misalnya: bunga dan royalty) yang diterima atau diperoleh kantor pusatnya dan memiliki hubungan efektif dengan kegiatan usaha BUT nya di Indonesia dianggap sebagai penghasilan BUT nya di Indonesia. 

Page 14: international taxation - BUT

PPh Terutang BUT menurut UU PPh1. Tarif tertentu, dikenakan kepada jenis BUT yang kegiatannya : PPh terutang atas BUT berupa cabang perusahaan pelayaran dan

penerbangan internasional (2,64% x bruto) PPh terutang kantor perwakilan dagang asing / representative office

(0,44% dari nilai ekpor perusahaan ke Indonesia)

Page 15: international taxation - BUT

2. Tarif Umum Pasal 17 UU PPhTarif ini dikenakan kepada semua BUT selain yang tersebut pada point 1Yang cara perhitungannya :

Tarif Pasal 17 x PKP

Page 16: international taxation - BUT

Pemajakan laba setelah pajak BUT menurut UU PPhTarif laba setelah BUT sebesar 20% atas dividen / bagian laba hasil usaha WPDN.

Peraturan menteri keuangan no. 257/pmk.03/2008 pengecualian bisa diberikan dengan syarat: Penanaman diberikan dalam bentuk penyertaan modal Perusahaan baru yang didirikan harus secara aktif melakukan kegiatan usaha Penanaman dilakukan dalam tahun berjalan Tidak ada pengalihan penanaman sekurang-kurangnya dalam waktu 2 tahun

Page 17: international taxation - BUT

Pengaruh P3B atas pemajakan BUTBUT menurut P3B antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Negara lainnya dibagi: BUT fisik dan BUT jasa.P3B menegaskan:

1. Penentuan BUT fisik menurut UU PPh yaitu sepanjang ada tempat sudah memenuhi kriteria BUT sehingga Indonesia berhak mengenakan pajak atas WPLN. Hampir semua P3B juga mengatur adanya fasilitas yang mirip dengan tempat tetap, tapi tidak boleh dianggap BUT, yaitu:

Page 18: international taxation - BUT

Pemakaian fasilitas semata-mata untuk menyimpan barang milik perusahaan luar negeri.

Penimbunan persediaan barang perusahaan luar negeri semata-mata untuk tujuan menyimpan.

Penimbunan persediaan barang perusahaan luar negeri semata-mata untuk diproses perusahaan lain.

Pemeliharaan tempat tetap untuk usaha yang semata-mata untuk membeli barang ataupun mengumpulkan informasi untuk perusahaan luiar negeri.

Pemeliharaan tempat tetap semata-mata untuk persiapan bagi kegiatan usaha.

Pemeliharaan tempat tetap semata-mata untuk melakukan kegiatan usaha.

Page 19: international taxation - BUT

Perusahaan BUT atas semua jasa yang dilakukan di Indonesia/Negara partner menggunakan minimum time test termasuk juga jasa konstruksi, instalasi, dan perakitan.

Apabila suatu jasa melebihi time test P3B, Indonesia berhak penuh mengenakan pajak atas WPLN karena sudah memenuhi syarat BUT.

Apabila suatu jasa belum melebihi time test P3B, Indoensia tidak berhak mengenakan pajak atas WPLN karena tidak memenuhi syarat BUT dan juga tidak dapat mengenakan pasal 26

Page 20: international taxation - BUT

Pada umumnya objek BUT menurut P3B hamper sama dengan UU PPh, demikian pula pajak setelah laba yang diperoleh BUT, namun perbedaannya adalah tariff yang lebih rendah dari 20%.Usaha asuransi pada umumnya dianggap mempunyai BUT menurut P3B apabila: Tempat tetap, atau Menerima Premi dari wilayah Negara melalui agen yang tidak mempunyai status bebas

Page 21: international taxation - BUT

Contoh Time TestNo Negara Proyek

KonstruksiInstalasi Proyek

PerakitanJasa

Pengawasan

Jasa Lainnya

1 Amerika 120 hari 120 hari 120 hari 120 hari 120 hari2 Belanda 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 3 bulan3 Cina 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 bulan 6 builan4 Jepang 6 bulan 6 bulan - 6 bulan 6 bulan5 Tunisia 3 bulan 3 bulan 3 bulan 3 bulan 3 bulan

Page 22: international taxation - BUT

TIME TEST BERDASARKAN DIRJEN PAJAK

Page 23: international taxation - BUT
Page 24: international taxation - BUT
Page 25: international taxation - BUT
Page 26: international taxation - BUT

Tidak Memenuhi BUTTidak ada tax treaty1) Sebesar 20% dari jumlah bruto dan bersifat final atas penghasilan

yang diterima/ diperoleh wajib pajak LN berupa:a) Dividen.b) Bunga.c) Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan harta.d) Imbalan berupa jasa, pekerjaan atau kegiatan.e) Hadiah, dan penghargaanf) Pensiun dan penghasilan berkala lainnyag) Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnyah) Keuntungan karena pembebasan utang

Page 27: international taxation - BUT

2) Sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto, atas penghasilan berupa:

a) Penjualan saham pasal 18 ayat 3c sesuai Permenkeu No. 258/PMK.03/2008 dengan perkiraan penghasilan neto sebesar 25%

b) Premi asuransi premi reasuransi yang di bayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri, sesuai Kepmenkeu No. 624/KMK.04/1994 tanggal 27 Desember 1994

20% x 50% x penghasilan bruto, untuk asuransi pertama 20% x 10% x penghasilan bruto untuk reasuransi pertama 20% x 5% x penghasilan bruto, untuk asuransi kedua dan seterusnya

Page 28: international taxation - BUT

3) Sebesar 20% dari penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia maka tidak dipotong PPh Pasal 26 sesuai Permenkeu No. 257/PMK.03/2008.Pemotong PPh Pasal 26, yaitu:1) Badan pemerintah.2) Subjek Pajak DN (orang pribadi atau badan).3) Penyelenggara kegiatan4) Bentuk Usaha Tetap5) Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.Saat PemotonganPemotongan PPh Pasal 26 terutang pda akhir bulan dilakukan pembayaran atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan atau jatuh tempo pembayan penghasilan mana yang trlebih dahulu

Page 29: international taxation - BUT

Apabila ada tax treaty:Pada umumnya dalam P3B antara pemerintah Indonesia dengan Pemerintah negara partner diatur sesuai OECD atau UN Model sebagai berikut:a) Bunga, dividen danroyalti pemajakannya digabi 2 antara negara sumber

domisili.b) Pembayaran jasa yang dilakukan Wajib Pajak luar negeri di Indonesia dapat

dikenakan pemajakan di Indonesia apabila memenuhi syarat sebagai BUT menurut P3b

c) Pembayaran jasa yang diterima oleh Wajib Pajakluar negeri dan tidak dilakukan di Indonesia, juga tiak terutang PPh Pasal 26 kecuali jasa tersebut termasuk kategori royalti.

d) Pekerjaan bebas atau pekerjaan profesional

Page 30: international taxation - BUT

e) Pekerjaan dalam hubungan kerja dan gaji karyawan tersebut dibayar atau dibebankan perusahaan Indonesia.

f) Gaji direktur sebagai board of director dan penerimaan lainnya sebagai day to day management, indonesia berhak memungut pajak sepanjang dibebankan sebagai biaya oleh perusahaan dalam negeri.

g) penghasilan artis dan atlit dapat dikenakan pajak di negara sumber penghasilan.h) Penjualan harta pada umumnya dibagi sebagai berikut:

1) Penjualan harta tak bergerak dapat dikenakan pajak oleh negara sumber.2) Penjualan harta bergerak again BUT atau tempat usaha tetap oleh negara sumber.3) Kapal laut atau pesawat udara di jalur internasional oleh negara domisili.4) Penjualan harta lainnya oleh negara domisili.

Page 31: international taxation - BUT

Contoh Kasus 11. A ltd, perusaan jasa negara x yang tidak mempunyai tax treaty atau P3B

dengan negara Inonesia, melakukan pekerjaan jasa atas perintah PT. ABC dan PT. XYZ di Indonesia. Pekerjaan jasa di PT. ABC di kerjakan di Indonesia, sedangkan pekerjaan jasa PT. XYZ dikerjakan di luar negeri. Oleh karena tidak ada P3B dengan Indonesia, maka pemajakan atas penghasilan tersebut berlaku penuh UU PPh Indonesia bagi PT. ABC dan PT. XYZ

Page 32: international taxation - BUT

Pelaksaan pekerjaan jasa di PT. ABC oleh A ltd harus dilihat apakah sudah memenuhi Bentuk Usaha Tetap di Indonesia atau belum yaitu melebihi 60 hari atau tidak.

Apabila tidak memenuhi BUT maka PT. ABC wajib memungut PPh Pasal 26 atas pembayaran jasa tersebut sebesar 20% dari jumlah pembayaran.

Jawaban Pekerjaan PT. ABC

Page 33: international taxation - BUT

Apabila memenuhi syarat BUT dan belum mendaftarkan diri sebagai WP dalam negeri, maka PT. ABC wajib memungut PPh Pasal 26 sebesar 20% dan jumlah tersebut nantinya dapat dikreditkan apabila A ltd menjadi WP DN.Apabila memenuhi syarat BUT dan telah mendaftarkan diri sebagai WP dalam negeri, maka PT. ABC wajib memungut PPh pasal 23 sebesar 2%

Page 34: international taxation - BUT

Pekerja PT. XYZPt. XYZ wajib memungut PPh Pasal 26 sebesar 20%

Page 35: international taxation - BUT

Contoh Kasus 2 PT ABC membayar bunga kepada A ltd yang negaranya tidak punya P3b

dengan Indonesia Sebesar Rp 500.000.000,- dan membayar bunga kepada B ltd Jepang yang punya P3B dengan Indonesia sebesar Rp 600.000.000

Page 36: international taxation - BUT

Jawaban1. PT ABC wajib memungut PPh pasal 26 pada saat pembayaran kepada A ltd.

Besarnya tarif mengacu pada Pasal 26 UU PPh karena tidak ada P3B antara Indonesia dengan negara A. Besarannya :

20% x 500.000.000 = 100.000.000

2. PT ABC wajib memungut PPh pasal 26 pada saat pembayaran kepada A ltd sesuai dengan tarif dalam P3B antara Indonesia dengan Jepang dalam pembayaran bunga (besarnya tarif 10%)*

10% x 5600.000.000 = 60.000.000

*Persyaratan : harus menunjukkan certificate of domicile

Page 37: international taxation - BUT

Kesimpulan Bentuk Usaha Tetap (BUT) membuat subyek pajak luar negeri yang

kewajiban perpajakannya diperlakukan relatif sama dengan wajib pajak dalam negeri lainnya sehingga memberikan kemudahan WPLN untuk menjalankan usaha di Indonesia

Aturan mengenai BUT tercangkup dalam P3B dimana BUT hanya sebagai “pintu” dan pemahaman mengenai pajak berganda dibahas dalam P3B

Page 38: international taxation - BUT

BUT adalah subyek pajak luar negeri yang memiliki fleksibilitas dan keragaman jenis sehingga didalam praktiknya sulit untuk melakukan pengawasan terhadap kepatuhannya. Misalnya, keberadaan suatu BUT perusahaan asing yang tergolong BUT Aktivitas di Indonesia hanya sepanjang perusahaan asing tersebut menjalankan usahanya di Indonesia.

Apabila perusahaan asing tersebut sudah tidak memiliki kegiatan di Indonesia karena proyeknya selesai maka kewajiban subyektifnya berakhir bersamaan dengan perusahaan asing tersebut meninggalkan Indonesia.

Page 39: international taxation - BUT

Perlu partisipasi masyarakat dunia usaha untuk menginformasikan keberadaan suatu BUT perusahaan asing di Indonesia.

Misalnya, PT. Indosat melakukan Engineering and Procurement Contract (EPC) dengan perusahaan kontraktor asing sebaiknya menginformasikan secara dini kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat ia terdaftar.

Contoh lainnya, apabila perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang minyak dan gas bumi (seperti: Pertamina dan Conoco Phillips) menunjuk service provider company untuk melakukan Turnkey Project, maka disarankan agar segera menginformasikannya kepada Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing.

Page 40: international taxation - BUT

Daftar pustaka Wirawan B. Ilyas dan Rudi Suhartono. 2013,Perpajakan edisi 2 http://www.ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=25&q=&hlm=5

(Pemahaman Dasar tentang Bentuk Usaha Tetap)

Page 41: international taxation - BUT